• Tidak ada hasil yang ditemukan

Technical Efficiency Analysis of Semi-Organic Rice Farming in Cigombong Sub-District Bogor District

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Technical Efficiency Analysis of Semi-Organic Rice Farming in Cigombong Sub-District Bogor District"

Copied!
81
0
0

Teks penuh

(1)

ANALISIS EFISIENSI TEKNIS USAHATANI PADI SEMI ORGANIK

DI KECAMATAN CIGOMBONG KABUPATEN BOGOR

LAMRETTA GULTOM

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Analisis Efisiensi Teknis Usahatani Padi Semi Organik di Kecamatan Cigombong Kabupaten Bogor adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

Bogor, Februari 2014

Lamretta Gultom

(3)
(4)

RINGKASAN

LAMRETTA GULTOM. Analisis Efisiensi Teknis Usahatani Padi Semi Organik di Kecamatan Cigombong Kabupaten Bogor. Dibimbing oleh RATNA WINANDI dan SITI JAHROH.

Pengembangan padi semi organik di Kecamatan Cigombong cukup berprospek. Kecamatan Cigombong memiliki luas lahan sawah organik terbesar di Kabupaten Bogor dan produksi padi semi organik di Kecamatan Cigombong sudah dilakukan sejak tahun 2002. Namun, produktivitas padi semi organik di Kecamatan Cigombong masih tergolong rendah. Hal ini diduga disebabkan oleh inefisiensi penggunaan input atau faktor-faktor produksi (seperti: luas lahan, benih, kompos, urea, dan sebagainya) dalam usahatani yang dilakukan serta inefisiensi yang berasal dari faktor internal petani (seperti: umur, pendidikan, pengalaman dan sebagainya).

Tujuan penelitian ini adalah 1) menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi produksi usahatani padi semi organik di Kecamatan Cigombong Kabupaten Bogor; 2) menganalisis efisiensi teknis usahatani padi semi organik di Kecamatan Cigombong Kabupaten Bogor; dan 3) menganalisis tingkat pendapatan yang diperoleh dalam usahatani padi semi organik di Kecamatan Cigombong Kabupaten Bogor. Metode penelitian menggunakan fungsi produksi

stochastic frontier dengan metode Maximum Likelihood Estimation (MLE). Penelitian dilakukan di Kecamapatan Cigombong Kabupaten Bogor pada bulan Januari 2013 hingga Desember 2013. Pengambilan sampel dilakukan secara

purposive. Data yang digunakan dalam penelitian merupakan jenis data cross section dan diperoleh melalui wawancara langsung kepada petani sampel.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa variabel luas lahan (X1), benih (X2), kompos (X3), urea (X4), dan tenaga kerja (X5) berpengaruh nyata terhadap produksi dengan nilai koefisien positif. Variabel luas lahan, kompos, dan urea berpengaruh nyata terhadap produksi padi semi organik pada tingkat kepercayaan 95%, benih berpengaruh nyata pada tingkat kepercayaan 90%, dan tenaga kerja berpengaruh nyata pada tingkat kepercayaan 85%. Hasil penelitian juga menunjukkan bahwa usahatani padi semi organik yang dilakukan oleh petani responden di Kecamatan Cigombong tergolong efisien secara teknis (nilai mean

efisiensinya sebesar 0.78). Status kepemilikan lahan merupakan sumber inefesiensi teknis yang berpengaruh nyata meningkatkan efisiensi teknis. Selain itu, usahatani padi semi organik di Kecamatan Cigombong tergolong menguntungkan (keuntungan Rp3 233 498.09) dan layak diusahakan (nilai R/C atas biaya tunai sebesar 1.42 dan nilai R/C atas biaya total sebesar 1.24).

Kata kunci: faktor-faktor produksi, pendapatan petani, stochastic frontier

(5)

SUMMARY

LAMRETTA GULTOM. Technical Efficiency Analysis of Semi-Organic Rice Farming in Cigombong Sub-District Bogor District. Supervised by RATNA WINANDI and SITI JAHROH.

The development of semi-organic rice in Cigombong Sub-district is quite prospected. Cigombong Sub-district has the largest land area of organic rice in Bogor District and semi-organic rice production has been conducted since 2002. However, semi-organic rice productivity in Cigombong Sub-district is still relatively low due to the inefficiencies in the use of inputs or production factors (such as: land, seed, compost, etc) in farming and inefficiencies that come from internal factors farmers (such as: age, education, experience and so on).

The aims of this study are 1) to analyze the factors that influence the production of semi-organic rice farming in Cigombong Sub-district, Bogor District; 2) to analyze the technical efficiency of semi-organic rice farming in Cigombong Sub-district, Bogor District; and 3) to analyze the income of semi-organic rice farming in Cigombong Sub-district, Bogor District. Stochastic Frontier Production function with Maximum Likelihood Estimation (MLE) method was used to analyze the problems in this research. The research was done in Cigombong Sub-district Bogor District from January 2013 until December 2013. Respondents in this research were selected by purposive sampling method. This research used cross section data and it was gotten by direct interview to the sample farmers.

The research findings showed that land (X1), seed (X2), compost (X3), urea (X4), and labour (X5) had positive significant effect on semi-organic rice production. Land, compost, and urea were significant at 95% level, seed was significant at 90% level, and labour was significant at 85% level. The result also showed that the semi-organic rice farming was technically efficient (mean efficiency was 0.78). Land ownership status was an important factor in technical inefficiency and it significantly increased technical efficiency. Besides, the research also showed that the semi-organic rice farming was profitable (the benefit was Rp3 233 498.09) and feasible to be developed (R/C ratio by cash cost was 1.42 and R/C ratio by total cost was 1.24).

(6)

© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2014

Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB

(7)
(8)
(9)

Tesis

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains

pada

Program Studi Agribisnis

ANALISIS EFISIENSI TEKNIS USAHATANI PADI SEMI ORGANIK

DI KECAMATAN CIGOMBONG KABUPATEN BOGOR

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR 2014

(10)

Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis : Dr Ir Netti Tinaprilla, MM

(11)

Judul Tesis : Analisis Efisiensi Teknis Usahatani Padi Semi Organik di Kecamatan Cigombong Kabupaten Bogor

Nama : Lamretta Gultom

NIM : H451110481

Disetujui oleh Komisi Pembimbing

Dr Ir Ratna Winandi, MS Ketua

Siti Jahroh, PhD Anggota

Diketahui oleh

Ketua Program Studi Magister Sains Agribisnis

Prof Dr Ir Rita Nurmalina, MS

Dekan Sekolah Pascasarjana

Dr Ir Dahrul Syah, MScAgr

(12)
(13)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Januari 2013 ini ialah analisis efisiensi teknis usahatani padi semi organik di Kecamatan Cigombong Kabupaten Bogor. Tesis ini dapat diselesaikan dengan baik atas dukungan dan bantuan dari banyak pihak.

Dengan demikian, penulis mengucapkan terimakasih kepada semua pihak yang telah membantu, khususnya kepada :

1. Dr Ir Ratna Winandi, MS selaku ketua komisi pembimbing dan Siti Jahroh, PhD selaku anggota komisi pembimbing yang telah memberikan bimbingan, arahan, serta masukan dalam penulisan tesis ini.

2. Dr Ir Anna Fariyanti, MSi selaku dosen evaluator pada kolokium proposal penelitian yang telah memberikan arahan dan masukan sehingga penelitian ini dapat dilakukan dengan baik.

3. Prof Dr Ir Rita Nurmalina, MS selaku Ketua Program Studi Agribisnis, dan Dr Ir Suharno, MAdev selaku Sekretaris Program Studi Agribisnis, serta seluruh Staf Program Studi Agribisnis atas bantuan dan kemudahan yang diberikan selama penulis menjalani pendidikan.

4. Dr Ir Netti Tinaprilla, MM dan Dr Ir Suharno, MADev selaku dosen penguji yang telah memberikan pengetahuan dan arahan sehingga tesis ini dapat ditulis dengan baik.

5. Biro Perencanaan Kerjasama Luar Negeri, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Nasional yang telah memberikan beasiswa kepada penulis. 6. Petani padi semi organik di Desa Ciburuy dan Desa Pasir Jaya Kecamatan

Cigombong yang telah bersedia diwawancarai selama penulis mengambil data penelitian.

7. Orang tua yakni Bapak Dolok Gultom, SH dan Ibu Meren Tina Tambunan. Adik-adik penulis, yakni: Evi Marlina Gultom, SH; Icuk Gultom; dan Gideon Gultom. Serta seluruh keluarga besar (oppung, keluarga tante, keluarga tulang, keluarga namboru) penulis yang telah memberikan doa dan dukungan lainnya kepada penulis.

8. Seluruh teman-teman Program Studi Magister Sains Agribisnis khususnya angkatan 2 dan Helentina Situmorang atas dukungan yang diberikan kepada penulis selama menjalani pendidikan.

Penulis menyadari bahwa masih terdapat banyak kekurangan dalam penulisan tesis ini. Namun, penulis berharap penelitian ini bisa bermanfaat dalam pengembangan pendidikan serta pengembangan sektor pertanian khususnya subsektor tanaman pangan di Kecamatan Bogor.

