• Tidak ada hasil yang ditemukan

Efektivitas Website Desa Sebagai Media Penyebaran Informasi Pembangunan Di Desa Malasari Kabupaten Bogor

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Efektivitas Website Desa Sebagai Media Penyebaran Informasi Pembangunan Di Desa Malasari Kabupaten Bogor"

Copied!
117
0
0

Teks penuh

(1)

MALASARI KABUPATEN BOGOR

SISKA MULYAWATY

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Efektivitas Website Desa sebagai Media Penyebaran Informasi Pembangunan di Desa Malasari Kabupaten Bogor adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

Bogor, Agustus 2016

Siska Mulyawaty NIM I352140111

*

(3)

RINGKASAN

SISKA MULYAWATY. Efektivitas Website Desa sebagai Media Penyebaran Informasi Pembangunan di Desa Malasari Kabupaten Bogor. Dibimbing oleh PUDJI MULJONO dan KUDANG BORO SEMINAR.

Pemanfaatan Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK) merupakan salah satu solusi dalam mewujudkan keadilan bagi seluruh masyarakat Indonesia untuk mendapatkan informasi mengenai isu-isu pemerintahan dan pelayanan publik yang optimal sampai tingkat pedesaan. Keberadaan website desa menjadi fenomena baru dalam komunikasi pembangunan pedesaan, sehingga perlu diketahui sejauh mana efektivitasnya.

Tujuan penelitian ini yakni untuk; 1) menganalisis karakteristik pengakses website, dimensi-dimensi kualitas website, peran internet opinion leader, dan efektivitas website desa; 2) menganalisis hubungan antara peran internet opinion leader dengan dimensi-dimensi kualitas website; 3) menganalisis hubungan antara karakteristik pengakses website dengan efektivitas website desa; 4) menganalisis hubungan antara dimensi-dimensi kualitas website dengan efektivitas website desa; 5) menganalisis hubungan antara peran internet opinion leader dengan efektivitas website desa.

Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif korelasional. Analisis data menggunakan analisis deskriptif, analisis statistik inferensial, dan Uji Beda (T-Test). Pengumpulan data menggunakan metode survei dengan menyebarkan e-questionnaire kepada 40 pengakses website dari dua kelompok sub-populasi yaitu anggota aktif Facebook akun Pewarta Desa Malasari dan pengisi kolom komentar pada website. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pengakses website sebagian besar berusia antara 18-35 tahun, berjenis kelamin pria, memiliki pendidikan formal sarjana, bekerja sebagai wiraswasta, memiliki penghasilan antara Rp. 1 Juta – Rp. 3 Juta, dan kurang dari sekali seminggu mengakses website malasari.desa.id.

Dimensi-dimensi kualitas website berdasarkan model WebQual 4.0 berada pada kategori tinggi dan cukup. Peran internet opinion leader paling banyak dilakukan melalui sharing tautan informasi website, dan efektivitas website desa pada kategori cukup. Karakteristik pengakses website dan peran internet opinion leader tidak memiliki hubungan nyata dengan efektivitas website desa. Dimensi-dimensi kualitas website memiliki hubungan nyata dengan efektivitas website desa, kualitas informasi (information quality) memiliki hubungan yang lebih kuat dibanding kegunaan (usability) dan kualitas interaksi (interaction quality) terhadap efektivitas website desa, terutama pada efek kognitif.

Temuan lain menunjukkan terdapat dua akun yang berperan sebagai internet opinion leader yang aktif yaitu akun Facebook Pewarta Desa Malasari dan Aji Panjalu. Hasil uji beda menunjukkan perbedaan hanya terjadi pada efek afektif, dimana sampel pada kelompok anggota Facebook yang aktif lebih mengalami perubahan sikap terutama terkait rasa suka terhadap tampilan informasi pada website.

(4)

opinion leader menjadi penting guna meningkatkan perkembangan isu-isu pembangunan dan popularitas website. Penggunaan media sosial menjadi penting dalam menunjang keberadaan website desa, sehingga dapat dilakukan penelitian lebih lanjut untuk melihat hubungannya dengan efektivitas komunikasi.

(5)

SUMMARY

SISKA MULYAWATY. Effectiveness of village website as development information dissemination media in Malasari Village Bogor District. Supervised by PUDJI MULJONO and KUDANG BORO SEMINAR.

Utilization of Information and Communication Technology (ICT) is one solution to deliver justice for all Indonesian citizens to get information issues of governance and public services optimally to the village level.The existence of the village website become a new phenomenon in rural development communication, so the research about effectiveness becomes relevant. This research aimed to analyze website visitor characteristics, dimensions of website quality, role of internet opinion leader, and effectivenes of village website, also to analyze the correlation between three variables with effectiveness of village website, and between role of internet opinion leader with dimensions of website quality.

This study used a quantitative correlation approach. Analyzed by descriptive, inferential statistical analysis, and a different test (T-Test). Collecting data used a survey method by spreading e-questionnaire to 40 website visitors of two sub-population groups, active members of Facebook accounts Pewarta Desa Malasari and commenters on website. This study showed that characteristics of website visitor mostly aged between 18-35 years, male, bachelor degree, entrepreneur, monthly income between Rp. 1-3 million, and less than once a week to access the website malasari.desa.id.

The dimensions of website quality based on WebQual 4.0 model, was at high and medium category. The role of internet opinion leader are mostly through sharing website information, and effectiveness of village website was in medium category. Characteristics of website visitor and the role of internet opinion leader have no correlation with effectiveness of village website The dimensions of website quality has significant correlation with effectiveness of village website. Information quality has stronger correlation than usability and interaction quality on the effectiveness of the village website, especially on the cognitive effects.

Other findings showed that they were two accounts that act as active internet opinion leaders, Facebook account of Pewarta Desa Malasari and Aji Panjalu. T-test analysis showed a difference only occurs in affective effect, wheres a sample group of active members of Facebook is changing their attitudes, especially related with liking information display on website.

Malasari village website can be effective as development information dissemination media by fulfill the dimension of website quality. The role of internet opinion leader become important to improve development issue in large community and website popularity. The use of social media has become important in supporting the existence of the village website, so it can do further research to see the relationship with the effectiveness of communication.

(6)

© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2016

Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB

(7)

EFEKTIVITAS WEBSITE DESA SEBAGAI MEDIA

PENYEBARAN INFORMASI PEMBANGUNAN DI DESA

MALASARI KABUPATEN BOGOR

SISKA MULYAWATY

Tesis

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains

pada

Program Studi Komunikasi Pembangunan Pertanian dan Pedesaan

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(8)
(9)
(10)

PRAKATA

Alhamdulillah, segala puji dan syukur kepada Allah Yang Maha Mengetahui dan Maha Pemberi Petunjuk, atas segala karunia dan pertolongan-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan tesis dengan judul “Efektivitas Website Desa sebagai Media Penyebaran Informasi Pembangunan di Desa Malasari Kabupaten Bogor.” Shalawat serta salam tercurahkan kepada insan yang menguasai berbagai ilmu, Rasulullah Muhammad SAW beserta sahabatnya. Penelitian ini dilakukan dalam rangka penyelesaian Program Magister di Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor.

Terima kasih penulis ucapkan kepada Bapak Pudji Muljono dan Bapak Kudang Boro Seminar selaku Komisi Pembimbing yang telah memberikan banyak masukan, saran, dan kritik yang sangat bermanfaat dalam penyelesaian tesis ini. Serta ucapan terima kasih kepada Bapak Aji Panjalu dan rekan dari Lembaga Swadaya Masyarakat Gerakan Desa Membangun, aparat Pemerintah Desa Malasari, Bapak Ubaidilah Obeth Rosihin selaku pengelola website Desa Malasari, yang telah memberikan arahan selama pengumpulan data. Tidak lupa penulis sampaikan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu pembuatan tesis ini baik secara langsung maupun tidak langsung.

