• Tidak ada hasil yang ditemukan

Karakteristik Fisik Debu Jatuh dan Partikel Tersuspensi dari Industri Semen, Pengolahan Kayu dan Pembakaran Batu Kapur di Bogor

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Karakteristik Fisik Debu Jatuh dan Partikel Tersuspensi dari Industri Semen, Pengolahan Kayu dan Pembakaran Batu Kapur di Bogor"

Copied!
26
0
0

Teks penuh

(1)

KARAKTERISTIK FISIK DEBU JATUH DAN PARTIKEL

TERSUSPENSI DARI INDUSTRI SEMEN, PENGOLAHAN

KAYU DAN PEMBAKARAN BATU KAPUR DI BOGOR

ASIYAH AZMI

DEPARTEMEN TEKNIK SIPIL DAN LINGKUNGAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

(2)
(3)

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi yang berjudul Karakteristik Fisik Debu Jatuh dan Partikel Tersuspensi dari Industri semen, Pengolahan kayu, dan Pembakaran Batu Kapur di Bogor adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

Bogor, Mei 2014

Asiyah Azmi

(4)

ABSTRAK

ASIYAH AZMI. Karakteristik Fisik Debu Jatuh dan Partikel Tersuspensi dari Industri semen, Pengolahan kayu dan Pembakaran Batu Kapur di Bogor. Dibimbing oleh ARIEF SABDO YUWONO.

Industri semen, pengolahan kayu, dan pembakaran batu kapur memiliki potensi untuk menimbulkan pencemaran udara. Penelitian ini bertujuan memperoleh karakteristik fisik debu jatuh dan partikel tersuspensi, yaitu mencakup aspek konsentrasinya di udara ambien, bentuk, serta distribusi frekuensi ukuran yang dihasilkan oleh masing-masing industri. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah gravimetri dan mengacu pada SNI 19-7119.6-2005 dan SNI 19-7119.3-2005. Hasil penelitian menunjukkan bahwa konsentrasi debu jatuh yang paling tinggi berada pada pengolahan kayu yaitu 8.7 ton/km2·bulan. Konsentrasi total partikel tersuspesi (TSP) dari pengolahan kayu memiliki nilai yang paling tinggi yaitu 131 µg/Nm3. Bentuk debu jatuh dari industri semen umumnya berbentuk bulat dan permukaannya tidak rata. Bentuk debu jatuh dari pengolahan kayu berbentuk tidak beraturan, strukturnya berongga dan bentuknya memanjang serta memiliki permukaan yang kasar. Bentuk debu jatuh dari pembakaran batu kapur adalah bulat dan lonjong. 85% debu jatuh dari industri semen berukuran 0-2.5 µm, sedangkan 74% debu jatuh dari pengolahan kayu berukuran 100-500 µm dan 65% debu jatuh dari pembakaran batu kapur berukuran 2.5-10 µm.

Kata kunci: debu jatuh, industri semen, partikel tersuspensi, pembakaran kapur, pengolahan kayu

ABSTRACT

ASIYAH AZMI. Physical Characteristics of Dustfall and Suspended Particulate from Cement Industry, Sawmill and Limestone Kiln in Bogor. Supervised by ARIEF SABDO YUWONO.

Cement industry, sawmill, and limestone kiln are potential sources of air pollution. The aim of the research was to describe physical characteristics of dustfall and suspended particulate, i.e. their concentration in ambient air, shape and size distribution frequency that was generated by each industry. The method used in this research was gravimetric based on SNI 7119.6-2005 and SNI 19-7119.3-2005. Result of the measurement showed that the highest dustfall concentration was found in sawmill, i.e. 8.7 ton/km2month. The highest concentration of total suspended particulate (TSP) was found in sawmill as well , i.e. 131 µg/Nm3. Dustfall from cement industry have generally round shape with rough surface. Dustfall from sawmill have irregular shape, porous structure, long shape and rough surface. Dustfall from limestone kiln’s shape were rounded and oval. 85% of dustfall from cement industry ranged from 0 to 2.5 µm. 74% of dustfall from sawmill ranged from 100 to 500 µm and 65% of dustfall from limestone kiln were in between 2.5 to 10 µm.

(5)

KARAKTERISTIK FISIK DEBU JATUH DAN PARTIKEL

TERSUSPENSI DARI INDUSTRI SEMEN, PENGOLAHAN

KAYU DAN PEMBAKARAN BATU KAPUR DI BOGOR

ASIYAH AZMI

Skripsi

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Teknik

Pada

Departemen Teknik Sipil dan Lingkungan

DEPARTEMEN TEKNIK SIPIL DAN LINGKUNGAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

(6)
(7)

Judul Skripsi

Nama NIM

: Karakteristik Fisik Debu Jatuh dan Partikel Tersuspensi dari Industri Semen, Pengolahan Kayu dan Pembakaran Batu Kapur di Bogor

: Asiyah Azmi : F441 00048

Disetujui oleh

Dr. Ir. Arief Sabdo M.Sc

Pembimbing

Diketahui oleh

(8)

PRAKATA

Puji dan syukur dipanjatkan kepada Allah SWT atas karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Judul yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak tanggal 28 Februari 2014 hingga 28 April 2014 ini adalah Karakteristik Fisik Debu Jatuh dan Partikel Tersuspensi dari Industri semen, Pengolahan kayu, dan Pembakaran Batu Kapur di Bogor.