Bogor, Februari 2014

(14)

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL xi

DAFTAR GAMBAR xii

DAFTAR LAMPIRAN xii

PENDAHULUAN 1

Latar Belakang 1

Perumusan Masalah 4

Tujuan 5

Manfaat Penelitian 6

Ruang Lingkup Penelitian 6

Hipotesis 6

TINJAUAN PUSTAKA 7

Beras Organik dan Beras Semi Organik 7

Konsep Usahatani 8

Fungsi Produksi Stochastic frontier 8

Konsep Efisiensi 14

Konsep Pendapatan Usahatani 18

Kerangka Pemikiran Operasional 21

METODE 22

Lokasi dan Waktu Penelitian 22 Jenis dan Sumber Data 22 Metode Pengambilan Sampel 22 Metode Analisis Data 23 GAMBARAN UMUM DAN KERAGAAN USAHATANI 32 Gambaran Umum Wilayah Kecamatan Cigombong 32 Karakteristik Petani Sampel 34 Keragaan Usahatani Padi Semi Organik di Daerah Penelitian 36 TINGKAT EFISIENSI PRODUKSI PADI SEMI ORGANIK 39 Analisis Fungsi Produksi Stochastic frontier 39

Analisis Efisiensi Teknis 44 ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI 46 Penerimaan Usahatani 46 Analisis Biaya Usahatani 47 Analisis Pendapatan Usahatani Padi Semi Organik 50 Analisis R/C Usahatani Padi Semi Organik 50

(15)

Simpulan 52

Saran 52

DAFTAR PUSTAKA 53

LAMPIRAN 56

RIWAYAT HIDUP 64

DAFTAR TABEL

1 Data produktivitas padi semi organik di Kabupaten Bogor tahun 2011 4 2 Uji signifikansi untuk masing - masing parameter penduga fungsi

produksi 24

3 Analisis ragam terhadap model penduga fungsi produksi 25 4 Pengggolongan penduduk berdasarkan jenis mata pencaharian di Desa

Ciburuy tahun 2011 33

5 Status kepemilikan lahan di Desa Pasir Jaya tahun 2010 34 6 Karakteristik petani berdasarkan umur, pendidikan, pengalaman, dan

status usaha di Kecamatan Cigombong tahun 2013 34 7 Sebaran petani berdasarkan status kepemilikan lahan dan luas garapan

usahatani padi semi organik di Kecamatan Cigombong tahun 2013 36 8 Hasil dugaaan model produksi cobb douglas usahatani padi semi

organik menggunakan metode OLS 40

9 Hasil dugaan model produksi cobb douglas stochastic frontier

usahatani padi semi organik menggunakan metode MLE 42 10 Sebaran nilai efisiensi teknis usahatani padi semi organik di Kecamatan

Cigombong 44

11 Penduga efek inefisiensi teknis fungsi produksi stochastic frontier 45 12 Produksi, luas lahan, harga, dan penerimaan rata - rata usahatani padi

semi organik per hektar di Kecamatan Cigombong musim tanam

Desember 2012 - Maret 2013 46

13 Komponen biaya usahatani padi semi organik per hektar di Kecamatan Cigombong pada musim tanam Desember 2012 - Maret 2013 47 14 Penggunaan TKDK dan TKLK usahatani padi semi organik per hektar

di Kecamatan Cigombong musim tanam Desember 2012 - Maret 2013 49 15 Penyusutan alat alat pertanian usahatani padi semi organik di

Kecamatan Cigombong musim tanam Desember 2012 - Maret 2013 49 16 Analisis pendapatan usahatani padi semi organik di Kecamatan

Cigombong musim tanam Desember 2012 - Maret 2013 50 17 Analisis R/C usahatani padi semi organik per hektar di Kecamatan

(16)

DAFTAR GAMBAR

1 Fungsi produksi stochastic frontier 13

2 Efisiensi pada orientasi input 15

3 Kerangka operasional penelitian 21

DAFTAR LAMPIRAN

1 Produk domestik bruto subsektor tanaman pangan atas dasar harga

berlaku tahun 2008 (persen) 56

2 Luas lahan usahatani padi sawah organik di Kabupaten Bogor tahun

2010 57

3 Analisis pendapatan usahatani padi semi organik per hektar di

Kecamatan Cigombong 57

4 Hasil uji normalitas model fungsi produksi padi semi organik di

Kecamatan Cigombong 58

5 Hasil uji heteroskedastisitas model fungsi produksi padi semi organik di

Kecamatan Cigombong 59

6 Hasil pendugaan model fungsi produksi padi semi organik dengan

metode OLS di Kecamatan Cigombong 60

7 Hasil pendugaan model fungsi produksi padi semi organik dengan

(17)
(18)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Beras merupakan komoditi pertanian yang berperan strategis dalam perekonomian nasional karena selain berperan penting terhadap ketahanan pangan, beras juga berperan cukup besar terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) nasional. Direktorat Jenderal Tanaman Pangan (2009) pada Lampiran 1 menunjukkan bahwa padi menjadi pemasok utama PDB tanaman pangan, dengan kontribusi sebesar 37.75 persen. Sekitar 90 persen penduduk Indonesia menjadikan beras sebagai pangan utama (Kementerian Pertanian Indonesia 2011). Selain itu, beras juga berperan dalam menciptakan lapangan kerja, memantapkan swasembada pangan serta menjadi bahan baku industri.

Konsumsi beras dari tahun ke tahun cenderung naik sejalan dengan pertumbuhan jumlah penduduk yang semakin meningkat. Jumlah penduduk tahun 2010 sebesar 237 556 363 jiwa dengan laju pertumbuhan penduduk rata-rata 1.49 persen, dengan demikian jumlah penduduk Indonesia pada tahun 2014 adalah 252 034 317 jiwa. Jika konsumsi beras per kapita per tahun 139.15 kg pada tahun 2010, dengan laju pertumbuhan sebesar 1.5 persen maka kebutuhan beras pada tahun 2014 sebesar 33 013 214 ton.1 Beberapa upaya yang telah dilakukan pemerintah dalam mendukung ketahanan pangan utama nasional, salah satunya melalui program revolusi hijau. Menurut Andoko (2010) revolusi hijau merupakan salah satu program pemerintah yang dicetus sejak tahun 1960-an dengan tujuan untuk meningkatkan produksi pangan melalui usaha pengembangan teknologi pertanian modern yang meliputi penggunaan bibit unggul, penggunaan pupuk kimia, mekanisasi pertanian, dan penyuluhan pertanian secara massal.

Teknologi revolusi hijau mampu menjadikan Indonesia sebagai negara swasembada beras tahun 1984 namun setelah itu terjadi penurunan produksi karena penggunaan teknologi revolusi hijau yang berlebihan dapat meningkatkan degradasi tanah, menurunkan produktivitas dan kualitas sumberdaya pertanian, pencemaran air tanah, mengganggu kesehatan manusia, hewan dan kualitas lingkungan (Andoko 2010). Kondisi tersebut menunjukkan bahwa teknologi revolusi hijau tidak dapat dipertahankan dalam menjamin ketahanan pangan ke depan. Selain itu, dampak buruk revolusi hijau juga menjadi pelajaran besar yang mulai disadari oleh masyarakat dunia baik konsumen maupun produsen.

Kesadaran akan dampak revolusi hijau mendorong gaya hidup sehat dengan slogan “Back to Nature” menjadi tren baru masyarakat dunia dan diwujudkan melalui perdagangan global yang mensyaratkan produk pertanian harus mempunyai atribut aman dikonsumsi, memiliki kandungan nutrisi tinggi serta ramah lingkungan. Sehingga inovasi baru melalui intensifikasi pertanian organik menjadi solusi pertanian yang tepat untuk dikembangkan seiring dengan isu revolusi hijau dan isu gaya hidup sehat. Pertanian organik menurut Deptan (2007) adalah suatu sistem produksi pertanian yang holistik dan terpadu, yang

1

(19)

2

mengoptimalkan kesehatan dan produktivitas agro-ekosistem secara alami, sehingga mampu menghasilkan pangan dan serat yang cukup, berkualitas, dan berkelanjutan.

Salah satu komoditas pertanian organik yang potensial untuk dikembangkan di Indonesia adalah beras organik. Menurut Andoko (2010), keunggulan beras organik dibanding beras anorganik adalah relatif lebih aman untuk dikonsumsi, rasa nasi lebih empuk dan pulen, warna lebih menarik, dan daya simpannya lebih baik. Selain itu, harga jual beras organik juga relatif lebih tinggi dibanding beras anorganik/konvensional. Harga beras organik berkisar antara Rp8 000.00 - Rp13 000.00 per kg sementara beras anorganik Rp5 500.00 – Rp7 000.00 per kg (Deptan 2007). Pada tahun 2012 harga beras organik meningkat menjadi Rp15 000.00 per kg.2

Praktek pertanian padi secara organik dapat memberikan beberapa manfaat, seperti: 1). Manfaat kesehatan karena pertanian organik menghasilkan makanan yang cukup, aman, dan bergizi serta meminimalkan semua bentuk polusi dari kegiatan pertanian. 2). Manfaat bagi lingkungan karena dapat memperbaiki kualitas tanah dengan menjaga sifat fisik, kimia, dan biologi tanah; memperbaiki kualitas air dan kualitas udara; mengurangi jumlah limbah melalui daur ulang limbah menjadi pupuk organik serta mampu menciptakan keanekaragaman hayati. 3). Manfaat bagi perekonomian masyarakat karena pertanian organik menghasilkan pendapatan yang relatif lebih besar dibanding pertanian konvensional dan menciptakan lapangan kerja baru (Deptan 2007). Selain itu, potensi beras organik di Indonesia cukup tinggi.

