PENGARUH VARIASI DIAMETER RONGGA
TERHADAP KOEFISIEN SERAP BUNYI
PADUAN ALUMINIUM-MAGNESIUM BERONGGA
SKRIPSI
Skripsi Yang Diajukan Untuk Memenuhi
Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Teknik
INDRA NUGRAHA T NIM. 100421028
PROGRAM PENDIDIKAN SARJANA EKSTENSI
DEPARTEMEN TEKNIK MESIN
FAKULTAS TEKNIK
ABSTRAK
Bunyi memiliki banyak manfaat untuk kehidupan manusia dan makhuk lainnya.
Akan tetapi bunyi yang berlebihan atau yang disebut kebisingan akan sangat
menggangu dan akan menimbulkan kerugian bagi manusia. Pengendalian
kebisingan sangat diperlukan untuk menciptakan lingkungan yang nyaman bebas
dari kebisingan. Pengendalian kebisingan dapat dilakukan dengan berbagai teknik.
Salah satu teknik pengendalian kebisingan itu adalah dengan menyerap bunyi.
Terdapat banyak material teknik yang dapat digunakan sebagai bahan penyerap
bunyi, salah satu contohnya adalah aluminium. Pada penelitian ini magnesium
dipadukan dengan aluminium dengan cara pengecoran berongga dengan diameter
rongga berbeda disetiap spesimen dan kemudian dilakukan pengujian serap bunyi
dengan metode tabung impedansi sehingga dapat diketahui bagaimana
pengaruhnya terhadap sifat penyerapan bunyi dari paduan aluminium-magnesium.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa koefisien serap bunyi tertinggi pada
paduan aluminium-magnesium dengan diameter rongga 3 mm dan frekuensi yang
paling baik diserap oleh material ini adalah 1500 Hz.
Kata kunci : bunyi, kebisingan, penyerap bunyi, aluminium, magnesium,
ABSTRACT
The sound has a lot of benefits for human life and other creatures . However, excessive noise or the so-called noise would be very disturbing and will cause harm to humans . Noise control is needed to create a comfortable environment
free from noise . Noise control can be done with various techniques . One technique that noise control is to absorb sound . There are many techniques of materials that can be used as a sound absorber , one example is aluminum . In this study, combined with a magnesium aluminum by means of casting a hollow cavity with different diameters on each specimen , and then testing the sound absorption by the impedance tube method so that it can be seen how it affects the sound absorption properties of aluminum - magnesium alloy . The results of this study showed that the highest sound absorption coefficient in aluminum-magnesium alloy with a diameter of 3 mm and cavity frequencies are best absorbed by these materials is 1500 Hz .
DAFTAR ISI
ABSTRAK ...i
KATA PENGANTAR ...iii
DAFTAR ISI ...v
DAFTAR GAMBAR ...ix
DAFTAR TABEL ...xi
DAFTAR NOTASI ...xii
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ...1
1.2 Perumusan Masalah ...1
1.3 Tujuan Penilitian ...3
1.4 Manfaat Penelitian ...3
1.5 Batasan Masalah ...4
1.6 Sistematika Penulisan ...4
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Teori Gelombang dan Bunyi ...6
2.1.1 Pengertian Gelombang ...6
2.1.2 Jenis-jenis Gelombang ...7
2.1.3 Pengertian Bunyi ...8
2.1.4 Sifat-sifat Bunyi ...9
2.1.4.2 Kecepatan Perambatan ...10
2.1.4.3 Panjang Gelombang ...11
2.1.4.4 Intensitas Bunyi ...12
2.1.4.5 Kecepatan Partikel ...12
2.2 Aluminium ...13
2.2.1 Perlakuan Panas Aluminium Paduan ...15
2.2.2 Mekanisme Pengerasan ...16
2.3 Magnesium ...19
2.3.1 Sejarah Magnesium ...19
2.3.2 Sifat-sifat Magnesium ...20
2.4 Paduan Aluminium-Magnesium ...20
2.5 Teori Pengecoran ...23
2.5.1 Sejarah Pengecoran ...23
2.5.2 Proses Pengecoran ...24
2.5.3 Pembuatan Cetakan ...27
2.6 Sifat Akustik ...28
2.6.1 Koefisien Absorpsi ...29
2.6.2 Sound Transmision Loss ...32
2.7 Material Akustik ...33
2.8 Tabung Impedansi ...36
2.8.1 Metode Pengukuran Koefisien Absorpsi Menggunakan Tabung Impedansi ………36
2.8.1.1 Metode Perbandingan Gelombang Tegak ...36
BAB III METODE PENELITIAN
3.1 Bahan Pengecoran ...39
3.1.1 Aluminium ...39
3.1.2 Magnesium ...39
3.2 Alat-Alat Pengecoran ...40
3.3 Proses Pengecoran ...43
3.4 Pengujian Tabung impedansi ...45
3.4.1 Alat ...45
3.4.2 Bahan ...49
3.5 Eksperimental Set Up ...51
3.6 Prosedur Pengujian ...52
3.7 Teknik Pengolahan dan Analisa Data ...54
3.8 Diagram Alir Penelitian ...55
BAB IV ANALISA DAN HASIL PENELITIAN 4.1 Hasil Pengujian Paduan Al-Mg Dengan Diameter Rongga 3 mm 57 4.1.1 Pengukuran Frekuensi 125 Hz ...57
4.1.2 Pengukuran Frekuensi 250 Hz ...58
4.1.3 Pengukuran Frekuensi 500 Hz ...59
4.1.4 Pengukuran Frekuensi 1000 Hz ...59
4.1.5 Pengukuran Frekuensi 1500 Hz ...60
4.1.1 Pengukuran Frekuensi 2000 Hz ...61
4.2.2 Pengukuran Frekuensi 250 Hz ...63
4.2.3 Pengukuran Frekuensi 500 Hz ...64
4.2.4 Pengukuran Frekuensi 1000 Hz ...65
4.2.5 Pengukuran Frekuensi 1500 Hz ...66
4.2.6 Pengukuran Frekuensi 2000 Hz ...66
4.3 Hasil Pengujian Paduan Al-Mg Dengan Diameter Rongga 5 mm 68 4.3.1 Pengukuran Frekuensi 125 Hz ...68
4.3.2 Pengukuran Frekuensi 250 Hz ...69
4.3.3 Pengukuran Frekuensi 500 Hz ...70
4.3.4 Pengukuran Frekuensi 1000 Hz ...70
4.3.5 Pengukuran Frekuensi 1500 Hz ...71
4.3.6 Pengukuran Frekuensi 2000 Hz ...72
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan ...77
5.2 Saran ...78
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1 Gelombang Transfersal ...7
Gambar 2.2 Gelombang Logitudinal ...8
Gambar 2.3 Diagram Fasa Perubahan Microstruktur Paduan Al-Cu ...16
Gambar 2.4 Diagram Fasa Paduan Al-Si ...18
Gambar 2.5 Diagram Fasa Paduan Al-Cu ...19
Gambar 2.6 Diagram Fasa Paduan Al-Mg ...21
Gambar 2.7 Fenomena Absorpsi Suara Oleh Suatu Bahan ...29
Gambar 2.8 Pandangan Skematis Metode Rasio Gelombang Tegak ...37
Gambar 2.9 Tabung Impedansi Untuk Pengukuran Serap Bunyi ...37
Gambar 3.1 Batangan Aluminium (Ingot) ...39
Gambar 3.2 Batangan Magnesium ...40
Gambar 3.3. Dapur Peleburan ...41
Gambar 3.4 Blower ...41
Gambar 3.5 Cetakan Pasir ...42
Gambar 3.6 Proses Peleburan Aluminium-Magnesium ...43
Gambar 3.7 Proses Pengadukan Aluminium-Magnesium ...44
Gambar 3.8 Proses Penuangan Aluminium-Magnesium ...44
Gambar 3.9 Labjack U3-LV ...46
Gambar 3.10 Amplifier ...47
Gambar 3.11 Speaker ...47
Gambar 3.12 Mikropon ...48
Gambar 3.14 Dimensi Spesimen Aluminium-Magnesium ...49
Gambar 3.15 Spesimen Al-Mg dengan Diameter Rongga 3 mm ...50
Gambar 3.16 Spesimen Al-Mg dengan Diameter Rongga 4 mm ...50
Gambar 3.17 Spesimen Al-Mg dengan Diameter Rongga 5 mm ...51
Gambar 3.18 Skema Alat Ujia Tabung Impedansi ...52
Gambar 3.19 Set Up Peralatan Pengujian ...52
Gambar 3.20 Posisi Mikropon 2,1 dan 1 ...53
Gambar 3.21 Diagram Alir Penelitian ...55
Gambar 4.1 Grafik Paduan Al-Mg dengan Diameter Rongga 3 mm ...62
Gambar 4.2 Grafik Paduan Al-Mg dengan Diameter Rongga 4 mm ...68
Gambar 4.3 Grafik Paduan Al-Mg dengan Diameter Rongga 5 mm ...73
DAFTAR TABEL
Tabel 2.1 Nilai Fasa Aluminium-Magnesium ...22
Tabel 2.2 Batas Komposisi Paduan Al-Mg (%) ...22
Tabel 2.3 Acoustic Properties Aluminium dan Magnesium ...23
Tabel 2.4 Koefisien Penyerapan Bunyi Dari Beberapa Material ...30
Tabel 4.1 Koefisien Absorpsi Paduan Al-Mg Diameter Rongga 3 mm ...61
Tabel 4.2 Koefisien Absorpsi Paduan Al-Mg Diameter Rongga 4 mm ...67
Tabel 4.3 Koefisien Absorpsi Paduan Al-Mg Diameter Rongga 5 mm ...73
DAFTAR NOTASI
Simbol Arti Satuan
A Luas penampang m2
F Frekuensi Hz
I Intensitas bunyi W/m2
P Tekanan Pa
T Waktu s
V
Cepat rambat bunyi m/sW
Daya WattHuruf Yunani
Simbol Arti Satuan
α Koefisien absorbsi -
λ
Panjang gelombang mABSTRAK
Bunyi memiliki banyak manfaat untuk kehidupan manusia dan makhuk lainnya.
