• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengetahuan dan sikap mahasiswa fakultas kedokteran hewan Institut Pertanian Bogor terhadap foodborne disease

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Pengetahuan dan sikap mahasiswa fakultas kedokteran hewan Institut Pertanian Bogor terhadap foodborne disease"

Copied!
91
0
0

Teks penuh

(1)

KEDOKTERAN HEWAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

TERHADAP

FOODBORNE DISEASE

SUKRON SAURI

FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)

ABSTRACT

SUKRON SAURI. Knowledge and Attitude of Veterinary Student at Bogor Agricultural University on Foodborne Disease. Under direction of DENNY

WIDAYA LUKMAN and CHAERUL BASRI.

This study was conducted to evaluate correlation between characteristics (sex, age, graduate level, entrance to Bogor Agricultural University, and activity on organisations), knowledge and attitude of Veterinary Students of Bogor Agricultural University on foodborne diseases. The data collection was carried out using quetionnaires for 239 respondents from August 2010 to January 2011 by stratified random sampling. The significant possitive correlation was observed between knowledge and age, graduate level, and activity on organisations (p<0.05), nevertheless sex and entrance to Bogor Agricultural University did not show a correlation with knowledge (p>0.05). The significant possitive was found between attitude and entrance to Bogor Agricultural University (p<0.05). In this study, the correlation between sex, age, graduate level, and activity on organisations and attitude were not found significantly (p>0.05). There was no correlation was observed between knowledge and attitude (p>0.05).

(3)

SUKRON SAURI. Pengetahuan dan Sikap Mahasiswa Fakultas Kedokteran Hewan Institut Pertanian Bogor terhadap Foodborne Disease. Dibimbing oleh

DENNY WIDAYA LUKMAN dan CHAERUL BASRI.

Foodborne disease merupakan penyakit yang ditimbulkan akibat

mengonsumsi makanan atau minuman yang tercemar. Disamping itu, pengetahuan (knowledge) adalah pemahaman suatu masyarakat tentang suatu

topik yang diberikan. Sedangkan definisi sikap (attitude) adalah suatu

kecenderungan atau kehendak hati untuk memberikan reaksi dengan cara tertentu pada situasi tertentu; untuk melihat dan menginter-pretasikan kejadian-kejadian menurut predisposisi tertentu; atau mengatur opini-opini secara logis dan struktur yang saling berhubungan. Survei pengetahuan, sikap, dan praktik atauknowledge, attitude, and practice(KAP): suatu studi representatif dari suatu populasi spesifik

untuk mengumpulkan informasi tentang apa yang diketahui, dipercayai dan dilakukan terkait dengan suatu topik tertentu. Survei KAP dapat didisain secara khusus untuk menjaring informasi tentang topik tertentu.

Adapun tujuan dilakukannya penelitian ini adalah untuk mengetahui seberapa jauh tingkat pengetahuan dan sikap mahasiswa Fakultas Kedokteran Hewan Institut Pertanian Bogor (FKH IPB) terhadapfoodborne disease.

Penelitian ini dilakukan di Fakultas Kedokteran Hewan Institut Pertanian Bogor Dramaga yang dimulai pada bulan Agustus 2010 hingga Januari 2011 dengan menggunakan kuesioner yang terdiri dari 35 pernyataan mengenai pengetahuan terhadap foodborne disease dan 15 pernyataan mengenai sikap

terhadap foodborne disease. Penelitian ini didisain sebagai suatu survei dengan

sampel yang terdiri dari mahasiswa semester 3, 5, 7, dan mahasiswa Program Pendidikan Dokter Hewan (PPDH). Teknik penarikan contoh yaitu menggunakan teknik penarikan contoh acak bertingkat (stratified random sampling) dengan

besaran sampel sebanyak 239 orang dengan menggunakan Win Episcope 2.0

(populasi sebesar 627 orang).

Data karakteristik responden yang diambil yaitu jenis kelamin, umur, tingkat semester, jalur masuk IPB, dan keaktifan pada organisasi. Data yang dikumpulkan lalu dianalisis menggunakan ujiSpearman correlationdengan SPSS

13.0. Indeks tingkat pengetahuan responden dikelompokkan ke dalam empat bagian yaitu baik, cukup, buruk, dan sangat buruk. Sedangkan indeks sikap responden dikelompokkan ke dalam tiga bagian yaitu baik, sedang, dan buruk.

Berdasarkan hasil yang didapatkan, terdapat korelasi antara pengetahuan dan umur, tingkat semester, dan keaktifan pada organisasi (p<0.05), namun tidak korelasi antara pengetahuan dan jenis kelamin dan jalur masuk IPB (p>0.05). Ditemukan korelasi antara sikap dan jalur masuk IPB (p<0.05), namun tidak ada korelasi antara jenis kelamin, umur, tingkat semester, serta keaktifan pada organisasi dan sikap terhadap foodborne disease (p>0.05). Tidak ditemukan

korelasi antara pengetahuan responden dan sikap terhadap foodborne disease

(p>0.05).

(4)

mahasiswa terhadapfoodborne disease,namun jenis kelamin dan jalur masuk IPB

tidak berkorelasi. Selain itu, jalur masuk IPB memiliki hubungan (korelasi) positif yang lemah terhadap sikap mahasiswa terhadapfoodborne disease,namun

jenis kelamin, umur, keaktifan pada organisasi, dan tingkat semester tidak ada korelasi dengan sikap mahasiswa terhadapfoodborne disease. Disamping itu juga

tidak ada korelasi antara tingkat pengetahuan dan sikap mahasiswa terhadap

foodborne disease.

(5)

KEDOKTERAN HEWAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

TERHADAP

FOODBORNE DISEASE

SUKRON SAURI

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kedokteran Hewan pada

Fakultas Kedokteran Hewan Institut Pertanian Bogor

FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(6)

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN

SUMBER INFORMASI

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi dengan judul Pengetahuan dan Sikap Mahasiswa Fakultas Kedokteran Hewan Institut Pertanian Bogor terhadap

Foodborne Diseaseadalah karya saya dengan arahan dari pembimbing dan belum

diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Bogor, Juli 2011

Sukron Sauri

(7)

Hak Cipta dilindungi Undang-Undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB

(8)

Judul Skripsi : Pengetahuan dan Sikap Mahasiswa Fakultas Kedokteran Hewan Institut Pertanian Bogor terhadapFoodborne Disease

Nama : Sukron Sauri

NIM : B04070115

Disetujui

Dr. drh. Denny Widaya Lukman, MSi Ketua

drh. Chaerul Basri, M.Epid Anggota

Diketahui

Dr. Nastiti Kusumorini

Wakil Dekan Fakultas Kedokteran Hewan

(9)

Segala puji dan syukur sebesar-besarnya penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala rahmat dan hidayah-Nya yang senantiasa dilimpahkan berupa kekuatan lahir batin sehingga skripsi ini dapat diselesaikan. Penulis menyadari bahwa masih banyak kekurangan dan kelemahan baik dalam segi materi, tata bahasa maupun dalam memberikan deskripsi.

Selama pengerjaan skripsi penulis mendapat saran dan masukan yang membangun dalam penyempurnaan skripsi. Banyak kemudahan dan kesulitan yang penulis hadapi. Penulis menyadari bahwa selesainya skripsi ini tidak terlepas dari bantuan yang telah diberikan dari berbagai pihak. Maka dalam kesempatan ini penulis hendak mengucapkan terima kasih kepada:

1. Allah SWT dan Nabi Muhammad SAW

2. Keluarga tercinta (Papa, Mama, Irvan, dan Yani).

3. Bapak Dr. drh. Denny Widaya Lukman, M. Si selaku pembimbing pertama, atas semua waktu yang berkenan memberikan bimbingan, saran dan arahan yang amat berguna bagi penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.

4. Bapak drh. Chaerul Basri, M.Epid selaku pembimbing kedua yang telah sabar dan banyak meluangkan waktu dalam membimbing dan mengarahkan dalam penulisan ini.

7. Ibu Dr. Nastiti Kusumorini, Ph.D selaku wakil Dekan FKH IPB 10. Seluruh responden mahasiswa Kedokteran Hewan IPB

11. Seluruh staf pengajar yang telah memberikan ilmu dan bimbingannya selama penulis menuntut ilmu di FKH IPB.

12. Teman-teman seperjuangan Gianuzzi FKH 44. 13. Teman-teman IMAKAHI dan HIMPRO Ruminansia.

Semoga bantuan, dukungan, dorongan, dan perhatian dari semua pihak yang telah diberikan dengan tulus kepada penulis, tidaklah sia-sia dan mendapat imbalan setimpal dari Allah SWT. Semoga skripsi ini dapat memenuhi fungsinya dengan baik dan memberikan informasi yang berguna bagi semua pihak.

Bogor, Juli 2011

(10)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Jakarta pada tanggal 14 Agustus 1989 dari Syahroni dan Elvianingsih. Penulis merupakan putra ketiga dari tiga bersaudara.

Pendidikan formal penulis dimulai dari SDN 06 Rawa Panjang, Bekasi sampai kelas 2 dan kelas 2 sampai kelas 6 ditempuh di SDN 03 Bojong Gede, Kabupaten Bogor hingga lulus pada tahun 2001, yang kemudian dilanjutkan ke SMPN 01 Bojong Gede, Kabupaten Bogor dan lulus pada tahun 2004. Pendidikan SMA penulis selesaikan di SMAN 06 Bogor dan lulus pada tahun 2007, kemudian melanjutkan ke IPB pada tahun yang sama melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI). Mayor yang dipilih penulis adalah Kedokteran Hewan, Fakultas Kedokteran Hewan, Institut Pertanian Bogor (FKH IPB).