Pengembangan beras organik cukup berpotensi di Indonesia karena beberapa hal, yakni (Deptan 2007): 1). Indonesia memiliki lahan yang potensial untuk pengembangan pertanian organik; dari 75.5 juta hektar lahan yang dapat digunakan untuk usaha pertanian organik, baru sekitar 25.7 juta hektar yang telah diolah untuk sawah dan perkebunan. 2). Varietas lokal beragam dan adaptif terhadap lingkungan setempat. 3). Indonesia memiliki potensi yang cukup besar untuk bersaing di pasar internasional. Kondisi saat ini menunjukkan bahwa perkembangan beras organik di Indonesia cukup pesat. Perkembangan ini diprediksi mencapai Rp 28 miliar dengan pertumbuhan 22 persen per tahunnya.3

Beras organik di beberapa wilayah Indonesia bahkan mampu menembus pasar ekspor. Hal ini dapat dilihat dari data permintaan beras organik dari Jawa Barat dan Tasikmalaya. Permintaan beras organik di Jawa barat berasal dari Negara Eropa, Malaysia, dan Asia lain. Namun sejauh ini, permintaan beras organik dari Malaysia sebesar 300 ton per bulan, hanya mampu terpenuhi dibawah 100 ton per bulan4. Demikian halnya Kabupaten Tasikmalaya, permintaan beras

Gentur. 2013. Mengintip peluang bisnis dari beras organik. http://www.ciputraentrepreneurship. com/agrobisnis/12435-bustanul-mulyawan-mengintip-peluang-bisnisdari-beras-organik.html (diakses 1 Maret 2013)

4

(20)

3 Jerman. Namun jumlah permintaan beras organik sebesar 60 ton per bulan, hanya mampu terpenuhi sebesar 20 ton per bulan.5

Selain pasar ekspor, pasar domestik beras organik juga mengalami peningkatan. Sekitar 10 persen dari penduduk Indonesia yang memiliki tingkat sosial ekonomi tinggi, berpendidikan dan tinggal di kota besar merupakan pangsa pasar produk organik yang potensial (Mayasari 2009). PSI (2012) memproyeksikan bahwa permintaan beras organik Indonesia dari tahun 2008 sebesar 950.918 kuintal meningkat menjadi 1 141 102 kuintal pada tahun 2009 dengan peningkatan sebesar 20 persen.

Melihat tingginya potensi beras organik saat ini, maka perkembangan beras organik perlu didorong di Indonesia karena dapat menjamin ketahanan pangan yang berkelanjutan dan berprospek tinggi untuk diusahakan mengingat masih besarnya peluang pasar beras organik di pasar domestik dan pasar ekspor. Dengan demikian, program Go organic 2010 merupakan salah satu kebijakan pemerintah yang dibuat dalam mendukung peningkatan produksi beras organik dengan tujuan untuk menjadikan negara Indonesia sebagai negara swasembada beras dan produsen pangan organik terbesar di dunia. Program ini merupakan langkah strategis dalam menjamin ketahanan pangan yang aman serta berkelanjutan dalam menghadapi isu revolusi hijau guna meningkatkan kesejahteraan masyaraskat, baik konsumen maupun produsen.

Seiring dengan adanya program Go organic 2010, budidaya beras organik di kalangan petani meningkat. Menurut AOI (2011) total luas area lahan pertanian organik di Indonesia dari tahun 2009 sebesar 217 156.58 hektar meningkat 10 persen menjadi 238 872.24 hektar pada tahun 2010. Jumlah petani padi organik meningkat dari 640 petani pada tahun 2000 menjadi 1 700 petani pada tahun 2004 (Biocert 2006), bahkan pada tahun 2011 sudah tercatat bahwa Aliansi Organik Indonesia sudah bekerja sama dengan 50 ribu petani organik. Selain itu, produksi padi organik dalam PSI (2012) diproyeksikan meningkat dari 550 300 kuintal pada tahun 2005 menjadi 577 080 kuintal pada tahun 2009 atau meningkat sebesar 4.87 persen.

Deptan (2007) menyebutkan bahwa hampir di setiap daerah penghasil beras di Indonesia telah mengusahakan pertanian padi secara organik. Sentra produksi beras organik sebagian besar berpusat di Jawa Barat termasuk daerah Bogor. Menurut Dinas Pertanian dan Kehutanan Pemerintah Kabupaten Bogor (2012) terdapat 9 kecamatan yang memproduksi padi organik di Kabupaten Bogor. Kecamatan Cigombong merupakan wilayah yang paling besar mengembangkan padi organik dengan luas sebesar 90 hektar atau sebesar 22.96 persen dari total luas lahan padi organik di Kabupaten Bogor seperti yang ditunjukkan pada Lampiran 2. Kecamatan ini memiliki 4 sentra produksi padi organik, yaitu Desa Ciburuy, Desa Pasir jaya, Desa Cisalada, dan Desa Tugu Jaya.

Kecamatan Cigombong merupakan salah satu wilayah yang ikut berperan serta dalam mendukung program pemerintah “Go Organic β010”. Jika dilihat dari definisi pertanian organik pada paragraf sebelumnya, maka padi yang diproduksi di Kecamatan Cigombong tergolong beras semi organik. Dikatakan beras semi organik karena lahan yang dialihkan untuk menghasilkan beras organik

5

(21)

4

memerlukan waktu bertahun-tahun untuk dapat dikatakan organik dan pemupukan yang dilakukan di wilayah ini masih menggunakan pupuk kimia.

Beras semi organik merupakan beras yang dihasilkan melalui proses budidaya yang memprioritaskan pada penggunaan bahan-bahan alami yang ramah lingkungan, mudah dan murah untuk mendapatkannya dengan tetap menjaga produktivitas dan kualitas hasil pertanian.6 Selain dari luasannya, berdasarkan hasil wawancara yang dilakukan kepada staf Dinas Pertanian dan Kehutanan Kabupaten Bogor dan staf Kepala Badan Pelaksana Penyuluhan Pertanian, Perikanan, Peternakan Dan Kehutanan (BP5K) bahwa Kecamatan Cigombong merupakan salah satu kecamatan yang konsisten dalam memproduksi padi semi organik sejak tahun 2002 hingga saat ini, dengan demikian Kecamatan ini dijadikan sebagai lokasi penelitian padi semi organik.

Perumusan Masalah

Kecamatan Cigombong merupakan wilayah yang terletak di Kabupaten Bogor Jawa Barat yang ikut serta dalam mendukung program pemerintah “Go Organic β010”. Tingginya peluang pasar beras organik mendorong Kecamatan Cigombong mengembangkan usahatani beras semi organik. Pengembangan beras semi organik di Kecamatan ini cukup berprospek karena memiliki luas lahan terbesar di Kabupaten Bogor seperti yang diungkapkan pada latar belakang sebelumnya. Namun dilihat dari produktivitasnya, padi semi organik di Kecamatan Cibombong masih tergolong rendah jika dibandingkan dengan produktivitas padi semi organik di 4 kecamatan lainnya seperti Kecamatan Caringin, Kecamatan Cileungsi, Kecamatan Ciawi, dan Kecamatan Sukamakmur yang ditunjukkan pada Tabel 1.

Tabel 1 Data produktivitas padi semi organik di Kabupaten Bogor tahun 2011

Nama kecamatan Produktivitas (ton/ha)

Kecamatan Caringin 13.68

Kecamatan Cileungsi 11.52

Kecamatan Ciawi 11.30

Kecamatan Sukamakmur 10.91

Kecamatan Cigombong 10.27

Sumber: Dinas Pertanian dan Kehutanan Kabupaten Bogor (2012, diolah)

Penelitian Gultom (2011) juga menunjukkan bahwa produktivitas padi semi organik di Kecamatan Cigombong masih rendah yakni sebesar 5.4 ton per hektar (ha). Produktivitas sangat erat kaitannya dengan penggunaan faktor produksi karena produktivitas menyangkut seberapa besar jumlah output yang dihasilkan untuk setiap unit input tertentu (Rahim dan Hastuti 2008; Tinaprilla 2012; Adiyoda 1999). Penggunaan faktor produksi perlu diperhatikan dalam kegiatan usahatani agar tidak terjadi penggunaan yang berlebihan yang dapat

6

(22)

5 merugikan petani atau mempengaruhi pendapatan dan menyebabkan tingkat produksi yang tidak optimal. Sementara kendala yang umumnya dihadapi para petani adalah bagaimana mengalokasikan faktor-faktor produksi tersebut untuk mendapatkan produksi yang diharapkan. Dengan demikian, penelitian ini dilakukan untuk menganalisis faktor-faktor apa yang mempengaruhi produksi padi semi organik di Kecamatan Cigombong?

