SIFAT FISIS DAN MEKANIS ALUMINIUM PADUAN
TUGAS AKHIR
Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Teknik
Jurusan Teknik Mesin
Disusun Oleh:
ANTONIUS AGUS PRIHARTANTO
NIM : 025214118
PROGRAM STUDI TEKNIK MESIN
JURUSAN TEKNIK MESIN
FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI
UNIVERSITAS SANATA DHARMA
i
SIFAT FISIS DAN MEKANIS ALUMINIUM PADUAN
TUGAS AKHIR
Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Teknik
Jurusan Teknik Mesin
Disusun Oleh:
ANTONIUS AGUS PRIHARTANTO
NIM : 025214118
PROGRAM STUDI TEKNIK MESIN
JURUSAN TEKNIK MESIN
FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI
UNIVERSITAS SANATA DHARMA
ii
OF ALUMINIUM ALLOYS
FINAL PROJECT
Presented as Partial fulfillment of the Requirements To Obtain the Sarjana Teknik Degree
In Mechanical Engineering
By :
ANTONIUS AGUS PRIHARTANTO
Student Number : 025214118
MECHANICAL ENGINEERING STUDY PROGRAM
MECHANICAL ENGINEERING DEPARTMENT
ENGINEERING FACULTY
SANATA DHARMA UNIVERSITY
v
Tinggi, dan sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang
pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu
dalam naskah ini dan disebutkan dalam daftar pustaka.
Yogyakarta, Januari 2008
vi
!
!
!
!
""""
vii
Puji dan syukur kehadirat Tuhan Yesus Kristus yang telah memberi berkat, semangat, harapan baru, rahmat dan cinta kasih yang berlimpah di dalam penulisan tugas akhir ini hingga selesai.
Tugas akhir ini merupakan salah satu syarat yang harus dipenuhi bagi mahasiswa Teknik Mesin sebelum dinyatakan lulus sebagai Sarjana Teknik. Dalam pelaksanaan dan penulisan tugas akhir ini tidak lepas dari bantuan berbagai pihak, baik berupa materi, bimbingan, kerja sama serta dukungan moril. Dalam kesempatan ini penulis mengucapkan terimakasih kepada :
1. Romo Ir. Greg Heliarko, S.J., S.S., B.S.T., M.A., M.Sc., selaku Dekan Fakultas Teknik Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.
2. Bapak Budi Sugiharto, S.T., M.T., selaku Ketua Program Studi Teknik Mesin Universitas Sanata Dharma.
3. Bapak Yosef Agung Cahyanta, S.T., M.T., selaku Dosen pembimbing akademik..
4. Bapak Doddy Purwadianto, S.T., M.T., selaku Dosen Pembimbing Tugas Akhir.
5. Seluruh dosen dan karyawan Fakultas Teknik Universitas Sanata Dharma. 6. Bapak. Martono, Bpk. Ronny, Bpk. Intan dan semua Laboran yang lain. 7. Kepada orang tua dan saudara-saudara saya, terimakasih atas dukungan
viii akhir ini.
Yogyakarta, Januari 2008
ix
lainya sebesar 2,65%. Tujuan dari penelitian ini untuk mengetahui sifat fisis dan mekanis paduan aluminium setelah di semprot dengan air laut, juga dilakukan pengujian pada saat kondisi awal ( hasil fabrikasi ).
Proses penelitian yang dilakukan adalah paduan aluminium yang disemprot dengan air laut dengan perbandingan 1 : 3 selama 5 hari dan 7 hari dan perbandingan 1 : 4 dengan lama penyemprotan 5 hari dan 10 hari. Pengujian yang dilakukan adalah uji tarik, uji kelelahan, dan analisis struktur mikro dan makro.
x
HALAMAN PENGESAN PEMBIMBING …...……...iii
HALAMAN PENGESAHAN PENGUJI DAN DEKAN ...iv
HALAMAN PERNYATAAN ….………...…….…...v
HALAMAN PERSEMBAHAN ………...………...…vi
KATA PENGANTAR ……...………...………....vii
INTISARI ...………...…………....…ix
DAFTAR ISI ………...…...………...x
DAFTAR GAMBAR………...………....xiii
DAFTAR TABEL …....………...…...xiv
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian...1
1.2 Tujuan Penelitian..………...…...……..…2
1.3 Batasan Penelitian……….………...………...2
1.4 Metode Penelitian ………...………...…...…2
BAB II DASAR TEORI 2.1 Sifat-sifat Aluminium...5
2.2 Produksi Alumina...6
2.2.1 Proses Pengolahan Alumina...7
2.2.2 Proses Elektrolisa Alumina Menjadi Aluminium...7
xi
2.4.3 Paduan Al-Cu……….………..…14
2.5 Pengaruh Unsur Paduan Dalam Aluminium………..…14
2.6 Pengujian Bahan……….………...….18
2.7 Pengujian Merusak……….20
2.7.1 Pengujian Tarik………..……..…20
2.7.2 Pengujian Kelelahan………..………...…24
2.8 Korosi……….25
2.8.1 Macam – macam korosi ………..27
2.8.2 Laju korosi ………..28
2.8.3 Faktor – faktor yang mempengaruhi korosi...20
2.8.4 Lelah korosi...31
2.9 Pengujian struktur kristal...33
2.10 Patahan dan putus pada benda uji...33
BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Skema Penelitian………...………..…35
3.2 Bahan dan Peralatan………...………….…36
3.3 Pembuatan Benda Uji……….…….37
3.3.1 Uji Tarik………...………….37
xii
3.4.2 Pengujian Kelelahan………..…………...……41
3.4.3 Pengujian Struktur Mikro……….…………...….42
3.4.4 Pengujian Struktur Makro………...….43
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Uji Komposisi………...….44
4.2 Pengujian Tarik……….………..45
4.2.1 Pembahasan Uji Tarik ...49
4.3 Pengujian Kelelahan...49
4.3.1 Pembahasan Uji Kelelahan...54
4.4 Pengamatan Struktur Mikro...55
4.4.1 Pembahasan Struktur Mikro...58
4.5 Pengamatan Struktur Makro...59
4.5.1 Pembahasan Struktur Makro...61
BAB V PENUTUP 5.1Kesimpulan...62
5.2Saran...63 DAFTAR PUSTAKA
xiii
Gambar 2.2 Proses Elektrolisa Alumina Menjadi Aluminium...8
Gambar 2.3 Hubungan Tegangan dan Regangan Uji Tarik...21
Gambar 3.1 Benda Uji Tarik………...37
Gambar 3.2 Benda Uji Kelelahan...39
Gambar 3.3 Benda Uji Kekerasan dan Struktur Mikro...40
Gambar 4.1 Grafik Hubungan Kekuatan Tarik Dengan Jenis Perlakuan...48
Gambar 4.2 Grafik Hubungan Regangan Dengan Jenis Perlakuan...48
Gambar 4.3 Grafik Hubungan Tegangan Dengan Jumlah Siklus...54
Gambar 4.4 Kawat Dengan Ukuran Sebenarnya 0,13mm Dengan Perbesaran 200x...55
Gambar 4.5 Struktur Mikro Pada Kondisi 1 : 3 Selama 5 hari, Perbesaran 200×...56
Gambar 4.6 Struktur Mikro Pada Kondisi 1 : 3 Selama 7 hari, Perbesaran 200×...57
Gambar 4.7 Struktur Mikro Pada Kondisi 1 : 5 Selama5 hari, Perbesaran 200×...57
Gambar 4.8 Struktur Mikro Pada Kondisi 1 : 5 Selama 10 hari, Perbesaran 200×...58
Gambar 4.9 Penampang Patahan Lelah Material 1: 3 Selama 5 hari...59
xv
Tabel 2.3 Klasifikasi Paduan Aluminium Cor………...12
Tabel 2.4 Sifat-Sifat Mekanis Paduan Aluminium Cor...13
Tabel 3.1 Ukuran Benda Uji Tarik Menurut Standar...38
Tabel 4.1 Komposisi Paduan Aluminium...44
Tabel 4.2 Data Uji Tarik Benda Uji 1: 3 Selama 5 Hari...46
Tabel 4.3 Data Uji Tarik Benda Uji 1 : 3 Selama 7 Hari...46
Tabel 4.4 Data Uji Tarik Benda Uji 1 : 4 Selama 5 Hari...47
Tabel 4.5 Data Uji Tarik Benda Uji 1 : 4 Selama 10 Hari...47
Tabel 4.6 Data Uji Kelelahan Benda Uji 1 : 3 Selama 5 Hari...50
Tabel 4.7 Data Uji Kelelahan Benda Uji 1 : 3 Selama 7 Hari...51
Tabel 4.7 Data Uji Kelelahan Benda Uji 1 : 4 Selama 5 Hari...52
1
1.1. Latar Belakang Penelitian
Kemajuan teknologi khususnya pada bidang industri yang semakin pesat dan
permintaan akan kebutuhan konsumen dalam jumlah yang cukup besar dan kualitas
baik juga tentunya, menjadi tangung jawab dan motivasi manusia untuk terus dapat
mengolah dan menciptakan sesuatu yang bermanfaat dari sumber daya yang ada.