Bogor, Agustus 2016

(11)

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL xi

DAFTAR BAGAN xii

DAFTAR LAMPIRAN xiii

1 PENDAHULUAN 1

Latar Belakang 1

Perumusan Masalah 4

Tujuan Penelitian 5

Manfaat Penelitian 6

2 TINJAUAN PUSTAKA 7

Pemanfaatan Teknologi Informasi dan Komunikasi dalam

Pembangunan (e-Government) 7

Pembangunan Desa 12

Website Pemerintah Daerah 13

Model Pengukuran Kualitas Website (WebQual) 15

Model Komunikasi Dua Tahap (Two Step Flow Communication)

pada Media Internet 16

Internet Opinion Leader 17

Efektivitas Komunikasi 19

Penelitian Terdahulu tentang Efektivitas Komunikasi dan Media Website

Kerangka Berpikir Hipotesis Penelitian

22 28 31

3 METODE PENELITIAN 32

Desain Penelitian 32

Lokasi dan Waktu Penelitian 32

Populasi dan Sampel 32

Sumber Data Penelitian 34

Teknik Pengumpulan Data 34

Rancangan Uji Coba Instrumen Penelitian 35

Validitas Instrumen Penelitian 35

Reliabilitas Instrumen Penelitian 36

Teknik Analisis Data 37

Definisi Operasional 38

4 HASIL DAN PEMBAHASAN 49

Deskripsi Daerah Penelitian 49

Website Desa Malasari 50

Karakteristik Pengakses Website, Dimensi-Dimensi Kualitas Website,

dan Peran Internet Opinion Leader 51

Efektivitas Website Desa sebagai Media Penyebaran Informasi

Pembangunan di Desa Malasari Kabupaten Bogor 60

Hubungan Peran Internet Opinion Leader dengan Dimensi-Dimensi

(12)

Hubungan antara Karaktersitik Pengakses Website dengan Efektivitas Website Desa sebagai Media Penyebaran Informasi Pembangunan di

Desa Malasari Kabupaten Bogor 65

Hubungan antara Dimensi-Dimensi Kualitas Website dengan Efektivitas Website Desa sebagai Media Penyebaran Informasi

Pembangunan di Desa Malasari Kabupaten Bogor 67

Hubungan antara Peran Internet Opinion Leader dengan Efektivitas Website Desa sebagai Media Penyebaran Informasi Pembangunan di

Desa Malasari Kabupaten Bogor 73

Perbedaan Efektivitas Website Desa sebagai Media Penyebaran Informasi Pembangunan di Desa Malasari Kabupaten Bogor Diskusi Temuan Penelitian

75 77

5 SIMPULAN DAN SARAN 79

Simpulan 79

Saran 79

DAFTAR PUSTAKA 80

LAMPIRAN 88

RIWAYAT HIDUP 101

DAFTAR TABEL

2.1 Pergeseran paradigma dalam penyampaian pelayanan publik

(Rokhman, 2008) 9

2.2 Dimensi-dimensi kualitas website – Barnes & Vidgin (Irawan, 2012) 15 2.3 Overview of communicative roles of opinion leadership in new media

environments (Scafer & Taddicken, 2015) 18

2.4 Penelitian terdahulu tentang efektvitas komunikasi dan media website 22

3.1 Ciri-ciri pokok sampel 33

3.2 Jumlah sampel per kelompok 33

3.3 Hasil uji validitas instrumen penelitian 36

3.4 Hasil uji reliabilitas instrumen penelitian 36

3.5 Variabel, indikator, definisi operasional, kategori, dan skala

pengukuran untuk karakteristik pengakses website (X1) 39 3.6 Variabel, indikator, definisi operasional, kategori, dan skala

pengukuran untuk kegunaan (usability) (X2) 40

3.7 Variabel, indikator, definisi operasional, kategori, dan skala

pengukuran untuk kualitas informasi (information quality)(X3) 43 3.8 Variabel, indikator, definisi operasional, kategori, dan skala

pengukuran untuk kualitas interaksi (interaction quality) (X4) 44 3.9 Variabel, indikator, definisi operasional, kategori, dan skala

pengukuran untuk peran internet opinion leader (X5) 46 3.10 Jumlah dan persentase responden berdasarkan kategori karakteristik

Variabel, indikator, definisi operasional, kategori, dan skala

pengukuran untuk efektivitas media website (Y) 47

(13)

pengakses website 51 4.2 Jumlah dan persentase responden berdasarkan kepemilikan Teknologi

Informasi dan Komunikasi (TIK) 54

4.3 Jumlah dan persentase responden berdasarkan motivasi mengakses

website 55

4.4 Jumlah dan persentase responden berdasarkan kegunaan (usability)

website 56

4.5 Jumlah dan persentase responden berdasarkan kualitas informasi

(information quality) 57

4.6 Jumlah dan persentase responden berdasarkan kualitas interaksi

(interaction quality) 58

4.7 Jumlah dan persentase responden berdasarkan peran internet opinion

leader 59

4.8 Jumlah dan persentase responden berdasarkan efektivitas website desa 61 4.9 Nilai p-value korelasi Chi-Square hubungan peran internet opinion

leader dengan dimensi kegunaan (usability) 62

4.10

4.11

4.12

4.13

Nilai p-value korelasi Chi-Square hubungan peran internet opinion leader dengan dimensi kualitas informasi (information quality)

Nilai p-value korelasi Chi-Square hubungan peran internet opinion leader dengan kualitas interaksi (interaction quality)

Nilai p-value korelasi Rank Spearman dan Chi-Square hubungan karakteristik pengakses website dengan efektivitas website desa

Nilai koefisien korelasi Rank Spearman hubungan kegunaan (usability) dengan efektivitas website desa

64

65

66

67 4.14 Nilai koefisien korelasi Rank Spearman hubungan kualitas informasi

(information quality) dengan efektivitas website desa 69 4.15 Nilai koefisien korelasi Rank Spearman hubungan kualitas interaksi

(interaction quality) dengan efektivitas website desa 71 4.16 Nilai p-value korelasi Chi-Square hubungan peran internet opinion

leader dengan efektivitas website desa 74

4.17 Nilai uji beda efek kognitif desa pada anggota Facebook aktif dan

pengisi kolom komentar website 75

4.18 Nilai uji beda efek afektif desa pada anggota Facebook aktif dan

pengisi kolom komentar website 76

4.19 Nilai uji beda efek konatif desa pada anggota Facebook aktif dan

pengisi kolom komentar website 77

DAFTAR GAMBAR

2.1 Model Komunikasi Dua Tahap (Two Step Flow Communication) - Katz

dan Lazarsfeld (Ruben dan Stewart, 2014) 16

2.2 Ilustrasi Model Teknologi Komunikasi (Darmawan, 2013) 20 2.3 Teknologi media baru – Dennis McQuail (Kurnia, 2005) 21 2.4 Kerangka pemikiran penelitian “Efektivitas Website Desa sebagai

Media Penyebaran Informasi Pembangunan di Desa Malasari

(14)

DAFTAR LAMPIRAN

1 Tampilan website malasari.desa.id 88

2 Tampilan akun Facebook Pewarta Desa Malasari 89

3 Tampilan kolom komentar website malasari.desa.id 90

4 Dokumentasi pengambilan data di Desa Malasari Kabupaten Bogor 91

5 Data populasi penelitian 92

6 Hasil wawancara 93

(15)

Latar Belakang

Sebagai negara kepulauan, menyediakan informasi yang merata kepada masyarakat menjadi suatu tantangan bagi pemerintah Indonesia. Pemanfaatan Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK) berbasis internet merupakan salah satu solusi dalam mewujudkan keadilan bagi seluruh masyarakat untuk mendapatkan informasi mengenai isu-isu pemerintahan dan pelayanan publik yang optimal. Menurut Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia (APJII), upaya pemerataan akses internet sedang dilakukan oleh Pemerintah Indonesia melalui program Pita Lebar 2014-2019, dengan menargetkan 30% populasi di perkotaan dapat menikmati internet broadband pada tahun 2019, sementara di pedesaan target penetrasi broadband akan mencapai 6% (APJII 2015). Upaya lain ditujukan pada peningkatan pengetahuan bahwa pembangunan infrastruktur internet tidak hanya menyangkut hak atas akses informasi, tetapi juga berkaitan erat dengan pengentasan kemiskinan, pemerataan pendidikan, dan pemberdayaan komunitas tertinggal.

Pemanfaatan TIK oleh pemerintah untuk memberikan informasi dan pelayanan bagi warganya, urusan bisnis, serta hal-hal lain yang berkenaan dengan pemerintahan disebut dengan e-Government (Sosiawan 2008). Istilah e-Government di Indonesia pertama kali diperkenalkan dalam pelayanan publik melalui Instruksi Presiden Nomor 6 Tahun 2001 Tentang Informasi dan Teknologi Komunikasi. Keputusan tersebut menyatakan bahwa Pemerintah Indonesia harus menggunakan teknologi informasi dan komunikasi untuk mendukung tata pemerintahan yang baik. Sistem e-Government yang dimaksudkan untuk mengatasi penyebaran informasi ke wilayah Indonesia yang luas, namun justru kurang mendapat perhatian dari masyarakat di pedesaan misalnya, karena minimnya sarana, keterampilan, dan pengetahuan untuk menggunakan sistem e-Government.

Lahirnya Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 6 Tahun 2014 Tentang Desa, memiliki pertimbangan utama bahwa desa memiliki hak dalam mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat dan berperan dalam mewujudkan cita-cita kemerdekaan yang bersatu, berdaulat, adil, dan makmur. Desa merupakan ujung tombak pemerintahan terbawah yang menyimpan potensi untuk memberikan kehidupan yang sejahtera bagi masyarakat setempat.

(16)

Salah satu implikasi dari penerapan UU Desa No. 6 Tahun 2014 adalah adanya alokasi anggaran dana desa yang berasal dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN). Anggaran tersebut dapat dipergunakan untuk pembangunan berbagai sektor kehidupan di desa sesuai dengan kondisi geografis, tingkat kemiskinan, jumlah penduduk, dan lain sebagainya. Untuk beberapa desa, dana tersebut nantinya akan dialokasikan untuk peningkatan kualitas sistem informasi dan manajemen informasi data dalam rangka tertib administrasi, publikasi potensi desa, serta memberikan informasi seputar desa kepada masyarakatnya. Website desa merupakan salah satu bagian dari sebuah sistem informasi desa, yang berfungsi sebagai media informasi, sarana publikasi dan media interaksi antara aparat desa dengan masyarakat luas.

