• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pemanfaatan Ekstrak Biji Polyalthia Littoralis (Blume) Boerl Sebagai Bahan Pengawet Kayu Anti Rayap Tanah

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Pemanfaatan Ekstrak Biji Polyalthia Littoralis (Blume) Boerl Sebagai Bahan Pengawet Kayu Anti Rayap Tanah"

Copied!
28
0
0

Teks penuh

(1)

PEMANFAATAN EKSTRAK BIJI

Polyalthia littoralis

(Blume) Boerl SEBAGAI BAHAN

PENGAWET KAYU ANTI RAYAP TANAH

NURUL ELISA SARI

DEPARTEMEN HASIL HUTAN

FAKULTAS KEHUTANAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)
(3)

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Pemanfaatan Ekstrak Biji Polyalthia littoralis (Blume) Boerl sebagai Bahan Pengawet Kayu Anti Rayap Tanah adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

(4)

ABSTRAK

NURUL ELISA SARI. Pemanfaatan Ekstrak Biji Polyalthia littoralis (Blume) Boerl sebagai Bahan Pengawet Kayu Anti Rayap Tanah. Dibimbing oleh TRISNA PRIADI dan AGUS ISMANTO.

Rayap merupakan organisme pemakan kayu yang menimbulkan kerusakan yang sangat besar. Biji Polyalthia littoralis (Blume) Boerl diketahui bersifat insektisida, sehingga berpotensi sebagai bahan pengawet alami kayu. Penelitian ini menguji efektivitas ekstrak biji P.littoralis sebagai bahan pengawet alami kayu anti rayap tanah Coptotermes curvignathus. Pengujian ketahanan kayu dari rayap tanah dilakukan berdasarkan SNI 7207:2014, dengan perlakuan konsentrasi 3%, 6%, 9%, dan kontrol. Hasil penelitian menunjukkan bahwa nilai retensi dari ketiga konsentrasi (3%, 6%, dan 9%) memenuhi standar SNI. Pemberian larutan ekstrak biji P.littoralis memberikan pengaruh nyata terhadap penurunan bobot kayu, kelas awet kayu hasil pengawetan naik tiga tingkat dibandingkan kelas awet alaminya (V ke II). Nilai persentase penrunan bobot terendah dicapai pada konsentrasi 9% yaitu 5.72%. Uji lanjut Duncan membuktikan bahwa nilai rata-rata penurunan bobot contoh uji yang diberi perlakuan pengawetan dengan konsentrasi 3%, 6%, dan 9% tidak berbeda nyata. Sehingga, dengan konsentrasi 3% sudah cukup efektif sebagai bahan pengawet alami anti rayap tanah.

Kata kunci: Coptotermes curvignathus, Penurunan Bobot, Polyalthia littoralis, Retensi.

ABSTRACT

NURUL ELISA SARI. The Utilization of Polyalthia littoralis (Blume) Boerl Seeds Extractas Wood Preservative Against Subterranean Termite. Supervised by TRISNA PRIADI and AGUS ISMANTO.

Termite is an organism consuming wood and causing a large scale of damage. Polyalthia littoralis (Blume) Boerl seeds is known has insecticide effect, thus it might be used as natural wood preservative. This reasearch examined the effectiveness of P.littoralis seeds extract as natural wood preservative against subterranean termite Coptotermes curvignathus. The wood resistance test against subterranean termite was based on SNI 7207:2014, with different levels of extract concentration 3%, 6%, 9%, and control. The results showed that the retentions from three levels of extract concentration (3%, 6%, and 9%) fulfilled the standard of SNI. The use of P. littoralis seeds extract solution resulted in significant effect on wood weight loss, therefore the durability calssification of treated wood rised three levels compared to its natural durability (V to II). The lowest percentage of weight loss is 5.72% as the result of 9% concentration extract treatment. The Duncan test showed that weight loss of treated wood with different levels of concentration (among 3%, 6%, and 9%) were not different significantly. Therefore based on this research the use of 3% concentration could be effective as natural wood preservative against subterranean termite.

(5)

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kehutanan

pada

Departemen Hasil Hutan

PEMANFAATAN EKSTRAK BIJI

Polyalthia littoralis

(Blume) Boerl SEBAGAI BAHAN

PENGAWET KAYU ANTI RAYAP TANAH

NURUL ELISA SARI

DEPARTEMEN HASIL HUTAN

FAKULTAS KEHUTANAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(6)
(7)
(8)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah subhanahu wa ta’ala atas segala berkah dan karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Juni 2015 ini ialah pengawetan kayu, dengan judul Pemanfaatan Ekstrak Biji Polyalthia littoralis (Blume) Boerl sebagai Bahan Pengawet Kayu Anti Rayap Tanah.

Terima kasih penulis ucapkan kepada Bapak Dr Ir Trisna Priadi, M Eng Sc selaku pembimbing I dan Bapak Drs Agus Ismato selaku pembimbing II, atas segala arahan serta masukan dalam pelaksanaan penelitian dan penyusunan karya ilmiah ini. Terima kasih juga penulis ucapkan kepada staf laboratorium Kimia Hasil Hutan, staf Laboratorium Unit Rayap, staf Laboratorium Teknologi Peningkatan Mutu Kayu, staf Laboratorium Entomologi (PUSLITBANG Hasil Hutan), serta staf Bank Biji Kebun Raya Bogor, yang telah membatu dalam pelaksanaan penelitian. Ungkapan terima kasih juga penulis sampaikan kepada ibu (Yati Sumiati), ayah (Wendri Alm.), papa (A. Siregar), nenek (Siti Khodijah), adik (Zul Helmi dan Salsa Lima), dan seluruh keluarga, atas segala doa dan kasih sayangnya. Terima kasih kepada teman-teman Departemen Hasil Hutan 48, teman-teman Wisma Agung 3, teman-teman organisasi, serta teman-teman satu bimbingan, yang semuanya tidak dapat disebutkan satu-persatu, atas segala dukungannya.

