• Tidak ada hasil yang ditemukan

Sifat Listrik Arang Aktif Dari Tumbuhan Eceng Gondok (Eichornia Crassipes) Sebagai Bahan Semikonduktor

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Sifat Listrik Arang Aktif Dari Tumbuhan Eceng Gondok (Eichornia Crassipes) Sebagai Bahan Semikonduktor"

Copied!
39
0
0

Teks penuh

(1)

SIFAT LISTRIK ARANG AKTIF DARI TUMBUHAN

ECENG GONDOK (

Eichornia crassipes

) SEBAGAI BAHAN

SEMIKONDUKTOR

EPA ROSIDAH APIPAH

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Sifat Listrik Arang Aktif dari Tumbuhan Eceng Gondok (Eichornia crassipes) sebagai Bahan Semikonduktor adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

Bogor, Agustus 2016

Epa Rosidah Apipah

(3)

RINGKASAN

EPA ROSIDAH APIPAH. Sifat Listrik Arang Aktif dari Tumbuhan Eceng Gondok (Eichornia crassipes) sebagai Bahan Semikonduktor. Dibimbing oleh IRMANSYAH dan IRZAMAN.

Eceng gondok (Eichornia crassipes) merupakan salah satu jenis tumbuhan air mengapung. Eceng gondok memiliki kecepatan tumbuh yang tinggi sehingga tumbuhan ini dianggap sebagai gulma yang merusak lingkungan perairan. Pertumbuhan eceng gondok yang cepat terutama disebabkan oleh air yang mengandung nutrien yang tinggi, terutama yang kaya akan nitrogen, fosfat dan potassium. Batang eceng gondok memiliki kandungan selullosa 50%, lignin 30% dan sisanya adalah hemiselullosa dan zat- zat yang lainnya. Supaya tidak lagi menjadin gulma, eceng gondok dapat dimanfaatkan sebagai arang aktif untuk bahan semikonduktor yang nantinya dapat diaplikasikan sebagai komponen elektronik.

Tahap awal dalam penelitian ini adalah karbonisasi atau pengarangan, kemudian dilanjutkan aktivasi kimia dengan variasi konsentrasi NaOH 25%, 30% dan 35% selanjutnya dilakukan aktivasi fisika menggunakan hidrotermal pada suhu 250ᵒ C hingga terbentuknya arang aktif. Hasil aktivasi dilakukan uji serap iodin untuk mengetahui kerekatifan arang, kemudian dilakukan karakterisasi sifat listrik menggunakan Inductance, Capacitance and Resistance (LCR meter), Scanning Electron Microscopy (SEM) and Energy Dispersive Spectroscopy (EDS) untuk mengetahui morfologi pori arang dan untuk mengetahui komposisi unsur yang terkandung pada arang.

Uji serap iodin menghasilkan nilai tertinggi pada sampel arang aktif dengan konsenstrasi NaOH 25% yaitu 510.687 mg/g, hal ini berarti bahwa pada konsentrasi NaOH 25% memiliki kualitas arang terbaik. Pengujian SEM untuk mengetahui ukuran pori pada arang sebelum dan setelah dilakukan aktivasi, hasil pengujian menunjukkan bahwa pada arang aktif dengan konsentrasi NaOH 30% tampak ukuran pori arang paling besar yaitu 118.2 μm, kemudian pada pengujian EDX terdapat pada arang aktif dengan konsentrasi NaOH 30% memiliki kandungan unsur karbon tertinggi yaitu 86.57%, hal ini dapat disimpulkan bahwa perlakuan aktivasi dapat meningkatkan ukuran pori arang serta meningkatkan kandungan unsur karbon dan menghilangkan pengotor pada arang. Karakterisasi sifat listrik yang dilakukan menunjukkan hasil bahwa pada konsentrasi NaOH 25% memiliki nilai konduktivitas tertinggi yaitu 5.70 x 10-8 S/cm , nilai konduktivitas ini terletak pada daerah nilai konduktivitas listrik yang dimiliki oleh material semikonduktor (10-8 S/cm sampai 103 S/cm) sesuai dengan penelitiannya sebelumnya yang dilakukan Irzaman et al. 2014 dan Kwok 1995.

(4)

SUMMARY

EPA ROSIDAH APIPAH. Electrical Properties of the Activated Carbon from Plants Water Hyacinth (Eichornia crassipes) as a material Semiconductor. Supervised by IRMANSYAH and IRZAMAN.

Water hyacinth (Eichornia crassipes) is a float water plant. Water hyacinth has a high fastness growth, that therefor it is also known as weed that can destroy aquatic environment. It is high fastness growth is caused by water that contained high nutrient, mainly rich of nitrogen, fosfat, and potassium. The trunk of water hyacint contained 50% of celullose, 30% of lignin, and the rest is hemiselullose and other component. To instead beeing weed, waterhyacinth can be used as active carbon for semiconductor material that can be apply as electronic component.

The First by variying the step of this research is water hyacinth carbonization, followed by chemical activation by variying the concentration of NaOH 25%, 30% and 35%, afterwards is physical formed activation using hydrotermal at temperature 250ᵒ C untill is performed active carbon. We do iodin absorb test to this result of activation to know the reactive of the carbon. Then caracterized electrical characteristic using Inductance, Capacitance and Resistance (LCR meter), Scanning Electron Microscopy (SEM) and Energy Dispersive Spectroscopy (EDS) to know the porous morfologi the material is carbon and its composition.

The iodin absorbtion test produce the highest value on active carbon sampel for a concentration NaOH 25% which is 510.687 mg/g this, and shows best carbon quality. SEM test is performed to investigate the pore size of carbon before and after activated, the result show that carbon with NaOH 30% have the largest pore size 118.2 μm, meanwhile EDX test shows highest carbon is obtained for NaOH 30% which is 86.57%, from this result it can be is obtained for concluded that activation can increase, the carbon pore size and carbon contain it self, lose poluter on carbon. The characterized result of the electric characteristic to shows that 25% NaOH concentration has the highest conductivity of 5.70 x 10-8 S/cm. That conductivity value belongs to the area of semiconductor material (10-8 S/cm - 103 S/cm) in according with previous work of Irzaman et al. 2014 and Kwok 1995.

(5)

© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2016

Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB

(6)

Tesis

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains

pada

Program Studi Biofisika

SIFAT LISTRIK ARANG AKTIF DARI TUMBUHAN ECENG

GONDOK (

Eichornia crassipes

) SEBAGAI BAHAN

SEMIKONDUKTOR

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR 2016

(7)
(8)
(9)

PRAKATA

Alhamdulillah, segala puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT yang telah memberi rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian dan penulisan tesis ini. Penelitian ini berjudul “Sifat Listrik Arang Aktif dari Tumbuhan Eceng Gondok (Eichornia crassipes) sebagai Bahan Semikonduktor”. Penelitian ini berlangsung selama 7 bulan, yaitu Januari 2016 sampai Juli 2016.

