• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENGARUH SEMPROTAN AIR LAUT TERHADAP SIFAT FISIS DAN MEKANIS PADUAN ALUMINIUM TUGAS AKHIR - Pengaruh semprotan air laut terhadap sifat fisis dan mekanis paduan alumunium - USD Repository

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "PENGARUH SEMPROTAN AIR LAUT TERHADAP SIFAT FISIS DAN MEKANIS PADUAN ALUMINIUM TUGAS AKHIR - Pengaruh semprotan air laut terhadap sifat fisis dan mekanis paduan alumunium - USD Repository"

Copied!
102
0
0

Teks penuh

(1)

SIFAT FISIS DAN MEKANIS PADUAN ALUMINIUM

TUGAS AKHIR

Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Teknik

Jurusan Teknik Mesin

Disusun Oleh:

GALIH RADYA SUKMA

NIM : 035214035

PROGRAM STUDI TEKNIK MESIN

FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI

UNIVERSITAS SANATA DHARMA

YOGYAKARTA

(2)

SIFAT FISIS DAN MEKANIS PADUAN ALUMINIUM

TUGAS AKHIR

Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Teknik

Jurusan Teknik Mesin

Disusun Oleh:

GALIH RADYA SUKMA

NIM : 023214035

PROGRAM STUDI TEKNIK MESIN

FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI

UNIVERSITAS SANATA DHARMA

YOGYAKARTA

2008

(3)

OF ALUMINIUM ALLOYS

FINAL PROJECT

Presented as Partial fulfillment of the Requirements To Obtain the Sarjana Teknik Degree

In Mechanical Engineering

By :

GALIH RADYA SUKMA

Student Number : 035214035

MECHANICAL ENGINEERING STUDY PROGRAM

MECHANICAL ENGINEERING DEPARTMENT

SCIENCE AND TECHNOLOGY FACULTY

SANATA DHARMA UNIVERSITY

YOGYAKARTA

2008

(4)
(5)
(6)

Tinggi, dan sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalam naskah ini dan disebutkan dalam daftar pustaka.

Yogyakarta, 28 Juli 2008

Penulis

(7)

vi

Kasih-Nya yang selalu memberi kekuatan

Bapak Sugiat,

Ibu Ferryningsih, C.L.,

Bryan Yanu Artha

Keluarga yang selalu memberi segala macam

dukungan

Evivania Dian P.

Pacar,saudara,teman,sahabat,sekaligus musuh yang

selalu sabar

Arie Tunggul, Albert “pakDhe”, Heri

“Boyo”

Teman teman ”Up2u camp” yang selalu memberi dan

menerima pinjaman utang

Up 2 U

….

.

Teman teman yang menjadi keluarga

Warga Teknik mesin USD,

terlebih angkatan 2003

Wilson,yang ikut ikutan ambil judul

Keluarga besar TEKSAPALA

(8)
(9)

Puji syukur kehadirat Tuhan Y.M.E. yang telah memberi anugerah, berkat, rahmat dan kekuatan serta semangat, harapan baru yang berlimpah dan tiada henti di dalam penulisan tugas akhir ini hingga selesai.

Tugas akhir ini merupakan salah satu syarat yang harus dipenuhi bagi mahasiswa Teknik Mesin sebelum dinyatakan lulus sebagai Sarjana Teknik. Dalam pelaksanaan dan penulisan tugas akhir ini tidak lepas dari bantuan berbagai pihak, baik berupa materi, bimbingan, kerja sama serta dukungan moril. Dalam kesempatan ini penulis mengucapkan terimakasih kepada :

1. Romo Ir. Greg. Heliarko, S.J., S.S., B.S.T., M.A., M.Sc., selaku Dekan Fakultas Sains dan Teknologi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta. 2. Bapak Budi Sugiharto, S.T., M.T., selaku Ketua Program Studi Teknik

Mesin Universitas Sanata Dharma.

3. Bapak Doddy Purwadianto, S.T., M.T., selaku Dosen pembimbing akademik..

4. Bapak Doddy Purwadianto, S.T., M.T., selaku Dosen Pembimbing Tugas Akhir.

5. Seluruh dosen dan karyawan Fakultas Sains dan Teknologi Universitas Sanata Dharma.

6. Bapak Martono, Bapak Ronny, Bapak Intan dan semua Laboran yang lain.

(10)

8. Evivania Dian P, terimakasih atas segalanya.

9. Teman-teman satu apartemen, teman-teman satu Universitas Sanata Dharma, Albert Kurnia, Ari T.S, Heri Setyo W, Wilson Numbery, Ronny Paulus, rekan-rekan dan semua pihak yang membantu dalam penulisan tugas akhir ini.

Yogyakarta, 28 Juli 2008

Penulis

(11)

dari penelitian ini adalah untuk mengetahui sifat fisis dan mekanis paduan Aluminium tanpa perlakuan dan paduan Aluminium dengan mendapat perlakuan penyemprotan air laut.

Proses penelitian yang dilakukan adalah paduan aluminium yang disemprot dengan air laut pada variasi waktu 15 hari dan 30 hari. Pengujian yang dilakukan adalah uji tarik, uji kelelahan, dan analisis struktur mikro dan makro.

Kekuatan tarik dan regangan pada paduan aluminium yang mengalami penyemprotan 15 hari, yaitu 14,06 Kg/mm², 2,03 % dan 30 hari, yaitu 14,08 Kg/mm², 1,54% mengalami perubahan bila dibandingkan dengan hasil paduan Aluminium tanpa perlakuan yaitu 17,26 Kg/mm², 0,99 %. Kekuatan lelah paduan Aluminium tanpa perlakuan lebih baik daripada paduan Aluminium hasil penyemprotan 15 hari dan 30 hari. Struktur kristal paduan Aluminium tidak mengalami perubahan. Hanya mengalami perubahan pada permukaan benda uji.

(12)

xi

HALAMAN JUDUL………..………... i

HALAMAN PENGESAHAN PEMBIMBING..………... iii

HALAMAN PENGESAHAN PENGUJI DAN DEKAN ………... iv

HALAMAN PERNYATAAN..………... v

HALAMAN PERSEMBAHAN ……….. vi

HALAMAN PUBLIKASI……… vii

KATA PENGANTAR... viii

INTISARI………. x

DAFTAR ISI………... xi

DAFTAR TABEL ………... xv

DAFTAR GAMBAR ………... xvi

BAB I PENDAHULUAN ………... 1

1.1. Latar Belakang Penelitian………... 1

1.2. Tujuan Penelitian…………....……….………... 2

1.3. Batasan Penelitian…...…………....………... 3

BAB II DASAR TEORI………...…….………... 4

2.1. Sifat-sifat Aluminium ………. 4

(13)

xii

2.4.1. Klasifikasi Paduan Aluminium... 9

2.4.2. Paduan Aluminium Cor... 11

2.4.3. Paduan Al-Cu……… 12

2.4.4. Paduan Al─Si, Al─Si─Mg dan Al─Si─Cu... 14

2.4.5. Paduan Al-Mg... 17

2.4.6. Paduan Al-Mn... 19

2.4.7. Paduan Al-Mg-Zn………. 19

2.4.8. Paduan Aluminium Tahan Panas... 19

2.5. Pengaruh Unsur Paduan Dalam Aluminium... 20

2.6. Pengujian Bahan... 23

2.7. Pengujian Merusak……….. 25

2.7.1. Pengujian Tarik………. 25

2.7.2. Pengujian Kelelahan……….. 29

2.8. Korosi... 30

2.8.1. Macam – Macam Korosi... 32

2.8.2. Laju Korosi……… 34

2.8.3. Faktor–faktor yang Mempengaruhi Korosi Baja Karbon di Air Laut... 35

(14)

xiii

2.12. Retakan (Crack)……….. 48

BAB IIIMETODE PENELITIAN………... 49

3.1. Skema Penelitian... 50

3.2. Bahan dan Peralatan... 51

3.3. Pembuatan Benda Uji (spesimen)... 52

3.3.1. Uji Tarik... 52

3.3.2. Uji Kelelahan... 54

3.3.3. Struktur Mikro... 55

3.4. Pengujian Bahan……….. 55

3.4.1. Pengujian Tarik... 55

3.4.2. Pengujian Kelelahan……….. 56

3.4.3. Pengujian Struktu Mikro... 57

3.4.4. Pengujian Struktur Makro………. 58

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN……….. 59

4.1. Hasil Uji Komposisi……… 59

4.2. Pengujian Tarik... 60

4.2.1. Pembahasan Uji Tarik………... 62

4.3. Pengujian Kelelahan... 63

(15)

xiv

4.5.1. Pembahasan Struktur Makro... 72

BAB V PENUTUP………... 73

5.1. Kesimpulan... 73

5.2. Saran... 74

DAFTAR PUSTAKA... 75

(16)

Tabel 2.2. Sifat-Sifat Mekanik Aluminium... 8

Tabel 2.3. Klasifikasi Paduan Aluminium Cor... 10

Tabel 2.4. Klasifikasi Paduan Aluminium Tempa... 10

Tabel 2.5. Sifat-Sifat Mekanis Paduan Aluminium Cor... 11

Tabel 2.6. Pengaruh Unsur Paduan Pada Aluminium... 12

Tabel 2.7. Fasa Presipitasi Selama Penuaan Paduan Biner Al-Cu………… 13

Tabel 2.8. Kekuatan Tarik Panas Paduan Al-Si-Ni-Mg……….... 15

Tabel 2.9. Sifat-Sifat Mekanis Paduan Al-Mg-Si... 16

Tabel 2.10. Sifat-Sifat Mekanik Paduan Al-Cu-Mg... 18

Tabel 3.1. Ukuran Benda Uji Tarik menurut standar SII.0148-76... 53

Tabel 4.1. Komposisi Paduan Aluminium... 59

Tabel 4.2. Data Uji Tarik Benda Uji Tanpa perlakuan... 61

Tabel 4.3. Data Uji Tarik Benda Uji Penyemprotan selama 15 hari... 61

Tabel 4.4. Data Uji Tarik Benda Uji penyemprotan selama 30 hari... 61

Tabel 4.5. Data Uji Kelelahan Tanpa perlakuan... 64

Tabel 4.6. Data uji Kelelahan Benda Uji penyemprotan selama 15 hari.. 65

Tabel 4.7. Data uji Kelelahan Benda Uji penyemprotan selama 30 hari.. 66

Tabel L.1. Standarisasi JIS... 80

(17)

Gambar 2.2. Diagram S-N Untuk Logam Besi dan Bukan Besi... 30

Gambar 2.3. Macam-Macam Bentuk Patahan... 40

Gambar 2.4. Retak Ductile Paduan Al – Si………... 41

Gambar 2.5. Retak Getas Paduan Al – Si………... 42

Gambar 3.1. Benda Uji Tarik... 52

Gambar 3.2. Benda Uji Kelelahan... 54

Gambar 3.3. Benda Uji Kekerasan dan Struktur Mikro... 55

Gambar 4.1. Diagram Perbandingan Uji Tarik... 62

Gambar 4.2. Grafik Uji Tarik Spesimen Tanpa perlakuan... 64

Gambar 4.3. Grafik Uji Tarik Spesimen Penyemprotan 15 hari... 65

Gambar 4.4. Grafik Uji Tarik Spesimen Penyemprotan 30 hari... 66

Gambar 4.5. Grafik Perbandingan Uji tarik... 67 Gambar 4.6. Kawat dengan ukuran sebenarnya 0,13 mm dengan

perbesaran 200×...