Penulis menyadari bahwa masih banyak kekurangan dalam hasil penelitian ini. Oleh karena itu, saran dan kritik yang bersifat membangun sangat diharapkan. Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

(9)

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL viii

DAFTAR GAMBAR viii

DAFTAR LAMPIRAN viii

PENDAHULUAN 1

Latar Belakang 1

Tujuan Penelitian 2

Manfaat Penelitian 2

TINJAUAN PUSTAKA 2

Pengawetan Kayu 2

Polyalthia littoralis (Blume) Boerl 3

Rayap Tanah Coptotermes curvignathus Holmgren 4 METODE 5

Waktu dan Tempat Penelitian 5

Alat dan Bahan 5

Prosedur Penelitian 5

Analisis Data 8

HASIL DAN PEMBAHASAN 9

Retensi 10

Penurunan Bobot (Weight Loss) Kayu 11

Mortalitas Rayap 13

SIMPULAN DAN SARAN 14

Simpulan 14 Saran 14

DAFTAR PUSTAKA 14

LAMPIRAN 17

(10)

DAFTAR TABEL

1 Klasifikasi ketahanan kayu terhadap rayap tanah 8 2 Kriteria penentuan tingkat efektivitas bahan pengawet 8

DAFTAR GAMBAR

1 Pohon (a) dan biji (b) Polyalthia littoralis 3

2 Rayap tanah Coptotermes curvignathus 5

3 Pengujian ketahanan kayu terhadap serangan rayap tanah 7 4 Warna kayu karet (Hevea brasiliensis) sebelum diawetkan (a); kayu

karet yang diawetkan pada konsentrasi 3% (b); kayu karet yang diawetkan pada konsentrasi 6% (c); dan kayu karet yang diawetkan

pada konsentrasi 9% (d) 9

5 Nilai retensi pengawet ekstrak Polyalthia littoralis pada contoh uji kayu 10 6 Nilai penurunan bobot (weight loss) contoh uji kayu 11 7 Kerusakan contoh uji kayu oleh rayap C. curvignathus 12 8 Nilai rata-rata mortalitas rayap tanah C. curvignathus 13

DAFTAR LAMPIRAN

1 Tabel uji varian pengaruh konsentrasi terhadap retensi serta uji Duncannya 17 2 Tabel uji varian pengaruh konsentrasi terhadap penurunan bobot serta

uji Duncannya 17

(11)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Kayu merupakan sumberdaya alam yang dapat diperbaharui dan banyak digunakan oleh masyarakat untuk penggunaan bahan struktural dan non struktural. Kayu disusun oleh tiga polimer utama yaitu selulosa, hemiselulosa, dan lignin. Selulosa dan hemiselulosa rentan terhadap agen biodeteriorasi biotik sehingga mudah terdegradasi, sedangkan lignin lebih tahan terhadap degradasi (Townsend dan Gabriele 2006). Kayu yang terdegradasi menyebabkan dekomposisi dan pengurangan elemen unsur pokok pada kayu, yang dapat menimbulkan kerusakan pada kayu tersebut, dan menyebabkan kerugian secara ekonomi. Rayap merupakan salah satu agen biodeteriorasi biotik yang menyebabkan kerugian ekonomi yang sangat besar. Rayap menyebabkan kerusakan ekstensif terhadap bahan berlignoselulosa pada iklim temperate dan tropis (Ragon et al. 2008). Kondisi iklim dan tanah di Indonesia sangat mendukung kehidupan jenis serangga ini. Rayap adalah faktor perusak kayu dan bangunan yang paling mengganggu di Indonesia (Nandika et al. 2003). Munculnya masalah yang berkaitan dengan biodeteriorasi kayu, terutama di negara tropis, menyebabkan seringnya dilakukan teknik perlakuan menggunakan bahan pengawet terutama untuk kayu yang digunakan sebagai konstruksi (Cavalcante 1982).

Saat ini bahan pengawet kayu yang banyak beredar di pasaran pada umumnya diperoleh dari bahan sintetis. Akan tetapi bahan pengawet sintetis dapat menimbulkan masalah lingkungan, berbahaya terhadap manusia, serta dapat berpengaruh negatif terhadap organisme dan serangga menguntungkan (Syafii 2000; Abudulai et al. 2001). Contohnya yaitu Chromated Copper Arsenate (CCA) yang sangat efektif untuk pengawetan kayu, akan tetapi sejak tahun 2001 telah dilarang di banyak negara karena kandungan racunnya yang berbahaya (Hadi etal. 2005). Meningkatnya perhatian terhadap lingkungan menyebabkan perlunya alternatif bahan pengawet yang bersifat alami dalam rangka mengurangi dampak negatif terhadap lingkungan. Penggunaan natural biocides dapat dilakukan sebagai alternatif bahan pengawet yang ramah lingkungan. Zat ekstraktif merupakan bahan alami yang dapat digunakan sebagai bahan pengawet alami untuk kayu. Zat ekstraktif dapat ditemukan pada beberapa bagian tumbuhan contohnya kayu, kulit, daun, buah, dan biji.

(12)

2

dapat mengendalikan rayap belum diketahui dengan pasti, sehingga diperlukan penelitian dalam rangka menguji keefektifannya dalam menahan serangan rayap.

Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk menguji efektivitas ekstrak biji Polyalthia littoralis sabagai bahan pengawet alami kayu untuk mengendalikan serangan rayap tanah Coptotermes curvignathus berdasarkan evaluasi nilai penurunan bobot, retensi, dan mortalitas rayap.

Manfaat Penelitian

Pemanfaatan biji Polyalthia littoralis sebagai bahan pengawet kayu diharapkan dapat mengurangi penggunaan bahan pengawet sintetis. Pengolahan dan pemanfaatan kayu menjadi lebih ramah lingkungan. Pemanfaatan biji P.littoralis berpotensi dalam memberi kontribusi pengembangan pemanfaatan hasil hutan non kayu.

TINJAUAN PUSTAKA

Pengawetan Kayu

Pengawetan kayu merupakan impregnasi bahan kimia ke dalam kayu untuk memberikan ketahanan jangka panjang yang efektif terhadap serangan jamur, bakteri, serangga, dan marine borers. Tujuan utama dari pengawetan kayu adalah untuk memperpanjang umur pemakaian bahan. Meningkatnya umur pakai kayu mampu mengurangi penggantian yang terlalu sering, sehingga mengurangi kebutuhan penebangan dari sumber daya hutan. Kayu yang diawetkan dianggap sebagai bahan konstruksi yang permanen. Oleh karena itu, kayu mampu bersaing dengan baja dan beton dalam banyak bentuk konstruksi. Bahan pengawet kayu merupakan bahan-bahan kimia yang apabila diterapkan secara baik pada kayu, akan membuat kayu itu tahan terhadap serangan cendawan dan serangga. Efek perlindungannya tercapai dengan menjadikan kayu itu beracun terhadap organisme yang menyerangnya (Hunt dan Garrat 1986).

