• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisis Struktur Box Girder Jembatan Fly Over Rawabuaya Sisi Barat Terhadap Gempa

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Analisis Struktur Box Girder Jembatan Fly Over Rawabuaya Sisi Barat Terhadap Gempa"

Copied!
262
0
0

Teks penuh

(1)

WEST SIDE BOX GIRDER STRUCTURE ANALYTICAL OF

RAWABUAYA S FLY OVER BRIDGE AGAINST SEISMIC

Aditya Fajar Meidiansyah

Department of Civil and Environmental Engineering, Faculty of Agricultural Technology, Bogor Agricultural University, IPB Darmaga Campus, PO Box 220, Bogor, West Java, Indonesia.

Phone: 62 251 8348104, E-mail: fajaradityamj@yahoo.com

ABSTRACT

The Rawabuaya flyover bridge is the solution that is offered by the local government to overcome the traffic jam that often happens in the Rawabuaya area. It has an extremely vital function to disentangle the traffic congestion; therefore the structure must be strong in holding the on-going load, specifically the seismic load. The seismic load is dangerous to a structure because it has period that causes the structure to repeatedly shaken. If the movements happened continually, the structure will collapse depending on how much earthquake load that is being loaded on the structure. Therefore, it is essential to conduct an structure analytical on the earthquake resistance level of Rawabuaya flyover bridge based on the "Standar Perencanaan Ketahanan Gempa Untuk Struktur Bangunan Gedung dan Non-Gedung" RSNI 03-1726-2010 and "Peta Zonasi Gempa Indonesia 2010" to know further about the on-going deformation. This research is done thoroughly by recognizing the maximum forces in the combination of ultimate loads based on the most recent rules of encumbering, including the rules regarding the seismic load. The maximum forces in the combination of ultimate loads will then compared with the forces' nominal values, especially those that related to the seismic load. From the research, it can be concluded that the values of maximum forces in the combination of ultimate loads have the combined seismic load that works on the upper structure of box girder as well as on the structure beneath the pier of Rawabuaya flyover bridge with a maximum momentum values of 800300,80 KNm that applies to Pier P6B with the combination of the singular ultimate load, the additional dead load, the prestress load, and the T truck load. Impairment to the structure is bound to happen if the combination of ultimate load is forced to work continuously on the Rawabuaya flyover bridge. Meanwhile, the result of the compared maximum forces in the combination of ultimate load with the values of nominal forces indicates that the Rawabuaya flyover bridge has a large amount of seismic load with 10% difference. It means this structure can resist 90% of ultimate seismic load, which requires the usage of reinforcements on the upper structure of box girder as well as the on the structure beneath the pier to increase the concrete stress power and the tendon on the upper structure of box girder to increase the tensile of the concrete.

(2)

ADITYA FAJAR MEIDIANSYAH. F 44080054.Analisis StrukturBox GirderJembatanFlyover

Rawabuaya Sisi Barat Terhadap Gempa. Di bawah bimbingan M. Yanuar Jarwadi Purwanto dan

M. Fauzan. 2012

RINGKASAN

Jembatan fly over Rawabuaya merupakan solusi yang diberikan oleh pemerintah setempat

untuk mengatasi kemacetan yang terjadi di daerah Rawabuaya. Fungsinya sangat vital, sehingga strukturnya harus kuat dalam menahan beban-beban yang bekerja, terutama beban gempa. Pembebanan jembatanfly overRawabuaya ini mengacu pada Standar Pembebanan Untuk Jembatan

RSNI T-02-2005 dengan tambahan peraturan mengenai beban gempa yang tertuang dalam Standar Perencanaan Ketahanan Gempa Untuk Struktur Bangunan Gedung SNI 03-1726-2002 dan Standar Perencanaan Ketahanan Gempa Untuk Jembatan SNI 03-2883-2008.

