SERAP
MELAL
RAPAN EMISI CO
2DARI CE
ALUI BEBERAPA JENIS M
AIRLIFT
FOTOB
AGUNG RI
SEKOLAH PAS INSTITUT PERT
BOG 201
CEROBONG INDUSTRI S
MIKROALGA PADA SIS
OBIOREAKTOR
AGUNG RIYADI
ASCASARJANA TANIAN BOGOR GOR
013
PERNYATAAN MENGENAI DISERTASI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa disertasi dengan judul “Serapan Emisi CO2
dari Cerobong Industri Susu melalui Beberapa Jenis Mikroalga pada Sistem Airlift
Fotobioreaktor” adalah karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum pernah diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal dan dikutif dari karya tulis yang diterbitkan atau tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir disertasi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.
Bogor, Juli 2013
ABSTRACT
AGUNG RIYADI. Uptake of Carbon Dioxide Emissions by Some Type of Microalgae through the Chimney Milk Industri with Airlift Photobioreactor System. Supervised by: ETTY RIANI, SETYO BUDI SUSILO and ARIO DAMAR
This research was conducted in the dairy industry in August 2010 until July 2011, with the aim to: (1) Evaluate the rate of CO2 uptake are several types of
microalgae: Scenedesmus sp; Nannochloropsis sp; Chlorella sp and natural microalgae. (2) Evaluate the feasibility of airlift photobioreactor microalgae in the industry through the power sim models. Calculation of absortion of CO2 is based the on dry weight of the
biomass and the calculation of the ideal gas equation. Based on the dry weight of the biomass is to assume that each gas CO2 is used for photosynthesis to produce
microalgae biomass. The dry weight of the microalgae biomass is considered equal to the weight of CO2 absorbed during the growth of the microalgae. Determination and
calculation of economic profitability photobioreactor to determined the structure of the model is formulated in a dynamical system using the program Powersim V 2.5. The results show that there is a relationship between population of some species of microalgae with the rate of uptake CO2. Overall, the rate of uptake carbon dioxide of
some microalgae species showed no difference in value, the value of F varian = 2.14.
Chlorella sp was the highest in the rate of uptake CO2, that is equal to 0.809 g/liter/day,
then Nannochloropsis sp with absorption rate of 0.793 g/liter/day, Scenedesmus sp 0.710 g/liter/day and microalgae from Cirata 0.609 gr/liter/day and without microalgae as a control is 0.1 g/liter/day. Simulation profitabilitas photobioreactor using the Powersim model, with harvesting system once every seven days continuously for 100 days with a five scenarios: (1) profit ratio 80% biofuel and 20% fish feed, (2) profit ratio 50% biofuel and 50% fish feed, (3) profit ratio 80% biofuel and 20% of fish feed, (4) 100% profit ratio to biofuels and (5) an increase in hight value of carbon dioxide scenario. Input modeling for each type of microalgae the rate of growth, as well as differences in uptake carbon dioxide and lipid. Profit that can be produced from microalgae for biodiesel, glycerol, dregs of microalgae extract can be used as fuel, feed the fish and the rate of uptake of carbon dioxide can be valued in dollars (carbon trading). While the requirement is calculated from the price of a photobioreactor, the price of fertilizer, and energy requirements (kWh) required to produce 1 liter of biodiesel.Simulation scenarios with 100% profit biofuel crop every 7 days for 100 days with the allocation to biodiesel, glycerol, fuel and CO2 uptake and fertilizer regardless
of the reactor. Type Botryococcus braunii has the highest profit of Rp. 749.601, then the profit of Chlorella sp Rp. 654.779, Nannochloropsis sp Rp. 613.662, Scenedesmus
sp Rp. 522.870 and natural microalgae Rp. 453.652. Application of microalgae photobioreactor technology to absorb carbon dioxide in the industry and the utilization of microalgae biomass for other uses is possible applied in industry. Government's role in reducing carbon dioxide coming out of the chimney industry is very important, necessary measures to be the main attraction so that the industry can use technology biological carbon capture and storage (CCS) such as through tax incentives and program performance rating (PROPER) in the industry.
RINGKASAN
AGUNG RIYADI. Serapan Emisi CO2 dari Cerobong Industri Susu melalui Beberapa
Jenis Mikroalga pada Sistem Airlift Fotobioreaktor. Dibimbing oleh ETTY RIANI, SETYO BUDI SUSILO dan ARIO DAMAR
Meningkatnya konsentrasi emisi gas rumah kaca khususnya karbondioksida (CO2) di atmosfer mengakibatkan semakin banyak panas yang terperangkap
dibawahnya sehingga menyebabkan pemanasan global. Peningkatan p anas akibat aktivitas manusia salah satunya telah memicu berbagai negara di dunia untuk melakukan berbagai upaya pengurangan konsentrasi CO2, melalui pengembangan
teknologi. Salah satu pengembangan teknologi tersebut dengan kultur mikroalga melalui fotobioreaktor (FBR) atau biological carbon capture and storage (CCS). Teknologi ini dapat menyerap CO2 dari cerobong industri susu dan langsung dialirkan ke dalam FBR
yang berisi mikroalga. Dengan teknologi fotobioreaktor ini, tingkat produktifitas alga dapat ditingkatkan menjadi dua hingga lima kali lebih tinggi dari kondisi normalnya, sehingga dapat mengurangi CO2 di atmosfer.
Penelitian ini bertujuan untuk melihat tingkat serapan CO2 dari masing masing
jenis mikroalga melalui fotobioreaktor, disamping itu juga melihat profitabilitas dari fotobioreaktor dengan pendekatan model dinamis. Input udara yang dipakai berasal dari cerobong industri susu di Jakarta dengan kandungan CO2 dari cerobong berkisar 7 –
10% volume. Jenis-jenis mikroalga yang dipakai berasal dari strain murni meliputi
Chlorella sp, Scenedesmus sp dan Nannochloropsis sp, dan 1 jenis dari mikroalga alam yang berasal dari Waduk Cirata dan 1 fotobioreaktor tanpa mikroalga. Satu sistem fotobioreaktor untuk 1 jenis mikroalga terdiri atas 100 liter air dengan pengukuran selama 15 hari atau selama 1 siklus mikroalga. Nutrien menggunakan pupuk organik, dengan pola pemakaian satu kali pakai. Metode yang dipergunakan untuk menghitung serapan karbondioksida dengan perhitungan berat kering (BK) per hari untuk masing masing jenis mikroalga, kemudian dikalikan dengan 1.9 sehingga menghasilkan berat karbondioksida dalam satuan gram/liter/hari. Selain menghitung serapan karbondioksida, penelitian ini juga mengukur kualitas air setiap hari serta menghitung tingkat kebutuhan dan penggunaan nutrien dan analisa proximate.
Hasil pengukuran serapan karbondioksida untuk jenis Chlorella sp mempunyai tingkat serapan yang paling tinggi, yaitu sebesar 0.809 gr/liter/hari, kemudian jenis
Nannochloropsis sp 0.793 gr/liter/hari. Scenedesmus sp dengan tingkat serapan 0.710 gr/liter/hari, dan mikroalga alam 0.609 gr/liter/hari. Tingkat pertumbuhan biomassa yang paling besar adalah jenis Chlorella sp hingga mendekati 32.1 juta sel/ml dan yang paling kecil berasal dari mikroalga alam yaitu 12.2 juta sel/ml. Secara keseluruhan tidak terdapat perbedaan yang nyata antara berbagai jenis mikroalga terhadap tingkat serapan CO2 sesuai dengan hasil statistik dengan nilai F sebesar 3.37. Rerata tingkat berat kering
dengan harga biodiesel paling mahal 9.000 rupiah, sedangkan untuk mendapatkan 13.000 liter memerlukan pupuk organik 13 buah dengan harga 7.500 per buah. Kebutuhan ini belum memperhitungkan energi listrik yang digunakan di dalam budidaya maupun pemanenan. Beberapa penelitian di luar negeri dapat menghasilkan lebih dari 5 gr/liter berat basah, dimana nilai tersebut mengindikasikan untuk mendapatkan 1 liter biodiesel dari mikroalga hanya memerlukan 750 liter, bahkan ada yang sampai 15 gr/liter berat basah mikroalga.
Perhitungan nilai ekonomis secara makro penggunaan fotobioreaktor (profitabilitas) menggunakan model dinamis power sim. Input yang dipergunakan adalah laju pertumbuhan dan kematian untuk masing masing jenis mikroalga, perbedaan kandungan lipid dan nilai jual dari mikroalga. Nilai laba yang dapat dihasilkan dari mikroalga antara lain untuk biodiesel, gliserol, ampas dari mikroalga dapat digunakan sebagai bahan bakar, pakan bibit ikan dan tingkat serapan CO2 dapat dinilai dalam
rupiah (carbon trading) serta kebutuhan energi yang diperlukan untuk memproduksi 1 liter biodiesel. Kebutuhan untuk pupuk dan pembuatan fotobioreaktor juga diperhitungkan di dalam profitabilitas fotobioreaktor. Tingkat laju pertumbuhan, jumlah pemanenan dan jumlah mikroalga yang dikembalikan ke dalam sistem untuk pertumbuhan serta peruntukan mikroalga berpengaruh terhadap sistem. Komposisi simulasi yang dipakai adalah: 100 % penggunaan untuk biodiesel; komposisi 80% untuk biodiesel dan 20% untuk pakan ikan; komposisi 50 – 50 % untuk biodiesel dan pakan ikan; komposisi 20% untuk biodiesel dan 80% untuk pakan ikan; serta skenario meningkatkan nilai jual karbondiosida lebih dari 100%.