(11)

Halaman

Studi terhadap Pengetahuan dan Sikap ... 8

BAHAN DAN METODE Alat dan Bahan ... 10

Tempat dan Waktu Penelitian ... 10

Desain penelitian ... 10

Tingkat Pengetahuan Umum Responden terhadap Foodborne Disease ... 16

Tingkat Pengetahuan Spesifik Responden terhadapFoodborne Disease ... 17

Kategori Sikap Responden terhadapFoodborne Disease ... 18

Hubungan Karakteristik Responden dan Tingkat Pengetahuan terhadapFoodborne Disease ... 19

Hubungan Karakteristik Responden dengan Sikap terhadap Foodborne Disease ... 22

Hubungan Tingkat Pengetahuan dengan Sikap Responden terhadapFoodborne Disease ... 23

(12)

xi

DAFTAR TABEL

Halaman 1 Indeks tingkat pengetahuan mahasiswa dan jumlah skor ... 12 2 Indeks tingkat sikap mahasiswa dan jumlah skor ... 13 3 Karakteristik responden pengetahuan dan sikap mahasiswa

FKH IPB terhadapfoodborne disease ... 15

4 Tingkat pengetahuan umum responden terhadap foodborne disease ... 17

5 Tingkat pengetahuan spesifik responden terhadap foodborne disease ... 18

6 Kategori sikap responden terhadapfoodborne disease ... 19

7 Hubungan antara karakteristik dan tingkat pengetahuan mahasiswa FKH IPB terhadapfoodborne disease ... 20

8 Hubungan antara karakteristik dan sikap mahasiswa FKH IPB terhadapfoodborne... 22

9 Hubungan antara tingkat pengetahuan dan sikap mahasiswa

(13)

xii Halaman 1 Kuesioner ... 31 2 Tingkat pengetahuan spesifik responden terhadap foodborne

(14)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Makhluk hidup khususnya manusia tidak bisa terlepas dari kebutuhan pokok seperti pangan (makanan) di samping kebutuhan sandang (pakaian) dan papan (tempat tinggal atau rumah). Tentunya makanan yang dikonsumsi oleh manusia harus dengan kualitas maupun kuantitas yang cukup agar dapat terpenuhi kebutuhan gizi seseorang sehingga dapat meningkatkan derajat kesehatan dan kualitas sumber daya manusia. Namun ada dua hal yang harus diperhatikan dalam pemenuhan gizi yaitu ketahanan atau ketersediaan pangan (food security)

dan keamanan pangan (food safety) yang berarti makanan harus dalam jumlah

cukup dan aman untuk dikonsumsi. Ketika permasalahan pertama dapat diatasi (food security), hal yang baru-baru ini semakin kritis adalah permasalahan food safety(keamanan pangan) (Badan Karantina 2007).

Keamanan pangan sangat terkait dengan makanan yang tercemar/ terkontaminasi hingga menimbulkan penyakit pada konsumen atau sering disebut sebagai foodborne disease atau penyakit yang ditularkan melalui makanan.

Kontaminan dapat berupa mikroba patogen seperti Salmonelladan Shigella, atau

bahan kimia beracun misalnya logam berat, residu pestisida, dan enterotoksin dari bakteri. Oleh karena itu, makanan maupun minuman yang secara sengaja dimasukkan atau dicampur bahan-bahan berbahaya yang bukan untuk makanan seperti zat pewarna tekstil yang dicampur ke dalam makanan juga termasuk

foodborne disease.

Foodborne disease yang paling sering terjadi diketahui antara lain yang

disebabkan oleh bakteriCampylobacter, Salmonella,dan E. coli O157:H7. Selain

itu, foodborne disease sering disebabkan oleh golongan calicivirus yang juga

disebut virusNorwalkdan parasit seperti sistiserkus.

(15)

penularan penyakit kepada manusia baik melalui hewan maupun produk hewan lainnya dan ikut serta memelihara dan mengamankan produksi pangan asal hewan dari pencemaran dan kerusakan akibat penanganan yang kurang higienis (Badan Karantina 2007).

Permasalah global mengenaifoodborne diseasedewasa ini belum diketahui,

namun WHO sudah merespon kesenjangan data ini dengan mengeluarkan gagasan baru untuk memberikan estimasi yang lebih baik. Pada tahun 2005 dilaporkan bahwa 1.8 juta orang meninggal karena diare, sebagian besar diakibatkan oleh makanan dan minuman yang terkontaminasi. Permasalahan ini tidak hanya terjadi di negara-negara belum berkembang. Terdapat sekitar 76 juta kasus foodborne disease, sebanyak 325.000 dirawat dan 5000 meninggal, diperkirakan terjadi tiap

tahun di Amerika Serikat. Ada lebih dari 200 mikroba, bahan kimia atau fisik yang dapat menyebabkan penyakit ketika tercerna.

Lebih dari 20 tahun terakhir, setidaknya di negara-negara industri,

foodborne disease disebabkan oleh bakteri, parasit, virus dan prion secara

signifikan sudah menjadi agenda politik dan umum, bahkan menjadi perhatian media (Bhunia 2008). Hal ini dikarenakan foodborne disease merupakan

permasalahan dunia yang menyangkut kebutuhan yang sangat penting dan mendasar bagi manusia (makanan dan minuman). Disamping itu, foodborne disease menyebabkan banyak penderitaan dan kematian. Banyaknya kasus foodborne disease yang terjadi dan penarikan produk makanan terkontaminasi

dari masyarakat yang terus-menerus telah menyebabkan peningkatan kerugian ekonomi yang besar bagi produsen dan pengolah makanan (Bhunia 2008).

Penelitian ini dilakukan terhadap mahasiswa Fakultas Kedokteran Hewan Institut Pertanian Bogor (FKH IPB) dengan responden yang tersebar pada masing-masing semester. Mahasiswa FKH IPB mendapatkan materi kuliah mengenai zoonosis khususnya yang berkaitan dengan foodborne disease sehingga lebih

mengenal mengenai foodborne disease yang diharapkan dapat menjadi dokter

(16)

3

Tujuan

(17)

Foodborne Disease

Foodborne diseaseadalah suatu penyakit ditimbulkan akibat mengonsumsi

makanan atau minuman yang tercemar. Foodborne disease disebabkan oleh

berbagai macam mikroorganisme patogen atau zat kimia beracun dan berbahaya bagi kesehatan konsumen yang mengontaminasi makanan. Oleh karena itu, terdapat bermacam-macam foodborne disease. Makanan yang berasal baik dari

hewan maupun tumbuhan dapat berperan sebagai media pembawa mikroorganisme penyebab penyakit pada manusia.

Foodborne diseasemerupakan masalah kesehatan masyarakat yang meluas

dan terus meningkat baik di negara-negara maju maupun di negara-negara berkembang. Di negara berkembang, masalah tersebut lebih berdampak pada kesehatan dan ekonomi dibandingkan dengan di negara maju, namun tidak ada data yang dapat dipercaya tentang hal itu.

Salah satu perhatian dari aspek keamanan pangan dan kesehatan masyarakat terhadap pangan asal hewan akhir-akhir ini adalah penyakit hewan yang dapat ditularkan melalui produk hewan ke manusia atau dikenal sebagai foodborne zoonotic diseaseataufoodborne zoonosis(jamak=zoonoses). Foodborne zoonotic disease didefinisikan sebagai infeksi pada manusia yang ditularkan melalui

pangan yang sumbernya dari hewan yang terinfeksi. Beberapa penyakit ini sudah dikenal lama seperti antraks yang ditularkan melalui daging sapi, kambing, domba, kerbau; sistiserkosis atau taeniasis yang ditularkan melalui daging babi, toksoplasma yang ditularkan melalui daging kambing atau domba (Lukman 2009).

Menurut WHO (2007) yang dikutip oleh Sharif dan Al-Maliki (2010), insidensi global dari foodborne disease sulit diestimasi, tetapi pernah dilaporkan

pada tahun 2005 sekitar 1.8 juta orang meninggal akibat diare. Kasus tersebut umumnya dapat dikaitkan dengan konsumsi makanan dan minuman yang tercemar. Pada negara-negara industri persentase orang yang menderita

(18)

4

Hal tersebut terkait dengan perubahan drastis pada produksi hewan, industrialisasi produksi hewan, khususnya unggas, produksi massal dalam proses pengolahan dan distribusi pangan, globalisasi perdagangan pangan, dan peningkatan jumlah wisatawan seluruh dunia (Lindberg 1999 yang dikutip oleh Sharif dan Al-Malki 2010). Faktor-faktor tersebut telah meningkatkan pentingnyafoodborne disease.

Lebih dari 250 macam foodborne disease telah dideskripsikan. Sebagian

besar penyakit ini merupakan penyakit yang disebabkan oleh bermacam-macam bakteri, virus, dan parasit yang terdapat pada makanan. Penyakit lainnya adalah keracunan yang disebabkan oleh racun berbahaya atau zat kimia yang mencemari makanan, contohnya kapang. Dalam dua dasawarsa terakhir (sejak 1990),

foodborne diseasemuncul menjadi masalah penting dan terus berkembang dalam

kesehatan masyarakat dan ekonomi di beberapa negara (Signorini dan Flores-Luna 2010).

