KELIMPAHAN HAMA DAN MUSUH ALAMI SERTA
PENGARUH PERLAKUAN INSEKTISIDA PADA TANAMAN
KACANG PANJANG (Vigna sinensis L.) FASE GENERATIF
JOHAN
DEPARTEMEN PROTEKSI TANAMAN
FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
ABSTRAK
JOHAN. Kelimpahan Hama dan Musuh Alami serta Pengaruh Perlakuan Insektisida pada Tanaman Kacang Panjang (Vigna sinensis L.) Fase Generatif. Dibimbing oleh I WAYAN WINASA.
Sayuran merupakan salah satu komoditas hortikultura yang sangat penting. Kebutuhan akan sayuran semakin meningkat seiring meningkatnya kesadaran masyarakat untuk mengkonsumsi sayuran. Salah satu kendala yang dihadapi petani dalam mengembangkan usaha budidaya sayuran khususnya kacang panjang adalah masalah hama, terutama hama penggerek polong (Maruca testulalis) dan kutu daun (Aphis craccivora). Salah satu metode pengendalian hama yang umum digunakan oleh petani adalah perlakuan dengan insektisida, walaupun insektisida dapat menimbulkan berbagai efek samping baik terhadap hama, musuh alami, maupun lingkungan.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perkembangan hama dan musuh alami, keragaman artropoda permukaan tanah dan pengaruh aplikasi insektisida pada tanaman kacang panjang fase generatif. Penelitian ini terdiri dari dua perlakuan yaitu aplikasi insektisida Dangke 40 WP berbahan aktif metomil 40% sesuai dosis anjuran dan tanpa insektisida. Pengamatan dilakukan dengan mengamati perkembangan hama utama dan musuh alami, tingkat serangan
M. testulalis pada bunga dan polong tanaman kacang panjang, serta keragaman artropoda permukaan tanah pada tanaman kacang panjang. Pengamatan dilakukan pada lima petak yang disemprot insektisida dan lima petak tanpa insektisida (kontrol).
Hama utama yang dominan pada pertanaman kacang panjang pada fase generatif adalah A. craccivora, M. testulalis, Thrips sp.dan Empoasca sp. Musuh alami yang dominan adalah kumbang Coccinellidae dan Paederus sp. Aplikasi insektisida hanya berpengaruh terhadap kelimpahan populasi Thrips sp. dan
Empoasca sp.,tapi tidak menurunkan populasi dari musuh alami. Intensitas serangan M. testulalis pada bunga cukup tinggi yaitu mencapai 34,40% dan pada polong 38,05%. Aplikasi insektisida berpengaruh terhadap serangan M. testulalis
pada bunga dan polong kacang panjang. Artropoda permukaan tanah pada pertanaman kacang panjang fase generatif didominasi oleh Collembola, Formicidae, Araneae dan Carabidae. Perlakuan insektisida hanya berpengaruh terhadap kelimpahan Carabidae, Araneae dan Formicidae sedangkan untuk Collembola tidak berpengaruh.
Kata kunci: kacang panjang, hama utama, musuh alami, artropoda permukaan
KELIMPAHAN HAMA DAN MUSUH ALAMI SERTA
PENGARUH PERLAKUAN INSEKTISIDA PADA TANAMAN
KACANG PANJANG (Vigna sinensis L.) FASE GENERATIF
JOHAN
Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Pertanian di Departemen Proteksi Tanaman,
Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor
DEPARTEMEN PROTEKSI TANAMAN
FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
Judul Skripsi : Kelimpahan Hama dan Musuh Alami serta Pengaruh
Perlakuan Insektisda pada Tanaman Kacang Panjang
(Vigna sinensis L.) Fase Generatif
Nama Mahasiswa : Johan
NIM : A34070034
Menyetujui,
Pembimbing
Dr. Ir. I Wayan Winasa, M.Si NIP. 19611210 198703 1 003
Mengetahui,
Ketua Departemen Proteksi Tanaman
Prof. Dr. Ir. Dadang, M.Sc. NIP. 19640204 199002 1 002
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Batusangkar, Sumatera Barat pada tanggal 28
Februari 1990, merupakan putra kedua dari empat bersaudara dari pasangan
Yusrizal dan Eridawati.
Penulis menamatkan sekolah menengah umum di SMU Negri 1 Pariangan
Sumatera Barat pada tahun 2007. Kemudian pada tahun yang sama penulis
melanjutkan studi ke tingkat perguruan tinggi di Institut Pertanian Bogor sebagai
mahasiswa di Departemen Proteksi Tanaman, Fakultas Pertanian melalui jalur
PRAKATA
Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT atas limpahan rahmat
dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi ini.
Skripsi yang berjudul “Kelimpahan Hama dan Musuh Alami serta Pengaruh
Perlakuan Insektisida pada Tanaman Kacang Panjang (Vigna sinensis L.) Fase
Generatif” merupakan tugas akhir program sarjana di Departemen Proteksi
Tanaman, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor untuk memperoleh gelar
Sarjana Pertanian. Penelitian dilaksanakan sejak Februari sampai Mei 2011.
Pada kesempatan kali ini penulis mengucapan terima kasih kepada:
1.Dr. Ir. I Wayan Winasa, Msi. selaku dosen pembimbing skripsi dan
pembimbing akademik yang telah meluangkan waktunya untuk
membimbing dan memberikan saran kepada penulis dalam pelaksanaan
penelitian ini.
2.Dr. Ir. Suryo Wiyono M.Sc.Agr. sebagai penguji tamu yang telah
memberikan saran, motivasi dan bantuan kepada penulis.
3.Pak Slamet, Pak Wawan dan Pak Boni yang telah banyak membantu
dalam penyediaan bahan dan alat selama penulis melakukan penelitian.
4.Rekan-rekan penelitian yang bekerja di Laboratorium Ekologi Serangga
yang telah banyak membantu.
5.Teman-teman Basil dan PTN’44 yang selalu memberikan bantuan dan
semangat serta saran yang sangat bermanfaat selama ini.
Akhirnya ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada keluarga
tercinta yang telah memberikan dukungan dan doanya selama ini sehingga penulis
dapat menyelesaikan kegiatan studi dan penelitian di Departemen Proteksi
Tanaman, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Penulis berharap semoga
hasil penelitian ini dapat memberikan manfaat yang sebesar-besarnya bagi yang
memerlukan.
Bogor, November 2011
DAFTAR ISI
Nomor Halaman
DAFTAR TABEL ... viii
DAFTAR GAMBAR ... ix
PENDAHULUAN ... 1
Latar Belakang ... 1
Tujuan Penelitian ... 2
Manfaat Penelitian ... 3
TINJAUAN PUSTAKA ... 4
Kacang Panjang (Vigna sinensis L.) ... 4
Hama Utama Tanaman Kacang Panjang ... 5
Maruca testulalis Geyer (Lepidoptera: Pyralidae) ... 5
Kutu daun Aphis craccivora Koch. (Hemiptera: Aphididae) ... 6
Empoasca sp. (Hemiptera: Cicadellidae) ... 7
Riptortus linearis Fab. (Hemiptera: Alydidae) ... 7
Musuh Alami pada Tanaman Kacang Panjang ... 8
Kumbang Coccinellidae (Coloeptera: Coccinellidae) ... 8
Lalat Syrphidae (Diptera: Syrphidae) ... 8
Kumbang Paederus sp.(Coleoptera: Staphylinidae) ... 9
Laba-laba (Araneae) ... 10
Artropoda Permukaan Tanah ... 10
Penggunaan Insektisida dan Dampaknya terhadap Hama dan Musuh Alami ... 11
BAHAN DAN METODE ... 12
Tempat dan Waktu ... 12
Penanaman dan Pemeliharaan Tanaman Kacang Panjang ... 12
Aplikasi Insektisida ... 12
Pengamatan Hama dan Musuh Alami ... 12
Pengamatan Tingkat Serangan Maruca testulalis ... 13
Pengamatan Artropoda Permukaan Tanah ... 14
Rancangan Percobaan ... 14
HASIL DAN PEMBAHASAN ... 15
Perkembangan Populasi Hama dan Musuh Alami ... 15
Kelimpahan Artropoda Permukaan Tanah ... 21
Pengaruh Perlakuan Insektisida terhadap Kelimpahan Hama dan Musuh Alami pada Kacang Panjang ... 23
Pengaruh Perlakuan Insektisida terhadap Intensitas Serangan M. testulalis pada Kacang Panjang ... 27
Pengaruh Perlakuan Insektisida terhadap Kelimpahan Artropoda Permukaan Tanah ... 29
KESIMPULAN DAN SARAN ... 31
Kesimpulan ... 31
Saran ... 31
DAFTAR TABEL
Nomor Teks Halaman
1. Populasi rata-rata hama utama per unit contoh pada pertanaman kacang panjang fase generatif tanpa aplikasi insektisida………….……….... 16
2. Kelimpahan rata-rata artropoda yang tertangkap lubang perangkap pada pertanaman kacang panjang fase generatif tanpa aplikasi insektisda… 22
3. Pengaruh perlakuan insektisida terhadap kelimpahan hama utama pada kacang panjang fase generatif ………... 25
4. Pengaruh perlakuan insektisida terhadap kelimpahan musuh alami pada kacang panjang fase generatif ……….………….. 26
5. Pengaruh perlakuan insektisida terhadap intensitas serangan
M. testulalis pada bunga dan polong kacang panjang ……..…………. 28
6. Pengaruh perlakuan insektisida terhadap kelimpahan artropoda
DAFTAR GAMBAR
Nomor Teks Halaman
1. Intensitas serangan M. testulalis pada pertanaman kacang panjang fase generatif tanpa aplikasi insektisida……… 19
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Sayuran adalah salah satu komoditas yang mempunyai nilai ekonomi
tinggi karena merupakan produk pertanian yang senantiasa dikonsumsi setiap saat.