Beban gempa merupakan beban yang berbahaya bagi suatu struktur karena memiliki periode. Sehingga dapat menyebabkan struktur bergoyang berulang-ulang. Jika hal ini berlangsung terus-menerus, maka struktur tersebut akan runtuh tergantung dari besarnya beban gempa yang terjadi. Seiring dengan berjalannya waktu, percepatan batuan dasar dari gempa-gempa yang besar terjadi seperti gempa Aceh (2004) dan Nias (2005) lebih besar daripada percepatan batuan dasar dari yang digunakan pada perencaan struktur jembatanfly overRawabuaya. Sehingga dikhawatirkan kerusakan

struktur terjadi tidak hanya pada struktur yang direncanakan tahan gempa, tetapi juga pada struktur yang direncanakan tahan gempa.

Oleh karena itu, Kementerian Pekerjaan Umum Republik Indonesia meresmikan Peta Zonasi Gempa Indonesia 2010, dimana dalam peta zonasi gempa yang baru ini telah dimasukkan sesar-sesar aktif di daratan yang sebelumnya tidak dicantumkan di dalam Peta Zonasi Gempa Indonesia 2002 selain zona gempa subduksi. Maka dari itu, diperlukan suatu analisis struktur terhadap jembatan fly over Rawabuaya ini terhadap gempa berdasarkan Standar Perencanaan Ketahanan Gempa Untuk

Struktur Bangunan Gedung dan Non Gedung RSNI 03-1726-2010 dan Peta Zonasi Gempa Indonesia 2010 untuk mengetahui deformasi yang terjadi.

Penelitian ini dilakukan dengan cara mengetahui nilai gaya-gaya dalam maksimum pada kombinasi beban ultimit berdasarkan peraturan-peraturan pembebanan terbaru, termasuk diantaranya peraturan mengenai beban gempa. Kemudian nilai gaya-gaya dalam maksimum pada kombinasi beban ultimit dibandingkan dengan nilai gaya dalam nominal, khususnya beban gempa. Nilai gaya-gaya dalam maksimum pada kombinasi beban ultimit diperoleh dari permodelan komputer menggunakan program komputer CSi Bridge 15. Sedangkan nilai gaya-gaya dalam nominal diperoleh dengan cara menghitung tulangan-tulangan yang digunakan struktur atas dan struktur bawah dari jembatan fly over Rawabuaya. Struktur dapat dikatakan aman jika nilai gaya-gaya dalam nominal

lebih besar daripada nilai gaya-gaya dalam maksimum pada kombinasi beban ultimit. Nilai gaya-gaya dalam yang digunakan untuk masing-masing struktur atas dan struktur bawah adalah gaya aksial (P), gaya geser (V), dan momen (M).

Dari penelitian yang telah dilakukan, dapat disimpulkan bahwa nilai gaya-gaya dalam maksimum pada kombinasi beban ultimit memiliki kombinasi beban gempa yang bekerja pada struktur atasbox girdermaupun pada struktur bawahpierdari jembatanfly over Rawabuaya dengan

nilai momen maksimum sebesar 748767,81 KNm yang bekerja pada Pier P6B dengan kombinasi

(3)

Sedangkan hasil perbandingan gaya-gaya dalam maksimum pada kombinasi beban ultimit dengan nilai gaya-gaya dalam nominal menunjukkan bahwa jembatan fly overRawabuaya memiliki

beban gempa yang besar dengan selisih 10%. Artinya, struktur dapat menahan 90% dari nilai beban gempa ultimit, sehingga digunakan tulangan-tulangan pada struktur atasbox girder maupun struktur

bawah pier untuk menambah kekuatan tekan beton dan tendon pada struktur atas box girder untuk

(4)

I.

PENDAHULUAN

1.1.

LATAR BELAKANG

Dewasa ini, transportasi dan ekonomi adalah dua hal yang tidak dapat dipisahkan untuk menunjang pertumbuhan ekonomi di suatu negara, khususnya Indonesia. Keduanya saling berkaitan satu sama lain, terhambatnya kegiatan transportasi tentu akan berdampak pada menurunnya pendapatan secara ekonomi. Begitu pula sebaliknya, maka dari itu perlu adanya kesinambungan antara kedua hal ini sehingga pertumbuhan ekonomi dapat meningkat.

