• Tidak ada hasil yang ditemukan

Perancangan Tabung Impedansi Dan Kajian Eksperimental Koefisien Absorpsi Paduan Aluminium-Magnesium

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Perancangan Tabung Impedansi Dan Kajian Eksperimental Koefisien Absorpsi Paduan Aluminium-Magnesium"

Copied!
129
0
0

Teks penuh

(1)

PERANCANGAN TABUNG IMPEDANSI

DAN KAJIAN EKSPERIMENTAL KOEFISIEN

SERAP BUNYI PADUAN ALUMINIUM-MAGNESIUM

SKRIPSI

Skripsi Yang Diajukan Untuk Memenuhi Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Teknik

FELIX ASADE NIM. 080401068

DEPARTEMEN TEKNIK MESIN

FAKULTAS TEKNIK

(2)
(3)
(4)
(5)
(6)
(7)
(8)
(9)
(10)

ABSTRAK

Manusia tidak suka akan kebisingan. Kebisingan didefinisikan sebagai suara yang tidak diinginkan. Teknik pengendalian kebisingan memainkan peranan penting untuk menciptakan suasana lingkungan akustik yang nyaman. Ini dapat tercapai ketika intensitas suara diturunkan ke level yang tidak mengganggu pendengaran manusia. Pencapaian lingkungan akustik yang nyaman ini dapat diperoleh dengan menggunakan beragam tehnik. Salah satu tehnik tersebut adalah dengan menyerap suara. Penilitian ini menunjukkan bagaimana pengaruh penambahan magnesium terhadap sifat penyerapan suara dari aluminium. Sehingga paduan aluminium-magnesium ini dapat dijadikan sebagai material akustik untuk penanggulangan kebisingan. Hasil penilitian ini menunjukkan peningkatan nilai penyerapan suara dengan bertambahnya kandungan magnesium. Nilai koefisien absorpsi paling baik pada paduan aluminium-magnesium terjadi pada frekuensi menengah dan tinggi.

(11)

ABSTRACT

People do not like noise. By definition, it is unwanted sound. Noise control play

an important role in creating an acoustically pleasing environtment. This can be

achieved when the intensity of sound is brought down to a level that is not

harmful to human ears. Achieving a pleasing environment can be obtained by

using various techniques. One such technique is by absorbing the sound. This

paper review how the influence by adding magnesium can change the absorption

behavior of aluminium. So that aluminium-magnesium alloy can be used as

acoustic materials to reduce noise. The result showed the increase of sound

absorption value as the composition of magnesium increased. Sound absorption

coeficient of aluminium-magnesium alloy show a good result in the middle and

higher frequency.

(12)

KATA PENGANTAR

Syukur Alhamdulilah saya ucapkan Kehadirat Allah SWT yang telah memberikan nikmat kesehatan dan kesempatan sehingga tugas sarjana ini dapat selesai. Tugas sarjana yang berjudul “Perancangan Tabung Impedansi Dan Kajian Eksperimental Koefisien Absorpsi Paduan Aluminium-Magnesium”

ini dimaksudkan sebagai salah satu syarat untuk menyelesaikan pendidikan Sarjana Teknik Mesin Program Reguler di Departemen Teknik Mesin – Fakultas Teknik, Universitas Sumatera Utara.

Selama pembuatan tugas sarjana ini dimulai dari penelitian sampai penulisan, saya banyak mendapat bimbingan dan bantuan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, dalam kesempatan ini saya ingin menyampaikan ucapan terimakasih kepada :

1. Kedua orangtuaku, Ayahanda Asril Said dan Ibunda tercinta Ade Suryani

yang telah memberikan perhatian, do’a, nasehat dan dukungan baik moril

maupun materil, juga kedua kakakku Lucy Asade dan Micky Asade, abangku Andre Asade dan adikku M. Gabril Asade yang terus menerus memberikan dukungan selama pembuatan tugas sarjana ini.

2. Bapak Dr. Ing. Ir. Ikhwansyah Isranuri selaku dosen pembimbing Tugas sarjana yang telah banyak membantu menyumbang pikiran dan meluangkan waktunya dalam memberikan bimbingan dalam menyelesaikan tugas sarjana ini.

3. Bapak Dr. Ing. Ir. Ikhwansyah Isranuri selaku ketua Departemen Teknik Mesin, Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara.

4. Seluruh staf pengajar dan pegawai administrasi di Departemen Teknik Mesin, Ibu Ismawati, Kak Sonta, Bapak Syawal, Bang Sarjana, dan Bang Lilik yang telah banyak membantu dan memberikan ilmu selama perkuliahan.

5. Anggota dalam tim penelitian ini, Fahrul Rozzy atas kerja sama dan waktu yang diberikan sehingga laporan ini bisa terselesaikan.

(13)

7. Seluruh teman – teman stambuk 2008, Ikram, Maragi, Madan, Madun dan yang lainnya yang namanya tidak dapat saya sebutkan satu persatu yang telah banyak memberikan bantuan baik selama perkuliahan maupun dalam pembuatan tugas sarjana ini.

Saya menyadari bahwa tugas sarjana ini masih jauh dari sempurna. Oleh sebab itu, saran dan kritik dari pembaca sekalian sangat diharapkan demi kesempurnaan skrispi ini. Semoga tugas sarjana ini bermanfaat dan berguna bagi semua pihak.

Medan, Maret 2013

(14)

DAFTAR ISI

ABSTRAK ... i

KATA PENGANTAR ... iii

DAFTAR ISI ... v

DAFTAR GAMBAR ... viii

DAFTAR TABEL ... xi

DAFTAR NOTASI ... xii

BAB 1 PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Perumusan Masalah... 4

1.3 Tujuan Penelitian... 4

1.4 Manfaat Penelitian... 5

1.5 Batasan Masalah ... 5

1.6 Sistematika Penulisan ... 5

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA ... 7

2.1 Teori Gelombang dan Bunyi ... 7

2.1.1 Pengertian Gelombang ... 7

2.1.2 Jenis-Jenis Gelombang ... 8

2.1.3 Pengertian Bunyi ... 9

2.1.4 Sifat-Sifat Bunyi ... 10

2.2 Aluminium ... 14

2.2.1 Sejarah Aluminium ... 14

2.2.2 Sifat-sifat Aluminium ... 14

(15)

2.3 Magnesium ... 20

2.3.1 Sejarah Magnesium ... 20

2.3.2 Sifat-sifat Magnesium ... 22

2.4 Paduan Aluminium-Magnesium ... 22

2.5 Sifat Akustik ... 24

2.5.1 Koefisien Absorpsi ... 25

2.5.2 Sound Transmission Loss ... 28

2.6 Material Akustik ... 29

2.7 Tabung Impedansi ... 32

2.7.2 Metode Pengukuran Koefisien Absorpsi Menggunakan ... Tabung Impedansi ... 32

2.7.2 Konstruksi Tabung Impedansi Untuk Metode Transfer ... Fungsi (ISO 10543-2 : 1998) ... 34

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN ... 37

3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ... 37

3.2 Perancangan Tabung Impedansi ... 37

3.3 Alat dan Bahan ... 40

3.3.1 Alat ... 40

3.3.2 Bahan ... 44

3.4 Eksperimental Setup ... 46

3.5 Prosedur Pengujian ... 47

3.6 Teknik Pengukuran, Pengolahan dan Analisa Data ... 48

3.7 Validasi Alat ... 50

3.8 Flow Chart ... 51

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN ... 53

4.1 Hasil Analisa Perancangan Tabung Impedansi ... 53

4.2 Hasil Pengujian Paduan Al 98% – Mg 2% ... 56

4.2.1 Pengukuran Pada Frekuensi 125 Hz... 56

4.2.2 Pengukuran Pada Frekuensi 250Hz... 58

(16)

4.2.4 Pengukuran Pada Frekuensi 1000Hz... 60

4.2.5 Pengukuran Pada Frekuensi 1500Hz... 61

4.2.6 Pengukuran Pada Frekuensi 2000Hz... 61

4.3 Hasil Pengujian Paduan Al 96% – Mg 4% ... 63

4.3.1 Pengukuran Pada Frekuensi 125 Hz... 63

4.3.2 Pengukuran Pada Frekuensi 250Hz... 64

4.3.3 Pengukuran Pada Frekuensi 500Hz... 65

4.3.4 Pengukuran Pada Frekuensi 1000Hz... 66

4.3.5 Pengukuran Pada Frekuensi 1500Hz... 67

4.3.6 Pengukuran Pada Frekuensi 2000Hz... 68

4.4 Hasil Pengujian Paduan Al 94% – Mg 6% ... 71

4.4.1 Pengukuran Pada Frekuensi 125 Hz... 71

4.4.2 Pengukuran Pada Frekuensi 250Hz... 72

4.4.3 Pengukuran Pada Frekuensi 500Hz... 72

4.4.4 Pengukuran Pada Frekuensi 1000Hz... 73

4.4.5 Pengukuran Pada Frekuensi 1500Hz... 74

4.4.6 Pengukuran Pada Frekuensi 2000Hz... 75

4.5 Perbandingan Hasil Pengujian Dengan Penelitian Lain ... 79

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 82

5.1 Kesimpulan ... 82

5.2 Saran ... 83

DAFTAR PUSTAKA ... xiii

(17)

