• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENGARUH AGING TERHADAP KETAHANAN LELAH ALUMINIUM PADUAN (Al-Si) TUGAS AKHIR - Pengaruh aging terhadap ketahanan lelah aluminium paduan (Al-Si) - USD Repository

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "PENGARUH AGING TERHADAP KETAHANAN LELAH ALUMINIUM PADUAN (Al-Si) TUGAS AKHIR - Pengaruh aging terhadap ketahanan lelah aluminium paduan (Al-Si) - USD Repository"

Copied!
83
0
0

Teks penuh

(1)

TUGAS AKHIR

Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Teknik

Jurusan Teknik Mesin

Disusun Oleh : EDDY NIM : 015214116

JURUSAN TEKNIK MESIN

FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI

UNIVERSITAS SANATA DHARMA

(2)

Presented as Partial fulfillment of the Requirements To Obtain the Sarjana Teknik Degree

In Mechanical Engineering

By EDDY

Student Number : 015214116

MECHANICAL ENGINEERING DEPARTMENT

SCIENCE AND TECHNOLOGY FACULTY

SANATA DHARMA UNIVERSITY

YOGYAKARTA

2007

(3)
(4)
(5)

yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu Perguruan Tinggi, dan sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalam naskah ini dan disebutkan dalam daftar pustaka.

Yogyakarta, 29 November 2007

Eddy

(6)

BAGAIMANA KAMU BISA MENCINTAI TUHAN YANG TIDAK

TERLIHAT BILA KAMU BELUM MENCINTAI SESAMA MU YANG

TERLIHAT

By : Acay

K E E P M OVI N G F OR WAR D

“IBU DARI SEGALA TINDAKAN ADALAH KEPUTUSAN DAN

BAPAK DARI SEGALA TINDAKAN ADALAH SUASANA EMOSI

By : Tung Desem Waringin

(7)

telah memberikan berkat, semangat, rahmat dan cinta kasih yang berlimpah di dalam penulisan tugas akhir ini hingga selesai.

Tugas akhir ini merupakan salah satu syarat yang harus dipenuhi bagi mahasiswa Teknik Mesin sebelum dinyatakan lulus sabagai Sarjana Teknik. Dalam pelaksanaan dan penulisan tugas akhir ini tidak lepas dari bantuan berbagai pihak, baik berupa materi, bimbingan, kerja sama serta dukungan moril. Dalam kesempatan ini penulis mengucapkan terimakasih kepada :

1. Ir. Greg Heliarko, S.J., S.S., B.S.T., M.A., M.Sc., selaku Dekan Fakultas Teknik Universitas Sanata Dharma Yogyakarta

2. Bapak Budi Sugiharto, S.T., M.T. selaku Kaprodi Teknik Mesin, Universitas Sanata Dharma.

3. Bapak Ir. Rines Alapan, M.T. selaku Dosen pembimbing akademik.

4. Bapak Budi Setyahandana, S.T., M.T., selaku dosen pembimbing tugas akhir.

5. Seluruh Dosen dan Karyawan Fakultas Teknik, Universitas Sanata Dharma. 6. Pak Martono, Pak Ronny, Pak Intan dan semua Laboran yang lain.

7. Bapak, Mamak, Kakak dan Abang serta seluruh keluarga, terimakasih atas finansial, doa dan dukungannya.

8. Teman- temanku Totok, Fendy, Tris Saputra, Dimas Hamonangan, Sakius Ginting, Berty, Lambret, Ready, Bernard, Teguh, Alek Saputra, Murdi

(8)

ini.

Penulis

Eddy

(9)

dengan komposisi kimia 94,03858% Al, 0,58293% Cu, 2,73352% Si, dan unsur lain-lain sebesar 2,64497%. Tujuan dari penelitian ini untuk mengetahui sifat fisis dan mekanis aluminium paduan setelah mendapat perlakuan panas aging

Proses penelitian yang dilakukan adalah aluminium paduan diberi perlakuan panas aging yaitu perlakuan panas logam pada suhu antara 120°C sampai 180°C dalam beberapa waktu, kemudian didinginkan secara Perlahan di dalam dapur. Aluminium paduan pertama diaging pada suhu 170ºC selama 10 jam dan aluminium paduan kedua diquenching pada suhu 520ºC selama 4 jam kemudian diaging pada suhu 170ºC selama 10 jam, kemudian dicari kekerasan dan ketahanan lelah tertinggi dari bahan. Setelah itu, dilakukan pengujian bahan yaitu uji tarik, uji kekerasan, uji kelelahan, analisis struktur mikro dan makro.

Aluminium paduan mengalami peningkatan ketahanan lelah dan kekerasan setelah diberi perlakuan panas aging pada suhu 170ºC selama 10 jam dan perlakuan panas quenching pada suhu 520ºC selama 4 jam kemudian diaging pada suhu 170ºC selama 10 jam, bila dibandingkan dengan ketahanan lelah dan kekerasan pada kondisi awal bahan tanpa perlakuan panas. Susunan struktur kristal aluminium paduan juga mengalami perubahan.

(10)

HALAMAN PENGESAHAN... iii

HALAMAN PERNYATAN ... v

HALAMAN MOTTO ... vi

KATA PENGANTAR... vii

INTISARI ... ix

DAFTAR ISI... x

DAFTAR GAMBAR... xiii

DAFTAR TABEL ... xiv

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian ...1

1.2 Tujuan Penelitian ...2

1.3 Batasan Penelitian ...2

BAB II DASAR TEORI 2.1 Sejarah Aluminium ...3

2.2 Pembuatan Aluminium ...4

2.3 Sifat-Sifat Aluminium...5

2.4 Paduan Aluminium ...7

2.5 Paduan Aluminium Utama...9

(11)

2.9 Dasar perlakuan panas pada aluminium...26

2.9.1 Pengerasan presipitasi atau pengerasan penuaan ...26

2.9.2 Perubahan sifat-sifat mekanis yang disertai oleh Presipitasi ...28

2.10 Kelelahan Pada Bahan Uji ...30

2.11 Hal-Hal Yang Berpengaruh Pada Kegagalan Lelah...34

2.12 Batas Kelelahan (Endurance Limit ) ... 36

2.13 Pengujian Kekerasan...36

2.14 Pengujian struktur kristal ...38

BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Metodoligi Penelitian ...40

3.2 Bahan dan Peralatan...41

3.3 Proes Pengujian...42

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1 Paduan Aluminium ...47

4.2 Pengujian Tarik ...47

4.3 Pengujian Kekerasan...49

4.4 Pengujian Kelelahan...52

(12)

BAB V PENUTUP

5.1 Kesimpulan ...63 5.2 Saran...64

DAFTAR PUSTAKA

LAMPIRAN

(13)

Gambar 2.2 Diagram perbaikan sifat-sifat mekanik oleh modifikasi

paduan Al-Si ... 12

Gambar 2.3 Pengaruh kadar MgB2BSi pada kekuatan tarik paduan Al-MgB2BSi ... 17

Gambar 2.4 Diagram fasa biner semu dari paduan Al-MgZnB2B... 19

Gambar 2.5 Diagram fasa Al-Cu ... 28

Gambar 2.6 Pengerasan penuaan dua tahap dari paduan Al-4%Cu (Gayler) ... 29

Gambar 2.7 Fasa presipitasi selama penuaan pada 130°C dan pengerasan penuaan dua tahap paduan Al-Cu (Silcock)... 30

Gambar 2.8 Pengujian kelelahan ... 31

Gambar 3.1 Benda uji lelah ... 41

Gambar 4.1 Grafik kekerasan Brinell ... 51

Gambar 4.2 Diagram SFD dan BMD ... 53

Gambar 4.3 Kurva S-N hasil pengujian kelelahan... 56

Gambar 4.4 Struktur mikro benda uji mula-mula ... 57

Gambar 4.5 Struktur mikro benda uji aging pada suhu 170°C selama 10 jam ... 58

Gambar 4.6 Struktur mikro benda uji quenching pada suhu 520°C selama 4 jam kemudian diaging pada suhu 170°C selama 10 jam ... 58

Gambar 4.7 Bentuk patahan spesimen mula-mula... 60

Gambar 4.8 Bentuk patahan spesimen quenching 520°C selama 4 jam kemudian diaging pada suhu 170°C selama 10 jam ... 60

Gambar 4.9 Struktur mikro benda uji aging pada suhu 170°C selama 10 jam ... 61

(14)

Tabel 2.2 Klasifikasi paduan aluminium tempaan ... 8

Tabel 2.3 Klasifikasi perlakuan bahan ... 9

Tabel 2.4 Sifat-sifat mekanik paduan Al-Cu-Mg... 10

Tabel 2.5 Kekuatan tarik panas paduan Al-Si-Ni-Mg... 14

Tabel 2.6 Sifat-sifat mekanik paduan Al-MgB2BSi... 17

Tabel 2.7 Sifat-sifat mekanik paduan 7075... 19

Tabel 2.8 Sifat-sifat mekanis paduan aluminium cor menurut Aluminium Association ... 20

Tabel 4.1 Komposisi kimia paduan aluminium cor ... 47

Tabel 4.2 Data hasil pengujian tarik... 48

Tabel 4.3 Data hasil pengujian kelelahan specimen tanpa perlakuan ... 54

Tabel 4.4 Data hasil pengujian kelelahan specimen di aging 170°C selama 10 jam... 54

Tabel 4.5 Data hasil pengujian kelelahan specimen di quench selama 4 jam kemudian di aging 170°C selama 10 jam... 55

(15)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1Latar Belakang Penelitian

Pada saat ini ilmu metalurgi sangat berperan dalam menentukan perkembangan indutri logam di Indonesia, maka perlu diadakan penelitian-penelitian tentang logam untuk mengembangkan ilmu metalurgi sehingga dihasilkan suatu produk bahan industri yang berkualitas.

