• Tidak ada hasil yang ditemukan

Isolasi Senyawa Antitumor dari Karang Lunak Sarcophyton sp. Kepulauan Seribu

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Isolasi Senyawa Antitumor dari Karang Lunak Sarcophyton sp. Kepulauan Seribu"

Copied!
41
0
0

Teks penuh

(1)

ISOLASI SENYAWA ANTITUMOR DARI KARANG LUNAK

Sarcophyton

sp

.

KEPULAUAN SERIBU

SRI ISWANI

DEPARTEMEN KIMIA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)
(3)

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER

INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Isolasi Senyawa Antitumor dari Sarcophyton sp. Kepulauan Seribu adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

Bogor, Januari 2014

Sri Iswani

(4)
(5)

ABSTRAK

SRI ISWANI. Isolasi Senyawa Antitumor dari Karang Lunak Sarcophyton sp. Kepulauan Seribu. Dibimbing oleh DUDI TOHIR dan HEDI INDRA JANUAR.

Sarcophyton sp. merupakan salah satu jenis karang lunak yang dapat mendominasi wilayah bentik. Ketahanan Sarcophyton sp. pada kondisi perairan yang rendah (eutrofikasi tinggi) serta kemampuannya mendominasi telah dilaporkan karena aktivitas senyawa bioaktif sebagai antitumor. Penelitian ini bertujuan mengisolasi senyawa antitumor Sarcophyton sp. dari Perairan Pulau Panggang bagian selatan, Taman Nasional Kepulauan Seribu. Penapisan awal dengan uji letalitas larva udang menunjukkan bahwa ekstrak kasar metanol dari karang lunak yang hidup mendominasi di lingkungannya bersifat paling toksik pada 100 ppm (konsentrasi mematikan 50%) dibandingkan dengan biota yang hidup di antara karang atau lingkungan abiotik. Fraksionasi ekstrak metanol dengan kolom ekstraksi fase padat menghasilkan 4 fraksi, dengan fraksi F2 memiliki aktivitas sitotoksik paling besar (konsentrasi penghambatan 50%, IC50 37.675 ppm). Pemurnian F2 menggunakan kromatografi cair kinerja tinggi preparatif menghasilkan 20 subfraksi. Berdasarkan indeks kemurnian dari detektor susunan fotodiode, terdapat 3 isolat murni dengan aktivitas sitotoksik terhadap sel lestari MCF-7, yaitu F25 (IC50 36.04 ppm), F30 (IC50 71.030 ppm), dan F37 (IC50 67.227 ppm).

Kata kunci:antitumor, Sarcophyton sp., sel lestari MCF-7, sitotoksisitas

ABSTRACT

SRI ISWANI. Isolation of Antitumour Compounds from Soft Coral Sarcophyton sp. in Seribu Islands. Supervised by DUDI TOHIR and HEDI INDRA JANUAR.

Sarcophyton sp. is a soft corals species which can dominate the living in benthic environment. The endurance of Sarcophyton sp. in low water conditions (high eutrophication) and its dominating character have been reported due to its bioactive compound as antitumour. This study aimed to isolate the antitumour compound in

Sarcophyton sp. from Panggang Island south section, Seribu Islands National Park. Brine shrimp lethality test was used as preliminary screening test and found the crude methanol extract of dominating soft coral was the most toxic extract at 100 ppm (50% lethal concentration), compared with similar species live in hard corals or abiotic environment. Fractionation of the crude extract with solid phase extraction column resulted 4 fractions. The F2 fraction was the most toxic (50% inhibition concentration, IC50 37.675 ppm). Purification of F2 with preparative high performance liquid chromatography resulted 20 subfractions. Based on purity index from photodiode array detector, there were 3 pure isolates, all with cytotoxic activity against MCF-7 cell line, namely F25 (IC50 36.04 ppm), F30 (IC50 71.030 ppm), and F37 (IC50 67.227 ppm).

(6)
(7)

ISOLASI SENYAWA ANTITUMOR DARI KARANG LUNAK

Sarcophyton

sp

.

KEPULAUAN SERIBU

SRI ISWANI

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Sains

pada

Departemen Kimia

DEPARTEMEN KIMIA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(8)
(9)

Judul Skripsi: Isolasi Senyawa Antitumor dari Karang Lunak Sarcophyton

sp. Kepulauan Seribu Nama : Sri Iswani

NIM : G44104037

Disetujui oleh

Diketahui oleh

Prof Dr Dra Purwantiningsih Sugita, MS Ketua Departemen Kimia

Tanggal Lulus:

Hedi Indra Januar, MSi Pembimbing II Drs Dudi Tohir, MS

(10)
(11)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT atas segala limpahan rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan karya ilmiah yang berjudul Isolasi Senyawa Antitumor dari Karang Lunak Sarcophyton

sp. Kepulauan Seribu. Karya ilmiah ini disusun berdasarkan penelitian yang dilaksanakan pada bulan Mei–Oktober 2013 di Laboratorium Instrumen dan Bioteknologi, Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Pengolahan Produk dan Bioteknologi Kelautan dan Perikanan (BBP4BKP), Jakarta.

Penulis mengucapkan terima kasih atas semua bimbingan, dukungan, dan kerja sama yang telah diberikan oleh Bapak Drs Dudi Tohir, MS selaku pembimbing pertama dan Bapak Hedi Indra Januar, MSi selaku pembimbing kedua. Di samping itu, penghargaan penulis sampaikan kepada Ayah, Ibu, serta keluarga atas segala doa dan semangat yang diberikan. Terima kasih juga kepada para peneliti dan teknisi di lingkup BBP4BKP atas bantuan yang telah diberikan selama penulis melakukan penelitian.

Semoga laporan ini dapat bermanfaat. Terima kasih.