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Gelombang Transversal... 8

Gambar 2.2 Gelombang Longitudinal ... 9

Gambar 2.3 Diagram fasa perubahan mikrostruktur paduan Al-Cu. ... 16

Gambar 2.4 Diagram fasa paduan Al-Mg. ... 18

Gambar 2.5 Diagram fasa paduan Al-Si ... 19

Gambar 2.6 Diagram fasa paduan Al-Cu ... 20

Gambar 2.7 Diagram fasa paduan Al-Mg, Temperatur vs Persentase Mg ... 22

Gambar 2.8 Fenomena absorpsi suara oleh suatu permukaan bahan ... 25

Gambar 2.9 Pandangan skematis metode rasio gelombang tegak ... 33

Gambar 2.10 Tabung Impedansi untuk pengukuran koefisien serap bunyi ... 33

Gambar 2.11 Dimensi tabung impedansi ... 33

Gambar 2.12 Skematis tabung impedansi pengukuran transmission loss ... 33

Gambar 3.1 Skematis tabung impedansi ... 38

Gambar 3.2 Skematis tabung impedansi pengukuran transmission loss ... 38

Gambar 3.3 Laptop... 40

Gambar 3.9 Dimensi spesimen Al-Mg... 44

Gambar 3.10 Spesimen Al-Mg (1)Paduan Al98%-Mg2% (2)Paduan Al96%-Mg4% (3)Paduan Al94%-Mg6%... 45

Gambar 3.11 Foto mikro 200× pembesaran (1)Paduan Al98%-Mg2% (2)Paduan Al96%-Mg4% (3)Paduan Al94%-Mg6%. ... 45

Gambar 3.12 Skema alat uji tabung impedansi ... 46

Gambar 3.13 Set Up peralatan pengujian ... 46

Gambar 3.14 Posisi mikropon β,1 dan 1’ ... 47

Gambar 3.15 Diagram alir pelaksanaan riset ... 52

(18)

Gambar 4.2 Ilustrasi gelombang pada frekuensi 125 Hz ... 54 Gambar 4.3 Ilustrasi gelombang pada frekuensi 1500 Hz ... 55 Gambar 4.4 (a)Pengukuran amplitudo pada mic 1 dengan frekuensi 125 Hz,

(b)Pengukuran amplitudo pada mic 2 dengan frekuensi 125 Hz 56 Gambar 4.5 Visualisasi bilangan kompleks p1 pada sistem koordinat... 58 Gambar 4.6 (a)Pengukuran amplitudo pada mic 1 dengan frekuensi 250 Hz,

(b)Pengukuran amplitudo pada mic 2 dengan frekuensi 250 Hz 58 Gambar 4.7 (a)Pengukuran amplitudo pada mic 1 dengan frekuensi 500 Hz,

(b)Pengukuran amplitudo pada mic 2 dengan frekuensi 500 Hz 59 Gambar 4.8 (a)Pengukuran amplitudo pada mic 1 dengan frekuensi 1000 Hz,

(b)Pengukuran amplitudo pada mic 2 dengan frekuensi 1000 Hz 60 Gambar 4.9 (a)Pengukuran amplitudo pada mic 1 dengan frekuensi 1500 Hz,

(b)Pengukuran amplitudo pada mic 2 dengan frekuensi 1500 Hz 61 Gambar 4.10 (a)Pengukuran amplitudo pada mic 1 dengan frekuensi 2000 Hz,

(b)Pengukuran amplitudo pada mic 2 dengan frekuensi 2000 Hz 62 Gambar 4.11 Grafik Koefesien Absorbsi paduan Al 98% - Mg 2% ... 63 Gambar 4.12 (a)Pengukuran amplitudo pada mic 1 dengan frekuensi 125 Hz,

(b)Pengukuran amplitudo pada mic 2 dengan frekuensi 125 Hz 64 Gambar 4.13 (a)Pengukuran amplitudo pada mic 1 dengan frekuensi 250 Hz,

(b)Pengukuran amplitudo pada mic 2 dengan frekuensi 250 Hz 65 Gambar 4.14 (a)Pengukuran amplitudo pada mic 1 dengan frekuensi 500 Hz,

(b)Pengukuran amplitudo pada mic 2 dengan frekuensi 500 Hz 66 Gambar 4.15 (a)Pengukuran amplitudo pada mic 1 dengan frekuensi 1000 Hz,

(b)Pengukuran amplitudo pada mic 2 dengan frekuensi 1000 Hz 67 Gambar 4.16(a)Pengukuran amplitudo pada mic 1 dengan frekuensi 1500 Hz,

(b)Pengukuran amplitudo pada mic 2 dengan frekuensi 1500 Hz 68 Gambar 4.17(a)Pengukuran amplitudo pada mic 1 dengan frekuensi 2000 Hz,

(b)Pengukuran amplitudo pada mic 2 dengan frekuensi 2000 Hz 69 Gambar 4.18Grafik Koefesien Absorbsi paduan Al 96% - Mg 4% ... 70 Gambar 4.19 (a)Pengukuran amplitudo pada mic 1 dengan frekuensi 125 Hz,

(19)

Gambar 4.20 (a)Pengukuran amplitudo pada mic 1 dengan frekuensi 250 Hz, (b)Pengukuran amplitudo pada mic 2 dengan frekuensi 250 Hz 72 Gambar 4.21(a)Pengukuran amplitudo pada mic 1 dengan frekuensi 500 Hz,

(b)Pengukuran amplitudo pada mic 2 dengan frekuensi 500 Hz 73 Gambar 4.22(a)Pengukuran amplitudo pada mic 1 dengan frekuensi 1000 Hz,

(b)Pengukuran amplitudo pada mic 2 dengan frekuensi 1000 Hz 74 Gambar 4.23 (a)Pengukuran amplitudo pada mic 1 dengan frekuensi 1500 Hz,

(b)Pengukuran amplitudo pada mic 2 dengan frekuensi 1500 Hz 75 Gambar 4.24 (a)Pengukuran amplitudo pada mic 1 dengan frekuensi 2000 Hz,

(b)Pengukuran amplitudo pada mic 2 dengan frekuensi 2000 Hz 76 Gambar 4.25 Grafik Koefesien Absorbsi paduan Al 94% - Mg 6% ... 77 Gambar 4.26 Grafik perbandingan Koefesien Absorbsi paduan Al - Mg... 78 Gambar 4.27 AM60 Foam ... 80 Gambar 4.28 Grafik perbandingan Koefesien Absorbsi paduan Al – Mg dan

(20)

DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 Nilai Fasa Aluminium-Magnesium ... 23

Tabel 2.2 Batas komposisi paduan Aluminium-Magnesium (%) ... 23

Tabel 2.3 Acoustic properties aluminium dan magnesium ... 24

Tabel 2.4 Koefisien penyerapan bunyi dari Material akustik ... 26

Tabel 3.1 Sifat mekanis spesimen aluminium-magnesium ... 45

Tabel 3.2 Data pengamatan ... 50

Tabel 3.3 Koefisien Absorpsi Kayu Referensi ... 50

Tabel 3.4 Koefisien Absorpsi Kayu hasil pengukuran dengan tebal 1 cm ... 50

Tabel 3.5 Galat Koefisien Absorpsi (α) ... 51

Tabel 4.1 Tabel koefesien absorbsi paduan Al 98% - Mg 2% ... 62

Tabel 4.2 Tabel koefesien absorbsi paduan Al 96% - Mg 4% ... 70

Tabel 4.3 Tabel koefesien absorbsi paduan Al 94% - Mg 6% ... 76

Tabel 4.4 Tabel Rekapitulasi Hasil Data Analisa ... 78

(21)

DAFTAR NOTASI

Simbol Arti Satuan

A Luas penampang m2

F Frekuensi Hz

I Intensitas bunyi W/m2

Tekanan Pa

T Waktu s

V

Cepat rambat bunyi m/s

W

Daya Watt

Huruf Yunani

Simbol Arti Satuan

α Koefisien absorbsi -

λ

Panjang gelombang m

(22)

ABSTRAK

Manusia tidak suka akan kebisingan. Kebisingan didefinisikan sebagai suara yang tidak diinginkan. Teknik pengendalian kebisingan memainkan peranan penting untuk menciptakan suasana lingkungan akustik yang nyaman. Ini dapat tercapai ketika intensitas suara diturunkan ke level yang tidak mengganggu pendengaran manusia. Pencapaian lingkungan akustik yang nyaman ini dapat diperoleh dengan menggunakan beragam tehnik. Salah satu tehnik tersebut adalah dengan menyerap suara. Penilitian ini menunjukkan bagaimana pengaruh penambahan magnesium terhadap sifat penyerapan suara dari aluminium. Sehingga paduan aluminium-magnesium ini dapat dijadikan sebagai material akustik untuk penanggulangan kebisingan. Hasil penilitian ini menunjukkan peningkatan nilai penyerapan suara dengan bertambahnya kandungan magnesium. Nilai koefisien absorpsi paling baik pada paduan aluminium-magnesium terjadi pada frekuensi menengah dan tinggi.

(23)

ABSTRACT

People do not like noise. By definition, it is unwanted sound. Noise control play

an important role in creating an acoustically pleasing environtment. This can be

achieved when the intensity of sound is brought down to a level that is not

harmful to human ears. Achieving a pleasing environment can be obtained by

using various techniques. One such technique is by absorbing the sound. This

paper review how the influence by adding magnesium can change the absorption

behavior of aluminium. So that aluminium-magnesium alloy can be used as

acoustic materials to reduce noise. The result showed the increase of sound

absorption value as the composition of magnesium increased. Sound absorption

coeficient of aluminium-magnesium alloy show a good result in the middle and

higher frequency.

(24)

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Seiring dengan berkembangnya teknologi, kebisingan merupakan salah satu masalah yang sangat penting untuk diatasi, karena jelas mengganggu aktivitas maupun kesehatan pada manusia. Salah satu cara untuk mencegah perambatan/radiasi kebisingan pada komponen/struktur mesin, ruangan/bangunan serta dalam kebisingan industri, ialah dengan penggunaan material akustik yang bersifat menyerap atau meredam bunyi sehingga bising yang terjadi dapat direduksi.

