• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENGARUH PENAMBAHAN TEMBAGA DAN PERAK TERHADAP SIFAT FISIS DAN MEKANIS PADUAN Al-Si TUGAS AKHIR - Pengaruh penambahan tembaga dan perak terhadap sifat fisis dan mikanis paduan Al-Si - USD Repository

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "PENGARUH PENAMBAHAN TEMBAGA DAN PERAK TERHADAP SIFAT FISIS DAN MEKANIS PADUAN Al-Si TUGAS AKHIR - Pengaruh penambahan tembaga dan perak terhadap sifat fisis dan mikanis paduan Al-Si - USD Repository"

Copied!
83
0
0

Teks penuh

(1)

i

PENGARUH PENAMBAHAN TEMBAGA DAN

PERAK TERHADAP SIFAT FISIS DAN MEKANIS

PADUAN Al-Si

TUGAS AKHIR

Diajukan untuk memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Teknik

Jurusan Teknik Mesin

Disusun oleh :

Yulius Budi Purnomo Sri Raharjo NIM : 045214019

PROGRAM STUDI TEKNIK MESIN FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI

UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA

(2)

ii

THE EFFECT OF COPPER AND SILVER ON THE PHYSICAL

AND MECHANICAL PROPERTIES OF Al-Si ALLOYS

FINAL PROJECT

Presented as Partial Fulfilment of the Requirements To Obtain the Sarjana Teknik Degree

In Mechanical Engineering

By :

Yulius Budi Purnomo Sri Raharjo Student Number : 045214019

MECHANICAL ENGINEERING STUDY PROGRAM SCIENCE AND TECHNOLOGY FACULTY

SANATA DHARMA UNIVERSITY YOGYAKARTA

(3)
(4)
(5)

v

Saya menyatakan bahwa dalam tugas akhir ini tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu Perguruan Tinggi, dan sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalam naskah ini dan disebutkan dalam daftar pustaka.

Yogyakarta, 26 Oktober 2010

(6)

vi

! "

#$

!

%

!

$ &

&

'

'

!

%

$

(

)

!

!

*

(7)

vii

KEPENTINGAN AKADEMIS

Yang bertanda tangan di bawah ini, saya mahasiswa Universitas Sanata Dharma : Nama : Yulius Budi Purnomo Sri Raharjo

NIM : 045214019

Demi pengembangan ilmu pengetahuan, saya memberikan kepada perpustakaan Universitas Sanata Dharma karya ilmiah saya yang berjudul :

...

...PENGARUH PENAMBAHAN TEMBAGA...

...DAN PERAK TERHADAP SIFAT FISIS DAN...

...MEKANIS PADUAN Al-Si...

...

Beserta perangkat yang diperlukan (bila ada). dengan demikian saya memberitahukan kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma hak untuk menyimpan, mengalihkan dalam bentuk media lain, mengolahnya dalam bentuk pangkalan data, mendistribusikan secara terbatas, dan mempublikasikan di internet atau media lain untuk kepentingan akademis tanpa perlu meminta ijin dari saya ataupun memberikan royalti kepada saya selama masih tetap mencantumkan nama saya sebagai penulis.

demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya. Yogyakarta, 26 Oktober 2010

yang menyatakan,

(8)

viii

(9)

ix

Puji Tuhan penulis panjatkan atas berkat dan karunia yang telah dilimpahkan Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan Tugas Akhir penelitan

yang berjudul “Pengaruh Penambahan Perak dan Tembaga Terhadap Sifat Fisis dan Mekanis Paduan Al-Si”. Dalam menyelesaikan Tugas Akhir ini penulis membutuhkan bimbingan dan dorongan. Atas terselesaikannya Tugas Akhir ini,

penulis mengucapkan terima kasih kepada:

1. Bapakku JB Suyatno dan ibuku CH Endar Martanti atas cinta dan kasih

sayang yang tidak akan ada habisnya.

2. Istriku Tercinta V. Septriana Citra Sari, yang selalu memberi semangat dukungan motivasi dan cinta yang sangat berarti.

3. Anakku Tercinta Ag. Radityo Putro Sri Raharjo yang selalu menjadi hiburanku, motivasiku.

4. Yosef Agung Cahyanta, S.T., M.T. selaku Dekan Fakultas Sains dan Teknologi Universitas Sanata Dharma.

5. Budi Sugiarto, S.T., M.T., selaku Ketua Program Studi Teknik Mesin

Universitas Sanata Dharma.

6. I Gusti Ketut Puja, S.T., M.T., selaku Dosen Pembimbing Tugas Akhir

(10)

x

Mas Roni Windaryawan dan yang lainnya, terima kasih untuk kerjasamanya selama ini.

9. Rekan-rekan Tugas Akhir yang telah berbagi suka dan duka serta pendorong dalam penyelesaian Tugas Akhir ini diantaranya : Catur Budi, Sugiharto, Bernardus Nugroho, Samuel Novianto, Hari, Andi, Hendri, dll.

10. Kakak-kakakku Mas Heribertus Widodo, Mas Wibowo Sigit, dan khususnya Mas Wahyu Nugroho atas dukungan dalam segala hal, perhatian

dan pengertiannya.

Penulis menyadari sepenuhnya bahwa tulisan ini belum sempurna karena keterbatasan ilmu dan pengetahuan yang penulis miliki, sehingga masih banyak kekurangan. Untuk itu penulis dengan hati terbuka mengaharapkan kritik dan

saran yang bersifat membangun.

Akhir kata penulis mengharapkan tulisan ini bermanfaat bagi penulis

pada khususnya dan pembaca pada umumnya.

Yogyakarta, 20 Oktober 2010

(11)

xi

HALAMAN JUDUL ... i

HALAMAN PENGESAHAN ... iii

HALAMAN PERNYATAANKEASLIAN KARYA ... v

HALAMAN PERSEMBAHAN ... vi

HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI...vii

INTISARI ... viii

KATA PENGANTAR ... ix

DAFTAR ISI ... xi

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Rumusan Masalah ... 2

1.3 Batasan Masalah... 2

1.4 Tujuan penelitian ... 3

BAB II DASAR TEORI ... 4

2.1 Sejarah Pengecoran ... 4

2.2 Proses pengecoran ... 6

2.2.1 Perencanaan pengecoran ... 6

2.2.2 Pencairan logam ... 10

2.2.3 Pembuatan cetakan ... 11

2.3 Alumunium dan Paduannya ... 15

2.3.1 Produksi Aluminium ... 15

2.3.2 Paduan Aluminium ... 17

2.3.3 Pengaruh Unsur Paduan Terhadap Aluminium... 22

BAB III METODE PENELITIAN ... 26

3.1 Diagram Alir ... 26

3.2 Jenis Penelitian ... 27

3.3 Tahap Penelitian ... 27

(12)

xii

3.5 Pelaksanaan Pengecoran ... 29

3.5.1 Bahan coran ... 29

3.5.2 Alat-alat yang digunakan ... 29

3.5.3 Proses peleburan logam... 30

3.5.4 Pelepasan hasil coran ... 31

3.6 Pembuatan Benda Uji ... 32

3.7 Peralatan Pengujian ... 34

3.8 Pengujian Hasil Coran... 35

3.8.1 Pengujian Impak ... 35

3.8.2 Pengujian Kekerasan ... 38

3.8.3 Pengamatan Struktur Mikro ... 42

3.8.4 Pengamatan Porositas Hasil Coran ... 44

3.8.5 Pengujian Komposisi Kimia ... 45

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 48

4.1 Pengujian Impak ... 48

4.2 Pengujian Kekerasan ... 50

4.3 Pengamatan Struktur Mikro ... 51

4.4 Pengamatan Porositas ... 55

4.5 Pengamatan Komposisi Kimia ... 59

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 60

5.1 Kesimpulan ... 60

5.2 Saran ... 60

DAFTAR PUSTAKA ... 61

(13)

1

1.1 Latar Belakang Masalah

Seiring dengan perkembangan peradaban manusia kebutuhan akan berbagai macam bahan terutama dalam dunia industri juga bertambah dan semakin komplek. Salah satu bidang yang mendukung industri adalah pengecoran logam. Bidang ini telah mengalami perkembangan dalam metode yang digunakan dalam proses pengecoran maupun dari bahan yang digunakan dalam pengecoran.

Agar pemilihan suatu bahan dapat efisien, biasanya seorang perancang akan memperhatikan beberapa hal, diantaranya: sifat bahan yang diinginkan, proses pengerjaannya, dan biaya yang diperlukan. Pemilihan bahan yang tepat dapat memberikan beberapa keuntungan baik dilihat dari sisi mekanis maupun dari sisi ekonomis.

Dalam bidang industri salah satu bahan yang sering digunakan adalah aluminium. Aluminium adalah salah satu logam non ferro yang memiliki banyak sifat yang menguntungkan, sifat-sifat itu antara lain : berat jenis yang rendah sehingga bahan relatif ringan, titik leburnya rendah sehingga proses pengerjaannya relatif cepat, daya hantar listrik tinggi, tahan terhadap korosi, dan kekuatan yang tinggi dalam bentuk paduan.

(14)

paduan Al-Si-Cu-Ag sebagai objek penelitian.

1.2 Rumusan Masalah

Penelitian ini meneliti perubahan sifat fisis dan mekanis hasil coran paduan Si dengan variasi kadar tembaga (Cu) dan perak (Ag), yang mana Al-Si diperoleh dari pelek mobil. Coran yang ingin dibuat dan diteliti terdiri dari lima jenis coran, yaitu :

1. Paduan Coran Al-Si

2. Paduan Coran Al-Si dengan Cu (4,5%)

3. Paduan Coran Al-Si dengan Cu (4,5%) - Ag (1%) 4. Paduan Coran Al-Si dengan Cu (4,5%) - Ag (2%) 5. Paduan Coran Al-Si dengan Cu (4,5%) - Ag (3%)

Hasil dari setiap coran akan dibandingkan dan dilihat pengaruh penambahan unsur tembaga dan perak.

