• Tidak ada hasil yang ditemukan

Turmeric Rhizome Metabolomic Study Using Liquid Chromatography-Mass Spectrometry

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Turmeric Rhizome Metabolomic Study Using Liquid Chromatography-Mass Spectrometry"

Copied!
44
0
0

Teks penuh

(1)

1

KAJIAN METABOLOMIK RIMPANG KUNYIT

MENGGUNAKAN KROMATOGRAFI

CAIR-SPEKTROSKOPI MASSA

ANISSA

DEPARTEMEN KIMIA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)

ABSTRAK

ANISSA. Kajian Metabolomik Rimpang Kunyit Menggunakan Kromatografi

Cair-Spektroskopi Massa. Dibimbing oleh RUDI HERYANTO dan EDY DJAUHARI.

Pendekatan metabolomik dengan instrumen kromatografi cair-spektroskopi massa

(LC-MS) dilakukan untuk mengetahui profil metabolit kunyit (

Curcuma longa

)

berdasarkan perbedaan daerah sumber. Pada penelitian ini, sampel kunyit yang digunakan

berasal dari 5 daerah yang berbeda, yaitu Karanganyar, Nagrak, Ngawi, Bogor, dan

Sukabumi. Kromatogram LC-MS diolah menggunakan perangkat lunak

MZmine

dan

The

Unscrambler

.

MZmine

mengolah kromatogram LC-MS menjadi bentuk

mass array

.

Identifikasi pendugaan metabolit dilakukan dengan membandingkan massa akurat puncak

terukur hasil

mass array

dengan massa akurat pasti senyawa metabolit turunan kurkuma

yang terdapat pada

dictionary natural product

(dnp.chemnetbase.com), serta melalui

studi pustaka jalur biosintesis genus kurkuma (peta metabolit)

.

Analisis komponen utama

(PCA) dengan perangkat lunak

The Unscrambler

mengelompokkan sampel kunyit

berdasarkan perbedaan daerah sumber serta menentukan metabolit penciri. Sifat

bioaktivitas yang diuji ialah aktivitas antioksidan kunyit. Hasil identifikasi menunjukkan

total 121 metabolit di dalam genus kurkuma teridentifikasi dan ada perbedaan komposisi

kandungan metabolit berdasarkan daerah sumber sampel. Pola pengelompokan hasil PCA

menunjukkan pengelompokan berdasarkan ulangan sampel untuk kunyit Sukabumi dan

Karanganyar sedangkan tidak mengelompok untuk sampel kunyit daerah sumber lain.

Aktivitas antioksidan paling tinggi ditunjukkan oleh kunyit Sukabumi dengan nilai IC50

47.63

g/mL

. Sampel kunyit Sukabumi dapat dicirikan dengan tidak adanya kandungan

kalebin A yang memiliki nilai m/z 384,939

.

Kata kunci: antioksidan, kunyit, LC-MS, metabolomik, PCA

ABSTRACT

ANISSA. Turmeric Rhizome Metabolomic Study Using Liquid Chromatography-Mass

Spectrometry. Supervised by RUDI HERYANTO dan EDY DJAUHARI.

Metabolomic approach by liquid chromatography-mass spectrometry (LC-MS)

instrument was performed to determine metabolite profile of turmeric (

Curcuma longa

)

from some areas. In this study, samples turmeric were collected from 5 different areas,

those are Karanganyar, Nagrak, Ngawi, Bogor, and Sukabumi. LC-MS chromatograms

were processed using MZmine and The Unscrambler software. MZmine processed

LC-MS chromatograms into mass array. Identification of metabolites prediction was

performed by comparing the measured accurate mass of peak as result of mass array with

definite accurate mass of the turmeric derived metabolites which found in dictionary of

natural product (dnp.chemnetbase.com), and through literature studies from biosynthetic

pathway of curcuma (metabolite mapping). Principle component analysis (PCA) with The

Unscrambler software grouped turmeric samples based on different area and determined

identifier metabolite. Bioactivity property which have been tested in this research was

antioxidant activity of turmeric. The result showed 121 total metabolites were identified

from curcuma and composition of the metabolite content was different based on the

origin of the samples. The PCA showed grouping based on sample repetition for

Sukabumi and Karanganyar turmeric whereas there was no grouping for other turmeric

origins. The highest antioxidant activity was shown by Sukabumi turmeric with IC50

value 47.63 mg/mL. The Sukabumi turmeric sample can be identified by the absence of

calebin A content that had m/z value 384,939.

(3)

KAJIAN METABOLOMIK RIMPANG KUNYIT

MENGGUNAKAN KROMATOGRAFI

CAIR-SPEKTROSKOPI MASSA

ANISSA

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar

Sarjana Sains pada

Departemen Kimia

DEPARTEMEN KIMIA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(4)

Judul skripsi : Kajian Metabolomik Rimpang Kunyit Menggunakan Kromatografi

Cair-Spektroskopi Massa

Nama

: Anissa

NIM

: G44080043

Disetujui,

Pembimbing I

Pembimbing II

Rudi Heryanto SSi MSi Drs Edy Djauhari PK MSi

NIP 19760428 200501 1 002 NIP 19631219 199003 1 002

Diketahui,

Ketua Departemen Kimia

Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam

Institut Pertanian Bogor,

Prof Dr Ir Tun Tedja Irawadi MS

NIP 19501227 197603 2 002

(5)

5

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah

subhanahu wa ta’ala

atas

segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Penelitian ini

dilakukan di Laboratorium Analitik Departemen Kimia dan Laboratorium Pusat

Studi Biofarmaka (PSB-IPB). Tema yang dipilih dalam penelitian yang

dilaksanakan sejak bulan Maret 2012 ini ialah Kajian Metabolomik Rimpang

Kunyit Menggunakan Kromatografi Cair-Spektroskopi Massa.

Terima kasih yang sebesar-besarnya penulis ucapkan kepada Bapak Rudi

Heryanto SSi MSi selaku dosen pembimbing I, dan Bapak Drs Edy Djauhari PK

MSi selaku dosen pembimbing II atas ilmu, waktu dan kesabarannya selama

membimbing penulis. Ucapan terima kasih juga penulis berikan kepada Bapak,

Ibu, adik-adikku, dan seluruh keluarga tersayang atas semangat, kasih sayang,

dukungan, serta do’a yang telah dib

erikan. Terimakasih kepada semua dosen

Departemen Kimia atas ilmu yang telah diberikan, seluruh staf Laboratorium

Kimia Analitik Departemen Kimia, staf Laboratorium Pusat Studi Biofarmaka

(PSB IPB), dan teman-teman Kimia 45 atas semangat dan kebersamaannya

selama di kimia. Ucapan terima kasih kepada teman-temanku 1 tim (Septhia,

Lupi, dan Kiki) serta sahabat-sahabatku atas semangat, doa, dan dukungannya.

Semoga tulisan ini dapat memberikan manfaat dalam perkembangan ilmu

pengetahuan.

Bogor, November 2012

(6)

RIWAYAT HIDUP

Penulis lahir pada tanggal 9 September 1990 di Tanjungkarang, Provinsi

Lampung, sebagai anak pertama dari tiga bersaudara, dari pasangan Bapak Riadi

dan Ibu Herneli. Tahun 2002 penulis lulus dari SD Fransiskus I Tanjungkarang.

Tahun 2005 penulis lulus dari SMP Fransiskus Tanjungkarang. Tahun 2008

penulis lulus dari SMA N 9 Bandarlampung, dan pada tahun yang sama penulis

lulus seleksi masuk IPB melalui jalur Ujian Seleksi Masuk IPB (USMI). Penulis

menjalani kegiatan asrama dan perkuliahan pada Tingkat Persiapan Bersama

(TPB) pada tahun pertama di IPB dan mulai mengikuti kegiatan akademik

Departemen Kimia, Fakultas Kimia dan Ilmu Pengetahuan Alam pada tahun 2009.

Selama mengikuti kegiatan perkuliahan, penulis pernah menjadi asisten

praktikum Kimia Analitik I pada tahun 2011 dan Kimia Analitik II pada tahun

2012. Tahun 2011, penulis telah melakukan praktik lapang di PT Bayer Indonesia

dengan mengambil tema Analisis Kandungan Vitamin B

12

dalam

Effervescent

dan

(7)

7

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR TABEL ... vii

DAFTAR GAMBAR ... vii

DAFTAR LAMPIRAN ... viii

PENDAHULUAN ... 1

TINJAUAN PUSTAKA ... 2

Kunyit ... 2

Ekstraksi ... 3

Radikal Bebas dan Antioksidan ... 3

Metabolomik ... 4

Kromatografi Cair-Spektroskopi Massa (LC-MS) ... 4

LCMS-IT-TOF (

ion trap-time-of-flight-hybrid mass spectrometer

)

Shimadzu ... 5

Analisis Statistik Multivariat dengan

Principle Component

Analysis

(PCA) ... 5

Deteksi Metabolit Penanda dan Pengidentifikasian ... 6

BAHAN DAN METODE ... 6

Alat dan Bahan ... 6

Metode ... 6

HASIL DAN PEMBAHASAN ... 8

SIMPULAN DAN SARAN ... 15

Simpulan ... 15

Saran ... 15

DAFTAR PUSTAKA ... 15

(8)

DAFTAR TABEL

Halaman

1 Hasil identifikasi metabolit dominan ... 10

2 Kondisi lingkungan daerah pertumbuhan sampel kunyit ... 10

3 Kadar air, kadar abu, rendemen, dan aktivitas antioksidan kunyit ... 12

DAFTAR GAMBAR

Halaman

1 Kunyit ... 2

2 Struktur dasar kurkuminoid kunyit ... 2

3 Mekanisme penangkapan radikal bebas DPPH ... 3

4 LCMS-IT-TOF Shimadzu ... 5

5

Principle component analysis

... 5

6 Kromatogram LCMS kunyit Karanganyar ... 8

7 Plot skor 3 dimensi sampel kunyit ... 12

8 Plot skor 3 dimensi sampel kunyit setelah dilakukan reduksi ... 13

9 Plot skor 3 dimensi sampel kunyit setelah dilakukan

reduksi dan dihilangkan pencilan ... 13

(9)

