• Tidak ada hasil yang ditemukan

Strategi Pengendalian Pencemaran Organik Di Pelabuhan Perikanan Pantai (Ppp) Tasikagung Rembang Jawa Tengah

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Strategi Pengendalian Pencemaran Organik Di Pelabuhan Perikanan Pantai (Ppp) Tasikagung Rembang Jawa Tengah"

Copied!
108
0
0

Teks penuh

(1)

NELY ZULFA

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR 2016

STRATEGI PENGENDALIAN PENCEMARAN ORGANIK

DI PELABUHAN PERIKANAN PANTAI (PPP) TASIKAGUNG

(2)
(3)

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Strategi Pengendalian Pencemaran Organik di Pelabuhan Perikanan Pantai (PPP) Tasikagung Rembang Jawa Tengah adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

Bogor, Januari 2016

Nely Zulfa

(4)

RINGKASAN

NELY ZULFA. Strategi Pengendalian Pencemaran Organik di Pelabuhan Perikanan Pantai (PPP) Tasikagung Rembang Jawa Tengah. Dibimbing oleh ETTY RIANI dan HEFNI EFFENDI.

Pelabuhan perikanan merupakan kawasan pengembangan industri perikanan yang merupakan embrio pembangunan perekonomian di suatu daerah. Keberadaan pelabuhan perikanan juga merupakan salah satu upaya dalam rangka mempercepat kemajuan kawasan pesisir, dengan mengoptimalkan sumberdaya pantai, melalui peningkatan sarana dan prasarana di bidang perikanan. Bahan limbah yang berada di wilayah pesisir sebagian besar dibuang ke laut. Aktivitas rutin yang terjadi di pelabuhan perikanan berpotensi sebagai sumber pencemar. Hal tersebut karena limbah yang berasal dari aktivitas perikanan berpotensi menimbulkan pencemaran terhadap lingkungan perairan diantaranya sampah yang merupakan salah satu bahan utama yang terkandung dalam buangan limbah domestik. Sampah organik merupakan sampah yang dalam proses penguraian memerlukan oksigen.

Tujuan dari penelitian ini yaitu 1) Analisis kualitas air diwilayah perairan PPP Tasikagung sebagai dasar untuk penilaian mutu lingkungan perairan akibat aktivitas pelabuhan perikanan; 2) Mengidentifikasi dan mendapatkan gambaran mengenai aktivitas pelabuhan dan pengelolaan limbah organik yang dihasilkan di PPP Tasikagung; 3) Menganalisis persepsi masyarakat terhadap keberadaan PPP Tasikagung serta dampak yang ditimbulkan dari keberadaan PPP Tasikagung; 4) Merancang strategi pengendalian pencemaran organik terhadap keberadaan PPP Tasikagung. Untuk memperoleh metode tersebut yang digunakan adalah metode purposive sampling melalui observasi langsung, wawancara mendalam dengan pelaku aktivitas pelabuhan, studi pustaka terkait, dokumentasi serta analisis strategi yang digunakan adalah dengan AHP.

(5)

perencana. Apabila perencana tidak mencoba memahami persepsi lingkungan masyarakat kemungkinan besar kualitas lingkungan baik tidak akan tercipta. Persepsi penilaian keberadaan PPP Tasikagung dapat meliputi kualitas air, ekonomi, sosial dan kelembagaan. Jumlah responden secara keseluruhan memberi tanggapan terhadap keberadaan PPP Tasikagung setuju (85%), sangat setuju (10%), sangat setuju (5%) dan sangat tidak setuju, tidak setuju (0%) artinya masyarakat Tasikagung sangat beranggapan positif terhadap keberadaan PPP Tasikagung. Adanya PPP Tasikagung hal ini sangat berpengaruh terhadap sektor perekonomian masyarakat Rembang dan sekitarnya. Pembangunan pelabuhan perikanan pantai memiliki tujuan untuk membangun masyarat pesisir guna meningkatkan kesejahteraan masyarakat, khususnya masyarakat nelayan. Pendekatan analisis hierarki proses (AHP) untuk mendapatkan skenario optimal dalam pengendalian pencemaran organik di PPP Tasikagung Rembang. Alternatif pengendalian pencemaran organik di PPP Tasikagung diurutkan sesuai prioritasnya adalah penyadaran masyarakat tentang sanitasi lingkungan (0,437), prioritas kedua adalah pengadaan IPAL di pelabuhan (0,328), prioritas ketiga adalah penegakan hukum lingkungan (0,167) dan urutan ke empat adalah pembersihan laut dari sampah (0,068) dengan inconsistency 0,08.

(6)

SUMMARY

NELY ZULFA. Organic Pollution Control Strategy at the Fishery Port Beach Tasikagung Rembang, Central Java. Supervised by ETTY RIANI and HEFNI EFFENDI.

Fishing port is an area of fisheries development an embryonic economic development in an area. The existence of the fishing port is also one of the efforts in order to accelerate the progress of the coastal region, by optimizing the coastal resources, through the improvement of facilities and infrastructure in the field of fisheries. The waste material in the coastal areas largely thrown into the sea. Routine activities that occur in the fishing port as a potential source of contaminants. This is because the waste originating from fishing activity has the potential to cause pollution to the marine environment include garbage which is one of the main ingredients contained in domestic waste disposal. Organic waste is waste that in the process of decomposition requires oxygen.

The objectives of this research are 1) Analysis of water quality in the region of Fishery Port Tasikagung Beach waters as a basis for assessing the quality of the aquatic environment due to the activity of fishing ports; 2) Identify and get an overview of port activity and management of organic waste generated in the the Fishery Port Beach Tasikagung; 3) Analyze public perception of the existence of Fishery Port Tasikagung Coast as well as the impact of the existence of Fishery Port Tasikagung Beach; 4) Designing organic pollution control strategies against the existence Ports Tasikagung coastal fisheries. To obtain the method used is purposive sampling method through direct observation, in-depth interviews with perpetrators of port activity, related literature, documentation and analysis of the strategies used is the Analytical hierarchy process.

(7)

respond to the existence of the fishing port beach Tasikagung agree (85%) strongly agree (10%) strongly agree (5%) and strongly disagree, disagree (0%) means that people Tasikagung very considered positive for the existence of coast fishing port Tasikagung. The existence of coastal fishing port Tasikagung it affects the economic sector of Rembang and surrounding communities. Development of coastal fishing port has a goal to build coastal communities in order to improve the welfare of the community, especially the fishing community. Approach to the analysis of hierarchy process (AHP) to obtain the optimum scenario in organic pollution control Tasikagung beach in the fishing port of Rembang. Alternative pollution control organic in the fishing port beach Tasikagung sorted according to priority is public awareness about environmental sanitation (0.437), the second priority is the provision of wastewater treatment plant in the port (0.328), the third priority is the enforcement of environmental law (0.167) and ranks fourth is the cleansing sea of garbage (0.068) with an inconsistency index of 0.08.

(8)

© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2016

Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB

(9)

Tesis

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains

pada

Program Studi Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan

NELY ZULFA

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR 2016

STRATEGI PENGENDALIAN PENCEMARAN ORGANIK

DI PELABUHAN PERIKANAN PANTAI (PPP) TASIKAGUNG

(10)
(11)
(12)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas segala karunia-Nya sehingga tesis ini dapat terselesaikan. Tema yang dipilih dalam tesis ini ialah pengendalian pencemaran organik, dengan judul Strategi Pengendalian Pencemaran Organik di Pelabuhan Perikanan Pantai (PPP) Tasikagung Rembang.

Terima kasih penulis ucapkan kepada Ibu Dr Ir Etty Riani, MS dan Bapak Dr Ir Hefni Effendi, MPhil selaku dosen pembimbing yang telah banyak memberi pengetahuan dan saran dalam penulisan tesis ini. Ucapan terima kasih juga disampaikan kepada Dikti Kemendikbud RI atas beasiswa yang diberikan selama studi.

Ungkapan terima kasih dan penghargaan sebesar-besarnya disampaikan kepada kedua orang tua (Kafil Sodikin dan Syamsiyah), bapak dan ibu mertua (Alm. Ramin dan Rubiatun, SPd), serta adik-adikku atas segala doa, dukungan dan motivasinya. Ucapan terima kasih spesial penulis sampaikan kepada suami tercinta (Eko Riyanto, SPd MKom) atas segala doa dan kasih sayangnya.