Penulis menyadari bahwa penelitian dan penulisan tesis ini dapat diselesaikan atas izin Allah dengan perantara bantuan dan dukungan dari berbagai pihak. Untuk itu penulis ucapkan terima kasih kepada Bapak Dr Ir Irmansyah, M.Si dan Bapak Dr Ir Irzaman, M.Si selaku pembimbing yang telah memberikan bimbingan, bantuan, dan arahan selama penelitian dan penulisan. Penulis juga ucapkan terima kasih kepada Dr rer nat Hendradi Hardienata, M.Si sebagai penguji luar komisi yang telah memberikan saran dalam penulisan. Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada Suami tercinta Gerak Wanda Wiguna, bapak, ibu, teman-teman, serta seluruh keluarga, atas segala doa dan kasih sayangnya.

Semoga hasil penelitian ini bermanfaat.

Bogor, Agustus 2016

(10)

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL vi

DAFTAR GAMBAR vi

DAFTAR LAMPIRAN vi

1 PENDAHULUAN 1

Latar Belakang 1

Tujuan Penelitian 2

2 TINJAUAN PUSTAKA 2

Eceng Gondok 2

Arang Aktif 2

Hidrotermal 3

Sifat Listri Bahan 3

Konduktivitas Listrik 3

Kapasitansi Listrik dan Dielektrik Bahan 3

3 METODE 4 Bahan 4 Alat 5 Metode Penelitian 5 4 HASIL DAN PEMBAHASAN 6 Hasil Daya Serap Iodin 6 Hasil Karakterisasi Sifat Listrik Arang Aktif 8 Konduktansi dan Konduktivitas Arang Aktif 8

Kapasitansi dan Dielektrik Bahan Arang Aktif 9

Hasil SEM dan EDX 12

5 SIMPULAN DAN SARAN 14

Simpulan 14

Saran 15

DAFTAR PUSTAKA 15

LAMPIRAN 19

(11)

DAFTAR TABEL

1 Nilai Serap Iodin 7

2 Kandungan Unsur masing- masing Variasi konsentrasi NaOH 14

DAFTAR GAMBAR

1 Skema Kapasitor 4

2 Skema Pengukuran Konduktansi dan Kapasitansi Listrik 6 3 Hubungan Konduktansi Listrik terhadap Frekuensi 8 4 Hubungan Konduktivitas Listrik terhadap Frekuensi 9 5 Hubungan Kapasitansi Listrik terhadap Frekuensi 10 6 Hubungan Dielektrik Bahan terhadap Frekuensi 11

7 Hasil Analisis Morfologi Arang 13

DAFTAR LAMPIRAN

1 Konduktansi Listrik terhadap Frekuensi 19

2 Konduktivitas Listrik terhadap Frekuensi 20

3 Kapasitansi Listrik terhadap Frekuensi 21

4 Dielektrik Bahan terhadap Frekuensi 22

5 EDX pada Arang Kontrol 23

6 EDX pada Arang Aktivasi Kimia 24

7 EDX pada Arang NaOH 25% dan Fisika 25

8 EDX pada Arang NaOH 30% dan Fisika 26

(12)

1 PENDAHULUAN

Latar Belakang

Indonesia merupakan negara yang memiliki keanekaragaman hayati tinggi, namun belum semua dapat termanfaatkan dengan maksimal. Salah satu keanekaragaman hayati yang paling melimpah dan mudah di temui yaitu eceng gondok. Pertumbuhan enceng gondok terhitung cepat yaitu sekitar 3% perhari (Widyanto et al. 1991; Anonim 1998), sehingga berdampak pada pengendalian populasinya. Pertumbuhan eceng gondok ini di anggap sebagai gulma untuk perairan Indonesia terutama di pulau Jawa, Kalimantan dan Sumatera. Bahkan danau Entani di Irian Jaya sebagian permukaannya telah tertutup eceng gondok (Ratnani R D, Hartati I dan Kurniasari L 2011; Yonathan A, Prasetya A R dan Pramudono 2013; Saputra W dan Prasetyo D D 2010; Tjondronegoro 1999).

Eceng gondok adalah jenis tanaman air yang mengapung di atas permukaan air. Untuk meningkatkan manfaat enceng gondok agar tidak lagi menjadi gulma, encek gondok dapat dimanfaatkan sebagai arang aktif, dimana arang aktif nantinya dapat digunakan sebagai katalis, kapasitor elektrokimia, semikonduktor, baterai dan sebagainya (Ismadji 2000). Arang aktif bersifat higroskopi dan tidak berbau, tidak berasa, tidak larut dalam pelarut baik air, asam, basa maupun organik. Selain itu arang aktif juga tidak rusak karena adanya perubahan pH, suhu ataupun komposisi limbah. Arang aktif berbentuk kristal mikro dan arang nanografit yang pori-porinya mampu mengabsorpsi gas dan uap dari campuran gas serta zat- zat yang terlarut atau terdispensasi dalam cairan melalui aktivasi (Hambali 2006).

Proses aktivasi merupakan suatu perlakuan terhadap arang yang bertujuan untuk memperbesar pori yaitu dengan cara memecahkan ikatan hidro arang atau mengoksidasi molekul- molekul permukaan sehingga arang mengalami perubahan sifat, baik fisika maupun kimia, yaitu luas permukaannya bertambah besar dan berpengaruh terhadap daya adsorpsi (Shreve 1997). Pada umumnya arang aktif dapat diaktivasi dengan 2 cara, yaitu dengan aktivasi kimia dengan hidroksida logam alkali, garam- garam arangat, klorida, sulfat, fosfat dari logam alkali tanah dan khususnya ZnCl2, CaCl2, asam- asam organik seperti H2SO4 dan H3PO4 dan aktivasi fisika yang merupakan proses pemutusan rantai arang dari senyawa organik dengan bantuan panas pada suhu 800ᵒ C hingga 900ᵒ C (Hayashi et al. 2002;

Bansode et al. 2003; Ismadji et al. 2005; Pari et al. 2006). Faktor- faktor yang berpengaruh terhadap proses aktivasi adalah waktu aktivasi, suhu aktivasi, ukuran partikel, rasio aktivator dan jenis aktivator yang dalam hal ini akan mempengaruhi daya serap arang aktif (M. Tawalbeh 2005). Dalam penelitian ini enceng gondok akan dijadikan sebagai arang aktif dengan perlakuan variasi konsentrasi NaOH pada saat perendaman proses aktivasi kimia dan aktivasi fisika dengan menggunakan hidrotermal yang diharapkan dapat meningkatkan kualitas luas pori dan daya serapnya.

(13)

2

sekarang adalah energi listrik. Arang aktif pada penelitian ini nantinya dapat di aplikasikan sebagai semikonduktor untuk piranti elektronik seperti dioda, transistor, sel surya dan lain sebagainya.

Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas maka dirumuskan perumusan masalah penelitian ini sebagai berikut.