Penelitian yang dilakukan yaitu “Pengaruh Aging Terhadap Ketahanan Lelah Aluminium Paduan, Al -Si”.

Di sini penulis mengambil Aluminium paduan sebagai objek untuk diteliti karena aluminium sebagai logam non ferro yang paling banyak dipakai untuk kebutuhan bahan industri. Hal ini dikarenakan dari sifat-sifat aluminium yaitu merupakan logam ringan, tahan terhadap korosi dan mudah dibentuk, selain itu aluminium merupakan logam yang mudah dilebur karena memiliki titik cair yang rendah.

Kelelahan suatu bahan dapat terjadi walaupun bahan mengalami tegangan yang jauh lebih rendah dari pembebanan statis, ini tergantung pada jumlah putaran dan besarnya beban. Dengan adanya kelelahan akan mempengaruhi umur suatu bahan, untuk itu perlu diperkirakan umur suatu bahan sebelum digunakan untuk suatu komponen produksi sehingga dapat menghasilkan kinerja yang maksimal, untuk itu perlu diadakan pengujian kelelahan.

(16)

Selain dengan menambah unsur paduan sifat-sifat logam dapat diperbaiki dengan memberi perlakuan panas tertentu, pada penelitian ini akan dicoba untuk meneliti pengaruh perlakuan panas pada aluminium.

1.2Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk :

1. Mengetahui pengaruh aging terhadap ketahanan lelah Al – Si 2. Mengetahui pengaruh aging terhadap kekerasan Al – Si

3. Mengetahui pengaruh aging terhadap perubahan struktur mikro Al – Si

1.3Batasan Masalah

Dalam penulisan tugas akhir ini, diberikan batasan-batasan agar dalam penulisan dapat terarah dan sistematis. Direncanakan paduan aluminium akan diuji sebelum dan sesudah perlakuan panas. Perlakuan panas yang dilakukan yaitu aging pada suhu 170ºC selama 10 jam dan quenching pada suhu 520ºC selama 4 jam kemudian diaging pada suhu 170ºC selama 10 jam, kemudian dicari kekerasan dan ketahanan lelah tertinggi dari bahan.

(17)

BAB II

DASAR TEORI

2.1Sejarah Aluminium

Aluminium ditemukan oleh Sir Humphrey Davi dalam tahun 1809 sebagai

suatu unsur, dan pertama kali direduksi sebagai logam oleh H. C. Oersted. Tahun

1825. secara industri tahun 1886, Paul heroult di Perancis dan C. M. Hall di

Amerika Serikat secara terpisah telah memperoleh logam aluminium dari alumina

dengan cara elektrolisa dari garam yang terfusi. Sampai sekarang proses Heroult

Hall masih dipakai untuk memproduksi alumunium. Penggunaan aluminium

sebagai logam setiap tahunnya adalah urutan yang kedua setelah besi dan baja,

yang tertinggi di antara logam non fero.

Aluminium merupakan logam ringan mempunyai ketahanan korosi yang

baik dan hantaran listrik yang baik dan sifat-sifat yang baik lainnya sebagai sifat

logam. Sebagai tambahan terhadap kekuatan mekaniknya yang sangat meningkat

dengan penambahan Cu, Mg, Si, Mn, Ni, dsb, secara satu persatu atau

bersama-sama, memberikan juga sifat-sifat fisik yang baik lainnya seperti ketahanan

korosi, ketahanan haus, koefisien pemuaian rendah dsb. Material ini dipergunakan

di dalam berbagai bidang yang luas bukan saja untuk peralatan rumah tangga

tetapi juga dipakai untuk keperluan material pesawat terbang, mobil, kapal laut,

(18)

2.2Pembuatan Aluminium

Bauksit merupakan salah satu sumber aluminium yang ekonomis. Bauksit

banyak terdapat di daerah Bintan dan Kalimantan. Cara penambangan adalah

penambangan terbuka, bauksit kemudian dihaluskan, dicuci dan dikeringkan.

Sesudah itu bauksit mengalami pemurnian menjadi oksida aluminium atau

alumina.

Proses Bayer, yang dikembangkan oleh Karl Josef Bayer, seorang ahli

kimia yang berkebangsaan Jerman, biasanya digunakan untuk memperoleh

aluminium murni. Bauksit halus yang kering dimasukan ke dalam pencampur,

diolah dengan soda api (NaOH) di bawah pengaruh tekanan dan pada suhu di atas

titik didih. NaOH bereaksi dengan bauksit menghasilkan aluminat natrium yang

larut. Setelah proses selesai, tekanan dikurangi dan ampas yang terdiri dari oksida

besi yang tidak larut, silikon, titanium dan kotoran-kotoran lainnya ditekan

melalui suatu saringan dan dikesampingkan. Cairan yang mengandung alumina

dalam bentuk aluminat natrium dipompa ke dalam tangki pengendapan.

Di dalam tangki tersebut, dibubuhkan kristal hidroksida aluminium yang

halus. Krisal halus tadi menjadi inti kristalisasi dan kristal hidroksida aluminium

terpisah dari larutan. Hidroksida ini kemudian disaring dan dipanaskan sampai

mencapai suhu di atas 980 °C, alumina berubah dan siap untuk dilebur. Logam

aluminium dihasilkan melalui proses elektrolisa di mana alumina berubah menjadi

oksigen dan aluminium. Alumina murni dilarutkan kedalam criolit cair (natrium

aluminium fluoride) dalam dapur elektrolit yang besar atau sel reduksi. Arus

(19)

diendapkan pada katoda karbon didasar sel. Panas yang ditimbulkan arus listrik

memanaskan isi sel sehingga tetap cair, dengan demikian alumina dapat

ditambahkan secara terus menerus (proses kontinu). Pada saat-saat tertentu,

aluminium disadap dari sel dan logan cair tersebut dipindahkan ke dapur

penampung untuk dimurnikan atau untuk keperluan paduan, setelah itu

dituangkan ke dalam ingot untuk diolah lebih lanjut.

2.3Sifat – sifat Aluminium

Aluminium banyak digunakan karena logam ini memiliki banyak

kelebihan-kelebihan yaitu :

− Memiliki berat jenis yang rendah yaitu 2643 kg/mP

3

P (bandingkan dengan baja

yang memiliki berat jenis 7769 kg/mP

3

P).

− Tahan terhadap korosi (corrosion resistance). Untuk logam-logam non ferro

dapat dikatakan bahwa semangkin besar kerapatan maka semakin baik daya

tahan korosinya tetapi aluminium merupakan pengecualian. Walaupun

aluminium mempunyai daya senyawa tinggi terhadap oksigen (logam aktif)

dan oleh sebab itu dikatakan bahwa aluminium mudah sekali mengoksidasi

(korosi), tetapi dalam kenyataannya aluminium mempunyai daya tahan

sangat baik terhadap korosi. Hal ini disebabkan oleh lapisan atau selaput

tipis oksida transparan dan jenuh oksigen di seluruh permukaan. Selaput ini

mengendalikan laju korosi dan melindungi lapisan dibawahnya dari

(20)

− Sifat mekanis yang baik. Aluminium mempunyai kekutan tarik, kekerasan,

dan sifat mekanis lain sebanding dengan paduan bukan besi lainya, dan

sebanding dengan beberapa jenis baja.

− Penghantar panas dan listrik yang baik. Disamping daya tahan yang baik

terhadap korosi, aluminium memiliki daya hantar panas dan listrik yang

tinggi. Daya hantar listrik aluminium murni sekitar 60% dari daya hantar

tembaga.

− Tidak beracun. Aluminium dapat digunakan sebagai bahan pembungkus

atau kaleng makanan dan minuman. Hal ini disebabkan reaksi kimia anatara

makanan dan minuman tersebut dengan aluminium tidak menghasilkan zat

beracun yang membahayakan manusia.

− Sifat mampu bentuk (formability). Aluminium dapat dibentuk dengan

mudah. Aluminium mempunyai sifat mudah ditempa (malleability) yang

memungkinkannya dibuat dalam bentuk plat atau lembaran tipis.

− Tiitk lebur rendah (melting point). Tiitk lebur alumunium relatif rendah

(660°C) sehingga sangat baik untuk proses penuangan dengan waktu

peleburan relatif singkat dan biaya operasi akan lebih murah.

Selain sifat-sifat tersebut, masih banyak sifat-sifat aluminium yang

menguntungkan, seperti: anti magnetik. Reflektivitas tinggi, nilai arsitektur dan

dekoratif, mudah dilakukan proses pengerjaan akhir (finishing) dan lain

(21)

2.4Paduan Aluminium

Aluminium benar-benar lunak dan mudah diregangkan, sehingga mudah

dibentuk dalam keadaan dingin dan panas. Dengan perubahan bentuk pada suhu

ruang (penggilingan dingin, penempaan, perentangan dan pemartilan) dapat

ditingkatkan kekuatan dan kekerasan, sedangkan regangan menurun sehingga

bahan menjadi lebih rapuh sejalan dengan naiknya derajat perubahan bentuk.

Tetapi dengan perlakuan panas yang cocok dapat dikembalikan ke keadaan

semula dengan pemijaran lunak.