68

Gambar 4.7. Struktur Mikro Pada Kondisi Tanpa perlakuan, perbesaran 200×...

68

Gambar 4.8. Struktur Mikro Pada penyemprotan selama 15 hari, perbesaran 200×...

69

(18)

Gambar 4.11 Penampang Patahan Lelah Material penyemprotan selama 15 hari...

71

Gambar 4.12 Penampang Patahan Lelah Material penyemprotan selama 30 hari...

72

Gambar L.1. Alat foto mikro... 77

Gambar L.2. Alat Uji tarik... 77

Gambar L.3. Alat penyemprotan... 78

Gambar L.4. Alat Uji Kelelahan... 78

(19)

1.1. Latar Belakang Penelitian

Penggunaan aluminium sebagai logam setiap tahunnya adalah pada urutan kedua setelah besi dan baja,yang tertinggi diantara logam non ferro. Produksi

aluminium tahunan didunia mencapai 15 juta ton per tahun pada tahun 1981. ( Surdia T,Saito S, : Pengetahuan Bahan Teknik, hal 129)

Sebagian besar belahan bumi Indonesia ini berupa lautan, sehingga kehidupan manusiapun tidak bisa lepas dari laut. Kemajuan teknologi khususnya bidang industri perkembangannya semakin pesat, tidak hanya di daratan, melainkan sudah merambah ke daerah lautan. Seperti misalnya penambangan lepas pantai, adanya kincir-kincir yang berada di tepi pantai, dan lain sebagainya. Masalah bidang industri yang berada di laut maupun di darat, sepintas hanya berbeda letak saja, akan tetapi banyak perbedaan yang sangat mendasar. Air laut mempunyai sifat korosif, sangat destruktif dan merusak,sehingga sangat mempengaruhi kemajuan industri saat ini. Dengan sifat air laut yang korosif ini, maka dicari bahan-bahan yang tahan terhadap korosi di lingkungan air laut.

Permintaan akan kebutuhan industri dalam jumlah yang cukup besar dan kualitas baik juga tentunya, menjadi tangung jawab dan motivasi manusia untuk terus dapat mengolah dan menciptakan sesuatu yang bermanfaat dari sumber daya yang ada. Khususnya pada bidang teknik yang melakukan penelitian dan pengujian pada bahan-bahan yang berkualitas, tahan terhadap korosi, baik di

(20)

lingkungan air laut maupun lingkungan yang lain. Karena dari bermacam bahan yang ada tersebut mempunyai sifat dan karakter yang berbeda-beda seperti sifat fisis, mekanik, komposisi, dan mempunyai kelebihan dan kekurangan juga tentunya.

Berdasarkan dari hal-hal tersebut, penulis akan melakukan penelitian mengenai paduan aluminium. Yang mana penelitian ini sebagai bahan tugas akhir, karena penggunaan aluminium yang semakin banyak dipergunakan dalam berbagai bidang dewasa ini. Ini disebabkan karena aluminium mempunyai sifat tahan korosi, tidak beracun, ringan, pengahantar panas yang baik dan mudah dibentuk.

Karena sifat aluminium yang tahan terhadap korosi maka diperlukan penelitian pengaruh semprotan air laut terhadap paduan aluminium. Karena penggunaan paduan aluminium yang semakin banyak. Selain dipergunakan untuk peralatan rumah tangga, aluminium banyak juga dipergunakan untuk keperluan industri diantaranya bahan untuk body pesawat terbang, mobil, kapal laut, elektronik, konstruksi dan lain sebagainya.

1.2. Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh semprotan air laut terhadap sifat fisis dan mekanis pada paduan aluminium, yaitu :

1. Kekuatan tarik 2. Kelelahan

(21)

1.3. Batasan Penelitian

(22)

Aluminium merupakan logam ringan yang mempunyai ketahanan korosi

yang baik dan hantaran listrik yang baik dan sifat-sifat yang baik lainnya sebagai

sifat logam. Sebagai tambahan terhadap kekuatan mekaniknya yang sangat

meningkat dengan penambahan Cu, Mg, Si, Mn, Zn, Ni, dan lain sebagainya,

secara satu persatu atau bersama-sama, memberikan juga sifat-sifat baik lainnya

seperti tahan korosi, ketahanan aus, koefisien pemuaian rendah dan lain

sebagainya. Material ini dipergunakan di dalam bidang yang luas.

2.1. Sifat-sifat aluminium

Keunggulan aluminium dibandingkan dengan material lain dapat dilihat

dari sifat-sifat yang dimilikinya, antara lain :

1. Sifat utama adalah massa jenis yang rendah, berat aluminium yang

hanya sepertiga dari berat baja, berat jenis aluminium 2700 Kg/m3,

sedangkan berat jenis baja sebesar 7700 Kg/m3, kekuatan tarik 90 –

120 Mpa, tegangan luluh 34 Mpa, kekerasan 23 BHN dan modulus

elastisitas (E) sebesar 70000 N/mm2.

2. Tahan terhadap korosi (Corrosion Resistance), untuk logam non ferro

dijelaskan bahwa semakin besar kerapatannya maka semakin baik daya

tahan korosinya, tetapi untuk aluminium ada pengecualian. Hal ini

disebabkan oleh lapisan atau selaput tipis oksida transparan dan jenuh

(23)

oksigen di seluruh permukaan, selaput ini mengendalikan laju korosi

dan melindungi lapisan di bawahnya.

3. Sifat mekanis (Mechanical Properties), aluminium mempunyai

kekuatan tarik, kekerasan, dan sifat mekanis lain yang sebanding

dengan paduan bukan besi (non ferrous alloys) lainnya, dan juga

sebanding dengan beberapa jenis baja.

4. Penghantar panas dan listrik yang baik (Head and Electrical

Conductivity), disamping daya tahan yang baik terhadap korosi,

aluminium memiliki daya hantar panas dan listrik yang tinggi, daya

hantar listrik aluminium murni sekitar 60 % dari daya hantar tembaga.

5. Tidak beracun (Nontoxicity), aluminium dapat digunakan sebagai

bahan pembungkus atau kaleng makanan dan minuman. Hal ini

disebabkan reaksi kimia antara makanan atau minuman dengan

aluminium tidak menghasilkan zat beracun yang membahayakan

kesehatan manusia.

6. Sifat mampu bentuk (Formability), aluminium dapat dibentuk dengan

mudah, aluminium mempunyai sifat mudah untuk ditempa

(Malleability) yang memungkinkannya dibuat dalam bentuk plat atau

lembaran tipis.

7. Titik lebur rendah (Melting Point), titik lebur aluminium relatif rendah

(6600C) sehingga sangat baik untuk proses penuangan dengan waktu

(24)

2.2. Produksi Alumina

Aluminium di produksi dari bauksit yang merupakan campuran gibbsite

[Al (OH)3], diaspore [Al O(OH)] dan mineral lempung seperti kaolinit [Al2 Si2O5

(OH)4]. Proses aluminium dari bauksit melalui dua tahap, yaitu :

a. Proses pengolahan alumina (Al2O3)

b. Proses Elektrolisa alumina menjadi aluminium

Proses produksi dibuat dua tahap karena sedikit lebih sulit untuk memisahkan

antara alumina dan bauksit.

2.2.1. Proses Pengolahan Alumina

Proses pengolahan bauksit menjadi alumina dilakukan melalui suatu

rangkaian proses yang di sebut proses Bayer. Bauksit di masukkan ke dalam

larutan (Na OH) dan alumina yang terdapat di dalamnya akan membentuk sodium

aluminat. Setelah pemisahan sodium aluminat dari zat lainnya, lalu didinginkan

secara perlahan sampai temperatur 250C ─ 350C untuk mengendapkan aluminium

hidroksida Al (OH)3, kemudian Al (OH)3 dicuci dan selanjutnya dipanaskan

sampai temperatur 1100C ─ 1200C untuk menghasilkan aluminium oksida

(Al2O3). Dari proses tersebut didapatkan alumina yang siap pakai.

Pada proses elektrolisa alumina, alumina yang telah diperoleh melalui

proses pengolahan bauksit, diproses lagi secara elektrolisa pada temperatur tinggi

dengan proses Hall─Heroult. Karena alumina mempunyai titik leleh yang tinggi

(20000C), maka alumina tersebut dilarutkan ke dalam cairan Criolite (Na3Al F6)

(25)

(10000C). (Sumber : Malau V : Bahan Teknik Manufaktur, Diktat Kuliah,USD

Yogyakarta)

Apabila arus listrik melewatinya, alumina bermuatan positif akan tertarik ke

pelapis dapur yang merupakan elektroda negatif (katoda), dan akan di dapat

aluminium cair yang terkumpul di dasar dapur dan dapat di ambil bila perlu,

sementara oksigen akan sampai ke anoda dan terbakar.

