• Tidak ada hasil yang ditemukan

Kelimpahan Hama dan Musuh Alami serta Pengaruh Perlakuan Insektisda pada Tanaman Kacang Panjang (Vigna sinensis L.) Fase Generatif

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Kelimpahan Hama dan Musuh Alami serta Pengaruh Perlakuan Insektisda pada Tanaman Kacang Panjang (Vigna sinensis L.) Fase Generatif"

Copied!
82
0
0

Teks penuh

(1)

KELIMPAHAN HAMA DAN MUSUH ALAMI SERTA

PENGARUH PERLAKUAN INSEKTISIDA PADA TANAMAN

KACANG PANJANG (Vigna sinensis L.) FASE GENERATIF

JOHAN

DEPARTEMEN PROTEKSI TANAMAN

FAKULTAS PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

(2)

ABSTRAK

JOHAN. Kelimpahan Hama dan Musuh Alami serta Pengaruh Perlakuan Insektisida pada Tanaman Kacang Panjang (Vigna sinensis L.) Fase Generatif. Dibimbing oleh I WAYAN WINASA.

Sayuran merupakan salah satu komoditas hortikultura yang sangat penting. Kebutuhan akan sayuran semakin meningkat seiring meningkatnya kesadaran masyarakat untuk mengkonsumsi sayuran. Salah satu kendala yang dihadapi petani dalam mengembangkan usaha budidaya sayuran khususnya kacang panjang adalah masalah hama, terutama hama penggerek polong (Maruca testulalis) dan kutu daun (Aphis craccivora). Salah satu metode pengendalian hama yang umum digunakan oleh petani adalah perlakuan dengan insektisida, walaupun insektisida dapat menimbulkan berbagai efek samping baik terhadap hama, musuh alami, maupun lingkungan.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perkembangan hama dan musuh alami, keragaman artropoda permukaan tanah dan pengaruh aplikasi insektisida pada tanaman kacang panjang fase generatif. Penelitian ini terdiri dari dua perlakuan yaitu aplikasi insektisida Dangke 40 WP berbahan aktif metomil 40% sesuai dosis anjuran dan tanpa insektisida. Pengamatan dilakukan dengan mengamati perkembangan hama utama dan musuh alami, tingkat serangan

M. testulalis pada bunga dan polong tanaman kacang panjang, serta keragaman artropoda permukaan tanah pada tanaman kacang panjang. Pengamatan dilakukan pada lima petak yang disemprot insektisida dan lima petak tanpa insektisida (kontrol).

Hama utama yang dominan pada pertanaman kacang panjang pada fase generatif adalah A. craccivora, M. testulalis, Thrips sp.dan Empoasca sp. Musuh alami yang dominan adalah kumbang Coccinellidae dan Paederus sp. Aplikasi insektisida hanya berpengaruh terhadap kelimpahan populasi Thrips sp. dan

Empoasca sp.,tapi tidak menurunkan populasi dari musuh alami. Intensitas serangan M. testulalis pada bunga cukup tinggi yaitu mencapai 34,40% dan pada polong 38,05%. Aplikasi insektisida berpengaruh terhadap serangan M. testulalis

pada bunga dan polong kacang panjang. Artropoda permukaan tanah pada pertanaman kacang panjang fase generatif didominasi oleh Collembola, Formicidae, Araneae dan Carabidae. Perlakuan insektisida hanya berpengaruh terhadap kelimpahan Carabidae, Araneae dan Formicidae sedangkan untuk Collembola tidak berpengaruh.

Kata kunci: kacang panjang, hama utama, musuh alami, artropoda permukaan

(3)

KELIMPAHAN HAMA DAN MUSUH ALAMI SERTA

PENGARUH PERLAKUAN INSEKTISIDA PADA TANAMAN

KACANG PANJANG (Vigna sinensis L.) FASE GENERATIF

JOHAN

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar

Sarjana Pertanian di Departemen Proteksi Tanaman,

Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor

DEPARTEMEN PROTEKSI TANAMAN

FAKULTAS PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

(4)

Judul Skripsi : Kelimpahan Hama dan Musuh Alami serta Pengaruh

Perlakuan Insektisda pada Tanaman Kacang Panjang

(Vigna sinensis L.) Fase Generatif

Nama Mahasiswa : Johan

NIM : A34070034

Menyetujui,

Pembimbing

Dr. Ir. I Wayan Winasa, M.Si NIP. 19611210 198703 1 003

Mengetahui,

Ketua Departemen Proteksi Tanaman

Prof. Dr. Ir. Dadang, M.Sc. NIP. 19640204 199002 1 002

(5)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Batusangkar, Sumatera Barat pada tanggal 28

Februari 1990, merupakan putra kedua dari empat bersaudara dari pasangan

Yusrizal dan Eridawati.

Penulis menamatkan sekolah menengah umum di SMU Negri 1 Pariangan

Sumatera Barat pada tahun 2007. Kemudian pada tahun yang sama penulis

melanjutkan studi ke tingkat perguruan tinggi di Institut Pertanian Bogor sebagai

mahasiswa di Departemen Proteksi Tanaman, Fakultas Pertanian melalui jalur

(6)

PRAKATA

Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT atas limpahan rahmat

dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi ini.

Skripsi yang berjudul “Kelimpahan Hama dan Musuh Alami serta Pengaruh

Perlakuan Insektisida pada Tanaman Kacang Panjang (Vigna sinensis L.) Fase

Generatif” merupakan tugas akhir program sarjana di Departemen Proteksi

Tanaman, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor untuk memperoleh gelar

Sarjana Pertanian. Penelitian dilaksanakan sejak Februari sampai Mei 2011.

Pada kesempatan kali ini penulis mengucapan terima kasih kepada:

1.Dr. Ir. I Wayan Winasa, Msi. selaku dosen pembimbing skripsi dan

pembimbing akademik yang telah meluangkan waktunya untuk

membimbing dan memberikan saran kepada penulis dalam pelaksanaan

penelitian ini.

2.Dr. Ir. Suryo Wiyono M.Sc.Agr. sebagai penguji tamu yang telah

memberikan saran, motivasi dan bantuan kepada penulis.

3.Pak Slamet, Pak Wawan dan Pak Boni yang telah banyak membantu

dalam penyediaan bahan dan alat selama penulis melakukan penelitian.

4.Rekan-rekan penelitian yang bekerja di Laboratorium Ekologi Serangga

yang telah banyak membantu.

5.Teman-teman Basil dan PTN’44 yang selalu memberikan bantuan dan

semangat serta saran yang sangat bermanfaat selama ini.

Akhirnya ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada keluarga

tercinta yang telah memberikan dukungan dan doanya selama ini sehingga penulis

dapat menyelesaikan kegiatan studi dan penelitian di Departemen Proteksi

Tanaman, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Penulis berharap semoga

hasil penelitian ini dapat memberikan manfaat yang sebesar-besarnya bagi yang

memerlukan.

Bogor, November 2011

(7)

DAFTAR ISI

Nomor Halaman

DAFTAR TABEL ... viii

DAFTAR GAMBAR ... ix

PENDAHULUAN ... 1

Latar Belakang ... 1

Tujuan Penelitian ... 2

Manfaat Penelitian ... 3

TINJAUAN PUSTAKA ... 4

Kacang Panjang (Vigna sinensis L.) ... 4

Hama Utama Tanaman Kacang Panjang ... 5

Maruca testulalis Geyer (Lepidoptera: Pyralidae) ... 5

Kutu daun Aphis craccivora Koch. (Hemiptera: Aphididae) ... 6

Empoasca sp. (Hemiptera: Cicadellidae) ... 7

Riptortus linearis Fab. (Hemiptera: Alydidae) ... 7

Musuh Alami pada Tanaman Kacang Panjang ... 8

Kumbang Coccinellidae (Coloeptera: Coccinellidae) ... 8

Lalat Syrphidae (Diptera: Syrphidae) ... 8

Kumbang Paederus sp.(Coleoptera: Staphylinidae) ... 9

Laba-laba (Araneae) ... 10

Artropoda Permukaan Tanah ... 10

Penggunaan Insektisida dan Dampaknya terhadap Hama dan Musuh Alami ... 11

BAHAN DAN METODE ... 12

Tempat dan Waktu ... 12

Penanaman dan Pemeliharaan Tanaman Kacang Panjang ... 12

Aplikasi Insektisida ... 12

Pengamatan Hama dan Musuh Alami ... 12

Pengamatan Tingkat Serangan Maruca testulalis ... 13

Pengamatan Artropoda Permukaan Tanah ... 14

Rancangan Percobaan ... 14

(8)

HASIL DAN PEMBAHASAN ... 15

Perkembangan Populasi Hama dan Musuh Alami ... 15

Kelimpahan Artropoda Permukaan Tanah ... 21

Pengaruh Perlakuan Insektisida terhadap Kelimpahan Hama dan Musuh Alami pada Kacang Panjang ... 23

Pengaruh Perlakuan Insektisida terhadap Intensitas Serangan M. testulalis pada Kacang Panjang ... 27

Pengaruh Perlakuan Insektisida terhadap Kelimpahan Artropoda Permukaan Tanah ... 29

KESIMPULAN DAN SARAN ... 31

Kesimpulan ... 31

Saran ... 31

(9)

DAFTAR TABEL

Nomor Teks Halaman

1. Populasi rata-rata hama utama per unit contoh pada pertanaman kacang panjang fase generatif tanpa aplikasi insektisida………….……….... 16

2. Kelimpahan rata-rata artropoda yang tertangkap lubang perangkap pada pertanaman kacang panjang fase generatif tanpa aplikasi insektisda… 22

3. Pengaruh perlakuan insektisida terhadap kelimpahan hama utama pada kacang panjang fase generatif ………... 25

4. Pengaruh perlakuan insektisida terhadap kelimpahan musuh alami pada kacang panjang fase generatif ……….………….. 26

5. Pengaruh perlakuan insektisida terhadap intensitas serangan

M. testulalis pada bunga dan polong kacang panjang ……..…………. 28

6. Pengaruh perlakuan insektisida terhadap kelimpahan artropoda

(10)

DAFTAR GAMBAR

Nomor Teks Halaman

1. Intensitas serangan M. testulalis pada pertanaman kacang panjang fase generatif tanpa aplikasi insektisida……… 19

(11)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Sayuran adalah salah satu komoditas yang mempunyai nilai ekonomi

tinggi karena merupakan produk pertanian yang senantiasa dikonsumsi setiap saat.