Bogor, Januari 2016

(13)

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL xiv

DAFTAR GAMBAR xv

DAFTAR LAMPIRAN xv

1 PENDAHULUAN 1

Latar Belakang 1

Perumusan Masalah 2

Tujuan Penelitian 3

Manfaat 3

Kerangka Kepemikiran 3

2 TINJUAN PUSTAKA 5

Pelabuhan Perikanan Pantai (PPP) 5

Jenis Fasilitas Pelabuhan Perikanan 7

Fungsi Pelabuhan Perikanan 7

Sumber Pencemaran di Pelabuhan Perikanan Pantai (PPP) 8

Makrozoobenthos 16

Analisis Hierarki Proses (AHP) 17

3 METODE PENELITIAN 20

Lokasi dan Waktu Penelitian 20

Bahan dan Alat Penelitian 20

Jenis dan Sumber Data 20

Populasi dan Sampel 22

Teknik Pengumpulan Data 23

Analasis Data 24

4 KEADAAN UMUM PELABUHAN PERIKANAN

PANTAI TASIKAGUNG 29

Sejarah Perkembangan Pelabuhan Perikanan 29

Letal Geografis dan Administratif 30

Hidroocenografi 31

Perumahan Nelayan 33

Fasilitas Perbaikan Kapal dan Pengolahan Hasil Perikanan Tradisional 37

Tempat Pelelangan Ikan (TPI) 37

5 HASIL DAN PEMBAHASAN 39

Peraturan tentang Kualitas Air 39

Realisasi Pengelolaan Lingkungan PPP Tasikagung 42

Kualitas Air di PPP Tasikagung 45

Identifikasi serta Gambaran Mengenai Aktivitas Pelabuhan dan

Pengelolaan Limbah yang Dihasilkan di PPP Tasikagung 59 Persepsi Masyarakat terhadap Keberadaan PPP Tasikagung 64 Pengelolaan Pelabuhan Perikanan Pantai Tasikagung 66

6 SIMPULAN DAN SARAN 72

DAFTAR PUSTAKA 73

(14)

DAFTAR TABEL

1 Skala banding secara berpasangan dalam AHP 19

2 Paramater kualitas air yang diteliti 21

3 Hubungan nilai IP dengan status mutu air 24

4 Indeks keanekaragaman jenis Shannon-Wiener 26

5 Jumlah kapal di Pelabuhan Perikanan Pantai Tasikagung 34 6 Data bidang perikanan dan kelautan Kabupaten Rembang tahun

2011-2013 35

7 Keuntungan, produksi dan retribusi 3,5% TPI se-Kabupaten

Rembang tahun 2014 37

8 Jumlah volume dan nilai produksi tahunan PPP Tasikagung Unit 1 38 9 Jumlah volume dan nilai produksi tahunan PPP Tasikagung Unit 2 38 10 Kebijakan yang berkaitan dengan pengelolaan lingkungan pelabuhan 42 11 Nilai pengukuran paramater fisik, kimia dan biologi di perairan PPP

Tasikagung Rembang 46

12 Lokasi pengambilan sampel kualitas air 47

13 Indeks pencemaran (Pij) untuk perairan pelabuhan 56

14 Indeks pencemaran (Pij) untuk biota laut 56

15 Hasil pengukuran makrozoobenthos di perairan PPP Tasikagung

Rembang 57

16 Jumlah plastik yang digunakan oleh nelayan kapal cantrang di PPP

Tasikagung Rembang dalam setiap trip 59

17 Capaian kinerja sasaran terbangunnya sarana dan prasarana yang

(15)

DAFTAR GAMBAR

1 Kerangka pemikiran 4

2 Lokasi penelitian di PPP Tasikagung 20

3 Tingkat hierarki proses strategi pengendalian pencemaran organik

di PPP Tasikagung Rembang 28

4 Struktur organisasi kantor di Pelabuhan Perikanan Pantai Tasikagung

sesuai dengan Pergub No 6 tahun 2008 30

5 Peta informasi cuaca pelayaran tanggal 30 Januari 2015 32 6 Peta informasi cuaca pelayaran tanggal 3 Februari 2015 32 7 Hasil pengukuran suhu air di beberapa lokasi penelitian 47 8 Hasil pengukuran TSS di beberapa lokasi penelitian 48 9 Hasil pengukuran kekeruhan di beberapa lokasi penelitian 49 10 Hasil pengukuran pH di beberapa lokasi penelitian 50 11 Hasil pengukuran fosfat di beberapa lokasi penelitian 50 12 Hasil pengukuran nitrat (NO3-) di beberapa lokasi penelitian 51 13 Hasil pengukuran nitrit (NO2-) di beberapa lokasi penelitian 52 14 Hasil pengukuran salinitas di beberapa lokasi penelitian 52 15 Hasil pengukuran BOD di beberapa lokasi penelitian 53 16 Hasil pengukuran COD di beberapa lokasi penelitian 53 17 Hasil pengukuran DO di beberapa lokasi penelitian 54 18 Hasil pengukuran amonia total dan N total di beberapa

lokasi penelitian 55

19 Hasil pengukuran sulfat (SO42-) di beberapa lokasi penelitian 55

20 TPI Tasikagung 60

21 Sampah berserakan 60

22 Diagram jenis kelamin dan tingkat pendidikan responden 62

23 Diagram jenis pekerjaan responden 63

24 Diagram jumlah anggota keluarga dan jumlah penghasilan 63 25 Diagram prosentase responden terhadap keberadaan PPP Tasikagung 65 26 Hasil perhitungan aspek dengan menggunakan soflware expert choice 68 27 Hasil perhitungan alternatif dengan menggunakan soflware

choice 69

DAFTAR LAMPIRAN

1 Sertifikat hasil uji laboratorium mutu air 79

2 Laporan pengujian makrozoobenthos 82

3 Identitas responden 88

4 Rekapitulasi skor likert 90

(16)
(17)

1

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Pesisir dan laut dikenal sebagai kawasan yang mendukung kekayaan alam potensial untuk memenuhi kebutuhan manusia. Pemenuhan kebutuhan tersebut diantaranya dari sisi sumber daya perikanan, sumber daya mineral tambang dan lain-lain (Mukhtasor, 2007). Indonesia merupakan negara maritim oleh sebab itu di sekitar pulau di Indonesia banyak terdapat pelabuhan perikanan. Perikanan mempunyai peranan yang penting dan strategis dalam pembangunan perekonomian nasional, terutama dalam meningkatkan perluasan kesempatan kerja, pemerataan pendapatan, dan peningkatan taraf hidup masyarakat pada umumnya dengan tetap memelihara lingkungan, kelestarian dan ketersediaan sumberdaya ikan. Disamping itu perikanan merupakan salah satu kegiatan pembangunan yang terbukti dapat tetap bertahan dalam kondisi krisis ekonomi yang pernah dialami Bangsa Indonesia beberapa tahun lalu. Sesuai Permen Kelautan dan Perikanan RI No 08/ MEN/ 2012 pelabuhan perikanan adalah tempat yang terdiri dari daratan dan perairan di sekitarnya dengan batas-batas tertentu sebagai tempat kegiatan sistem bisnis perikanan yang dipergunakan sebagai tempat kapal perikanan bersandar, berlabuh dan/ atau bongkar muat ikan yang dilengkapi dengan fasilitas keselamatan pelayaran dan kegiatan penunjang perikanan. Hakekatnya pelabuhan perikanan merupakan kawasan pengembangan industri perikanan yang merupakan embrio pembangunan perekonomian di suatu daerah (Suherman dan Dault 2009). Disamping itu keberadaan pelabuhan perikanan merupakan salah satu upaya dalam rangka mempercepat kemajuan kawasan pesisir dengan mengoptimalkan sumberdaya pantai melalui peningkatan sarana dan prasarana dibidang perikanan. Namun pada kenyataannya hampir seluruh kegiatan yang berada di wilayah pesisir membuang bahan limbah mereka ke laut (Ediyanto, 2008).

Kabupaten Rembang merupakan kabupaten yang terletak di bagian Utara Pantai Pulau Jawa dengan luas sebesar 1.014 km2 dan garis pantai sepanjang 63,5 km. 35% dari luas wilayah tersebut merupakan kawasan pesisir, seluas 355,95 km2. Secara geografis, Kabupaten Rembang terletak di antara 111o00’- 111o30’ Bujur Timur dan 06o30’- 07o00’ Lintang Selatan dengan 14 wilayah kecamatan, yaitu Kecamatan Kaliori, Rembang, Lasem, Sluke, Kragan, Sarang, Sale, Sedan, Gunem, Pamotan, Sulang, Sumber, Bulu, Pancur. Sebelah utara berbatasan dengan Laut Jawa, sebelah selatan berbatasan dengan Kabupaten Blora, sebelah timur berbatasan dengan Kabupaten Tuban, dan sebelah barat berbatasan dengan Kabupaten Pati. PPP Tasikagung merupakan salah satu pelabuhan perikanan terbesar di Kabupaten Rembang dan tulang punggung perekonomian di Kecamatan Rembang (DKP 2013). Di Kabupaten Rembang memiliki 14 TPI (Tempat Pelelangan Ikan) namun yang aktif beroperasi ada 11 TPI yang tersebar di enam kecamatan di sekitar kawasan pesisir Kabupaten Rembang, yaitu Kaliori, Rembang, Lasem, Sluke, Kragan, dan Sarang. Hasil perikanan 60 % yang ada di Kabupaten Rembang berasal dari Kecamatan Rembang.

(18)

mendukung kegiatan peningkatan perikanan laut. Keberadaan pelabuhan perikanan perlu mendapat perhatian khusus dalam pengembangan dan implementasi sebagai penyedia fasilitas pokok kegiatan penangkapan perikanan laut, hal ini juga berpotensi sebagai sumber limbah. Aktivitas rutin yang terjadi di pelabuhan perikanan berpotensi sebagai sumber pencemar karena limbah yang berasal dari aktivitas perikanan tersebut berpotensi menimbulkan pencemaran terhadap lingkungan perairan diantaranya sampah yang merupakan salah satu bahan utama yang terkandung dalam buangan limbah domestik. Sampah yang dalam proses penguraian memerlukan oksigen yaitu sampah yang mengandung sampah organik.