(13)

3 selain bersifat tidak terurai di alam (non-biodegradable) bahan pengawet yang digunakan juga merupakan sumberdaya alam yang tidak dapat diperbaharui (non renewable resources). Pengembangan dan penggunaan bahan pengawet alami dapat menjadi alternatif bahan pengawet ramah lingkungan. Proses pengawetan dengan menggunakan bahan alami akan memiliki banyak manfaat karena sifatnya yang lebih mudah dirombak kembali di alam dan merupakan sumberdaya alam yang dapat diperbaharui (Syafii 2001). Secara evolusi, tumbuhan telah mengembangkan bahan kimia sebagai alat pertahanan alami terhadap pengganggunya. Tumbuhan mengandung banyak bahan kimia yag merupakan produksi metabolit skunder dan digunakan oleh tumbuhan sebagai alat pertahanan dari serangan organisme pengganggu (Kardina 2002). Ekstrak dari tumbuh-tumbuhan, seperti dari kayu, kulit, daun, bunga, buah atau biji, diyakini berpotensi mencegah pertumbuhan jamur ataupun menolak kehadiran serangga perusak seperti rayap (Arif et al. 2006). Akan tetapi, bahan pengawet alami umumnya memiliki efek lambat atau tidak langsung mematikan serangga, kapasitas produksinya masih rendah, dan belum banyak dibudidayakan (Setiawati et al. 2008).

Polyalthia littoralis (Blume) Boerl

Polyalthia merupakan salah satu tumbuhan yang berasal dari famili Annonaceae. Polyalthia dikenal dengan nama perdagangannya yaitu mempisang, dan umumnya dikenal dengan nama tepis di Indonesia. Polyalthia terbagi menjadi 150 spesies, salah satunya yaitu Polyalthia littoralis (Blume) Boerl yang memiliki sinonim nama latin yakni Guatteria littoralis Blume dan Polyalthia zhui X.L.Hou & S.J.Li. Polyalthia littoralis merupakan tumbuhan berpohon kecil atau semak yang tingginya bisa mencapai 5 m (Gambar 1). P. littoralis merupakan tumbuhan asal jawa yang tersebar luas di hutan tropis asia mulai dari India, Indochina, Cina, Taiwan, Thailand, Australia, dan seluruh area Malaysia. Tumbuhan ini paling banyak ditemukan di asia tenggara. Jenis Polyalthia ini termasuk fast growing species sehingga dinilai cukup menjanjikan untuk hutan tanaman, akan tetapi informasi sistem silvikulturnya rendah (Heyne 1987).

Gambar 1 Pohon (a) dan biji (b) Polyalthia littoralis

(14)

4

Kegunaaan secara umum dari jenis Polyalthia di antaranya untuk obat tradisional, bangunan rumah, furnitur, veneer, dan plywood. Jenis Polyalthia juga menimbulkan banyak ketertarikan dari ekstraknya yang salah satunya yaitu bersifat insektisida. Beberapa spesies dari Polyalthia ini telah diekstrak bagian tumbuhannya dan digunakan sebagai insektisida, di antaranya yaitu ekstrak daun Polyalthia lateriflora yang menunjukkan sifat insektisida yang nyata pada Spodoptera litura (Lemmens dan Bunyapraphatsara 2003).

Rayap Tanah Coptotermes curvignathus Holmgren

Rayap merupakan serangga sosial yang hidup dalam suatu komunitas yang disebut koloni. Rayap merupakan jenis serangga yang banyak merusak bangunan, perumahan, tanaman, dan lain-lain. Pada dasarnya rayap berperan sebagai pembersih sampah alam. Namun, setelah habitat rayap terganggu, mereka mulai masuk ke pemukiman manusia untuk mencari makan, sehingga sampai saat ini rayap diidentikan sebagai hama perusak yang menyebabkan kerugian ekonomi yang sangat besar (Prasetiyo dan Yusuf 2005). Rayap terbagi menjadi tiga kasta di antaranya kasta prajurit, kasta pekerja, dan kasta reproduktif. Ketiga kasta tersebut memiliki bentuk dan fungsi yang berbeda. Kasta prajurit berperan melindungi koloni terhadap gangguan luar, khususnya semut dan vertebrata predator. Kasta pekerja merupakan anggota yang sangat penting dalam koloni rayap, dan jumlahnya sangat banyak sekitar 80-90% populasi dalam koloni rayap. Kasta pekerja ini banyak berperan pada koloni rayap di antaranya memelihara telur dan rayap muda, memberi makan dan memelihara ratu, mencari sumber makanan, serta membuat sarang dan memeliharanya. Kasta pekerja merupakan rayap yang sering menghancurkan tanaman, kayu, mebel, dan bahan berselulosa lainnya. Kasta reproduktif terdiri dari individu seksual yaitu betina dan jantan. Individu betina disebut sebagai ratu berperan menghasilkan telur, sedangkan individu jantan atau raja berperan membuahi betina (Nandika et al. 2003).

Saat ini, jenis rayap yang tersebar di seluruh dunia sekitar 2000 jenis rayap, dan 10% dari keseluruhan jenis tersebut atau sekitar 200 jenis telah ditemukan di Indonesia. Berdasarkan seluruh jenis rayap yang sudah dikenal (2000 jenis yang terbagi dalam 7 famili, 15 sub-famili, dan 200 genus) tidak semuanya bertindak sebagai perusak. Akan tetapi, dari keseluruhan jenis tersebut hanya 100 jenis yang dianggap sebagai perusak. Jenis yang termasuk dalam kategori perusak ganas ada 47 di antaranya 6 jenis dari famili Kalotermitidae, 25 jenis dari famili Rhinotermitidae, 1 jenis dari famili Mastotermitidae, dan 15 jenis dari famili Termitidae (Prasetiyo dan Yusuf 2005).

(15)

5 rayap Coptotermes curvignathus juga dikenal sebagai hama tanaman yang utama, rayap tersebut telah menyerang beberapa tanaman perkebunan, dan yang paling sering diserang salah satunya yaitu pohon karet. Serangan jenis rayap ini cukup menyebabkan kerugian akibat matinya pohon.

Sumber: http://www.termiteweb.com/termite-pictures-coptotermes-curvignathus/

Gambar 2 Rayap tanah Coptotermes curvignathus

METODE

Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian dilakukan pada bulan Juni 2015 sampai September 2015 di Laboratorium Entomologi Pusat Penelitian dan Pengembangan Hasil Hutan, serta Laboratorium Kimia Hasil Hutan dan Laboratorium Teknologi Peningkatan Mutu Kayu, Departemen Hasil Hutan Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor.

Alat dan Bahan

Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini yaitu timbangan elektrik, disk mill, saringan ukuran 40-60mesh, rotary vacuum evaporator, labu erlenmeyer, toples, kertas saring, kamera, stopwatch, cawan porselin, gelas ukur, pengaduk, ampelas, oven, desikator, moistumeter dan wadah perendaman kayu umpan. Bahan yang digunakan yaitu biji P. littoralis dan etanol konsentarsi 96% sebagai pelarutnya. Contoh uji yang digunakan yaitu kayu karet (Hevea brasiliensis) dan rayap tanah C. curvignathus jenis kasta pekerja dan prajurit.