Khususnya pada bidang teknik yang melakukan penelitian dan pengujian pada
bahan-bahan yang terdapat di alam baik itu berupa bahan-bahan ferrous (yang mengandung logam)
maupun non ferrous (bukan logam). Karena dari bermacam bahan yang ada tersebut
mempunyai sifat dan karakter yang berbeda-beda seperti sifat fisis, mekanik,
komposisi, dan mempunyai kelebihan dan kekurangan juga tentunya.
Berdasarkan dari hal-hal tersebut, penulis akan melakukan penelitian
mengenai bahan yang mengandung logam tepatnya aluminium paduan. Yang mana
penelitian ini sebagai bahan tugas akhir, karena penggunaan aluminium yang semakin
banyak didipergunakan dalam berbagai bidang dewasa ini. Ini disebabkan aluminium
mempunyai sifat tahan korosi, tidak beracun, ringan, pengahantar panas yang baik
dan mudah dibentuk.
Sifat-sifat yang dimiliki suatu logam dapat diperbaiki dengan suatu perlakuan
panas, ataupun dengan cara penambahan unsur paduan lain. Penelitian ini untuk
panas. Selain dipergunakan untuk peralatan rumah tangga, aluminium banyak juga
dipergunakan untuk keperluan industri diantaranya bahan untuk body pesawat
terbang, mobil, kapal laut, elektronik, konstruksi dan lain sebagainya.
1.2. Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh semptotan air laut
terhadap sifat fisis dan mekanis pada aluminium paduan, yaitu :
1. Kekuatan tarik
2. Kelelahan
3. Struktur Mikro dan Struktur Makro
1.3. Batasan Penelitian
Dalam penelitian ini diberikan batasan-batasan masalah agar dapat terarah dan
lebih sistematis. Aluminium paduan (Al-Si-Cu) akan diuji sesudah disemprot dengan
air laut dengan prosentase air laut yang telah ditentukan dengan waktu 5hari 7 hari
dan 10 hari.
1.4. Metode Penelitian
Metode penelitian yang dilakukan adalah untuk pembuatan sampel di
laboratorium teknologi mekanik. Pengujian tarik, uji kelelahan, pengujian struktur
Dharma Yogyakarta. Metode penelitian ini, diharapkan mahasiswa mengetahui
sifat-sifat fisis dan mekanis pada aluminium paduan (Al-Si-Cu).
Pengujian tarik dilakukan untuk mengetahui kekuatan tarik dan regangan
benda uji. Penarikan dilakukan sampai bahan penelitian (spesimen) mengalami patah
sehingga dapat diketahui beban maksimumnya dan alat yang digunakan adalah mesin
uji tarik.
Pengujian kelelahan dalam penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk
menentukan batas lelah suatu material dengan suatu pembebanan. Untuk mengtahui
karakteristik tegangan perpatahan logam yang terjadi secara berulang-ulang.
Untuk pengujian struktur mikro pada sampel dilakukan foto struktur mikro
(fasa-fasa) pada saat kondisi tanpa perlakuan, dan sesudah disemprot air laut. Maka
dari sini akan diketahui sifat-sifat fisis yaitu struktur mikro dari bahan tersebut. Pada
pengujian struktur makro dilakukan foto struktur makro pada permukaan patahan dari
spesimen hasil uji kelelahan.
Semua penelitian dilakukan di laboratorium ilmu logam Universitas Sanata
4
Aluminium merupakan unsur logam yang banyak terdapat dialam, karena
pada kerak bumi 8 % adalah alumunium. Pertama kali alumunium ditemukan sebagai
unsur oleh Sir Humprey Davy pada tahun 1809, kemudian direduksi pertama kali
sebagai logam oleh Hans Cristian Oersted tahun 1825. pada tahun 1886 Paul Heriult
di Prancis dan C.M.Haal di Amerika, secara terpisah telah memperoleh logam
aluminium dari alumina dengan cara elektrolisa. (Ir.Surdia, Tata 1995)
Bahan dasar aluminium berupa bauksit yaitu suatu senyawa hidroksid
alumunium (Al2O3H2o) yang banyak terdapat didaerah tropis dan sub tropis yang
memiliki curah hujan tinggi. Bauksit terbentuk dari proses pelapukan (weathering)
batuan beku, yang mengandung 60 % aluminium oksida (Al2O3), 10 % besi oksida
(Fe2O3), 10 % SiO2 dan 20 % H2O yang terikat secara kimiawi.
Aluminium merupakan logam ringan yang mempunyai ketahanan korosi yang
baik dan hantaran listrik yang baik dan sifat-sifat yang baik lainnya sebagai sifat
logam. Sebagai tambahan terhadap kekuatan mekaniknya yang sangat meningkat
dengan penambahan Cu, Mg, Si, Mn, Zn, Ni, dan lain sebagainya, secara satu persatu
atau bersama-sama, memberikan juga sifat-sifat baik lainnya seperti tahan korosi,
ketahanan aus, koefisien pemuaian rendah dan lain sebagainya. Material ini
2.1. Sifat-sifat aluminium
Keunggulan aluminium dibandingkan dengan logam lain dapat dilihat dari
sifat-sifat yang dimilikinya, antara lain :
1. Sifat utama adalah massa jenis yang rendah, berat aluminium yang hanya
sepertiga dari berat baja, berat jenis alumunium 2700 Kg/m3, sedangkan
berat jenis baja sebesar 7700 Kg/m3, kekuatan tarik 90 – 120 Mpa,
tegangan luluh 34 Mpa, kekerasan 23 BHN dan modulus elastisitas (E)
sebesar 70000 N/mm2.
2. Tahan terhadap korosi (Corrosion Resistance), untuk logam non ferro
dijelaskan bahwa semakin besar kerapatannya maka semakin baik daya
tahan korosinya, tetapi untuk aluminium ada pengecualian. Hal ini
disebabkan oleh lapisan atau selaput tipis oksida transparan dan jenuh
oksigen di seluruh permuakaan, selaput ini mengendalikan laju korosi dan
melindungi lapisan di bawahnya.
3. Sifat mekanis (Mechanical Properties), aluminium mempunyai kekuatan
tarik, kekerasan, dan sifat mekanis lain yang sebanding dengan paduan
bukan besi (non ferrous alloys) lainnya, dan juga sebanding dengan
beberapa jenis baja.
4. Penghantar panas dan listrik yang baik (Head and Electrical
Conductivity), disamping daya tahan yang baik terhadap korosi,
aluminium memiliki daya hantar panas dan listrik yang tinggi, daya hantar
5. Tidak beracun (Nontoxicity), aluminium dapat digunakan sebagai bahan
pembungkus atau kaleng makanan dan minuman. Hal ini disebabkan
reaksi kimia antara makanan atau minuman dengan aluminium tidak
menghasilkan zat beracun yang membahayakan kesehatan manusia.
6. Sifat mampu bentuk (Formability), aluminium dapat dibentuk dengan
mudah, aluminium mempunyai sifat mudah untuk ditempa (Malleability)
yang memungkinkannya dibuat dalam bentuk plat atau lembaran tipis.
7. Titik lebur rendah (Melting Point), titik lebur aluminium relatif rendah
(6600C) sehingga sangat baik untuk proses penuangan dengan waktu
peleburan relatif singkat dan biaya operasi lebih murah.
Selain sifat-sifat tersebut diatas, masih banyak sifat-sifat aluminium yang
menguntungkan antara lain anti magnetik, nilai arsitektur dan dekoratif, mudah untuk
dilakukan proses pengerjaan akhir (finishing) dan lain sebagainya.
2.2. Produksi Alumina
Aluminium di produksi dari bauksit yang merupakan campuran gibbsite [Al
(OH)3], diaspore [Al O(OH)] dan mineral lempung seperti kaolinit [Al2 Si2O5 (OH)4].