Transportasi darat atau ground transport adalah salah satu jenis transportasi yang banyak

digunakan oleh para pelaku usaha untuk mendistribusikan produk yang akan dijualnya, baik itu untuk disimpan sebagai stok dalam gudang penyimpanan maupun untuk diekspor ke luar negeri melalui jalur laut atau udara. Di pulau Jawa, khususnya Jakarta, jalur distribusi barang berpusat pada daerah Cengkareng yaitu di kawasan Bandara Internasional Soekarno-Hatta yang dapat ditempuh melalui Jalan Tol Puri Kembangan dan Jalan Raya Kembangan.

Jalur Cengkareng-Kembangan ini lambat laun menjadi tidak hanya jalur distribusi barang, tetapi juga sebagai jalur alternatif bagi pengguna jalan yang akan menuju Bandara Internasional Soekarno-Hatta maupun arah sebaliknya ke Jakarta. Karena jalur ini dapat langsung menuju tol dalam kota atau arteri, salah satunya Jalan Tol Kebun Jeruk yang nantinya akan dibuat jalur baru menuju Jalan Tol Jagorawi tanpa melalui Jalan Tol Cawang. Hal ini tentu saja menambah intensitas jumlah kendaraan pada jalur Cengkareng-Kembangan ini, sehingga kemacetan sering terjadi khususnya di daerah Rawabuaya yang dilalui jalur perlintasan kereta api dari Stasiun Tanah Abang ke arah Stasiun Rawabuaya.

Jembatan fly over Rawabuaya merupakan solusi yang diberikan oleh pemerintah setempat

untuk mengatasi kemacetan yang terjadi di daerah Rawabuaya karena adanya jalur perlintasan kereta api yang melintas di bawah Jalan Tol Puri Kembangan dan Jalan Raya Kembangan. Jembatanfly over

Rawabuaya ini menjadi sangat vital fungsinya untuk menangani masalah kemacetan yang ada di sekitar daerah Rawabuaya. Selain itu, akses menuju Bandara Internasional Soekarno-Hatta menjadi semakin mudah dan bebas hambatan, sehingga pertumbuhan ekonomi meningkat. Maka dari itu, jembatan fly over Rawabuaya ini harus kuat dalam menahan beban-beban yang bekerja terhadap

strukturnya.

Pembebanan jembatanfly over Rawabuaya ini mengacu pada Standar Pembebanan Untuk

Jembatan dalam RSNI T-02-2005 dengan tambahan peraturan mengenai beban gempa yang tertuang dalam Standar Perencanaan Ketahanan Gempa Untuk Struktur Bangunan Gedung SNI 03-1726-2002 dan Standar Perencanaan Ketahanan Gempa Untuk Jembatan SNI 03-2883-2008.

Beban gempa merupakan beban yang berbahaya bagi suatu struktur, karena beban gempa adalah beban yang memiliki periode sehingga dapat menyebabkan struktur bergoyang berulang-ulang. Jika hal ini berlangsung terus-menerus, maka struktur tersebut akan runtuh tergantung dari besarnya beban gempa yang terjadi. Jembatan fly overRawabuaya ini termasuk struktur yang memiliki beban

gempa relatif besar.

(5)

tahan gempa tetapi juga pada struktur yang direncanakan tahan gempa. Selain itu, Peta Zonasi Gempa Indonesia 2002 belum mencantumkan sesar-sesar aktif baru di daratan yang sebelumnya tidak terdeteksi dan berpotensi menjadi sumber dari gempa-gempa besar di Indonesia. Temuan tersebut menyebabkan Peta Zonasi Gempa Indonesia 2002 dinilai sudah tidak sesuai lagi untuk diaplikasikan sebagai pedoman perencanaan struktur tahan gempa.