Website adalah kumpulan halaman-halaman yang digunakan untuk menampilkan informasi teks, gambar diam atau gerak, animasi, suara, atau gabungan dari semuanya itu baik yang bersifat statis maupun dinamis di mana masing-masing dihubungkan dengan jaringan-jaringan halaman (Assegaff 2009). Sebuah penelitian menunjukkan bahwa faktor yang mendukung efektivitas website pemerintahan adalah semakin berkembangnya teknologi informasi sehingga masyarakat semakin mudah mengakses internet, serta tingkat pendidikan yang lebih baik, sedangkan faktor penghambat efektivitas website adalah belum ada interaksi dua arah antara pemerintah dengan masyarakat (Aprilia et al. 2014). Rekomendasi yang diberikan dari penelitian tersebut salah satunya adalah sosialisasi kepada masyarakat oleh pemerintah daerah mengenai penggunaan website, agar masyarakat semakin mengenal dan mempergunakan website semaksimal mungkin.

Kemajuan teknologi informasi merupakan salah satu hal yang mempengaruhi kegiatan komunikasi pembangunan di masa mendatang, selain iklim ekonomi dan politik, sistem pengetahuan, serta konteks sosial di wilayah pedesaan, sehingga di masa depan masyarakat pedesaan relatif berpendidikan, lebih banyak memperoleh informasi dari media massa serta terbuka dari isolasi geografis, lebih memiliki aksesibilitas dengan kehidupan bangsanya sendiri dan dunia internasional (Mardikanto 2010). Dengan demikian, kegiatan komunikasi pembangunan akan lebih bersifat interaktif dan partisipatif. Keinginan mewujudkan masyarakat modern yang tidak tertinggal globalisasi, mendorong pemerintah untuk berupaya memberikan akses murah terhadap internet, juga mengenalkan penggunaan TIK untuk perubahan kehidupan dan pertumbuhan ekonomi di daerah pedesaan.

(17)

diasumsikan lebih banyak bersentuhan dengan media massa, memiliki kemampuan lebih baik dalam mengakses pesan media (Ubang 2014). Sejalan degan perkembangan media komunikasi, maka dikenal istilah Internet Opinion Leader, Mediatized Opinion Leader, dan Internet Popular Opinion Leader (iPOL) yang memiliki karakteristik berbeda dengan konotasi opinion leader terdahulu.

Hasil penelitian Unair, ITB dan ITS pada tahun 2011 di empat provinsi di Jawa menunjukkan bahwa ada peningkatan fasilitas TIK yang dimiliki oleh masyarakat desa, pada tahun 2011 meningkat dari 6,7% menjadi 8% (Subiakto 2013). Selain peningkatan jumlah kepemilikan, juga terjadi keragaman pemanfaatannya. Misalnya, handphone tidak hanya dipergunakan untuk akses telepon (voice), SMS, dan MMS melainkan fasilitas lain yang digunakan yakni internet. Temuan lain menunjukkan setidaknya sebanyak 84,4% masyarakat sangat mendukung apabila dikembangkannya “Desa Berdering” menjadi “Desa Pintar” (desa yang mempunyai akses internet) (Subiakto 2013). Masyarakat umumnya meyakini bahwa kemudahan akses informasi melalui internet akan mampu memajukan perkembangan desa, khususnya pendidikan anak-anak, pengetahuan masyarakat, dan kemampuan usaha ekonomi masyarakat

Sebagai wilayah yang memiliki angka pengguna internet terbanyak di Indonesia, Provinsi Jawa Barat (16,4 juta pengguna) tentu memiliki keunikan demografis terkait penggunaan internet oleh masyarakatnya. Kabupaten Bogor sebagai bagian dari wilayah Jawa Barat memanfaatkan potensi tersebut untuk mengembangkan sistem e-Government di lingkungan Kabupaten Bogor, dengan ditetapkannya Peraturan Bupati Nomor 11 Tahun 2015 Tentang Pelaksanaan dan Pengembangan e-Government di Lingkungan Pemerintahan Kabupaten Bogor. Sejauh ini menurut Dinas Komunikasi dan Informatika (Diskominfo) Kabupaten Bogor, sistem e-Government berbasis website di Kabupaten Bogor telah memasuki tahap pembuatan website kecamatan, sedangkan untuk pembuatan website desa belum direncanakan.

Domain desa.id merupakan usulan domain tingkat dua (DTD) yang muncul dari gagasan para kepala desa yang tergabung dalam Gerakan Desa Membangun (GDM) bekerjasama dengan Pengelola Nama Domain Internet Indonesia (PANDI), gagasan domain desa.id sebenarnya berawal dari ketidakjelasan domain apa yang tepat digunakan oleh desa yang telah memiliki website. Setelah melakukan advokasi ke Kementerian Komunikasi dan Informatika Republik Indonesia, pada 6 Februari 2015 diterbitkan Peraturan Menteri Komunikasi dan Informatika Nomor 5 Tahun 2015 Tentang Registrar Domain Instansi Penyelenggara Negara, yang mengatur pengelolaan nama domain dengan kode go.id, .id, serta desa.id yang dimiliki oleh instansi penyelenggara negara.

(18)

upacara seren taun, pagelaran wayang golek, angklung, dan debus, serta kreativitas masyarakat seperti membuat gula merah, anyaman, dan ukiran.

Berdasarkan uraian di atas, maka penelitian ini ingin mengkaji lebih lanjut mengenai efektivitas website desa sebagai media penyebaran informasi pembangunan, yang merupakan salah satu jenis layanan dari sistem e-Government. Hal tersebut menjadi penting, karena semakin seriusnya pihak pemerintah dalam mengembangkan sistem e-Government di Indonesia, semakin tingginya persentasi pengguna internet di Indonesia, serta dengan terbitnya Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 6 Tahun 2014 Tentang Desa, memberikan keleluasan pemerintah desa untuk mengembangkan potensi desanya dan memberikan pelayanan yang maksimal kepada masyarakat desa.

Perumusan Masalah

Berbagai kekeliruan dalam memilih pendekatan pembangunan pedesaan menyebabkan Indonesia kehilangan momentum yang paling berharga dalam pembangunan pedesaan. Akibatnya, kondisi infrastruktur makin kurang terpelihara karena terbatasnya kemampuan pemerintah dalam membangun dan merawat infrastruktur yang ada, serta tidak adanya rasa memiliki dari masyarakatnya terhadap infrastruktur yang ada karena mereka tidak menghayati sulitnya membangun atau memelihara infrastruktur (Jamal 2009).

Menjawab permasalahan di atas, penulis berpendapat dengan diterbitkannya Undang-Undang No.6 Tahun 2014 Tentang Desa merupakan momentum baik bagi pembangunan desa dalam mengembangkan potensi yang dimiliki serta ikut berpartisipasi dalam pembangunan nasional. Hal tersebut juga membuka peluang untuk pemerintahan dan masyarakat desa untuk membangun desanya dari dalam, berbagai rencana pembangunan dapat disusun berdasarkan kebutuhan nyata desa tersebut, sehingga akan timbul rasa memiliki dan menghayati sulitnya membangun dan memelihara infrastruktur.

Website desa dengan domain desa.id lahir dari inisiatif masyarakat, untuk desa dapat menyuarakan kondisi desa, mempromosikan potensi desa, serta menarik perhatian pihak-pihak yang terkait dengan kebutuhan desa baik pemerintah supra desa maupun sektor swasta, hal ini merupakan tahapan awal menuju Desa Mandiri dan Berdaulat. Salah satu fungsi website desa dipaparkan dalam penelitian Hartono dan Mulyanto (2010), yang menyatakan bahwa bagi investor, informasi mengenai potensi investasi dan iklim investasi desa sangat diperlukan sebagai bahan pertimbangan dalam pengambilan keputusan lokasi untuk investasi. Tetapi hal ini tidak cukup sampai sebatas ketersediaan informasi saja, diperlukan rangkaian upaya untuk memberikan gambaran yang lebih komprehensif. Oleh karena itu untuk memberikan layanan informasi yang intensif, efisien dan efektif agar dapat menarik investasi dan mempromosikan potensi desa dalam cakupan yang lebih luas, maka perlu dibangun dan dikembangkan aplikasi e-Government berupa website desa.

(19)

massa (Sosiawan 2004). Keberadaan internet opinion leader yang melakukan komunikasi interpersonal-bermedia, seperti e-mail dan chatting, dengan khalayak website desa dapat meningkatkan penyebaran informasi kepada pihak-pihak yang dikehendaki, juga meningkatkan popularitas serta jumlah pengunjung website.

Website desa merupakan media baru dalam kajian komunikasi pembangunan desa, adanya momentum udang-undang desa, serta telah diakuinya domain desa.id oleh pemerintah, maka diperlukan penelitian yang komprehensif mengenai efektivitas website desa sebagai media penyebaran informasi pembangunan desa dan sejauh mana peran dari internet opinion leader. Berdasarkan hal tersebut, maka permasalahan penelitian dapat dirumuskan sebagai berikut:

1. Bagaimana karakteristik pengakses website, dimensi-dimensi kualitas website, peran internet opinion leader, dan efektivitas website desa sebagai media penyebaran informasi pembangunan di Desa Malasari Kabupaten Bogor?