Pelabuhan perikanan juga merupakan titik kedua (setelah kapal) yang potensial sebagai sumber kontaminan bagi produk perikanan sebelum didistribusikan, diolah dan dipasarkan. Oleh karena itu praktek sanitasi dan higienis lingkungan pelabuhan merupakan faktor kunci dalam menekan tingkat kontaminasi produk perikanan. Kegiatan manusia yang berkaitan dengan bahan kimia dapat mempengaruhi perairan pantai dan lautan terbuka (Weis, 2014). Disamping itu aktivitas sosial ekonomi di PPP Tasikagung belum disertai dengan berfungsinya fasilitas yang disediakan sesuai harapan, sehingga berpotensi menimbulkan penurunan kualitas air di sekitar lokasi pelabuhan perikanan yang berada di sekitar perairan PPP Tasikagung. Dampak adanya pencemaran di sekitar perairan akan mengakibatkan keanekaragaman spesies menurun (Sastrawijaya, 2000). Disamping itu juga rusaknya suatu ekosistem selalu tidak terlepas dari masyarakat yang tinggal di dalam ekosistem tersebut (Erari et al. 2012). Selain itu dampak adanya pencemaran terhadap organisme perairan mengakibatkan menurunnya keanekaragaman dan kemelimpahan hayati pada lokasi yang terkena dampak pembuangan limbah. Oleh karena itu, sangat penting untuk mengetahui pengaruh aktivitas PPP Tasikagung terhadap kualitas air sekitar PPP Tasikagung, jenis aktivitas pelabuhan dan pengelolaan limbah yang dihasilkan serta persepsi masyarakat terhadap keberadaan PPP Tasikagung dan dampak yang ditimbulkan, merancang strategi pengendalian pencemaran organik di PPP Tasikagung sesuai dengan kondisi yang ada saat ini.

Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang dan pembatasan masalah diatas terlihat bahwa ada keterkaitan fungsi pelabuhan perikanan dengan penurunan kualitas air yang terjadi di wilayah perairan PPP Tasikagung. Oleh karena itu, rumusan permasalahan yang akan dikaji dalam penelitian ini diajukan dalam beberapa pertanyaan penelitian sebagai berikut :

1. Apakah aktivitas pelabuhan perikanan berpengaruh terhadap penurunan kualitas air di wilayah PPP Tasikagung?

2. Bagaimana aktivitas pelabuhan dan pengelolaan limbah yang dihasilkan di PPP Tasikagung?

3. Bagaimana persepsi masyarakat terhadap keberadaan PPP Tasikagung dan dampak yang ditimbulkan dari keberadaan PPP Tasikagung?

(19)

Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk :

1. Analisis kualitas air di wilayah perairan PPP Tasikagung sebagai dasar untuk penilaian mutu lingkungan perairan akibat aktivitas pelabuhan perikanan. 2. Mengidentifikasi dan mendapatkan gambaran mengenai aktivitas pelabuhan

dan pengelolaan limbah organik yang dihasilkan di PPP Tasikagung.

3. Menganalisis persepsi masyarakat terhadap keberadaan PPP Tasikagung serta dampak yang ditimbulkan dari keberadaan PPP Tasikagung.

4. Merancang strategi pengendalian pencemaran organik terhadap keberadaan PPP Tasikagung.

Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan akan memberikan manfaat yaitu :

1. Bagi penulis: menambah wawasan dan pengetahuan mengenai kondisi terkini kualitas air PPP Tasikagung akibat pengaruh pengaruh aktivitas pelabuhan perikanan dan pengelolaan limbah organik di PPP Tasikagung sehingga dapat dijadikan acuan dalam memberikan masukan kebijakan pengelolaan lingkungan pelabuhan yang optimal.

2. Bagi masyarakat: memperoleh informasi tentang kualitas air PPP Tasikagung sebagai dasar penilaian mutu lingkungan perairan akibat aktivitas pelabuhan perikanan.

3. Bagi pemerintah: sebagai dasar masukan dalam menentukan prioritas kebijakan perencanaan pengelolaan PPP Tasikagung dengan memperhatikan kualitas lingkungan.

Kerangka Pemikiran

(20)

dasar perairan. Kehidupan organisme perairan dapat tercermin dari struktur komunitasnya terutama nilai indeks keanekaragaman jenis yang dapat digunakan sebagai indikator atau petunjuk bagi suatu daerah perairan yang tercemar.

Perairan yang tercemar selain membahayakan bagi organisme penghuninya juga akan berakibat lanjut terhadap terganggunya keseimbangan ekosistem perairan di sekitar PPP Tasikagung. Apabila bahan organik yang larut dalam air akan mengalami penguraian dan pembusukan akibatnya kadar oksigen dalam air turun drastis sehingga biota perairan akan mati. Penelitian terhadap penduduk sekitar pelabuhan juga perlu dilakukan hal ini sebagai data pendukung penelitian. Dalam penelitian ini pendekatan masalah lebih ditekankan pada adanya gangguan bahan pencemar organik dan pengaruh yang ditimbulkan terhadap kualitas air (parameter fisik, kimia), organisme perairan (biota) dalam hal ini makrozoobenthos, dan lingkungan sosial sekitar PPP Tasikagung. Disamping itu juga dilakukan penelitian terhadap stakeholders yang terkait untuk mendapatkan masukan dalam membuat strategi pengendalian pencemaran organik. Adapun hasil yang diharapkan dari penelitian ini instansi yang terkait dapat membuat strategi pengendalian pencemaran organik di PPP Tasikagung diharapkan sesuai dengan keadaan sebenarnya. Dasar pemikiran dalam melakukan penelitian tersebut dapat dilihat pada Gambar 1.

Aktivitas Pelabuhan Perikanan

Aktivitas Daratan Aktivitas Perairan

Limbah Padat dan Cair Domestik Pelabuhan

Perairan PPP Tasik Agung

Kualitas Lingkungan Pelabuhan (Pencemaran Organik)

Strategi Pengendalian Pencemaran PPP Tasik Agung

Biota

Lingkungan Fisik Kimia Lingkungan Sosial

(21)

2 TINJUAN PUSTAKA

Pelabuhan Perikanan Pantai (PPP)

Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan RI No 08/MEN/2012 tentang kepelabuhan perikanan menjelaskan pada pasal 5 PPP diklasifikasikan pelabuhan perikanan kelas C. PPP adalah pelabuhan perikanan tempat berlabuh atau bersandarnya kapal-kapal ikan yang melakukan penangkapan di perairan pantai (Lubis, 2012). Pelabuhan merupakan suatu wilayah yang dapat diorganisir atau dikelola, baik itu oleh pemerintah pusat, pemerintah daerah dan perusahaan semi publik, maupun oleh swasta. Agar dapat berfungsi optimal, perubahan haruslah mempunyai pusat-pusat penggerak untuk pelabuhan perikanan, nelayan merupakan penggerak utama, setelah itu pedagang, pengolah, buruh dan pegawai administratif pelabuhan. Selanjutnya agar pelabuhan dapat dikelola dengan baik, komponen yang berada di pelabuhan tersebut harus dapat menjalankan tugasnya secara profesional. Nelayan profesional merupakan nelayan yang mempunyai pengetahuan kenelayanan sehingga nelayan tersebut mengetahui dengan baik tugasnya dalam menangkap ikan di laut dan melakukan penanganannya selama di kapal. Pelabuhan perikanan merupakan pusat pengembangan ekonomi perikanan ditinjau dari aspek produksi, pengolahan dan pemasaran, baik berskala lokal, nasional maupun internasional. Menurut Permen Kelautan dan Perikanan RI No 8 tahun 2012 fungsi pelabuhan perikanan yaitu:

1. Pelabuhan perikanan merupakan pendukung kegiatan pengelolaan dan pemanfaatan sumberdaya ikan dan lingkungannya mulai dari praproduksi, produksi, pengolahan, dan pemasaran.

2. Pelabuhan perikanan mempunyai fungsi sebagai berikut: a. Pemerintahan; dan

b. Pengusahaan.

3. Fungsi pemerintahan pada pelabuhan perikanan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a, merupakan fungsi untuk melaksanakan pengaturan, pembinaan, pengendalian, pengawasan, serta keamanan dan keselamatan operasional kapal perikanan di pelabuhan perikanan.

4. Fungsi pengusahaan pada pelabuhan perikanan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b, merupakan fungsi untuk melaksanakan pengusahaan berupa penyediaan dan/atau pelayanan jasa kapal perikanan dan jasa terkait di pelabuhan perikanan.

5. Fungsi pemerintahan sebagaimana dimaksud pada ayat (3), meliputi: a. Pelayanan pembinaan mutu dan pengolahan hasil perikanan; b. Pengumpulan data tangkapan dan hasil perikanan;

c. Tempat pelaksanaan penyuluhan dan pengembangan masyarakat nelayan; d. Pelaksanaan kegiatan operasional kapal perikanan;

e. Tempat pelaksanaan pengawasan dan pengendalian sumberdaya ikan; f. Pelaksanaan kesyahbandaran;

g. Tempat pelaksanaan fungsi karantina ikan;

h. Publikasi hasil pelayanan sandar dan labuh kapal perikanan dan kapal pengawas kapal perikanan;

(22)

j. Pemantauan wilayah pesisir; k. Pengendalian lingkungan; l. Kepabeanan; dan/atau m.Keimigrasian.