Sifat mekanik aluminium juga dapat ditingkatkan dengan penambahan

unsur-unsur paduan atau yang disebut juga aluminium paduan. Paduan aluminium

diklasifikasikan dalam berbagai standar oleh beberapa negara di dunia. Saat ini

klasifikasi yang sangat terkenal dan sempurna adalah standar Aluminium

Association di Amerika (AA) yang didasarkan atas standar terdahulu dari Alcoa

(Aluminium company of Amerika). Paduan tempaan dinyatakan dengan satu atau

dua angka “S”, sedangkan paduan coran dinyatakan dengan tiga angka. Standar

AA menggunakan penandaan dengan 4 angka sebagai berikut : angka pertama

menyatakan sistem paduan dengan unsur-unsur yang ditambahkan, yaitu : 1: Al

murni, 2: Al-cu, 3: Al-Mn, 4: Al-Si, 5: AlMg, 6: Al-Mg-Si dan 7: Al-Zn. Sebagai

contoh Al-Cu dinyatakan dengan angka 2000. Angka pada tempat kedua

menyatakan kemurnian dalam paduan yang dimodifikasi dan Al murni sedangkan

angka ketiga dan keempat dimaksudkan untuk tanda Alcoa terdahulu kecuali S,

sebagai contoh 3S sebagai 3003 dan 63S sebagai 6063. Al dengan kemurnian 99%

(22)

Tabel 2.1 Klasifikasi Paduan Aluminium Cor

(Sumber : V. Malau, Diktat Kuliah Bahan Teknik Manufaktur, USD Yogyakarta)

Seri Paduan Unsur Paduan Utama

1XXX

Tabel 2.2 Klasifikasi Paduan Aluminium Tempaan

(Sumber : V. Malau, Diktat Kuliah Bahan Teknik Manufaktur, USD Yogyakarta)

Standar AA Standar Alco terdahulu Keterangan

1001 1S Al murni 99,5% atau diatasnya

1100 12S Al murni 99,0% atau diatasnya

2010-2029 10S-29S Cu merupakan unsur paduan utamanya

3003-3009 3S-9S Mn merupakan unsur paduan utamanya

4030-4039 30S-39S Si merupakan unsur paduan utamanya

5050-5086 50S-69S Mg merupakan unsur paduan utamanya

6061-6069 50S-69S MgB2BSi merupakan unsur paduan utamanya

(23)

Tabel 2.3 Klasifikasi Perlakuan Bahan

(Sumber : Tata Surdia, Pengetahuan Bahan Teknik, Jakarta 1999, hal. 136)

Tanda Perlakuan

Sebagian dianil setelah pengerasan regangan

Dianil untuk penyetabilan setelah pengerasan regangan

n=2 (1/4 keras), 4 (1/2 keras), 6 (3/4 keras),8 (keras), 9 (sangat keras)

Perlakuan panas

Penganilan penuh (hanya untuk coran)

Pengerasan regangan setelah perlakuan pelarutan

Penuaan alamiah penuh setelah perlakuan pelarutan

Penuaan tiruan (tanpa perlakuan perlarutan)

Penuaan tiruan setelah perlakuan pelarutan

Penyetabilan setelah perlakuan perlarutan

Perlakuan pelarutan, pengerasan regangan, penuaan tiruan

Perlakuan prlarutan, penuaan tiruan, pengerasan regangan

Pengerasan regangan setelah penuaan tiruan

2.5Paduan Aluminium Utama

1. Al-Cu dan Al-Cu-Mg

Sebagai paduan coran digunakan paduan yang mengandung 4-5% Cu.

Fasa paduan ini mempunyai daerah luas dari pembekuannya, penyusutan yang

besar, resiko besar pada kegetasan panas dan mudah terjadi retakan pada

coran. Adanya Si sangat berguna untuk mengurangi keadaan itu dan

penambahan Ti sangat efektif untuk menghalus butir. Dengan perlakuan panas

T6 pada coran dapat dibuat bahan yang mempunyai kekutan tarik kira-kira 25

kgf/mmP

2

(24)

Sebagai paduan Al-Cu-Mg paduan yang mengandun 4% Cu dan 0,5%

Mg dapat mengeras dengan sangat dalam beberapa hari oleh penuaan pada

temperatur biasa setelah pelarutan, paduan ini ditemukan oleh A. Wilm dalam

usaha mengembangkan paduan Al yang kuat yang dinamakan duralumin.

Selanjutnya telah banyak studi yang dilakukan mengenai paduan ini.

Khususnya Nishimura menemukan dua senyawa terner berada dalam

keseimbangan dengan Al, yang dinamakan senyawa S dan T, dan teryata

senyawa S (AlB2BCuMg) mempunyai kemampuan penuaan pada temperatur

biasa. Duralumin adalah paduan praktis yang sangat terkenal disebut paduan

2017, komposisi standarnya adalah Al-4%Cu-1,5%Mg-0,5%Mn dinamakan

paduan 2024, nama lamanya disebut duralumin super. Paduan yang

mengandung Cu mempunyai ketahanan korosi yang jelek, jadi apabila

dibutuhkan ketahanan korosi yang khusus diperlukan permukaannya dilapisi

dengan aluminium murni atau paduan Al yang tahan korosi yang disebut pelat

alklad.

Tabel 2.4 Sifat-Sifat Mekanik Paduan Al-Cu-Mg

(Sumber : V. Malau, Diktat Kuliah Bahan Teknik Manufaktur, USD Yogyakarta) Paduan Keadaan Kekuatan

(25)

2. Paduan Al-Mn

Mn adalah unsur yang memperkuat Al tampa mengurangi ketahanan

korosi, dan dipakai untuk membuat paduan yang tahan korosi. Dalam diagram

fasa Al-Mn yang ada dalam keseimbangan dengan larutan padat Al adalah

AlB6BMn (25,3%Mn), sistem ortorobik a=6,498 A, b=7,552 A, c=8,870 A, dan

kedua fasa mempunyai titik eutektik pada 658,5°C, 1,95% Mn. Kelarutan

padat maksimum pada temperatur eutektik adalah 1,82% dan pada 500°

0,36%, sedangkan pada temperatur biasa kelarutannya hampir 0.

Sebenarnya paduan Al-12%Mn dan Al-1,2%Mn-1,0%Mg dinamakan

paduan 3003 dan3004 yang dipergunakan sebagai paduan tahan korosi tampa

perlakuan panas.

3. Paduan Al-Si

Pada Gambar 2.1 menunjukan diagram fasa dari sistem ini. Ini adalah

tipe eutektik yang sederhana yang mempunyai titik eutektik pada 577°C,

11,7%Si, larutan padat terjadi pada sisi Al. karena batas kelarutan padat sangat

(26)

Gambar 2.1 Diagram Fasa Al-Si

(Sumber : Tata Surdia, Pengetahuan Bahan Teknik, Jakarta 1999, hal. 137)

Gambar 2.2 Diagram Perbaikan Sifat-Sifat Mekanik oleh Modifikasi Paduan Al-Si

(27)

Kalau paduan ini didinginkan pada cetakan logam, setelah cairan

logam diberi natrium florida kira-kira 0,05-1,1% kadar logam natrium,

tampaknya temperatur eutektik meningkat 15°, dan komposisi eutektik

bergeser kedaerah kaya Si kira-kira pada 14%. Hal ini biasa terjadi pada

paduan hipereutektik seperti 11,7-14%Si, Si mengkristal sebagai kristal

primer, tetapi karena perlakuaan yang disebut di atas Al mengkristal sebagai

kristal primer dan struktur euitektiknya menjadi sangat halus. Ini dinamakan

struktur yang dimodifikasi. Sifat-sifat mekaniknya sangat diperbaiki yang

ditunjukan pada Gambar 2.2. fenomena ini ditemukan oleh A. Pacz tahun

1921 dan paduan yang telah diadakan perlakuan tersebut dinamakan silumin.

Paduan Al-Si sangat baik kecairannya, yang mempunyai kecairan yang

bagus sekali, tanpa kegetasan panas, dan sangat baik untuk paduan coran,

tahan korosi, sangat ringan, koefisien pemuaian yang kecil dan sebagai

penghantar yang baik untuk listrik dan panas. Karena mempunyai kelebihan

yang mencolok, paduan ini sangat banyak dipakai. Paduan Al-12%-Si sangat

banyak dipakai untuk paduan coran cetak. Tetapi dalam hal ini modifikasi

tidak perlu dilakukan. Sifat-sifat silumin sangat diperbaiki oleh perlakuan

panas dan sedikit diperbaiki oleh unsure paduan. Umumnya dipakai paduan

dengan 0,15-0,4%Mn dan 0,5%Mg. paduan yang diberi perlakuan perlarutan

dan dituakan dinamakan silumin γ, dan yang hanya distemper saja dinamakan

silumin β. Paduan yang memerlukan perlakuan panas ditambah Mg dan Cu

seta Ni untuk memberi kekerasan pada saat panas, bahan ini dipakai untuk

(28)

Tabel 2.5 Kekutan Tarik Panas Paduan Al-Si-Ni-Mg

(Sumber : Tata Surdia, Pengetahuan Bahan Teknik, Jakarta 1999, hal. 138) Sifat-sifat mekanik Paduan perlakuan Temperatur

Uji(°C) Kekuatan 14-18 jam dianil, tanpa perlakuan

Koefisien pemuaian termal dari Si sangat rendah, oleh karena itu

paduannya mempunyai koefisien yang rendah apabila ditambah Si lebih

banyak. Berbagai cara dicoba untuk memperhalus butir primer Si, dan telah

dikembangkan paduan hypereutektik Al-Si sampai 29%Si. Dalam hal ini

penghalusan kristal primer Si yang dijelaskan di atas tidaklah efektif tetapi

dengan penambahan P oleh paduan Cu-P atau penambahan fosfor klorida

(PClB5B) untuk mencapai presentasi 0,001%P, dapat tercapai penghalusan kristal

primer dan homogenisasi. Paduan Al-Si banyak dipakai sebagai elektroda

untuk pengelasan yaitu terutama yang mengandung 5%Si.