2. Bagaimana hubungan peran internet opinion leader dengan dimensi-dimensi kualitas website Desa Malasari Kabupaten Bogor?

3. Bagaimana hubungan karakteristik pengakses website dengan efektivitas website desa sebagai media penyebaran informasi pembangunan di Desa Malasari Kabupaten Bogor?

4. Bagaimana hubungan dimensi-dimensi kualitas website dengan efektivitas website desa sebagai media penyebaran informasi pembangunan di Desa Malasari Kabupaten Bogor?

5. Bagaimana hubungan peran internet opinion leader dengan efektivitas website desa sebagai media penyebaran informasi pembangunan di Desa Malasari Kabupaten Bogor?

Tujuan Penelitian

Adapun tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Menganalisis karakteristik pengakses website, dimensi-dimensi kualitas website, peran internet opinion leader, dan efektivitas website desa sebagai media penyebaran informasi pembangunan di Desa Malasari Kabupaten Bogor.

2. Menganalisis hubungan peran internet opinion leader dengan dimensi-dimensi kualitas website Desa Malasari Kabupaten Bogor.

3. Menganalisis hubungan karakteristik pengakses website dengan efektivitas website desa sebagai media penyebaran informasi pembangunan di Desa Malasari Kabupaten Bogor.

4. Menganalisis hubungan dimensi-dimensi kualitas website dengan efektivitas website desa sebagai media penyebaran informasi pembangunan di Desa Malasari Kabupaten Bogor.

(20)

Manfaat Penelitian

Penelitian mengenai efektivitas komunikasi website desa.id sebagai media e-Government di Kabupaten Bogor ini diharapkan memiliki:

1. Manfaat Teoretis

Hasil penelitian ini, dapat memberikan manfaat bagi perkembangan kajian ilmu komunikasi pada umumnya, serta kajian Computer Mediated Communication (CMC) pada khususnya. Selain itu diharapkan dapat menambah referensi bagi penelitian dengan topik efektivitas komunikasi dan pemanfaatan Teknologi Informasi Komunikasi (TIK) dalam pembangunan. 2. Manfaat Praktis

(21)

2 TINJAUAN PUSTAKA

Pemanfaatan Teknologi Informasi dan Komunikasi dalam Pembangunan (e-Government)

Pembangunan bukanlah kegiatan yang dilaksanakan oleh pemerintah untuk masyarakatnya, melainkan kegiatan yang dilaksanakan pemerintah bersama dengan seluruh masyarakatnya. Esensi kegiatan pembangunan adalah terjadinya perubahan sikap untuk memproyeksikan diri ke dalam situasi lain dan karena itu secara sadar dan terencana menyiapkan diri untuk melakukan perubahan untuk memperbaiki mutu hidupnya guna mengantisipasi keadaan dan perubahan yang akan terjadi di masa mendatang (Mardikanto & Soebianto 2013). Bentuk partisipasi masyarakat dalam pembangunan meliputi partisipasi dalam pengambilan keputusan dan perencanaan kegiatan, pelaksanan kegiatan, pemantauan dan evaluasi, serta pemanfaatan hasil pembangunan.

Konsep komunikasi pembangunan khas Indonesia dapat didefinisikan oleh Effendy (2005) sebagai proses penyebaran pesan oleh seseorang atau sekelompok orang kepada khalayak guna mengubah sikap, pendapat, dan perilakunya dalam rangka meningkatkan kemajuan lahiriah dan kepuasan batiniah, yang dalam keselarasannya dirasakan secara merata oleh seluruh rakyat. Agar komunikasi pembangunan lebih berhasil mencapai sasarannya, serta dapat menghindarkan kemungkinan efek-efek yang tidak diinginkan, maka kesenjangan efek yang ditimbulkan oleh kekeliruan cara-cara komunikasi dapat diperkecil bila memakai strategi komunikasi pembangunan yang dirumuskan sedemikian rupa, salah satunya pengenalan para pemimpin opini (opinion leader) di kalangan lapisan masyarakat yang berkekurangan (disadvantage), dan meminta bantuan mereka untuk menolong mengkomunikasikan pesan-pesan pembangunan (Istiyanto 2011). Lebih lanjut, masyarakat yang membutuhkan peran seorang opinion leader di era internet ini adalah masyarakat miskin informasi, yaitu mereka yang dikelilingi oleh informasi yang berlimpah dan kemudahan akses memperolehnya, dan mereka yang tidak tahu bagaimana dan di mana mendapatkan informasi dan tidak mengerti nilai informasi (Goulding 2001). Kelompok pertama merasa kebingungan di era globalisasi ini, karena suatu informasi datang dari berbagai media dan dalam kemasan yang berbeda. Kelompok kedua, sadar akan kebutuhan informasi tetapi tidak tahu harus berbuat apa, sehingga berdampak buruk pada kehidupan sehari-hari, seperti pengambilan keputusan akan suatu masalah.

Teknologi informasi dan komunikasi (TIK) sebagai bagian dari ilmu pengetahuan dan teknologi, secara umum adalah semua teknologi yang berhubungan dengan pengambilan, pengumpulan, pengolahan, penyimpanan, penyebaran dan penyajian informasi (Kemeneg Ristek RI 2006). Teknologi ini merupakan hasil perpaduan dari dua teknologi yang sebelumnya dikembangkan secara terpisah, yaitu komputer untuk data digital, dan komunikasi untuk suara. Didorong oleh perkembangan teknologi mikroelektronika, perbedaan antara keduanya menjadi tidak terlalu berarti.

(22)

berkembang, Kementerian Komunikasi dan Informatika Republik Indonesia mengembangkan Community Access Point (CAP) dan Mobile Community Access Point (M-CAP), sebagai suatu bentuk gerakan masyarakat cerdas yang bertujuan peningkatan pengetahuan, kecerdasan, dan pengentasan kemiskinan sekaligus upaya menjembatani kesenjangan digital dengan memanfaatkan telematika. Program selanjutnya untuk memperluas jangkauan pelayanan adalah program Pusat Pelayanan Internet Kecamatan (PLIK) dan MPLIK Mobil yang merupakan bagian dari program Universal Service Obligation (USO) (Rusadi 2014). Namun, dalam laporan penelitian Balai Penelitian di Lingkungan Badan Litbang SDM Kominfo ditemukan informasi kegagalan program dukungan USO tersebut, terutama kegagalan manajerial, di mana tidak terdapat koordinasi dan pelibatan pemerintah daerah dengan aparat pada tingkat kecamatan dan desa, sehingga tidak terdapat rasa tanggungjawab untuk mensukseskan program tersebut.

Praditya (2013) melakukan Analisis SWOT terhadap pembangunan bidang TIK dalam menunjang program kerja instansi pemerintahan. Salah satu permasalahan yang ditemukan yaitu masih adanya masyarakat pedesaan yang kesulitan dalam mengakses informasi pembangunan melalui media internet (website), karena tingkat literasi TIK masyarakat pedesaan masih rendah, hal tersebut juga menjadi hambatan masyarakat pedesaan untuk memberikan aspirasi melalui media TIK. Strategi yang ditawarkan untuk meningkatkan pelayanan instansi terkait yaitu menyediakan layanan sms melalui telepon genggam yang sudah dimiliki oleh semua lapisan masyarakat untuk menyampaikan aspirasi atau laporan/masukan kepada pemerintah.

Kesenjangan digital pada masyarakat Indonesia menimbulkan permasalahan yaitu jika pemerintah setempat menyediakan layanan melalui internet, mereka harus memelihara sistem ganda; sistem konvensional bagi mereka yang tidak tehubung dan e-service bagi mereka yang terhubung. Hal tersebut juga berdampak pada kesenjangan tingkat partisipasi masyarakat yang sebagian besar akan berasal dari masyarakat yang memiliki kemampuan mengakses layanan pemerintah berbasis TIK.

Perbandingan lain dari sebuah penelitian di Malaysia mengenai penerimaan masyarakat terhadap sistem e-service oleh pemerintah, meskipun penelitian dilakukan di area yang memiliki cakupan internet yang paling luas dan berkembang pesat di Malaysia, namun penggunaan e-service masih rendah. Faktor-faktor yang diidentifikasi menentukan tingkat penggunaan e-service adalah sikap, kontrol perilaku, dan niat (intention), faktor sikap memiliki nilai yang paling tinggi yaitu 71% dalam berperan mempengaruhi niat seseorang untuk menerima sesuatu, sikap tergantung pada persepsi konsumen apakah merasa inovasi tertentu bermanfaat dan mudah digunakan, sesuai dengan gaya hidup, kepercayaan, dan tidak menimbulkan risiko (Mahbob et al. 2011).

(23)

Government to Government (G2G), Government to Business (G2B) dan Government to Citizen (G2C).