9

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

1 Diagram alir penelitian... 19

2 Tahapan pengolahan data dengan perangkat lunak

MZmine

... 20

3

Hasil identifikasi metabolit kunyit ... 23

4 Penentuan kadar air sampel... 26

5 Penentuan kadar abu sampel ... 27

6 Penentuan rendemen hasil ekstraksi ... 28

7 Perhitungan nilai IC

50

... 29

8 Uji statistik Anova dan Duncan ... 32

9 Tahapan penggunaan perangkat lunak

The Unscrambler

... 33

(10)

PENDAHULUAN

Kunyit (Curcuma longa) merupakan tanaman turunan genus kurkuma dan masuk ke dalam famili ginger. Kunyit merupakan rempah-rempah yang biasa digunakan di negara Timur Tengah dan kawasan lain di Asia. Di Indonesia, kunyit mudah tumbuh hampir di seluruh wilayah di pulau Sumatera, Jawa, Kalimantan, Sulawesi, Maluku, dan lrian dengan sentra penanaman terletak di Jawa Tengah (Pribadi 2009). Kunyit telah sejak lama digunakan sebagai bahan pemberi warna kuning, pengobatan tradisional, dan bumbu masakan. Sebagai obat tradisional, kunyit telah banyak digunakan sebagai obat maag, penurun kolesterol, diare, nyeri haid, sakit kuning, dan obat luka.

Komponen aktif utama yang terdapat dalam kunyit yaitu kurkumin, demetoksikurkumin, bis-demetoksikurkumin, dan ar-turmeron (Prakash & Majeed 2003). Kurkumin merupakan komponen bioaktif kuning utama yang memiliki beberapa aktivitas seperti antikanker, antiinflamasi, antitumor, antimutagenik, antikoagulan, hepatoprotektif, antihiperkolesterol, antihipertensi, anti-HIV, antimikrob, dan antioksidan (Ravindran et al. 2007). Menurut Ramos et al. (2003), kunyit menunjukkan aktivitas antioksidan sangat tinggi dengan nilai IC50 <30 µg/mL pada uji DPPH (difenil pikrilhidazil). Kurkumin memiliki akitivitas penangkapan radikal bebas, terutama pada hidroksil radikal yang memiliki kemampuan melindungi kerusakan DNA pada jaringan sel manusia jika terpapar radiasi (Prakash & Majeed 2003).

Informasi mengenai kualitas kunyit sangat diperlukan dalam penggunaannya sebagai bahan baku obat. Kualitas suatu senyawaan dapat ditunjukkan dengan sifat bioaktivitasnya dan sifat bioaktivitas tersebut dipengaruhi oleh komposisi kimia yang terkandung di dalamnya. Salah satu faktor yang memengaruhi perbedaan komposisi kimia suatu senyawa ialah kondisi lingkungan pertumbuhan seperti iklim, media tanam, dan ketinggian tempat (Pribadi 2009). Oleh sebab itu, diperlukan suatu teknik analisis yang mampu mengidentifikasi keragaman profil metabolit dalam suatu senyawaan. Salah satu cara yang dapat digunakan untuk menentukan profil metabolit yaitu melalui pendekatan metabolomik.

Perkembangan terbaru dalam pendekatan metabolomik tanaman memungkinkan untuk mendeteksi ratusan metabolit dan

menunjukkan perbedaan komposisi fitokimia berdasarkan perbedaan jenis dan daerah tanam. Analisis metabolomik menggunakan instrumen LC-MS merupakan salah satu teknik analisis dengan resolusi tinggi. Selain itu, teknik ini juga dapat digunakan dalam analisis kuantitatif maupun analisis stuktural sehingga dapat memberikan pendekatan yang sangat berguna dalam menentukan profil suatu metabolit (Theoridis et al. 2008). Analisis metabolit LC-MS telah banyak digunakan pada berbagai produk tanaman seperti ginseng, teh hijau, anggur, minyak zaitun, dan lain sebagainya (Kim et al. 2011).

LC-MS merupakan metode yang dapat mendeteksi ribuan puncak dalam suatu sampel. Data yang sangat besar tersebut membutuhkan pemrosesan data otomatis. Penanganan kompleksitas data secara otomatis dapat dilakukan dengan penggunaan perangkat lunak. Perangkat lunak yang digunakan dalam penelitian ini ialah MZmine

dan The Unscrambler. MZmine mencakup semua tahapan pada tahap pemrosesan data awal kromatogram LC-MS dan utamanya digunakan dalam tujuan metabolomik seperti pengidentifikasian mikrob dan metabolomik tanaman (Katajama & Oresic 2005). MZmine

mengolah kromatogram LC-MS menjadi bentuk mass array. Mass array ialah matriks data tiga dimensi yang mengandung informasi massa akurat dari puncak terdeteksi, waktu retensi, dan intensitas puncak ternomalisasi (Tanaka et al. 2011). Pendugaan identifikasi metabolit dilakukan dengan membandingkan nilai massa akurat puncak terdeteksi hasil

mass array dengan nilai massa akurat senyawa metabolit turunan kurkuma yang terdapat pada dictionary natural product

(dnp.chemnetbase.com), serta melalui studi pustaka jalur biosintesis genus kurkuma (peta metabolit pada Lampiran 10).

Informasi metabolit penciri dalam suatu senyawaan sangat diperlukan dalam pengenalan pola sampel dan pengelompokkan data berdasarkan korelasi tertentu. Analisis multivariat dapat digunakan untuk pengenalan pola sampel, salah satunya melalui metode

(11)

menggunakan perangkat lunak The Unscrambler. Analisis PCA ini bertujuan mengelompokkan sampel kunyit berdasarkan perbedaan daerah sumber serta menentukan metabolit penciri yang berkaitan erat dengan sifat bioaktivitasnya. Dalam penelitian ini, sifat bioaktivitas yang diuji ialah aktivitas antioksidan kunyit. Choi et al. (2010) melaporkan telah dapat mengidentifikasi asal tanaman kopi berdasarkan perbedaan wilayah, yaitu Asia, Amerika Selatan, dan Afrika melalui pendekatan metabolomik yang dikombinasikan dengan analisis multivariat menggunakan metode PCA. Pendekatan metabolomik sebelumnya juga telah dilakukan oleh Tanaka et al. (2011) untuk mengklasifikasikan metabolit taxoid dari tanaman Taxus chinensis var. berdasarkan variasi perbedaan umur tanaman.

Penelitian ini bertujuan mengidentifikasi profil metabolit kunyit (Curcuma longa) dari 5 daerah sumber yang berbeda (Karanganyar, Nagrak, Ngawi, Bogor, dan Sukabumi) dengan menggunakan pendekatan metabolomik dari data LC-MS. Selain itu, penelitian ini bertujuan mengevaluasi data metabolit kunyit menggunakan analisis multivariat dengan metode PCA untuk melihat pengelompokkan metabolit berdasarkan perbedaan daerah sumber dan menjelaskan kualitas kunyit berdasarkan keterkaitan profil metabolit dengan perbedaan daerah sumber dan aktivitas antioksidannya.

TINJAUAN PUSTAKA

Kunyit

Kunyit memiliki nama latin Curcuma longa. Kunyit adalah jenis tanaman yang masuk ke dalam famili Zingiberaceae (suku jahe-jahean). Kunyit merupakan tanaman obat berupa semak dan bersifat tahunan yang tersebar di seluruh daerah tropis. Bagian terpenting dari kunyit adalah rimpangnya. Zat warna kuning (kurkumin) dimanfaatkan sebagai pewarna untuk makanan manusia dan ternak. Kandungan kimia minyak atsiri kunyit terdiri dari ar-tumeron, α dan β-tumeron,

tumerol, α-atlanton, β-kariofilen, linalol, 1,8

sineol (Rahardjo & Rostiana 2005). Kunyit mempunyai beberapa bioaktivitas yang telah diketahui yaitu anti peradangan, antimikroba, antioksidan, antivirus, dan anti tumor. Kunyit berasal dari India dan Asia Tenggara kemudian diperkenalkan di Amerika dan di daerah Eropa beriklim sedang. Kunyit tumbuh

pada beberapa negara beriklim tropis seperti India, Cina, Pakistan, Sri Lanka, dan Indonesia (Prakash & Majeed 2003).

Gambar 1 Kunyit (Prakash & Majeed 2003). Kunyit termasuk ke dalam kingdom Plantae, divisi Spermatophyta (menghasilkan biji), sub divisi Angiospermae, kelas Monocotyledoneae, ordo Zingiberales, famili Zingiberaceae (suku jahe-jahean), genus

Curcuma, dan spesies Curcuma longa

(Rukmana 1995). Tanaman yang termasuk suku temu-temuan terdiri dari 45 genus dan lebih kurang ada 500 spesies.

Komponen aktif utama yang terdapat dalam kunyit yaitu kurkumin, demetoksikurkumin, bis-demetoksikurkumin, dan ar-turmeron (Prakash & Majeed 2003). Kurkumin merupakan komponen bioaktif kuning utama yang memiliki beberapa aktivitas seperti antikanker, antiinflamasi, antitumor, antimutagenik, antikoagulan, hepatoprotektif, antihiperkolesterol, antihipertensi, anti-HIV, antimikrob, dan antioksidan (Ravindran et al. 2007). Berbagai penelitian telah membuktikan khasiat kurkuminoid dalam pengobatan terutama sebagai antihepatoksik dan antikolesterol, serta obat tumor dan kanker. Komponen fenolik dalam kunyit dapat menghambat pertumbuhan kanker dan mempunyai aktivitas antimutagenik. Selain itu kunyit juga dapat menekan pertumbuhan kanker usus, payudara, paru-paru, dan kulit (Winarti & Nurdjanah 2005).