Salah satu komposisi yang menguntungkan adalah simulasi dengan perbandingan biofuel 50% (biodiesel 90%, gliserol 10%) dan pakan ikan 50 %, akan menghasilkan nilai laba untuk biodiesel Rp. 2.429; gliserol Rp. 10.297; bahan bakar Rp. 1.220; pakan ikan Rp. 7.935.144; karbondioksida Rp. 10.779 rupiah, sehingga laba fotobioreaktor yang dihasilkan sebesar Rp. 4.893.883 setiap 7 hari sekali. Nilai jual karbon relatif rendah, berkisar USD 10 ton CO2. Dengan kenaikan harga jual karbon
Rp. 8500 per kg atau 100 x dari harga semula, dan pemanfaatan biomassa mikroalga dengan komposisi 70% biofuel dan 30% untuk pakan ikan, maka laba yang dihasilkan sebesar Rp. 514.103 per minggu. Simulasi laba dengan skenario 100% biofuel setiap tujuh hari panen selama 100 hari dengan peruntukan untuk biodiesel, gliserol, bahan bakar dan serapan CO2 tanpa memperhitungkan pupuk dan reaktor. Jenis Botryococcus
braunii mempunyai laba yang paling tinggi sebesar Rp. 749.601, kemudian Chlorella sp dengan laba Rp. 654.779, Nannochloropsis sp Rp. 613.662, Scenedesmus sp sebesar Rp. 522.870 dan mikroalga alam sebesar Rp. 453.652.
Penggunaan mikroalga untuk biodiesel yang dihasilkan dari hasil panen fotobioreaktor mikroalga sangat tidak ekonomis, sedangkan untuk pakan ikan dapat menghasilkan laba. Penggunaan mikroalga sebagai pakan ikan masih terbatas kepada jenis ikan laut seperti kerapu di lokasi budidaya (hatchery), sedangkan penggunaan mikroalga untuk minuman kesehatan atau suplemen makanan diperlukan input CO2
fotobioreaktor mikroalga cukup efektif di dalam menyerap dan mengurangi karbondioksida dari cerobong dan dapat memanfaatkan hasil samping dari fotobioreaktor mikroalga. Secara langsung teknologi ini mampu mengurangi karbondioksida langsung dari cerobong industri susu sehingga dapat mengurangi tingkat pemanasan global. Peran pemerintah di dalam mengurangi karbondioksida dari keluaran industri sangat penting, disamping regulasi pengaturan emisi udara juga diperlukan upaya upaya yang menjadi daya tarik supaya industri dapat memakai teknologi
© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2013
Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB
SERAPAN EMISI CO
2DARI CEROBONG INDUSTRI SUSU
MELALUI BEBERAPA JENIS MIKROALGA PADA SISTEM
AIRLIFT
FOTOBIOREAKTOR
AGUNG RIYADI
Disertasi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Doktor pada
Program Studi Pengelolaan Sumber Daya Alam dan Lingkungan
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR
Penguji Luar Komisi:
Pada Ujian Tertutup: Rabu, 15 Mei 2013
1. Dr. Sri Sugiarti
2. Dr. Zulkifli Rangkuti
Pada Ujian Terbuka: Kamis, 13 Juni 2013
1. Prof. Dr. Yudhi S. Garno, APU
Judul Disertasi Serapan Emisi CO2 dari Cerobong Industri Susu melalui
Beberapa Jenis Mikroalga pada Sistem Airlift Fotobioreaktor
Nama Agung Riyadi
NRP P062080161
Disetujui:
Kontisi Pembimbing,
Dr. Ir. Ett Riani MS Ketua
o Budi Susilo MSc Dr. Ir. Ario Damar, MSi
Anggota Anggota
Diketahui:
KetuaProgram _Studi Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan,
-
Prof. Dr. Ir. Cecep Kusmana, MS
NIP. 196102121985011001
Judul Disertasi : Serapan Emisi CO2 dari Cerobong Industri Susu melalui
Beberapa Jenis Mikroalga pada Sistem Airlift Fotobioreaktor
Nama : Agung Riyadi
NRP : P062080161
Disetujui:
Komisi Pembimbing,
Dr. Ir. Etty Riani, MS Ketua
Prof. Dr. Ir. Setyo Budi Susilo, MSc Dr. Ir. Ario Damar, MSi
Anggota Anggota
Diketahui:
Ketua Program Studi Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan,
Dekan Sekolah Pascasarjana,
Prof. Dr. Ir. Cecep Kusmana, MS Dr. Ir. Dahrul Syah, MSc Agr NIP. 196102121985011001 NIP. 196508141990021001
PRAKATA
Dengan mengucap puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, Disertasi penelitian dengan judul “Serapan Emisi CO2 dari Cerobong Industri Susu melalui
Beberapa Jenis Mikroalga pada Sistem Airlift Fotobioreaktor” dapat tersusun dengan baik di bawah bimbingan dan arahan Komisi Pembimbing.
Peningkatan konsentrasi karbondioksida (CO2) di atmofer yang mengakibatkan
pemanasan global dan berakibat bencana lingkungan harus dimiminimalisasi dengan berbagai aplikasi teknologi, salah satunya dengan carbon capture and storage (CCS). Fotobioreaktor yang berisi mikroalga merupakan salah satu teknologi CCS dan berperan untuk menangkap karbondioksida dari cerobong industri. Alternatif teknologi penurunan CO2 di atmosfer menginspirasi untuk melakukan penelitian dengan topik
tersebut di atas, sebagai keikutsertaan serta sumbang pemikiran terhadap isu strategis yaitu pemanasan global.
Atas tersusunnya Disertasi ini, penulis mengucapkan banyak terima kasih kepada:
1. Dr. Ir.Etty Riani, MS (Ketua Komisi Pembimbing), Prof. Dr. Ir.Setyo Budi Susilo, MSc. dan Dr. Ir. Ario Damar, MSi (Anggota Komisi Pembimbing) atas curahan waktu dan fikirannya dalam memberikan arahan dan petunjuk yang komprehensif serta motivasi yang sangat berharga sejak penyusunan proposal, kegiatan penelitian hingga penyusunan Disertasi ini;
2. Ketua Program Studi Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan (PSL) Prof. Dr. Ir Cecep Kusmana, MSi, Sekretaris Program beserta staf, yang senantiasa memberikan motivasi dan layanan administrasi yang baik;
3. Demikian juga kepada Pihak Manejemen Industri Susu yang berkenan menerima kami dengan segala fasilitas tempat dan unit perpipaan yang kami butuhkan di dalam penelitian ini;
4. Direktur Pusat Teknologi Lingkungan BPPT dan teman teman BPPT Bidang 2 yang telah berkontribusi langsung ataupun tidak langsung, baik moril maupun materiil sejak penyusunan proposal, selama kegiatan penelitian di lapangan hingga penyusunan disertasi ini.
5. Kepada kedua orang tuaku yang terus mendoakan dan memberi semangat dalam menjalani penelitian. Juga kepada isteri dan kedua anakku yang telah memberi semangat yang terus menerus.
Semoga segala bantuan dan sumbangan pemikiran yang telah diberikan dalam Disertasi ini bermanfaat bagi ilmu pengetahuan dan pembangunan, serta memperoleh imbalan yang terbaik disisi Allah SWT. Amin.
Bogor, Juli 2013
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan pada tanggal 21 Desember 1968, anak ke kedua diantara lima
bersaudara dari pasangan Drs. Soenarso Simoen dan Sri Minggarningsih, di
Yogyakarta. Penulis menyelesaikan pendidikan Strata-1 (S1) pada Fakultas Geografi,
Program Studi Hidrologi Universitas Gadjah Mada pada tahun 1988. Kesempatan
melanjutkan pendidikan master (S2) diperoleh pada tahun 2000 di Institut Pertanian
Bogor pada Program Studi Sumberdaya Pesisir dan Kelautan (SPL) atas biaya Project
”Seawatch Indonesia”, dan selesai pada Agustus 2002. Selanjutnya pada September
2008 kembali mendapatkan kepercayaan untuk mengikuti tugas belajar program doktor
(S3) atas biaya Pusbindiklat - Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) di
Institut Pertanian Bogor pada program studi Sumberdaya Alam dan Lingkungan
(PSL-IPB).
Penulis adalah Peneliti Madya pada Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi
(BPPT). Selama bertugas, penulis banyak terlibat dalam kegiatan penelitian, baik
sebagai penanggung jawab penelitian maupun sebagai anggota. Penulis juga banyak
melakukan kerjasama penelitian dengan pemerintah daerah, di antaranya Dinas
Pertanian Sangatta Kutai Timur, Dinas Perikanan dan Kelautan Kabupaten Kutai
Kartanegara, Dinas Perkebunan dan PTPN XII serta beberapa industri, dll.
Penulis dikaruniai dua orang putra, dari seorang istri tercinta Irfandita
Kusumastuti MM, yaitu Aditya Whisnu Heryudhanto dan Ardhana Evano Dhiyaul-Haq.