1. Bagaimana memanfaatkan kelebihan eceng gondok menjadi sesuatu yang bermanfaat?

2. Bagaimana pengaruh variasi konsentrasi NaOH pada aktivasi kimia terhadap sifat listrik arang aktif?

3. Mengidentifikasi besarnya nilai konduktivitas listrik dari arang aktif berbahan tumbuhan eceng gondok (Eichornia crassipes).

Tujuan Penelitian

Membuat arang aktif dari eceng gondok dengan variasi konsenstrasi NaOH 25%, 30% dan 35% pada aktivasi kimia kemudian Mengkarakterisasi sifat listrik arang aktif eceng gondok sebagai bahan semikonduktor.

2 TINJAUAN PUSTAKA

Eceng Gondok

Eceng gondok merupakan tanaman air yang dapat tumbuh dan berkembang dengan pesat (Yonathan, Prasetya dan Pramudono 2013). Dari cara hidupnya eceng gondok mampu beradaptasi dengan perairan tercemar (Haryati et al. 2010), Secara umum penyusun tumbuhan ada tiga komponen utama yaitu selullosa, hemiselullosa dan lignin. Dalam batang tumbuhan kandungan selullosa sebanyak 50%, Lignin 30%, dan sisanya adalah Hemiselullosa dan zat-zat yang lain. (Nigam J N 2002; Masami, Usui and Urano 2008; Merina F, Trihadiningrum Y 2011).

Arang Aktif

(14)

3

Hidrotermal

Proses hidrotermal dapat didefinisikan sebagai proses mineralisasi di bawah tekanan tinggi dengan suhu tertentu untuk melarutkan agar terbentuk kristal yang relatif tidak larut di bawah kondisi normal. Metode hidrotermal memungkinkan proses material lebih lanjut, baik dalam bentuk padatan kristal tunggal, partikel murni atau nano partikel (Yoshimura M and Byarappa Y 2008; Walujodjati A 2008; Chitanu E dan Ionita Gh 2012). Pada proses pembuatan arang aktif dilakukan hidrotermal supaya dapat meningkatkan aktivasi kimia, dengan demikian perlakuan tersebut menghasilkan peningkatan jumlah pori yang lebih banyak sehingga keaktifan arang lebih meningkat (Jain, Balasubramanian dan Srinivasan 2015; Pari, Darmawan dan Prihandoko 2014; Sartika et al. 2014).

Sifat Listrik Bahan

Dua garis besar sifat listrik yang utama adalah sifat konduktif yang biasanya direpresentasikan dengan nilai konduktivitasnya. Nilai konduktivitas berkorelasi dengan mobilitas ion atau elektron dalam bahan ketika diberikan energi dari luar bahan seperti perbedaan potensial listrik. Sifat utama lainnya adalah sifat kapasitif atau sifat dielektrik bahan. Sifat ini menandakan suatu tingkat kemampuan polaritas dari molekul dalam bahan ketika diberikan beda potensial dari luar. Sifat konduktivitas maupun kapasitif bahan bisa dipengaruhi oleh kondisi eksternal maupun internal dari bahan. Faktor eksternalnya antara lain beda potensial, arus listrik, frekuensinya dan suhu. Sementara faktor internal antara lain polaritas bahan, jenis kandungan bahan, dan energi ikatan molekuler. Karakteristik listrik pada bahan bisa dianalisa dengan pendekatan rangkaian elektronik antara resistor dan kapasitor secara parallel (Choi et al. 2001).

Konduktivitas Listrik

Konduktivitas listrik merupakan ukuran kemampuan suatu bahan untuk menghantarkan arus listrik (Irzaman et al. 2014). Konduktivitas listrik ditentukan oleh beberapa faktor yaitu konsentrasi atau jumlah ion. mobilitas ion. serta suhu. Semakin tinggi konsentrasi atau jumlah ion maka konduktivitas listrik semakin tinggi. Hubungan ini terus berlaku hingga larutan menjadi jenuh. Suhu yang tinggi mengakibatkan viskositas air menurun dan ion-ion dalam air bergerak cepat yang menyebabkan kenaikan konduktivitas listrik (Hendayana et al. 1995).

Kapasitansi Listrik dan Dielektrik Bahan

(15)

4

Gambar 1 Skema kapasitor keping sejajar(a), kondisi penyisipan sebagian bahan(b), dan model rangkaian kapasitornya(c)

Kapasitansi listrik juga merupakan ukuran dari kapasitas penyimpanan muatan untuk suatu perbedaan potensial tertentu (Tipler 1991). Kapasitor sendiri merupakan suatu komponen elektronika yang terdiri dari dua buah keping penghantar terisolasi yang disekat satu sama lain dengan suatu bahan dielektrik (Juansah 2013). Banyaknya muatan (Q) yang tersimpan pada kapasitor (C) sebanding dengan tegangan (V) yang diberikan oleh sumber dan dinyatakan dengan persamaan:

Q = CV (1)

sifat bahan dielektrik ditentukan oleh nilai konstanta dielektriknya dan frekuensi sinyal. Besarnya nilai kapasitansi kapasitor keping sejajar dinyatakan pada persamaan:

   

d A f f

C  0 (2)

Dimana: A : luas penampang keping sejajar (m2)

ε̥ : permitivitas ruang hampa (8.85 x 10-12 F/m) d : jarak pisah antar keping sejajar (m)

3 METODE

Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Biomaterial, Laboratorium Analisis Bahan, Departemen Fisika, FMIPA, Laboratorium kimia Hasil Hutan, Departemen Teknologi Hasil Hutan, FAHUTAN, Laboratorium Kimia Analitik, Departemen Kimia, FMIPA, IPB dari bulan Januari 2016 sampai dengan bulan Juli 2016.

Bahan

(16)

5

Alat

Alat yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah cawan, tabung reaksi, corong, gelas kimia, pH indikator, cawan petri, sudip, gleas piala, pipet, timbangan digital, oven, auto clave, LCR meter (3532-50 LCR HiTESTER, Hioki) dan

Scanning Electron Microscopy (SEM).

Metode Penelitian

Penelitian ini diawali dengan pengumpulan bahan baku utama yaitu eceng gondok (Eichornia Crassipes), karbonisasi eceng gondok mengggunakan tanur pembakaran pada suhu 400ᵒ C selama 30 menit, aktivasi eceng gondok dengan cara kimia (perendaman menggunakan larutan NaOH) dan fisika (metode hidrotermal), selanjutnya dilakukan pengujian karakteristik arang aktif, pengukuran nilai konduktansi dan kapasitansi dengan LCR meter, analisis morfologi permukaan dan kandungan unsur arang dengan SEM dan EDX.