Kecendrungan produksi tanaman sayuran dari tahun ketahun terus meningkat dan

jarang mengalami penurunan yang berarti. Bahkan akhir-akhir ini ada

kecendrungan di masyarakat untuk mengurangi makanan yang berlemak tinggi,

terurama dari bahan hewani dan beralih ke bahan nabati yang disebut vegetarian

(hanya mengkonsumsi bahan makanan nabati).

Tanaman kacang panjang (Vigna sinensis L.) merupakan salah satu

tanaman sayuran yang potensial untuk dikembangkan di Indonesia. Selain mudah

untuk dikembangkan sebagai usahatani karena tidak membutuhkan modal yang

besar, pangsa pasarnya juga cukup tinggi (Haryanto et al. 1999). Selain itu,

kacang panjang termasuk sayuran buah yang sudah sangat populer. Buah atau

polong muda bermanfaat antara lain sebagai bahan makanan dan untuk

pengobatan (terapi) yaitu pengobatan kanker payudara, anemia, antioksidan,

antibakteri dan antivirus (Cahyono 2006).

Berdasarkan data BPS (2010), produksi kacang panjang selama lima tahun

terakhir cenderung meningkat dari tahun-tahun sebelumnya. Tercatat tingkat

produksi tanaman kacang panjang dari tahun 2006 sampai 2010 berturut-turut

adalah 461,239 ton/tahun, 488,500 ton/tahun, 455,524 ton/tahun, 483,793

ton/tahun dan 488,174 ton/tahun. Hal ini menandakan bahwa petani yang

berminat untuk menanam kacang panjang semakin banyak dan target untuk

memenuhi permintaan konsumen akan sayuran kacang panjang yang terus

meningkat setiap tahun dapat terpenuhi.

Salah satu kendala yang dihadapi petani dalam mengembangkan budidaya

kacang panjang adalah masalah hama, terutama hama penggerek polong (Maruca

testulalis), tungau merah (Tetranychus bimaculatus) dan kutu daun (Aphis

craccivora) (Siregar 1996). Tingkat serangan hama tersebut di atas semakin

tinggi pada saat musim kemarau bahkan dapat menyebabkan gagal panen. Selain

(12)

linearis dan Empoasca sp. juga dapat menurunkan tingkat produksi. Di samping

hama, juga ditemukan musuh alami yaitu serangga yang dapat digunakan sebagai

agens pengendali hayati di antaranya adalah serangga predator seperti kumbang

Coccinellidae, lalat Syrphidae, kumbang Paederus sp. dan beberapa spesies

laba-laba.

Pada kondisi tertentu, musuh alami tidak dapat menekan populasi hama

sehingga perlu dikendalikan dengan insektisida. Alasan petani memilih

insektisida sintetik untuk mengendalikan hama pada tanaman kacang panjang

karena dapat memberikan hasil yang lebih cepat dan mudah didapat. Insektisida

merupakan produk yang mudah diterapkan, tersedia dengan mudah di tingkat

petani, dapat disesuaikan dengan situasi dan secara ekonomis sangat

menguntungkan dari pada pengendalian lainnya (Dadang 2007). Salah satu bahan

aktif insektisida yang diizinkan untuk digunakan pada tanaman kacang panjang

adalah metomil yang efektif untuk mengendalikan beberapa jenis hama dan

mempunyai cara kerja ganda yaitu sebagai racun kontak dan racun perut (Kompes

2006).

Namun, penggunaan insektisida yang kurang bijaksana dapat

menyebabkan matinya serangga atau hewan bukan sasaran, resurgensi atau

peningkatan populasi serangga hama dan munculnya hama sekunder (Untung

1993). Dengan demikian penggunaan insektisida untuk mengendalikan hama,

selain efektif terhadap hama sasaran juga perlu dilihat dampaknya terhadap musuh

alami termasuk artropoda permukaan tanah.

Tujuan Penelitian

1. Mengetahui perkembangan hama utama dan musuh alami pada tanaman

kacang panjang fase generatif

2. Mengetahui pengaruh perlakuan insektisida terhadap hama utama dan musuh

alami serta artropoda permukaan tanah pada tanaman kacang panjang fase

(13)

Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah bahan referensi untuk

strategi pengendalian hama serta pengaruh perlakuan insektisida pada tanaman

(14)

TINJAUAN PUSTAKA

Kacang Panjang ( Vigna sinensis L.)

Kacang panjang adalah tanaman hortikultura yang banyak dimanfaatkan

oleh masyarakat Indonesia, baik sebagai sayuran maupun sebagai lalapan.

Kacang panjang merupakan anggota famili Fabaceae yang termasuk ke dalam

golongan sayuran. Selain rasanya enak, sayuran ini juga mengandung zat gizi

cukup banyak. Kacang panjang adalah sumber protein yang baik, vitamin A,

thiamin, riboflavin, besi, fosfor, kalium, vitamin C, folat, magnesium dan mangan

(Haryanto et al. 1999).

Kacang panjang merupakan tanaman semusim (annual) yang bersifat

membelit (merambat) dan setengah membelit. Daunnya merupakan daun

majemuk yang tersusun tiga helaian dan melekat pada tangkai daun yang agak

panjang serta berwarna hijau sampai hijau tua. Bunga berbentuk seperti kupu-

kupu (papiliona cues), terletak pada ujung tangkai yang panjang dan warna bunga

bervariasi putih, kuning, atau biru. Bunganya tergolong bunga sempurna, yakni

dalam satu bunga terdapat alat kelamin betina (putik) dan alat kelamin jantan

(benang sari).

Buahnya berbentuk bulat panjang dan ramping dan biasanya disebut

polong dengan panjang bervariasi antara 30-100 cm. Warna polong juga

bervariasi yaitu hijau keputih-putihan, hijau, dan hijau muda namun setelah tua

menjadi putih kekuning-kuningan atau hijau kekuning-kuningan. Bijinya

berbentuk bulat panjang agak pipih, tetapi terkadang sedikit melengkung

(Cahyono 2006).

Tanaman kacang panjang dapat tumbuh dengan baik di dataran rendah

sampai menengah hingga ketinggian 700 m di atas permukaan laut (dpl). Pada

ketinggian di atas 700 m dpl pertumbuhan kacang panjang biasanya terhambat.

Temperatur yang sesuai untuk pertumbuhan kacang panjang adalah 25-350C pada

siang hari dan pada malam hari sekitar 150C (Prosea 1996).

Komposisi gizi setiap 100 g bagian kacang panjang yang dapat dimakan

(15)

arang, 64 mg kalsium, 54 mg fosfor, 1,3 mg zat besi, 167 IU vitamin A, 0,07 g

vitamin B1, 28 g vitamin C dan menghasilkan 125 kalori (Prosea 1996).

Hama Utama Tanaman Kacang Panjang

Secara umum diketahui bahwa serangga hama yang biasa menyerang

tanaman kacang panjang adalah lalat kacang (Agromyza phaseoli), ulat tanah

(Agrotis ipsilon), ulat bunga/penggerek polong (Maruca testulalis), kutu daun

(Aphis craccivora), kepik polong (Riptortus linearis) dan wereng Empoasca sp.

(Syahrawati & Busniah 2009).

Maruca testulalis Geyer (Lepidoptera: Pyralidae)

M. testulalis tergolong ke dalam ordo Lepidoptera dan famili Pyralidae.

Serangga ini juga dikenal dengan sebutan mung moth atau pod borer. Serangga

ini merupakan hama penting pada tanaman kacang-kacangan, dan hingga kini

telah menyebar ke beberapa negara di Afrika, India Barat, Fiji, Australia dan

Amerika Latin. Persebaran yang luas disebabkan oleh kisaran inang yang luas

(Taylor 1987).