Harapan penulis semoga tenaga, pikiran dan pengorbanan yang telah tercurahkan untuk
meraih penghargaan tertinggi di bidang akademik ini dapat meningkatkan kapasitas
pengabdian kepada masyarakat dalam pengembangan teknologi yang tepat guna bagi
DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL ... xvi
DAFTAR GAMBAR ... xviii
DAFTAR LAMPIRAN ... xxi
1 PENDAHULUAN ...1
1.1 Latar Belakang ... 1
1.2 Tujuan Penelitian ... 4
1.3 Kerangka Pemikiran ... 4
1.4 Perumusan Masalah ... 9
1.5 Manfaat Penelitian ... 12
1.6 Kebaruan (Novelty) ... 13
2 TINJAUAN PUSTAKA ...14
2.1 Pemanasan Global ... 14
2.2 Fotosintesis ... 15
2.3 Karbondioksida ... 16
2.3.1 Emisi Karbondioksida (CO2)... 17
2.3.2 Peranan Karbondioksida (CO2) dalam Proses Fotosintesis ... 19
2.3.3 Studi pustaka Kadar Emisi CO2 dari Industri dengan Sistem Pembakaran ... 20
2.4 Faktor Utama yang Menentukan Laju Pertumbuhan Mikroalga ... 22
2.4.1 Cahaya ... 22
2.4.2 Sirkulasi Media dan Gas dalam FBR ... 23
2.4.3 Suhu ... 24
2.4.4 Derajat Keasaman (pH) ... 25
2.4.5 Nutrien ... 25
2.5 Mikroalga ... 26
2.5.1 Pemilihan Jenis Mikroalga ... 28
2.5.2 Morfologi dan Habitat Mikroalga ... 30
2.5.3 Fase Pertumbuhan Mikroalga ... 33
2.6 Fotobioreaktor ... 34
2.6.1 Bentuk Fotobioreaktor ... 35
2.6.2 Dinamika Fluida dalam FBR ... 37
3 KARAKTERISTIK LOKASI DAN PERALATAN YANG DIGUNAKAN UNTUK PENELITIAN ...44
3.1 Lokasi Penelitian ... 44
3.2 Karakteristik Emisi ... 44
3.3 Sistem Pengaliran Gas dari Cerobong ke Fotobioreaktor ... 47
3.4 Peralatan Utama yang Digunakan ... 50
3.4.1 Kompresor Udara ... 50
3.4.2 Heat Exchanger (Sistem Pendingin) ... 51
3.4.3 pH Meter... 52
3.4.4 Hanna Meter dan Lux Meter ... 53
3.4.5 Rieken Keiki CO2 Gas Analyser ... 53
4 METODE PENELITIAN ...55
4.1 Tempat Penelitian ... 55
4.2 Rancangan Penelitian ... 55
4.2.1 Rancangan Teknis Fotobioreaktor ... 55
4.2.2 Rancangan Experimen Mikroalga ... 57
4.2.3 Desain Experimen ... 58
4.3 Metode Penyiapan Media Kultur ... 58
4.3.1 Penyiapan Media Kultur ... 59
4.3.2 Penyiapan Kultur Murni Mikroalga dan Mikroalga Alam ... 60
4.4 Sterilisasi Fotobioreaktor Mikroalga ... 61
4.4.1 Metoda Sterilisasi Fotobioreaktor ... 61
4.4.2 Metoda Sterilisasi Media Tumbuh Mikroalga ... 63
4.5 Metode Pengumpulan dan Analisis Data ... 63
4.5.1 Jenis/Teknik Pengambilan Data Penelitian ... 63
4.5.2 Massa CO2 yang Diserap ... 64
4.5.3 Pengukuran Laju Pertumbuhan Mikroalga... 68
4.5.4 Efisiensi Penyerapan Karbondioksida (CO2) dan Kelarutan Gas ... 69
4.5.5 Metoda dan Pengambilan Sampel Proximate ... 69
4.6 Pemodelan Profitabilitas Fotobioreaktor menggunakan PowerSim ... 71
4.7 Analisis Profitabilitas Fotobioreaktor ... 74
4.7.1 Perhitungan Biofuel ... 77
4.7.2 Perhitungan profitabilitas biodiesel dari mikroalga ... 78
4.7.3 Kebutuhan Reaktor Mikroalga dan Pupuk Organik (Nutrien) ... 80
5 HASIL DAN PEMBAHASAN ...82
5.1 Analisis dan Interpretasi Data Fotobioreaktor ... 82
5.1.1 Analisis dan Interpretasi Keterkaitan antara Dinamika Mikroalga dengan Dinamika Gas Karbondioksida ... 82
5.1.2 Analisis dan Interpretasi Keterkaitan antara Dinamika Mikroalga dengan Intensitas Sinar Matahari ... 94
5.2 Analisis Dinamika Nutrien dari Berbagai Jenis Mikroalga ... 98
5.3 Model Sistem Dinamis ... 101
5.3.1 Struktur Model Pemanfaatan Mikroalga ... 102
5.3.2 Simulasi Model Laba Biodiesel, Bahan Bakar, Pakan Ikan dan Serapan Karbondioksida ... 103
5.4 Skenario Model ... 104
5.4.1 Simulasi biofuel 80% dan pakan ikan 20 % untuk jenis Scenedesmus sp dengan kandungan lipid 21% . ... 104
5.4.2 Simulasi biofuel 80% dan pakan ikan 20 % untuk jenis Nannochloropsis sp dengan kandungan lipid 36 %. ... 107
5.4.3 Simulasi biofuel 80% dan pakan ikan 20 %, jenis mikroalga Chlorella sp dengan kandungan lipid 19 %. ... 109
5.4.4 Simulasi biofuel 80% dan pakan ikan 20 % untuk mikroalga alam dengan kandungan lipid 19 %. ... 113
5.4.5 Simulasi biofuel 50% dan pakan ikan 50 % jenis Scenedesmus sp, kandungan lipid 21%. ... 116
5.4.7 Simulasi biofuel 50% dan pakan ikan 50 % jenis Chlorella sp, kandungan lipid
19%. ... 121
5.4.8 Simulasi Biofuel 50% dan Pakan Ikan 50 % Jenis Mikroalga Alam, Kandungan Lipid 19%. ... 123
5.4.9 Simulasi Biofuel 20% dan Pakan Ikan 80 % untuk Jenis Scenedesmus sp, Kandungan Lipid 21%... 125
5.4.10Simulasi Biofuel 20% dan Pakan Ikan 80 % Jenis Nannochloropsis sp, Kandungan Lipid 36%... 128
5.4.11Simulasi Biofuel 20% dan Pakan Ikan 80 % Jenis Chlorella sp, Kandungan Lipid 19%. ... 130
5.4.12Simulasi Biofuel 20% dan Pakan Ikan 80 % untuk Jenis Mikroalga Alam, Kandungan Lipid 19%... 131
5.5. Simulasi Biofuel 100% ... 134
5.5.1. Simulasi Biofuel 100% Jenis Scenedesmus sp Kandungan Lipid 21%... 134
5.5.2. Simulasi Biofuel 100% jenis Nannochloropsis sp Kandungan Lipid 36%. ... 137
5.5.3. Simulasi Biofuel 100% Jenis Chlorella sp dengan Kandungan Lipid 19%. .. 140
5.5.4. Simulasi Biofuel 100% Mikroalga Alam dengan Kandungan Lipid 19%. ... 143
5.5.5. Simulasi Biofuel 100% mikroalga jenis Botryococcus braunii dengan kandungan lipid 75%. ... 145
5.6. Simulasi Peningkatan Harga CO2 menjadi 830 (10 x) ... 146
5.7. Validasi Model ... 147
5.8. Analisis of Variance (ANOVA) ... 148
DAFTAR TABEL
1. Produktivitas dan kandungan lipid pada mikroalgae ... 5
2. Nilai GWP (global warming potential) ... 14
3. Sumber emisi karbondioksida ... 18
4. Spesifikasi liquid natural gas (LNG) ... 19
5. Jenis bahan bakar hasil destilasi minyak bumi ... 19
6. Emisi beberapa gas polutan dari PLTU ... 21
7. Hasil rata-rata pemantauan berkala emisi yang ... 21
8. Hasil rata-rata pemantauan berkala emisi yang dihasilkan ... 21
9. Peneliti dan aplikasi penggunaan cahaya dalam FBR ... 22
10. Peneliti dan penerapan kecepatan bubling dalam FBR ... 24
11. Spesifikasi penyusun FBR ... 37
12. Penelitian dan metode serta hasil penelitian terkait novelty ... 42
13. Kadar beberapa parameter dari cerobong tungku pemanas (boiler) ... 44
14. Jadwal kegiatan penelitian ... 55
15. Rencana beberapa perlakukan ujicoba mikroalga melalui fotobireaktor mikroalga ... 57
16. Komposisi pupuk dan kandungan nutrien ... 60
17. Jumlah sampel (volume) yang diambil untuk beberapa ... 70
18. Jadwal pengukuran/pengambilan sampel ... 71
19. Komposisi karotenoida Spirulina sp ... 77
20. Kadar protein, vitamin dan mineral Spirulina Plantesis. ... 77
21. Kandungan lipid dari beberapa jenis mikroalga ... 79
22. Kebutuhan KwH untuk memproduksi biodiesel sebanyak 1 liter ... 80
23. Harga nilai produk akhir dari mikroalga ... 80
24. Kebutuhan dana untuk membuat reaktor dan perlengkapannya dalam menghasilkan 1 liter minyak biodiesel dari mikroalga ... 81
25. Kebutuhan dana untuk pupuk (nutrien) dalam ... 81
26. Laba perbandingan biofuel 80% dan pakan ikan 20%, jenis Scenedesmus sp dengan kandungan lipid 21% tanpa memperhitungkan harga reaktor dan pupuk ... 105
27. Laba perbandingan biofuel 80% dan pakan ikan 20% ... 105
28. Laba perbandingan biofuel 80% dan pakan ikan 20%, jenis Nannochloropsis sp dengan kandungan lipid 36% tanpa memperhitungkan harga reaktor dan pupuk ... 108
29. Laba perbandingan biofuel 80% dan pakan ikan 20% jenis Nannochloropsis sp dengan memperhitungkan reaktor dan pupuk ... 108
30. Laba perbandingan biofuel 80% dan pakan ikan 20%, jenis Chlorella sp dengan kandungan lipid 19% tanpa memperhitungkan harga reaktor dan pupuk ... 110
31. Laba perbandingan biofuel 80% dan pakan ikan 20% jenis Chlorella sp ... 111
32. Laba perbandingan biofuel 80% dan pakan ikan 20% jenis Scenedesmus sp, Nannochloropsis sp, Chlorella sp dan mikroalga alam ... 113