6. Selain memiliki fungsi pemerintahan sebagaimana dimaksud pada ayat (5), pelabuhan perikanan dapat melaksanakan fungsi pemerintahan lainnya yang terkait dengan pengelolaan perikanan sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

7. Fungsi pengusahaan sebagaimana dimaksud pada ayat (4), meliputi: a. Pelayanan tambat dan labuh kapal perikanan;

b. Pelayanan bongkar muat ikan;

c. Pelayanan pengolahan hasil perikanan; d. Pemasaran dan distribusi ikan;

e. Pemanfaatan fasilitas dan lahan di pelabuhan perikanan; f. Pelayanan perbaikan dan pemeliharaan kapal perikanan; g. Pelayanan logistik dan perbekalan kapal perikanan; h. Wisata bahari; dan/atau

i. Penyediaan dan/atau pelayanan jasa lainnya sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

Menurut Lubis (2012) kriteria pelabuhan perikanan di Indonesia berdasarkan tipenya:

a. Melayani kapal perikanan yang melalukan kegiatan perikanan diperairan pedalaman, perairan kepulauan dan laut teritorial.

b. Memiliki fasilitas tambat labuh untuk kapal perikanan berukuran sekurang-kurangnya 10 GT.

c. Panjang dramaga sekurang-kurangnya 100 m, dengan kedalamn kolam sekurang-kurangnnya minus 2 m.

d. Mampu menampung sekurang-kurangnya 300 GT kapal perikanan sekaligus. Pelabuhan perikanan Indonesia diklasifikasikan secara administratif menjadi empat tipe berdasarkan pada jenis perikanan yang beroperasi (tradisionl, semi industri atau industri). Tipe perikanan ini akan mencirikan ukuran kapal, daerah penangkapan, jumlah hasil tangkapan, dan daerah distribusinya. Selain itu, pengklasifikasian pelabuhan perikanan pada daya tampung kolam pelabuhan, produksi hasil tangkapan yang didaratkan dan daerah tujuan pemasarannya. Berdasarkan Permen Kelautan dan Perikanan RI No 8 tahun 2012 tentang kepelabuhan perikanan, maka pelabuhan perikanan diklasifikasikann menjadi: a. Pelabuhan Perikanan kelas A, yang selanjutnya disebut Pelabuhan perikanan

Samudera (PPS).

b. Pelabuhan Perikanan kelas B, yang selanjutnya disebut Pelabuhan Perikanan Nusantara (PPN).

c. Pelabuhan Perikanan kelas C, yang selanjutnya disebut Pelabuhan Perikanan Pantai (PPP)

d. Pelabuhan Perikanan kelas D, yang selanjutnya disebut Pangkalan Pendaratan Ikan (PPI).

(23)

menampung kapal-kapal perikanan yang lebih besar. Dengan kata lain, kolam pelabuhan haruslah lebih dalam dan mempunyai dermaga yang lebih panjang.

Jenis Fasilitas Pelabuhan Perikanan

Pengklasifikasian fasilitas pelabuhan perikanan dan pangkalan pendaratan ikan berikut ini diuraikan berdasarkan hasil pengklasifikasian dari Direktorat Jenderal Perikanan Tangkap Departemen Kelautan dan Perikanan (Lubis, 2012) dikelompokkan menjadi:

a. Fasilitas pokok

Merupakan fasilitas dasar yang diperlukan dalam kegiatan di suatu pelabuhan. Fasilitas ini berfungsi untuk menjamin keamanan dan kelancaran kapal, baik sewaktu berlayar keluar masuk pelabuhan maupun sewaktu berlabuh di pelabuhan. Fasilitas pokok diantaranya:

Merupakan fasilitas yang berfungsi untuk meninggikan nilai guna dari fasilitas kegiatan pokok sehingga dapat menunjang aktivitas di pelabuhan. Fasilitas fungsional diantaranya:

1. Penanganan hasil tangkapan dan pemasaran: Tempat pelelangan ikan (TPI), fasilitas pemeliharaan hasil tangkapan ikan, penyediaan lahan yang cukup untuk perbaikan alat tangkap ikan yang rusak, pabrik es, gudang es, fasilitas pendingin (cool room, cold storage, gedung-gedung pemasaran).

2. Fasilitas pemeliharaan dan perbaikan armada dan alat penangkap ikan: lapangan perbaikan alat penangkapan ikan, ruangan mesin, tempat penjemuran alat penangkapan ikan, bengkel, slipways, gudang jaring, vessel lift.

3. Fasilitas perbengkelan: tangki dan instalasi air minum, tangki bahan bakar 4. Fasilitas komunikasi: stasiun jaringan telepon, radio SSB.

c. Fasilitas penunjang

Merupakan fasilitas yang secara tidak langsung akan meningkatkan peranan pelabuhan sehingga para pengguna mendapatkan kenyamanan melakukan aktivitas di pelabuhan. Fasilitas penunjang diantaranya:

1. Fasilitas kesejahteraan: MCK, poliklinik, tempat tinggal, kantin/ warung, musola.

2. Fasilitas administrasi: kantor pengelola pelabuhan, ruang operator, kantor syahbandar, kantor beacukai.

Fungsi Pelabuhan Perikanan

(24)

1. Fungsi maritim

Pelabuhan perikanan mempunyai aktivitas-aktivitas yang bersifat kemaritiman. Pelabuhan menjadi suatu tempat kontak bagi nelayan atau pemilik kapal, antara laut dan daratan untuk semua aktivitasnya.

2. Fungsi pemasaran

Pelabuhan perikanan menjadi tempat awal untuk mempersiapkan pemasaran produksi perikanan dengan melakukan transaksi pelelangan ikan. Proses pemasaran ini berawal dari ikan-ikan yang telah didaratkan dibawa ke gedung-gedung pelelangan ikan untuk dicatat jumlah dan jenisnya.

3. Fungsi jasa

Fungsi ini meliputi seluruh jasa-jasa pelabuhan mulai dari ikan didaratkan sampai ikan didistribusikan. Fungsi ini dapat dikelompokan menjadi:

a. Jasa-jasa yang melayani pendaratan ikan, antara lain: penyediaan alat-alat pengangkut ikan, keranjang-keranjang dan buruh untuk membongkar ikan. b. Jasa-jasa yang melayani kapal-kapal penangkap ikan antara lain: penyediaan

bahan bakar, air bersih dan es.

c. Jasa-jasa yang menangani mutu ikan, antara lain: fasilitas cold storage, cool room, pabrik es, dan penyediaan air bersih.

d. Jasa-jasa yang melayani keamanan pelabuhan, antara lain: jasa pemandu bagi kapal-kapal yang akan masuk dan kelaur pelabuhan, syahbandar, dan

douane/ beacukai yang masing-masing berfungsi memeriksa surat-surat kapal, jumlah, serta jenis barang yang dibawa.

e. Jasa-jasa pemeliharaan kapal, antara lain: fasilitas docking, slipways, dan bengkel untuk memelihara kondisi badan kapal, mesin, serta peralatannya agar tetap dalam kondisi baik sehingga siap kembali melaut. Slipway adalah alat untuk memelihara atau memperbaiki khususnya bagian lunas kapal.

Sumber Pencemar di Pelabuhan Perikanan Pantai (PPP)

Sumber pencemaran laut dan pantai secara umum berasal dari berbagai kegiatan baik di darat maupun di laut sendiri. Namun demikian sumber pencemaran laut dapat berasal dari limbah industri, limbah pemukiman (point sources), limbah pertanian yang termasuk non-point sources (Zhou dan Cai, 2010). Secara garis besar sumber pencemar perairan pelabuhan dikelompokkan menjadi dua yaitu limbah di luar kawasan dan kegiatan dalam kawasan pelabuhan yang menghasilkan limbah.

(25)

Pencemaran di kawasan pesisir diakibatkan oleh berbagai aktivitas manusia didarat maupun di kawasan pesisir itu sendiri. Pencemaran dapat menyebabkan gangguan kesehatan, sanitasi dan kerugian sosial ekonomi. Kualitas perairan pantai akan mempengaruhi kondisi kehidupan tidak hanya di ekosistem pantai tersebut, tapi juga akan mempengaruhi kehidupan yang ada di lautan. Oleh sebab itu, sangat penting untuk mengetahui status pencemaran pantai demi kepentingan pelestarian lingkungan ataupun kepentingan di bidang perikanan dan kelautan lainnya.

Salah satu persoalan lingkungan adalah adanya potensi pencemaran pada perairan pesisir yang ditimbulkan dari berbagai kegiatan pemanfaatan ruang. Pencemaran pesisir sebagai dampak dari adanya aktivitas ekonomi menjadi salah satu hal yang perlu ditangani dalam pengelolaan wilayah pesisir yang inovatif. (Fransisca, 2011). Bahan pencemar yang mencemari perairan dapat dikelompokan menjadi bahan pencemar organik, bahan pencemar penyebab terjadinya penyakit, bahan pencemar senyawa anorganik/ mineral, bahan pencemar organik yang tidak dapat diuraikan oleh mikroorganisme, bahan pencemar berupa zat radiokatif, bahan pencemar berupa endapan/ sedimen, bahan pencemar berupa kondisi (misalnya panas). Pencemaran yang terjadi baik dilautan maupun di daratan dapat mencapai kawasan mangrove, karena habitat ini merupakan ekoton antara laut dan daratan.

Bahan organik dalam ekosistem perairan dapat dibedakan dalam beberapa macam. Metcalf dan Eddy (2003) bahan organik berdasarkan sumbernya dibedakan menjadi tiga, yaitu (1) bahan organik yang berasal dari limbah domestik, terdiri dari protein, karbohidrat, lemak, minyak dan surfaktan, (2) bahan organik yang berasal dari bahan dari limbah industri yang terdiri dari protein, karbohidrat, lemak, minyak, fenol dan surfaktan lainnya, (3) bahan organik yang berasal dari limbah pertanian selain nutrien juga ada yang toksik seperti pestisida. Bahan organik dalam limbah cair secara umum mengandung 40-60% protein, 25-50% karbohidrat dan 10% minyak/ lemak (Metcalf dan Eddy 2003; APHA 1989). Sawyer dan McCarty (1994) bahan organik yang terdapat di dalam air limbah umumnya terdiri dari senyawa organik merupakan senyawa yang mengandung unsur karbon yang berkaitan dengan salah satu atau lebih unsur-unsur lainnya. Selain karbon, senyawa organik alam juga mengandung unsur-unsur minor seperti nitrogen, fosfor, belerang dan kadangkala halogen dan beberapa logam. Senyawa organik lebih mudah terbakar, titik didih dan titik lelehnya rendah, lebih mudah berisomerisasi, cenderung melakukan reaksi molekuler, mempunyai berat molekul yang relatif lebih tinggi dan merupakan sumber bahan makanan bagi bakteri.