Penelitian Songsrirote dan Singhapreecha (2007); Khai dan Yabe (2011); Piya et al (2012); dan Tinaprilla (2012) menunjukkan bahwa produktivitas tidak hanya dipengaruhi oleh faktor produksi, namun dipengaruhi juga oleh faktor internal petani seperti usia, pendidikan, pengalaman bertani, status usaha, dan lain-lain. Misalnya penelitian Songsrirote dan Singhapreecha (2007) menunjukkan bahwa pendidikan petani mempengaruhi kemampuan manajerial petani dalam mengelola usahatani padi organik dan mempengaruhi petani dalam pengambilan keputusan yang tepat dalam usahataninya sehingga lebih efisien. Dengan demikian, penelitian ini juga dilakukan untuk menganalisis tingkat efisiensi teknis usahatani padi semi organik di Kecamatan Cigombong.

Analisis efisiensi teknis dilakukan untuk mengetahui kombinasi faktor-faktor produksi yang optimal dalam memproduksi padi semi organik dan melihat faktor-faktor internal yang dapat mempengaruhi kemampuan manajerial petani dalam berproduksi secara efisien karena berproduksi secara efisiensi dapat meningkatkan keuntungan petani itu sendiri. Selain itu, analisis ini juga dilakukan untuk mengetahui apakah produktivitas padi semi organik sudah efisien secara teknis atau masih bisa ditingkatkan produktivitasnya dengan penggunaan input produksi yang optimal.

Menurut Farrel (1957) efisiensi teknis merupakan kemampuan produsen untuk mendapat output maksimum dari satu set input (faktor produksi) yang tersedia sehingga efisiensi teknis menjadi salah satu penentu bagi pendapatan petani. Selain itu, rendahnya produktivitas diduga akan mempengaruhi besar kecilnya pendapatan usahatani dengan asumsi harga cateris paribus. Oleh karena itu, penelitian ini juga dilakukan untuk menganalisis pendapatan petani padi semi organik di Kecamatan Cigombong. Analisis ini dilakukan untuk mengetahui sejauh mana kegiatan usahatani padi semi organik memberikan keuntungan bagi petani di Kecamatan Cigombong padi tingkat input yang tersedia. Sehingga berdasarkan uraian permasalahan di atas, maka yang menjadi pertanyaan yang akan dikaji pada penelitian ini adalah:

1. Faktor-faktor apa yang mempengaruhi produksi usahatani padi semi organik di Kecamatan Cigombong Kabupaten Bogor?

2. Bagaimana efisiensi teknis usahatani padi semi organik di Kecamatan Cigombong Kabupaten Bogor?

3. Bagaimana tingkat pendapatan yang diperoleh dalam usahatani padi semi organik di Kecamatan Cigombong Kabupaten Bogor?

Tujuan

Berdasarkan perumusan masalah yang diuraikan di atas, maka yang menjadi tujuan dari penelitian ini adalah:

(23)

6

2. Menganalisis efisiensi teknis usahatani padi semi organik di Kecamatan Cigombong Kabupaten Bogor.

3. Menganalisis tingkat pendapatan yang diperoleh dalam usahatani padi semi organik di Kecamatan Cigombong Kabupaten Bogor.

Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi tentang karakteristik usahatani padi semi organik dan pengalokasian faktor-faktor produksi yang tepat serta efisien secara teknis pada produksi padi semi organik khususnya di Kecamatan Cigombong. Hasil penelitian yang dilakukan juga diharapkan dapat berguna bagi pihak-pihak terkait, yakni:

1. Sebagai sumber informasi bagi petani dalam pengambilan keputusan usahataninya.

2. Sebagai bahan masukan bagi pengambil kebijakan agar dapat menuangkan kebijakan yang tepat sehingga dapat meningkatkan kesejahteraan petani. 3. Sebagai bahan referensi dan literatur bagi penelitian selanjutnya.

Ruang Lingkup Penelitian

Ruang lingkup penelitian ini dibatasi pada lingkup bahasan penelitian yang menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi produksi, efisiensi teknis, dan pendapatan usahatani padi semi organik pada satu musim tanam yakni Desember 2012 hingga Maret 2013, dengan responden penelitian yaitu petani yang memproduksi padi semi organik di Kecamatan Cigombong.

Hipotesis

Berdasarkan rumusan permasalahan, maka yang menjadi hipotesis dalam penelitian ini adalah:

1. Faktor produksi (seperti luas lahan, benih, kompos, dan sebagainya) diduga berpengaruh positif terhadap produksi padi semi organik di Kecamatan Cigombong.

2. Faktor internal petani (seperti umur, pendidikan, pengalaman usahatani,

dummy status kepemilikan lahan) dan faktor eksternal (seperti cuaca, iklim, hama dan penyakit) diduga berpengaruh positif terhadap efisiensi teknis usahatani padi semi organik di Kecamatan Cigombong.

(24)

7

TINJAUAN PUSTAKA

Beras Organik dan Beras Semi Organik

Pertanian organik didasarkan pada penggunaan bahan input eksternal yang minimal tanpa menggunakan pupuk dan pestisida sintetis. Pertanian organik merupakan suatu sistem manajemen produksi pertanian yang holistik dan terpadu yang bertujuan untuk meningkatkan dan mengembangkan kesehatan agro-ekosistem, termasuk keragaman hayati, siklus biologi, dan aktivitas biologi tanah (Deptan 2007; BSN 2010). Selain itu, pertanian organik juga didefinisikan sebagai suatu sistem pertanian yang berupaya untuk mengembalikan semua jenis bahan organik ke dalam tanah, baik dalam bentuk residu dan limbah pertanaman atau ternak yang kemudian bertujuan menjadi sumber makanan pada tanaman. Suatu usahatani dapat dikategorikan pertanian organik jika:7

a. Lokasi, lahan dan tempat penyimpanan harus terpisah secara fisik dengan batas alami dari pertanian non organik.

b. Masa konversi lahan dari pertanian non organik menjadi pertanian organik diperlukan waktu 12 bulan untuk tanaman musiman dan 18 bulan untuk tanaman tahunan.

c. Bahan tanaman (Benih/bibit) bukan berasal dari hasil rekayasa genetika dan tidak diperlakukan dengan bahan kimia sintetik ataupun zat pengatur tumbuh. d. Media tumbuh tidak menggunakan bahan kimia sintetik

e. Perlindungan tanaman tidak menggunakan bahan kimia sintetik, tapi berupa pengaturan sistem tanam/pola tanam , pestisida nabati, agens hayati dan bahan alami lainnya.

f. Pengelolaan produk harus terpisah dari produk non organik dan tidak menggunakan bahan yang mengandung additive.

Dengan demikian, beras organik merupakan beras yang berasal dari padi yang dibudidayakan secara organik atau tanpa pengaplikasian pupuk kimia dan pestisida kimia. Padi organik juga merupakan padi yang disahkan oleh sebuah badan independen, untuk ditanam dan diolah menurut standar “organik” yang ditetapkan. Hampir sama dengan beras organik, bahwa padi semi organik merupakan padi yang dibudidayakan dengan menggunakan pupuk organik, namun masih menggunakan pupuk kimia dengan dosis yang lebih rendah dan tanpa pestisida kimia.

Perbedaan padi organik dengan padi semi organik dapat juga dilihat dari proses atau kegiatan usahatani yang dilakukan. Kegiatan usahatani yang dilakukan pada usahatani padi organik terdiri dari: persiapan benih, pengolahan tanah dan lahan tanam, pemupukan (jika lahan berasal dari lahan konvensional, maka pemupukan awal dilakukan dengan pupuk organik powder 135 dengan dosis 10 ton/ha, namun jika kondisi lahan pertanian sudah membaik maka pemupukan dengan pupuk organik powder 135 cukup dengan 5 - 10 kg/ha), pemeliharaan, panen (Dinas Pertanian Provinsi Jawa Barat 2002). Sementara kegiatan usahatani pada padi semi organik terdiri dari: pengolahan tanah, pembibitan, penanaman,

7

(25)

8

pengaturan air, penyiangan, pemupukan (dosis pupuk rata-rata yang diberikan per hektar adalah 62 kilogram urea dan 141 kilogram pupuk phonska), pengendalian hama dan penyakit dengan pestisida nabati, pemeliharaan pematang sawah, dan panen (Gultom 2010).

Konsep Usahatani

Menurut Firdaus (2008); Hanafie (2010), Rahim dan Hastuti (2008); Soekartawi (1986); Suratiyah (2008), usahatani merupakan ilmu yang mempelajari bagaimana seseorang menentukan, mengorganisasikan, dan mengkoordinasikan faktor-faktor produksi seefektif dan seefisien mungkin sehingga memberikan manfaat yang sebaik-baiknya. Ilmu usahatani pada dasarnya memperhatikan cara-cara petani memperoleh dan memadukan sumberdaya seperti lahan, tenaga kerja, modal, waktu dan pengelolaan yang terbatas untuk mencapai tujuannya. Keberhasilan suatu usahatani tidak terlepas dari faktor-faktor lingkungan yang mempengaruhinya, seperti faktor intern dan ekstern. Faktor intern atau faktor dalam usahatani meliputi petani pengelola, tanah usahatani, tenaga kerja tingkat teknologi, kemampuan petani mengalokasikan penerimaan keluarga dan dan jumlah keluarga petani; sedangkan faktor ekstern atau yang sering disebut dengan faktor luar usahatani meliputi ketersediaan sarana angkutan dan komunikasi, aspek-aspek yang menyangkut pemasaran hasil dan input usahatani, fasilitas kredit dan penyuluhan bagi petani Hernanto (1989).