M. testulalis adalah salah satu hama penting pada tanaman kacang panjang

yang menyerang bagian bunga dan polong. Telur diletakkan pada bagian bunga,

daun dan polong secara berkelompok. Satu kelompok telur terdiri dari 2-4 butir

telur dengan bentuk lonjong agak pipih serta berwarna putih kekuningan agak

bening. Stadium telur berlangsung 2-3 hari. Larva berwarna putih kekuningan

dengan panjang mencapai 18 mm. Kepalanya berwarna coklat hingga hitam dan

setiap segmen terdiri dari bintik-bintik gelap di sepanjang tubuhnya yang terletak

pada bagian punggungnya. Stadium larva berlangsung selama 10-15 hari. Pupa

terbentuk di dalam tanah atau di dalam polong. Tubuh pupa berwarna coklat

dengan panjang kira kira 13,5 mm dan stadium pupa berlangsung 7-10 hari

(Kalshoven 1981).

Gejala serangan hama ini tampak pada bunga dan bakal polong yang rusak

dan kemudian gugur. Satu ekor larva selama hidupnya dapat merusak 4-6 bunga

(16)

kulit polong berlubang dan dari lubang tersebut keluar serbuk gerek yang basah

bercampur kotoran larva yang berwarna coklat (Harahap 1994).

Kutu daun Aphis craccivora Koch. (Hemiptera: Aphididae)

Aphididae berasal dari bahasa Yunani yang berarti menghisap cairan.

Serangga ini menghisap cairan dari tumbuhan untuk mendapatkan nutrisi yang

dibutuhkannya. Kutu daun dewasa ada yang bersayap dan tidak bersayap, imago

bersayap muncul apabila kepadatan populasi tinggi, dan di daerah tropis

berkembang biak secara partenogenesis dan vivipar. Embrio dapat terbentuk

tanpa melalui proses pembuahan dan telah berkembang di dalam tubuh induknya

sehingga imago kutu daun tampak seperti melahirkan nimfa (Kalshoven 1981).

Kutu daun A. craccivora menyerang tanaman kacang panjang mulai awal

pertumbuhan sampai masa pertumbuhan bunga dan polong. Serangan

A. craccivora menyebabkan kerusakan pada bagian-bagian tanaman yang masih

muda, misalnya tunas-tunas dan daun-daun serta tangkai daun yang masih muda

(Darsono 1991). Daun yang terserang menjadi berkerut dan keriting serta

pertumbuhannya terhambat. Pada bagian tanaman di sekitar aktivitas kutu daun

tersebut terlihat adanya cendawan hitam (Capnodium sp.). yang tumbuh pada

sekresi atau kotoran kutu daun berupa embun madu. Selain sebagai hama pada

tanaman, A. craccivora dapat menularkan lebih dari 30 virus tanaman secara non

persisten (Blackman & Eastop 2000).

Laju pertumbuhan kutu daun dipengaruhi oleh tingkat kelahiran, kematian,

faktor lingkungan, kepadatan populasi dan perbandingan antara serangga yang

tidak produktif dengan yang masih produktif. Tingkat kelahiran dipengaruhi oleh

banyak faktor di antaranya kualitas dan kauntitas makanan. Tingkat kematian di

pengaruhi oleh musuh alami dan faktor iklim. Populasi kutu daun biasanya

meningkat pada musim kemarau dan berkurang pada musum hujan. Tingkat

kepadatan populasi yang tinggi disertai dengan menurunnya tingkat kualitas

makanan akan merangsang terbentuknya populasi bersayap yang berfungsi untuk

(17)

Empoasca sp. (Hemiptera : Cicadellidae)

Serangga hama ini dikenal dengan wereng empoasca, termasuk ordo

Hemiptera, famili Cicadellidae dan mempunyai daerah penyebaran yang cukup

luas di antaranya adalah Indonesia. Telur diletakkan dekat tulang daun. Stadium

telur berlangsung selama 9 hari. Serangga dewasa berwarna hijau kekuningan

dengan bintik coklat pada kedua sayapnya. Wereng empoasca menyerang daun

muda dan daun kacang-kacangan yang belum membuka (Kalshoven 1981).

Seperti halnya kutu daun, Empoasca sp. juga menyerang tanaman dengan

cara menghisap cairan tanaman (daun). Bekas luka yang ditimbulkan berupa

bercak-bercak putih yang mengelompok pada permukaan daun. Serangan berat

mengakibatkan daun menguning, mengeriting, dan mati mirip dengan kerusakan

yang diakibatkan oleh kutu daun. Relung dan perilaku makan serta kebutuhan

akan pakan yang sama menjadikan Empoasca sp. dan kutu daun bersaing ketat

untuk mempertahankan hidup masing-masing (Tenrirawe & Talanca 2008).

Riptortus linearis Fabr. (Hemiptera: Alydidae)

R. linearis tergolong dalam famili Alydidae, ordo Hemiptera. Imagonya

berbadan panjang lurus, berwarna kuning coklat. Bentuknya mirip sekali dengan

walang sangit (Leptocorisa oratorius F.), tetapi mudah dikenal dengan adanya

garis putih kekuningan yang terdapat di sepanjang sisi badannya. Pada femur

tungkai belakang dijumpai duri-duri, dan bagian posterior dari protoraks

dilengkapi dengan duri-duri halus (Kalshoven 1981).

Imago dan nimfa sama-sama merusak polong dengan cara menusuk

mengisap biji pada polong muda maupun polong tua. Serangan pada polong

muda mengakibatkan biji menjadi kempis dan kering dan pada polong yang

bijinya belum mengeras mengakibatkan biji menjadi hitam dan tidak berisi.

Serangan pada polong tua mengakibatkan biji keriput dan terlihat adanya bintik

atau bercak hitam pada biji atau pada kulit polong bagian dalam yang merupakan

(18)

Musuh Alami pada Tanaman Kacang Panjang

Di antara beberapa cara pengendalian hama tumbuhan yang ada,

pengendalian hayati dengan memanfaatkan musuh alami merupakan cara

pengendalian yang paling aman. Musuh alami yang terdapat pada tanaman

kacang panjang adalah kumbang Coccinellidae, lalat Syrphidae, kumbang

Paederus sp., laba-laba (Araneae) dan Formicidae (Syahrawati & Busniah 2009).

Kumbang Coccinellidae (Coloeptera: Coccinellidae)

Kumbang famili Coccinellidae banyak ditemukan di tanaman sayuran

yang merupakan habitatnya. Perbedaan karakteristik dari distribusi kumbang

koksi dipengaruhi oleh topografi, posisi geografi wilayah dan kekayaan floranya.

Kumbang koksi dewasa aktif pada pagi dan sore hari sedangkan siang hari

biasanya tersembunyi. Subfamili Coccinellinae berperan sebagai predator yang

biasa ditemukan pada tanaman yang terdapat kutu daun. Seekor kumbang

Coccinellinae dapat memangsa 1.000 ekor kutu daun sepanjang hidupnya (Joento

2009).

Coccinellidae predator sangat efektif dalam mengendalikan kutu daun

(A. craccivora) dan mempunyai spektrum mangsa yang luas karena dapat

memangsa berbagai jenis serangga antara lain dari famili Aphididae, Coccidae,

Diaspidae dan Aleyrodidae. Larva kumbang Coccinellidae predator juga bersifat

sebagai predator dengan mangsa yang sama dengan imagonya. Lama stadium

larva biasanya singkat dan aktivitas makannya tinggi. Pupa biasanya menempel

pada bagian tanaman seperti batang, ranting atau daun dan terkadang masih

tertutup kulit larva instar terakhir. Lama hidup kumbang dan jumlah telur yang

dapat dihasilkan oleh seekor kumbang dipengaruhi oleh makanan yang tersedia

(Dixon 2000).

Lalat Syrphidae (Diptera: Syrphidae)

Serangga ini biasanya disebut hover fly karena kemampuannya melakukan

hovering. Syrphidae termasuk famili yang besar. Tercatat terdapat 870 spesies di

Amerika Utara, 250 spesies di Eropa kepulauan Inggris, 300 spesies di Eropa

(19)

Syrphidae hidup pada berbagai habitat dengan beragam peran seperti sebagai

saprofag, mikofag, herbivor, dan predator. Subfamili yang anggotanya sebagian

besar menjadi predator terutama kutu daun adalah Subfamili Syrphinae

(Kalshoven 1981).

Beberapa contoh spesies yang telah dikenal sebagai predator di

agroekosistem adalah Episyrphus balteatus, Syrphus corrolae dan Ischidion

scutellaris. Larva syrphidae bertindak sebagai predator dan dewasa hidup

mengkonsumsi nektar. Betina dewasa selama hidupnya mampu menghasilkan

sampai 1900 butir telur, dan tiap harinya betina mampu meletakkan sampai 100

butir telur. Lalat syrphidae meletakkan telur di dekat koloni kutu daun yang

berguna sebagai sumber makanan saat telur menetas menjadi larva. Larva

Syrphidae tidak memiliki mata dan tidak bertungkai (Hindayana 2001).

Kumbang Paederus sp. (Coleoptera: Staphylinidae)

Paederus sp. merupakan salah satu predator polifag yang memangsa

antara lain wereng batang coklat, wereng punggung putih, wereng zigzag, dan

wereng hijau. Kumbang ini termasuk ke dalam ordo Coleoptera, super famili

Staphylinoidea, famili Staphylinidae dan genus Paederus. Pergiliran tanaman

dengan kedelai atau jagung setelah padi dapat membantu mempertahankan

populasi predator tersebut (Kalshoven 1981).