Campylobacteradalah bakteri patogen yang dapat ditemukan pada sayuran,

daging, dan air. Kebanyakan kasus foodborne disease yang berasal dari produk

asal unggas merupakan sumber Campylobacter. Selain itu, Campylobacter juga

dapat bersumber dari susu yang tidak terpasteurisasi, kontaminasi ketika memegang makanan, dan permukaan air yang terkontaminasi. Campylobacter

berkolonisasi di dalam usus ayam broiler. Infeksi Campylobacter biasanya

menyebabkan diare, namun pemberian antibiotik tidak selalu diperlukan. Diare karena Campylobacter yang menginfeksi usus menyebabkan inflamasi sehingga

merusak sel-sel epitel di distal ileum dan kolon. Selain itu, infeksi ini dapat juga disertai demam dan keram perut (Bhunia 2008).

Campylobacteriosis menjadi penyebab kasus diare dan diperkirakan

mengambil porsi 5-14% dari seluruh kasus diare di dunia. Foodborne campylobacteriosisumumnya disebabkan olehCampylobacter jejuni danC. coli.

Kedua spesies tersebut merupakan patogen terpenting terhadap

campylobacteriosispada manusia, yang mana C. jejunimerupakan penyebab

80-90% dan C. coli 5-10% merupakan campylobacteriosis enterik pada manusia

(Lukman 2009). Campylobacteriosis diduga sebagai kasus tertinggi di antara foodborne bacterial infectiondi Amerika Serikat, yang diperkirakan mencapai 1.9

(19)

terhadap kesehatan masyarakat dari infeksi Campylobacter ini adalah spesies ini

telah resisten terhadap beberapa antibiotik, khususnya florokuinolon dan makrolida, serta bersifat zoonotik (Bhunia 2008).

Kasusfoodborne diseaseakibatSalmonellasaat ini lebih banyak disebabkan

oleh Salmonella non-tifoid, terutama Salmonella Enteritidis dan Salmonella typhimurium. Hampir semua serotipe/ serovar Salmonella enterica dapat

menimbulkan penyakit pada manusia dan hewan mamalia, serta bersifat zoonotik atau berpotensi zoonotik. Cara penularan Salmonella ke manusia umumnya

melalui konsumsi makanan yang tercemar (jalur fekal-oral). BeberapaSalmonella

memiliki sumber (reservoir) spesifik dan makanan tertentu sebagai media penularnya, misalnya Salmonella Enteritidis terkait dengan unggas dan produk

unggas (Lukman 2009). Semua Salmonella merupakan patogen intraselular

fakultatif dan bersifat patogen, serta dapat menyerang makrofag, sel-sel dendrit dan epitel (Bhunia 2008).

Salmonella merupakan bakteri yang dapat menyebabkan penyakit

salmonelosis. Nama lain dari salmonelosis adalah enteric epizootic typhoid, enteric infection, dan paratyphoid. S. Typhimurium merupakan spesies yang

paling luas penyebarannya. Salmonelosis merupakan salah satu penyakit enterik yang disebabkan oleh bakteri terpenting yang menyebabkan jutaan kasus penyakit pada manusia dan hewan, serta menimbulkan kerugian ekonomi yang signifikan di seluruh dunia (Nógrádyet al. 2008).

Foodborne disease yang disebabkan oleh non-typhoid Salmonella

merupakan masalah kesehatan masyarakat yang penting di seluruh dunia (Yanget al. 2010). Gejala salmonelosis pada manusia paling sering ditunjukkan sebagai non-typhoid syndrome, yang meliputi onset demam yang akut, nyeri abdomen,

nausea, dan kadang-kadang muntah. Gejala ini berjalan dalam waktu tertentu (self-limiting). Menurut Namata et al. (2009), manusia umumnya terinfeksi Salmonella karena mengonsumsi telur, daging unggas, daging babi, dan daging

sapi (jarang).

(20)

6

kematian, ancaman kesehatan masyarakat dari bakteri Salmonella adalah

resistensi bakteri ini terhadap antibiotik yang dapat diturunkan dan ditularkan ke bakteri lain (Bhunia 2008).

E. coli merupakan famili dari Enterobacteriaceae yang biasa ditemukan

pada mikroflora intestinal dari hewan berdarah panas. Kebanyakan galur E. coli

bersifat tidak patogen dan tinggal di saluran pencernaan manusia dan hewan.

E. coli yang patogen dapat menyebabkan berbagai penyakit, antara lain

gastroenteritis, disentri,hemolytic uremic syndrome(HUS), infeksi saluran kemih,

septisemia, pneumonia, dan meningitis. Akhir-akhir ini yang menjadi perhatian adalah meningkatnya wabah yang disebabkan oleh enterohemorrhagic E. coli

(EHEC) dan berkaitan dengan konsumsi daging, buah, sayuran yang tercemar, khususnya di negara berkembang. Pangan asal hewan yang sering terkait dengan wabah EHEC di Amerika Serikat, Eropa, dan Kanada adalah daging sapi giling (ground beef). Selain itu, daging babi, daging ayam, daging domba, dan susu

segar (mentah). Serotipe utama yang berkaitan dengan EHEC adalah E. coli

O157:H7, yang pertama kali dilaporkan sebagai penyebab wabah foodborne diseasepada tahun 1982-1983.

EHEC ini menghasilkan Shiga-like toxins sehingga disebut pula sebagai Shiga toxin producing E.coli (STEC). Shiga toxin ini mematikan sel vero,

sehingga disebut pulaverotoxin producing E. coli(VTEC). Bakteri ini umumnya

tinggal di usus hewan, khususnya sapi, tanpa menimbulkan gejala penyakit. Bakteri ini juga dapat diisolasi dari feses ayam, kambing, domba, babi, anjing, kucing, dan sea gulls(Lukman 2009). Penyakit ini menyebabkan diare berdarah

dan kesakitan karena keram perut tanpa disertai demam. Gagal ginjal juga dapat disebabkan patogen ini karena sel-sel endotel ginjal menjadi rusak (Bhunia 2008).

Pengetahuan

Knowledge atau pengetahuan adalah kapasitas untuk mendapatkan,

menahan dan menggunakan informasi; sebuah gabungan dari pemahaman, pengalaman, ketajaman, dan keterampilan (Badran 1995). Sedangkan menurut Kibler et al. (1981), pengetahuan dapat didefinisikan sebagai ingatan mengenai

(21)

ingatan mengenai pola, susunan atau keadaan. Kibler et al. (1981) merinci

pendapatnya dengan mengelompokkan jenis pengetahuan secara hirarkis ke dalam: (1) pengetahuan yang bersifat spesifik, (2) pengetahuan mengenai terminologi, (3) pengetahuan mengenai fakta-fakta tertentu, (4) pengetahuan mengenai cara-cara tertentu, (5) pengetahuan mengenai kaidah, (6) pengetahuan mengenai arah dan urutan, (7) pengetahuan mengenai klasifikasi dan kategori, (8) pengetahuan mengenai kriteria, (9) pengetahuan mengenai metode, (10) pengetahuan mengenai pola, (11) pengetahuan mengenai prinsip dan generalisasi, dan (12) pengetahuan mengenai teori dan struktur. Supriyadi (1993) menyatakan pengetahuan merupakan sekumpulan informasi yang dipahami, yang diperoleh melalui proses belajar selama hidup dan dapat digunakan sewaktu-waktu sebagai alat penyesuaian diri sendiri maupun lingkungannya. Pengetahuan berarti pemahaman suatu masyarakat tentang suatu topik diberikan (Kaliyaperumal 2004).

Ehiri dan Moris (1996) di dalam penelitiannya mengenai edukasi dan pelatihan praktek higiene pada orang yang menangani makanan mendapatkan hasil bahwa perilaku atau praktek individu tergantung pada pengetahuannya dan juga akan berpengaruh pada sikap yang pada akhirnya juga akan mempengaruhi perilaku. Hal ini menunjukkan bahwa pengetahuan memegang peranan penting pada perubahan perilaku.

Sikap

Attitude yang dimaksud disini diterjemahkan menjadi sikap yang dapat

didefinisikan sebagai sebagai suatu kecenderungan atau kehendak hati untuk memberikan reaksi dengan cara tertentu pada situasi tertentu; untuk melihat dan menginterpretasikan kejadian-kejadian menurut predisposisi tertentu; atau mengatur opini-opini secara logis dan struktur yang saling berhubungan (Badran 1995).

Gerungan (1967) menerjemahkan attitude sebagai sikap terhadap sesuatu

(22)

8

individu-individu, tapi juga bisa terhadap peristiwa-peristiwa, pemandangan-pemandangan, lembaga-lembaga, norma-norma, nilai-nilai dan sebagainya. Sedangkan Lewis dan Petersen (1985) menyatakan sikap adalah kecenderungan untuk melakukan respon secara konsisten dengan cara positif atau negatif terhadap sebuah objek atau sekumpulan objek. Lebih lanjut ditegaskan bahwa sebagian dari sikap ditentukan oleh proses yang bersifat pengertian atau kesadaran (cognitive) dan sebagian ditentukan oleh emosi (emotion).

Wilcocket al.(2004) di dalam penelitiannya mengenai pengetahuan, sikap,

dan perilaku konsumen menyatakan bahwa sikap konsumen dapat dipengaruhi dan memprediksi suatu perilaku. Tinjauan ini menyoroti berbagai macam sikap konsumen terhadap keamanan pangan. Perbedaan diantara konsumen tersebut dipengaruhi berbagai faktor, termasuk faktor demografi dan status sosio-ekonomi.

Studi terhadap Pengetahuan dan Sikap

Survei pengetahuan, sikap, dan praktek atau knowledge, attitude, and practice(KAP) adalah suatu studi representatif dari suatu populasi spesifik untuk

mengumpulkan informasi tentang apa yang diketahui, dipercayai dan dilakukan terkait dengan suatu topik tertentu. Dalam survei KAP, data dikumpulkan menggunakan kuesioner yang disusun secara terstruktur dan diisi sendiri oleh responden. Data tersebut kemudian dianalisis secara kualitatif atau kuantitatif tergantung pada tujuan dan disain studi. Survei KAP dapat didisain secara khusus untuk menjaring informasi tentang topik tertentu. Data hasil survei KAP bermanfaat untuk membantu merencanakan, melaksanakan dan mengevaluasi suatu kegiatan.