Aluminium merupakan logam non-ferrous yang paling banyak digunakan di dunia, dengan pemakaian tahunan sekitar 24 juta ton. Aluminium dengan densitas 2.7 g/cm3 sekitar sepertiga dari densitas baja (8.83 g/cm3), tembaga (8.93 g/cm3), atau kuningan (8.53 g/cm3), mempunyai sifat yang unik, yaitu: ringan, kuat, dan tahan terhadap korosi pada lingkungan luas termasuk udara, air (termasuk air garam), petrokimia, dan beberapa sistem kimia.

(25)

dengan istilah aluminium alloy merupakan jenis aluminium yang digunakan cukup besar saat ini.

Faktor yang penting dalam memilih aluminium (Al) dan paduaannya adalah kekuatan tinggi untuk rasio berat, ketahanan terhadap korosi oleh banyak bahan kimia, konduktivitas termal dan listrik yang tinggi, penampilan, dan kemudahan

formability (mampu bentuk) dan machinability (mampu mesin). Magnesium (Mg) adalah logam teknik ringan yang ada, dan memiliki karakteristik meredam getaran yang baik. Paduan ini digunakan dalam aplikasi struktural dan non-struktural dimana berat sangat diutamakan. Magnesium juga merupakan unsur paduan dalam berbagai jenis logam non-ferrous. Hasil paduan dari kedua unsur ini lebih ringan dibandingkan dengan besi atau baja, ketahanan korosi yang baik, mengurangi kebisingan (low noise) dan mampu mesin yang baik. Paduan aluminium-magnesium banyak digunakan untuk konstruksi bangunan, transportasi (pesawat dan aplikasi ruang angkasa, bus, mobil, gerbong kereta api, dan kapal laut), dan penciptaan mesin yang digunakan dalam manufaktur.

(26)

diyakini akan menambah serap bunyi material karena magnesium merupakan logam yang memiliki koefisien serap bunyi paling baik diantara logam-logam lainnya.

Studi tentang material komposit untuk penanggulangan kebisingan telah beberapa kali dilakukan di Departemen Teknik Mesin USU, namun untuk studi tentang koefisien serap bunyi paduan aluminium-magnesium belum pernah dilakukan sebelumnya. Untuk perancangan tabung impedansi mengacu pada standar ISO 10534-2 juga belum pernah dilakukan sebelumnya di Departemen Teknik Mesin USU. Tabel 1.1 berikut merupakan roadmap penilitian tentang pemanfaatan material komposit untuk penanggulangan kebisingan yang dilakukan di Departemen Teknik Mesin USU.

Tabel 1.1. Roadmap Penelitian

NO NAMA PENELITI JUDUL PENELITIAN PROSES

1 Khairul Suhada

Kajian koefisien absorpsi bunyi dari material komposit serat

gergajian batang sawit dan gypsum sebagai material penyerap suara menggunakan metode impedance tube.

Selesai Juli 2010

2 Raja Naposo Harahap

Kajian eksperimental karakteristik CaCO3 sebagai blowing agent dengan uji impak dan foto mikro.

Selesai September

(27)

Sambungan Tabel 1.1 Roadmap penelitian

NO NAMA PENELITI JUDUL PENELITIAN PROSES

6 Fadly A. Kurniawan

Pembuatan dan pengujian

prototype propeller pesawat tanpa awak menggunakan paduan

transmission loss dari paduan aluminium-magnesium

menggunakan metode impedance tube.

Proses

1.2 Perumusan Masalah

Berdasarkan penilitian sebelumnya tentang Pengaruh Penambahan Kadar Magnesium Pada Aluminium Terhadap Kekuatan Tarik dan Struktur Mikro oleh Reza Nasution, 2012 dan Pengaruh Penambahan Kadar Magnesium Pada Aluminium Terhadap Kekerasan dan Porositas oleh Henryandus Sitio, 2012 maka penulis tertarik untuk melanjutkan penelitian tersebut mengenai karakteristik akustik dari Aluminium-Magnesium. Sehingga dengan penambahan kadar magnesium pada aluminium tersebut pengaruhnya dapat diketahui tidak hanya dari segi mechanical propertienya saja melainkan juga dapat diketahui dari segi

acoustical propertiesnya.

1.3 Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah:

(28)

2. Menganalisa pengaruh penambahan kadar magnesium terhadap nilai koefisien serap bunyi dari material paduan aluminium-magnesium. 3. Mengetahui harga frekuensi yang paling baik diserap material ini.

1.4 Manfaat Penelitian

Manfaat penelitian ini adalah:

1. Pemanfaatan Aluminium-Magnesium sebagai Low Noise Material. 2. Menjadikan material ini sebagai salah satu pertimbangan dalam

menanggulangi kebisingan.

1.5 Batasan Masalah

Dalam penelitian ini penulis membatasi masalah mulai dari specimen uji yang digunakan hingga melakukan tahapan pengujian dan kemudian menganalisa karakteristik akustiknya. Pembatasan masalah tersebut meliputi:

1. Specimen uji yang digunakan yaitu Aluminium-Magnesium dengan komposisi Al98%-Mg2%, Al96%-Mg4% dan Al94%-Mg6% yang telah dibuat dari penelitian sebelumnya dan telah diuji sifat mekanis dari material tersebut.

2. Melakukan pengujian koefisien serap bunyi dengan metode tabung impedansimengacu pada standar ISO 10534-2:1998 dan ASTM E-2611.

1.6 Sistematika Penulisan

(29)

tinjauan pustaka berisi tentang teori-teori dasar gelombang bunyi, material akustik, sifat akustik, sejarah aluminium, sifat-sifat aluminium, sejarah magnesium, sifat-sifat magnesium dan paduan aluminium-magnesium. Bab 3 metodologi penelitian berisi tentang perancangan alat uji, persiapan bahan,

(30)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Teori Gelombang dan Bunyi

Pada bagian ini akan diberikan beberapa definisi dan pengertian dasar mengenai gelombang dan bunyi serta hal-hal yang berkaitan dengan teori ini.

2.1.1 Pengertian Gelombang

Gelombang adalah suatu getaran, gangguan atau energi yang merambat. Dalam hal ini yang merambat adalah getarannya, bukan medium perantaranya. Satu gelombang terdiri dari satu lembah dan satu bukit (untuk gelombang transversal) atau satu renggangan dan satu rapatan (untuk gelombang longitudinal). Besaran-besaran yang digunakan untuk mendiskripsikan gelombang

antaralain panjang gelombang (λ) adalah jarak antara dua puncak yang berurutan,

frekuensi (ƒ) adalah banyaknya gelombang yang melewati suatu titik tiap satuan

waktu, periode (T) adalah waktu yang diperlukan oleh gelombang melewati suatu titik, amplitudo (A) adalah simpangan maksimum dari titik setimbang, kecepatan gelombang (v) adalah kecepatan dimana puncak gelombang (atau bagian lain dari gelombang) bergerak.

(31)

2.1.2 Jenis-Jenis Gelombang

Jenis-jenis gelombang dikelompokkan berdasarkan arah getar, amplitudo dan fasenya, medium perantaranya dan frekuensi yang dipancarkannya. Berdasarkan arah getarnya gelombang dikelompokkan menjadi:

a. Gelombang Transversal

Gelombang transversal adalah gelombang yang arah getarnyategak lurus terhadap arah rambatannya. Satu gelombang terdiri dari satu lembah dan satu bukit seperti ditunjukkan pada gambar 2.1.

Gambar 2.1 Gelombang transversal.

(Sumber: http://fisikagelombang.blogspot.com/2010/02/gelombang-transversal_6154.html)

b. Gelombang Longitudinal

Gelombang longitudinal adalah gelombang yang arah getarnyasejajar atau berimpit dengan arah rambatannya. Gelombang yang terjadi berupa rapatan dan renggangan seperti ditunjukkan pada gambar 2.2

(32)

Gambar 2.2 Gelombang longitudinal.

(Sumber: http://fisikagelombang.blogspot.com/2010/02/gelombang-longitudinal.html)

2.1.3 Pengertian Bunyi

Bunyi secara harafiah dapat diartikan sebagai sesuatu yang kita dengar. Bunyi merupakan hasil getaran dari partikel-partikel yang berada di udara dan energi yang terkandung dalam bunyi dapat meningkat secara cepat dan dapat menempuh jarak yang sangat jauh.

Defenisi sejenis juga dikemukakan oleh Bruel & Kjaer (1986) yang menyatakan bahwa bunyi diidentikkan sebagai pergerakan gelombang di udara yang terjadi bila sumber bunyi mengubah partikel terdekat dari posisi diam menjadi partikel yang bergerak.

Secara lebih mendetail, Doelle (1972) menyatakan bahwa bunyi mempunyai dua defenisi, yaitu:

(33)

2. Secara fisiologis, bunyi adalah sensasi pendengaran yang disebabkan penyimpangan fisis yang digambarkan pada bagian atas. Hal ini disebut sebagai bunyi subjektif.

Secara singkat, Bunyi adalah suatu bentuk gelombang longitudinal yang merambat secara perapatan dan perenggangan terbentuk oleh partikel zat perantara serta ditimbulkan oleh sumber bunyi yang mengalami getaran. Rambatan gelombang bunyi disebabkan oleh lapisan perapatan dan peregangan partikel-partikel udara yang bergerak ke luar, yaitu karena penyimpangan tekanan. Hal serupa juga terjadi pada penyebaran gelombang air pada permukaan suatu kolam dari titik dimana batu dijatuhkan.

Gelombang bunyi adalah gelombang yang dirambatkan sebagai gelombang mekanik longitudinal yang dapat menjalar dalam medium padat, cair dan gas. Medium gelombang bunyi ini adalah molekul yang membentuk bahan medium mekanik ini. Gelombang bunyi ini merupakan vibrasi/getaran molekul-molekul zat dan saling beradu satu sama lain namun demikian zat tersebut terkoordinasi menghasilkan gelombang serta mentransmisikan energi bahkan tidak pernah terjadi perpindahan partikel.

