• Tidak ada hasil yang ditemukan

Deteksi dan Klasifikasi Dasar Laut Menggunakan Instrumen Side scan sonar

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Deteksi dan Klasifikasi Dasar Laut Menggunakan Instrumen Side scan sonar"

Copied!
37
0
0

Teks penuh

(1)

DETEKSI DAN KLASIFIKASI DASAR LAUT

MENGGUNAKAN INSTRUMEN SIDE SCAN SONAR

DWI PUTRA IMAM MAHDI

DEPARTEMEN ILMU DAN TEKNOLOGI KELAUTAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN

(2)
(3)

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi yang berjudul Deteksi dan Klasifikasi Dasar Laut Menggunakan Instrumen Side Scan Sonar adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

(4)

ABSTRAK

DWI PUTRA IMAM MAHDI. Deteksi dan Klasifikasi Dasar Laut Menggunakan Instrumen Side scan sonar. Dibimbing oleh HENRY M. MANIK dan DJOKO HARTOYO.

Side scan sonar merupakan instrumen akustik bawah air yang mampu menampilkan citra dasar laut dan membedakan besar kecil partikel penyusun permukaan dasar laut. Penelitian ini bertujuan mendeteksi objek substrat dasar laut dan mengukur nilai backscatternya menggunakan instrumen side scan sonar. Data side scan sonar Klein System 3000 dengan frekuensi 500 kHz diambil di Teluk Jakarta dan data Edgetech 4200 dengan frekuensi 300 kHz diambil di Selat Sunda. Penelitian dilakukan di dua tempat guna mendapatkan jenis sedimen yang lebih beragam. Kedua data side scan sonar diproses menggunakan perangkat lunak Sonarweb dan Sonarpro untuk menampilkan citra dasar laut, dan menggunakan Seisee untuk mengekstrak nilai backscatter sedimennya. Hasil citra dasar laut di Teluk Jakarta ditemukan target berupa lumpur, lumpur dengan galian, dan bangkai kapal tenggelam. Mosaik Klein System 3000 di Teluk Jakarta menunjukan substrat dasar laut dominan lumpur. Ekstrak nilai backscatternya didapat nilai terkecil yaitu lumpur -26,33 dB, lumpur dengan galian -23,84 dB dan bangkai kapal memiliki nilai tertinggi -6,23 dB. hasil citra dasar laut di Selat Sunda ditemukan target dasar laut berupa lumpur, pasir, pasir biogenik, dan bangkai kapal tenggelam. Mosaik Edgetech 4200 menunjukan substrat di Selat Sunda lebih banyak pasir. Nilai backscatter yang didapat dari masing-masing objek yaitu lumpur -14,25 dB, pasir -12,22 dB, pasir biogenik -13,56 dB, dan Bangkai kapal tenggelam -4,20 dB.

Kata kunci: sedimen, Edgetech 4200, Klein System 3000, backscatter

ABSTRACT

DWI PUTRA IMAM MAHDI. Seafloor Detection and Classification Using Side scan sonar Instrument. Under direction by HENRY M. MANIK dan DJOKO HARTOYO.

(5)

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ilmu Kelautan

pada

Departemen Ilmu dan Teknologi Kelautan

DETEKSI DAN KLASIFIKASI DASAR LAUT

MENGGUNAKAN INSTRUMEN SIDE SCAN SONAR

DWI PUTRA IMAM MAHDI

DEPARTEMEN ILMU DAN TEKNOLOGI KELAUTAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN

(6)
(7)

Judul Skripsi : Deteksi dan Klasifikasi Dasar Laut Menggunakan Instrumen Side scan sonar

Nama : Dwi Putra Imam Mahdi NIM : C54090003

Disetujui oleh

Dr Ir Henry M. Manik, MT Pembimbing I

Ir Djoko Hartoyo, MSc Pembimbing II

Diketahui oleh

Dr Ir I Wayan Nurjaya, MSc Ketua Departemen

(8)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, yang telah memberikan rahmat dan karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini dapat diselesaikan dengan baik dan tepat waktu.

Pada kesempatan ini tidak lupa penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada semua pihak yang memberikan masukan, arahan, dan dukungan kepada penulis dalam menyelesaikan karya ilmiah ini. Ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada:

1 Bapak Dr. Ir. Henry M. Manik, MT selaku dosen pembimbing I penelitian. 2 Bapak Ir. Djoko Hartoyo, M.Sc. selaku pembimbing II dalam penelitian ini. 3 Ayahanda Drs. Kaumal, Ibunda Riati, S.Pd. dan semua anggota keluarga

tercinta yang telah memberikan motivasi dan do’a.

4 Semua pihak terkait yang telah membantu kelancaran pembuatan karya ilmiah ini.

Penulis mengharapkan bahwa karya ilmiah ini dapat bermanfaat dikemudian hari.

(9)

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL vi

DAFTAR GAMBAR vi

DAFTAR LAMPIRAN vi

PENDAHULUAN 1

Latar Belakang 1

Tujuan Penelitian 1

METODOLOGI 2

Waktu dan Lokasi Penelitian 2

Alat dan Bahan 3

Pengambilan Data Side Scan Sonar 3

Pengambilan Data Substrat dan Klasifikasi sedimen 5

Pemrosesan Data Side Scan Sonar 5

Analisis Data Side Scan Sonar 7

Peta Batimetri 7

HASIL DAN PEMBAHASAN 8

Batimetri 8

Batimetri Teluk Jakarta 8

Batimetri Selat Sunda 9

Side Scan Sonar Klein System 3000 11

Mosaik Side Scan Sonar 11

Klasifikasi Citra Sedimen 12

Klasifikasi Hambur Balik Sedimen 14

Side Scan Sonar Edgetech 4200 15

Mosaik side scan sonar 15

Klasifikasi Citra Sedimen 16

Klasifikasi Hambur Balik Sedimen 19

KESIMPULAN DAN SARAN 20

Kesimpulan 20

Saran 20

DAFTAR PUSTAKA 21

(10)