Kumbang Paederus sp. dewasa berukuran panjang berkisar antara 6,0-8,0

mm. Tubuhnya berwarna hitam atau biru kecoklatan dan merah kecoklatan.

Predator ini banyak ditemukan pada pertanaman padi terutama pada pertanaman

padi yang sudah tua. Disamping itu, juga ditemukan pada pertanaman palawija

seperti pertanaman kedelai, kacang-kacangan ataupun jagung. Kumbang dewasa

dapat ditemukan pada seluruh bagian tanaman, di dalam tanah dan di bawah

kulit-kulit pohon. Siklus hidupnnya berkisar antara 90-100 hari. Lama hidup imago

berkisar antara 30-60 hari. Kumbang ini lebih aktif memangsa pada malam hari

dari pada siang hari. Serangga fitofag yang sudah diketahui sebagai mangsa

Paederus sp. adalah larva H. armigera, telur E. zinckenella, larva S. litura (Taulu

2001). Selain itu, Paederus sp. juga dapat tumbuh dan berkembang biak dengan

(20)

Laba-laba (Araneae)

Laba-laba merupakan hewan pemangsa (karnivora), bahkan

kadang-kadang kanibaldengan mangsa utamanya adalah serangga. Kebanyakan laba-laba

merupakan predator (pemangsa) penyergap, yang menunggu mangsa lewat di

dekatnya sambil bersembunyi di balik daun, lapisan daun bunga, celah bebatuan,

atau lubang di tanah. Beberapa jenis memiliki pola warna yang menyamarkan

tubuhnya di atas tanah, batu atau pepagan pohon, sehingga tidak perlu

bersembunyi. Shepard et al. (1987) menyebut delapan spesies laba-laba predator

yang umum ditemukan di ekosistem persawahan. Mereka tergolong dalam genus

Pardosa (Lycosidae) (1 spesies), Oxypes (Oxyopidae) (2 spesies), Phidipus

(Salticidae) (1 spesies), Atypena (Linyphiidae) (1 spesies), Argiope (Araneidae) (2

spesies), dan Tetragnatha (Tetragnathidae) (1 spesies).

Laba-laba merupakan predator polifag sehingga berperan penting dalam

mengontrol populasi serangga. Lebih lanjut dinyatakan bahwa dari seluruh

kelompok predator yang terdapat pada ekosistem sawah, sekitar 16-35% adalah

laba-laba. Laba-laba Oxyopes javanus mampu mengendalikan serangan kepik

polong dan Lycosa psudoannulata merupakan pemangsa wereng yang efektif

(Riechert & Lockley 1984).

Artropoda Permukaan Tanah

Berdasarkan tingkat trofiknya, artropoda dalam pertanian dibagi menjadi 3

yaitu artropoda herbivora, artropoda karnivora dan artropoda omnivora. Di

ekosistem persawahan, artropoda predator (serangga dan laba-laba) merupakan

musuh alami yang paling berperan dalam menekan populasi hama. Hal ini

disebabkan predator tersebut memiliki kemampuan untuk beradaptasi di

ekosistem efemeral tersebut. Menurut Herlinda et al. (2008), artropoda yang aktif

pada permukaan tanah yang kelimpahannya tertinggi ialah famili Carabidae,

Formicidae, Collembola dan Lycosidae.

Berbagai cara atau praktek pengelolaan agroekosistem dapat

mempengaruhi keanekaragaman artropoda dalam agroekosistem tersebut.

Peningkatan keanekaragaman spesies tanaman menyebabkan peningkatan

(21)

tumpang sari tanaman terjadi peningkatan keanekaragaman spesies tanaman,

perubahan jarak antar tanaman, kerapatan populasi tanaman dan kualitas tanaman

yang pada akhirnya perubahan tersebut akan mempengaruhi kerapatan populasi

hama dan organisme lain. Sebagai akibat perubahan tersebut, kelimpahan

artropoda tanah juga akan menjadi bertambah (Arriaga & Altieri 1990).

Penggunaan Insektisida dan Dampaknya terhadap Hama dan Musuh Alami

Meskipun secara konsepsional penggunaan pestisida diposisikan sebagai

alternatif pengendalian terakhir dalam pengendalian organisme pengganggu

tanaman (OPT), namun kenyataannya di lapangan penggunaan insektisida sering

merupakan pilihan utama dan paling umum dilakukan petani. Bahkan dinyatakan

hampir 85% pestisida yang beredar di dunia ini digunakan untuk bidang pertanian.

Komoditi sayur-sayuran dan buah-buahan merupakan komoditi yang paling

banyak menggunakan pestisida yaitu sekitar 26%, serealia 15%, padi 10%, jagung

12%, kedelai 9,4%, kapas 8,6% dan sisanya untuk komoditi pertanian lainnya

(Dadang 2007).

Menurut Sudarmo (1990), kemungkinan yang timbul akibat dari

penggunaan pestisida sintetik adalah keracunan terhadap pemakai dan pekerja,

keracunan terhadap ternak dan hewan peliharaan, keracunan terhadap ikan,

keracunan terhadap satwa liar, keracunan terhadap tanaman, kematian musuh

alami, kenaikan populasi organisme pengganggu, resistensi organisme

pengganggu dan meninggalkan residu. Menurut Dadang (2007), aplikasi yang

berlebihan dapat menyebabkan kerusakan pada tanaman (fitotoksisitas) sehingga

perlu keakuratan dalam penentuan dosis/konsentrasi dan jumlah aplikasi yang

(22)

BAHAN DAN METODE

Tempat dan Waktu

Penelitian dilakukan pada lahan tanaman kacang panjang di Desa

Situgede, Kecamatan Bogor Barat, Kota Bogor dan di Laboratorium Ekologi

Serangga, Departemen Proteksi Tanaman, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian

Bogor, dari bulan Februari sampai Mei 2011.

Penanaman dan Pemeliharaan Tanaman Kacang Panjang

Varietas kacang panjang yang ditanam adalah New Jaliteng. Pengolahan

tanah dan pembuatan guludan dilakukan sebelum benih ditanam. Setelah dibuat

guludan lalu diberi pupuk kandang dengan dosis 2500 kg/ha dan pupuk Urea

dengan dosis 200 kg/ha untuk 2 kali aplikasi. Jarak tanam dalam guludan 40 cm

dan antar guludan 100 cm. Tiap lubang tanam diisi satu sampai dua benih kacang

panjang. Lahan tanaman kacang panjang yang diamati terdiri dari 10 petak, 5

petak disemprot dengan insektisida dan 5 petak tidak disemprot. Setiap petak

memiliki luas ± 42 m2 yang terdiri dari 6-8 guludan. Jumlah tanaman dalam

setiap guludan 15 tanaman. Pemasangan ajir dilakukan setelah tanaman berumur

± 2 minggu. Setiap rumpun tanaman diberi ajir, kemudian ujung empat ajir yang

berdekatan diikat. Pada umur tanaman 3 minggu setelah tanam (MST) diberikan

pupuk urea dengan dosis 100 kg/ha dengan cara ditebar di sekitar pangkal batang

tanaman.

Aplikasi Insektisida

Penyemprotan insektisida dilakukan setelah tanaman berumur 6 MST,

yaitu setelah mulai muncul bunga. Jenis insektisida yang digunakan Dangke 40

WP dengan bahan aktif metomil 40%. Penyemprotan dilakukan setiap minggu

(23)

Pengamatan Hama dan Musuh Alami

Pengamatan hama dan musuh alami dilakukan mulai umur tanaman

kacang panjang 6 MST. Pengamatan dilakukan pada 3 rumpun tanaman (setiap

rumpun terdiri dari 4 lubang tanam). Tanaman contoh ditentukan secara diagonal

dan menyebar di dalam petak perlakuan. Pengamatan terhadap kelimpahan hama

utama dan musuh alami dilakukan 3 hari setelah aplikasi insektisida.

Pengamatan kutu daun A. craccivora dilakukan pada 4 pucuk per rumpun

tanaman contoh yaitu pada pucuk yang terletak di bagian atas, tengah dan bawah

dari rumpun tanaman. Pengamatan hama Thrips sp. dilakukan pada bunga, setiap

rumpun tanaman contoh diamati 4 tangkai bunga. Pengamatan terhadap hama

Empoasca sp. dilakukan pada permukaan bawah daun. Dari setiap rumpun contoh

diamati 4 tangkai daun (setiap tangkai daun terdiri dari 3 anak daun). Daun-daun

yang diamati menyebar di dalam rumpun tanaman contoh. Untuk pengamatan

belalang Oxya sp., R. linearis dan musuh alami dilakukan pada seluruh bagian

rumpun tanaman contoh. Pengamatan dilakukan selama lima minggu.