Bogor, Januari 2014

(12)

DAFTAR ISI

DAFTAR GAMBAR vii DAFTAR LAMPIRAN vii

PENDAHULUAN 1

BAHAN DAN METODE 2

Bahan dan Alat 2

Lingkup Penelitian 2

Persiapan Sampel 2

Ekstraksi Sarcophyton sp. 3

Uji Toksisitas terhadap Larva Udang A. salina 3 Fraksionasi dan Pembuatan Profil Sidik Jari Fraksi 3

Uji Sitotoksisitas 4

Pemurnian Fraksi Aktif 4

HASIL DAN PEMBAHASAN 4

Hasil Persiapan dan Ekstraksi Karang Lunak Sarcophyton sp. 4 Toksisitas Ekstrak Kasar Metanol terhadap Larva Udang 5

Fraksi Ekstrak Metanol 6

Bioaktivitas dan Profil Sidik Jari Fraksi 8

Hasil Pemurnian Fraksi Teraktif 10

SIMPULAN DAN SARAN 13

Simpulan 13

Saran 14

DAFTAR PUSTAKA 14

LAMPIRAN 17

(13)

DAFTAR GAMBAR

1 Karang lunak Sarcophyton sp. 4

2 Persen kematian larva udang A. salina oleh ekstrak kasar Sarcophyton sp.

dari 3 kondisi lingkungan yang berbeda 6

3 Profil sidik jari ekstrak kasar metanol Sarcophyton sp. menggunakan

kromatografi cair kinerja tinggi (KCKT) 7

4 Diagram rendemen fraksi-fraksi ekstrak kasar metanol Sarcophyton

sp. menggunakan kolom SPE C18 dengan variasi eluen 8 5 Profil KCKT fraksi-fraksi ekstrak kasar metanol; F1 (air-metanol, 1:1) (a), F2 (metanol) (b), F3 (metanol-diklorometana, 1:1) (c),

2 Fraksionasi ekstrak metanol menggunakan kolom SPE 17 3 Peralatan uji toksisitas terhadap larva udang A. salina; penetasan

telur udang (kiri); perlakuan uji (tengah); penghitungan persen

kematian (kanan) 17

4 Bagan alir penelitian 18

5 Foto bawah air (transek kuadran 50 cm2) biota Sarcophyton sp. pada kondisi lingkungan hidup mendominasi di terumbu karang (a), hidup

diantara karang (b), dan di lingkungan abiotik (c) 18 6 Rendemen ekstrak metanol, hasil fraksionasi kolom dan isolat

Sarcophyton sp. 19

7 Persen kematian larva udang A. salina (uji BSLT) 21

8 Uji sitotoksisitas terhadap sel tumor MCF-7 22

(14)
(15)

1

PENDAHULUAN

Komunitas biota sesil terumbu karang merupakan salah satu sumber penemuan senyawa baru yang dapat dikembangkan di bidang biofarmasi. Biota yang tidak mampu berpindah tempat ini akan menghasilkan senyawa bioaktif untuk mempertahankan hidup ketika berinteraksi dengan lingkungan ekosistemnya. Contohnya seperti menghindarkan diri dari hewan predator atau memenangkan ruang hidup sehingga mendominasi di wilayah bentik (Kelly et al.

2003).

Salah satu biota terumbu karang yang memiliki karakteristik tersebut adalah karang lunak Sarcophyton sp. dari Perairan Pulau Panggang, Kepulauan Seribu (Estradivari et al. 2007; Januar et al. 2011). Menurut Sammarco dan Coll (1992),

Sarcophyton sp. merupakan biota karang lunak golongan Octocorallia yang mampu memenangkan ruang hidup sehingga mendominasi di wilayah terumbu karang perairan Pasifik. Kemampuan mendominasi ini didasarkan pada tingkat ketahanannya terhadap penurunan kualitas perairan (Sotka et al. 2009) serta kemampuannya menghasilkan senyawa aktif sebagai pelindung diri dari pemangsa (Wang et al. 2008). Senyawa aktif tersebut juga berfungsi sebagai pelindung dari sengatan sinar matahari, mencegah infeksi bakteri, dan membantu proses reproduksi (Harper et al. 2001).

Senyawa-senyawa yang telah dilaporkan dari biota Sarcophyton sp. adalah golongan senyawa bioaktif diterpenoid sembranoid (Lin et al. 2012; Abou El-Ezz

et al. 2013). Contohnya adalah senyawa sarkopina dari karang lunak Sarcophyton glaucum asal Laut Merah yang mampu menghambat proses pembentukan tumor (Sawant et al. 2006). Selain itu, senyawa sarkokrasokolida dari Sarcophyton crassocaule asal perairan Dongsha, Taiwan yang mampu menghambat pertumbuhan sel kanker hati (HEp-2), kanker payudara (MCF-7), dan kanker kolon (WiDr) (Su et al. 2011).

Hingga saat ini, kandungan senyawa bioaktif antitumor dari Sarcophyton sp. yang berasal dari Pulau Panggang bagian selatan Kepulauan Seribu belum diteliti. Uji aktivitas antitumor yang telah dilakukan berupa bioaktivitas sitotoksik S. glaucum yang berasal dari perairan Pulau Kotok, Kepulauan Seribu terhadap sel kanker serviks (HeLa) (Wikanta et al. 2007). Beberapa penelitian yang telah dilakukan terhadap Sarcophyton sp. dari wilayah Pulau Panggang ialah uji bioaktivitasnya sebagai antibakteri (Soedharma et al. 2005; Setyaningsih et al.

(16)

2

BAHAN DAN METODE

Bahan dan Alat

Bahan-bahan yang digunakan adalah karang lunak Sarcophyton sp. (ukuran koloni 10 cm) dari perairan Pulau Panggang bagian selatan, Taman Nasional Kepulauan Seribu, sel lestari tumor payudara MCF-7 (Michigan Cancer Foundation-7), metanol p.a, metanol HPLC grade, air HPLC grade, diklorometana p.a (DCM), asam trifluoroasetat (TFA), media kultur Dulbecco’s

Modified Eagle Media (DMEM, Sigma), pereaksi 3-(4,5-dimetiltiazolil)-2,5-difeniltetrazolium bromida (MTT), dimetil sulfoksida p.a (DMSO), natrium dodesil sulfat (SDS) 10%, air laut buatan (ALB), dan telur udang Artemia salina.

Alat-alat yang digunakan adalah kromatografi cair kinerja tinggi (KCKT, Shimadzu 2010A) (Lampiran 1), kolom preparatif ODS 4.6 × 150 mm (Shimadzu), kolom analitik C18 2.1 × 100 mm (Phenomenex), kolom ekstraksi fase padat (SPE) C18 25 g × 150 mL (Phenomenex) (Lampiran 2), penguap putar R-210 (Buchi), pemekat vakum putar (Savant), multiwell microplate reader, mikroskop fluoresens, sentrifuga CR 412 (Jouan), vorteks, laminar air flow cabinet, inkubator CO2, mikroplat 96 sumur, mikropipet 100–1000 µL, neraca analitik, peralatan uji toksisitas (Lampiran 3), dan peralatan kaca.