Kementerian Pekerjaan Umum Republik Indonesia telah meresmikan Peta Zonasi Gempa Indonesia 2010, dimana dalam peta zonasi gempa yang baru ini telah dimasukkan sesar-sesar aktif di daratan yang sebelumnya tidak dicantumkan di dalam Peta Zonasi Gempa Indonesia 2002 selain zona gempa subduksi (pertemuan antar lempeng tektonik) yang memang sudah terdeteksi. Peta baru ini juga telah mengacu padaInternational Building Code 2006serta analisis sumber gempa tiga dimensi

dengan periode ulang 475 tahun dan 2475 tahun untuk peak ground acceleration (PGA), respons

spektral percepatan pada batuan dasar periode pendek 0,2 detik dan periode panjang 1 detik.

Oleh karena itu, diperlukan suatu analisis struktur terhadap jembatanfly overRawabuaya ini

terhadap gempa berdasarkan Standar Perencanaan Ketahanan Gempa Untuk Struktur Bangunan Gedung dan Non Gedung RSNI 03-1726-2010 dan Peta Zonasi Gempa Indonesia 2010 untuk mengetahui deformasi yang terjadi.

1.2.

TUJUAN PENELITIAN

Tujuan dari penelitian ini adalah melakukan analisis struktur dari jembatan fly over

Rawabuaya sisi barat terhadap gempa dengan cara:

1. Mengetahui nilai gaya-gaya dalam maksimum pada kombinasi beban ultimit berdasarkan Standar Pembebanan Untuk Jembatan RSNI T-02-2005 dan Standar Perencanaan Ketahanan Gempa Untuk Struktur Bangunan Gedung dan Non Gedung RSNI 03-1726-2010 serta Peta Zonasi Gempa Indonesia 2010,

2. Membandingkan nilai gaya-gaya dalam maksimum pada kombinasi beban ultimit dengan nilai gaya-gaya dalam nominal, khususnya terhadap beban gempa.

1.3.

MANFAAT PENELITIAN

Penelitian ini bermanfaat bagi mahasiswa untuk mengaplikasikan ilmu-ilmu Teknik Sipil dan Lingkungan yang diperoleh ketika perkuliahan dan hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai masukan untuk pihak-pihak yang terkait pada pekerjaan pembangunan jembatanfly over Rawabuaya

dan untuk penelitian-penelitian berikutnya.

1.4.

RUANG LINGKUP PENELITIAN

Ruang lingkup penelitian ini meliputi struktur atas box girderdan struktur bawahpierdari

jembatanfly overRawabuaya sisi barat, serta gempa dinamis (spektrum respons) dengan probabilitas

(6)

II.

TINJAUAN PUSTAKA

2.1.

JEMBATAN

Pengertian jembatan secara umum, adalah suatu konstruksi yang berfungsi untuk menghubungkan dua bagian jalan yang terputus oleh adanya rintangan-rintangan seperti lembah yang dalam, alur sungai, danau, saluran irigasi, kali, jalan kereta api, jalan raya yang melintang tidak sebidang, dan lain sebagainya. (Ilham 2010)

Jenis jembatan sekarang ini telah mengalami perkembangan pesat sesuai dengan kemajuan zaman dan teknologi berdasarkan: (a) Fungsi; (b) Lokasi; (c) Bahan konstruksi; dan (d) Struktur.

2.1.1. Struktur Jembatan

Menurut Ilham (2010), secara umum struktur jembatan dapat dibagi menjadi tiga bagian yang saling menopang satu sama lain sehingga tidak dapat dipisahkan sebagai suatu satu kesatuan.

A.

Struktur Atas (Superstructures)

Struktur atas dari suatu jembatan merupakan bagian yang menerima beban langsung. Struktur atas jembatan pada umumnya meliputi: (a) Trotoar; (b) Slab lantai kendaraan; (c) Gelagar ataugirder;

(d) Balok diafragma; (e) Ikatan pengaku; dan (f) Tumpuan ataubearing.

B.

Struktur Bawah (Substructures)

Struktur bawah dari suatu jembatan berfungsi untuk memikul seluruh beban struktur atas dan beban lain secara vertikal maupun horisontal yang ditimbulkan oleh tekanan tanah, gesekan pada tumpuan, dan lain sebagainya yang kemudian disalurkan ke pondasi. Selanjutnya, beban-beban tersebut akan disalurkan ke tanah oleh pondasi.

C.