Karbonisasi Eceng Gondok

Sebelum dilakukan karbonisasi, eceng gondok dikeringkan dibawah sinar matahari langsung. Kemudian eceng gondok dipotong dengan ukuran 1-3 mm, dan dihaluskan dengan blender sampai ukuran 0.5- 1 mm. Hal ini dilakukan untuk mempermudah pengerjaan selanjutnya. Kemudian dilakukan karbonisasi (pengarangan) dengan menggunakan tanur kedap udara pada suhu 400ᵒ C dengan waktu tahan selama 30 menit (Kurniati 2008), dan kemudian didinginkan sampai suhu ruang. Hasil penelitian B Abu, Susanti dan Purwaningsih 2010 menjelaskan bahwa Semakin tinggi suhu karbonisasi, maka karbon aktif yang dihasilkan semakin sedikit dan karbon aktif yang dihasilkan semakin pekat maka dengan itu karbon aktif tersebut memiliki kemampuan menyerap semakin besar karena jumlah kadar airnya akan semakin sedikit (B Abu, Susanti dan Purwaningsih 2010).

Aktivasi Arang

Arang hasil karbonisasi kemudian dihaluskan sampai ukuran lolos 100 mesh dan selanjutnya dilakukan aktivasi kimia dengan menggunakan aktifier NaOH, perbandingan 1:3 (b/b) (arang: NaOH) dengan konsentrasi NaOH 25% 30% dan 35%. Pada proses aktivasi kimia arang direndam dan distirrer magnetik selama 4 jam pada suhu 80ᵒ C lalu ditiriskan (Tan, Ahmad dan Hameed 2007). Arang di netralisir dengan larutan HCl kemudian dicuci menggunakan aquades hingga mencapai pH netral dan selanjutnya dikeringkan menggunakan oven pada suhu 105ᵒ C selama 24 jam.

(17)

6

Uji Daya Serap Iodin

Metode yang digunakan dalam pengujian daya serap iodin adalah metode iodometri (Rumidatul 2006). Karbon aktif ditimbang sebanyak 0.25 gram, kemudian dilarutkan dalam 25 mL larutan iodin 0.1 N dalam labu Erlenmeyer. Labu erlenmeyer tersebut selanjutnya digoyang selama 15 menit, kemudian disaring dengan kertas saring. Larutan iodin hasil saringan tersebut diambil sebanyak 10 mL dititrasi dengan larutan Na2S2O3 0.1 N sampai warna larutan menjadi bening. Perlakuan titrasi tersebut dilakukan sebanyak 2 kali.

Uji Sifat Listrik

Pengukuran konduktivitas arang aktif dengan mengunakan alat LCR meter (3532-50 LCR HiTESTER, Hioki, Tokyo, Jepang). Parameter yang diukur dalam alat ini adalah Konduktansi (G) dan Kapasitansi (C). Metode pengukuran sifat listrik dari arang aktif ini dilakukan ketika arang aktif yang sebelum dilakukan aktivasi dan setelah dilakukan aktivasi. Setiap pengukuran parameter listrik pada arang aktif digunakan teknik penyimpanan data dengan intruksi average 4 times

yang terdapat pada alat LCR, yang artinya pengukuran setiap parameter diulangi sebanyak 4 kali dan data rata-rata hasil dari pengukuran parameter listrik arang aktif disimpan. Sistem pengukuran dilakukan dengan menempatkan arang aktif yang telah padatkan dengan PCB, sehingga arang aktif ini bersifat sebagai bahan dielektrik. Skema pengukuran sifat listrik dari arang aktif bisa dilihat pada Gambar 2.

Gambar 2 Skema Pengukuran Konduktansi dan Kapasitansi Listrik

Analisa Morfologi Permukaan Bahan Dielektrik

Analisa SEM bertujuan untuk melihat morfologi permukaan dan bentuk dari struktur nanoarang yang dihasilkan. Sampel yang di analisa adalah arang aktif dengan ukuran 100 mesh. Karakterisasi SEM dilakukan menggunakan peralatan JEOL- JSM 6360.

4 HASIL DAN PEMBAHASAN

Daya Serap Iodin

(18)

7

adsorbennya. Terserapnya larutan iod ditunjukkan dengan adanya pengurangan konsentrasi larutan iod. Pengukuran konsentrasi iod sisa dapat dilakukan dengan menitrasi larutan iod dengan natrium triosulfat 0.1 N dan indikator yang digunakan yaitu amilum (Jamilatun dan Setyawan 2014).

Daya serap iodin adalah parameter untuk mengetahui kemampuan karbon aktif dalam menyerap molekul-molekul dengan berat molekul kecil (Suzuki 2007). Pada proses penyerapan ini, molekul-molekul iodin mengisi pori-pori karbon aktif. Daya serap iodin biasanya dijadikan indikator utama dalam menentukan kualitas karbon aktif (Tumimor 2014). Hasil pengujian daya serap iodin menunjukkan bahwa daya serap iodin pada sampel arang dengan konsentrasi NaOH 25% menunjukkan nilai paling besar diantara sampel yang lainnya yaitu 510.687 (mg/g) (Tabel 1). Jika dibandingkan dengan kontrol (arang tanpa perlakuan perendaman NaOH dan hidrotermal) didapatkan bahwa arang yang telah diaktivasi dengan NaOH dan Hidrotermal 250ᵒ C cenderung lebih besar, akan tetapi pada konsentrasi NaOH 25% merupakan nilai maksimum titik jenuh sehingga pada penambahan konsentrasi NaOH yang lebih besar membuat nilai serap iodin kembali menurun yaitu pada konsentrasi 30% nilai serap iodinnya sebesar 424.19 (mg/g) dan 439.163 (mg/g), pada konsentrasi 35% didapat sebesar 360.9 (mg/g) dan 350.02 (mg/g), hal ini diakibatkan karena larutan basa yang terlalu pekat dengan bobot arang yang digunakan sama pada setiap sampel sehingga menutup pori untuk menyerap iodnya. Adapun pada sampel kontrol menghasilkan nilai serap iodin 324.696 (mg/g) dan 374.3 (mg/g). Penelitian ini juga telah dilakukan oleh Zhang Li li 2010 dengan menyatakan hasil penelitiannya untuk arang aktif penambahan larutan basa mendapatkan hasil daya serap tertinggi pada pemberian konsentrasi 25%.

Tabel 1 Nilai serap iodin masing- masing variasi konsentrasi NaOH dan kotrol Jenis Sampel Uji Daya Jerap Iodin (mg/g)

Kontrol

Ulangan 1 324.696

Ulangan 2 374.3

Variasi NaOH, dengan hidrotermal 250ᵒ C

25%

Ulangan 1 510.687

Ulangan 2 483.863

30%

Ulangan 1 424.19

Ulangan 2 439.163

35%

Ulangan 1 360.9

(19)

8

Karakterisasi Sifat Listrik Arang Aktif

Konduktansi dan Konduktivitas Listrik Arang aktif

Pada Gambar 3 menunjukkan hasil pengukuran konduktansi, terlihat Seiring bertambah tinggi konsentrasi NaOH pada saat aktivasi kimia, maka nilai konduktansinya menurun. Hal ini dikarenakan pada saat perendaman konsentrasi NaOH 30% dan 35% sudah bertemunya titik jenuh, menjadikan arang aktif pada saat perendaman dengan bobot arang yang sama dan konsentrasi NaOH terlalu pekat sehingga pada saat proses penetralan zat- zat pengotor yang terdapat pada arang sulit untuk terlepas dan menghambat besarnya nilai konduktivitas. Pada perendaman konsentrasi NaOH 25% menghasilkan nilai konduktansi paling tinggi yaitu sebesar 8.26 x 10-7 S terdapat pada frekuensi 96401 Hz. Pada frekuensi yang sama perendaman NaOH konsentrasi 30% nilai konduktansi terlihat menurun yaitu sebesar 4.56 x 10-7 S, begitu pula pada perendaman NaOH dengan konsentrasi 35% dan arang aktif kontrol memiliki nilai konduktansinya sebesar 1.33 x 10-13 S. Pada perendaman konsentrasi 35% memiliki nilai konduktansinya yang sama dengan arang aktif kontrol yang tanpa perlakuan. Semakin tinggi frekuensi yang diberikan maka semakin besar juga nilai konduktansinya.