Lingkup Penelitian

Lingkup penelitian ini ditampilkan pada Lampiran 4. Delapan tahapan penelitian yang dilakukan meliputi (1) persiapan sampel Sarcophyton sp. di perairan Pulau Panggang-Taman Nasional Kepulauan Seribu, (2) ekstraksi, (3) uji toksisitas terhadap larva udang A. salina (brine shrimp lethality test, BSLT), (4) fraksionasi menggunakan kromatografi kolom SPE C18, (5) uji bioaktivitas antitumor fraksi (dinyatakan dengan konsentrasi penghambatan 50% [IC50]), (6) identifikasi profil sidik jari menggunakan KCKT, (7) isolasi senyawa aktif antitumor menggunakan KCKT, dan (8) uji bioaktivitas antitumor isolat (IC50).

Persiapan Sampel

(17)

3

Ekstraksi Sarcophyton sp.

Sampel ditimbang dan dimaserasi secara in situ menggunakan larutan metanol p.a dengan nisbah 1:1 (b/v) di dalam botol gelap. Selanjutnya sampel disimpan dengan segera pada suhu rendah ( ) menggunakan es selama proses transportasi ke laboratorium. Maserasi dilakukan selama 3 × 24 jam, maserat disaring dengan kertas saring Whatman no. 1. Filtrat dikumpulkan dan dipekatkan dengan menggunakan penguap putar.

Uji Toksisitas terhadap Larva Udang A. salina (Meyer et al. 1982)

Penetasan Telur A. salina

Kira-kira 20 mg telur A. salina dimasukkan dalam wadah penetasan yang berisi ALB (38 g NaCl/L) dan disinari dengan lampu TL 18 watt. Setelah 48 jam, telur yang sudah menetas menjadi larva siap digunakan sebagai hewan uji.

Persiapan Larutan Uji

Sebanyak 10 mg ekstrak kasar dilarutkan dalam 50 µL DMSO p.a, lalu ditepatkan menjadi 1 mL menggunakan ALB. Larutan ini digunakan sebagai larutan induk dengan konsentrasi 10000 ppm.

Uji Toksisitas

Larutan induk sebanyak 50 µL dimasukkan ke dalam vial yang telah berisi 10 ekor larva udang A. salina dan ALB sebanyak 5 mL hingga diperoleh konsentrasi dosis 100 ppm. Perlakuan berlangsung selama 24 jam sebanyak 3 ulangan. Jumlah larva yang mati dihitung dan ditentukan persen kematiannya.

Suatu ekstrak dikatakan aktif (toksik) bila pada konsentrasi 100 ppm persen kematian dari populasi larva A. salina lebih besar atau sama dengan 50% (Olaleye 2007).

Fraksionasi dan Pembuatan Profil Sidik Jari Fraksi

Ekstrak kasar metanol teraktif difraksionasi menggunakan kromatografi kolom SPE dengan fase diam C18 25 g × 150 mL (Phenomenex). Fase gerak yang digunakan adalah metanol-air (1:1), metanol, metanol-diklorometana (1:1), dan diklorometana. Fraksi yang diperoleh diuapkan pelarutnya menggunakan penguap putar dan dikeringkan menggunakan pemekat vakum putar.

(18)

4

Uji Sitotoksisitas (Zachary 2003)

Uji sitotoksisitas dilakukan dengan metode MTT terhadap sel tumor payudara MCF-7. Uji dilakukan menggunakan deret konsentrasi ekstrak 25, 100, dan 200 ppm. Sel hidup akan bereaksi dengan MTT membentuk kristal formazan yang berwarna biru. Intensitas warna biru berbanding lurus dengan jumlah sel yang hidup dan ditentukan menggunakan spektrofotometer ELISA microplate reader pada panjang gelombang 595 nm. Nilai persen inhibisi yang diperoleh selanjutnya dianalisis probit menggunakan SPSS 15.0 untuk menentukan nilai IC50 dari masing-masing ekstrak terhadap kontrol negatif (sel tumor MCF-7).

Pemurnian Fraksi Aktif

Fraksi teraktif dari hasil uji kemudian dimurnikan menggunakan KCKT dengan metode yang sama dengan analisis profil sidik jari ekstrak. Fraksi murni (isolat) yang diperoleh, dikeringkan menggunakan pemekat vakum putar, lalu diuji kembali aktivitas sitotoksiknya dengan uji MTT menggunakan sel tumor MCF-7.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil Persiapan dan Ekstraksi Karang Lunak Sarcophyton sp.

Sampel penelitian karang lunak Sarcophyton sp. (Gambar 1) diperoleh dari perairan Pulau Panggang bagian selatan pada titik koordinat S 05○44.721’ dan E

106○35.344’. Wilayah ini merupakan zona pemukiman penduduk di wilayah

Taman Nasional Kepulauan Seribu dengan karakteristik kualitas perairan yang telah dilaporkan memiliki tingkat eutrofikasi cukup tinggi serta tutupan karang yang didominasi oleh spesies montipora (karang keras) dan Sarcophyton sp. (karang lunak) (Estradivari et al. 2007).

(19)

5

Sampel diambil pada kedalaman 5 m, berdasarkan Fabricus dan Philip (2001) yang menyatakan bahwa karang lunak Sarcophyton sp. banyak terkonsentrasi di kedalaman 3–10 m. Selain itu, telah dilaporkan pula oleh Estradivari et al. (2007) bahwa ketahanan terhadap kondisi kualitas air serta kemampuan untuk bersaing dalam ruang hidupnya menyebabkan biota ini dapat bertahan pada beberapa kondisi lingkungan yang berbeda. Oleh karena itu, pemilihan sampel juga didasarkan pada 3 kondisi lingkungan hidup berdasarkan kuadran traksek dengan luas 50 cm2 (Lampiran 5). Ketiga kondisi tersebut adalah biota yang hidupnya paling dominan (mendominasi) di terumbu karang, biota yang hidup bersama di antara karang lainnya, dan biota yang hidup di lingkungan abiotik (pecahan karang).