DAFTAR TABEL

1 Fungsi perangkat lunak pengolahan data 3

2 Spesifikasi side scan sonar Klein System 3000 4

3 Spesifikasi side scan sonar Edgetech 4200 4

4 Ukuran besar butir sedimen (Wibisono 2005) 5

5 Nilai backscatter sedimen 20

DAFTAR GAMBAR

1 Lokasi penelitian Teluk Jakarta dengan Klein System 3000 2 2 Lokasi penelitian Selat Sunda dengan Edgetech 4200 2 3 Skema pengambilan data side scan sonar (a) tampak depan, (b) tampak

samping 3

4 Diagram alir pengolahan data side scan sonar 6

5 Diagram alir pengolahan data batimetri 8

6 Peta kontur batimetri Teluk Jakarta secara 2 dimensi 9 7 Peta kontur batimetri Teluk Jakarta secara 3 dimensi 9 8 Peta kontour batimetri Selat Sunda secara 2 dimensi 10 9 Peta kontur batimetri Selat Sunda secara 3 dimensi 11 10 Mosaik side scan sonar Klein System 3000 di Teluk Jakarta 12

11 Sedimen lumpur di Teluk Jakarta 12

12 Sedimen lumpur dengan lubang galian di Teluk Jakarta 13

13 Kapal tenggelam di Teluk Jakarta 13

14 Grafik nilai backscatter sedimen di Teluk Jakarta 14

15 Mosaik SSS Edgetech 4200 di Selat Sunda 16

16 Sedimen lumpur di Selat Sunda 17

17 Sedimen pasir di Selat Sunda 17

18 Sedimen pasir biogenik di Selat Sunda 18

19 Kapal tenggelam di Selat Sunda 18

20 Grafik nilai backscatter sedimen di Selat Sunda 19

DAFTAR LAMPIRAN

1 Data Coring Selat Sunda 23

2 Data Coring Teluk Jakarta 23

3 Spesifikasi Kapal Riset Baruna Jaya IV 24

(11)

1

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Sedimen yaitu kerak bumi (regolith) yang ditransportasikan melalui proses hidrologi dari suatu tempat ke tempat lain, baik secara vertical maupun horizontal. Partikel-partikel sedimen menutupi seluruh permukaan dasar laut yang diendapkan secara perlahan dalam jangka waktu berjuta-juta tahun (Garrison 2005). Sedimen dalam air berupa bahan-bahan tersuspensi (Effendi 2000). Sedimen terutama terdiri dari partikel-partikel yang berasal dari hasil pembongkaran batu-batuan dan potongan-potongan kulit (shell) serta sisa rangka-rangka dari organisme laut. Ukuran partikel-partikel sedimen sangat ditentukan oleh sifat-sifat fisiknya sehingga sedimen di suatu tempat akan berbeda dengan tempat lainnya (Hutabarat dan Evans 2000). Informasi ukuran partikel sedimen dapat digunakan untuk mengetahui cara pengangkutan dan sebaran sedimen yang terendapkan di dasar laut (Gross 1993). Dewasa ini informasi mengenai ukuran partikel dan sebaran sedimen dasar laut juga diperlukan untuk pemetaan pipa dan kabel bawah laut, pemetaan habitat dasar laut, penentuan jalur pelayaran, industri kelautan, daerah penangkapan ikan, pembangunan pelabuhan dan jembatan di laut, dan sebagainya. Oleh karena itu, penelitian mengenai deteksi sedimen dan dasar laut menjadi sangat penting dalam menunjang data dan informasi sebaran sedimen di laut. Sistem akustik bawah air merupakan salah satu cara untuk memetakan dasar laut dan mengklasifikasi jenis sedimen dasar laut.

Instrumen akustik memancarkan gelombang suara melalui media air yang akan dipantulkan kembali oleh objek yang berada di kolom perairan dan dasar laut. Karakteristik gelombang suara yang dipantulkan dapat dianalisa guna mendapatkan informasi objek dasar laut. Side scan sonar merupakan salah satu instrumen akustik bawah air yang dapat memancarkan gelombang suara atau beam ke sisi kiri dan kanannya dengan frekuensi tertentu (Medwin dan Clay 1998). Side scan sonar menggunakan prinsip backscatter akustik untuk menampilkan citra dasar laut. Side scan sonar mampu membedakan besar kecil partikel penyusun permukaan dasar laut, seperti batuan, lumpur, pasir, kerikil, atau tipe-tipe dasar perairan lainnya (Bartholoma 2006).

Penelitian tentang dasar laut dengan menggunakan side scan sonar yang telah dilakukan, seperti: deteksi dan interpretasi di dasar laut menggunakan instrumen side scan sonar (Sari dan Manik 2009), penelitian mengenai pemetaan dan klasifikasi sedimen di perairan Balongan, Indramayu Jawa Barat (Charnila dan Manik 2010), Komputasi data side scan sonar Klein 3000 untuk identifikasi target dasar laut (Gustiawan 2012). Pada penelitian ini akan dilakukan pengolahan data secara kualitatif maupun kuantitatif guna mendapatkan jenis dan nilai backscatter dasar laut yang lebih akurat.

Tujuan Penelitian

(12)

2

METODOLOGI

Waktu dan Lokasi Penelitian

Penelitian dilakukan pada bulan Maret sampai Desember 2013, di Laboratorium Akustik dan Instrumentasi Kelautan ITK IPB, dan di Laboratorium Balai Teknologi Survei Kelautan (BTSK), Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT), Jakarta. Penelitian dilakukan menggunakan data side scan sonar yaitu Klein System 3000 dan Edgetech 4200 milik BPPT.

Penelitian dilakukan di dua tempat guna mendapatkan jenis sedimen yang lebih beragam. Penggunaan dua alat yang berbeda karena perbedaan kedalaman dan kondisi perairan di kedua tempat tersebut. Penelitian menggunakan Klein System 3000 diambil pada tanggal 25 September 2004 di Teluk Jakarta. Data ini merupakan data survei pemasangan kabel bawah laut dengan lokasi tepatnya pada

05°56’90” LS - 06°01’66” LS dan 106°47’82” BT - 106°58’46” BT. Peta lokasi penelitian tepatnya seperti pada Gambar 1. Data penelitian yang kedua merupakan data survei pencarian kapal Bahuga Jaya yang tenggelam di Selat Sunda. Pengambilan data dilakukan pada tanggal 26 September 2012 menggunakan

Edgetech 4200. Lokasi penelitian tepatnya pada 05°51’07” LS - 05°54’12” LS

dan 105°46’22” BT – 105°51’25” BT. Peta lokasi penelitian yang kedua dapat

dilihat pada Gambar 2. Pengambilan data dilakukan menggunakan kapal riset Baruna Jaya IV milik BPPT.