1.3 Batasan masalah

Dalam penelitian pengecoran paduan Al-Si-Cu-Ag dengan menggunakan cetakan pasir, penulis memberikan batasan supaya penulisan tidak terlalu luas serta mengenai sasaran yang ingin dicapai. Pembatasan penulisan adalah sebagai berikut:

(15)

hasil coran.

4 Analisa dari hasil pengujian yang dilakukan.

1.4 Tujuan penelitian

1. Mengetahui angka keuletan pada paduan Al-Si dengan tembaga dan variasi perak terhadap beban kejut / dinamik.

2. Mengetahui angka kekerasan pada paduan Al-Si dengan tembaga dan variasi perak.

(16)

4

2.1 Sejarah Pengecoran

Coran dibuat dari logam yang dicairkan, dituang ke dalam cetakan,

kemudian dibiarkan mendingin dan membeku. Oleh karena itu sejarah

pengecoran dimulai ketika manusia mengetahui bagaimana mencairkan logam

dan bagaimana membuat cetakan. Hal itu terjadi kira-kira 4000 tahun sebelum

Masehi, sedangkan tahun yang pasti tidak diketahui. Awal penggunaan logam

adalah ketika manusia membuat perhiasan atau perak tempaan, dan kemudian

membuat senjata atau mata bajak dengan menempa tembaga. Hal itu

dimungkinkan karena logam-logam ini terdapat di alam dalam keadaan murni,

sehingga dengan mudah dapat menempanya. Kemudian secara kebetulan

manusia menemukan tembaga mencair, selanjutnya mengetahui cara untuk

menuang logam cair ke dalam cetakan, dengan demikian untuk pertama kalinya

manusia dapat membentuk coran yang rumit, misalnya perabot rumah, perhiasan

atau hiasan makam. Coran tersebut dibuat dari perunggu yaitu suatu paduan

tembaga, timah dan timbal yang titik-cairnya lebih rendah dari

tembaga.(Surdia,1986)

Pengecoran perunggu pertama kali dilakukan di Mesopotamia kira-kira

3000 tahun sebelum Masehi, teknik ini diteruskan ke Asia Tengah, India dan

Cina. Penerusan ke Cina kira-kira 2000 tahun sebelum Masehi, dan dalam

(17)

Pada masa itu tangki-tangki besar yang halus dibuat dengan cara dicor.

Sementara itu teknik pengecoran Mesopotamia juga diteruskan ke Eropa, dan

dalam tahun 1500-1400 sebelum Masehi barang-barang seperti mata bajak,

pedang, mata tombak, perhiasan, tangki, dan perhiasan makan dibuat di

Spanyol, Swiss, Jerman, Austria, Norwegia, Denmark, Swedia, Inggris dan

Prancis. Teknik pengecoran perunggu di India dan Cina diteruskan ke Jepang

dan Asia Tenggara, sehingga Jepang banyak arca-arca Budha dibuat antara

tahun 600 dan 800. (Surdia,1986)

Penggunaan besi dimulai dengan penempaan, sama halnya dengan

tembaga. Orang-orang Asiria dan Mesir mempergunakan perkakas besi dalam

tahun 2800-2700 sebelum Masehi. Kemudian di Cina dalam tahun 800-700

sebelum Masehi, ditemukan cara membuat coran dari besi kasar yang

mempunyai titik-cair rendah dan mengandung fosfor tinggi dengan

mempergunakan tanur beralas datar. Teknik produksi ini kemudian diteruskan

ke Negara-negara di sekitar Laut Tengah. Di Yunani 600 tahun sebelum Masehi,

arca-arca raksasa Epaminondas atau Hercules, berbagai senjata, dan perkakas

dibuat dengan jalan pengecoran. Di India zaman itu pengecoran besi kasar

dilakukan dan diekspor ke Mesir dan Eropa. Walaupun demikian baru pada

abad ke 14 saja pengecoran besi kasar dilakukan secara besar-besaran, yaitu

ketika Jerman dan Itali meningkatkan tanur beralas datar yang primitif itu

menjadi tanur tiup berbentuk silinder, di mana pencairan dilakukan dengan jalan

meletakan bijih besi dan arang batu berselang-seling. Produk-produk yang

(18)

lain-lain. Cara pengecoran pada zaman itu ialah menuangkan secara langsung

logam cair yang didapat dari bijih besi ke dalam cetakan. Kokas ditemukan di

Inggris pada abad 18, yang kemudian di Prancis disahkan agar kokas dapat

dipakai untuk mencairkan kembali besi kasar dalam tanur kecil pada pembuatan

coran. Kemudian tanur yang serupa dengan tanur kupola yang ada sekarang

dibuat di Inggris, dan cara pencairan besi kasar yang dilakukan sama dengan

yang dilakukan pada saat sekarang. Walaupun sejak masa kuno baja dipakai

dalam bentuk tempaan, namun sejak H. Bessemer atau W. Siemens sajalah telah

diusahakan untuk membuat baja dari besi kasar, dan coran baja diproduksi pada

akhir pertengahan abad 19. Coran paduan aluminium dibuat pada akhir abad 19

dengan cara pemurnian dengan elektrolisa ditemukan. (Surdia,1986)

2.2 Proses Pengecoran

2.2.1 Perencanaan Pengecoran

Proses pengecoran meliputi: pembuatan cetakan, persiapan dan

peleburan logam, penuangan logam cair ke dalam cetakan, pembongkaran

coran, pembersihan dan proses daur ulang pasir cetakan, dan hasilnya

disebut coran. Berdasarkan proses pencetakan dan bahan cetakannya,

pengecoran dibedakan menjadi :

1. Pengecoran menggunakan cetakan pasir (Sand Mould).

2. Pengecoran menggunakan cetakan pasir dengan pengikat

khusus.

(19)

(Investment Moulding).

4. Pengecoran dengan cetakan logam (Permanent Moulding).

5. Pengecoran dengan penuangan cetak (Die Casting).

Coran dibuat dari logam yang dicairkan dan dituang ke dalam

cetakan, kemudian dibiarkan dingin dan membeku. Untuk mencairkan

logam digunakan bermacam-macam tanur, memilih tanur yang tepat bisa

mempercepat pengecoran. Oleh karena itu sebelum membuat coran harus

dibuat perencanaan yang matang untuk mencapai keberhasilan akan hasil

coran. Adapun perencanaan proses pengecoran adalah sebagai berikut :

1. Penentuan pola

Pola adalah tiruan benda coran (tidak sama dengan benda coran, baik

dari bahan maupun ukurannya). Perbedaan pola dengan benda coran

diakibatkan oleh beberapa alasan, yaitu :

• Benda coran pasti menyusut.

• Benda coran bukan produk akhir, masih melalui proses

permesinan.

• Bentuk pola biasanya terjadi penirusan yang dimaksudkan untuk

mempermudah pengangkatan coran dari cetakan.

Pola dibuat dengan proses permesinan secara langsung pada cetakan

logam, yaitu dengan memakai mesin milling.

2. Menetapkan kup, drag, dan permukaan pisah

Untuk mendapatkan hasil coran yang baik penentuan kup, drag, dan

(20)

• Pola harus mudah dikeluarkan dari cetakan. Permukaan

pisah harus satu bidang, pada dasarnya kup dibuat agak

lebih dangkal.

• Penempatan inti harus mudah. Tempat inti dalam cetakan

utama harus ditentukan dengan teliti.

• Sistem saluran harus dibuat sempurna untuk mendapatkan

aliran logam cair yang optimal.

• Terlalu banyak permukaan pisah akan mengambil banyak

waktu dalam proses pembuatan cetakan.

3. Penentuan penambahan penyusutan

Untuk menentukan tambahan penyusutan digunakan mistar susut,

adanya tambahan penyusutan karena coran menyusut pada waktu

pembekuan dan pendinginan. Besarnya penyusutan tergantung dari :

bahan coran, bentuk coran, tempat, tebalnya coran.

4. Penuangan logam cair.

Setelah peleburan logam dan cetakan sudah siap, maka proses

penuangan logam cair dapat dilaksanakan. Hal-hal yang harus

diperhatikan dalam proses penuangan, yaitu :

• Pengeringan ladel. Ladel yang digunakan harus benar-benar

kering, sebab jika tidak benar-benar kering bisa menurunkan

temperatur logam cair sehimgga dapat menimbulkan cacat pada

coran.

(21)

atas cairan logam yang ada dalam ladel harus dibuang. Supaya

pada saat penuangan tidak ikut ke dalam cetakan.

• Temperatur penuangan. Temperatur logam cair harus dijaga

agar logam cair tidak cepat membeku dan untuk mendapatkan

coran berkualitas tinggi.

• Waktu penuangan. Penuangan harus dilakukan dengan

tenang, cepat dan cermat.

5. Pembongkaran cetakan

Pembongkaran cetakan dilakukan untuk mengetahui hasil coran.

Pembongkaran cetakan dengan cara memukul cetakan hingga coran

lepas dari cetakan.

6. Pemeriksaan hasil coran

Tujuan dari pemeriksaan coran adalah :

• Penyempurnaan teknis. Cacat pada coran harus dideteksi

sebaik mungkin sehingga dapat dengan cepat dilakukan

penyempurnaan teknis dan selanjutnya kualitas coran tersebut

dapat dipelihara.