Proses penyiapan setiap sampel dilakukan berdasarkan metode Januar et al.

(2009), yaitu maserasi pada suhu rendah. Pada tahapan awal, ekstraksi dilakukan secara in situ menggunakan metanol p.a dan disimpan dengan segera pada suhu rendah ( ) menggunakan es untuk meminimumkan perubahan bioaktivitas dari kandungan senyawa metabolit sekunder selama proses pengangkutan ke laboratorium. Metode yang hampir sama telah dilakukan oleh Wang et al. (2013) dalam proses preservasi Sarcophyton sp. yang diperoleh dari Laut Cina Selatan, tetapi preservasi tidak dilakukan secara in situ, melainkan sampel dibekukan pada suhu -20 sebelum diekstraksi di laboratorium.

Hasil ekstraksi Sarcophyton sp. yang diambil pada 3 kondisi lingkungan berbeda ditampilkan pada Tabel 1. Terlihat bahwa rendemen ekstrak kasar metanol yang diperoleh dari sampel C lebih tinggi dibandingkan dengan sampel A dan B. Hal ini disebabkan sampel C berada di lingkungan abiotik yang mayoritas didominasi oleh pasir, sedimen, pecahan karang, dan lain-lain, sehingga jumlah predator seperti ikan karang lebih sedikit daripada dalam lingkungan hidup sampel A dan B. Dengan demikian, sampel C akan memproduksi lemak lebih banyak ketimbang senyawa bioaktifnya. Lemak diproduksi oleh karang lunak sebagai komponen membran sel dan sumber energi dalam metabolismenya (Koop

et al. 2001).

Tabel 1 Rendemen ekstrak kasar metanol dari karang lunak Sarcophyton sp. pada 3 kondisi lingkungan yang berbeda.

A Mendominasi ruang hidup 0.6683 0.32

B Hidup di karang keras 1.4488 0.39

C Hidup di lingkungan abiotik 2.7879 0.63

a

Data selengkapnya diberikan di Lampiran 6

Toksisitas Ekstrak Kasar Metanol terhadap Larva Udang

(20)

6

sitotoksik atau antitumor dengan spektrum aktivitas farmakologi yang luas. Metode ini banyak digunakan karena sederhana, mudah, cepat dan relatif murah dengan tingkat kepercayaan 95%. Tingkat toksisitas dinyatakan dengan nilai LC50, yaitu konsentrasi senyawa yang memberikan tingkat kematian sebesar 50% terhadap populasi larva udang (Meyer et al. 1982).

Hasil uji penapisan pada konsentrasi 100 ppm (Gambar 2) menunjukkan bahwa ekstrak kasar metanol sampel yang diambil dari lingkungan yang mendominasi ruang hidup (A) memiliki aktivitas sitotoksik tertinggi dengan persen kematian larva A. salina sebesar 50%. Adapun aktivitas terendah ditunjukkan oleh ekstrak kasar sampel yang diperoleh dari lingkungan abiotik yaitu sebesar 30%.

Gambar 2 Persen kematian larva udang A. salina oleh ekstrak kasar Sarcophyton

sp. dari 3 kondisi lingkungan yang berbeda (Abiota dominan; Bbiota hidup di antara karang; Cwilayah hidup biota abiotik). Data selengkapnya diberikan di Lampiran 7.

Tingkat toksisitas yang tinggi pada ekstrak sampel yang mendominasi lingkungannya diperkirakan karena adanya metabolit sekunder yang dihasilkan sebagai antipredator atau media kompetisi. Dengan menghasilkan senyawa tersebut, biota mampu bertahan hidup dan mendominasi di lingkungan bentiknya. Senyawa sarkopitoksida yang telah dilaporkan oleh Koop et al. (2001) adalah salah satu contohnya. Jadi, bioaktivitas metabolit sekunder dari Sarcophyton sp.

yang mendominasi lingkungan bentiknya lebih tinggi daripada biota yang hidup pada kondisi lingkungan lainnya. Tingkat toksisitas yang mampu mematikan 50% populasi larva udang A. salina pada 100 ppm dikategorikan toksik (Olaleye 2007). Oleh karena itu, ekstrak kasar metanol teraktif ini dipilih untuk uji lanjutan ke tahap fraksionasi.

Fraksi Ekstrak Metanol

Pada tahap awal dilakukan analisis sidik jari terhadap ekstrak kasar metanol dengan menggunakan KCKT analitik untuk menentukan metode fraksionasi terbaik. KCKT dipilih sebagai metode penera karena memiliki resolusi yang

A B C

(21)

7

tinggi, serta hanya membutuhkan sedikit sampel (mikroliter) dalam pengujian (Rohman 2007).

Hasil uji menggunakan fase terbalik ditampilkan pada Gambar 3 dan memperlihatkan komposisi senyawa yang beragam, tetapi puncak-puncaknya terpisah dengan cukup baik. Meskipun fase diam C18 bersifat nonpolar, adanya gugus silanol menyebabkan fase diam ini mampu mengelusi senyawa-senyawa dengan kepolaran yang rendah, sedang, maupun tinggi (Rohman 2007).

Gambar 3 Profil sidik jari ekstrak kasar metanol Sarcophyton sp. menggunakan kromatografi cair kinerja tinggi (KCKT)

Berdasarkan hasil uji profil sidik jari yang mampu memisahkan dengan baik senyawa-senyawa dalam ekstrak kasar metanol menggunakan kolom fase terbalik C18, fraksionasi dilakukan menggunakan kolom SPE C18. Metode ekstraksi padat-cair ini menghasilkan pemisahan yang efisien (recovery > 99%) serta lebih mudah dilakukan dibandingkan dengan ekstraksi cair-cair. Ekstraksi cair-cair membutuhkan proses ekstraksi beberapa kali untuk mendapatkan recovery yang tinggi, sedangkan dengan SPE hanya dibutuhkan 1 tahap. Selain itu, matriks pengotor seperti garam yang banyak terkandung dalam biota laut dapat dihilangkan sebagai pra-perlakuan sampel (Rohman 2007).