Survei KAP dapat mengidentifikasi kesenjangan pengetahuan (knowledge gap), kepercayaan budaya, atau pola perilaku yang mungkin mempengaruhi

pemahaman dan tindakan, serta mengenal masalah yang muncul atau hambatan (barriers) dari suatu usaha. Survei KAP dapat mengidentifikasi informasi yang

(23)

Survei KAP dapat menilai proses dan sumber komunikasi yang menjadi kunci aktivitas dan pesan yang efektif dalam suatu kegiatan. Selanjutnya, survei ini dapat digunakan juga untuk mengidentifikasi kebutuhan, masalah dan hambatan dalam penyampaian/pelaksanaan program, serta mencari pemecahan (solution) untuk memperbaiki kualitas dan aksesibilitas pelayanan (WHO 2008).

Meadet al. (2000) mendiskusikan tiga kesulitan penting yang berdampak

utama dalam pengumpulan data yang akurat. Walaupun diskusi ini difokuskan pada situasi di Amerika Serikat, kesulitan-kesulitan tersebut nampaknya berlaku di seluruh dunia. Pertama, foodborne disease, perawatan di rumah sakit dan

kematian tidak dilaporkan karena pengobatan tidak teramati, pengujian diagnostik tidak dilakukan, atau hasil uji tidak dilaporkan untuk ditabulasi. Kedua, agen patogen penyebab foodborne disease dapat ditularkan dari satu orang ke orang

lain atau melalui wahana lain seperti air. Ketiga, beberapa foodborne disease,

(24)

BAHAN DAN METODE

Alat dan Bahan

Bahan yang dibutuhkan berupa angket kuesioner foodborne disease yang

telah disusun secara terstruktur.

Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Fakultas Kedokteran Hewan Institut Pertanian Bogor (FKH IPB) Darmaga dari bulan Agustus 2010 sampai bulan Januari 2011.

Disain Penelitian

Penelitian ini didisain sebagai suatu survei yang menekankan pada upaya untuk mengetahui karakteristik mahasiswa FKH IPB, hubungan antara karakteristik mahasiswa dan pengetahuan terhadap foodborne disease, hubungan

antara karakteristik mahasiswa dan sikap terhadap foodborne disease, dan

hubungan antara tingkat pengetahuan mahasiswa dan sikap terhadap foodborne disease.

Populasi dan Sampel

Penelitian dilakukan terhadap pengetahuan dan sikap mengenai foodborne disease mahasiswa S1 FKH IPB semester ke-3, 5, 7 dan mahasiswa Program

Pendidikan Profesi Dokter Hewan (PPDH) tahun 2010. Besaran sampel mahasiswa sebagai responden ditentukan dengan menggunakan software

komputer Win Episcope 2.0, dengan asumsi populasi mahasiswa FKH IPB

sebanyak 627 orang, expected prevalence 50%, accepted error 5%, dan level of confidence 95%, sehingga dihasilkan besaran sampel mahasiswa responden

sebesar 239 orang atau sekitar 38% dari populasi total.

Teknik penarikan contoh yang digunakan pada penelitian ini adalah penarikan contoh acak berlapis (stratified random sampling) yang terdiri dari S1

semester 3 sebanyak 62 responden, semester 5 sebanyak 61 responden, semester 7 sebanyak 55 orang, PPDHphasing outsebanyak 19 responden, dan PPDH mayor

(25)

karena sampel yang diperoleh adalah dengan membagi populasi ke dalam strata/grup (semester 3, 5, 7, dan PPDH) dan dapat meningkatkan keakuratan sampel (Thrusfield 1986).

Pengumpulan Data

Data dikumpulkan menggunakan kuesioner mengenai karakteristik mahasiswa, pengetahuan mahasiswa responden terhadap foodborne disease, dan

sikap responden terhadap foodborne disease. Pengambilan data dilakukan pada

responden dengan mengisi sendiri kuesioner yang diberikan dan diisi di tempat. Data karakteristik mahasiswa yang merupakan peubah bebas dalam penelitian ini meliputi: (1) umur, (2) jenis kelamin, (3) semester, (4) tahun masuk IPB, (5) jalur masuk IPB, dan (6) keaktifan pada organisasi. Karakteristik tersebut dipilih sebagai parameter dikarenakan sesuai dengan kondisi dimana sampel diambil yaitu di FKH IPB.

Hipotesis

Berdasarkan kerangka konsep yang disusun dalam penelitian ini, maka hipotesis yang dibuktikan adalah sebagai berikut:

Ho : Tidak ada hubungan antara karakteristik responden (jenis kelamin, umur, tingkat semester, jalur masuk IPB, dan keaktifan pada organisasi) mahasiswa kedokteran hewan IPB dan tingkat pengetahuan dan sikap terhadapfoodborne disease.

H1 : Ada hubungan antara karakteristik responden (jenis kelamin, umur, tingkat

semester, jalur masuk IPB, dan keaktifan organisasi) mahasiswa kedokteran hewan IPB dan tingkat pengetahuan dan sikap terhadap

foodborne disease

Analisis Data

Data yang diperoleh diolah dengan uji Spearman correlation yang

(26)

12

≤1). Nilai korelasi positif adalah 0.5≤r≤1 dan nilai korelasi negatif adalah

-1≤r<0.5. Pengolahan data penelitian menggunakan programSPSS 13.0.

Untuk mengukur pengetahuan mahasiswa digunakan 35 pernyataan mengenai foodborne disease yang terdiri dari pernyataan “benar” dan “salah”.

Kuesioner dibagi dalam 4 bagian yaitu sebanyak 15 soal pernyataan mengenai pengetahuan umum penyakit, 5 soal mengenai gejala klinis penyakit, 11 soal mengenai penularan penyakit, dan 4 soal mengenai pencegahan dan pengendalian penyakit

Responden mahasiswa diharapkan dapat memberikan jawaban dalam bentuk

“benar”, “salah”, atau “tidak tahu”. Untuk jawaban yang “benar” diberi skor 1,

sedangkan jawaban yang “salah” atau jawaban “tidak tahu” diberi skor 0. Jumlah

skor untuk setiap responden mahasiswa dihitung berdasarkan jawaban yang benar. Dengan demikian jumlah skor maksimum yang diperoleh responden dari seluruh jawaban adalah 1 x 35 = 35, sedangkan jumlah skor minimum adalah 0 x 35 = 0. Indeks dari tingkat pengetahuan mahasiswa mengenai foodborne disease

berdasarkan jawaban yang benar dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1 Indeks tingkat pengetahuan mahasiswa dan jumlah skor

Indeks pengetahuan responden Jumlah skor

Baik 27-35

Cukup 17-26

Buruk 8-16

Sangat buruk 0-7

Untuk menilai sikap, dikembangkan 15 pernyataan mengenai sikap mahasiswa dalam kuesioner yang digunakan, yang masing-masing dapat dijawab

oleh responden mahasiswa secara berjenjang, yaitu “sangat setuju”, “setuju”,

“tidak tahu”, “tidak setuju”, dan “sangat tidak setuju”. Sikap mahasiswa terhadap foodborne diseasediukur dengan menggunakan Skala Likert (Nazir 2003). Untuk

pernyataan positif berlaku cara pemberian skor jawaban sebagai berikut:

responden yang menjawab “sangat setuju” mendapat skor 5, “setuju” mendapat

(27)

tidak setuju” mendapat skor 1. Untuk pernyataan negatif berlaku sebaliknya,

yaitu skor 1 untuk jawaban “sangat setuju”, skor 2 untuk “setuju”, skor 3 untuk

“tidak tahu”, skor 4 untuk “tidak setuju”, dan skor 5 untuk “sangat tidak setuju”.

Dengan demikian jumlah skor maksimum yang diperoleh oleh responden dari seluruh jawaban pernyataan adalah 5 x 15 = 75, sedangkan jumlah skor minimum adalah 1 x 15 = 15. Indeks dari tingkat sikap mahasiswa mengenai foodborne diseaseberdasarkan jumlah skor dapat dilihat pada Tabel 2.

Tabel 2 Indeks tingkat sikap mahasiswa dan jumlah skor

Indeks sikap responden Jumlah Skor

Baik 57-75

Sedang 37-56

Buruk 0-36

(28)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil penelitian disajikan dalam empat bagian untuk memenuhi tujuan dan hipotesis penelitian, yaitu (1) karakteristik responden (jenis kelamin, umur, tingkat semester, tahun masuk IPB, jalur masuk IPB dan keaktifan pada organisasi di FKH IPB), tingkat pengetahuan umum responden terhadap foodborne disease,

tingkat pengetahuan spesifik, dan kategori sikap, (2) hubungan antara karakteristik responden dan tingkat pengetahuan terhadap foodborne disease, (3)

hubungan antara karakteristik responden dan tingkat sikap terhadap foodborne disease, dan (4) hubungan antara tingkat pengetahuan responden dan tingkat sikap

terhadapfoodborne disease.

Karakteristik Responden

Jumlah responden yang dijaring adalah 239 orang atau sekitar 38% dari total populasi. Berdasarkan hasil yang didapat, responden dapat dikategorikan ke dalam beberapa karakteristik berdasarkan jenis kelamin, umur, tingkat semester, tahun masuk IPB, jalur masuk IPB, dan keaktifan responden pada organisasi yang dapat dilihat secara rinci pada Tabel 3.