Pondasi (Foundation)

Pondasi dari suatu jembatan berfungsi untuk meneruskan beban jembatan ke tanah. Berdasarkan sistemnya, pondasi abutment atau pier jembatan dapat dibedakan menjadi beberapa

macam jenis, antara lain: (a) Pondasi telapak; (b) Pondasi sumuran; dan (c) Pondasi tiang.

2.2.

BETON BERTULANG

Suatu jembatan slab pada tumpuan sederhana tersusun dari pelat monolit dengan bentang dari tumpuan ke tumpuan tanpa didukung oleh gelagar atau balok melintang (stringer). Jembatan beton

(7)

Jembatan slab beton diberi perkuatan baja tulangan pada arah longitudinal dan juga harus diperkuat dalam arah melintangnya untuk mendistribusikan beban hidup lateral. Jumlah minimal sesuai dengan prosentase dari baja tulangan utama yang diperlukan untuk momen positif, 100/ S, dengan S adalah panjang bentang dalam feet (atau 100/0,55 S dengan S dalam meter), tetapi tidak boleh lebih dari 50%. Slab harus diperkuat pada semua bagian tepi yang tidak ditumpu. Dalam arah longitudinal, perkuatan dapat berupa bagian slab dengan penulangan tambahan, balok yang terintegral dengan slab dan lebih tinggi dari slab, atau yang terintegral antara slab dan kerb.

A.

Jembatan Gelagar Kotak (Box Girder)

Jembatan gelagar kotak (box girder) tersusun dari gelagar longitudinal dengan slab di atas

dan di bawah yang berbentuk rongga (hollow) atau gelagar kotak. Tipe gelagar ini digunakan untuk

jembatan dengan bentang yang panjang. Bentang sederhana sepanjang 40 ft (± 12 m) menggunakan tipe ini, akan tetapi biasanya bentang gelagar kotak beton bertulang lebih ekonomis antara 60 ft sampai dengan 100 ft (± 18 m sampai dengan 30 m) dan biasanya didesain sebagai struktur menerus di atas pilar atau kolom. Gelagar kotak beton prategang dalam desain biasanya lebih menguntungkan untuk bentang menerus dengan panjang bentang ± 300 ft (± 100 m). Keunggulan dari gelagar kotak adalah tahan terhadap beban torsi.

Pada kondisi lapangan, dimana tinggi struktur tidak dibatasi, penggunaan gelagar kotak dan balok T kurang lebih mempunyai nilai yang sama pada bentang 80 ft (± 25 m). Untuk bentang yang lebih pendek, tipe balok T biasanya lebih murah. Sedangkan untuk bentang yang lebih panjang, gelagar kotak lebih sesuai untuk digunakan.

Gambar 1. Tipikal penampang melintang jembatan gelagar kotak (box girder bridge)

B.

Jembatan Gelagar Dek (Deck Girder)

Jembatan gelagar dek terdiri atas gelagar utama arah longitudinal dengan slab beton membentangi diantara gelagar. Spasi gelagar longitudinal atau balok lantai dibuat sedemikian rupa, sehingga hanya mampu menggunakan slab tipis agar beban matinya menjadi kecil. Jembatan gelagar dek mempunyai banyak variasi dalam desain dan fabrikasi. Salah satunya adalah jembatan beton balok T.

Jembatan tipe ini digunakan secara luas dalam konstruksi jalan raya, tersusun dari slab beton yang didukung secara integral dengan gelagar. Penggunaannya akan lebih ekonomis pada bentang 40 ft sampai dengan 80 ft (± 15 m sampai dengan 25 m) pada kondisi normal (tanpa kesalahan pekerjaan). Karena kondisi lalu lintas atau batasan-batasan ruang bebas, konstruksi beton pracetak atau beton prategang sangat memungkinkan untuk digunakan. Akan tetapi perlu adanya jaminan penyediaan tahanan geser dan daya lekat pada pertemuan gelagar dan slab. Untuk itu diasumsikan sebagai salah satu kesatuan struktur balok T.