Akan tetapi bunyi yang berlebihan atau yang disebut kebisingan akan sangat
menggangu dan akan menimbulkan kerugian bagi manusia. Pengendalian
kebisingan sangat diperlukan untuk menciptakan lingkungan yang nyaman bebas
dari kebisingan. Pengendalian kebisingan dapat dilakukan dengan berbagai teknik.
Salah satu teknik pengendalian kebisingan itu adalah dengan menyerap bunyi.
Terdapat banyak material teknik yang dapat digunakan sebagai bahan penyerap
bunyi, salah satu contohnya adalah aluminium. Pada penelitian ini magnesium
dipadukan dengan aluminium dengan cara pengecoran berongga dengan diameter
rongga berbeda disetiap spesimen dan kemudian dilakukan pengujian serap bunyi
dengan metode tabung impedansi sehingga dapat diketahui bagaimana
pengaruhnya terhadap sifat penyerapan bunyi dari paduan aluminium-magnesium.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa koefisien serap bunyi tertinggi pada
paduan aluminium-magnesium dengan diameter rongga 3 mm dan frekuensi yang
paling baik diserap oleh material ini adalah 1500 Hz.
Kata kunci : bunyi, kebisingan, penyerap bunyi, aluminium, magnesium,
ABSTRACT
The sound has a lot of benefits for human life and other creatures . However, excessive noise or the so-called noise would be very disturbing and will cause harm to humans . Noise control is needed to create a comfortable environment
free from noise . Noise control can be done with various techniques . One technique that noise control is to absorb sound . There are many techniques of materials that can be used as a sound absorber , one example is aluminum . In this study, combined with a magnesium aluminum by means of casting a hollow cavity with different diameters on each specimen , and then testing the sound absorption by the impedance tube method so that it can be seen how it affects the sound absorption properties of aluminum - magnesium alloy . The results of this study showed that the highest sound absorption coefficient in aluminum-magnesium alloy with a diameter of 3 mm and cavity frequencies are best absorbed by these materials is 1500 Hz .
BAB I PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Bunyi merupakan hal yang tidak dapat dipisahkan dari kehidupan sehari –
hari. Begitu banyak hal menguntungkan yang dapat diperoleh dari bunyi, antara
lain menikmati musik, mendiagnosa suatu penyakit dan memperkirakan
kedalaman lautan. Bunyi juga memberikan sensasi tersendiri bagi pendengaran
tergantung pada persepsi apa yang ada dalam otak manusia.
Bunyi yang tidak diharapkan atau lebih sering disebut dengan bising
(noise) akan sangat mengganggu bahkan berbahaya bagi manusia. Sehingga
manusia berusaha untuk membuat material yang dapat mengurangi atau bahkan
menyerap intensitas sumber bunyi yang sering disebut sebagai material penyerap
bunyi. Material – material penyerap bunyi antara lain gabus, spon, rockwool dan
aluminium.
Aluminium merupakan logam non-ferrous dan merupakan logam terbesar
kedua yang dipergunakan oleh industri komponen setelah baja. Kelebihan dari
logam Aluminium adalah memiliki berat sepertiga dari berat baja (ρ: 2,7 g/cm3),
memiliki konduktifitas panas dan listrik yang baik, ratio kekuatan dan berat yang
tinggi, tahan terhadap korosi, memiliki sifat formability yang baik serta mudah
dicetak. Aluminium merupakan salah satu material yang sangat banyak
dipergunakan dalam bidang teknik, namun sangat jarang dipergunakan dalam
kondisi Aluminium murni. Aluminium yang dijumpai dalam bidang teknik
Copper, Iron, Mangan Zinc dan Magnesium. Magnesium juga merupakan unsur
paduan dalam berbagai jenis logam non-ferrous. Hasil paduan dari kedua unsur
ini lebih ringan dibandingkan dengan besi atau baja, ketahanan korosi yang baik,
mengurangi kebisingan (low noise).
Studi tentang material komposit untuk penanggulangan kebisingan dan
studi tentang koefisien serap bunyi paduan aluminium-magnesium telah beberapa
kali dilakukan di Departemen Teknik Mesin USU. Tabel 1.1 berikut merupakan
roadmap penilitian tentang pemanfaatan material komposit untuk penanggulangan
kebisingan yang dilakukan di Departemen Teknik Mesin USU.
Tabel 1.1. Roadmap Penelitian
NO NAMA PENELITI JUDUL PENELITIAN PROSES
1. Khairul Suhada
Kajian koefisien absorpsi bunyi dari material komposit serat
gergajian batang sawit dan gypsum sebagai material penyerap suara menggunakan metode impedance tube.
Selesai Juli 2010
2. Raja Naposo Harahap
Kajian eksperimental karakteristik material akustik dari campuran serat batang kelapasawit dan polyurethane dengan metode impedance tube.
Selesai Mei 2010
3. Muhammad Syahreza
Pengaruh penambahan kadar magnesiumpada aluminium terhadap kekuatan tarik dan struktur mikro terhadap kekerasan dan porositas.
Selesai alloy foam yang menggunakan CaCO3 sebagai blowing agent dengan uji impak dan foto mikro.
Selesai September
2012
6. Fadly A. Kurniawan
Pembuatan dan pengujian
prototype propeller pesawat tanpa awak menggunakan paduan aluminium-magnesium.
Sambungan Tabel 1.1 Roadmap penelitian
NO NAMA PENELITI JUDUL PENELITIAN PROSES
7. Felix Asade
Perancangan tabung impedansi dan kajian eksperimental koefisien serap bunyi paduan aluminium- magnesium. transmission loss dari paduan
aluminium-magnesiummenggunakan metode impedance tube.
Proses
9. Jefry Pantas Manurung
Pengaruh penambahan aluminium-magnesium berongga terhadap sifat mekanis bahan rendah bising.
Selesai September
2013
1.2.Perumusan Masalah
Berdasarkan penelitian sebelumnya tentang Pengaruh Penambahan
Aluminium-Magnesium Berongga Terhadap Sifat Mekanis Bahan Rendah Bising
oleh Jefry Pantas Manurung, maka penulis tertarik untuk melanjutkan penelitian
tersebut dengan judul “Pengaruh Variasi Diameter Rongga Terhadap Koefisien Serap Bunyi Paduan Aluminium-Magnesium Berongga”. Sehingga paduan Aluminium-Magnesium berongga tersebut pengaruhnya dapat diketahui
tidak hanya dari segi mechanical propertienya saja melainkan juga dapat
diketahui dari segi acoustical propertiesnya.
1.3.Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah :
1. Melakukan proses peleburan dengan bentuk pengecoran beronggga
(lubang).
2. Menganalisa pengaruh variasi diameter rongga terhadap nilai koefisien
serap bunyi dari material paduan aluminium-magnesium.
1.4.Manfaat Penelitian
1. Pemanfaatan Aluminium-Magnesium sebagai Low Noise Material.
2. Menjadikan material ini sebagai salah satu pertimbangan dalam
menanggulangi kebisingan.
1.5.Batasan Masalah
Dalam penelitian ini penulis membatasi masalah mulai dari specimen uji
yang digunakan hingga melakukan tahapan pengujian dan kemudian menganalisa
karakteristik akustiknya. Pembatasan masalah tersebut meliputi:
1. Spesimen uji yang digunakan yaitu Aluminium-Magnesium dengan
komposisi Al94% - Mg6% dengan variasi diameter rongga 3 mm, 4
mm dan 6 mm yang telah diuji sifat mekanis dari material tersebut dari
pengujian sebelumnya.