4. Paduan Al-Mg

Dalam paduan biner Al-Mg satu fasa yang ada dalam keseimbangan

fasa dengan larutan padat Al adalah larutan padat yang merupakan senyawa

(29)

rapat (cph) tetapi ada juga dilaporkan bahwa sel satuannya merupakan kubus

berpusat muka (fcc) rumit. Titik eutektiknya adalah 450°C, 35%Mg batas

kelarutan padatnya pada temperatur eutektik adalah 17,4%Mg, yang menurun

pada temperatur biasa sampai kira-kira 1,9%Mg, jadi kemampuan penuaan

dapat diharapkan. Secara praktis penambahan Mg tidaklah banyak, pengerasan

penuaan yang berarti tidak diharapkan. Senyawa β mempunyai masa jenis

yang rendah dan mudah teroksidasi, oleh karena itu biasanya ditambahkan

sedikit flux dari Be.

Paduan Al-Mg mempunyai ketahanan korosi yang sangat baik, sejak

lama disebut hidronalium dan dikenal sebagai paduan yang tahan korosi. Cu

dan Fe sangat berbahaya bagi ketahanan korosi, terutama Cu sangat

memberikan pengaruhnya. Maka perlu perhatian khusus terhadap

tercampurnya pengotor.

Paduan dengan 2-3%Mg dapat mudah ditempa, dirol dan diekstruksi,

dan paduan 5052 adalah paduan yang biasa dipakai sebagai bahan tempaan.

Paduan 5056 adalah paduan yang paling kuat dalam sistem ini, dipakai setelah

dikeraskan oleh pengerasan regangan apabila diperlukan kekerasan tinggi.

Paduan 5083 yang dianil adalah paduan antara (4,5%Mg) kuat dan mudah

dilas, oleh karena itu sekarang dipakai sebagai bahan untuk tangki LNG.

5. Paduan Al-Mg-Si

Kalau sedikit Mg ditambahkan kepada Al, pengerasan penuaan sangat

jarang terjadi, tetapi apabila secara simultan mengandung Si, maka dapat

(30)

disebabkan karena senyawa MgB2BSi berkelakuan sebagai komponen murni dan

membuat keseimbangan dari sistem biner semu dengan Al, berasal dari

kelarutan yang menurun dari MgB2BSi terhadap larutan padat Al dari temperatur

tinggi ke temperatur lebih rendah. Sebagai paduan praktis dapat diperoleh

paduan 5053, 6063 dan 6061. paduan dalam sistem ini mempunyai kekuatan

kurang sebagai bahan tempaan dibandingkan dengan paduan-paduan lainnya,

tetapi sangat liat, sangat baik mampu bentuknya untuk penempaan, ekstrusi

dsb, dan sangat baik untuk mampu bentuk pada temperatur biasa. Mempunyai

mampu bentuk yang baik pada ekstrusi dan tahan korosi, dan sebagai

tambahan dapat diperkuat dengan perlakuan panas setelah pengerjaan. Paduan

6063 dipergunakan banyak untuk rangka-rangka kontruksi. Karena paduan

dalam sistem ini mempunyai kekuatan yang cukup baik tanpa mengurangi

hantaran listrik, maka dipergunakan untuk kabel tembaga. Dalam hal ini

pencampuran dengan Cu, Fe dan Mn perlu dihindari karena unsur-unsur itu

menyebabkan tahanan listrik menjadi tinggi.

Gambar 2.3 menunjukan hubungan antara kekuatan setelah penuaan

dan kadar MgB2BSi. Pada temperatur biasa cukup untuk dapat dikeraskan dengan

penuaan akan tetapi pengerasan maksimum dapat dicapai dengan jalan

perlakuan pelarutan pada 500°C, pencelupan dingin dan temper pada 160°

selama 18 jam. Selanjutnya Tabel 2.6 menunjukan contoh perlakuan panas

(31)

Gambar 2.3 Pengaruh Kadar MgB2BSi pada Kekuatan Tarik Paduan Al-MgB2BSi (Sumber : Tata Surdia, Pengetahuan Bahan Teknik, Jakarta 1999, hal. 140)

Tabel 2.6 Sifat-Sifat Mekanik Paduan Al-MgB2BSi

(Sumber : Tata Surdia, Pengetahuan Bahan Teknik, Jakarta 1999, hal. 140)

(32)

6. paduan Al-Mg-Zn

Seperti telah ditunjukan pada Gambar 2.4 aluminium menyebabkan

keseimbangan biner semu senyawa antara logam MgZnB2B, dan kelarutannya

menurun apabila temperatur turun. Telah diketahui sejak lama bahwa paduan

sistem ini dapat dibuat keras sekali dengan penuaan setelah pelakuan

perlarutan. Tetapi sejak lama tidak dipakai sebab mempunyai sifat patah getas

oleh retakan korosi tegangan. Di Jepang pada permulaan tahun 1940, Igarashi

dkk. mengadakan studi dan berhasil dalam pengembangan suatu paduan

dengan penambahan kira-kira 0,3%Mn atau Cr, dimana butir kristal padat

diperhalus, dan mengubah bentuk presipitasi serta retakan korosi tegangan

tidak terjadi. Pada saat itu paduan tersebut dinamakan ESD, duralumin super

ekstra. Selama perang dunia II di Amerika Serikat dengan maksud hampir

sama telah dikembangkan pula suatu paduan. Yaitu suatu paduan yang

tersendiri dari: Al-5,5%Zn-2,5%Mn-1,5Cu-0,3%Cr-0,2%Mn, sekarang

dinamakan paduan 7075. Paduan ini mempunyai kekuatan tertinggi di antara

paduan-paduan lainnya, sifat-sifat mekaniknya ditunjukan pada Tabel 2.7.

Penggunaan paduan ini yang paling besar adalah untuk bahan konstruksi

(33)

Gambar 2.4 Diagram Fasa Biner Semu dari Paduan Al-MgZnB2B (Sumber : Tata Surdia, Pengetahuan Bahan Teknik, Jakarta 1999, hal. 141)

Tabel 2.7 Sifat-Sifat Mekanik Paduan 7075

(Sumber : Tata Surdia, Pengetahuan Bahan Teknik, Jakarta 1999, hal. 141) Perpanjangan

2.6 Paduan Aluminium Cor

Struktur mikro paduan aluminium cor (berhubungan erat dengan sifat-sifat

mekanisnya) terutama tergantung pada laju pendinginan saat pengecoran

dilakukan. Laju pendinginan ini tergantung pada laju pendinginan saat pengecoran

dilakukan. Laju pendinginan ini tergantung pada jenis cetakan yang digunakan.

Dengan cetakan logam, pendinginan akan berlangsung lebih cepat dibandingkan

(34)

halus dan menyebabkan peningkatan sifat mekanisnya. Tabel 2.8 memperlihatkan

sifat-sifat mekanis beberapa paduan aluminium cor.

Tabel 2.8 Sifat-Sifat Mekanis Paduan Aluminium Cor

Menurut Aluminium Association

(Sumber : V. Malau, Diktat Kuliah Bahan Teknik Manufaktur, USD Yogyakarta)

paduan Komposisi rata-rata (%)

2.7Pengaruh Unsur Paduan Dalam Aluminium

Unsur paduan sangat berpengaruh terhadap sifat-sifat aluminium paduan,

untuk itu perlu diketahui pengaruh suatu unsur terhadap sifat-sifat aluminium.

A. Si (Silicon)

− Mempermudah proses pengecoran.

− Meningkatkan daya tahan terhadap korosi.

− Memperbaiki sifat-sifat atau karaktristik coran.

− Menurunkan penyusutan dalam hasil coran.

− Menurunkan keuletan bahan terhadap beban kejut.

− Hasil cor akan rapuh jika kandungan silicon terlalu tinggi.

B. Tembaga (Cu)

(35)

− Memperbaiki kekuatan tarik.

− Mempermudah pengerjaan dengan mesin.

− Menurunkan daya tahan terhadap korosi.

− Mengurangi keuletan bahan.

− Menurunkan kemampuan dibentuk dan dirol.

C. Mangan (Mn)

− Meningkatkan kekuatan dan daya tahan pada temperatur tinggi.

− Meningkatkan daya tahan terhadap korosi

− Mengurangi pengaruh buruk unsur besi.

− Menurunkan kemampuan penuangan.

− Meningkatkan kekasaran butiran partikel. D. Magnesium (Mg)

− Mempermudah proses penuangan.

− Meningkatkan kemampuan pengerjaan mesin.

− Meningkatkan daya tahan terhadap korosi.

− Menghaluskan butiran kristal secara efektif.

− Meningkatkan ketahanan terhadap beban kejut.

− Meningkatkan kemungkinan timbulnya cacat pada hasil cor.

E. Nikel (Ni)

− Peningkatan kekuatan dan ketahanan bahan pada temperatur tinggi.

− Penurunanan pengaruh buruk unsure Fe (besi) dalam paduan.

(36)

F. Besi (Fe)

− Mencegah terjadinya penempelan logam cair pada cetakan selama proses

penuangan.

− Penurunan sifat mekanis.

− Penurunan kekuatan tarik.

− Timbulnya bintik keras pada hasil coran.

− Peningkatan cacat porositas.

G. Seng (Zn)

− Meningkatkan sifat mampu cor.

− Peningkatan kemampuan dimesin.

− Mempermudah dalam pembentukan.

− Meningkatkan keuletan bahan.

− Meningkatkan kekuatan terhadap beban kejut.

− Menurunkan ketahanan korosi.

− Menurunkan pengaruh baik dari besi.

− Kadar Zn terlalu tinggi dapat menimbulkan cacat rongga udara.

H. Titanium (Ti)

− Meningkatkan kekutan hasil cor pada temperature tinggi.

− Memperhalus butir kristal dan permukaan.

− Mempermudah proses penuangan.