Kecendrungan produksi tanaman sayuran dari tahun ketahun terus meningkat dan
jarang mengalami penurunan yang berarti. Bahkan akhir-akhir ini ada
kecendrungan di masyarakat untuk mengurangi makanan yang berlemak tinggi,
terurama dari bahan hewani dan beralih ke bahan nabati yang disebut vegetarian
(hanya mengkonsumsi bahan makanan nabati).
Tanaman kacang panjang (Vigna sinensis L.) merupakan salah satu
tanaman sayuran yang potensial untuk dikembangkan di Indonesia. Selain mudah
untuk dikembangkan sebagai usahatani karena tidak membutuhkan modal yang
besar, pangsa pasarnya juga cukup tinggi (Haryanto et al. 1999). Selain itu,
kacang panjang termasuk sayuran buah yang sudah sangat populer. Buah atau
polong muda bermanfaat antara lain sebagai bahan makanan dan untuk
pengobatan (terapi) yaitu pengobatan kanker payudara, anemia, antioksidan,
antibakteri dan antivirus (Cahyono 2006).
Berdasarkan data BPS (2010), produksi kacang panjang selama lima tahun
terakhir cenderung meningkat dari tahun-tahun sebelumnya. Tercatat tingkat
produksi tanaman kacang panjang dari tahun 2006 sampai 2010 berturut-turut
adalah 461,239 ton/tahun, 488,500 ton/tahun, 455,524 ton/tahun, 483,793
ton/tahun dan 488,174 ton/tahun. Hal ini menandakan bahwa petani yang
berminat untuk menanam kacang panjang semakin banyak dan target untuk
memenuhi permintaan konsumen akan sayuran kacang panjang yang terus
meningkat setiap tahun dapat terpenuhi.
Salah satu kendala yang dihadapi petani dalam mengembangkan budidaya
kacang panjang adalah masalah hama, terutama hama penggerek polong (Maruca
testulalis), tungau merah (Tetranychus bimaculatus) dan kutu daun (Aphis
craccivora) (Siregar 1996). Tingkat serangan hama tersebut di atas semakin
tinggi pada saat musim kemarau bahkan dapat menyebabkan gagal panen. Selain
linearis dan Empoasca sp. juga dapat menurunkan tingkat produksi. Di samping
hama, juga ditemukan musuh alami yaitu serangga yang dapat digunakan sebagai
agens pengendali hayati di antaranya adalah serangga predator seperti kumbang
Coccinellidae, lalat Syrphidae, kumbang Paederus sp. dan beberapa spesies
laba-laba.
Pada kondisi tertentu, musuh alami tidak dapat menekan populasi hama
sehingga perlu dikendalikan dengan insektisida. Alasan petani memilih
insektisida sintetik untuk mengendalikan hama pada tanaman kacang panjang
karena dapat memberikan hasil yang lebih cepat dan mudah didapat. Insektisida
merupakan produk yang mudah diterapkan, tersedia dengan mudah di tingkat
petani, dapat disesuaikan dengan situasi dan secara ekonomis sangat
menguntungkan dari pada pengendalian lainnya (Dadang 2007). Salah satu bahan
aktif insektisida yang diizinkan untuk digunakan pada tanaman kacang panjang
adalah metomil yang efektif untuk mengendalikan beberapa jenis hama dan
mempunyai cara kerja ganda yaitu sebagai racun kontak dan racun perut (Kompes
2006).
Namun, penggunaan insektisida yang kurang bijaksana dapat
menyebabkan matinya serangga atau hewan bukan sasaran, resurgensi atau
peningkatan populasi serangga hama dan munculnya hama sekunder (Untung
1993). Dengan demikian penggunaan insektisida untuk mengendalikan hama,
selain efektif terhadap hama sasaran juga perlu dilihat dampaknya terhadap musuh
alami termasuk artropoda permukaan tanah.
Tujuan Penelitian
1. Mengetahui perkembangan hama utama dan musuh alami pada tanaman
kacang panjang fase generatif
2. Mengetahui pengaruh perlakuan insektisida terhadap hama utama dan musuh
alami serta artropoda permukaan tanah pada tanaman kacang panjang fase
Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah bahan referensi untuk
strategi pengendalian hama serta pengaruh perlakuan insektisida pada tanaman
TINJAUAN PUSTAKA
Kacang Panjang ( Vigna sinensis L.)
Kacang panjang adalah tanaman hortikultura yang banyak dimanfaatkan
oleh masyarakat Indonesia, baik sebagai sayuran maupun sebagai lalapan.
Kacang panjang merupakan anggota famili Fabaceae yang termasuk ke dalam
golongan sayuran. Selain rasanya enak, sayuran ini juga mengandung zat gizi
cukup banyak. Kacang panjang adalah sumber protein yang baik, vitamin A,
thiamin, riboflavin, besi, fosfor, kalium, vitamin C, folat, magnesium dan mangan
(Haryanto et al. 1999).
Kacang panjang merupakan tanaman semusim (annual) yang bersifat
membelit (merambat) dan setengah membelit. Daunnya merupakan daun
majemuk yang tersusun tiga helaian dan melekat pada tangkai daun yang agak
panjang serta berwarna hijau sampai hijau tua. Bunga berbentuk seperti kupu-
kupu (papiliona cues), terletak pada ujung tangkai yang panjang dan warna bunga
bervariasi putih, kuning, atau biru. Bunganya tergolong bunga sempurna, yakni
dalam satu bunga terdapat alat kelamin betina (putik) dan alat kelamin jantan
(benang sari).
Buahnya berbentuk bulat panjang dan ramping dan biasanya disebut
polong dengan panjang bervariasi antara 30-100 cm. Warna polong juga
bervariasi yaitu hijau keputih-putihan, hijau, dan hijau muda namun setelah tua
menjadi putih kekuning-kuningan atau hijau kekuning-kuningan. Bijinya
berbentuk bulat panjang agak pipih, tetapi terkadang sedikit melengkung
(Cahyono 2006).
Tanaman kacang panjang dapat tumbuh dengan baik di dataran rendah
sampai menengah hingga ketinggian 700 m di atas permukaan laut (dpl). Pada
ketinggian di atas 700 m dpl pertumbuhan kacang panjang biasanya terhambat.
Temperatur yang sesuai untuk pertumbuhan kacang panjang adalah 25-350C pada
siang hari dan pada malam hari sekitar 150C (Prosea 1996).
Komposisi gizi setiap 100 g bagian kacang panjang yang dapat dimakan
arang, 64 mg kalsium, 54 mg fosfor, 1,3 mg zat besi, 167 IU vitamin A, 0,07 g
vitamin B1, 28 g vitamin C dan menghasilkan 125 kalori (Prosea 1996).
Hama Utama Tanaman Kacang Panjang
Secara umum diketahui bahwa serangga hama yang biasa menyerang
tanaman kacang panjang adalah lalat kacang (Agromyza phaseoli), ulat tanah
(Agrotis ipsilon), ulat bunga/penggerek polong (Maruca testulalis), kutu daun
(Aphis craccivora), kepik polong (Riptortus linearis) dan wereng Empoasca sp.
(Syahrawati & Busniah 2009).
Maruca testulalis Geyer (Lepidoptera: Pyralidae)
M. testulalis tergolong ke dalam ordo Lepidoptera dan famili Pyralidae.
Serangga ini juga dikenal dengan sebutan mung moth atau pod borer. Serangga
ini merupakan hama penting pada tanaman kacang-kacangan, dan hingga kini
telah menyebar ke beberapa negara di Afrika, India Barat, Fiji, Australia dan
Amerika Latin. Persebaran yang luas disebabkan oleh kisaran inang yang luas
(Taylor 1987).