2.3. Aluminium Murni

Aluminium yang didapat dalam keadaan cair dengan elektrolisa, umumnya

mencapai kemurnian 99,85 % berat. Dengan mengelektrolisa kembali dapat

dicapai kemurnian 99,99 % berat yaitu dicapai dengan empat angka sembilan.

Tabel 2.1 Sifat-sifat Fisik Aluminium

(Sumber : Surdia T,Saito S, : Pengetahuan Bahan Teknik, hal 134)

Sifat-sifat Kemurnian Al (%)

99,996 > 99,0

Massa jenis (200C)

Titik cair

Panas jenis (cal/g0C)(100)

Hantaran listrik (%)

Tahanan listrik koefisien temperatur (0C)

Koefisien pemuaian (20-1000C)

Jenis kristal, kontraksi kisi

2,6989

660,2

0,2226

64,94

0,00429

23,86 ×10-6

Fcc,a = 4,013kX

2,71

653-657

0,2297

59

0,0115

23 x 10-6

Fcc,a = 4,04kX

(26)

Tabel 2.2 Sifat-Sifat Mekanik Aluminium

(Sumber : Surdia T,Saito S, :Pengetahuan Bahan Teknik, hal 134)

Sifat-sifat Kemurnian Al (%)

99,996 >99,0

Diaging

75% dirol

dingin

Diaging H18

Kekuatan tarik (kg/mm2)

Kekuatan mulur(0,2%)(kg /mm2)

Perpanjangan (%) Kekerasan Brinell 4,9 1,3 48,8 17 11,6 11,0 5,5 27 9,3 3,5 35 23 16,9 14,8 5 4,4

Sifat-sifat fisik dan sifat-sifat mekanik yang ditunjukkan dalam tabel 2.1 dan

tabel 2.2, ketahanan korosi berubah menurut kemurnian, aluminium dengan

kemurnian 99,0 % atau di atasnya dapat dipergunakan di udara selama

bertahun-tahun. Hantaran listrik aluminium kira-kira 65 % dari hantaran listrik tembaga,

tetapi massa jenisnya kira-kira sepertiganya sehingga memungkinkan untuk

perluasan penampangnya. Oleh karena itu dapat dipergunakan untuk kabel-kabel

tenaga dan bisa untuk lembaran tipis (foil). Aluminium dengan kadar 99,0 %

dapat dipergunakan untuk reflektor yang memerlukan reflektipitas yang tinggi dan

juga untuk kodensor elektrolitik dipergunakan aluminium dengan angka sembilan

(27)

2.4. Paduan Aluminium

Penggunaan aluminium pada umumnya terbatas pada aplikasi yang tidak

terlalu mengutamakan faktor kekuatan seperti penghantar panas dan listrik,

perlengkapan bidang kimia, lembaran (plat) dan sebagainya. Salah satu usaha

untuk meningkatkan aluminium murni adalah dengan proses pengerasan regang

atau dengan perlakuan panas (heat tretment). Tetapi cara ini tidak senantiasa

memuaskan bila tujuan utama adalah untuk menaikan kekuatan bahan.

Pada perkembangan selanjutnya, peningkatan kekuatan aluminium dapat

dicapai dengan menambahkan unsur-unsur paduan ke dalam aluminium.

Unsur-unsur paduan tersebut dapat berupa tambahan tembaga (Cu), Mangan (Mn),

silikon (Si), magnesium (Mg), seng (Zn), dan lain-lain. Kekuatan aluminium

paduan dapat dinaikan lagi dengan pengerasan regang atau dengan perlakuan

panas. Sifat-sifat lainnya seperti mampu cor dan mampu mesin juga bertambah

baik, dengan demikian penggunaan aluminium paduan lebih luas dibandingkan

dengan aluminium murni.

2.4.1. Klasifikasi Paduan Aluminium

Paduan aluminium diklasifikasikan dalam berbagai standard oleh berbagai

negara. Paduan aluminium diklasifikasikan menjadi dua kelompok umum yaitu :

ƒ Paduan aluminium cor (cast aluminium alloys)

ƒ Paduan aluminium tempa (wrought aluminium alloys)

Setiap kelompok tersebut dibagi lagi menjadi dua kategori, yaitu paduan

(28)

(non heat treatable alloys). Sistem penandaan untuk kedua kelompok paduan

tersebut tercantum pada tabel di bawah ini :

Tabel 2.3 Klasifikasi Paduan Aluminium Cor

Elemen Paduan Utama Aluminium Kode/Grup

Aluminium, 99% atau lebih besar 1XX.X

Tembaga (Copper = Cu) 2XX.X

Silicon dgn Cu dan/atau Mg 3XX.X

Silicon (Si) 4XX.X

Magnesium (Mg) 5XX.X

Zinc 7XX.X

Tin 8XX.X

Elemen lain 9XX.X

Tabel 2.4 Klasifikasi Paduan Aluminium Tempa

Elemen Paduan Utama Aluminium Kode/Grup

Aluminium, 99% atau lebih besar 1XXX

Tembaga (Copper = Cu) 2XXX

Manganese (Mn) 3XXX

Silicon (Si) 4XXX

Magnesium (Mg) 5XXX

Magnesium & Silicon 6XXX

Seng (Zn = Zinc) 7XXX

(29)

2.4.2. Paduan Aluminium Cor

Struktur mikro paduan aluminium cor (berhubungan erat dengan sifat-sifat

mekaniknya) terutama tergantung pada laju pendinginan saat pengecoran

dilakukan. Laju pendinginan ini tergantung pada jenis cetakan yang digunakan.

Dengan cetakan logam, pendinginan akan berlangsung lebih cepat dibanding

dengan cetakan pasir sehingga struktur logam cor yang dihasilkan akan lebih

halus dan menyebabkan peningkatan sifat mekaniknya. Tabel di bawah ini

memperlihatkan sifat-sifat mekanik beberapa paduan aluminium cor.

Tabel 2.5 Sifat-Sifat Mekanis Paduan Aluminium Cor

(Sumber : Malau V : Bahan Teknik Manufaktur, Diktat Kuliah,USD Yogyakarta)

Paduan Komposisi

Rata-rata (%) Proses Pembuatan Perlakuan Panas 2 yo σ (Mpa) u σ (Mpa) Regangan (%)

295.0 4,5 Cu - 1 Si Cetakan pasir T6 165 250 5

308.0 5,5 Si - 4,5 Cu Cetakan pasir F 90 150 1

356.0 7Si - 0,3 Mg Cetakan pasir T6 160 230 1,5

390.0

17Si – 4,5Cu-

0,6Mg Cetakan pasir Tekanan T6 T5 270 290 280 310 <0,5 1

413.0 12Si – 1,3 Fe Tekanan F 160 280 3

712.0

5,8Zn - 0,6 Mg

- 0,5Cr - 0,2Ti

(30)

Tabel 2.6 Pengaruh Unsur Paduan Pada Aluminium

(Sumber : Suroto,A.Sudibyo,b.Ilmu Logam)

Mg Cu Si Zn Mn Pb

Batas getas + + + + + ++ + 0

Daya tahan terhadap korosi ++ - ++ - ++ 0

Kemampuan dituang + 0 ++ 0 0 0

Kemampuan diproses cutting + 0 + + - +

keterangan :

++ : Sangat meningkat

+ : Meningkat

- : Menurun

0 : Tidak berpengaruh

Disamping sifat-sifat tersebut, ada beberapa sifat penting yang diperoleh

dari paduan aluminium, yaitu dengan kemampuan dispersi, hal ini dengan

memberikan paduan tembaga dan seng atau paduan magnesium-silisium (Mg Si2)

atau Magnesium-seng (Mg-Zn2) dengan demikian dapat diketahui perbedaan

antara aluminium yang dapat dikeraskan dengan aluminium yang tidak dapat

dikeraskan, ini sangat penting bagi proses pengerjaan.

2.4.3. Paduan Al-Cu

Paduan Al-Cu sangat jarang digunakan karena tingkat kecairannya jelek.

Paduan Al-Cu dapat di perbaiki dengan menambahkan unsur Si. Karena bahan ini

memiliki sifat cukup baik pada penggunaan suhu tinggi bisa ditambahkan unsur

(31)

Paduan aluminium dengan kadar Cu 4,5 % memiliki sifat-sifat mekanis dan

mampu mesin yang baik, sedangkan mampu cor bahan ini kurang baik.

Paduan Al-Cu-Si dengan kadar 4 – 5 % Si pada paduan dapat memperbaiki

mampu cor aluminium. Paduan Al-Cu-Si biasa dipakai untuk rangka utama

katup-katup. Komposisi paduan adalah :

ƒ Cu : 4,20 %

ƒ Si : 4,58 %

ƒ Fe : 0,14 % dan

ƒ Al : sisanya

Tabel.2.7 Fasa Presipitasi Terbentuk Selama Penuaan Paduan Biner Al – Cu

(Sumber : Surdia, T.Saito,S.Pengetahuan Bahan Teknik, hal.132)

Konsentrasi paduan Temperatur

Penuaan (0C) 2 % Cu 3 %Cu 4 % Cu 4,5 % Cu

110 130 165 190 220 240 GP [1]

θatau dan θ

GP [2] atau GP [1]

- θ θ - GP [1] GP [1]

θdan GP [2] sesaat

θGP [2] terbatas

-

-

GP [1]

GP [1]

GP [1] dan GP [2]

GP[2]dan terbatasθ

(32)

2.4.4. Paduan Al─Si, Al─Si─Mg dan Al─Si─Cu

Paduan Al – Si merupakan paduan aluminium yang paling banyak

digunakan dengan kadar Si yang bervariasi dari 5 – 20 %. Kebanyakan paduan ini

memiliki struktur mikro eutektik atau hypoeutektik (komposisi eutektik pada

12,17 % Si). Paduan ini mempunyai viskositas yang baik dan tahan terhadap

korosi serta memiliki mampu cor yang baik, sehingga terutama dipakai untuk

elemen-elemen mesin. Paduan ini relatif ringan, koefisien pemuaian rendah,

penghantar panas dan listrik yang baik. Bila paduan ini di cor, akan mempunyai

sifat mekanis rendah karena butir-butir Si cukup besar, sehingga pada saat

pengecoran perlu ditambahkan natrium untuk membuat kristal halus dan

memperbaiki sifat-sifat mekanisnya. Tapi cara ini tidak efektif untuk coran tebal.