Dalam penelitian ini (Tabel 3) sebagian besar responden adalah perempuan (61.9% atau 148 orang), sedangkan responden laki-laki sebanyak 38.1% (91 orang). Total mahasiswa perempuan FKH IPB lebih banyak (56.3% atau 353 orang) dibandingkan dengan mahasiswa laki-laki (43.7% atau 274 orang).

Berdasarkan umur, lebih dari separuh responden berumur kurang dari 20 tahun (54.8%), lalu diikuti oleh responden dengan umur 21–25 tahun sebanyak

42.7%, dan responden dengan umur lebih dari 25 tahun sebanyak 2.5%. Kisaran umur mahasiswa yang baru masuk ke FKH IPB adalah 18 tahun.

(29)

Tabel 3 Karakteristik responden pengetahuan dan sikap mahasiswa FKH IPB terhadapfoodborne disease(n=239)

No. Karakteristik responden Jumlah responden % dari total responden

Lebih dari 1 organisasi 82 34.3

7. Aktif pada organisasi

DPM 13 4.0

BEM 30 9.3

IMAKAHI 43 13.3

Himpunan minat dan profesi 136 42.1

Seni STERIL 27 8.4

Agama 43 13.3

(30)

16

55 orang, serta responden dari PPDH sebanyak 61 orang (25.5%). Mahasiswa FKH IPB di bawah semester 7 belum mendapat mata kuliah Zoonosis. Mahasiswa PPDH telah mendapatkan mata kuliah tersebut dan telah menjalani program PPDH di Bagian Kesmavet FKH IPB.

Peubah tahun masuk IPB dikelompokkan ke dalam dua pengukuran yaitu responden yang masuk IPB sebelum dan pada tahun 2006 (tahun 2000-2006) sebanyak 59 orang (24.7%) dan setelah tahun 2006 (tahun 2007-2010) sebanyak 180 orang 75.3%. Berdasarkan jalur masuk IPB, responden yang masuk IPB melalui jalur USMI sebanyak 169 orang (70.7%), melalui jalur BUD sebanyak 18 orang (7.5%), melalui jalur SPMB sebanyak 46 orang (19.2%), dan melalui jalur yang lain sebanyak 6 orang (2.5%). Jalur lain adalah mahasiswa pindahan dari Fakultas Kedokteran Hewan lain atau mahasiswa asing.

Distribusi frekuensi keaktifan responden pada organisasi menunjukkan bahwa sebanyak 18.0% responden tidak aktif pada organisasi, 47.7% responden aktif pada 1 organisasi, dan 34.3% responden aktif pada lebih dari 1 organisasi. Selain itu dapat dilihat pula bahwa sebanyak 13 responden (4.0%) aktif di DPM, 30 responden (9.3%) aktif di BEM, 43 responden (13.3%) aktif di IMAKAHI, 136 responden (42.1%) aktif di Himpunan minat dan profesi, 27 responden (8.4%) aktif di seni STERIL, 43 responden (13.3%) aktif di Agama, dan sebanyak 31 responden (9.6%) aktif di Kelas.

Tingkat Pengetahuan Umum Responden terhadapFoodborne Disease

Berdasarkan hasil yang didapatkan, terdapat lebih dari separuh jumlah responden semester 3 (61.3%) memiliki tingkat pengetahuan terhadap foodborne disease cukup. Responden semester 5 kebanyakan (45.9%) memiliki tingkat

pengetahuan terhadap foodborne disease buruk. Disamping itu, responden

semester 7 memiliki tingkat pengetahuan yang cukup terhadapfoodborne disease

(31)

Tabel 4 Tingkat pengetahuan umum responden terhadapfoodborne disease Semester 3 Semester 5 Semester 7 PPDH

n % n % n % n % n %

Baik 1 1.6 2 3.3 2 3.6 32 52.5 37 15.5

Cukup 38 61.3 22 36.1 53 96.4 29 47.5 142 59.4

Buruk 21 33.9 28 45.9 0 0.0 0 0.0 49 20.5

Sangat buruk 2 3.2 9 14.8 0 0.0 0 0.0 11 4.6

Total 62 100.0 61 100.0 55 100.0 61 100.0 239 100.0

Berdasarkan hasil dapat dilihat bahwa semakin tinggi tingkat semester maka pengetahuan responden terhadap foodborne disease makin meningkat. Hal ini

tentunya dapat dijadikan pertimbangan koreksi kurikulum yang ada di FKH IPB. Kurikulum saat ini menempatkan mata kuliah higiene pangan dan zoonosis (berkaitan dengan foodborne disease) untuk diberikan kepada mahasiswa

semester 8. Dengan melihat hasil penelitian ini, mungkin sebaiknya mata kuliah tersebut sudah diberikan kepada mahasiswa tingkat awal di FKH (semester 3) agar mahasiswa lebih mengetahui tentang bahaya foodborne disease yang secara

tidak langsung dapat mengendalikan kasusfoodborne disease.

Tingkat Pengetahuan Spesifik Responden terhadapFoodborne Disease

Sebagian besar responden menjawab benar soal (58.0%), sebanyak 25.8% soal dijawab tidak tahu, dan hanya 16.2% soal dijawab salah oleh responden (Tabel 5). Soal yang paling banyak dijawab benar (88.9%) oleh responden adalah kategori soal pencegahan dan pengendalian foodborne disease, diikuti oleh

kategori soal cara penularan (63.0%), kategori soal pengetahuan umum penyakit

foodborne disease sebesar 53.8%, dan kategori soal gejala klinis sebesar 32.8%.

(32)

18

Tabel 5 Tingkat pengetahuan spesifik responden terhadapfoodborne disease

Tingkat

umum penyakit 14 3346 1801 53.8 572 17.1 973 29.1

Gejala klinis 5 1195 392 32.8 364 30.5 439 36.7

Cara penularan 12 2868 1806 63.0 410 14.3 652 22.7

Pencegahan dan

pengendalian 4 956 850 88.9 13 1.4 93 9.7

Total 35 8365 4849 58.0 1359 16.2 2157 25.8

Lebih dari sepertiga soal (36.7%) dijawab tidak tahu pada kategori soal gejala klinis, lebih dari seperempat soal (29.1%) dijawab tidak tahu pada kategori soal pengetahuan umum penyakit, lalu diikuti pada kategori soal cara penularan yang dijawab tidak tahu adalah sebesar 22.7%, dan hanya 9.7% soal pada kategori soal pencegahan dan pengendalian foodborne disease yang dijawab tidak tahu.

Sebagian besar responden (36.7%) menjawab tidak tahu pada kategori soal gejala klinis dan pengetahuan umum penyakit (29.1%).

Pada hasil dapat diketahui bahwa responden paling sedikit menjawab benar pada kategori soal gejala klinis. Di dalam kuliah Ilmu Penyakit Hewan dan Kesehatan Masyarakat Veteriner (IPHK) dan Ilmu Klinik di FKH IPB diajarkan mengenai gejala klinis penyakit, namun kebanyakan hanya bersifat hapalan sehingga mahasiswa kurang dapat membedakan gejala klinis satu penyakit dengan penyakit lain dikarenakan beberapa penyakit foodborne disease menunjukkan

gejala klinis yang hampir sama.

Kategori Sikap Responden terhadapFoodborne Disease

Hasil analisa kategori sikap menunjukkan bahwa sebagian besar responden semester 3 (88.7%) bersikap baik (jumlah skor kuesioner adalah 57-75) terhadap

foodborne disease. Responden semester 5 kebanyakan (77.0%) memiliki sikap

baik terhadap foodborne disease. Lalu responden semester 7 memiliki tingkat

(33)

PPDH memiliki tingkat sikap baik terhadap foodborne disease. Hasil analisa

tersebut dapat dilihat pada Tabel 7.

Tabel 7 Kategori sikap responden terhadapfoodborne disease

Kategori sikap

Responden

Total Semester 3 Semester 5 Semester 7 PPDH

n % n % n % n % n %

Baik 55 88.7 47 77.0 50 90.9 50 82.0 202 84.5

Sedang 7 11.3 14 23.0 5 9.1 11 18.0 37 15.5

Buruk 0 0.0 0 0.0 0 0.0 0 0.0 0 0.0

Total 62 100.0 61 100.0 55 100.0 61 100.0 239 100.0

Hubungan Karakteristik Responden dan Tingkat Pengetahuan terhadap

Foodborne Disease

Data menunjukkan bahwa laki-laki memiliki tingkat pengetahuan baik yang lebih tinggi yaitu sebesar 17.6% dibandingkan dengan perempuan yang memiliki tingkat pengetahuan baik sebesar 14.2% (Tabel 8). Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa jenis kelamin tidak mempengaruhi tingkat pengetahuan responden yang ditunjukkan dengan taraf nyata tidak signifikan (p>0.05). Hal ini sejalan dengan penelitian Unusan (2007) mengenai pengetahuan dan praktik konsumen terhadap keamanan pangan mendapatkan bahwa responden laki-laki memiliki tingkat pengetahuan keamanan pangan yang lebih tinggi dibandingkan dengan perempuan.