Prosedur Penelitian Penyiapan Bahan dan Contoh Uji

(16)

6

setiap perlakuan konsentrasi 3%, 6%, 9%, dan kontrol, masing-masing dibuat lima ulangan. Sebanyak 25 contoh uji dikeringudarakan hingga kadar air 12-14%, kemudian ditimbang sehingga diperoleh berat awal.

Proses Ektraksi

Metode ekstraksi yang digunakan yaitu maserasi rendaman dingin. Maserasi merupakan metode ekstraksi yang dilakukan dengan membiarkan padatan terendam dalam suatu pelarut. Proses perendaman dalam mengekstraksi bahan alam menggunakan metode ini bisa dilakukan tanpa pemanasan (Kristanti et al. 2008). Sebanyak +85 g serbuk biji P. litoralis diekstrak menggunakan pelarut etanol dengan perbandingan antara serbuk dan pelarut yaitu 1:3. Larutan tersebut diaduk, kemudian didiamkan selama 48 jam. Selanjutnya larutan tersebut disaring dengan menggunakan kertas penyaring. Residu kemudian diekstrak kembali menggunakan pelarut baru (masih etanol). Proses tersebut dilakukan sebanyak tiga ulangan untuk mendapatkan seluruh kandungan ekstrak yang terdapat dalam serbuk biji P. littoralis.

Hasil ekstrak yang diperoleh dipekatkan dengan menggunakan alat rotary vacuum evaporator dengan suhu 50-60 oC dan tekanan 400 mmHg. Larutan ekstrak yang telah dievaporasi diambil sebanyak 5 ml dan dimasukan ke dalam wadah alumunium yang telah diketahui berat kering tanurnya, kemudian ditimbang. Larutan ekstrak tersebut dikeringkan menggunakan oven pada suhu 40–60 oC sampai beratnya konstan. Ekstrak kering tersebut dimasukan ke dalam desikator selama 15 menit, kemudian ditimbang untuk mengetahui berat kering ekstrak etanol yang diperoleh, sehingga dapat dihitung konsentrasi zat ekstraktif dan rendemen ekstraksi dengan menggunakan rumus berikut :

Konsentrasi zat ekstraktif = WaV × % Rendemen ekstraksi = Wb ×Wa %

Dimana :

Wa = Berat padatan ekstraktif (g) V = Volume larutan ekstrak pekat (ml)

Dimana :

Wa = Berat padatan ekstraktif (g) Wb = Berat kering oven serbuk (g) Penyiapan Bahan Pengawet Alami

Setelah diperoleh larutan ekstrak pekat, kemudian dilakukan pengenceran dengan menggunakan aquades sebagai berikut:

A1 = 5 ml larutan ekstrak biji Polyalthia littoralis + 15 ml aquades (3%). A2 = 10 ml larutan ekstrak biji Polyalthia littoralis + 10 ml aquades (6%). A3 = 15 ml larutan ekstrak biji Polyalthia littoralis + 5 ml aquades (9%). A4 = kontrol larutan etanol 96%.

A5 = kontrol aquades

Pemberian Bahan Pengawet pada Contoh Uji

(17)

7 merupakan banyaknya bahan pengawet yang tertinggal didalam kayu yang dinyatakan dalam kg/m3 (Kasmudjo 2010). Retensi bahan pengawet diukur dengan cara menimbang berat contoh uji kayu sebelum dan sesudah dilakukan pengawetan. Besarnya retensi dapat dihitung dengan menggunakan rumus:

R =B − BV x C

Dimana :

R = Retensi bahan pengawet (kg/m3)

B = Berat contoh uji sebelum diawetkan (kg) B = Berat contoh uji sesudah diawetkan (kg) V = Volume contoh uji (m3)

C = Konsentrasi bahan pengawet (%)

Contoh uji yang telah ditimbang, kemudian dikeringudarakan. Contoh uji yang telah mencapai kering udara, selanjutnya dioven selama dua hari dengan suhu 60 oC. Contoh uji yang telah dioven kemudian ditimbang, dan siap diumpankan terhadap rayap tanah C. curvignathus.

Uji Keawetan terhadap Rayap Tanah

Pengujian keawetan kayu dari rayap tanah mengacu pada SNI 7207:2014 (modifikasi). Media yang digunakan dalam pengujian yaitu pasir steril. Proses pengujian dimulai dengan memasukan contoh uji ke dalam botol, yang diletakkan dengan cara berdiri pada dasar botol uji dan disandarkan, sehingga salah satu bidang terlebar menyentuh dinding botol. Botol yang telah berisi contoh uji tersebut diisi dengan pasir lembab yang mempunyai kadar air 7% di bawah kapasitas menahan air (water holding capacity). Selanjutnya dimasukkan rayap tanah C. curvignathus sebanyak 190 ekor kasta pekerja dan 10 ekor kasta prajurit, kemudian ditutup dengan alumunium foil dan disimpan di laboratorium pengujian rayap selama empat minggu (Gambar 3). Setiap minggu aktivitas rayap dalam botol diamati. Setelah waktu pengujian selesai, contoh uji dioven kembali pada suhu 60 oC selama 48 jam dan ditimbang untuk mendapatkan berat akhir.

Gambar 3 Pengujian ketahanan kayu terhadap serangan rayap tanah

Parameter yang digunakan dalam pengujian ketahanan kayu dari rayap tanah pada pengujian ini yaitu nilai penurunan bobot kayu dan mortalitas rayap. Nilai penurunan bobot dan mortalitas rayap, masing-masing dihitung dengan menggunakan rumus:

P = W − WW x % M % = N − NN x %

Botol uji

Pasir lembab

Rayap

(18)

8

N1 = Jumlah total rayap sebelum pengumpanan (ekor) N2 = Jumlah rayap yang mati setelah pengumpanan (ekor)

Kelas awet kayu hasil pengujian terhadap rayap tanah, dapat diketahui dengan membandingkan nilai penurunan bobot yang diperoleh dengan klasifikasi kelas awet kayu berdasarkan SNI 2014 (Tabel 1). Pada tabel 1 dapat diketahui bahwa kelas awet kayu terdiri dari kelas awet I-V atau sangat tahan hingga sangat tidak tahan.

Tabel 1 Klasifikasi ketahanan kayu terhadap rayap tanah

Kelas Ketahanan Penurunan berat (%)

I Sangat tahan <3.5

Pengolahan deskriptif pada data retensi dan penurunan bobot menggunakan Microsoft Excel 2007. Selanjutnya untuk menganalisis pengaruh konsentrasi bahan pengawet alami terhadap rayap tanah C. curvignathus, dilakukan uji analisis varian menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) 1 Faktor dikarenakan hanya melibatkan satu faktor dan kondisi pengujian relatif homogen. Bila didapat pengaruh perlakuan yang nyata maka dilanjutkan dengan uji lanjut Duncan. Kedua analisis tersebut menggunakan aplikasi SPSS 22.