(22)

8

Gambar 4 Diagram rendemen fraksi-fraksi ekstrak kasar metanol Sarcophyton sp. menggunakan kolom SPE C18 dengan variasi eluen

Metanol sebagai pelarut F2 bersifat polar, tetapi juga dapat melarutkan senyawa yang kurang polar (Andriyanti 2009). Oleh karena itu, nilai rendemen F2 yang tinggi mungkin disebabkan oleh kandungan senyawa yang beragam, tidak hanya yang bersifat polar. Senyawa kurang polar juga mungkin terkandung, seperti yang telah dilaporkan, yaitu ester asam lemak (Koop et al. 2001), diterpenoid sembranoid (Li et al. 2006), flavonoid (Yudi 2011), dan steroid terpolioksigenasi (Wang et al. 2013).

Bioaktivitas dan Profil Sidik Jari Fraksi

Setiap fraksi selanjutnya dicirikan profil sidik jarinya menggunakan KCKT. Profil kromatogram yang didapatkan (Gambar 5) secara keseluruhan memperlihatkan bahwa fraksionasi menggunakan kolom SPE C18 mampu memisahkan komponen-komponen dalam ekstrak kasar berdasarkan tingkat kepolarannya. Kromatogram (a) memperlihatkan profil dari senyawa-senyawa yang diperkirakan bersifat sangat polar karena mampu larut dalam pelarut air-metanol yang memiliki tetapan dielektrik 32.7 dan 5.1 (UW 2010). Komponen-komponen senyawa terpisah cukup baik pada menit ke-4 hingga ke-10. Adapun puncak yang terlihat dari menit ke-0 hingga ke-4 adalah profil dari pelarut yang digunakan pada saat injeksi sampel (metanol).

Kromatogram (b) memperlihatkan profil dari senyawa-senyawa yang diperkirakan bersifat polar karena mampu larut dalam metanol. Komponen-komponen senyawa terpisah cukup baik pada menit ke-12 hingga ke-22. Fraksi ini tertinggi rendemennya (72.11%) dan ternyata berbanding lurus dengan banyaknya komponen senyawa yang terkandung di dalamnya.

(23)

9

Gambar 5 Profil KCKT fraksi-fraksi ekstrak kasar metanol: F1(air-metanol, 1:1) (a), F2 (metanol) (b), F3 (metanol-diklorometana, 1:1) (c), F4 (diklorometana) (d)

Kromatogram (c) memperlihatkan profil dari senyawa-senyawa yang diperkirakan bersifat semipolar karena mampu larut dalam pelarut metanol- diklorometana. Tetapan dielektrik diklorometana adalah 8.93, sedangkan indeks kepolarannya 3.1 (UW 2010). Dengan demikian, kromatogram (d) memperlihatkan profil dari senyawa-senyawa yang diperkirakan bersifat nonpolar karena mampu larut dalam pelarut diklorometana. Komponen fraksi 3 dan 4 ini terpisah cukup baik pada menit ke-12 hingga ke-25.

Meskipun profil kromatogram (c) dan (d) hampir sama, bioaktivitas kedua fraksi tersebut berbeda cukup signifikan. Sebagaimana ditunjukkan pada Gambar 6, F3 (kromatogram c) memiliki aktivitas sitotoksik lebih tinggi dibandingkan dengan F4 (kromatogram d). F4 diperkirakan hanya sisa dari hasil pemisahan yang memiliki karakteristik gugus kromofor mirip dengan senyawa pada F3.

(24)

10

Dari semua fraksi, F2 paling sitotoksik, dengan nilai IC50 paling rendah, yaitu 38 ppm, selanjutnya diikuti oleh fraksi F3 (188 ppm), F1 (1090 ppm), dan F4 (31507 ppm). Nilai IC50 F2 ini lebih baik dibandingkan dengan aktivitas sitotoksik fraksi yang sama dari S. glaucum asal Pulau Kotok, Kepulauan Seribu terhadap sel kanker serviks (HeLa), yaitu 50.12 ppm (Wikanta et al. 2007).

Suatu ekstrak dikatakan potensial sebagai senyawa antitumor jika memiliki nilai IC50 < 50 ppm (Mans et al. 2000), maka dapat dikatakan bahwa F2 tergolong aktif sebagai antitumor, sedangkan F1, F3, dan F4 tidak aktif karena memiliki nilai IC50 > 50 ppm. Tingginya aktivitas sitotoksik dari F2 diperkirakan karena mengandung beragam senyawa aktif dengan rendemen yang tinggi. Diduga senyawa-senyawa yang telah dilaporkan memiliki aktivitas sebagai antitumor terkandung di dalam fraksi tersebut seperti golongan senyawa diterpenoid sembranoid (Li et al. 2006). Fraksi F2 sebagai fraksi teraktif selanjutnya dipisahkan kembali untuk mendapatkan isolat murni menggunakan metode KCKT preparatif.

Hasil Pemurnian Fraksi Teraktif

Pemurnian fraksi teraktif (F2) dilakukan menggunakan KCKT dengan fase terbalik, yaitu kolom preparatif C18. Metode elusi dilakukan secara gradien menggunakan campuran air-asetonitril-TFA selama 30 menit dengan volume injeksi 100 µL ekstrak F2 (10 mg/mL). Hasil elusi ditampung tiap 0.5 menit menggunakan fraction collector. Hal ini bertujuan memperkecil kemungkinan

fronting atau tailing sehingga hasil fraksionasi F2 memiliki tingkat kemurnian yang tinggi.

Berdasarkan profil sidik jari pada Gambar 5, kromatogram senyawa aktif terdapat pada menit ke-12 hingga ke-22, maka dipilih 20 fraksi (fraksi 23 hingga 42) untuk diuji aktivitas sitotoksiknya terhadap sel tumor MCF-7. Gambar 7 memperlihatkan F25 sebagai fraksi yang memiliki aktivitas sitotoksik tertinggi dengan nilai IC50 25.42 ppm. Namun, berdasarkan indeks kemurnian yang ditunjukkan oleh detektor PDA pada KCKT (Gambar 8), fraksi ini belum murni. Masih terdapat 3 puncak yang muncul pada menit ke-12.074, 14.123, dan 15.666 di daerah UV. Nilai indeks kemurnian hanya –0.118 atau dianggap 0% karena adanya pengotor yang terdeteksi pada menit ke-13.49.