Sifat-sifat mekanis paduan Al-Si dapat diperbaiki dengan menambahkan

Mg, Cu, atau Mn, dan selanjutnya diperbaiki dengan perlakuan panas.

Penambahan unsur Mg (0,3 – 1 %) pada paduan Al-Si akan menghasilkan

peningkatan cukup besar terhadap sifat-sifat mekanisnya. Dalam hal ini, unsur Mg

meningkatkan respon terhadap perlakuan panas bahan. Peningkatan tersebut

terjadi karena adanya presipitasi Mg2Si. Paduan 5053, 6063 dan 6061 merupakan

paduan dari sistim ini yang mempunyai kekuatan kurang baik sebagai paduan

tempa dibandingkan dengan paduan-paduan lainnya, tetapi sangat liat, sangat baik

(33)

Tabel 2.8 Kekuatan Tarik Panas Paduan Al-Si-Ni-Mg

(Sumber : Surdia,T.Saito,S.Pengetahuan Bahan Teknik,hal.138)

Sifat-sifat mekanik Paduan Perlakuan

Temp-

ratur uji

(0C)

Kekuatan

Tarik

(kgf/mm2)

Kekuatan

Mulur

(kgf/mm2)

Perpan-jangan (%) Alcoan 325 Al-12,5Si-1,0Mg-0,9Cu-

0,9Ni (untuk dibentuk)

T6: 510-5210C,4 jam

Dicelup dingin di air,

160-1740C,6-10 jam

Penuaan 24 240 316 371 39,2 11,2 4,2 2,5 32,2 7,7 2,5 1,4 8 30 60 120

Alcoa A 132

Al-12Si-2,5Ni-1,2Mg-

0,8Cu (untuk dicor

cetak)

T551: 168-1740C,14-18

Jam dianil, tanpa

Perlakuan perlarutan 24 204 316 25,2 16,1 7,7 19,6 9,5 3,5 0,5 2,0 8,0

Alcoa D 132

Al-9Si-3,5Cu-0,8Mg-

0,8Ni (untuk dicor

cetak)

T5: 2040C,7-9jam dianil,

tanpa perlakuan pelarutan

(34)

Tabel 2.9 Sifat-Sifat Mekanis Paduan Al-Mg-Si

(Sumber : Surdia,T.Saito,S.Pengetahuan Bahan Teknik,hal.140)

Paduan Keadaan Kekuatan

Tarik

(kgf/mm2)

Kekuatan

Mulur

(kgf/mm2)

Perpanjangan

(%)

Kekuatan

Geser

(kgf/mm2)

Kekerasan

Brinell

Batas

Lelah

Kgf/mm2)

6061 0 T4 T6 12,6 24,6 31,6 5,6 14,8 28,0 30 28 15 8,4 16,9 21,0 30 65 95 6,3 9,5 9,5 6063 T5 T6 T83 19,0 24,6 26,0 14,8 21,8 24,6 12 12 11 11,9 15,5 15,5 60 73 82 6,7 6,7 -

Penambahan unsur Cu (3-5 %) pada paduan Al-Si dapat juga meningkatkan

sifat-sifat mekanik paduan. Paduan Al-Si-Cu, dengan komposisi Si mendekati

komposisi eutektik dapat di gunakan pada suhu tinggi dengan koefisien muai

panjang relatif kecil, paduan ini banyak digunakan untuk bahan piston motor

bakar (internal combustion engine)

Duralumin (paduan seri 2017) merupakan salah satu paduan populer dari

aluminium dengan komposisi standard Al – 4 % Cu – 0,5 % Mg – 0,5 % Mn. Bila

kandungan unsur Mg ditingkatkan sehingga komposisi standarnya berubah

menjadi Al 4,5 % Cu 1,5 % Mn di namakan paduan 2024 dengan nama lamanya

(35)

2.4.5. Paduan Al-Mg

Paduan aluminium dengan kadar Mg sekitar 4 – 10 % mempunyai

ketahanan korosi dan sifat-sifat mekanis yang baik. Paduan ini mempunyai

kekuatan tarik diatas 300 Mpa, dan perpanjangan diatas 12 % setelah perlakuan

panas. Paduan Al-Mg (disebut juga hidronalium) di pakai untuk bagian-bagian

dari alat-alat industri kimia, kapal laut, pesawat terbang yang membutuhkan daya

tahan terhadap korosi. Paduan mempunyai daya tahan sangat baik terhadap korosi

dalam air laut dan udara dengan kadar garam relatif tinggi.

Komposisi dari paduan ini :

ƒ Mg : 3,86 %

ƒ Si : 0,18 %

ƒ Mn : 0,39 %

ƒ Fe : 0,29 %

ƒ Cu : 0,07 % dan

ƒ Al : sisanya

Paduan seri 5052 dengan 2-3 % Mg dapat dengan mudah di tempa, dirol dan

di ekstrusi. Paduan 5056 merupakan paduan paling kuat dalam sistem ini, dan

dipakai setelah pengerasan bila diperlukan kekerasan tinggi. Paduan 5083 dengan

(36)

Tabel 2.10 Sifat-Sifat Mekanik Paduan Al-Cu-Mg

(Sumber : Malau V : Bahan Teknik Manufaktur,Diktat Kuliah, USD Yogyakarta)

Sifat-sifat mekanis Paduan Keadaan Kekuatan Tarik (Mpa) Kekuatan Mulur (Mpa Regangan (%) Kekuatan Geser (Mpa) Batas Lelah (Mpa) 17S (2017) 0 T4 183 436 70 281 - - 127 267 77 127 A17S (A2017)

T4 302 169 27 197 95

24S (2024) 0 T4 T36 189 478 51,3 77 323 401 22 22 - 127 288 295 - - - 14S (2014) 14S (2014) 190 394 490 98 280 420 18 25 13 127 239 295 - - -

Paduan yang mengandung Cu mempunyai daya tahan jelek terhadap korosi,

bila kita ingin meningkatkan ketahanan korosinya maka biasanya pada permukaan

paduan tersebut dilapisi dengan aluminium murni atau paduan aluminium tahan

(37)

2.4.6. Paduan Al-Mn

Mangan (Mn) merupakan unsur yang memperkuat aluminium tanpa

mengurangi ketahanan terhadap korosi, dan dipakai untuk membuat paduan tahan

korosi.

2.4.7. Paduan Al-Mg-Zn

Aluminium menyebabkan keseimbangan biner semu dengan senyawa antara

logam MgZn2, kelarutannya menurun apabila temperatur turun. Paduan bersifat

keras dan getas oleh korosi tegangan. Dengan penambahan kira-kira 0,3 % Mn

atau Cr, butir kristal padat diperhalus dan mengubah bentuk presipitasi serta

terhindar dari retakan korosi tegangan. Paduan tersebut dinamakan ESD,

duralumin super ekstra, mempunyai kekuatan tertinggi di antara paduan-paduan

lainnya. Penggunaan paduan ini terutama untuk bahan konstruksi pesawat terbang.

Paduan 7075 dengan komposisi :

ƒ Mg : 2,5 %

ƒ Cr : 0,3 %

ƒ Zn : 5,5 %

ƒ Cu : 1,5 %

ƒ Mn : 0,2 %

2.4.8. Paduan Aluminium Tahan Panas

Paduan Al-Cu-Ni-Mg mempunyai kekuatan konstan sampai suhu 3000C,

(38)

Paduan Al-Si-Cu-Ni-Mg mempunyai koefisien muai rendah dan tahan suhu

tinggi sehingga paduan ini banyak digunakan untuk piston.

2.5. Pengaruh Unsur Paduan Dalam Aluminium

Paduan-paduan biasanya dipakai untuk meningkatkan pengaruh positif pada

aluminium tetapi memiliki pengaruh negatif juga.

1. Unsur Magnesium (Mg)

Unsur magnesium memberikan pengaruh positif yaitu :

ƒ Mempermudah proses penuaan

ƒ Meningkatkan kemampuan pengerjaan mesin

ƒ Meningkatkan daya tahan terhadap korosi

ƒ Meningkatkan kekuatan mekanis

ƒ Menghaluskan butiran kristal secara efektif

ƒ Meningkatkan ketahanan terhadap beban kejut / impact

Pengaruh negatif yang ditimbulkan unsur Mg :

ƒ Meningkatkan kemungkinan timbulnya cacat pada hasil cor.

2. Unsur Besi (Fe)

Pengaruh positif yang ditimbulkan unsur besi pada paduan aluminium :

ƒ Mencegah terjadinya penempelan logam cair pada cetakan selama proses

penuangan.

Pengaruh negatif yang ditimbulkan unsur besi :

ƒ Penurunan sifat mekanis

(39)

ƒ Timbulnya bintik keras pada hasil coran

ƒ Peningkatan cacat porositas.

3. Unsur Seng (Zn)

Pada paduan aluminium unsur seng memberikan pengaruh positif berupa :

ƒ Meningkatkan sifat mampu cor

ƒ Meningkatkan kemampuan dimesin

ƒ Mempermudah dalam pembentukan

ƒ Meningkatkan keuletan bahan

ƒ Meningkatkan kekuatan terhadap beban kejut.

Pengaruh negatif unsur seng pada paduan aluminium adalah :

ƒ Menurunkan ketahanan korosi

ƒ Menurunkan pengaruh baik dari unsur besi, dan bila kadar Zn terlalu tinggi

dapat menimbulkan cacat rongga udara.

4. Unsur Titanium (Ti)

ƒ Pengaruh positif dari unsur titanium pada aluminium adalah :

ƒ Meningkatkan kekuatan hasil cor pada temperatur tinggi

ƒ Memperhalus butir kristal dan permukaan

ƒ Mempermudah proses penuangan.

Unsur titanium memberikan pengaruh negatif terhadap paduan aluminium :

ƒ Menaikan viskositas logam cair dan mengurangi fluiditas logam cair.