Menurut Rusli dalam Holle (2011), secara konseptual, konsep dasar dari e-Government sebenarnya adalah bagaimana memberikan pelayanan melalui elektronik (e-service), seperti melalui internet, jaringan telepon seluler dan komputer, serta multimedia, melalui pengembangan e-Government ini, dilakukan pula penataan sistem manajemen informasi dan proses pelayanan publik dan mengoptimalkan pemanfaatan teknologi informasi dan komunikasi. Jadi dari persektif komunikasi, e-Government merupakan pemanfaatan media komunikasi berbasis internet oleh pemerintah untuk menyampaikan pesan pembangunan kepada masyarakat yang lebih luas dan mendapatkan umpan balik lebih cepat.

Tabel 2.1 Pergeseran paradigma dalam penyampaian pelayanan publik (Rokhman 2008)

Paradigma Birokratis

Paradigma e-Government

Orientasi Efesiensi biaya produksi Fleksibel, pengasawan dan

kepuasan pengguna

Prinsip manajemen Manajemen berdasarkan

peraturan dan mandat

Gaya kepemimpinan Memerintah dan mengawasi Fasilitator, koordinatif dan

entrepreneurship inovatif

Komunikasi internal Hirarki (berperingakat) dan

top-down

Jaringan banyak tujuan dengan koordinasi pusat dan komunikasi langsung

Komunikasi eksternal Terpusat, formal dan

saluran terbatas interaksi non face to face

Prinsip-prinsip

(24)

1. Tahapan yang paling awal ditandai dengan munculnya berbagai situs hampir semua intitusi pemerintah. Pada tingkat awal ini, e-Government masih bersifat menginformasikan tentang apa dan siapa yang berada didalam insitusi tersebut dan masih bersifat satu arah. Kondisi e-Government yang masih berada pada tahap awal ini belum bisa digunakan untuk membentuk suatu tata pemerintahan yang baik (good governance).

2. Tahapan kedua, mulai ditandai dengan adanya transaksi dan interaksi secara online antara suatu institusi pemerintah dengan masyarakat. Misalnya, masyarakat tidak perlu lagi antri membayar memperpanjang KTP, pengurusan administarsi publik, dsb. Semuanya bisa dilakukan secara online. Secara umum sudah terjalin komunikasi dua arah antara institusi pemerintah dengan masyarakat secara online.

3. Tahapan ketiga dari e-Government memerlukan kerja sama secara online antar beberapa instansi dan masyarakat. Sebagai contoh, apabila masyarakat sudah bisa mengurus perpanjangan KTP-nya secara online, selanjutnya mereka tidak perlu lagi melampirkan KTP nya lagi ketika mengurus passport atau membuat SIM.

4. Tahapan keempat dari e-Government sudah semakin kompleks bukan hanya memerlukan kerja sama antar institusi dan masyarakat, tetapi juga menyangkut arsitektur teknis yang semakin kompleks. Dalam tahap 4 ini, seseorang bisa mengganti informasi yang menyangkut dirinya hanya dengan satu klik secara otomatis, berlaku untuk setiap institusi pemerintah yang terkait.

5. Tahapan kelima, pemerintah sudah memberikan informasi yang terpaket (packaged) sesuai dengan kebutuhan masyarakat. Dalam hal ini, pemerintah sudah bisa memberikan apa yang disebut information-push yang berorientasi kepada masyarakat. Apa saja yang menjadi kebutuhan masyarakat, e-Government pada tahap ini bisa meyediakannya.

Secara umum Indrajit et al. (2005) menjelaskan layanan e-Government dapat dikelompokkan dalam tiga jenis, yaitu:

1. Jenis layanan yang bertujuan untuk penyediaan informasi seperti visi dan misi pemerintah, berbagai peraturan perundang-undangan, prosedur pendirian usaha, berbagai data kependudukan, pertanian dan perdagangan. Informasi tentang tender proyek, sistem pendidikan di sekolah negeri, hasil pemilu dan lain sebagainya.Untuk jenis layanan yang pertama ini, pembangunan aplikasi e-Government sangat bertumpu pada penciptaan halaman website yang menarik, ergonomik dan komunikatif.

2. Jenis layanan yang bersifat komunikasi interaktif dua arah, seperti konsultasi perpajakan, diskusi tentang rancangan undang-undang dan lain sebagainya. Untuk jenis layanan ini, maka aplikasi e-Government perlu kelengkapan fasilitas seperti video konferensi, atau aplikasi chatting dan email.

(25)

Dari beberapa uraian di atas mengenai sistem e-Government, dalam penelitian ini website desa yang dijadikan sebagai objek penelitian masih berada dalam tahap 1 persiapan, yaitu website dibuat sebagai media informasi dan komunikasi pada pemerintahan desa, pendidikan dan pelatihan sumber daya manusia atau aparat desa telah dilakukan oleh para relawan TIK. Jenis layanan e-Government yang diterapkan dalam website desa adalah penyediaan informasi dan layanan yang bersifat komunikasi interaktif dua arah melalui kolom komentar pada website, serta menggunakan jejaring sosial seperti Facebook dan Twitter.

Berbagai penelitian telah dilakukan untuk menilai pelaksanaan program e-Government di Indonesia, penelitian ini menggunakan berbagai perspektif keilmuwan. Mujahidin (2013) melakukan penilaian kualitas layanan e-Government dengan menggunakan dimensi e-Govsqual di Pemerintahan Provinsi Jawa Timur, e-Govsqual adalah kerangka dimensi untuk penilaian kualitas pelayanan yang merupakan hasil beberapa penelitian tentang kualitas e-Government. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kualitas layanan kurang bagus, mencakup kualitas gambar dalam tampilan website, bantuan online dalam pengisian formulir, layanan yang kurang akurat, serta beberapa layanan pendukung seperti pertanyaan kurang dijawab secara memadai, dan kurangnya pengetahuan administrator.

Setiawan dan Fitriaty (2012) melakukan penilaian pelaksanaan e-Government dalam perspektif COBIT (Control Objective for Information and Related Technology) di Kabupaten Sarolangun, hasil penelitian menyimpulkan beberapa hal yaitu; (1) Adanya keinginan dari pemerintah kab/kota untuk melakukan perubahan budaya organisasi, infrastruktur, dan sumber daya manusia guna keberhasilan pelaksanaan e-Government; (2) Pelaksaanan e-Government di Kabupaten Soralangun masih berada dalam tahap 1 Initial/Adhoc yaitu infrastruktur yang mendukung e-Government belum secara keseluruhan dimiliki. Penelitian lain menganalisis kualitas layanan website Kementerian Kominfo menggunakan metode WebQual 4.0, yaitu metode atau teknik pengukuran kualitas website berdasarkan persepsi akhir. Hasil penelitian menunjukkan hanya dimensi kegunaan dan kualitas interaksi yang dinilai berpengaruh kepada kepuasan pengguna, sedangkan dimensi kualitas informasi dinilai tidak berpengaruh terhadap kepuasan pengguna website (Sanjaya 2012).

(26)

Pembangunan Desa

Definisi mengenai desa sampai sekarang masih perlu dikaji karena batasannya menjadi perdebatan panjang di kalangan para ahli, terdapat beberapa sudut pandang dalam melihat pengertian desa yaitu aspek geografis, ekonomi, sosial psikologis, dan statistik. Penulis mengambil pengertian desa dari sisi pemerintahan, karena berkaitan dengan sistem e-Government, dalam Peraturan Pemerintah RI (PP) No. 76/2001 tentang Pedoman Umum Pengaturan mengenai Desa dinyatakan bahwa desa sebagai suatu kesatuan masyarakat hukum yang mempunyai susunan asli berdasarkan hak asal-usul yang bersifat istimewa, sebagaiman dimaksud dalam penjelasan Pasal 18 Undang-Undang Dasar 1945. Bab 1 Ketentuan Umum, Pasal 1 menyatakan bahwa desa atau yang disebut dengan nama lain, selanjutnya disebut desa, adalah kesatuan masyarakat hukum yang memiliki kewenangan untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat berdasarkan asal-usul dan adat istiadat setempat yang diakui dalam sistem pemerintahan nasional dan berada di daerah kabupaten (Nurman 2015).

Permasalahan mendasar dari rendahnya tingkat pembangunan desa adalah faktor ekonomi, di mana sebanyak 63% masyarakat miskin di Indonesia berada di wilayah desa. Sebuah penelitian mencoba melihat upaya menanggulangi kemisikan berbasis partisipasi masyarakat di Provinsi Bali, Ia melihat beberapa kelemahan berbagai program penanggulangan kemiskinan yaitu; 1) program yang dilaksanakan berpedoman pada penguliran dana bantuan; 2) kecenderungan adanya salah sasaran daerah sasaran program; 3) Sikap mental penduduk miskin yang cenderung menerima kemiskinan sebagai takdir (Yasa 2008). Temuan dari penelitian tersebut adalah partisipasi masyarakat, yaitu menguatkan komitmen kebersamaan diantara masyarakat bahwa penanggulangan kemiskinan bukanlah tanggungjawab pemerintah semata, tetapi justru tanggung jawab bersama.