(26)

mengandung bakteri, parasit dan kemungkinan virus, dalam jumlah banyak sering mengkontaminasi dalam tubuh kerang-kerangan dan areal mandi di pesisir laut, (2) mengandung bahan organik dan padatan tersuspensi sehingga BOD5 tinggi, (3) padatan organik akan terurai secara biologis, sehingga akibatnya kandungan oksigen berkurang, (4) kandungan unsur hara terutama fosfor dan nitrogen tinggi sehingga menyebabkan terjadi eutrofikasi, (5) mengandung bahan terapung berupa bahan-bahan organik dan anorganik dalam bentuk tersuspensi. Kondisi ini mengurangi kenyamanan dan menghambat laju fotosintesis serta mempengaruhi proses pemurnian alam. Degradasi bahan organik di dalam daerah pantai dipengaruhi oleh kecepatan arus, substrat dasar dan morfologi daerah pantai.

Kandungan gas oksigen dalam air merupakan salah satu penentu karakteristik kualitas air yang terpenting dalam kehidupan akuatis. Konsentrasi oksigen dalam air mewakili status kualitas air pada tempat dan waktu tertentu (saat pengambilan sampel air). Keberadaan dan besar kecilnya muatan oksigen di dalam air dapat dijadikan indikator ada atau tidaknya pencemaran di suatu perairan). Manan (2010) nilai COD merupakan ukuran pencemaran air oleh bahan-bahan organik yang secara alamiah dapat diokidasi melalui proses kimia dan mikrobiologis yang mengakibatkan berkurangnya oksigen terlarut dalam air. COD merupakan ukuran jumlah oksigen yang dibutuhkan dalam kondisi khusus untuk menguraikan bahan organik secara kimiawi. COD diukur dengan oksidator kimia (KMnO4 dan KCr2O7) dapat lebih menggambarkan kandungan organik sesungguhnya, tetapi tidak menunjukkan dinamika ekosistem perairan. Meskipun BOD5 hanya menggambarkan sebagian organik (mudah urai) tetapi lebih dapat menggambarkan dinamika ekosistem perairan. Parameter yang akan diukur pada penelitian ini diantaranya:

Suhu air

Menurut Pujiastuti et al. (2013) suhu air mempunyai pengaruh nyata terhadap proses pertukaran atau metabolisme makhluk hidup. Sehingga suhu merupakan salah satu faktor yang penting dalam mengatur proses kehidupan dan persebaran organisme (Nybakken, 1997). Dalam berbagai hal suhu berfungsi sebagai syarat rangsangan alam yang menentukan beberapa proses seperti migrasi, bertelur, metabolisme dan lain sebagainya. Ikan dapat berkembang baik pada kisaran suhu 25-32oC, tetapi dengan perubahan suhu yang mendadak dapat membuat ikan stress. Adapun faktor yang mempengaruhi suhu diantarnya lama penyinaran, sudut datang sinar matahari, relief permukaan bumi, banyak sedikitnya awan, perbedaan letak lintang.

TSS

(27)

padat dari berbagai aktivitas manusia baik didarat maupun perairan pesisir yang kemudian larut dalam air terukur sebagai parameter TSS (Ginting, 2010).

Kekeruhan

Kekeruhan merupakan gambaran sifat optik air dari suatu perairan yang ditentukan berdasarkan banyaknya sinar yang dipancarkan dan diserap oleh partikel-partikel yang ada dalam air tersebut (Sari dan Ledhyane, 2014). Bahan buangan limbah yang berbentuk padatan kalau tidak dapat larut sempurna akan mengendap dan yang dapat larut sebagian akan menjadi koloid. Istilah lain dari kekeruhan sering disebut juga turbiditas, apabila di dalam air terjadi kekeruhan yang tinggi maka kandungan oksigen akan menurun, hal ini disebabkan intensitas cahaya matahari yang masuk kedalam perairan sangat terbatas sehingga fitoplankton tidak dapat melakukan proses fotosintesis untuk mengasilkan oksigen. Kekeruhan disebabkan air mengandung begitu banyak partikel tersuspensi sehingga merubah bentuk tampilan menjadi berwarna dan kotor disamping itu kekeruhan merupakan sifat fisik air yang tidak hanya membahayakan ikan tetapi juga menyebabkan air tidak produktif, karena menghalangi masuknya sinar matahari untuk proses fotosintesis. Bahaya lain dari kekeruhan yang terlalu tinggi pada perairan akan mempengaruhi ekosistem perairan. Kekeruhan pada ekosistem perairan juga sangat berhubungan dengan kedalaman, kecepatan arus, tipe substrat dasar, dan suhu perairan. Peningkatan kekeruhan pada ekosistem perairan juga akan berakibat terhadap mekanisme pernafasan organisme perairan.

pH

Menurut Slamet (2011) nilai pH dalam suatu perairan dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain kegiatan fotosintesis, suhu dan terdapatnya anion dan kation. Derajat keasaman (pH) mempunyai pengaruh besar terhadap kehidupan organisme akuatik, sehingga seringkali pH suatu perairan dipakai sebagai petunjuk baik buruknya kualitas perairan. Organisme perairan membutuhkan kondisi air dengan tingkat keasaman tertentu, air dengan pH yang terlalu tinggi atau terlampau rendah dapat mematikan organisme, demikian pula halnya dengan perubahannya. Organisme perairan umumnya dapat hidup pada kisaran pH antara 6,7 sampai 8,5. Biota akuatik sebagian besar sensitif terhadap perubahan pH dan menyukai nilai pH sekitar 7-8,5. Nilai pH sangat mempengaruhi proses biokimiawi perairan, misalnya proses nitrifikasi akan berakhir jika pH rendah, toksisitas logam memperlihatkan peningkatan pada pH rendah. Berbeda dengan di perairan pesisir atau laut pH relatif lebih stabil dan berada dalam kisaran yang sempit, biasanya berkisar antara 7,7-8,4.

Fosfat

(28)

fitoplankton yang tidak terkendali. Eutrofikasi potensial berdampak negatif terhadap lingkungan, karena berkurangnya oksigen terlarut yang mengakibatkan kematian organisme akuatik lainnya (asphyxiation), selain keracunan karena zat toksin yang diproduksi oleh fitoplankton (genus Dinoflagelata). Fosfat adalah fosfor yang berikatan dengan oksigen yang berupa senyawa anorganik. Tingginya kadar fosfat disebabkan oleh dasar perairan umumnya kaya akan zat hara, baik yang berasal dari dekomposisi sedimen maupun senyawa-senyawa organik yang berasal dari jasad flora dan fauna yang mati. Kadar fosfat yang rendah dan tinggi pada kedalaman tertentu dapat disebabkan oleh berbagai faktor, antara lain adanya arus laut pada kedalaman tersebut yang membawa fosfat dan kelimpahan fitoplankton. Oleh sebab itu, semua fosfat yang ada di dasar perairan akan terangkat naik ke permukaan, sehingga lapisan permukaan menjadi subur akibat terjadinya pengayaan (eutrofikasi) zat hara ini. Hal ini sesuai dengan pernyataan Karil et al. (2015) kondisi perairan pada saat surut menyebabkan terjadinya transport fosfat melalui muara sungai yang merupakan tempat keluaran berbagai aktivitas warga di sekitar. Sungai merupakan salah satu media pembawa hanyutan sampah maupun sumber fosfat dari daratan sehingga akan menyebabkan kosentrasi fosfat pada muara sungai lebih besar daripada daerah sekitarnya.

Nitrat

Zat hara nitrat diperlukan dan berpengaruh terhadap proses pertumbuhan dan perkembangan hidup fitoplankton dan mikroorganisme lainnya sebagai sumber bahan makanannya (Simanjuntak, 2012). Sumber utama pengkayaan zat hara nitrat diantaranya runoff, erosi, leaching lahan pertanian yang subur, limbah pemukiman, terjadi karena peningkatan aktivitas manusia di sekitar wilayah tersebut. Nitrat itu sendiri di alam didapatkan dari hasil siklus nitrogen, sehingga dalam pembahasan tentang nitrat tidak terlepas dari unsur nitrogen. Nitrogen di suatu perairan selanjutnya memiliki beberapa bentuk, seperti dalam bentuk organik, anorganik, terlarut dan partikulit.

Bentuk nitrat organik dapat berasal dari hasil metabolisme organisme bahari dan hasil proses pembusukan, sedangkan yang berbentuk zarah (particulate) dari reruntuhan sedimen, binatang dan tumbuhan laut. Nitrogen anorganik dalam air laut terdapat sebagai ion nitrat, ion nitrit dan amonia. Distribusi vertikal nitrat di laut menunjukkan bahwa kadar nitrat semakin tinggi bila kedalaman laut bertambah. Sementara itu, distribusi secara horisontal menyebabkan kadar nitrat semakin tinggi pada daerah pantai. Konsentrasi nitrat pada lapisan eufotik

ditentukan oleh transport advektif dari nitrat ke lapisan permukaan, oksidasi amonia oleh mikroba dan pemanfaatan oleh produser primer. Jika penetrasi cahaya matahari ke dalam air cukup, tingkat pemanfaatan nitrat oleh produsen primer biasanya lebih cepat daripada proses transport nitrat ke lapisan permukaan. Oleh karena itu, konsentrasi nitrat di hampir semua perairan pada lapisan pemukaan mendekati nol.

Nitrit

(29)

denitrifikasi (Effendi, 2003). Menurut Risamu dan Prayitno (2011) kondisi tersebut di sebabkan oleh rendahnya konsentrasi nitrit dari lapisan permukaan, karena pada lapisan ini oksigen yang tersedia cukup melimpah dengan adanya difusi oksigen dari atmosfir. Bakteri Nitrobacter membantu mengoksidasi nitrit menjadi nitrat sehingga konsentrasi nitrit dilapisan permukaan menjadi kecil. Hal ini sesuai dengan distribusi vertikal nitrit semakin tinggi sejalan dengan bertambahnya kedalaman laut dan semakin rendahnya kadar oksigen, sedangkan distribusi horisontal kadar nitrit semakin tinggi menuju kearah pantai dan muara sungai. Nitrit dalam air merupakan hasil penguraian secara biologis dari zat organik. Keberadaan nitrit dalam air menjadi petunjuk adanya pencemaran bahan organik.