5. Unsur Silikon (Si)

Pengaruh positif dari unsur silicon dalam paduan aluminium adalah :

(40)

ƒ Meningkatkan daya tahan terhadap korosi

ƒ Memperbaiki sifat-sifat atau karakteristik coran

ƒ Menurunkan penyusutan dalam hasil coran

Pengaruh negatif yang ditimbulkan unsur Si adalah :

ƒ Penurunan keuletan bahan terhadap beban kejut

ƒ Hasil cor akan rapuh jika kandungan silikon terlalu tinggi.

6. Unsur Mangan (Mn)

Pengaruh positif unsur mangan dalam paduan aluminium yaitu :

ƒ Meningkatkan kekuatan dan daya tahan pada temperatur tinggi

ƒ Meningkatkan daya tahan terhadap korosi

ƒ Mengurangi pengaruh buruk unsur besi

Pengaruh negatif yang ditimbulkan unsur mangan yaitu :

ƒ Menurunkan kemampuan penuangan

ƒ Meningkatkan kekerasan butiran partikel

7. Unsur Tembaga (Cu)

Pengaruh positif yang ditimbulkan unsur tembaga yaitu :

ƒ Meningkatkan kekerasan bahan

ƒ Memperbaiki kekuatan tarik

ƒ Mempermudah proses pengerjaan dengan mesin.

Pengaruh negatif yang ditimbulkan :

ƒ Menurunkan daya tahan terhadap korosi

ƒ Mengurangi keuletan bahan

(41)

8. Unsur Nikel (Ni)

Pengaruh positif yang ditimbulkan unsur nikel yaitu :

ƒ Meningkatkan kekuatan dan ketahanan bahan pada temperatur tinggi

ƒ Penurunan pengaruh buruk unsur besi dalam paduan

ƒ Meningkatkan daya tahan terhadap korosi

2.6. Pengujian Bahan

Pengujian bahan dimaksudkan untuk mengetahui sifat-sifat bahan dari

bahan yang di uji. Sifat-sifat suatu bahan meliputi :

1. Sifat mekanis

ƒ Tegangan tarik

ƒ Modulus elastis

ƒ Beban patah

ƒ Tegangan kelelahan

ƒ Kekerasan

ƒ Tegangan elastis

ƒ Tahanan keausan,dll.

2. Sifat kimia

ƒ Tahanan pada korosi

ƒ Tahanan pada oksidasi

ƒ Stabilitas, reaktifitas

3. Sifat phisik

(42)

ƒ Konduktivitas listrik

ƒ Konduktivitas panas

ƒ Reflektivitas

ƒ Energi permukaan

ƒ Suhu dan panas laten transformasi dll.

Secara garis besar, pengujian mekanis terhadap benda uji dapat dibedakan

atas pengujian bersifat merusak benda uji (destruktif) dan pengujian bersifat tidak

merusak benda uji (non destruktif). Pengujian bersifat merusak benda uji akan

menimbulkan kerusakan berarti pada benda uji setelah pengujian selesai.

Pegujian bersifat merusak benda uji meliputi :

ƒ Uji tarik

ƒ Uji kelelahan

ƒ Uji lengkung

ƒ Uji kejut

ƒ Uji geser

ƒ Uji puntir

ƒ Uji tekan,dll.

pengujian bersifat tidak merusak benda uji meliputi :

ƒ Uji kekerasan (Brinell, Rockwell, Vickers, Knoop)

ƒ Uji Zyglo

ƒ Uji Magnetografis

ƒ Uji Ultrasonik

(43)

ƒ Uji magnaflux

ƒ Uji sinar X, sinar γ

2.7. Pengujian merusak

Pada penelitian sifat-sifat mekanis pada aluminium paduan dalam pengujian

merusak digunakan pengujian tarik dan pengujian kelelahan.

2.7.1. Pengujian tarik

Pengujian tarik adalah pengujian bahan dengan cara bahan atau benda uji

diberi beban tarik secara perlahan-lahan sampai suatu beban tertentu dan akhirnya

benda uji patah. Beban tarik yang bekerja pada benda uji akan menimbulkan

pertambahan panjang disertai pengecilan diameter benda uji. Perbandingan antara

pertambahan panjang ( L) dengan panjang awal benda uji (L) di sebut Regangan

(

Δ

ε) :

L

L Δ =

ε

Perbandingan antara perubahan penampang setelah pengujian dan penampang

awal (sebelum pengujian) disebut kontraksi (ψ ) :

0 0

A A Af

=

ψ

Dengan :

A0 = Luas penampang awal benda uji

(44)

Hubungan antara tegangan yang timbul σ (σ = F/A) dan regangan yang timbul

(ε) selama pengujian dapat digambarkan sebagai berikut :

Gambar 2.1 Hubungan Tegangan dan Regangan Uji Tarik

p

σ = tegangan proporsional

y

σ = tegangan elastis (yielding stress)

1

σ = tegangan luluh

t

σ = tegangan tarik

B

σ = tegangan patah

B t xε ε

ε , , masing-masing merupakan regangan pada saat pembebanan benda pada

titik-titik X,T,B (XX’//TT’//BB’//PO).

Tegangan pada titik P disebut tegangan batas proporsional (σp) yaitu

tegangan tertinggi dimana hokum Hooke masih berlaku.

Hukum Hooke :

(45)

Dengan mengambil A F =

σ dan

L L Δ =

ε , maka hokum Hooke diatas

dapat dinyatakan dalam bentuk : σ =εx E

Apabila beban tarik diperbesar sampai titik Y (ada pertambahan panjang

L), kemudian beban di turunkan sampai ke titik 0 (beban ditiadakan), maka

benda uji akan kembali ke panjang semula (L). Tetapi bila pembebanan sudah

berada di atas titik Y (dengan pertambahan panjang tertentu), kemudian di

turunkan sampai titik 0 (beban di tiadakan), maka benda uji tidak akan kembali

kepanjang semula. Dalam hal ini benda uji telah mempunyai regangan permanen

atau disebut regangan plastis. Dalam kondisi ini dapat di simpulkan bahwa titik Y

disebut tegangan elastis bahan ( Δ

y σ ).

Tegangan maksimum σt disebut juga kekuatan tarik (tensile streng)

merupakan tegangan tertinggi yang dimiliki benda uji sebagai reaksi terhadap

beban yang diberikan. Setelah titik T, tegangan turun dan benda uji akhirnya putus

pada saat tegangan σB. Selama pembebanan berlangsung dari titik 0 sampai titik

T, diameter benda uji mengecil secara seragam (terjadi pertambahan panjang).

Selama pembebanan berlangsung dari titik T sampai titik B, diameter benda uji

berubah tidak seragam melainkan terjadi pengecilan setempat lebih cepat

dibandingkan dengan tempat-tempat lainnya. Pengecilan diameter setempat ini

disebut “necking” dan pada akhirnya benda uji putus pada daerah necking

(46)

Hukum Hooke hanya berlaku pada benda-benda yang memiliki batas

proporsional seperti baja lunak, sedang pada benda-benda yang tidak memiliki

batas proporsional seperti besi tuang dan tembaga, hokum Hooke tidak berlaku.

Sifat-sifat terhadap beban tarik :

1. Modulus elastis

Modulus elastis adalah ukuran kekakuan suatu bahan, makin besar modulus

elastisnya maka makin kecil regangan elastis yang dihasilkan akibat pemberian

tegangan. Modulus elastis suatu bahan ditentukan oleh gaya ikatan antar atom

pada bahan tersebut, karena gaya ini tidak dapat diubah tanpa terjadi perubahan

mendasar sifat bahannya, maka modulus elastis merupakan salah satu dari

banyak sifat mekanik yang tidak mudah diubah. Sifat ini hanya sedikit berubah

oleh adanya penambahan paduan, perlakuan panas atau pengerjaan dingin.

Pada tegangan tarik rendah terdapat hubungan linear antara tegangan dan

regangan dan disebut daerah elastis, pada daerah ini berlaku hukum Hooke.

2. Batas elastis

Batas elastis adalah tegangan terbesar yang masih dapat ditahan oleh suatu

bahan tanpa terjadi regangan sisa permanen yang terukur pada saat beban

ditiadakan dengan bertambahnya ketelitian pengukuran regangan.

3. Batas proporsional

Batas proporsional adalah tegangan maksimum elastis bahan, sehingga apabila

tegangan-tegangan yang diberikan tidak melebihi proporsional, bahan tidak

(47)

4. Kekuatan luluh

Kekuatan luluh adalah tegangan yang dibutuhkan untuk menghasilkan

sejumlah kecil deformasi plastis yang ditetapkan.

5. Tegangan tarik maksimum

Tegangan tarik maksimum adalah beban tarik maksimum yang dapat ditahan

material sebelum patah.

2.7.2. Pengujian kelelahan

Kelelahan berkaitan dengan perpatahan logam secara prematur karena

tegangan rendah yang terjadi secara berulang-ulang. Untuk menyatakan

karakteristik tegangannya, hal-hal yang perlu diperhatikan :

1. Besar tegangan maksimum

2. Tegangan rata-rata yang cukup besar

3. Periode siklus tegangan.

Adapun rumus untuk mencari tegangannya adalah sebagai berikut :

3

32 2

d L W

× ×

= π

σ (kg/mm2)

Dengan : L = jarak antar tumpuan (mm)

d = diameter ukur (mm)

W = beban pada pengujian tarik (kg)

Dalam menentukan batas kelelahan kita perlu menyelesaikan semua

pengujian terlebih dahulu dan kemudian baru membuat diagram S-N sehingga

(48)

mendatar setelah diberi tegangan dan jumlah siklus antara satu juta sampai

sepuluh juta dianggap bahan sudah melalui ketahanan lelahnya. Tegangan

maksimum yang diberikan kepada benda uji dan yang tidak mengakibatkan

kepatahan lelah untuk jumlah pergantian beban (cycle) yang tak terbatas

dinamakan Fatique Limit (batas lelah) atau Endurance Limit.

Gambar 2.2 Diagram S-N Untuk Logam Besi dan Bukan Besi.

(Sumber : Dieter, Metalurgi Mekanik, Erlangga 1992,hal 4)

2.8. Korosi

Korosi (karat) gejala destruktif yang mempengaruhi semua logam.