2. Pengujian yang dilakukan adalah pengujian koefisien serap bunyi
dengan metode tabung impedansi.
1.6.Sistematika Penulisan
Laporan tugas akhir ini disusun dengan sistematika sebagai berikut :
BAB I merupakan pendahuluan yang berisikan tentang latar belakang
penelitian, perumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, batasan
masalah dan sistematika penulisan.
BAB II kajian materi pada tinjauan pustaka yang berisi mengenai
teori-teori dasar gelombang bunyi, material akustik, sifat akustik, sejarah aluminium,
sifat-sifat aluminium, sejarah magnesium, sifat-sifat magnesium, paduan
BAB III metodologi penelitian, berisikan urutan dan cara yang dilakukan
pada penelitian mulai dari persiapan bahan pengujian, prosedur pengujian dan
diagram alir pengujian.
BAB IV pembahasan dan hasil penelitian berisi tentang hasil-hasil
pengujian yang akan diolah dan diklasifikasikan sesuai dengan kelompok
perbandingannya untuk kemudian menjadi dasar pengambilan keputusan pada
tahapan selanjutnya, penulis memberikan hasil perhitungan untuk mencari nilai
koefisien serap bunyi, serta grafik-grafik hasil dari analisa pengujian.
BAB V kesimpulan dan saran menyimpulkan seluruh kegiatan dan hasil
penelitian serta saran-saran yang diperlukan untuk pengembangan dan penelitian
lebih lanjut.
Daftar Pustaka berisi tentang literatur yang digunakan sebagai referensi
dalam penulisan tugas akhir ini.
Lampiran merupakan lampiran data-data yang diperoleh selama penelitian
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Teori Gelombang dan Bunyi
Pada bagian ini akan diberikan beberapa definisi dan pengertian dasar
mengenai gelombang dan bunyi serta hal-hal yang berkaitan dengan teori ini.
2.1.1. Pengertian Gelombang
Gelombang adalah suatu getaran, gangguan atau energi yang merambat.
Dalam hal ini yang merambat adalah getarannya, bukan medium perantaranya.
Satu gelombang terdiri dari satu lembah dan satu bukit (untuk gelombang
transversal) atau satu renggangan dan satu rapatan (untuk gelombang
longitudinal). Besaran-besaran yang digunakan untuk mendiskripsikan gelombang
antaralain panjang gelombang (λ) adalah jarak antara dua puncak yang berurutan,
frekuensi (ƒ) adalah banyaknya gelombang yang melewati suatu titik tiap satuan
waktu, periode (T) adalah waktu yang diperlukan oleh gelombang melewati suatu
titik, amplitudo (A) adalah simpangan maksimum dari titik setimbang, kecepatan
gelombang (v) adalah kecepatan dimana puncak gelombang (atau bagian lain dari
gelombang) bergerak.
Kecepatan gelombang harus dibedakan dari kecepatan partikel pada
medium itu sendiri. Pada waktu merambat gelombang membawa energi dari satu
tempat ke tempat lain. Saat gelombang merambat melalui medium maka energi
2.1.2 Jenis-Jenis Gelombang
Jenis-jenis gelombang dikelompokkan berdasarkan arah getar, amplitudo
dan fasenya, medium perantaranya dan frekuensi yang dipancarkannya.
Berdasarkan arah getarnya gelombang dikelompokkan menjadi:
a. Gelombang Transversal
Gelombang transversal adalah gelombang yang arah getaranya tegak
lurus terhadap arah rambatannya. Satu gelombang terdiri dari satu lembah
dan satu bukit seperti ditunjukkan pada gambar 2.1.
Gambar 2.1 Gelombang transversal.
(Sumber: Elvis, 2010)
b. Gelombang Longitudinal
Gelombang longitudinal adalah gelombang yang arah getarnya sejajar
atau berimpit dengan arah rambatannya. Gelombang yang terjadi berupa
Gambar 2.2 Gelombang longitudinal.
(Sumber: Elvis, 2010)
2.1.3. Pengertian Bunyi
Bunyi secara harfiah dapat diartikan sebagai sesuatu yang dapat didengar.
Bunyi merupakan hasil getaran dari partikel-partikel yang berada di udara dan
energi yang terkandung dalam bunyi dapat meningkat secara cepat dan dapat
menempuh jarak yang sangat jauh.
Defenisi sejenis juga dikemukakan oleh Bruel & Kjaer (1986) yang
menyatakan bahwa bunyi diidentikkan sebagai pergerakan gelombang di udara
yang terjadi bila sumber bunyi mengubah partikel terdekat dari posisi diam
menjadi partikel yang bergerak.
Secara lebih mendetail, Doelle (1972) menyatakan bahwa bunyi mempunyai
dua defenisi, yaitu:
1. Secara fisis, bunyi adalah penyimpangan tekanan, pergeseran partikel
dalam medium elastik seperti udara. Definisi ini dikenal sebagai bunyi
2. Secara fisiologis, bunyi adalah sensasi pendengaran yang disebabkan
penyimpangan fisis yang digambarkan pada bagian atas. Hal ini disebut
sebagai bunyi subjektif.
Secara singkat, Bunyi adalah suatu bentuk gelombang longitudinal yang
merambat secara perapatan dan perenggangan terbentuk oleh partikel zat
perantara serta ditimbulkan oleh sumber bunyi yang mengalami getaran.
Rambatan gelombang bunyi disebabkan oleh lapisan perapatan dan peregangan
partikel-partikel udara yang bergerak ke luar, yaitu karena penyimpangan tekanan.
Hal serupa juga terjadi pada penyebaran gelombang air pada permukaan suatu
kolam dari titik dimana batu dijatuhkan.
Gelombang bunyi adalah gelombang yang dirambatkan sebagai
gelombang mekanik longitudinal yang dapat menjalar dalam medium padat, cair
dan gas. Medium gelombang bunyi ini adalah molekul yang membentuk bahan
medium mekanik ini. Gelombang bunyi ini merupakan vibrasi/getaran
molekul-molekul zat dan saling beradu satu sama lain namun demikian zat tersebut
terkoordinasi menghasilkan gelombang serta mentransmisikan energi bahkan
tidak pernah terjadi perpindahan partikel.
2.1.4. Sifat–Sifat Bunyi
Bunyi mempunyai beberapa sifat, seperti frekuensi bunyi, kecepatan
perambatan, panjang gelombang, intensitas dan kecepatan partikel.
2.1.4.1Frekuensi
Frekuensi merupakan gejala fisis objektif yang dapat diukur oleh
peristiwa dalam selang waktu yang diberikan. Untuk memperhitungkan frekuensi,
seseorang menetapkan jarak waktu, menghitung jumlah kejadian peristiwa, dan
membagi hitungan ini dengan panjang jarak waktu. Hasil perhitungan ini
dinyatakan dalam satuan hertz (Hz) yaitu nama pakar fisika Jerman Heinrich
Rudolf Hertz yang menemukan fenomena ini pertama kali.
Frekuensi yang dapat didengar oleh Manusia berkisar 20 sampai 20.000
Hz dan jangkauan frekuensi ini dapat mengalami penurunan pada batas atas
rentang frekuensi sejalan dengan bertambahnya umur manusia. Jangkauan
frekuensi audio manusia akan berbeda jika umur manusia juga berbeda. Besarnya
frekuensi ditentukan dengan rumus:
=
...
... (2.1)dimana: = Frekuensi (Hz)
= Waktu (detik)
Periode adalah banyaknya waktu per banyaknya getaran, sehingga periode
berbanding terbalik dengan frekuensi.
=
f 1
... (2.2)
dimana: = Frekuensi (Hz)
= periode (detik)
2.1.4.2Kecepatan Perambatan
Bunyi bergerak pada kecepatan berbeda-beda pada tiap media yang
dilaluinya. Pada media gas udara, cepat rambat bunyi tergantung pada kerapatan,
= ... (2.3)
atau dalam bentuk yang sederhana dapat ditulis:
= 20,05√
dimana: c = Cepat rambat bunyi (m/s)
γ = Rasio panas spesifik (untuk udara = 1,41)
Pa = Tekanan atmosfir (Pascal)
ρ = Kerapatan (Kg/m3
)
T = Suhu (K)
Pada media padat bergantung pada modulus elastisitas dan kerapatan,
sedangkan pada media cair bergantung pada modulus bulk dan kerapatan.
= ... (2.4)
dimana: E = Modulus Elastisitas (Pascal)
ρ = Kerapatan (Kg/m3
)
2.1.4.3Panjang Gelombang
Panjang suatu gelombang bunyi dapat didefinisikan sebagai jarak antara dua
muka gelombang berfase sama. Hubungan antara panjang gelombang, frekuensi,
dan cepat rambat bunyi dapat ditulis sebagai berikut:
= ... (2.5)
dimana: λ = Panjang gelombang bunyi
c = Cepat rambat bunyi (m/s)
2.1.4.4Intensitas Bunyi
Intensitas bunyi adalah aliran energi yang dibawa gelombang udara dalam
suatu daerah per satuan luas. Intesitas bunyi pada tiap titik dari sumber dinyatakan
dengan:
= ... (2.6)
dimana: I = Intensitas bunyi (W/m2)
W = Daya akustik (Watt)
A = Luas area (m2)
Ambang batas pendengaran manusia, yaitu nilai minimum intensitas daya
bunyi yang dapat dideteksi telinga manusia, adalah 10-6 W/cm2.