Tingkat efektivitas bahan pengawet ditentukan berdasarkan kriteria parameter hasil uji. Parameter tersebut yaitu retensi, penurunan bobot, dan mortalitas rayap pada contoh uji kontrol maupun yang diberi perlakuan pengawetan ekstrak biji P. littoralis (Tabel 2).

Tabel 2 Kriteria penentuan tingkat efektivtas bahan pengawet Parameter Kriteria

Retensi (kg/m3) Mencapai nilai retensi untuk penggunaan interior dan eksterior berdasarkan SNI 1999.

Penurunan bobot (%) Konsentrasi pengawet paling rendah yang menghasilkan nilai penurunan bobot kayu yang nyata berbeda dari kontrol dan perlakuan lainnya.

(19)

9

HASIL DAN PEMBAHASAN

Ekstraksi serbuk biji P. littoralis sebanyak +85 g menggunakan pelarut etanol 96% menghasilkan 50 ml larutan ekstrak pekat, dengan konsentrasi zat ekstraktif dalam larutan ekstrak pekat etanol yaitu 12.6%. Adapun rendemen zat ekstraktif yang diperoleh dari ekstrak biji P. littoralis menggunakan pelarut etanol yaitu 8.52%. Walaupun tidak banyak tapi produksinya bisa berkelanjutan, karena dihasilkan dari biji yang bisa setiap tahun dipanen. Berbeda dengan bahan nabati dari bagian tumbuhan lainnya seperti akar, akan mati tumbuhannya ketika dipanen. Hasil penelitian Adharini (2008) pada proses ekstraksi dengan pelarut yang sama bahwa rendemen zat ekstraktif yang diperoleh dari ekstraksi akar tuba yaitu sebesar 8.53%. Menurut Kartikasari (2008) bahwa efektivitas proses ekstraksi dipengaruhi oleh jenis pelarut yang digunakan sebagai pengenstrak, ukuran partikel ekstrak, metode, dan lama ekstraksi. Berdasarakan persentase konsentrasi zat ekstraktif dalam larutan ekstrak pekat etanol, maka pengenceran sebanyak 5 ml menghasilkan konsentrasi ekstrak sebesar 3%, 10 ml menghasilkan konsentrasi ekstrak sebesar 6%, dan 15 ml menghasilkan konsentrasi ekstrak sebesar 9%. Pemberian ekstrak biji P. littoralis sebagai bahan pengawet pada kayu karet menimbulkan perubahan terhadap penampilan kayu.

Proses pengawetan dengan larutan ekstrak biji P. littoralis menyebabkan perubahan warna contoh uji kayu antara sebelum diawetkan dengan setelah diawetkan. Hasil skoring pada Munsell Color Chart dapat diketahui warna kayu sampel sebelum diawetkan berwarna kuning pucat (pale yellow). Adapun warna kayu setelah diawetkan dengan konsentrasi ekstrak 3% yaitu brownish yellow, sedangkan yang konsentrasi 6% dan 9% berwarna light olive brown. Perubahan warna tersebut seiring dengan penambahan konsentrasi. Perlakuan konsentrasi 9% terlihat lebih gelap dibandingkan yang lainnya (Gambar 4). Akan tetapi, warna pada kayu yang diberi perlakuan konsentrasi ekstrak 6% terlihat lebih menarik dibanding yang lainnya. Hal tersebut karena warna kayu menjadi lebih gelap namun coraknya masih tetap terlihat.

(a) (b) (c) (d)

(20)

10

Retensi

Keberhasilan suatu pengawetan dapat diukur berdasarkan nilai retensinya. Berdasarkan hasil penelitian diperoleh nilai retensi bahan pengawet dari ekstrak biji P. littoralis terhadap kayu karet (Hevea brasiliensis) seperti yang ditunjukan pada Gambar 5.

a,b,c

Menununjukkan hasil uji Duncan yang berbeda nyata

Gambar 5 Nilai retensi pengawet ekstrak Polyalthia littoralis pada contoh uji kayu

Gambar 5 menunjukkan bahwa semakin tinggi konsentrasi bahan pengawet, nilai rata-rata retensinya semakin tinggi. Nilai rata-rata retensi tertinggi terjadi pada konsentrasi ekstrak 9% (27.43 kg/m3) dan terendah pada konsentrasi ekstrak 3% (9.76 kg/m3). Hunt dan Garrat (1986) menyatakan bahwa semakin tinggi konsentrasi bahan aktif, maka peluang terjadinya ikatan antara bahan aktif dengan gugus hidroksi bebas (-OH) akan semakin besar, sehingga bahan aktif akan lebih banyak terabsorpsi sehingga meningkatkan nilai retensi. Hal tersebut sesuai dengan pernyataan Suranto (2002) bahwa semakin banyak jumlah bahan pengawet murni yang dapat menetap (terfiksasi) dalam kayu, maka retensi bahan pengawet tersebut juga semakin besar.

Hasil analisis keragaman menunjukkan bahwa konsentrasi bahan pengawet dari ekstrak biji P. littoralis berpengaruh nyata terhadap nilai retensi pada tingkat kepercayaan 95%. Hasil uji lanjut Duncan menunjukan bahwa retensi yang dihasilkan dari pengawetan dengan konsentrasi 3%, 6%, dan 9% berbeda nyata. Menurut SNI (1999) bahwa persyaratan minimum retensi untuk pemakaian kayu interior yaitu 8.2 kg/m3, dan untuk pemakaian kayu eksterior yaitu 11.3 kg/m3. Nilai retensi bahan pengawet dari ketiga kosentrasi (3%, 6%, dan 9%), semuanya memenuhi persyaratan retensi untuk pemakaian kayu interior. Sedangkan yang memenuhi persyaratan retensi untuk pemakaian kayu eksterior hanya tercapai pada konsentrasi 6% dan 9%. Dilihat dari nilai retensi yang diperoleh, maka dapat disarankan bahwa untuk tujuan pemakaian interior penggunaan bahan pengawet ekstrak P. littoralis cukup dengan konsentrasi 3%. Sedangkan untuk tujuan pemakaian eksterior cukup dengan konsentrasi 6%.

(21)

11 Penurunan Bobot (Weight Loss) Kayu

Penurunan bobot merupakan salah satu indikator yang menunjukkan tingkat keampuhan zat ekstraktif sebagai bahan pengawet alami. Nilai penurunan bobot dihitung setelah dilakukan pengumpanan kayu terhadap rayap tanah. Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat perbedaan nilai penurunan bobot yang cukup besar antara kayu yang diberi perlakuan dengan kontrol (Gambar 6).

a,b

Menunjukkan hasl uji yang berbeda nyata; a,aMenunjukkan hasil uji yang tidak berbeda nyata; b,b

Menunjukkan hasil uji yang tidak berbeda nyata.

