• Tidak ada hasil yang ditemukan

Gaya Pengasuhan Ibu Dan Perilaku Bullying Remaja Pada Keluarga Bercerai Di Kota Bogor.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Gaya Pengasuhan Ibu Dan Perilaku Bullying Remaja Pada Keluarga Bercerai Di Kota Bogor."

Copied!
70
0
0

Teks penuh

(1)

GAYA PENGASUHAN IBU DAN PERILAKU

BULLYING

REMAJA PADA KELUARGA BERCERAI

DI KOTA BOGOR

DJASWELMA

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)
(3)

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis yang berjudul “Gaya Pengasuhan Ibu dan Perilaku Bullying Remaja Pada Keluarga Bercerai Di Kota Bogor“ adalah benar hasil karya saya sendiri dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun pada Perguruan Tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

Bogor, Januari 2015

(4)

RINGKASAN

DJASWELMA. Gaya Pengasuhan Ibu dan Perilaku Bullying Remaja pada Keluarga Bercerai Di Kota Bogor. Dibimbing oleh DWI HASTUTI dan HERIEN PUSPITAWATI

Salah satu dampak perceraian adalah perilaku bullying pada remaja. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis gaya pengasuhan ibu terhadap perilaku bullying remaja pada keluarga bercerai. Penelitian menggunakan desain cross sectional study di Kecamatan Bogor Barat dan Tanah Sareal, Kota Bogor, dengan pemilihan lokasi secara purposive. Penelitian ini melibatkan 100 remaja (usia 12-19 tahun), dan ibu dari keluarga cerai hidup dan cerai mati.

Hasil menunjukkan, umur ibu cerai mati lebih tua dari pada umur ibu cerai hidup dan rata-rata pendapatan ibu cerai hidup lebih besar dari pada ibu cerai mati. Gaya pengasuhan afeksi ibu pada keluarga cerai hidup lebih tinggi dari pada ibu cerai mati dan gaya pengasuhan agresi, pengabaian dan perasaan tidak sayang ibu sebaliknya lebih tinggi pada ibu cerai mati dari pada cerai hidup. Remaja yang berasal dari ibu cerai hidup lebih banyak menjadi pelaku bullying, sedangkan remaja yang berasal dari ibu cerai mati lebih banyak menjadi korban bullying. Tipologi pengasuhan menunjukkan semakin baik pengasuhan afeksi yang dilakukan ibu diduga akan mengurangi resiko anak untuk menjadi pelaku dan korban bullying.

(5)

SUMMARY

DJASWELMA Mother’s Parenting Style and Adolescent’s Bullying Behaviour on Divorce Families in Bogor City. Supervised by DWI HASTUTI and HERIEN PUSPITAWATI

One of the effect in divorce family that caused negative behavior in adolescents is bullying. The purpose of this research was to analyze mother’s parenting style and adolescent’s bullying behavior. This research used cross-sectional study design and conducted in West Bogor and Tanah Sareal District of Bogor. The location was selected by purposive sampling. The research included 100 adolescents (aged 12-19 years), from divorced and widowed families.

The results showed that age of mothers from widowed families older than divorced families. Divorced families had an average income than widowed families. Parenting styles in term of affection of divorced mothers was higher than the widowed mothers, while aggression, ignorance and indifference parenting style on widowed mothers were higher. Result showed that there was no significance difference in parenting styles of divorced and widowed mothers. The number of adolescent from divorced mothers who become doer of bullying was higher than widowed mothers. While, adolescents on widowed mother who become victim of bullying was higher than divorced mother’s. Typology of parenting styles showed that the higher of affection parenting styles on mothers would reduce the risk of adolescent as the doer and victim of bullying.

(6)

@ Hak Cipta milik IPB, tahun 2015

Hak Cipta dilindungi Undang-Undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumber pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB.

(7)
(8)

GAYA PENGASUHAN IBU DAN PERILAKU BULLYING REMAJA PADA KELUARGA BERCERAI

DI KOTA BOGOR

DJASWELMA

Tesis

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains

pada

Program Studi Ilmu Keluarga dan Perkembangan Anak

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(9)
(10)
(11)

Judul Tesis : Gaya Pengasuhan Ibu dan Perilaku Bullying

Remaja pada Keluarga Bercerai di Kota Bogor Nama : Djaswelma

NRP : I 251110091

Disetujui Komisi Pembimbing

Dr Ir Dwi Hastuti, MSc Dr Ir Herien Puspitawati, MSc, MSc Ketua Anggota

Diketahui oleh

Koordinator Program Studi Dekan Sekolah Pascasarjana Ilmu Keluarga dan Perkembangan Anak

Dr Ir Herien Pusptawati, MSc, MSc Dr Ir Dahrul Syah, MScAgr

(12)

PRAKATA

Puji dan Syukur Alhamdulillah penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas segala karuniaNYA sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian ini berjudul “Gaya Pengasuhan Ibu Dan Perilaku Bullying Remaja Pada Keluarga Bercerai di Kota Bogor” Pada kesempatan ini, penulis mengucapkan terima kasih kepada :

1. Dr Ir Dwi Hastuti, M.Sc. selaku pembimbing I dan Dr Ir Herien Puspitawati, M.Sc. M.Sc selaku pembimbing II, atas semua bimbingan, arahan, saran-saran, pemberian semangat dan motivasi yang luar biasa dalam proses penyusunan penelitian dan penyelesaian tesis ini.

2. Dr Ir Diah Krisnatuti, MS selaku dosen penguji tesis yang telah memberikan saran-saran yang sangat bermanfaat atas hasil penelitian ini. 3. Dr Tin Herawati M.Sc, wakil ketua program studi dan sekaligus sebagai

moderator yang telah memberikan saran yang bermaanfaat untuk penulisan tesis ini.

4. Prof Dr Ir Ujang Sumarwan, M.Sc selaku Ketua Departemen Ilmu Keluarga dan Konsumen (IKK) atas segala bantuan dan fasilitas serta dosen dan staf IKA yang telah membekali ilmu.

5. Dr Ir Hadi Riyadi, MS, dan Alfiasari, S.P, M.Si beserta tim peneliti, yang telah memberikan kesempatan untuk ikut serta dalam penelitian BOPTN 6. Dinas Pendidikan Propinsi Riau yang telah memberikan bantuan

pembiayaan , dalam penyelesaikan studi S2 di Institut Pertanian Bogor. 7. Kepala sekolah dan staf SMK Negeri 3 Pekanbaru yang telah memberikan

dukungan dan semangat kepada penulis .

8. Suami tercinta, H. Rizal Efendi yang selalu memberikan dorongan dan semangat yang luar biasa kepada penulis dan ananda tercinta, Zharfan Hafizh, Annisa Fadhilah, Tadzi Abdul Haqi, Umi Hafizah yang telah menjadikan inspirasi, yang luar biasa bagi penulis sebagai seorang ibu. 9. Responden yang telah bersedia berpartipasi dalam penelitian ini dan

rekan-rekan yang tergabung dalam tim peneliti BOPTN dan tidak lupa kepada teman-teman penulis khususnya Ilmu Keluarga dan Perkembangan anak (IKA) angkatan 2011, Atika Rahma, Lisnani Sukaidawati, Dian Anggari, Vivi, alfaria yang telah memberikan warna tersendiri bagi penulis dalam menuntut ilmu di IPB.

Demikian ucapan terimakasih ini dipersembahkan dengan keikhlasan. Semoga hasil penelitian ini dapat memberikan ilmu yang bermanfaat. Semoga Allah SWT senantiasa memberikan keberkahan untuk ilmu yang kita milliki.

Bogor, Januari 2015

(13)

DAFTAR ISI Dampak Perceraian Terhadap Bullying Remaja 7

KERANGKA PEMIKIRAN 8

Remaja Pengasuhan Penerimaan-Penolakan dan Perilaku

Bullying Remaja pada Keluarga cerai hidup dan cerai mati 28 2. Variabel jumlah pertanyaan valid, nilai cronbach’s alpha

dan nilai validitas kuesioner yang digunakan dalam penelitian

13

3. Variabel, Skala, dan kategori data 14

4. Sebaran contoh umur ibu pada keluarga cerai hidup dan cerai mati

17 5. Sebaran contoh umur menikah ibu pada keluarga cerai

(14)

cerai hidup dan cerai mati 19

Sebaran contoh menurut lama perceraian ibu pada keluarga cerai hidup dan cerai mati

Nilai minimum, maksimum, rataan dan standar deviasi, pengasuhan penerimaan-penolakan pada keluarga cerai hidup dan cerai mati

Rataan skor capaian (indeks) pengasuhan afeksi pada keluarga cerai hidup dan cerai mati

Rataan skor capaian (indeks) pengasuhan agresi pada keluarga cerai hidup dan cerai mati

Rataan skor capaian (indeks) pengasuhan pengabaian pada keluarga cerai hidup dan cerai mati

Rataan skor capaian (indeks) pengasuhan perasaan tidak sayang pada keluarga cerai hidup dan cerai mati

Nilai minimum, maksimum, rataan dan standar deviasi, perilaku bullying pada keluarga cerai hidup dan cerai mati Rataan skor capaian (indeks) pelaku bullying pada keluarga cerai hidup dan cerai mati

Rataan skor capaian (indeks) korban bullying pada keluarga cerai hidup dan cerai mati

Koefisien korelasi antara karakteristik keluarga dan remaja dengan pengasuhan penerimaan-penolakan pada keluarga cerai hidup dan cerai mati

Koefisien korelasi antara karaktristik keluarga, pelaku dan korban bullying pada keluarga cerai hidup dan cerai mati Koefisien korelasi antara gaya pengasuhan penerimaan- Penolakan dengan pelaku dan korban bullying pada keluarga cerai hidup dan cerai mati

DAFTAR GAMBAR

3 Sebaran contoh berdasarkan pendidikan ibu cerai

hidup dan cerai mati 18

4 Sebaran contoh berdasarkan jenis pekerjaan ibu cera

hidup dan cerai mati 18

5 Sebaran contoh besar keluarga pada cerai hidup

dan cerai mati 20

6 Sebaran contoh berdasarkan umur remaja. 20

7 Sebaran contoh menurut pengasuhan penerimaaa-penolakan 24 8 Kategori pelaku dan tidak pelaku bullying pada keluarga

cerai hidup dan cerai mati 25

9 Kategori korban dan tidak korban bullying pada cerai hidup

dan cerai mati 26

(15)

10 Tipologi gaya pengasuhan dan pelaku bullying pada keluarga cerai hidup dan cerai mati.

30 11 Tipologi gaya pengasuhan dan korban bullying pada keluarga

cerai hidup cerai mati

31

DAFTAR LAMPIRAN 1.