Pengamatan Tingkat Serangan Maruca testulalis

Pengamatan terhadap tingkat serangan M. testulalis pada tanaman,

dilakukan dengan cara menghitung jumlah bunga dan polong secara keseluruhan

dari unit tanaman contoh serta menghitung jumlah bunga dan polong yang

terserang oleh M. testulalis. Pengamatan tingkat intensitas serangan dilakukan

pada 3 rumpun tanaman (setiap rumpun terdiri dari 4 lubang tanam). Pengamatan

dilakukan selama lima minggu. Intensitas serangan M. testulalis pada bunga dan

polong dihitung menggunakan rumus sebagai berikut:

Intensitas serangan pada bunga =

Intensitas serangan pada polong =

Jumlah bunga terserang

X 100% Jumlah bunga total

Jumlah polong terserang

(24)

Pengamatan Artropoda Permukaan Tanah

Pemasangan perangkap jebakan (pitfall traps) dilakukan 2 hari setelah

aplikasi insektisida. Jumlah perangkap yang dipasang untuk setiap petak

perlakuan adalah 3 buah. Pemasangan perangkap dilakukan di atas guludan, yaitu

guludan ke-2, 4 dan 6. Perangkap dibuat dari gelas plastik bekas air mineral

volume 240 ml yang dipasang dengan cara dibenamkan di tanah dengan

permukaan gelas dibuat rata dengan tanah di sekitarnya. Ke dalam gelas

dimasukkan formalin 2% sekitar 50 ml. Perangkap diberi pelindung atau atap

yang dibuat dari seng agar terhindar dari tetesan air hujan. Perangkap dipasang

selama 24 jam, setelah itu diambil, dibungkus kantung plastik dan diberi label.

Pengamatan dilakukan di laboratorium dengan bantuan mikroskop. Artropoda

yang tertangkap dihitung dan diidentifikasi. Identifikasi dilakukan sampai tingkat

famili, genus atau spesies dengan bantuan buku (Borror et al. 1992; Kalshoven

1981). Hasil tangkapan dikoleksi di dalam botol film yang diberi alkohol 70%

dan pada tiap botol diberi label.

Rancangan Percobaan

Penelitian terdiri dari dua perlakuan, yaitu petak yang disemprot dengan

insektisida dan tanpa insektisida. Parameter yang diamati adalah tingkat populasi

hama utama dan musuh alami, tingkat serangan M. testulalis pada bunga dan

polong kacang panjang, dan kelimpahan artropoda permukaan tanah.

Analisis Data

Data populasi hama dan musuh alami, tingkat serangan M. testulalis serta

kelimpahan artropoda permukaan tanah dianalisis dengan Microsoft Office Excel

(25)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Perkembangan Populasi Hama dan Musuh Alami

Hama-hama yang ditemukan pada tanaman kacang panjang fase generatif

adalah M. testulalis, A. craccivora, Oxya sp., Empoasca sp., Thrips sp. dan

R. linearis (Tabel 1). Beberapa hama yang mendominasi pada fase ini adalah

A. craccivora, Empoasca sp. dan Thrips sp. Hama lainnya seperti Oxya sp. dan

R. linearis populasinya tidak terlalu tinggi.

Kutu daun A. craccivora populasinya terus meningkat seiring dengan

bertambahnya usia tanaman. Diketahui bahwa A. craccivora menyerang bagian

tanaman yang masih muda seperti tunas, pucuk dan polong kacang panjang.

Tingginya populasi A. craccivora pada pucuk tanaman menyebabkan berbagai

gejala kerusakan pada bagian yang terserang yaitu pertumbuhan pucuk menjadi

terhambat sehingga tanaman kacang panjang menjadi kerdil. Selain itu

A. craccivora juga dikenal sebagai vektor virus pada tanaman kacang panjang

sehingga dapat memperparah kerusakan yang ditimbulkan. Beberapa penyakit

mosaik pada tanaman kacang panjang yang ditularkan A. craccivora adalah Bean

Common Mosaic Virus (BCMV), Bean Yellow Mosaic Virus (BYMV) dan

Cowpea Aphid Borne Mosaic Virus (CaBMV) (Anwar et al. 2005).

Kerugian yang ditimbulkan oleh hama ini cukup tinggi karena selain

menghisap cairan tanaman inang, hama ini juga mengeluarkan embun madu yang

dapat menjadi media tumbuh cendawan jelaga dan menutupi permukaan daun

sehingga proses fotosintesis menjadi terhambat. Kerugian yang ditimbulkan oleh

serangga ini sebagai hama adalah 16%, sedangkan sebagai vektor kerugian yang

ditimbulkan adalah 44% (Inani 2006).

Berbagai faktor mempengaruhi populasi A. craccivora di antaranya adalah

curah hujan. Akibat dari siraman air hujan diduga sebagian dari kutu daun yang

jatuh ke tanah tidak dapat kembali lagi ke pertanaman sedangkan sebagian hanya

dapat kembali hanya sampai batang bawah atau menempel pada ajir tanaman.

Menurut Steyenoff (2001), serangga berukuran kecil seperti kutu daun yang

(26)

Tabel 1 Populasi rata-rata hama utama per unit contoh pada pertanaman kacang panjang fase generatif tanpa aplikasi insektisida

Hama Utama

Rataan populasi hama pada umur tanaman (MST)*±SD**

6 7 8 9 10

Aphis craccivora 22,53 ± 12,88 24,93 ± 3,69 25,93 ± 2,40 27,87 ± 12,29 9,13 ± 12,82

Oxya sp. 0,53 ± 0.47 0,20 ± 0,41 0,33 ± 0,49 0,27 ± 0,46 0,27 ± 0,46

Empoasca sp. 13,73 ± 2,71 12,93 ± 2,05 9,13 ± 2,59 13,13 ± 2,23 8,27 ± 1,16

Thrips sp. 10,27 ± 1,79 13,00 ± 1,41 11,47 ± 1,30 10,73 ± 1,98 13,27 ± 0,88

Riptortus linearis 2,73 ± 0,64 0,13 ± 0,35 0,20 ± 0,41 0,33 ± 0,49 0,20 ± 0,41

* MST = Minggu Setelah Tanam **SD = Standar Deviasi

(27)

Populasi hama Empoasca sp. juga cukup tinggi pada pertanaman kacang

panjang dan telah menimbulkan gejala kerusakan terutama pada bagian daun.

Kerusakan yang ditimbulkan oleh Empoasca sp. pada daun kacang panjang yaitu

timbulnya gejala klorosis pada daun, sehingga mengganggu proses fotosintesis

pada tanaman dan akhirnya menyebabkan daun berubah warna menjadi kuning.

Menurut Nielson et al. (1990) kerusakan pada daun oleh hama Empoasca sp.

disebabkan oleh terganggunya sistem translokasi hasil fotosintesis yang

menyebabkan terakumulasinya karbohidrat pada tempat makan, sehingga timbul

kerusakan pada bagian tanaman yang terserang.

Selain itu, kerusakan oleh Empoasca sp. juga disebabkan oleh: 1) racun

yang terkandung di dalam saliva diinjeksikan ke tanaman pada saat makan 2)

terjadinya penyumbatan floem secara mekanik karena rusaknya sel-sel atau

penumpukan saliva, dan 3) senyawa tertentu di dalam saliva yang merangsang

terjadinya hipertrofi pada sel-sel floem yang menyebabkan penyumbatan (Backus

& Hunter 1989).

Tingkat populasi belalang Oxya sp. pada pertanaman kacang panjang fase

generatif sangat rendah. Hama ini menyerang bagian daun dari tanaman kacang

panjang. Gejala yang ditimbulkan oleh hama ini adalah berupa gejala gerigitan

pada daun sehingga daun menjadi robek. Rendahnya populasi hama ini pada

pertanaman kacang panjang, maka kerusakan yang ditimbulkan tidak berdampak

buruk serta tidak mengganggu proses pertumbuhan tanaman.

Populasi hama Thrips sp. pada tanaman kacang panjang cukup tinggi.

Hama Thrips sp. menyerang bagian bunga dan polong yang masih muda.

Serangan mulai terjadi pada fase bunga dan ketika buah masih sangat muda,

meninggalkan bekas luka berwarna coklat keabu-abuan disertai dengan garis

nekrotis di sekeliling luka, tampak di permukaan kulit buah di sekeliling tangkai

atau melingkar pada sekeliling kulit buah. Kelembaban yang relatif rendah dan

suhu relatif tinggi membuat perkembangbiakan trips dari pupa menjadi imago

menjadi lebih cepat. Dibiyantoro (1994) menyatakan bahwa kondisi kadar air

pada tanaman akan mempengaruhi kepindahan thrips dalam memilih inangnya,

kadar air yang lebih tinggi akan lebih dipilih dari pada jenis tanaman dengan

(28)

perkembangan gejala kerusakan akibat serangan thrips menjadi lebih cepat dan

gejalanya menjadi semakin berat

Serangga R. linearis adalah salah satu hama yang cukup penting pada

tanaman hortikultura dan tanaman palawija. Serangan hama ini pada tanaman

kacang panjang terjadi pada bagian polong. Serangan hama ini menyebabkan

polong menjadi kempis dan terdapat bercak coklat bekas tusukan pada kulit

polong kacang panjang. Namun populasinya sangat rendah, maka hama ini tidak

menimbulkan kerusakan yang berarti pada polong yang diamati. Menurut

Mudjiono et al. (1991), nimfa kepik dewasa menghisap cairan polong dan biji.