Gambar 2 Struktur dasar kurkuminoid kunyit (Prakash & Majeed 2003).

komponen R1 R2

kurkumin OCH3 OCH3

desmetoksikurkumin H OCH3

(12)

Ekstraksi

Ekstraksi adalah istilah yang digunakan untuk operasi yang melibatkan perpindahan suatu konstituen padat atau cair ke dalam cairan lain yaitu pelarut. Prinsip dasar ekstraksi adalah berdasarkan kelarutan. Pada kontak dua fasa, zat terlarut terdifusi dari fase padat ke fase cair sehingga terjadi pemisahan dari komponen padat (Wassil 1955). Metode ekstraksi dipilih berdasarkan beberapa faktor, seperti sifat dari bahan mentah tanaman, daya penyesuaian dengan tiap macam metode ekstraksi dan kepentingan dalam memperoleh ekstrak tanaman. Sifat dari bahan mentah tanaman merupakan faktor utama yang harus dipertimbangkan dalam metode ekstraksi (Harbone 1987).

Metode ekstraksi yang paling konvensional adalah maserasi atau perendaman. Metode ekstraksi maserasi digunakan untuk mengekstrak suatu komponen kimia yang tidak tahan panas dengan menggunakan peralatan sederhana. Kekurangan dari teknik ini yaitu banyak menggunakan larutan pengekstrak dan membutuhkan waktu ekstraksi yang relatif lama (Zahid & Gray 2006).

Pemilihan pelarut organik yang digunakan dalam ekstraksi komponen bioaktif tanaman merupakan faktor penting untuk mencapai tujuan dan sasaran ekstraksi komponen. Senyawa polar lebih mudah larut dalam pelarut polar begitu pula sebaliknya. Komponen yang banyak terdapat pada tumbuh-tumbuhan yang bersifat polar antara lain senyawa dari golongan fenolik. Mekanisme komponen antibakteri fenolik pada umumnya akan berinteraksi dengan protein yang ada pada dinding sel atau sitoplasma melalui ikatan hidrogen dan interaksi hidrofobik (Dean 1998). Kunyit dicirikan oleh senyawa fenol turunan diarilheptanoid atau kurkuminoid dan senyawa seskuiterpen. Kandungan utama kurkuminoid adalah kurkumin yang berwarna kuning jingga. Kurkumin tidak larut dalam air tetapi larut dalam etanol dan aseton. Menurut Sunanti (2007), kurkumin merupakan senyawa yang sedikit pahit, larut dalam aseton, alkohol, asam asetat glasial dan alkali hidroksida, serta tidak larut dalam air dan dietil eter.

Radikal Bebas dan Antioksidan

Radikal bebas merupakan suatu molekul yang sangat reaktif karena mempunyai satu

atau lebih elektron yang tidak berpasangan (Masuda et al. 1992). Radikal bebas dalam jumlah berlebih di dalam tubuh sangat berbahaya karena menyebabkan kerusakan sel, asam nukleat, protein, dan jaringan lemak. Radikal bebas diketahui dapat menginduksi penyakit kanker, arterisklerosis, dan penuaan yang disebabkan oleh kerusakan jaringan karena oksidasi (Kikuzaki et al. 2002). Oleh karena itu, tubuh memerlukan suatu substansi penting yaitu antioksidan yang mampu menangkal radikal bebas tersebut sehingga tidak dapat menginduksi suatu penyakit (Jitoe

et al. 1992).

Antioksidan didefinisikan sebagai senyawa yang mampu menunda, memperlambat, atau menghambat reaksi oksidasi (Pokorni et al. 2001). Senyawa antioksidan memegang peranan penting dalam pertahanan tubuh terhadap pengaruh buruk yang disebabkan radikal bebas. Metode penangkapan radikal dengan radikal buatan stabil DPPH (2,2-difenil-1-pikrilhidrazil) merupakan metode yang hasilnya dapat dipercaya sehingga digunakan dalam beberapa penelitian aktivitas antioksidan dalam jurnal-jurnal ilmiah baru. DPPH adalah suatu radikal stabil yang mengandung nitrogen organik, berwarna ungu gelap dengan absorbansi yang kuat pada maks 517 nm (Kikuzaki et al. 2002). Setelah bereaksi dengan antioksidan warna larutan akan berkurang dan berubah menjadi kuning.

Prinsip metode ini adalah reaksi penangkapan hidrogen oleh DPPH dari senyawa antioksidan dan mengubahnya menjadi 2,2-difenil-1-pikrilhidrazin seperti ditunjukkan pada Gambar 3. Perhitungan yang digunakan dalam penentuan aktivitas penangkapan radikal adalah nilai IC50 (inhibiton concentration 50%). Nilai IC50 merupakan besarnya konsentrasi senyawa uji yang dapat menangkap radikal sebesar 50% (Blois 1958). Kontrol positif yang digunakan dapat berupa asam askorbat, kuersetin, tokoferol, dan BHT (Rahman et al. 2008).

2,2-difenil-1-pikrilhidrazil 2,2-difenil-1pikrilhidrazin

(13)

4

Metabolomik

Metabolomik merupakan bidang yang muncul dalam penelitian “omik” yang memokuskan pada karakterisasi metabolit molekul kecil dalam matriks biologi (Krastanov 2010). “Omik” merupakan teknologi yang mengukur karakterisasi lingkup besar dalam molekul sel seperti gen, protein, atau metabolit kecil yang telah diberi nama dengan menambahkan akhiran “omik”, seperti genomik (studi tentang gen dan fungsinya), proteomik (studi tentang protein), dan metabolomik (studi tentang metabolit). Kisaran analisis metabolomik terdiri atas

nuclear magnetic resonance spectroscopy (1H NMR), mass spectrometry (MS), Fourier transform infrared (FTIR), gas chromatography-mass spectrometry (GC-MS), liquid chromatography-mass spectrometry (LC-MS), dan capillary electroforesis-mass spectrometry (CE-MS). Pendekatan metabolik membutuhkan preparasi sampel yang sederhana dan mengikuti analisis yang dapat dipercaya sesuai dengan kisaran yang mungkin dari metabolit (Vaidyanathan et al. 2005).

Pendekatan metabolomik terdiri atas 4 langkah dasar, yaitu analisis menggunakan LC-MS (liquid chromatography-mass spectrometry) atau GC-MS (gas chromatography-mass spectrometry), reduksi dan penyusunan data menajadi bentuk statistik, analisis statistik mulivariat seperti PCA (principal component analysis) atau PLS (partial least square), dan penerjemahan menggunakan analisis kemometrik. Pendekatan metabolomik mencakup berbagai hal yang mungkin yang terdapat pada sampel. Salah satu keuntungan dari cara ini adalah pengukuran kualitatif dan kuantitatif berkualitas tinggi yang dapat digunakan untuk mengamati kualitas sampel. Keuntungan lain adalah pola pengenalan algoritma yang dapat dimanfaatkan untuk memberikan pengetahuan baru yang tidak diduga sebelumnya (Choi et al. 2010).

Analisis metabolomik terdiri atas beberapa jenis, yaitu analisis target, pemrofilan metabolit, dan sidik jari metabolit. Analisis target mengacu pada deteksi dan kuantifikasi tepat dari sel tunggal atau kecil pada komponen target. Pemrofilan metabolit menyediakan identifikasi dan perkiraan kuantifikasi dari kelompok metabolit terkait dengan jalur tertentu. Sidik jari metabolit digunakan untuk membandingkan metabolom

lengkap tanpa adanya pengetahuan tentang identifikasi komponen (Krastanov 2010).

Menurut Sun et al. (2011), pendekatan metabolomik dapat digunakan untuk mengindentifikasi perubahan spesifik metabolit pada Fuzi dan proses preparasinya serta 19 kunci penanda biologi yang berperan sebagai detoksifikasi. Pendekatan metabolomik dengan analisis target dan statistik algoritma juga telah dilakukan untuk membedakan spesies kopi yang bertujuan mengontrol kualitas kopi (Choi et al. 2010). Teknik metabolomik juga telah berhasil mengarakterisasi profil metabolit Angelica gigas dari daerah tanam yang berbeda menggunakan analisis 1H NMR dan UPLC-MS (Kim et al. 2011).

Kromatografi Cair-Spektroskopi Massa (LC-MS)

Kromatografi cair merupakan suatu teknik pemisahan dasar pada bidang keilmuan. Kromatografi cair cocok digunakan untuk memisahkan komponen organik pada kisaran yang luas, dari molekul kecil pada metabolit obat-obatan hingga peptida dan protein. Detektor yang biasa digunakan pada kromatografi cair adalah detektor indeks refraktif, elektrokimia, florosens, UV-tampak, dan spektroskopi massa. Spektroskopi massa merupakan salah satu detektor yang dapat menghasilkan data 3 dimensi, yaitu tidak hanya menggambarkan kekuatan sinyal tetapi juga spektrum massa. Spektroskopi massa menghasilkan spektrum massa yang memberikan informasi mengenai berat molekul, struktur, identitas, kuantitas, dan kemurnian sampel sehingga dapat meningkatkan kualitas hasil yang diperoleh pada analisis kuantitatif dan kualitatif (Lee & Kerns 1999).