• Memelihara kualitas. Kualitas hasil coran harus tetap

dipertahankan, karena akan berpengaruh langsung pada konsumen.

yang kontinyu dimaksudkan untuk mengawasi coran yang

(22)

2.2.2 Pencairan logam

Untuk mencairkan logam dapat menggunakan berbagai macam

tanur. Pada umumnya dapur kupola atau tanur frekuensi rendah

dipergunakan untuk besi cor, tanur busur listrik atau tanur induksi

frekuensi tinggi untuk baja tuang, dan tanur krus untuk paduan tembaga

atau coran paduan ringan karena tanur-tanur ini dapat menghasilkan

logam cair yang baik dan ekonomis untuk logam-logam tersebut. Karena

pengecoran yang akan dilakukan menggunakan aluminium yang

termasuk logam paduan ringan sebagai bahan dasar maka tanur yang

dibahas hanya tanur krus saja.

Gambar 2.1 Tanur Krus Tampak Atas (kiri) dan Tampak Samping (kanan)

(Surdia,1986)

Peleburan dengan krus besi cor dan krus karbon dilakukan sebagai

berikut. Pertama diisikan sekrap, kemudian logam baru dan paduan

dasar. Magnesium harus ditenggelamkan ke dasar cairan dengan

mempergunakan alat yang khusus seperti alat untuk pemberi fosfor.

Magnesium yang tenggelam kemudian mencair sedangkan magnesium

(23)

Untuk menghemat waktu peleburan dan mengurangi kehilangan

karena oksidasi, lebih baik memotong logam menjadi potongan kecil

yang kemudian dipanaskan. Kalau bahan sudah mulai mencair, fluks

harus ditambahkan untuk mencegah oksidasi dan absorpsi gas. Selama

pencairan permukaan harus ditutup dengan fluks dan cairan diaduk pada

jangka waktu tertentu untuk mencegah segregasi.

2.2.3 Pembuatan cetakan

Cetakan biasanya dibuat dengan jalan memadatkan pasir. Pasir

yang dipakai kadang-kadang pasir alam atau pasir buatan yang

mengandung tanah lempung. Cetakan pasir mudah dibuat dan tidak

mahal asal dipakai pasir yang cocok, kadang-kadang dicampurkan juga

pengikat khusus, umpamanya air kaca, semen, resin furan, resin fenol

atau minyak pengering karena pengunaan zat-zat tersebut dapat

memperkuat cetakan. Tentu saja penggunaan zat-zat tersebut mahal,

sehingga perlu memilih dengan mempertimbangkan bentuk, bahan dan

jumlah produk hasil coran.

Dalam pengecoran menggunakan cetakan dari pasir. Cetakan

dibuat dalam rangka cetak (flask) yang terdiri atas dua bagian, bagian

atas disebut Kup dan bagian bawah disebut Drag. Belahan pola

diletakkan diatas papan kayu yang rata, drag diletakkan di atas papan

kemudian diisi penuh pasir dan ditekan keras. Bila pasir kurang padat

(24)

logam cair. Bila terlalu padat, gas dan uap sulit menguap, hal ini dapat

mengakibatkan cacat pada benda cor. Drag dan kup dipasang jadi satu

sesudah diberi grafit, kegunaan grafit adalah untuk mencegah

melekatnya pasir dari kedua bagian cetakan dan memperhalus

permukaan hasil cor. Penampang saluran masuk dekat cetakan jangan

terlalu besar untuk memudahkan pematahannya dan untuk memudahkan

penyusutan aluminium, pada kup juga biasanya dibuat saluran cadangan

atau riser (penambah).

Fungsi saluran masuk perlu dirancang dengan mempertimbangkan

faktor-faktor berikut ini :

1. Aliran logam hendaknya memasuki rongga cetakan dekat

dasarnya dengan turbulensi seminimal mungkin, khususnya pada

benda tuang yang berukuran kecil.

2. Pengikisan dinding saluran masuk dan permukaan rongga

cetakan harus ditekan dengan mengatur aliran logam cair.

3. Aliran logam cair yang masuk harus diatur sedemikian rupa

sehingga terjadi solidifikasi yang terarah. Solidifikasi hendaknya

dimulai dari permukaan cetakan ke arah logam cair sehingga selalu

ada logam cair cadangan untuk menutupi kekurangan akibat

penyusutan.

4. Usahakan kotoran dan partikel asing tidak dapat masuk ke dalam

(25)

Dalam sebuah cetakan terdapat sistem saluran yang berfungsi

sebagai jalan untuk logam cair ke dalam cetakan. Saluran turun

berfungsi untuk mengalirkan logam cair ke dalam cetakan. Selain itu ada

saluran penambah yang berfungsi untuk menambahkan logam cair pada

saat logam cair membeku. Besarnya penambahan tergantung pada besar

kecilnya penyusutan. Adapun urutan-urutan dari sistem saluran adalah :

1. Cawan tuang

Cawan tuang adalah penerima pertama yang menerima logam cair

langsung dari ladel. Cawan ini biasanya berbentuk corong, cawan ini

harus mempunyai kontruksi yang tidak dapat melewatkan

kotoran/terak yang terbawa logam cair dari ladel. Cawan tuang tidak

boleh terlalu dangkal, perbandingan kedalaman dan diameter yang

terlalu kecil akan menjadi pusaran yang akan menampung

kotoran/terak sisa pada logam cair, sehingga tidak ikut masuk

kedalam cetakan.

2. Saluran turun

Saluran turun saluran yang pertama membawa logam cair dari cawan

tuang kedalam pengalir dan saluran masuk. Saluran ini dibuat tegak

lurus dengan irisan yang berupa lingkaran, biasanya irisannya sama

dari atas sampai bawah atau sebaliknya. Saluran turun dibuat dengan

melubangi cetakan dengan mempergunakan satu batang atau dengan

(26)

3. Pengalir

Pengalir adalah saluran yang membawa logam cair dari saluran

turun kebagian-bagian pada cetakan. Bagian ini mempunyai irisan

seperti trapesium atau setengah lingkaran karena mudah dibuat

pada permukaan pisah. Pengalir lebih baik dibuat sebesar mungkin,

karena untuk memperlambat pendinginan logam cair.

4. Saluran masuk

Saluran masuk adalah saluran yang mengisikan logam cair dari

pengalir kedalam rongga cetakan. Saluran masuk dibuat dengan

irisan yang lebih kecil dari pada pengalir. Bentuk irisan biasanya

berupa bujur sangkar, trapesium, segitiga, atau setengah bola yang

membesar ke arah rongga cetakan.

Gambar 2.2 Bagian-Bagian Sistem Saluran dalam Cetakan

(27)

2.3 Aluminium Dan Paduannya 2.3.1 Produksi Aluminium

Aluminium diproduksi dari bauksit yang merupakan campuran

mineral gibbsite [Al(OH)3], diaspore [AlO(OH)] dan mineral lempung

seperti kaulinit [Al2Si2O5(OH)4]. Proses produksi aluminium dari bauksit

meliputi dua tahap, yaitu : proses pengolahan alumina (Al2O3) dan proses

elektrolisa alumina menjadi aluminium. Kedua proses tersebut merupakan

proses awal terbentuknya aluminium. Proses pengolahan bauksit menjadi

alumina melalui suatu rangkaian proses yang disebut proses Bayer.

Bauksit dimasukan ke dalam larutan NaOH dan alumina didalamnya

membentuk sodium alumina.

Al2O3 + 2NaOH 2NaAlO2 + H2O (160˚ - 170˚ C)

Setelah pemisahan sodium aluminat dari zat cair lainnya, lalu

didinginkan secara perlahan sampai temperature 25˚- 35˚ C untuk

mengendapkan aluminium hidroksida [Al(OH)3] menurut reaksi.

NaAlO2 + 2H2O Al(OH)3 + NaOH

Kemudian Al(OH)3 dicuci dan selanjutnya dipanaskan sampai

temperatur 1100˚ - 1200˚C untuk menghasilkan aluminium oksida (Al2O3)

menurut reaksi berikut.

2Al(OH)3 Al2O3 + 3H2O

Alumina yang diperoleh melalui proses pengolahan bauksit, diproses

(28)

karena alumina mempunyai titik leleh yang tinggi (2000˚C), maka alumina

tersebut dilarutkan ke dalam cairan cryolite (Na3AlF6) yang bertindak

sebagai elektrolit sehingga titik leleh menjadi lebih rendah (1000˚C).

Aluminium merupakan logam non-ferro yang banyak digunakan

karena memiliki sifat-sifat yang baik. (Surdia,1984)

1. Kerapatan (density).

2. Berat jenis dari suatu Aluminium adalah 2,7 g/cm3.

3. Tahan terhadap korosi (corrosion resistance).

Salah satu ciri dari logam non ferro adalah jika suatu logam non ferro

mempunyai kerapatan yang tinggi maka daya tahan terhadap korosi

yang dimiliki logam tersebut juga semakin baik. Hal tersebut tidak

berlaku untuk aluminium, walaupun aluminium merupakan salah satu

jenis logam non ferro. Karena aluminium memiliki lapisan atau selaput

tipis oksida transparan dan jenuh terhadap oksigen di seluruh

permukaan. Lapisan tersebut dapat mengendalikan laju korosi serta

sekaligus melindungi lapisan di bawahnya.

4. Sifat mekanis (mechanical properties).

Aluminium mempunyai sifat mekanis yang sebanding dengan paduan

bukan besi (non ferrous alloy) juga beberapa jenis baja. Adapun sifat

mekanis tersebut adalah kekuatan tarik, dan kekerasan.