Terima kasih diucapkan kepada Bapak Dr. Ir. Arief Sabdo Yuwono, M.Sc selaku dosen pembimbing akademik. Terima kasih juga diucapkan kepada Ibu Ety Herwati, Dipl. Kim dari Laboratorium Teknik Lingkungan, Departemen Teknik Sipil dan Lingkungan IPB, dan kepada Ibu Endang serta Ibu Yuni dari Bidang Zoologi, Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia. Terima kasih kepada Bapak Ir. Nurrohman dan Dr. Ir. Nyimas Popi Indriani, M.Si yang telah menyediakan biaya untuk penelitian serta membantu dengan doa dan kasih sayangnya. Penghargaan juga disampaikan kepada Muhammad Ihsan dan Mohammad Yusuf Kamil yang telah memberikan dukungan dan membantu sarana transportasi selama penelitian berlangsung.

Karya ilmiah ini jauh dari sempurna, tetapi diharapkan karya ilmiah ini tetap bermanfaat bagi akademisi khususnya dan bagi pembaca umumnya.

Bogor, Mei 2014

(9)

DAFTAR ISI

DAFTAR GAMBAR iv

1 PENDAHULUAN 1

1.1 Latar Belakang 1

1.2 Perumusan Masalah 1

1.3 Tujuan Penelitian 2

1.4 Manfaat Penelitian 2

1.5 Ruang Lingkup Penelitian 2

2 METODOLOGI 3

2.1 Waktu dan Lokasi Penelitian 4

2.2 Prosedur Pengambilan Data 6

3 HASIL DAN PEMBAHASAN 7

3.1 Kondisi Umum Kegiatan Produksi di Industri 7 3.2 Konsentrasi Debu Jatuh dan Total Partikel Tersuspensi (TSP) 9 3.2 Bentuk Debu Jatuh yang Berasal dari Kegiatan Industri 10 3.3 Distribusi Frekuensi Ukuran Debu Jatuh 12

SIMPULAN 13

DAFTAR PUSTAKA 13

(10)

DAFTAR GAMBAR

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12

Diagram alir penelitian 3

Lokasi penelitian 4

Konsentrasi emisi dari cerobong berdasarkan jaraknya 5 Skema pengukuran konsentrasi debu jatuh 6 Skema pengukuran konsentrasi TSP 6 Contoh pengukuran partikel untuk distribusi frekuensi ukuran debu jatuh 7 Hasil pengukuran konsentrasi debu jatuh dari industri semen,

pengolahan kayu dan pembakaran batu kapur 9 Hasil pengukuran konsentrasi TSP dari industri semen, pengolahan kayu

dan pembakaran batu kapur 9

Debu jatuh semen dilihat dengan perbesaran 7500 x menggunakan SEM 10 Debu jatuh hasil pengolahan kayu dilihat dengan perbesaran 75 x

menggunakan SEM 11

(11)

1

1 PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Carvalho dan Freitas (2011) menyatakan bahwa strategi pengelolaan kualitas udara harus mempertimbangkan kontribusi relatif dari berbagai sumber polusi udara, yaitu sumber-sumber alam dan antropogenik. Berdasarkan data statistik yang terdapat pada Kabupaten Bogor Dalam Angka (2008), industri pengolahan yang beroperasi di Kabupaten Bogor tahun 2008 sebanyak 28 343 unit. Industri pengolahan kayu kegiatannya banyak dikembangkan di Kecamatan Leuwiliang (Sudirman 2001). Sedangkan di Citeureup, Kabupaten Bogor, terdapat sembilan (9) pabrik semen yang cukup besar dengan luas wilayah mencapai 200 ha milik PT Indocement Tunggal Prakarsa Tbk yang sampai saat ini merupakan salah satu komplek industri semen terbesar di dunia (INTP 2012). Selain itu, di Kabupaten Bogor terdapat beberapa bukit kapur yang juga merupakan tempat pembakaran batu kapur, baik oleh perusahaan besar maupun oleh masyarakat secara tradisional.

Industri semen memiliki potensi pencemaran udara yang tinggi, debu jatuh dan partikel tersuspensinya teremisikan ke atmosfer dan tersebar ke ambien (Hesakti 2004). Yan et al. (2012) menyebutkan bahwa kegiatan yang berhubungan dengan pengolahan kayu dapat menimbulkan bangkitan debu jatuh dan partikel tersuspensi yang berukuran kecil ke udara. Adapun pengolahan batu kapur merupakan salah satu sumber pencemaran udara dengan hasil yang ditimbulkan berupa gas seperti CO2, CO, dan partikel tersuspensi (Sucipto 2007). Debu jatuh dan partikel tersuspensi dapat ditandai dengan sifat fisik, kimia dan listrik, ukuran dan struktur partikulat, tingkat menetap dalam gravitasi, aktivitas optik, kemampuan untuk menyerap muatan listrik, rasio volume permukaan ke udara, dan tingkat reaksi kimia (Findanis dan Southam 2012).

Penelitian ini dilakukan dengan tujuan memperoleh karakteristik fisik debu jatuh dan partikel tersuspensi yang berasal dari industri semen, pengolahan kayu, dan pembakaran batu kapur. Karakteristik fisik debu jatuh dan partikel tersuspensi yang dimaksud dalam penelitian ini adalah konsentrasi debu jatuh dan partikel tersuspensi, deskripsi bentuk debu jatuh, dan distribusi frekuensi ukuran debu jatuh yang dihasilkan oleh masing-masing industri.