Walaupun besi bukan logam pertama yang dimanfaatkan, tetapi besi paling

banyak digunakan dan paling awal menimbulkan korosi.

Pencegahan korosi atau karat sejak awal sampai sekarang, banyak

membebani peradaban manusia dikarenakan :

(49)

b. Korosi sangat memboroskan sumber daya alam.

c. Korosi sangat membahayakan manusia, bahkan mendatangkan maut.

Definisi korosi adalah rusaknya suatu bahan atau menurunnya kualitas

bahan karena terjadi reaksi dengan lingkungan.

Kebanyakan proses korosi adalah melalui proses elektrokimia beberapa

secara kimiawi. Korosi terjadi pada logam, karena kebanyakan logam ditemukan

dialam dalam bentuk oksida atau logam cenderung kembali ke keadaan pada saat

ditemukan. Logam adalah konduktor listrik, sehingga memungkinkan terjadi

proses elektrokimia.

Plastik tidak ada kecenderungan kembali ke kondisi alam. Korosi pada

plastik terjadi karena reaksi dengan lingkungannya. Reaksi elektrokimia pada

korosi logam biasanya secara elektrokimia yaitu dari Anoda menuju Katoda.

Oksidasi adalah kehilangan elektron (terjadi di Anoda), sedangkan reduksi adalah

mengembalikan ion menjadi atom (terjadi di Katoda).

Korosi dapat dibedakan menjadi dua macam, yaitu :

a. Korosi Logam Sejenis

b. Korosi Logam Tak Sejenis

Adalah korosi karena tergantung dari logam yang berlainan,

disebut juga korosi dwilogam atau korosi galvanis. Terjadinya korosi

galvanis tergantung pada posisi relatif logam – logam tersebut pada deret

galvanik.

Deret galvanik menyatakan potensial relatif antara logam – logam

(50)

Perbedaan deret galvanik (DG) dengan deret elektrokimia (DEK) :

a. DEK : data elektrokimia yang mutlak, untuk perhitungan yang teliti

DG : data hubungan antara logam yang satu dengan lainnya dari hasil

kualitatif

b. DEK : memuat data dari unsur – unsur logam

DG : logam – logam murni dan campuran lebih bersifat praktis

c. DEK : diukur pada kondisi standar

DG : diukur pada kondisi sembarang yang tertentu

2.8.1 Macam – Macam Korosi

Korosi dibedakan atau diklasifikasikan menurut penampakan logam yang

terkorosi, adapun macam – macam korosi adalah sebagai berikut :

a. Korosi Merata

Adalah proses kimiawi atom elektrokimia berlangsung secara

diseluruh permukaan logam yang berhadapan dengan lingkungan

pengkorosi.

Korosi ini mudah dikontrol dengan cara coating, inkibitor (memakai

bahan kimia), proteksi katodik.

b. Korosi Dwi Logam

Diakibatkan adanya dua logam yang tak sejenis.

(51)

Adalah korosi dipermukaan benda kerja yang berbentuk lubang –

lubang karena sangat distruktif (bahaya), sulit dicek, dapat

menyebabkan runtuhnya konstruksi dengan tak terduga. Dan untuk

menghindari dipakai bahan – bahan yang tidak mempunyai korosi

pitting antara lain : baja tahan karat 304, baja tahan karat 316,

tembaga, incoloy, besi tuang, kuningan, perunggu, titanium dan masih

banyak bahan yang tahan tehadap korosi pitting.

d. Korosi Crevice (Korosi Celah)

Adalah korosi yang terjadi secara lokal didalam sela – sela antara

logam dan permukaan logam yang terlindungi, dimana larutan

didalamnya tidak bisa keluar dan banyak terjadi dibawah gasket,

keling, baut, katub dan sebagainya.

Untuk menghindari korosi celah adalah menggunakan sambungan

las, bahan keling atau baut serta menggunakan gasket yang tidak

menyerap cairan (memakai teflon).

e. Korosi Intergranler (antar butir atau batas butir)

Terjadi karena pada daerah batas butir akibat adanya endapan atau

mengandung senyawa lain. Adapun cara untuk menghindari korosi ini

adalah menggunakan perlakuan panas dengan cairan yang

bertemperatur tinggi sesudah pengelasan dan menurunkan kadar

karbon, misalnya sampai 0,03% sehingga tidak terbentuk Cr C

seperti pada stainless steal 304 (Fe, 18Cr, 8Ni).

(52)

2.8.2 Laju Korosi

Laju korosi untuk baja yang terendam dalam air maupun yang terletak di

pantai dipengaruhi oleh interaksi berbagai faktor antara lain :

a. Karbon dioksida.

Karbon dioksida sangat mudah larut dalam air dingin, dan

membentuk asam karbonat dengan pH 5,5 sampai 6.

b. Oksigen.

Oksigen akan meningkatkan efisiensi reaksi katoda dalam

kondisi – kondisi basa yang selalu dijumpai pada ketel – ketel baja.

Oksigen juga dapat menimbulkan sumuran atau peronggaan ketika

terlempar keluar dari air saat temperatur naik dan masuk kedalam

sistem.

c. Garam – garam magnesium dan kalsium.

Garam magnesium dan kalsium yang terlarut mengendap

dari air ketika menguap, membentuk selapis kerak pada permukaan

logam. Ketika kerak menebal, laju perpindahan panas menurun

sehingga efisiensi hilang dan mendatangkan resiko terjadinya

pelekukan atau distorsi serta terbentuknya endapan kerak kosong.

Mutu air juga merupakan peranan yang besar.

Meningkatnya laju aliran, khususnya ditempat terjadi olakan, juga

(53)

Dalam air tawar, laju korosi sebesar 0,05 mm per tahun

sudah biasa, walaupun mungkin laju itu turun hingga 0,01 mm per

tahun bila endapan mengandung kapur sudah terbentuk. Dalam air

laut laju korosi rata – rata agaknya berada didaerah antara 0,1 –

0,15 mm per tahun.

2.8.3 Faktor – faktor yang mempengaruhi korosi Alluminium di air laut

a. Ion kloroda.

Sangat korosif terhadap logam yang mengandung besi. Baja

karbon dan logam – logam besi biasa tidak dapat dipasifkan.

Karena garam laut mengandung klorida lebih dari 55 %.

b. Hantaran listrik.

Hantaran yang tinggi memungkinkan anoda dan listrik katoda

tetap bekerja kendati terpisah jauh, jadi peluang terkena korosi

meningkat dan serangan total mungkin jauh lebih parah

dibandingkan struktur yang sama pada air tawar.

c. Oksigen.

Korosi pada baja semakin besar dikendalikan secara katudik.

Oksigen dengan mendeplorasikan katoda, mempermudah

serangan; jadi kandungan oksigen yang tinggi akan

meningkatkan korosi.

(54)

Laju korosi meningkat, khususnya bila ada aliran olakan. Air laut

yang bergerak mungkin :

- Menghancurkan lapisan penghalang karat.

- Mengandung lebih banyak oksigen.

Selain itu benturan-benturan mempercepat penetrasi, sedangkan

peronggan memperbanyak permukaan baja yang tersingkap

sehingga korosi berlanjut.

e. Temperatur.

Peningkatan temperatur sekitar cenderung mempercepat serangan

korosi. Air laut yang menjadi panas mungkin mengendapkan

lapisan kerak yang protektif atau kehilangan sebagian

oksigennya.

2.8.4 Lelah korosi ( corrosion fatigue )

Antara lelah korosi ( corrosion fatigue ) dan retak korosi tegangan ( SCC )

memang banyak miripnya, tetapi antara keduanya juga terdapat perbedaan

sangat nyata, yakni bahwa lelah korosi sangat tidak spesifik.

Lelah mekanik dapat dialami semua logam, yaitu menyebabkan logam

gagal pada tingkat tegangan jauh dibawah tingkat tegangan statik yang dapat

membuatnya gagal.

Di lingkungan basah kita sering menjumpai bahwa ketahanan logam

terhadap lelah menurun. Sehingga membuat lelah korosi menjadi bentuk

(55)

Tahapan – tahapan perkembangan retak lelah kurang lebih sebagai berikut :

a. Pembentukan pita – pita sesar yang menimbulkan intrusi atau

ekstrusi pada bahan.

b. Nukleasi bakal retakan kurang lebih sepanjang 10 µm

c. Pemanjangan bakal retakan ke arah paling disuka

d. Perambatan retak makroskopik ( 0,1 sehingga 1 mm ) dalam arah

tegak lurus terhadap tegangan utama maksimum dan sehingga

menyebabkan kegagalan.

Contoh – contoh lelah korosi ada tiga kategori, antara lain :

1. Aktif : terkorosi dengan bebas, baja karbon dalam air laut

2. Imun : logam dalam keadaan terlindung baik secara katodik maupun

dengan pengecatan

3. Pasif : logam dalam keadaan terlindung oleh selaput permukaan yang

dibangkitkan oleh korosi sendiri yaitu selaput oksida.

2.9. PengujianStruktur Kristal

Ada dua macam pengujian struktur kristal yang biasa dilakukan yaitu

pengujian makro dan pengujian mikro.

1. Pengujian struktur makro

Pengujian struktur makro dari kristal adalah pengujian patahan dimana bahan

dinilai dari besar butir kristal, warna, dan mengkilatnya patahan dari batang uji

atau produk yang dipatahkan.

(56)

Dalam pengujian ini, kualitas bahan ditentukan dengan mengamati struktur

dibawah mikroskop dan dapat pula mengamati cacat dari bahan yang diuji.

Mikroskop yang digunakan adalah mikroskop cahaya. Permukaan logam yang

akan diamati, dipoles dan dilakukan bermacam etsa kemudian diperiksa di

bawah mikroskop.