2.

Penelitian terdahulu

Hasil uji reabilitas kuesioner

39 3. Nilai minimum-maksimum, rata-rata dan standar deviasi

cerai hidup dan cerai mati 44

4. Hasil uji hubungan antara karakteristik keluarga ,

pengasuhan perilaku bullying pada keluarga cerai hidup 45 5. Hasil uji hubungan antara karakteristik keluarga pengasuhan,

pengasuhan, perilaku bullying pada keluarga cerai mati 46 6. Sebaran contoh berdasarkan pengasuhan penerimaan (Afeksi) 47 7. Sebaran contoh berdasarkan pengasuhan penolakan (Agresi) 48 8. Sebaran contoh berdasarkan pengasuhan pengabaian 49 9. Sebaran contoh berdasarkan pengasuhan perasaan tidak sayang 50

10. Sebaran contoh berdasarkan pelaku bullying 51

11. Sebaran contoh berdasarkan korban bullying 52

(16)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Trend perceraian di Indonesia mengalami peningkatan secara signifikan. Data dari Kementerian Agama RI ditahun 2009 mencatat terjadinya 250 ribu kasus perceraian di Indonesia, atau setara dengan 10 persen dari jumlah pernikahan ditahun 2009. Jumlah perceraian tersebut naik 25% dibanding tahun 2008 yang mencapai 200 ribu perceraian (Bolang 2012), dan Provinsi Jawa Barat memiliki angka perceraian yang cukup tinggi, yakni 33.684 kasus, disusul Jawa Timur dengan 21.324 kasus, serta Jawa Tengah dengan 12.019 kasus.

Data Sistem Informasi Administrasi Kependudukan (SIAK) Jawa Barat tahun 2011 menunjukkan bahwa Kota Bogor merupakan kota dengan jumlah perceraian tertinggi di Jawa Barat. Berdasarkan data jumlah perceraian dari kantor Pengadilan Agama Kota Bogor dari tahun 2008-2012 diketahui bahwa Kecamatan Tanah Sareal dan Kecamatan Bogor Barat memiliki jumlah perceraian tertinggi jika dibandingkan dengan wilayah kecamatan lainnya. Pada tahun 2008 dari 4.528 pernikahan, sebanyak 5.58 persen berakhir dengan perceraian. Begitu pula pada tahun 2009, dari 7.669 pernikahan, sebanyak 8.14 persen pasangan berakhir dengan perceraian. Perceraian yang terjadi memberikan akibat dan masalah yang besar pada kehidupan keluarga.

Perceraian adalah berakhirnya suatu ikatan perkawinan yang telah dibina oleh pasangan suami istri yang disebabkan oleh beberapa hal seperti kematian dan atas keputusan pengadilan. Dalam hal ini perceraian dibedakan menjadi cerai hidup dan cerai mati. Cerai hidup dilihat sebagai akhir dari suatu ketidakstabilan perkawinan dimana pasangan suami istri kemudian hidup terpisah dan secara resmi diakui oleh hukum yang berlaku dan cerai mati dapat diartikan sebagai putusnya perkawinan karena salah satu pihak (suami atau istri) meninggal sehingga meninggalkan pasangannya (UU No 1 tahun 1974).

Menurut Bell (1979), perceraian merupakan putusnya ikatan legal yang menyatukan sepasang suami istri dalam satu rumah tangga dan secara sosial membangun kesadaran pada masing-masing individu bahwa perkawinan mereka telah berakhir. Perceraian merupakan refleksi dari kegagalan suatu pernikahan (Simamora 2005). Seringkali ketidakmampuan suami dan istri dalam mengelola konflik rumah tangga akan melahirkan keputusan cerai yang sebenarnya tidak perlu terjadi dan bahkan dapat dihindari.

(17)

kecenderungan kepribadian yang ekstrovert (terbuka) dimana ia selalu menggunakan pengalaman-pengalaman orang lain dalam menentukan sikap yang diambilnya.

Perceraian mengakibatkan peran orang tua dalam pengasuhan tidak terlaksana dengan baik. Setelah terjadi perceraian, ibu memiliki peran ganda, yaitu sebagai ayah sekaligus juga sebagai ibu bagi anak-anaknya (Gunarsa & Gunarsa 2008). Tanggung jawab dan tugas ibu sebagai pencari nafkah cenderung menyita waktu sehingga pola hubungan ibu dan anak kurang optimal. Sebagian besar orangtua terutama yang tinggal di desa hanya memperoleh praktek pengasuhan dari orang tua mereka sendiri (Santrock 2007). Bornstein (2002) mengemukan bahwa praktek pengasuhan khususnya pada anak remaja merupakan upaya yang diarahkan pada tujuan tertentu oleh orang tua untuk mesosialisasikan kepada remaja tentang kebiasaan tertentu (baik atau buruk). Remaja merupakan aset sumber daya manuasia yang penting dalam kemajuan dan kemunduran suatu bangsa.

Perceraian yang terjadi memberikan akibat dan masalah yang besar pada kehidupan keluarga, dan berdampak pada perkembangan anak. Salah satu penyimpangan perilaku yang dilakukan remaja adalah perilaku bullying, dan merupakan tipe kekerasan di sekolah yang paling umum terjadi. Sepanjang tahun 2011, kasus tawuran cukup banyak mendapat sorotan. Bullying bukan hanya dalam bentuk fisik, seperti melabrak, memukul, menendang ataupun kekerasan lainnya kepada korban. Sepanjang tahun 2011, Komisi Nasional Perlindungan anak mencatat ditemukan 339 kasus tawuran. Kasus tawuran antar pelajar di Jakarta, Bogor dan Depok meningkat jika dibanding 128 kasus yang terjadi pada tahun 2010. Berbagai tindakan bullying sangat merugikan baik pada si korban maupun si pelaku.

Penelitian Karina (2011) menunjukkan hasil, bahwa bullying masih banyak terjadi dikalangan remaja, namun banyak diantara mereka yang tidak menyadari bahwa sebenarnya telah atau sedang melakukan tindakan bullying. Hal ini didukung hasil penelitian Wang (2009) yang menyatakan bahwa dukungan atau pola asuh sosial-emosi yang baik dari orang tua akan mencegah terjadinya bullyin. Pengasuhan merupakan suatu proses yang panjang, pengasuhan memiliki peranan yang penting dalam membentuk kepribadian anak sehingga anak tumbuh menjadi individu yang berkualitas (Hastusti 2009). Kasih sayang orang tua mencintai anaknya tercermin dari cara interaksi orang tua dalam hubunganya dengan anak baik secara verbal maupun fisik serta kehangatan dan kasih sayang yang diberikan.

(18)

memiliki penyesuaian psikologis yang lebih buruk dibandingkan dengan anak yang mendapatkan penerimaan dari masa kecil. Kelompok remaja dengan tingkat empatik yang rendah menyatakan bahwa ayah mereka lebih sering melakukan pengabaian dibandingkan dengan ibu mereka (Hasan, Riaz & Azeen 2012). Santrock (2003) mengemukakan bahwa pengasuhan orang tua akan akan berdampak pada perkembangan anak selama rentang kehidupannya. Kekerasan (pemukulan) yang dilakukan oleh ibu merupakan bagian dari disiplin yang ibu berikan kepada anaknya (Lee, Altschul & Gershoff 2013). Semakin besar jumlah keluarga maka pengasuhan semakin buruk (Hurlock 1990). Keluarga dengan tingkat ekonomi yang rendah, kurang dalam memberikan stimulasi, sedikit dalam penyediaan material, dan kurangnya partisipasi orang tua dalam aktivitas bersama anak (Grantham-Mc Gregor dalam Herawati dan Briawan 2008).

Perumusan Masalah

Mengawangi (2009) mengemukakan bahwa kesalahan praktek pengasuhan orang tua seperti kurang menunjukkan ekspresi kasih sayang, secara verbal maupun fisik, kurang meluangkan waktu yang cukup buat anaknya selama di rumah, dan bersikap kasar secara verbal maupun fisik akan membuat anak merasa tidak berguna, minder, dan mengadopsi sifat tersebut sehingga berpotensi menjadi anak yang kasar juga dimasa dewasanya. Lingkungan keluarga dan rumah yang tidak dapat mendukung keberadaan anak akan berakibat buruknya perkembangan anak selanjutnya.

Fenomena akhir-akhir ini yang ditunjukkan dengan semakin banyaknya perilaku menyimpang (kenakalan remaja) yang dilakukan oleh remaja utamanya disebabkan remaja merasa kurang diperhatikan oleh orang tua dan orang tua kurang memahami dirinya sebagai remaja. Penelitian Puspitawati (2009), remaja yang melakukan kenakalan berasal dari keluarga dengan status sosial ekonomi yang rendah. Hasil observasi mengenai beragam data kenakalan remaja tersebut mengidikasikan bahwa kenakalan yang terjadi pada diri remaja salah satu penyebabnya merupakan bentuk ketidakpuasan remaja terhadap cara pengasuhan dan cara komunikasi yang terjadi antara orang tua dengan remaja. Dampak pertama yang merasakan akibat perceraian orang tua adalah anak. Selanjutnya hasil lain menyatakan bahwa peran ibu dalam pengasuhan remaja menjadi sangat penting bagi remaja dibandingkan dengan peran pengasuhan ayah (Puspitawati 2009). Hal ini terbukti bahwa pengasuhan ibu mempunyai pengaruh yang signifikan dalam mencegah anaknya dari tindakan kenakalan, baik tipe kenakalan umum maupun kenakalan kriminal.

(19)

Perceraian memberikan dampak pada perubahan sikap dan perilaku anak yang disebabkan oleh perubahan kehidupan kepada kondisi yang menyebabkan stress. Berbagai dampak yang timbul akibat perceraian yang berpengaruh pada kehidupan keluarga yang mengalaminya. Hal ini dapat berkurang dengan adanya pengasuhan yang baik dari ibu, karena setelah bercerai pengasuhan anak diserahkan pada ibu.