1.2 Perumusan Masalah

(12)

2

semen, pengolahan kayu, dan pembakaran batu kapur agar dapat ditemukan solusi yang tepat terhadap masalah tersebut. Pada penelitian ini permasalahan yang akan dibahas adalah:

1. Konsentrasi debu jatuh dan partikel tersuspensi dari industri semen, pengolahan kayu, dan pembakaran batu kapur yang mengacu pada baku mutu dalam PP Nomor 41 Tahun 1999.

2. Bentuk debu jatuh yang berasal dari kegiatan di industri semen, pengolahan kayu, dan pembakaran batu kapur.

3. Distribusi frekuensi ukuran debu jatuh yang berasal dari industri semen, pengolahan kayu, dan pembakaran batu kapur.

1.3 Tujuan Penelitian

Penelitian dilakukan dengan tujuan sebagai berikut:

1. Mengukur konsentrasi debu jatuh dan partikel tersuspensi dari industri semen, pengolahan kayu, dan pembakaran batu kapur yang mengacu pada PP Nomor 41 Tahun 1999.

2. Mendeskripsikan bentuk debu jatuh yang berasal dari sekitar industri semen, pengolahan kayu, dan pembakaran batu kapur.

3. Menganalisis distribusi frekuensi ukuran debu jatuh yang berasal dari sekitar industri semen, pengolahan kayu, dan pembakaran batu kapur.

1.4 Manfaat Penelitian

Hasil penelitian diharapkan dapat memberikan manfaat sebagai berikut: 1. Sebagai argumen untuk menentukan kualitas udara dari industri semen,

pengolahan kayu, dan pembakaran batu kapur.

2. Menjadi dasar bagi upaya pengelolaan dampak debu jatuh dan partikel tersuspensi dari industri semen, pengolahan kayu, dan pembakaran batu kapur .

3. Menjadi dasar pengetahuan mengenai kualitas lingkungan dari industri. 4. Menjadi acuan bagi penelitian lanjutan yang bertema dampak debu jatuh

dan partikel tersuspensi yang bersumber dari industri terhadap kesehatan manusia di sekitarnya.

1.5 Ruang Lingkup Penelitian

Ruang lingkup penelitian yang dilakukan adalah sebagai berikut:

1. Penelitian dilakukan dari industri semen, pengolahan kayu, dan pembakaran batu kapur di Kabupaten Bogor.

(13)

3

2 METODOLOGI

Penelitian mengenai karakteristik fisik debu jatuh dan partikel tersuspensi (TSP) dari industri semen, pengolahan kayu, dan pembakaran batu kapur di Bogor ini dilakukan dengan menggunakan metoda gravimetri. Langkah-langkah yang dilakukan selama penelitian ini diawali dengan munculnya ide penelitian, perumusan masalah, studi literatur, survei lapangan, pengambilan data, pengolahan data, dan analisis data yang disesuaikan dengan literatur (Gambar 1).

Gambar 1 Diagram alir penelitian Mulai

- Referensi lainya yang berkaitan dengan penelitian

Lab. Teknik Lingkungan, Dept. SIL, IPB

Pengukuran konsentrasi debu jatuh dan TSP Alat : Neraca Analitik

- Distribusi Frekuensi Ukuran Debu Jatuh

(14)

4

2.1 Waktu dan Lokasi Penelitian

Pengukuran konsentrasi debu jatuh dan TSP di lapangan dilakukan di tiga lokasi yaitu di daerah sekitar industri semen di Kec. Citeureup, di tempat pengolahan kayu di Kec. Leuwiliang, dan tempat pembakaran batu kapur di Kabupaten Bogor (Gambar 2). Pengukuran di lapangan berlangsung tanggal 28 Februari sampai 28 April 2014. Titik pengambilan contoh uji debu jatuh dan TSP dari industri semen ditentukan berdasarkan simulasi Gaussian Plume Model dan dengan ketentuan yang berlaku dalam SNI 19-7119.6-2005 tentang penentuan lokasi pengambilan contoh uji pemantauan kualitas udara ambien. Pengambilan contoh uji dilakukan di lingkungan terbuka, sehingga sangat tergantung pada kondisi lingkungan seperti arah angin, kecepatan angin, dan vegetasi di wilayah tersebut. Oleh karena itu lokasi pengambilan contoh uji untuk daerah sekitar industri semen ditentukan pula berdasarkan Adendum Analisis Dampak Lingkungan Hidup (ANDAL) PT Indocement Tunggal Prakasa Tbk. Dalam dokumen tersebut tercatat bahwa pengukuran TSP 24 jam di Desa Citeureup melewati baku mutu pada tahun 2006, 2007, dan 2010. Sehingga berdasarkan dokumen tersebut dan dengan pertimbangan hasil simulasi maka lokasi pengambilan contoh uji dilakukan di Kec. Citeureup, Kabupaten Bogor. Lokasi pengambilan contoh uji pada tempat pengolahan kayu dan pembakaran batu kapur tidak berdasarkan simulasi, melainkan mengikuti ketentuan dalam SNI 19-7119.6-2005. Titik pengambilan contoh uji untuk industri pengolahan kayu dan pembakaran batu kapur berada di jarak lima (5) hingga lima belas (15) meter dari pusat kegiatan industri.

Selain di lapangan, penelitian juga dilakukan di laboratorium yaitu Laboratorium Teknik Lingkungan yang berada di Departemen Teknik Sipil dan Lingkungan Institut Pertanian Bogor dan Laboratorium Bidang Zoologi di Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) di Cibinong, Kabupaten Bogor. Pengukuran di laboratorium dilakukan dalam rentang waktu 28 Februari sampai 28 April 2014.