Proses aluminium dari bauksit melalui dua tahap, yaitu :
a. Proses pengolahan alumina (Al2O3)
b. Proses Elektrolisa alumina menjadi aluminium
Proses produksi dibuat dua tahap karena sedikit lebih sulit untuk memisahkan antara
2.2.1. Proses Pengolahan Alumina
Proses pengolahan bauksit menjadi alumina dilakukan melalui suatu rangkaian
proses yang di sebut proses Bayer. Bauksit di masukkan ke dalam larutan (Na OH)
dan alumina yang terdapat di dalamnya akan membentuk sodium aluminat. Setelah
pemisahan sodium aluminat dari zat lainnya, lalu didinginkan secara perlahan sampai
temperatur 250C 350C untuk mengendapkan aluminium hidroksida Al (OH)3,
kemudian Al (OH)3 dicuci dan selanjutnya dipanaskan sampai temperatur 1100C
1200C untuk menghasilkan aluminium oksida (Al2O3). Dari proses tersebut
didapatkan alumina yang siap pakai.
2.2.2. Proses Elektrolisa Alumina Menjadi Aluminium
Pada proses elektrolisa alumina, alumina yang telah diperoleh melalui proses
pengolahan bauksit, diproses lagi secara elektrolisa pada temperatur tinggi dengan
proses Hall Heroult. Karena alumina mempunyai titik leleh yang tinggi (20000C),
maka alumina tersebut dilarutkan ke dalam cairan Criolite (Na3Al F6) yang bertindak
sebagai elektrolit, sehingga titik leleh menjadi lebih rendah (10000C).
Cara elektrolisa lain untuk alumina menggunakan dapur cell, biasanya dapur
cell dengan ukuran ± 2,5 m × 1,5 m × 0,6 m dan memerlukan arus listrik antara
8000 30000 A pada tegangan 7 V. Anoda perlahan-lahan terbakar oleh elektroda
Gambar 2.1 Proses Elektrolisa Alumina Dengan Dapur Cell
(Sumber : Malau V : Bahan Teknik Manufaktur, Diktat Kuliah,USD Yogyakarta)
Apabila arus listrik melewatinya, alumina bermuatan positif akan tertarik ke
pelapis dapur yang merupakan elektroda negatif (katoda), dan akan di dapat
aluminium cair yang terkumpul di dasar dapur dan dapat di ambil bila perlu,
sementara oksigen akan sampai ke anoda dan terbakar.
Gambar 2.2 Proses Elektrolisa Alumina Menjadi Aluminium
2.3. Aluminium Murni
Aluminium yang didapat dalam keadaan cair dengan elektrolisa, umumnya
mencapai kemurnian 99,85 % berat. Dengan mengelektrolisa kembali dapat dicapai
kemurnian 99,99 % berat yaitu dicapai dengan empat angka sembilan.
Tabel 2.1 Sifat-sifat Fisik Aluminium
(Sumber : Surdia T,Saito S, : Pengetahuan Bahan Teknik, hal 134)
Sifat-sifat Kemurnian Al (%)
99,996 > 99,0
Massa jenis (200C)
Titik cair
Panas jenis (cal/g0C)(100)
Hantaran listrik (%)
Tahanan listrik koefisien temperatur (0C)
Koefisien pemuaian (20-1000C)
Jenis kristal, kontraksi kisi
2,6989
Tabel 2.2 Sifat-Sifat Mekanik Aluminium
(Sumber : Surdia T,Saito S, :Pengetahuan Bahan Teknik, hal 134)
Sifat-sifat Kemurnian Al (%)
99,996 >99,0
Diaging
75% dirol dingin
Diaging H18
Kekuatan tarik (kg/mm2) Kekuatan mulur(0,2%)(kg /mm2)
Perpanjangan (%)
Tabel 2.2, ketahanan korosi berubah menurut kemurnian, aluminium dengan
kemurnian 99,0 % atau di atasnya dapat dipergunakan di udara selama
bertahun-tahun. Hantaran listrik aluminium kira-kira 65 % dari hantaran listrik tembaga, tetapi
massa jenisnya kira-kira sepertiganya sehingga memungkinkan untuk perluasan
penampangnya. Oleh karena itu dapat dipergunakan untuk kabel-kabel tenaga dan
bisa untuk lembaran tipis (foil). Aluminium dengan kadar 99,0 % dapat dipergunakan
untuk reflektor yang memerlukan reflektipitas yang tinggi dan juga untuk kodensor
2.4. Aluminium Paduan
Penggunaan aluminium pada umumnya terbatas pada aplikasi yang tidak terlalu
mengutamakan faktor kekuatan seperti penghantar panas dan listrik, perlengkapan
bidang kimia, lembaran (plat) dan sebagainya. Salah satu usaha untuk meningkatkan
aluminium murni adalah dengan proses pengerasan regang atau dengan perlakuan
panas (heat tretment). Tetapi cara ini tidak senantiasa memuaskan bila tujuan utama
adalah untuk menaikan kekuatan bahan.
Pada perkembangan selanjutnya, peningkatan kekuatan aluminium dapat
dicapai dengan menambahkan unsur-unsur paduan ke dalam aluminium. Unsur-unsur
paduan tersebut dapat berupa tambahan tembaga (Cu), Mangan (Mn), silikon (Si),
magnesium (Mg), seng (Zn), dan lain-lain. Kekuatan aluminium paduan dapat
dinaikan lagi dengan pengerasan regang atau dengan perlakuan panas. Sifat-sifat
lainnya seperti mampu cor dan mampu mesin juga bertambah baik, dengan demikian
penggunaan aluminium paduan lebih luas dibandingkan dengan aluminium murni.
2.4.1. Klasifikasi Paduan Aluminium
Paduan aluminium diklasifikasikan dalam berbagai standard oleh berbagai
negara. Paduan aluminium diklasifikasikan menjadi dua kelompok umum yaitu :
Paduan aluminium cor (cast aluminium alloys)
Paduan aluminium tempa (wrought aluminium alloys)
Setiap kelompok tersebut dibagi lagi menjadi dua kategori, yaitu paduan
(non heat treatable alloys). Sistem penandaan untuk kedua kelompok paduan tersebut
tercantum pada Tabel 2.3. di bawah ini :
Tabel 2.3 Klasifikasi Paduan Aluminium Cor
(Sumber : Malau V : Bahan Teknik Manufaktur,Diktat Kuliah,USD Yogyakarta)
Seri Paduan Unsur Paduan utama
1xxx
2xxx
3xxx
4xxx
5xxx
6xxx
7xxx
8xxx
Al ≥ 99 %
Cu
Si + Cu atau Mg
Si
Mg
Tidak digunakan Zn
Zn
2.4.2. Paduan Aluminium Cor
Struktur mikro paduan aluminium cor (berhubungan erat dengan sifat-sifat
mekaniknya) terutama tergantung pada laju pendinginan saat pengecoran dilakukan.
Laju pendinginan ini tergantung pada jenis cetakan yang digunakan. Dengan cetakan
logam, pendinginan akan berlangsung lebih cepat dibanding dengan cetakan pasir
sehingga struktur logam cor yang dihasilkan akan lebih halus dan menyebabkan
peningkatan sifat mekaniknya. Tabel 2.4 memperlihatkan sifat-sifat mekanik
beberapa paduan aluminium cor.
Tabel 2.4 Sifat-Sifat Mekanis Paduan Aluminium Cor
(Sumber : Malau V : Bahan Teknik Manufaktur, Diktat Kuliah,USD Yogyakarta)
2.4.3. Paduan Al-Cu
Paduan Al-Cu sangat jarang digunakan karena tingkat kecairannya jelek.
Paduan Al-Cu dapat di perbaiki dengan menambahkan unsur Si. Karena bahan ini
memiliki sifat cukup baik pada penggunaan suhu tinggi bisa ditambahkan unsur Ni
dan Mg.
Paduan aluminium dengan kadar Cu 4,5 % memiliki sifat-sifat mekanis dan
mampu mesin yang baik, sedangkan mampu cor bahan ini kurang baik.
Paduan Al-Cu-Si dengan kadar 4 – 5 % Si pada paduan dapat memperbaiki
mampu cor aluminium. Paduan Al-Cu-Si biasa dipakai untuk rangka utama
katup-katup. Komposisi paduan adalah :
Cu : 4,20 %
Si : 4,58 %
Fe : 0,14 % dan
Al : sisanya
2.5. Pengaruh Unsur Paduan Dalam Aluminium
Paduan-paduan biasanya dipakai untuk meningkatkan pengaruh positif pada
aluminium tetapi memiliki pengaruh negatif juga.