Fungsi Produksi Stochastic frontier

Proses produksi melibatkan hubungan antara faktor produksi (input) yang digunakan dengan produk yang dihasilkan (ouput). Setiap produsen sebaiknya mampu untuk mengalokasikan input-input yang dimiliki untuk mendapatkan produksi yang lebih optimal sehingga fungsi produksi dapat didefinisikan sebagai suatu fungsi yang menunjukkan hubungan teknis antara hasil produksi fisik (output) dengan faktor-faktor produksi (input). Pengertian tersebut dapat dikatakan juga sebagai factor relationship menurut Hanafie (2010). Rumus matematis factor relationship (FR) dapat ditulis sebagai berikut (Soekartawi 2003; Harsh et al. 1981):

Y = f (X1, X2, X3, ……Xn) dimana:

Y = jumlah produksi yang dihasilkan

X = faktor produksi yang digunakan atau variabel yang mempengaruhi

Masukan X1, X2, X3, …, Xn menurut Soekartawi et al. (1986) dapat

dikategorikan menjadi dua, yaitu masukan yang dapat dikuasai oleh petani seperti luas lahan, jumlah pupuk, tenaga kerja, dan sebagainya; serta masukan yang tidak dapat dikuasai petani seperti iklim.

(26)

9 persoalan ekonomi, dapat diterima secara teoritis dan logis, dan dapat menjelaskan persoalan yang diamati (Soekartawi 2003). Hasil analisis fungsi produksi merupakan fungsi pendugaan. Fungsi produksi memiliki beberapa macam model antara lain model linear, kuadratik, cobb douglas, translog, dan

transendental. Model yang paling sederhana serta yang paling mudah dianalisis dari keempat model tersebut adalah model cobb douglas. Fungsi produksi cobb douglas menurut adalah suatu fungsi atau persamaan yang melibatkan dua atau lebih variabel, dimana variabel yang satu disebut dengan variabel dependen (Y), dan yang lain disebut sebagai variabel independen (X). Bentuk umum model fungsi produksi cobb douglas adalah sebagai berikut (Soekartawi 2003; Hidayah 2013):

Y = 0 X1 1 X2 β X3 γ... Xn n eu Dimana:

Y = jumlah produksi yang diduga 0 = intersep

n = parameter penduga variabel ke-i dan merupakan elastisitas Xi = faktor produksi yang digunakan (i = 1, 2, 3,..., n)

e = bilangan natural (2.718) u = kesalahan (disturbance term)

Pendugaan terhadap persamaan akan lebih mudah dilakukan jika persamaan diubah menjadi bentuk linear berganda dengan cara melogaritmakan persamaan tersebut. Logaritma dari persamaan di atas adalah (Soekartawi 2003):

ln Y = ln 0 + 1 ln X1 + 2 ln Xβ + 3 ln X3 +...+ n ln Xn + u ln e

Nilai 1, 2, 3,.... n pada fungsi produksi cobb douglas adalah sekaligus menunjukkan elastisitas X terhadap Y. Kelebihan dari model fungsi produksi cobb douglas adalah:

a). Koefisien pangkat dari masing-masing fungsi produksi cobb douglas

menunjukkan besarnya elastisitas produksi dari masing-masing faktor produksi yang digunakan dalam menghasilkan output.

b). Merupakan pendugaan terhadap keadaan skala usaha dari proses produksi yang berlangsung.

c). Bentuk linear dari fungsi cobb douglas ditransformasikan dalam bentuk log e

(ln), dalam bentuk tersebut variasi data menjadi sangat kecil. Hal ini dilakukan untuk mengurangi terjadinya heterokedastisitas.

d). Perhitungannya sederhana karena persamaannya dapat diubah dalam bentuk persamaan linear.

e). Bentuk fungsi cobb douglas paling banyak digunakan dalam penelitian khususnya bidang pertanian.

f). Hasil pendugaan melalui fungsi cobb douglas akan menghasilkan koefisien regresi yang sekaligus juga menunjukkan besaran elastisitas.

g). Besaran elastisitas dapat juga sekaligus menggambarkan return to scale. Hubungan antara faktor-faktor produksi dan produksi pada fungsi produksi

cobb douglas dianalisis dengan menggunakan metode Ordinary Least Square

(27)

10

bentuk linier sederhana, namun berkenaan dengan asumsi yang melekat pada metode penduga OLS, bentuk cobb douglas mempunyai beberapa keterbatasan diantaranya (Gujarati 1988):

1. E (ui│Xi) = 0, artinya rata-rata hitung dari simpangan (deviasi) yang berhubungan dengan setiap Xi sama dengan nol.

2. Cov (ui, uj) = 0, i ≠ j, artinya tidak ada autokolerasi atau tidak ada korelasi antara kesalahan pengganggu ui dan uj.

3. Var (ui│Xi) = σ2, artinya setiap error mempunyai varian yang sama atau penyebaran yang sama (homoskedastisitas).

4. Cov (ui, Xi) = 0, artinya tidak ada korelasi kesalahan pengganggu dengan setiap variabel yang menjelaskan (Xi).

5. N (0; σ2), artinya kesalahan pengganggu mengikuti distribusi normal dengan rata-rata nol dan varian σ2.

6. Tidak ada multikolinearitas, artinya tidak ada hubungan linear yang nyata antara variabel-variabel yang menjelaskan.

Terlepas dari bentuk fungsi yang biasa digunakan, tujuan seseorang dalam mengelola usahataninya adalah untuk meningkatkan produksi dan keuntungan. Perolehan keuntungan maksimum berkaitan erat dengan efisiensi dalam berproduksi. Proses produksi tidak efisien karena dua hal (Sumaryanto et al. 2003) yaitu: (1) tidak efisien secara teknis karena ketidakberhasilan mewujudkan produktivitas maksimal artinya per unit paket masukan tidak dapat menghasilkan produksi maksimal, dan (2) tidak efisien secara alokatif karena pada tingkat harga-harga masukan dan keluaran tertentu, proporsi penggunaan masukan tidak optimum.

Ada dua konsep fungsi produksi yang perlu diperhatikan perbedaannya dalam mengukur efisiensi yaitu fungsi produksi batas (frontier production function) dan fungsi produksi rata-rata (average production function). Konsep fungsi produksi merupakan hubungan fungsi yang memperlihatkan output maksimum yang dapat dihasilkan oleh setiap input atau kombinasi berbagai input. Menurut Coelli et al. (1998) pada umumnya kajian empirik mengenai fungsi produksi menduga hubungan input dan output tersebut menggunakan metode least square sehingga sehingga menghasilkan fungsi produksi rata-rata dan bukan produksi maksimum. Fungsi produksi batas menunjukkan kemungkinan produksi tertinggi yang dapat dicapai oleh petani dengan menggunakan faktor produksi tertentu pada tingkat teknologi tertentu.

Fungsi produksi frontier diturunkan dengan menghubungkan titik-titik output maksimum untuk setiap tingkat penggunaan input sehingga fungsi produksi tersebut mewakili kombinasi input-output secara teknis paling efisien dan setiap titik pada kurva produksi frontier menunjukkan kondisi tercapainya efisiensi teknis pada suatu usahatani. Berdasarkan konsep tersebut maka di dalam fungsi produksi frontier tidak diijinkan terjadi negative gap atau tidak ada observasi di bawah fungsi produksi frontier. Sementara usahatani yang berproduksi di sepanjang kurva produksi rata-rata belum tentu yang paling efisien karena kemungkinan ada usahatani yang mampu berproduksi di atas kurva atau lebih besar dari produksi rata-rata.

(28)

11 diperoleh dari pendugaan fungsi produksi rata-rata tidak dapat memisahkan perubahan teknologi murni dengan random shock. Pendekatan dengan fungsi produksi rata-rata untuk mengukur efisiensi ekonomi baik efisiensi teknis dan alokatif juga mendapat kritikan dari beberapa penulis. Beberapa kritikan tersebut diacu dalam Tinaprilla (2012) antara lain:

1. Lau dan Yotopoulous (1971) berpendapat bahwa pendekatan fungsi produksi rata-rata memiliki masalah bias persamaan yang simultan dan rentan terhadap multikolinearitas.

2. Upton (1979) berpendapat bahwa petani beroperasi dalam sistem pertanian yang dinamis dan kompleks. Oleh karena itu, fungsi produksi tunggal tidak dapat digunakan untuk menjelaskan situasi yang kompleks dan dinamis.