(15)

5

2.1.1 Simulasi Konsentrasi Emisi dari Cerobong (Gaussian Plume Model)

Berdasarkan SNI 19-7119.6-2005 tentang lokasi pengambilan contoh uji pemantauan kualitas udara ambien untuk sumber pencemar dari cerobong, lokasi pengambilan contoh uji ditentukan berdasarkan suatu simulasi menggunakan permodelan untuk menentukan titik konsentasi pencemaran maksimal. Salah satu model yang memungkinkan adalah berdasarkan difusi massa dari polutan pada arah sumbu y dan sumbu z seiring terbawanya elemen fluida searah dengan kecepatan angin (Prasanto 2008). Model Gaussian mensyaratkan bahwa tingkat emisi dari sumber konstan, kecepatan angin adalah konstan, baik menurut waktu ataupun dengan ketinggian dan medan yang relatif datar, serta daerah terbuka (El-Kilani dan Belal 2010). Gaussian Plume Model ditunjukkan seperti pada Persamaan (1).

e- e - - e- (1)

Keterangan:

C : konsentrasi polutan hasil dispersi cerobong asap (gr/m3) x : lokasi searah angin dan arah gerak polutan (m)

y : lokasi tegak lurus horizontal dengan arah angin (m) z : lokasi tegak lurus vertikal dengan arah angin (m) Q : laju emisi polutan (gr/detik)

y : koefisien dispersi pada arah-y (m) z : koefisien dispersi pada arah-z (m) u : kecepatan angin (m/detik)

H : tinggi efektif cerobong asap (m)

Simulasi dilakukan menggunakan data emisi cerobong dari Pabrik Plant-3

PT Indocement Tunggal Prakasa Tbk di Citeureup, Kabupaten Bogor. Berdasarkan simulasi yang dilakukan menggunakan Gaussian Plume Model

didapatkan konsentrasi emisi maksimal berada pada jarak 960 meter dari pabrik (Gambar 3) dan searah dengan arah mata angin dominan pada tempat tersebut.

Gambar 3 Konsentrasi emisi dari cerobong berdasarkan jaraknya

(16)

6

2.2 Prosedur Pengambilan Data

Pengambilan data yang dilakukan meliputi pengambilan contoh uji debu jatuh, pengambilan contoh uji TSP, dan pengambilan gambar optis debu jatuh yang dihasilkan dari setiap industri. Prosedur pengambilan contoh uji debu jatuh disajikan pada Gambar 4. Alat dan bahan yang digunakan untuk pengambilan data konsentrasi debu jatuh adalah filter Whatman 41 (diameter 47 mm), dustfall canister, pinset, akuades, oven, dan neraca analitik. Prosedur pengambilan contoh uji TSP disajikan pada Gambar 5 dan mengacu pada prosedur dalam SNI 19-7119.3-2005 tentang Cara Uji Partikel Tersuspensi Total Menggunakan Peralatan

High Volume Air Sampler (HVAS) dengan metoda gravimetri. Alat dan bahan yang digunakan untuk pengambilan data konsentrasi TSP adalah filter Staplex TFAGF 41, high volume air sampler (HVAS), oven, neraca analitik, dan pinset.

Gambar 4 Skema pengukuran konsentrasi debu jatuh

Gambar 5 Skema pengukuran konsentrasi TSP

(17)

7

Pengamatan bentuk debu jatuh dari industri dilakukan dengan menggunakan

scanning electron microscope (SEM). Pengamatan ini menggunakan contoh semen, debu jatuh hasil pengolahan kayu, dan debu jatuh hasil pembakaran batu kapur dalam keadaan kering. Pengamatan ini dilakukan untuk mendapatkan citra debu yang spesifik dan jelas dari masing-masing industri. Pengukuran distribusi frekuensi ukuran debu jatuh dari setiap industri dilakukan dengan menggunakan gambar optis yang telah dihasilkan dari SEM. Berdasarkan gambar optis yang diperoleh dari SEM, dapat dihitung ukuran partikel dan dikelompokkan berdasarkan rentang ukuran tertentu. Pengukuran distribusi frekuensi ukuran debu jatuh dilakukan dengan cara mengukur setiap partikel pada bidang pandang mikroskop seperti yang diperlihatkan pada Gambar 6.

Gambar 6 Contoh pengukuran partikel untuk distribusi frekuensi ukuran debu jatuh

3 HASIL DAN PEMBAHASAN

Secara garis besar penelitian ini menunjukkan karakteristik fisik debu jatuh dan partikel tersuspensi dari industri semen, pengolahan kayu, dan pembakaran batu kapur yang meliputi konsentrasi debu jatuh, konsentrasi TSP, bentuk partikel debu jatuh, serta distribusi frekuensi ukuran debu jatuh. Hal-hal tersebut diperlukan untuk menggambarkan kualitas udara dan memperkirakan dampaknya terhadap kesehatan manusia.