(25)

11

Gambar 8 Profil KCKT (A), UV (B) dan indeks kemurnian (C) F25 Penapisan profil sidik jari dilakukan pada semua hasil fraksi di daerah UV-Vis, dan ditemukan 3 isolat murni berdasarkan indeks kemurniannya, yaitu fraksi 24 (isolat 1, Gambar 9), fraksi 30 (isolat 2, Gambar 10), dan Fraksi 37 (isolat 3, Gambar 11).

Gambar 9 Profil KCKT (A), UV (B) dan indeks kemurnian (C) isolat 1 (F24)

A

B C

A

(26)

12

Gambar 10 Profil KCKT (A), UV (B) dan indeks kemurnian (C) isolat 2 (F30)

Gambar 11 Profil KCKT (A), UV (B), dan indeks kemurnian (C) isolat 3 (F37) Isolat 1 diperoleh sebanyak 0.225 mg, dengan kromatogram berupa puncak tunggal pada waktu retensi 12.249 menit. Puncak serapan terdapat di daerah UV pada 201, 215, dan 252 nm. Indeks kemurniannya 0.995 (99.5%), sehingga dapat dikatakan bahwa kemurnian isolat ini cukup tinggi meskipun terdapat pengotor pada menit ke-12.05 (0.5%). Dari spektrum UV, diperkirakan isolat 1 mengandung senyawa bioaktif yang memiliki gugus fungsi keton dengan ikatan rangkap (202 nm dan 215 nm) serta gugus siklik yang tersubstitusi dengan suatu alkil dan aldehida (250 nm) (Creswell et al. 2005).

Hasil pengamatan mikroskopik terhadap sel MCF-7 dengan perlakuan pemberian isolat 1 (F24) (Lampiran 9a) menunjukkan bioaktivitas sitotoksik terhadap sel tumor dengan IC50 36.041 ppm. Isolat ini memiliki aktivitas tertinggi dibandingkan dengan isolat 2 dan 3.

Isolat 2 diperoleh sebanyak 0.226 mg, juga dengan kromatogram berupa puncak tunggal pada waktu retensi 14.805 menit. Indeks kemurniannya 0.999 (99.9%) dengan serapan UV pada 201 dan 252 nm. Isolat ini diperkirakan sudah murni meskipun masih ada sedikit pengotor (0.1%) pada menit ke-14.88. Berdasarkan spektrum UV, diperkirakan isolat 2 mengandung senyawa bioaktif

C B

A

C B

(27)

13

dengan gugus fungsi yang sama dengan isolat 1. Hasil pengamatan mikroskopik terhadap sel MCF-7 dengan perlakuan pemberian isolat 2 (F30) (Lampiran 9b) menunjukkan bioaktivitas sitotoksik terhadap sel tumor dengan IC50 71.030 ppm. Isolat ini memiliki aktivitas sitotoksik terendah dibandingkan dengan isolat 1 dan 3.

Isolat 3 diperoleh sebanyak 0.226 mg, menghasilkan kromatogram dengan puncak tunggal pada waktu retensi 18.127 menit. Serapan khas di daerah UV dihasilkan pada 203 dan 247 nm sehingga senyawa bioaktif di dalamnya diperkirakan memiliki gugus fungsi yang sama dengan 2 isolat sebelumnya. Indeks kemurniannya 0.944 (94.4%), paling rendah di antara ketiga isolat yang didapat, dengan pengotor pada menit ke-17.66 sebanyak 5.6%. Namun, tingkat kemurnian ini sudah cukup baik karena lebih besar dari 90%. Hasil pengamatan mikroskopik terhadap sel MCF-7 dengan perlakuan pemberian isolat 3 (F37) (Lampiran 9c) menunjukkan bioaktivitas sitotoksik dengan IC50 67.227 ppm. Aktivitas ini lebih rendah daripada isolat 1, tetapi lebih tinggi dibandingkan dengan isolat 2.

Karakteristik profil isolat di daerah UV memperlihatkan gugus fungsi yang mirip pada ketiga isolat. Perbedaan terletak pada tingkat kepolaran: isolat 1 bersifat lebih polar karena terpisah lebih dahulu pada waktu retensi 12.05 menit sedangkan isolat 2 dan 3 bersifat kurang polar sehingga baru terpisah pada menit ke-14.805 dan ke-17.66. Hasil pengamatan mikroskopik terhadap sel tumor MCF-7 yang diberi perlakuan dengan deret konsentrasi 25, 100, dan 200 ppm menunjukkan bahwa peningkatan konsentrasi yang diberikan mampu menurunkan (menghambat) pertumbuhan sel dibandingkan dengan kontrol negatif (sel tumor tanpa perlakuan ekstrak).

Hasil pengukuran inhibisi dapat diamati secara visual karena sel tumor yang hidup akan memecah pereaksi MTT yang berwarna kuning menjadi kristal formazan yang berwarna biru. Perubahan warna ini disebabkan oleh kerja enzim suksinat dehidrogenase memecah garam tetrazolium (MTT) dalam mitokondria sel hidup. Serapan yang dihasilkan oleh kristal biru formazan di daerah sinar tampak akan sebanding dengan jumlah sel tumor yang hidup (Zachary 2003).

Profil sel juga memperlihatkan bahwa isolat 1 (F24) memberikan tingkat inhibisi yang lebih baik dibandingkan dengan isolat 2 (F30) dan isolat 3 (F37), dengan isolat 1 2 kali lebih aktif daripada isolat 2 dan 3 dalam menghambat pertumbuhan sel tumor payudara MCF-7.

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

(28)

14

teraktif yang potensial ebagai antitumor. Fraksionasi menggunakan KCKT preparatif menghasilkan 3 isolat murni (F24, F30 dan F37) dengan isolat 1 (F24) paling sitotoksik terhadap sel lestari tumor MCF-7.

Saran

Masih diperlukan elusidasi lebih lanjut struktur isolat yang dihasilkan sehingga dapat diperoleh informasi yang lebih mendalam mengenai senyawa bioaktif yang terkandung dalam Sarcophyton sp. Kepulauan Seribu.