Gambar 1 Lokasi penelitian Teluk Jakarta dengan Klein System 3000

(13)

3

Alat dan Bahan

Alat yang digunakan pada penelitian adalah seperangkat komputer dengan perangkat lunak seperti pada Table 1. Bahan yang digunakan adalah data side scan sonar milik BPPT dan data coring sedimen dasar laut milik Pusat Penelitian dan Pengembangan Geologi Laut (Lampiran 1 dan 2).

Table 1 Fungsi perangkat lunak pengolahan data No Perangkat lunak Fungsi

1 SonarWeb Menampikan mosaic dasar laut

2 SonarPro Mencari posisi dan ukuran substrat 3 Xtf2segy Konversi data side scan sonar *XTF ke *SEGY 4 Seisee Ekstrak nilai amplitude substrat dasar laut

5 Surfer 9 Menampilkan peta batimetri

6 Global Mapper Ekstrak nilai kedalaman SRTM 30 PLUS 7 MS. Excel Menghitung nilai Backscatter dasar laut

Pengambilan Data Side Scan Sonar

Pengambilan data dilakukan oleh tim survei Balai Teknologi Survei Kelautan (BTSK) BPPT menggunakan kapal Baruna Jaya IV dengan spesifikasi terlampir pada Lampiran 3. Pengambilan data dilakukan dengan menggunakan instrumen side scan sonar yang ditarik di belakang kapal dan menggunakan towfish atau tow vehicle dengan kecepatan kapal 3-6 knot. Side scan sonar memancarkan gelombang akustik (gelombang suara) secara menyamping ke arah sisi kiri dan kanannya, pantulan kembali dari gelombang suara kemudian diolah sehingga dapat menampilkan citra dasar laut dan dapat dianalisa nilai backscatternya. Backscatter akustik direkam dalam jangka waktu tertentu pada setiap ping, sehingga dapat dibentuk sebuah time series (urutan) dari amplitudo yang diterima. Skema pengambilan data side scan sonar dapat dilihat pada Gambar 3.

(a) (b)

Gambar 3 Skema pengambilan data side scan sonar (a) tampak depan, (b) tampak samping

(14)

4

Side scan sonar umumnya mempunyai dual frekuensi rendah dan tinggi. Side scan sonar Klein System 3000 mempunyai frekuensi rendah 100 kHz (50 μs) dan frekuensi tinggi 500 kHz (25 μs), dalam penelitian ini data yang diolah adalah data Klein System 3000 dengan frekuensi 500 kHz (25 μs). Klein System 3000 dioperasikan bersama dengan DGPS SeaStar 8200 VB (untuk menentukan posisi kordinat pengambilan data) yang sudah terpasang pada kapal Baruna Jaya IV. Akuisi data Klein System 3000 menggunakan perangkat lunak SonarPro. Spesifikasi alat side scan sonar Klein System 3000 dapat dilihat pada Tabel 2.

Table 2 Spesifikasi side scan sonar Klein System 3000 Spesifikasi Keterangan

Frequencies 100 kHz dan 500 kHz

Range Scales 15 settings - 25 to 1,000 meters

Maximum Range 600 meters @ 100 kHz; 150 meters @ 500 kHz

Depth Rating 1.500 meters

Construction Stainless Steel

Size 122 cm long, 8,9 cm diameter

Weight 29 kg in air

Standard Sensors Roll, pitch, heading

Beam Width 0,7 deg. @100 kHz, 0,21 deg. @ 500 kHz

Beam Tilt 5, 10, 15, 20, 25 deg

Power Supply 120 watt @120/240 VAC, 50/60 Hz Sumber: http://www.l-3klein.com/

Side scan sonar Edgetech 4200 mempunyai frekuensi rendah (100 dan 300 kHz) dan frekuensi tinggi (400, 600, dan 900 kHz), dalam penelitian ini data yang diolah adalah data Edgetech 4200 dengan frekuensi 300 kHz. Edgetech 4200 dioperasikan bersama DGPS SeaStar 8200 VB yang terhubung pada kapal Baruna Jaya. Transducer Edgetech 4200 terhubung dengan perangkat Portabel Splash Proof Case. Akuisisi data dilakukan menggunakan display dan interface dari splashproof pada laptop yang system operasinya menggunakan windows XP. Spesifikasi Edgetech 4200 dapat dilihat pada Tabel 3.

Table 3 Spesifikasi side scan sonar Edgetech 4200 Spesifikasi Keterangan

Frequencies 100 kHz, 300 kHz dan 400 kHz, 600 kHz, 900 kHz

Maximum Range 100 kHz: 500m, 300 kHz: 230m, 400 kHz: 150m, 600 kHz: 120m, 900 kHz: 75m

Depth Rating 2000 meters

Construction Stainless Steel

Size 125,6 cm long, 11,5 cm diameter

Weight 48 kg in air

Standard Sensors Roll, pitch, heading Vertical Beam

Width 50 degree

Beam Tilt 20 degree

(15)

5

Sumber: http://www.edgetech.com/

Pengambilan Data Substrat dan Klasifikasi sedimen

Pengambilan data substrat dasar laut dilakukan untuk mengetahui jenis dan ukuran partikel sedimen di dasar perairan. Klasifikasi sedimen berdasarkan ukuran partikelnya menurut Wibisono (2005) dapat dilihat pada Tabel 4.

Table 4 Ukuran besar butir sedimen (Wibisono 2005)

Fraksi Sedimen Partikel Ukuran Butir (mm)

Pengambilan data substrat dilakukan oleh Pusat Penelitian dan Pengembangan Geologi Laut (P3GL) untuk data base coring sedimen. Pengambilan contoh sedimen dilakukan pada bulan November 1994 . Data coring sedimen yang digunakan dalam penelitian ini telah dianalisa oleh tim P3GL sehigga didapat data posisi dan jenis sedimen permukan dasar laut. Data sedimen yang digunakan adalah data dengan posisi yang sama dengan koordinat jalur survei. Data sedimen akan dicocokan dengan data citra dasar laut pada side scan sonar yaitu dengan membandingkan nilai backscatter dengan data jenis sedimen. Nilai backscatter sedimen selanjutnya diklasifikasi berdasarkan jenis sedimennya.