Gambar 3 Hubungan Konduktansi listrik terhadap frekuensi pada Arang Aktif Pengujian konduktivitas arang aktif eceng gondok untuk menentukan seberapa besar bahan tersebut dapat menghantarkan arus listrik. Semakin tinggi nilai konduktivitas suatu bahan, menyebabkan nilai resistansinya semakin rendah. Konduktivitas yang tinggi menyebabkan transfer elektron semakin efektif selama proses charge/discharge berlangsung (Tumimor 2014, Aripin 2007). Berdasarkan hasil pengukuran, nilai konduktivitas pada Gambar 4 terlihat bahwa konsentrasi pada saat aktivasi kimia berpengaruh pada nilai konduktivitas listriknya. Arang aktif yang telah dilakukan peredaman dengan NaOH pada konsentrasi 25%, 30% dan 35% memiliki nilai konduktivitas listrik berbeda. Berdasarkan hasil pengujian daya jerap iodin menunjukkan bahwa pada arang aktif yang telah diaktivasi NaOH 25% menghasilkan nilai jerap iodin paling tinggi, begitu juga pada hasil pengukuran konduktivitas pada perlakuan aktivasi 25% menghasilkan nilai

0,00E+00

0 20.000 40.000 60.000 80.000 100.000

(20)

9

konduktivitas paling tinggi yaitu 5.70 x 10-8 S/cm pada frekuensi 96401 Hz. Nilai konduktivitas arang aktif eceng gondok ini terletak pada daerah nilai konduktivitas listrik yang dimiliki oleh material semikonduktor yaitu terletak pada 10-8 S/cm sampai 103 S/cm (Irzaman et al. 2014; Kwok 1995). Pada frekuensi yang sama sampel arang kontrol tanpa perlakuan perendaman NaOH dan hidrotermal memiliki nilai konduktivitasnya cukup kecil yaitu 9.97 x 10-15 S/cm.

Faktor yang membuat konduktivitas arang teraktivasi NaOH lebih besar dari arang kontrol karena adanya perbedaan resistansi antara arang kontrol dan arang yang teraktivasi NaOH, dimana arang kontrol memiliki resistansi yang lebih besar dibandingkan dengan arang yang teraktivasi NaOH. Hal ini sesuai dengan teori yang menyatakan bahwa nilai konduktivitas suatu bahan akan berbanding terbalik dengan resistansinya.

Gambar 4 Hubungan Konduktivitas listrik terhadap frekuensi pada Arang Aktif

Kapasitansi dan Dielektrik Bahan Arang Aktif

Kapasitansi menggambarkan kemampuan kapasitor untuk menyimpan energi dan muatan listrik. Kehadiran bahan dielektrik dalam kapasitor menyebabkan peningkatan nilai kapasitansi. Ketergantungan parameter dielektrik telah diteliti dengan memplot kurva antara kapasitansi dan frekuensi seperti yang ditunjukkan pada Gambar 5. Nilai kapasitansi bergantung pada faktor geometri dan sifat bahan dielektrik. Faktor geometri yang menentukan adalah luas penampang keping dan jarak antar keping. Sedangkan sifat bahan dielektrik ditentukan oleh nilai konstanta dielektriknya dan frekuensi sinyal.

Pengukuran kapasitansi pada arang aktif juga ditinjau pada bagian ini. Hasil pengukuran kapasitansi pada arang aktif perjarak ditunjukkan pada Gambar 5 secara keseluruhan hasilnya menunjukkan bahwa frekuensi cukup berpengaruh terhadap nilai kapasitansinya arang aktif. Kapasitansi arang aktif berkurang dengan peningkatan frekuensi, yang menunjukkan dispersi dielektrik pada arang aktif. Besarnya perubahan kapasitansi tidak konstan yaitu sekitar 29.3 nF pada frekuensi rendah dan 1.29x10-4 nF pada frekuensi tinggi.

Pengukuran dilakukan pada 4 sampel, yaitu terdiri dari arang kontrol dan arang yang sudah dilakukan aktivasi kimia dengan menggunakan variasi konsentrasi perendaman NaOH 25%, 30% dan 35% dan aktivasi fisika dengan

0 20.000 40.000 60.000 80.000 100.000

(21)

10

hidrotermal. Hasil pengukuran menunjukkan bahwa pada saat perendaman NaOH 35% menghasilkan nilai kapasitansi paling tinggi yaitu 29.3 nF terdapat pada frekuensi 50 Hz, akan tetapi pada frekuensi 166 Hz sampai 224 Hz dengan masing- masing nilai kapasitansinya adalah 11.3 nF dan 26.7 nF mengalami loncatan yang terjadi akibat dari getaran frekuensi rendah pada unsur minoritas kandungan arang yang telah dilakukan aktivasi (Sze 1981). Pada aktivasi kimia perendaman konsentrasi NaOH 25% nilai kapasitansi menurun yaitu sebesar 10.4 nF pada frekuensi 101 Hz, sedangkan pada perendaman NaOH konsentrasi 30% menghasilkan nilai kapasitansi sebesar 2.75 nF pada frekuensi 55 Hz. Berbeda dengan arang kontrol mengahasilkan nilai kapasitansinya sebesar 1.29 x 10-4 nF pada frekuensi 823 Hz artinya pada proses aktivasi mempengaruhi besarnya nilai kapasitansi yang terkandung dalam sebuah material.

Perubahan kapasitansi ini bisa dijelaskan dari efek dielektrik bahan. Beberapa faktor sangat mempengaruhi sifat dielektrik bahan. Beberapa faktor ini berhubungan dengan sifat bahan seperti komposisi atau struktur sementara yang lain terkait dengan kondisi saat pemanasan listrik yang terjadi seperti suhu maupun frekuensi (Sosa-Morales et al 2010).