2.10. Patahan Dan Putus Pada Benda Uji

a. Patah

Patahan pada bahan biasanya dimulai dengan adanya retak pada permukaan

dan mekanismenya harus melalui proses yang tergantung pembebanan siklus

patah akibat kelelahan. Biasanya dimulai dari permukaan dimana lenturan dan

puntiran akan menyebabkan tegangan yang tinggi sehingga menyebabkan

konsentrasi tegangan pada bagian tertentu yang akan menyebabkan patah pada

daerah tersebut. Ketelitian pengerjaan permukaan terutama kehalusannya pada

bagian yang berputar mutlak dibutuhkan ketelitian yang optimal, hal ini

berpengaruh pada bahan terhadap kelelahan akibat beban tekan dan beban puntir,

dari sini retak awal atau initial crack diketahui. Ciri patahan sendiri adalah dengan

pelepasan sejumlah besar dislokasi secara tiba-tiba sewaktu luluh. Dislokasi

tersebut bersama dan membentuk retak, retak merambat pada waktu yang singkat

sehingga terjadi tegangan secara slip didaerah yang saling berdekatan, maka akan

terjadi perpatahan dan hal ini terjadi karena adanya pengaruh dari tegangan geser

pada bahan sewaktu terjadi puntiran.

(57)

1. Perpatahan Getas (cleavage fracture)

Perpatahan Getas, yaitu bentuk perpatahan yang paling getas yang terjadi di

dalam material kristalin. Patah getas yang terjadi pada material ulet

disebabkan karena beroperasi pada suhu yang rendah dan laju pembebanan

yang tinggi. Karakteristik dari patah getas sendiri adalah bahwa penampang

patah berhubungan dengan bidang kristalografik secara khusus. Patahan ini

menghasilkan bentuk patahan yang rata dan memberikan warna yang terang

pada permukaan patah.

2. Perpatahan Ulet (ductile fracture)

Perpatahan Ulet atau liat adalah bila spesimen ditarik dengan beban berlebih

yang akan menyebabkan perpanjangan dan terkonsentrasi secara lokal pada

suatu titik, mekanisme perpatahan ulet ini terjadi pada pengujian tarik.

Perpatahan pada logam sendiri biasanya diawali oleh adanya retak pada

bahan. Retak adalah deformasi plastis yang terjadi pada suhu tinggi akibat

beban lebih yang konstan selama periode tertentu, retak juga bervariasi

dengan berubahnya tegangan yang terjadi. Patahan pada bahan dapat

disebabkan oleh beberapa hal, antara lain :

1. Komposisi Bahan

Komposisi bahan sangat berpengaruh, karena setiap bahan mempunyai

karakteristik yang berbeda, selain itu juga adanya pengaruh campuran pada

(58)

2. Perlakuan Panas

Perlakuan panas biasanya dilakukan untuk mengendalikan besar butir benda

uji dan untuk menghaluskan struktur yang terkandung pada bahan. Pada

struktur yang halus akan memberikan keuletan yang lebih menjamin.

3. Pengerasan

Deformasi plastis yang kecil pada temperatur ruang akan meningkatkan

keuletan pada temperatur rendah, akan tetapi pada umumnya deformasi yang

digunakan untuk pengerasan dapat merapuhkan logam karena terjadi

pembentukan dislokasi yang saling berpotongan, kekosongan dan cacat.

Gambar 2.3 Macam-Macam Bentuk Patahan

(59)

Gambar 2.4 Retak Ductile Paduan Al – Si

(60)

Gambar 2.5 Retak Getas Paduan Al – Si

(61)

b. Putus

Selain patah pada bahan, juga terjadi putus yang terjadi pada bahan. Dimana

jika kegagalan ulet pada bahan tidak tercapai maka putus ulet yang akan terjadi

kemudian. Pada benda uji yang mengalami deformasi beban tarik akhirnya

mencapai ketidak stabilan mekanis bilamana deformasi yang terlokalisir diperciut.

Bila peregangan diteruskan maka penampang akan mengecil hingga menjadi nol

dan benda uji akan retak. Regangan untuk putus tergantung dari jumlah regangan

yang terjadi sebelum dan sesudah dislokasi. Sehingga dapat ditarik kesimpulan

bahwa putus yang terjadi pada bahan adalah dominan tegangan tarik sebagai

penyebab utamanya, adapun pada patahan karena tekanan.

2.11. Kelelahan Pada Bahan Uji

a. Pengertian Kelelahan

Kelelahan berkaitan dengan perpatahan logam secara prematur karena

tegangan rendah yang terjadi secara berulang-ulang. Adapun pengujian kelelahan

terdiri dari beberapa jenis yaitu pengujian torsi, tegangan (tension), dan pengujian

kompresi. Namun semuanya mempunyai prinsip yang sama yaitu dengan

memberikan siklus tegangan yang berulang secara konstant pada sampel. Untuk

menyatakan karakteristik tegangannya, ada beberapa hal yang perlu diperhatikan :

1. Besar tegangan maksimum

2. Tegangan rata-rata yang cukup besar

(62)

Dalam penelitian sering digunakan siklus berulang dan balik, karena

disamping lebih mudah dilakukan, juga telah memenuhi standard kelelahan.

Sampel yang mendapatkan beban lengkung dan putaran secara terus menerus akan

menyebabkan kondisi tarik dan tekan. Kondisi ini akan berlangsung

berulang-ulang hingga pada akhirnya sampel mengalami kelelahan dan akhirnya patah.

Untuk melaksanakan pengujian dengan alat uji kelelahan menggunakan

kurun tegangan (S) yang berbeda untuk setiap benda uji, jumlah siklus tegangan

(N) yang dialami oleh benda uji pada setiap tegangan tertentu dicatat dan dibuat

gambar diagram kelelahan atau sering disebut dengan diagram S-N . Untuk benda

uji tertentu mempunyai titik aman pada siklus tertentu, hal ini disebabkan karena :

a.Kegagalan akibat kelelahan bahan

Kegagalan lelah timbul akibat adanya retak kecil (initial crack), retak ini

sangat kecil, sehingga tidak dapat dilihat dengan mata telanjang. Retak tersebut

timbul pada titik ketidak mulusan bahan seperti pada perubahan penampang,

goresan pada permukaan bahan akibat pengerjaan dan lubang akibat pengecoran

yang kurang baik pada bahan. Sekali saja retak awal, maka akan terjadi pengaruh

pemusatan tegangan menjadi lebih besar lagi dan retak tersebut merambat lebih

cepat pada penampang bahan. Begitu ukuran luas yang menerima tegangan

berkurang, maka tegangan bertambah besar sampai akhirnya luas yang tersisa

tidak dapat menerima tegangan tersebut dan terjadilah kegagalan lelah.

Adapun penyebab kegagalan lelah yaitu :

(63)

2. Kepatahan mendadak pada bagian bahan yang rapuh.

Kegagalan lelah sering digolongkan sebagai akibat siklus, umur dan waktu

penggunaan bahan. Daerah umur tak terhingga (infinite life region), meliputi

perancangan yang melampaui batas siklus tegangan lelah atau disebut dengan

kegagalan bersiklus tinggi. Pada umur ini bahan memang dibuat berumur pendek

terutama untuk produksi massal. Kegagalan ini juga disebut kegagalan bersiklus

pendek antara putaran setengah sampai putaran seribu siklus.

b. Kekuatan bahan

Untuk menyusun kekuatan lelah suatu bahan diperlukan beberapa benda uji

dengan jumlah putaran yang sama pada setiap bahan, sampai bahan didapatkan

hasilnya. Selanjutnya dibuat diagram S-N, sehingga dapat dilihat bentuk grafik

sampai dengan siklus amannya. Koordinat pada diagram S-N disebut kekuatan

lelah suatu pernyataan yang harus diikuti dengan jumlah siklus (N) yang

bersangkutan.

c. Batas Ketahanan Kelelahan

Dalam menentukan ketahanan kelelahan kita perlu menyelesaikan semua

pengujian terlebih dahulu sehingga dapat kita ketahui seberapa besar batas

ketahanan terhadap kelelahan. Pada grafik akan terlihat garis mendatar setelah

diberi tegangan dan jumlah siklus tertentu, maka akan terbaca bahwa bahan sudah

(64)

yang dilakukan kekuatan bahan yang berkaitan dengan hal tersebut disebut

ketahanan lelah (endurance limit).

b. Hal-Hal Yang Berpengaruh Pada Kegagalan Lelah

1. Pengaruh Ukuran

Ukuran suatu bahan sangat berpengaruh dalam pengujian kelelahan.

Kekuatan lelah yang besar akan lebih baik dari kekuatan lelah yang kecil.

Perubahan luas penampang yang mempengaruhi perubahan volume sehingga

mengakibatkan perbedaan tegangan.

2. Pengaruh Suhu

Suhu mempengaruhi sifat mekanis bahan karena adanya tegangan statis dan

dinamis yang akan menyebabkan perubahan bahan secara perlahan. Hal ini akan

menyebabkan perubahan bentuk grafik pada diagram S-N. Jika dipakai pada suhu

yang tinggi, maka akan menyebabkan dislokasi dan pada bahan akan terjadi

pengurangan terhadap ketahanan lelah.

3. Pengaruh Permukaan Bahan

Halus dan tidaknya permukaan bahan merupakan faktor utama timbulnya

retakan awa pada bahan, karena pada permukaan yang kasar akan banyak terdapat

ketidakrataan permukaan. Akan tetapi pada permukaan yang halus akan sedikit

terdapat lubang atau bekas sayatan pada saat pembuatan benda uji. Kehalusan dan

(65)

pengerjaan yang meningkatkan kekerasan atau kekuatan luluh bahan akan

meningkatkan level tegangan yang diperlukan untuk slip dan hal ini dengan

sendirinya akan langsung meningkatkan kekuatan lelah.

Ada beberapa hal yang mempengaruhi kelelahan pada permukaan bahan, yaitu :

1. Tegangan sisa permukaan

Pembentukan tegangan sisa pada permukaan dapat meningkatkan ketahanan

lelah bahan. Tegangan ini dihasilkan oleh beban luar (tarik dan tekan),

dengan adanya tegangan sisa akan memperkecil celah pada suatu titik di

permukaan. Oleh karena itu, perlu adanya perimbangan antara tegangan sisa

tekan dengan tegangan sisa tarik agar tahan terhadap kelelahan.