Pemrosesan Data Side Scan Sonar

(16)

6

Gambar 4 Diagram alir pengolahan data side scan sonar

(17)

7

Analisis Data Side Scan Sonar

Hasil ekstrak Amplitudo sedimen didapat nilai amplitudo berdasarkan waktu (Time). Amplitudo yaitu besarnya simpangan gelombang suara yang dipantulkan kembali oleh objek dasar laut. Nilai amplitudo sedimen yang telah didapat dari hasil ekstrak pada side scan sonar dilakukkan perhitungan untuk memperoleh nilai echo level dan Backscatter (Lurton 2002).

(1) Backscattering strength dasar perairan merupakan fungsi dari hamburan yang dihasilkan oleh permukaan dan volume sedimen. Pada penelitian ini, nilai backscattering strength diukur berdasarkan perbandingan nilai pantulan yang sudah dihasilkan oleh parameter objek itu sendiri. Sistem side scan sonar memindai dasar laut dengan cara horizontal menyamping sehingga ada parameter dan metode tertentu yang membedakan side scan sonar dengan intrumen akustik lainnya, seperti parameter range R dan depth H. Range dalam side scan sonar merupakan jarak antara towfish terhadap objek pindai yang berupa garis miring, sedangkan kedalaman yang terekam oleh side scan sonar adalah altitude atau jarak vertikal antara towfish dan objek pindai, sehingga nilai backscatter dapat dihitung dengan rumus berikut (Lurton 2002).

(2)

(18)

8

Gambar 5 Diagram alir pengolahan data batimetri

HASIL DAN PEMBAHASAN

Batimetri

Batimetri Teluk Jakarta

Teluk Jakarta adalah perairan yang terletak di sebelah utara propinsi Daerah Khusus Ibukota (DKI) Jakarta, dibatasi oleh koordinat garis bujur mulai

dari 106°40’45” BT hingga 107°01’19” BT dan garis lintang 05°54’40” LS hingga 06°00’40” LS yang membentang mulai dari Tanjung Kait di Sebelah Barat

sampai ke Tanjung Karawang di Sebelah Timur. Menurut Batubara (2005), luas Teluk Jakarta kira-kira 150 mil laut persegi (490 km2) dan mempunyai panjang garis pantai lebih kurang 90 km. Bila ditarik garis lurus yang menghubungkan kedua Tanjung tersebut maka panjangnya kira-kira 21 mil laut yang merupakan lebar mulut Teluk Jakarta yang terbuka menghadap ke arah utara.

(19)

9

fisik dan kimia perairan. Adanya endapan dan abrasi pantai menyebabkan terjadinya pendangkalan setiap tahunnya. Hal ini juga menyebabkan topografi Teluk Jakarta menjadi lebih landai. Peta kontur batimetri Teluk Jakarta dapat dilihat pada Gambar 6. Kondisi batimetri Teluk Jakarta berada dalam keadaan relatif seimbang dan stabil, artinya tidak terdapat slope kedalaman yang curam. Sudut lereng dasar perairan di bagian timur secara umum relatif lebih landai dibandingkan dengan lereng dasar bagian barat. Pada bagian timur terlihat kedalaman perairan 2-6 meter sedangkan pada bagian barat kedalaman perairan mencapai 25 meter. Pada lokasi jalur penelitian terlihat kedalaman perairan lebih landai, perubahan kedalaman lebih besar terjadi pada bagian ujung jalur survei seperti terlihat pada Gambar 7. Jalur survei sepanjang 17 km melewati perairan yang dangkal dengan kedalaman 2-4 meter. Kemudian pada 4 km berikutnya mulai terjadi perubahan kedalaman yang signifikan hingga 23 meter.

Gambar 6 Peta kontur batimetri Teluk Jakarta secara 2 dimensi

Gambar 7 Peta kontur batimetri Teluk Jakarta secara 3 dimensi Batimetri Selat Sunda

(20)

10

bervariatif akibat adanya perbedaan kedalaman dasar laut yang mencolok, yaitu antara Laut Jawa yang dangkal dengan kedalaman maksimal 70 meter dan Samudera Hindia dengan kedalaman 6.000 meter. Perbedaan kedalaman mencerminkan topografi parit (trench), punggungan (ridge), cekungan (basin) dan laut. Kuntoro et al (1990) menyebutkan kondisi morfologi dasar laut memperlihatkan penampakan pola alur dasar laut berupa lembah yang dalam dan dibeberapa tempat menyempit dengan kelerengan yang terjal menunjukkan bahwa sekitar perairan ini merupakan daerah berarus cukup kuat dan berpotensi membentuk longsoran di dasar laut (mass movement).

Berdasarkan data SRTM 30 PLUS Selat Sunda pada bagian utara yang berhubungan dengan Laut Jawa memiliki kedalaman hingga 50 meter dan bagian selatan yang dekat dengan Samudera Hindia memiliki kedalaman hingga 1000 meter. Jalur survei side scan sonar melewati bagian dasar laut yang relatif landai dengan kedalaman 40 sampai 60 meter seperti terlihat pada Gambar 8. Jalur survei melewati perairan sebelah timur Pulau Krakatau dan mendekati sebelah utara Pulau Sangiang. Mendekati pulau Sangiang kondisi dasar laut lebih landai, dengan kedalaman yang bertambah hingga 60 meter. Hal ini menunjukan bahwa semakin ke barat jalur survei semakin kedalaman perairan bertambah seperti pada Gambar 9.

(21)

11

Gambar 9 Peta kontur batimetri Selat Sunda secara 3 dimensi Side Scan Sonar Klein System 3000

Mosaik Side Scan Sonar

Mosaik adalah hasil dari penggabungan beberapa data citra side scan sonar yang digabungkan sehingga menghasilkan sebuah peta dasar perairan. Hasil mosaik dicocokan dengan data coring sedimen sehingga dapat diketahui sebaran sedimen perairan. Mosaik side scan sonar di Teluk Jakarta menunjukan berupa sedimen perairan yang ditutupi lumpur. Terdapat beberapa galian (kerukan) dan sebuah bangkai kapal yang tenggelam. Sedimen berupa lumpur terlihat lebih gelap dengan permukaan yang halus, sedangkan galian dan bangkai kapal akan terlihat lebih terang seperti pada Gambar 10.