Gambar 5 Hubungan Kapasitansi listrik terhadap frekuensi pada Arang Aktif

0,00E+00

0 10.000 20.000 30.000 40.000 50.000 60.000 70.000 80.000 90.000 100.000

Kap

kapasitansi NaOH 25% kapasitansi NaOH 30% kapasitansi NaOH 35% kapasitansi kontrol

0,00E+00

(22)

11

Sacara mikroskopik, penurunan konstanta dielektrik seiring dengan kenaikan frekuensi pengukuran dikarenakan ketika frekuensi yang diaplikasikan rendah maka elektron akan berosilasi dengan frekuensi yang sama dengan medan aplikasi dan semua mekanisme polarisasi dapat mengikuti medan aplikasi. Ketika frekuensi yang diaplikasikan sangat tinggi maka osilasi elektron tidak mampu mengikuti fluktuasi medan aplikasi, selain itu pada frekuensi tinggi mekanisme polarisasi tidak dapat mengikuti medan aplikasi. Hal inilah yang menyebabkan nilai konstanta dielektrik turun seiring dengan bertambahnya frekuensi.

Untuk pengaruh variasi konsentrasi NaOH pada saat aktivasi kimia terhadap konstanta dielektrik pada frekuensi pengukuran yang berbeda ditunjukkan pada Gambar 6. Pada grafik tersebut tampak bahwa, pada frekuensi pengukuran yang sama dan konsentrasi NaOH yang sama yang semakin besar, maka nilai konstanta dielektrik akan semakin besar pula. Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, bahwa gajala ini muncul akibat semakin tinggi konsentrasi NaOH pada saat aktivasi maka bagian yang terpolarisasi akan semakin tinggi sehingga berdampak pada semakin tingginya nilai konstanta dielektrik.

Gambar 6 Hubungan Dielektrik Bahan terhadap frekuensi pada Arang Aktif

0 5 10 15 20 25 30

0 10.000 20.000 30.000 40.000 50.000 60.000 70.000 80.000 90.000 100.000

D

ie

le

ktr

ik

Bah

an

frekuensi(Hz)

Dielektrik bahan NAOH 25% Dielektrik bahan NAOH 30% Dielektrik bahan NAOH 35% Dielektrik bahan Kontrol

0 5 10 15 20 25 30

50 150 250 350 450 550 650 750 850

D

ie

le

ktr

ik

Bah

an

frekuensi(Hz)

(23)

12

Analisis Morfologi dan Komposisi Unsur yang Terkandung pada Karbon Aktif dari Eceng Gondok dengan SEM-EDX

Morfologi karbon aktif eceng gondok, dapat diamati dengan Scanning Electron Microscopy (SEM). Prinsipnya adalah sifat gelombang dari elektron yaitu difraksi pada sudut yang sangat kecil. Elektron dihamburkan oleh sampel yang bermuatan (karena sifat listriknya). Jika sampel yang digunakan tidak bersifat konduktif, maka sampel terlebih dahulu harus dilapisi (coating) dengan emas. Citra yang terbentuk menunjukkan struktur dari sampel yang diuji. Spesimen sasaran sangat tipis agar berkas yang dihantarkan tidak diperlambat atau dihamburkan terlalu banyak (Jamilatun dan Martomo 2014).

SEM dapat memberikan gambaran terinci mengenai morfologi permukaan, yaitu spesifik pada partikel karbon dan pori pada permukaan karbon aktif. Gambar 9 menunjukkan hasil SEM karbon aktif eceng gondok dengan perbandingan karbon kontrol, karbon dengan perlakuan perendaman NaOH dan dengan perlakuan NaOH dan hidrotermal, dengan suhu 250ᵒ C, dengan perbesaran hingga 500 kali. Perlakuan aktivasi mengakibatkan terbentuknya pori pada permukaan karbon aktif. Perlakuan perendaman dengan variasi konsentrasi NaOH pada proses aktivasi masing-masing sampel karbon aktif menyebabkan terbentuknya perbedaan struktur maupun ukuran diameter pori pada permukaan karbon aktif.

(24)

13

Gambar 7 Mikrograf SEM karbon aktif Eceng Gondok (a) tanpa aktivasi, (b) aktivasi kimia NaOH 25%, (c) aktivasi NaOH 30%, (d) aktivasi NaOH 35%, (e) aktivasi kimia tanpa hidrotermal perbesaran 500x

Energy Dispersive X-Ray (EDX) merupakan satu perangkat dengan SEM. Pengukuran EDX merupakan perangkat analisa secara kuantitatif untuk menentukan kadar unsur dalam sampel. Pengamatan EDX bertujuan untuk melihat komposisi kimia pada arang aktif. Hasil EDX pada tabel 2 menunjukkan bahwa kandungan atom karbon yang terkandung dalam arang aktif dengan perlakuan aktivasi kimia dan aktivasi fisika menggunakan hidrotermal menghasilkan presentase paling tinggi yaitu terdapat pada arang aktif yang dilakukan peredaman NaOH 25% sebesar 86.45% dengan aktivitas karbonnya sebesar 80.75% dan peredaman NaOH 30% sebesar 86.57% dengan aktivitas karbonnya 80.25%, dilakukannya aktivasi fisika mendapat perlakuan panas sebesar 250ᵒ C dan tekanan yang mengakibatkan hilangnya unsur pengotor lainnya pada karbon, sehingga tingginya komposisi unsur karbon yang berada pada karbon aktif teraktivasi dapat meningkatkan daya adsorpsinya. Hasil aktivitas karbon yang terkandung pada

a

c

b

d

(25)

14

karbon 25% menghasilkan nilai tertinggi, data ini didukung oleh data pada konduktivitas listrik tertinggi yang didapatkan nilai konduktivitas litrik tertinggi pada arang yang telah diaktivasi kimia NaOH 25% dan hidrotermal ditunjukkan pada gambar 4. Jika dibandingkan dengan arang yang hanya dilakukan aktivasi kimia saja hasilnya cukup signifikan, pada arang yang dilakukan perendaman NaOH saja terkandung presentase karbon sebesar 57.37% dengan aktivitas karbonnya 48.28%, hal ini mengakibatkan munculnya banyak unsur minoritas selain karbon pada arang sebagai pengotor.

Tabel 2 Kandungan unsur masing- masing variasi konsentrasi NaOH dan kontrol

Unsur AT.%

5 SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

(26)

15

konsentrasi 35% yaitu sebesar 29.3 nF. Aktivasi fisika arang dengan hidrotermal dapat meningkatkan aktivitas karbon dan memperbesar ukuran luas permukaan pori arang aktif.

Saran

Aktivasi fisika dengan menggunakan Hidrotermal sebaiknya ditambahkan waktu tahannya.

DAFTAR PUSTAKA

Anonim, l998. Eceng Gondok Permasalahan dan Pemanfaatannya. Makalah seminar ITB. Bandung

Aripin. 2007. Karakterisasi Perilaku Konduktivitas Karbon Aktif Magnetik. Jurnal Sains Materi Indonesia. 8(2): 150- 154.

Bansode RR, Losso JN, Marshall WE, Rao RM, Portier RJ. 2003. Adsorption of volatile organic compound by pecan shell- and almond shell-based granular activated carbons. Bioresource Technology 90: 175-184.