3.1 Kondisi Umum Kegiatan Produksi di Industri

3.1.1 Industri semen PT Indocement Tunggal Prakasa Tbk

Dalam Laporan Akhir Rencana Pengelolaan Lingkungan (2003), disebutkan bahwa secara umum semen diproduksi melalui pyro-processing selected dengan menggunakan bahan baku yang telah dipersiapkan dan menggiling halus clinker

(18)

8

tepat. Bahan kimia tersebut adalah batu kapur, pasir kwarsa, alumina (tanah lempung), dan oksida besi (biji besi), sedangkan untuk memperlambat perkerasan semen maka ditambahkan gyps selama tahap penggilingan halus. Pada tahap pembakaran, bahan baku yang telah disiapkan sebelumnya diubah menjadi cement clinker. Proses tersebut berlangsung dalam tanur-tanur putar melalui pembakaran terkontrol dengan menggunakan bahan bakar fosil seperti batu bara, minyak diesel, atau bahan bakar alternatif. Bahan bakar yang paling umum digunakan oleh PT Indocement Tunggal Prakasa Tbk adalah batu bara.

Pabrik Plant-3 milik PT Indocement Tunggal Prakasa Tbk merupakan pabrik yang memproduksi semen portland dengan kapasitas produksi pabrik sebanyak 1 024 000 ton clinker/tahun. Tinggi cerobong tanur pada Plant-3 adalah 37 meter dengan diameter 3.20 meter. Aliran gas yang keluar dari cerobong tanur adalah 224 000 – 282 000 Nm3/hari dan temperatur dalam tanur adalah 106ºC.

3.1.2 Industri Pengolahan kayu Tradisional

Industri pengolahan kayu yang menjadi objek penelitian ini adalah industri pengolahan kayu tradisional yang memproduksi wadah atau wooden pallette

untuk kaca. Kayu yang digunakan dalam industri ini adalah kayu jeunjing atau dalam istilah Jawa adalah sengon laut, sedangkan nama latinnya adalah

Paraserianthes falcataria. Kayu jeunjing termasuk dalam kelas awet IV/V dan kelas kuat IV/V dengan berat jenis 0.33 gram/cm3.

Industri pengolahan kayu ini menggunakan dua gergaji mesin untuk memotong kayu. Mesin gergaji utama digunakan untuk memotong batang kayu yang masih utuh sedangkan mesin gergaji kedua dengan ukuran yang lebih kecil digunakan untuk memotong kayu yang sudah berbentuk persegi. Batang kayu pohon jeunjing utuh yang digunakan sebagai bahan baku memiliki panjang rata-rata 4 meter. Dalam sehari industri pengolahan kayu yang menjadi objek penelitian menghabiskan sekitar 60 m3 kayu jeunjing utuh dan membuat 70 buah

pallette untuk kaca.

3.1.3 Industri Pembakaran Batu Kapur Tradisional

Industri pembakaran batu kapur yang menjadi objek penelitian adalah industri non-formal yang berada di Bogor. Pada dasarnya proses pembakaran batu kapur adalah proses dekomposisi CaCO3 (batu kapur) dan proses melepas CO2 ke udara (Yulaekah 2007). Proses pembuatan kapur dilakukan dengan cara pembakaran batu kapur di dalam tungku atau disebut juga dengan tobong. Lapisan materi di dalam tobong berturut-turut dari dasar tobong adalah arang, batu kapur, dan yang paling atas diisi dengan garam. Batu kapur dihancurkan sampai ukuran yang lebih kecil, kemudian dibakar di dalam tobong selama. Dalam proses pembakaran (kalsinasi) pada suhu 900-1000 ºC ini, CaCO3 diuraikan menjadi CaO dan CO2 (CO2 lepas ke udara). Tahap selanjutnya adalah tahap penyiraman oleh air, pada tahap ini batu kapur yang semula keras akan berubah menjadi bubuk kapur (kapur padam). Pada tahap penyiraman ini dihasilkan banyak kalor ke udara, setelah proses pendinginan kapur siap untuk dikemas.

(19)

9

dilakukan setelah pembakaran batu kapur (kalsinasi) selama 7 hari 7 malam di dalam tobong.

3.2 Konsentrasi Debu Jatuh dan Total Partikel Tersuspensi (TSP)

Secara umum konsentrasi debu jatuh di ketiga industri berada dibawah baku mutu udara ambien yang dicantumkan dalam PP Nomor 41 Tahun 1999. Batas maksimum konsentrasi debu jatuh yang dicantumkan dalam PP Nomor 41 Tahun 1999 adalah 10 ton/km2·bulan untuk permukiman dan 20 ton/km2·bulan untuk industri. Grafik yang disajikan pada Gambar 7 menunjukkan bahwa rata-rata konsentrasi debu jatuh di sekitar industri semen, pengolahan kayu, dan pembakaran batu kapur berada dibawah baku mutu udara ambien, akan tetapi salah satu hasil pengukuran dari pengolahan kayu menunjukkan nilai yang melebihi baku mutu udara ambien yaitu 10.5 ton/km2·bulan. Berdasarkan pengukuran yang dilakukan dapat diketahui bahwa konsentrasi debu jatuh yang paling tinggi berada dari pengolahan kayu yaitu 8.7 ton/km2·bulan dan konsentrasi debu jatuh yang terkecil adalah di sekitar daerah industri semen yaitu 4.5 ton/km2·bulan, sedangkan konsentrasi debu jatuh dari pembakaran batu kapur adalah 5.3 ton/km2·bulan.