Penelitian lain dilakukan Jamal (2009) dalam menyoroti pembangunan pedesaan di Indonesia. Ia melihat permasalahan yang menjadi hambatan pembangunan desa disebabkan kurang baiknya perencanaan dan pelaksanaan pembangunan pedesaan. Belajar dari kasus di Korea Selatan dengan gerakan Saemul Undong, yaitu gerakan yang difokuskan pada pembangunan dan perbaikan infrastruktur (jalan, air minum, listrik, dan sarana komunikasi) di pedesaan serta penghijauan, maka diperlukan penumbuhan momentum baru yang dapat menstimulir upaya peningkatan masyarakat pedesaan secara sistematis dan terencana. Pembangunan pedesaan yang baik akan memberikan peluang bagi setiap individu yang ada di dalamnya untuk mengembangkan potensi yang dimiliki, sejalan dengan peluang yang tercipta atau diciptakan pemerintah dan pihak lain.

(27)

peningkatan pembangunan desa, salah satunya dengan pembuatan website desa yang berkualitas sebagai media promosi potensi desa dan penyebaran informasi pembangunan desa, sistem informasi dan komunikasi menjadi penting karena arus globalisasi mengharuskan desa dapat mengejar ketertinggalan selama ini.

Website Pemerintah Daerah

Website dapat diartikan sebagai kumpulan halaman-halaman yang digunakan untuk menampilkan informasi, gambar gerak, suara, dan atau gabungan dari semuanya itu baik yang bersifat statis maupun dinamis yang membentuk satu rangkaian bangunan yang saling terkait di mana masing-masing dihubungkan dengan link-link (Nugroho 2009). Puryanto (2013) melakukan percobaan membangun website pada Desa Nagsri Kabupaten Karanganyar, setelah melakukan analisis dan perancangan website, maka dapat dijelaskan fungsi website Desa Nangsri adalah sebagai media informasi, sarana publikasi dan media interaksi antara Desa Nangsri dengan masyarakat sehingga menghasilkan komunikasi dua pihak yang lebih baik meskipun tidak bertemu secara langsung.

Website dapat dijadikan media oleh pemerintah daerah dalam menjalankan tujuan e-Government. e-Government mengacu pada penggunaan teknologi informasi oleh pemerintahan, seperti menggunakan intranet dan internet, yang mempunyai kemampuan menghubungkan keperluan penduduk, bisnis, dan kegiatan lainnya. Peran Pemerintah terhadap websitenya adalah sebagai pengelola, pengatur, pengontrol dan pengawas yang di mana memberikan berita apa saja yang terbaru, baik itu informasi secara umum maupun informasi mengenai pemerintah, misalnya informasi adanya program-program maupun event-event yang sedang akan dan sedang berlangsung, sehingga masyarakat bisa mendapatkan informasi di manapun, kapanpun (Aprilia et al. 2014).

Berdasarkan hasil pengamatan pada 90 website pemerintah daerah dan hasil jejak pendapat pengelola website pemerintah daerah, isi minimal pada setiap website pemerintah daerah yang dibuat oleh Departemen Komunikasi dan Informatika (Depkominfo) adalah sebagai berikut (Sulistyo et al. 2008):

1. Selayang Pandang, menjelaskan secara singkat tentang keberadaan pemerintah daerah bersangkutan (sejarah, motto daerah, lambang dan arti lambang, lokasi dalam bentuk peta, visi dan misi).

2. Pemerintahan Daerah, menjelaskan struktur organisasi yang ada di pemerintah daerah bersangkutan (eksekutif, legislatif) beserta nama, alamat, telepon, e-mail dari pejabat daerah. Jika memungkinkan biodata dari pimpinan daerah ditampilkan agar masyarakat luas mengetahuinya.

3. Geografi, menjelaskan antara lain tentang keadaan topografi, demografi, cuaca dan iklim, sosial dan ekonomi, budaya dari daerah bersangkutan. Semua data dalam bentuk numeris atau statistik harus mencantumkan nama instansi dari sumber datanya.

(28)

5. Peraturan/Kebijakan Daerah, menjelaskan Peraturan Daerah (Perda) yang telah dikeluarkan oleh pemerintah daerah bersangkutan. Melalui website pemerintah daerah inilah semua Perda yang telah dikeluarkan dapat disosialisasikan kepada masyarakat luas.

6. Buku Tamu, tempat untuk menerima masukan dari pengguna situs web pemerintah daerah bersangkutan.

Selain isi minimal seperti tersebut di atas, Depkominfo menyatakan bahwa isi lainnya yang akan disajikan pada suatu website pemerintah daerah diserahkan sepenuhnya kepada masing-masing penanggungjawab situs dan manajer situs web pemerintah daerah, tergantung pada kondisi setempat dan kesediaan data serta informasi yang dimiliki oleh daerah bersangkutan.

Lebih lanjut dari penelitian yang dilakukan pada website Pemerintah Daerah Kabupaten Jombang, Aprilia et al. (2014) menemukan beberapa faktor penghambat website sebagai media e-Government, yaitu: (1) faktor dari masyarakat itu sendiri, di mana masyarakat yang sudah berumur dengan latar belakang pendidikan rendah belum bisa menggunakan peranti elektronik, sehingga belum bisa mengakses website; (2) belum adanya pengelola dari pihak pemerintah yang bisa secara langsung memberikan tanggapan atau interaksi dua arah antara pemerintah dengan masyarakat; (3) belum adanya koordinasi dengan dinas lain yang memungkinkan adanya e-service, sehingga tidak dapat mengunduh dokumen melalui website; (4) kurangnya sosialisasi kepada masyarakat mengenai penggunakan media website sebagai media e-Government.

Berdasarkan data Kementerian Dalam Negeri Republik Indonesia tahun 2013, dari 530 pemerintah daerah tingkat provinsi, kotamadya dan kabupaten se-Indonesia terdapat 485 (92%) website pemerintah daerah yang aktif, 25 (5%) tidak ada website resmi, 20 (4%) website offline. Sejumlah situs yang aktif ditemukan memiliki tampilan monoton atau tidak user friendly, isi berita seadanya dan kadaluarsa atau sudah diperbaiki tapi isinya tidak menunjukkan substansi layanan transaksi dan informasi publik, tidak adanya interaksi antara pengunjung dan penyedia layanan, dan sebagainya (Sitokdana 2015). Gambaran ini ditemukan juga pada penelitian Rokhman (2008) bahwa website pemerintah daerah yang dibangun seadanya tanpa memperhatikan acuan seperti yang dituangkan dalam buku panduan, sehingga website hanya sebatas proyek tanpa ada pengelolaan lebih lanjut, dan itu yang terjadi pada website pemerintah diseluruh Kabupaten di Jawa Tengah. Website pemerintah kabupaten sebagian besar sebatas menampakkan informasi, belum menunjukkan tahapan interaksi maupun transaksi.

(29)

Model Pengukuran Kualitas Website (WebQual)

WebQual merupakan salah satu metode atau teknik pengukuran kualitas website berdasarkan persepsi pengguna akhir (Sanjaya 2012). Metode ini merupakan pengembangan dari Servqual yang banyak digunakan sebelumnya pada pengukuran kualitas jasa. WebQual 4.0 merupakan pengembangan terbaru dari penyusunan dimensi dan butir pertanyan kualitas website, seperti ditampilkan dalam tabel berikut:

Tabel 2.2 Dimensi-dimensi kualitas website – Barnes & Vidgin (Irawan 2012)

Dimensi Deskripsi Indikator

Kegunaan (Usability)

1. Kemudahan untuk dioperasikan.

2. Interaksi dengan website jelas dan dapat di mengerti. 3. Kemudahan untuk navigasi.

4. Kemudahan menemukan alamat website. 5. Tampilan yang atraktif.

6. Tepat dalam penyusunan tata letak informasi.

7. Tampilan sesuai dengan jenis website pemerintahan. 8. Adanya penambahan pengetahuan dari informasi website Kualitas

Informasi (Information Quality)

9. Menyediakan informasi yang cukup jelas. 10. Menyediakan informasi yang dapat dipercaya. 11. Menyediakan informasi yang up to date. 12. Menyediakan informasi yang relevan.

13. Menyediakan informasi yang mudah dibaca dan dipahami. 14. Menyediakan informasi yang cukup detail.

15. Menyajikan informasi dalam format yang sesuai. Kualitas

Interaksi (Interaction Quality)

16. Mempunyai reputasi yang baik.

17. Mendapatkan keamanan untuk melengkapi transaksi. 18. Rasa aman dalam menyampaikan data pribadi. 19. Kemudahan untuk menarik minat dan perhatian. 20. Adanya suasana komunitas.

21. Kemudahan untuk memberi masukan (feed back). 22. Tingkat kepercayaan yang tinggi atas informasi yang disampaikan website.

(30)

Penelitian lain menghubungkan variabel-variabel kualitas website dengan keputusan pembelian, Alhasanah et al. (2014) melihat pengaruh antara variabel-variabel kualitas website terhadap variabel keputusan pembelian online pada konsumen sebuah website secara simultan. Temuan penelitian tersebut adalah variabel kualitas interaksi layanan mempunyai pengaruh yang dominan terhadap variabel keputusan pembelian online, serta variabel kegunaan dan kualitas informasi perlu dipertimbangkan untuk meningkatkan variabel keputusan pembelian online. Untuk penelitian ini, penulis ingin menghubungkan antara variabel-variabel kualitas website dengan efektivitas website sebagai media komunikasi, efektivitas meliputi pemahaman, sikap, dan tindakan terkait informasi pembangunan desa.