DAFTAR PUSTAKA

Abou El-Ezz RF, Ahmed SA, Radwan MM, Ayoub NA, Afifi MS, Ross SA, Szymanski PT, Fahmy H, Khalifa SI. 2013. Bioactive cembranoids from the Red Sea soft coral Sarcophyton glaucum. Tetrahedron Lett. 54:989-992. Andriyanti R. 2009. Ekstraksi senyawa aktif antioksidan dari lintah laut

(Discodoris sp.) asal perairan Kepulauan Belitung [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.

Carballo JL, Hernandez-Inda ZL, Perez P, Garcia-gravalos MD. 2002. A comparison between two brine shrimp assays to detect in vitro cytotoxicity in marine natural product. BMC Biotechnol. 2(17):1-5.

Creswell CJ, Runquist OA, Campbell MM. 2005. Analisis Spektrum Senyawa Organik. Ed ke-3. Diterjemahkan oleh: Padmawinata K, Soediro I. Bandung (ID): ITB Pr.

Estradivari, Syahrir M, Susilo N, Yusri S, Timotius S. 2007. Terumbu Karang Jakarta - Laporan Pengamatan Jangka Panjang Terumbu Karang Kepulauan Seribu. Jakarta (ID): Terangi – Yayasan Terumbu Karang Indonesia – The David and Lucile Packard Foundation.

Fabricus K, Philip A. 2001. Soft Coral and Sea Fans. Townsville (AU): Australian Institute of Marine Science.

Harper MK, Bugni TS, Copp BR, James JD, Lindsay BS, Richardson AD, Schnabel PC, Tasdemir D, van Wagoner FM, Verbitski SM et al. 2001. Introduction to the chemical ecology of marine natural products. Di dalam : McClintock JB, Baker BJ, editor. Marine Chemical Ecology. Florida (US): CRC Pr.

Januar HI, Chasanah E, Nielson J, Motti C, Tapiolas D, Wright AD. 2009. A preliminary study, fine chemicals from Nephthea and Sarcophyton in a local pressure from environmental stressors at Seribu Islands Indonesia. Manado (ID): Biotechnology Session of World Ocean Conference.

(29)

15

Kelly SR, Jensen PR, Henkel TP, Fenical W, Pawlik JR. 2003. Effects of Caribbean sponge extracts on bacterial attachment. Aqua Microb Ecol.

31:175-182.

Koop K, Booth D, Broadbent A, Brodie J, Bucher D, Capone D, Coll J, Dennison W, Erdmann M, Harrison P et al. 2001. ENCORE : The effect of nutrient enrichment on coral reefs: syntesis of result and conclusion. Marine Pollut Bull. 42(2): 91-120.

Li Y, Peng L, Zhang T. 2006. Progress of studies on the natural cembranoid from the soft coral spesies Sarcophyton genus. Di dalam: Xiao TL, Wei SF: editor. Medical Chemistry of Bioactive Natural Product. Toronto (CA): J Wiley.

Lin YW, Yi L, Chen WB, Huang CY, Su JH, Wen ZH, Dai CF, Kuo YH, Sheu JH. 2012. Sarcocrassocolides M–O, bioactive cembranoids from the Dongsha atoll soft coral Sarcophyton crassocaule. Marine Drugs. 10:617-626.

Mans DRA, Adriana Bd’R, Schwartsmann G. 2000. Anticancer drugs discovery

and development in Brazil: targeted plants collection as a rational strategy to aquire candidate anticancer compound. The Oncologist. 5:98-185.

Meyer BN, Ferrigni NR, Putnam JE, Jacobsen LB, Nichols DE, McLaughlin JL. 1982. Brine shrimps: a convenient general bioassay for active plant constituent. Planta Medica. 45:31-34

Nurhayati T, Fikri M Desniar. 2010. Aktivitas inhibitor protease dari ekstrak karang lunak, asal perairan Pulau Panggang Kepulauan Seribu. J Ilmu Kelautan.15(2):59-65.

Olaleye MT. 2007. Cytotoxicity and antibacterial activity of methanolic extract of

Hibiscus sabdariffa. J Med Plants Res. 1(1):9-13.

Rohman A. 2007. Kimia Farmasi Analisis. Cetakan I. Yogyakarta (ID): Pustaka Pelajar.

Rohman, A. 2009. Kromatografi Untuk Analisis Obat. Ed ke-1. Yogyakarta (ID): Graha Ilmu.

Sammarco PW, Coll JC. 1992. Chemical adaptations in the Octocorallia:

evolutionary considerations. Marine Ecol-Progr. 88:93-93.

Sawant S, Youssef D, Mayer A, Sylvester P, Wall V, Arant M, El-Sayed K. 2006. Anticancer and anti-inflamantory sulphur-containing semisynthetic derivatives of sarcophine. Chem Pharm Bull. 54(8):1119-1123.

Setyaningsih I, Nurhayati T, Nugraha, Gunawan I. 2012. Comparative evaluation of the antibacterial activity of soft corals collected from the waters of Panggang Island, Kepulauan Seribu. Pharmacie Globale Int Comprehensive Pharm. 6(3):1-3.

Soedharma D, Kawaroe M, Haris A. 2005. Kajian potensi bioaktif karang lunak

Octorallia: Alcyonacea di perairan Kepulauan Seribu, DKI Jakarta. J Ilmu-ilmu Perairan dan Perikanan Indonesia. 12(2):121-128.

Sotka E, Forbey J, Horn M, Poore A, Raubenheimer D. 2009. The emerging role of pharmacology in understanding consumer-prey interactions in marine and freshwater systems. Integr Comp Biol. 49:291-313.

(30)

16

the soft coral Sarcophyton crassocaule on bladder cancer cells. Mar Drugs. 9:2622-2642. doi:10.3390/md9122622

[UW] University of Washington. 2010. Konstanta dielektrik pelarut. Washington (US): University of Washington.

Wang Z, Tang H, Wang P, Gong W, Xue M, Zhang H, Liu T, Liu B, Yi Y, Zhang W. 2013. Bioactive polyoxygenated steroids from the South China Sea soft coral, Sarcophyton sp. Marine Drugs J. 11:775-787.

Wang C, Liu H, Shao C, Wang Y, Li L, Guan H. 2008. Chemical defensive

substances of soft corals and gorgonians. Acta Ecologica Sinica.

28(5):2320-2328.