Gambar 7 Hasil pengukuran konsentrasi debu jatuh dari industri semen, pengolahan kayu dan pembakaran batu kapur

Pengukuran konsentrasi TSP mengacu pada PP Nomor 41 Tahun 1999 yang menetapkan baku mutu untuk TSP 1 jam sebesar 90 µg/Nm3 dan TSP 24 jam sebesar 230 µg/Nm3. Berdasarkan pengukuran yang dilakukan, konsentrasi TSP dari pengolahan kayu melebihi baku mutu yang telah ditetapkan yaitu 131 µg/Nm3 (Gambar 8), diikuti dengan konsentrasi TSP dari pembakaran batu kapur yang nilainya tidak melebihi baku mutu yaitu 85 µg/Nm3. Konsentrasi TSP terkecil adalah dari industri semen yaitu sebesar 43 µg/Nm3.

Gambar 8 Hasil pengukuran konsentrasi TSP dari industri semen, pengolahan kayu dan pembakaran batu kapur

Pabrik Semen Pengolahan Kayu Pembakaran Batu Kapur

K

Pabrik Semen Pengolahan Kayu Pembakaran Batu Kapur

(20)

10

Hasil pengukuran konsentrasi debu jatuh dan TSP dari industri semen, pengolahan kayu dan pembakaran batu kapur menunjukkan bahwa industri yang memiliki sistem pengelolaan udara (contohnya memasang penyaring udara) menghasilkan debu jatuh dan TSP yang paling sedikit. Sedangkan industri tradisional yang tidak memiliki sistem pengelolaan udara menghasilkan debu jatuh dan TSP yang lebih besar bahkan melebihi baku mutu. Tinggi rendahnya konsentrasi debu dan TSP juga dipengaruhi oleh beberapa faktor diantaranya adalah arah hembusan angin, kecepatan angin, dan vegetasi di lokasi pengambilan contoh uji.

3.2 Bentuk Debu Jatuh yang Berasal dari Kegiatan Industri

Berdasarkan pengamatan menggunakan gambar yang dihasilkan dari SEM, debu jatuh yang berasal dari semen memiliki bentuk relatif bulat namun permukaannya tidak rata. Selain bulat, sebagian partikel semen berbentuk lonjong dan tidak beraturan. Dalam Gambar 9 terlihat susunan partikel yang saling menumpuk dan menyatu. Hal tersebut menunjukkan partikel semen memiliki ikatan yang kuat antar partikel disebabkan oleh sifat higroskopis semen, yaitu sifat mudah menyerap air. Ikatan antar partikel semen sangat mudah terbentuk karena didukung oleh ukuran partikel yang kecil sehingga memiliki luas permukaan yang besar untuk saling menempel. Untuk melihat satu partikel tunggal pada semen cukup sulit karena hampir seluruh partikel menyatu dengan partikel lainnya dan membentuk susunan yang lebih padat. Thomas et al. (2010), Marotta (2006), serta Xu dan Chen (2012) menyebutkan bahwa pada skala mikroskopis dan mesoskopis, bahan berbasis semen terdiri dari kemasan acak butir anisotropi atau keadaan yang menunjukkan sifat yang berbeda antar butirnya.

Gambar 9 Debu jatuh semen dilihat dengan perbesaran 7500 x menggunakan SEM

(21)

11

Gambar 10 Debu jatuh hasil pengolahan kayu dilihat dengan perbesaran 75 x menggunakan SEM

Debu jatuh yang dihasilkan dari kegiatan pembakaran batu kapur memiliki sifat yang sama dengan debu jatuh yang berasal dari industri semen yaitu sifat higroskopisnya. Partikel debu jatuh yang berasal dari pembakaran batu kapur juga saling menempel satu dengan yang lainnya, namun dibandingkan dengan semen partikel dari pembakaran batu kapur ini berukuran lebih besar. Oleh karena itu bentuk partikel tunggal dari debu jatuh hasil pembakaran batu kapur lebih mudah untuk diamati. Bentuk partikel debu jatuh yang dihasilkan dari pembakaran batu kapur adalah bulat dan lonjong. Beberapa bagian menunjukkan adanya bentuk serat pada susunan partikelnya walaupun hanya sebagian kecil saja (Gambar 11).

(a) (b)

Gambar 11 Debu jatuh hasil pembakaran batu kapur dilihat dengan perbesaran 2000 x (a) dan 5000 x (b) menggunakan SEM

(22)

12

3.3 Distribusi Frekuensi Ukuran Debu Jatuh

Distribusi frekuensi ukuran debu jatuh menunjukkan jumlah debu jatuh yang memiliki rentang ukuran yang sama dalam satu bidang tertentu. Gambar 12 menunjukkan bahwa 85% debu jatuh pada industri semen merupakan PM2.5 dan 15% merupakan PM10. Debu jatuh yang dihasilkan dari pengolahan kayu 7% berukuran 10-100 µm, 74% berukuran 100-500 µm, dan 20% berukuran lebih besar dari 500 µm. Debu jatuh yang dihasilkan dari pembakaran batu kapur 34% merupakan PM2.5, 65% merupakan PM10, dan 1% berukuran 10-100 µm.

Gambar 12 Distribusi frekuensi ukuran debu jatuh yang dihasilkan ketiga industri

Pada contoh uji yang diambil, tidak ada debu jatuh yang berukuran lebih besar dari 10 µm pada debu jatuh dari industri semen, sementara itu pada debu jatuh yang berasal dari pembakaran batu kapur tidak ada debu jatuh yang berukuran lebih besar dari 100 µm. Sedangkan seluruh debu jatuh dari pengolahan kayu berukuran lebih besar dari 10 µm. Zhao et al. (2003), Li (2005), dan Yan (2012) menyatakan bahwa debu jatuh yang berukuran kurang dari 5 µm atau kurang dari 1 µm akan dihasilkan dari proses pengolahan kayu. Pernyataan tersebut belum dapat dibuktikan dalam penelitian ini karena partikel dengan ukuran kurang dari 5 µm tidak ditemukan dalam contoh uji yang digunakan.