(37)

2.8 Perlakuan Panas

Perlakuan panas adalah suatu proses pemanasan atau pendinginan logam

dalam keadaan padat untuk mengubah sifat-sifat fisis maupun mekanis logam

tersebut. Bahan yang diberi perlakuan panas bisa dikeraskan sehingga tahan aus

dan kemampuan potongnya meningkat, atau dapat dilunakkan sehingga dapat

memudahkan dalam permesinan lanjut. Melalui perlakuan panas yang tepat

tegangan dalam dapat dihilangkan, besar butiran dapat diperbesar atau diperkecil,

ketangguhan ditingkatkan atau dapat dihasilkan suatu permukaan yang keras di

sekeliling yang ulet.

Untuk melakukan perlakuan panas yang tepat, bahan yang akan diberi

perlakuan panas harus diketahui komposisi kimianya, diharapkan setelah

perlakuan panas perubahan sifat fisis dapat diketahui.

Jenis-jenis perlakuan panas :

™ Tempering

™ Annealing

™ Aging

™ Quenching

(38)

1. Tempering

Perlakuan panas logam pada temperatur di bawah titik kritis untuk waktu

tertentu kemudian didinginkan perlahan-lahan dalam dapur.

Tujuan perlakuan panas tempering adalah untuk mengurangi internal stress,

menaikkan keuletan, meningkatkan ketangguhan. Berdasarkan temperatur

pemanasan ada tiga macam tempering untuk baja, yaitu :

1. Tempering temperatur rendah ( 150 P

0

PC- 350P

0

P

C )

Tujuan untuk menghilangkan internal stress dan menaikkan keuletan tanpa

mengubah struktur dan kekerasan banyak dilakukan pada alat iris

law-alloy steel.

2. Tempering temperatur sedang ( 350P

0

PC – 450P

C )

P

Tujuan untuk mengurangi kekerasan dan menaikkan elongation dan

keuletan.

3. Tempering temperatur tinggi ( 450P

0

PC – 650P

0

P

C )

Tujuan untuk memperoleh keseimbangan antara kekuatan dan keuletan

(39)

2. Annealing

Tujuan untuk menurunkan tegangan dalam atau internal stress logam,

menghaluskan butiran dan mengurangi kekerasan, sehingga setelah proses ini,

diperoleh sifat yang lebih plastis dan ulet. Apabila pemanasan terlalu tinggi dapat

menyebabkan munculnya struktur dengan butiran yang kasar dan ini disebut over

heating. Setelah mencapai suhu yang diinginkan, kemudian dipertahankan selama

30-50 menit. Pendinginan dilakukan di dalam dapur sehingga diharapkan

mempunyai laju 150-200P

0

PC/jam.

3. Aging

Aging adalah proses penuaan aluminium pada beberapa waktu, penuaan

aluminium ada beberapa macam, yaitu penuaan alamiah dan penuaan buatan.

Penuaan alamiah adalah proses penuaan aluminium pada temperatur kamar,

sedangkan untuk penuaan buatan atau penuaan temper adalah proses penuaan

pada temperatur lebih tinggi dari temperatur kamar (untuk aluminium pada

120P

Logam dipanaskan 50P

0

PC di atas suhu kritis dan dipertahankan kemudian

didinginkan secara tiba-tiba (secara cepat dengan media )

ƒ Air dengan macam-macam temperatur

ƒ Soda kaustik

ƒ Air garam soda

ƒ Minyak

(40)

5. Normalizing

Normalizing yaitu logam panaskan kira-kira 30P

0

PC diatas temperatur kritis,

ditahan kemudian didinginkan perlahan-lahan. Tujuan normalizing adalah

mengurangi internal stress dan pembentukan kristal.

2.9Dasar perlakuan panas pada aluminium

2.9.1 Pengerasan presipitasi atau pengerasan penuaan

Gbr.2.5 menunjukan diagram fasa paduan Al-Cu. Perlakuan panas dan

pengerasan paduan aluminium dapat dilakukan kalau sistim di antara Al dan

CuAlB2B. larutan padat alfa di daerah sisi Al pada temperatur tinggi merupakan

larutan padat dari berbagai komponen kedua., yang kelarutannya menurun kalau

temperatur diturunkan. Bagi paduan yang mempunyai diagram fasa seperti itu

kalau paduan pada komposisi tertentu misalnya %Cu-Al, didinginkan dari larutan

padat yang homogen sampai pada temperatur memotong kurva kelarutan unsur

kedua di mana konsentrasinya mencapai jenuh. Selanjutnya dengan pendinginan

yang lebih jauh pada keadaan mendekati keseimbangan, fasa kedua akan

terpresitipitasi. Konsentrasi dari larutan dapat berubah tergantung pada kurva

kelarutan, dan pada temperatur biasa merupakan suatu campuran antara larutan

padat yang jenuh dan fasa kedua. Prestipitasi tersebut memerlukan keadaan

transisi dari atom yaitu difusi, yang memerlukan pula waktu yang cukup. Kalau

material didinginkan dengan cepat dari larutan padat yang homogen pada

temperatur tinggi, yaitu dengan pencelupan dingin, keadaan pada temperatur

(41)

perlakuan perlarutan. Yang menghasilkan larutan padat lewat jenuh, yang

merupakan fasa tidak stabil meskipun pada temperatur biasa dan cendrung untuk

terjadi prestipitasi dari fasa kedua, jadi larutan padat yang lewat jenuh cendrung

untuk terurai dengan sendirinya menjadi larutan padat yang jenuh dari fasa kedua.

Difusi atom ditentukan oleh macam atom, tetapi pada umumnya sangat lambat

pada temperatur biasa dan dengan pencelupan dingin kekosongan atom tetap ada,

jadi dengan berjalannya waktu struktur atom biasa berubah, yang menghasilkan

perubahan sifat-sifatnya. Perubahan sifat-sifat dengan berjalannya waktu pada

umumnya dinamakan penuaan. Apabila proses itu berjalan pada temperatur kamar

dinamakan penuaan alamiah, sedangkan apabila proses itu terjadi pada temperatur

yang lebih tinggi dari temperatur kamar ( untuk paduan aluminium pada

120-180ºC ) dinamakan penuaan buatan atau penuaan temper. Tentu saja selama

penuaan terjadi berbagai perubahan sifat-sifat fisik dan sifat-sifat kimianya.

Khusus bagi peningkatan kekerasan dan kekuatan dinamakan pengerasan

penuaan, yang biasanya dipakai untuk memperkuat paduan Al, paduan Cu dan

(42)

Gambar 2.5 Diagram Fasa Al-Cu

(Sumber : Tata Surdia, Pengetahuan Bahan Teknik, Jakarta 1999, hal. 131)

2.9.2 Perubahan sifat-sifat mekanis yang disertai oleh presipitasi

Gambar. 2.6 menunjukan perubahan kekerasan terhadap waktu penuaan

kalau paduan 4%Cu-Al dituakan setelah perlakuan pelarutan pada temperatur

yang bersangkutan.

Penuaan pada temperatur biasa selesai dengan satu tahap perubahan, tetapi

pada temperatur di atas 100ºC terjadi dua tahap pengerasan. Fasa-fasa

memberikan sumbangan terhadap pengerasan adalah GP [1], θ” , GP [2], θ’

(43)

pengerasan. Gambar 2.7 menunjukan hasil indentifikasi fasa-fasa pada kondisi

yang simultan dari pengamatan kekerasan dan sinar X. telah dijelaskan bahwa

pengerasan tahap pertama disebabkan oleh GP [1], perubahan tahap kedua oleh

GP[2] dan oleh fasa antara yang halus yaitu presipitasi θ”. Pengerasan dua tahap

tersebut di atas juga terdapat pada sistim AlMgB2BSi dan sistim Al-Cu-Mg.

Pada tahap terakhir dari presipitasi fasa antara dan apabila telah terjadi

prespitasi fasa keseimbangan, paduan menjadi lunak kembali, hal ini dinamakan

penuaan lebih.

Gambar 2.6 Pengerasan Penuaan Dua Tahap dari Paduan Al-4%Cu (Gayler)

(44)

Gambar 2.7 Fasa Prespitasi Selama Penuaan pada 130ºC dan Pengerasan Penuaan

Dua Tahap Paduan Al-Cu (Silcock)

(Sumber : Tata Surdia, Pengetahuan Bahan Teknik, Jakarta 1999, hal. 133)

Sesuai dengan perubahan kekerasan sifat mekaniknya berubah. Pada

umumnya kalau pengerasan terjadi, tegangan mulur dan kekuatan tarik meningkat

sedangkan perpanjangan menurun. Sejalan dengan itu dengan memanfaatkan

perlakuan penuaan yang sesuai akan didapat material yang sangat kuat.

2.10 Kelelahan Pada Bahan Uji

Pengertian Kelelahan

Kelelahan berkaitan dengan perpatahan logam secara prematur karena

tegangan rendah yang terjadi secara berulang-ulang. Adapun pengujian kelelahan

terdiri dari beberapa jenis yaitu pengujian torsi, tegangan (tension), dan pengujian

kompresi. Namun semuanya mempunyai prinsip yang sama yaitu dengan

memberikan siklus tegangan yang berulang secara konstant pada sampel. Untuk

menyatakan karakteristik tegangannya, ada beberapa hal yang perlu diperhatikan :

1. Besar tegangan maksimum

2. Tegangan rata-rata yang cukup besar

(45)

Dalam penelitian sering digunakan siklus berulang dan balik, karena

disamping lebih mudah dilakukan, juga telah memenuhi standard kelelahan.

Sampel yang mendapatkan beban lengkung dan putaran secara terus menerus akan

menyebabkan kondisi tarik dan tekan. Kondisi ini akan berlangsung

berulang-ulang hingga pada akhirnya sampel mengalami kelelahan dan akhirnya patah.