Gambar 6 Nilai penurunan bobot (weight loss) contoh uji kayu

Gambar 6 menunjukan bahwa nilai penurunan bobot pada kayu kontrol lebih besar daripada kayu dengan perlakuan. Nilai rata-rata penurunan bobot pada kayu kontrol etanol dan aquades masing-masing yaitu 24.92% dan 20.91% yang menunjukkan bahwa contoh uji tersebut termasuk kelas awet V atau sangat tidak tahan (SNI 2014). Hal ini menunjukan bahwa C. curvignathus aktif di bawah kondisi uji. Hasil pengujian kontrol tersebut sesuai dengan pernyataan Pandit dan Kurniawan (2008) bahwa kayu karet termasuk ke dalam kelas awet V dengan keterawetan sedang.

Berdasarkan Gambar 6 bahwa kayu yang diberi perlakuan pengawetan dapat menekan penurunan bobot secara signifikan, kelas awetnya naik tiga tingkat dibandingkan kontrol. Berdasarkan hasil pengujian pengawetan ini, nilai penurunan bobot terendah terjadi pada pengawetan dengan konsentrasi ekstrak biji P.littoralis sebesar 9% yaitu 5.72%. Pengawetan dengan konsentrasi tersebut juga menghasilkan nilai retensi yang tertinggi. Hal ini sesuai dengan pernyataan Verinita (2012) bahwa tingginya nilai retensi mengakibatkan terjadinya peningkatan ketahanan kayu terhadap serangan faktor perusak sehingga nilai penurunan bobotnya rendah. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pemberian bahan pengawet alami ekstrak biji P. littoralis mampu meningkatkan kelas awet kayu karet (H. brasiliensis) dari sangat tidak tahan menjadi tahan, sehingga dapat dikatakan bahwa ekstrak biji P. littoralis bersifat toksik terhadap rayap tanah. Hal

(22)

12

tersebut sesuai dengan penelitian Dadang and Ohsawa (2005) bahwa ekstrak biji P. littoralis bersifat insektisida.

Senyawa aktif yang berperan toksik terhadap rayap pada P. littoralis diduga berasal dari senyawa terpen. Hal tersebut mengacu pada hasil penelitian Lemmens dan Bunyapraphatsara (2003) bahwa ekstrak daun P.lateriflora menunjukkan sifat insektisida yang nyata terhadap Spodoptera litura, dengan terpen sebagai senyawa aktifnya. Berdasarkan hasil analisis keragaman dapat diketahui bahwa pemberian ekstrak biji P. littoralis memberikan pengaruh nyata terhadap nilai penurunan bobot kayu pada tingkat kepercayaan 95%. Hasil uji lanjut Duncan menunjukkan bahwa di antara perlakuan pengawetan dengan ketiga konsentrasi (3%, 6%, dan 9%) tidak menimbulkan nilai penurunan bobot yang berbeda nyata. Pemberian konsentrasi sebanyak 3% sudah mampu menekan nilai penurunan bobot hingga 6.39%, atau mampu meningkatkan kelas ketahanan kayu dari sangat tidak tahan hingga tahan. Sehingga, dapat dikatakan bahwa pemberian bahan pengawet dengan konsentrasi 3% sudah cukup efektif dalam mengendalikan serangan rayap tanah C.curvignathus. Gambar 7 menunjukan perwakilan contoh uji dari masing-masing perlakuan untuk mengobservasi kerusakan akibat rayap secara visual.

Gambar 7 Kerusakan contoh uji kayu oleh rayap C. curvignathus

Berdasarkan Gamabr 7 dapat diketahui kerusakan yang terjadi pada contoh uji kayu akibat serangan rayap yaitu berupa lubang-lubang besar. Contoh uji kayu yang diawetkan dengan perlakuan ekstrak P. littoralis sebesar 3% dan 6% terlihat adanya lubang dengan panjang +1 cm, pada perlakuan konsentrasi 9% hanya terdapat goresan +1 cm. Adapun contoh uji kayu pada kontrol etanol kerusakan lebih besar terlihat adanya lubang yang tembus pada bidang yang lainnya dengan panjang +2 cm. Kerusakan pada contoh uji kontrol aquades adalah yang paling parah, terdapat banyak lubang yang cukup dalam dengan panjang +2.4 cm. Kondisi ini menggambarkan bahwa pemberian perlakuan pengawetan dapat mengurangi serangan rayap terhadap kayu.

A1 (3%) A2 (6%) A3 (9%)

(23)

13 Mortalitas Rayap

Mortalitas rayap merupakan salah satu indikator penting untuk mengetahui pengaruh ekstrak biji P. littoralis terhadap rayap tanah C. curvignathus. Pada awal pengumpanan yaitu di minggu pertama, rayap yang hidup terlihat masih banyak. Hasil yang serupa pada penelitian Putra (2013) bahwa pada tahap awal mortalitas rayap masih rendah, karena pada tahap awal rayap akan melakukan penyesuaian dengan lingkungan baru yang disediakan, sehingga pada tahap ini aktivitas rayap

masih rendah. Hasil analisis keragaman menunjukkan bahwa pemberian ekstrak

biji P. littoralis tidak memberikan pengaruh yang nyata terhadap mortalitas rayap di akhir pengujian. Akan tetapi, hasil pengamatan menunjukkan bahwa kematian rayap pada kayu yang diberi perlakuan konsentrasi ekstrak P. littoralis (3%, 6%, dan 9%) terjadi mulai minggu ke dua yang ditandai dengan adanya bangkai rayap. Pada minggu ketiga, mortalitas rayap pada contoh uji yang diberi pelakuan dengan ketiga konsentrasi tersebut sudah mencapai 100%. Adapun pada kayu kontrol, rayap terlihat ada yang mati pada minggu ketiga. Akan tetapi rayap yang hidup masih terlihat banyak, walaupun pada minggu terakhir rayap yang hidup sangat sedikit (Gambar 8).

Gambar 8 Nilai rata-rata mortalitas rayap tanah C. curvignathus

Gambar 8 menunjukkan bahwa nilai rata-rata mortalitas rayap pada contoh uji yang diawetkan dengan ketiga konsentrasi (3%, 6%, dan 9%) mencapai 100% pada minggu ketiga. Hal ini membuktikan bahwa ekstrak biji P.littoralis dengan konsentrasi 3% cukup toksik untuk mengendalikan rayap C. curvignathus. Pada kontrol juga terjadi mortalitas rayap, akan tetapi masih di bawah 100%. Adanya nilai mortalitas pada kontrol juga terjadi pada penelitian Hadiyanto (2013), hal tersebut diduga karena terambilnya beberapa rayap tanah yang lemah pada saat pengumpanan, dan kondisi uji kurang mendukung terhadap kehidupan rayap.