Ukuran partikulat akan menentukan sifat partikulat, misalnya sifat racun dan sifat pengendapan. Cazier et al. (2011) menyatakan bahwa partikulat berukuran kurang dari 2.5 µm (PM2.5) lebih berbahaya dibandingkan partikulat berukuran kurang dari 10 µm (PM10). Hal ini disebabkan PM2.5 dapat mengendap di paru-paru dan membawa racun seperti hidrokarbon polisiklik aromatik (PAH) karena luas permukaan yang besar. Kruell et al. (2013) menyebutkan bahwa partikulat yang berukuran lebih besar dari 100 µm dapat mengendap dengan cepat, partikulat ukuran medium dalam kisaran 1-100 µm mengendap perlahan-lahan dan partikulat kecil yang berukuran kurang dari 1 µm jatuh sangat lambat tetapi dapat dengan mudah tercuci oleh hujan.

Salah satu kegiatan yang menghasilkan abu terbang (fly ash) diantaranya adalah produksi bahan bangunan termasuk produksi semen, batu bata, keramik, dan balok (He et al. 2012). Abu terbang akan mejadi ancaman besar terhadap kesehatan masyarakat jika tidak ditangani dengan tepat. Abu terbang mudah menghasilkan debu dan menyebabkan area yang luas terkena polusi udara yang serius dalam cuaca berangin (MEPPRC 2011).

85 %

Pabrik Semen Pengolahan Kayu Pembakaran Batu Kapur

(23)

13

SIMPULAN

Berdasarkan pengukuran yang dilakukan dapat disimpulkan bahwa konsentrasi debu jatuh yang paling tinggi berada dari pengolahan kayu yaitu 8.7 ton/km2·bulan dan konsentrasi debu jatuh yang terkecil adalah di sekitar daerah industri semen yaitu 4.5 ton ton/km2·bulan, sedangkan konsentrasi debu jatuh dari pembakaran batu kapur adalah 5.3 ton/km2·bulan. Konsentrasi total partikel tersuspensi (TSP) dari pengolahan kayu melebihi baku mutu yang telah ditetapkan yaitu 131 µg/Nm3, diikuti dengan konsentrasi TSP dari pembakaran batu kapur yang nilainya tidak melebihi baku mutu yaitu 85 µg/Nm3.Konsentrasi TSP yang terkecil adalah dari industri semen yaitu sebesar 43 µg/Nm3. Industri yang memiliki sistem pengelolaan udara (contohnya memasang penyaring udara) menghasilkan debu jatuh dan TSP yang paling sedikit.

Debu jatuh yang berasal dari semen memiliki bentuk yang relatif bulat namun permukaannya tidak rata, beberapa partikel semen berbentuk lonjong dan berbentuk tidak beraturan. Debu jatuh yang berasal dari kegiatan pengolahan kayu berbentuk tidak beraturan, strukturnya berongga dan bentukya memanjang serta memiliki permukaan yang kasar. Bentuk debu jatuh dari pembakaran batu kapur adalah bulat dan lonjong, namun beberapa bagian menunjukkan adanya bentuk serat pada susunan partikelnya walaupun hanya sebagian kecil.

Dalam hal ukuran, sebanyak 85% debu jatuh dari industri semen berukuran 0-2.5 µm, sedangkan 74% debu jatuh dari pengolahan kayu berukuran 100-500 µm dan 65% debu jatuh dari pembakaran batu kapur berukuran 2.5-10 µm. Debu jatuh dari industri semen didominasi oleh PM2.5 (partikulat yang berukuran dibawah 2.5 µm), debu jatuh dari pengolahan kayu didominasi oleh ukuran diatas 100 µm. Debu jatuh dari pembakaran batu kapur didominasi oleh PM10 (partikulat yang berukuran dibawah 10 µm).

DAFTAR PUSTAKA

[BPS] Badan Pusat Statistik. 2008. Kabupaten Bogor dalam Angka. Jakarta (ID): Badan Pusat Statistik.

[INTP] PT Indocement Tunggal Prakarsa Tbk. 2003. Laporan Akhir Rencana Pengelolaan Lingkungan. Jakarta (ID); [diunduh 2014 Februari 11] tersedia pada: http://indocement.co.id

[INTP] PT Indocement Tunggal Prakarsa Tbk. 2012. Laporan Tahunan 2012. Jakarta (ID); [diunduh 2014 Februari 11] tersedia pada: http://indocement.co.id

[INTP] PT Indocement Tunggal Prakarsa Tbk. 2013. Adendum Andal 2013.. Bogor (ID); Badan Lingkungan Hidup.

(24)

14

[PKB] Pemerintah Kota Bogor. 2007. Profil Investasi Bidang Industri dan Perdagangan. Bogor (ID); [diunduh 2014 Februari 11]. Tersedia pada: http://www.kotabogor.go.id/investasi/industri.

Carvalho AOM, Freitas MDC. 2011. Source of trace elements in fine and coarse particulate matter in a sub-urban and industrial area of the western european coast. J Environmental Science. 4: 184-191.