3. Ghatak dan Ingersent (1984) mengkritik pendekatan produksi rata-rata dengan alasan bahwa pendekatan ini tidak membedakan antara efisiensi alokatif dan ekonomi sehingga pendekatan ini mengabaikan efisiensi teknis petani. Oleh karena itu, ada kemungkinan bahwa alokasi sumber daya dapat berada di bawah batas maksimum teknis efisien karena kurangnya kemampuan, pengetahuan, sikap, dan lain lain.

Kritikan mengenai fungsi produksi rata-rata menjadi pendorong penggunaan pendekatan fungsi produksi frontier. Pengukuran efisiensi pada fungsi produksi batas (frontier) terdiri dari dua pendekatan, yaitu pendekatan

stochastic frontier dan teknik linear programming (Data Envelopment Analysis

atau DEA). Pendekatan stochastic frontier berkaitan dengan pengukuran kesalahan acak dimana keluaran dari usahatani merupakan fungsi dari faktor produksi, kesalahan acak dan inefisiensi, sementara pendekatan DEA tidak mempertimbangkan adanya kesalahan acak sehingga efisiensi teknis yang dihasilkan menjadi bias.

Model stochastic frontier membiarkan adanya sifat acak (noise) dari hubungan antar input di dalam produksi sehingga hasil yang diperoleh lebih akurat di dalam mengukur kesalahan pengukuran, misalnya kondisi iklim dan faktor pengganggu lainnya. Metode pengukuran efisiensi dengan pendekatan nonparametrik mudah terkena kesalahan dalam pengukuran (measurement error), sementara faktor kesalahan saat proses pengambilan data di lapangan sangat tinggi sehingga untuk mengakomodir error term dari data maka digunakan pendekatan parametrik yaitu dengan menggunakan metode pengukuran stochastic frontier.

Model fungsi produksi stochastic frontier (stochastic production frontier) diperkenalkan oleh Aigner et al. pada tahun 1977. Menurut Coelli et al. (2005) fungsi produksi frontier menggambarkan kondisi output maksimum yang dapat dihasilkan dalam suatu proses produksi. Sama halnya dengan konsep fungsi produksi frontier menurut Doll dan Orazem (1984) yakni menggambarkan produksi maksimum yang diperoleh dari kombinasi faktor produksi pada tingkat pengetahuan dan teknologi tertentu. Model stochastic frontier merupakan perluasan dari model asli deterministik untuk mengukur efek-efek yang tidak terduga (stochastic effects) di dalam batas produksi.

(29)

12

bersifat homogen. Fungsi produksi yang memenuhi kriteria homogenitas adalah fungsi produksi Cobb Douglas karena dalam Cobb Douglas berlaku asumsi constan return to scale, selain itu bentuk fungsi produksi ini mengurangi terjadinya heterokedastisitas dan bentuk fungsi Cobb Douglas paling banyak digunakan dalam penelitian, khususnya penelitian bidang pertanian serta perhitungannya sederhana dan dapat dilakukan dengan program komputer yang telah tersedia. Dengan demikian fungsi produksi yang digunakan dalam menduga produksi frontier adalah fungsi produksi stochastic frontierCobb Douglas.

Fungsi produksi stochastic frontier Cobb Douglas menggunakan metode penduga Maximum Likelihood Estimation (MLE) dengan proses dua tahap. Tahap pertama menggunakan metode OLS untuk menduga parameter teknologi dan input produksi. Tahap kedua menggunakan metode MLE untuk menduga keseluruhan parameter faktor produksi, intersep ( 0) dan varians dari kedua

komponen kesalahan vi dan ui (normal v2 dan 2 u

 ).

Aigner dan Chu (1968) mempertimbangkan estimasi parameterik frontier

dari fungsi produksi Cobb Douglas dengan menggunakan data atas sejumlah N sampel dari suatu usahatani. Dalam fungsi produksi stochastic frontier

ditambahkan random error vi ke dalam variabel acak non negatif ui, dengan

demikian model fungsi produksi stochastic frontier pada kasus Cobb Douglas

secara umum dapat digambarkan sebagai berikut:

Ln Yit = ln 0 + ji i

Fungsi produksi stochastic frontier disebut juga sebagai composed error model karena mempunyai dua komponen error term, yaitu disebabkan oleh random effects (vi) dan inefisiensi teknis (ui), dimana i = vi– ui. Sehingga bentuk

umum persamaan stochastic frontier adalah:

Ln Yi = ln 0 + ∑ jlnXji + ( vi – ui), i = 1,2,3,...,n Dimana:

Yit = produksi yang dihasilkan petani i pada waktu t Xit = vektor masukan yang digunakan petani i pada waktu t

i = vektor koefisien parameter yang akan diestimasi

Vit = variabel acak yang berkaitan dengan faktor-faktor eksternal, sebaran simetris, dan menyebar normal (vit ~ N(0,v2))

Uit = variabel acak non negatif yang diasumsikan mempengaruhi tingkat inefisiensi teknis dan berkaitan dengan faktor-faktor internal dengan sebaran bersifat setengah normal ( ui ~ | N(0,u2)| ).

(30)

13

X

xj xi

Y

yj

yi

identik terdistribusi normal dengan rataan (μi) bernilai nol dan variansnya konstan atau N(0,v2), simetris serta bebas dari ui.

Variabel acak ui disebut sebagai one side disturbance yang berfungsi untuk menangkap efek inefisiensi yang merefleksikan komponen galat (error) yang sifatnya internal (dapat dikendalikan petani) dan biasanya berkaitan dengan kapabilitas managerial petani dalam mengelola usahataninya. Variabel ui juga merupakan variabel acak non negatif dengan sebaran asimetris yakni ui ≥ 0. Jika

proses produksi berlangsung efisien maka keluaran yang dihasilkan berimpit dengan potensi produktivitas maksimal untuk the best practice yang berarti ui = 0 sementara jika ui > 0 berarti berada di bawah potensi maksimumnya tersebut. Struktur dasar model fungsi produksi stochastic frontier dapat dilihat pada Gambar 1.

Gambar 1 Fungsi produksi stochastic frontier Sumber: Coelli et al. (1998)

Pada Gambar 1, komponen deterministik pada model frontier, y = exp(x ) digambarkan sesuai dengan asumsi deminising return to scale (dengan skala pengembalian yang menurun), dimana sumbu x menunjukkan input produksi yang digunakan sementara sumbu y merupakan output produksi yang dihasilkan. Model ini juga menggambarkan aktivitas 2 petani, petani i dan j. Petani i menggunakan input sebesar xi dan memperoleh output sebesar yi, namun output batas (frontier) yang diperoleh sebesar yi* melampaui nilai pada fungsi produksi. Hal ini terjadi karena aktivitas produksinya dipengaruhi oleh kondisi yang menguntungkan dimana variabel random errorvi bernilai positif. Sementara petani j menggunakan input sebesar xj, menghasilkan output sebesar yj, tetapi output frontiernya sebesar

yj* berada di bawah fungsi produksi karena aktivitas produksi petani j dipengaruhi oleh kondisi yang tidak menguntungkan dimana vj bernilai negatif. Output

stochastic frontier tidak dapat diamati jika nilai random error tidak teramati. Output stochastic frontier dapat diamati apabila berada disepanjang kurva fungsi produksi stochastic frontier. Kondisi ini menunjukkan bahwa bagian deterministik model berada diantara output stochastic frontier (Coelli et al. 1998).

Input Output

Frontier output,

exp(xi +vi), vi>0 Deterministic, Y= exp(x ) PF DRTS

(31)

14

Pemilihan model fungsi produksi stochastic frontier didasarkan pada pertimbangan adanya keunggulan dari model ini. Menurut Adiyoga (1999) yang menjadi keunggulan pendekatan stochastic frontier adalah dilibatkannya

disturbance term yang mewakili gangguan, kesalahan pengukuran dan kejutan eksogen yang berada di luar kontrol unit produksi. Sementara kelemahan dari pendekatan ini adalah: (1) teknologi yang dianalisis harus digambarkan oleh struktur yang cukup rumit/besar, (2) distribusi dari simpangan satu sisi harus dispesifikasikan sebelum mengestimasi model, (3) struktur tambahan harus dikenakan terhadap distribusi inefisiensi teknis, dan (4) sulit diterapkan untuk usahatani yang memiliki lebih dari satu output. Indrayani (2011) menyatakan bahwa terdapat banyak faktor yang mempengaruhi efisiensi teknis dalam suatu produksi tidak tercapai. Penentuan sumber inefisiensi teknis pada analisis fungsi produksi stochastic frontier tidak hanya memberikan informasi tentang sumber potensial dari inefisiensi, namun juga menjadi saran bagi kebijakan yang harus diterapkan atau dihilangkan untuk mencapai tingkat efisiensi total.

Konsep Efisiensi

Hanafi (2010) mendefenisikan efisiensi sebagai upaya yang sekecil-kecilnya untuk menghasilkan produksi yang sebesar-besarnya. Menurut Soekartawi (2002), konsep efisiensi terdiri dari efisien teknis (technical efficiency), efisiensi harga (price/allocative efficiency), dan efisiensi ekonomis (economic efficiency). Efisiensi teknis merupakan kemampuan usahatani untuk memperoleh hasil maksimal dari penggunaan sejumlah faktor produksi tertentu. Seorang petani dikatakan efisien secara teknis dari petani lainnya jika petani tersebut dapat menghasilkan output lebih besar pada tingkat penggunaan teknologi produksi yang sama dan mendapatkan output yang sama besar pada tingkat penggunaan input lebih kecil dari petani lainnya.