Korelasi antara umur dan tingkat pengetahuan adalah positif dengan taraf nyata yang signifikan (p<0.05) namun lemah (r=0.476). Hasil ini menunjukkan bahwa semakin tinggi tingkat umur responden maka semakin tinggi pula tingkat pengetahuannya. Responden dengan umur ≤ 20 tahun memiliki tingkat

(34)

20

Tabel 8 Hubungan antara karakteristik dan tingkat pengetahuan mahasiswa FKH IPB terhadapfoodborne disease

Karakteristik responden

Sangat

buruk Buruk Cukup Baik Total p r

n % n % n % n % n %

Jenis Kelamin

Laki-laki 6 6.7 17 18.7 52 57.1 16 17.6 91 100.0

0.702 -0.016 Perempuan 6 4.1 31 20.9 90 60.8 21 14.2 148 100.0

Umur

1 organisasi 8 7.0 24 21.1 64 56.1 18 15.8 114 100.0

>1organisasi 3 3.7 8 9.8 55 67.1 16 19.5 82 100.0

Keterangan:*p<0.05 (signifikan); p=

probability; r= nilai korelasi

pada populasi orang dewasa di Italia mendapatkan hasil bahwa responden yang lebih tua dengan tingkat pendidikan dan sosial-ekonomi yang lebih tinggi memiliki tingkat pengetahuan yang lebih tinggi pula.

Korelasi antara tingkat semester dan pengetahuan mengenai foodborne disease adalah positif dengan taraf nyata signifikan (p<0.05) cukup kuat

(35)

Angelillo et al. (2001) mengenai KAP terhadap pegawai pelayanan makanan

mendapatkan hasil bahwa pengetahuan mengenai patogen foodborne lebih tinggi

secara signifikan pada pegawai dengan tingkat pendidikan yang lebih tinggi. Tingkat pengetahuan baik dari semester 3 adalah sebesar 1.6%, semester 5 sebesar 3.3%, semester 7 sebesar 3.6%, dan PPDH sebesar 52.5%.

Berdasarkan penelitian ini didapatkan hasil yang menunjukkan tidak ada korelasi antara jalur masuk IPB dan tingkat pengetahuan yang dinyatakan dengan taraf nyata yang tidak signifikan (p>0.05). Tingkat pengetahuan baik responden yang paling tinggi adalah jalur masuk IPB melalui jalur Seleksi Penerimaan Mahasiswa Baru (SPMB) sebanyak 23.9%, sedangkan jalur melalui Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI) sebesar 14.8% dan hanya 5.6% responden melalui jalur Beasiswa Utusan Daerah (BUD) yang memiliki tingkat pengetahuan baik mengenaifoodborne disease.

Korelasi keaktifan organisasi responden dan tingkat pengetahuan adalah positif dengan taraf nyata signifikan (p<0.05) dan lemah (r=0.207). Hasil ini menunjukkan bahwa semakin banyak organisasi (semakin aktif) maka semakin tinggi tingkat pengetahuannya. Responden yang tidak aktif pada organisasi memiliki tingkat pengetahuan sebesar 7.0%, responden yang aktif pada 1 organisasi memiliki tingkat pengetahuan sebesar 15.8%, dan responden yang aktif pada lebih dari 1 organisasi memiliki tingkat pengetahuan sebesar 19.5%. Menurut Rozin dan Fallon (1980) yang dikutip oleh Wilcocket al.(2004) bahwa

kesadaran, pengetahuan, dan pendapat juga dapat dipengaruhi oleh kebiasaan dan persepsi lain yang merupakan hasil dari sosial, budaya, dan pengaruh ekonomi

Hubungan Karakteristik Responden dengan Sikap terhadap Foodborne Disease

Hasil studi ini menunjukkan bahwa tidak ada korelasi antara karakteristik (jenis kelamin, umur, tingkat semester, dan keaktifan pada organisasi) dan sikap responden terhadap foodborne diseaseyang ditunjukkan dengan taraf nyata yang

tidak signifikan pada masing-masing peubah (p>0.05), namun ditemukan korelasi

positif lemah (p<0.05; r=0.128) antara jalur masuk IPB dan sikap mahasiswa terhadap foodborne disease. Hubungan antara jalur masuk IPB dan sikap

(36)

22

Dengan kata lain, jalur masuk IPB bukan merupakan variabel diskriminatif yang dapat menunjukkan perbedaan sikap. Secara rinci hubungan antara karakteristik responden dengan sikap terhadapfoodborne diseasedapat dilihat pada Tabel 9.

Tabel 9 Hubungan antara karakteristik dan sikap mahasiswa FKH IPB terhadapfoodborne disease

Laki-laki 0 0.0 16 17.6 75 82.4 91 100.0

0.483 0.046 Perempuan 0 0.0 21 14.2 127 85.8 148 100.0

Umur 1 organisasi 0 0.0 19 16.7 95 83.3 114 100.0

> 1 organisasi 0 0.0 11 13.4 71 86.6 82 100.0 Keterangan:*p<0.05 (signifikan)

(37)

arah dan intensitas dari penilaian individu atau perasaan yang dialami terhadap objek sikap. Komponen kognisi berkaitan dengan sistem keyakinan individu mengenai objek sikap, sedangkan komponen perilaku merupakan kecenderungan untuk bertindak menurut cara tertentu terhadap objek sikap.

Hubungan Tingkat Pengetahuan dengan Sikap Responden terhadap

Foodborne Disease

Korelasi antara tingkat pengetahuan dan sikap responden adalah tidak signifikan (p>0.05). PenelitianBaşet al. (2006) tentang pengetahuan, sikap, dan

praktik tentang higiene pangan pada orang-orang yang menangani makanan menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan dalam sikap antara orang yang sudah mendapatkan pelatihan mengenai cara menangani makanan dan orang yang belum mendapatkan pelatihan (p>0.05). Pada Tabel 10 dapat dilihat tingkat pengetahuan baik memiliki sikap baik sebesar 75.7%, tingkat pengetahuan cukup memiliki sikap baik sebesar 90.1%, tingkat pengetahuan buruk memiliki sikap baik sebesar 81.3, dan tingkat pengetahuan sangat buruk memiliki sikap baik sebesar 58.3%.

Tabel 10 Hubungan antara tingkat pengetahuan dan sikap mahasiswa terhadap

foodborne disease

Peran Kesehatan Masyarakat Veteriner dalam Pengendalian Foodborne Disease

Semua penyakit zoonotik menghambat efisiensi produksi pangan asal hewan dan menjadi penghambat bagi perdagangan internasional terhadap hewan

(38)

24

dan produk hewan. Disamping itu juga dapat menjadi penghambat bagi perkembangan sosial dan ekonomi. Kedokteran hewan memiliki peran pokok dalam mencegah dan melawan penyakit hewan termasuk zoonosis (WHO 2011).

Bidang kedokteran hewan yang terkait dengan keamanan pangan adalah kesehatan masyarakat veteriner (kesmavet). Kesmavet adalah suatu bagian esensial dari kesehatan masyarakat dan termasuk variasi kerjasama antar disiplin ilmu yang menghubungkan tiga rangkaian kesehatan yaitu manusia-hewan-lingkungan, dan semua interaksinya (WHO 2011). Berdasarkan Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2009 tentang Peternakan dan Kesehatan Hewan, kesehatan masyarakat veteriner adalah adalah segala urusan yang berhubungan dengan hewan dan produk hewan yang secara langsung atau tidak langsung mempengaruhi kesehatan manusia.

Kewenangan pokok dari kesmavet meliputi diagnosis, surveilans, epidemiologi, pengendalian, pencegahan, dan eliminasi zoonosis; pengamanan pangan; manajemen aspek kesehatan fasilitas hewan laboratorium dan laboratorium diagnostik; penelitian biomedis; ekstensi dan edukasi kesehatan; dan produksi dan pengendalian produk biologik dan peralatan medis. Kewenangan lainnya yaitu termasuk manajemen populasi hewan domestik dan liar, proteksi air minum dan lingkungan, dan manajemen kedaruratan kesehatan masyarakat.

Aktivitas kesmavet saat ini diimplementasikan oleh WHO melalui DepartemenCommunicable Diseases Control,Prevention and Eradication(CPE)

dalam kolaborasi tertutup dengan program keamanan pangan. Program kesmavet di WHO sangat berhubungan dengan berbagai aspek pekerjaan Food and Agriculture Organization (FAO) dan World Organisation for Animal Health

(OIE) dalam kaitannya dengan zoonosis, keamanan pangan, dan aspek kesehatan masyarakat dari perdagangan hewan dan produk.

Program-program kesmavet bersama FAO dan OIE diantaranya yaitu (1) mengidentifikasi dan mengevaluasi bahaya-bahaya mikrobiologik asal hewan terhadap kesehatan manusia: new, emerging and re-emerging zoonotic diseases,

dan foodborne disease, termasuk yang berkaitan dengan bakteri resisten

(39)

melakukan riset terhadap zoonosis dan foodborne disease dan pengelolaannya

pada manusia; (4) memperkuat surveilans global penyakit zoonotik dan resistensi antimikroba pada patogen foodborne dengan meningkatkan kapabilitas

laboratorium-laboratorium nasional; (5) menyebarkan informasi yang relevan kepada para ahli kesehatan masyarakat, ilmu kedokteran hewan dan berbagai disiplin ilmu pengetahuan; (6) berkontribusi pada investigasi lapang dan laboratorium terhadap zoonosis dan foodborne disease; (7) memfasilitasi

kontribusi aktif terhadap kesehatan masyarakat dengan pelayanan veteriner dari negara-negara anggota, sebuah persyaratan esensial untuk anggaran surveilans yang efektif dan kontrol terhadap zoonosis dan foodborne disease pada inang

hewannya; (8) menyediakan bantuan teknis dan ilmiah kepada negara-negara anggota untuk program-program surveilans dan pengendalian, ketika diminta; (9) dan mengawasi kerja Mediterranean Zoonoses Control Programme (MZCP)

(WHO 2011).

Jika dipandang dari kesmavet, studi ini (KAP) merupakan sebagai langkah awal yang perlu dilakukan untuk mengetahui pengetahuan dan sikap sehingga dapat dilakukan langkah pengendalian yang tepat terhadap foodborne disease.