2.1.4 Sifat–Sifat Bunyi

Bunyi mempunyai beberapa sifat, seperti frekuensi bunyi, kecepatan perambatan, panjang gelombang, intensitas dan kecepatan partikel.

2.1.4.1Frekuensi

(34)

dalam selang waktu yang diberikan. Untuk memperhitungkan frekuensi, seseorang menetapkan jarak waktu, menghitung jumlah kejadian peristiwa, dan membagi hitungan ini dengan panjang jarak waktu. Hasil perhitungan ini dinyatakan dalam satuan hertz (Hz) yaitu nama pakar fisika Jerman Heinrich Rudolf Hertz yang menemukan fenomena ini pertama kali.

Frekuensi yang dapat didengar oleh Manusia berkisar 20 sampai 20.000 Hz dan jangkauan frekuensi ini dapat mengalami penurunan pada batas atas rentang frekuensi sejalan dengan bertambahnya umur manusia. Jangkauan frekuensi audio manusia akan berbeda jika umur manusia juga berbeda. Besarnya frekuensi ditentukan dengan rumus:

...

... (2.1)

dimana: = Frekuensi (Hz) = Waktu (detik)

Periode adalah banyaknya waktu per banyaknya getaran, sehingga periode berbanding terbalik dengan frekuensi.

=

f

1

... (2.2)

dimana: = Frekuensi (Hz) = periode (detik)

2.1.4.2Kecepatan Perambatan

(35)

√ ... (2.3)

atau dalam bentuk yang sederhana dapat ditulis:

dimana: c = Cepat rambat bunyi (m/s)

= Rasio panas spesifik (untuk udara = 1,41)

Pa = Tekanan atmosfir (Pascal)

ρ = Kerapatan (Kg/m3 ) T = Suhu (K)

Pada media padat bergantung pada modulus elastisitas dan kerapatan, sedangkan pada media cair bergantung pada modulus bulk dan kerapatan.

√ ... (2.4)

dimana: E = Modulus Elastisitas (Pascal)

ρ = Kerapatan (Kg/m3 )

2.1.4.3Panjang Gelombang

Panjang suatu gelombang bunyi dapat didefinisikan sebagai jarak antara dua muka gelombang berfase sama. Hubungan antara panjang gelombang, frekuensi, dan cepat rambat bunyi dapat ditulis sebagai berikut:

... (2.5)

(36)

2.1.4.4 Intensitas Bunyi

Intensitas bunyi adalah aliran energi yang dibawa gelombang udara dalam suatu daerah per satuan luas. Intesitas bunyi pada tiap titik dari sumber dinyatakan dengan:

... (2.6)

dimana: I = Intensitas bunyi (W/m2) W = Daya akustik (Watt) A = Luas area (m2)

Ambang batas pendengaran manusia, yaitu nilai minimum intensitas daya bunyi yang dapat dideteksi telinga manusia, adalah 10-6 W/cm2.

2.1.4.5Kecepatan Partikel

Radiasi bunyi yang dihasilkan suatu sumber bunyi akan mengelilingi udara sekitarnya. Radiasi bunyi ini akan mendorong patikel udara yang dekat dengan permukaan luar sumber bunyi. Hal ini akan menyebabkan bergeraknya partikel-partikel di sekitar radiasi bunyi yang disebut dengan kecepatan partikel-partikel.

... (2.7)

dimana: = Kecepatan partikel (m/detik) p = Tekanan (Pa)

ρ = Massa jenis bahan (Kg/m3)

(37)

2.2 Aluminium

2.2.1 Sejarah Aluminium

Aluminium diambil dari bahasa Latin: alumen, alum. Orang-orang Yunani dan Romawi kuno menggunakan alum sebagai cairan penutup pori-pori dan bahan penajam proses pewarnaan. Pada tahun 1787, Lavoisier menebak bahwa unsur ini adalah Oksida logam yang belum ditemukan. Pada tahun 1761, de Morveau mengajukan nama alumine untuk basa alum. Pada tahun 1827, Wohler disebut sebagai ilmuwan yang berhasil mengisolasi logam ini. Pada tahun 1807, Davy memberikan proposal untuk menamakan logam ini Aluminum, walau pada akhirnya setuju untuk menggantinya dengan Aluminium. Nama yang terakhir ini sama dengan nama banyak unsur lainnya yang berakhir dengan ―ium‖.

2.2.2 Sifat-sifat Aluminium

Semua sifat-sifat dasar aluminium, tentu saja, dipengaruhi oleh efek dari berbagai elemen aluminium paduan. Unsur-unsur paduan utama dalam pengecoran aluminium paduan dasar adalah tembaga, silikon, magnesium, seng, kromium, mangan, timah dan titanium.

Aluminium dasar paduan mungkin secara umum akan ditandai sebagai sistem eutektik, mengandung bahan intermetalik atau unsur-unsur sebagai fase berlebih.

(38)

rumah tangga serta peralatan mekanis. Adapun sifat-sifat aluminium antara lain sebagai berikut:

1) Ringan.

2) Tahan terhadap korosi. 3) Kuat.

4) Mudah dibentuk. 5) Konduktor listrik. 6) Konduktor panas.

7) Memantulkan sinar dan panas. 8) Non magnetik.

9) Tidak beracun.

10) Memiliki ketangguhan yang baik. 11) Dapat diproses ulang.

12) Menarik.

2.2.3 Perlakuan Panas Aluminium Paduan

(39)

dilakukan pendinginan cepat kemudian dipanaskan lagi hingga di bawah temperatur solvus (solvus line) kemudian ditahan dalam jangka waktu yang lama dan dilanjutkan dengan pendinginan lambat di udara disebut proses penuaan buatan (artificial aging). Diagram fasa perubahan mikrostruktur paduan Al-Cu dapat dilihat pada gambar 2.3

Gambar 2.3 Diagram fasa perubahan mikrostruktur paduan Al-Cu. (Sumber: William K. Dalton: 259)

Proses dari pemanasan awal hingga pendinginan cepat disebut proses perlakuan pelarutan (solution treatment), dan proses sesudahnya disebut proses perlakuan pengendapan (precipitation treatment).

2.2.3.1 Mekanisme Pengerasan

(40)

titik 2 seluruhnya sudah membeku menjadi larutan padat dengan 4 % Cu. Pada titik 3 kelarutan Cu dalam Al mencapai batas jenuhnya, bila temperaturnya diturunkan akan ada Cu yang keluar dari larutan padat berupa CuAl2. Makin rendah temperaturnya makin banyak Cu-Al yang keluar. Pada gambar struktur mikro Al-Cu tampak partikel CuAl tersebar didalam matriks .

Dengan pemanasan kembali sampai diatas garis solvus (titik 3) semua Cu larut kembali di dalam . Dengan pendingan cepat (quench) Cu tidak sempat keluar dari . Pada suhu kamar struktur masih tetap berupa larutan padat fase tunggal Sifatnyapun masih belum berubah. Masih tetap lunak dan sedikit ulet. Dalam keadaan ini larutan dikatakan sebagai larutan yang lewat jenuh karena mengadung solute yang melampaui batas jenisnya untuk temperatur itu. Setelah beberapa saat larutan yang lewat jenuh ini akan mengalami perubahan kekerasan dan kekuatan. Menjadi lebih kuat dan keras, tetapi struktur mikro tidak tampak mengalami perubahan.

Penguatan ini terjadi karena timbulnya partikel CuAl2 (fase ) yang berpresipitasi di dalam kristal . Presipitat ini sangat kecil tidak tampak di mikroskop (submicroscopic) dan akan menyebabkan terjadinya tegangan pada lattis kristal di sekitar presipitat ini . Karena presipitat tersebar merata didalam lattis kristal. Maka dapat dikatakan seluruh lattis menjadi tegang mengakibatkan kekuatan dan kekerasan menjadi lebih tinggi.

(41)

aging Bila aging temperatur terlalu tinggi dan atau aging time terlalu panjang maka partikel yang terjadi akan terlalu besar (sudah mikroskopik) sehingga effek penguatannya akan menurun bahkan menghilang sama sekali, dan ini dinamakan

over aged.

Proses precipitation hardening atau hardening dapat dibagi menjadi beberapa tahap yaitu:

1. Solution treatment, yaitu memanaskan paduan hingga diatas solvus line. 2. Mendinginkan kembali dengan cepat (quenching)

3. Aging, yaitu menahan pada suatu temperatur tertentu (temperatur kamar atau temperatur dibawah solvus line) selang waktu tertentu.

Paduan Aluminium lainnya yang dapat di perlakukan panas sebagaimana diagram fasa di bawah ini:

1. Paduan Al-Mg dengan kadar Mg kurang dari 17,1 % termasuk yang heat treatable karena jika dipanaskan di atas garis solvus mampu mencapai fasa tunggal. Diagram fasa paduan Al-Mg dapat dilihat pada gambar 2.4.

(42)

2. Paduan Al-Si masuk kategori non heat tretable, tetapi untuk paduan Al-Si dengan kadar Si kurang dari 1,6 sebagaimana diagram fasa di bawah ini masih memungkinkan Al-Si mencapai fasa tunggal jika dipanaskan di atas garis solvus. Berarti memungkinkan untuk di heat treatment. Diagram fasa paduan Al-Si dapat dilihat pada gambar 2.5.