Efisiensi alokatif dapat dicapai pada kondisi dimana petani dapat memperoleh keuntungan yang tinggi dari kegiatan usahatani yang dilakukan. Efisiensi alokatif mencerminkan kemampuan petani untuk menggunakan input dengan proporsi yang optimal pada masing-masing tingkat harga input dan teknologi yang dimiliki sehingga produksi dan pendapatan yang diperoleh maksimal, karena pada dasarnya tujuan petani dalam mengelola usahataninya adalah untuk meningkatkan produksi dan pendapatan. Sementara Efisiensi ekonomis adalah kombinasi antara efisiensi teknis dan efisiensi alokatif. Efisiensi ekonomis tercapai pada kondisi penggunaan faktor produksi yang sudah menghasilkan keuntungan maksimum. Dengan demikian apabila petani menerapkan efisiensi teknis dan efisiensi harga maka produktivitas akan semakin tinggi. Efisiensi ekonomis dapat diukur dengan kriteria keuntungan maksimum (profit maximization) dan kriteria biaya minimum (cost minimization).

(32)

15 menggunakan dua input x1 dan x2 untuk menghasilkan output tunggal y dengan

asumsi constant return to scale.

Gambar 2 Efisiensi pada orientasi input

Sumber: Coelli et al. (1998)

Kurva AA' pada gambar di atas menunjukkan kurva isocost dan kurva SS'

merupakan kurva isoquan frontier yang menunjukkan kombinasi input x1 dan x2

yang efisien secara teknis untuk menghasilkan output y maksimal. Titik S

merupakan titik yang efisien secara teknis karena titik tersebut berada pada kurva isoquant. Titik P dan Q menggambarkan dua kondisi usahatani yang berproduksi menggunakan kombinasi input x1/y dan x2/y yang sama, karena keduanya berada

pada garis yang sama dari titik 0 untuk memproduksi satu unit Y. Jika suatu usahatani berada pada titik P, maka jarak antara titik S dan P menunjukkan adanya inefisiensi teknis yaitu jumlah input yang dapat dikurangi tanpa mengurangi jumlah output, sedangkan titik Q menunjukkan perusahaan beroperasi pada kondisi secara teknis efisien karena beroperasi pada kurva isoquant frontier.

Titik Q mengimplikasikan bahwa usahatani memproduksi sejumlah output yang sama dengan usahatani di titik P, tetapi dengan jumlah input yang lebih sedikit. Dengan demikian, rasio OQ/OP menggambarkan efisiensi teknis (TE) usahatani P, yang menunjukkan proporsi dimana kombinasi input pada titik P

dapat diturunkan sampai ke titik Q, dengan rasio input per output (X1/Y dan X2/Y) konstan, namun dengan output tetap. Sementara inefisiensi teknisnya adalah

QP/OP. Nilai efisiensi teknis terletak antara 0 dan 1. Usahatani mengalami efisien teknis sempurna jika TE = 1. Jika nilai TE < 1, perusahaan secara teknis tidak efisien secara sempurna. Jika harga input tersedia, efisiensi alokatif (AE) dapat dihitung. Titik R menunjukkan rasio input-output optimal yang meminimumkan biaya produksi pada tingkat output tertentu karena slope isoquant sama dengan

slope garis isocost.

Titik R dapat dikatakan efisien secara alokatif. Titik Q secara teknis efisien tetapi secara alokatif inefisien karena titik Q berproduksi pada tingkat biaya yang lebih tinggi daripada di titik Q'. Jarak RQ menunjukkan penurunan biaya produksi jika produksi terjadi di titik Q' (secara alokatif dan teknis efisien), sehingga efisiensi alokatif (AE) untuk perusahaan yang beroperasi di titik P adalah rasio

OR/OQ atau dengan kata lain inefisiensi alokasi sebesar RQ/OQ. Pada titik S'

tercapai efisien secara alokatif dan teknis efisiensi ekonomis. Kombinasi tercapainya kedua efisiensi ini disebut sebagai efisiensi ekonomi, maka pada titik

(33)

16

Analisis efisiensi teknis dilakukan dengan dua pendekatan yaitu pendekatan output (indeks efisiensi Timmer) dan pendekatan input (indeks efisiensi Kopp). Kedua indeks efisiensi tersebut menghasilkan nilai efisiensi teknis yang sama jika skala usaha petani adalah konstan. Konsep efisiensi teknis dari sisi output merupakan rasio dari output observasi terhadap output batas. Sementara pengukuran efisiensi teknis dari sisi output merupakan rasio dari input atau biaya batas (frontier) terhadap input observasi. Efisiensi teknis pada setiap petani ke-i dari sisi ouput, diperoleh melalui output observasi terhadap output

stochastic frontiernya. Dengan demikian, bentuk umum efisiensi teknis oleh observasi ke-i pada waktu ke-t dapat digambarkan dalam rumus berikut:

i i

efisiensi teknis tersebut berhubungan terbalik dengan nilai inefesiensi teknis (TE=1-TI) dan hanya digunakan pada fungsi yang memiliki jumlah output dan input tertentu (cross section data). Banyak hal yang menjadi penyebab tidak tercapainya efisiensi (terjadi inefisiensi). Coelli et al. (1998) membuat model efek inefisiensi teknis diasumsikan bebas dan distribusinya terpotong normal dengan variabel acak yang tidak negatif. Untuk usahatani pada tahun ke-t efek inefisiensi teknis µit diperoleh dengan pemotongan terhadap distribusi N(uit,σ|), dengan

rumus matematis berikut: uit = 0 + zit + wit

Dimana zi merupakan variabel penjelas dengan ukuran (1xM) yang

nilainya konstan, adalah parameter skala yang dicari dengan ukuran (Mx1), dan

wi adalah variabel acak. Efisiensi produksi ditentukan oleh efisiensi teknis,

efisiensi alokatif namun fungsi produksi stochastic frontier pada konsep efisiensi Farrel hanya mampu menangkap efisiensi secara teknis.

Penelitian tentang efisiensi produksi dengan pendekatan Stochastik Frontier, khususnya untuk komoditas padi telah banyak dilakukan para peneliti sebelumnya. Beberapa hasil penelitian menunjukkan bahwa efisiensi produksi pada usahatani padi dipengaruhi oleh sejumlah faktor yang dapat berpengaruh positif maupun negatif terhadap efisiensi produksi usahatani padi. Faktor-faktor yang berpengaruh positif akan meningkatkan efisiensi produksi usahatani padi dan faktor-faktor yang berpengaruh negatif akan mengakibatkan efisiensi produksi yang rendah karena adanya pemborosan atau penggunaan faktor-faktor produksi yang kurang tepat yang dapat merugikan para petani.

(34)

17 bahwa benih, tenaga kerja, dan pengalaman petani berpengaruh positif terhadap efisiensi teknis padi di Tono Irrigation Project Ghana, sementara faktor produksi lahan berpengaruh negatif.

Berbeda pula dengan penelitian Khai dan Yabe (2011) tentang efisiensi teknis produksi padi di vietnam yang menunjukkan bahwa tingkat pendidikan berpengaruh positif dalam meningkatkan efisiensi petani padi, namun variabel umur berpengaruh negatif karena semakin tinggi umur maka akan mengpengaruhi tingkat produktivitas petani dalam mengelola pertaniannya. Hal ini berlawanan dengan pengaruh yang dihasilkan oleh variabel pengalaman, dimana pengalaman berpengaruh positif terhadap tingkat efisiensi petani. Semakin tinggi pengalaman maka keterampilan petani dalam mengelola pertanian padi semakin baik.

Pendekatan stochastic flontier juga digunakan dalam penelitian Mariyah (2008) yang meneliti tentang pengaruh bantuan pinjaman langsung masyarakat terhadap pendapatan dan efisiensi usahatani padi sawah Di Kabupaten Penajam Paser Utara Kalimantan Timur. Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa rata-rata petani padi sawah di daerah penelitian efisien secara teknis, namun petani penerima BPLM mencapai tingkat efisiensi usahatani lebih tinggi dibandingkan petani bukan penerima BPLM. Faktor-faktor yang berpengaruh nyata terhadap pencapaian efisiensi teknis di penelitian ini adalah pendapatan total, dependency ratio, dan BPLM. Rata-rata tingkat efisiensi teknis yang dicapai petani contoh adalah sekitar 93 persen dari frontier yakni produktivitas maksimum yang dapat dicapai dengan sistem pengelolaan yang terbaik (the best practice). Hal ini mencerminkan bahwa usahatani padi sawah di Kabupaten PPU masih memiliki peluang untuk meningkatkan produktivitas dalam jangka pendek sebesar 7 persen dengan cara mengoptimumkan penggunaan input usahatani, inovasi teknologi dan peningkatan manajemen usahatani.