Survei KAP dapat digunakan untuk mengetahui jenjang (gap) pengetahuan,

kepercayaan kultural, atau pola perilaku sehingga didapatkan suatu pemahaman dan dapat dilakukan kontrol (aksi) untuk mengendalikan suatu penyakit (WHO 2008). Selain itu, survei ini juga dapat digunakan untuk rancangan mata kuliah atau kurikulum FKH IPB.

(40)

26

10 bulan pertama. Oleh karena itu, konsumen harus sadar akan risiko mengonsumsi makanan mentah dan kemungkinan rute infeksi yang dapat menyebabkanfoodborne disease(Newell 2010).

Lebih dari 75%emerging infectious disease (EID) atau lebih dari 10 tahun

terakhir bersifat zoonotik (WHO 2011). Bahkan juga banyak patogen-patogen yang bersifat reemerging meningkatkan kasus foodborne disease secara statistik.

Disamping itu, penderitaan dan kematian manusia, serta tingginya jumlah wabah

foodborne diseasebaru-baru ini menghancurkan pengaruh ekonomi bagi produsen

dan pengolah makanan. Hal ini tentunya menjadi tantangan dan tugas bagi ilmuwan untuk memikirkan dan mencari tahu apa penyebab makin tingginya kasus wabahfoodborne disease. Beberapa faktor yang dapat meningkatkan kasus foodborne disease yaitu peningkatan surveilans dan pelaporan, perubahan sistem

(41)

Simpulan

1. Umur, keaktifan pada organisasi, serta tingkat semester berhubungan (berkorelasi) positif dengan tingkat pengetahuan mahasiswa terhadap

foodborne disease, namun jenis kelamin dan jalur masuk IPB tidak

berkorelasi.

2. Jalur masuk IPB memiliki hubungan (korelasi) positif yang lemah terhadap sikap mahasiswa terhadap foodborne disease, namun jenis kelamin, umur,

keaktifan pada organisasi, dan tingkat semester tidak ada korelasi dengan sikap mahasiswa terhadapfoodborne disease.

3. Tidak ada korelasi antara tingkat pengetahuan dan sikap mahasiswa terhadapfoodborne disease.

Saran

1. Pengenalan foodborne disease kepada mahasiswa sedini mungkin sebelum

mendapatkan mata kuliah zoonosis melalui berbagai kegiatan maupun organisasi mahasiswa yang dapat menambah pengetahuan dalam bidang kedokteran hewan.

2. Perlu dilakukan penelitian serupa dengan responden di berbagai fakultas maupun di kantin-kantin di IPB agar dapat diketahui sejauh mana pengetahuan dan sikap mahasiswa dan penjual makanan di kantin IPB terhadap foodborne disease sehingga dapat diambil tindakan untuk

mengendalikan kasusfoodborne disease.

(42)

DAFTAR PUSTAKA

Angelillo IF., Viggiani NMA., Greco RM, Rito D. 2001. HACCP and food hygiene in hospital: knowledge, attitudes, and practices of food services staff in Calabria, Italy. ICHE22:1–7.

[Badan Karantina]. 2007. Foodborne Disease.

http://www.deptan.go.id/news/detail.php?id=96&awal=&page=&kunci=. [22 Agustus 2010].

Badran GI. 1995. Knowledge, attitude and practice the three pillars of excellence and wisdom: a place in the medical profession. East Mediterr Health J

1:8-16.

Baş M, Ersun AŞ, Kıvanç G. 2006. The evaluation of food hygiene knowledge, attitudes, and practices of food handlers’ in food businesses in Turkey.

Food Control17:317–322.

Bhunia AK. 2008. Foodborne Microbial Pathogens: Mechanisms and Pathogenesis. New York: Springer.

Ehiri JE, Morris GP. 1996. Hygiene training and education of food handlers: Does it work?. Ecol Food Nutr35:243–251.

Feldman RS. 1985. Social Psychology: Theories, Research, and Application.

New York: McGraw-Hill.

Gerungan WA. 1967. Psikologi Sosial, Suatu Ringkasan.Bandung: PT Eresco.

Giuseppe GD, Abbate R, Albano L, Marinelli P, Angelillo IF. 2008. A survey of knowledge, attitude and practice towards avian influenza in adult population of Italy. BMC Infect Dis8:36.

Kaliyaperumal K. 2004. Guideline for conducting a knowledge, attitude and practice (KAP) study. AECS Illumination4 (1):7-9.

Kibler RJ, Cegala DJ, Watson KW, Barker LL, Miles DT. 1981. Objectives for Instruction and Evaluation. Boston: Allyn and Bacon.

Lewis dan Petersen. 1974. Human Behaviour an Introduction to Psychology.

New York: The Ronald Pr.

Lukman DW. 2009. Ancaman patogen pada pangan asal hewan. Food Rev

4:42-47.

Mead PS, Slutsker L, Dietz V, McCaig LF, Bresee JS, Shapiro C, Griffin PM, Tauxe RV. 2000. Food-related illness and death in the United States.

Emerg Infect Dis5:1–37.

Thrusfield M. 1986. Veterinary Epidemiology. London: Butterworths.

Namata H, Welby S, Aerts M, Faes C, Abrahantes JC, Imberechts H, Vermeersch K, Hooyberghs J, Méroc E, Mintiens K. 2009. Identification of risk factors for the prevalence and persistence ofSalmonellain Belgian broiler chicken

(43)

Nazir M. 2003. Metode Penelitian. Jakarta: Ghalia Indonesia.

Newell DG, Koopmans M, Verhoef L, Duizer E, Kane AA, Sprong H, Opsteegh M, Langelaar M, Threfall J, Scheutz F, Giessen J, Kruse H. 2010. Food-borne diseases — The challenges of 20 years ago still persist while

new ones continue to emerge. Int J Food Microbiol139:S3-S15.

Nógrády N, Kardos G, Bistyák A, Turcsányi I, Mészáros J, Galántai Zs, Juhász Á, Samu P, Kaszanyitzky JÉ, Pászti J, Kiss I. 2008. Prevalence and characterization of Salmonella infantis isolates originating from different

points of the broiler chicken–human food chain in Hungary. Int J Food Microbiol127:162–167.

Sharif L, Al-Malki T. 2010. Knowledge, attitude and practice of Taif University students on food poisoning. Food Control21:55–60.

Signorini ML, Flores-Luna JL. 2010. Contamination of Poultry Products. Dalam Guerrero-Legarreta I, editor,Handbook of Poultry Science And Technology; Volume 2:464-484 Secondary Processing. New Jersey: John Wiley and

Sons.

Supriyadi. 1993. Pendekatan psikologi dalam pengukuran KAP di bidang kesehatan. Sosiomedika3:1-4.

Unusan N. 2007. Consumer food safety knowledge and practices in the home in Turkey. Food Control18:45–51.

[WHO] World Health Organization. 2008. A Guide to Developing Knowledge, Attitude and Practice Surveys. Geneva: WHO.

[WHO] World Health Organization. 2011. Veterinary Public Health.

http://www.who.int/zoonoses/vph/en/. [29 Juni 2011].

Wilcock A, Pun M, Khanona J, Aung M. 2004. Consumer attitude, knowledge and behaviour: a review of food safety issues. Food Sci Technol15:56-66.

(44)
(45)

Lampiran 1 Kuesioner

Pernyataan pengetahuan mengenaifoodborne disease

Pernyataan Ya Tidak Tidak tahu

1. Foodborne diseaseadalah penyakit yang

disebabkan menkonsumsi makanan dan minuman yang tercemar

2. Foodborne diseasedisebabkan oleh

mikroorganisme atau toksin

3. Foodborne diseaseterdiri atasfood infection

danfood intoxication

4. Food intoxicationterdiri atasinvasive infection

dantoxico infection

Apakah penyakit berikut di bawah ini adalah

(46)

32

Pernyataan Ya Tidak Tidak tahu

15. Gastroenteritis merupakan gejala penyakit anthrax

16. Munculnya gejala penyakit yang disebabkan oleh infeksi relatif lebih lambat dibandingkan dengan yang disebabkan oleh toksin (racun) 17. Diare berdarah dan kesakitan keram perut tanpa

disertai demam disebabkan olehE. coliO157:H7

18. Foodborne diseaseyang disebabkan oleh Staphylococcus aureustidak menyebabkan

hemolisis darah

19. Demam, diare, dan keram perut merupakan gejala klinis umum dari Salmonellosis 20. Penularan salmonellosis dapat melalui telur

yang tidak dipanaskan secara sempurna 21. Penularan Anthrax dapat melalui karkas yang

terinfeksi

22. Telur Toxoplasma dapat ditularkan melalui daging

23. Jika mengkonsumsi daging yang tercemar

Staphylococcus aureusdapat terjadi keracunan

24. Staphylococcus aureusmenghasilkan toksin di

makanan, dan jika makanan yang telah tercemar toksin tersebut termakan akan menyebabkan keracunan makanan 25. Jika makanan tercemar toksinBotulinum

dipanaskan, makanan tersebut aman dikonsumsi

26. Jika makanan tercemar racunStaphylococcus aureusdipanaskan, makanan tersebut aman

dikonsumsi

27. Lalat dapat berperan sebagai pembawa mikroorganisme dari makanan tercemar ke makanan lain

28. BakteriSalmonelladapat ditularkan langsung

dari induk unggas ke dalam telur (penularan vertikal)

29. Tindakan pengendalian terhadapfoodborne diseasepada lingkungan yaitu dengan

menerapkan praktek higiene

30. BakteriBrucellaspp. dapat ditemukan pada

susu dari sapi yang terinfeksi

31. BakteriStaphylococcusdapat ditemukan pada

(47)