Serangan pada fase perkembangan biji dan polong menyebabkan polong dan biji

menjadi kempis kemudian mengering dan gugur. Serangan pada polong yang

bijinya telah berkembang sempurna menyebabkan kualitas biji menurun karena

adanya bintik-bintik hitam pada biji dan biji menjadi keriput.

Intensitas serangan M. testulalis pada bunga dan polong kacang panjang

cukup tinggi. Intensitas serangan tertinggi pada bunga mencapai 34,40% dan

pada polong 38,05% (Gambar 1). Gejala yang ditimbulkan oleh hama ini pada

polong kacang panjang adalah polong menjadi berlubang dan pada lubang

tersebut keluar kotoran berwarna coklat yang merupakan bekas gerekan oleh

hama tersebut. Selain itu, serangan hama ini pada polong juga menyebabkan biji

dalam polong menjadi rusak. Serangan pada bunga menyebabkan bunga menjadi

berlubang kemudian membusuk. Hama ini merusak bunga dengan cara

menggerek bagian kelopak atau mahkota bunga dan masuk ke dalam bunga serta

merusak benang sari dan putik atau bakal polong. Larva yang sudah cukup besar

menggunakan benang sutera untuk merekat satu bunga dengan bunga lain yang

berdekatan bersama kotoran yang berasal dari sisa gerekan kemudian larva tinggal

di bagian dalam.

Secara umum tingkat kerusakan oleh hama M. testulalis semakin tinggi

seiring dengan bertambahnya umur tanaman. Hal ini disebabkan oleh polong

yang terserang tidak semuanya dipanen oleh petani sehingga menjadi sumber

(29)

Gambar 1 Intensitas serangan M. testulalis pada pertanaman kacang panjang fase generatif tanpa aplikasi insektisida

Musuh alami yang ditemukan pada tanaman kacang panjang adalah

Paederus sp., larva Syrphidae, kumbang Coccinellidae dan Araneae (laba-laba).

Populasi musuh alami yang dominan pada pertanaman kacang panjang fase

generatif adalah Paederus sp. dan kumbang Coccinellidae, sedangkan untuk larva

Syrphidae dan Araneae populasinya rendah (Gambar 2).

(30)

Populasi kumbang Coccinellidae cenderung turun dengan bertambahnya

umur tanaman sedangkan populasi A. craccivora cenderung naik dengan

bertambahnya umur tanaman. Hal ini menunjukkan peran kumbang Coccinellidae

tidak mampu menekan populasi A.craccivora. Kumbang Coccinellidae yang

ditemukan di pertanaman kacang panjang sebagian besar dari spesies Coccinella

transversalis dan Harmonia sp. Menurut Shepard et al. (1987), larva Harmonia

sp. lebih rakus dari pada yang dewasa dengan kemampuan memangsa 5-10 nimfa

dan imago kutu daun atau wereng tiap hari. Hasil penelitian Situmorang (2003),

menemukan bahwa kumbang Coccinellidae pada tanaman kacang panjang sudah

ditemukan sejak tanaman masih muda walaupun belum ditemukan hama yang

menjadi mangsanya seperti A. craccivora. Hal ini menunjukkan bahwa kumbang

ini bergerak aktif untuk mencari mangsanya.

Lalat Syphidae adalah jenis predator lain yang ditemukan pada pertanaman

kacang panjang. Larva lalat Syrphidae adalah salah satu predator kutu daun

A. craccivora. Sama halnya seperti kumbang Coccinellidae, peran larva

Syrphidae sebagai predator A.craccivora juga tidak mampu menekan populasi

kutu daun karena populasinya sangat rendah. Larva Syrphidae biasanya

ditemukan di dekat koloni kutu daun karena imagonya meletakkan telur di

tempat-tempat yang ada koloni kutu daun, sedangkan larvanya tidak dapat berpindah ke

tanaman lain untuk mencari mangsa. Larva Syrphidae yang ditemukan memiliki

warna hijau dan tidak bertungkai. Jenis yang ditemukan pada tanaman kacang

panjang fase generatif adalah Ischiodon scutellaris (Fabricius).

Selain kumbang Coccinellidae dan larva Syrphidae, predator lain yang

ditemukan adalah kumbang Paederus sp. yang merupakan salah satu jenis

predator yang cukup penting pada beberapa pertanaman. Pada pertanaman kacang

panjang kumbang ini merupakan predator dari beberapa jenis hama di antaranya

adalah M. testulalis, kutu daun dan Empoasca sp. Penelitian Winasa et al. (2006),

menunjukkan kumbang P. fuscipes adalah pemangsa telur Helicoverpa armigera

dan Etiella zinckenella, larva H. armigera dan Spodoptera litura di pertanaman

kedelai. Kemampuan memangsa oleh sepasang kumbang mencapai 12-14 butir

telur atau 12 ekor larva per 24 jam, namun kemampuan memancar dalam

(31)

Predator lainnya yang ditemukan pada pertanaman kacang panjang adalah

Araneae (laba-laba). Laba-laba termasuk ke dalam predator generalis yaitu

predator yang dapat memangsa berbagai macam hama di pertanaman. Menurut

Shepard et al. (1987) laba-laba mampu memangsa berbagai jenis serangga

termasuk larva Lepidoptera, ngengat, dan wereng. Laba-laba yang ditemukan

pada tanaman kacang panjang diduga juga memangsa hama seperti Empoasca sp.

(Cicadellidae) yang banyak ditemukan. Kelimpahan populasi laba-laba pada

pertanaman kacang panjang sangat rendah dan cenderung menurun seiring dengan

bertambahnya umur tanaman. Laba-laba yang ditemukan pada tanaman kacang

panjang termasuk famili Araneidae dimana mereka biasanya bersembunyi di balik

daun tanaman sambil menunggu ada mangsa yang lewat.

Kelimpahan Artropoda Permukaan Tanah

Artropoda permukaan tanah yang terperangkap oleh lubang perangkap (pitfall

traps) kebanyakan didominasi oleh Collembola. Artropoda lainnya yang banyak

tertangkap adalah serangga dari famili Formicidae, Carabidae, Gryllidae dan

Araneae (laba-laba) (Tabel 2).

Collembola adalah salah satu artropoda yang tertangkap lubang perangkap

yang memiliki kerapatan populasi yang paling tinggi. Semakin tua umur

tanaman, populasi Collembola yang tertangkap juga semakin tinggi. Hal ini

disebabkan Collembola adalah artropoda yang hidup pada serasah yang berada di

permukaan tanah dan semakin tua umur tanaman serasah yang ada pada

permukaan tanah juga semakin banyak. Serasah yang ada pada permukaan tanah

berasal dari bagian tanaman seperti daun, batang, dan lainnya baik yang berasal

dari tanaman kacang panjang maupun dari tumbuhan lainnya seperti gulma.

Kerapatan vegetasi akan menyebabkan jatuhan dan ketebalan serasah lebih tinggi,

sehingga menyediakan sumber pakan yang lebih baik bagi artropoda tanah dan

dapat meningkatkan kandungan bahan organik tanah (Sebayang et al. 2000).

Suhardjono (2000), menyebutkan sebagian besar Collembola merupakan

pemakan mikoriza akar yang dapat merangsang pertumbuhan simbion dan

meningkatkan pertumbuhan tanaman. Di samping itu, Collembola juga dapat

(32)

jamur. Collembola juga dapat dijadikan sebagai indikator terhadap dampak

penggunaan herbisida. Pada tanah yang tercemar oleh herbisida jumlah

Collembola yang ada jauh lebih sedikit dibandingkan pada lahan yang tidak

tercemar.

Tabel 2 Kelimpahan rata-rata artropoda yang tertangkap lubang perangkap pada tanaman kacang panjang fase generatif tanpa aplikasi insektisida

Ordo/Famili

Kelimpahan artropoda yang tertangkap pada umur tanaman

(MST)*± SD**

6 7 8 9

Collembola 27,53±11,96 28,80±5,06 32,73±16,04 35,27±22,94

Gryllidae 0,40±0,83 0,00±0,00 0,67±0,90 0,47±0,83

Araneae 0,60±0,74 0,60±0,99 0,73±0,88 0,67±0,98

Formicidae 3,47±2,80 1,53±0,92 2,73±1,75 2,20±1,57

Carabidae 0,67±0,72 0,80±0,77 0,53±0,74 0,47±0,92

Hemiptera 0,27±0,59 0,40±0,91 0,73±0,96 0,36±0,63

Dermaptera 0,47±1,13 0,00±0,00 0,13±0,52 0,33±0,62

Acrididae 0,40±0,63 1,40±1,64 1,20±1,97 0,73±1,10

Culicidae 0,67±1,29 0,53±0,99 0,53±1,36 0,53±0,99

*MST = Minggu Setelah Tanam **SD = Standar Deviasi

Kelimpahan serangga Formicidae yang tertangkap lubang perangkap

rendah. Diketahui beberapa jenis Formicidae dapat berperan sebagai predator

untuk beberapa jenis hama pada pertanaman, baik yang ada pada tajuk tanaman

maupun pada permukaan tanah. Selain sebagai serangga predator semut juga

berfungsi sebagai serangga pengurai dan sebagai serangga herbivor (Holldobler &

Wilson 1990). Selain itu, semut juga sering dijadikan indikator biologi untuk

perubahan lingkungan seperti ekologi, konservasi, biomonitoring dan

pengendalian hayati (Agosti et al. 2000).