1. Unsur Magnesium (Mg)
Unsur magnesium memberikan pengaruh positif yaitu :
Mempermudah proses penuaan
Meningkatkan daya tahan terhadap korosi
Meningkatkan kekuatan mekanis
Menghaluskan butiran kristal secara efektif
Meningkatkan ketahanan terhadap beban kejut / impact
Pengaruh negatif yang ditimbulkan unsur Mg :
Meningkatkan kemungkinan timbulnya cacat pada hasil cor.
2. Unsur Besi (Fe)
Pengaruh positif yang ditimbulkan unsur besi pada paduan aluminium :
Mencegah terjadinya penempelan logam cair pada cetakan selama proses
penuangan.
Pengaruh negatif yang ditimbulkan unsur besi :
Penurunan sifat mekanis
Penurunan kekuatan tarik
Timbulnya bintik keras pada hasil coran
Peningkatan cacat porositas.
3. Unsur Seng (Zn)
Pada paduan aluminium unsur seng memberikan pengaruh positif berupa :
Meningkatkan sifat mampu cor
Meningkatkan kemampuan dimesin
Mempermudah dalam pembentukan
Meningkatkan keuletan bahan
Pengaruh negatif unsur seng pada paduan aluminium adalah :
Menurunkan ketahanan korosi
Menurunkan pengaruh baik dari unsur besi, dan bila kadar Zn terlalu tinggi
dapat menimbulkan cacat rongga udara.
4. Unsur Titanium (Ti)
Pengaruh positif dari unsur titanium pada aluminium adalah :
Meningkatkan kekuatan hasil cor pada temperatur tinggi
Memperhalus butir kristal dan permukaan
Mempermudah proses penuangan.
Unsur titanium memberikan pengaruh negatif terhadap paduan aluminium :
Menaikan viskositas logam cair dan mengurangi fluiditas logam cair.
5. Unsur Silikon (Si)
Pengaruh positif dari unsur silicon dalam paduan aluminium adalah :
Mempermudah proses pengecoran
Meningkatkan daya tahan terhadap korosi
Memperbaiki sifat-sifat atau karakteristik coran
Menurunkan penyusutan dalam hasil coran
Pengaruh negatif yang ditimbulkan unsur Si adalah :
Penurunan keuletan bahan terhadap beban kejut
Hasil cor akan rapuh jika kandungan silikon terlalu tinggi.
6. Unsur Mangan (Mn)
Meningkatkan kekuatan dan daya tahan pada temperatur tinggi
Meningkatkan daya tahan terhadap korosi
Mengurangi pengaruh buruk unsur besi
Pengaruh negatif yang ditimbulkan unsur mangan yaitu :
Menurunkan kemampuan penuangan
Meningkatkan kekerasan butiran partikel
7. Unsur Tembaga (Cu)
Pengaruh positif yang ditimbulkan unsur tembaga yaitu :
Meningkatkan kekerasan bahan
Memperbaiki kekuatan tarik
Mempermudah proses pengerjaan dengan mesin.
Pengaruh negatif yang ditimbulkan :
Menurunkan daya tahan terhadap korosi
Mengurangi keuletan bahan
Menurunkan kemampuan dibentuk dan di rol.
8. Unsur Nikel (Ni)
Pengaruh positif yang ditimbulkan unsur nikel yaitu :
Meningkatkan kekuatan dan ketahanan bahan pada temperatur tinggi
Penurunan pengaruh buruk unsur besi dalam paduan
2.6. Pengujian Bahan
Pengujian bahan dimaksudkan untuk mengetahui sifat-sifat bahan dari bahan
yang di uji. Sifat-sifat suatu bahan meliputi :
1. Sifat mekanis
Tegangan tarik
Modulus elastis
Beban patah
Tegangan kelelahan
Kekerasan
Tegangan elastis
Tahanan keausan,dll.
2. Sifat kimia
Tahanan pada korosi
Tahanan pada oksidasi
Stabilitas, reaktifitas
3. Sifat phisik
Kerapatan
Konduktivitas listrik
Konduktivitas panas
Reflektivitas
Energi permukaan
Secara garis besar, pengujian mekanis terhadap benda uji dapat dibedakan atas
pengujian bersifat merusak benda uji (destruktif) dan pengujian bersifat tidak
merusak benda uji (non destruktif). Pengujian bersifat merusak benda uji akan
menimbulkan kerusakan berarti pada benda uji setelah pengujian selesai.
Pegujian bersifat merusak benda uji meliputi :
Uji tarik
Uji kelelahan
Uji lengkung
Uji kejut
Uji geser
Uji puntir
Uji tekan,dll.
pengujian bersifat tidak merusak benda uji meliputi :
Uji kekerasan (Brinell, Rockwell, Vickers, Knoop)
Uji Zyglo
Uji Magnetografis
Uji Ultrasonik
Uji ames
Uji magnaflux
2.7. Pengujian merusak
Pada penelitian sifat-sifat mekanis pada aluminium paduan dalam pengujian
merusak digunakan pengujian tarik dan pengujian kelelahan.
2.7.1. Pengujian tarik
Pengujian tarik adalah pengujian bahan dengan cara bahan atau benda uji diberi
beban tarik secara perlahan-lahan sampai suatu beban tertentu dan akhirnya benda uji
patah. Beban tarik yang bekerja pada benda uji akan menimbulkan pertambahan
panjang disertai pengecilan diameter benda uji. Perbandingan antara pertambahan
panjang (∆L) dengan panjang awal benda uji (L) di sebut Regangan (ε) :
Perbandingan antara perubahan penampang setelah pengujian dan penampang awal
(sebelum pengujian) disebut kontraksi (ψ) :
Gambar 2.3 Hubungan Tegangan dan Regangan Uji Tarik
p
σ = tegangan proporsional
y
σ = tegangan elastis (yielding stress)
1
ε , , masing-masing merupakan regangan pada saat pembebanan benda pada
titik-titik X,T,B (XX’//TT’//BB’//PO).
Tegangan pada titik P disebut tegangan batas proporsional (σp) yaitu tegangan
tertinggi dimana hokum Hooke masih berlaku.
dapat dinyatakan dalam bentuk : σ =εx E
Apabila beban tarik diperbesar sampai titik Y (ada pertambahan panjang ∆L),
kemudian beban di turunkan sampai ke titik 0 (beban ditiadakan), maka benda uji
akan kembali ke panjang semula (L). Tetapi bila pembebanan sudah berada di atas
titik Y (dengan pertambahan panjang tertentu), kemudian di turunkan sampai titik 0
(beban di tiadakan), maka benda uji tidak akan kembali kepanjang semula. Dalam hal
ini benda uji telah mempunyai regangan permanen atau disebut regangan plastis.
Dalam kondisi ini dapat di simpulkan bahwa titik Y disebut tegangan elastis bahan
(σy).
Tegangan maksimum σt disebut juga kekuatan tarik (tensile streng) merupakan
tegangan tertinggi yang dimiliki benda uji sebagai reaksi terhadap beban yang
diberikan. Setelah titik T, tegangan turun dan benda uji akhirnya putus pada saat
tegangan σB. Selama pembebanan berlangsung dari titik 0 sampai titik T, diameter
benda uji mengecil secara seragam (terjadi pertambahan panjang). Selama
pembebanan berlangsung dari titik T sampai titik B, diameter benda uji berubah tidak
seragam melainkan terjadi pengecilan setempat lebih cepat dibandingkan dengan
tempat-tempat lainnya. Pengecilan diameter setempat ini disebut “necking” dan pada
akhirnya benda uji putus pada daerah necking tersebut.
Hukum Hooke hanya berlaku pada benda-benda yang memiliki batas
proporsional seperti baja lunak, sedang pada benda-benda yang tidak memiliki batas
Sifat-sifat terhadap beban tarik :
1. Modulus elastis
Modulus elastis adalah ukuran kekakuan suatu bahan, makin besar modulus
elastisnya maka makin kecil regangan elastis yang dihasilkan akibat pemberian
tegangan. Modulus elastis suatu bahan ditentukan oleh gaya ikatan antar atom
pada bahan tersebut, karena gaya ini tidak dapat diubah tanpa terjadi perubahan
mendasar sifat bahannya, maka modulus elastis merupakan salah satu dari banyak
sifat mekanik yang tidak mudah diubah. Sifat ini hanya sedikit berubah oleh
adanya penambahan paduan, perlakuan panas atau pengerjaan dingin.
Pada tegangan tarik rendah terdapat hubungan linear antara tegangan dan regangan
dan disebut daerah elastis, pada daerah ini berlaku hukum Hooke.
2. Batas elastis
Batas elastis adalah tegangan terbesar yang masih dapat ditahan oleh suatu bahan
tanpa terjadi regangan sisa permanen yang terukur pada saat beban ditiadakan
dengan bertambahnya ketelitian pengukuran regangan.