M. testulalis adalah salah satu hama penting pada tanaman kacang panjang
yang menyerang bagian bunga dan polong. Telur diletakkan pada bagian bunga,
daun dan polong secara berkelompok. Satu kelompok telur terdiri dari 2-4 butir
telur dengan bentuk lonjong agak pipih serta berwarna putih kekuningan agak
bening. Stadium telur berlangsung 2-3 hari. Larva berwarna putih kekuningan
dengan panjang mencapai 18 mm. Kepalanya berwarna coklat hingga hitam dan
setiap segmen terdiri dari bintik-bintik gelap di sepanjang tubuhnya yang terletak
pada bagian punggungnya. Stadium larva berlangsung selama 10-15 hari. Pupa
terbentuk di dalam tanah atau di dalam polong. Tubuh pupa berwarna coklat
dengan panjang kira kira 13,5 mm dan stadium pupa berlangsung 7-10 hari
(Kalshoven 1981).
Gejala serangan hama ini tampak pada bunga dan bakal polong yang rusak
dan kemudian gugur. Satu ekor larva selama hidupnya dapat merusak 4-6 bunga
kulit polong berlubang dan dari lubang tersebut keluar serbuk gerek yang basah
bercampur kotoran larva yang berwarna coklat (Harahap 1994).
Kutu daun Aphis craccivora Koch. (Hemiptera: Aphididae)
Aphididae berasal dari bahasa Yunani yang berarti menghisap cairan.
Serangga ini menghisap cairan dari tumbuhan untuk mendapatkan nutrisi yang
dibutuhkannya. Kutu daun dewasa ada yang bersayap dan tidak bersayap, imago
bersayap muncul apabila kepadatan populasi tinggi, dan di daerah tropis
berkembang biak secara partenogenesis dan vivipar. Embrio dapat terbentuk
tanpa melalui proses pembuahan dan telah berkembang di dalam tubuh induknya
sehingga imago kutu daun tampak seperti melahirkan nimfa (Kalshoven 1981).
Kutu daun A. craccivora menyerang tanaman kacang panjang mulai awal
pertumbuhan sampai masa pertumbuhan bunga dan polong. Serangan
A. craccivora menyebabkan kerusakan pada bagian-bagian tanaman yang masih
muda, misalnya tunas-tunas dan daun-daun serta tangkai daun yang masih muda
(Darsono 1991). Daun yang terserang menjadi berkerut dan keriting serta
pertumbuhannya terhambat. Pada bagian tanaman di sekitar aktivitas kutu daun
tersebut terlihat adanya cendawan hitam (Capnodium sp.). yang tumbuh pada
sekresi atau kotoran kutu daun berupa embun madu. Selain sebagai hama pada
tanaman, A. craccivora dapat menularkan lebih dari 30 virus tanaman secara non
persisten (Blackman & Eastop 2000).
Laju pertumbuhan kutu daun dipengaruhi oleh tingkat kelahiran, kematian,
faktor lingkungan, kepadatan populasi dan perbandingan antara serangga yang
tidak produktif dengan yang masih produktif. Tingkat kelahiran dipengaruhi oleh
banyak faktor di antaranya kualitas dan kauntitas makanan. Tingkat kematian di
pengaruhi oleh musuh alami dan faktor iklim. Populasi kutu daun biasanya
meningkat pada musim kemarau dan berkurang pada musum hujan. Tingkat
kepadatan populasi yang tinggi disertai dengan menurunnya tingkat kualitas
makanan akan merangsang terbentuknya populasi bersayap yang berfungsi untuk
Empoasca sp. (Hemiptera : Cicadellidae)
Serangga hama ini dikenal dengan wereng empoasca, termasuk ordo
Hemiptera, famili Cicadellidae dan mempunyai daerah penyebaran yang cukup
luas di antaranya adalah Indonesia. Telur diletakkan dekat tulang daun. Stadium
telur berlangsung selama 9 hari. Serangga dewasa berwarna hijau kekuningan
dengan bintik coklat pada kedua sayapnya. Wereng empoasca menyerang daun
muda dan daun kacang-kacangan yang belum membuka (Kalshoven 1981).
Seperti halnya kutu daun, Empoasca sp. juga menyerang tanaman dengan
cara menghisap cairan tanaman (daun). Bekas luka yang ditimbulkan berupa
bercak-bercak putih yang mengelompok pada permukaan daun. Serangan berat
mengakibatkan daun menguning, mengeriting, dan mati mirip dengan kerusakan
yang diakibatkan oleh kutu daun. Relung dan perilaku makan serta kebutuhan
akan pakan yang sama menjadikan Empoasca sp. dan kutu daun bersaing ketat
untuk mempertahankan hidup masing-masing (Tenrirawe & Talanca 2008).
Riptortus linearis Fabr. (Hemiptera: Alydidae)
R. linearis tergolong dalam famili Alydidae, ordo Hemiptera. Imagonya
berbadan panjang lurus, berwarna kuning coklat. Bentuknya mirip sekali dengan
walang sangit (Leptocorisa oratorius F.), tetapi mudah dikenal dengan adanya
garis putih kekuningan yang terdapat di sepanjang sisi badannya. Pada femur
tungkai belakang dijumpai duri-duri, dan bagian posterior dari protoraks
dilengkapi dengan duri-duri halus (Kalshoven 1981).
Imago dan nimfa sama-sama merusak polong dengan cara menusuk
mengisap biji pada polong muda maupun polong tua. Serangan pada polong
muda mengakibatkan biji menjadi kempis dan kering dan pada polong yang
bijinya belum mengeras mengakibatkan biji menjadi hitam dan tidak berisi.
Serangan pada polong tua mengakibatkan biji keriput dan terlihat adanya bintik
atau bercak hitam pada biji atau pada kulit polong bagian dalam yang merupakan
Musuh Alami pada Tanaman Kacang Panjang
Di antara beberapa cara pengendalian hama tumbuhan yang ada,
pengendalian hayati dengan memanfaatkan musuh alami merupakan cara
pengendalian yang paling aman. Musuh alami yang terdapat pada tanaman
kacang panjang adalah kumbang Coccinellidae, lalat Syrphidae, kumbang
Paederus sp., laba-laba (Araneae) dan Formicidae (Syahrawati & Busniah 2009).
Kumbang Coccinellidae (Coloeptera: Coccinellidae)
Kumbang famili Coccinellidae banyak ditemukan di tanaman sayuran
yang merupakan habitatnya. Perbedaan karakteristik dari distribusi kumbang
koksi dipengaruhi oleh topografi, posisi geografi wilayah dan kekayaan floranya.
Kumbang koksi dewasa aktif pada pagi dan sore hari sedangkan siang hari
biasanya tersembunyi. Subfamili Coccinellinae berperan sebagai predator yang
biasa ditemukan pada tanaman yang terdapat kutu daun. Seekor kumbang
Coccinellinae dapat memangsa 1.000 ekor kutu daun sepanjang hidupnya (Joento
2009).
Coccinellidae predator sangat efektif dalam mengendalikan kutu daun
(A. craccivora) dan mempunyai spektrum mangsa yang luas karena dapat
memangsa berbagai jenis serangga antara lain dari famili Aphididae, Coccidae,
Diaspidae dan Aleyrodidae. Larva kumbang Coccinellidae predator juga bersifat
sebagai predator dengan mangsa yang sama dengan imagonya. Lama stadium
larva biasanya singkat dan aktivitas makannya tinggi. Pupa biasanya menempel
pada bagian tanaman seperti batang, ranting atau daun dan terkadang masih
tertutup kulit larva instar terakhir. Lama hidup kumbang dan jumlah telur yang
dapat dihasilkan oleh seekor kumbang dipengaruhi oleh makanan yang tersedia
(Dixon 2000).
Lalat Syrphidae (Diptera: Syrphidae)
Serangga ini biasanya disebut hover fly karena kemampuannya melakukan
hovering. Syrphidae termasuk famili yang besar. Tercatat terdapat 870 spesies di
Amerika Utara, 250 spesies di Eropa kepulauan Inggris, 300 spesies di Eropa
Syrphidae hidup pada berbagai habitat dengan beragam peran seperti sebagai
saprofag, mikofag, herbivor, dan predator. Subfamili yang anggotanya sebagian
besar menjadi predator terutama kutu daun adalah Subfamili Syrphinae
(Kalshoven 1981).
Beberapa contoh spesies yang telah dikenal sebagai predator di
agroekosistem adalah Episyrphus balteatus, Syrphus corrolae dan Ischidion
scutellaris. Larva syrphidae bertindak sebagai predator dan dewasa hidup
mengkonsumsi nektar. Betina dewasa selama hidupnya mampu menghasilkan
sampai 1900 butir telur, dan tiap harinya betina mampu meletakkan sampai 100
butir telur. Lalat syrphidae meletakkan telur di dekat koloni kutu daun yang
berguna sebagai sumber makanan saat telur menetas menjadi larva. Larva
Syrphidae tidak memiliki mata dan tidak bertungkai (Hindayana 2001).