Jembatan gelagar dek lebih sederhana dalam desain dan relatif lebih mudah untuk dibangun, serta akan lebih ekonomis jika dibangun pada bentang yang sesuai. Beberapa variasi gelagar dek dalam desain dan fabrikasi antara lain: (a) Balok T beton bertulang; dan (b) Beton prategang.

Jembatan slab beton diberi perkuatan baja tulangan pada arah longitudinal dan juga harus diperkuat dalam arah melintangnya untuk mendistribusikan beban hidup lateral. Jumlah minimal sesuai dengan prosentase dari baja tulangan utama yang diperlukan untuk momen positif, 100/ S, dengan S adalah panjang bentang dalam feet (atau 100/0,55 S dengan S dalam meter), tetapi tidak boleh lebih dari 50%. Slab harus diperkuat pada semua bagian tepi yang tidak ditumpu. Dalam arah longitudinal, perkuatan dapat berupa bagian slab dengan penulangan tambahan, balok yang terintegral dengan slab dan lebih tinggi dari slab, atau yang terintegral antara slab dan kerb.

A.

Jembatan Gelagar Kotak (Box Girder)

Jembatan gelagar kotak (box girder) tersusun dari gelagar longitudinal dengan slab di atas

dan di bawah yang berbentuk rongga (hollow) atau gelagar kotak. Tipe gelagar ini digunakan untuk

jembatan dengan bentang yang panjang. Bentang sederhana sepanjang 40 ft (± 12 m) menggunakan tipe ini, akan tetapi biasanya bentang gelagar kotak beton bertulang lebih ekonomis antara 60 ft sampai dengan 100 ft (± 18 m sampai dengan 30 m) dan biasanya didesain sebagai struktur menerus di atas pilar atau kolom. Gelagar kotak beton prategang dalam desain biasanya lebih menguntungkan untuk bentang menerus dengan panjang bentang ± 300 ft (± 100 m). Keunggulan dari gelagar kotak adalah tahan terhadap beban torsi.

Pada kondisi lapangan, dimana tinggi struktur tidak dibatasi, penggunaan gelagar kotak dan balok T kurang lebih mempunyai nilai yang sama pada bentang 80 ft (± 25 m). Untuk bentang yang lebih pendek, tipe balok T biasanya lebih murah. Sedangkan untuk bentang yang lebih panjang, gelagar kotak lebih sesuai untuk digunakan.

Gambar 1. Tipikal penampang melintang jembatan gelagar kotak (box girder bridge)

B.

Jembatan Gelagar Dek (Deck Girder)

Jembatan gelagar dek terdiri atas gelagar utama arah longitudinal dengan slab beton membentangi diantara gelagar. Spasi gelagar longitudinal atau balok lantai dibuat sedemikian rupa, sehingga hanya mampu menggunakan slab tipis agar beban matinya menjadi kecil. Jembatan gelagar dek mempunyai banyak variasi dalam desain dan fabrikasi. Salah satunya adalah jembatan beton balok T.

Jembatan tipe ini digunakan secara luas dalam konstruksi jalan raya, tersusun dari slab beton yang didukung secara integral dengan gelagar. Penggunaannya akan lebih ekonomis pada bentang 40 ft sampai dengan 80 ft (± 15 m sampai dengan 25 m) pada kondisi normal (tanpa kesalahan pekerjaan). Karena kondisi lalu lintas atau batasan-batasan ruang bebas, konstruksi beton pracetak atau beton prategang sangat memungkinkan untuk digunakan. Akan tetapi perlu adanya jaminan penyediaan tahanan geser dan daya lekat pada pertemuan gelagar dan slab. Untuk itu diasumsikan sebagai salah satu kesatuan struktur balok T.

Jembatan gelagar dek lebih sederhana dalam desain dan relatif lebih mudah untuk dibangun, serta akan lebih ekonomis jika dibangun pada bentang yang sesuai. Beberapa variasi gelagar dek dalam desain dan fabrikasi antara lain: (a) Balok T beton bertulang; dan (b) Beton prategang.