5. Penghantar panas dan listrik yang baik (heat and electrical

(29)

Aluminium mempunyai daya hantar listrik yang tinggi. Daya hantar

listrik yang dimiliki aluminium adalah sekitar 65% dari daya hantar

tembaga. Dalam hal ini digunakan Al dengan kemurnian 99,0%. Selain

sifat-sifat di atas, aluminium juga mempunyai sifat anti magnet.

6. Tidak beracun (nontoxicity).

Aluminium merupakan bahan yang tidak beracun. Maka dari itu

aluminium sering digunakan sebagai bahan pembungkus atau kaleng

makan dan minuman. Hal ini disebabkan reaksi kimia antara makanan

dan minuman dengan aluminium tidak menghasilkan zat beracun yang

dapat membahayakan manusia.

7. Sifat mampu bentuk (formability).

Sifat mampu bentuk aluminium yang baik memungkinkan aluminium

dapat dibuat menjadi lembaran tipis atau plat. Sifat mampu bentuk ini

disebut juga mampu tempa (malleability).

8. Titik lebur rendah.

Titik lebur aluminium adalah ± 660 ºC sehingga aluminium sangat

baik untuk proses penuangan dengan waktu peleburan relatif singkat

dan dengan biaya operasi relatif murah.

2.3.2 Paduan Aluminium

Penggunaan aluminium murni terbatas pada aplikasi yang tidak

terlalu mengutamakan faktor kekuatan, seperti : penghantar panas dan

(30)

Salah satu usaha yang dapat dilakukan untuk meningkatkan kekuatan

aluminium adalah dengan proses pengerasan regangan, tetapi cara ini

tidak senantiasa memuaskan bila tujuan utamanya adalah untuk

menaikan kekuatan bahan. Pada perkembangan selanjutnya peningkatan

kekuatan aluminium dapat dicapai dengan penambahan unsur-unsur

paduan ke dalam aluminium. Unsur-unsur yang biasa dipakai dalam

paduan aluminium adalah : perak (Ag), tembaga (Cu), mangan (Mn),

silikon (Si), magnesium (Mg), seng (Zn), dan lain sebagainya, serta sifat

lainnya seperti mampu cor dan mampu mesin juga bertambah baik.

Dengan demikian penggunaan aluminium paduan lebih luas

dibandingkan dengan aluminium murni. Paduan aluminium

diklasifikasikan dalam berbagai standar oleh berbagai negara di dunia.

Saat ini klasifikasi yang sangat terkenal dan sangat sempurna adalah

standar Aluminium Association di Amerika (AA) yang didasarkan atas

standar terdahulu dari Alcoa (Aluminium Company of America). Paduan

aluminium diklasifikasikan menjadi dua kelompok umum, yaitu : paduan

aluminium tuang/cor (cast aluminium alloys) dan paduan aluminium

tempa (wrought aluminium alloys). Setiap kelompok tersebut dibagi lagi

menjadi dua kategori, yaitu dengan perlakuan panas (heat treatable

alloys) dan paduan tanpa perlakuan panas (non heat treatable alloys).

Struktur mikro paduan aluminium (berhubungan erat dengan

sifat-sifat mekanisnya) terutama tergantung pada laju pendinginan saat

(31)

cetakan yang digunakan. Dengan cetakan logam, laju pendinginan akan

berlangsung lebih cepat dibandingkan dengan cetakan pasir sehingga

struktur logam cor yang dihasilkan akan lebih halus dan menyebabkan

peningkatan sifat mekanisnya. Berikut ini adalah beberapa contoh

aluminium paduan:

1. Paduan Al-Cu.

Paduan Al-Cu sangat jarang digunakan karena tingkat kecairannya

jelek. Sebagai coran dipergunakan paduan yang mengandung 4 – 5

%Cu, ternyata dari fasanya paduan ini mempunyai daerah luas dari

pembekuannya, penyusutan yang besar, resiko besar pada kegetasan

panas dan mudah terjadi retakan pada coran. Paduan ini juga

memiliki sifat-sifat mekanis dan mampu mesin yang baik sedangkan

mampu cor bahan ini agak jelek. Adanya Si sangat berguna untuk

mengurangi keadaan itu dan penambahan Ti sangat efektif untuk

memperhalus butir, dan juga dapat memperbaiki mampu cornya.

Dengan perlakuan panas pada coran dapat dibuat bahan yang

mempunyai kekuatan tarik yang sangat tinggi.

2. Paduan Al-Si, Al-Si-Mg, dan Al-Si-Cu.

Paduan Al-Si merupakan paduan aluminium yang paling banyak

digunakan dengan kadar Si bervariasi dari 5 – 20 %. Kebanyakan

paduan ini memiliki struktur mikro eutektik atau hypoeutektik

(komposisi eutektik 12,7 % Si). Paduan ini mempunyai viskositas

(32)

baik, sehingga dipakai untuk elemen-elemen utama mesin. Paduan

ini relatif ringan, koefisien pemuaian rendah, penghantar panas dan

listrik yang baik. Bila Paduan ini dicor, akan mempunyai sifat

mekanis yang rendah karena butiran-butiran Si cukup besar,

sehingga pada saat pengecoran perlu ditambahkan natrium untuk

membuat kristal halus dan memperbaiki sifat-sifat mekanisnya, tetapi

cara ini tidak efektif untuk coran tebal. Sifat-sifat mekanik paduan

Al-Si dapat diperbaiki dengan menambahkan Mg, Cu, atau Mn, dan

selanjutnya diperbaiki dengan perlakuan panas. Penambahan unsur

Mg ( 0,3 - 1 % ) pada paduan Al-Si akan menghasilkan peningkatan

cukup besar terhadap sifat-sifat mekanisnya. Dalam hal ini unsur Mg

meningkatkan respon terhadap perlakuan panas bahan. Peningkatan

tersebut karena adanya presipitasi Mg2Si. Penambahan unsur Cu ( 3

– 5 %) pada paduan AL-Si dapat juga meningkatkan sifat-sifat

mekanis paduan. Paduan AL-Si-Cu, dengan komposisi Si mendekati

komposisi eutektik, dapat digunakan pada suhu tinggi dengan

koefisien muai panjang relatif kecil.

3. Paduan Al-Si-Ag

Penambahan unsur Si-Ag pada aluminium menyebabkan bahan

menjadi lebih ulet

4. Paduan Al-Mg.

Paduan aluminium dengan kadar Mg sekitar 4 – 10 % mempunyai

(33)

mempunyai kekuatan tarik di atas 300 Mpa dan perpanjangan di atas

12 % setelah perlakuan panas. Paduan Al-Mg (disebut juga

hidronalium) dipakai untuk bagian-bagian dari alat-alat industri

kimia, kapal laut, kapal terbang yang membutuhkan daya tahan yang

baik terhadap korosi. Paduan ini mempunyai daya tahan yang sangat

baik terhadap korosi dalam air laut dan udara dengan kadar garam

relatif tinggi. Paduan Al dengan 2 – 3 % Mg dapat dengan mudah

ditempa, dirol dan diekstrusi. Paduan Al dengan 4,5 % Mg setelah

dianil merupakan paduan cukup kuat dan mudah dilas. Paduan ini

banyak dipakai sebagai bahan tangki LNG.

5. Paduan Al-Mn.

Mangan (Mn) merupakan unsur yang memperkuat aluminium tanpa

mengurangi ketahanan terhadap korosi, dan dipakai untuk membuat

paduan tahan korosi.

6. Paduan Al-Mg-Zn.

Aluminium menyebabkan keseimbangan biner semu dengan

senyawa antar logam Mg-Zn dan kelarutannya menurun apabila

temperaturnya turun. Telah diketahui sejak lama bahwa paduan

sistem ini dapat dibuat keras sekali dengan penuaan setelah

perlakuan pelarutan. Paduan bersifat keras dan getas oleh korosi

tegangan. Paduan tersebut dinamakan ESD (duralumin super ekstra).

(34)

Paduan Al-Cu-Ni-Mg mempunyai kekuatan konstan sampai suhu

300˚C sehingga paduan ini banyak dipakai untuk piston atau tutup

silinder. Paduan Al-Si-Cu-Ni-Mg mempunyai koefisien muai rendah

dan tahan terhadap suhu tinggi sehingga paduan ini banyak dipakai

untuk piston.

2.3.3 Pengaruh Unsur Paduan Terhadap Aluminium

Dalam coran aluminium unsur-unsur paduan sangat mempengaruhi

hasil dari coran aluminium tersebut, ada yang memberi pengaruh baik

dan ada juga yang memberikan pengaruh kurang baik. Berikut ini adalah

pengaruh unsur-unsur pada paduan aluminium.

1. Unsur silikon (Si)

• Pengaruh positif yang ditimbulkan unsur silikon (Si), yaitu :

− Mempermudah proses pengecoran.

− Meningkatkan daya tahan terhadap korosi.

− Memperbaiki sifat-sifat atau karakteristik coran.

• Pengaruh negatif yang ditimbulkan unsur silikon (Si), yaitu:

− Penurunan keuletan bahan terhadap beban kejut.

− Hasil cor akan rapuh jika kandungan Si terlalu tinggi.

2. Unsur tembaga (Cu)

• Pengaruh positif yang ditimbulkan unsur tembaga (Cu), yaitu

− Meningkatkan kekerasan bahan

(35)

− Mempermudah proses pengerjaan mesin.

• Pengaruh negatif yang ditimbulkan unsur tembaga (Cu), yaitu :

− Menurunkan daya tahan terhadap korosi.

− Mengurangi keuletan bahan.