Bonelli PR, Rocca PAD, Cerrela EG, Cukierman AL. 2001. Effect of pyrolysis temperature on composition, surface properties and thermal degradation rates of Brazil Nut shell. Bioresource Technology. 76: 15-22.

B Abu A, Susanti D dan Purwaningsih H. 2010. Pengaruh Temperatur Karbonisasi dan Konsentrasi Zink Klorida (ZnCl2)Terhadap Luas Permukaan Karbon Aktif Eceng Gondok. Jurusan Teknik Material dan metalurgi. Institut Teknologi Sepuluh Nopember. Surabaya.

Choi, Yunn-Hong M. Skliar JJ, Magda, Hee-Kyoung, Lee. 2001. Spatially resolved broad-band dielectroscopy for material characterization. Utah, USA.

Chitanu E and Ionita Gh. 2012. Hydrothermal Growth Of ZNO Nanowires. The Scientific Bulletin of VALAHA University- Material and Mechanics.10(7): 9-13.

Figura LO, Teixeira AA. 2007. Food Physics: Physical Properties Measurement and Applications, Springer, Berlin. Jerman.

Gumelar D, Yusuf H, Rini Y. 2015. Pengaruh aktivator dan waktu kontak terhadap kinerja arang aktif berbahan eceng gondok (eichornia crossipes) pada penurunan COD limbah cair laundry. Jurnal Keteknikan Pertanian Tropis dan Biosistem. 3 (1): 15-23.

Halliday D, Resnick R. 1978. Physics. John Wiley & Sons.Inc

Hambali, Erizal. 2006. Jarak Pagar, Tanaman Penghasil Biodesel. Depok (ID): Penebar Swadaya.

Haryanti S, Hastuti R B, Hastuti E D dan Nurchayati Y. 2010. Adaptasi Morfologi Fisiologi dan Anatomi Eceng Gondok (Eichhornia crassipes (Mart) Solm) di Berbagai Perbagai Perairan Tercemar. FMIPA UNDIP. 39-46.

Hayashi J, Horikawa T, Takeda I, Muroyama K, Ani FN. 2002. Preparing activated carbon from various nuthshell by chemical activation with K2CO3.Carbon

(27)

16

Hsu LY, Teng H. 2000. Influence of different chemical reagents on the preparation of activated carbons from Bituminous coal. Fuel Process. Technol. 64: 155– 166.

Irzaman, Sadiyo S, Nugroho N, Wahyudi I, Agustina A, Komariah R N, Khabibi J, Ali C Y C P D A, Iftor M, Kahar T P, Wijayanto A dan Jamilah M. 2014. Electrical Properties of Indonesian Hardwood. International Journal of Basic & Aplied Science IJBAS-IJEN Bogor Agricultural University. 59 (4) :695-704

Ismadji. 2000. Proses Pembuatan dan Manfaat Karbon Aktif. Universitas Katolik Widya Mandala: Surabaya

Ismadji S, Sudaryanto Y, Hartono SB, Setiawan LEK, Ayucitra A. 2005. Activated carbon from char obtained from vacuum pyrolysis of teak dust: pore structure development and characterization. Bioresource Technology 96: 1364-1369. Jain A, Balasubramanian R and Srinivasan. 2015. Production Of High Surface Area

Mesoporous Activated Carbon From Waste Biomass Using Hydrogen Peroxide- Mediated Hydrotermal Treatment For Adsorption Applications.

Chemical Engineering Journal. 273(2015): 622- 629.

Jamilatun S dan Setyawan M. 214. Pembuatan Arang Aktif dari Tempurung Kelapa dan Aplikasinya Untuk Penjernihan Asap Cair. Spektrum Industri. 12(1): 1-12.

Juansah J. 2013. Kajian Spektroskopi Impedansi Listrik Untuk Evaluasi Kualitas Buah Jeruk Keprok Garut Secara Nondestruktif [Disertasi]. Institut Pertanian Bogor.

KIM, IK. HONG, I.S. CHOI and C.H. KIM, journal of Ind. And Eng. Chemistry, 2(2) 1996. 116-121.

Kurniati E. 2008. Pemanfaatan Cangkang Kelapa Sawit sebagai Arang Aktif.

Jurnal Penelitian Ilmu Teknik. 8(2): 96-103.

Kurniawan O, Marsono. 2008. Superkarbon Bahan Bakar Alternatif Pengganti Minyak Tanah dan Gas.Penebar Swadaya. Jakarta.

Li li, Zang. Carbon- Based As Supercapacitor Electrodes [thesis]. Singapur. Departemen of Chamical and Biomolecular Engineering, National University of Singapore. 2010.

Lempang M. 2014. Pembuatan dan Kegunaan Arang Aktif. Info Teknis Eboni.11(2): 65-80.

Maria ANS, Arenst A, Aditya P. 2015. Sintesis karbon aktif dari kulit salak dengan aktivasi H3PO4 sebagai adsorben larutan zat warna metilen biru. Prosiding Seminar Nasional Teknik Kimia Yogyakarta

Masami GO O, Usui I Y and Urano N. 2008. Ethanol Production From the Water Hyacinth Eichhornia crassipes By Yeast Isolated From Various Hydrospheres. African Journal Of Microbiology Research.2:110-113, may, 2008.

(28)

17

Mulyani R, Buchari, Noviandri I dan Ciptati. 2012. Studi Voltametri Siklik Sodium Dedocyl Benzen Sulfonat Dalam Berbagai Elektroda dan Elektrolit Pendukung. Journal of Waste Management Technology.15(1).

Nigam J N. 2002. Bioconversion of Water-Hyacinth (Eichhornia crassipes) Hemicellulose Acid Hidrolystate to Motor Fuel Ethanol by Xylose- Fermenting Yeast. 107-116.

Pari G, Hendra D, Pasaribu RA. 2006. Pengaruh lama waktu aktivasi dan konsentrasi asam fosfat terhadap mutu arang aktif kulit kayu Acacia mangium. Jurnal Penelitian Hasil Hutan. 24(1): 33-46.

Pari G, Darmawan S and Prihandoko. 2014. Porous Carbon Spheres From Hydrothermal Carbonization and KOH Activation On Cassava and Tapioca Flour Raw Material. Procedia Enviromental Science. 2014; 20: 342-351. Pplh. 2007. Souvenir dari Limbah Kayu. Pusat Pendidikan Lingkungan Hidup.

Mojokerto.

Prabakaran K, Balamurunga A, Rajeswari S, 2005. Development of Calcium

Phosphate Based Apatie From Hen’s Eggshell. Bull. Matar. Sci 28:115-119.

Paul N. Cheremisnoff and feid Ellerbusch. 1980. “Carbon adsorption Hand Book”, Anu Arbon Science, USA.

Ratnani R D, Hartati I dan Kurniasari. 2011. Pemanfaatan Eceng Gondok (Eichornia crassipes) Untuk Menurunkan Kandungan COD (Chemical Oxugen Demond) pH, Bau dan Warna Pada Limbah Cair Tahu.