Model Komunikasi Dua Tahap (Two Step Flow Communication) pada Media Internet

Model Komunikasi Dua Tahap membantu untuk menempatkan perhatian pada peranan media massa yang dihubungkan dengan komunikasi antarpesona, dan memandang massa sebagai individu-individu yang aktif berinteraksi. Elihu Katz dan Paul Lazarsfeld memperkenalkan Model Komunikasi Dua Tahap (Two Step Flow Communication) sebagai sebuah model komunikasi yang berasal dari penelitian bahwa informasi yang disajikan dalam media massa tidak mencapai dan tidak memiliki dampak pada individu secara langsung. Simpulan yang dikemukakan Katz dan Lazarsfeld bahwa ide sering tampak mengalir dari media massa kepada pemimpin pendapat, dan dari mereka kepada warga yang kurang aktif, inilah yang disebut dengan dua langkah arus informasi (Ruben & Stewart 2014).

Gambar 2.1 Model Komunikasi Dua Tahap (Two Step Flow Communication) – Katz dan Lazarsfeld (Ruben & Stewart 2014)

Model ini menyatakan bahwa pesan-pesan media massa menyebar kepada audience atau khalayak melalui interaksi yang kompleks. Media mencapai khalayak dapat secara langsung atau tidak langsung melalui penerusan (relaying) secara beranting, baik melalui pemuka-pemuka masyarakat (opinion leader) maupun melalui situasi saling berhubungan antara sesama anggota audiens. Intinya model ini merupakan gabungan dari model yang sudah ada sebelumnya, di

Source Opinion Public

Leader Mass

Media Message

(31)

mana audiens massa bisa terkena terpaan media massa secara langsung (seperti asumsi Model Alir Dua Tahap) tetapi ia juga bisa melalui para pemimpin opini. Bahkan audiens tersebut mendapat informasi juga berasal dari kontak personal dengan audiens yang lainnya. Bahkan tak sedikit di antara audiens yang terkena dampak langsung pesan media massa seperti yang diasumsikan dalam Model Jarum Hipodermik (Ubang 2014).

Perubahan sosial dan teknologi telah membuat tantangan teoretis baru bagi Model Komunikasi Dua Tahap dan peran opinion leader secara khusus. Bannet & Manheim (2006) berpendapat bahwa perubahan ini dapat menyingkirkan peran opinion leader dalam menerima dan menafsirkan pesan untuk khalayak, dan pada saat yang sama penargetan mikro (microtargeting) berbasis internet dapat lebih memberi kontrol dibanding isi pesan dari profesional komunikasi yang seringkali memiliki strategi efek media. Lebih lanjut, mereka menyatakan bahwa individu-individu lebih teriosalasi secara sosial dengan individu-individu lainnya, sehingga mengurangi peran dari opinion leader, dan meningkatkan potensi kekuaatan media masaa dan efek yang seragam.

Namun, penelitian selanjutnya memberikan perspektif lain, Mutz dan Young (2011) berpendapat tantangan teoretis tersebut tidak dapat sepenuhnya diterapkan, terutama dengan adanya pengaruh yang terjadi pada Facebook dan situs jejaring sosial popular lainnya. Dengan semakin terpisahnya individu secara fisik dengan individu lainnya, situs jejaring sosial memfasilitasi komunikasi interpersonal-bermedia dalam jarak yang luas, dan memberi perspektif baru akan interaksi opinion leader dan pengikut (follower).

Internet Opinion Leader

Dalam Model Komunikasi Dua Tahap, seorang opinion leader dapat dikatakan sebagai perantara atau penghubung dari media massa kepada khalayak. Dalam konsep opinion leader di dalam media tradisional, mereka dapat menyampaikan pendapat mereka dengan menggunakan saluran media massa. Sebagai contoh, Lazarsfeld, Berelson, dan Gaudet mengemukakan bahwa opinion leader, yang secara aktif mengumpulkan informasi yang dikirim dari media massa, memasukkan nilai-nilai dan pandangan mereka sendiri kedalam informasi tersebut, dan kemudian menyebarkannya ke konsumen sekitar mereka dalam kehidupan sehari-hari (Hananto 2014). Sekarang kemampuan untuk mendapatkan, menambahkan, dan menyebarkan informasi itu menjadi semakin cepat dan mudah didalam era dunia digital dengan kemunculan media sosial.

(32)

Sebuah penelitian menghubungkan new media environments dengan new patters of opinion leader, yang disebut dengan istilah mediatized opinion leaders. Hasil penelitian tersebut diringkas dalam tabel berikut:

Tabel 2.3 Overview of communicative roles of opinion leadership in new media environments (Scafer & Taddicken 2015)

Opinion Leader Follower Inactive Mediatized Opinion Leader

Characteristics High interest in topic, more

Social Networks Small, homogenous

Dari tabel di atas, kelompok keempat, merepresentasikan peran komunikasi baru dalam opinion leadership, mediatized opinion leader memberikan saran kepada orang lain bahkan lebih sering daripada opinion leader umunya, dan menunjukkan penggunaan media dan saluran komunikasi yang paling kuat dan beragam, untuk memperoleh informasi tentang suatu topik, mereka menggunakan media massa dan media online secara signifikan lebih sering daripada semua kelompok lainnya. Dalam hubungan kepemimpinan opini, mereka menggunakan komunikasi tatap muka, media interpersonal, dan media online secara signifikan lebih dari semua kelompok lain.

(33)

Facebook merasa perlu meluangkan beberapa menit untuk membagi informasi yang mereka nilai penting untuk dipublikasikan (Sosiawan 2011). Sharing/share merupakan karakter lainnya dari media sosial, yang menunjukkan bahwa khalayak aktif menyebarkan konten sekaligus mengembangkannya.

Penulis berpendapat, dari uraian di atas dapat digarisbawahi bahwa mediatized opinion leader menggunakan media komunikasi yang lebih beragam, yaitu komunikasi tatap muka, media interpersonal, dan media online. Komunikasi online mempermudah terbentuknya hubungan interpersonal yang dekat, melalui komunikasi secara online, tiap individu yang terlibat cenderung lebih berani mengungkapkan pendapatnya, dan membuka dirinya untuk lebih dikenal orang lain.

Komunikasi dalam media sosial tak terikat waktu, siang ataupun malam, pihak yang terlibat didalamnya tetap bisa terlibat aktif, juga tak terikat ruang, dengan siapapun di penjuru dunia pihak yang terlibat di dalamnya bisa berkomunikasi. Hal ini tidak mungkin dilakukan dalam kontak tatap muka, termasuk juga jika menggunakan media komunikasi konvensional seperti telepon, hal ini terkait dengan biaya dan perbedaan waktu. Komunikasi secara online dalam hal ini dilihat lebih murah, cepat, dan mudah. (Adler & Rodman 2006).

Efektivitas Komunikasi

Ketika kita berkomunikasi, sebenarnya kita sedang berusaha menumbuhkan suatu kebersamaan (commonness) dengan seseorang, yaitu kita berusaha berbagi informasi, ide, atau sikap (Suprapto 2009). Dalam kaitannya dengan penelitian ini, jenis informasi yang dikomunikasikan adalah informasi-informasi terutama terkait pembangunan desa seperti profil desa, potensi desa, pembangunan di bidang pendidikan, keagamaan, kesehatan, dan lain sebagainya. Untuk jenis layanan berbagi informasi seperti ini, aplikasi e-Government sangat bertumpu pada penciptaan halaman website yang menarik, ergonomik dan komunikatif.

Komunikasi untuk dapat dikatakan efektif jika dapat menimbulkan dampak yaitu: 1) kognitif, yakni meningkatnya pengetahuan komunikan; 2) Afektif, yaitu perubahan pandangan komunikan, karena hatinya tergerak akibat komunikasi; dan 3) Konatif yaitu perubahan perilaku atau tindakan yang terjadi pada komunikan (Effendy 2005). Efek pada kognitif meliputi peningkatan kesadaran, belajar dan tambahan pengetahuan. Pada afektif meliputi efek berhubungan dengan emosi, perasaan dan sikap, sedangkan efek pada konatif berhubungan dengan perilaku dan niat untuk melakukan sesuatu menurut cara tertentu.

(34)

komunikasi, seperti media atau saluran komunikasi yang mengalami perkembangan pesan sejalan dengan berkembangnya Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK).

Seiring dengan berkembangnya bidang teknologi komunikasi, tentu mendapat sorotan dari ahli komunikasi. Everett M. Rogers (1986) melihat bahwa teknologi komunikasi merupakan perangkat keras dalam struktur organisasi yang mengandung nilai-nilai sosial, yang memungkinkan setiap individu mengumpulkan, memproses, dan melakukan saling tukar informasi dengan individu lain. Lebih lanjut, dikatakan Rogers (1986) teknologi komunikasi mengondisikan penggunanya untuk melakukan demasifikasi dalam mengontrol pesan, menyesuaikan diri dengan standar teknis pemakaian teknologi komunikasi serta meningkatkan interaksi dengan individu lain tanpa mengenal hambatan jarak.