2.1.4.5Kecepatan Partikel
Radiasi bunyi yang dihasilkan suatu sumber bunyi akan mengelilingi
udara sekitarnya. Radiasi bunyi ini akan mendorong patikel udara yang dekat
dengan permukaan luar sumber bunyi. Hal ini akan menyebabkan bergeraknya
partikel-partikel di sekitar radiasi bunyi yang disebut dengan kecepatan partikel.
= ... (2.7)
dimana: V = Kecepatan partikel (m/detik)
p = Tekanan (Pa)
ρ = Massa jenis bahan (Kg/m3)
2.2. Aluminium
Aluminium telah menjadi salah satu logam industri yang paling luas
penggunaannya di dunia. Aluminium banyak digunakan di dalam semua sektor
utama industri seperti angkutan, konstruksi, listrik, peti kemas dan kemasan, alat
rumah tangga serta peralatan mekanis. Adapun sifat-sifat aluminium antara lain
sebagai berikut :
a) Kuat
Aluminium memiliki sifat yang kuat terutama bila dipadu dengan logam
lain. Digunakan untuk pembuatan komponen yang memerlukan kekuatan
tinggi seperti : pesawat terbang, kapal laut, bejana tekan, kendaraan dan
lain-lain.
b) Tahan terhadap korosi
Sifatnya durabel sehingga baik dipakai untuk lingkungan yang
dipengaruhi oleh unsur-unsur seperti air, udara, suhu dan unsur-unsur
kimia lainnya, baik di ruang angkasa atau bahkan sampai ke dasar laut.
c) Mudah dibentuk
Proses pengerjaan aluminium mudah dibentuk karena dapat disambung
dengan logam/material lainnya dengan pengelasan, brazing, solder,
adhesive bonding, sambungan mekanis, atau dengan teknik
penyambungan lainnya.
d) Ringan
Memiliki bobot sekitar 1/3 dari bobot besi dan baja, atau tembaga dan
banyak digunakan dalam industri transportasi seperti angkutan udara.
Aluminium dapat dibuat sedemikian rupa sehingga memiliki kemampuan
pantul yang tinggi yaitu sekitar 95% dibandingkan dengan kekuatan
pantul sebuah cermin. Sifat pantul ini menjadikan aluminium sangat baik
untuk peralatan penahan radiasi panas
f) Konduktor listrik
Aluminium dapat menghantarkan arus listrik dua kali lebih besar jika
dibandingkan dengan tembaga. Karena aluminium tidak mahal dan
ringan, maka aluminium sangat baik untuk kabel-kabel listrik overhead
maupun bawah tanah (Ir. Tata Surdia. M.S. Met. E).
g) Konduktor panas
Sifat ini sangat baik untuk penggunaan pada mesin-mesin/alat-alat
pemindah panas sehingga dapat memberikan penghematan energy
h) Non magnetik
Aluminium sangat baik untuk penggunaan pada peralatan elektronik,
pemancar radio/TV dan lain-lain. Dimana diperlukan faktor magnetisasi
negatif.
i) Mampu diproses ulang-guna
Mendaur ulang kembali melalui proses peleburan dan selanjutnya
dibentuk menjadi produk seperti yang diinginkan. Proses ulang-guna ini
dapat menghemat energi, modal dan bahan baku yang berharga.
j) Menarik
Aluminium sering digunakan tanpa diberi proses pengerjaan akhir.
Tampak permukaan aluminium sangat menarik dan karena itu cocok
aluminium dapat diberi surface treatment, dapat dikilapkan, disikat atau
dicat dengan berbagai warna, dan juga diberi proses anodisasi. Proses ini
menghasilkan lapisan yang juga dapat melindungi logam dari goresan
dan jenis abrasi lainnya.
k) Memiliki ketangguhan yang baik
Dalam keadaan dingin dan tidak seperti logam lainnya yang menjadi
getas bila didinginkan. Sifat ini sangat baik untuk penggunaan pada
transportasi LNG dimana suhu gas cair LNG mencapai dibawah -150˚C.
2.2.1. Perlakuan Panas Aluminium Paduan
Perlakuan panas pada aluminium paduan dilakukan dengan memanaskan
sampai terjadi fase tunggal kemudian ditahan beberapa saat dan diteruskan dengan
pendinginan cepat hingga tidak sempat berubah ke fase lain. Jika bahan tadi
dibiarkan untuk jangka waktu tertentu maka terjadilah proses penuaan (aging).
Perubahan akan terjadi berupa presipitasi (pengendapan) fase kedua yang dimulai
dengan proses nukleasi dan timbulnya klaster atom yang menjadi awal dari
presipitat. Presipitat ini dapat meningkatkan kekuatan dan kekerasannya. Proses
ini merupakan proses age hardening yang disebut natural aging. Jika setelah
dilakukan pendinginan cepat kemudian dipanaskan lagi hingga di bawah
temperatur solvus (solvus line) kemudian ditahan dalam jangka waktu yang lama
dan dilanjutkan dengan pendinginan lambat di udara disebut proses penuaan
buatan (artificial aging). Diagram fasa perubahan mikrostruktur paduan Al-Cu
Gambar 2.3 Diagram fasa perubahan mikrostruktur paduan Al-Cu.
(Sumber: William K. Dalton: 259)
Proses dari pemanasan awal hingga pendinginan cepat disebut proses
perlakuan pelarutan (solution treatment), dan proses sesudahnya disebut proses
perlakuan pengendapan (precipitation treatment).
2.2.2. Mekanisme Pengerasan
Untuk menjelaskan mekanisme terjadinya pengerasan, sebagai contoh
diambil untuk diagram fase Al-Cu. Dari diagram tampak bahwa kelarutan Cu
dalam Al menurun dengan menurunnya temperatur. Suatu paduan dengan 4 % Cu
mulai membeku di titik 1 dengan membentuk dendrit larutan padat . Dan pada
titik 2 seluruhnya sudah membeku menjadi larutan padat dengan 4 % Cu. Pada
titik 3 kelarutan Cu dalam Al mencapai batas jenuhnya, bila temperaturnya
diturunkan akan ada Cu yang keluar dari larutan padat berupa CuAl2. Makin
rendah temperaturnya makin banyak Cu-Al yang keluar. Pada gambar struktur
Dengan pemanasan kembali sampai diatas garis solvus (titik 3) semua Cu
larut kembali di dalam . Dengan pendingan cepat (quench) Cu tidak sempat
keluar dari . Pada suhu kamar struktur masih tetap berupa larutan padat fase
tunggal Sifatnyapun masih belum berubah. Masih tetap lunak dan sedikit ulet.
Dalam keadaan ini larutan dikatakan sebagai larutan yang lewat jenuh karena
mengadung solute yang melampaui batas jenisnya untuk temperatur itu. Setelah
beberapa saat larutan yang lewat jenuh ini akan mengalami perubahan kekerasan
dan kekuatan. Menjadi lebih kuat dan keras, tetapi struktur mikro tidak tampak
mengalami perubahan.
Penguatan ini terjadi karena timbulnya partikel CuAl2 (fase ) yang
berpresipitasi di dalam kristal . Presipitat ini sangat kecil tidak tampak di
mikroskop (submicroscopic) dan akan menyebabkan terjadinya tegangan pada
lattis kristal di sekitar presipitat ini . Karena presipitat tersebar merata didalam
lattis kristal. Maka dapat dikatakan seluruh lattis menjadi tegang mengakibatkan
kekuatan dan kekerasan menjadi lebih tinggi.
Aging dapat dilakukan dengan membiarkan larutan lewat jenuh itu pada
temperatur kamar selama beberapa waktu. Dinamakan natural aging atau dengan
memanaskan kembali larutan lewat jenuh itu ke temperatur di bawah garis solvus
dan dibiarkan pada temperatur tersebut selama beberapa saat. Dinamakan artficial
aging Bila aging temperatur terlalu tinggi dan atau aging time terlalu panjang
maka partikel yang terjadi akan terlalu besar (sudah mikroskopik) sehingga effek
penguatannya akan menurun bahkan menghilang sama sekali, dan ini dinamakan
Proses precipitation hardening atau hardening dapat dibagi menjadi
beberapa tahap yaitu:
1. Solution treatment, yaitu memanaskan paduan hingga diatas solvus line.
2. Mendinginkan kembali dengan cepat (quenching)
3. Aging, yaitu menahan pada suatu temperatur tertentu (temperatur kamar
atau temperatur dibawah solvus line) selang waktu tertentu.