(22)

12

Gambar 10 Mosaik side scan sonar Klein System 3000 di Teluk Jakarta

Klasifikasi Citra Sedimen

Klasifikasi citra sedimen dilakukan dengan analisa kualitatif, yaitu dengan membedakan jenis sedimen berdasarkan hasil citra side scan sonar. Hasil citra side scan sonar Klein System 3000 merupakan citra dengan frekuensi tinggi yaitu 500 kHz. Data Klein System 3000 didapat dari data survei lapang yang kemudian ditampilkan menggunakan piranti lunak sonarpro v75 beta. SonarPro mampu menampilkan hasil pindai serupa dengan potret udara seperti pada Gambar 11. Hal ini terjadi karena side scan sonar Klein System 3000 memiliki durasi pulsa yang pendek dengan observasi yang simultan (MacLennan dan Simmonds 2005).

Gambar 11 Sedimen lumpur di Teluk Jakarta

Gambar 10 merupakan citra sedimen berupa lumpur tanpa ada objek lain di sekitarnya. Objek lumpur ditemukan pada kedalaman 8 meter dengan koordinat

106°51’15” BT dan 5°58’28” LS. Pengambilan citra sedimen yang seluruhnya lumpur dilakukan agar mempermudah dalam analisa nilai backscatter. Dari gambar di atas dapat terlihat pada bagian port (kiri) dan starboard (kanan) memiliki tampilan yang relatif sama dan memiliki permukaan yang halus tanpa

32 meter 36 meter 32 meter

Jalur Towfsh

Kolom air (Blind zone) Sedimen Lumpur

(23)

13

adanya degradasi warna. Bentuk permukaan sedimen yang datar sehingga citra side scan sonar tampak terang karena tidak adanya terbentuk bayangan (shadow zone) pada objek dasar laut. Pembentukan shadow zone akan terjadi apabila ada objek lain disekitarnya yang lebih tinggi sehingga dapat menghalangi penetrasi sinyal akustik. Tekstur sedimen yang tidak rata atau bergelombang juga dapat mempengaruhi degradasi warna pada citra side scan sonar seperti pada Gambar 12.

Gambar 12 Sedimen lumpur dengan lubang galian di Teluk Jakarta

Gambar 12 menunjukan citra sedimen dasar laut berupa lumpur yang dapat terlihat dengan jelas. Objek ini ditemukan pada kedalaman 2,8 meter dengan koordinat 106°56’38” BT dan 6°00’43” LS. Pada bagian port (sisi kiri) terlihat adanya galian yang berwarna lebih terang. Adanya galian menyebabkan perbedaan tekstur, kekasaran dan kemiringan sedimen dasar laut. Selain itu galian yang terjadi di dasar laut diduga menyebabkan sedimen yang lebih kasar dengan ukuran butir partikel lebih besar dibawahnya terangkat keatas. Menurut Urick (1983) ukuran butir, skala kekasaran permukaan sedimen dan variasi kemiringan yang signifikan dapat menjadi peran penting dalam respon akustik. Pengaruh tekstur dan keberadaan objek seperti bangkai kapal dapat mempengaruhi respon akustik, seperti pada Gambar 13.

Gambar 13 Kapal tenggelam di Teluk Jakarta

(24)

14

Gambar 13 Menujukan adanya bangkai kapal dengan ukuran 5 x 20 meter yang terlihat lebih terang dibandingkan dengan obek disekitarnya. Objek kapal ditemukan pada kedalaman 5,8 meter dengan koordinat 106°53’52” BT dan

5°35’53” LS. Terdapat shadow zone di bagian atas kapal akibat adanya pengaruh sudut pengambilan citra side scan sonar sehingga penetrasi gelombang suara ke sedimen dibawahnya terhalangi. Material yang terdapat pada badan kapal yang lebih padat sehingga mempengaruhi kenampakannya menjadi lebih terang dibandingkan dengan sedimen dasar laut.

Klasifikasi Hambur Balik Sedimen

Klasifikasi nilai backscatter sedimen dilakukan dengan analisa kuantitatif. Analisa kuantitatif dilakukan untuk mengetahui nilai backscatter sedimen dan target di dasar laut. Analisa secara kuantitatif dilakukan dengan mengekstrak nilai ampitudo dasar laut menggunakan piranti lunak Seisee. Nilai amplitudo dasar perairan kemudian dirubah kedalam nilai backscatter untuk memudahkan dalam membedakan nilai backscatter target dan noise disekitarnya. Noise adalah sinyal akustik yang tidak diinginkan yang dapat mengganggu sinyal target (Ehrhold et al. 2006). Nilai backscatter dasar laut kemudian dibedakan berdasarkan jenis sedimennya. Teluk Jakarta memiliki sedimen yang dominan lumpur, sehingga target yang di analisa adalah target lumpur, target lumpur dengan galian dan target bangkai kapal. Grafik nilai backscatter target dapat dilihat pada Gambar 14.

Gambar 14 Grafik nilai backscatter sedimen di Teluk Jakarta

(25)

15

mengalami absorbs oleh dasar laut. Contoh perhitungan dan rumus perhitungan nilai backscatter dapat dilihat pada lampiran 4 dan lampiran 5. Hasil penelitian Marsugi (2012) di Tuban, Jawa Timur menggunakan alat dan frekuensi yang sama, target lumpur memiliki nilai backscatter 34,91 dB, target bangkai kapal -24,84 dB. Perbedaan nilai backscatter lumpur diduga karena kondisi fisik kedua perairan yang berbeda seperti kedalaman dan salinitas. Kedalaman akan menentukan jarak antara side scan sonar dan target dasar laut. Salinitas mempengaruhi massa jenis air, semakin padat maka kecepatan suara akan semakin tinggi. Bahan pembuatan badan kapal dan ukuran yang berbeda juga mempengaruhi nilai backscatter. Siwabessy (2001) menjelaskan bahwa nilai backscatter dari dasar perairan yang lebih keras akan lebih besar dibandingkan nilai backscatter dasar perairan yang lunak.