Dari pernyataan-peranyaatan Rogers tersebut, penulis melihat bahwa teknologi komunikasi semakin mempermudah individu dalam melakukan kegiatan komunikasi, baik yang bersifat linear maupun sirkular, yaitu memungkinkan individu untuk mengontrol arus informasi yang masuk ke dalam dirinya, serta melakukan interaksi dengan individu lain tanpa hambatan jarak yang selama ini menjadi hambatan komunikasi tatap muka.

Dalam Model Teknologi Komunikasi, yang muncul setelah berkembangnya teori difusi inovasi dalam bidang media, dijelaskan bahwa dengan media khususnya media-media elektronik, berbagai alternatif proses komunikasi dapat dilakukan secara mudah, baik oleh individu, kelompok, maupun masyarakat luas (Darmawan 2013). Lebih lanjut dijelaskan bahwa dampak penggunaan media hasil inovasi dari komunikasi elektronik ini melahirkan teknologi komunikasi baru, seperti teleconference networks, electronic message system, computer bulletin boards, interactive cable television, termasuk website sebagai salah satu aplikasi dalam komputer (computer mediated communication).

Gambar 2.2 Ilustrasi Model Teknologi Komunikasi (Darmawan 2013)

Source Audience

Media Komunikasi hasil adopsi teknologi

elektronik dan informasi

ICT System

ICT System ICT System

ICT System

(35)

Menurut Ploman (1981) kemajuan teknologi komunikasi ditandai oleh karakteristik berikut ini:

1. Tersedianya keluwesan dan kesempatan memilih diantara berbagai metode dan alat untuk melayani kebutuhan manusia dalam komunikasi. Bila pada

masa lalu hanya ada alat “berat” yang profesional dan mahal, maka kini tersedia bermacam-macam sarana yang “ringan”, metode yang hanya memerlukan keterampilan minimal, serta murah. Dengan kata lain, kini kita dapat memilih sendiri tingkat teknologi yang kita perlukan.

2. Kemungkinan mengombinasikan teknologi, metode, dan sistem-sistem yang berbeda dan terpisah selama ini. Berbagai bentuk baru transfer komunikasi dan informasi telah dimungkinkan dengan pengombinasian tersebut.

3. Kecenderungan kea arah desentralisasi, individualisasi dalam konsep dan pola pemakaian teknologi komunikasi.

Dengan hadirnya teknologi komunikasi atau teknologi media baru, McQuail membuat perubahan model komunikasi sebagai berikut (Kurnia 2005):

Gambar 2.3 Teknologi media baru – Dennis McQuail (Kurnia 2005)

Dari bagan di atas, dapat dilihat perubahan pada unsur efek komunikasi, yang semula tidak terdiferensiasi beralih menjadi respon dan efek yang sangat bervariasi sekaligus tidak dapat diprediksikan. Lebih lanjut McQuail memperkirakan bahwa perhatian lebih besar akan diberikan pada efek kognitif saluran media massa, dan pada efek struktural terhadap distribusi pengetahuan dalam masyarakat. Perhatian lebih besar juga akan diberikan pada sejumlah faktor yang berkaitan dengan pemberian perhatian, terutama motivasi, pengetahuan terdahulu, dan minat/kepentingan (McQuail 1987).

Dalam kajian media internet yang tergolong kedalam media baru, perbedaan utama dan makro, yaitu internet adalah media berbasis komputer yang semula berawal dari media “tools” untuk menyimpan serta mengolah informasi data, setelah mengalami modifikasi (dengan saluran telepon dan modem), maka digunakan sebagai media (elektronik) komunikasi dalam bentuk jaringan (network) yang luas dan mengglobal (Effendi 2010). Internet sebagai media komunikasi memiliki penawaran interaktif yang dinamis terhadap penggunanya, melebihi interaksi pada televisi dan radio (yang terbatas pada satu program dan isi materi acara). Bahkan, internet memberikan penawaran pencarian informasi yang diinginkan menggunakan kata kunci (keywords).

Dengan keunggulan internet tersebut, maka efek komunikasi bermedia internet menjadi lebih bervariasi, dalam penelitian ini, penulis mencoba melihat

OLD MODEL

Limited suppy – Homogeneous content – Passive mass audience – Undifferentiated reception/effect

NEW MODEL

(36)

efektivitas media internet yaitu website dalam kajian komunikasi interpersonal dan komunikasi massa. Dalam pendekatan humanistik, terdapat lima faktor yang dipertimbangkan dapat memengaruhi efektivitas komunikasi interpersonal yaitu keterbukaan (openness), empati (emphaty), sikap mendukung (supportiveness), sikap positif (positiveness), dan kesetaraan (equality) (DeVito 1997).

Lebih lanjut, Fardiah (2002) mengkaji faktor-faktor tersebut dalam perspektif komunikasi cyberspace, di antaranya; keterbukaan, dalam komunikasi cyberspace amat membantu mereka yang tidak berani mengungkapkan sesuatu pesan secara langsung, mereka terbantu untuk mengungkapkannya secara tertulis; empati, yang mendapat keterbatasan karena ekspresi wajah, tatapan mata yang penuh perhatian, sentuhan, belaian, dan kedekatan fisik lainnya tidak dapat digantikan denga pikiran virtual; dan sikap mendukung dalam komunikasi cyberspace yang harus dijaga agar komunikasi yang diharapkan tercapai, begitupun sikap positif mendukung terciptanya interaksi, yang terwujud dengan adanya dukungan aspek-aspek spontanitas dan dorongan.

Informasi dalam website diperuntukkan kepada khalayak umum (bersifat universal) dan selalu diperbaharui (up grade) dalam setiap periode (periodisitas), sehingga dengan karakteristik tersebut, website dapat dikategorikan sebagai media massa. Efek dari pesan yang dsebarkan melalui media massa, meliputi 1) efek kognitif, yaitu akibat yang timbul pada diri komunikan yang bersifat informatif bagi dirinya, membantu mempelajari informasi yang bermanfaat, dan mengembangkan keterampilan kognitif, 2) efek afeksi, yaitu khalayak diharapkan dapat turut merasakan perasaan iba, haru, sedih, gembira, marah, dan sebagainya, 3) efek behavioral, merupakan akibat yang timbul pada diri khalayak dalam bentuk perilaku, tindakan, atau kegiatan (Abidin 2015).

Penelitian Terdahulu tentang Efektivitas Komunikasi dan Media Website

Penelitian terdahulu telah banyak menganalisis efektivitas komunikasi dengan media-media konvensional. Seiring perkembangan Teknologi Komunikasi dan Informasi (TIK) dan lahirnya jaringan internet, memunculkan penelitian yang lebih mengarah pada bentuk komunikasi media baru, yang lebih beragam dan memunculkan efek komunikasi yang beragam pula. Untuk memperdalam pengetahuan tentang masalah dalam penelitian ini, dalam Tabel 2.4 dipetakan beberapa peneitian terdahulu yang berkaitan dengan topik efektivitas komunikasi dan media website.

Tabel 2.4 Penelitian terdahulu tentang efektvitas komunikasi dan media website

No. Peneliti/Tahun/Judul Hasil

1. Aprilia et al/ 2014/

Efektivitas Website Sebagai Media E-Government dalam Meningkatkan Pelayanan Elektronik Pemerintah Daerah(Studi Pada Website Pemerintah Daerah

Gambar

Tabel 2.1  Pergeseran paradigma dalam penyampaian pelayanan publik
Tabel 2.2  Dimensi-dimensi kualitas website – Barnes & Vidgin (Irawan 2012)
Tabel 2.3  Overview of communicative roles of opinion leadership in new media
Gambar 2.2  Ilustrasi Model Teknologi Komunikasi (Darmawan 2013)
+7

Referensi

Dokumen terkait

[r]

Hubungan kepatuhan konsumsi tablet Fe dengan kejadian anemia pada ibu hamil Tabel 4 menunjukkan hasil analisis hubungan antara kepatuhan konsumsi tablet Fe dengan kejadian

Pengutamaan militer dalam konflik yang dilakukan sebenarnya bukan pilihan yang Tepat dimana Palestina tidak memiliki kekuatan yang cukup atau tidak sebanding dengan

Modal dasar untuk menulis fiksi, termasuk cerpen, adalah kepekaan, kreativitas, dan daya imajinasi (Bird, 2001: 39). Kepekaan melihat fenomena atau realitas akan

Kebijakan keamanan merupakan langkah kritis pertama dalam rangka mengamankan jaringan organisasi. Kebijakan keamanan merupakan suatu dokumen tertulis sehingga seharusnya mudah untuk

Ibrahim (Layeun) Adnan Yunus (Lamseunia) 1.Islam & Konservasi 2.Pembanguna n tidak melangkahi norma yang dianut Program pride juga dapat dilakukan melalui kegiatan

Penerapan teori self care pada klien dengan kontraksi dini bertujuan untuk meningkatkan kemampuan klien dalam merawat dirinya sendiri, memberikan informasi dan meningkatkan

Dalam Peraturan Daerah Nomor 19 tahun 2008 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Bogor tahun 2005-2025, disebutkan bahwa tujuan penataan ruang adalah