Sementara efisiensi produksi untuk komoditas padi organik dan padi konvensional yang diteliti oleh Songsrirote dan Singhapreecha (2007) menunjukkan bahwa faktor-faktor seperti tenaga kerja, benih dan pupuk organik merupakan faktor-faktor yang cukup perbengaruh atau penting pada pertanian organik dibanding pada pertanian konvensional. Jika dilihat dari rata-rata produksinya maka pertanian padi organik lebih berproduksi mendekati produksi

frontier dibanding pertanian konvensional, dengan kata lain bahwa petani menggunakan input lebih tepat atau lebih efisien secara produksi dibanding petani konvensional. Songsrirote dan Singhapreecha (2007) juga menunjukkan bahwa faktor inefisiensi teknis pada produksi padi konvensional dipengaruhi oleh karakteristik petani, input dan pengetahuan tentang pertanian, sementara pada pertanian padi organik inefieiensi tenis dipengaruhi oleh karakteristik petani, pelatihan pertanian, pendidikan dan manajemen pertanian.

(35)

18

Konsep Pendapatan Usahatani

Menurut Soekartawi et al. (1986) analisis pendapatan usahatani memberikan gambaran mengenai keberhasilan suatu usahatani. Pendapatan yang semakin besar mencerminkan keberhasilan petani yang semakin baik. Dengan demikian tujuan utama analisis pendapatan adalah untuk menggambarkan keadaan sekarang dan keadaan yang akan datang suatu usahatani agar petani dapat melakukan perencanaan kegiatan usahatani yang lebih baik di masa yang akan datang. Terdapat beberapa istilah yang digunakan dalam melihat pendapatan usahatani, antara lain sebagai berikut:

1. Pendapatan tunai (farm net cash flow) merupakan kemampuan usahatani untuk menghasilkan uang tunai. Pendapatan tunai usahatani merupakan selisih antara penerimaan tunai usahatani dengan pengeluaran tunai usahatani.

2. Pendapatan kotor (gross farm income or gross return) merupakan ukuran hasil perolehan total sumberdaya yang digunakan dalam usahatani. Pendapatan kotor usahatani juga merupakan nilai produksi (value of production) total usahatani dalam jangka waktu tertentu, baik yang dijual maupun tidak dijual.

3. Pendapatan bersih (net farm income) merupakan selisih antara pendapatan kotor usahatani dengan pengeluaran total usahatani, sehingga pendapatan bersih juga disebut sebagai pendapatan total.

Pendapatan usahatani diperoleh dari hasil pengurangan antara penerimaan total usahatani dengan pengeluaran total usahatani, dimana besar pendapatan sangat tergantung pada besarnya penerimaan dan biaya ataupu pengeluaran usahatani tersebut dalam jangka waktu tertentu. Penerimaan dinilai berdasarkan perkalian antara total produksi dengan harga pasar yang berlaku yang mencakup semua produk yang dijual, dikonsumsi rumah tangga petani, digunakan dalam usahatani untuk benih, digunakan untuk pembayaran, dan yang disimpan. Beberapa istilah dalam penerimaan usahatani antara lain (1) Penerimaan tunai usahatani (farm receipt) sebagai nilai uang yang diterima dari penjualan produk usahatani.

Nilai produk usahatani yang dikonsumsi tidak dihitung sebagai penerimaan tunai usahatani namun penerimaan tunai usahatani yang tidak berasal dari penjualan produk usahatani seperti pinjaman tunai harus ditambahkan. (2) Penerimaan tunai luar usahatani, yang berarti penerimaaan yang diperoleh dari luar aktivitas usahatani seperti upah yang diperoleh dari luar usahatani. (3) Penerimaan kotor usahatani (gross return), yang didefinisikan sebagi penerimaan dalam jangka waktu (biasanya satu tahun atau satu musim) baik yang dijual (tunai) maupun yang tidak dijual (tidak tunai seperti konsumsi keluarga, bibit, pakan, ternak). Penerimaan kotor juga sama dengan pendapatan kotor atau nilai produksi.

(36)

19 untuk pemakaian bibit, pupuk, obat-obatan, dan tenaga luar keluarga. Sementara biaya tidak tunai dari biaya tetap meliputi biaya untuk tenaga keluarga, biaya panen dan pengolahan tanah dari keluarga, dan biaya pupuk kandang yang dipakai.

Biaya tidak tetap (variable cost) dapat didefinisikan sebagai biaya yang selalu berubah dan besar kecilnya biaya dipengaruhi oleh jumlah produksi, sedangkan pengeluaran tetap (fixed cost) didefinisikan sebagai biaya yang relatif tetap jumlahnya dan tidak berpengaruh pada besar kecilnya jumlah yang diproduksi seperti; pajak, penyusutan alat produksi, bunga pinjaman, sewa lahan, iuran irigasi, bangunan pertanian, pemeliharaan ternak, pemeliharaan pompa air, traktor dan lain sebagainya. Tenaga kerja keluarga dapat digolongkan pada biaya tetap bila tidak ada biaya imbangan alam penggunannya, atau tidak ada penawaran untuk itu terutama untuk usahatani maupun di luar uasahatani.

Biaya-biaya yang tergolong pada biaya variabel adalah biaya untuk pupuk, bibit, obat pembasmi hama dan penyakit, buruh atau tenaga kerja upahan, biaya panen, biaya pengolahan tanah baik yang berup kontrak maupun upah harian dan sewa tanah (Hernanto 1989). Penjumlahan antara biaya tetap dan biaya variabel menghasilkan biaya total atau pengeluaran total (total farm expenses). Pengeluaran total usahatani adalah nilai semua masukan yang habis terpakai atau dikeluarkan di dalam produksi, tetapi tidak termasuk tenaga kerja keluarga petani.

Setelah pendapatan diperoleh, analisis efisiensi pendapatan usahatani perlu dilakukan. Analisis efisiensi pendapatan usahatani dapat diukur dengan menggunakan análisis penerimaan dan biaya yang didasarkan pada perhitungan secara finansial. Pendapatan usahatani yang besar tidak menggambarkan bahwa usahatani tersebut efisien. Soeharjao dan Patong (1973) dalam Ridwan (2008) menyatakan suatu usahatani dapat dikatakan layak apabila memiliki tingkat efisiensi penerimaan yang diperoleh atas biaya yang dikeluarkan hingga mencapai perbandingan tertentu. Kriteria kelayakan usahatani dapat diukur dengan menggunakan analisis imbangan penerimaan dan biaya (R/C Rasio) yang didasari pada perhitungan secara finansial.

Analisis R/C rasio menunjukan berapa rupiah penerimaan usahatani yang akan diperoleh petani dari setiap rupiah biaya yang dikeluarkan untuk kegiatan usahatani tersebut. Semakin besar nilai R/C Rasio maka semakin besar pula penerimaan usahatani yang akan diperoleh untuk setiap rupiah biaya yang dikeluarkan. Kegiatan usahatani dikatakan efisien jika R/C rasio > 1, yang artinya setiap tambahan biaya yang akan dikeluarkan akan menghasilkan tambahan penerimaan yang lebih besar daripada tambahan biaya atau disebut menguntungkan. Sebaliknya dikatakan tidak efisien jika R/C rasio lebih kecil dari satu atau dengan kata lain setiap tambahan biaya yang dikeluarkan akan menghasilkan tambahan penerimaan yang lebih kecil daripada tambahan biaya atau kegiatan usaha disebut merugikan. Dan kegiatan usahatani yang memiliki R/C = 1, berarti kegiatan usahatani berada pada keuntungan normal.

Gambar

Tabel 1 Data produktivitas padi semi organik di Kabupaten Bogor tahun 2011
Gambar 1.
Gambar 3  Kerangka operasional penelitian
Tabel 4 Pengggolongan penduduk berdasarkan jenis mata pencaharian di Desa Ciburuy tahun 2011
+7

Referensi

Dokumen terkait

Pritom navode kako u praksi internetski marketing najčešće obuhvaća korištenje web stranica poduzeća u kombinaciji s tehnikama marketinške komunikacije putem

Kebugaran adalah kemampuan seseorang untuk melakukan tugas secara efisien tanpa timbul kelelahan yang berlebihan sehingga masih dapat menikmati waktu luang.

Kapasitas pengumpulan sampah sebesar 134 truk sampah dengan rata-rata jalan 91 unit/hari. Sedangkan untuk kapasitas 3R dari hasil cacahan sampah organik adalah sekitar

Menambahkan elemen air pada desain komplek villa memberikan manfaat pada aliran udara dan penghawaan pada komplek tersebut, karena dapat menurunkan suhu

Tema Kerajinan Tangan berbasis adobe flash di kelas III SD. Mengetahui respon siswa terhadap pengembangan media audio visual. Tema Kerajinan Tangan berbasis adobe flash di kelas

Hal ini dapat disimpulkan bahwa melalui penerapan model VCT dengan permainan acak huruf dapat meningkatkan sikap semangat kebangsaan dan prestasi belajar siswa di

Variabel adversity quotient, lingkungan keluarga, dan minat berwirausaha diukur dengan skala Likert, yaitu skala dipergunakan untuk mengetahui setuju atau tidak

lainnya dikarenakan kinerja KUD yang semakin menurun sehingga banyak KUD yang tidak aktif Dari hasil penelitian dapat diketahui bahwa faktor-faktor (variabel) yang