Side Scan Sonar Edgetech 4200

Mosaik side scan sonar

(26)

16

Gambar 15 Mosaik SSS Edgetech 4200 di Selat Sunda

Sedimen lumpur di temukan pada daerah paling dekat dengan Pulau Sangiang. Hal ini diduga Karena ada pengaruh dari darat. Kondisi perairan Selat Sunda yang berarus dengan morfologi dasar laut yang bervariatif juga mempengaruhi penyebaran sedimen. Minarto et al (2008b) menyatakan Arus yang deras akan mengendapkan butiran sedimen yang kasar dan arus yang lemah akan mengendapkan sedimen berbutir halus. Sedangkan bentuk dasar perairan akan berpengaruh terhadap letak sedimen. Pada dasar perairan yang berbentuk lereng umumnya bagian atas akan terisi oleh sedimen berbutir halus dan bagian bawah akan terisi oleh sedimen berbutir kasar karena pengaruh gaya gravitasi. Klasifikasi Citra Sedimen

(27)

17

Gambar 16 Sedimen lumpur di Selat Sunda

Gambar 16 menunjukan sedimen lumpur yang memiliki partikel lebih kecil sehingga tampak pada citra side scan sonar dengan permukaan yang lebih halus. Objek lumpur ditemukan pada kedalaman 42 meter dengan koordinat 105°50’27” BT dan 5°54’11” LS. Terdapat garis-garis pada citra sedimen, diduga karena pengaruh pergerakan kapal dan pergerakan tow vehicle sehingga mengganggu tampilan pada citra. Selat Sunda merupakan perairan yang berarus karena adanya pengaruh dari Samudera Hindia dan Laut Jawa. Hal ini menyebabkan pergerakan tow vehicle lebih sulit untuk dikendalikan. Berdasarkan data pergerakan side scan sonar ditemukan gerakan pitch pada sensor terjadi hingga 15 derajat dari posisi diam 0 derajat gerakan roll terjadi hingga 10 derajat dari posisi saat diam 0 derajat. Berbeda dengan sedimen lumpur, sedimen pasir meiliki tampilan yang lebih kasar seperti pada Gambar 17.

Gambar 17 Sedimen pasir di Selat Sunda

Gambar 17 menunjukan sedimen pasir memiliki permukan yang kasar dan tidak rata. Objek pasir ditemukan pada kedalaman 54 meter dengan koordinat 105°50’21” BT dan 5°50’49” LS. Pada bagian port terlihat pasir seperti terbawa arus. Adanya arus jelas akan mempengaruhi tekstur dan sebaran sedimen dasar laut. Ukuran partikel pasir lebih besar dibandingkan dengan lumpur sehingga sedimen pasir tertahan didasar perairan. Perbedaan tekstur dan kekasaran akan mempengaruhi pengembalian gelombang akustik oleh sedimen. Colliera dan Brown (2005), menyatakan fenomena backscattering dasar laut memiliki hubungan dengan kekasaran. Semakin kasar sedimen akan memantulkan

(28)

18

backscatter yang lebih tinggi. Perbedaan kekasaran sedimen terlihat pada sedimen pasir dan pasir biogenik seperti pada Gambar 18.

Gambar 18 Sedimen pasir biogenik di Selat Sunda

Objek pasir biogenik ditemukan pada kedalaman 47 meter dengan koordinat 105°51’12” BT dan 5°53’41” LS. Sedimen pasir biogenik memiliki ukuran partikel yang relatif sama dengan sedimen pasir. Pasir biogenik terbentuk oleh adanya cangkang dan kerangka mahluk hidup yang telah mati, kemudian menglami pelapukan dan mengendap ke dasar laut (Sandatlas, 2013). Perbedaan material pembentuk sedimen diduga mempengaruhi citra side scan sonar sehingga pasir biogenik terlihat lebih kasar. Pengaruh kemiringan dasar laut di Selat Sunda juga akan mempengaruhi kondisi sedimen akibat adanya gaya grafitasi. Namun demikian berdasarkan citra side scan sonar dapat terlihat dengan jelas perbedaan tekstur dan kekasaran pada sedimen pasir, pasir biogenik dan lumpur. Menurut Kenny et al (2003) sapuan side scan sonar dapat menghasilkan mosaik, geologi dan fitur sedimentologis yang mudah dikenali dan diinterpretasi secara kualitatif sehingga dapat memberikan informasi tentang dinamika dasar laut. Perbedaan secara visual juga terlihat pada target bangkai kapal seperti pada Gambar 19.

Gambar 19 Kapal tenggelam di Selat Sunda

Berdasarkan Gambar 19 pada bagian port terlihat adanya bangkai kapal dengan ukuran 120x20 meter. Kapal ditemukan pada kedalaman 50 meter dengan koordinat 105°51’06” BT dan 5°51’06” LS. Objek merupakan kapal Bahuga Jaya, feri penumpang penyeberangan pelabuhan merak-bakaheuni. Pada bagian kiri atas

(29)

19

bangkai kapal terlihat adanya shadow zone akibat adanya sudut kemiringan pancaran gelombang akustik saat pengambilan data side scan sonar.

Klasifikasi Hambur Balik Sedimen

Analisa secara kuantitatif dilakukan dengan mengekstrak nilai backscatter sedimen dari data side scan sonar Edgetech 4200. Ekstrak nilai amplitudo terhadap domain waktu dilakukan pada piranti lunak Seisee, kemudian dihitung nilai backscatternya menggunakan MS. Excel. Jumlah data yang banyak sehingga harus dilakukan moving average agar lebih mudah dalam menganalisa nilai backscatter sedimen. moving average yaitu dengan merata-ratakan beberapa data sehingga diperoleh grafik yang tidak terlalu berfluktuatif dan rumit. Pada data ini dirata-ratakan setiap 20 data. Berdasarkan grafik yang terlihat pada Gambar 19, terdapat noise pada selang waktu 0-49,8 ms sehingga data pada waktu tersebut tidak ditampilkan. Hal ini dapat diketahui dengan adanya nilai backscatter yang tinggi dengan waktu yang singkat. Diduga noise berasal dari permukaan dan baling-baling kapal. Noise ditemukan pada grafik backscatter semua tipe substrat termasuk backscatter bangkai kapal.