Spektroskopi massa berkerja berdasarkan ionisasi molekul kemudian menyortir dan mengidentifikasi ion berdasarkan perbandingan massa terhadap muatan (m/z). Terdapat 2 kunci utama pada proses tersebut, yaitu sumber ion dan penganalis massa. Sumber ion spektroskopi massa yang digunakan pada penelitian ini adalah

electrospray ionization (ESI). Electrospray

(14)

dari kisaran molekul yang bersifat semipolar hingga polar (Theodoridis et al. 2008). Metode ESI memiliki kemampuan yang lebih baik dibanding metode ionisasi lainnya karena mencakup kisaran massa yang lebih luas, sekitar beberapa ratus kilodalton (Rouessac & Rouessac 2007).

Pemisah ion spektroskopi massa yang digunakan pada penelitian ini adalah time of flight (TOF). Pemisahan ion pada alat TOF dicapai tanpa menggunakan medan magnet. Ion-ion positif dihasilkan dari penembakan pulsa elektron sangat cepat (memilki frekuensi 10000 Hz dan waktu 0.25 mikro detik). Keuntungan pemisah ion TOF ialah nilai ruggedness dan kemudahan akses ke sumber ion yang memungkinkan untuk menempatkan contoh nonvolatil atau sensitif panas langsung ke sumber ion. Pemisah ion TOF lebih kecil, mobilitas lebih baik dan lebih nyaman digunakan dibandingkan pemfokus magnet (Lee & Kerns 1999).

LC-MS memberikan pendekatan yang sangat berguna dalam menentukan profil suatu metabolit. Kunci dalam penemuan yang lebih jauh dalam menentukan profil suatu metabolit adalah penggunaan sistem pemisahan dengan resolusi yang lebih tinggi. Analisis LC-MS banyak digunakan di bidang bioanalisis karena memiliki kemampuan memisahkan dan mendeteksi molekul dengan kisaran yang luas serta dapat digunakan untuk analisis kuantitatif maupun analisis struktural dengan nilai sensitivitasnya mencapai pg/mL (Theodoridis et al. 2008).

LCMS-IT-TOF (ion trap-time-of-flight-hybrid mass spectrometer) Shimadzu

Dewasa ini, pengobatan yang berasal dari produk alam yang ditemukan di dalam makanan, akar tanaman, dan tanaman obat meningkat tidak hanya di dalam negeri tetapi pula secara global. Akibatnya, kemampuan analisis dan identifikasi komponen aktif dalam suatu produk merupakan bidang yang semakin tumbuh seiring dengan perkembangan metodenya. Salah satu alat yang digunakan adalah TOF Shimadzu. LCMS-IT-TOF Shimadzu telah dapat memisahkan komponen Ginsenosides yang berasal dari ginseng Amerika. Informasi struktur dan ketepatan data massa dapt diperoleh menggunakan singel experiment. Ketepatan massa berada di bawah 5 ppm pada analisis yang memanfaatkan auto simple pada awal percobaan (kurang lebih selama 30 menit). Fragmentasi data dapat diketahui dengan

jelas. LCMS-IT-TOF Shimadzu memanfaatkan ketepatan masss dan informasi fragmentasi spektroskopi massa dalam menentukan komposisi yang belum diketahui (Taniguchi et al. 2004).

Gambar 4 LCMS-IT-TOF Shimadzu (Taniguchi et al. 2004). Analisis Statistik Multivariat dengan Principal Component Analysis (PCA)

Prinsip utama analisis PCA (principal components analysis) adalah mencari komponen utama (PC) yang merupakan kombinasi linier dari peubah asli (Lebart et al. 1984). PCA secara umum dikenal sebagai teknik interpretasi multivariat yang paling banyak digunakan untuk mengenali pola dari suatu data sehingga data dapat dikelompokkan berdasarkan persamaan pola (Brereton 2003). PCA merupakan suatu metode analisis peubah ganda yang bertujuan menyederhanakan peubah dengan cara mengurangi dimensinya. Secara keseluruhan kegunaan PCA adalah untuk menglasifikasi sampel menjadi grup yang umum, mendeteksi adanya pencilan (outliers), melakukan pemodelan data, serta menyeleksi variabel untuk klasifikasi maupun untuk pemodelan (Brereton 2003).

Tiap komponen utama menggambarkan arah dalam ruang dalam pengukuran variabel. PC pertama memiliki varians terbesar dalam set data (Tanaka et al. 2011). Teknik PCA terbagi menjadi 2 berdasarkan dekomposisi matriks data X (N × K), yaitu matriks T (N × A) dan matriks P (K × A) yang saling tegak lurus.

X = T.PT + E

Gambar 5 Principal component analysis

(15)

T merupakan matriks skor yang menggambarkan varians dalam objek. P merupakan matriks loading, yaitu pengaruh peubah terhadap komponen utama yang terdiri atas data asli dalam sistem koordinat baru. E adalah galat dari model yang terbentuk sedangkan A adalah jumlah PC yang digunakan untuk membuat model (Brereton 2003).

Deteksi Metabolit Penanda dan Pengidentifikasian

Beberapa metode dan perangkat lunak telah dikembangkan untuk mengolah data yang diubah dalam bentuk analisis statistik. Perangkat lunak yang telah tersedia antara lain

MarekerLynk, MarkerView, Profile, dan

Genespring serta pengolahan data mentah dengan instrumen MS yang spesifik. Perangkat lunak lain yaitu MZmine dan XCMS yang dikembangkan oleh tim peneliti akademik dan dapat diunduh dari internet. Perangkat lunak penggolah data MS menggunakan algoritma untuk menyaring dan menyimpang data mentah kemudian mendeteksi ciri khas komponen yang terkandung di dalamnya (perbandingan m/z dan waktu retensi). Perangkat lunak yang digunakan kemudian menyusun dan menormalisasi ciri khas yang ditemukan pada sampel kemudian membuat suatu tabel puncak yang berisi sejumlah data matriks yang dipelajari dengan teknik PCS dan metode analisis statistik lain.

Penggunaan perangkat lunak dalam menemukan puncak dan penyusunan data merupakan langkah yang penting karena hal tersebut memiliki dampak yang besar pada kualitas hasil akhir analisis. Beberapa percobaan menunjukkan dari sejumlah data yang sama dapat menghasilkan kesimpulan yang berbeda dengan menggunaan perangkat lunak pengolah data yang berbeda. Tujuan akhir pada proses ini adalah mengidentifikasi ion dari komponen tertentu yang menjadi fokus penelitian yang memungkinkan menjadi informasi metabolit penanda. LC-MS Shimadzu IT-TOF telah digunakan dalam analisis identifikasi tentatif pada komponen yang terdapat di dalam plasma tikus. Pendeteksian metabolit penanda menggunakan LC-MS lebih mudah dilakukan dibandingkan dengan pengidentifikasian. Pengidentifikasian metabolit penanda memerlukan proses yang membutuhkan waktu dan diperlukan isolasi komponen untuk karakterisasi yang lebih jauh (Theodoridis et

al. 2008). Identifikasi sementara dapat dilakukan dengan menggunakan informasi yang dihasilkan spektra massa melalui formulasi derivat massa atomik, fragmentasi data, maupun pencarian pada database

metabolit. Langkah selanjutnya yaitu mengkonfirmasi melalui penggunaan standar metabolit yang tersedia (Theodoridis et al.

2008). Identifikasi metabolit pada sampel

Angelica gigas yang diambil dari tiga daerah berbeda di wilayah Korea dilakukan oleh Kim

et al. (2011) dengan membandingkan total ion chromatograms (TIC) diperoleh terhadap spektra NMR.

BAHAN DAN METODE

Alat dan Bahan

Peralatan yang digunakan adalah Elisa

reader, penguap putar, perangkat keras komputer, serta perangkat lunak MZmine-2.1,

The Unscrambler (Camo Unscrambler 97), CorelDraw, Minitab14, dan SPSS.

Bahan yang digunakan adalah data kromatogram LC-MS ion negatif, serbuk simplisia kunyit dari 5 daerah sumber berbeda (Karanganyar, Nagrak, Ngawi, Bogor, dan Sukabumi), etanol 70%, CH3CN, (NH4)OAc, DPPH, dan asam askorbat.

Metode

(16)

Preparasi Sampel dan Analisi Ekstrak Kunyit dengan LC-MS

Spesimen kunyit dikumpulkan dari 5 daerah, yaitu Karanganyar, Nagrak, Ngawi, Bogor, dan Sukabumi. Sampel kemudian dikeringkan dan dihaluskan menjadi bentuk serbuk hingga berukuran 200 mesh. Serbuk kunyit kering yang diperoleh kemudian ditimbang dengan tepat sebanyak 100 g dan diekstrak dengan merendam sampel dalam etanol 70% sebanyak 1 L pada suhu ruang selama satu malam. Selanjutnya ekstrak yang diperoleh disaring sehingga diperoleh maserat dan residu. Residu yang tersisa direndam kembali dengan etanol 70% melalui prosedur yang sama, hingga diperoleh proses ekstraksi sebanyak 3 kali ulangan. Ekstrak yang dihasilkan dari 3 ulangan tersebut digabungkan kemudian dipekatkan menggunakan penguap putar. Selanjutnya, masing-masing ekstrak etanol sampel kunyit ditimbang sebanyak 0.1 g dan dilarutkan dengan 4 mL campuran metanol : air (50:50) kemudian disonikasi selama 30 menit. Larutan kemudian didiamkan selama 1 malam. Setelah itu, larutan disaring dengan milipore 0.4 m dan digunakan untuk injeksi pada instrumen LC-MS.