Carabidae adalah artropoda permukaan tanah yang berfungsi sebagai

predator. Selain itu, Carabidae juga berfungsi sebagai herbivor (hama tanaman)

(33)

populasi Carabidae yang tertangkap lubang perangkap menurun seiring

bertambahnya umur tanaman kacang panjang. Hasil identifikasi menunjukkan

bahwa Carabidae yang tertangkap didominasi oleh Chlaenius sp. dan

Peropsophus sp.

Araneae (laba-laba) merupakan salah satu artropoda permukaan tanah

yang mempunyai sifat sebagai predator generalis. Laba-laba yang terperangkap

lubang perangkap didominasi oleh Pardosa pseudoannulata dan Myrmarachne

sp. Penelitian Marheni (2004), menunjukkan predator Pardosa pseudoannulata

mempunyai kemampuan memangsa wereng batang coklat rata-rata 4,05 ekor per

hari. Laba-laba ini merupakan pemburu yang sangat aktif bergerak dan

menggunakan banyak waktu untuk mencari mangsanya.

Pengaruh Perlakuan Insektisida terhadap Kelimpahan Hama dan Musuh

Alami

Aplikasi insektisida metomil 40% (Dangke 40 WP) pada tanaman kacang

panjang, sebagian menunjukkan pengaruh nyata dan sebagian tidak berpengaruh

nyata terhadap kelimpahan populasi hama utama. Perlakuan insektisida tidak

memberikan pengaruh nyata pada kelimpahan populasi hama A. craccivora, Oxya

sp. dan R. linearis pada pengamatan umur tanaman 6 sampai 10 MST, namun

dalam beberapa kali pengamatan populasi pada petak tanpa perlakuan insektisida

tampak relatif lebih tinggi dibandingkan petak dengan perlakuan metomil 40%

atau sebaliknya (Tabel 3). Kelimpahan populasi A. craccivora terus meningkat

setiap minggunya pasca aplikasi insektisida. Aplikasi insektisida memberikan

pengaruh yang nyata terhadap kelimpahan Empoasca sp. yaitu pada saat tanaman

berumur 6, 7, 9 dan 10 MST (Tabel 3). Perlakuan insektisida juga memberikan

pengaruh nyata pada kelimpahan hama Thrips sp. yaitu pada umur tanaman 7 dan

8 MST (Tabel 3).

Berdasarkan Surat Keputusan Menteri Pertanian (2004), insektisida

dengan bahan aktif metomil dapat digunakan untuk mengendalikan beberapa jenis

hama pada tanaman seperti Spodoptera exigua (bawang merah), Plutella

xylostella dan Crocidolomia binotalis (kubis), Helopeltis antonii (teh dan kakao),

(34)

Spodoptera sp. (tembakau). Selain itu, metomil juga telah menyebabkan

terjadinya resistensi pada larva S. exigua pada bawang merah (Moekesan &

Basuki 2007) dan juga telah menyebabkan terjadinya resistensi pada hama

Helicoverpa spp. pada pertanaman tembakau petani di daerah Jember (Amir

2009).

Perlakuan insektisida tidak memberikan pengaruh yang nyata terhadap

kelimpahan musuh alami pada tanaman kacang panjang. Tidak ada satupun dari

musuh alami pada tanaman kacang panjang terkena dampak dari perlakuan

insektisida dari umur tanaman 6 MST sampai 10 MST (Tabel 4). Perbedaan

kelimpahan populasi musuh alami pada kedua petak perlakuan tidak terlalu

berbeda jauh dan kadang-kadang tingkat populasi pada petak perlakuan dengan

insektisida lebih tinggi dari pada petak kontrol. Hal ini mengindikasikan bahwa

perlakuan insektisida yang sesuai dosis anjuran pada tanaman kacang panjang

tidak memberikan efek yang negatif karena tidak mengganggu atau mengurangi

kelimpahan musuh alami yang ada pada tanaman.

Menurut Everts et al. (1991) potensi musuh alami dapat terganggu oleh

aplikasi insektisida, aplikasi insektisida sebanyak tiga kali selama pertumbuhan

tanaman berpengaruh buruk terhadap kelimpahan laba-laba, serangga predator,

dan parasitoid. Insektisida juga dapat berpengaruh secara tidak langsung terhadap

musuh alami sebagai akibat berkurangnya ketersediaan mangsa atau inangnya,

atau karena memangsa atau memarasit serangga hama yang terkontaminasi

insektisida. Selain itu, insektisida pada dosis subletal dapat menurunkan lama

(35)

Tabel 3 Pengaruh perlakuan insektisida terhadap kelimpahan hama utama pada kacang panjang fase generatf

* Untuk setiap kelimpahan populasi hama selajur yang diikuti huruf yang sama tidak berbeda nyata berdasarkan uji t-student (α = 0.05)

** MST = Minggu Setelah Tanam ***SD = Standar devia

(36)

Tabel 4 Pengaruh perlakuan insektisida terhadap kelimpahan musuh alami pada kacang panjang fase generatf

* untuk setiap kelimpahan populasi musuh alami selajur yang diikuti huruf yang sama tidak berbeda nyata berdasarkan uji t-student (α = 0.05)

** MST = Minggu Setelah Tanam ***SD = Standar deviasi

(37)

Pengaruh Perlakuan Insektisida terhadap Intensitas Serangan M. testulalis

Perlakuan insektisida metomil 40% (Dangke 40 WP) memberikan

pengaruh yang cukup nyata terhadap intensitas serangan M. testulalis baik pada

bunga maupun polong kacang panjang (Tabel 5). Untuk bunga kacang panjang,

perlakuan insektisida memberikan pengaruh nyata pada saat tanaman berumur 6, 8

dan 10 MST (Tabel 5). Tingkat serangan M. testulasis pada bunga turun setelah

perlakuan insektisida pertama, namun pada minggu berikutnya tingkat serangan

kembali naik. Sedangkan pada polong kacang panjang perlakuan insektisida

memberikan pengaruh yang nyata pada saat tanaman berumur 6, 7, 8, dan 10 MST

(Tabel 5). Sama halnya seperti tingkat serangan pada bunga, tingkat serangan

pada polong juga turun setelah aplikasi insektisida minggu pertama dan kembali

naik pada minggu berikutnya.

Aplikasi insektisida yang dilakukan kurang mampu untuk menekan

intesitas serangan hama M. testulalis pada bunga dan polong kacang panjang. Hal

ini dapat dilihat dari masih tingginya tingkat serangan pada bunga dan polong

kacang panjang. Salah satu faktor yang menyebabkan kurang berhasilnya

perlakuan insektisida untuk menekan tingkat serangan adalah karena sulit untuk

membunuh ngengat yang berada di bawah kanopi dan ulat dari M. testulalis yang

berada di dalam polong atau bunga kacang panjang sehingga insektisida tidak

(38)

Tabel 5 Pengaruh perlakuan insektisida terhadap intensitas serangan M. testulalis pada bunga dan polong kacang panjang

* Untuk setiap intensitas serangan M. testulalis selajur yang diikuti huruf yang sama tidak berbeda nyata berdasarkan uji t-student (α = 0.05)

** MST = Minggu Setelah Tanam ***SD = Standar deviasi

(39)

Pengaruh Perlakuan Insektisida terhadap Kelimpahan Artropoda Permukaan

Tanah

Aplikasi insektisida metomil 40% (Dangke 40 WP) memberikan pengaruh nyata

pada kelimpahan laba-laba (Araneae) pada saat tanaman berumur 6 MST. Kelimpahan

populasi laba-laba umumnya naik setelah aplikasi insektisida pertama sampai minggu

berikutnya namun turun pada minggu terakhir. Untuk Formicidae, perlakuan insektisida

memberikan pengaruh nyata pada saat tanaman berumur 8 dan 9 MST (Tabel 6).

Kelimpahan populasi Formicidae terus naik setelah aplikasi insektisida pertama sampai

minggu berikutnya. Aplikasi insektisida metomil 40% (Dangke 40 WP) juga

menyebabkan kelimpahan serangga Carabidae pada permukaan tanah menurun setelah

aplikasi pertama. Perlakuan insektisida juga memberikan pengaruh nyata terhadap

kelimpahan Carabidae pada saat tanaman berumur 7 MST (Tabel 6). Sedangkan untuk

Collembola, aplikasi insektisida tidak memberikan pengaruh yang nyata (Tabel 6). Hal

ini dapat dilihat dari kelimpahan populasi Collembola pada petak dengan perlakuan

insektisida selalu lebih tinggi dari pada petak tanpa perlakuan insektisida.