Wikanta T, Zakaria A, Ratih D, Nursid M. 2007. Uji aktivitas sitotoksik ekstrak karang lunak Sarcophyton glaucum (Quoy &Gaimard) terhadap sel lestari tumor HeLa. J Pascapanen dan Bioteknologi Kelautan dan Perikanan. 2 (1):69-80

Yudi R. 2011. Kandungan senyawa bioaktif karang lunak Sarcophyton sp. alami dan fragmentasi di perairan Pulau Pramuka, Kepulauan Seribu [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.

(31)

17

Lampiran 1 Peralatan KCKT

Lampiran 2 Fraksionasi ekstrak metanol menggunakan kolom SPE

(32)

18

Lampiran 4 Bagan alir penelitian

Lampiran 5 Foto bawah air (transek kuadran 50 cm2) biota Sarcophyton sp. pada kondisi lingkungan hidup mendominasi di terumbu karang (a), hidup di antara karang (b), dan di lingkungan abiotik (c)

Dipekatkan menggunakan penguap putar

Penapisan tahap awal dengan uji BSLT Pencirian dengan KCKT analitik

Pemurnian dengan KCKT Preparatif Uji kemurnian dengan KCKT analitik Uji sitotoksisitas (IC50 terhadap sel MCF-7)

Fraksionasi dengan kolom SPE

Pencirian dengan KCKT analitik

Uji aktivitas sitotoksik terhadap sel tumor MCF-7

Dimaserasi dengan metanol p.a 1:1 (b/v), 3×24 jam Karang lunak segar (A, B, C)

Ekstrak kasar (A, B, C) Ekstrak metanol (A, B, C)

F1, F2, F3, F4

(33)

19

kadar air pada biota dianggap hampir sama

Contoh perhitungan:

6.b Rendemen fraksi ekstrak metanol

Fraksi Pelarut Bobot ekstrak

kasar (mg)

3 Metanol-Diklorometana (1:1) 59.5 8.90

4 Diklorometana 4.7 0.70

Contoh perhitungan:

(34)

20

6.c Rendemen isolat hasil fraksionasi F2

Isolat Bobot ekstrak F2 (mg) Bobot isolat (mg) Rendemen dalam fraksi F2 (%b/b)

1

9

0.225 2.50

2 0.226 2.51

3 0.226 2.51

Fraksionasi dilakukan sebanyak 9 kali ulangan (1 mg F2/ulangan), setiap ulangan ditampung dan dikumpulkan menggunakan fraction collector.

Contoh perhitungan:

(35)

21

Lampiran 7 Persen kematian larva udang A. salina (uji BSLT)

Ulangan Kode sampel Jumlah larva (ekor)

Larva

(36)

22

Lampiran 8 Uji sitotoksisitas terhadap sel tumor MCF-7

Fraksi Konsentrasi

IC50 dihitung dengan analisis probit menggunakan SPSS 15.0

Contoh perhitungan:

Analisis probit (fraksi 25) menggunakan SPSS 15.0:

(37)

23

Bound Lower Bound Upper Bound

PROBIT (a)

Konsentrasi 1,292 ,163 7,930 ,000 ,973 1,612

Intercept -4,181 ,597 -7,001 ,000 -4,778 -3,584

a PROBIT model: PROBIT(p) = Intercept + BX (Covariates X are transformed using the base 2.718 logarithm.)

Chi-Square Tests

Chi-Square df(a) Sig.

PROBIT Pearson

Goodness-of-Fit Test ,548 1 ,459(b)

a Statistics based on individual cases differ from statistics based on aggregated cases.

(38)

24

Confidence Limits

Probability 95% Confidence Limits for Konsentrasi

(39)

25

Lampiran 9 Profil mikroskopik (penghambatan pertumbuhan) sel MCF-7; (A) isolat 1 (fraksi 24), (B) isolat 2 (fraksi 30), dan (C) isolat 3 (fraksi 37).

A. Isolat 1 (fraksi 24)

(40)

26

(41)

27

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Tanjung Pura, Medan pada tanggal 10 September 1982 dari pasangan Ramli dan Haniyah. Penulis merupakan putri pertama dari 4 bersaudara.

Tahun 2000, penulis lulus dari MA Negeri 2 Tanjung Pura, kemudian melanjutkan pendidikan di Universitas Sumatera Utara (USU) melalui jalur PMDK (Penelusuran Minat dan Bakat) pada Program Diploma 3 Analis Kimia dan lulus pada tahun 2003. Kemudian pada tahun 2010, penulis lulus seleksi masuk Program Alih Jenis Kimia, Departemen Kimia, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, IPB.

Gambar

Gambar 1  Karang lunak Sarcophyton sp.
Gambar 3  Profil sidik jari ekstrak kasar metanol Sarcophyton sp. menggunakan
Gambar 5  Profil KCKT fraksi-fraksi ekstrak kasar metanol: F1(air-metanol, 1:1)
Gambar 7  IC50 fraksi metanol (F2) terhadap sel tumor MCF-7. Perhitungan
+3

Referensi

Dokumen terkait

Pada awalnya berusaha mencatat aktifitas data traffic jaringan menggunakan tools tcpdump, selanjutnya menemukan informasi fitur yang relevan yang ada di dalamnya

Peningkatan jumlah tersebut merupakan hasil upaya fiskus dalam meningkatkan kesadaran dan pemahaman Wajib Pajak serta peningkatan penyetoran dari Wajib Pajak yang

Banyak produk asuransi yang telah diciptakan oleh pihak PRUDENTIAL yang menghasilkan banyak pemasukkan bagi perusahaan, antara lain PRUlink Assurance Account Plus

Hasil penelitian menunjukkan bahwa sistem pengendalian tunggakan premi lanjutan asuransi pada PT. Asuransi Jiwa Bumi Putera Cabang Kab. Bone, apabila dibandingkan

Persamaan penelitian ini dengan perancangan kalkulator S-Parameter adalah mencari nilai yang sama diantaranya adalah mencari koefisien refleksi, sedangkan perbedaannya

Dengan memperhatikan apa yang menjadi kendala dalam penyusunan Rencana Umum Tata Ruang dan mencari formula yang tepat untuk mengatasi kenadal tersebut, maka pengelolaan

Header portal ejournal yang menunjukkan ciri khas jurnal IJFR, dalam bentuk image, ukuran gambar disesuaikan dengan tinggi-lebar header portal.. •   Peer-Reviewers tidak