Pernyataan Ya Tidak Tidak tahu 32. Makanan dapat tercemar secara silang (cross

contamination) melalui pisau, talenan, atau

tangan yang menangani makanan

33. Lalat dapat memindahkan agen infeksius dari makanan ke makanan lain

34. Memisahkan makanan yang mentah dan yang matang merupakan pencegahan terhadap

foodborne disease

35. Menjaga kebersihan merupakan salah satu

(48)

34

Pernyataan sikap mengenaifoodborne disease

Pernyataan SS S TT TS STS

1. Saya selalu mencuci tangan dengan air dan sabun, serta antiseptik sebelum menangani makanan

2. Menggunakan peralatan makanan yang bersih 3. Membiarkan makanan lebih dari 4 jam pada

suhu kamar (27°C-32°C)

4. Saya setuju jika makanan sebelum dimakan dipanaskan kembali

5. Makanan yang dipanaskan tidak harus dilakukan dengan pemanasan sempurna 6. Makanan maupun minuman dapat didinginkan

untuk diawetkan

7. Makanan yang dihinggapi lalat tidak berbahaya untuk kesehatan

8. Lalat dapat bertindak sebagai vektor agen penyakit ke makanan

9. Makanan harus disimpan di tempat tertutup 10. Menjual makanan di tepi tempat sampah atau

penampungan sampah

11. Saya biasa memakan makanan yang peralatan makanannya tidak dicuci dengan air mengalir 12. Saya biasa menggunakan peralatan makanan

yang dipakai bersamaan dengan teman tanpa dicuci terlebih dahulu

13. Kuku yang panjang tidak dapat membawa agen penyakit asalkan dicuci dengan

antiseptik/sabun terlebih dahulu sebelum makan

14. Makanan yang sudah kadaluarsa dapat dipanaskan (digoreng, direbus, dll) kembali untuk dikonsumsi

(49)

Lampiran 2 Tingkat pengetahuan spesifik responden terhadapfoodborne disease

No. Kategori Benarn (%) n (%)Salah

1. Pengetahuan umum penyakit

1. Foodborne diseaseadalah penyakit yang

disebabkan mengonsumsi makanan dan

minuman yang tercemar (benar) 198 (82.8) 9 (3.8)

2. Foodborne diseasedisebabkan oleh

mikroorganisme atau toksin (benar) 195 (81.6) 3 (1.3) 3. Foodborne diseaseterdiri atasfood

infectiondanfood intoxication(benar) 146 (61.1) 6 (2.5)

4. Food intoxicationterdiri atasinvasive

infectiondantoxico infection(benar) 103 (43.1) 11 (4.6)

Apakah penyakit berikut di bawah ini adalah

foodborne disease?

5. Toksoplasmosis (benar) 83 (34.7) 103 (43.1)

6. Septicemia epizootica(salah) 66 (27.6) 54 (22.6)

7. Antraks (benar) 130 (54.4) 62 (25.9)

8. Salmonelosis (benar) 173 (72.4) 10 (4.2)

9. Penyakit mulut dan kuku (salah) 72 (30.1) 103 (43.1)

10. Bruselosis (benar) 106 (44.4) 49 (20.5)

11. Avian influenza (salah) 89 (37.2) 90 (37.7)

12. Toksin dariStaphylococcus aureus(benar) 159 (66.5) 13 (5.4)

13. Bovine spongiform

encephalophaty/madcow(benar) 105 (43.9) 45 (18.8)

14. Rabies (salah) 176 (73.6) 14 (5.9)

2. Gejala klinis

15. Staphylococcus aureusmenghasilkan

toksin di makanan, dan jika makanan yang telah tercemar toksin tersebut termakan akan menyebabkan keracunan (benar)

86 (36.0) 50 (20.9)

16. Gastroenteritis merupakan gejala penyakit

anthraks (salah) 45 (18.8) 164 (68.6)

17. Munculnya gejala penyakit yang

disebabkan oleh infeksi relatif lebih lambat dibandingkan dengan yang disebabkan oleh toksin (racun) (benar)

(50)

36

No. Kategori Benarn (%) n (%)Salah

18. Diare berdarah dan kesakitan keram perut tanpa disertai demam disebabkan olehE. coliO157:H7(benar)

42 (17.6) 58 (24.3)

19. Foodborne diseaseyang disebabkan oleh Staphylococcus aureustidak menyebabkan

hemolisis darah. (benar) 185 (77.4) 8 (3.3)

3. Penularan

20. Demam, diare, dan keram perut merupakan gejala klinis umum dari salmonelosis.

(benar) 156 (65.3) 15 (6.3)

21. Penularan salmonelosis dapat melalui telur yang tidak dipanaskan secara sempurna.

(benar) 216 (90.4) 7 (2.9)

22. Penularan anthraks dapat melalui karkas

yang terinfeksi. (benar) 59 (24.7) 120 (50.2)

23. Telur Toksoplasma dapat ditularkan

melalui daging. (salah) 143 (59.8) 33 (13.8)

24. Jika mengonsumsi daging yang tercemar

Staphylococcus aureusdapat terjadi

keracunan. (benar) 172 (72.0) 12 (5.0)

25. Jika makanan tercemar toksin botulinum dipanaskan, makanan tersebut aman

27. Lalat dapat berperan sebagai pembawa mikroorganisme dari makanan tercemar ke makanan lain. (benar)

225 (94.1) 3 (1.3)

28. BakteriSalmonelladapat ditularkan

langsung dari induk unggas ke dalam telur

(penularan vertikal). (benar) 140 (58.6) 18 (7.5)

30. Makanan dapat tercemar secara silang (cross contamination) melalui pisau,

talenan, atau tangan yang menangani makanan. (benar)

(51)

No. Kategori Benarn (%) n (%)Salah 31. Tindakan pengendalian terhadap

foodborne diseasepada lingkungan yaitu

dengan menerapkan praktik higiene. (benar)

219 (91.6) 1 (0.4)

32. BakteriStaphylococcusdapat ditemukan

pada kulit manusia, maka cuci tangan sebelum menangani makanan sangat penting. (benar)

218 (91.2) 6 (2.5)

4. Pencegahan dan pengendalian

33. BakteriBrucella spp. dapat ditemukan

pada susu dari sapi yang terinfeksi. (benar) 214 (89.5) 3 (1.3) 34. Lalat dapat memindahkan agen infeksius

dari makanan ke makanan lain. (benar) 203 (84.9) 7 (2.9) 35. Memisahkan makanan yang mentah dan

yang matang merupakan pencegahan terhadapfoodborne disease. (benar)

215 (90.0) 2 (0.8)

36. Menjaga kebersihan merupakan salah satu

kunci dari “the five keys to safer food”.

(52)

ABSTRACT

SUKRON SAURI. Knowledge and Attitude of Veterinary Student at Bogor Agricultural University on Foodborne Disease. Under direction of DENNY

WIDAYA LUKMAN and CHAERUL BASRI.

This study was conducted to evaluate correlation between characteristics (sex, age, graduate level, entrance to Bogor Agricultural University, and activity on organisations), knowledge and attitude of Veterinary Students of Bogor Agricultural University on foodborne diseases. The data collection was carried out using quetionnaires for 239 respondents from August 2010 to January 2011 by stratified random sampling. The significant possitive correlation was observed between knowledge and age, graduate level, and activity on organisations (p<0.05), nevertheless sex and entrance to Bogor Agricultural University did not show a correlation with knowledge (p>0.05). The significant possitive was found between attitude and entrance to Bogor Agricultural University (p<0.05). In this study, the correlation between sex, age, graduate level, and activity on organisations and attitude were not found significantly (p>0.05). There was no correlation was observed between knowledge and attitude (p>0.05).

Gambar

Tabel 1 Indeks tingkat pengetahuan mahasiswa dan jumlah skor
Tabel 2 Indeks tingkat sikap mahasiswa dan jumlah skor
Tabel 3Karakteristik responden pengetahuan dan sikap mahasiswa FKH IPB
Tabel 4  Tingkat pengetahuan umum responden terhadap foodborne disease
+7

Referensi

Dokumen terkait

Abstrak: Dengan pertimbangan luas wilayah kerajaan Konawe yang meliputi daratan Sulawesi tenggara, serta guna menjaga keamanan wilayah kerajaan dari berbagai ancaman baik

Penambahan pupuk hijau 5 ton.ha -1 pada budidaya selada yang dipupuk urea dapat meningkatkan indeks luas daun, bobot segar, bobot kering tanaman pada saat panen

Material yang dianil pada temperatur yang paling rendah sehingga hanya recovery yang terjadi akan menunjukan pengupingan yang disebabkan tekstur deformasi yang

Modal yang dimiliki perusahaan harus dilindungi karena dapat dipengaruhi atas berbagai risiko yang muncul seperti pergerakan fluktuasi nilai tukar Rupiah

Hasil analisis analitik menunjukkan beberapa variabel yang diteliti ada yang menunjukkan hubungan yang bermakna secara statistik yaitu usia, aktivitas

Kemudian kita amati dari sistem yang sudah dibuat untuk memonitor kerja alat terserbut sehingga semua serangan yang masuk dapat dicegah. Setelah selesai, kita ambil sampel

Dari tujuh kelompok pengeluaran seluruhnya mengalami inflasi yaitu Kelompok Bahan Makanan sebesar 0,25 persen, Kelompok Makanan Jadi, Minuman, Rokok &amp; Tembakau sebesar

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh pelatihan, disiplin dan penilaian prestasi kerja terhadap kinerja pegawai pada Kantor Dinas Sosial Kota Manado.. Sampel