3. Batas proporsional
Batas proporsional adalah tegangan maksimum elastis bahan, sehingga apabila
tegangan-tegangan yang diberikan tidak melebihi proporsional, bahan tidak akan
mengalami deformasi dan akan kembali kebentuk semula.
4. Kekuatan luluh
Kekuatan luluh adalah tegangan yang dibutuhkan untuk menghasilkan
5. Tegangan tarik maksimum
Tegangan tarik maksimum adalah beban tarik maksimum yang dapat ditahan
material sebelum patah.
2.7.2. Pengujian kelelahan
Kelelahan berkaitan dengan perpatahan logam secara prematur karena tegangan
rendah yang terjadi secara berulang-ulang. Untuk menyatakan karakteristik
tegangannya, hal-hal yang perlu diperhatikan :
1. Besar tegangan maksimum
2. Tegangan rata-rata yang cukup besar
3. Periode siklus tegangan.
Adapun rumus untuk mencari tegangannya adalah sebagai berikut :
3
Dalam menentukan batas kelelahan kita perlu menyelesaikan semua
pengujian terlebih dahulu dan kemudian baru membuat diagram S-N sehingga dapat
setelah diberi tegangan dan jumlah siklus antara satu juta sampai sepuluh juta
dianggap bahan sudah melalui ketahanan lelahnya. Tegangan maksimum yang
diberikan kepada benda uji dan yang tidak mengakibatkan kepatahan lelah untuk
jumlah pergantian beban (cycle) yang tak terbatas dinamakan Fatique Limit (batas
lelah) atau Endurance Limit.
2.8. KOROSI
Korosi (karat) gejala destruktif yang mempengaruhi semua logam. Walaupun
besi bukan logam pertama yang dimanfaatkan, tetapi besi paling banyak digunakan
dan paling awal menimbulkan korosi.
Pencegahan korosi atau karat sejak awal sampai sekarang, banyak membebani
peradaban manusia dikarenakan :
a. Biaya korosi sangat mahal, baik akibat korosi maupun pencegahannya.
b. Korosi sangat memboroskan sumber daya alam.
c. Korosi sangat membahayakan manusia, bahkan mendatangkan maut.
Definisi korosi adalah rusaknya suatu bahan atau menurunnya kualitas bahan
karena terjadi reaksi dengan lingkungan.
Kebanyakan proses korosi adalah melalui proses elektrokimia beberapa secara
kimiawi. Korosi terjadi pada logam, karena kebanyakan logam ditemukan dialam
dalam bentuk oksida atau logam cenderung kembali ke keadaan pada saat ditemukan.
Plastik tidak ada kecenderungan kembali ke kondisi alam. Korosi pada plastik
terjadi karena reaksi dengan lingkungannya. Reaksi elektrokimia pada korosi logam
biasanya secara elektrokimia yaitu dari Anoda menuju Katoda. Oksidasi adalah
kehilangan elektron (terjadi di Anoda), sedangkan reduksi adalah mengembalikan ion
menjadi atom (terjadi di Katoda).
Korosi dapat dibedakan menjadi dua macam, yaitu :
a. Korosi Logam Sejenis
b. Korosi Logam Tak Sejenis
Adalah korosi karena tergantung dari logam yang berlainan, disebut
juga korosi dwilogam atau korosi galvanis. Terjadinya korosi galvanis
tergantung pada posisi relatif logam – logam tersebut pada deret galvanik.
Deret galvanik menyatakan potensial relatif antara logam – logam
pada kondisi tertentu.
Perbedaan deret galvanik (DG) dengan deret elektrokimia (DEK) :
a. DEK : data elektrokimia yang mutlak, untuk perhitungan yang teliti
DG : data hubungan antara logam yang satu dengan lainnya dari hasil
kualitatif
b. DEK : memuat data dari unsur – unsur logam
DG : logam – logam murni dan campuran lebih bersifat praktis
c. DEK : diukur pada kondisi standar
2.8.1 Macam – Macam Korosi
Korosi dibedakan atau diklasifikasikan menurut penampakan logam yang
terkorosi, adapun macam – macam korosi adalah sebagai berikut :
a. Korosi Merata
Adalah proses kimiawi atom elektrokimia berlangsung secara
diseluruh permukaan logam yang berhadapan dengan lingkungan
pengkorosi.
Korosi ini mudah dikontrol dengan cara coating, inkibitor (memakai
bahan kimia), proteksi katodik.
b. Korosi Dwi Logam
Diakibatkan adanya dua logam yang tak sejenis.
c. Korosi Pitting (kondisi pada air laut)
Adalah korosi dipermukaan benda kerja yang berbentuk lubang –
lubang karena sangat distruktif (bahaya), sulit dicek, dapat menyebabkan
runtuhnya konstruksi dengan tak terduga. Dan untuk menghindari dipakai
bahan – bahan yang tidak mempunyai korosi pitting antara lain : baja
tahan karat 304, baja tahan karat 316, tembaga, incoloy, besi tuang,
kuningan, perunggu, titanium dan masih banyak bahan yang tahan tehadap
korosi pitting.
d. Korosi Crevice (Korosi Celah)
Adalah korosi yang terjadi secara lokal didalam sela – sela antara
tidak bisa keluar dan banyak terjadi dibawah gasket, keling, baut, katub
dan sebagainya.
Untuk menghindari korosi celah adalah menggunakan sambungan las,
bahan keling atau baut serta menggunakan gasket yang tidak menyerap
cairan (memakai teflon).
e. Korosi Intergranler (antar butir atau batas butir)
Terjadi karena pada daerah batas butir akibat adanya endapan atau
mengandung senyawa lain. Adapun cara untuk menghindari korosi ini
adalah menggunakan perlakuan panas dengan cairan yang bertemperatur
tinggi sesudah pengelasan dan menurunkan kadar karbon, misalnya
sampai 0,03% sehingga tidak terbentuk Cr23C6 seperti pada stainless
steal 304 (Fe, 18Cr, 8Ni).
2.8.2 LAJU KOROSI
Laju korosi untuk baja yang terendam dalam air maupun yang terletak di
pantai dipengaruhi oleh interaksi berbagai faktor antara lain :
a. Karbon dioksida.
Karbon dioksida sangat mudah larut dalam air dingin, dan
b. Oksigen.
Oksigen akan meningkatkan efisiensi reaksi katoda dalam
kondisi – kondisi basa yang selalu dijumpai pada ketel – ketel baja.
Oksigen juga dapat menimbulkan sumuran atau peronggaan ketika
terlempar keluar dari air saat temperatur naik dan masuk kedalam
sistem.
c. Garam – garam magnesium dan kalsium.
Garam magnesium dan kalsium yang terlarut mengendap dari
air ketika menguap, membentuk selapis kerak pada permukaan logam.
Ketika kerak menebal, laju perpindahan panas menurun sehingga
efisiensi hilang dan mendatangkan resiko terjadinya pelekukan atau
distorsi serta terbentuknya endapan kerak kosong.
Mutu air juga merupakan peranan yang besar. Meningkatnya
laju aliran, khususnya ditempat terjadi olakan, juga meningkatkan laju
korosi.
Dalam air tawar, laju korosi sebesar 0,05 mm per tahun sudah
biasa, walaupun mungkin laju itu turun hingga 0,01 mm per tahun bila
endapan mengandung kapur sudah terbentuk. Dalam air laut laju
korosi rata – rata agaknya berada didaerah antara 0,1 – 0,15 mm per
Untuk mengetahui laju korosi pad bahan baja karbon rendah
menggunakan rumus sebagai berikut :---dari rumus tersebut
kita mampu menganalisa berapa laju korosi tiap tahunnya.
Apabila disitu terdapat kerak, atau bila lokasinya berada
didaerah pasang surut hingga selalu mengalami keadaan basah atau
kering yang berulang, angka diatas akan menjadi lebih besar. Laju
korosi paling cepat untuk baja lunak dalam lingkungan laut karena
terjadi hempasan gelombang dan karena disini terdapat banyak
oksigen. Disini laju hilangnya logam mungkin empat atau lima kali
lebih cepat di banding bila logam itu terendam seluruhnya ditempat
yang sama.
2.8.3 Faktor – faktor yang mempengaruhi korosi baja karbon di air laut
a. Ion kloroda.
Sangat korosif terhadap logam yang mengandung besi. Baja karbon
dan logam – logam besi biasa tidak dapat dipasifkan. Karena garam
laut mengandung klorida lebih dari 55 %.
b. Hantaran listrik.