Instrumen LC-MS yang digunakan pada penelitian ini ialah Shimadzu LCMS-IT-TOF (liquid chromatography mass spectrometry

-ion trap-time of flight) dengan antarmuka ESI (electrospray ionization). Parameter ESI diatur pada tegangan +4.5 kV, temperatur kapiler 200 °C, dan gas nebulizer 1.5 L/ menit. Spektrometer massa dioperasikan pada mode pemayaran ion positif dengan kisaran

m/z 200-2000. Kolom yang digunakan ialah Water Antlatis T3 berukuran 2.1 mm × 150 mm dan temperatur kolom diatur pada 40 °C. Fase gerak berupa eluen biner yang terdiri atas larutan (NH4)OAc 5 mM dan CH3CN (kondisi gradien 30 menit gradien linier pada 0-100% B dan 30-40 menit gradien isokratik pada 100 % B). Laju alir diatur 0.2 mL/menit. Ekstraksi Kunyit

Serbuk kunyit kering ditimbang dengan tepat sebanyak 10 g kemudian diekstrak dengan merendam sampel dalam 100 mL etanol 70% yang selanjutnya didiamkan selama 1 malam. Larutan kemudian disaring dan residu yang tersisa direndam kembali dengan etanol 70% dengan proses yang sama hingga diperoleh proses ekstraksi sebanyak 2 kali ulangan. Ekstrak yang didapat kemudian dikumpulkan dan selanjutnya dipekatkan dengan penguap putar.

Penetapan Kadar Air (AOAC 2007) Cawan alumunium dikeringkan pada suhu 105 oC selama 30 menit lalu didinginkan dalam desikator dan ditimbang. Sebanyak 2 g sampel kunyit dimasukkan dalam cawan dan dipanaskan pada suhu 105 oC selama 5 jam sampai diperoleh bobot konstan, kemudian didinginkan dalam desikator dan ditimbang. Kadar air ditentukan dengan persamaan:

Kadar air (%) = A−B

x 100% A

Keterangan:

A adalah bobot sampel (g)

B adalah bobot sampel setelah dikeringkan (g) Penetapan Kadar Abu (AOAC 2007)

Cawan porselen dikeringkan pada suhu 600 oC selama 30 menit lalu didinginkan dalam desikator dan ditimbang. Sebanyak 2 g sampel kunyit dimasukkan dalam cawan dan dipanaskan pada suhu 600 oC selama 2 jam sampai diperoleh bobot konstan. Cawan dengan abu yang didapat kemudian didinginkan dalam desikator dan ditimbang.

Kadar abu (%) = A x 100% B

Keterangan:

A adalah bobot abu (g) B adalah bobot sampel (g)

Uji Aktivitas Antioksidan (Salazar-Arandra 2009)

Ekstrak pekat dibuat larutan dengan konsentrasi berbeda yang berkisar antara 0.234-β00 g/mL dalam etanol. Sebanyak 100 L larutan DPPH 1β5 M dalam etanol ditambahkan dengan 100 L larutan ekstrak sehingga volume total menjadi β00 L. Campuran dikocok dan diinkubasi pada suhu 37 °C dalam gelap selama 30 menit. Serapan kemudian diukur pada panjang gelombang 517 nm dengan Elisa reader EPOCH. Asam askorbat digunakan sebagai kontrol positif. Kapasitas penangkapan radikal DPP dihitung dengan rumus:

Aktivitas penangkapan radikal (%) = × 100%

(17)

Preprocessing Data Kromatogram LC-MS Kromatogram LC-MS kunyit diolah mengunakan perangkat lunak MZmine. Tahap ini dilakukan untuk mengubah data dalam bentuk kromatogram menjadi mass array. Pemrosesan data awal MZmine dilakukan dengan beberapa tahapan, yaitu mengurangi

noise, mendeteksi puncak, deisotoping, penyusunan data (aligmnent), gap filling, dan normalisasi. Kromatogram LC-MS yang diperoleh terlebih dahulu diubah menjadi data dalam bentuk NetCDF agar lebih mudah diolah. Selanjutnya, dilakukan tahapan-tahapan secara berurutan hingga diperoleh hasil berupa mass array yang mengandung informasi mengenai massa akurat dari puncak yang terdeteksi, waktu retensi, dan intensitas puncak ternormalisasi. Hasil data berupa mass array selanjutnya dianalisis menggunakan analisis multivariat dengan teknik PCA. Identifikasi Metabolit dan Analisis Multivariat

Pendugaan identifikasi metabolit dilakukan dengan membandingkan nilai massa akurat puncak terdeteksi hasil mass array dengan nilai massa akurat pasti senyawa metabolit turunan kurkuma yang terdapat pada

dictionary natural product

(dnp.chemnetbase.com), serta melalui studi pustaka jalur biosintesis genus kurkuma (peta metabolit). Data LC-MS kunyit berupa mass array kemudian dilakukan analisis multivariat dengan teknik PCA menggunakan perangkat

lunak The Unscrambler. Analisis multivariat dengan metode PCA dilakukan untuk melihat pengelompokkan metabolit kunyit berdasarkan perbedaan daerah sumber.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Identifikasi Metabolit Kunyit

Analisis ekstrak etanol kunyit menggunakan instrumen LC-MS dilakukan oleh Tim Peneliti (Ambarsari et al. 2012). Instrumen LC-MS yang digunakan ialah Shimadzu LCMS-IT-TOF dengan antarmuka ESI. Hasil analisis berupa kromatogram LC-MS kemudian diolah menggunakan perangkat lunak MZmine. Berbeda pada analisis menggunakan GC-MS, setiap satu puncak yang dihasilkan dapat mengidentifikasi satu senyawa. Dalam analisis LC-MS, satu puncak dalam kromatogram LC-MS dapat terdiri lebih dari satu ion molekul sehingga perlu dilakukan identifikasi ion molekul yang sesuai terhadap waktu retensi dalam kromatogram. Oleh karena itu pada penelitian ini dilakukan pengolahan menggunakan perangkat lunak

MZmine. Analisis LC-MS sampel kunyit dari setiap daerah sumber dilakukan sebanyak 3 kali ulangan sehingga total kromatogram yang akan diolah menggunakan MZmine berjumlah 15 kromatogram. Kromatogram LC-MS untuk sampel kunyit Karanganyar dapat dilihat pada Gambar 6.

(18)

Situasi dalam analisis LC-MS lebih bersifat kompleks. Dalam analisis GC-MS hanya ion bermuatan positif yang paling melimpah yang terukur sedangkan pada analisis LC-MS, teknik ionisasi umumnya menghasilkan ion molekuler ([M+H]+ atau [M+H]-) bergantung pada beberapa faktor seperti sifat kimia analat, polaritas tegangan ESI, sifat matriks, dan komposisi pelarut sehingga tidak mudah untuk memprediksi muatan ion yang dihasilkan dalam perlakuan (Halket 2005). Pada penelitian ini digunakan data kromatogram LC-MS ion negatif.

Pemrosesan data awal MZmine terdiri atas beberapa tahap, yaitu mengurangi noise, mendeteksi puncak, deisotoping, penyusunan data (aligmnent), gap filling, dan normalisasi. Pengurangan noise bertujuan memisahkan puncak kromatogram yang berupa sinyal dan

noise (pengganggu) dengan melakukan koreksi garis dasar. Tahap selanjutnya yaitu deteksi puncak bertujuan mengidentifikasi sinyal yang benar dan potensial dari komponen dan mereduksi kompleksitas data sehingga analisis menjadi lebih mudah. Tahap deisotop ialah penyatuan puncak isotop dengan puncak monoisotop yang sesuai sehingga matriks data yang diperoleh menjadi lebih sederhana. Penyusunan data (alignment) bertujuan menemukan dan mencocokkan puncak yang saling berhubungan dengan komponen tertentu di dalam sekumpulan data. Tahapan gap filling diperlukan untuk mendeteksi puncak dengan intensitas yang sangat rendah yang disebabkan bentuk yang kurang baik atau adanya kesalahan dalam mendeteksi puncak sehingga dapat mencegah penarikan kesimpulan yang kurang tepat. Normalisasi ialah menghilangkan bias sistematik yang tidak diinginkan dalam pengukuran sehingga data yang diperoleh lebih sempurna. Data yang dihasilkan berupa

mass array yang mengandung informasimassa akurat dari puncak terdeteksi, waktu retensi, dan intensitas puncak ternomalisasi.

Sebanyak 15 kromatogram LC-MS dari 3 kali ulangan untuk setiap daerah sumber sampel diolah menggunakan MZmine

sehingga diperoleh 15 hasil data dalam bentuk

mass array. Hasil data berupa mass array

tersebut kemudian dilakukan kompilasi untuk menggabungkan seluruh hasil analisis mass array dalam satu lembar kerja excel. Kompilasi yang dilakukan ialah antara nilai

m/z dengan luas area, nilai m/z dengan waktu retensi, dan nilai m/z dengan intensitas puncak. Pendugaan identifikasi metabolit

dilakukan dengan membandingkan nilai massa akurat puncak terukur hasil mass array

dengan nilai massa akurat pasti senyawa metabolit turunan kurkuma yang terdapat pada

dictionary natural product

(dnp.chemnetbase.com), serta melalui studi pustaka jalur biosintesis genus kurkuma (peta metabolit pada Lampiran 10).

Hasil identifikasi dugaan metabolit kunyit ditunjukkan pada Lampiran 3. Berdasarkan hasil tersebut diketahui bahwa terdapat total 121 metabolit dugaan di dalam genus kurkuma teridentifikasi untuk semua daerah sumber sampel kunyit dengan 42 metabolit terdidentifikasi untuk Curcuma longa Val. (kunyit). Hasil identifikasi metabolit sampel kunyit menunjukkan bahwa metabolit dominan pada semua daerah sumber sampel kunyit ialah demethoxycurcumin dengan nilai m/z terukur 338,111 dan αatlantone; -atlantone; bisacumol; 1,3,5,10-bisabolapentaen-9-ol; curlone; turmerone; α -turmerone; -turmerone; xanthorrhizol; -elemenone; germacrone dengan nilai m/z terukur 218,048 seperti ditunjukkan pada Tabel 1. Total metabolit yang teridentifikasi untuk setiap daerah sumber sampel kunyit Karanganyar, Nagrak, Ngawi, Bogor, dan Sukabumi berturut-turut ialah 96, 95, 96, 90, dan 90 metabolit. Jumlah metabolit paling tinggi terdidentifikasi terdapat pada kunyit Karanganyar dan Ngawi.