Cazier F, Dewaele D, Delbende A, Nouali H, Garcon G, Verdin A, Courcot D, Bouhsina S, Shirali P. 2011. Sampling analysis and characterization of particle in the atmosphere of rural, urban, and industrial areas. J Environmental Science. 4: 218-227.

El-Kilani RMM, Belal MH. 2010. Modelling an environmental pollutant transport from the stacks to and through the soil. Journal of Advanced Research. 1: 243-253.

Findanis N, Southam M. 2012. Control and management of particulate emission using improved reverse pulse-jet cleaning system. J Engineering. 49: 228-238.

Formenti P, Schutz L, Balkanski Y, Desboeufs K, Ebert M, Kandler K,Petzold A, Scheuvens D, Weinbruch S, Zhang D. 2011. Recent progress in understanding physical and chemical properties of african and asian mineral dust. J Atmos Chem Phys. 11: 8231-8256.doi:10.5194/acp-11-8231-2011. Godish T. 2004. Air Quality 4th ed. Indiana (US): Lewis Publishers.

e Y Luo u . . Situation anal sis and countermeasures of china’s fl

ash pollution prevention and control. J Environmental Science. 16: 690-696. Hesakti S. 2004. Kandungan Debu Semen yang Terjerap dan Terserap pada Beberapa Jenis Tanaman (Studi Kasus di PT Semen Baturaja, Oku, Sumatra Selatan) [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.

Kruell W, Schultze T, Tobea R, Willms I. 2013. Analysis of dust properties to solve the complex problem of non-fire sensitivity testing of optical smoke detectors. J Engineering. 62: 859-867.

Li F. 2005. Dust pollution problems existing in furniture making enterprises and relevant solution. Journal of Forestry Labor Safety. 18: 40-48.

Marotta TW. 2005. Based Constructure Materials. New Jersey (US): Pearson Prentice-Hall.

Prasanto BS. 2008. Simulasi Penyebaran Gas SO2 dengan Model Fluent dan Model Difusi Gauss Ganda [skripsi]. Bandugn (ID): Institut Teknologi Bandung.

Sucipto E. 2007. Hubungan Pemaparan Partikel Debu pada Pengolahan Batu Kapur Terhadap Penurunan Kapasitas Fungsi Paru [tesis]. Semarang (ID): Universitas Diponegoro.

Sudirman. 2001. Profil dan Kinerja Usaha Industri Pengolahan Kayu Rakyat [sktipsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.

Thomas JJ, Jennings HM, Allen AJ. 2010. Relationship between composition and density of tobermorite, jennite, and nanoscale cao-sio2-h2o. J Phys Chem. 114: 7594-7601.

(25)

15

Yan Q, Tong W, Ya C, Yingjie L. 2012. Investigation and pondering of dust and poison hazards in 44 small wooden furniture enterprises. J Engineering. 43: 484-488.

Yulaekah S. 2007. Paparan Debu Terhirup dan Gangguan Fungsi Paru pada Pekerja Industri Batu Kapur [tesis]. Semarang (ID): Universitas Diponegoro.

(26)

16

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Bandung pada tanggal 16 Juli 1993 dari ayah Nurrohman dan ibu Nyimas Popi Indriani. Penulis adalah anak kedua dari enam bersaudara. Penulis menyelesaikan pendidikan Sekolah Dasar di MI Zakaria pada tahun 2004 dan Sekolah Menengah Pertama di MTs Zakaria pada tahun 2007. Penulis lulus dari SMA Negeri 22 Bandung pada tahun 2010 dan pada tahun yang sama penulis berhasil melewati seleksi masuk Institut Pertanian Bogor dan diterima di Departemen Teknik Sipil dan Lingkungan, Fakultas Teknologi Pertanian.

Gambar

Gambar 1  Diagram alir penelitian
Gambar 2  Lokasi penelitian
Gambar 3  Konsentrasi emisi dari cerobong berdasarkan jaraknya
Gambar 4  Skema pengukuran konsentrasi debu jatuh
+6

Referensi

Dokumen terkait

N a m a : ... mengajukan diri untuk mengikuti Seleksi Pengisian Jabatan Pimpinan Tinggi Pratama ...*) dan akan mengikuti seluruh ketentuan yang telah ditetapkan oleh panitia

Seluruh aparat penegak hukum harus mampu meningkatkan profesionalismenya dalam suatu penegakan hukum agar penyelesaian proses perkara pidana terutama dalam pelaksanaan

Udara dingin yang keluar dari evaporator akan disalurkan ke ruangan--. ruangan

Selamat Kami Ucapkan Kepada Bapak/Ibu Peneliti yang telah dinyatakan Lolos Penelitian Skim Dosen Muda Dana BOPTN Universitas Andalas Tahun 2016, dan diinformasikan juga bahwa

Evaluasi dalam pendidikan islam merupakan cara atau teknik penilaian terhadap tingkah laku anak didik berdasarkan standar perhitungan yang bersifat komprehensif dari seluruh

Pengembangan hak milik (tanmiyatu al-milkiyah) adalah mekanisme yang digunakan seseorang untuk mendapatkan tambahan hak milik tersebut. Karena islam mengemukakan dan

Membahas mengenai aplikasi pengolahan data pejualan took bima sakti oil yang di gambar dengan menggunakan Entity Relationship Diagram (ERD) Diagram Aliran Data (DAD) dan

Analisis data kemampuan pemahaman konsep diperoleh dari hasil pengisian hasil pretest dan posttest kemampuan pemahaman konsep kemudian dianalisis untuk mengetahui