− Mengurangi mampu bentuk dan mampu rol.

3. Unsur mangan (Mn)

• Pengaruh positif yang ditimbulkan unsur mangan (Mn), yaitu :

− Meningkatkan kekuatan dan daya tahan pada temperatur

tinggi.

− Meningkatkan daya tahan terhadap korosi.

− Mengurangi pengaruh buruk unsur besi.

• Pengaruh negatif yang ditimbulkan unsur mangan (Mn), yaitu :

− Menurunkan kemampuan penuangan.

− Meningkatkan kekasaran butiran partikel.

4. Unsur magnesium (Mg)

• Pengaruh positif yang ditimbulkan unsur magnesium (Mg),

yaitu :

− Mempermudah proses penuangan.

− Meningkatkan kemampuan pengerjaan mesin.

− Meningkatkan daya tahan terhadap korosi.

− Meningkatkan kekuatan mekanis.

− Menghaluskan butiran kristal secara efektif.

(36)

• Pengaruh negatif yang ditimbulkan unsur magnesium (Mg),

yaitu :

− Meningkatkan kemungkinan timbulnya cacat pada hasil

coran.

5. Unsur nikel (Ni)

• Pengaruh yang ditimbulkan unsur nikel (Ni), yaitu :

− Meningkatkan kekuatan dan ketahanan bahan pada

temperatur tinggi.

− Menurunkan pengaruh buruk unsur Fe dalam paduan.

− Meningkatkan daya tahan terhadap korosi.

6. Unsur besi (Fe)

• Pengaruh positif yang ditimbulkan unsur besi (Fe), yaitu :

− Mencegah terjadinya penempelan logam cair pada cetakan

selama proses penuangan.

• Pengaruh negatif yang ditimbulkan unsur besi (Fe), yaitu :

− Penurunan sifat mekanis.

− Penurunan kekuatan tarik.

− Timbulnya bintik keras pada hasil cor.

− Peningkatan cacat porositas.

7 Unsur seng (Zn)

• Pengaruh positif yang ditimbulkan unsur seng (Zn), yaitu :

− Meningkatkan sifat mampu cor.

(37)

− Meningkatkan keuletan bahan.

− Meningkatkan kekuatan terhadap beban kejut.

• Pengaruh negatif yang ditimbulkan unsur seng (Zn), yaitu :

− Menurunkan ketahanan korosi.

− Menurunkan pengaruh baik dari unsur besi (Fe).

− Menimbulkan cacat rongga udara.

8 Unsur perak (Ag)

• Pengaruh positif yang ditimbulkan perak (Ag), yaitu :

− Meningkatkan keuletan

− Memperhalus butiran kristal dan permukaan.

− Mempermudah proses penuangan.

• Pengaruh negatif yang ditimbulkan perak (Ag), yaitu :

(38)

26

3.1 Diagram Alir

Diagram alir penelitian pengecoran dapat digambarkan sebagai berikut :

Pengadaan bahan coran

Proses pengecoran Al-Si dan Cu 4.5% dengan variasi Ag : - Al-Si

- Al-Si dengan Cu 4.5 %

- Al-Si dengan Cu 4.5 % - Ag 1 % - Al-Si dengan Cu 4.5 % - Ag 2 % - Al-Si dengan Cu 4.5 % - Ag 3 %

Pengujian benda uji Uji komposisi

Pembuatan benda uji

Data hasil penelitian

Analisa data penelitian

Kesimpulan Referensi

(39)

3.2 Jenis Penelitian

Penelitian yang dilakukan merupakan studi kasus dan bersifat deskriptif kualitatif, yaitu suatu penelitian terhadap obyek tertentu dan kesimpulan yang diambil hanya terbatas pada obyek yang diteliti berdasarkan hasil analisa data yang telah dilakukan. Dalam hal ini obyek yang diteliti adalah pengaruh penambahan tembaga (Cu 4.5%) dan perak (Ag) dengan variasi penambahan antara 1% hingga 3% terhadap paduan aluminium dan silikon. Sedangkan sebagai bahan perbandingan digunakan coran aluminium murni sebagai pembanding.

3.3 Tahap Penelitian

Metode yang digunakan untuk memperoleh data-data atau informasi yang dibutuhkan dalam penelitian dibagi menjadi 3 tahap utama, yaitu :

1. Tahap persiapan

Tahap ini merupakan tahap perumusan masalah yang akan diangkat menjadi topik dalam penulisan, pengumpulan pustaka sebagai sumber informasi yang mendukung penelitian, dan penentuan batasan masalah agar penelitian tidak menyimpang dari topik rencana.

2. Tahap penelitian

(40)

• Penelitian pendahuluan

Yaitu suatu penelitian yang bertujuan untuk mengetahui keadaan dan sifat-sifat bahan sebelum diadakan pengecoran.

• Pelaksanaan penelitian

Yaitu penelitian yang dilakukan setelah penelitian pendahuluan selesai dilakukan dan pada tahap ini mulai dilakukan penelitian terhadap pengaruh penambahan Cu (4.5%) dan variasi Ag (1% – 3%) pada pengecoran Al-Si yang sesungguhnya.

3. Penelitian Kepustakaan

Suatu penelitian yang bertujuan untuk mendapatkan landasan teori mengenai masalah yang akan diteliti. Dasar-dasar teoritis diperoleh dari membaca literatur-literatur, jurnal dan sebagainya yang ada sangkut pautnya dengan masalah yang diteliti.

3.4 Data yang Dikumpulkan

Data yang dikumpulkan untuk penelitian ini meliputi : 1. Data pengecoran logam

2. Data dan grafik pengujian impak

3. Data dan grafik pengujian kekerasan Brinell 4. Data dan gambar pemotretan struktur mikro 5. Data pengujian komposisi kimia

(41)

3.5 Pelaksanaan Pengecoran

3.5.1 Bahan Coran

Bahan yang digunakan dalam pengecoran ini adalah aluminium-silikon (Al-Si). Paduan aluminium-silikon (Al-Si) yang dipakai didapat dari pelek kendaraan bermotor (mobil), tembaga (Cu) yang diperoleh dari kabel tembaga bekas yang sering digunakan oleh tukang kumpar dinamo,untuk perak (Ag) yang digunakan berasal dari industri kerajinan perak di kota gede yogyakarta.

3.5.2 Alat-alat yang digunakan

Alat-alat yang digunakan dalam proses pengecoran antara lain : 1. Tangki kompor minyak bertekanan + selang bahan bakar 2. Burner

3. Kompresor 4. Tang penjepit

5. Tungku dan kowi tanah liat 6. Thermokopel

7. Stopwatch 8. Cetakan pasir

(42)

3.5.3 Proses peleburan logam

Mula-mula pelek dipotong menjadi bagian kecil-kecil menggunakan gergaji agar dapat mempermudah proses peleburan. Setelah dipotong-potong aluminium kemudian dimasukkan dalam kowi yang berada di dalam tungku yang sebelumnya sudah dipanaskan dengan burner.

Aluminium mempunyai titik lebur sekitar 660° C. Setelah aluminium mencair/ melebur potongan tembaga (Cu 4.5%) dan butiran-butiran perak (Ag) dengan prosentase 1% dapat dimasukkan, kemudian diaduk hingga seluruh bahan mencair dan menjadi satu, cetakan pasir disiapkan untuk melakukan proses penuangan (dicatat lama waktu penuangannya) kemudian coran ditunggu sampai logam cair membeku/mengeras (dicatat waktu pembekuannya), demikian pula dengan variasi 2% dan 3%.

Prosedur Pengecoran secara lebih jelas adalah sebagai berikut : 1. Aluminium-silikon (Al-Si) dipotong-potong dan ditimbang

menurut komposisinya

2. Tembaga (Cu) ditimbang menurut prosentase komposisinya 3. Perak (Ag) ditimbang masing-masing komposisinya

4. Bahan bakar disiapkan bersama corong pengisian

(43)

6. Cetakan disiapkan

7. Kowi diletakan sedemikian rupa pada tungku yang sudah dipasangi burner

8. Api dihidupkan dan dicari yang paling baik nyalanya (dilakukan penyetelan nyala api burner)

9. Pada saat kowi mulai memanas bahan cor dimasukkan kurang lebih 5 menit dari pengapian sempurna

10.Setelah aluminium (Al) mencair tembaga (Cu) dan perak (Ag) dapat dimasukan.

11.Sekitar 3 menit semua bahan sudah melebur menjadi satu

12.Saat inilah kowi dapat diambil dari tungku dengan menggunakan tang penjepit untuk selanjutnya dituangkan ke dalam cetakan pasir yang tadi sudah dipersiapkan

13.Dalam penuangan membutuhkan waktu kurang lebih sekitar 8 detik

14. Membongkar cetakan setelah logam cair membeku.

3.5.4 Pelepasan hasil coran

(44)

gergaji tangan dan kikir, setelah itu baru dilanjutkan pada proses selanjutnya yaitu proses pembentukan benda uji.

3.6 Pembuatan Benda Uji

Hasil coran yang berupa balok dengan ukuran 20 mm × 20 mm × 200 mm kemudian dihaluskan dan diratakan dengan menggunakan Mesin Milling hingga dicapai ketebalan yang sudah ditentukan yaitu 10 mm.

(45)

Selanjutnya hasil coran dipotong menjadi tiga bagian dengan menggunakan mesin gergaji, ukuran potongan disesuaikan dengan bentuk pengujian Impact, pembuatan takikan dilakukan dengan Mesin Sekrap dengan kedalaman takikan 2 mm .