Gambar 20 Grafik nilai backscatter sedimen di Selat Sunda

(30)

20

perairan Lhokseumawe menggunakan side scan sonar C-Max dengan frekuensi 325 kHz menunjukan nilai backscatter lumpur yaitu -6,59 dB, sedangkan lumpur berpasir -4,01 dB. Penelitian Marsugi (2012) di Tuban Jawa Timur menggunakan Klein System 3000 dengan frekuensi 100 kHz menyatakan nilai backscatter lumpur yaitu -40,05 dB dan bangkai kapal tenggelam -29,42 dB. Menurut Manik (2006), dengan menggunakan nilai SS, nilai backscatter pasir lebih besar dari pada nillai SS pada substrat lumpur dan nilai SS meningkat dengan kenaikan diameter partikel dasar laut. Collier dan Brown (2005) menyatakan bahwa ukuran partikel sedimen memiliki korelasi positif dengan nilai hambur baliknya.

Table 5 Nilai backscatter sedimen

Peneliti Lokasi Alat Objek Backscatter (dB) Lumpur dan galian -23,84 dB Bangkai kapal -6,23 dB

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

Penelitian di Teluk Jakarta meggunakan klein system 3000 dengan frekuensi 500 kHz, didapat sedimen dasar perairan lebih banyak lumpur dan di temukan sebuah bangkai kapal tenggelam. Pengukuran nilai backscatter dilakukan pada target lumpur, lumpur dengan galian dan bangkai kapal. Hasil perhitungan nilai backscatter didapat lumpur memiliki nilai terendah yaitu -26,33 dB, target lumpur dengan galian memiliki nilai -23,84 dB, dan kapal dengan backscatter paling tinggi yaitu -6,23 dB.

Penelitian di Selat Sunda mengguakan Edgetech 4200 dengan frekuensi 300 kHz didapat sedimen perairan lebih banyak pasir dan juga terdapat bangkai kapal yang tenggelam. Nilai backscatter diukur pada objek lumpur, pasir, pasir biogenik, dan kapal tenggelam. Backscatter kapal memiliki nilai paling tinggi yaitu -4,20 dB. sedimen pasir -12,22 dB, pasir biogenik -13,56 dB dan lumpur memiliki backscatter terendah yaitu -14,25 dB

Saran

(31)

21

DAFTAR PUSTAKA

Bartholoma A. 2006. Acoustic bottom Detection and Seabed Classification in the German Bight, Southern North Sea. Springer (DE): Wilhelmshaven. Vol (26): 177 – 184.

Batubara E. 2005. Penetapan dan Pengelolaan Alur Pelayaran dan Perairan Pelabuhan (Studi Kasus Teluk Jakarta) [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.

Charnila D dan HM Manik. 2010. Pemetaan dan Klasifikasi Sedimen Dengan Menggunakan Instrumen Side scan sonar Di Perairan Balongan Indramayu - Jawa Barat. JTPK. 105-112.

Collier JS dan CJ Brown. 2005. Correlation of Sidescan Backscatter with Grain Size Distribution of Surficial Seabed Sediments. Journal of marine geology, geochemistry and geo physhics (214). 431-449

Dewi KT dan Y Darlan. 2008. Partikel Mikroskopis Dasar Laut Nusantara. Badan Penelitian dan Pengembangan Energi dan Sumber Daya Mineral. Departemen Energi dan Sumber Daya Mineral.

Effendi H. 2000. Telaah Kualitas Air Bagi Pengelolaan Sumber Daya Lingkungan Perairan. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.

Ehrhold AD, Hamon, Guillaumont B. 2006. The REBENT Monitoring Network, a Spatially Integrated, Acoustic Approach to Surveying Nearshore Acrobenthic Habitats: Application to the Bay of Concarneau (South Brittany, France). ICES Journal of Marine Science (63): 1604-1615.

Hutabarat S dan SM Evans. 2000. Pengantar Oseanografi. Jakarta (ID): Identifikasi Target Dasar Laut [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Id Scope. 2014. Geophysical Survey: Side Scan Sonar. [internet]. [2014 juni 15].

Tersedia pada: http://www.id-scope.mc/Geophy02_EN.html

Kenny AJ, Cato I, Desprez M, Fader G, Schüttenhelm RTE dan Side J. 2003. An Overview of Seabed Mapping Technologies in the Context of Marine Habitat Classification. ICES Journal of Marine Science (60): 411-418.

Klein Associates, Inc. 1985. Side scan sonar Record Interpretation. New Hampshire (US): Klein Associates, Inc.

Kuntoro KD, Surachman M, Silalahi IR, Yuningsih, A, Setiady D, Rahardiawan R, Budiman, dan Hartono. 1990. Laporan Penyelidikan Geologi dan Geofisika Perairan Selat Sunda dan Sekitarnya, Lembar Peta 1110. Bandung (ID): Publikasi Intern Pusat Penelitian dan Pengembangan Geologi Laut.

(32)

22

MacLennan DN dan Simmonds EJ. 2005. 2th Fisheries Acoustic: Theory and Practice. Oxford (UK): Blackwell Science.

Mahyuddin MF. 2008. Penggunaan Perangkat Lunak SonarPro untuk Pengolahan Data Side scan sonar [skripsi]. Bandung (ID): Institut Teknologi Bandung. Manik HM. 2006. Pengukuran Akustik Scattering Strength Dasar Laut dan

Identifikasi Habitat ikan dengan Echosounder. Prosiding Seminar Nasional Perikanan Tangkap. Departemen Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan, IPB. Bogor. 28-33.

Marsugi S. 2012. Kuantifikasi Sinyal Akustik pada Beberapa Target Dasar Laut dengan Instrument Side scan sonar Klein System 3000 [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.

Medwin H dan Clay CS. 1998. Fundamentals of Acoustical Oceanography. New York (US): Academic Press.

Minarto E, Heron S, Elizabeth V, Tjiong GP, Muzilman M dan Eka S. 2008a. Distribusi Temperatur dan Salinitas Bulan November 2008 di Selat Sunda. Jakarta (ID): Publikasi pelayaran kebangsaan P2O LIPI.

Minarto E, Heron S, Elizabeth V, Tjiong GP, Muzilman M dan Eka S. 2008b. Kaitan Aktivitas Vulkanik dengan Distribusi Sedimen dan Kandungan Suspensi di Perairan Selat Sunda. Jakarta (ID): Publikasi pelayaran kebangsaan P2O LIPI.

Noviadi Y. 2010. The Seafloor Morphologhy of Sunda Strait for Laying the Underwater Cables. Bulletin of the Marine Geology. 25(2): 103-113.