Penelitian Herlinda et al. (2008) menunjukkan jumlah artropoda yang aktif di

permukaan tanah pada sawah tanpa aplikasi insektisida dan diaplikasi bioinsektisida

lebih tinggi dibandingkan dengan sawah yang diaplikasi insektisida sintetik. Pestisida

selain dapat membunuh artropoda hama juga dapat menyebabkan matinya artropoda

predator. Artropoda predator berperan penting dalam ekosistem pertanian karena dapat

(40)

Tabel 6 Pengaruh perlakuan insektisida terhadap kelimpahan artropoda permukaan tanah pada kacang panjang fase generatf

Artropoda

permukaan tanah

Perlakuan

Pengamatan pada umur tanaman (MST)** ± SD***

6 7 8 9

* untuk setiap kelimpahan artropoda permukaan tanah selajur yang diikuti huruf yang sama tidak berbeda nyata berdasarkan uji t-student (α = 0.05)

** MST = Minggu Setelah Tanam ***SD = Standar deviasi

(41)

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

Perkembangan populasi hama utama dan musuh alami pada tanaman

kacang panjang fase generatif cukup berfluktuatif. Hama utama yang dominan

pada tanaman kacang panjang fase generatif adalah Aphis craccivora,

M. testulalis, Thrips sp. dan Empoasca sp. Sedangkan musuh alami yang

dominan adalah kumbang Coccinellidae dan kumbang Paederus sp. Aplikasi

insektisida metomil 40% (Dangke 40 WP) mampu menekan populasi beberapa

hama utama pada kacang panjang, yaitu Empoasca sp. dan Thrips sp., tapi tidak

menurunkan populasi musuh alami. Tingkat serangan M. testulalis pada bunga

cukup tinggi yaitu mencapai 34,40% dan pada polong 38,05%. Aplikasi

insektisida mampu menurunkan tingkat serangan M. testulalis pada bunga dan

polong kacang panjang.

Artropoda permukaan tanah pada tanaman kacang panjang fase generatif

didominasi oleh Collembola, Formicidae, laba-laba, dan Carabidae. Aplikasi

insektisida metomil 40% (Dangke 40 WP) berpengaruh terhadap kelimpahan

beberapa artropoda permukaan tanah, sedangkan untuk Collembola tidak

berpengaruh.

Saran

Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut untuk melihat pengaruh aplikasi

insektisida terhadap kelimpahan hama dan musuh alaminya serta artropoda

permukaan tanah pada tanaman kacang panjang dengan kondisi pertanaman yang

berbeda.

(42)

DAFTAR PUSTAKA

Agosti D, Majer Dj, Alonso LE, Scultz TR. 2000. Ants: Standard Methods for Meansuring and Monitoring Biodiversity. Washington: Smithsonian Institution Pr.

Amir AM. 2009. Pemantauan resistensi hama tembakau terhadap insektisida.

Jurnal Ilmiah Tambua 8(3):376-380.

Anwar A, Sudarsono, Ilyas S. Indonesian Vegetable Seeds: Current Condition and Prospect in Business of Vegetable Seeds. Bul Agron 33(1): 38-47.

Arriaga JT, Artieri MA. 1990. A comparison of aphidophagus arthropods on maize polycultures and monocultures in Central Mexico. Agric Ecosyst Environ 31: 337-349.

Backus EA, Hunter WB. 1989. Comparison of feeding behavior of the potato leafhopper Empoasca fabae (Homoptera: Cicadellidae) on alfalfa and broad bean leaves. Environ Entomol. 18: 473-480.

Blackman RL, Eastop VF. 2000. Aphids on the World Crop: An Identification and Information Guide. London: The Natural History Museum.

Borror DJ, Triplehorn CA, Johnson NF. 1992. Pengenalan Pelajaran Serangga. Ed ke-6. Soetiono Porto Soejono, Penerjemah. Yogyakarta: Gajah Mada University Press. Terjemahan dari: An Introductiont to the Study of Insect (Sixth Edition). Tanaman, Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor.

Darsono S. 1991. Biologi dan perkembangan populasi Aphis craccivora Koch. (Homoptera: Aphidiae) pada tanaman kacang panjang (Vigna sinensis L.) [skripsi]. Bogor: Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor.

Dibiyantoro ALH. 1994. Management of Thrips tabaci Lind with special reference on garlic (A. sativum L.). PhD. Laporan tahun ke-3. 1994. Unyversity Newcastle, Inggris. Hlm 23-25.

Dixon AFG. 1985. Aphid Ecology. New York: Blackie. 157 p.

Dixon AFG. 2000. Insect Predatory-prey Dynamics: Ladyrbird Beetles & Biological Control. Spain: Cambridge Univ pr 257 p.

(43)

Harahap IS. 1994. Hama Palawija. Seri PHT. Jakarta: Penebar Swadaya.

Haryanto E, Suhartini T, Rahayu E. 1999. Budidaya Kacang Panjang. Jakarta: Penebar Swadaya.

Herlinda S, Waluyo, Estuningsih SP, Irsan C. 2008. Perbandingan keragaman spesies dan kelimpahan artropoda predator penghuni tanah di sawah lebak yang diaplikasi dan tanpa aplikasi insektisida. J Entomol Indon 5(2): 96-107.

Hindayana D. 2001. Resource exploitation by Episyrphus balteatus De Geer (Diptera: Syrphidae) and intreguild predation [disertasi]. Hannover: Departement of Plant Deseases and Plant Protection, Faculty of Horticulture, Unyversity of Hannover.

Holldobler B, Wilson E. 1990. The Ants. Cambrigde Massachusets: The Belknap Pr of Harvad Univ Pr.

Inani S. 2007. Korelasi beberapa karakter kuantitatif terhadap serangan hama aphid (Aphis craccivora Koch.) pada tanaman kacang panjang (Vigna sesquipedalis L. Fruwirth) [Tesis]. Malang: Fakultas Pertanian, Universitas Brawijaya.

Joento. 2009. Ladybird Beetles of Malaysia. http://joento-malaysianladybirds. blogspot.com/ 2009/06/food-preference-based-ladybird.html [11 Februari 2011].

Kalshoven LGE. 1981. Pest of Crops in Indonesian Revised and Translated by Van Der Laan P A PT. Ichtiar Baru-Van Hoeve. Jakarta. 701 hlm.

[Kompes] Komisi Pestisida. 2006. Metomil teknis. http:// www. deptan. go. id [16 Juni 2001].

Kromp B. 1990. Carabid beetles (Coleoptera: Carabidae) as bioindicators in biological and conventional farming in Austrian potato fields. Biol Fert Soils 9:182-187.

Marheni. 2004. Kemampuan beberapa predator pada pengendalian wereng batang coklat (Nilavarpata lugens Stal.). Jurnal Natur Indonesia 6(2): 84-86.

Moekesan TK, Basuki RS. 2007. Status resistensi Spodoptera exigua Hubn. pada tanaman bawang merah asal Kabupaten Cirebon, Brebes, dan Tegal terhadap insektisida yang umum digunakan di daerah tersebut. J Hort

17(4): 343-354.

Mudjiono GBT, Rahardjo T, Himawan . 1991. Hama Hama Penting Tanaman Pangan. Malang: Fakultas Pertanian, Universitas Brawijaya.

Nielson, GR, Lamp WO, Stutte GW. 1990. Potato leafhopper (Homoptera: Cicadellidae) feeding disruption of phloem translocation in alfalfa. J Econ Entomol. 83: 807-813.

Okeyo-owour JB, Agwaro PO, Simbi COJ. 1983. Studies on the legume pod-borer Maruca testulalis (Geyer) V. larva population. Insect Sci Appl

Gambar

Tabel 1 Populasi rata-rata  hama utama per unit contoh pada pertanaman kacang panjang fase generatif tanpa aplikasi insektisida
Gambar 1 Intensitas serangan M. testulalis pada pertanaman kacang panjang fase generatif tanpa aplikasi insektisida
Tabel 2 Kelimpahan rata-rata artropoda yang tertangkap lubang perangkap pada tanaman kacang panjang fase generatif tanpa aplikasi insektisida
Tabel 3 Pengaruh perlakuan insektisida terhadap kelimpahan hama utama pada kacang panjang fase generatf
+7

Referensi

Dokumen terkait

Data latih untuk Teorema Bayes membutuhkan paling tidak perkalian kartesius dari seluruh kelompok atribut yang mungkin, jika misalkan ada 16 atribut yang

Sedangkan menurut situs wikipedia, Penambangan teks (bahasa Inggris: text mining) adalah proses ekstraksi pola berupa informasi dan pengetahuan yang berguna dari

df j adalah jumlah dokumen yang mengandung term t j IDF dapat memperbaiki nilai precision, karena IDF mengkhususkan untuk fokus pada sebuah term dalam keseluruhan

Demikian Revisi Berita Acara Pembukaan Penawaran ini dibuat untuk dapat dipergunakan sebagai mestinya. Pekanbaru, 22

This study thus aims to explore the above mentioned research gap via two research ob- jectives: to create a framework describing how dynamic marketing capability and ser- vice

Idris, Irfan, Direktur Deralikalisasi Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) Republik Indonesia, Makalah tentang Rehabilitasi Mantan Terorisme dan

Dari hasil pembahasan serta analisa bebagai macam sumber-sumber energi terbarukan yang dapat digunakan sebagai pembangkit altenatif energi listrik, yaitu: energi angin, energi

Berdasarkan ketiga aspek kelayakan LKP di atas dapat disimpulkan bahwa LKP berorientasi problem solving untuk melatihkan keterampilan proses sains pada materi