Hantaran yang tinggi memungkinkan anoda dan listrik katoda tetap
bekerja kendati terpisah jauh, jadi peluang terkena korosi meningkat
dan serangan total mungkin jauh lebih parah dibandingkan struktur
c. Oksigen.
Korosi pada baja semakin besar dikendalikan secara katudik.
Oksigen dengan mendeplorasikan katoda, mempermudah serangan;
jadi kandungan oksigen yang tinggi akan meningkatkan korosi.
d. Kecepatan.
Laju korosi meningkat, khususnya bila ada aliran olakan. Air laut
yang bergerak mungkin :
- Menghancurkan lapisan penghalang karat.
- Mengandung lebih banyak oksigen.
Selain itu benturan-benturan mempercepat penetrasi, sedangkan
peronggan memperbanyak permukaan baja yang tersingkap sehingga
korosi berlanjut.
e. Temperatur.
Peningkatan temperatur sekitar cenderung mempercepat serangan
korosi. Air laut yang menjadi panas mungkin mengendapkan lapisan
kerak yang protektif atau kehilangan sebagian oksigennya.
2.8.4 Lelah korosi ( corrosion fatigue )
Antara lelah korosi ( corrosion fatigue ) dan retak korosi tegangan ( SCC )
memang banyak miripnya, tetapi antara keduanya juga terdapat perbedaan sangat
Lelah mekanik dapat dialami semua logam, yaitu menyebabkan logam gagal
pada tingkat tegangan jauh dibawah tingkat tegangan statik yang dapat
membuatnya gagal.
Di lingkungan basah kita sering menjumpai bahwa ketahanan logam terhadap
lelah menurun. Sehingga membuat lelah korosi menjadi bentuk korosi yang lazim
dijumpai dan berbahaya.
Tahapan – tahapan perkembangan retak lelah kurang lebih sebagai berikut :
a. Pembentukan pita – pita sesar yang menimbulkan intrusi atau ekstrusi
pada bahan.
b. Nukleasi bakal retakan kurang lebih sepanjang 10 µm
c. Pemanjangan bakal retakan ke arah paling disuka
d. Perambatan retak makroskopik ( 0,1 sehingga 1 mm ) dalam arah tegak
lurus terhadap tegangan utama maksimum dan sehingga menyebabkan
kegagalan.
Contoh – contoh lelah korosi ada tiga kategori, antara lain :
1. Aktif : terkorosi dengan bebas, baja karbon dalam air laut
2. Imun : logam dalam keadaan terlindung baik secara katodik maupun dengan
pengecatan
3. Pasif : logam dalam keadaan terlindung oleh selaput permukaan yang
2.9. Pengujian Struktur Kristal
Ada dua macam pengujian struktur kristal yang biasa dilakukan yaitu
pengujian makro dan pengujian mikro.
1. Pengujian struktur makro
Pengujian struktur makro dari kristal adalah pengujian patahan dimana bahan
dinilai dari besar butir kristal, warna, dan mengkilatnya patahan dari batang uji
atau produk yang dipatahkan.
2. Pengujian struktur mikro
Dalam pengujian ini, kualitas bahan ditentukan dengan mengamati struktur
dibawah mikroskop dan dapat pula mengamati cacat dari bahan yang diuji.
Mikroskop yang digunakan adalah mikroskop cahaya. Permukaan logam yang
akan diamati, dipoles dan dilakukan bermacam etsa kemudian diperiksa di bawah
mikroskop.
2.10. Patahan Dan Putus Pada Benda Uji
Patah
Patahan pada bahan biasanya dimulai dengan adanya retak pada permukaan dan
mekanismenya harus melalui proses yang tergantung pembebanan siklus patah akibat
kelelahan. Biasanya dimulai dari permukaan dimana lenturan dan puntiran akan
menyebabkan tegangan yang tinggi sehingga menyebabkan konsentrasi tegangan
pada bagian tertentu yang akan menyebabkan patah pada daerah tersebut. Ketelitian
dibutuhkan ketelitian yang optimal, hal ini berpengaruh pada bahan terhadap
kelelahan akibat beban tekan dan beban puntir, dari sini retak awal atau initial crack
diketahui. Ciri patahan sendiri adalah dengan pelepasan sejumlah besar dislokasi
secara tiba-tiba sewaktu luluh. Dislokasi tersebut bersama dan membentuk retak,
retak merambat pada waktu yang singkat sehingga terjadi tegangan secara slip
didaerah yang saling berdekatan, maka akan terjadi perpatahan dan hal ini terjadi
35 PEMBUATAN ALAT UNTUK PERLAKUAN
UJI KOMPOSISI
HASIL FABRIKASI
PENYEMPROTAN AIR LAUT 1:3 SELAMA 7 HARI
PENYEMPROTAN AIR LAUT 1:4 SELAMA 10 HARI
PENGUJIAN BAHAN : 1.UJI TARIK
2.UJI KELELAHAN 3.UJI STRUKTUR MIKRO 4.UJI STRUKTUR MAKRO
DATA HASIL PENGUJIAN
ANALISA HASIL DAN PEMBAHASAN
KESIMPULAN STUDI
PUSTAKA
Bahan mula-mula yang digunakan dalam penelitian ini adalah aluminium
dengan diameter 20 mm.
3.2. Bahan dan Peralatan
Peralatan-peralatan yang digunakan untuk mendukung proses pengujian dan
pelaksanaan penelitian aluminium paduan yang telah dibuat dalam bentuk poros
adalah :
1. Mesin bubut
2. Mesin uji tarik
3. Mesin uji kelelahan (Rotary Bending Fatique Testing Machine)
4. Mikroskop untuk pengujian Struktur Mikro
5. Lampu baca
6. Loop
7. Autosol
8. Alat penjepit/ragum
9. Gergaji besi
10.Amplas waterproof (500 & 1000) mesh
3.3. Pembuatan Benda Uji (spesimen)
3.3.1. Uji Tarik
Bahan yang telah ditentukan untuk penelitian ini adalah dari Aluminium
paduan. Bahan didapat masih dalam bentuk batangan, yang selanjutnya dibuat
menjadi spesimen uji tarik sebanyak 12 spesimen dengan menggunakan mesin bubut
di laboratorium Teknologi Mekanik Jurusan Teknik Mesin Universitas Sanata
Dharma Yogyakarta. Benda uji yang dipergunakan pada pengujian tarik sesuai
dengan standarisasi SII.0148 -76 yang digunakan, yaitu :
Diameter dalam (d) = 8 mm
Panjang Ukur (L0) = 40 mm
Radius Filet (R) = 4 mm
Gambar 3.1 menunjukan bentuk serta ukuran-ukuran dari spesimen yang
tanpa takian untuk diuji, yaitu :
Lo Lt
h m m h
d D
Tabel Standarisasi JIS
Tabel 3.1 Ukuran Benda Uji Tarik menurut standar
Batang uji dp.5 Batang uji dp.10
d
1) Untuk bahan-bahan yang lunak bagian untuk di jepit diperlukan lebih tebal.
2) Untuk bahan-bahan yang keras bagian untuk di jepit diperlukan lebih panjang.
1. 6 spesimen penyemprotan 1: 3 selama 5 hari dan 7 hari
2. 6 spesimen penyemprotan 1 : 4 selama 5hari dan 10 hari
3.3.2. Uji Kelelahan
Bahan mula-mula berbentuk poros pejal dengan diameter 20 mm, kemudian
dibentuk menjadi spesimen uji kelelahan dengan menggunakan mesin bubut di
Laboratorium Teknologi Mekanik Jurusan Teknik Mesin Universitas Sanata Dharma
Yogyakarta, benda uji yang dipergunakan pada pengujian kelelahan sesuai dengan
standarisasi HT-8120 Rotary Bending Fatigue Testing Machine yang digunakan,
yaitu :
Diameter Dalam (d) = 12 mm
Panjang Ukur (L0) = 35 mm
Radius Filet (R) = 15 mm
Gambar 3.2 menunjukan bentuk serta ukuran-ukuran dari spesimen yang
tanpa takian untuk diuji, yaitu :
3.3.3. Struktur Mikro
Bahan dipotong sebanyak 6 spesimen dengan diameter masing-masing 20 mm
dan panjang 10 mm. Jumlah spesimen dibuat sesuai dengan variasi pegujian yaitu 6
spesimen pada penyemprotan 1 : 3 dalam waktu 5 hari dan 7 hari, dan 6 spesimen
pada penyemprotan 1 : 4 dalam waktu 5 hari dan 10 hari. Pembuatan spesimen
dilakukan di laboratorium Ilmu Logam Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.