Senyawa metabolit dalam genus kurkuma terbagi menjadi 4 turunan berdasarkan jalur biosintesisnya, yaitu diphenilalkanoids, phenylpropene derivatives, terpeneoids, dan

miscellaneous compound. Hasil identifikasi menunjukkan bahwa terdapat total 23 senyawa turunan diphenilalkanoids, 4 senyawa yang berasal dari turunan

phenylpropene derivatives yaitu caffeic acid;

1-feruloyl-2-methoxy-cinnamic acid; calebin A; dan 1-feruloyl-cinnamic acid, 1 senyawa yang berasal dari turunan miscellaneous compound ialah myrciaphenone A dan sisanya berasal dari turunan terpenoids dengan total 93 senyawa. Hal ini menunjukkan bahwa sebagian besar metabolit yang diperoleh dari hasil pendugaan berasal dari turunan

(19)

10

Tabel 1 Hasil identifikasi metabolit dominan

Ket : Nomor dalam tanda [] menunjukkan nomor senyawa pada peta metabolit (Lampiran 10) Nilai %area relatif terhadap 360 puncak yang terdeteksi oleh instrumen LC-MS Tanda (*) menunjukkan metabolit yang terdapat pada Curcuma longa (kunyit)

Produksi metabolit sekunder suatu tanaman dipengaruhi oleh banyak faktor, di antaranya genetik, nutrisi, enzim, umur tanaman, dan geografis (Nurcholis 2008). Hasil identifikasi pendugaan metabolit kunyit menunjukkan ada perbedaan jumlah dan komposisi kandungan metabolit. Perbedaan tersebut dapat disebabkan oleh faktor geografis asal daerah tanam seperti iklim, media tanam, dan ketinggian tempat. Faktor iklim yang berpengaruh ialah intensitas cahaya, curah hujan, dan suhu udara. Kelima daerah sumber sampel kunyit memiliki perbedaan kondisi lingkungan seperti ditunjukkan pada Tabel 2. Kunyit tumbuh baik pada daerah tropis ±1500 m di atas permukaan laut, suhu 25-30 °C, curah hujan di atas 1500 mm, dan pH tanah 4,5-7,5 dengan adanya kandungan organik. Dalam keadaan cekaman (kekeringan), suatu tanaman dapat meningkatkan produksi metabolit sekunder tertentu. Metabolit sekunder merupakan alat pertahanan diri sehingga akan dihasilkan lebih banyak dalam keadaan cekaman.

Tabel 2 Kondisi lingkungan daerah pertumbuhan sampel kunyit

Sampel

kunyit Provinsi

Ketinggian daerah (m

dpl)

Curah hujan (mm/tahun)

Karanganyar Jawa

Tengah

105-2000 1.506-2.722

Nagrak Jawa

Barat

500-800 2292

Ngawi Jawa

Timur

1500-2700 1603,63

Bogor Jawa

Barat

190-330 3500-4000

Sukabumi Jawa

Barat

550-770 2000-3000

Ekstraksi dan Aktivitas Antioksidan Penangkapan Radikal Bebas DPPH

Sampel kunyit dari kelima daerah sumber dikeringkan dan dihaluskan menjadi bentuk serbuk hingga berukuran 200 mesh. Perolehan kadar air dan kadar abu dapat dilihat pada Tabel 3. Penentuan kadar air bertujuan mengetahui kandungan air pada sampel yang dinyatakan dalam persen bahan kering (Harjadi 1986). Kadar air dapat menentukan ketahanan suatu pangan dalam penyimpanan. Jumlah air yang terkandung dalam bahan bergantung pada perlakuan yang telah dialami bahan tersebut dan kelembapan udara tempat penyimpanan bahan (Harjadi 1986).

Menurut Winarno (1992), jika kadar air kurang dari 10%, maka kestabilan optimum bahan akan tercapai, waktu simpan sampel akan relatif lebih lama karena pencemaran oleh mikrob dapat dikurangi. Tabel 3 menujukkan bahwa sampel kunyit dari kelima daerah sumber memiliki kadar air di atas 10%. Hal ini berarti bahwa sampel kunyit tersebut kurang dapat disimpan dalam waktu yang relatif lama sebelum digunakan lebih lanjut. Sampel kering sebaiknya disimpan di tempat dengan kelembapan rendah agar kandungan air dalam sampel tidak meningkat. Perhitungan kadar air sampel dapat dilihat pada Lampiran 4.

Kadar abu ditentukan untuk menyatakan kandungan mineral yang terdapat dalam sampel. Mineral merupakan senyawa anorganik dalam akar yang tertinggal dalam bentuk abu. Menurut Departemen Kesehatan RI (1977), kadar abu untuk simplisia kunyit berdasarkan persyaratan mutu Materia Medika

Turunan pada genus kurkuma m/z Metabolit dugaan % Area

KA Nagrak Ngawi Bogor Suka

bumi terukur teoritis

diphenil

alkanoids 338,111 338,115

Demethoxycurcumin

[2]* 4,1009 3,2451 5,6967 6,8848 3,7683

terpenoids

218,048 218,167 α-Atlantone [65]* 1,7582 1,5769 2,0046 2,4748 1,7081

218,167 -Atlantone [66]* 218,167 Bisacumol [73]* 218,167

1,3,5,10-Bisabolapentaen-9-ol [77]

(20)

Indonesia ialah tidak lebih dari 9%. Sampel kunyit Karanganyar, Nagrak, dan Ngawi memiliki kadar abu di atas 9%. Perhitungan kadar abu dapat dilihat pada Lampiran 5.

Ekstraksi merupakan suatu proses selektif pengambilan zat terlarut dari suatu campuran dengan bantuan pelarut (Harborne 1987). Prinsip dasar ekstraksi adalah berdasarkan kelarutan. Ekstraksi bekerja berdasarkan prinsip like dissolve like, artinya pelarut polar akan melarutkan senyawa yang bersifat polar, dan pelarut nonpolar akan melarutkan senyawa nonpolar Sampel kunyit diekstraksi menggunakan metode maserasi dengan pelarut etanol 70%. Menurut Sunanti (2007), kurkumin merupakan senyawa yang sedikit pahit, larut dalam aseton, etanol, asam asetat glasial dan alkali hidroksida, serta tidak larut dalam air dan dietil eter. Metode ekstraksi maserasi digunakan pada penelitian ini karena ekonomis, praktis, dan sesuai untuk senyawa dalam sampel yang bersifat tidak tahan panas. Perbandingan sampel dan pelarut yang digunakan dalam teknik ini ialah 1:10 karena pada perbandingan tersebut diperkirakan cukup untuk merendam sampel dan keefektifan proses ekstraksi. Selama perendaman, dilakukan juga pengadukan menggunakan shaker agar kelarutan senyawa menjadi seragam dan proses ekstraksi menjadi lebih efektif. Rendemen hasil ekstraksi untuk masing-masing sampel dapat dilihat pada Tabel 3 dan contoh perhitungannya dapat dilihat pada Lampiran 6.

Pengujian antioksidan dilakukan dengan tujuan untuk mendapatkan informasi mengenai aktivitas antioksidan yang dimiliki sampel kunyit dari kelima daerah sumber yang berbeda. Hasil yang diperoleh kemudian dikaitkan dengan hasil dugaan identifikasi metabolit sehingga dapat dijelaskan hubungan antara kualitas antioksidan yang dimiliki suatu sampel dengan metabolit yang terkandung di dalamnya. Aktivitas antioksidan diuji dengan metode penangkapan radikal bebas 2,2-difenil-1-pikrilhidrazil (DPPH). Prinsip metode ini adalah reaksi penangkapan hidrogen oleh DPPH dari senyawa antioksidan dan mengubahnya menjadi 2,2-difenil-1-pikrilhidrazin. DPPH adalah suatu radikal stabil yang mengandung nitrogen organik, berwarna ungu gelap dengan absorbansi yang kuat pada maks 517 nm. Setelah bereaksi dengan antioksidan warna larutan akan berkurang dan berubah menjadi kuning. Hasil pengujian aktivitas penangkapan radikal bebas DPPH dapat dilihat pada Tabel 3.

Hasil uji aktivitas antioksidan tersebut menunjukkan bahwa sampel kunyit Sukabumi memiliki aktivitas antioksidan paling tinggi diikuti Karanganyar, Ngawi, Nagrak, dan Bogor. Semakin rendah nilai IC50 maka semakin tinggi aktivitas antioksidannya. Contoh perhitungan nilai IC50 dapat dilihat pada Lampiran 7. Kontrol positif yang digunakan ialah asam askorbat dengan nilai IC50 3,91 ppm. Asam askorbat dipilih karena asam askorbat merupakan senyawa antiradikal yang memiliki kinetika reaksi yang cepat sehingga mampu membentuk keadaan stabil dalam waktu kurang dari 1 menit.

Komponen aktif utama yang terdapat dalam kunyit yaitu kurkumin, demetoksikurkumin, bis-demetoksikurkumin, dan ar-turmeron. Aktivitas antioksidan kunyit utamanya dipengaruhi oleh senyawa kurkumin karena kurkumin memiliki akitivitas penangkapan radikal bebas, terutama pada hidroksil radikal yang memiliki kemampuan melindungi kerusakan DNA pada jaringan sel manusia jika terpapar radiasi. Pada penelitian ini, diperoleh hasil bahwa sebagian besar metabolit hasil identifikasi berasal dari turunan terpenoid sehingga sifat antioksidan kunyit yang didapatkan tidak hanya dipengaruhi oleh metabolit kurkumin tetapi dengan adanya variasi senyawa lain. Hal tersebut yang menyebabkan perolehan kandungan kurkumin hasil identifikasi tidak berbanding lurus dengan aktivitas antioksidannya.