Rumus untuk mencari tegangannya adalah sebagai berikut :

(

2

)

3

/

32

2 kg mm

d L W

× × = π

σ

Dengan :

L = jarak antar tumpuan (mm)

d = diameter ukur (mm)

W = beban pada pengujian tarik

(46)

Untuk melaksanakan pengujian dengan alat uji kelelahan menggunakan

kurun tegangan (S) yang berbeda untuk setiap benda uji, jumlah siklus tegangan

(N) yang dialami oleh benda uji pada setiap tegangan tertentu dicatat dan dibuat

gambar diagram kelelahan atau sering disebut dengan diagram S-N. Untuk benda

uji tertentu mempunyai titik aman pada siklus tertentu, hal ini disebabkan karena :

a.Kegagalan akibat kelelahan bahan

Kegagalan lelah timbul akibat adanya retak kecil (initial crack), retak ini

sangat kecil, sehingga tidak dapat dilihat dengan mata telanjang. Retak tersebut

timbul pada titik ketidak mulusan bahan seperti pada perubahan penampang,

goresan pada permukaan bahan akibat pengerjaan dan lubang akibat pengecoran

yang kurang baik pada bahan. Sekali saja retak awal, maka akan terjadi pengaruh

pemusatan tegangan menjadi lebih besar lagi dan retak tersebut merambat lebih

cepat pada penampang bahan. Begitu ukuran luas yang menerima tegangan

berkurang, maka tegangan bertambah besar sampai akhirnya luas yang tersisa

tidak dapat menerima tegangan tersebut dan terjadilah kegagalan lelah.

Adapun penyebab kegagalan lelah yaitu :

1. Karena perkembangan dari retak yang ada.

2. Kepatahan mendadak pada bagian bahan yang rapuh.

Kegagalan lelah sering digolongkan sebagai akibat siklus, umur dan waktu

penggunaan bahan. Daerah umur tak terhingga (infinite life region), meliputi

perancangan yang melampaui batas siklus tegangan lelah atau disebut dengan

(47)

terutama untuk produksi massal. Kegagalan ini juga disebut kegagalan bersiklus

pendek antara putaran setengah sampai putaran seribu siklus.

b.Kekuatan bahan

Untuk menyusun kekuatan lelah suatu bahan diperlukan beberapa benda

uji dengan jumlah putaran yang sama pada setiap bahan, sampai bahan didapatkan

hasilnya. Selanjutnya dibuat diagram S-N, sehingga dapat dilihat bentuk grafik

sampai dengan siklus amannya. Koordinat pada diagram S-N disebut kekuatan

lelah suatu pernyataan yang harus diikuti dengan jumlah siklus (N) yang

bersangkutan.

c.Batas Ketahanan Kelelahan

Dalam menentukan ketahanan kelelahan kita perlu menyelesaikan semua

pengujian terlebih dahulu sehingga dapat kita ketahui seberapa besar batas

ketahanan terhadap kelelahan. Pada grafik akan terlihat garis mendatar setelah

diberi tegangan dan jumlah siklus tertentu, maka akan terbaca bahwa bahan sudah

dapat melalui batas ketahanan lelahnya. Tanpa memperhatikan berapa besar siklus

yang dilakukan kekuatan bahan yang berkaitan dengan hal tersebut disebut

(48)

2.11 Hal-Hal Yang Berpengaruh Pada Kegagalan Lelah

1. Pengaruh Ukuran

Ukuran suatu bahan sangat berpengaruh dalam pengujian kelelahan. Kekuatan

lelah yang besar akan lebih baik dari kekuatan lelah yang kecil. Perubahan luas

penampang yang mempengaruhi perubahan volume sehingga mengakibatkan

perbedaan teganganU.

2. Pengaruh Suhu

Suhu mempengaruhi sifat mekanis bahan karena adanya tegangan statis dan

dinamis yang akan menyebabkan perubahan bahan secara perlahan. Hal ini akan

menyebabkan perubahan bentuk grafik pada diagram S-N. Jika dipakai pada suhu

yang tinggi, maka akan menyebabkan disisolasi dan pada bahan akan terjadi

pengurangan terhadap ketahanan lelah.

3. Pengaruh Permukaan Bahan

Halus dan tidaknya permukaan bahan merupakan faktor utama timbulnya retakan

awal pada bahan, karena pada permukaan yang kasar akan banyak terdapat

ketidakrataan permukaan. Akan tetapi pada permukaan yang halus akan sedikit

terdapat lubang atau bekas sayatan pada saat pembuatan benda uji. Kehalusan dan

kekasaran permukaan bahan sangat berpengaruh pada pengujian kelelahan. Tiap

pengerjaan yang meningkatkan kekerasan atau kekuatan luluh bahan akan

meningkatkan level tegangan yang diperlukan untuk slip dan hal ini dengan

sendirinya akan langsung meningkatkan kekuatan lelah. Makin halus ukuran

(49)

Ada beberapa hal yang mempengaruhi kelelahan pada permukaan bahan,

yaitu

a. Tegangan sisa permukaan

Pembentukan tegangan sisa pada permukaan dapat meningkatkan

ketahanan lelah bahan. Tegangan ini dihasilkan oleh beban luar (tarik dan

tekan), dengan adanya tegangan sisa akan memperkecil celah pada suatu

titik di permukaan. Oleh karena itu, perlu adanya perimbangan antara

tegangan sisa tekan dengan tegangan sisa tarik agar tahan terhadap

kelelahan.

b. Perubahan permukaan

Perubahan permukaan dapat terjadi karena proses perlakuan panas dalam

pembentukan bahan tersebut, hal ini biasanya dilakukan dalam peleburan

awal untuk mendapatkan komposisi bahan yang sesuai dengan yang

diinginkan. Proses pelapisan permukaan ini pada kelanjutannya akan

menentukan pertambahan atau pengurangan kekuatan lelah bahan.

c. Kekasaran permukaan

Kekasaran permukaan akan mempengaruhi kekuatan lelah suatu bahan.

Biasanya hal ini timbul dari pengerjaan awal benda uji pada mesin bubut

atau mesin perkakas lainnya. Semakin besar suatu bahan akan semakin

mudah mengalami keretakan, sehingga memudahkan lelah dan cepat

(50)

d. Lingkungan

Lingkungan dapat mempengaruhi fatik, dimana lingkungan tersebut dapat

menimbulkan korosi pada bahan. Serangan korosi yang terjadi serempak

dengan pembebanan fatik akan menyebabkan efek kerusakan yang lebih

parah. Hal ini biasanya disebabkan oleh media cair, namun demikian udara

juga dapat menyebabkan korosi.

2.12 Batas Kelelahan (Endurance Limit )

Dalam menentukan batas kelelahan kita perlu menyelesaikan semua

pengujian terlebih dahulu dan kemudian baru membuat diagram S-N, sehingga

dapat kita ketahui ketahanan terhadap kelelahan. Pada grafik akan terlihat garis

mendatar setelah diberi tegangan dan jumlah siklus antara satu juta sampai

sepuluh juta dianggap bahan sudah melalui ketahanan lelahnya. Kecuali besar

jumlah siklus, kekuatan yang berkaitan dengan pengujian lelahnya disebut batas

ketahanan lelah atau endurance limit.

2.13 pengujian kekerasan

Uji kekerasan yang digunakan dalam penelitian ini adalah uji kekerasan

Brinell. Cara Brinell dilakukan dengan penekanan sebuah bola (bola Brinell) yang

terbuat dari baja chrom yang disepuh ke permukaan benda uji tampa sentakan.

Tekanan yang digunakan berupa gaya tekan statis. Permukaan yang diuji harus

bersih dan rata. Setelah gaya tekan ditiadakan dan bola Brinell dikeluarkan dari

(51)

secara teliti untuk kemudian dipakai sebagai dasar perhitungan kekerasan logam

uji.

Persamaan yang digunakan untuk menghitung kekerasan Brinell yaitu

BHN = Gaya pada penetrator (kg) Luas penampang bekas injakan (mmP

2

P = gaya yang berkerja pada penetrator (kg)

D = diameter penetrator bola (mm)

D = diameter bekas injakan/lekukan (mm)

Saat penggunaan uji brinell ini, dalam prakteknya, perlu diperhatikan

beban tekan (P), diameter bola dan jenis logam uji. Besar beban yang berkerja

tergantung pada diameter bola dan jenis benda uji.

Diamerter penetrator yang digunakan tergantung pada tebal benda uji

seperti pada table berikut.

Tebal benda uji (mm) Diameter penetrator (mm)

1–3

Kuningan, logam campur Cu

(52)

5

Dalam melakukan pengujian kekerasan Brinell diameter bekas injakan

harus terlatak antara 0,25 dan 0,50 dari diameter penetrator. Bila kekerasan

Brinell HB> 400, maka untuk mengetahui kekerasan benda uji lebih baik

digunakan pengujian lainnya, seperti pengujian Vickers.

Kekurangan-kekurangan pada pengujian Brinell:

• Bila bola baja kurang keras, maka pengujian kurang tepat atau teliti.

• Bekas injakan kadang-kadang terlalu besar.

• Disekitar bekas penekanan terjadi kenaikan permukaan benda uji

sehingga menggurangi ketelitian pengukuran bekas injakan.