10 mm
Ø 20 mm
Gambar 3.3 Benda Uji Kekerasan dan Struktur Mikro
3.4. Pengujian Bahan
3.4.1. Pengujian Tarik
Pengujian tarik dilakukan dengan tujuan untuk menentukan sifat-sifat mekanis
material antara lain kekuatan tarik dan regangan
Proses pengujian tarik adalah sebagai berikut :
a) Benda uji dipasang pada penjepit atau “chuck” atas dan bawah pada alat uji
tarik. Penjepit bawah dinaikkan dan diturunkan dengan kecepatan lambat,
sehingga penjepit benda uji dalam posisi yang tepat, diusahakan agar
kedudukan dari benda uji benar-benar vertikal, kemudian kedua penjepit atau
b) Benda uji diberi beban tarik dengan kecepatan 10 mm/dtk sehingga benda uji
akan bertambah panjang dan sampai pada saat benda uji tersebut akan putus
atau patah. Perpatahan yang diharapkan adalah pada bagian panjang ukur
benda uji, apabila patah terjadi di luar panjang ukur benda uji, pengujian
tersebut dinyatakan gagal. Apabila terjadi demikian maka pengujian diulang
dengan benda uji baru.
c) Data yang didapat kemudian dicatat selama pengujian tarik (pertambahan
beban (P) dan pertambahan panjang ( ) ) dengan interval yang ditentukan.
d) Beban tarik maksimum dan kekuatan tarik maksimum setelah benda uji
putus atau patah dicatat.
e) Pertambahan panjang yang tertera pada mesin uji dicatat setelah benda uji
patah.
3.4.2. Pengujian Kelelahan
Pengujian kelelahan dilakukan dengan tujuan untuk menentukan batas lelah
suatu material dengan suatu pembebanan. Semakin besar pembebanan maka jumlah
sikus yang didapat semakin kecil dan begitu juga sebaliknya.
Proses pengujian kelelahan adalah sebagai berikut :
a) Benda uji dipasang pada penjepit atau “chuck” kiri dan kanan pada alat uji
kelelahan. Diusahakan dalam menjepit benda uji dalam posisi yang tepat,
agar kedudukan dari benda uji benar-benar horisontal, kemudian kedua
b) Benda uji diberi beban, sehingga benda uji akan mengalami kelelahan dan
sampai pada saat benda uji tersebut akan putus atau patah.
c) Perpatahan yang diharapkan adalah pada bagian panjang ukur benda uji,
apabila patah terjadi di luar panjang ukur benda uji, pengujian tersebut
dinyatakan gagal. Apabila terjadi demikian maka pengujian diulang dengan
benda uji baru.
d) Setelah pengujian kelelahan putus data kemudian dicatat (jumlah siklus dan
pembebanan) dengan variasi beban yang ditentukan.
3.4.3. Pengujian Struktu Mikro
Proses pengujian struktur mikro adalah sebagai berikut :
a) Permukaan benda uji yang telah dibentuk diamplas mulai dari ukuran paling
kasar sampai paling halus (500 & 1000) mesh.
b) Setelah benda uji rata dan halus, selanjutnya dipoles dengan autosol dan
digosok dengan kain sampai halus dan bekas pengamplasan hilang sehingga
permukaan benda uji mengkilap.
c) Dilakukan pengetsaan dengan larutan NaOH pada permukaan benda uji,
kemudian diamkan selama 60 detik sambil digoyang-goyang. Selanjutnya
masukkan benda uji pada alkohol.
d) Permukaan benda uji yang dietsa NaOH dan alkohol akan menunjukkan
e) Permukaan yang telah dietsa diamati dibawah mikroskop logam dan
dilakukan pemotretan, kemudian di identifikasi.
3.4.4. Pengujian Struktur Makro
Pada pengujian struktur makro, yang dilakukan adalah pemotretan bentuk
struktur patahan yang terjadi pada permukaan spesimen yang patah. Spesimen yang
44
4.1. Hasil Uji Komposisi
Dari hasil pengujian komposisi diketahui unsur paduan :
Tabel 4.1 Komposisi Paduan Aluminium
4.2. Pengujian Tarik
Dari data hasil pengujian tarik, maka dapat dilakukan perhitungan tegangan
dan regangan pada benda uji dengan rumus sebagai berikut :
1. Benda uji hasil penyemprotan 1 : 3 selama 5 hari
Tabel 4.2 Data Uji Tarik Benda Uji Hasil penyemprotan 1 : 3 selama 5 hari
No. d
1 :3 Perbandingan air tawar dengan air laut.1 air tawar dan 3 air laut.
2. Benda uji Penyemprotan perbandingan 1 : 3 selama 7 hari
Tabel 4.3 Data Uji Tarik Benda Uji Penyemprotan perbandingan 1:3 selama 7 hari
No. d
3. Benda uji Penyemprotan 1:4 selama 5 hari
Tabel 4.4 Data Uji Tarik Benda Uji Penyemprotan perbandingan 1:4 selama 5 hari
No. d
1 : 4 Perbandingan air tawar dengan air laut.1 air tawar dan 4 air laut
4. Benda uji Penyemprotan 1 : 4 selama 10 hari
Tabel 4.5 Data Uji Tarik Benda Uji Penyemprotan 1:4 selama 10 hari
No. d
11.93 12.63 13.09 12.26
1 :3 Perbandingan air tawar dengan air laut.1 air tawar dan 3 air laut.
1 : 4 Perbandingan air tawar dengan air laut.1 air tawar dan 4 air laut
Gambar 4.1 Grafik Hubungan Kekuatan Tarik Dengan Jenis Perlakuan
1.2
1 :3 Perbandingan air tawar dengan air laut.1 air tawar dan 3 air laut.
1 : 4 Perbandingan air tawar dengan air laut.1 air tawar dan 4 air laut
4.2.1.Pembahasan Uji Tarik :
Dari hasil pengujian tarik, untuk perlakuan (penyemprotan air laut), baik pada
perbandingan 1 : 3 selama 5 hari dan 7 hari dan 1 : 4 selama 5 hari dan10 hari, telah
mengalami perubahan sifat mekanis. Dari grafik dan data hasil perhitungan dapat
diketahui bahwa aluminium paduan cenderung tidak mengalami penurunan kekuatan
tarik dan peningkatan regangan yang signifikan.
Sesuai dengan perubahan kekuatan tarik (sifat mekanis), pada umumnya jika
bahan mengalami perubahan, dalam hal ini bahan menjadi lebih getas, maka beban
maksimum, beban patah, kekuatan tarik, tegangan patah dan regangan juga akan
mengalami perubahan.
4.3. Pengujian Kelelahan
Pada pengujian tarik diperoleh hasil tegangan tarik maksimum yang dapat
diterima oleh beban. Hasil dari pengujian tarik diperoleh tegangan tarik maksimum
rata-rata, maka penentuan beban awal sebagai acuan adalah 80 % dari tegangan tarik
maksimum, sehingga diperoleh :
2
selanjutnya beban diturunkan sampai siklus aman perancangan yaitu sebesar
2.250.000 atau lebih, dengan siklus putaran beban bervariasi. Dengan beban sebesar
16,20 kg, dimungkinkan dapat menyebabkan bahan akan mengalami kelelahan dan
patah. Untuk selanjutnya, data hasil pengujian tersebut disajikan dalam bentuk grafik
hubungan antara tegangan (S) dengan jumlah siklus (N).
1. Benda uji hasil semprot 1 : 3 selama 5 hari
Tabel 4.6 Data Uji Kelelahan Hasil semprot 1 : 3 selama 5 hari
1 :3 Perbandingan air tawar dengan air laut.1 air tawar dan 3 air laut.
6. 12 13 7,66 445285
7. 12 12 7,07 726743
8. 12 11,5 6,78 987686
9. 12 11 6,48 1792396
10. 12 10,5 6,19 2176321
2. Benda uji penyemprotan 1 : 3 selama 7 hari
Tabel 4.7 Data uji Kelelahan Benda Uji penyemprotan 1 : 3 selama 7 hari
1 :3 Perbandingan air tawar dengan air laut.1 air tawar dan 3 air laut.