Gambar 2.5 Diagram fasa paduan Al-Si. (Sumber: Hansen & Anderko,1958)

(43)

Gambar 2.6 Diagram fasa paduan Al-Cu. (Sumber: Hansen & Anderko,1958)

2.3 Magnesium

2.3.1 Sejarah Magnesium

(44)

2.3.2 Sifat-Sifat Magnesium

Magnesium merupakan logam yang ringan, putih keperak-perakan dan cukup kuat. Ia mudah ternoda di udara dan magnesium yang terbelah-belah secara halus dapat dengan mudah terbakar di udara dan mengeluarkan lidah api putih yang menakjubkan.

Magnesium digunakan di fotografi, flares, pyrotechnics, termasuk

incendiary bombs. Magnesium sepertiga lebih ringan dibanding aluminium dan dalam campuran logam digunakan sebagai bahan konstruksi pesawat dan missile. Logam ini memperbaiki karakter mekanik fabrikasi dan las aluminium ketika digunakan sebagai alloying agent. Magnesium digunakan dalam memproduksi grafit dalam cast iron, dan digunakan sebagai bahan tambahan conventional propellants. Magnesium juga digunakan sebagai agen pereduksi dalam produksi uranium murni dan logam-logam lain dari garam-garamnya. Hidroksida (milk of magnesia), klorida, sulfat (Epsom salts) dan sitrat digunakan dalam kedokteran. Magnesite digunakan untuk refractory, sebagai batu bata dan lapisan di tungku-tungku pemanas.

2.4 Paduan Aluminium-Magnesium

(45)

korosi dan ketahanan aus. Diagram fasa Aluminium-Magnesium dapat dilihat pada gambar 2.7.

Gambar 2.7 Diagram fasa paduan Al-Mg, Temperatur vs Persentase Mg. (Sumber: Hansen & Anderko. Constitution of binary alloys.1958)

(46)

Aluminium memiliki titik cair pada suhu ±6600C. Pada saat suhu mencapai 6500C maka Aluminium akan memasuki fase Liquid.

Nilai fasa paduan Aluminium-Magnesium untuk setiap komposisi dapat dilihat pada tabel 2.1.

Tabel 2.1 Nilai Fasa Aluminium-Magnesium.

(Sumber:J.L Murray, 1998)

Beberapa komposisi paduan aluminium-magnesium berdasarkan nomor seri yang telah ditetapkan ditunkukkan oleh tabel 2.2.

Tabel 2.2 Batas komposisi paduan Aluminium-Magnesium (%)

(47)

Keberadaan magnesium dapat mempengaruhi sifat akustik paduan karena akan menyebabkan menurunnya nilai impedansi akustik paduan tersebut. Dengan penurunan impedansi/ hambatan akustik tersebut maka propagasi gelombang bunyi lebih besar. Tabel 2.3 berikut menunjukkan perbedaan nilai impedansi akustik dari kedua material.

Tabel 2.3 Acoustic properties aluminium dan magnesium.

Metals Density

g/cm3

Acoustic Impedance g/cm2-sec x105

Aluminum 2.70 17.10

Magnesium 1.74 10.98

(Sumber: http://www.ndted.org/GeneralResources/MaterialProperties/UT/ut_ matlprop_metals.htm)

2.5 Sifat Akustik

Kata akustik berasal dari bahasa Yunani yaitu akoustikos, yang artinya segala sesuatu yang bersangkutan dengan pendengaran pada suatu kondisi ruang yang dapat mempengaruhi mutu bunyi. Fenomena absorpsi suara oleh suatu permukaan bahan ditunjukkan pada gambar 2.8.

(48)

Fenomena suara yang terjadi akibat adanya berkas suara yang bertemu atau menumbuk bidang permukaan bahan, maka suara tersebut akan dipantulkan (reflected), diserap (absorb), dan diteruskan (transmitted) atau ditransmisikan oleh bahan tersebut. Medium gelombang bunyi dapat berupa zat padat, cair, ataupun gas. Frekuensi gelombang bunyi dapat diterima manusia berkisar antara 20 Hz sampai dengan 20 kHz, atau dinamakan sebagai jangkauan yang dapat didengar (audible range).

2.5.1 Koefisien Absorpsi

Menurut Jailani et al. (2004) penyerapan suara (sound absorption)

merupakan perubahan energi dari energi suara menjadi energi panas atau kalor.

Kualitas dari bahan peredam suara ditunjukkan dengan harga α (koefisien

penyerapan bahan terhadap bunyi), semakin besar α maka semakin baik

digunakan sebagai peredam suara. Nilai α berkisar dari 0 sampai 1. Jika α bernilai

0, artinya tidak ada bunyi yang diserap sedangkan jika α bernilai 1, artinya 100%

(49)

Perbandingan antara energi suara yang diserap oleh suatu bahan dengan energi suara yang datang pada permukaan bahan tersebut didefinisikan sebagai

koefisien penyerap suara atau koefisien absorbsi (α).

Energy

Terdapat dua metode untuk mengukur koefisien absorbsi suara, yaitu dengan tabung impedansi (impedance tube) yang dapat mengukur koefisien absorbsi suara normal, serta pengukuran dengan ruang dengung (reverberation room) yang dapat mengukur koefisien absorbsi suara sabine. Tabel 2.4 berikut merupakan nilai koefisien absorpsi dari beberapa material.

Tabel 2.4. Koefisien penyerapan bunyi dari beberapa material

Material Frekuensi (Hz) Sumber : Doelle, Leslie L, 1993.

Ada beberapa faktor yang mempengaruhi nilai serap bunyi. Faktor-faktor yang mempengaruhi penyerapan bunyi pada material adalah:

1. Ukuran serat.

(50)

2. Resistensi Aliran Udara.

Salah satu kualitas yang sangat penting yang dapat mempengaruhi karakteristik dari material berserat adalah spsefik resistensi aliran udara per unit tebal material. Karakteristik impedansi dan propagasi konstan, yang mana menggambarkan sifat akustik material berpori.

3. Porositas (rongga pori)

Jumlah, ukuran, dan tipe rongga pori adalah faktor yang penting ketika mempelajari mekanisme penyerapan suara pada material berpori. Untuk memungkinkan disipasi suara dengan gesekan, gelombang suara harus dimasukkan ke material dengan rongga (berpori). Ini berarti haru ada pori yang cukup pada permukaan material untuk dilewati oleh gelombang suara dan diredam. Porositas pada material berporos didefinisikan sebagai rasio volume berpori didalam material kepada jumlah total volume.

4. Ketebalan

(51)

5. Densitas

Densitas material sering dianggap menjadi faktor yang penting yang mengatur perilaku absorbs suara pada material.

6. Permukaan impedansi

Nilai permukaan impedansi yang semakin tinggi akan menyebabkan meningkatnya jumlah refleksi bunyi pada permukaan sehingga kemampuan serap bunyinya berkurang.

2.5.2 Sound Transmission Loss

Sound transmission loss adalah kemampuan suatu bahan untukmereduksi suara. Nilainya biasa disebut dengan decibel (dB). Semakin tingginilai sound transmission loss (TL), semakin bagus bahan tersebut dalam mereduksi suara (Bpanelcom 2009). Sound transmission class (STC) adalah kemampuan rata-rata

transmission loss suatu bahan dalam mereduksi suara dari berbagai frekuensi. Semakin tinggi nilai STC, semakin bagus bahan tersebut dalam mereduksi suara (Bpanelcom 2009). Nilai STC ditetapkan berdasarkan baku mutu ASTM E 413 tentang Classification for Rating Sound Insulation yang dikeluarkan oleh

American Society for Testing and Materials (ASTM).

2.6 Material Akustik

(52)

menyerap energi suara, namun besarnya energi yang diserap berbeda-beda untuk tiap bahan. Energi suara tersebut dikonversi menjadi energi panas, yang merupakan hasil dari friksi dan resistansi dari berbagai material untuk bergerak dan berdeformasi. Sama halnya dengan besar energi suara yang sangat kecil bila dilihat dalam satuan Watt, energi panas yang dihasilkan juga sangat kecil sehingga secara makrokopis tidak akan terlalu terasa perubahan temperatur pada bahan tersebut.

Peredam suara merupakan suatu hal penting didalam desain akustik dan dapat diklasifikasikan menjadi 4 bagian yaitu:

1. Material berpori (porous material), seperti bahan akustik yang umumdigunakan, yaitu mineral wool, plester akustik, sama seperti karpet dan bahan gorden, yang dikarakterisasi dengan cara membuat rajutan yang saling mengait sehingga membentuk pori yang berpola. Pada saluran dan rongga yang sempit dan saling merekat inilah terjadi perubahan energi, dari energi suara menjadi energi vibrasi, kalor atau perubahan momentum. Daya penyerapan atau peredaman dari suatu jenis material adalah fungsi dari frekuensi. Penyerapan relatif rendah pada frekuensi rendah dan meningkat terhadap ketebalan material. Absorpsivitas frekuensi rendah dapat ditingkatkan dengan cara melapisi material sehingga menambah ketebalannya. Mengecat plaster dan tile, secara varial akan menghasilkan efektivitas reduksi yang cukup besar. 2. Membran penyerap (panel absorber): lembar bahan solid (tidak porus)

(53)

energi getaran tersebut ke lapisan udara menyebabkan terjadinya efek penyerapan suara. Sama halnya separti material berpori, yang berfungsi sebagai peredam suara, yaitu merubah energi suara menjadi energi vibrasi dan kalor. Penambahan porous absorber pada bagian ruang kosong antara ruang panil dan dinding akan lebih jauh meningkatkan efisiensi dari penyerapan frekuensi rendah.