(24)

14

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

Hasil penelitian membuktikan bahwa larutan ekstrak biji Polyalthia littoralis bersifat toksik terhadap rayap tanah Coptotermes curvignathus, sehingga dapat digunakan sebagai alternatif bahan pengawet ramah lingkungan baik untuk pemakaian di bawah atap maupun di ruang terbuka. Pemberian bahan pengawet dari ekstrak biji P. littoralis pada kayu karet mampu menekan penurunan bobot kayu hingga kelas awetnya meningkat tiga kali lipat dari kayu alaminya. Perlakuan pengawetan kayu dengan ekstrak P. littoralis konsentrasi 3% cukup efekktif dalam meningkatkan ketahanan kayu terhadap rayap tanah C.curvignathus yang dibuktikan dengan penurunan bobot 6.39% dan mortalitas 100%. Retensi yang dihasilkan dengan konsentrasi tersebut cukup memenuhi pemakaian interior yaitu sebesar 9.76 kg/m3 (>8.2 kg/m3). Adapun untuk pemakaian eksterior sebaiknya menggunakan konsentrasi 6% yaitu sebesar 18.4 kg/m3 (>11.2 kg/m3).

Saran

Perlu dilakukan pengujian isolasi senyawa bioaktif pada biji P. littoralis yang bersifat anti rayap. Selain itu, proses ekstraksi perlu juga diuji dengan pelarut selain etanol untuk mengetahui bahan yang sesuai untuk ekstraksi bahan anti rayap.

DAFTAR PUSTAKA

Abudulai M, Shepard BM, Mitchell PL. 2001. Paratism and predation on eggs of Leptoglossus phyllopus (Hemiptera: Coreidae) in cowpea: Impact of endosulfan sprays. Agric. Urban Entomol. 18(2):105-115.

Adharini G. 2008. Uji keampuhan ekstrak akar tuba (Derris elliptica Benth) untuk pengendalian rayap tanah Coptotermes curvignathus Holmgren [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.

Arif A, Usman N, Samma F. 2006. Sifat anti rayap dari ekstrak ijuk aren (Arenga pinata). Perennial. 3(1):15-18.

Cavalcante MS. 1982. Biological Deterioration and Wood Preservation. Sao Paulo: Technological Research Institute.

Dadang, Ohsawa K. 2005. Inentification of the insecticidal principle in Polyalthia littoralis Boerl. (Annonaceae) seeds toxic to azuki bean weevil, Callosobruchus chinensis L. (Coleoptera: Bruchidae) and Plutella xylostella (L.) (Lepidoptera: Yponomeutidae). J.ISSAAS. 11(2):54-62.

(25)

15 Hadi YS, Nurhayati T, Jasni J, Yamamoto H, Kamiya N. 2010. Smoked wood as

an alternative for wood protection against termites. Forest Product. 60(6):496-500.

Hadiyanto IF. 2013. Sifat anti rayap zat ekstraktif kayu teras mindi (Melia azadirachta Linn.) terhadap seranga rayap tanah Coptotermes curvignathus Holmgren [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.

Heyne K. 1987. Tumbuhan Berguna Indonesia. Badan Litbang Kehutanan Jakarta, Penerjemah. Jakarta (ID): Yayasan Sarana Wana Jaya. Terjemahan dari: Flora of Java vol.1.

Hunt GM, Garrat GA. 1986. Pengaweta Kayu. Jusuf Mohamad, penerjemah; Prawirohatmodjo Soenardi, editor. Jakarta (ID): Akademika Pressindo. Terjemahan dari: Wood Preservation. Ed ke-1.

Kardinan A. 2002. Pestisida Nabati: Ramuan dan Aplikasi. Jakarta (ID): Penebar Swadaya.

Kartikasari N. 2008. Uji toksisitas ekstrak daun awar-awar (Ficus septica B) terhadap Artemia salina L dan profil kromatografi lapis tipis [skripsi]. Surakarta (ID): Universitas Muhammadiyah Surakarta.

Kasmudjo. 2010. Teknologi Hasil Hutan Suatu Pengantar. Yogyakarta (ID): Cakrawala Media.

Kristanti AN, Aminah NS, Tanjung M, Kurniadi B. 2008. Buku Ajar Fitokimia. Surabaya (ID): Airlangga University Press.

Lemmens RHMJ, Bunyapraphatsara N. 2003. Plant Resources of South-East Asia 12(3): Medicinal and Poisonous Plants. Bogor: PROSEA Foundation.

Nandika D, Rismayadi Y, P Harun J. 2003. Rayap: Biologi dan Pengendaliannya. Surakarta (ID): Universitas Muhammadiyah Surakarta.

Pandit IKN, Kurniawan D. 2008. Struktur Kayu: Sifat Kayu sebagai Bahan Baku dan Ciri Diagnostik Kayu Perdagangan Indonesia. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.

Prasetiyo KW, Yusuf S. 2005. Mencegah dan Membasmi Rayap Tanah Secara Ramah Lingkungan dan Kimiawi. Jakarta (ID): Agromedia Pustaka.

Putra RI. 2013. Sifat anti rayap zat ekstraktif kulit kayu mindi (Melia azadirachta Linn) terhadap rayap tanah Coptotermes curvignathus Holmgren [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.

Ragon KW, Nicholas DD, Schultz TP. 2008. Termite-resistant heartwood: The effect of the non-biocidal antioxidant properties of the extractive (Isoptera: Rhinotermitidae). Sociobiology. 52(10): 47-54.

Rakhmawati. 1996. Prakiraan kerugian ekonomis akibat serangan rayap pada bangunan perumahan di Indonesia [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.

Sari RK, Syafii W, Sofyan K, Hanafi M. 2004. Sifat antirayap resin damar mata kucing dari Shorea javanica. Ilmu & Teknologi Kayu Tropis. 2(1):8 -15.

Setiawati W, Mutiningsih R, Gunaeni N, Rubiati T. 2008. Bahan Pestisida Nabati dan Cara Pembuatannya untuk Mengendalikan Organisme Pengganggu Tumbuhan (OPT). Bandung (ID): Balai Penelitian Tanaman Sayuran.

[SNI] Standar Nasional Indonesia. 1999. Pengawetan Kayu untuk Perumahan dan Gedung 03-5010.1. Jakarta (ID): Badan Standarisasi Nasional.