Momentum.7(1):41-47.

Rumidatul A. 2006. Efektivitas Arang Aktif Sebagai Adsorben Pada Pengolahan Air Limbah [Tesis]. Jurusan Teknologi Hasil Hutan. Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Saputra W dan Prasetyo D D. 2010. Selulosa Cross and Bevan Tangkai Eceng Gondok Sebagai Bahan Baku Papan Partikel. Institut Teknologi Sepuluh Nopember, Surabaya.

Sartika N D, Gumbira-sa’id E, Machfud, Sunarti T C dan Pari G. 2014. Kajian Pembuatan Arang Aktif Berbahan Baku Bagas Tebu Melalui Kombinasi Proses Karbonisasi Proses Karbonisasi Hidrotermal dan Aktivasi Kimia.

Teknologi Industri Pertanian. 24(2) 157-165.

Shreve, R, N. 1977. “Chemical Process Industries” McGrowHill Kogasha. Sitkei G. 1986. Mechanics of agricultural materials. Elsevier. New York

Smisek M, Cerny. 1970. Activated carbon: Manufacture, properties and application. New York: Elsevier Publishing Company.

Sosa-Morales ME, Valerio-Junco L, López-Malo A, García HS. 2010. Dielectric properties of foods: reported data in the 21st century and their potential applications. LWT - Food Science and Technology 43. 1169-1179.

Suhendra D dan Gunawan E R. 2010. Pembuatan Arang Aktif dari Batang Jagung Menggunakan Aktivator Asam Sulfat dan Penggunaanya Pada Penjerap Ion Tembaga (II). Makara, Sains.14(1):22-26.

(29)

18

Sze S M. 1981. Physics of Semiconductor Devices. 2nd Edition. Published Simultaneously in Canada.

Tan I A W, Ahmad A L and Hameed. 2007. Preparation of Activated Carbon From Coconut Husk: Optimization Study On Removal of 2,4,6-trichlorophenol Using Respone Surface Methodology. Journal of Hazardous Materials.

153(2008): 709-717.

Tawalbeh. 2005. Journal of Applied Science, 5(3)(2005) 482-487.

Tipler PA. 1991. Physics for scientists and engineering. Thirth edition. World Publisher Inc.

Tjondronegoro, Pantjawarni. 1999. Dampak Eceng Gondok di Indonesia. Jakarta. Trihadiningrum Y. 2014. The Use Of Water Hyacinth Biomass From Greywater

Treatment Pond For Biogas Production. Jurusan Teknik Sipil dan Perencanaan. Institut Sepuluh Nopember Surabaya.

Tumimor F R. 2014. Pemanfaatan Karbon Aktif Berbasis Sabut Kelapa dan Bambu sebagai Elektroda Superkapasitor. Bogor: Institut Pertanian Bogor.

Walujodjati A. 2008. Sintesis Hidrotermal Dari Serbuk Oksida Keramik.

Momentum. 4(2): 33-37.

Widiyanto et al, 1991. The Effect of Industrial Polutants on the Growth of Water Hyacinth Tropical Pest Biology Program SEAMEOBiotrop.Bogor.

Yonathan A, Prasetya A R dan Pramudoono B. 2013. Produksi Biogas dari Eceng Gondok (Eicchornia crassipies): Kajian Konsistensi dan pH terhadap Biogas Dihasilkan. Jurnal Teknologi Kimia dan Indonesia. 2(2): 211- 215.

Yoshimura M and Byrappa K. 2008. Hydrothermal Processing Of Materials: Past, Present and Future. J Mater Sci. 2008; 43: 2085- 2103.

Yue Z, Economy J, Mangun CL. 2003. Preparation of fibrous porous materials by chemical activation 2. H3PO4 activation of polymer coated fibres. Carbon. 41: 1809-1817.

(30)

19

Lampiran 1 Konduktansi listrik terhadap frekuensi pada arang aktif Frekuensi (Hz) Konduktansi Listrik

Arang Kontrol (S)

(31)

20

Lampiran 2 Konduktivitas listrik terhadap frekuensi pada arang aktif Frekuensi (Hz) Konduktaivitas

(32)

21

Lampiran 3 Kapasitansi listrik terhadap frekuensi pada arang aktif Frekuensi (Hz) Kapasitansi Listrik Arang

Kontrol (nF)

Kapasitansi Listrik Arang NaOH 25% (nF)

Kapasitansi Listrik Arang NaOH 30% (nF)

(33)

22

Lampiran 4 Dielektrik bahan terhadap frekuensi pada arang aktif Frekuensi (Hz) Dielektrik Bahan arang

kondtrol

Dielektrik Bahan arang NaOH 25%

Dielektrik Bahan arang NaOH 30%

(34)

23

(35)

24

(36)

25

(37)

26

(38)

27

(39)

28

RIWAYAT HIDUP

Gambar

Gambar 1 Skema kapasitor keping sejajar(a), kondisi penyisipan sebagian bahan(b),
Gambar 4 Hubungan Konduktivitas listrik terhadap frekuensi pada Arang Aktif
Gambar 5 Hubungan Kapasitansi listrik terhadap frekuensi pada Arang Aktif
Gambar 6 Hubungan Dielektrik Bahan terhadap frekuensi pada Arang Aktif
+3

Referensi

Dokumen terkait

1. Aktor mengklik kolom data produk pertanian mana saja yang ingin dihapus, kemudian mengklik button Hapus. Sistem menampilkan pesan konfirmasi penghapusan data kepada

Dosis aman pada pemberian ekstrak air daun katuk Sauropus androgynous yaitu dosis 45 mg/kgBB sampai dengan dosis 60 mg/kgBB tidak menimbulkan efek toksik secara subkronik terhadap

Hal ini dikarenakan pada stoikiometri reaksi esterifikasi, satu mol gliserol membutuhkan tiga mol asam asetat untuk menghasilkan triacetin sehingga semakin besar

Bapak Djuwair dan Bapak Tri Wahono, yang telah meluangkan banyak waktu untuk memberikan masukan kepada penulis selama penyelesaian skripsi.. Rasional Sitepu, M.Eng., selaku

Setelah mengetahui tingkat engagement, tingkat kepuasan kerja dan faktor-faktor yang perlu diperbaiki dari setiap aspek, selanjutnya akan dilakukan perancangan program

Efektivitas minyak atsiri daun kemangi sampai dengan konsentrasi 0,5% v/v sebagai antiseptik untuk higiene tangan tidak memiliki aktivitas antibakteri sebaik alcohol

ini bertujuan untuk meningkatkan self-esteem dengan memberikan pelatihan pengenalan diri sehingga definisi operasionalnya mencakup: (1) self-esteem adalah penilaian

Penelitian Maryam (2012) tentang Pengaruh guided imagery terhadap tingkat nyeri anak usia 7-13 tahun saat dilakukan pemasangan infus di RSUD Kota Semarang selaras dengan peneliti