2.14 Pengujian Struktur Kristal

Ada dua macam pengujian struktur kristal yang biasa dilakukan yaitu

pengujian makro dan pengujian mikro.

a. Pengujian struktur makro

Pengujian struktur makro dari kristal adalah pengujian patahan dimana

bahan dinilai dari besar butir kristal, warna, dan mengkilatnya patahan

(53)

b. Pengujian struktur mikro

Dalam pengujian ini, kualitas bahan ditentukan dengan mengamati

struktur dibawah mikroskop dan dapat pula mengamati cacat dari

bahan yang diuji. Mikroskop yang dipergunakan adalah mikroskop

cahaya. Permukaan logam yang akan diamati, dipoles dan dilakukan

(54)

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1Metodologi Penelitian

Benda mula-mula

Uji komposisi

Pembuatan benda uji tarik, kekerasan dan uji lelah

Uji tarik

Menentukan beban maksimum

Uji kekerasan

Uji lelah

Analisis struktur mikro

Analisis makrostruktur patahan

Analisa data

Penulisan laporan /TA Benda uji

mula-mula

Benda uji diaging 170ºC selama 10 jam

(55)

3.2Bahan dan Peralatan

1. Bahan

Bahan yang digunakan sebagai spesimen uji kelelahan adalah paduan aluminium. Komposisi kimia dari aluminium telah di tes di POLITEKNIK MANUFAKTUR BANDUNG, yang dapat dilihat pada Lampiran 1.

Spesimen uji lelah dibuat di laboratorium teknologi mekanik Universitas Sanata Dharma, ukuran benda uji lelah menggunakan standar JIS Z 2274. Ukuran-ukuran dari benda uji ditunjukan pada Gambar 3.1.

Gambar 3.1 Benda Uji Lelah

(56)

2. Peralatan

Peralatan yang digunkan untuk penelitian ini adalah :

a. Mesin uji tarik, milik Laboratorium Ilmu Logam Jurusan Teknik Mesin USD

b. Mesin uji kekerasan “ Brinell Hardness Tester MOD 100 MR “,milik Laboratorium Ilmu Logam Jurusan Teknik Mesin USD

c. Mesin uji kelelahan “ Rotary Bending Fatige Testing Machine “, milik Laboratorium Ilmu Logam Jurusan Teknik Mesin USD

d. Kamera Nikon FM 2 dengan film ASA 100, untuk memperlihatkan bentuk patahan secara mikro.

3.3 Proses Pengujian

1. Pengujian Tarik

Pengujian tarik dilakukan dengan tujuan untuk menentukan sifat-sifat mekanis material antara lain kekuatan tarik dan regangan.

Proses pengujian tarik adalah sebagai berikut :

a. Benda uji dipasang pada penjepit atau chuck atas dan bawah pada alat uji tarik. Penjepit bawah dinaikkan dan diturunkan dengan kecepatan lambat, sehingga penjepit benda uji dalam posisi yang tepat, diusahakan agar kedudukan dari benda uji betul-betul vertikal, kemudian kedua penjepit atau chuck dikencangkan.

(57)

luar panjang ukur benda uji, pengujian tersebut dinyatakan gagal. Apabila terjadi demikian maka pengujian diulang dengan benda uji baru.

c. Data yang didapat kemudian dicatat selama pengujian tarik (pertambahan beban dan pertambahan panjang) dengan interval yang ditentukan.

d. Beban tarik maksimum dan kekuatan tarik maksimum setelah benda uji putus atau patah dicatat.

e. Pertambahan panjang yang tertera pada mesin uji dicatat setelah benda uji patah.

2. Pengujian Kekerasan Brinell

Proses pengujian kekerasan Brinell adalah sebagai berikut :

a) Logam yang akan diuji harus dipersiapkan terlebih dahulu melalui proses pemotongan, pengikiran dan pengamplasan dengan ampalas tahan air. Syarat pengujian kekerasan permukaan harus rata sejajar dan bersih, dengan ketinggian yang sama, tidak dibenarkan miring.

b) Letakkan benda uji di atas anvil, putar roda pengatur anvil, untuk gerak keatas putar sesuai dengan arah putaran jarum jam, bila menurunkan putar berlawanan arah putaran jarum jam.

c) Pilih beban dan penetrator yang sesaui dengan petunjuk (lihat tabel), dalam pengujian ini digunakan beban 62,5 kg dan diameter penetrator 2,5 mm.

(58)

e) Penekanan dilakukan sesuai beban yang ditentukan, tahan selama 30 detik kemudian beban dihilangkan.

f) Setelah penekanan selesai, benda uji di pindahkan dari alat uji kemudian dilakukan pengamatan dan pengukuran diameter bekas injakan dengan menggunakan Loop berskala, hasil pengukuran tersebut untuk mencari harga kekerasan.

g) Pengujian dilakukan di daerah/titik yang lain sesuai yang dibutuhkan.

3. Pengujian Kelelahan

Proses pengujian kelelahan adalah sebagai berikut

a) Logam yang akan diuji di potong-potong dulu setelah itu dibubut sesuai standar yang ada, pembuatan benda uji harus teliti karena ukruran diusahakan sama untuk semua benda uji.

b) Setelah benda uji dibuat benda uji diberi pelakuan panas setelah itu benda uji siap untuk diuji.

c) Setelah itu benda uji dipasang pada mesin uji lelah, bukakan penjepit setelah itu masukan benda uji setelah senter kencangkan benda uji jangan sampai longgar.

(59)

e) Setelah benda uji dan beban terpasang maka tombol tekan start mesin akan berputar sampai benda uji patah, setelah patah jamlah siklus dicatat untuk pengambilan data.

f) Kemudian benda uji diganti lagi dengan pembebanan yang berbeda, besarnya beban lebih kecil dari pembebanan awal.

4. Pengujian Struktur Mikro

Proses pengujian struktur mikro adalah sebagai berikut :

a) Permukaan benda uji yang telah dibentuk diamplas mulai dari ukuran paling kasar sampai paling halus (500,800,1000) mesh.

b) Setelah benda uji halus, selanjutnya dipoles dengan autosol dan digosok dengan kain sampai halus dan bekas pengamplasan hilang sehingga permukaan benda uji mengkilap.

c) Dilakukan pengetsaan dengan larutan NaOH pada permukaan benda uji, kemudian diamkan selama 60 detik sambil di goyang-goyang. Selanjutnya masukkan benda uji pada alkohol.

d) Permukaan benda uji yang dietsa NaOH dan alkohol akan menunjukan perubahan warna pada permukaan benda uji.

(60)

5. Pengujian Struktur Makro

(61)

BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

4.1Paduan Aluminium

Pengujian komposisi kimia bahan uji aluminium dilakukan di

POLITEKNIK MANUFAKTUR BANDUNG. Uji komposisi kimia ini untuk

pengetahui unsur utama paduan aluminium yang akan diuji. Hasil pengujian

komposisi kimia dapat dilihat pada Tabel 4.1.

Tabel 4.1 Komposisi Kimia Paduan Aluminium Cor

Unsur (%)

Al 94,03858

Si 2,73352

Zn 1,42977

Cu 0,58293

Unsur lain 1.21798

4.2Pengujuian Tarik

Pengujian tarik dilakukan untuk menentukan beban awal pada pengujian

kelelahan. Dari pengujuian tarik ini di dapat beban maksimum sebelum benda uji

putus, yang kemudian digunakan untuk menghitung tegangan tarik dengan

menggunakan rumus:

σBuB = 0

(62)

AB0 B=

Tabel 4.2 Data Hasil Pengujian Tarik

No D (mm) FBmaks B(kg) σBuB (kg/mmP

Dari nilai tegangan tarik rata-rata maka dapat ditentukan tegangan

lengkung yang digunakan kira-kira 0,8 tegangan tarik, dari tegangan lengkung

dapat dicari beban awal pengujian kelelahan dengan menggunakan rumus :

σ =

l = jarak antara beban dengan tumpuan (200mm)

d = diameter specimen (mm)

σ = tegangan lengkung(kg/mmP

2

(63)

maka :

Pengujian kekerasan dilakukan pada 6 specimen dengan 5 titik

pembebanan setiap specimennya, setiap perlakuan disediakan 2 specimen uji

kekerasan.

Data hasil pengujian kekerasan

I. Specimen mula-mula

(64)

Specimen 2

dB1B = 1,14 BHN = 57,89

dB1B = 1,19 BHN = 52,83

dB1B = 1,14 BHN = 57,89

dB1B = 1,15 BHN = 56,93

dB1B = 1,16 BHN = 55,79

Rata-rata BHN = 57.02

II. Specimen aging 170ºC

Specimen 1

dB1B = 1,07 BHN = 66,20

dB1B = 1,02 BHN = 73,20

dB1B = 1,01 BHN = 74,72

dB1B = 1,00 BHN = 76,29

dB1B = 1,04 BHN = 70,28

Specimen 2

dB1B = 1,08 BHN = 64,91

dB1B = 1,13 BHN = 58,99

dB1B = 1,14 BHN = 57,89

dB1B = 1,15 BHN = 56,83

dB1B = 1,14 BHN = 57,89

(65)

III.Specimen 1 Quench 520ºC, aging 170ºC

Rata-rata BHN = 73,68

Grafik Kekerasan Brinell

(66)

Menurut data hasil penelitian dapat disimpulkan benda uji yang

mengalami perlakuan panas diquench selama 4 jam pada suhu 520ºC kemudian

diaging selama 10 jam pada suhu 170ºC memiliki kekerasan yang paling tinggi.

Tetapi disini dapat dilihat juga bahwa specimen memiliki homogenitas komposisi

yang tidak merata, hal ini dapat dilihat adanya perbedaan nilai kekerasan yang

cukup besar pada setiap titik pada specimen dengan perlakuan yang sama. Kondisi

ini nantinya akan mempengaruhi kekuatan lelah bahan.

4.4 Pengujian Kelelahan

Dari pengujian tarik maka didapat pembebanan awal yang akan digunakan

pada pengujian kelelahan. Beban awal yang digunakan yaitu 6,25 kg, beban ini

akan meyebabkan timbulnya gaya dan momen yang bekerja pada benda uji

sehingga akan mempengaruhi ketahanan lelah dari bahan. Pembebanan pada

(67)

L 200 mm 200 mm

W

RB

RBA

W/2 W/2

W/2 W/2

W/2 x 200 W/2 x 200

Gambar 4.2 Diagram SFD dan BMD

Dengan pembebanan seperti gambar diatas maka benda uji akan

mengalami kegagalan lelah akibat proses pembebanan secara berulang-ulang.