Gambar 3.2 Bentuk dan ukuran benda uji impak

(46)

Langkah-langkah Pembuatan Benda Uji dapat dijelaskan sebagai berikut : 1. Meratakan permukaan benda kerja menggunakan Mesin Frais/Milling

hingga diperoleh tebal benda 10 mm.

2. Membuat batang-batang benda uji, dengan panjang batang benda uji 55 mm dengan menggunakan mesin gergaji, kemudian dibuat takikan dengan menggunakan Mesin Sekrap.

Sisa dari potongan balok akan dipakai untuk melakukan pengujian kekerasan brinnel, foto mikro, foto makro, porositas, dan uji komposisi.

3.7 Peralatan Pengujian

Peralatan yang digunakan dalam proses pengujian antara lain :

1. Mesin Uji Impact Charpy milik Laboratorium Ilmu Logam Jurusan Teknik Mesin Universitas Sanata Dharma, Yogyakarta

2. Mesin uji kekerasan "Brinell hardness tester MOD 100 MR" milik Laboratorium Ilmu Logam Jurusan Teknik Mesin Universitas Sanata Dharma, Yogyakarta

3. Lup mikrometer untuk mengukur bekas injakan (kekerasan Brinell) 4. Mikroskop merek Union buatan Jepang, untuk mengetahui porositas dan

struktur mikro bahan

5. Kamera Nikon FM 2 dengan film berwarna ASA 200, untuk pemotretan struktur mikro

6. Jangka sorong

(47)

8. Autosol, kain, batu hijau, stopwatch, dan millimeter blok

3.8 Pengujian Hasil Coran

3.8.1 Pengujian Impak

Energi kejut yang dikenakan pada suatu bahan dapat dianalogikan dengan keuletan ( toughnees ) dari bahan tersebut. Pengukuran impact yang dilakukan di laboratorium biasanya menggunakan Uji Charpy seperti terlihat pada Gambar 3.4. Prinsip dasar pengujian ini adalah ayunan beban yang dikenakan pada benda uji ( specimen ). Energi yang diperlukan untuk mematahkan benda uji dihitung langsung dari perbedaan energi potensial pendulum pada awal ( dijatuhkan ) dan akhir setelah menabrak benda uji. Untuk memastikan bagian benda uji yang patah, perlu dibuat takikan pada benda uji tersebut.

(48)

h0 = R + R cos(180- )

= R – R cos = R (1 – cos )

h1 = R+R cos(180- )

= R – R cos = R (1 – cos )

Energi patah = m.g. h0 – m.g. h1

= m.g (h0 - h1)

= m.g [R (1 – cos ) - R (1 – cos )] = m.g.R [(1 – cos ) - (1 – cos )]

= G . R (cos – cos )

Tenaga patah = ( cos – cos ) joule (1)

Harga keuletan =

patahan penampang

Luas

patah Tenaga

(2)

Dengan :

G = Berat Pendulum/massa dikalikan percepatan grafitasi ( N ) R = Radius Pendulum ( mm )

Menggunakan R = 39,48 cm

= Sudut ayun awal ( sudut yang dibentuk Pendulum ke benda uji )

(49)

Langkah – langkah pelaksanaan pengujian : 1.Menaikkan lengan pendulum.

2. Memposisikan jarum penunjuk sudut didepan dial lengan ayun. 3. Melepaskan pengunci pendulum sehingga beban berayun tanpa

menahan benda uji (sudut ).

4.Memasang benda uji pada anvil ( dudukan ) dengan benar ( tepat di tengah ).

5. Menaikkan pendulum sesuai pada sudut yang ditentukan, seperti pada langkah 2.

6. Melepaskan pengunci, pendulum akan berayun mematahkan benda uji (sudut ).

(50)

3.8.2 Pengujian Kekerasan

Pengujian kekerasan yaitu untuk mengetahui kekerasan bahan yang merupakan ukuran ketahanan terhadap deformasi plastis. Pengujian dilakukan dengan menggunakan mesin uji Brinell Hardness Tester MOD 100 MR seperti terlihat pada gambar 3.6. Cara pengukuran kekerasannya adalah bola baja berdimeter 5 mm, ditekankan ke permukaan bagian dari benda uji dengan beban tertentu. Kemudian diameter bekas injakan penetrator diukur dengan menggunakan alat ukur optik. Cara Brinell ini dilakukan dengan penekanan sebuah bola (penetrator) yang terbuat dari baja krom ke permukaan benda uji Tekanan yang digunakan berupa gaya tekan statis. Permukaan yang diuji harus bersih dan rata. Setelah gaya tekan ditiadakan pada benda uji akan terdapat bekas injakan penetrator, kemudian diameter bekas injakan tadi diukur secara teliti untuk dipakai dalam perhitungan uji kekerasan seperti terlihat pada gambar 3.5. Kekerasan ini disebut “Kekerasan Brinell” yang disingkat dengan HB atau BHN (Brinell Hardness Number). Besarnya harga kekerasan brinell dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut, (Dieter, 1996) :

HB =

) ( 2 2 2 d D D D P − −

π mm2

kg

(51)

dengan :

P = gaya yang bekerja pada penetrator (kg)

D = diameter penetrator (mm)

d = diameter bekas injakan (mm)

Gambar 3.5 Dimensi pengujian dan perhitungan kekerasan Brinell

Bola Brinell tidak boleh terdeformasi saat pengujian benda uji.

Bola Brinell mempunyai standar dengan diameter (D). Saat

pengujian Brinell ini, perlu diperhatikan beban tekan (P), diameter

bola dan jenis logam uji. Besar beban yang bekerja tergantung pada

diameter bola dan jenis benda uji. Diameter penetrator yang

digunakan tergantung pada tabel benda uji. Penentu diameter dan

tebal benda uji seperti terlihat pada tabel 3.1. untuk benda uji dengan

tebal 1-3 mm menggunakan D=2,5, untuk tebal benda uji 3-6 mm

(52)

menggunakan D=10. sedangkan untuk menentukan beban

disesuaikan dengan angka kekerasan rata-rata dan bahan benda uji,

dalam penelitian ini menggunakan aluminium maka

2

D P

= 5, seperti

terlihat pada tabel 3.2. selanjutnya setelah ditentukan 2

D P

, maka

beban dapat dihitung. jika untuk D=5 mm dan 2

D P

= 5, sehingga P=

5. D2 = 125 kg, seperti terlihat pada tabel 3.3.

Tabel 3.1 Tabel Kesesuaian tebal benda uji dengan diameter penetrator

Tebal benda uji (mm) Diameter penetrator 1 – 3 D = 2,5

3 – 6 D = 5 > 6 D = 10

Tabel 3.2 Tabel kesesuaian kekerasan dengan bahan

HB rata-rata

2

D

P Bahan

160 30 Baja, besi cor

160 – 80 10 kuningan

80 – 20 5 Aluminium, tembaga

Tabel 3.3 Tabel Penentu bola tekan benda dan penentu diameter penetrator

Diameter penetrator (D = mm)

5 2 = D P 10 2 = D P 30 2 = D P Gaya (kg)

(53)

Langkah – langkah pelaksanaan pengujian :

1. Membersihkan dan menghaluskan permukaan benda uji dengan

amplas supaya permukaannya rata dan halus.

2. Menentukan diameter penetrator dan besarnya gaya penekanan.

3. Melakukan penekanan injektor dengan cara memutar hendel

penekan, hingga mencapai gaya penekanan yang diinginkan,

lama penekanan diukur dengan stopwatch selama 30 detik

4. Melakukan pengujian hingga mendapat 3 bekas injakan dengan

tempat yang berbeda.

5. Memindahkan benda uji yang telah selesai diuji dari alat uji dan

mengamati besarnya lubang bekas penetrator dengan lup

mikrometer.

6. Mencatat data yang ada dari hasil pengujian yang dilakukan dan

menghitung harga kekerasan untuk tiap benda uji.

(54)

3.8.3 Pengamatan Struktur Mikro

Dalam pengujian ini kualitas bahan ditentukan dengan

mengamati struktur benda uji dengan menggunakan mikroskop,

disamping itu dapat pula mengamati cacat dan bagian yang tidak

teratur. Struktur mikro dari suatu bahan dapat diketahui dengan cara

memfoto yang sudah dietsa. Pengamatan struktur mikro dilakukan

dengan tujuan untuk mempelajari sifat-sifat logam dan akibat dari

perlakuan panas dengan mikroskop, serta memeriksa struktur logam.

Bila cahaya yang dipantulkan masuk ke dalam lensa mikroskop

metal, permukaan akan tampak terlihat dengan jelas. Bila berkas

dipantulkan dan tidak mengenai lensa, daerah itu akan tampak hitam.

Batas butir akan tampak seperti mengelilingi setiap butir dan cahaya

tidak dipantulkan ke dalam lensa. Jadi batas butir tampak seperti

garis-garis hitam. Pada gambar berikut akan tampak arah pemantulan

cahaya.

(55)

Langkah – langkah pelaksanaan pengujian :

1. Menghaluskan benda uji dan membersihkan sisinya sehingga

permukaan tersebut rata dan sejajar, dengan menggunakan

amplas mulai dari yang kasar sampai amplas yang paling halus.

2. Menggosok benda uji dengan autosol hingga permukaannya

mengkilat, kemudian membersihkan benda uji dengan cara

mencuci dengan air kemudian dikeringkan.

3. Memasang benda uji di bawah mikroskop, dan mengatur lensa

dengan perbesaran 50X, kemudian mengamati gambar dan

mengambil gambar dengan kamera.

4. Gambar yang difoto sebelum benda uji dietsa ini nantinya akan

digunakan untuk perhitungan porositas bahan.