34. Laba perbandingan biofuel 80% dan pakan ikan 20% jenis Chlorella sp ... 114
35. Laba perbandingan biofuel 50% dan pakan ikan 50% jenis Scenedesmus sp tanpa memperhitungkan harga reaktor dan pupuk ... 117
36. Laba perbandingan biofuel 50% dan pakan ikan 50% tanpa memperhitungkan harga reaktor dan pupuk jenis Nannochloropsis sp ... 120
37. Laba perbandingan biofuel 50% dan pakan ikan 50% tanpa memperhitungkan harga reaktor dan pupuk jenis Chlorella sp ... 122
38. Laba perbandingan biofuel 50% dan pakan ikan 50% tanpa memperhitungkan harga reaktor dan pupuk dari jenis mikroalga alam ... 125
39. Laba perbandingan biofuel 20% dan pakan ikan 80% tanpa memperhitungkan biaya reaktor dan pupuk dengan jenis Scenedesmus sp ... 127
40. Laba perbandingan biofuel 20% dan pakan ikan 80% tanpa memperhitungkan biaya reaktor dan pupuk dengan jenis Nannochloropsis sp ... 129
41. Laba perbandingan biofuel 20% dan pakan ikan 80% tanpa memperhitungkan biaya reaktor dan pupuk dengan jenis Chlorella sp ... 131
42. Laba perbandingan biofuel 20% dan pakan ikan 80% tanpa memperhitungkan biaya reaktor dan pupuk dengan jenis mikroalga alam ... 133
43. Laba perbandingan biofuel 100% untuk jenis Scenedesmus sp dengan
kandungan lipid 21% tanpa memperhitungkan harga reaktor dan pupuk ... 135
44. Laba perbandingan biofuel 100% jenis Scenedesmus sp ... 136
45. Laba perbandingan biofuel 100%, jenis Nannochloropsis sp dengan kandungan lipid 36% tanpa memperhitungkan harga reaktor dan pupuk ... 138
46. Laba perbandingan biofuel 100% jenis Nannochloropsis sp ... 139
47. Laba perbandingan biofuel 100%, jenis Chlorella sp dengan kandungan lipid 19% tanpa memperhitungkan harga reaktor dan pupuk ... 141
48. Laba perbandingan biofuel 100% jenis Chlorella sp ... 142
49. Laba perbandingan biofuel 100%, jenis mikroalga alam dengan kandungan lipid 19% tanpa memperhitungkan harga reaktor dan pupuk ... 144
50. Laba perbandingan biofuel 100%, jenis Botryococcus braunii dengan kandungan lipid 75% tanpa memperhitungkan harga reaktor dan pupuk ... 145
51. Perbandingan nilai paramater antara data perhitungan aktual dengan output simulasi 80:20 dalam validasi model untuk jenis Nannochloropsis sp. ... 148
52. Hubungan antara populasi mikroalga, tingkat serapan CO2 dan ... 148
DAFTAR GAMBAR
1. Beberapa jenis fotobioreaktor seperti buble colums (kiri), internal-loop airlift bioreaktor AILR (tengah) dan external-loop airlift bioreaktor AELR (kanan)
(Vunjak et al. 2005) ... 6
2. Kerangka pemikiran serapan emisi CO2 dari cerobong industri susu melalui beberapa jenis mikroalga pada sistem airlift fotobioreaktor ... 7
3. Strain murni dan mikroalga alam ... 29
4. Pengkulturan mikroalga di laboratorium ... 29
5. Perbanyakan kultur murni mikroalga dan ... 29
6. Mikroalga jenis Chlorella sp. ... 31
7. Mikroalga jenis Nannochloropsis sp ... 32
8. Desain Fotobioreaktor (Santoso et al.2009) ... 36
9. Komponen – komponen airlift fotobioreaktor (Merchuk et al. 2002) ... 38
10. Hubungan antara variabel disain, variabel operasi dan variable hidrodinamik ... 39
11. Cerobong di industri susu yang udaranya dijadikan sumber karbondioksida untuk fotobioreaktor ... 45
12. Pencucian tabung reaktor. ... 45
13. Persiapan injeksi biomassa mikroalga di industri susu Pasar Rebo ... 46
14. Fotobioreaktor yang sudah diisi mikroalga ... 46
15. Biomassa mikroalga pada fase pertumbuhan ... 46
16. Fotobioreaktor mikroalga pada fase menuju kematian... 47
17. Skema instalasi pembangkit gas input pada fotobioreaktor ... 48
18. Sistem penukar panas (heat exchanger) : a. HE tampak depan; b. HE sisi dalam ... 49
19. Heat exchanger (HE) dan perangkap air... 49
20. Kompresor udara ... 50
21. Sistem heat exchanger dari cerobong pabrik ... 51
22. Peralatan pH meter ... 53
23. Hanna meter dan lux meter ... 53
24. Rieken keiki gas analyser ... 54
25. Disain heat exchanger dan fotobioreaktor mikroalga sistem kontinyu ... 56
26. Tabung kompresor dan sistem fotobireaktor mikroalga ... 57
27. Disain eksperimen ... 59
28. Pupuk organik (growmore) ... 60
29. Proses sterilisasi fotobireaktor ... 62
30. Hemocytometer improved neubauer ... 68
31. Struktur model sistem input data, pertumbuhan mikroalga dan profitabilitas FBR ... 72
32. Kebutuhan minyak biodiesel dari mikroalga ... 78
33. Hubungan antara populasi Scenedesmus sp dengan ... 83
34. Hubungan antara populasi Scenedesmus sp dengan ... 83
35. Hubungan antara populasi Nannochloropsis sp dengan ... 85
36. Hubungan antara populasi Nannochloropsis sp dengan ... 86
37. Hubungan antara populasi Chlorella sp dengan ... 87
39. Hubungan antara populasi Mikroalga Alam ... 90
40. Hubungan antara populasi mikroalga alam dengan tingkat penyerapan CO2 dalam 100.000 sel. ... 90
41. Grafik hubungan antara tanpa mikroalga dengan ... 91
42. Massa gas CO2 (versi Christi. 2007) ... 93
43. Massa gas CO2 dari berbagai jenis mikroalga ... 93
44. Hubungan populasi mikroalga Scenedesmus sp ... 95
45. Hubungan populasi mikroalga Nannochloropsis sp ... 95
46. Hubungan populasi mikroalga Chlorella sp dengan ... 96
47. Hubungan populasi mikroalga alam (Waduk Cirata) ... 96
48. Grafik perbandingan populasi mikroalga jenis Scenedesmus sp, Nannochloropsis sp, Chlorella sp dan mikroalga alam ... 97
49. Grafik hubungan antara tingkat serapan gas... 98
50. Korelasi pertumbuhan Scenedesmus sp dengan serapan ... 99
51. Korelasi pertumbuhan Nannochloropsis sp dengan ... 100
52. Korelasi pertumbuhan Chlorella sp dengan serapan ... 100
53. Korelasi pertumbuhan mikroalga alam dengan serapan ... 101
54. Persentase panen mikroalga jenis ... 103
55. Simulasi biofuel 80% dan pakan ikan 20 % jenis ... 106
56. Perbandingan laba untuk biodiesel, gliserol, bahan bakar, karbondiosida dan pakan ikan jenis Scenedesmus sp dengan ... 107
57. Simulasi biofuel 80% dan pakan ikan 20 % ... 109
58. Perbandingan laba untuk biodiesel, gliserol, bahan bakar, karbondiosida dan pakan ikan jenis Nannochloropsis sp dengan komposisi 80% biodiesel dan 20% pakan ikan selama 100 hari ... 109
59. Simulasi biofuel 80% dan pakan ikan 20 % jenis ... 111
60. Perbandingan laba untuk biodiesel, gliserol, bahan bakar, karbondiosida dan pakan ikan jenis Chlorella sp dengan ... 112
61. Perbandingan laba tingkat penggunaan jenis Scenedesmus sp, Nannochloropsis sp, Chlorella sp dan mikroalga alam selama 100 hari ... 112
62. Simulasi biofuel 80% dan pakan ikan 20 % jenis mikroalga alam dengan kandungan lipid 19%. ... 115
63. Perbandingan laba penggunaan lain dari jenis mikroalga alam dengan komposisi 80% biodiesel dan 20% pakan ikan selama 100 hari... 115
64. Perbandingan laba mikroalga jenis Scenedesmus sp, Nannochloropsis sp, Chlorella sp dan mikroalga alam dengan ... 116
65. Simulasi biofuel 50% dan pakan ikan 50 % dengan ... 117
66. Perbandingan laba untuk biodiesel, gliserol, bahan bakar, karbondiosida dan pakan ikan dari jenis Scenedesmus sp dengan ... 118
67. Perbandingan laba mikroalga jenis Scenedesmus sp, Nannochloropsis sp, Chlorella sp dan mikroalga alam dengan ... 119
68. Simulasi biofuel 50% dan pakan ikan 50 % dengan jenis Nannochloropsis sp 120 69. Perbandingan laba untuk biodiesel, gliserol, bahan bakar, karbondiosida dan pakan ikan dari jenis Nannochloropsis sp dengan komposisi 50% biodiesel dan 50% pakan ikan selama 100 hari ... 121
71. Perbandingan laba untuk biodiesel, gliserol, bahan bakar, karbondiosida dan pakan ikan dari jenis Chlorella sp dengan komposisi 50% biodiesel dan 50%
pakan ikan selama 100 hari ... 123
72. Simulasi Biofuel 50% dan Pakan ikan 50 % dengan jenis Mikroalga Alam .... 124