Salinitas

Salinitas mempunyai peran penting dan memiliki hubungan yang erat dengan kehidupan organisme perairan termasuk ikan. Secara fisiologis salinitas bersesuaian erat dengan penyesuaian tekanan osmotik ikan. Salinitas pada perairan yang semakin jauh dari daratan semakin tinggi nilai salinitasnya sehingga pH nya akan semakin bersifat basa. Salinitas itu sendiri merupakan tingkat keasinan atau kadar garam terlarut dalam air. Transport massa air sungai ke dalam laut yang membawa sedimen, sampah rumah tangga dan sampah perkotaan, limbah industri, pertanian, penambangan dari wilayah hulu (upland) yang bermuara di estuaria sehingga dapat menyebabkan penurunan salinitas, pengkayaan nutrient, pencemaran, dan sedimentasi di wilayah pesisir. Aktifitas yang terjadi baik di daerah hulu maupun hilir serta di laut akan saling terkait dan pengaruhnya saling berinteraksi dan akan berdampak pada karakteristik wilayah pesisir. Salinitas di daerah perairan pesisir cenderung berfluktuasi dan dipengaruhi oleh topografi, pasang surut, serta jumlah air tawar yang masuk. Pasang surut dapat menyebabkan terjadinya perubahan salinitas. Perubahan salinitas dapat mempengaruhi organisme yang terdapat di zona intertidal. Salinitas air laut dapat mempengaruhi tingkat kejenuhan oksigen terlarut perairan tersebut, yakni semakin tinggi salinitas kapasitas kejenuhan oksigen di air semakin menurun (Slamet, 2011). Menurut Nova dan Misbah (2012) salinitas air laut memiliki kandungan garam sebesar 3-4 PSU yang setara dengan salinitas 30-40PSU. BOD (Biological Oxygen Demand)

BOD merupakan salah satu parameter yang menyatakan jumlah oksigen yang dibutuhkan oleh bakteri untuk menguraikan (mengoksidaikan) hampir semua zat organik yang terlarut dan sebagian zat-zat organik yang tersuspensi dalam air (UNESCO/ WHO/ UNEP, 1996). Nilai BOD tinggi menunjukkan semakin besarnya bahan organik yang terdekomposisi menggunakan sejumlah oksigen di perairan. Besarnya nilai BOD juga dapat digunakan untuk mengetahui adanya pencemaran di perairan. Menurut Poppo et al (2008), semakin banyak bahan buangan organik yang ada di dalam air, semakin sedikit sisa kandungan oksigen yang terlarut di dalamnya.

(30)

umumnya banyak orang beranggapan bahwa laut adalah tempat pembuangan limbah akhir dalam ruang yang tidak terbatas dan kini laut pun menjadi pusat pembuangan sampah baik berupa limbah padat maupun limbah cair. Perairan yang mengandung bahan organik dan padatan tersuspensi pada umumnya menyebabkan BOD (Biological Oxygen Demand) tinggi.

COD (ChemicalOxygen Demand)

Kebutuhan oksigen kimiawi atau COD menggambarkan jumlah total oksigen yang dibutuhkan untuk mengoksidasi bahan organik secara kimiawi, baik yang dapat didegradasi secara biologis maupun yang sukar didegradasi secara biologis menjadi CO2 dan H2O. Keberadaan bahan organik dapat berasal dari alam ataupun dari aktivitas rumah tangga. COD tidak termasuk parameter yang menjadi baku mutu air laut. Hal ini disebabkan penentuan COD air laut relatif agak sulit sehubungan dengan interferensi atau gangguan keberadaan klorida (Cl) yang tinggi di air laut terhadap reaksi analitiknya. Selain itu bisa saja nilai BOD sama dengan COD, tetapi BOD tidak bisa lebih besar dari COD. Oleh sebab itu COD menggambarkan jumlah total bahan organik yang ada.

Oksigen terlarut (DO)

Oksigen terlarut (DO) merupakan jumlah oksigen terlarut dalam air yang berasal dari fotosintesis dan absorbsi atmosfer/udara. Oksigen terlarut di suatu perairan sangat berperan dalam proses penyerapan makanan oleh mahkluk hidup dalam air. Kualitas air dalam suatu perairan dapat diketahui dengan mengamati beberapa parameter kimia seperti oksigen terlarut (DO). Semakin banyak jumlah DO (dissolved oxygen) maka kualitas air semakin baik, jika kadar oksigen terlarut terlalu rendah akan menimbulkan bau yang tidak sedap akibat degradasi anaerobik yang mungkin saja terjadi.

Sumber utama oksigen dalam suatu perairan berasal dari proses difusi dari udara bebas dan hasil fotosintesis organisme yang hidup dalam perairan tersebut. Odum (1971) menyatakan bahwa kadar oksigen dalam air laut akan bertambah dengan semakin rendahnya suhu dan berkurang dengan semakin tingginya salinitas. Pada lapisan permukaaan, kadar oksigen akan lebih tinggi, karena adanya proses difusi antar air dengan udara bebas serta adanya proses fotosintesis. Kedalaman bertambah akan terjadi penurunan kadar oksigen terlarut, karena proses fotosintesis semakin berkurang dan kadar oksigen yang ada banyak digunakan untuk pernapasan dan oksidasi bahan-bahan organik dan anorganik. Keadaan oksigen terlarut berlawanan dengan keadaan BOD, semakin tinggi BOD semakin rendah oksigen terlarut.

(31)

Amonia total dan nitrogen total

Menurut Erari et al. (2012) amonia merupakan salah satu parameter pencemaran organik di perairan yang dihasilkan melalui proses pembusukan bahan-bahan organik (eutrofikasi) secara anaerobik oleh mikroba. Kandungan amonia yang tinggi pada suatu perairan akan menyebabkan warna air menjadi keruh dan menghasilkan bau yang tidak sedap. Menurut Papalia dan Arfah (2013) pada dasarnya pH yang tinggi akan menyebabkan keseimbangan antara amonium dan amonia total dalam air akan terganggu, kenaikan pH diatas akan meningkatkan konsentrasi amonia total yang juga bersifat sangat toksik bagi organisme.

Konsentrasi amonia yang tinggi pada permukaan air akan menyebabkan kematian ikan yang terdapat pada perairan tersebut. Keasaman air atau nilai pH-nya sangat mempengaruhi apakah jumlah amonia yang ada akan bersifat racun atau tidak. Pengaruh pH terhadap toksisitas amonia total ditunjukkan dengan keadaan pada kondisi pH rendah akan bersifat racun bila jumlah amonia banyak, sedangkan pada pH tinggi hanya dengan jumlah amonia total yang rendah sudah akan bersifat racun. Kadar amonia yang tinggi dapat dijadikan sebagai indikasi adanya pencemaran bahan organik yang berasal dari limbah domestik dan limpasan pupuk pertanian.

Sumber amonia di perairan merupakan hasil dari pemecahan nitrogen organik berupa tumbuhan dan biota akuatik yang telah mati. Ikan tidak dapat mentoleransi konsentrasi amonia total yang terlalu tinggi karena dapat mengganggu proses pengikatan oksigen oleh darah dan pada akhirnya dapat mengakibatkan kematian. Disamping itu, amonia tergantung juga pada suhu air. Tingkat racun dari amonia selain karena faktor pH dan amonia juga dipengaruhi oleh kandungan oksigen di dalam air. Air dengan nilai pH rendah maka yang bentuk, bergantung tingkat oksidasinya, yaitu NH3, N2, NO2, NO3. Nitrogen netral berada sebagai gas N2 yang merupakan hasil suatu reaksi yang sulit untuk bereaksi lagi. N2 lenyap dari larutan sebagai gelembung gas karena kadar kejenuhannya rendah. Sumber nitrogen organik di perairan berasal dari proses pembusukan makhluk hidup yang telah mati, karena protein dan polipeptida terdapat pada semua makhluk hidup sedangkan sumber antropogenik (akibat aktivitas manusia) adalah limbah industri dan limpasan dari daerah pertanian, kegiatan perikanan, dan limbah domestik (Wagiman, 2014). Disamping itu, jumlah kelebihan nitrogen diperairan menyebabkan rendahnya tingkat oksigen terlarut.

Sulfat

(32)

tumbuhan. Kadar sulfat tinggi pada perairan ini dipengaruhi oleh aktifitas pemukiman di daratan yang tererosi dan tercuci oleh musin hujan, sehingga terbawa oleh aliran air masuk ke sungai dan mengalir ke perairan pesisir pantai dan laut.