Kumbang Paederus sp. (Coleoptera: Staphylinidae)
Paederus sp. merupakan salah satu predator polifag yang memangsa
antara lain wereng batang coklat, wereng punggung putih, wereng zigzag, dan
wereng hijau. Kumbang ini termasuk ke dalam ordo Coleoptera, super famili
Staphylinoidea, famili Staphylinidae dan genus Paederus. Pergiliran tanaman
dengan kedelai atau jagung setelah padi dapat membantu mempertahankan
populasi predator tersebut (Kalshoven 1981).
Kumbang Paederus sp. dewasa berukuran panjang berkisar antara 6,0-8,0
mm. Tubuhnya berwarna hitam atau biru kecoklatan dan merah kecoklatan.
Predator ini banyak ditemukan pada pertanaman padi terutama pada pertanaman
padi yang sudah tua. Disamping itu, juga ditemukan pada pertanaman palawija
seperti pertanaman kedelai, kacang-kacangan ataupun jagung. Kumbang dewasa
dapat ditemukan pada seluruh bagian tanaman, di dalam tanah dan di bawah
kulit-kulit pohon. Siklus hidupnnya berkisar antara 90-100 hari. Lama hidup imago
berkisar antara 30-60 hari. Kumbang ini lebih aktif memangsa pada malam hari
dari pada siang hari. Serangga fitofag yang sudah diketahui sebagai mangsa
Paederus sp. adalah larva H. armigera, telur E. zinckenella, larva S. litura (Taulu
2001). Selain itu, Paederus sp. juga dapat tumbuh dan berkembang biak dengan
Laba-laba (Araneae)
Laba-laba merupakan hewan pemangsa (karnivora), bahkan
kadang-kadang kanibaldengan mangsa utamanya adalah serangga. Kebanyakan laba-laba
merupakan predator (pemangsa) penyergap, yang menunggu mangsa lewat di
dekatnya sambil bersembunyi di balik daun, lapisan daun bunga, celah bebatuan,
atau lubang di tanah. Beberapa jenis memiliki pola warna yang menyamarkan
tubuhnya di atas tanah, batu atau pepagan pohon, sehingga tidak perlu
bersembunyi. Shepard et al. (1987) menyebut delapan spesies laba-laba predator
yang umum ditemukan di ekosistem persawahan. Mereka tergolong dalam genus
Pardosa (Lycosidae) (1 spesies), Oxypes (Oxyopidae) (2 spesies), Phidipus
(Salticidae) (1 spesies), Atypena (Linyphiidae) (1 spesies), Argiope (Araneidae) (2
spesies), dan Tetragnatha (Tetragnathidae) (1 spesies).
Laba-laba merupakan predator polifag sehingga berperan penting dalam
mengontrol populasi serangga. Lebih lanjut dinyatakan bahwa dari seluruh
kelompok predator yang terdapat pada ekosistem sawah, sekitar 16-35% adalah
laba-laba. Laba-laba Oxyopes javanus mampu mengendalikan serangan kepik
polong dan Lycosa psudoannulata merupakan pemangsa wereng yang efektif
(Riechert & Lockley 1984).
Artropoda Permukaan Tanah
Berdasarkan tingkat trofiknya, artropoda dalam pertanian dibagi menjadi 3
yaitu artropoda herbivora, artropoda karnivora dan artropoda omnivora. Di
ekosistem persawahan, artropoda predator (serangga dan laba-laba) merupakan
musuh alami yang paling berperan dalam menekan populasi hama. Hal ini
disebabkan predator tersebut memiliki kemampuan untuk beradaptasi di
ekosistem efemeral tersebut. Menurut Herlinda et al. (2008), artropoda yang aktif
pada permukaan tanah yang kelimpahannya tertinggi ialah famili Carabidae,
Formicidae, Collembola dan Lycosidae.
Berbagai cara atau praktek pengelolaan agroekosistem dapat
mempengaruhi keanekaragaman artropoda dalam agroekosistem tersebut.
Peningkatan keanekaragaman spesies tanaman menyebabkan peningkatan
tumpang sari tanaman terjadi peningkatan keanekaragaman spesies tanaman,
perubahan jarak antar tanaman, kerapatan populasi tanaman dan kualitas tanaman
yang pada akhirnya perubahan tersebut akan mempengaruhi kerapatan populasi
hama dan organisme lain. Sebagai akibat perubahan tersebut, kelimpahan
artropoda tanah juga akan menjadi bertambah (Arriaga & Altieri 1990).
Penggunaan Insektisida dan Dampaknya terhadap Hama dan Musuh Alami
Meskipun secara konsepsional penggunaan pestisida diposisikan sebagai
alternatif pengendalian terakhir dalam pengendalian organisme pengganggu
tanaman (OPT), namun kenyataannya di lapangan penggunaan insektisida sering
merupakan pilihan utama dan paling umum dilakukan petani. Bahkan dinyatakan
hampir 85% pestisida yang beredar di dunia ini digunakan untuk bidang pertanian.
Komoditi sayur-sayuran dan buah-buahan merupakan komoditi yang paling
banyak menggunakan pestisida yaitu sekitar 26%, serealia 15%, padi 10%, jagung
12%, kedelai 9,4%, kapas 8,6% dan sisanya untuk komoditi pertanian lainnya
(Dadang 2007).
Menurut Sudarmo (1990), kemungkinan yang timbul akibat dari
penggunaan pestisida sintetik adalah keracunan terhadap pemakai dan pekerja,
keracunan terhadap ternak dan hewan peliharaan, keracunan terhadap ikan,
keracunan terhadap satwa liar, keracunan terhadap tanaman, kematian musuh
alami, kenaikan populasi organisme pengganggu, resistensi organisme
pengganggu dan meninggalkan residu. Menurut Dadang (2007), aplikasi yang
berlebihan dapat menyebabkan kerusakan pada tanaman (fitotoksisitas) sehingga
perlu keakuratan dalam penentuan dosis/konsentrasi dan jumlah aplikasi yang
BAHAN DAN METODE
Tempat dan Waktu
Penelitian dilakukan pada lahan tanaman kacang panjang di Desa
Situgede, Kecamatan Bogor Barat, Kota Bogor dan di Laboratorium Ekologi
Serangga, Departemen Proteksi Tanaman, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian
Bogor, dari bulan Februari sampai Mei 2011.
Penanaman dan Pemeliharaan Tanaman Kacang Panjang
Varietas kacang panjang yang ditanam adalah New Jaliteng. Pengolahan
tanah dan pembuatan guludan dilakukan sebelum benih ditanam. Setelah dibuat
guludan lalu diberi pupuk kandang dengan dosis 2500 kg/ha dan pupuk Urea
dengan dosis 200 kg/ha untuk 2 kali aplikasi. Jarak tanam dalam guludan 40 cm
dan antar guludan 100 cm. Tiap lubang tanam diisi satu sampai dua benih kacang
panjang. Lahan tanaman kacang panjang yang diamati terdiri dari 10 petak, 5
petak disemprot dengan insektisida dan 5 petak tidak disemprot. Setiap petak
memiliki luas ± 42 m2 yang terdiri dari 6-8 guludan. Jumlah tanaman dalam
setiap guludan 15 tanaman. Pemasangan ajir dilakukan setelah tanaman berumur
± 2 minggu. Setiap rumpun tanaman diberi ajir, kemudian ujung empat ajir yang
berdekatan diikat. Pada umur tanaman 3 minggu setelah tanam (MST) diberikan
pupuk urea dengan dosis 100 kg/ha dengan cara ditebar di sekitar pangkal batang
tanaman.
Aplikasi Insektisida
Penyemprotan insektisida dilakukan setelah tanaman berumur 6 MST,
yaitu setelah mulai muncul bunga. Jenis insektisida yang digunakan Dangke 40
WP dengan bahan aktif metomil 40%. Penyemprotan dilakukan setiap minggu
Pengamatan Hama dan Musuh Alami
Pengamatan hama dan musuh alami dilakukan mulai umur tanaman
kacang panjang 6 MST. Pengamatan dilakukan pada 3 rumpun tanaman (setiap
rumpun terdiri dari 4 lubang tanam). Tanaman contoh ditentukan secara diagonal
dan menyebar di dalam petak perlakuan. Pengamatan terhadap kelimpahan hama
utama dan musuh alami dilakukan 3 hari setelah aplikasi insektisida.
Pengamatan kutu daun A. craccivora dilakukan pada 4 pucuk per rumpun
tanaman contoh yaitu pada pucuk yang terletak di bagian atas, tengah dan bawah
dari rumpun tanaman. Pengamatan hama Thrips sp. dilakukan pada bunga, setiap
rumpun tanaman contoh diamati 4 tangkai bunga. Pengamatan terhadap hama
Empoasca sp. dilakukan pada permukaan bawah daun. Dari setiap rumpun contoh
diamati 4 tangkai daun (setiap tangkai daun terdiri dari 3 anak daun). Daun-daun
yang diamati menyebar di dalam rumpun tanaman contoh. Untuk pengamatan
belalang Oxya sp., R. linearis dan musuh alami dilakukan pada seluruh bagian
rumpun tanaman contoh. Pengamatan dilakukan selama lima minggu.