3. Rongga penyerap (cavity resonator), rongga udara dengan volume tertentudapat dirancang berdasarkan efek resonator Helmholzt. Efek osilasi udara pada bagian leher (neck) yang terhubung dengan volume udara dalam rongga ketika menerima energi suara menghasilkan efek penyerapan suara, menyerap energi suara paling efisien pada pita frekuensi yang sempit di dekat sumber gaungnya. Peredam jenis ini biasanya dalam bentuk elemen tunggal, seperti blok beton standar dengan rongga yang ditempatkan didalamnya; bentuk lain terdiri dari panel yang berlubang-lubang dan kisi-kisi kayu dengan selimut absorbsi diantaranya. Selain memberikan nilai estetika arsitektur, sistem yang baru saja dijelaskan (bentuk kedua) memberikan absorbsi yang berguna untuk rentang frekuensi yang lebih lebar daripada kemungkinan yang diberikan oleh elemen tunggal berongga (struktur sandwich).

(54)

furnitur yang diberikan daripada peredaman oleh manusia saja. Dengan menentukan jumlah dan distribusi peredam jenis ini, dapat dimungkinkan untuk merancang kelakuan waktu gaung terhadap frekuensi untuk memperoleh hampir semua lingkungan akustik yang diinginkan. Hal ini juga dapat memungkinkan untuk merancang sebuah ruangan dimana karakteristik gaungnya dapat diubah dengan cara menggeser atau merubah posisi panil dimana posisi permukaan berpengaruh terhadap sifat peredaman yang berbeda. Selama waktu gaung optimum bergantung terhadap fungsi ruangan, dengan cara ini dapat dimungkinkan untuk merancang sebuah ruangan serba guna (multipurpose rooms). Bagaimanapun, cara seperti ini akan lebih efektif untuk menekan biaya dan memberikan solusi yang fleksibel, khususnya di dalam ruangan yang besar.

Bahan yang mampu menyerap suara pada umumnya mempunyai struktur berpori atau berserat. Bahan-bahan akustik yang tergolong sebagai bahan penyerap suara antara lain adalah glass wool, rock wool, soft board, carpet, kain, busa, acoustic tiles dan lain-lain.

2.7 Tabung Impedansi

(55)

mapan, tapi lambat sehingga diganti dengan metode transfer fungsi karena kecepatan dan akurasinya dalam pengukuran.

2.7.1 Metode Pengukuran Koefisien Absorpsi Menggunakan Tabung

Impedansi

2.7.1.1 Metode Perbandingan Gelombang Tegak (ISO 10534-1:1996)

Metode ini berdasarkan pada fakta bahwa hanya ada gelombang datar yang datang dan dipantulkan sepanjang sumbu axis dalam tabung. Gelombang bunyi sinusoidal yang datang dibangkitkan oleh loudspeaker pada salah satu ujung tabung. Pada ujung lainnya dibatasi oleh lapisan material yang memiliki reflektifitas tinggi. Pengukuran dapat dilakukan dalam satu oktaf atau 1/3 oktaf frekuensi. Dengan menggunakan definisi dari rasio gelombang tegak:

| |

| | ... (2.9)

Faktor refleksi dan koefisien serap bunyi didefinisikan oleh:

| | ... (2.10)

| | ... (2.11)

(56)

Gambar 2.9 Pandangan skematis metode rasio gelombang tegak. 2.7.1.2Metode Transfer Fungsi (ISO 10534-2:1998)

Metode ini menggunakan dua buah mikropon yaitu pada posisi x1 dan x2. Tekanan bunyi pada posisi ini masing-masing adalah:

... (2.12)

... (2.13)

Tabung impedansi yang menggunakan metode ini diilustrasikan pada gambar 2.10.

Gambar 2.10 Tabung Impedansi untuk pengukuran koefisien serap bunyi.

dimana: A dan B adalah amplitudo tegangan (Volt) k adalah nomor gelombang (m-1)

x1 adalah jarak antara sampel dan mikropon terjauh (m) x2 adalah jarak antara sampel dan mikropon terdekat (m) sehingga transfer fungsi akustik kompleks anatara kedua mikropon ini yaitu:

...

(2.14)

dan faktor refleksinya:

... (2.15)

(57)

(jarak kedua mikropon)

maka koefisien serap bunyi dapat ditentukan melalui persamaan berikut:

| | ... (2.16)

2.7.2 Konstruksi Tabung Impedansi Untuk Metode Transfer Fungsi (ISO 10543-2 : 1998)

Permukaan tabung harus rata, tidak berpori-pori dan tidak berlubang (kecuali pada posisi mikropon yang akan dipasang). Dinding tabung harus kuat dan cukup tebal untuk mencegah vibrasi yang muncul akibat pemancaran sinyal bunyi. Ketebalan yang di rekomendasikan pada tabung impedansi yaitu 5% dari diameter tabung.

Tabung harus cukup panjang untuk menjamin perkembangan gelombang bunyi yang terbentuk diantara sumber bunyi dan bahan uji. Mikropon di letakkan pada area gelombang bunyi dengan jarak minimum sebesar diameter tabung dari sumber bunyi.

Batas atas frekuensi fu dapat di tentukan dari besar diameter tabung yang

dipilih dengan kondisi berikut:

d< 0,58 λu ... (2.17) Batas bawah frekuensi ditentukan pada jarak antara mikropon s0dengan kondisi berikut:

(58)

fus0 < 0,45 c0 ... (2.19)

Dimensi pada tabung impedansi dapat terlihat jelas pada gambar 2.11.

Gambar 2.11 Dimensi tabung impedansi.

Jarak antara sumber bunyi dengan mikropon x dan jarak antara bahan uji dengan mikropon terdekat x2 ditentukan dengan kondisi berikut:

x> γ ∙ d ... (2.20)

x2≥ β ∙ d ... (2.27)

Maka panjang tabung impedansi untuk pengukuran koefisien serap bunyi yaitu:

l = x2 + x + s0 ... (2.28)

Untuk pengukuran Transmission Loss (TL) digunakan downstream tube

(59)

Gambar 2.12 Skematis tabung impedansi untuk pengukuran transmission loss.

Maka panjang tabung impedansi untuk pengukuran transmission loss yaitu:

(60)

BAB 3

METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Waktu dan Tempat Penelitian

Waktu penelitian ini direncanakan selama lima bulan yang dimulai dari bulan November sampai dengan Maret 2012. Tempat dilaksanakannya penelitian ini adalah di Laboratorium Noise/Vibration Research Center, Departemen Teknik Mesin Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara.

3.2 Perancangan Tabung Impedansi

Tabung impedansi harus rata, mulus dan tidak berlubang. Dinding tabung harus cukup tebal dan kuat untuk menahan getaran yang timbul oleh sinyal bunyi yang dihasilkan noise generator.

Menurut persamaan (2.17) batas atas frekuensi fu untuk diameter tabung

100 mm yaitu:

d < 0,58

0,1m < 0,58

Sehingga diperoleh batas atas frekuensi fu= 2 kHz.

Batas bawah frekuensi f1 ditentukan oleh jarak antara mikrofon s0. Sesuai

dengan persamaan (2.18) maka untuk jarak s0 = 150 mm diperoleh:

s0 > 0,05 ∙ λ1

s0 > 0,05 ∙

(61)

f1= 114 Hz

Dan batas atas frekuensi untuk s0 =150 mm dengan persamaan (2.19) yaitu:

fus0 < 0,45 c0

fu∙ 0,15 < 0,45 ∙343

fu = 1029 Hz

Perlu diperhatikan bahwa semakin besar jarak antara kedua mikropon maka semakin akurat pengukurannya.

Jarak antara sumber bunyi dan mikropon x menurut ISO 10534-2 sesuai dengan persamaan (2.20) yaitu:

x> γ ∙ d >300mm

Sehingga dipilih x = 350 mm.

Jarak x2 antara sampel dan mikropon terdekat ditentukan oleh persamaan

(2.21) yaitu:

x2≥ β ∙ d

Sehingga dipilih x2 = 200 mm.

Maka panjang tabung untuk pengujian koefisien serap bunyi adalah:

l = x2 + x + s0 = 700 mm

Skematis perancangan tabung impedansi untuk pengukuran koefisien absorpsi ditunjukkan pada gambar 3.1.

(62)

Untuk pengukuran frekuensi tinggi, jarak mikropn yang lebih dekat s

digunakan. Pada tabung impedansi ini diambil nilai s = 75 mm.

Sesuai dengan persamaan (2.18) dan (2.19) untuk s = 75 mm maka batas frekuensinya adalah:

fu < 2058 Hz

f1 >228 Hz

Dan untuk s0 = 150 mm batas frekuensinya:

fu < 1029 Hz

f1 >114 Hz

Untuk pengukuran Transmission Loss (TL) digunakan downstream tube

(tabung tanpa speaker) diujung tabung lainnya dengan ukuran jarak antar mikropon sesuai rancangan tabung pertama (upstream tube). Skematis perancangan tabung impedansi untuk pengukuran transmission loss ditunjukkan pada gambar 3.2.

Gambar 3.2 Skematis tabung impedansi untuk pengukuran transmission loss.

(63)

3.3 Alat dan Bahan

3.3.1 Alat

Adapun peralatan yang di pergunakan selama penelitian ini adalah: 1. Laptop

Digunakan untuk menyimpan dan mengolah sinyal digital dari Labjack dengan bantuan software DAQFctory. Selain itu laptop juga digunakan sebagai Tone Generator dengan bantuan software ToneGen

untuk membangkitkan bunyi pure tone. Laptop yang digunakan dalam penelitian ini ditunjukkan pada gambar 3.3.

Gambar 3.3 Laptop.

Dengan spesifikasi:

1) Processor : Intel(R) Core i5 2.3 GHz 2) Memory : 4 GB RAM

(64)

2. LabJack U3-LV

Digunakan untuk merubah data sinyal analog bunyi yang dibangkitkan dalam percobaan menjadi sinyal digital. Alat ini ditunjukkan pada gambar 3.4.