Paduan Aluminium lainnya yang dapat di perlakukan panas sebagaimana
diagram fasa di bawah ini:
1. Paduan Al-Si masuk kategori non heat tretable, tetapi untuk paduan Al-Si
dengan kadar Si kurang dari 1,6 sebagaimana diagram fasa di bawah ini
masih memungkinkan Al-Si mencapai fasa tunggal jika dipanaskan di atas
garis solvus. Berarti memungkinkan untuk di heat treatment. Diagram fasa
paduan Al-Si dapat dilihat pada gambar 2.4.
2. Paduan Al-Cu dengan kadar Cu kurang dari 5,65 % juga heat treatable.
Diagram fasa paduan Al-Si dapat dilihat pada gambar 2.5.
Gambar 2.5 Diagram fasa paduan Al-Cu. (Sumber: Hansen & Anderko,1958)
2.3. Magnesium
2.3.1. Sejarah Magnesium
Senyawa-senyawa magnesium telah lama diketahui. Black telah mengenal
magnesium sebagai elemen di tahun 1755. Davy berhasil mengisolasikannya di
tahun 1808 dan Busy mempersiapkannya dalam bentuk yang koheren di tahun
1831. Magnesium merupakan elemen terbanyak kedelepan di kerak bumi. Ia tidak
muncul tersendiri, tapi selalu ditemukan dalam jumlah deposit yang banyak dalam
bentuk magnesite, dolomite dan mineral-mineral lainnya. Logam ini sekarang
dihasilkan di AS dengan mengelektrolisis magnesium klorida yang terfusi dari air
2.3.2. Sifat-Sifat Magnesium
Magnesium merupakan logam yang ringan, putih keperak-perakan dan
cukup kuat. Ia mudah ternoda di udara dan magnesium yang terbelah-belah secara
halus dapat dengan mudah terbakar di udara dan mengeluarkan lidah api putih
yang menakjubkan.
Magnesium digunakan di fotografi, flares, pyrotechnics, termasuk
incendiary bombs. Magnesium sepertiga lebih ringan dibanding aluminium dan
dalam campuran logam digunakan sebagai bahan konstruksi pesawat dan missile.
Logam ini memperbaiki karakter mekanik fabrikasi dan las aluminium ketika
digunakan sebagai alloying agent. Magnesium digunakan dalam memproduksi
grafit dalam cast iron, dan digunakan sebagai bahan tambahan conventional
propellants. Magnesium juga digunakan sebagai agen pereduksi dalam produksi
uranium murni dan logam-logam lain dari garam-garamnya. Hidroksida (milk of
magnesia), klorida, sulfat (Epsom salts) dan sitrat digunakan dalam kedokteran.
Magnesite digunakan untuk refractory, sebagai batu bata dan lapisan di
tungku-tungku pemanas.
2.4. Paduan Aluminium-Magnesium
Aluminium lebih banyak dipakai sebagai paduan daripada logam murni
sebab tidak kehilangan sifat ringan dan sifat-sifat mekanisnya serta mampu cornya
diperbaiki dengan menambah unsur-unsur lain. Unsur-unsur paduan yang tidak
ditambahkan pada aluminium murni selain dapat menambah kekuatan
korosi dan ketahanan aus. Diagram fasa Aluminium-Magnesium dapat dilihat
pada gambar 2.6.
Gambar 2.6 Diagram fasa paduan Al-Mg, Temperatur vs Persentase Mg. (Sumber: Hansen & Anderko. Constitution of binary alloys.1958)
Gambar 2.6 di atas memperlihatkan penambahan Magnesium hingga 6%
akan cenderung menurunkan titik cair dari paduan Aluminium. Penambahan Mg
6% akan menurunkan titik cair paduan Aluminium menjadi 6300C. Penambahan
unsur Magnesium pada Aluminium untuk fase biner akan menghasilkan berbagai
fase seperti Al () (0-17,1% Mg), Al2Mg2 (β) (36,1-37,8% Mg), R (39%Mg),
Al12Mg17 (γ) (42-58,0% Mg), Mg (87,1-100% Mg). Pada unsur 6%Mg fasa yang
terbentuk adalah fasa Al (). Garis di atas menunjukkan Aluminium memiliki titik
cair pada suhu ±6300C. Pada saat suhu mencapai 6500C maka Aluminium akan
memasuki fase Liquid.
Nilai fasa paduan Aluminium-Magnesium untuk setiap komposisi dapat
Tabel 2.1 Nilai Fasa Aluminium-Magnesium.
(Sumber:J.L Murray, 1998)
Beberapa komposisi paduan aluminium-magnesium berdasarkan nomor seri
yang telah ditetapkan ditunkukkan oleh tabel 2.2.
Tabel 2.2. Batas komposisi paduan Aluminium-Magnesium (%)
Keberadaan magnesium dapat mempengaruhi sifat akustik paduan karena
akan menyebabkan menurunnya nilai impedansi akustik paduan tersebut. Dengan
penurunan impedansi/ hambatan akustik tersebut maka propagasi gelombang
bunyi lebih besar. Tabel 2.3 berikut menunjukkan perbedaan nilai impedansi
akustik dari kedua material.
Tabel 2.3. Acoustic properties aluminium dan magnesium.
Metals Density
g/cm3
Acoustic Impedance g/cm2-sec x105
Aluminum 2.70 17.10
Magnesium 1.74 10.98
(Sumber: http://www.ndted.org/GeneralResources/MaterialProperties/UT/ut_matlprop_metals.htm)
2.5. Teori Pengecoran 2.5.1. Sejarah Pengecoran
Sejarah pengecoran dimulai ketika orang mengetahui bagaimana
mencairkan logam dan bagaimana membuat cetakan. Hal itu terjadi kira-kira
4.000 sebelum Masehi, sedangkan tahun yang lebih tepat tidak diketahui.
Pengecoran dibuat dari logam yang dicairkan, dituang ke dalam cetakan,
kemudian dibiarkan mendingin dan membeku.
Penggunaan logam oleh orang ialah ketika orang membuat perhiasan dari
emas atau perak tempaan, dan kemudian membuat senjata atau mata bajak dengan
menempa tembaga, hal itu dimungkinkan karena logam-logam ini terdapat di
alam dalam keadaan murni, sehingga dengan mudah orang menempanya.
Kemudian secara kebetulan orang menemukan tembaga mencair, selanjutnya
untuk pertama kalinya orang dapat membuat coran yang berbentuk rumit. Coran
tersebut dibuat dari perunggu yaitu suatu paduan tembaga, timah dan timbal yang
titik cairnya lebih rendah dari titik cair tembaga.
Pengecoran perunggu di lakukan pertama di Mesopotamia, kira-kira 3000
tahun sebelum Masehi. Teknik ini diteruskan ke Asia Tengah, India dan Cina.
Teknik pengecoran Mesopotomia diteruskan juga ke Eropa padatahun 1500 -
1400 sebelum Masehi dan pada abad ke 14 saja pengecoran besi kasar dilakukan
secara besar-besaran. Cara pengecoran pada zaman itu ialah menuangkan secara
langsung logam cair yang di dapat dari biji besi kedalam cetakan, jadi tidak
dengan jalan mencairkan kembali besi kasar seperti cara sekarang. Coran paduan
Alumanium dibuat pada akhir abad 19 setelah cara pemurnian elektrolisasi
(Purnomo., 2004).
2.5.2. Proses Pengecoran
Proses pengecoran akan dihasilkan aluminium dengan sifat-sifat yang
diinginkan. Aluminium murni memiliki sifat mampu cor dan sifat mekanis yang
tidak baik, maka dipergunakanlah aluminium alloy untuk memperbaiki sifat
tersebut. Beberapa elemen alloy yang sering ditambahkan diantaranya tembaga,
magnesium, mangan, nikel, silikon dan sebagainya (Tata Surdia, 1992).
Desain coran perlu dipertimbangkan beberapa hal sehingga diperoleh hasil
coran yang baik, yaitu ; bentuk dari pola harus mudah dibuat, cetakan dari coran
hendaknya mudah, cetakan tidak menyebabkan cacat pada coran. Pembuatan
cetakan dibutuhkan saluran turun yang mangalirkan cairan logam kedalam rongga
logam dari coran. Selanjutnya diperlukan penentuan keadaan-keadaan penuangan
seperti temperatur penuangan dan laju penuangan. Kwalitas coran tergantung pada
saluran turun, penambah, keadaan penuangan, dan lain-lainya, maka penentuanya
memerlukan pertimbangan yang teliti.
Sistem saluran adalah jalan masuk cairan logam yang dituangkan ke dalam
rongga cetakan. Tiap bagian diberi nama, dari mulai cawan tuang dimana logam
cair dituangkan dari ladel, sampai saluran masuk ke dalam rongga cetakan.