Pengamatan Tingkat Serangan Maruca testulalis
Pengamatan terhadap tingkat serangan M. testulalis pada tanaman,
dilakukan dengan cara menghitung jumlah bunga dan polong secara keseluruhan
dari unit tanaman contoh serta menghitung jumlah bunga dan polong yang
terserang oleh M. testulalis. Pengamatan tingkat intensitas serangan dilakukan
pada 3 rumpun tanaman (setiap rumpun terdiri dari 4 lubang tanam). Pengamatan
dilakukan selama lima minggu. Intensitas serangan M. testulalis pada bunga dan
polong dihitung menggunakan rumus sebagai berikut:
Intensitas serangan pada bunga =
Intensitas serangan pada polong =
Jumlah bunga terserang
X 100% Jumlah bunga total
Jumlah polong terserang
Pengamatan Artropoda Permukaan Tanah
Pemasangan perangkap jebakan (pitfall traps) dilakukan 2 hari setelah
aplikasi insektisida. Jumlah perangkap yang dipasang untuk setiap petak
perlakuan adalah 3 buah. Pemasangan perangkap dilakukan di atas guludan, yaitu
guludan ke-2, 4 dan 6. Perangkap dibuat dari gelas plastik bekas air mineral
volume 240 ml yang dipasang dengan cara dibenamkan di tanah dengan
permukaan gelas dibuat rata dengan tanah di sekitarnya. Ke dalam gelas
dimasukkan formalin 2% sekitar 50 ml. Perangkap diberi pelindung atau atap
yang dibuat dari seng agar terhindar dari tetesan air hujan. Perangkap dipasang
selama 24 jam, setelah itu diambil, dibungkus kantung plastik dan diberi label.
Pengamatan dilakukan di laboratorium dengan bantuan mikroskop. Artropoda
yang tertangkap dihitung dan diidentifikasi. Identifikasi dilakukan sampai tingkat
famili, genus atau spesies dengan bantuan buku (Borror et al. 1992; Kalshoven
1981). Hasil tangkapan dikoleksi di dalam botol film yang diberi alkohol 70%
dan pada tiap botol diberi label.
Rancangan Percobaan
Penelitian terdiri dari dua perlakuan, yaitu petak yang disemprot dengan
insektisida dan tanpa insektisida. Parameter yang diamati adalah tingkat populasi
hama utama dan musuh alami, tingkat serangan M. testulalis pada bunga dan
polong kacang panjang, dan kelimpahan artropoda permukaan tanah.
Analisis Data
Data populasi hama dan musuh alami, tingkat serangan M. testulalis serta
kelimpahan artropoda permukaan tanah dianalisis dengan Microsoft Office Excel
HASIL DAN PEMBAHASAN
Perkembangan Populasi Hama dan Musuh Alami
Hama-hama yang ditemukan pada tanaman kacang panjang fase generatif
adalah M. testulalis, A. craccivora, Oxya sp., Empoasca sp., Thrips sp. dan
R. linearis (Tabel 1). Beberapa hama yang mendominasi pada fase ini adalah
A. craccivora, Empoasca sp. dan Thrips sp. Hama lainnya seperti Oxya sp. dan
R. linearis populasinya tidak terlalu tinggi.
Kutu daun A. craccivora populasinya terus meningkat seiring dengan
bertambahnya usia tanaman. Diketahui bahwa A. craccivora menyerang bagian
tanaman yang masih muda seperti tunas, pucuk dan polong kacang panjang.
Tingginya populasi A. craccivora pada pucuk tanaman menyebabkan berbagai
gejala kerusakan pada bagian yang terserang yaitu pertumbuhan pucuk menjadi
terhambat sehingga tanaman kacang panjang menjadi kerdil. Selain itu
A. craccivora juga dikenal sebagai vektor virus pada tanaman kacang panjang
sehingga dapat memperparah kerusakan yang ditimbulkan. Beberapa penyakit
mosaik pada tanaman kacang panjang yang ditularkan A. craccivora adalah Bean
Common Mosaic Virus (BCMV), Bean Yellow Mosaic Virus (BYMV) dan
Cowpea Aphid Borne Mosaic Virus (CaBMV) (Anwar et al. 2005).
Kerugian yang ditimbulkan oleh hama ini cukup tinggi karena selain
menghisap cairan tanaman inang, hama ini juga mengeluarkan embun madu yang
dapat menjadi media tumbuh cendawan jelaga dan menutupi permukaan daun
sehingga proses fotosintesis menjadi terhambat. Kerugian yang ditimbulkan oleh
serangga ini sebagai hama adalah 16%, sedangkan sebagai vektor kerugian yang
ditimbulkan adalah 44% (Inani 2006).
Berbagai faktor mempengaruhi populasi A. craccivora di antaranya adalah
curah hujan. Akibat dari siraman air hujan diduga sebagian dari kutu daun yang
jatuh ke tanah tidak dapat kembali lagi ke pertanaman sedangkan sebagian hanya
dapat kembali hanya sampai batang bawah atau menempel pada ajir tanaman.
Menurut Steyenoff (2001), serangga berukuran kecil seperti kutu daun yang
Tabel 1 Populasi rata-rata hama utama per unit contoh pada pertanaman kacang panjang fase generatif tanpa aplikasi insektisida
Hama Utama
Rataan populasi hama pada umur tanaman (MST)*±SD**
6 7 8 9 10
Aphis craccivora 22,53 ± 12,88 24,93 ± 3,69 25,93 ± 2,40 27,87 ± 12,29 9,13 ± 12,82
Oxya sp. 0,53 ± 0.47 0,20 ± 0,41 0,33 ± 0,49 0,27 ± 0,46 0,27 ± 0,46
Empoasca sp. 13,73 ± 2,71 12,93 ± 2,05 9,13 ± 2,59 13,13 ± 2,23 8,27 ± 1,16
Thrips sp. 10,27 ± 1,79 13,00 ± 1,41 11,47 ± 1,30 10,73 ± 1,98 13,27 ± 0,88
Riptortus linearis 2,73 ± 0,64 0,13 ± 0,35 0,20 ± 0,41 0,33 ± 0,49 0,20 ± 0,41
* MST = Minggu Setelah Tanam **SD = Standar Deviasi
Populasi hama Empoasca sp. juga cukup tinggi pada pertanaman kacang
panjang dan telah menimbulkan gejala kerusakan terutama pada bagian daun.
Kerusakan yang ditimbulkan oleh Empoasca sp. pada daun kacang panjang yaitu
timbulnya gejala klorosis pada daun, sehingga mengganggu proses fotosintesis
pada tanaman dan akhirnya menyebabkan daun berubah warna menjadi kuning.
Menurut Nielson et al. (1990) kerusakan pada daun oleh hama Empoasca sp.
disebabkan oleh terganggunya sistem translokasi hasil fotosintesis yang
menyebabkan terakumulasinya karbohidrat pada tempat makan, sehingga timbul
kerusakan pada bagian tanaman yang terserang.
Selain itu, kerusakan oleh Empoasca sp. juga disebabkan oleh: 1) racun
yang terkandung di dalam saliva diinjeksikan ke tanaman pada saat makan 2)
terjadinya penyumbatan floem secara mekanik karena rusaknya sel-sel atau
penumpukan saliva, dan 3) senyawa tertentu di dalam saliva yang merangsang
terjadinya hipertrofi pada sel-sel floem yang menyebabkan penyumbatan (Backus
& Hunter 1989).
Tingkat populasi belalang Oxya sp. pada pertanaman kacang panjang fase
generatif sangat rendah. Hama ini menyerang bagian daun dari tanaman kacang
panjang. Gejala yang ditimbulkan oleh hama ini adalah berupa gejala gerigitan
pada daun sehingga daun menjadi robek. Rendahnya populasi hama ini pada
pertanaman kacang panjang, maka kerusakan yang ditimbulkan tidak berdampak
buruk serta tidak mengganggu proses pertumbuhan tanaman.
Populasi hama Thrips sp. pada tanaman kacang panjang cukup tinggi.
Hama Thrips sp. menyerang bagian bunga dan polong yang masih muda.