Sandatlas. 2010. Biogenic Sand [Internet]. [2014 Jan 20]. Tersedia pada: http://www.sandatlas.org/2010/02/biogenic-sand.html

Sari SP dan HM Manik. 2009. Deteksi dan Interpretasi Target di Dasar Laut Menggunakan Instrumen Side scan sonar. Seminar Nasional Teori dan Aplikasi Teknologi Kelautan. 25-30.

Siwabessy PJW. 2001. An Investigation of the Relationship between Seabed Type and Benthic and Bentho-Pelagic Biota Using Acoustic Techniques [thesis]. Perth (AU): Curtin University of Technology Australia.

Urick RJ. 1983. Principles of Underwater Sound. 3rd ed. New York (US): Mc-Graw-Hill.

(33)

23

Lampiran 1 Data Coring Selat Sunda (Data P3GL)

Longitude Latitude Sedimen

105.8023 -5.80525 mud

105.8062 -5.74216 sand

105.8342 -5.97168 mud

105.826 -5.78422 mud

105.8187 -5.80169 mud

105.8784 -5.96974 biogenic sand

105.8554 -5.89051 biogenic sand

105.8536 -5.89483 biogenic sand

105.821 -5.80169 mud

Lampiran 2 Data Coring Teluk Jakarta (Data P3GL)

Latitude Longitude Sedimen

-6.0296 106.967 mud

-6.012 106.944 mud

-5.9933 106.897 mud

-5.9747 106.854 mud

-6.0299 106.856 mud

-6.0295 106.876 mud

-6.0124 106.877 mud

-6.0117 106.899 mud

-5.9933 106.943 mud

-5.9933 106.967 mud

(34)

24

Lampiran 3 Spesifikasi Kapal Riset Baruna Jaya IV

Spesifikasi Keterangan

Nama Baruna Jaya IV

Pemilik Badan Pengkajian dan Penerapan

Teknologi (BPPT)

Pembuat CMN France

Tahun pembuatan 1995

Total dimensi 60.4 x 11.6 x 4.5 (meter)

Mesin utama 2 x 1100 PS Niigata 5PA5L

Kecepatan 10-12 knots

Gross Tonage 1189-1218 GT

Jangkauan 7500 mil

Fuel oil tank 190 – 250 m3

Fresh tank 90 m3

Akomodasi 20 PAX

Klasifikasi BKI, BV

Instrumen dan Peralatan penelitian ELAC SEABEAM 1050D,

CodaOctopus F 180, Fish finder, squid jigger, bottom dan midwater trawl longline, gill net dan fish processing

(35)

25

Lampiran 4 Contoh perhitungan nilai amplitudo menjadi nilai backscatter (dB)

Time

(36)

26

Lampiran 5 Parameter dan rumus pada pemrosesan nilai backscatter (dB)

Parameter Rumus Nilai

Backscatter BS= (-RS-SL+2*TL+VR-AVG+AG)

Transmission loss TL= 20*log(r)+2αr 22.125072 Volume Reverbration VR= 20*[log{(count*10)/max count}]

Array Variant Gain AVG= 20*log 10 (Junrec) 0

Coeficient Absorption α = 0.00649

Reverbration Surface RS = -185

Source Level SL = 163

Array Gain AG = -69.03

range r = 50

(37)

27

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Mataram, Nusa Tenggara Barat pada tanggal 25 November 1991 dari ayahanda Drs. Kaumal dan Ibu Riati S.Pd. Tahun 2009, penulis lulus dari SMAN 1 BIMA dan melanjutkan pendidikan perguruan tinggi dijurusan Ilmu dan Teknologi Kelautan, Institut Pertanian Bogor melalui jalur USMI. Selama mengikuti perkuliahan, penulis aktif dalam kegiatan kemahasiswaan. Tahun 2009 penulis menjadi anggota Forum Keluarga Mahasiswa Bima Bogor (FKMBB). Penulis menjabat sebagai pengurus Divisi Akustik dan Intrumentasi Kelautan, Himpunan Mahasiswa Ilmu dan Teknologi Kelautan (HIMITEKA) periode 2011/2012. Selain berorganisasi, penulis juga aktif dalam kegiatan kepanitiaan. Penulis menjadi panitia divisi keamanan pada acara Symposium Nasional Kepemudaan Perikanan dan Kelautan pada tahun 2012. Tahun 2012 penulis menjadi wakil ketua fieldtrip osenografi kimia dan fisika.

Gambar

Gambar 1 Lokasi penelitian Teluk Jakarta dengan Klein System 3000
Gambar 3.
Table 4 Ukuran besar butir sedimen (Wibisono 2005)
Gambar 4 Diagram alir pengolahan data side scan sonar
+7

Referensi

Dokumen terkait

Bertolak dari masalah di atas aplikasi ini nantinya dapat menjadi salah satu alternatif maupun pelengkap untuk melakukan backup kontak, baik yang tersimpan dengan tipe

Setiap kata dapat bermakna lebih dari satu, dapat mengacu pada benda yang berbeda, sesuai dengan lingkungan pemakainya, selain itu ambiguitas leksikal memiliki

Dalam pertambangan tersebut, senyawa arsen tersebut merupakan kontaminan pada air sumur keadaan normal, setiap hari tidak kurang dari 0,5 - 1 mg arsen akan masuk ke

pembelajaran Learning Cycle 7E dengan pendekatan ilmiah (scientific approach) yang dapat meningkatkan aktivitas belajar dan hasil belajar matematika siswa adalah

Tahap perencanaan sistem merupakan tahap awal dalam pengembangan sistem informasi yang bertujuan mencari inti permasalahan dan kendala- kendala yang ada pada sistem

Namun, bukan berarti pembelajaran konvensional tidak baik buktinya bahwa kelas kontrol yang diberi perlakuan pembelajaran konvensional juga mengalami peningkatan

Menurut Wijaya (2007) Data Flow Diagram (DFD) adalah gambaran grafis yang memperlihatkan aliran data dari sumbernya dalam obyek kemudian melewati suatu proses yang

membaca di perpustakaan, semua warga sekolah akan mendapatkan berbagai informasi lokal, nasional, regional, maupun internasional. 5) Memperoleh bahan rekreasi kultural,