Bagian-bagian tersebut terdiri dari : cawan tuang, saluran turun, pengalir, dan
saluran masuk.
1. Cawan tuang
Merupakan penerima yang menerima cairan logam langsung dari ladel.
Cawan tuang biasanya berbentuk corong atau cawan dengan saluran turun
di bawahnya. Cawan tuang harus mempunyai konstruksi yang tidak dapat
melakukan kotoran yang terbawa dalam logam cair dari ladel. Oleh karena
itu cawan tuang tidak boleh terlalu dangkal. Kalau perbandingan antara : H
tinggi logam cair dalam cawan tuang dan d diameter cawan, harganya
terlalu kecil, umpamanya kurang dari 3, maka akan terjadi
pusaran-pusaran dan timbullah terak atau kotoran yang terapung pada permukaan
logam cair. Karena itu dalamnya cawan tuang sebaiknya dibuat sedalam
mungkin. Sabaliknya kalau terlalu dalam, penuangan menjadi sukar dan
logam cair yang tersisa dalam cawan tuang akan terlalu banyak sehingga
2. Saluran turun
Salurun turun adalah saluran yang pertama yang membawa cairan logam
dari cawan tuang kedalam pengalir dan saluran masuk. Saluran turun
dibuat lurus dan tegak dengan irisan berupa lingkaran. Kadang-kadang
irisannya sama dari atas sampai bawah, atau mengecil dari atas kebawah
yang pertama dipakai kalau dibutuhkan pengisian yang cepat dan lancar,
sadangkan yang kedua dipakai apabila diperlukan penahan kotoran
sebanyak mungkin. Salurun turun dibuat dengan melubangi cetakan
dengan mempergunakan satu batang atau dengan memasang bumbung
tahan panas yang dibuat dari samot. Samot ini cocok untuk membuat
salurun turun yang panjang. Ukuran diameter saluran turun bervariasi,
tergantung dari berat coran.
3. Pengalir
Pengalir adalah saluran yang membawa logam cair dari saluran turun ke
bagian-bagian yang cocok pada cetakan. Pengalir biasanya mempunyai
irisan seperti trapesium atau setengah lingkaran sebab irisan demikian
mudah dibuat pada permukaan pisah, lagi pula pengalir mempunyai luas
permukaan yang terkecil untuk satu luas irisan tertentu, sehingga lebih
efektif untuk pendinginan yang lambat. Pengalir lebih baik sebesar
mungkin untuk melambatkan pendinginan logam cair. Logam cair dalam
pengalir masih membawa kotoran yang terapung, terutama pada
permulaan penuangansehingga harus dipertimbangkan untuk membuang
kotoran tersebut. Perpanjangan pemisah dibuat pada ujung saluran
pada cetakan, serta membuat kolam putaran pada saluran masuk dan
membuat saluran turun bantu.
4. Saluran Masuk
Salauran masuk adalah saluran yang mengisikan logam cair dari pengalir
kedalam rongga cetakan. Saluran masuk dibuat dengan irisan yang lebih
kecil dari pada irisan pengalir, agar dapat mencegah kotoran masuk
kedalam rongga cetakan. Bentuk irisan saluran masuk biasanya berupa
bujur sangkar, trapesium, segitiga atau setengah lingkaran yang membesar
kearah rongga cetakan untuk mencegah terkikisnya cetakan. Irisannya
diperkecil ditengah dan diperbesar lagi kearah rongga saluran dan irisan
terkecil ini mudah diputuskan sehingga mencegah kerusakan pada coran.
2.5.3. Pembuatan Cetakan
Jenis - jenis cetakan yang sering digunakan pada proses pengecoran logam
yaitu :
a. Cetakan Pasir
Cetakan dibuat dengan jalan memadatkan pasir, pasir yang akan
digunakan adalah pasir alam atau pasir buatan yang mengandung
tanah lempung. Pasir ini biasanya dicampur pengikat khusus, seperti
air, kaca, bentonit, semen, resin ferol, minyak pengering. Bahan
tersebut akan memperkuat dan mempermudah operasi pembuatan
b. Cetakan Logam
Cetakan ini dibuat dengan menggunakan bahan yang terbuat dari
logam. Cetakan jenis logam biasanya dipakai untuk industri-industri
besar yang jumlah produksinya sangat banyak, sehingga sekali
membuat cetakan dapat dipakai untuk selamanya. Cetakan logam
harus terbuat dari bahan yang lebih baik dan lebih kuat dari logam
coran, karena dengan adanya bahan yang lebih kuat maka cetakan
tidak akan terkikis oleh logam coran yang akan di tuang.
Membuat coran harus dilakukan proses-proses seperti : pencairan logam,
membuat cetakan, menuang, membongkar dan membersihkan coran. Proses
pencairkan logam dilakukan dengan menggunakan bermacam-macam tanur yang
dipakai. Umumnya kupola atau tanur induksi frekwensi rendah dipergunakan
untuk besi cor, tanur busur listrik atau tanur induksi frekuensi tinggi digunakan
untuk baja tuang dan tanur krus untuk paduan tembaga atau coran paduan ringan.
Tanur-tanur ini dapat memberikan logam cair yang baik dan sangat ekonomis
untuk logam-logam tersebut.
2.6. Sifat Akustik
Kata akustik berasal dari bahasa Yunani yaitu akoustikos, yang artinya
segala sesuatu yang bersangkutan dengan pendengaran pada suatu kondisi ruang
yang dapat mempengaruhi mutu bunyi. Fenomena absorpsi suara oleh suatu
Gambar 2.7 Fenomena absorpsi suara oleh suatu permukaan bahan. (Sumber : FTI ITB 2010)
Fenomena suara yang terjadi akibat adanya berkas suara yang bertemu
atau menumbuk bidang permukaan bahan, maka suara tersebut akan dipantulkan
(reflected), diserap (absorb), dan diteruskan (transmitted) atau ditransmisikan
oleh bahan tersebut. Medium gelombang bunyi dapat berupa zat padat, cair,
ataupun gas. Frekuensi gelombang bunyi dapat diterima manusia berkisar antara
20 Hz sampai dengan 20 kHz, atau dinamakan sebagai jangkauan yang dapat
didengar (audible range).
2.6.1. Koefisien Absorpsi
Menurut Jailani et al. (2004) penyerapan suara (sound absorption)
merupakan perubahan energi dari energi suara menjadi energi panas atau kalor.
Kualitas dari bahan peredam suara ditunjukkan dengan harga α (koefisien
penyerapan bahan terhadap bunyi), semakin besar α maka semakin baik
digunakan sebagai peredam suara. Nilai α berkisar dari 0 sampai 1. Jika α bernilai
0, artinya tidak ada bunyi yang diserap sedangkan jika α bernilai 1, artinya 100%
bunyi yang datang diserap oleh bahan. Besarnya energi suara yang dipantulkan,
diserap, atau diteruskan bergantung pada jenis dan sifat dari bahan atau material
energi suara yang lebih besar dibandingkan dengan jenis bahan lainnya. Adanya
pori-pori menyebabkan gelombang suara dapat masuk kedalam material tersebut.
Energi suara yang diserap oleh bahan akan dikonversikan menjadi bentuk energi
lainnya, pada umumnya diubah ke energi kalor.
Perbandingan antara energi suara yang diserap oleh suatu bahan dengan
energi suara yang datang pada permukaan bahan tersebut didefinisikan sebagai
koefisien penyerap suara atau koefisien absorbsi (α).
Energy
Terdapat dua metode untuk mengukur koefisien absorbsi suara, yaitu
dengan tabung impedansi (impedance tube) yang dapat mengukur koefisien
absorbsi suara normal, serta pengukuran dengan ruang dengung
(reverberationroom) yang dapat mengukur koefisien absorbsi suara sabine. Tabel
2.4 berikut merupakan nilai koefisien absorpsi dari beberapa material.
Tabel 2.4. Koefisien penyerapan bunyi dari beberapa material
Material Frekuensi (Hz)
125 250 500 1000 2000 4000
Gypsum board (13 mm) Kayu
Gelas
Tegel geocoustic (81 mm) Beton yang dituang Sumber : Doelle, Leslie L, 1993.
Ada beberapa faktor yang mempengaruhi nilai serap bunyi. Faktor-faktor
1. Ukuran serat.
Koizumi et al. (2002) melaporkan bahwa meningkatnya koefisien serap
bunyi diikuti dengan menurunnya diameter serat. Ini disebabkan ukuran serat
yang kecil akan lebih mudah untuk berpropagasi dibandingkan dengan serat
yang lebih besar pada gelombang suara.
2. Resistensi Aliran Udara.
Salah satu kualitas yang sangat penting yang dapat mempengaruhi
karakteristik dari material berserat adalah spsefik resistensi aliran udara per
unit tebal material. Karakteristik impedansi dan propagasi konstan, yang
mana menggambarkan sifat akustik material berpori.