(21)

12

Tabel 3 Kadar air, kadar abu, rendemen, dan aktivitas antioksidan kunyit

Sampel

Kadar air (%)

Kadar abu (%)

Rendemen

(%)

IC50 (

g/mL)

Karanganyar

12,18

10,15

20,42

66,51

ab

Nagrak

13,67

9,85

14,95

102,28

c

Ngawi

11,95

11,24

20,87

84,18

bc

Bogor

19,77

8,77

14,82

107,44

c

Sukabumi

10,19

7,56

21,63

47,63

a

Ket.: Nilai dengan huruf yang berbeda (a-c) berarti berbeda signifikan secara statistik (P<0,05) berdasarkan uji Duncan. Pengenalan Pola Metabolit

Berdasarkan PCA

Analisis multivariat merupakan salah satu teknik analisis kemometrik yang banyak digunakan untuk analisis matriks kompleks dan analisis multikomponen pada sistem yang sederhana (Brereton 2003). Analisis multivariat telah banyak digunakan dalam bidang kimia untuk melakukan pengenalan pola. Salah satu pendekatan metode analisis multivariat yang dapat digunakan ialah

principle component analysis (PCA). Prinsip utama analisis multivariat dengan metode PCA adalah mencari komponen utama (PC) yang merupakan kombinasi linear dari peubah asli (Lebart et al. 1984).

Pada penelitian ini, dilakukan analisis multivariat dengan metode PCA menggunakan perangkat lunak The Unscrambler. Tahap pengerjaan metode PCA dengan perangkat lunak The Unscrambler

dapat dilihat pada Lampiran 9.

Data yang digunakan pada analisis PCA ialah data kompilasi mass array dalam bentuk lembar kerja excel. Kompilasi nilai m/z dengan waktu retensi dan kompilasi nilai m/z

dengan intensitas puncak memberikan hasil analisis PCA yang kurang baik sehingga pada penelitian ini analisis PCA dilakukan dengan menggunakan kompilasi nilai m/z dengan luas area dari kelima daerah sumber. Hasil analisis PCA berupa plot skor 3 dimensi yang ditunjukkan pada Gambar 7, 8, dan 9. Analisis PCA sampel kunyit untuk data utuh ditunjukkan pada Gambar 7 yang dapat menjelaskan 83% total variasi (PC1 = 61%, PC2 = 12%, dan PC3 = 10%). Pola pengelompokkan sampel pada Gambar 7 belum terlihat jelas. Selanjutnya dilakukan reduksi data dengan memilih luas area puncak yang memiliki kelimpahan nilai di atas 1 juta. Proses reduksi diharapkan dapat menghasilkan data baru yang dapat memberikan gambaran menyeluruh dengan jumlah variabel yang lebih sedikit.

(22)

Gambar 8 Plot skor 3 dimensi sampel kunyit setelah dilakukan reduksi.

Gambar 9 Plot skor 3 dimensi sampel kunyit setelah dilakukan reduksi dan dihilangkan pencilan.

Gambar 8 menunjukkan plot skor 3 dimensi setelah dilakukan reduksi yang mampu menjelaskan 83% total variasi (PC1 = 61%, PC2 = 12%, dan PC3 = 10%). Proses reduksi juga belum dapat menghasilkan pola pengelompokkan sampel dengan jelas sehingga selanjutnya dilakukan penghilangan pencilan. Pencilan ini dapat disebabkan adanya galat pengukuran, contoh dari kategori lain, atau kesalahan instrumental. Gambar 9 menunjukkan plot skor 3 dimensi setelah dilakukan reduksi dan penghilangan pencilan yang dapat menjelaskan variasi total 86% (PC1 = 60%, PC2 = 15%, dan PC3 = 11%). Pola pengelompokkan sampel terlihat lebih jelas walaupun tidak semua daerah asal

sampel kunyit mengelompok. Hasil analisis PCA menunjukkan pengelompokkan berdasarkan pengulangan pengerjaan sampel untuk kunyit Sukabumi dan Karanganyar sedangkan sampel kunyit daerah lain tidak mengelompok. Pengelompokkan kunyit berdasarkan daerah sumber masih belum terlihat karena masih terdapat sampel yang belum mengelompok berdasarkan tiap ulangannya.

(23)

14

kelompok 2 (Karanganyar dan Ngawi), dan kelompok 3 (Ngawi, Nagrak, dan Bogor). Berdasarkan hasil analisis PCA yang diperoleh, tidak dapat dilakukan pengelompokkan data seperti pada hasil yang diperoleh pada pengujian aktivitas antioksidan. Hasil PCA menunjukkan bahwa berdasarkan perbedaan daerah sumber, sampel kunyit Sukabumi dan sampel kunyit Karanganyar tidak mengelompok, berbeda pada hasil yang ditunjukkan pada pengujian aktvitas antioksidannya. Hal ini menunjukkan bahwa pengelompokan aktivitas antioksidan sampel kunyit berdasarkan aktivitas antioksidannya tidak terkait dengan pengelompokkan hasil analisis PCA sampel kunyit berdasarkan perbedaan daerah sumber.

Analisis Pendugaan Metabolit Penciri

PCA dikenal juga sebagai metode pereduksi atau penekan data terkait dengan tujuannya yang mengurangi jumlah variabel dalam suatu matriks untuk menghasilkan variabel baru dengan tetap mempertahankan informasi yang dimiliki oleh data. Setiap variabel baru (skor atau PC) yang dihasilkan

PCA merupakan kombinasi linear variabel asli pengukuran (Miller & Miller 2000). Skor dinilai bersama dengan satu set vektor yang disebut loading. Loading mengukur hubungan di antara variabel. Setiap titik pada plot

loading PCA merupakan variabel komponen dan komponen yang memberikan kontribusi signifikan terhadap perbedaan antar kelompok adalah komponen yang terjauh dari kelompok utama. Dalam analisis ini dilakukan pendugaan komponen penciri dalam suatu sampel kunyit. Hasil plot loading 3 dimensi sampel kunyit ditunjukkan pada Gambar 10.

Hasil plot loading digunakan untuk analisis pendugaan metabolit penciri. Dengan membandingkan plot skor dan plot loading

hasil PCA dapat diduga bahwa calebin A

dengan nilai m/z 384,939 diduga sebagai metabolit penciri untuk sampel kunyit Sukabumi karena berdasarkan hasil identifikasi hanya sampel kunyit Sukabumi yang tidak mengandung calebin A. Sampel kunyit Karanganyar diduga mengandung metabolit penciri dengan nilai m/z 226,980 yang belum dapat diidentifikasi karena

keterbatasan database.nnnaaaannnnnnnnnn

(24)

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

Pendugaan metabolit sampel kunyit dilakukan dengan pendekatan metabolomik menggunakan instrumen LC-MS menunjukkan total 121 metabolit dugaan di dalam genus kurkuma teridentifikasi untuk semua daerah sumber sampel kunyit dengan 42 metabolit yang terdapat pada kunyit (Curcuma longa). Hasil identifikasi menunjukkan perbedaan jumlah dan komposisi kandungan metabolit kunyit berdasarkan daerah sumber sampel. Secara umum, sampel kunyit dari kelima daerah sumber memiliki komponen metabolit dari keempat jenis turunan pada genus kurkuma. Sebagian besar metabolit hasil identifikasi berasal dari turunan terpenoid. Hasil PCA menunjukkan bahwa sampel kunyit Sukabumi dan Karanganyar mengelompok berdasarkan ulangan pengerjaan sampel sedangkan sampel kunyit daerah sumber lain masih belum mengelompok untuk setiap ulangannya. Pengelompokan aktivitas antioksidan sampel kunyit berdasarkan aktivitas antioksidannya tidak terkait dengan pengelompokkan hasil analisis PCA sampel kunyit berdasarkan perbedaan daerah sumber. Aktivitas antioksidan paling tinggi ditunjukkan oleh kunyit Sukabumi dengan nilai IC50 47,63

g/mL. Sampel kunyit Sukabumi dapat dicirikan dengan tidak adanya kandungan calebin A yang memiliki nilai m/z 384,939.

Saran

Pemrosesan data awal kromatogram LC-MS merupakan hal yang paling penting dalam melakukan identifikasi metabolit. Penggunaan perangkat lunak yang tepat didukung dengan versi terbaru sangat diperlukan dalam pemrosesan data awal kromatogram LC-MS. Selain itu, perlu dilakukan analisis multivariat lebih lanjut untuk melihat pola pengelompokkan sampel.

DAFTAR PUSTAKA

Ambarsari L et al. 2012. Laporan penelitian perguruan tinggi: Produksi nanokurkuminoid berbasis bahan baku terstandar secara genetik dan metabolit untuk meningkatkan nilai tambah biodiversitas lokal demi kemandirian

bangsa. Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi, Departemen Pendidikan Nasional. Blois MS. 1958. Antioxidant determinations

by the use of a stable free radical. Nature

181: 1199-1200.

Brereton RG. 2003. Chemometrics: Data Analysis for The Laboratory and Chemical Plant. England: John Willey & Sons. Chew OS, Hamdan MR, Ismail Z, Ahmad

MN. 2004. Assessment herbal medicines by chemometric-assisted FTIR spectra. J Anal Chem. Acta, in press.

Choi MY, Choi W, Park Jh, Lim J, Kwon SW. 2010. Determination of coffee origins by integrated metabolomic approach of combining multipleanalytical data. Food Chem 121: 1260-1268.

Dean JR. 1998. Extaction Methods for Environmental Analysis. London: John Wiley & Sons Ltd.