5. Mengetsa benda uji dengan menggunakan larutan NaOH 50%.

6. Setelah itu benda uji dimasukan ke dalam cairan alkohol untuk

menetralkan bahan etsa kemudian dilap dan dikeringkan.

7. Benda uji dipasang di bawah mikroskop, dan lensa diatur dengan

perbesaran 50X, 100X, 200X, dan masing-masing gambarnya

(56)

Gambar 3.8 Mikroskop Metalography dilengkapi dengan Kamera

3.8.4 Pengamatan Porositas Hasil Coran

Pengujian yang dilakukan untuk mengetahui kepadatan

molekul dari benda tersebut. Pada pengujian ini yang patut diketahui

adalah sedikit banyaknya pori-pori, dengan kita mengetahui sedikit

banyaknya pori-pori yang ada di benda tersebut dapat memberi

kesimpulan pada kita bahwa semakin sedikit pori-pori suatu benda

berarti semakin padat molekul yang terdapat pada benda tersebut dan

sebaliknya. Porositas atau cacat lubang jarum dapat terjadi apabila

gas hidrogen yang terbawa dalam logam cair terjebak selama proses

pembekuan. Penyebab utamanya adalah adanya gas yang terserap

dalam logam cair selama penuangan coran. Beberapa upaya untuk

mencegah timbulnya cacat pori-pori ini diantaranya dengan

melakukan perencanaan sistem saluran masuk yang baik

Tujuan dari pengujian porositas adalah untuk :

1. Mengetahui cacat rongga udara yang terdapat dalam coran.

(57)

Langkah – langkah pelaksanaan pengujiaan :

1. Menempelkan foto mikro dengan perbesaran 50 X di bawah

kertas millimeter blok yang sudah menjadi transparasi sehingga

foto tersebut terbagi ke dalam blok-blok kecil dan kemudian

dihitung.

2. Menjumlahkan seluruh daerah hitam (pori-pori) yang mengisi

kotak millimeter blok.

3. Membagi kedua luasan dan mengalikan 100% hasilnya maka

akan didapatkan persentase porositas.

Perhitungan dilakukan dengan cara membagi hasil coran menjadi

blok-blok kecil kemudian dilakukan perhitungan jumlah pori hitam pada foto.

Perhitungan dilakukan menggunakan persamaan berikut :

% 100 × = total luasan jumlah porositas luasan jumlah porositas

Persentase (4)

3.8.5 Pengujian Komposisi Kimia

Pengujian komposisi kimia adalah untuk mengetahui apakah

komposisi kimia dari benda coran sesuai dengan yang diharapkan. Dengan

demikian kita dapat mengetahui seberapa banyak unsur paduan yang larut

ke dalam coran. Mesin uji yang digunakan adalah jenis spektrometer

Metal Scan. Seperti terlihat pada gambar 3.9. Jalannya pengujian

komposisi kimia adalah sebagai

(58)

1. Menyalakan semua peralatan pendukung dan menyambungkan dengan

arus listrik dan menunggu beberapa saat sampai spektrometer siap

melakukan pengujian.

2. Setelah spektrometer siap, kemudian memilih program yang akan

diuji.

3. Melakukan standarisasi benda uji.

4. Melakukan pengujian pada sampel benda uji setelah selesai

distandarisasi.

5. Menganalisa sampel benda uji :

• Meletakkan sampel benda uji pada dudukan kerja, kemudian

menekan tombol start pada alat dimana analisa sampel mulai

dilakukan, penekanan sampel tidak dilepas sampai bunyi spark

terdengar.

• Melakukan penembakan minimal 4 kali pada tempat yang berbeda.

• Setiap selesai penembakan melakukan pembersihan pada pin

penembakan.

• Print out hasil uji komposisi kimia didapatkan.

(59)
(60)

48

Dalam pengujian paduan aluminium-silikon ini, penambahan unsur tembaga

(Cu 4.5%) dan perak (Ag) yang diberikan sebesar 1%, 2%, dan 3%. Penambahan

Cu dan variasi Ag adalah untuk mengetahui perubahan sifat-sifat fisis dan

mekanisnya.

4.1 Pengujian Impak

Dalam pelaksanaan pengujian impak ini, setiap variasi benda uji

menggunakan empat buah spesimen dengan Cu 4.5% - variasi Ag 1%, 2%,

dan 3%. Dari kempat spesimen yang telah diuji itu kemudian ditentukan

rata-rata sudut setelah ada benda uji ( ), sehingga dengan melakukan

pengujian impak ini akan diperoleh harga keuletan. Dari hasil pengujian

tarik didapatkan grafik seperti di bawah ini.

Tabel 4.1 Tabel Uji Impak

No Bahan Sudut Sudut

rata-rata

1 2 3

1 Al-Si 126 127 129 127,3

2 Al-Si-Cu 4.5% 128 124 125 125,5

3 Al-Si-Cu 4.5%-Ag 1% 120 123 122 121,6

4 Al-Si- Cu 4.5%-Ag 2% 121 122 124 122,3

(61)

Gambar 4.1. Grafik Harga Keuletan

Dari gambar grafik harga keuletan diatas dapat dilihat bahwa harga

keuletan terbesar terdapat pada paduan Al-Si yang telah ditambahkan unsur

Cu (4.5%) - Ag sebanyak 1% (2) adalah sebesar 21 kJ/m2. Penambahan

unsur Cu-Ag dalam jumlah yang semakin sedikit menyebabkan peningkatan

harga keuletan. semakin sedikit penambahan nilai Ag maka semakin besar

pula harga keuletannya,sebaliknya bila semakin banyak penambahan Ag

maka akan semakin kecil harga keuletannya. Besarnya harga keuletan dari

seluruh variasi adalah sebagai berikut:

Tabel 4.2 Tabel Harga keuletan

No

Bahan HargaKeuletan

(joule/mm2)

1 Al-Si 0.013

2 Al-Si_Cu 4.5%-Ag 1% 0.021

3 Al-Si- Cu 4.5%-Ag 2% 0.019

4 Al-Si- Cu 4.5%-Ag 3% 0.018

(62)

Tabel 4.3 Data Uji Kekerasan

No Bahan P

(kg) D

(mm)

d (mm)

Rata-rata d d1 d2 d3

1 Al-Si 125 5 1,28 1,32 1,31 1,30

2 Al-Si-Cu 4.5%-Ag 1% 125 5 1,33 1,37 1,40 1,36

3 Al-Si-Cu 4.5%-Ag 2% 125 5 1,32 1,37 1,38 1,35

4 Al-Si-Cu4.5%-Ag 3% 125 5 1,30 1,33 1,35 1,32

5 Al-Si-Cu4.5% 125 5 1,29 1,34 1,30 1,31

Gambar 4.2 Grafik Pengujian Kekerasan

Pada pengujian kekerasan ini dilakukan dengan cara memberikan

penekanan pada setiap variasi dengan alat uji kekerasan. Setiap variasi diberikan 3

kali penekanan pada tempat yang berbeda, tekanan yang diberikan sebesar 125 kg.

Dari grafik diatas angka kekerasan tertinggi terdapat pada paduan Al-Si yaitu

(63)

pada tabel berikut ini :

Tabel 4.4 Tabel pengujian kekerasan

No Bahan BHN

1 Al-Si 92.555

2 Al-Si_Cu 4.5%-Ag 1% 84.426

3 Al-Si- Cu 4.5%-Ag 2% 85.706

4 Al-Si- Cu 4.5%-Ag 3% 89.722

5 Al-Si- Cu 4.5% 91.122

4.3 Pengamatan Struktur Mikro

Pengamatan struktur mikro bertujuan untuk mengamati perubahan

besar butir yang terjadi pada setiap variasi coran. Pengamatan struktur mikro

dilakukan pada benda uji yang sudah dietsa, adapun fungsi etsa adalah untuk

(64)

Gambar 4.3 Struktur mikro Al-Si

Gambar 4.4 Struktur mikro Al-Si-Cu 4.5%

100µm

(65)

Gambar 4.5 Struktur mikro Al-Si-Cu 4.5%-Ag 1%

(66)

Gambar 4.7 Struktur mikro Al-Si-Cu 4.5%-Ag 3%

Dari Gambar 4.3 s/d 4.7 dapat dilihat bahwa pada setiap variasi

memiliki struktur mikro yang berbeda-beda. Pada paduan Al-Si struktur

lebih merata, ini menyebabkan kekerasannya lebih baik. Sedangkan untuk

paduan yang telah diberi variasi Tembaga 4.5% dan Perak 1% sampai

dengan 3% Ag lebih renggang atau besar, sehingga terjadi penurunan

kekerasan.

(67)

4.4 Pengamatan Porositas

Gambar 4.8 Grafik Porositas

Tabel 4.5 Tabel pengujian porositas

No Bahan Porositas

(%)

1 Al-Si 5,04

2 Al-Si-Cu 4.5% 4,96

3 Al-Si-Cu 4.5%-Ag 1% 1,68

4 Al-Si-Cu 4.5%-Ag 2% 1,16

(68)

Gambar 4.9 Penampang porositas paduan Al-Si

(69)

Gambar 4.11 Penampang porositas paduan Al-Si-Cu 4.5%-Ag 1%

Gambar 4.12 Penampang porositas paduan Al-Si-Cu 4.5%-Ag 2% 400µm

(70)

Gambar 4.13 Penampang porositas paduan Al-Si-Cu 4.5%-Ag 3%

Porositas didapatkan dari benda uji struktur mikro tetapi yang belum

dietsa, caranya adalah dengan memfoto benda uji yang belum dietsa dengan

bantuan mikroskop. Kemudian hasil cetakan foto tersebut diletakan dibawah

millimeter blok yang sudah ditransparasi, warna hitam yang terdapat pada foto

tersebut diasumsikan sebagai porositas. Dari gambar terlihat bahwa porositas

terbanyak justru terdapat pada paduan Al-Si. Hal ini disebabkan karena adanya

udara yang terjebak pada waktu proses penuangan dan proses pembekuan yang

tidak merata. Terbentuknya cacat dalam coran dapat dipengaruhi oleh unsur

paduan yang memiliki titik cair yang berbeda serta proses pembekuan yang tidak

sama, biasanya cacat banyak terjadi pada bagian yang paling lambat membeku.