3. Porositas (rongga pori)
Jumlah, ukuran, dan tipe rongga pori adalah faktor yang penting ketika
mempelajari mekanisme penyerapan suara pada material berpori. Untuk
memungkinkan disipasi suara dengan gesekan, gelombang suara harus
dimasukkan ke material dengan rongga (berpori). Ini berarti haru ada pori
yang cukup pada permukaan material untuk dilewati oleh gelombang suara
dan diredam. Porositas pada material berporos didefinisikan sebagai rasio
volume berpori didalam material kepada jumlah total volume.
4. Ketebalan
Beberapa studi yang berhubungan dengan penyerapan bunyi pada
rendah memiliki hubungan langsung dengan ketebalan. Sebuah studi oleh
Ibrahim et al. (1978) menunjukkan meningkatnya penyerapan bunyi pada
frekuensi rendah dengan meningkatnta ketebalan material. Namun, pada
frekuensi tinggi ketebalan material tidak terlalu berpengaruh pada penyerapan
bunyi.
5. Densitas
Densitas material sering dianggap menjadi faktor yang penting yang
mengatur perilaku absorbs suara pada material.
6. Permukaan impedansi
Nilai permukaan impedansi yang semakin tinggi akan menyebabkan
meningkatnya jumlah refleksi bunyi pada permukaan sehingga kemampuan
serap bunyinya berkurang.
2.6.2. Sound Transmission Loss
Sound transmission loss adalah kemampuan suatu bahan untuk mereduksi
suara. Nilainya biasa disebut dengan decibel (dB). Semakin tinggi nilai sound
transmission loss (TL), semakin bagus bahan tersebut dalam mereduksi suara
(Bpanelcom 2009). Sound transmission class (STC) adalah kemampuan rata-rata
transmission loss suatu bahan dalam mereduksi suara dari berbagai frekuensi.
Semakin tinggi nilai STC, semakin bagus bahan tersebut dalam mereduksi suara
413tentang Classification for Rating Sound Insulation yang dikeluarkan oleh
American Society for Testing and Materials (ASTM).
2.7. Material Akustik
Material akustik adalah material teknik yang fungsi utamanya adalah untuk
menyerap suara/bising. Material akustik adalah suatu bahan yang dapat menyerap
energi suara yang datang dari sumber suara. Pada dasarnya semua bahan dapat
menyerap energi suara, namun besarnya energi yang diserap berbeda-beda untuk
tiap bahan. Energi suara tersebut dikonversi menjadi energi panas, yang
merupakan hasil dari friksi dan resistansi dari berbagai material untuk bergerak
dan berdeformasi. Sama halnya dengan besar energi suara yang sangat kecil bila
dilihat dalam satuan Watt, energi panas yang dihasilkan juga sangat kecil
sehingga secara makrokopis tidak akan terlalu terasa perubahan temperatur pada
bahan tersebut.
Peredam suara merupakan suatu hal penting didalam desain akustik dan
dapat diklasifikasikan menjadi 4 bagian yaitu:
1. Material berpori (porous material), seperti bahan akustik yang umum
digunakan, yaitu mineral wool, plester akustik, sama seperti karpet dan
bahan gorden, yang dikarakterisasi dengan cara membuat rajutan yang
saling mengait sehingga membentuk pori yang berpola. Pada saluran dan
rongga yang sempit dan saling merekat inilah terjadi perubahan energi,
dari energy suara menjadi energi vibrasi, kalor atau perubahan
momentum. Daya penyerapan atau peredaman dari suatu jenis material
rendah dan meningkat terhadap ketebalan material. Absorpsivitas
frekuensi rendah dapat ditingkatkan dengan cara melapisi material
sehingga menambah ketebalannya. Mengecat plaster dan tile, secara
varial akan menghasilkan efektivitas reduksiyang cukup besar.
2. Membran penyerap (panel absorber): lembar bahan solid (tidak porus)
yang dipasang dengan lapisan udara dibagian belakangnya (air
spacebacking). Bergetarnya panil ketika menerima energi suara serta
transfer energy getaran tersebut ke lapisan udara menyebabkan terjadinya
efek penyerapan suara. Sama halnya separti material berpori, yang
berfungsi sebagai peredam suara, yaitu merubah energi suara menjadi
energi vibrasi dan kalor. Penambahan porous absorber pada bagian
ruang kosong antara ruang panil dan dinding akan lebih jauh
meningkatkan efisiensi dari penyerapan frekuensi rendah.
3. Rongga penyerap (cavity resonator), rongga udara dengan volume
tertentu dapat dirancang berdasarkan efek resonator Helmholzt. Efek
osilasi udara pada bagian leher (neck) yang terhubung dengan volume
udara dalam rongga ketika menerima energi suara menghasilkan efek
penyerapan suara, menyerap energi suara paling efisien pada pita
frekuensi yang sempit di dekat sumber gaungnya. Peredam jenis ini
biasanya dalam bentuk elemen tunggal, sepertiblok beton standar dengan
rongga yang ditempatkan didalamnya; bentuk lain terdiri dari panel yang
berlubang-lubang dan kisi-kisi kayu dengan selimut absorbsi diantaranya.
Selain memberikan nilai estetika arsitektur, sistem yang baru saja
rentang frekuensi yang lebih lebar daripada kemungkinan yang diberikan
oleh elemen tunggal berongga (struktur sandwich).
4. Penyerapan suara tiap benda diberikan oleh manusia, meja, kursi dan
furniture. Furnitur kayu termasuk didalamnya adalah kursi dan meja.
Untuk kondisi dimana terdapat banyak orang dengan meja dan kursi
(seperti dapat kita temukan di dalam ruang kelas dan ruang kuliah), akan
lebih cocok jika digunakan peredaman per orang dan per benda dari
furnitur yang diberikan daripada peredaman oleh manusia saja. Dengan
menentukan jumlah dan distribusi peredam jenis ini, dapat dimungkinkan
untuk merancang kelakuan waktu gaung terhadap frekuensi untuk
memperoleh hampir semua lingkungan akustik yang diinginkan. Hal ini
juga dapat memungkinkan untuk merancang sebuah ruangan dimana
karakteristik gaungnya dapat diubah dengan cara menggeser atau
merubah posisi panil dimana posisi permukaan berpengaruh terhadap
sifat peredaman yang berbeda. Selama waktu gaung optimum bergantung
terhadap fungsi ruangan, dengan cara ini dapat dimungkinkan untuk
merancang sebuah ruangan serba guna (multipurpose rooms).
Bagaimanapun, cara seperti ini akan lebih efektif untuk menekan biaya
dan memberikan solusi yang fleksibel, khususnya di dalam ruangan yang
besar.
Bahan yang mampu menyerap suara pada umumnya mempunyai struktur
berpori atau berserat. Bahan-bahan akustik yang tergolong sebagai bahan
penyerap suara antara lain adalah glass wool, rock wool, soft board, carpet, kain,
2.8. Tabung Impedansi
Ada dua metode standar yang digunakan untuk mengukur koefisien serap
bunyi untuk sampel berukuran kecil yaitu menggunakan metode rasio gelombang
tegak (ISO 105432-1) dan metode transfer fungsi (ISO 105432-2). Kedua metode
dirancang untuk pengukuran pada sampel kecil. Metode rasio gelombang tegak
mapan, tapi lambat sehingga diganti dengan metode transfer fungsi karena
kecepatan dan akurasinya dalam pengukuran.
2.8.1. Metode Pengukuran Koefisien Absorpsi Menggunakan Tabung Impedansi
2.8.1.1Metode Perbandingan Gelombang Tegak (ISO 10534-1:1996)
Metode ini berdasarkan pada fakta bahwa hanya ada gelombang datar yang
datang dan dipantulkan sepanjang sumbu axis dalam tabung. Gelombang bunyi
sinusoidal yang datang dibangkitkan oleh loudspeaker pada salah satu ujung
tabung. Pada ujung lainnya dibatasi oleh lapisan material yang memiliki
reflektifitas tinggi. Pengukuran dapat dilakukan dalam satu oktaf atau 1/3 oktaf
frekuensi. Dengan menggunakan definisi dari rasio gelombang tegak:
= | |
| | ... (2.9)
Faktor refleksi dan koefisien serap bunyi didefinisikan oleh:
| | = ... (2.10)
= 1−| | ... (2.11)
Tabung impedansi yang menggunakan metode ini diilustrasikan pada
Gambar 2.8 Pandangan skematis metode rasio gelombang tegak.
2.7.1.1Metode Transfer Fungsi (ISO 10534-2:1998)
Metode ini menggunakan dua buah mikropon yaitu pada posisi x1 dan x2.
Tekanan bunyi pada posisi ini masing-masing adalah:
= + ... (2.12)
= + ... (2.13)
Tabung impedansi yang menggunakan metode ini diilustrasikan pada
gambar 2.9.