[DepkesRI] Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 1977. Materia Medika Indonesia. Jilid I. Jakarta: Direktorat Jenderal Pengawasan Obat dan Makanan. Halket JM, Waterman D, Przyborowska AM,

Patel RK. 2005. Chemical derivatization and mass spectral libraries in metabolic profilling by GC/MS and LC/MS. Journal of Experimental Bot 56: 410.

Harbone JB. 1987. Metode Fitokimia. Bandung: ITB.

Harjadi W.1986. Ilmu Kimia Analitik Dasar. Jakarta: Gramedia.

Jitoe A, Masuda T, Tengah IGP, Suprapta DN, Gara IWN, Nobuji. 1992. Antioxidant activity of tropical ginger extract and analysis of the container curcuminoids. J Agric Food Chem 40: 1337-1340.

Katajama M, OresicM. 2005. Processing method for differential analiysis of LC/MS profile data. BMC Bioinformatics 6: 179. Kikuzaki H, Hisamoto M, Hirose K, Akiyama

K, Taniguchi H. 2002. Antioxidants properties of ferulic acid and its related compounds. J Agric Food Chem 50: 2161-2168.

(25)

16

UPLC-MS analyses. J Agric Food Chem

59: 8806-8815.

Krastanov A. 2010. Metabolomic-the state of art. Biotechnol. & Biotechnol. 24: 1537-1543.

Lebart L, Morineau A, Warmict MK. 1984.

Multivariate Descriptive Statistical Analysis. New York: John Willey & Sons. Lee MS, Kerns EH. 1999. LC/MS application

in drug development. Mass Spectrometry Reviews 18: 187-279.

Masuda T, Isobe J, Jitoe A, Nakatani N. 1992. Antioxidative curcuminoide from rhizomes of Curcuma xanthorriza.

Phytochemistry 31(10): 3645-3647. Miller JC, Miller JN. 2000. Statistic and

Chemometrics for Analytical Chemistry. Ed ke-4. Harlow: Pearson Education. Nurcholis W. 2008. Profil senyawa penciri

dan bioaktivitas tanaman temulawak pada agrobiofisik berbeda [tesis]. Bogor: Program Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor.

Pokorni J, Yanishlieva N, Gordon M. 2001.

Antioxidant in Food, Practical Application. New York: CRC Press. Prakash L. & Majeed S. 2003. Multifunctional

ingredients. The Novel Face of Natural. C&T 11: 41-47.

Pribadi ER. 2009. Pasokan dan permintaan tanaman obat Indonesia serta arah penelitian dan pengembangannya.

Perspektif 8: 52-64.

Rahardjo M, Rostiana O. 2005. Budidaya tanaman kunyit. Sirkuler 11: 1-6.

Rahman F, Logawa ED, Hegartika H, Simanjuntak P. 2008. Aktivitas antioksidan ekstrak tanaman tunggal dan kombinasinya dari tanaman Curcuma spp.

J Ilmu Kefarmasian Indonesia 6(2): 69-74. Ramos A, Visozo A, Piloto J, Garcia A, Rondriguez CA, Rivero R. 2003. Screening of antimutagenicity via antioxidant activity in Cuban medical plants. J. Ethnopharmacol 87: 241-246. Ravindran PN, Babu KN, Sivaraman K. 2007.

Turmeric The Genus Curcuma. USA: CRC Press.

Rouessac F & A Rouessac. 2007. Chemical Analysis: Modern Instrumentation

Methods and Techniques, edition 2nd. Chichester: John Wiley and Sons.

Rukmana R. 1995. Kunyit. Yogyakarta: Kanisius.

Salazar-Alandra R, Perez-Lopez LA, Lopez-Arroyo J, Alanis-Garza BA, Torres NW. 2009. Antimicrobial and antioxidant activities of plants from northeast of Mexico. eCAM: 1-6.

Singh SK, Jha SK, Chaundary A, Yadava RDS, Rai SB. 2010. Quality control of herbal medicine by using spectroscopic techniques and multivariate statictical analysis. Pharm Biology 48: 134-141. Sun H, Ni Bei, Zhang A, Wang Mo, Dong H,

Wang X. 2011. Metabolomics study in Fuzi and its processed products using

ultra-performance

liquid-chromatography/electrospray-ionization synapt high-definition mass spectrometry coupled with pattern recognition analysis.

Analyst 137: 170-185.

Sunanti. 2007. Aktivitas antibakteri ekstrak tunggal bawang putih (Allium sativum

Linn.) dan rimpang kunyit (Curcuma longa Val.) terhadap Salmonella typhimurium [skripsi]. Bogor: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Institut Pertanian Bogor.

Tanaka K, Li F, Morikawa K, Nobukawa T, Kadota S. 2011. Analysis of biosynthetic fluctuations of cultured Taxus seedling using a metabolomic approach.

Phytochemistry 72: 1760-1766.

Taniguchi J, Kawatoh E, Itol H, Bilsborough S, Loftus N, Miseki K. 2004. Proc 52nd ASMS Conf. Mass Spectrom and Alied Topics Nashville.

Theodoridis G, Helen GG, Wilson ID. 2008. LC-MS-based methodology for global

metabolite profiling in

metabonomics/metabolomics. Trends in Anal Chem 27: 251-260.

Vaidyanathan S, Harrigan GG, Goodacre R. 2005. Metabolome analyses: strategies for systems biology. Springer.

Wassil KJ. 1955. Unit Operation. London: Chapman & Hall.

Winarno FG. 1992. Kimia Pangan dan Gizi.

Jakarta: Gramedia.

(26)

pangan fungsional. Jurnal Litbang Pertanian 24 (2): 47-55.

Windono T. 2001. Uji peredam radikal bebas terhadap 1,2-diphenyl-2-picrylhidrazil (DPPH) dari ekstrak kulit buah dan biji anggur (Vitis vinifera) Probolinggo biru dan Bali, Artikel Hasil Penelitian,

Actrocarpus 1: 34-43.

(27)
(28)

Lampiran 1 Diagram alir penelitian

Sampel kunyit dari beberapa daerah sumber berbeda

Ekstrak kunyit

Analisis dengan instrumen LC-MS

Kromatogram LC-MS

Evaluasi metabolit kunyit

Pendekatan studi jalur biosintesis

Preprocessing data LC-MS dengan MZmine

Data diperoleh dalam bentuk

mass array

Analisis PCA dengan perangkat lunak The

Unscrambler

Interpretasi profil metabolit kunyit

Metabolit penanda

Uji aktivitas

(29)

20

Lampiran 2 Tahapan pengolahan data dengan perangkat lunak MZmine

1. Program MZmine dibuka dan dilakukan impor data LC-MS dalam bentuk NetCDF. Pada program MZmine, Raw data methods diklik kemudian Raw data import. Setelah itu dipilih file yang akan diolah dengan MZmine.

a) b)

c)

2. Tahap noise filtering

Raw data methods diklik kemudian peak detection dan chromatogram builder.

a) b)

(30)

3. Tahap deteksi puncak

Peak list methods diklik kemudian peak detection dan chromatogram deconvolution.

a) b)

4. Tahap deisotop

Peak list methods diklik kemudian isotopes dan isotopic peaks grouper.

a) b)

c)

5. Tahap alignment

Peak list methods diklik kemudian alignment dan join aligner.

(31)

22

c)

6. Tahap gap filling

Peak list methods diklik kemudian gap filling dan same RT and m/z range filler.

a) b)

7. Tahap normalisasi

Peak list methods diklik kemudian normalization dan linear normalization.

a) b)

(32)

Lampiran 3 Hasil identifikasi metabolit kunyit Turunan pada genus kurkuma m/z Metabolit dugaan % Area

KA Nagrak Ngawi Bogor Suka

bumi terukur teoritis

diphenil alkanoids

262,113 262,136 (1E,

3E)-1,7-Diphenyl-1,3-heptadien-5-one [20] 0,1353 0,1381 0,1426 0,1578 0,1430 264,134 264,151 (E)-1,

Gambar

Gambar 2  Struktur dasar kurkuminoid kunyit                                        (Prakash & Majeed 2003)
Gambar 3  Mekanisme penangkapan radikal      bebas DPPH (Windono 2001).
Gambar 4  LCMS-IT-TOF Shimadzu
array kemudian dilakukan analisis multivariat dengan teknik PCA menggunakan perangkat Gambar 6
+4

Referensi

Dokumen terkait

Dampak terhadap lingkungan adalah dampak penyalahgunaan narkoba pada remaja di Kelurahan Kalabbirang terhadap pergaulan dan perubahan jiwa sosialnya menjadi anti

Nyeri terutama ditangani melalui penggunaan obat-obatan, namun beberapa teknik nonfarmakologik dapat membantu mengendalikan nyeri: masase, relaksasi dan imajinasi,

Tugas guru dalam pembelajaran tidak terbatas pada penyampaian materi pembelajaran, tetapi lebih dari itu guru harus membentuk kompetensi dan pribadi peserta didik. Oleh karena

(4) model pembelajaran mandiri ternyata berhasil dalam meningkatkan kompetensi desain, yang ditunjukkan dengan meningkatnya kognitif, psikomotorik, dan afektif

1) Nyatakan situasi yang ditemukan dalam penelitian: bisa memuaskan atau tidak memuaskan. Misalnya: guru kelas SD belum memenuhi standar minimal kompetensi

Pada t ahap aw al Pokja Pengadaan Barang/ Jasa pada Dinas Bina M arga Kabupat en Kuningan t elah memberikan penjelasan kepada pesert a lelang mengenai hal-hal yang perlu disampaikan

Kompetensi Dasar Pembelajaran Materi Kegiatan Pembelajaran 1.1 Menerima gambar  (bintang segi lima,  rantai, pohon  beringin, kepala  banteng, dan padi 

[r]