Berbeda dengan benda yang dilakukan pengecoran di pabrik pasti hasilnya lebih

baik, karena memakai peralatan yang lebih canggih.

(71)

Pengamatan komposisi kimia adalah untuk mengetahui unsur variasi paduan

yang masuk ke dalam coran apakah sesuai dengan yang diharapkan.

Dari hasil pengujian komposisi kimia dapat dilihat bahwa variasi unsur Cu yang

ada sebesar 4,18% dan variasi unsur Ag sebesar 2,26%. Walaupun kekurangan

sebesar 0.32% untuk variasi unsur Cu dan 0,74% untuk variasi unsur Ag tetapi

masih dapat ditoleransi, kekurangan unsur ini disebabkan karena unsur Cu dan Ag

(72)

60 BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Dari hasil pengujian dan pembahasan diatas dapat di tarik kesimpulan

sebagai berikut :

1. Harga keuletan terbesar terdapat pada paduan Al-Si dengan Cu

4.5%-Ag 1%, yaitu sebesar 21 kJ/m2. Dan keuletan terkecil terdapat pada

paduan Al-Si, yaitu sebesar 13 kJ/m2.

2. Nilai kekerasan tertinggi terdapat pada paduan Al-Si, sebesar 92,555

BHN. Sedangkan untuk nilai kekerasan terendah terdapat pada paduan

Al-Si dengan Cu 4.5%-Ag 1% dengan nilai 84.426 BHN.

3. Porositas terbanyak terdapat pada paduan Al-Si yaitu sebesar 5,04%, dan

porositas terkecil terdapat pada paduan Al-Si dengan variasi Cu

4.5%-Ag 3% yaitu sebesar 0,78%.

5.2 Saran

1. Alat-alat uji dan alat-alat yang mendukung tugas akhir sebaiknya harus

dirawat dengan baik, atau yang sudah rusak harus segera dibelikan yang

baru karena itu sangat berpengaruh pada pengambilan data.

2. Buku-buku referensi tentang bahan yang ada di perpustakaan sebaiknya

(73)

61

Dieter, G.E., 1996, Metalurgi Mekanik, Edisi ketiga, alih bahasa, Djaprie, S., Erlangga, Jakarta

Raharjo, C.B., 2009, Pengaruh Penambahan Perak terhadap Sifat Fisis dan Mekanis Coran Al-Si, Skripsi, Fakultas Sains dan Teknologi, Universitas Sanata Dharma, Yogyakarta.

Susanto, A.F., 2007, Sifat Fisis dan Mekanis Paduan Al-Si-Zn, Skripsi, Fakultas Teknik, Universitas Sanata Dharma, Yogyakarta.

Surdia, T., Chijiiwa, K., 1984, Pengetahuan Bahan Teknik, Pradnya Paramita, Jakarta.

(74)
(75)

Perhitungan Nilai keuletan

Massa pendulum (M) = 1,357 kg

Berat pendulum (G) = 1,357 x 9,81

= 13,31 N

Radius pendulum (R) = 39,48 cm

= 0,394 m

Sudut α ( tanpa benda uji) = 147°

No Bahan Sudut Sudut

rata-rata

1 2 3

1 Al-Si 126 127 129 127,3

2 Al-Si-Cu 4.5% 128 124 125 125,5

3 Al-Si-Cu 4.5%-Ag 1% 120 123 122 121,6

4 Al-Si- Cu 4.5%-Ag 2% 121 122 124 122,3

5 Al-Si- Cu 4.5%-Ag 3% 123 124 122 123

Harga keuletan dapat ditentukan dengan persamaan berikut:

Tenaga Patah = GR

(

cosβ −cosα

)

joule

Harga Keuletan = 2

mm joule patahan penampang Luas patah Tenaga Perhitungan:

1. Harga Keuletan Al-Si =

patahan penampang Luas patah Tenaga =

(

)

10 8 cos cos ⋅ − ⋅

R β α

G =

(

)

10 8 147 cos 3 , 127 cos 394 , 0 31 , 13 ⋅ − ⋅ ⋅
(76)

2. Harga Keuletan Al-Si-Cu 4.5% = patahan penampang Luas patah Tenaga =

(

)

10 8 cos cos ⋅ − ⋅

R β α

G =

(

)

10 8 147 cos 5 , 125 cos 394 , 0 31 , 13 ⋅ − ⋅ ⋅

= 0,017 joule / mm2

3. Harga Keuletan Al-Si-Cu 4.5%-Ag 1% =

patahan penampang Luas patah Tenaga =

(

)

10 8 cos cos ⋅ − ⋅

R β α

G =

(

)

10 8 147 cos 6 , 121 cos 394 , 0 31 , 13 ⋅ − ⋅ ⋅

= 0,021 joule / mm2

4. Harga Keuletan Al-Si-Cu 4.5%-Ag 2% =

patahan penampang Luas patah Tenaga =

(

)

10 8 cos cos ⋅ − ⋅

R β α

G =

(

)

10 8 147 cos 3 , 122 cos 394 , 0 31 , 13 ⋅ − ⋅ ⋅

= 0,019 joule / mm2

5. Harga Keuletan Al-Si-Cu 4.5%-Ag 3% =

patahan penampang Luas patah Tenaga =

(

)

10 8 cos cos ⋅ − ⋅

R β α

G =

(

)

10 8 147 cos 123 cos 394 , 0 31 , 13 ⋅ − ⋅ ⋅
(77)

Dari perhitungan diatas sehingga didapat harga keuletan, seperti pada tabel

dibawah :

No

Bahan HargaKeuletan

(joule/mm2)

1 Al-Si 0.013

2 Al-Si_Cu 4.5%-Ag 1% 0.021

3 Al-Si- Cu 4.5%-Ag 2% 0.019

4 Al-Si- Cu 4.5%-Ag 3% 0.018

5 Al-Si- Cu 4.5% 0,017

Perhitungan Kekerasan Brinell

Data pengujian Uji Kekerasan

No Bahan P

(kg) D

(mm)

d (mm)

Rata-rata d

d1 d2 d3

1 Al-Si 125 5 1,28 1,32 1,31 1,30

2 Al-Si-Cu 4.5%-Ag 1% 125 5 1,33 1,37 1,40 1,36

3 Al-Si-Cu 4.5%-Ag 2% 125 5 1,32 1,37 1,38 1,35

4 Al-Si-Cu4.5%-Ag 3% 125 5 1,30 1,33 1,35 1,32

5 Al-Si-Cu4.5% 125 5 1,29 1,34 1,30 1,31

Angka kekerasan dapat ditentukan dengan persamaan berikut

Angka kekerasan Brinell (BHN) :

(

2 2

)

2 d D D D P − − π Dengan:

P = beban yang diberikan pada Indentor (kg)

D = diameter Indentor (mm)

(78)

Perhitungan:

1.Al-Si =

(

2 2

)

2 d D D D P − − π =

(

2 2

)

30 , 1 5 5 5 125 2 − − ⋅ π = 92,555

2.Al-Si-Cu 4.5% =

(

2 2

)

2 d D D D P − − π =

(

2 2

)

31 , 1 5 5 5 125 2 − − ⋅ π = 91,122

3.Al-Si-Cu 4.5%-Ag 1% =

(

2 2

)

2 d D D D P − − π =

(

2 2

)

Gambar

Gambar 2.2 Bagian-Bagian Sistem Saluran dalam Cetakan
Gambar 3.1 Mesin Milling
Gambar 3.2 Bentuk dan ukuran benda uji impak
Gambar 3.4 Mesin Uji Impact Charpy
+7

Referensi

Dokumen terkait

Berdasar teori tersebut maka perlu dilakukan penelitian mengenai pengaruh perlakuan panas penuaan ( aging ) pada paduan aluminium yang mengandung silikon (Si), tembaga

Tembaga (Cu): Jenis paduan yang dapat diperlakukan panas ( heat treatable alloy ). Paduan aluminium-tembaga juga menghasilkan sifat yang keras dan kuat, namun rapuh. Umumnya, untuk

Heat Treatment terhadap perubahan sifat fisis dan mekanis pada. aluminium

Material yang diteliti adalah Aluminium bekas ( Al,Si,Cu ). Material yang diteliti adalah aluminium bekas

Mengetahui komposisi kimia yang terkandung dalam aluminium paduan dari hasil pengecoran dan aluminium velg sprint yang mengacu pada standar ASTM E1251... Mengetahui dan

Porositas  didapatkan  dari  benda  uji  struktur  mikro  tetapi  yang  belum  dietsa,  caranya  adalah  dengan  memfoto  benda  uji  yang  belum  dietsa 

Hasil pengujian tarik yang telah dilakukan pada benda uji paduan Al-Si- 4,5%Cu-4%Zn baik yang mengalami perlakuan panas aging maupun tanpa perlakuan panas aging menunjukkan

Adapun proses peleburannya adalah memasukkan logam tembaga terlebih dahulu hingga mencair pada temperatur 1080ºC kemudian logam seng dapat dimasukkan ke dalam krus hingga