73. Perbandingan laba untuk biodiesel, gliserol, bahan bakar, karbondioksida dan pakan ikan dari jenis mikroalga alam dengan komposisi 50% biodiesel dan 50% pakan ikan selama 100 hari ... 125
74. Simulasi biofuel 20% dan pakan ikan 80 % jenis ... 126
75. Perbandingan laba untuk biodiesel, gliserol, bahan bakar, karbondiosida dan pakan ikan dari jenis Scenedesmus sp dengan komposisi 20% biodiesel dan 80% pakan ikan selama 100 hari ... 127
76. Simulasi biofuel 20% dan pakan ikan 80 % jenis Nannochloropsis sp dengan kandungan lipid 36% ... 128
77. Perbandingan laba untuk biodiesel, gliserol, bahan bakar, karbondiosida dan pakan ikan dari jenis Nannochloropsis sp dengan komposisi 20% biodiesel dan 80% pakan ikan selama 100 hari ... 129
78. Simulasi biofuel 20% dan pakan ikan 80 % jenis Chlorella sp dengan kandungan lipid 19% ... 130
79. Perbandingan laba untuk biodiesel, gliserol, bahan bakar, karbondiosida dan pakan ikan dari jenis Chlorella sp dengan komposisi 20% biodiesel dan 80% pakan ikan selama 100 hari ... 131
80. Simulasi biofuel 20% dan pakan ikan 80 % jenis mikroalga alam dengan kandungan lipid 19% ... 132
81. Perbandingan laba untuk biodiesel, gliserol, bahan bakar, karbondiosida dan pakan ikan dari jenis mikroalga alam dengan ... 133
82. Perbandingan laba mikroalga jenis Scenedesmus sp, Nannochloropsis sp, Chlorella sp dan mikroalga alam dengan komposisi 20% biodiesel dan 80% pakan ikan. ... 134
83. Model simulasi untuk jenis Scenedesmus sp ... 135
84. Perbandingan laba model biodiesel mikroalga 100% dari jenis Scenedesmus sp ... 137
85. Profitabilitas (harga) dari jenis Scenedesmus sp... 137
86. Perbandingan laba model biodiesel mikroalga 100%... 139
87. Profitabilitas (harga) dari jenis Nannochloropsis sp ... 140
88. Model simulasi untuk jenis Chlorella sp ... 140
89. Profitabilitas (harga) dari jenis Chlorella sp ... 142
90. Model simulasi untuk jenis mikroalga alam ... 143
91. Perbandingan laba model biodiesel mikroalga 100% dari jenis mikroalga alam ... 144
92. Perbandingan laba diantara beberapa jenis mikroalga ... 146
DAFTAR LAMPIRAN
1. Perhitungan massa CO2 ... 159
2. Perhitungan kepadatan mikroalga ... 161
3. Penghitungan laju pertumbuhan spesifik mikroalga ... 162
4. Kepadatan dan laju pertumbuhan Scenedesmus sp... 163
5. Kepadatan dan laju pertumbuhan Nannochloropsis sp ... 164
6. Kepadatan dan laju pertumbuhan Chlorella sp ... 165
7. Kepadatan dan laju pertumbuhan mikroalga alam ... 166
8. Perhitungan tingkat serapan CO2dengan mikroalga Scenedesmus sp ... 167
9. Perhitungan tingkat serapan CO2dengan mikroalga Nannochloropsis sp ... 168
10. Perhitungan tingkat serapan CO2dengan mikroalga Chlorella sp ... 169
11. Perhitungan tingkat serapan CO2dengan mikroalga alam ... 170
12. Perhitungan tingkat serapan CO2 tanpa mikroalga ... 171
13. Uji ANNOVA dan regresi ... 172
1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Meningkatnya konsentrasi emisi gas rumah kaca seperti karbondioksida (CO2),
dinitrooksida (N2O), metana (CH4) dan CFC di atmosfer mengakibatkan semakin
banyak panas yang terperangkap dibawahnya sehingga menyebabkan pemanasan
global. Apabila konsentrasi gas rumah kaca di atmosfer mengalami peningkatan, maka
panas matahari yang terperangkap di atmosfer menjadi lebih banyak. Berbagai aktivitas
manusia adalah salah satu penyebab utama perubahan iklim dan pemanasan global.
Misalnya saja CO2 yang banyak dikeluarkan oleh aktivitas industri dan kendaraan
bermotor. Hal ini akan menjadi masalah tersendiri karena berdampak buruk bagi seluruh
kehidupan di bumi, sebagai contoh dampak efek rumah kaca seperti meningkatnya erosi
pantai dan kerusakan bangunan pantai dan perubahan iklim yang signifikan sehingga
banyak terjadi bencana seperti kekeringan ataupun banjir.
Sektor energi dan industri merupakan salah satu penyumbang emisi Gas Rumah
Kaca (GRK) terbesar di Indonesia, demikian juga dengan sektor kehutanan. Pada tahun
2004, emisi GRK akibat pemanfaatan energi mencapai 22,5% terhadap total emisi
GRK nasional sebesar 1.711.443 Gg CO2e. (TNA 2009). Seperti diketahui bahwa
Presiden RI telah berkomitmen untuk menurunkan emisi GRK secara sukarela sebesar
26% dari emisi GRK pada tahun 2020 yang akan dilakukan melalui pendanaan sendiri
dan dapat ditingkatkan menjadi 41%, jika mendapat bantuan dari donor Internasional
sebagaimana disampaikan pada pertemuan G-20 di Pittsburgh dan COP15. Terkait hal
tersebut telah disusun National Action Plan Greenhouse Gas Emission (RAN-GRK
Bappenas 2010). Mengingat pentingnya peranan sektor energi dan industri dalam
produksi GRK di Indonesia, maka berbagai analisis teknologi mitigasi pengurangan
emisi GRK telah dilakukan sejak tahun 2000, bahkan upaya nyata dalam penurunan
emisi GRK sedang dilaksanakan sehubungan dengan rencana pemerintah Indonesia
mengurangi emisi.
Gas rumah kaca (GRK) akibat aktivitas manusia dengan dominasi gas CO2 telah
memicu berbagai negara di dunia untuk melakukan berbagai upaya pengurangan
pengembangan teknologi tersebut adalah dengan carbon capture storage (CCS).
Teknologi CCS dapat dilakukan secara fisik (melalui injeksi CO2 ke sumur-sumur
geologi atau bekas tambang minyak) dan pengoksidasian emisi CO2 menjadi senyawa
lain melalui sebuah artificial tree (Lipinsky. 1992) serta melalui serapan CO2 oleh
mikroalga. Pengembangan teknologi menggunakan mikroalga lebih dikenal sebagai
biologically carbon capture and storage. Di Indonesia berbagai penelitian tentang CCS
banyak kearah pengembangan fotobioreaktor (FBR) secara biologi. Oleh karena itu
dibutuhkan langkah-langkah untuk mengurangi emisi karbondioksida di atmofer (CO2)
atau emisi lain, antara lain melalui teknologi penyerapan CO2 melalui fotobioreaktor
mikroalga.
Kultur mikroalga dalam fotobioreaktor untuk mengurangi konsentrasi
karbondioksida (CO2) telah dilakukan sejak sepuluh tahun terakhir (Sobczuk et al.
1999). Menurut Chiu et al. (2007), mikroalga dapat digunakan secara efisien dalam
penyerapan CO2 karena dapat tumbuh dengan cepat serta siap untuk digunakan pada
suatu sistem enjiniring seperti fotobioreaktor. Dengan teknologi fotobioreaktor ini,
tingkat produktifitas alga dapat ditingkatkan menjadi dua hingga lima kali lebih tinggi
dari kondisi normalnya. Teknologi fotobioreaktor baru dikembangkan di berbagai
negara seperti Amerika, Belanda dan Jerman yang merupakan negara-negara yang
mempunyai komitmen untuk mengembangkan teknologi ini.
Fotobioreaktor yang berisi mikroalga ini berperan untuk menangkap CO2 dari
cerobong industri, apabila gas yang mengandung CO2 dialirkan ke dalam tabung
fotobioreaktor. Sebagaimana dalam proses fotosintesis yang membutuhkan CO2, maka
CO2 yang dimasukkan ke dalam tabung fotobioreaktor akan diserap dan selanjutnya
digunakan untuk pertumbuhan mikroalga tersebut. Apabila biomasa mikroalga dapat
ditingkatkan (scale up), maka dapat diasumsikan bahwa jumlah CO2 yang dapat diserap
juga akan meningkat. Berdasarkan karakteristik tersebut mikroalga lebih efisien
dibandingkan dengan berbagai tumbuhan terrestrial dan disarankan menjadi salah satu
alternatif upaya pengurangan emisi karbon ke atmosfer (Miyachi 1997 dalam
Chrismandha et al. 2005).
Teknologi FBR yang diterapkan pada mikroalga cukup efektif dalam menyerap
karbondioksida dalam proses fotosintesisnya (Chen et al. 2006). Proses penyerapan
karbondioksida dilakukan pada saat proses fotosintesis, dimana CO2 digunakan untuk
reproduksi sel sel tubuh mikroalga, juga memanfaatkan nutrient yang ada di dalam
badan air (Andersen 2005).