Mengingat sedikitnya hasil studi terkait gaya pengasuhan ibu penerimaan-penolakan terhadap perilaku bullying remaja pada keluarga cerai hidup dan cerai mati, berdasarkan paparan diatas maka menjadi penting untuk dilakukan penelitian. Oleh karena itu, yang perlu dikaji dalam penelitian ini adalah untuk mengetahui karakteristik keluarga, dan karakteristik anak serta mengidentifikasi gaya pengasuhan ibu penerimaan-penolakan dan menganalisis perilaku bullying remaja, sebagai pelaku atau sebagai korban pada keluarga yang mengalami perceraian.

Tujuan Penelitian

Tujuan Umum

Tujuan umum penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh gaya pengasuhan ibu penerimaan-penolakan terhadap perilaku bullying remaja pada keluarga cerai hidup dan cerai mati.

Tujuan Khusus

1. Menganalisis karakteristik remaja dan keluarga, gaya pengasuhan dan perilaku bullying remaja pada keluarga cerai hidup dan cerai mati.

2. Menganalisis hubungan karakteristik keluarga dan remaja dengan pengasuhan penerimaan-penolakan pada keluarga cerai hidup dan cerai mati.

3. Menganalisis hubungan pengasuhan penerimaan - penolakan dan perilaku bullying dan korban bullying pada keluarga cerai hidup dan cerai mati.

Manfaat Penelitian

(20)

TINJAUAN PUSTAKA

Keluarga merupakan unit terkecil dari masyarakat yang memiliki peran besar terhadap kemajuan suatu bangsa. Hal ini merupakan dasar dari pemikiran teori struktural fungsional bahwa keluarga memiliki peran dan fungsi mendidik dan mangasuh serta mempersiapkan anak-anak untuk dapat menyesuaikan diri dengan lingkungan luar. Keluarga yang hidup di tengah-tengah masyarakat mengalami banyak perubahan akibat lingkungan disekitarnya. Teori struktural fungsional berkaitan dengan teori sistem yang menjelaskan bahwa keluarga berada pada lingkungan yang saling bergantung antara satu dengan yang lain. Keluarga dapat menghasilkan out come yang baik jika keluarga memilki struktur yang kokoh dan menjalankan fungsinya. Peran dan fungsi keluarga akan terganggu dan tidak optimal ketika terdapat konflik dalam keluarga. Kehidupan suami-istri dalam keluarga tidak terlepas dari konflik yang pada akhirnya bila tidak terselesaikan berakhir dengan perceraian .

Gaya Pengasuhan Penerimaan-Penolakan

Pengasuhan merupakan teori aplikasi dari grand theory struktural fungsional dan teori sistem. Menurut Bronfenbenner, seorang pakar ekologi anak menyatakan bahwa anak merupakan unsur dalam lingkungan dan lingkungan yang paling berpengaruh langsung adalah keluarga. Teori struktural fungsional berkaitan dengan peran orang tua sebagai pengasuh dan pendidik utama anak-anaknya. Pengasuhan merupakan proses panjang yang dilakukan oleh seorang pengasuh (orang tua) untuk meningkatkan kesejahteraan anak. Definisi gaya pengasuhan dalam Hastuti (2009) merupakan bagaimana cara orang tua berinteraksi dan berhubungan dengan anak yang paling menonjol dan dominan. Gaya pengasuhan juga didefinisikan sebagai pola orang tua dalam mendisiplinkan anak, menanamkan nilai-nilai hidup, mengajarkan ketrampilan hidup, serta dalam mengelola emosi (Sunarti 2004)

Pengasuhan merupakan proses melatih, membimbing, mengajari, dan membantu penyesuaian diri anak dengan lingkungannya (De Mause dalam Gottman dan De Claire 1999). Orangtua berperan penting dalam memfasilitasi anak sukses dalam beradaptasi dan mengembangkan keterampilan dan sumber daya untuk tercapainya tugas perkembangan sebagai alat untuk mengelola tantangan masa depan. Rohner (1975) pengasuhan kehangatan yang diterapkan orang tua yang tercermin dari pemberian kehangatan dan kasih sayang kepada anak dapat menghindari anak dari perilaku bermusuhan, agresi, dan perilaku negatif lainnya. Rohner (1986) megatakan bahwa gaya pengasuhan dimensi kehangatan terbagi menjadi dua kategori yakni gaya pengasuhan penerimaan (acceptance) dan gaya pengasuhan penolakan (rejection). Pengasuhan penerimaan dicirikan dengan adanya curahan kasih sayang dari orangtua kepada mereka baik itu secara fisik maupun secara verbal. Orang tua senantiasa mengekspresikan kasih sayang dan perhatiannya dalam bentuk pujian, penghargaan dan dukungan kepada kemajuan anak.

(21)

perhatian orang tua terhadap kebutuhan anak. Orangtua secara fisik berada didekat anak namun tidak secara psikologis sehingga anak tidak merasakan kehadiran orangtua; (2) Gaya pengasuhan penolakan, dicirikan dengan perkataan dan perilaku orangtua yang menyebabkan anak merasa tidak dicintai, merasa tidak dikasihi, tidak dihargai, bahkan kehadirannya tidak dikehendaki oleh orang tua; dan (3) Gaya pengasuhan permusuhan yang dicirikan dengan perkataan dan perbuatan yang kasar dan agresif. Salah satu penelitian menemukan bahwa anak yang mendapatkan penolakan dari orang tua secara signifikan menunjukkan sifat yang lebih bermusuhan dan agresif dibandingkan dengan anak yang diterima oleh orang tuanya (Rohner 1975). Selain itu hasil penelitian juga menunjukkan bahwa anak yang ditolak cenderung untuk menilai diri secara lebih negatif dan bergantung pada apa yang diterimanya. Anak-anak yang mendapatkan penolakan cenderung menjadi kesal dan marah pada kedua orangtua mereka serta lebih menarik diri karena takut akan penolakan.

Perilaku Bullying Remaja

Bullying merupakan bagian dari suatu kenakalan yang dilakukan oleh para remaja. Kenakalan remaja adalah suatu perbuatan yang melanggar norma, aturan atau hukum dalam masyarakat yang dilakukan pada umurremaja atau transisi masa anak-anak dan dewasa. Menurut Santrock (2007) kenakalan remaja merupakan, kumpulan dari berbagai perilaku remaja yang tidak dapat diterima secara sosial hingga terjadi tindakan criminal, bullying biasanya dilakukan oleh anak untuk menyakiti temannya dan umummnya terjadi berulang kali.Praktek ini bukan suatu kebetulan terjadi Biasanya dilakukan oleh anak yang lebih kuat. Lebih berkuasa atau bahkan merasa lebih terhormat untuk menindas anak lain untuk mendapatkan kepuasan atau keuntungan tertentu

Bullying juga merupakan suatu bentuk kekerasan anak (child abuse) yang dilakukan teman sebaya kepada seseorang (anak) yang lebih rendah atau lebih lemah, untuk mendapatkan keuntungan atau kepuasan tertentu . Biasanya bullying terjadi berulang kali bahkan ada yang dilakukan secara sistimatis. Rigby (2003) menjelaskan Bullying adalah bentuk-bentuk perilaku yang berupa pemaksaan atau usaha menyakiti secara fisik maupun psikologis terhadap seseorang atau kelompok, sehingga korban merasa tertekan dan tidak berdaya.

Perilaku bullying dapat dibedakan menjadi dua yaitu bullying sebagai pelaku dan bullying sebagai korban. Bullying sebagai pelaku adalah pelaku utama yang melakukan bullying secara langsung atau atas inisiatifnya sendri, sedangkan korban bullying adalah seseorang yang berulang kali mendapat perlakuan agresif dari kelompok sebaya baik dalam serangan fisik atau serangan verbal, atau bahkan kekerasan psikologis. Penelitian Puspitawati (2009) menemukan bahwa para pelajar Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) di kota Bogor lebih sering terlibat dalam perkelahian pelajar dan permasalahan dibandingkan pelajar SMA. Olweus (2003) mengatakan bahwa tahap remaja merupakan awal berkembangnya perilaku bullying dan dapat dijadikan prediktor perilaku bullying masa dewasa, oleh karenanya penting untuk medeteksi kecenderungan remaja terhadap perilaku bullying sehingga dapat segera dilakukan pencegahan.

(22)

Dampak PerceraianTerhadap Bullying Remaja

Ketidakmampuan dan kegagalan keluarga dalam penyesuaian diri dengan konflik keluarga akan menghasilkan keputusan cerai yang tidak harus terjadi. Persoalan yang terjadi dalam keluarga memberikan tekanan pada setiap anggota keluarga yang akan memunculkan suatu ketidakstabilan yang berujung pada perceraian. Perceraian didefinisikan sebagai akhir dari suatu ketidakstabilan perkawinan dimana pasangan suami istri kemudian hidup berpisah dan secara resmi diakuhi oleh hokum yang berlaku. Perceraian juga digambarkan dengan berpisahnya pasangan karena ditinggal hidup atau mati, baik secara fisik maupun batin. Perceraian hidup umumnya terjadi karena ketidakcocokan pasangan disertai dengan konflik yang berkepanjangan dan memiliki dampak yang lebih besar dari pada perceraian mati (salah satu atau kedua pasangan meninggal). Secara keseluruhan, dampak dari fenomena perceraiaan tidak hanya dapat dirasakan oleh pasangan sebagai pelaku perceraian, tetapi juga dirasakan oleh anak yang sering kali disebut korban perceraian. Dampak yang terjadi ketika keluarga yang mengalami perceraian diantaranya adalah perilaku remaja. Pada anak-anak dari keluarga yang mengalami perceraian menunjukkan penyesuaian yang lebih buruk dibandingkan dengan keluarga utuh. Selain itu, permasalahan yang ditimbulkan akibat perceraian adalah kecenderungan anak-anak untuk memiliki masalah akademis (Santrock 2007) Setelah bercerai pengasuhan biasanya dilakukan oleh ibu. yang berdampak besar terhadap perkembangan anak.