(26)

16

Sukartana P. 2007. Pengendalian rayap perusak kayu dengan bio-insektisida Metarbizium anisopliae (Metschnicoff) sorokin di Indonesia. Di dalam: Abdurrochim S, Tampubolon AP, Dulsalam, Balfas J, Pari G, editor. Aplikasi Pemanfaatan Kayu untuk Keperluan Domestik, Seminar Hasil Litbang Hasil Hutan; 2007 Okt 25; Bogor, Indonesia. Bogor (ID): Pusat Penelitian dan Pengembangan Hasil Hutan. 94-102.

Suranto S.2002. Pengawetan Kayu Bahan dan Metode. Yogyakarta: Kanisius. Syafii W. 2000. Zat ekstraktif kayu damar laut (Hope spp.) dan pengaruhnya

terhadap rayap kayu kering Cryptotermes cynocephalus Light. Teknologi Hasil Hutan. 13(2): 1-5.

Syafii W. 2001. Eksplorasi dan identifikasi komponen bio-aktif beberapa jenis kayu tropis dan kemungkinan pemanfaatannya sebagai pengawet alami [Catatan penelitian]. Bogor: Institit Pertanian Bogor.

Townsend TG, Gabriele HS. 2006. Enviromental Impacts of Treated Wood. French: CRC Press.

(27)

17 Lampiran 1 Tabel uji varian pengaruh konsentrasi terhadap retensi serta uji

Duncan-nya

Sum of Squares df Mean Square F

Between Groups 780.348 2 390.174 26.007

Within Groups 180.035 12 15.003

Total 960.384 14

Konsentrasi N Subset for alpha = 0.05 1 2 3

Duncan

Konsentrasi 3% 5 9.76

Konsentrasi 6% 5 18.40

Konsentrasi 9% 5 27.43

Sig. 1.00 1.00 1.00

Lampiran 2 Tabel uji varian pengaruh konsentrasi terhadap penurunan bobot serta uji Duncan-nya

Sum of Squares df Mean Square F Between Groups 1747.334 2 436.833 36.278

Within Groups 240.823 12 12.041

Total 1988.157 14

Konsentrasi N Subset for alpha = 0.05

1 2

Duncan

Konsentrasi 9% 5 5.72 Konsentrasi 6% 5 6.03 Konsentrasi 3% 5 6.39

Kontrol aquades 5 20.9

Kontrol etanol 5 24.92

Sig. 0.78 0.83

Lampiran 3 Tabel uji varian pengaruh konsentrasi terhadap mortalitas rayap Sum of Squares df Mean Square F

Between Groups 620.160 4 155.040 2.138

Within Groups 1450.500 20 72.525

(28)

18

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Bandung pada tanggal 23 September 1993 dari ayah Wendri (Alm) dan ibu Yati Sumiati. Penulis adalah anak pertama dari tiga bersaudara. Pada tahun 2011 penulis lulus dari Madrasah Aliyah Negeri (MAN) Cililin dan pada tahun yang sama penulis lulus seleksi masuk Institut Pertanian Bogor (IPB) melalui jalur SNMPTN Undangan dan diterima di Departemen Hasil Hutan, Fakultas Kehutanan.

Selama mengikuti perkuliahan, penulis menjadi asisten praktikum Dendrologi pada tahun ajaran 2013/2014, asisten praktikum Sifat Fisis Kayu pada tahun ajaran 2014/2015, dan asisten praktikum Pengeringan Kayu pada tahun ajaran 2015/2016. Penulis juga pernah aktif sebagai Sekretaris Divisi Strategi Politik Pertanian BEM KM IPB pada tahun 2013-2014, Standing Boards Indonesian Green Action Forum (IGAF) pada tahun 2013-2015, Staf Islamic Forester Center DKM Ibaadurrahman pada tahun 2012-2013, Staf Human and Resource Development International Forest Student Association Local Committee IPB (IFSA LC IPB) pada tahun 2012-2013, anggota Himpunan Mahasiswa Hasil Hutan (HIMASILTAN), anggota Gugus Disiplin Asrama (GDA) pada tahun 2011-2012. Penulis juga aktif mengikuti kepanitiaan di antaranya divisi acara pada Open House IPB 49 pada tahun 2012, Olimpiade asrama TPB IPB pada tahun 2011, dan anggota Komisi Pemilihan Raya pada Pemilihan Raya tingkat Fakultas pada tahun 2012.

Penulis pernah mengikuti Praktik Pengenalan Ekosistem Hutan (PPEH) di Kamojang dan Sancang Barat pada tahun 2013, dan Praktik Pengelolaan Hutan (PPH) di Hutan Pendidikan Gunung Walat pada tahun 2014. Selain itu, penulis juga melaksanakan Praktik Kerja Lapang (PKL) di PT. Intracawood Manufacturing, Tarakan, Kalimantan Utara. Sebagai salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Kehutanan, penulis melaksanakan penelitian dan menyusun skripsi yang berjudul “Pemanfaatan Ekstrak Biji Polyalthia littoralis (Blume) Boerl

Gambar

Gambar 2  Rayap tanah Coptotermes curvignathus
Tabel 1  Klasifikasi ketahanan kayu terhadap rayap tanah
Gambar 5  Nilai retensi pengawet ekstrak Polyalthia littoralis pada contoh uji
Gambar 6  Nilai penurunan bobot (weight loss) contoh uji kayu
+3

Referensi

Dokumen terkait

Hak buruh mapak kapal dari juragan kapal adalah mendapatkan upah atas jasanya mapak kapal, sedangkan dari pemilik jasa papakan adalah dia berhak memapak kapal yang telah

Kantung udara (saccus pneumaticus) terdiri dari air sac/saccus: abdominalis (aa/terdapat diantara lipatan intestinum), thoracalis anterior  (ata/terletak pada dinding sisi

Dalam kitab-kitab fiqih klasik, harta gono-gini atau harta bersama diartikan sebagai harta kekayaan yang dihasilkan oleh suami istri selama mereka diikat oleh tali

Berdasarkan hasil analisis dan pembahasan yang dilakukan, maka dapat disimpulkan bahwa LKS berbasis ICT pada materi sistem syaraf yang dikembangkan memenuhi kategori dari

Finansial secara simultan terhadap Perilaku Kerja Karyawan mempunyai tingkat pengaruh dan determinasi yang lebih signifikan dibandingkan dengan pengaruh variabel

110% 1 Mening- katnya produksi Padi 1 Persentase peningkatan produksi padi 0.6 0,6 0,6 0,6 0,6 Meningkatka n Intensitas Pertanaman (IP) dan produktivitas Program peningkatan

Dalam perkembangan terakhir ini, hermeneutika dipahami sebagai sebuah teori, metodologi dan praksis penafsiran, yang digerakkan ke arah penangkapan makna dari

Segala puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa sehingga skripsi yang berjudul “Perbedaan Kadar Imunoglobulin A (IgA) pada Saliva Sebelum