Gambar 3.4 LabJack U3-LV. Dengan spesifikasi:

1) 16 fleksibel I/O(Input Digital, Digital Output, atau InputAnalog) 2) Sampai 2 Timers (Pulse Timing, PWMOutput, InputQuadrature) 3) Hingga 2 Counters(32-Bit)

4) 4 Tambahan digital I/O

5) Sampai 1612-bit InputAnalog(0-2,4 V atau 0-3,6V, SE atau Diff.) 6) 2 Analog output(10-Bit, 0-5volt)

3. Amplifier

(65)

Gambar 3.5 Amplifier. Dengan spesifikasi:

1) 250 Watt Stereo 2) Type AV-299

4. Speaker

Digunakan untuk mengeluarkan bunyi berupa pure tone yang diatur oleh software ToneGen. Speaker yang digunakan ditunjukkan pada gambar 3.6.

Gambar 3.6 Speaker.

Dengan spesifikasi:

(66)

2) Nominal Impedance 8 Ohm. 3) Nominal Power RMS 60W 4) Sensitivity 90 dB

5. Mikropon

Digunakan sebagai sensor untuk menangkap sinyal bunyi yang berinterferensi didalam tabung impedansi. Mikropon yang digunakan dapat dilihat pada gambar 3.7.

Gambar 3.7 Mikropon. Dengan spesifikasi:

1) Frekuensi respon 50 – 15,000 Hz 2) Out put Impedance 300 Ohm.

6. Tabung Impedansi

(67)

Gambar 3.8 Tabung Impedansi. Dengan spesifikasi:

1) Pipa paralon merk Maspion. 2) Panjang tabung 140 cm.

3) Diameter dalam tabung 100 mm. 4) Tebal 5 mm.

3.3.2 Bahan

Adapun bahan spesimen yang digunakan dalam penelitian ini adalah Aluminium-Magnesium (Al-Mg) dengan ketebalan 10 mm. Dimensi spesimen dapat dilihat pada gambar 3.9.

Gambar 3.9 Dimensi spesimen Al-Mg.

(68)

(1) (2) (3)

Gambar 3.10 Spesimen Al-Mg (1) Paduan Al98%-Mg2% (2) Paduan Al96%-Mg4% (3) Paduan Al94%-Mg6%.

Ketiga spesimen tersebut telah diuji sifat mekanis nya. Sifat mekanis dari spesimen dapat dilihat pada tabel 3.1.

Tabel 3.1 Sifat mekanis spesimen aluminium-magnesium. Kadar Tensile

(Sumber: Hasil riset Reza Nst, 2012 dan Henryandus,2012)

Uji foto mikro pada ketiga spesimen Aluminium-Magnesium (Al-Mg) dapat dilihat pada gambar 3.11.

(1) (2) (3)

(69)

3.4 Experimental Set Up

Secara eksperimental, pengujian dan pengambilan data untuk mendapatkan koefisien serap bunyi dari material dilakukan dengan menggunakan tabung impedansi dan alat-alat pendukung lainnya. Skematis dan set up alat untuk pengujian koefisien serap bunyi ditunjukkan pada gambar 3.12 dan 3.13.

Gambar 3.12 Skema alat uji Tabung Impedansi.

(70)

3.5 Prosedur Pengujian

Prosedur pengujian yang dilakukan adalah sebagai berikut:

1. Siapkan semua peralatan uji dengan diatur sesuai gambar set up peralatan pengujian.

2. Masukkan spesimen uji dalam tabung impedansi, yaitu ditengah ruang uji dengan posisi tegak lurus terhadap arah ruang tabung.

3. Pengukuran dilakukan pada frekuensi 125Hz, 250Hz, 500Hz, 1000Hz, 1500Hz, dan 2000 Hz.

4. Hubungkan mikropon 1 dan mikropon 2 pada pre-amp mic channel 1 dan 2. Untuk frekuensi dibawah 228Hz yaitu frekuensi 125Hz dipakai

mikropon 1’ dan β. Agar lebih jelas dapat dilihat pada gambar γ.14.

Gambar 3.14 Posisi mikropon β,1 dan 1’

5. Hubungkan output chanel pre-amp mic ke chanel 1 dan chanel 2 pada labjack.

6. Hubungkan Labjack ke port USB pada Laptop lalu buka Software DAQFaqtory untuk menganalisis sinyal.

7. Pada DAQFaqtory buka program Sound Recorder 4ch.

(71)

9. Atur frekuensi pada ToneGen lalu buka kembali DAQFaqtory untuk melihat grafik tegangan suara pada masing-masing mikropon.

10.Klik Start/Stop Save untuk Logging data. Data grafik akan otomatis tersimpan dalam drive (D:) pada laptop.

11.Ambil nilai tegangan rata-rata pada masing-masing mikropon (A dan B) untuk dihitung koefisien absorpsinya dengan bantuan MATLAB.

12.Hitung tekanan suara pada masing-masing mikropon dengan rumus:

13.Hitung faktor Refleksi dan koefisien serap bunyi dengan rumus:

| |

14.Ulangi prosedur diatas untuk frekuensi dan sampel yang berbeda.

15.Masukkan data yang telah dihitung ke dalam tabel dan di plot ke dalam bentuk grafik agar dapat melihat perbandingan koefisien serap bunyi pada frekuensi yang berbeda dan pada masing-masing sampel.

3.6 TEKNIK PENGUKURAN, PENGOLAHAN DAN ANALISA DATA

(72)

Variabel Bebas (VB)

1) Komposisi Aluminium-Magnesium

2) Frekuensi (125 Hz, 250 Hz, 500 Hz, 1000 Hz, 1500 Hz dan 2000 Hz)

Variabel Terikat (VT)

1) Volume pada amplifier 2) Koefisien serap (absorpsi) ()

(73)

Tabel 3.2 Data Pengamatan.

Sebelum melakukan pengujian penulis melakukan validasi alat dengan membandingkan hasil pengukuran dengan data yang ada di referensi (nilai standar). Diambil sampel kayu dengan nilai koefisien absorpsi pada referensi ditunjukkan pada tabel 3.3.

Tabel 3.3 Koefisien Absorpsi Kayu Referensi

Frekuensi 125 Hz 250 Hz 500 Hz 1000 Hz 2000 Hz Koef. Serap Bunyi 0.15 0.11 0.1 0.07 0.07 Sumber : Doelle, Leslie L, 1993.

Nilai koefisien absorpsi kayu hasil pengujian dapat dilihat pada tabel 3.4. Tabel 3.4 Koefisien absorpsi kayu hasil pengukuran dengan tebal 1 cm. Frekuensi Amplitudo maksimum

A B

125Hz 2.348478 2.150501 0.161494

250Hz 2.208653 2.072944 0.119113

500Hz 2.231852 2.092916 0.120628

1000Hz 0.725447 0.69456 0.08334

2000Hz 0.6401348 0.610604 0.090136

(74)

% Galat = |

|

% Galat = |

|

% Galat = 7.117077 %

Galat untuk frekuensi-frekuensi selanjutnya dapat dilihat pada tabel 3.5. Tabel 3.5 Galat Koefisien Absorpsi (α)

Frekuensi (Hz) α pengujian α literatur Galat (%)

125 0.1614936 0.15 7.117077

250 0.1191131 0.11 7.650781

500 0.1206276 0.1 17.10026

1000 0.0833403 0.07 16.00698

2000 0.0901356 0.07 22.33923

Bahwa dari data diatas untuk frekuensi 2000 Hz memiliki persentase galat terbesar sampai 22.33923% dan frekuensi 125 Hz memiliki persentase galat terkecil sebesar 7,1171%.

3.8 FLOW CHART

(75)

Gambar 3.15 Diagram alir penelitian Studi Literatur

Mulai

Berhasil Gelombang

Selesai Pengujian Koefisien

absorpsi Al-Mg Validasi Alat

YA TID

AK

Perancangan Tabung Impedansi (ISO 10534-2:1998)

Hasil

Laporan

Disetujui Gelombang

TID AK

(76)

BAB 4

HASIL DAN PEMBAHASAN PENELITIAN

4.1. Hasil Analisa Perancangan Tabung Impedansi (ISO 10534-2:1998)

Berikut ini merupakan perhitungan kondisi batas untuk perancangan tabung impedansi menurut ISO 10534-2.

1) Batas atas frekuensi f

uuntuk diameter tabung 100 mm yaitu:

d < 0,58

0,1m < 0,58

Sehingga diperoleh batas atas frekuensi untuk diameter 100mm yaitu fu=

β kHz.

2) Jarak antara sumber bunyi dan mikropon x yaitu: x > γ ∙ d >300mm

Sehingga dipilih x = 350 mm.

3) Jarak antara sampel dan mikropon terdekat x

2 yaitu: x2 ≥ 2 ∙ d

Sehingga dipilih x2 = 200 mm.

Desain tabung impedansi ditunjukkan pada gambar 4.1.

Gambar 4.1 Desain Tabung Impedansi.

(77)

4) Untuk pengukuran frekuensi tinggi, jarak mikropon yang lebih dekat s

digunakan. Pada tabung impedansi ini diambil nilai s = 75 mm. Seusai dengan persamaan (2.18) dan (2.19) maka batas bawah dan batas atas frekuensinya:

fu < 2058 Hz

f1 >228 Hz

5) Untuk s0 = 150 mm batas frekuensinya:

fu < 1029 Hz

f1 >114 Hz

Kedua variasi jarak mikropon tersebut digunakan untuk memaksimalkan keakurasian hasil pengukuran. Bentuk gelombang pada frekuensi 125 Hz dapat di ilustrasikan pada gambar 4.2.

Gambar 4.2 Ilustrasi gelombang pada frekuensi 125 Hz.