Perceraian membuat anak kehilangan hak untuk mendapatkan pengasuhan dari kedua orang tua mereka. Hak asuh anak umumnya diberikan kepada ibu dan ini secara langsung membuat berkurangnya interaksi antara ayah dan anak (Retnowati 2007). Rohner (1986) membagi gaya pengasuhan menjadi dua yaitu pengasuhan penerimaan dan penolakan. Pengasuhan penerimaan cenderung menunjukkan kasih sayang kepada anak, kehangatan, serta interaksi yang baik antara ibu dan anak. Sedangkan gaya pengasuhan penolakan cenderung menolak keberadaan anak sehingga tidak ada kasih sayang dan interaksi diantara anak dan ibu. Penelitian yang dilakukan Cournoyer et al. (2005) menemukan bahwa gaya pengasuhan (agresi, pengabaian, dan perasaan tidak sayang) yang diberikan ibu berhubungan dengan penilaian terhadap dirinya yang cenderung negatif dan merasa tidak mampu.

Anak yang sering kali disebut sebagai korban perceraian tentu akan merasakan dampak yang ditimbulkan oleh fenomena tersebut. (Hastuti 2014) Penelitian di Amerika 40 persen anak dari keluarga bercerai diketahui 20-25 persen dari keseluruhan anak tersebut memiliki permasalahan adaptasi ataupun berbagai penyimpangan dalam kehidupannya sebagai remaja. Kekerasan antar sebaya atau perilaku bullying merupakan suatu tindakan yang dilakukan secara intensif dan berulang-ulang untuk menyakiti orang lain (secara fisik, verbal, maupun sosial) yang dianggap lebih lemah (Lesperance 2003).

(23)

Rice dan Dolgin (2008) menyebutkan bahwa anak yang berasal dari keluarga bercerai umumnya akan memiliki resiko yang besar terhadap psikologis, kesehatan maupun akademis. Dampak psikologis dapat dirinci menjadi dampak kognisi, emosi, dan tindakan psikomotor. Dampak kognisi berupa tanggapan buruk mengenai perceraian adalah kesalahan orang tua, lebih dewasa, serta kondisi spiritual menurun. Dampak emosi dapat berupa kekecewaan, mudah marah atau sensitif, malu dan terganggu dengan hal-hal yang berbau konflik. Dampak psikomotor seperti semangat menurun, melamun, berkhayal, dan terlibat dalam perkelahian.

Perceraian juga memberikan pengaruh terhadap sosial anak dimana anak menjadi pribadi yang tidak peduli, tidak mau bersosialisasi dengan teman, menyalahkan kedua orang tua, susah bergaul, agresif dan tidak percaya diri. Stahl dan Philip M (2004) mengatakan bahwa perceraian berdampak pada kegagalan akademis, ketidakberaturan waktu makan dan tidur, depresi, bunuh diri, kenakalan, penyalahgunaan narkoba, dewasa sebelum waktunya, kekhawatiran hilangnya keluarga, cederung tidak bertanggung jawab, merasa bersalah dan pemarah. Machasin (2006). Anak dari keluarga bercerai biasanya merasakan dampak psikologis, ekonomis yang kurang menguntungkan dari orang tuanya. Anak terkadang tidak bisa menerima kenyataan bahwa orang tua mereka telah bercerai sehingga sering kali perilakunya tidak menunjukkan rasa tanggung jawab dan cenderung menyalahkan orang lain termasuk orang tuanya sendiri. Hubungan sosial anak juga terganggu karena rasa harga diri yang cenderung rendah diri dan bergantung pada orang lain. Makna dan nilai hidupnya cenderung terbawa oleh situasi, perasaan dan suasana hati yang bersifat sesaat. Dampak perceraian tersebut pada umumnya dirasa lebih berat bagi anak umurremaja karena rasa malu, benci, marah, sedih, takut dan sayang terhadap orang tuanybercampur menjadi satu sehingga sering diekspresikan dalam perilaku berlebihan.

KERANGKA PEMIKIRAN

Keluarga merupakan unit terkecil dari masyarakat yang memiliki peran besar terhadap kemajuan suatu bangsa. Hal ini merupakan dasar dari pemikiran teori struktural fungsional bahwa keluarga memiliki peran dan fungsi mendidik dan mempersiapkan anak untuk dapat menyesuaikan diri dengan lingkungan luar. Teori struktural fungsional berkaitan dengan teori sistem yang menjelaskan bahwa keluarga berada pada lingkungan yang saling bergantung antara satu dengan yang lain dan menjelaskan bahwa setiap anggota keluarga saling berpengaruh satu dengan yang lain. Keluarga dapat menghasilkan outcome yang baik jika keluarga memiliki struktur yang kokoh dan menjelaskan fungsinya.

(24)

Pengasuhan yang dilakukan ibu berdampak besar pada perkembangan anak. Rohner (1986) membagi gaya pengasuhan menjadi dua yaitu pengasuhan penerimaan dan penolakan. Pengasuhan penerimaan cenderung menunjukkan kasih sayang kepada anak, kehangatan, serta interaksi yang baik antara ibu dan anak. Gaya pengasuhan penolakan cenderung menolak keberadaan anak sehingga tidak ada kasih sayang dan interaksi diantara anak dan ibu. Anak yang diasuh dengan penolakan cenderung mengalami tekanan sehingga menimbulkan masalah dalam perkembangannya seperti tidak adanya kepercayaan dalam diri anak.

Bullying berkembang dengan pesat dalam lingkungan sekolah yang sering memberi masukan negatif pada siswa, misalnya berupa hukuman yang tidak membangun sehingga tidak mengembangkan rasa menghargai dan menghormati antar sesama anggota sekolah padahal lingkungan sekolah merupakan rumah kedua bagi anak. Anak-anak sebagai pelaku bullying akan mendapatkan penguatan terhadap perilaku mereka untuk melakukan intimidasi terhadap anak- anak yang lainnya. Menurut Papalia (2008), sekolah merupakan pusat pengalaman dalam kehidupan sebagian besar remaja. Interaksi yang terjadi di sekolah dan di sekitar rumah dengan teman sebaya, kadang kala anak akan terdorong untuk melakukan bullying. Beberapa anak melakukan bullying pada anak yang lain dalam rangka untuk membuktikan bahwa bisa masuk dalam kelompok tertentu, meskipun dirasa tidak nyaman dengan perilaku tersebut. Pengasuhan yang baik diharapkan dapat menekan perilaku bullying. Bullying merupakan pengalaman yang biasa dialami oleh banyak anak-anak dan remaja di sekolah dan biasanya tidak terlalu dianggap serius oleh orang tua dan guru.

(25)

Keterangan :

Variabel yang diteliti

Hubungan variabel yang diteilti

Variabel yang tidak diteliti

Hubungan variabel yang tidak diteliti

1st Qtr 2nd Qtr 3rd Qtr 4th Qtr

(26)

METODE PENELITIAN

Desain, Tempat, dan Waktu Penelitian

Penelitian ini merupakan bagian dari penelitian BOPTN Tahun 2013 yang dilakukan oleh Tim Peneliti Fakultas Ekologi Manusia dan diketuai oleh Dr.Ir.Hadi Riyadi, MS. anggota peneliti Dr.Ir.Dwi Hastuti, M.Sc dan Alfiasari, SP.M.Si. dengan judul penelitian “ Kesejahteraan Keluarga Ketahanan Pangan dan Gizi, Praktek Pengasuhan dan Tumbuh Kembang Anak pada Keluarga dengan Perempuan sebagai Kepala Keluarga ” Desain penelitian adalah cross sectional study, yang dilakukan di Kecamatan Bogor Barat dan kecamatan Tanah Sareal. Waktu pengambilan data primer dimulai bulan Juli hingga September 2013.

Jumlah dan Cara Pemilihan Contoh

Populasi dalam penelitian ini adalah remaja beserta ibu dari keluarga bercerai (cerai hidup-cerai mati). Metode pengambilan contoh menggunakan non probability sampling dengan teknik purposive sampling, dengan pertimbangan bahwa Kota Bogor merupakan Kota tertinggi angka perceraiaan di Propinsi Jawa Barat. Pengambilan contoh dilakukan dienam sekolah di Kecamatan Bogor Barat dan tiga sekolah di Kecamatan Tanah Sareal dari lima belas sekolah yang bersedia untuk dijadikan sampel penelitian, melalui penyebaran angket yang berisi data diri anak dan orang tua (cerai hidup dan cerai mati). Hasil pengumpulan data diperoleh 141 orang dari keluarga cerai hidup dan 149 orang dari keluarga cerai mati, yang memenuhi kreteria terdapat 50 orang dari keluarga cerai hidup dan 50 dari keluarga cerai mati, yang bersedia untuk dijadikan responden penelitian.

Ga

Gambar 3 Kerangka Pengumpulan Data

Kecamatan Bogor Barat

Kecamatan Tanah Sareal

149 141

6 sekolah 3 sekolah

50 orang 50 orang

purposive

purposive

(27)

jenis dan Cara Pengumpulan Data

Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh dari hasil penggalian informasi yang dilakukan melalui wawancara dan laporan diri dengan alat bantu kusioner. Data primer meliputi data karakteristk keluarga dan remaja, gaya pengasuhan ibu dan perilaku bullying remaja. Data sekunder merupakan jumlah perceraian yang diperoleh dari kantor Pengadilan Agama Kota Bogor.

Tabel 1 Jenis cara pengumpulan data dan pengukuran variabel

Variabel Jenis Data Responden Alat bantu Instrumen Skala

Jumlah Perceraian Kota Bogor

Sekunder Ketua PA Dokumentasi

Pengadilan

Primer Remaja Kuesioner

dan

Primer Remaja Kusioner dan

wawancara

Pengolahan dan Analisis Data

(28)

Tabel 2 Variabel, jumlah pertanyaan valid, nilai cronbach's alpha, dan nilai validitas kuesioner yang digunakan dalam penelitian

Variabel Jumlah pertanyaan

valid Cronbach’s alpha Validitas

Gaya pengasuhan penerimaan-penolakan dan perilaku bullying

Afeksi 20 0.900 0.600

Variabel gaya pengasuhan penerimaan-penolakan diukur meliputi empat dimensi, yaitu: afeksi, agresi, pengabaian dan perasaan tidak sayang. Variabel bullying meliputi dua dimensi yaitu : pelaku bullying dan korban bullying.