Gambar 2.9 Tabung Impedansi untuk pengukuran koefisien serap bunyi.
dimana: A dan B adalah amplitudo tegangan (Volt)
k adalah nomor gelombang (m-1)
x1 adalah jarak antara sampel dan mikropon terjauh (m)
sehingga transfer fungsi akustik kompleks anatara kedua mikropon ini yaitu:
=
...
(2.14)dan faktor refleksinya:
= ... (2.15)
dimana: =
=
= − (jarak kedua mikropon)
maka koefisien serap bunyi dapat ditentukan melalui persamaan berikut:
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
3.1. Bahan Pengecoran 3.1.1. Aluminium
Proses peleburan pada penelitian menggunakan aluminium dalam bentuk
batangan (ingot). Aluminium yang digunakan pada proses pengecoran ini
sebanyak 5 kg. Aluminium inilah yang menjadi bahan utama pada penelitian.
Gambar 3.1. Batangan Aluminium (Ingot)
3.1.2. Magnesium
Magnesiumadalah suatu unsur kimia dalam tabel periodik yang memiliki
lambang Mg dan nomor atom 12. Magnesium akan dilebur dengan aluminium batangan (ingot). Magnesium yang digunakan pada proses pengecoran ini adalah
Gambar 3.2. Batangan Magnesium (Mg)
3.2. Alat – Alat Pengecoran
Dalam penelitian ini banyak menggunakan alat teknik, dimana
alat-alat tersebut memiliki kegunaan masing-masing dalam proses penelitian ini.
Adapun alat-alat tersebut antara lain :
1. Dapur Lebur
Dapur lebur digunakan sebagai sumber panas yang dihasilkan dari
bahan bakar berupa kayu bakar dan sebagai alat pelebur logam yang
akan dilebur. Dapur lebur terbuat dari batu bata dan semen tahan api,
hasil pembakaran mencapai hingga temperatur 700 0C – 900 0C. Dapur
lebur menggunakan blower untuk menghasilkan temperatur yang stabil.
Volume dapur lebur bervariasi tergantung pada jumlah bahan yang akan
dilebur. Dapur lebur yang digunakan pada penelitian ini memiliki
Gambar 3.3. Dapur Peleburan
2. Ladel
Ladel merupakan alat penuang dalam peleburan. Aluminium cair yang
memiliki suhu tinggi diambil dari dalam crucible dan dituangkan ke
dalam cetakan. Ukuran dari alat ini disesuaikan dengan volume cetakan
yang digunakan.
3. Blower
Blower digunakan untuk menjaga temperatur peleburan yang dihasilkan
dari panas pembakaran pada kayu bakar. Tanpa alat ini, maka panas
yang dihasilkan dari proses pembakaran tidak terdistribusi dengan baik
dan panas yang dihasilkan tidak maksimal
4. Cetakan Pasir
Cetakan pasir dibuat dengan membentuk pasir kemudian dipadatkan
agar hasil cetakan tidak berubah bentuk. Pasir yang digunakan adalah
pasir alam atau pasir buatan yang mengandung tanah lempung. Pasir
ini dicampur pengikat khusus seperti air, bentonit, semen, resin ferol,
minyak pengering. Bahan tersebut akan memperkuat dan
mempermudah operasi pembuatan cetakan. Ukuran cetakan pasir ini
adalah panjang 150 cm, lebar 150 mm dan tebal 30 cm.
Gambar 3.5. Cetakan Pasir
5. Cetakan kawat (Mal)
Dalam pengecoran ini dimana bentuk spesimennya adalah berbentuk bulat
berongga sesuai dengan besar diameter kawat pada mall tersebut, dimana
diameter kawat berbeda pada setiap cetakan kawat. Diameter kawat pada
tiap-tiap cetakan kawat adalah 3 mm, 4 mm dan 5 mm dan panjang kawat
adalah 8 cm. Dimana agar kawat tersebut tidak menyatu dengan cairan
Aluminium pada saat pengecoran maka kawat tersebut pertama kali di
panaskan untuk menghilangkan kerak-kerak (kotoran) dari pada kawat
tersebut, dan setelah itu kawat tersebut diolesi minyak kaca dan lumpur
3.3.Proses Pengecoran
Pada proses pengecoran ini hal yang dilakukan yaitu mencairkan
aluminium yang diperlukan, aluminium yang di peroleh dari ingot (aluminium
batangan) dicairkan atau dilebur. Untuk mempercepat pencairan aluminum
tersebut di perkecil hingga menjadi beberapa potong.
Penambahan unsur Magnesium (Mg) dilakukan terhadap aluminium
sesuai dengan variasi yang diinginkan, titik lebur magnesium adalah 650 oC
namun jika magnesium dipadukan dengan aluminium maka titik lebur paduan
aluminium-magnesium menjadi 630 oC. Aluminium terlebih dahulu dilebur
hingga mencapai temperatur 450 – 550 ˚C, setelah mencapai suhu tersebut,
magnesium dimasukkan ke dalam cairan aluminium yang sedang dilebur. Proses
peleburan dapat dilihat pada gambar 3.6.
Gambar 3.6. Proses Peleburan Aluminium-Magnesium
Setelah proses peleburan antara Aluminium-Magnesium berlangsung,
maka akan dilakukan proses pengadukan agar campuran
Gambar 3.7. Proses Pengadukan Aluminium-Magnesium
Setelah dilakukan proses pengadukan dan telah mencapai titik lebur
paduan aluminium-magnesium yaitu pada suhu 630 oC maka hasil peleburan
antara Aluminium-Magnesium dituang ke dalam cetakan pasir yang telah di sediakan sebelumnya. Seperti yang ditunjukkan pada gambar 3.8.
Gambar 3.8. Proses Penuangan Aluminium-Magnesium Kedalam Cetakan
Proses penuangan Aluminium-Magnesium ke dalam cetakan selesai,
maka cetakan dihancurkan untuk mengeluarkan spesimen hasil dari pengecoran
tersebut. Setelah spesimen tersebut dikeluarkan dari pasir cetakan , kemudian
telah ditentukan. Lalu dilakukan pengujian dengan metode tabung impedansi
untuk mengetahui acoustical propertiesnya.
3.4. Pengujian Tabung Impedansi
Pengujian tabung impedansi (impedance tube) ini bertujuan untuk
mendapatkan koefisien serap bunyi dari paduan aluminium-magnesium. Tempat
dilaksanakannya pengujian ini adalah di Laboratorium Noise/Vibration Research
Center, Departemen Teknik Mesin Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara.
‘
3.4.1. Alat dan Bahan Pengujian 3.4.1.1. Alat
Adapun peralatan yang di pergunakan selama penelitian ini adalah:
1.Laptop
Digunakan untuk menyimpan dan mengolah sinyal digital dari Labjack
dengan bantuan software DAQFctory. Selain itu laptop juga digunakan
sebagai Tone Generator dengan bantuan software ToneGen untuk
membangkitkan bunyi pure tone.
2.LabJack U3-LV
Digunakan untuk merubah data sinyal analog bunyi yang dibangkitkan
dalam percobaan menjadi sinyal digital. Alat ini ditunjukkan pada
Gambar 3.9. LabJack U3-LV.
Dengan spesifikasi:
1) 16fleksibel I/O(Input Digital, Digital Output, atau InputAnalog)
2) Sampai2Timers(Pulse Timing, PWMOutput, InputQuadrature)
3) Hingga2Counters(32-Bit)
4) 4 Tambahan digital I/O
5) Sampai 1612-bit InputAnalog(0-2,4 Vatau0-3,6V, SE atauDiff.)
6) 2Analogoutput(10-Bit, 0-5volt)
3.Amplifier
Alat ini digunakan sebagai penguat tegangan dan arus dari sinyal audio
yang bertujuanuntuk menggerakkan pengeras suara (loudspeaker).
Gambar 3.10. Amplifier.
Dengan spesifikasi:
1) 250 Watt Stereo
2) Type AV-299
4.Speaker
Digunakan untuk mengeluarkan bunyi berupa pure tone yang diatur
oleh software ToneGen. Speaker yang digunakan ditunjukkan pada
gambar 3.11.
Dengan spesifikasi:
1) Audax Woofer Midrange.
2) Nominal Impedance 8 Ohm.
3) Nominal Power RMS 60W
4) Sensitivity 90 dB
5.Mikropon
Digunakan sebagai sensor untuk menangkap sinyal bunyi yang
berinterferensi didalam tabung impedansi. Mikropon yang digunakan
dapat dilihat pada gambar 3.12.
Gambar 3.12. Mikropon.
Dengan spesifikasi:
1) Frekuensi respon 50 – 15,000 Hz
2) Out put Impedance 300 Ohm.
6.Tabung Impedansi
Digunakan sebagai alat uji untuk mendapatkan nilai koefisien serap
bunyi dari sampel berdasarkan ISO 10534-2 dan ASTM E-2611.