Dari gambar 4.2 dapat dilihat panjang gelombang frekuensi 125 Hz dapat dijangkau oleh panjang jarak mikropon s0. Menurut persamaan (2.18) yaitu: s0 > 0,05 ∙ λ1

s0 > 0,05 ∙

0,15> 0,05 ∙

(78)

Bentuk gelombang pada frekuensi 1500 Hz dapat di ilustrasikan pada gambar 4.3.

Gambar 4.3 Ilustrasi gelombang pada frekuensi 1500 Hz.

Dari gambar 4.3 dapat dilihat panjang gelombang frekuensi 1500 Hz dapat dijangkau oleh panjang jarak mikropon s0 maupun oleh jarak mikropon s. Namun, pengukuran dengan jarak mikropon s0 pada frekuensi 1500 Hz tidak lagi akurat karena sudah banyak gelombang yang terbentuk pada jarak s0 tersebut. Menurut persamaan (2.18) yaitu:

s > 0,05 ∙ λ1

s > 0,05 ∙

0,075> 0,05 ∙

0,075> 0,0114

(79)

4.2. Hasil Pengujian Paduan Al 98% – Mg 2%

4.2.1 Pengukuran Pada Frekuensi 125 Hz

Pengukuran spesimen Al 98% – Mg 2% pada frekuensi 125 Hz dapat dilihat pada gambar 4.4.

(a) (b)

Gambar 4.4 (a)Pengukuran amplitudo pada mic 1 dengan frekuensi 125 Hz. (b)Pengukuran amplitudo pada mic 2 dengan frekuensi 125 Hz. Setelah dilakukan pengukuran dihitung amplitudo maksimum yang diterima oleh mikropon. Untuk frekuensi 125 Hz amplitudo pada masing-masing mikropon yaitu:

A = 2.441551 Volt B = 2.29412 Volt

Tekanan bunyi pada masing-masing mikropon dengan rumus:

Faktor Refleksi dan koefisien serap bunyi dengan rumus:

| |

(80)

Diperoleh hasil perhitungan sebagai berikut:

p1 = 3.294523680098964 - 0.105906963034258i p2 = 4.247693825737329 - 0.065181831718853i H21 = 0.775802823954386 - 0.013027943205546i r = -0.914750277508017 - 0.220533600811296i alpha = 0.114596860712209

(81)

Gambar 4.5 Visualisasi bilangan kompleks p1 pada sistem koordinat.

4.2.2 Pengukuran Pada Frekuensi 250 Hz

Pengukuran spesimen Al 98% – Mg 2% pada frekuensi 250 Hz dapat dilihat pada gambar 4.6.

(a) (b)

Gambar 4.6 (a) Pengukuran amplitudo pada mic 1 dengan frekuensi 250 Hz. (b) Pengukuran amplitudo pada mic 2 dengan frekuensi 250 Hz. Setelah dilakukan pengukuran dihitung amplitudo maksimum yang diterima oleh mikropon. Untuk frekuensi 250 Hz amplitudo maksimum pada masing-masing mikropon yaitu:

A = 2.308653 Volt B = 2.142944 Volt

Diperoleh hasil perhitungan sebagai berikut:

p1 = 3.597819371018732 - 0.097585397903490i

Real axis Imaginary

axis

-1

0.1

-0.1

(82)

p2 = 3.992891628571922 - 0.073262856199167i H21 = 0.901201132903398 - 0.007904253817264i r = -0.527559638035868 + 0.763726463986332i alpha = 0.138402716522397

Maka koefisien serap bunyi pada frekuensi 250 Hz adalah α = 0.1384.

4.2.3 Pengukuran Pada Frekuensi 500 Hz

Pengukuran spesimen Al 98% – Mg 2% pada frekuensi 500 Hz dapat dilihat pada gambar 4.7.

(a) (b)

Gambar 4.7 (a) Pengukuran amplitudo pada mic 1 dengan frekuensi 500 Hz. (b) Pengukuran amplitudo pada mic 2 dengan frekuensi 500 Hz. Setelah dilakukan pengukuran dihitung amplitudo maksimum yang diterima oleh mikropon. Untuk frekuensi 500 Hz amplitudo maksimum pada masing-masing mikropon yaitu:

A = 2.231852Volt B = 1.983916 Volt

Diperoleh hasil perhitungan sebagai berikut:

(83)

alpha = 0.209838662461882

Maka koefisien serap bunyi pada frekuensi 500 Hz adalah α = 0.2098.

4.2.4 Pengukuran Pada Frekuensi 1000 Hz

Pengukuran spesimen Al 98% – Mg 2% pada frekuensi 1000 Hz dapat dilihat pada gambar 4.8.

(a) (b)

Gambar 4.8 (a) Pengukuran amplitudo pada mic 1 dengan frekuensi 1000 Hz. (b) Pengukuran amplitudo pada mic 2 dengan frekuensi 1000 Hz. Setelah dilakukan pengukuran dihitung amplitudo maksimum yang diterima oleh mikropon. Untuk frekuensi 1000 Hz amplitudo maksimum pada masing-masing mikropon yaitu:

A = 0.725447 Volt B = 0.61856 Volt

Diperoleh hasil perhitungan sebagai berikut:

p1 = 1.086238134176290 - 0.062945346515339i p2 = 1.205516649202985 - 0.047256617990334i H21 = 0.901717287730522 - 0.016866823968976i r = -0.484613540353788 + 0.701555158677877i alpha = 0.272970075838226

(84)

4.2.5 Pengukuran Pada Frekuensi 1500 Hz

Pengukuran spesimen Al 98% – Mg 2% pada frekuensi 1500 Hz dapat dilihat pada gambar 4.9.

(a) (b)

Gambar 4.9 (a) Pengukuran amplitudo pada mic 1 dengan frekuensi 1500 Hz. (b) Pengukuran amplitudo pada mic 2 dengan frekuensi 1500 Hz. Setelah dilakukan pengukuran dihitung amplitudo maksimum yang diterima oleh mikropon. Untuk frekuensi 1500 Hz amplitudo maksimum pada masing-masing mikropon yaitu:

A = 0.606063855 Volt B = 0.51826442 Volt

Diperoleh hasil perhitungan sebagai berikut:

p1 = 0.908691880055422 - 0.051704752307820i p2 = 1.008474252501790 - 0.038817670620021i H21 = 0.901693627913939 - 0.016562749140941i r = -0.486018064709176 + 0.703588431017504i alpha = 0.268749760514675

Maka koefisien serap bunyi pada frekuensi 1500 Hz adalah α = 0.2687.

4.2.6 Pengukuran Pada Frekuensi 2000 Hz

(85)

(a) (b)

Gambar 4.10 (a) Pengukuran amplitudo pada mic 1 dengan frekuensi 2000 Hz. (b) Pengukuran amplitudo pada mic 2 dengan frekuensi 2000 Hz. Setelah dilakukan pengukuran dihitung amplitudo maksimum yang diterima oleh mikropon. Untuk frekuensi 2000 Hz amplitudo maksimum pada masing-masing mikropon yaitu:

A = 0.64013482 Volt B = 0.5621042 Volt

Diperoleh hasil perhitungan sebagai berikut:

p1 = 0.971660021055495 - 0.045951934423332i p2 = 1.078356850024949 - 0.034498706118508i H21 = 0.901496705749949 - 0.013772309699260i r = -0.499073810377932 + 0.722488698883766i alpha = 0.228935411780095

Maka koefisien serap bunyi pada frekuensi 2000 Hz adalah α = 0.2289. Nilai koefisien absorpsi untuk paduan Al 98% - Mg 2% dapat dilihat pada tabel 4.1.

Tabel 4.1 Tabel koefesien absorbsi paduan Al 98% - Mg 2%.

Frekuensi (Hz) α

125 0.1146

250 0.1384

500 0.2098

1000 0.2729

1500 0.2687

Gambar

Gambar 2.1 Gelombang transversal.
Gambar 2.2 Gelombang longitudinal.
Gambar 2.3 Diagram fasa perubahan mikrostruktur paduan Al-Cu.
Gambar 2.5 Diagram fasa paduan Al-Si.
+7

Referensi

Dokumen terkait

berbanding terbalik dari hasil penelitian pengecoran pesawat tanpa awak dengan material paduan Aluminium- Magnesium (96%-4%) tidak dapat untuk diterbangkan karena memiliki berat lebih

Pada penelitian ini dilakukan penambahan Magnesium kedalam Aluminium sesuai variasi yang dikerjakan yaitu 1,4% dan 2,2% , kemudian dilakukan simulasi dengan menggunakan

Saya menyatakan dengan sesungguhnya bahwa tugas akhir dengan judul: “ Analisa Pengaruh Penambahan Silikon (Si) (7%, 9%, 11%) Pada Paduan Aluminium Magnesium

Penelitian ini dilakukan untuk mengkaji kekuatan lentur dan kontrol retak beton yang mengalami tarik akibat adanya beban lentur dengan menggunakan material aluminium paduan

5 kali berat aluminium padat), memiliki kekuatan (strength) dan kekakuan (stiffness) yang tinggi, karakteristik khusus dari material ini adalah... mempunyai kemampuan menyerap

Pada penelitian ini dilakukan penambahan Magnesium kedalam Aluminium sesuai variasi yang dikerjakan yaitu 1,4% dan 2,2% , kemudian dilakukan simulasi dengan menggunakan

A2/LAPAN Orari yang telah berhasil mengorbit dan berfungsi dengan baik maupun pada satelit LAPAN- A3/LAPAN IPB menggunakan paduan aluminium 7075 T651 sebagai

Selain paduan seng, anoda korban yang dapat digunakan adalah paduan magnesium untuk lingkungan tanah dan paduan aluminium untuk lingkungan air laut.. Ketiganya dipilih karena memiliki