Data yang diperoleh selanjutnya diolah melalui proses editing, coding, scoring, entry, cleaning, analisis, dan interprestasi data. Setiap pertanyaan diberi skor 1 untuk “Tidak pernah” 2 untuk ”Jarang” 3 untuk jawaban “Sering” dan 4 untuk jawaban “Selalu”. Penentuan kategori pengasuhan penerimaan penolakan dilihat melalui kecenderungan skor tertinggi yang diperoleh dari masing-masing dimensi pengasuhan. Instrumen prilaku bullying dikelompokkan menjadi dua yaitu pelaku bullying dan korban bullying, yang terdiri dari 44 item pertanyaan masing –masing terdiri dari (23 item pelaku bullying ) dan (21 item korban bullying ) Setiap pertanyaan diberi skor 1 untuk “Tidak pernah” 2 untuk jawaban “Jarang” 3 untuk jawaban “Sering” dan 4 untuk jawaban “Selalu”. Semua data diolah menggunakan Microsoft Excel for windows dan analisis data dilakukan dengan menggunakan program SPSS.

Pertanyaan dari setiap dimensi variabel dijumlahkan dan dikonversi dalam bentuk indeks untuk memperoleh nilai minimum 0 dan nilai maksimum 100. Hal ini bertujuan untuk menyamaratakan satuan agar perbandingan pengkategorian data setiap variabel seragam (Puspitawati dan Herawati 2013). Indeks dihitung dengan rumus:

Indeks = Nilai Aktual – Nilai Minimum x 100 Nilai Maksimum – Nilai Minimum Keterangan:

Indeks = skala nilai 0-100

Nilai aktual = nilai yang diperolehresponden

Nilai maksimal = nilai tertinggi yang seharusnya dapat diperoleh responden Nilai minimal = nilai terendah yang seharusnya dapat diperoleh responden

Kemudian skor indeks yang dicapai tersebut dimasukkan ke dalam kategori kelas. Skor dikelompokkan menjadi dua kategori, yaitu rendah dan tinggi.

(29)

Interval Kelas = Skor Maksimum – Skor Minimum Jumlah Kelas

Interval kelas untuk variabel strategi koping ekonomi dan modal sosial sesuai rumus interval kelas adalah:

Interval Kelas = (100 – 0) = 50.00 2

Cut off yang diperoleh untuk pengkategorian adalah sebagai berikut: 1. Rendah : 0.00 – 50.00

2. Tinggi : 50.01 – 100.00

Analisis data yang digunakan pada penelitian ini adalah analisis deskriptif dan inferensia. Analisis deskriptif meliputi rata-rata, standar deviasi, nilai minimum dan maksimum, tabulasi silang, dan persentase, digunakan untuk mengidentifikasi karakteristik keluarga, karakteristik remaja, gaya pengasuhan penerimaan penolakan dan perilaku bullying remaja. Analisis inferensia yang digunakan dalam penelitian ini adalah uji regresi logistik. Uji regresi logistik digunakan untuk melihat peluang adanya pengaruh karakteristik keluarga, gaya pengasuhan dan perilaku bullying remaja pada keluarga bercerai.

Tabel 3 Variabel, skala, dan kategori data

Variabel Skala Kategori Data

Karakteristik Keluarga

Umur ibu ([Papalia et al, 2001) Rasio [1] Dewasa awal (18-40 tahun) [2] Dewasa madya (41-60 tahun) [3] Dewasa akhir (> 60 tahun) Umur menikah

(Papalia et al.2001)

Rasio [1]Remaja awal (12-15 tahun [2]Remaja pertengahan (15-18 tahun) [3]Dewasa awal (21-40 tahun)

Lama pendidikan ibu (tahun) Rasio [0] Tidak tamat SD/tidak sekolah (< 6 tahun) [1] Tamat SD (6-9 tahun)

[2] Tamat SMP (9-11 tahun) [3] SMA (12 tahun)

[4] Perguruan tinggi (>12 tahun)

Pekerjaan ibu Nominal [0] Tidak bekerja

[1] PNS [2] Buruh [3] Nelayan [4] Petani [5] Wiraswasta [6] Karyawan swasta [7] Lainnya

Pendapatan ibu

Pendapatan per kapita keluarga

(BPS 2011 Kota Bogor)

(30)

Tabel 3 Lanjutan

Perilaku Bullying Remaja

Diacu dan dimodifikasi dari Hastuti dan Karina (2011)

Pelaku bullying

Keluarga yang mengalami perceraian adalah keluarga yang pernah bercerai (cerai hidup-cerai mati) dalam riwayat perkawinannya dan memiliki anak umur remaja serta saat ini belum menikah lagi.

Karakteristik keluarga adalah ciri-ciri tertentu yang dimiliki oleh keluarga yang mengalami perceraian, seperti umuribu, pendidikan ibu, pendapatan ibu, pekerjaan ibu, lama perceraian, riwayat menikah, umurmenikah, dan besar keluarga.

Umur Ibu adalah umur ibu saat pengambilan data ketika penelitian dilakukan (dalam tahun).yang dikategorikan menjadi dewasa awal (19-40 tahun), dewasa madya (41-65 tahun) dewasa akhir ( > 65 tahun )

Pendidikan Ibu adalah tingkat pendidikan formal terakhir yang pernah ditempuh ibu.yang terdiri dari tidak tamat SD,SMP,SMA,Diploma, dan S1/S2

Pendapatan keluarga adalah penghasilan per bulan yang diperoleh keluarga yang mengalami perceraian termasuk nafkah dari mantan suami ( cerai hidup ) yang dinilai dengan rupiah.

Status Pekerjaan Ibu adalah status pekerjaan ibu yang mengalami perceraian yang dikategorikan ke dalam kategori bekerja dan tidak bekerja

Lama perceraian adalah rentang waktu ibu yang megalami perceraian terhitung dari keputusan perceraian hingga sekarang (dalam bulan atau tahun). Riwayat nikah adalah latar belakang pernikahan ( dihitung perceraian dengan

(31)

Umur menikah adalah umur ibu (tahun) saat pertama kali melakukan pernikahan. Jumlah anak adalah jumlah anak yang dimiliki oleh ibu dari keluarga bercerai. Karakteristik anak adalah ciri-ciri tertentu yang dimiliki oleh anak remaja pada

keluarga yang mengalami perceraian, seperti umur dan jenis kelamin.

Umur anak adalah umur remaja pada keluarga yang mengalami perceraian dan dikategorikan menjadi remaja awal ( 11-15 tahun ) dan remaja akhir ( 16-19 tahun ).

Jenis kelamin anak adalah karakteristik remaja yang dibedakan menjadi laki- laki dan perempuan.

Pengasuhan adalah semua upaya yang dilakukan ibu untuk mengembangkan potensi anak dan membahagiakannya.

Pengasuhan penerimaan adalah pengasuhan yang dicirikan dengan perilaku afeksi yang diberikan ibu kepada anak.

Pengasuhan penolakan adalah pengasuhan yang dicirikan dengan perlakuan ibu yang dipenuhi perilaku agresi, pengabaian, dan tidak ada kasih sayang kepada anak.

Afeksi adalah pengasuhan penerimaan yang dicirikan dengan curahan kasih sayang ibu yang mengalami perceraian kepada remaja baik secara fisik maupun verbal.

Agresi adalah pengasuhan penolakan ibu yang dicirikan dengan penggunaan perkataan dan perbuatan yang kasar dan agresif kepada remaja pada keluarga yang mengalami perceraian.

Pengabaian adalah pengasuhan penolakan ibu yang dicirikan dengan ketiadaan perhatian ibu terhadap kebutuhan remaja pada keluarga yang mengalami perceraian.

Perasaan tidak sayang adalah pengasuhan penolakan yang dicirikan dengan perkataan dan perilaku orang tua yang menyebabkan renaja merasa tidak dicintai, tidak dikasihi, tidak dihargai, bahkan tidak dikehendaki kehadirannya oleh ibu

Bullying adalah perilaku agresif yang dilakukan berulang - ulang oleh seseorang Kelompok orang yang memiliki kekuasaan terhadap orang lain yang lebih lebih lemah, dengan tujuan menyakiti orang lain.

Bullying fisik (Non Verbal) yakni menyakiti orang lain secara fisik, seperti memukul, menampar, menendang, mencubit, menjambak rambut meludahi dan lain-lain

Bullying Verbal adalah menyakiti orang lain dengan kata - kata yang kasar yang bersifat menghina, menggolok - olok, mempermalukan atau mengancam. Bully adalah tipe pelaku utama dalam bullying, yaitu pelaku yang melakukan bullying atas inisiatifnya sendiri.

(32)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Karakteristik keluarga

Umur Ibu

Papalia & Feldman (2009), menyatakan bahwa umur ibu dapat digolongkan menjadi dewasa awal, dewasa madya, dan dewasa lanjut. Hasil penelitian menunjukkan, umur ibu cerai mati lebih tua dengan rata-rata 44.82 tahun dibandingkan umur ibu cerai hidup dengan rata-rata 44.10 tahun. Dalam penelitian ini, terdapat ibu yang berusia lanjut (≥65 tahun) pada keluarga cerai mati. Uji statistik menunjukkan adanya perbedaan yang signifikan antara umur ibu pada kelompok ibu cerai hidup dan ibu cerai mati. Artinya umur ibu cerai mati lebih tua disbanding umur ibu cerai hidup. (Tabel 4)

Tabel 4 Sebaran contoh umur ibu pada keluarga cerai hidup dan cerai mati.