Emisi gas buang dari sistem pembakaran adalah produksi gas yang dihasilkan dari
suatu proses pembakaran yang menggunakan bahan bakar. Bahan bakar minyak
biasanya dibakar dengan menggunakan udara ambien, oleh karena itu gas buang yang
dihasilkan sebagian besar terdiri atas gas nitrogen (udara bebas biasanya mengandung
79% volume gas nitrogen). Selain gas nitrogen, komposisi yang cukup besar pada gas
buang hasil pembakaran oleh bahan bakar minyak adalah gas karbon dioksida (CO2)
hingga mencapai konsentrasi sekitar 10-15% volume dari gas buang. Konsentrasi gas
buang ini juga tergantung kepada jenis industrinya. Berdasarkan informasi yang
diperoleh (www.Habmigern 2003), diketahui bahwa sistem pembakaran dengan bahan
bakar gas, seperti pada boiler industri, akan mengemisikan CO2 sebesar 10-12% vol,
sedangkan sistem pembakaran dengan bahan bakar minyak, misalnya solar, akan
mengemisikan CO2 sekitar 12-14% vol.
Pada awal tahun 2008 telah dilakukan uji coba kultur mikroalga spesies air tawar
maupun air laut pada sebuah fotobioreaktor airlift sistem batch skala 40 liter. Ujicoba
ini dilakukan oleh Pusat Teknologi Lingkungan – BPPT. Pada ujicoba ini konsentrasi
CO2 kurang lebih 12% dapat diturunkan dalam waktu tujuh hari oleh spesies Chlorella
sp, dan kurang lebih 13 hari oleh spesies Chaetoceros sp (Laporan Program Insentif
2009)
Penelitian menggunakan fotobioreaktor sistem batch dan skala laboratorium
menggunakan botol duran juga sudah pernah dilakukan di Indonesia dengan beberapa
jenis mikroalga, sedangkan penelitian yang menggunakan fotobioreaktor sistem airlift
secara kontinyu pada industri yang berfungsi sebagai penyerap karbondioksida belum
pernah dilakukan. Beberapa jurnal menyebutkan kalau sistem airlift fotobioreaktor lebih
efektif tingkat pencampurannya dibandingkan dengan tubular biasa. Perbedaan sistem
batch dan kontinyu antara lain terletak pada suplay gas CO2 yang terus menerus.
Diharapkan dari uji coba tersebut produktivitas dan efektivitas fotobioreaktor bisa
yang pernah diuji coba di Balai Teknologi Lingkungan BPPT pada sistem batch baru
terbatas kepada dua jenis (Chlorella sp dan Chaetoceros sp), maka disamping mengkaji
efektivitas fotobioreaktor juga melihat jenis jenis mikroalga yang efektif dan potensial
dalam menyerap emisi karbondioksida, sehingga perlu dilakukan penelitian lebih lanjut
dengan mengambil judul “Serapan Emisi CO2 dari Cerobong Industri Susu melalui
Beberapa Jenis Mikroalga pada Sistem Airlift Fotobioreaktor”.
Penelitian ini diharapkan dapat menemukenali tingkat serapan CO2 fotobioreaktor
sistem airlift di industri dari beberapa jenis mikroalga dan menganalisa faktor-faktor
yang berpengaruh terhadap tingkat pertumbuhan mikroalga. Hasil ujicoba tersebut
diharapkan dapat membuka peluang untuk dikembangkan dan digunakan oleh industri
yang membutuhkan alternatif teknologi dalam mengurangi konsentrasi buangan gas
karbondioksida dan dapat memanfaatkan hasil biomassanya, baik sebagai pakan ikan,
bahan bakar maupun biofuel.
1.2 Tujuan Penelitian
1. Mengevaluasi tingkat serapan CO2 dari beberapa jenis mikroalga yaitu:
Scenedesmus sp; Nannochloropsis sp; Chlorella sp; dan mikroalga alam.
2. Mengevaluasi tingkat keberhasilan dan kelayakan airlift fotobioreaktor
mikroalga di industri.
1.3 Kerangka Pemikiran
Pemilihan atau penentuan jenis mikroalga air laut dan air tawar yang akan
digunakan untuk kultur pada fotobioreaktor penting untuk dilakukan, karena mikroalga
tersebut harus sesuai dengan tujuan maupun target akhir yaitu mengurangi konsentrasi
karbondioksida yang diemisikan ke atmosfer dengan beberapa pertimbangan bahwa
mikroalga yang terpilih memiliki kriteria-kriteria sebagai berikut: (1) laju pertumbuhan
yang cukup tinggi, (2) mampu bertahan hidup dengan konsentrasi karbondioksida cukup
tinggi, (3) mampu bertahan dengan fluktuasi suhu yang cukup tinggi. Menurut Rodolfi
kandungan lipidnya (Rodolfi. 2008) diperoleh enam strains terbaik, yang meliputi : (a).
Nannochloropsis sp. (eustigmatophyte), (b) Tetraselmis sp, (c) Chaetoceros sp, (d)
Chlorella sp, (e) Scenedesmus sp, (f) Chlorococcum sp. Spesies a, b dan c. adalah
spesies air laut, sedangkan spesies d, e dan f adalah spesies air tawar. Komposisi lipid
serta laju pertumbuhan ke enam spesies di atas dapat dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1 Produktivitas dan kandungan lipid pada mikroalgae
No. Jenis Mikroalga Produktifitas
Biomassa
(g/l/day)
Kandungan Lipid
(%)
Produktifitas Protein (%)
Mikroalga Air Laut
1 Nannochloropsis sp. 0.17 – 0.21 29.6 – 35.7 54 2 Tetraselmis suecica 0.28 – 0.32 8.5 – 12.9 52 3 Chaetoceros sp. 0.04 – 0.07 33.6 – 39.8 50 Mikroalga Air Tawar
4 Chlorococcum sp. 0.28 19.3 46
5 Scenedesmus sp. 0.26 21.1 50-56
6 Chlorella sp. 0.17 – 0.23 18.7 – 19.3 51-58 Keterangan: modifikasi dari Rodolfi (2008).
Desain suatu fotobioreaktor (FBR) sangat beragam, tergantung dari tujuan akhir
(output) yang dihasilkan FBR tersebut. Suatu FBR yang kompleks dan multiguna
biasanya menjadi sangat handal tetapi cukup membebani karena biaya konstruksinya
yang mahal dan tingkat operasionalnya yang lebih rumit. FBR perlu didesain dan dirakit
dengan mempertimbangkan beberapa parameter penting. Banyak model dan bentuk
FBR yang telah dikembangkan mulai dari airlift, tubular hingga cylinder sistem
(Scragg 1991). Gambar 1 memperlihatkan beberapa model FBR dengan berbagai
keunggulan dan kelemahannya. Pada gambar sebelah kiri memperlihatkan
fotobioreaktor jenis buble colums, di tengah memperlihatkan jenis reaktor internal-loop
airlift bioreaktor (AILR) atau disebut airlift fotobioreaktor dan disebelah kanan yaitu
Gambar 1 Beberapa jenis fotobioreaktor seperti buble colums (kiri), internal-loop airlift bioreaktor AILR (tengah) dan external-loop airlift bioreaktor AELR (kanan) (Vunjak et
al. 2005)
Menurut penelitian yang sudah dilakukan (Vunjak et al. 2005) keunggulan sistem
fotobioreaktor airlift adalah lebih produktif dan mudah pengoperasiannya, dimana pola
sirkulasi fluida ditentukan oleh desain reaktor, terdapat aliran udara ke atas (riser) dan
saluran terpisah untuk aliran ke bawah (downcomer). Dari data hasil penelitian yang
berupa tingkat serapan CO2 oleh beberapa jenis mikroalga, laju pertumbuhan, berat
kering biomass dan perhitungan ekonomi secara makro, kemudian dibuat model dengan
sistem dinamis menggunakan model Powersim. Tujuan utama pembuatan model adalah
membuat analisis kelayakan ekonomi fotobioreaktor (profitabilitas) di dalam upaya
pengembangan skala yang lebih besar. Hasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan
oleh industri-industri yang membutuhkan teknologi alternatif untuk mengurangi
konsentrasi buangan gas CO2 serta dapat memanfaatkan hasil biomassanya.
Pemanfaatan hasil biomassa sampai saat ini masih terbatas sebagai pakan ikan dan
alternatif hasil lain seperti untuk minuman kesehatan dan biofuel. Sebagai minuman
kesehatan sudah banyak dilakukan, tetapi berasal dari kultur murni dengan input udara
yang lebih baik lagi dibandingkan dengan input udara dari cerobong industri.
Gambar 2 memperlihatkan kerangka pemikiran dari penelitian fotobioreaktor
Gambar 2 Kerangka pemikiran serapan emisi CO2 dari cerobong industri susu melalui
1. Tahap Penentuan Topik dan Tujuan Penelitian
Pada tahap ini dilakukan pembahasan topik penelitian dari hasil ujian kualifikasi
secara lisan dan beberapa kali pertemuan sidang komisi (Sidkom). Topik penelitian
difokuskan dan dirinci batasan-batasannya kemudian disusun tujuan penelitian
dengan jelas.
2. Tahap Penyusunan Dasar Teori
Pada tahap ini dilakukan pengumpulan data dan informasi dari jurnal nasional
maupun internasional yang sesuai dengan topik dan permasalahannya. Juga telaah
dari penelitian yang pernah dilakukan, baik di Laboratorium Balai Teknologi
Lingkungan Serpong dan di instansi lain. Rancangan fotobioreaktor dilakukan
bersama sama dengan Tim dari Pusat Teknologi Lingkungan – BPPT. Pemilihan
jenis jenis mikroalga berdasarkan kepada jurnal yang sudah ada. Strain murni
mikroalga laut Nannochloropsis sp dan jenis Chlorella sp berasal dari P2 LIPI di
Ancol, dan strain murni air tawar lainnya yaitu jenis Scenedesmus sp berasal dari
Balai Teknologi Lingkungan Serpong. Sedangkan mikroalga alam (campuran alga)
berasal dari Waduk Cirata.