Bahan akan mampu menahan siklus tegangan balik yang berulang tak terhingga

jika tegangan yang berkerja lebih kecil dari tegangan batas yang disebut sebagai

(68)

Tabel 4.3 Data Hasil Pengujian kelelahan Specimen Tanpa Perlakuan

Keterangan * = tidak patah

Tabel 4.4 Data Hasil Pengujian Kelelahan Specimen di Aging 170ºC

Selama 10 jam

(69)

Tabel 4.5 Data Hasil Pengujian Kelelahan Specimen di Quench Selama 4 jam

Kemudian di Aging 170ºC Selama 10 jam

Keterangan * = tidak patah

No W (kg) D (mm) σ (kg/mmP

2

P)

Jumlah Siklus

(N)

1 6.25 8.00 12.44 93750

2 6.00 7.95 12.16 138805

3 5.50 8.00 10.94 201879

4 5.00 8.00 9.95 442663

5 4.50 8.00 8.95 611526

6 4.25 8.00 8.45 981355

7 4.00 7.95 8.11 1214990

8 3.85 8.00 7.66 1605713

9 3.75 8.00 7.46 1835667

10 3.60 8.00 7.16 2432806*

Dalam tabel diatas terdapat pengulangan pengujian dikarenakan kegagalan

kelelahan. Hal ini disebabkan adanya cacat produksi dan kesalahan dalam

(70)

Tegangan VS Siklus

1.E+04 1.E+05 1.E+06 1.E+07

Jumlah Siklus (N)

Benda Uji Awal Benda Uji Diaging Benda Uji Diquench & Diaging

Gambar 4.3 Kurva S-N Hasil Pengujian Kelelahan

Dari hasil pengujian kelelahan, aluminium paduan tersebut menunjukkan

perubahan sifat mekanis. Dari grafik dan hasil perhitungan dapat diketahui bahwa

aluminium paduan mengalami peningkatan ketahanan lelah bila dibandingkan

dengan ketahanan lelah pada kondisi awal bahan yang tanpa perlakuan panas.

Peningkatan ketahanan lelah setelah perlakuan panas, karena struktur

buturan kristal paduan menjadi lebih rapat dan homogen setelah mengalami

perlakuan panas tersebut. Sesuai dengan perubahan kekerasan dan kekuatan tarik

pada benda uji yang merupakan sifat mekanis, pada umumnya jika bahan

mengalami perubahan kekerasan maka beban maksimum, beban patah, kekuatan

(71)

Setelah sampel uji mengalami perlakuan panas aging, maka dapat dilihat

adanya peningkatan ketahanan lelah pada bahan tersebut dan ketahanan lelahnya

semakin meningkat lagi setelah diquench 4 jam pada suhu 520ºC kemudian di

aging 10 jam pada suhu 170ºC bila dibandingakan dengan kondisi mula-mula, hal

ini disebabkan karena struktur butiran kristal paduan aluminium menjadi lebih

rapat dan homogen, pada kondisi mula-mula struktur butiran kristal paduan

aluminium lebih besar yang membuat bahan lebih lunak .

4.5Analisis Struktur Mikro

Hasil dari pengujian struktur mikro adalah sebagai berikut :

(72)

Gambar 4.5Struktur Mikro Benda Uji aging pada suhu 170ºC selama 10 jam

Gambar 4.6 Struktur Mikro Benda Uji quenching pada suhu 520ºC selama 4 jam

(73)

Dari hasil pengujian, pengamatan dan pemotretan terlihat perubahan

struktur kristal aluminium paduan sebelum dan sesudah perlakuan panas. Susunan

struktur kristal aluminium paduan sebelum perlakuan panas terlihat lebih

kecil-kecil dan rapat, hal ini juga yang mempengaruhi terhadap kekerasan dan kekuatan

tarik dari bahan tersebut. Benda uji yang telah mengalami perlakuan panas

menunjukkan susunan struktur kristal bahan aluminium paduan terlihat lebih

besar, hal ini juga mempengaruhi terhadap kekerasan, kekuatan tarik, kekuatan

lelah dan regangan pada benda uji.

Unsur-unsur aluminium paduan yang mengalami perlakuan panas,

terbentuk komposisi paduan yang tersebar merata, unsur yang lebih kecil

komposisinya akan larut, dan unsur yang larut tersebut mengendap pada unsur

yang komposisinya lebih besar, sehingga memungkinkan unsur tersebut untuk

berkembang membentuk paduan, dimana paduan tersebut lebih merata,

keberadaan paduan lebih tertata dan menyatu serta unsur aluminium lebih tampak

(74)

4.5 Analisis Struktur Makro

Hasil dari uji struktur makro adalah sebagai berikut :

Gambar 4.7 Bentuk Patahan Spesimen Mula-mula

(75)

Gambar 4.8 Bentuk Patahan Spesimen quenching 520ºC selama 4 jam kemudian

diaging pada suhu 170ºC selama 10 jam

Dari hasil pengamatan dan foto struktur makro dapat dilihat bahwa

perpatahan yang terjadi akibat uji kelelahan adalah perpatahan ulet atau

perpatahan dimpel, perpatahan ini ditandai dengan adanya cekungan-cekungan

yang berbentuk sama sumbu, parabola atau seperti elips tergantung pada keadaan

beban. Patah ulet ditandai dengan adanya pengecilan diameter dan deformasi

plastis yang besar sebelum dan selama proses penjalaran retak serta adanya

perpanjangan dan terkonsentrasi secara lokal pada suatu titik. Sedangkan untuk

patah getas, bentuk permukaan patahannya terlihat lebih rata dan terang serta

hanya sedikit terjadi deformasi plastis. Patah getas yang terjadi pada material ulet

disebabkan karena beroperasi pada suhu yang rendah dan laju pembebanan yang

tinggi. Berdasarkan uji metalografi, patahan pada benda uji polikristalin dapat

digolongkan sebagai transgranular (perambatan retak melalui butiran) atau

intergranular (retakan merambat melalui batas butiran), retak itu kemudian

(76)

perlakuan panas pada pengujian struktur mikro menunjukkan susunan struktur

(77)

BAB V

PENUTUP

5.1 Kesimpulan

Setelah melakukan proses penelitian mengenai sifat fisis dan mekanis aluminium paduan sebelum dan sesudah perlakuan panas aging, maka dapat diambil kesimpulan sebagai berikut :

1. Aluminium paduan mengalami peningkatan ketahanan lelah sebesar 10,7% setelah diaging dan diquench aging.

2. Aluminium paduan mengalami peningkatan kekerasan sebesar 29,4% setelah diaging dan diquench aging.

(78)

5.2 Saran

1) Agar diperoleh hasil yang maksimal, perlu ketelitian dan kecermatan dalam melaksanaan pengujian.

2) Sebaiknya peralatan untuk pengujian bahan di laboratorium ilmu logam Universitas Sanata Dharma perlu ditambah dan lebih modern.

(79)

Malau,V., Bahan Teknik Manufaktur, Diktat Kuliah, Teknik Mesin, USD, Yogyakarta

Robert T.Kiepura, Bonnie R. Sanders, 1985, Metallography and Microstructures, Metal Handbook Ninth Edition, American Society for Metal

Setyahandana, B., Ilmu Logam, Diktat Kuliah, Teknik Mesin, USD, Yogyakarta Surdia,T. Saito,S.,1985, Pengetahuan Bahan Teknik, P.T.Pradnya Paramita, Jakarta

Surdia,T. Chiijiwa,K.,1996, Teknik Pengecoran logam, P.T.Pradnya Paramita, Jakarta

Suroto,A.,Sudibyo,B., Ilmu Logam dan Metallurgy, ATMI, Surakarta

(80)
(81)

(82)
(83)

Gambar

Tabel 2.1 Klasifikasi Paduan Aluminium Cor
Gambar 2.2 Diagram Perbaikan Sifat-Sifat Mekanik oleh Modifikasi Paduan Al-Si
Tabel 2.5 Kekutan Tarik Panas Paduan Al-Si-Ni-Mg
Tabel 2.6 Sifat-Sifat Mekanik Paduan Al-MgB2BSi
+7

Referensi

Dokumen terkait

Dari hasil analisa dapat diketahui bahwa peningkatan variasi tekanan dan penambahan Cu berpengaruh terhadap kekerasan hasil coran aluminium paduan pada proses

Saya menyatakan dengan sesungguhnya bahwa tugas akhir dengan judul: “ Analisa Pengaruh Penambahan Tembaga (Cu) Dengan Variasi (1%, 2%, 3%) Pada Paduan Aluminium

Heat Treatment terhadap perubahan sifat fisis dan mekanis pada. aluminium

Tujuan dari penelitian ini untuk mengetahui sifat fisis dan mekanis paduan aluminium setelah di semprot dengan air laut, juga dilakukan pengujian pada saat kondisi awal (

Setelah aluminium mencair/ melebur potongan tembaga (Cu 4.5%) dan butiran-butiran perak (Ag) dengan prosentase 1% dapat dimasukkan, kemudian diaduk hingga seluruh

Penelitian yang dilakukan oleh Anzip dan Suhariyanto (2006) pada paduan aluminium A356.2 menunjukkan bahwa paduan tersebut mengalami kenaikan sifat mekanik, yang

aging terhadap karakteristik sifat fisis dan mekanis velg paduan aluminium A356 produk OEM ternama. Hasil penelitian menginformasikan bahwaketangguhan impak

Apabila hasil uji microhardness matriks α-Aluminium pada spesimen artificial aging T6 yang memiliki nilai bifilm index tinggi dibandingkan dengan spesimen artificial aging T6