Umur Ibu Cerai Hidup Cerai Mati

n=50 % n=50 %

Dewasa awal (19-40 tahun) 24 48.0 15 30.0

Dewasa madya (41 -65 tahun) 26 52.0 34 68.0

Dewasa lanjut (≥65 tahun) - - 1 2.0

Total 50 100.0 50 100.0

Minimum (tahun) 30 31

Maksimum (tahun) 53 64

Rata-rata ±Std (tahun) 41.10±5.76 44.82±7.19

Uji Beda T test 0.005**

Keterangan: **signifikan pada p< 0.01 **

Umur Menikah Ibu

Undang-undang No 1 tahun 1974 menyatakan bahwa usia yang diperbolehkan menikah di Indonesia untuk laki-laki 19 tahun dan untuk wanita 16 tahun. Persentase terbesar umur menikah ibu cerai hidup (96%) dan umur menikah ibu cerai mati (94%) adalah pada rentang umur 16 tahun sampai dengan 30 tahun. Hasil uji statistik menunujkkan tidak adanya perbedaaan yang signifikan antara umur menikah ibu cerai hidup dan cerai mati. Artinya, rata-rata umur menikah ibu pada kelompok ibu cerai hidup mati relatif sama dengan ibu cerai mati, ( Tabel 5 )

Tabel 5 Sebaran contoh umur menikah ibu pada keluarga cerai hidup dan cerai mati

Umur menikah Cerai Hidup Cerai Mati

n =50 % n =50 %

< 16 tahun 1 2% 1 2%

≥ 16-30 tahun 48 96% 47 94%

> 30 tahun 1 2% 2 4%

Total 50 100.0 50 100.0 Minimum (tahun) 13 15

Maksimum (tahun) 38 37 Rata-rata ± Std (tahun) 22.04±4.33 22.50±4.41

(33)

Pendidikan Ibu

Hasil Penelitian ini mengukur pendidikan berdasarkan pendidikan formal yang meliputi sekolah dasar (SD), sekolah menengah pertama (SMP), sekolah menengah atas (SMA), dan perguruan tinggi (PT). Berdasarkan hasil penelitian lebih banyak ibu pada keluarga cerai hidup (32%) menyelesaikan pendidikannya sampai perguruan tinggi, dibandingkan ibu cerai mati (22%) (Gambar 3). Tidak terdapat perbedaan yang signifikan antara pendidikan ibu pada kelompok ibu cerai hidup dan cerai mati. Artinya rata-rata ibu pada kelompok ibu cerai hidup dan ibu cerai mati memiliki tingkat pendidikan yang sama.

Gambar 3 Sebaran contoh berdasarkan pendidikan ibu cerai hidup dan cerai mati

Pekerjaan ibu

Gambar 4 menunjukkan bahwa sekitar satu dari tiga ibu dari keluarga cerai hidup (32%) bekerja sebagai wirausaha/pedagang, sementara itu tiga dari sepuluh ibu tidak bekerja pada cerai mati. Hasil penelitian menunjukkan tidak adanya perbedaan yang signifikan antara status pekerjaan ibu pada kelompok ibu cerai hidup dan cerai mati. Artinya, rata-rata ibu baik pada kelompok cerai hidup maupun cerai mati memiliki status pekerjaan yang relatif sama.

Gambar 4 Sebaran contoh berdasarkan jenis pekerjaan ibu cerai

(34)

Pendapatan Ibu

Pendapatan perkapita perbulan diperoleh dari total pendapatan ibu, santunan mantan suami dan anggota keluarga lainnya dibagi dengan jumlah anggota keluaga. Rata-rata pendapatan perkapita ibu cerai hidup mencapai Rp838 460 per bulan (Stdv=Rp1 247 991), lebih tinggi dibandingkan pendapatan perkapita ibu cerai mati Rp444 237 perbulan (Stdv= Rp 456 150), (Garis kemiskinan Kabupaten Bogor 2011 (Rp235 862). Uji statistik menunjukkan adanya perbedaan yang signifikan antara pendapatan perkapita ibu cerai hidup lebih besar dibandingkan rata-rata pendapatan perkapita ibu cerai mati (Tabel 6). Penelitian Murray (2005) menunjukkan keluarga bercerai memiliki pendapatan yang sedikit, tingkat pendidikan yang rendah dibandingkan dengan keluarga utuh

.

Tabel 6 Sebaran ibu contoh menurut pendapatan ibu pada keluarga cerai hidup dan cerai mati.

Pendapatan ibu

Cerai Hidup Cerai Mati n= 50 % n= 50 %

Miskin <235 682 11 22 .0 23 46.0

Tidak miskin ≥235 683 39 78 .0 27 54.0

Total 50 100.0 50 100.0

Minimum (Rupiah)perkapita 50 000 33 333

Maksimum (Rupiah)perkapita 8 000.000 2 000.000

Rata-rata ± Std perkapita 838 460±1.247 444 237±456

Uji Beda T test 0.000***

Keterangan: ***signifikan pada p< 0.01

Lama Perceraian Ibu

Tabel 7 menunjukkan, lama perceraian bahwa persentase terbesar lama perceraian ibu pada keluompok cerai hidup dan cerai mati diatas lima tahun. Hasil penelitian menunjukkan tidak ada perbedaan signifikan antara lam perceraian ibu pada kelompok ibu cerai hidup dan ibu cerai mati. Artinya rata-rata lama perceraian ibu cerai hidup dan cerai mati relatif sama. Dilihat dari riwayat pernikahan baik dari keluarga cerai hidup maupun cerai mati (98%) merupakan pernikahan pertama.

Tabel 7 Sebaran contoh menurut lama perceraian ibu pada keluarga cerai hidup dan cerai mati

Lama Perceraian Cerai Hidup Cerai Mati

n=50 % n=50 %

< 1 tahun 5 10.0 10 20.0

≥1 – 3 tahun 12 24.0 10 20.0

>3 – 5 tahun 10 20.0 5 10.0

≥ 5 tahun 23 46.0 25 50.0

Total 50 100.0 50 100.0

Minimum (tahun) 1.00 1.00

Maksimum (tahun) 4.00 4.00

Rata-rata±Std (tahun) 3.02±1.02 2.96±1.21

(35)

Besar Keluarga

Pengelompokan besar keluarga mengacu pada BKKBN (2005) yang terbagi dalam tiga kategori, yaitu keluarga kecil (< 4 orang), keluarga sedang (5-7 orang) dan keluarga besar (>8 orang). Gambar 5 menunjukkan, lebih dari separuh contoh pada cerai hidup (66%) dan cerai mati (74%) merupakan keluarga kecil (≤4 orang). Hasil penelitian tidak menemukan adanya perbedaan signifikan antara besar keluarga pada kelompok ibu cerai hidup dan cerai mati. Artinya, rata-rata besar keluarga pada kelompok ibu cerai hidup dan cerai mati relatif sama.

Gambar 5 Sebaran contoh besar keluarga pada cerai hidup dan cerai mati Jumlah anak pada keluarga cerai hidup (100%) mempunyai anak kurang dari empat, sedangkan keluarga cerai mati (92%) mempunyai anak kurang dari empat, sedangkan (6%) mempunyai anak lebih atau sama dengan empat, dan (2%) mempunyai anak lebih atau sama dengan delapan orang.

Karakteristik Remaja

Papalia et al. (2009), menuliskan bahwa umur remaja digolongkan menjadi dua yaitu remaja awal (11-15 tahun) dan remaja akhir (16-19 tahun). Sebagian besar umur remaja pada penelitian ini berada pada kategori remaja awal, baik dari keluarga cerai hidup maupun cerai mati (Gambar 6). Separuh remaja dari keluarga cerai hidup (60%) dan keluarga cerai mati (50%) berjenis kelamin perempuan. Hasil uji statistik tidak menemukan adanya perbedaan signifikan umur remaja pada keluarga cerai hidup dan cerai mati. Artinya, rata-rata umur remaja pada keluarga cerai hidup dan cerai mati relatif sama.

(36)

Pengasuhan Penerimaan-Penolakan

Gaya pengasuhan (Rohner 1986) terbagi menjadi dua yaitu pengasuhan penerimaan dan pengasuhan penolakan. Pengasuhan penerimaan menggambarkan kehangatan dan pengasuhan penolakan digambarkan dalam tiga bentuk, yaitu: pengasuhan agresif (hostility-aggression), pengasuhan pengabaian (Indefference & neglect), dan pengasuhan perasaan tidak sayang (undifferentiated rejection).

Tabel 8 Nilai minimum, maksimum, rataan dan standar deviasi pengasuhan penerimaan-penolakan pada keluarga cerai hidup dan cerai mati.

Pengasuhan

Tabel 8 menunjukkan bahwa tidak terdapat perbedaan signifikan pengasuhan penerimaan (afeksi) dan pengasuhan penolakan (agresi, pengabaian, dan perasaan tidak sayang) ibu pada kelompok ibu cerai hidup dan ibu cerai mati. Rata-rata ibu pada kelompok ibu cerai hidup dan ibu cerai mati menerapkan gaya pengasuhan penerimaan-penolakan relatif sama.

Gaya Pengasuhan Penerimaan (Afeksi)

Hasil penelitian ( Tabel 9 ) menunjukkan bahwa pengasuhan afeksi yang cenderung dilakukan ibu, baik pada kelompok ibu cerai hidup maupun ibu cerai mati adalah pengasuhan yang mengungkapkan rasa bangga (85.5%) pada ibu cerai hidup dan ibu cerai mati. Memberikan pujian pada anak (84%) pada cerai hidup dan memberikan rasa bahagia pada anak (84%) pada cerai mati. Uji beda menunjukkan tidak adanya perbedaan signifikan antara gaya pengasuhan afeksi yang dilakukan ibu cerai hidup dan cerai mati. Hasil penelitian Lila et al. (2007) menyatakan bahwa pengasuhan-penerimaan orang tua terutama ibu secara tidak langsung berhubungan dengan masalah perilaku anak. Orang tua sebagai pengasuh utama memiliki tiga fungsi utama : perawatan, perlindungan, dan pembimbingan (Brooks 2001).