Serangan mulai terjadi pada fase bunga dan ketika buah masih sangat muda,
meninggalkan bekas luka berwarna coklat keabu-abuan disertai dengan garis
nekrotis di sekeliling luka, tampak di permukaan kulit buah di sekeliling tangkai
atau melingkar pada sekeliling kulit buah. Kelembaban yang relatif rendah dan
suhu relatif tinggi membuat perkembangbiakan trips dari pupa menjadi imago
menjadi lebih cepat. Dibiyantoro (1994) menyatakan bahwa kondisi kadar air
pada tanaman akan mempengaruhi kepindahan thrips dalam memilih inangnya,
kadar air yang lebih tinggi akan lebih dipilih dari pada jenis tanaman dengan
perkembangan gejala kerusakan akibat serangan thrips menjadi lebih cepat dan
gejalanya menjadi semakin berat
Serangga R. linearis adalah salah satu hama yang cukup penting pada
tanaman hortikultura dan tanaman palawija. Serangan hama ini pada tanaman
kacang panjang terjadi pada bagian polong. Serangan hama ini menyebabkan
polong menjadi kempis dan terdapat bercak coklat bekas tusukan pada kulit
polong kacang panjang. Namun populasinya sangat rendah, maka hama ini tidak
menimbulkan kerusakan yang berarti pada polong yang diamati. Menurut
Mudjiono et al. (1991), nimfa kepik dewasa menghisap cairan polong dan biji.
Serangan pada fase perkembangan biji dan polong menyebabkan polong dan biji
menjadi kempis kemudian mengering dan gugur. Serangan pada polong yang
bijinya telah berkembang sempurna menyebabkan kualitas biji menurun karena
adanya bintik-bintik hitam pada biji dan biji menjadi keriput.
Intensitas serangan M. testulalis pada bunga dan polong kacang panjang
cukup tinggi. Intensitas serangan tertinggi pada bunga mencapai 34,40% dan
pada polong 38,05% (Gambar 1). Gejala yang ditimbulkan oleh hama ini pada
polong kacang panjang adalah polong menjadi berlubang dan pada lubang
tersebut keluar kotoran berwarna coklat yang merupakan bekas gerekan oleh
hama tersebut. Selain itu, serangan hama ini pada polong juga menyebabkan biji
dalam polong menjadi rusak. Serangan pada bunga menyebabkan bunga menjadi
berlubang kemudian membusuk. Hama ini merusak bunga dengan cara
menggerek bagian kelopak atau mahkota bunga dan masuk ke dalam bunga serta
merusak benang sari dan putik atau bakal polong. Larva yang sudah cukup besar
menggunakan benang sutera untuk merekat satu bunga dengan bunga lain yang
berdekatan bersama kotoran yang berasal dari sisa gerekan kemudian larva tinggal
di bagian dalam.
Secara umum tingkat kerusakan oleh hama M. testulalis semakin tinggi
seiring dengan bertambahnya umur tanaman. Hal ini disebabkan oleh polong
yang terserang tidak semuanya dipanen oleh petani sehingga menjadi sumber
Gambar 1 Intensitas serangan M. testulalis pada pertanaman kacang panjang fase generatif tanpa aplikasi insektisida
Musuh alami yang ditemukan pada tanaman kacang panjang adalah
Paederus sp., larva Syrphidae, kumbang Coccinellidae dan Araneae (laba-laba).
Populasi musuh alami yang dominan pada pertanaman kacang panjang fase
generatif adalah Paederus sp. dan kumbang Coccinellidae, sedangkan untuk larva
Syrphidae dan Araneae populasinya rendah (Gambar 2).
Populasi kumbang Coccinellidae cenderung turun dengan bertambahnya
umur tanaman sedangkan populasi A. craccivora cenderung naik dengan
bertambahnya umur tanaman. Hal ini menunjukkan peran kumbang Coccinellidae
tidak mampu menekan populasi A.craccivora. Kumbang Coccinellidae yang
ditemukan di pertanaman kacang panjang sebagian besar dari spesies Coccinella
transversalis dan Harmonia sp. Menurut Shepard et al. (1987), larva Harmonia
sp. lebih rakus dari pada yang dewasa dengan kemampuan memangsa 5-10 nimfa
dan imago kutu daun atau wereng tiap hari. Hasil penelitian Situmorang (2003),
menemukan bahwa kumbang Coccinellidae pada tanaman kacang panjang sudah
ditemukan sejak tanaman masih muda walaupun belum ditemukan hama yang
menjadi mangsanya seperti A. craccivora. Hal ini menunjukkan bahwa kumbang
ini bergerak aktif untuk mencari mangsanya.
Lalat Syphidae adalah jenis predator lain yang ditemukan pada pertanaman
kacang panjang. Larva lalat Syrphidae adalah salah satu predator kutu daun
A. craccivora. Sama halnya seperti kumbang Coccinellidae, peran larva
Syrphidae sebagai predator A.craccivora juga tidak mampu menekan populasi
kutu daun karena populasinya sangat rendah. Larva Syrphidae biasanya
ditemukan di dekat koloni kutu daun karena imagonya meletakkan telur di
tempat-tempat yang ada koloni kutu daun, sedangkan larvanya tidak dapat berpindah ke
tanaman lain untuk mencari mangsa. Larva Syrphidae yang ditemukan memiliki
warna hijau dan tidak bertungkai. Jenis yang ditemukan pada tanaman kacang
panjang fase generatif adalah Ischiodon scutellaris (Fabricius).
Selain kumbang Coccinellidae dan larva Syrphidae, predator lain yang
ditemukan adalah kumbang Paederus sp. yang merupakan salah satu jenis
predator yang cukup penting pada beberapa pertanaman. Pada pertanaman kacang
panjang kumbang ini merupakan predator dari beberapa jenis hama di antaranya
adalah M. testulalis, kutu daun dan Empoasca sp. Penelitian Winasa et al. (2006),
menunjukkan kumbang P. fuscipes adalah pemangsa telur Helicoverpa armigera
dan Etiella zinckenella, larva H. armigera dan Spodoptera litura di pertanaman
kedelai. Kemampuan memangsa oleh sepasang kumbang mencapai 12-14 butir
telur atau 12 ekor larva per 24 jam, namun kemampuan memancar dalam
Predator lainnya yang ditemukan pada pertanaman kacang panjang adalah
Araneae (laba-laba). Laba-laba termasuk ke dalam predator generalis yaitu
predator yang dapat memangsa berbagai macam hama di pertanaman. Menurut
Shepard et al. (1987) laba-laba mampu memangsa berbagai jenis serangga
termasuk larva Lepidoptera, ngengat, dan wereng. Laba-laba yang ditemukan
pada tanaman kacang panjang diduga juga memangsa hama seperti Empoasca sp.
(Cicadellidae) yang banyak ditemukan. Kelimpahan populasi laba-laba pada
pertanaman kacang panjang sangat rendah dan cenderung menurun seiring dengan
bertambahnya umur tanaman. Laba-laba yang ditemukan pada tanaman kacang
panjang termasuk famili Araneidae dimana mereka biasanya bersembunyi di balik
daun tanaman sambil menunggu ada mangsa yang lewat.
Kelimpahan Artropoda Permukaan Tanah
Artropoda permukaan tanah yang terperangkap oleh lubang perangkap (pitfall
traps) kebanyakan didominasi oleh Collembola. Artropoda lainnya yang banyak
tertangkap adalah serangga dari famili Formicidae, Carabidae, Gryllidae dan
Araneae (laba-laba) (Tabel 2).
Collembola adalah salah satu artropoda yang tertangkap lubang perangkap
yang memiliki kerapatan populasi yang paling tinggi. Semakin tua umur
tanaman, populasi Collembola yang tertangkap juga semakin tinggi. Hal ini
disebabkan Collembola adalah artropoda yang hidup pada serasah yang berada di
permukaan tanah dan semakin tua umur tanaman serasah yang ada pada
permukaan tanah juga semakin banyak. Serasah yang ada pada permukaan tanah
berasal dari bagian tanaman seperti daun, batang, dan lainnya baik yang berasal
dari tanaman kacang panjang maupun dari tumbuhan lainnya seperti gulma.
Kerapatan vegetasi akan menyebabkan jatuhan dan ketebalan serasah lebih tinggi,
sehingga menyediakan sumber pakan yang lebih baik bagi artropoda tanah dan
dapat meningkatkan kandungan bahan organik tanah (Sebayang et al. 2000).
Suhardjono (2000), menyebutkan sebagian besar Collembola merupakan
pemakan mikoriza akar yang dapat merangsang pertumbuhan simbion dan
meningkatkan pertumbuhan tanaman. Di samping itu, Collembola juga dapat
jamur. Collembola juga dapat dijadikan sebagai indikator terhadap dampak
penggunaan herbisida. Pada tanah yang tercemar oleh herbisida jumlah
Collembola yang ada jauh lebih sedikit dibandingkan pada lahan yang tidak
tercemar.