Kegiatan di daratan kawasan pelabuhan perikanan pantai

Menurut Arianti (2007) kegiatan di daratan kawasan pelabuhan yang dapat dikategorikan sebagai kegiatan yang menghasilkan limbah dan dapat meningkatkan kontribusi pencemaran terhadap perairan pelabuhan dapat dikelompokan menjadi:

a. Kegiatan kepelabuhanan merupakan kegiatan jasa kepelabuhanan seperti pengangkutan dan bongkar/ muat serta pengisian bahan bakan minyak (BBM) b. Kegiatan industri dan penyimpanan atau penumpukan barang

c. Kegiatan pemukiman, warung dan restoran serta perkantoran

Sumber pencemaran perairan pelabuhan yang berasal dari kegiatan yang ada di perairan pelabuhan/ laut yaitu kegiatan pelayaran kapal terutama yang tertambat di pelabuhan. Bahan pencemar yang ditimbulkan kegiatan ini adalah berupa limbah cair dan limbah padat yang sumbernya dapat dibedakan menjadi tiga kelompok yaitu:

1. Unsur kapal, yaitu limbah pengoperasian kapal, diantaranya limbah yang berasal dari:

a. Ruang mesin yaitu dari air pendingin atau air bilga yang mengandung minyak, sering dibuang ke dalam perairan pelabuhan secara langsung tanpa melalui separator terlebih dahulu, walaupun kejadian ini hanya dilakukan oleh sebagian kecil kapal.

b. Ruang muatan yaitu air limbah pencucian ruang muatan dan atau air ballast pada kapal yang melakukan sistem muatan tolak bara. Air limbah ini lebih dominan mengandung fraksi minyak disamping bahan cair beracun, kotoran dan sampah.

2. Unsur muatan, yaitu sebagai akibat adanya kebocoran muatan curah (terutama muatan curah cair) dan ceceran muatan tersebut yang jatuh ke dalam perairan pelabuhan.

3. Unsur manusia, yaitu limbah padat dan cair para anak buah kapal (ABK) dan penumpang.

Kegiatan di luar kawasan pelabuhan

Kegiatan di luar kawasan pelabuhan juga di perkirakan cukup besar kontribusinya terhadap pencemaran perairan pelabuhan. Menurut Arianti (2007) sumber pencemaran yang berasal dari darat ini masuk melaui tiga cara yaitu: (1) melalui aliran sungai; (2) melalui aliran permukaan (run-off); (3) melalui air tanah

(ground water), bahan-bahan pencemar tersebut berupa limbah domestik baik limbah padat maupun limbah cair.

Makrozoobenthos

(33)

maka akan berpengaruh terhadap keberadaan perilaku organisme tersebut sehingga dapat digunakan sebagai petunjuk kualitas lingkungan. Keragaman jenis dan kerapatan makhluk hidup di perairan merupakan sebagian dari bioindikator yang dapat menunjukkan kualitas lingkungan (Indrowati et al. 2012).

Makrozoobentos merupakan salah satu kelompok terpenting dalam ekosistem perairan sehubungan dengan peranannya sebagai organisme kunci dalam jaring makanan. Hal ini sesuai dengan pernyataan Fadli et al. (2012) bahwa makrozoobenthos merupakan organisme yang hidup pada dasar perairan dan merupakan bagian dari rantai makanan yang keberadaannya tergantung pada populasi organisme yang tingkatannya lebih rendah. Menurut Kaban dan Makri (2011) makrozoobenthos memiliki peranan ekologis dan struktur spesifik dihubungkan dengan makrofita air yang merupakan materi autochthon (asli). Karakteristik dari masing-masing makrofita akuatik ini bervariasi, sehingga membentuk substratum dinamis yang komplek membantu pembentukan interaksi-interaksi makroinvertebrata terhadap kepadatan dan keragamannya sebagai sumber energi rantai makanan pada perairan akuatik. Kecepatan arus itu sendiri akan mempengaruhi tipe substratum yang selanjutnya akan berpengaruh terhadap kepadatan dan keanekaragaman makrobenthos. Selain itu tingkat keanekaragaman yang terdapat di lingkungan perairan dapat digunakan sebagai indikator pencemaran. Hewan bentos seringkali digunakan sebagai petunjuk bagi penilaian kualitas air. Jika ditemukan limpet air tawar, kijing, kerang, cacing pipih, siput beroperkulum dan siput tidak beroperkulum yang hidup di perairan tersebut maka dapat digolongkan ke dalam perairan yang berkualitas sedang (Rakhmanda, 2011).

Makrozoobentos hidup menetap dan memiliki daya adaptasi bervariasi terhadap kondisi lingkungan. Selain itu kondisi mikroskopis benthos memungkinkan untuk digunakan sebagai biomonitor yaitu metode pemantauan kualitas air dengan menggunakan indikator biologis dengan memanfaatkan partisipasi masyarakat. Beberapa jenis dari benthos merupakan salah satunya berasal dari kelas gastropoda diketahui memiliki peran sebagai bioremidiator lingkungan dengan kemelimpahan jumlah/ kerapatan untuk spesies tertentu pada perairan tercemar. Selain itu benthos juga sebagai bioindikator dikarenakan memiliki respon yang berbeda terhadap suatu bahan pencemar yang masuk dalam perairan sungai dan bersifat immobile (Indrowati et al. 2012), disamping itu menimbulkan kecacatan yang khas pada makrozoobenthos terutama pada genus Chironomidae (Riani et al. 2014).

Analisis Hierarki Proses (AHP)

(34)

perbandingan presisi dari setiap elemen dalam hierarki. Berikut ini beberapa kelebihan AHP:

a. Struktur yang berhieraki sebagai konsekuensi dari kriteria yang dipilih sampai subkriteria yang paling dalam.

b. Memperhitungkan validitas sampai dengan batas toleransi inkonsistensi berbagai kriteria dan alternatif yang dipilih oleh para pengambil keputusan. c. Memperhitungkan daya tahan atau ketahanan output analisis senstivitas

pengamban keputusan.

Prinsip kerja AHP yaitu penyederhanaan suatu persoalan kompleks yang tidak terstruktur, strategi, dan dinamik menjadi bagian-bagiannya serta menata dalam suatu hierarki. Penyusunan suatu kebijakan pemerintah yang komplek tidaklah mudah, banyak faktor yang berpengaruh terhadap proses pembuatannya, proses pembentukan kebijakan pemerintah yang rumit dan sulit harus diantisipasikan sehingga akan mudah dan berhasil saat diimplementasikan. Lingkungan kebijakan mempengaruhi dan dipengaruhi oleh pembuat kebijakan dan kebijakan publik. Kebijakan operasional dari suatu lembaga di dasarkan pada suatu pijakan landasan kerja. Landasan kerja inilah yang merupakan dasar dari kebijakan yang ditempuh atau dengan kata lain kebijakan merupakan dasar bagi pelaksanaan kegiatan atau pengambilan keputusan, kemudian tingkat kepentingan setiap variabel diberi nilai numerik secara subjektif tentang arti penting variabel tersebut secara relatif dibandingkan dengan variabel lain. Pertimbangan tersebut kemudian dilakukan sintesa untuk menetapkan variabel yang memiliki prioritas tinggi dan berperan untuk mempengaruhi hasil pada sistem AHP tersebut. Penggunaan AHP dimulai dengan membuat struktur hieraki dari permasalahan (dekomposisi), melakukan perbandingan berpasangan antara variabel, melakukan analisis/ evaluasi dan menentukan alternatif terbaik. Data AHP biasanya bersifat kualitatif yang di dasari persepsi, perasaan dan pengalaman. Pada dasarnya langkah-langkah dalam metode AHP diuraikan sebagai berikut:

a. Menyusun hierarki dari permasalahan yang dihadapi b. Penilaian kriteria dan alternatif

c. Penentuan prioritas d. Konsistensi logis

(35)

Tabel 1 Skala banding secara berpasangan dalam AHP sedikit mendukung satu sama lainnya

Kegiatan ini disukai sangat kuat atas yang lain; dominasi

Jika akan membuat konsisten dengan mendapatkan angka dalam matrix untuk memenuhi nilai

(36)

3 METODE PENELITIAN

Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan di PPP Tasikagung Kabupaten Rembang Provinsi Jawa Tengah (Gambar 2). Waktu penelitian bulan Januari-Februari 2015.

Gambar 2 Lokasi penelitian di PPP Tasikagung Bahan dan Alat Penelitian

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah contoh air yang diambil dari 13 lokasi titik sampling di wilayah PPP Tasikagung. Persiapan alat untuk pengumpulan data primer pengukuran insitu kualitas air (DO meter, refraktometer, ekman grab, dan termometer) serta GPS (Global Positioning System).

Jenis dan Sumber Data 1. Kualitas air

(37)

menentukan 13 titik sampling berdasarkan rona lingkungan dengan tidak ada pengulangan. Parameter air yang diukur pada penelitian ini dapat dilihat pada Tabel 2.

Tabel 2 Parameter kualitas air yang diteliti

No Parameter Satuan Sumber Data Metode Uji Fisik

1. Suhu oC In situ Pembacaan pada thermom

2. TSS mg/l Laboratorium SNI 06-6989.3-2004 3. Kekeruhan NTU Laboratorium SNI 06-6989.25-2005 Kimia

4. pH - Laboratorium SNI 06-6989.11-2004

5. BOD mg/l Laboratorium SNI 6989.72:-2009

10. Nitrit(NO2) mg/l Laboratorium SNI 06-6989.9-2004 11. Nitrat(NO3) mg/l Laboratorium SNI 06-2480-1991 12. N total mg/l Laboratorium SNI 06-6989.30-2005 13. Sulfat(SO4) mg/l Laboratorium SNI 06-6989.20-2004 14. PO4 mg/l Laboratorium SNI 06-6889.31-2005 Biota

15. Makro zoobenthos

- Laboratorium

2. Indentifikasi serta gambaran mengenai analisis aktivitas pelabuhan dan pengelolaan limbah di PPP Tasikagung

Sumber data primer yang digunakan dari petugas PPP Tasikagung, nelayan, masyarakat Desa Tasikagung, pengolah ikan dan pedagang. Penelitian ini menggunakan metode survei deskriptif yang bersifat studi kasus. Metode penelitian ini untuk membuat gambaran mengenai situasi atau kejadian, sehingga metode ini berkehendak mengadakan akumulasi data dasar. Penelitian ini mempelajari secara intensif latar belakang serta interaksi lingkungan dari unit- unit sosial yang menjadi subjek yang merupakan generalisasi dari pola-pola kasus tipikal dari individu, kelompok, lembaga dan sebagainya (Nazir, 2011). Data sekunder pada penelitian ini di peroleh dari studi pustaka, literatur dari dinas terkait. Hal ini sebagai pendukung dari data primer terkait dengan informasi tentang kegiatan di PPP Tasikagung sesuai fakta di lapangan.