Tabel 9 Rataan skor capaian (indeks) pengasuhan afeksi pada keluarga cerai hidup dan cerai mati 2 Ibu berbincang dan mendengarkan saya berbicara 82.5 80.0 0.539 3 Ibu menganjurkan saya untuk bermain dirumah dengan

teman-teman saya 55.0 49.0 0.141

4 Saya dapat dengan mudah mengatakan hal yang penting

kepada ibu saya 74.0 69.0 0.307

5 Ibu membuat saya merasa bangga saat saya melakukan hal

(37)

Tabel 9 Lanjutan

6 Ibu memuji saya di depan orang lain 68.0 63.0 0.221

7 Ibu berbicara kepada saya dengan penuh kehangatan 82.5 80.0 0.512 8 Ibu akan memuji saya bila dinilai saya memang layak

menerimanya 84.5 81.5 0.427

9 Ibu sangat tertarik dengan apa yang saya lakukan 67.0 61.0 0.156 10 ibu membuat saya merasa saya diinginkan dan dibutuhkan 79.0 76.5 0.523 11 Ibu mengatakan kepada saya bahwa dia bangga saat saya

melakukan hal yang baik 85.5 85.5 1.000

12 Ibu membuat saya yakin bahwa apa yang saya kerjakan

penting 76.5 75.5 9.805

13 Ibu berusaha membantu saya ketika saya takut atau kecewa 75.0 75.5 0.916

14 Ibu peduli tentang apa yang saya fikirkan 70.0 70.0 1.000

15 Ibu mengizinkan melakukan sesuatu yang dianggap pentng 62.5 61.0 0.694

16 Ibu tertarik pada hal yang saya kerjakan 67.0 65.0 0.661

17 Ibu membuat saya merasa lebih baik saat saya sedang sakit 83.0 84.0 0.828 18 Ibu menunjukkan kepada saya bahwa ia menyayangi saya 82.0 81.0 0.834 19 Ibu memperlakukan saya dengan baik dan lembut 83.0 78.5 0.248 20 Ibu berusaha untuk membuat saya bahagia dan senang 83.0 84.0 0.814

Skor total 0.484

Keterangan CH (Cerai Hidup) CM (Cerai Mati)

Gaya Pengasuhan Agresi

Gaya pengasuhan penolakan dicirikan oleh perkataan dan perilaku orang tua yang menyebabkan anak merasa tidak dicintai, merasa tidak dikasihi, tidak dihargai, bahkan kehadirannya tidak dikehendaki orang tua. Sikap perlakuan orang-tua yang menolak anak pada usia satu tahun dengan kehadiran yang tidak diharapkan memungkinkan anak ketika berusia delapan belas tahun mempunyai peluang yang lebih besar untuk melakukan tindak kejahatan (Goleman, 1995).

Hasil uji beda menunjukkan adanya perbedaan signifikan pengasuhan agresi yang diperlihatkan ibu dengan membentak anak (0.069) pada cerai hidup dan pada cerai mati. Selanjutnya ibu cepat marah (0.029) pada cerai hidup dan cerai mati . Ibu cerai mati tidak dapat mengontrol diri sehingga lebih sering membentak dan marah kepada anak dibandingkan ibu cerai hidup (Tabel 10).

Tabel 10 Rataan skor capaian (indeks) pengasuhan agresi pada keluarga cerai hidup dan cerai mati 10 Ibu berteriak berteriak kepada saya saat saat marah 40.5 45.5 0.193

11 Ibu mengancam dan menakuti-nakuti saya 52.5 54.5 0.650

12 Ibu mempermalukan saya didepan teman-teman saya saat

(38)

Tabel 10 Lanjutan

13 Ibu menilai bahwa tingkah laku lain lebih baik dari saya

walau apapun yang terjadi 42.0 46.0 0.345

14 Ibu menghukum saya bila sedang marah pada saya 50.0 46.0 0.304 15 Ketika saya salah ibu membandingkan saya dengan anak

lain 49.5

5 51.0 0.732

Skor total 0.237

Keterangan:CH (Cerai Hidup), CM (Cerai Mati), *signifikan pada p< 0.10, **signifikan p<0.05

Gaya Pengasuhan Pengabaian

Ciri yang menonjol dari gaya pengasuhan pengabaian ditunjukkan dengan ketiadaan perhatian terhadap kebutuhan anak, sehingga anak tidak merasakan kehadiran orang tua. Anak yang diasuh dengan gaya pengasuhan pengabaian akan mengenang orang tua dari berbagai kesan tentangnya yang terlihat dari pernyataan pengabaian. Perbedaan signifikan pengasuhan pengabaian yang dilakukan ibu cerai hidup dan cerai mati, melalui ketidakinginan ibu untuk mengetahui dan mempertimbangkan kebutuhan anak (p=0.036) pada ibu cerai hidup dan cerai mati. Ibu cerai mati lebih sering tidak mau tahu dan tidak mempertimbangkan kebutuhan anak (p=0.051) dibandingkan cerai hidup (Tabel 11). Setelah terjadi perceraian, tugas pengasuhan diserahkan pada ibu (Gunarsa & Gunarsa 2008).

Tabel 11 Rataan skor capaian (indeks) pengabaian pada keluarga cerai hidup dan cerai mati.

NO Pengasuhan Pengabaian C H

n=50

2 Ibu tidak memberikan perhatian penuh kepada saya 45.5 44.5 0.821

3 Ibu tidak mau tahu tentang saya 31.5 37.0 0.036**

4 Ibu tidak menyukai keberadaan saya jika saya berada

didekatnya 45.5 53.0 0.134

5 Ibu melupakan hal penting yang seharusnya di lakukan untuk

saya 36.0 40.5 0.163

6 Ibu tidak memastikan bahwa saya memperoleh makanan yang

memadai 54.5 53.5 0.855

7 Ibu terlalu sibuk untuk menjawab pertanyaan saya 41.0 40.5 0.883

8 Ibu tidak memperhatikan siapa saja teman saya 58.0 54.5 0.486

9 Ibu mengacuhkan saya ketika saya meminta pertolongan 35.5 36.5 0.762 10 Ibu tidak memberikan banyak perhatian kepada saya 48.0 50.0 0.693

11 Ibu melupakan hal penting mengenai saya 42.5 43.0 0.899

12 Ibu tidak meluangkan waktu agar selalu bersama dengan saya 53.5 57.0 0.441 13 Ibu membatasi diri untuk bertemu ataupun ngobrol dengan

saya 39.5 37.0 0.563

14 Ibu meminta orang lain untuk mengasuh saya meskipun

ibu mempunyai waktu untuk melakukannya 30.5 29.0 0.556

15 Ibu tidak mempertimbangkan tentang apa yang saya sukai 58.0 66.0 0.051*

Skor total 0.407

(39)

Pengasuhan Perasaan tidak sayang

Ciri utama dari gaya pengasuhan perasaan tidak sayang ini adalah penggunaan perkataan dan perbuatan yang kasar, serta perilaku permusuhan yang dilakukan orang tua baik secara fisik ditunjukkan dengan seringnya orang tua (memukul, mencubit, mencakar, atau menendang), dan secara verbal ditunjukkan dengan (berkata kasar, perkataan yang meremehkan dan mengucilkan) keberadaan anak. Hasil uji beda menunjukkan adanya perbedaan signifikan pengasuhan perasaan tidak sayang yang ditunjukkan dengan perilaku menyalahkan anak (p=0.047) pada ibu cerai hidup dan cerai mati. Ibu cerai mati lebih sering menyalahkan anak dibandingkan ibu cerai hidup (Tabel 12)

Tabel 12 Rataan skor capaian (indeks) perasaan tidak sayang pada keluarga cerai hidup dan cerai mati

Keterangan : CH (Cerai Hidup), CM (Cerai Mati), **signifikan p<0.05

Menurut Rohner (1986) menyatakan bahwa pengasuhan penerimaan dicirikan dengan perilaku afeksi yang diberikan ibu kepada anaknya, sedangkan pengasuhan penolakan merupakan pengasuhan yang dicirikan dengan perilaku agresi, pengabaian, dan perasaan tidak sayang. Hasil penelitian menunjukkan bahwa (50%) ibu pada keluarga cerai hidup menerapkan pengasuhan afeksi lebih tinggi dibandingkan ibu pada cerai mati, namun ibu pada cerai mati lebih menerapkan pengasuhan pengabaian sebesar (28%) dan pengasuhan perasaan tidak sayang sebesar (22%).

Gambar 3 Sebaran contoh menurut pengasuhan penerimaan–pe

Gambar 7 Sebaran contoh menurut pengasuhan penerimaaa-penolakan

NO

3 Menurut ibu saya adalah anak yang menyusahkan 30.5 31.5 0.675 4 Kelihatannya ibu tidak menyukai saya 31.5 31.5 1.000 5 Ibu tidak simpatik dengan masalah saya 39.0 44.0 0.202 6 Ibu membuat saya merasa tidak akan disayangi lagi 48.5 47.0 0.747 7 Ibu mengeluhkan tentang saya kepada orang lain 39.0 37.5 0.678 8 Ibu memperlihatkan kepada saya bahwa saya tidak

diinginkan dalam keluarga 29.0 27.5 0.521

9 Ibu mengatakan kepada saya bahwa ia malu punya anak

seperti saya 31.5 29.5 0.517

10 Ibu membuat saya merasa bersalah saat saya bertingkah

laku yang tidak baik 55.0 64.0 0.047**

(40)

Perilaku Bullying Remaja

Bullying merupakan aktifitas sadar, disengaja dan bertujuan untuk melukai, menanamkan ketakutan melalui ancaman lebih lanjut dan menciptakan terror yang didasari oleh ke tidak seimbangan kekuatan, niat untuk mencederai, ancaman dapat dlakukan secara verbal dan non verbal (Coloroso 2006). Tabel 13, menunjukkan dibedakan menurut status cerai tampak bahwa anak dari keluarga cerai hidup lebih banyak menjadi pelaku bullying dibandingkan anak dari keluarga cerai mati lebih banyak menjadi korban bullying. Hal ini diduga berkaitan dengan gaya pengasuhan ibu pada keluarga cerai mati lebih abai dan tidak sayang dibandingkan ibu pada keluarga cerai hidup. Uji beda t-test menunjukkan tidak terdapat perbedaan pelaku bulying dan korban bulying pada keluarga cerai hidup dan cerai mati.

Tabel 13 Nilai minimum, maksimum, rataan dan standar deviasi pelaku dan korban bullying keluarga cerai hidup dan cerai mati.

Perilaku Bulying Cerai Hidup

n 50

Cerai Mati n 50

Uji beda T test Minimum Maksimum Rataan±SD Minimum Maksimum Rataan±SD Pelaku bullying 27.00 55.00 39.44±6.95 26.00 57.00 39.04±7.80 0.787 Korban bullying 23.00 61.00 35.38±7.43 23.00 60.00 36.98±9.28 0.344

Gambar 8 memperlihatkan bahwa terdapat 24 persen anak dari ibu cerai hidup dan 20 persen anak dari ibu cerai mati, menjadi pelaku bullying. Dan yang lainnya tidak menjadi pelaku bullying. Berbeda dengan penelitian Karina (2011) dibedakan berdasarkan asal sekolahnya, lebih dari separuh remaja di SMK Negeri (58.0%) berada pada kategori rendah dan lebih dari separuh remaja di SMK Swasta (54.0%) berada pada kategori keterikatan sedang. Penelitian Kim (2008) menunjukkan bahwa jenis kekerasan yang paling umum terjadi disekolah adalah menjadi pelaku bullying dan korban bullying.