Tabel 2 Kelimpahan rata-rata artropoda yang tertangkap lubang perangkap pada tanaman kacang panjang fase generatif tanpa aplikasi insektisida
Ordo/Famili
Kelimpahan artropoda yang tertangkap pada umur tanaman
(MST)*± SD**
6 7 8 9
Collembola 27,53±11,96 28,80±5,06 32,73±16,04 35,27±22,94
Gryllidae 0,40±0,83 0,00±0,00 0,67±0,90 0,47±0,83
Araneae 0,60±0,74 0,60±0,99 0,73±0,88 0,67±0,98
Formicidae 3,47±2,80 1,53±0,92 2,73±1,75 2,20±1,57
Carabidae 0,67±0,72 0,80±0,77 0,53±0,74 0,47±0,92
Hemiptera 0,27±0,59 0,40±0,91 0,73±0,96 0,36±0,63
Dermaptera 0,47±1,13 0,00±0,00 0,13±0,52 0,33±0,62
Acrididae 0,40±0,63 1,40±1,64 1,20±1,97 0,73±1,10
Culicidae 0,67±1,29 0,53±0,99 0,53±1,36 0,53±0,99
*MST = Minggu Setelah Tanam **SD = Standar Deviasi
Kelimpahan serangga Formicidae yang tertangkap lubang perangkap
rendah. Diketahui beberapa jenis Formicidae dapat berperan sebagai predator
untuk beberapa jenis hama pada pertanaman, baik yang ada pada tajuk tanaman
maupun pada permukaan tanah. Selain sebagai serangga predator semut juga
berfungsi sebagai serangga pengurai dan sebagai serangga herbivor (Holldobler &
Wilson 1990). Selain itu, semut juga sering dijadikan indikator biologi untuk
perubahan lingkungan seperti ekologi, konservasi, biomonitoring dan
pengendalian hayati (Agosti et al. 2000).
Carabidae adalah artropoda permukaan tanah yang berfungsi sebagai
predator. Selain itu, Carabidae juga berfungsi sebagai herbivor (hama tanaman)
populasi Carabidae yang tertangkap lubang perangkap menurun seiring
bertambahnya umur tanaman kacang panjang. Hasil identifikasi menunjukkan
bahwa Carabidae yang tertangkap didominasi oleh Chlaenius sp. dan
Peropsophus sp.
Araneae (laba-laba) merupakan salah satu artropoda permukaan tanah
yang mempunyai sifat sebagai predator generalis. Laba-laba yang terperangkap
lubang perangkap didominasi oleh Pardosa pseudoannulata dan Myrmarachne
sp. Penelitian Marheni (2004), menunjukkan predator Pardosa pseudoannulata
mempunyai kemampuan memangsa wereng batang coklat rata-rata 4,05 ekor per
hari. Laba-laba ini merupakan pemburu yang sangat aktif bergerak dan
menggunakan banyak waktu untuk mencari mangsanya.
Pengaruh Perlakuan Insektisida terhadap Kelimpahan Hama dan Musuh
Alami
Aplikasi insektisida metomil 40% (Dangke 40 WP) pada tanaman kacang
panjang, sebagian menunjukkan pengaruh nyata dan sebagian tidak berpengaruh
nyata terhadap kelimpahan populasi hama utama. Perlakuan insektisida tidak
memberikan pengaruh nyata pada kelimpahan populasi hama A. craccivora, Oxya
sp. dan R. linearis pada pengamatan umur tanaman 6 sampai 10 MST, namun
dalam beberapa kali pengamatan populasi pada petak tanpa perlakuan insektisida
tampak relatif lebih tinggi dibandingkan petak dengan perlakuan metomil 40%
atau sebaliknya (Tabel 3). Kelimpahan populasi A. craccivora terus meningkat
setiap minggunya pasca aplikasi insektisida. Aplikasi insektisida memberikan
pengaruh yang nyata terhadap kelimpahan Empoasca sp. yaitu pada saat tanaman
berumur 6, 7, 9 dan 10 MST (Tabel 3). Perlakuan insektisida juga memberikan
pengaruh nyata pada kelimpahan hama Thrips sp. yaitu pada umur tanaman 7 dan
8 MST (Tabel 3).
Berdasarkan Surat Keputusan Menteri Pertanian (2004), insektisida
dengan bahan aktif metomil dapat digunakan untuk mengendalikan beberapa jenis
hama pada tanaman seperti Spodoptera exigua (bawang merah), Plutella
xylostella dan Crocidolomia binotalis (kubis), Helopeltis antonii (teh dan kakao),
Spodoptera sp. (tembakau). Selain itu, metomil juga telah menyebabkan
terjadinya resistensi pada larva S. exigua pada bawang merah (Moekesan &
Basuki 2007) dan juga telah menyebabkan terjadinya resistensi pada hama
Helicoverpa spp. pada pertanaman tembakau petani di daerah Jember (Amir
2009).
Perlakuan insektisida tidak memberikan pengaruh yang nyata terhadap
kelimpahan musuh alami pada tanaman kacang panjang. Tidak ada satupun dari
musuh alami pada tanaman kacang panjang terkena dampak dari perlakuan
insektisida dari umur tanaman 6 MST sampai 10 MST (Tabel 4). Perbedaan
kelimpahan populasi musuh alami pada kedua petak perlakuan tidak terlalu
berbeda jauh dan kadang-kadang tingkat populasi pada petak perlakuan dengan
insektisida lebih tinggi dari pada petak kontrol. Hal ini mengindikasikan bahwa
perlakuan insektisida yang sesuai dosis anjuran pada tanaman kacang panjang
tidak memberikan efek yang negatif karena tidak mengganggu atau mengurangi
kelimpahan musuh alami yang ada pada tanaman.
Menurut Everts et al. (1991) potensi musuh alami dapat terganggu oleh
aplikasi insektisida, aplikasi insektisida sebanyak tiga kali selama pertumbuhan
tanaman berpengaruh buruk terhadap kelimpahan laba-laba, serangga predator,
dan parasitoid. Insektisida juga dapat berpengaruh secara tidak langsung terhadap
musuh alami sebagai akibat berkurangnya ketersediaan mangsa atau inangnya,
atau karena memangsa atau memarasit serangga hama yang terkontaminasi
insektisida. Selain itu, insektisida pada dosis subletal dapat menurunkan lama
Tabel 3 Pengaruh perlakuan insektisida terhadap kelimpahan hama utama pada kacang panjang fase generatf
* Untuk setiap kelimpahan populasi hama selajur yang diikuti huruf yang sama tidak berbeda nyata berdasarkan uji t-student (α = 0.05)
** MST = Minggu Setelah Tanam ***SD = Standar devia
Tabel 4 Pengaruh perlakuan insektisida terhadap kelimpahan musuh alami pada kacang panjang fase generatf
* untuk setiap kelimpahan populasi musuh alami selajur yang diikuti huruf yang sama tidak berbeda nyata berdasarkan uji t-student (α = 0.05)
** MST = Minggu Setelah Tanam ***SD = Standar deviasi
Pengaruh Perlakuan Insektisida terhadap Intensitas Serangan M. testulalis
Perlakuan insektisida metomil 40% (Dangke 40 WP) memberikan
pengaruh yang cukup nyata terhadap intensitas serangan M. testulalis baik pada
bunga maupun polong kacang panjang (Tabel 5). Untuk bunga kacang panjang,
perlakuan insektisida memberikan pengaruh nyata pada saat tanaman berumur 6, 8
dan 10 MST (Tabel 5). Tingkat serangan M. testulasis pada bunga turun setelah
perlakuan insektisida pertama, namun pada minggu berikutnya tingkat serangan
kembali naik. Sedangkan pada polong kacang panjang perlakuan insektisida
memberikan pengaruh yang nyata pada saat tanaman berumur 6, 7, 8, dan 10 MST
(Tabel 5). Sama halnya seperti tingkat serangan pada bunga, tingkat serangan
pada polong juga turun setelah aplikasi insektisida minggu pertama dan kembali
naik pada minggu berikutnya.
Aplikasi insektisida yang dilakukan kurang mampu untuk menekan
intesitas serangan hama M. testulalis pada bunga dan polong kacang panjang. Hal
ini dapat dilihat dari masih tingginya tingkat serangan pada bunga dan polong
kacang panjang. Salah satu faktor yang menyebabkan kurang berhasilnya
perlakuan insektisida untuk menekan tingkat serangan adalah karena sulit untuk
membunuh ngengat yang berada di bawah kanopi dan ulat dari M. testulalis yang
berada di dalam polong atau bunga kacang panjang sehingga insektisida tidak
Tabel 5 Pengaruh perlakuan insektisida terhadap intensitas serangan M. testulalis pada bunga dan polong kacang panjang
* Untuk setiap intensitas serangan M. testulalis selajur yang diikuti huruf yang sama tidak berbeda nyata berdasarkan uji t-student (α = 0.05)
** MST = Minggu Setelah Tanam ***SD = Standar deviasi
Pengaruh Perlakuan Insektisida terhadap Kelimpahan Artropoda Permukaan
Tanah
Aplikasi insektisida metomil 40% (Dangke 40 WP) memberikan pengaruh nyata
pada kelimpahan laba-laba (Araneae) pada saat tanaman berumur 6 MST. Kelimpahan
populasi laba-laba umumnya naik setelah aplikasi insektisida pertama sampai minggu
berikutnya namun turun pada minggu terakhir. Untuk Formicidae, perlakuan insektisida
memberikan pengaruh nyata pada saat tanaman berumur 8 dan 9 MST (Tabel 6).