3. Tahap Pengambilan Sampel
Bahan bakar yang dipakai untuk boiler dan jenis industri berpengaruh terhadap
tingkat CO2 yang dikeluarkan. industri susu memakai gas alam (LNG) sebagai
pemanas boiler dengan output CO2 berkisar 8-12% vol. Contoh lain seperti industri
fermentasi mengeluarkan karbondioksida lebih dari 70%. Perakitan dan
pengambilan sampel di lakukan di bawah cerobong dengan durasi 1 kali siklus
mikroalga selama 2 minggu. Penelitian di lakukan sebanyak 3 kali ulangan, dengan
perlakuan yang sama. Pengambilan sampel udara dilakukan setiap 3 jam sekali dari
jam 06.00 pagi hingga jam 18.00 sore. Pengambilan sampel kualitas air berupa pH
dan temp dan biomassa mikroalga setiap hari sekali.
4. Tahap Pemodelan
Pada tahap ini dilakukan permodelan dinamis dengan menggunakan software
berbagai parameter yang mempengaruhinya. Hasil akhir model diharapkan dapat
melihat nilai ekonomi atau kelayakan dari fotobioreaktor mikroalga.
5. Tahap Pengolahan dan Analisis Data
Tahap ini merupakan tahap perhitungan semua variabel yang telah ditetapkan yang
meliputi:
a. Menghitung nilai input-output karbondioksida untuk masing masing
perlakukan dan menetapkan tingkat serapan karbondioksida untuk masing
masing mikroalga.
b. Mengidentifikasi parameter kualitas air yang meliputi suhu dan pH.
c. Menghitung jumlah biomassa masing masing perlakuan.
d. Mengidentifikasi lebih lanjut faktor ekonomi dan lingkungan dari
keberadaan fotobioreaktor mikroalga
e. Menghitung dan menganalisis tingkat serapan karbondioksida melalui
perhitungan berat kering (BK) dan perhitungan dalam satuan 100.000 sel
dari masing masing perlakuan.
f. Membuat model dinamis sistem profitabilitas fotobioreaktor mikroalga
6. Tahap Penentuan Kesimpulan dan Saran
Tahap ini merupakan tahap final penelitian, berupa kesimpulan dan saran
berdasarkan hasil studi penelitian ini.
1.4 Perumusan Masalah
Teknologi CCS dapat diterapkan secara biologi (biological carbon capture
storage) dengan menggunakan mikroalga. Mikroalga yang hidup di air tawar maupun
air laut diseleksi dan dikultur murni kemudian dipilih yang cukup potensial di dalam
tingkat produktifitasnya berdasarkan kepada pustaka yang mendukungnya. Perlakuan
seleksi jenis mikroalga sangat sulit dilakukan, sehingga untuk mendapatkan jenis yang
laboratorium Balai Teknologi Lingkungan (BTL) Serpong yang mempunyai beberapa
koleksi mikroalga air tawar.
Sebagai bagian dari teknologi penangkapan dan penyerapan CO2 (carbon capture
and storage) maka jenis-jenis mikroalga yang digunakan untuk menyerap CO2 haruslah
jenis mikroalga yang memiliki kecepatan tumbuh (growth rate) yang cepat, mudah
dikembangbiakkan serta tersedia di perairan sekitar kita. Mikroalga atau alga planktonik
merupakan jenis thallophyta (tumbuhan yang tidak mempunyai akar, batang dan daun)
yang memiliki klorofil a sebagai pigmen fotosintesis utama. Proses penyerapan CO2
oleh mikroalga terjadi pada saat fotosintesis, dimana CO2 digunakan untuk reproduksi
sel-sel tubuhnya. Reaksi kimia fotosintesis adalah sebagai berikut:
6CO2 +6 H20 (CH2O)6 + 6 O2
Dari persamaan kimia fotosintesis tersebut dapat diperhitungkan bahwa jumlah
CO2 yang dipakai oleh mikroalga adalah equivalen dengan jumlah materi organik
((CH2O)n) yang dihasilkan dalam proses fotosintesis. Mikroalga dipilih sebagai kandidat
biota untuk membantu penyerapan CO2 dari atmosfer karena beberapa alasan.
Pertama, secara alami, dalam suatu siklus karbon, mikroalga adalah biota utama
yang memfiksasi karbon di suatu badan air. Karbon dioksida yang terlarut di dalam air
(disebut sebagai DIC atau Dissolved Inorganic Carbon) bersama-sama dengan nutrien
serta bantuan cahaya (seperti telah dijelaskan di atas) akan digunakan oleh mikroalga
untuk membangun sel tubuhnya. Kedua, meskipun jumlah biomasa mikroalga hanya
0.05% biomassa tumbuhan darat namun jumlah C (karbon) yang dapat digunakan dalam
proses fotosintesis adalah sama dengan jumlah C yang difiksasi oleh tumbuhan darat
(~50-100 PgC/th), dan yang ketiga mikroalga dapat diproduksi secara massal dengan
berbagai metoda, mulai dengan skala laboratorium hingga metoda outdoor (Jiri et al.
2005).
Masing-masing metoda kultur memiliki kelemahan dan kelebihan, dimana dalam
skala laboratorium faktor-faktor penunjang dapat dikontrol, namun operasionalnya
biasanya lebih mahal, sedangkan dengan metoda outdoor operasional akan lebih murah
namun kebanyakan faktor-faktor penunjang budi dayanya sulit untuk dikontrol.
litorale dapat tumbuh baik pada konsentrasi karbondioksida (CO2) di atas 20%. Chang
et al. (2003) melaporkan strain Chlorella sp NTU - H15 dan Chlorella sp NTU - H25
mampu tumbuh pada aerasi yang mengandung karbondioksida (CO2) di atas 40%
dimana pH kultur turun hingga nilai empat. Kultur Spirulina sp juga telah digunakan
dalam upaya pengendalian emisi karbondioksida (CO2) dari sistem pembangkit listrik
(Pedroni 2004 dalam Chrismandha 2005).
Perkembangbiakan mikroalga yang relatif terkontrol dapat melalui fotobioreaktor.
Bioreaktor merupakan suatu alat atau tempat berlangsungnya proses-proses biokimia di
mana faktor-faktor lingkungannya dapat terkontrol dengan baik sehingga pertumbuhan
optimal dapat tercapai (Scragg 1991). Menurut Behrens (2005) fotobioreaktor (FBR)
adalah sebuah wadah tertutup (terbebas dari kontak udara luar) untuk membiakkan sel
bakteri/mikroalga dimana energi disuplay ke dalam wadah melalui energi cahaya.
Secara umum faktor utama yang diperhitungkan dalam perakitan suatu fotobioreaktor
ada dua hal yaitu penerapan biaya operasional yang efektif dan konsistensi dalam
menjaga kualitas biomass yang dihasilkan.
Berbagai jenis fotobioreaktor yang sering digunakan untuk mengkultivasi
(mengkultur) mikroalga adalah tubular horisontal maupun vertikal, helikal (serpentine)
dan inclined atau panel tipis horisontal (horizontal thin-panel) (Merchuk 2000). Dari
bermacam-macam model FBR tersebut, dasar pertimbangan yang sering menjadi acuan
antara lain: bagaimana FBR dapat mensuplai cahaya, bagaimana mensirkulasi media
dalam FBR, bagaimana mensuplai gas CO2 dan menyerap O2 dan bagaimana
mengontrol pH dan suhu dalam FBR.
Reaktor dengan tipe airlift ini diketahui memiliki beberapa kelebihan jika
dibandingkan dengan sistem kolom gelembung (bubble columns), dimana pola sirkulasi
fluida ditentukan oleh desain reaktor yang memiliki saluran untuk aliran air-udara ke
atas (riser) dan saluran terpisah untuk aliran ke bawah (downcomer) (Vunjak et al.
2005).
Cerobong industri dengan bahan bakar gas sebagai pemanas boiler, mempunyai
konsentrasi karbondioksida (CO2) sekitar 12% vol, sehingga perlu diadakan suatu upaya
alternatif yang bertujuan untuk mengurangi konsentrasi karbondioksida tersebut melalui
banyak diuji coba di beberapa negara dan hasilnya cukup baik di dalam upaya
mengurangi konsentrasi karbondioksida yang berasal dari point source polutant seperti
industri.
Karena keterbatasan fotobioreaktornya, maka pemilihan mikroalga didasarkan
kepada kultur murni mikroalga air tawar dan laut yang mampu menyerap CO2 dan
mikroalga alam (campuran kultur) untuk melihat perbandingan efektivitas serapan.
Penggunaan mikroalga alam ini berfungsi sebagai pembanding dengan kultur murni,
apabila tingkat serapannya lebih baik berasal dari mikroalga alam, maka lebih mudah di
dalam mendapatkannya. Pemilihan jenis-jenis mikroalga yang mampu menyerap
karbondioksida lebih banyak akan sangat membantu di dalam kapabilitas sistem
fotobioreaktor.
Bertitik tolak dari deskripsi tersebut, maka pertanyaan penelitian ini adalah
sebagai berikut:
1. Jenis spesies mikroalga manakah yang paling optimal menyerap CO2 (air
tawar, air laut, mikroalga alam)?
2. Apakah rancangan fotobioreaktor sistem airlift ini baik diterapkan di industri?
3. Indikator apakah yang paling berperan di dalam tingkat penyerapan CO2 dalam
fotobioreaktor?
4. Mampukah fotobioreaktor sistem airlift ini diterapkan dan dikembangkan
dalam industri dilihat dari aspek ekonomi?