Gambar 8 Kategori pelaku dan tidak pelaku bullying pada keluarga cerai hidup dan cerai mati

(41)

pelaku atau korban bullying, penelitian Mouklara (2012) menunjukkan 26.4% dari siswa terlibat dalam perilaku bullying, setidaknya sekali dalam setiap sebulan baik sebagai korban, atau sebagai pelaku atau keduanya.

Gambar 9 Kategori korban dan tidak korban bullying pada cerai hidup

dan cerai mati

Gambar 10 Menunjukkan bahwa sebelas anak (68.7%), dari enam belas anak dari ibu cerai hidup merupakan pelaku bullying, selain itu diketahui pula bahwa terdapat (6.25%) merupakan pelaku dan sekaligus korban bullying. Penelitian ini juga menemukan tujuh anak (36.84%) dari sembilan belas anak yang berasal dari ibu cerai mati menjadi pelaku dan sekaligus menjadi korban bullying.

Gambar 10. Persentase pelaku, korban dan tidak pelaku dan korban pada cerai hidup dan cerai mati

(42)

mengolok-olok (83.6%), membicarakan keburukan seseorang (76.5%). Puspitawati (2008) menyatakan bahwa remaja dan teman yang bermasalah akan mempengaruhi peningkatan agresiveness remaja.

Tabel 14 Rataan skor capaian (indeks) berdasarkan pelaku bullying pada keluarga cerai hidup dan cerai mati

NO Pelaku Bullying 1 Menyindir siswa tertentu saat dia melintas didepan saya 44.5 43.0 0.749 2 Mentertawakan siswa yang sedang diejek 46.0 52.5 0.372

3 Menghalangi siswa tertentu saat dilabrak 88.0 47.5 1.000 4 Menyemangati teman yang sedang menyakiti teman lain 39.0 37.0 0.790 5 Sengaja mendorong tubuh siswa tertentu dengan kasar 31.0 31.0 0.492 6 Menyembunyikan barang milik siswa tertentu 38.0 37.5 0.778 7 Ikut-ikutan ketika teman melakukan kekerasan fisik 29.5 35.0 0.621 8 Mendukung teman teman yang sedang mengucilkan siswa

tertentu 33.0 33.0 1.000

9 Ikut Ikutan teman mengejek siswa tertentu 39.0 39.0 1.000 10 Ikut menyebarkan gosip tentang siswa tertentu 31.0 36.0 0.071* 11 Memihak teman yang sedang mengucilkan siswa tertentu 31.5 37.5 0.033** 12 Menonton saat ada siswa yang dibentak-bentak oleh teman 44.0 44.5 0.811 13 Mengikuti saran teman saya untuk mengucilkan siswa tertentu 32.5 38.0 0.099* 14 Sengaja mengacuhkan siswa tertentu dalam suatu aktivitas

bersama 37.0 36.0 0.874

15 Menatap sinis siswa tertentu saat bertemu 35.0 41.0 0.055* 16 Ikut serta menertawakan siswa yang disakiti secara fisik 31.5 33.5 0.429 17 Mengajak teman-teman saya untuk tidak bergaul dengan teman

tertentu 33.5 38.5 0.155

18 Mengikuti saran teman untuk tidak berteman dengan siswa

tertentu 37.0 40.5 0.430

19 Ikut memberi julukan yang kasar 63.5 60.0 0.557

20 Menahan diri untuk tidak ikut-ikutan dalam aksi kekerasan 46.5 42.5 0.436 21 Ikut-ikutan jika ada siswa yang mengajak memusuhi siswa

tertentu 50.0 50.0 1.000

22 Membuat gosip tentang siswa tertentu 77.5 75.0 0.642 23 Peduli terhadap gosip tentang siswa lain 48.5 47.5 0.843

Skor total pelaku bullying 0.787

Keterangan : CH (Cerai Hidup), CM (Cerai Mati), * Signifikan pada p<0.10, ** Signifikan pada p<0.05

Penelitian ini (Tabel 15) menemukan adanya perbedaan signifikan remaja yang menjadi korban bullying, yaitu didorong dengan kasar oleh teman (p=0.051) pada remaja cerai hidup dan cerai mati. Remaja pada cerai mati lebih sering menjadi korban bullying, yaitu didorong dengan kasar oleh teman (p=0.073), dibanding remaja dengan ibu cerai hidup. Selain itu penelitian ini juga menemukan adanya perbedaan signifikan remaja yamg menjadi korban bullying, yaitu dibentak oleh teman, pada remaja ibu cerai hidup lebih sering terjadi dibandingkan remaja pada ibu cerai mati. Sejalan dengan penelitian Amato et al (2001) mengatakan bahwa anak yang berasal dari keluarga bercerai cenderung memiliki masalah dalam perilaku dibandingkan dengan anak yang berasal dari keluarga utuh. Mereka menjadi agresif, suka menyakiti, merusak, tidak patuh, depresi, bahkan menarik diri dari pergaulannya.

(43)

Tabel 15 Rataan skor capaian (indeks) berdasarkan korban bullying pada keluarga cerai hidup dan cerai mati

NO 1 Mendapat sindiran dari teman lain karena kelemahan yang saya

miliki 51.0 52.5 0.804

2 Ditertawakan teman lain dijadikan bahan ejekan 44.5 48.0 0.555 3 Dilabrak teman lain karena menurut mereka saya salah 38.5 39.0 0.901 4 Disakiti secara fisik oleh teman lain seperti dicubit dan ditampar 35.0 37.5 0.460 5 Tidak melakukan apa-apa saat melihat aksi kekerasan 49.5 49.5 1.000 6 Memperoleh aksi kekerasan dari teman lain 31.5 36.0 0.140

7 Didorong siswa lain dengan kasar 34.0 41.0 0.051*

13 Dibentak-bentak oleh teman lain 37.0 39.0 0.555

14 Benda yang saya milliki dirusak oleh siswa lain 44.0 46.5 0.528

15 Diacuhkan oleh siswa lain 38.5 40.5 0.448

16 Ditatap sinis siswa tertentu saat bertemu 35.5 38.5 0.341 17 Dibentak siswa tertentu didepan siswa lain 37.0 31.5 0.073*

18 Dimusuhi oleh siswa lain 43.5 38.5 0.354

19 Ditatap sinis oleh siswa yang dimusuhi teman lain 35.0 37.5 0.439 20 Membiarkan saja ketika teman lain mengambil benda miliknya 65.5 68.5 0.704 21 Pernah dipukuli atau disakiti oleh siswa tertentu 70.0 67.5 0.253

Skor total korban bullying 0.344

Keterangan : CH (Cerai Hidup), CM (Cerai Mati), * Signifikan pada p <0.10

Hubungan Karakteristik Keluarga dan Remaja, dengan Pengasuhan Penerimaan - Penolakan dan Perilaku Bullying Remaja.

(44)

Tabel 16 Koefisien korelasi spearman antara karakteristik keluarga,remaja dengan pengasuhan penerimaan penolakan pada cerai hidup cerai mati

Keterangan: * signifikan pada p<0.10

Hubungan Karakteristik Keluarga dengan Pelaku dan Korban Bullying.

Hasil uji korelasi (Tabel 17) menunjukkan bahwa pendapatan ibu (r=291) dan umur (r=302) ibu cerai hidup, memilki hubungan positif dengan pelaku bullying. Artinya pada ibu cerai hidup semakin besar pendapatan ibu dan semakin tua umur ibu, maka semakin tinggi kecenderungan remaja untuk menjadi pelaku bullying. Penelitian ini menemukan bahwa pada pendapatan ibu (r=-0.298), pendidikan ibu (r=-0.295), umur menikah ibu (r=-0.329) dan lama perceraian (r=0.295) memilki hubungan negatif dengan pelaku bullying pada ibu cerai mati. Hal ini semakin tinggi pendidikan dan pendapatan, serta semakin tua umur ibu ketika menikah dan semakin lama perceraian ibu, maka semakin rendah kecenderungan anak untuk menjadi pelaku bullying. Hasil penelitian juga menemukan adanya hubungan negatif jumlah anak (r=-0.286) dengan korban bullying pada ibu cerai mati. Semakin banyak jumlah anak maka semakin rendah kemungkinan anak untuk menjadi korban bullying. Pendapatan merupakan faktor penting dalam penyesuaian orang tua dan remaja dalam keluarga bercerai (Santrock 2007).

Gambar

Tabel 1  Jenis cara pengumpulan data dan pengukuran variabel
Tabel 3  Variabel, skala, dan kategori data
Tabel 3 Lanjutan
Gambar 3 Sebaran contoh berdasarkan pendidikan ibu cerai
+7

Referensi

Dokumen terkait

Hasil uji korelasi yang disajikan dalam Tabel 11 menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang negatif dan signifikan antara gaya pengasuhan authoritarian ibu dengan self esteem

Kemudian hipotesis yang diajukan yaitu : hubungan negatif antara komunikasi interpersonal orang tua dengan perilaku bullying pada remaja.. Artinnya semakin tinggi

Semakin baik kontrol diri pada remaja laki-laki peminum miras, maka semakin rendah perilaku agresif, dan sebaliknya, sehingga hipotesis dalam penelitian ini diterima

Gaya pengasuhan authorithative sangat berperan dalam pembentukan perilaku remaja, Ulasan dari berbagai penelitian tentang hubungan gaya pengasuhan dan konsumsi minuman

Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi masukan pada keluarga terkait hubungan ketahanan keluarga pada remaja terhadap perilaku bullying, seperti

Usia orangtua berhubungan nyata dengan karakter remaja (hormat santun dan empati). Keterikatan dengan peer group berhubungan nyata dengan perilaku bullying, semakin terikat

Hasil: Studi ini menemukan pengaruh hubungan dukungan keluarga dengan tingkat kecemasan pada remaja pelaku bullying di SMA Negeri 7 Jakarta (p value=0,000).. Kesimpulan:

Adapun tujuan penelitian ini adalah ingin menjelaskan bagaimana bullying terjadi pada remaja di Kota Tanjungpinang dan menjelaskan tentang dampak dari bullying terhadap korban..