2. Perubahan permukaan

Perubahan permukaan dapat terjadi karena proses perlakuan panas dalam

pembentukan bahan tersebut, hal ini biasanya dilakukan dalam peleburan

awal untuk mendapatkan komposisi bahan yang sesuai dengan yang

diinginkan. Proses pelapisan permukaan ini pada kelanjutannya akan

menentukan pertambahan atau pengurangan kekuatan lelah bahan.

3. Kekerasan permukaan

Kekerasan permukaan akan mempengaruhi kekuatan lelah suatu bahan.

Biasanya hal ini timbul dari pengerjaan awal benda uji pada mesin bubut

atau mesin perkakas lainnya. Semakin besar suatu bahan akan semakin

mudah mengalami keretakan, sehingga memudahkan lelah dan cepat patah.

(66)

4. Lingkungan

Lingkungan dapat mempengaruhi fatik, dimana lingkungan tersebut dapat

menimbulkan korosi pada bahan. Serangan korosi yang terjadi serempak

dengan pembebanan fatik akan menyebabkan efek kerusakan yang lebih

parah. Hal ini biasanya disebabkan oleh media cair, namun demikian udara

juga dapat menyebabkan korosi.

2.12. Retakan (Crack)

Retakan adalah deformasi plastis yang terjadi pada suhu tinggi akibat beban

lebih yang konstant selama periode tertentu. Retak juga bervariasi dengan

berubahnya tegangan yang terjadi. Ada empat macam mekanisme terbentuknya

retak (crack) :

1. Adanya dislokasi yang menghasilkan slip

2. Pergeseran batas slip

3. Difusi kekosongan

(67)

Metode penelitian yang dilakukan adalah Pengujian tarik, uji kelelahan,

pengujian struktur mikro dan makro di laboratorium ilmu logam Universitas Sanata

Dharma Yogyakarta. Metode penelitian ini, diharapkan mahasiswa mengetahui

sifat-sifat fisis dan mekanis pada paduan aluminium (Al-Si-Zn).

Pengujian tarik dilakukan untuk mengetahui kekuatan tarik dan regangan

benda uji. Penarikan dilakukan sampai bahan penelitian (spesimen) mengalami patah

sehingga dapat diketahui beban maksimumnya dengan menggunakan mesin uji tarik.

Pengujian kelelahan dalam penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk

menentukan batas lelah suatu material dengan suatu pembebanan. Untuk mengetahui

karakteristik tegangan perpatahan logam yang terjadi secara berulang-ulang.

Untuk pengujian struktur mikro pada sampel dilakukan foto struktur mikro

(fasa-fasa) pada saat kondisi tanpa perlakuan, dan sesudah disemprot air laut. Maka

dari sini akan diketahui sifat-sifat fisis yaitu struktur mikro dari bahan tersebut. Pada

pengujian struktur makro dilakukan foto struktur makro pada permukaan patahan dari

spesimen hasil uji kelelahan.

(68)

3.1Skema Penelitian

PEMBELIAN BAHAN

UJI KOMPOSISI

PEMBUATAN ALAT UNTUK PERLAKUAN

TANPA PERLAKUAN

PENYEMPROTAN AIR LAUT SELAMA 15 HARI

PENYEMPROTAN AIR LAUT SELAMA 30 HARI PEMBUATAN SPESIMEN

STUDI

PUSTAKA DATA HASIL PENGUJIAN PENGUJIAN BAHAN : 1.UJI TARIK

2.UJI KELELAHAN

3.UJI STRUKTUR MIKRO 4.UJI STRUKTUR MAKRO

ANALISA HASIL DAN PEMBAHASAN

(69)

Bahan mula-mula yang digunakan dalam penelitian ini adalah paduan

aluminium dengan diameter 20 mm.

3.2. Bahan dan Peralatan

Peralatan-peralatan yang digunakan untuk mendukung proses pengujian dan

pelaksanaan penelitian paduan aluminium yang telah dibuat dalam bentuk poros

adalah :

1. Mesin uji tarik (Gambar terlampir)

2. Mesin uji kelelahan (Rotary Bending Fatique Testing Machine). (Gambar

terlampir)

3. Mikroskop untuk pengujian Struktur Mikro (Gambar terlampir )

4. Lampu baca

5. Loop (Gambar terlampir)

6. Autosol

7. Alat penjepit/ragum

8. Gergaji besi

9. Amplas waterproof (500 & 1000) mesh

10.Kamera digital

(70)

3.3. Pembuatan Benda Uji (spesimen)

3.3.1. Uji Tarik

Bahan yang telah ditentukan untuk penelitian ini adalah dari Paduan

aluminium. Bahan didapat masih dalam bentuk batangan, yang selanjutnya dibuat

menjadi spesimen uji tarik sebanyak 10 spesimen dengan menggunakan mesin bubut

di laboratorium Teknologi Mekanik Jurusan Teknik Mesin Universitas Sanata

Dharma Yogyakarta. Benda uji yang dipergunakan pada pengujian tarik sesuai

dengan standarisasi SII.0148 -76 yang digunakan, yaitu :

Diameter dalam (d) = 8 mm

Panjang Ukur (L0) = 40 mm

Radius Filet (R) = 4 mm

Gambar dibawah ini menunjukan bentuk serta ukuran-ukuran dari spesimen

yang akan diuji, yaitu :

Lo

Lt

h m m h

d D

(71)

Tabel 3.1 Ukuran Benda Uji Tarik menurut standar

Batang uji dp.5 Batang uji dp.10

d 1) D min 2) h min

m n r

Lo Lo+ 2m

Lt

min Lo

Lo+ 2m Lt min 6 8 10 12 14 16 18 20 25 8 10 12 15 17 20 22 24 30 25 30 35 40 45 50 55 60 70 3 4 5 6 7 8 9 10 12,5 2,5 3 3 4 4.5 5,5 6 6 7,5 3 4 5 6 7 8 8 10 12,5 30 40 50 60 70 80 90 100 125 36 48 60 72 84 96 108 120 150 91 114 136 160 183 207 230 252 305 60 80 100 120 140 160 180 200 250 66 80 110 132 154 176 198 220 275 121 154 186 220 253 287 320 352 430 Keterangan :

1) Untuk bahan-bahan yang lunak bagian untuk di jepit diperlukan lebih tebal.

2) Untuk bahan-bahan yang keras bagian untuk di jepit diperlukan lebih panjang.

1. 3 spesimen tanpa perlakuan

2. 3 spesimen penyemprotan selama 15 hari

3. 3 spesimen penyemprotan selama 30 hari

(72)

3.3.2. Uji Kelelahan

Bahan mula-mula berbentuk poros pejal dengan diameter 20 mm, kemudian

dibentuk menjadi spesimen uji kelelahan sebanyak 30 spesimen dengan

menggunakan mesin bubut di Laboratorium Teknologi Mekanik Jurusan Teknik

Mesin Universitas Sanata Dharma Yogyakarta, benda uji yang dipergunakan pada

pengujian kelelahan sesuai dengan standarisasi HT-8120 Rotary Bending Fatigue

Testing Machine yang digunakan, yaitu :

Diameter Dalam (d) = 12 mm

Panjang Ukur (L0) = 35 mm

Radius Filet (R) = 15 mm

Gambar dibawah ini menunjukan bentuk serta ukuran-ukuran dari spesimen

yang tanpa takian untuk diuji, yaitu :

(73)

3.3.3. Struktur Mikro

Bahan dipotong sebanyak 6 spesimen dengan diameter masing-masing 20 mm

dan panjang 10 mm. Jumlah spesimen dibuat sesuai dengan variasi pegujian yaitu 2

spesimen pada tanpa perlakuan, 2 spesimen pada penyemprotan 15 hari dan 2

spesimen pada penyemprotan 30 hari. Pembuatan spesimen dilakukan di laboratorium

Ilmu Logam Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.

10 mm

Ø 20 mm

Gambar 3.3 Benda Struktur Mikro

3.4. Pengujian Bahan

3.4.1 Pengujian Tarik

Pengujian tarik dilakukan dengan tujuan untuk menentukan sifat-sifat mekanis

material antara lain kekuatan tarik dan regangan.

Proses pengujian tarik adalah sebagai berikut :

a) Benda uji dipasang pada penjepit atau “chuck” atas dan bawah pada alat

Gambar

Tabel 2.1 Sifat-sifat Fisik Aluminium
tabel 2.2, ketahanan korosi berubah menurut kemurnian, aluminium dengan
Tabel 2.4 Klasifikasi Paduan Aluminium Tempa
Tabel 2.5 Sifat-Sifat Mekanis Paduan Aluminium Cor
+7

Referensi

Dokumen terkait

Prakoso, C., (2009), dalam penelitian tentang analisis sifat fisis dan mekanis alumunium paduan Al, Si, Cu, terhadap perlakuan solution treatment 450ºC, quenching dengan air dan

Tugas akhir dengan judul “ANALISA PENGARUH PENAMBAHAN Cu (TEMBAGA) DENGAN VARIASI (7%, 8%, 9%) PADA PADUAN Al-Si (Alumunium-Silikon) TERHADAP SIFAT FISIS DAN MEKANIS” ini

heat treatment pada paduan Aluminium Magnesium Silikon (Al – Mg – Si) dengan penambahan silikon (Si) (1%, 3%, 5%) terhadap sifat fisis.

PENGARUH ELEKTROPLATING TERHADAP SIFAT FISIS DAN MEKANIS ALUMINIUM PADUAN Al-Si-Cu YANG TELAH MENGALAMI.. SOLUTION TREATMENT 450 0 C QUENCHING DENGAN AIR 27 0 C DAN AGING 270

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh perlakuan panas (heat treatment) terhadap sifat fisis dan mekanis pada velg aluminium paduan

Tugas Akhir dengan judul Pengaruh Heat Treatment Terhadap Sifat Fisis.. dan Mekanis Alumunium Paduan Dengan Komposisi Si 1,5%, 2,1%

Hasil pengujian tarik yang telah dilakukan pada benda uji paduan Al-Si- 4,5%Cu-4%Zn baik yang mengalami perlakuan panas aging maupun tanpa perlakuan panas aging menunjukkan

Dari hasil pengamatan dan foto struktur makro dapat dilihat bahwa perpatahan yang terjadi akibat uji kelelahan adalah patah getas, perpatahan ini ditandai dengan bentuk permukaan