3. Persepsi masyarakat terhadap keberadaan PPP Tasikagung

(38)

pedagang, pengolah ikan dan masyarakat Desa Tasikagung yang di pilih secara random sampling untuk dijadikan sampel penelitian yang mewakili populasi. 4. Strategi pengendalian pencemaran organik di PPP Tasikagung

Berdasarkan tujuan pertama mengetahui kualitas air di PPP Tasikagung, tujuan kedua indentifikasi serta analisis aktivitas pelabuhan dan pengelolaan limbah di PPP Tasikagung dan tujuan ketiga mengetahui persepsi masyarakat terhadap keberadaan PPP Tasikagung. Setelah data dari tujuan satu, dua, tiga terkumpul selanjutnya dibuat strategi pengendalian pencemaran organik di PPP Tasikagung Rembang Jawa Tengah sesuai fakta di lapangan.

Populasi dan Sampel

Populasi dalam penelitian ini adalah sejumlah masyarakat yang beraktivitas di PPP Tasikagung diantaranya nelayan, pedagang, pengolah ikan di PPP Tasikagung dan masyarakat Desa Tasikagung. Dasar teori yang digunakan populasi merupakan wilayah generalisasi yang terdiri atas subjek atau objek yang mempunyai kuantitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan peneliti (Sugiyono, 2009). Jumlah sampel yang digunakan dalam penelitian ini sebanyak yang dianggap cukup memadai untuk memperoleh data penelitian yang mencerminkan keadaan populasi. Berdasarkan data profil Desa Tasikagung pada tahun 2013 jumlah penduduk laki-laki 1891 orang dan jumlah penduduk perempuan 1792 orang. Teknik penentuan sampel dalam penelitian ini menurut Bungin (2005) dengan rumus:

= 43,91 dibulatkan menjadi 44 Keterangan:

n : jumlah total sampel yang dicari N: jumlah populasi

d : nilai presisi = 0,15 dengan tingkat kepercayaan sebesar 85%

(39)

Teknik Pengumpulan Data 1. Kualitas air

Hasil pengukuran kualitas air di laboratorium yang dilakukan pada tiga belas titik di PPP Tasikagung digunakan untuk menilai apakah data primer yang berhubungan dengan keberadaan perairan PPP Tasikagung itu sesuai dengan standar baku mutu atau tidak. Pengukuran kualitas air dilakukan di BPIK Dinas Cipta Karya dan Tata Ruang Pemerintah Provinsi Jawa Tengah dan BBTPPI Semarang, Kementrian Perindustrian.

2. Indentifikasi serta gambaran mengenai analisis aktivitas pelabuhan dan pengelolaan limbah PPP Tasikagung

Menurut Arikunto (2006), metode observasi merupakan cara yang efektif dalam penelitian, caranya yaitu dengan melengkapi format atau blangko pengamatan sebagai instrumen. Format yang disusun berisi item-item kejadian atau tingkah laku yang digambarkan akan terjadi. Di dalam penelitian ini peneliti mengamati langsung terhadap kondisi objek penelitian. Penentuan titik-titik pengambilan contoh di pelabuhan diarahkan dengan pertimbangan seperti pusat kegiatan penduduk sebagai sumber limbah. Hal ini diduga berpengaruh terhadap kualitas perairan pantai. Selain melakukan observasi peneliti juga melakukan wawancara yaitu proses untuk memperoleh keterangan dengan tanya jawab, sambil bertatap muka antara pewawancara dengan responden dapat menggunakan alat yang berupa panduan wawancara (Nazir, 2011). Wawancara ini untuk mengetahui aktivitas pelabuhan dan pengolahan limbah di sekitar pelabuhan seperti apa. Wawancara dilakukan kepada pihak yang terkait langsung di lapangan diantaranya nelayan, pedagang dan petugas PPP Tasikagung. Wawancara pribadi digunakan untuk mendapatkan informasi mengenai bagian yang kecil-kecil (Chen dan Liu 2013).

3. Persepsi masyarakat terhadap keberadaan PPP Tasikagung

Metode deskriptif diharapkan mendapatkan gambaran yang menyeluruh sebagai hasil dari pengumpulan data dan analisis data dalam jangka waktu tertentu dan terbatas pada daerah tertentu (Nurdyana et al. 2013). Wawancara diikuti pendekatan terstruktur, tetapi semua pernyataan yang dibuat oleh yang mewawancarai pada setiap tahap tampilan dicatat sebagai kuesioner (Veiga et al. 2013). Penelitian ini menggunakan metode wawancara terstruktur untuk mendapatkan data kuantitatif dan kualitatif dari nelayan yang beroperasi di area studi lapangan (Rees et al. 2013). Hal ini dimanfaatkan untuk mengetahui persepsi terhadap keberadaan PPP Tasikagung, sehingga dilakukan wawancara kepada masyarakat di sekitar PPP Tasikagung.

4. Strategi pengendalian pencemaran organik di PPP Tasikagung

(40)

Analisis Data

Analisis data adalah proses telaah dan pencarian makna dari data yang diperoleh untuk menemukan jawaban dari masalah penelitian. Analisis data yang dilakukan meliputi analisis kualitas air, analisis kajian aktivitas pelabuhan dan pengelolaan limbah yang dihasilkan di PPP Tasikagung dan analisis kajian persepsi masyarakat terhadap keberadaan PPP Tasikagung.

1. Kualitas air

Lingkungan fisik kimia

Salah satu dasar analisis lingkungan air secara umum harus dilakukan pada ukuran yang sama (Nollet, 2007). Analisis data kualitas air dilakukan secara deskriptif dan untuk mengetahui kondisi kualitas air pada lokasi penelitian, data-data tersebut selanjutnya dibandingkan dengan standar baku mutu berdasarkan Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup (KepMen LH) No 51 Tahun 2004 tentang baku mutu air laut untuk biota laut sebagai perbandingan. Parameter air tersebut selanjutnya akan dinilai dengan metode indeks pencemaran yang mengacu pada ketentuan dari Keputusan Menteri Lingkungan Hidup No 115 Tahun 2003 tentang Pedoman Penentuan Status Mutu Air. Indeks pencemaran digunakan untuk menentukan kualitas air yang diijinkan. Hasil dari indeks pencemaran ini dapat memberikan masukan kepada pengambil keputusan agar dapat menilai kualitas badan air untuk suatu peruntukan serta dalam memperbaiki kualitas jika terjadi penurunan kualitas akibat kehadiran senyawa pencemar (Damaianto dan Masduqi, 2014). Menurut Keputusan Menteri Lingkungan Hidup No 115 Tahun 2003 perhitungan indeks pencemaran dilakukan dengan menggunakan persamaan:

Keterangan:

Pij = Indeks Pencemaran bagi peruntukan (j)

Ci = Konsentrasi parameter kualitas air hasil pengukuran Lij = Konsentrasi parameter kualitas air yang dicantumkan

dalam baku mutu peruntukan air (j) (Cij/Lij)M = Nilai Cij/Lij maksimum

(Cij/Lij)R = Nilai Cij/Lij rata-rata Tabel 3 Hubungan nilai IP dengan status mutu air

Indeks Pencemaran Mutu perairan

0 ≤ Pij ≤ 1,0 Memenuhi baku mutu (kondisi baik) 1,0 < Pij ≤ 5,0 Tercemar ringan

5,0 < Pij ≤ 10 Tercemar sedang Pij ≥ 10 Tercemar berat

Gambar

Tabel 1 Skala banding secara berpasangan dalam AHP
Gambar 2 Lokasi penelitian di PPP Tasikagung
Tabel 2 Parameter kualitas air yang diteliti
Gambar 4 Struktur organisasi kantor di Pelabuhan Perikanan Tasikagung  Rembang sesuai dengan Pergub No 6 tahun 2008
+7

Referensi

Dokumen terkait

Analisis Dampak Kafein Terhadap Hasil Perhitungan Heart rate Lari 100 M dan Illinoise Agility Kafein mempunyai efek ergogenik yang dapat meningkatkan peforma, terutama

Skenario pada sistem ini adalah user (mahasiswa) melakukan pelaporan kerusakan dengan mengisikan form yang telah disediakan, kemudian data tersebut akan

Faktor ekstrinsik yang dominan mempengaruhi pemahaman mahasiswa program studi akuntansi angkatan tahun 2009 terhadap mata kuliah pengantar akuntansi di Perguruan

Dokumen yang diterima dari pos-pos terluar di Sulawesi diterima terlebih dahulu oleh pegawai VOC di Makasar dan juga diseleksi terlebih dahulu sebelum mereka

Berilah tanda cek () pada kolom skor sesuai sikap spiritual yang ditampilkan oleh peserta didik, dengan kriteria sebagai berikut :.. 4 = selalu, apabila

Kesempatan perjumpaan kukang Jawa di sekitar hutan lindung RPH Sumbermanjing Kulonterhadap berbagai bentuk keberadaan aktivitas manusia (jalan utama, jalan setapak,

Hasil yang diperoleh dari penelitian sistem pendukung keputusan berbasis web ini adalah perangkingan dan memberikan informasi berupa rekomendasi guru berprestasi

Dari segi demensi waktu terkait dalam tiga aspek difusi inovasi: (a) proses keputusan inovasi (innovation-decision process) yaitu sejak dari pengguna potensial mengetahui