No. D
(mm)
W
(kg) (kg/mm2)
N
(jumlah siklus)
1. 12 18 10,61 17170
2. 12 17 10,02 30390
3. 12 16 9,43 98466
4. 12 15 8,84 175740
5. 12 14 8,25 318080
6. 12 13,5 7,96 456098
7. 12 13 7,66 665315
9. 12 12 7,07 1336998
10. 12 11 6,48 2251894*
Ket : (*) tidak patah
3. Benda uji penyemprotan 1:4 selama 5 hari
Tabel 4.8 Data uji Kelelahan Benda Uji penyemprotan 1:4 selama 5 hari
1 : 4 Perbandingan air tawar dengan air laut.1 air tawar dan 4 air laut
No. D
(mm)
W
(kg) (kg/mm2)
N
(jumlah siklus)
1. 12 18 10,43 7790
2. 12 17 10,02 14747
3. 12 16 9,43 123768
4. 12 15 8,84 174235
5. 12 14 8,25 224520
6. 12 13,5 7,96 670242
7. 12 13 7,66 802871
8. 12 12 7,07 1344834
9. 12 11 6,48 1693579
4. Benda uji penyemprotan 1 : 4 selama 10 hari
Tabel 4.9 Data uji Kelelahan Benda Uji penyemprotan 1 : 4 selama 10 hari
1 : 4 Perbandingan air tawar dengan air laut.1 air tawar dan 4 air laut
No. D
(mm)
W
(kg) (kg/mm2)
N
(jumlah siklus)
1. 12 18 10,61 39011
2. 12 17 10,02 180800
3. 12 16 9,44 188241
4. 12 15 8,85 195653
5. 12 14 8,25 219818
6. 12 13,5 7,96 255765
7. 12 13 7,66 287730
8. 12 12 7,07 302612
9. 12 11 6,48 490010
10. 12 10 5,89 2250346*
Grafik Tegangan VS Siklus
Jumlah Siklus (10N)
T
1 : 3Perbandingan air tawar dengan air laut.1 air tawar dan 3 air laut
1 : 4 Perbandingan air tawar dengan air laut.1 air tawar dan 4 air laut
Gambar 4.3 Grafik Hubungan Tegangan Dengan Jumlah Siklus
4.3.1. Pembahasan Uji Kelelahan :
Dari hasil pengujian kelelahan, aluminium paduan pada perlakuan
(penyemprotan air laut) untuk perbandingan 1 : 3 selama 7 hari dan 1 : 4 selama 10
hari pada pembebanan yang sama (12 kg) cenderung tidak mengalami penurunan
ketahanan lelah. Hasil penyemprotan 1 : 3 dan 1 : 4 selama 5 hari didapatkan hasil
yang lebih baik bila dibandingkan dengan kondisi dengan lama penyemprotan 7 hari
dan 10 hari.
Pada pengujian kelelahan, beban yang diberikan berbanding terbalik dengan
jumlah siklus, makin besar beban yang diberikan maka jumlah siklus akan semakin
kecil begitu juga sebaliknya.
4.4. Pengamatan Struktur Mikro
Untuk perhitungan perbesaran struktur mikro menggunakan perbesaran 200×.
Tujuan dari pengujian struktur mikro ini adalah untuk mengetahui hubungan struktur
mikro yang diperoleh dari komposisi kimia bahan uji. Analisis pengujian ini disajikan
dalam bentuk gambar yang diambil dengan menggunakan kamera khusus untuk
pemotretan.
Hasil uji srtuktur mikro dapat dilihat pada Gambar 4.4 sampai dengan Gambar 4.8 :
Gambar 4.6 Struktur Mikro Pada Kondisi 1 : 3 selama 7 hari, perbesaran 200×
Gambar 4.8 Struktur Mikro Pada Kondisi 1 : 4 selama10 hari, Perbesaran 200×
4.4.1. Pembahasan Struktur Mikro:
Dari hasil pengujian, pengamatan dan pemotretan terlihat perubahan struktur
kristal aluminium paduan (penyemprotan air laut). Susunan struktur kristal
Aluminium paduan (penyemprotan air laut) pada pengujian struktur mikro cenderung
tidak terlihat perubahan. Oleh karena waktu penyemprotan yang kurang lama,
sehingga hal ini memungkinkan bahwa dampak korosi pada Alumunium paduan
terlihat kurang jelas. Oleh karena bahan Alumunium adalah bahan yang sulit
terkorosi. Hal ini juga sedikit mempengaruhi terhadap kekuatan tarik dan ketahanan
4.5. Pengamatan Struktur Makro
Pengamatan ini dihasilkan melalui pemotretan penampang patahan pada
benda uji, untuk melihat perbedaan berbagai bentuk patahan yang ada, perbedaan ini
disebabkan beban yang dipasang pada pengujian kelelahan berbeda pula.
Pengamatan pada struktur patahan ini, dilakukan pada permukaan patah dari
hasil pengujian kelelahan pada siklus rendah (beban tinggi). Hasil dari uji struktur
makro dapat dilihat pada Gambar 4.9 sampai dengan Gambar 4.12 :
Gambar 4.9 Penampang Patahan Lelah Material Hasil 1 : 3 selama 5 hari, dengan
Gambar 4.10 Penampang Patahan Lelah Material 1 : 3 selama 7 hari, dengan
Pembebanan 15 kg , Siklus 175740
Gambar 4.11 Penampang Patahan Lelah Material 1 : 4 selama 5 hari, dengan
Gambar 4.12 Penampang Patahan Lelah Material 1 : 4 selama 10 hari, dengan
Pembebanan 15 kg , Siklus 195653
4.5.1. Pembahasan Struktur Makro :
Dari hasil pengamatan dan foto struktur makro dapat dilihat bahwa perpatahan
yang terjadi akibat uji kelelahan adalah patah getas, perpatahan ini ditandai dengan
bentuk permukaan yang terlihat lebih rata dan terang serta hanya sedikit terjadi
deformasi plastis.
Pada pengujian struktur makro cenderung tidak ada perubahan butiran,
62
5.1. Kesimpulan
Setelah melakukan proses penelitian mengenai sifat fisis dan mekanis aluminium
paduan, penyemprotan 1 : 3 dalam waktu 5 hari dan 7hari, penyemprotan 1 : 4 dalam
waktu 5 hari dan 10 hari, maka dapat diambil beberapa kesimpulan sebagai berikut :
1. Aluminium paduan cenderung tidak mengalami penurunan kekuatan tarik pada
kondisi penyemprotan 1 : 3 dalam waktu 5 hari maupun 7 hari, dan pada kondisi
penyemprotan 1 : 4 dalam waktu 5 hari dan 10 hari.
2. Aluminium paduan mengalami peningkatan regangan pada kondisi penyemprotan
1 : 3 dalam waktu 5 hari maupun 7 hari dan kondisi penyemprotan 1 : 4 dalam
waktu 5 hari maupun 10 hari.
3. Ketahanan lelah pada aluminium paduan cenderung tidak mengalami penurunan.
4. Dari hasil pengujian, pengamatan dan pemotretan tidak terlihat perubahan yang
signifikan pada struktur kristal aluminium paduan. Karena lamanya waktu
penyemprotan relatif singkat, sehingga korosi tidak sampai menembus kristal
5.2. Saran
1. Agar diperoleh hasil yang maksimal, perlu ketelitian dan kecermatan dalam
melaksanakan pengujian.
2. Proses pengerjaan mesin harus dilakukan dengan ketelitian tinggi, karena
mempunyai permukaan bahan yang rata akan mengurangi perkembangan
retak yang dapat menyebabkan patah pada bahan.
3. Pembuatan spesimen, sebaiknya diperhatikan dan disesuaikan dengan fungsi
dan penggunaannya.
4. Diperlukan waktu yang lebih lama dan pertambahan besarnya prosentase air
laut, sehingga korosi dapat menembus batas butir dari paduan aluminium dan
mengakibatkan perubahan sifat mekanis dan sifat fisis aluminium paduan
Gambar 1. Alat foto mikro
Gambar 3. Alat penyemprotan
Gambar. Diagram Fasa Paduan Al – Si
Nama : dp. 5. dan dp.10
Type : a.
Bentuk : Batang uji tarik bundar untuk dijepit
So
Batang uji dp.5 Batang uji dp.10
d
1) Untuk bahan-bahan yang lunak bagian untuk di jepit diperlukan lebih tebal.
OPERATION PROCEDURES
1. Machine the test specimen to the standard size as shown Figure 1.
Figure 1 Standard size of testing specimen
2. Mount test specimen inside the holders and check with a measuring instrument to
see if the test specimen is eccentric or not. Use enclosed wrenches to fix the test
specimen.
3. Turn the control handle of loading, without any weights W, to adjust the
horizontal line of holder parallel to the central line of test specimen. But hanging
rod of weights itself should be vertical.
4. Adjust the set bolt to keep the distance of limit sensor to be 18. Please note that
the distance should be kept around 18 mm. If the distance is too long, then the
sensor won’t be detected when specimen breaks. So the motor will keep on
turning and might cause some unforeseen trouble and accident. On the contrary, if
too short, the sensor (lower) would be damaged easily.