1.5 Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat antara lain sebagai
berikut:
1. Manfaat bagi pemerintah adalah memberikan kontribusi dalam
pemahaman terhadap penelitian karakteristik fotobioreaktor mikroalga,
khususnya kemampuan menyerap karbondioksida (CO2) dan
memanfaatkan hasil biomassanya sehingga dapat mengurangi pemanasan
2. Manfaat bagi industri, memberikan teknologi alternatif berupa
fotobioreaktor, sehingga dapat digunakan untuk mengurangi emisi dari
aktivitas industri dan dapat dipergunakan hasil dari biomassanya, untuk
alternatif energi berupa biofuel, bahan bakar dan makanan ikan.
1.6 Kebaruan (Novelty)
Kebaruan dalam disertasi ini adalah pendekatan reduksi CO2 dari cerobong
industri susu melalui kultur mikroalga pada fotobioreaktor dengan mempertimbangkan
hasil penelusuran kepustakaan melalui hasil penelitian tesis, disertasi, penelitian dari
badan riset nasional, jurnal penelitian dalam dan luar negeri serta publikasi lainnya.
Maka ditetapkan beberapa nilai kebaruan adalah sebagai berikut:
1. Kebaruan dari aspek rancangan (design) fotobioreaktor mikroalga sistem
airlift sebagai salah satu teknologi carbon capture di industri susu.
Perbedaan utama dengan metode yang lain dalam bentuk fotobioreaktor,
sistem aliran udara dan input karbondioksida yang berasal dari cerobong
industri.
2. Kebaruan dalam menemukenali tingkat serapan CO2 fotobioreaktor
mikroalga sistem airlift dari beberapa jenis mikroalga yang inputnya
2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Pemanasan Global
Sistem iklim di bumi memang sudah berubah saat ini, khususnya setelah
dimulainya revolusi industri, dimana terjadi peningkatan konsentrasi gas rumah kaca di
atmosfer bumi, sebagai akibat terganggunya komposisi gas-gas rumah kaca utama
seperti CO2 (karbon dioksida), CH4 (metan) dan N2O (nitrous oksida), HFCs
(hydrofluorocarbons), PFCs (perfluorocarbons) and SF6 (sulphur hexafluoride) di
atmosfer. Gas rumah kaca tersebut dihasilkan secara alamiah maupun dari hasil kegiatan
manusia. Namun sebagian besar yang menyebabkan terjadi perubahan komposisi gas
rumah kaca di atmosfer adalah gas-gas buang yang teremisikan ke angkasa sebagai
“hasil sampingan” dari aktivitas manusia untuk membangun dalam memenuhi
kebutuhan hidupnya selama ini.
Gas rumah kaca yang sangat kuat efeknya adalah sulfur heksafluorida (SF6)
yang mempunyai nilai GWP (global warming potential) sebesar 23.900 GWP dari CO2.
Potensi pemanasan global adalah sebuah nilai yang membandingkan potensi gas rumah
kaca sebagai penyerap dan penahan sinar matahari untuk memanaskan bumi,
dibandingkan dengan potensi karbondioksida. Angka GWP pada Tabel 2 dapat
dijadikan acuan adalah CO2, karena berdasarkan usia CO2 berada dalam atmosfer sangat
lama dan membutuhkan waktu selama 80-120 tahun untuk bisa terurai (Killeen 1996).
Tabel 2 Nilai GWP (global warming potential)
Parameter Simbol kimia Potensi Global
Warming100
Karbondioksida CO2 1
Methana CH4 25
Nitrous oxide N2O 298
HFCs - 124 – 14.800
Sulphur hexafluoride SF6 22.800
PFCs - 7.390 – 12.200
Sumber: IPCC, 2007
Pemanasan global (global warming) pada dasarnya merupakan fenomena
(greenhouse effect) yang disebabkan oleh meningkatnya emisi gas-gas rumah kaca,
sehingga energi matahari terperangkap dalam atmosfer bumi. Berbagai pustaka
menunjukkan kenaikan suhu global termasuk Indonesia yang terjadi pada kisaran
1.5-4.0oC pada akhir abad 21.
Sebagaimana dilaporkan intergovernmental panel on climate change (IPCC),
menyatakan iklim bumi telah berubah yang disampaikan secara resmi pada KTT bumi
di tahun 1992 di Rio de Janeiro Brasil, hingga diadopsinya konvensi perubahan iklim
bangsa-bangsa (United Nations Framework Convention On Climate Change-UNFCCC).
Tujuan utama UNFCCC adalah menstabilkan konsentrasi GRK di lapisan atmosfer pada
tingkat yang aman bagi sistim iklim. Namun belum ada kewajiban yang mengikat,
seperti target tingkat konsentrasi GRK yang aman dan kerangka waktu pencapaian
target. Pertemuan tahunan ke tiga tahun 1997 menghasilkan perjanjian internasional
yang disebut Protokol Kyoto. Melalui protokol ini, negara maju atau negara Annex I
diwajibkan untuk mengurangi emisi GRK-nya rata-rata sebesar 5.2% dari level emisi
tahun 1990 pada periode 2008-2012.
Berbagai laporan menyebutkan peningkatan konsentrasi karbondiosida (CO2)
atmosfer dari sekitar 280 ppm menjadi 368 ppm selama 200 tahun terakhir (Karube et
al. 1992). Menurut prediksi IPCC akan terjadi peningkatan suhu permukaan bumi
sebesar 1.4-5.8o C pada tahun 2100. Rata-rata peningkatan suhu global dalam kurun
waktu 150 tahun (1860-2010) sebesar 0.012o C, periode 100 tahun (1910-2010)
meningkat menjadi 0.018o C, periode 50 tahun (1950-2010) meningkat cukup tajam
yaitu 0.026o C dan pada 25 tahun terakhir (1985-2010) meningkat dua kali lipat yaitu
0.052o C dengan tingkat kepercayaan 95% (UNFCCC).
2.2 Fotosintesis
Fotosintesis adalah suatu proses biokimia yang dilakukan tumbuhan, alga, dan
beberapa jenis bakteri untuk memproduksi energi terpakai (bahan organik) dengan
memanfaatkan energi cahaya. Bahan organik yang dihasilkan pada proses fotosintesis
tersebut merupakan bahan makanan dan serat bagi organisme lain. Hampir semua
makhluk hidup bergantung dari energi yang dihasilkan dalam fotosintesis. Akibatnya
juga menghasilkan sebagian besar oksigen yang terdapat di atmosfer bumi. Organisme
yang menghasilkan energi melalui fotosintesis disebut sebagai fototrof. Fotosintesis
merupakan salah satu cara asimilasi karbon karena CO2 diikat (difiksasi) menjadi gula
sebagai molekul penyimpan energi (Stepan 2002).
Tumbuhan bersifat autotrof. Autotrof artinya dapat mensintesis makanan
langsung dari senyawa anorganik. Selama fotosintesis, energi cahaya ditangkap dan
digunakan untuk mengubah air, karbondioksida, dan mineral menjadi oksigen dan
bahan organik yang kaya akan anergi (Stepan 2002). Reaksi fotosintesis yang
menghasilkan bahan organik adalah sebagai berikut :
6H2O + 6CO2 + cahaya → C6H12O6 (glukosa) + 6O2
Tumbuhan menangkap cahaya menggunakan pigmen yang disebut klorofil.
Pigmen inilah yang memberi warna hijau pada tumbuhan. Klorofil terdapat dalam
organel yang disebut kloroplas. Rumus empiris klorofil adalah C55 H72 O5 N4 Mg
(klorofil a) dan C55H70O6N4 Mg (klorofil b) (Haryono 2009).
Alga juga termasuk tumbuhan karena memiliki klorofil untuk berfotosintesis.
Alga terdiri dari alga uniseluler dan multiseluler. Meskipun alga tidak memiliki struktur
seperti tumbuhan darat, fotosintesis pada alga dan tanaman tingkat tinggi terjadi dengan
cara yang sama. Namun karena alga memiliki berbagai jenis pigmen dalam
kloroplasnya, maka panjang gelombang cahaya yang diserapnya pun lebih bervariasi.
2.3 Karbondioksida
Karbondioksida (CO2) atau zat asam arang merupakan sejenis senyawa kimia
yang terdiri dari dua atom oksigen yang terikat secara kovalen dengan sebuah atom
karbon. Karbondioksida (CO2) adalah salah satu gas rumah kaca yang penting karena
mampu menahan energi panas matahari yang memancarkan sinarnya ke bumi sehingga
permukaanya selalu dalam kondisi hangat.
Karbondioksida (CO2) merupakan gas yang dihasilkan oleh semua hewan, fungi
dan mikroorganisme pada proses respirasi dan digunakan oleh tumbuhan pada proses
dalam siklus karbon (C). Karbondioksida (CO2) juga dihasilkan dari hasil samping
pembakaran bahan bakar fosil. Karbondioksida (CO2) anorganik dikeluarkan dari
gunung berapi dan proses geothermal lainnya seperti pada mata air panas (Nilsson
1992)
Karbondioksida (CO2) merupakan hasil akhir dari organisme yang mendapatkan
energi dari penguraian gula, lemak dan asam amino dengan oksigen sebagai bagian dari
metabolism dalam proses yang dikenal sebagai respirasi sel. Hal ini meliputi semua
tumbuhan, hewan, kebanyakan jamur dan beberapa bakteri. Pada hewan tingkat tinggi,
karbondioksida (CO2) mengalir di daerah dari jaringan tubuh ke paru-paru untuk
dikeluarkan. Pada tumbuh - tumbuhan, karbondioksida (CO2) diserap dari atmosfer
sewaktu fotosintesis (Anonimus2 2008).
Karbondioksida merupakan salah satu nutrien yang sangat dibutuhkan oleh
tumbuhan maupun mikroalga. Keberadaan karbon dioksida di perairan bisa dalam
bentuk gas karbondioksida bebas (C