Kelimpahan populasi Formicidae terus naik setelah aplikasi insektisida pertama sampai
minggu berikutnya. Aplikasi insektisida metomil 40% (Dangke 40 WP) juga
menyebabkan kelimpahan serangga Carabidae pada permukaan tanah menurun setelah
aplikasi pertama. Perlakuan insektisida juga memberikan pengaruh nyata terhadap
kelimpahan Carabidae pada saat tanaman berumur 7 MST (Tabel 6). Sedangkan untuk
Collembola, aplikasi insektisida tidak memberikan pengaruh yang nyata (Tabel 6). Hal
ini dapat dilihat dari kelimpahan populasi Collembola pada petak dengan perlakuan
insektisida selalu lebih tinggi dari pada petak tanpa perlakuan insektisida.
Penelitian Herlinda et al. (2008) menunjukkan jumlah artropoda yang aktif di
permukaan tanah pada sawah tanpa aplikasi insektisida dan diaplikasi bioinsektisida
lebih tinggi dibandingkan dengan sawah yang diaplikasi insektisida sintetik. Pestisida
selain dapat membunuh artropoda hama juga dapat menyebabkan matinya artropoda
predator. Artropoda predator berperan penting dalam ekosistem pertanian karena dapat
Tabel 6 Pengaruh perlakuan insektisida terhadap kelimpahan artropoda permukaan tanah pada kacang panjang fase generatf
Artropoda
permukaan tanah
Perlakuan
Pengamatan pada umur tanaman (MST)** ± SD***
6 7 8 9
* untuk setiap kelimpahan artropoda permukaan tanah selajur yang diikuti huruf yang sama tidak berbeda nyata berdasarkan uji t-student (α = 0.05)
** MST = Minggu Setelah Tanam ***SD = Standar deviasi
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
Perkembangan populasi hama utama dan musuh alami pada tanaman
kacang panjang fase generatif cukup berfluktuatif. Hama utama yang dominan
pada tanaman kacang panjang fase generatif adalah Aphis craccivora,
M. testulalis, Thrips sp. dan Empoasca sp. Sedangkan musuh alami yang
dominan adalah kumbang Coccinellidae dan kumbang Paederus sp. Aplikasi
insektisida metomil 40% (Dangke 40 WP) mampu menekan populasi beberapa
hama utama pada kacang panjang, yaitu Empoasca sp. dan Thrips sp., tapi tidak
menurunkan populasi musuh alami. Tingkat serangan M. testulalis pada bunga
cukup tinggi yaitu mencapai 34,40% dan pada polong 38,05%. Aplikasi
insektisida mampu menurunkan tingkat serangan M. testulalis pada bunga dan
polong kacang panjang.
Artropoda permukaan tanah pada tanaman kacang panjang fase generatif
didominasi oleh Collembola, Formicidae, laba-laba, dan Carabidae. Aplikasi
insektisida metomil 40% (Dangke 40 WP) berpengaruh terhadap kelimpahan
beberapa artropoda permukaan tanah, sedangkan untuk Collembola tidak
berpengaruh.
Saran
Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut untuk melihat pengaruh aplikasi
insektisida terhadap kelimpahan hama dan musuh alaminya serta artropoda
permukaan tanah pada tanaman kacang panjang dengan kondisi pertanaman yang
berbeda.
DAFTAR PUSTAKA
Agosti D, Majer Dj, Alonso LE, Scultz TR. 2000. Ants: Standard Methods for Meansuring and Monitoring Biodiversity. Washington: Smithsonian Institution Pr.
Amir AM. 2009. Pemantauan resistensi hama tembakau terhadap insektisida.
Jurnal Ilmiah Tambua 8(3):376-380.
Anwar A, Sudarsono, Ilyas S. Indonesian Vegetable Seeds: Current Condition and Prospect in Business of Vegetable Seeds. Bul Agron 33(1): 38-47.
Arriaga JT, Artieri MA. 1990. A comparison of aphidophagus arthropods on maize polycultures and monocultures in Central Mexico. Agric Ecosyst Environ 31: 337-349.
Backus EA, Hunter WB. 1989. Comparison of feeding behavior of the potato leafhopper Empoasca fabae (Homoptera: Cicadellidae) on alfalfa and broad bean leaves. Environ Entomol. 18: 473-480.
Blackman RL, Eastop VF. 2000. Aphids on the World Crop: An Identification and Information Guide. London: The Natural History Museum.
Borror DJ, Triplehorn CA, Johnson NF. 1992. Pengenalan Pelajaran Serangga. Ed ke-6. Soetiono Porto Soejono, Penerjemah. Yogyakarta: Gajah Mada University Press. Terjemahan dari: An Introductiont to the Study of Insect (Sixth Edition). Tanaman, Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor.
Darsono S. 1991. Biologi dan perkembangan populasi Aphis craccivora Koch. (Homoptera: Aphidiae) pada tanaman kacang panjang (Vigna sinensis L.) [skripsi]. Bogor: Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor.
Dibiyantoro ALH. 1994. Management of Thrips tabaci Lind with special reference on garlic (A. sativum L.). PhD. Laporan tahun ke-3. 1994. Unyversity Newcastle, Inggris. Hlm 23-25.
Dixon AFG. 1985. Aphid Ecology. New York: Blackie. 157 p.
Dixon AFG. 2000. Insect Predatory-prey Dynamics: Ladyrbird Beetles & Biological Control. Spain: Cambridge Univ pr 257 p.
Harahap IS. 1994. Hama Palawija. Seri PHT. Jakarta: Penebar Swadaya.
Haryanto E, Suhartini T, Rahayu E. 1999. Budidaya Kacang Panjang. Jakarta: Penebar Swadaya.
Herlinda S, Waluyo, Estuningsih SP, Irsan C. 2008. Perbandingan keragaman spesies dan kelimpahan artropoda predator penghuni tanah di sawah lebak yang diaplikasi dan tanpa aplikasi insektisida. J Entomol Indon 5(2): 96-107.
Hindayana D. 2001. Resource exploitation by Episyrphus balteatus De Geer (Diptera: Syrphidae) and intreguild predation [disertasi]. Hannover: Departement of Plant Deseases and Plant Protection, Faculty of Horticulture, Unyversity of Hannover.
Holldobler B, Wilson E. 1990. The Ants. Cambrigde Massachusets: The Belknap Pr of Harvad Univ Pr.
Inani S. 2007. Korelasi beberapa karakter kuantitatif terhadap serangan hama aphid (Aphis craccivora Koch.) pada tanaman kacang panjang (Vigna sesquipedalis L. Fruwirth) [Tesis]. Malang: Fakultas Pertanian, Universitas Brawijaya.
Joento. 2009. Ladybird Beetles of Malaysia. http://joento-malaysianladybirds. blogspot.com/ 2009/06/food-preference-based-ladybird.html [11 Februari 2011].
Kalshoven LGE. 1981. Pest of Crops in Indonesian Revised and Translated by Van Der Laan P A PT. Ichtiar Baru-Van Hoeve. Jakarta. 701 hlm.
[Kompes] Komisi Pestisida. 2006. Metomil teknis. http:// www. deptan. go. id [16 Juni 2001].
Kromp B. 1990. Carabid beetles (Coleoptera: Carabidae) as bioindicators in biological and conventional farming in Austrian potato fields. Biol Fert Soils 9:182-187.
Marheni. 2004. Kemampuan beberapa predator pada pengendalian wereng batang coklat (Nilavarpata lugens Stal.). Jurnal Natur Indonesia 6(2): 84-86.
Moekesan TK, Basuki RS. 2007. Status resistensi Spodoptera exigua Hubn. pada tanaman bawang merah asal Kabupaten Cirebon, Brebes, dan Tegal terhadap insektisida yang umum digunakan di daerah tersebut. J Hort
17(4): 343-354.
Mudjiono GBT, Rahardjo T, Himawan . 1991. Hama Hama Penting Tanaman Pangan. Malang: Fakultas Pertanian, Universitas Brawijaya.
Nielson, GR, Lamp WO, Stutte GW. 1990. Potato leafhopper (Homoptera: Cicadellidae) feeding disruption of phloem translocation in alfalfa. J Econ Entomol. 83: 807-813.
Okeyo-owour JB, Agwaro PO, Simbi COJ. 1983. Studies on the legume pod-borer Maruca testulalis (Geyer) V. larva population. Insect Sci Appl