Jembatan slab beton diberi perkuatan baja tulangan pada arah longitudinal dan juga harus diperkuat dalam arah melintangnya untuk mendistribusikan beban hidup lateral. Jumlah minimal sesuai dengan prosentase dari baja tulangan utama yang diperlukan untuk momen positif, 100/ S, dengan S adalah panjang bentang dalam feet (atau 100/0,55 S dengan S dalam meter), tetapi tidak boleh lebih dari 50%. Slab harus diperkuat pada semua bagian tepi yang tidak ditumpu. Dalam arah longitudinal, perkuatan dapat berupa bagian slab dengan penulangan tambahan, balok yang terintegral dengan slab dan lebih tinggi dari slab, atau yang terintegral antara slab dan kerb.

A.

Jembatan Gelagar Kotak (Box Girder)

Jembatan gelagar kotak (box girder) tersusun dari gelagar longitudinal dengan slab di atas

dan di bawah yang berbentuk rongga (hollow) atau gelagar kotak. Tipe gelagar ini digunakan untuk

jembatan dengan bentang yang panjang. Bentang sederhana sepanjang 40 ft (± 12 m) menggunakan tipe ini, akan tetapi biasanya bentang gelagar kotak beton bertulang lebih ekonomis antara 60 ft sampai dengan 100 ft (± 18 m sampai dengan 30 m) dan biasanya didesain sebagai struktur menerus di atas pilar atau kolom. Gelagar kotak beton prategang dalam desain biasanya lebih menguntungkan untuk bentang menerus dengan panjang bentang ± 300 ft (± 100 m). Keunggulan dari gelagar kotak adalah tahan terhadap beban torsi.

Pada kondisi lapangan, dimana tinggi struktur tidak dibatasi, penggunaan gelagar kotak dan balok T kurang lebih mempunyai nilai yang sama pada bentang 80 ft (± 25 m). Untuk bentang yang lebih pendek, tipe balok T biasanya lebih murah. Sedangkan untuk bentang yang lebih panjang, gelagar kotak lebih sesuai untuk digunakan.

Gambar 1. Tipikal penampang melintang jembatan gelagar kotak (box girder bridge)

B.

Jembatan Gelagar Dek (Deck Girder)

Jembatan gelagar dek terdiri atas gelagar utama arah longitudinal dengan slab beton membentangi diantara gelagar. Spasi gelagar longitudinal atau balok lantai dibuat sedemikian rupa, sehingga hanya mampu menggunakan slab tipis agar beban matinya menjadi kecil. Jembatan gelagar dek mempunyai banyak variasi dalam desain dan fabrikasi. Salah satunya adalah jembatan beton balok T.

Jembatan tipe ini digunakan secara luas dalam konstruksi jalan raya, tersusun dari slab beton yang didukung secara integral dengan gelagar. Penggunaannya akan lebih ekonomis pada bentang 40 ft sampai dengan 80 ft (± 15 m sampai dengan 25 m) pada kondisi normal (tanpa kesalahan pekerjaan). Karena kondisi lalu lintas atau batasan-batasan ruang bebas, konstruksi beton pracetak atau beton prategang sangat memungkinkan untuk digunakan. Akan tetapi perlu adanya jaminan penyediaan tahanan geser dan daya lekat pada pertemuan gelagar dan slab. Untuk itu diasumsikan sebagai salah satu kesatuan struktur balok T.

(8)

5 Gambar 2. Tipikal penampang melintang jembatan gelagar dek (deck girder bridge)

Bila gelagar searah dengan arah lalu lintas, tulangan utama slab diletakan pada arah tegak lurus arah lalu lintas tersebut, yaitu arah melintang. Pada slab dengan tumpuan sederhana, bentang jembatan diambil dari jarak pusat ke pusat tumpuan, akan tetapi tidak perlu melebihi dari jarak bersih ditambah dengan tebal slab. Untuk slab menerus yang memiliki dua gelagar atau lebih di atas tumpuannya, jarak bersih termasuk sebagai panjang bentang.

Rasio tinggi balok dan panjang bentang yang digunakan dalam jembatan balok T biasanya antara 0,065 sampai dengan 0,075. Tinggi balok yang ekonomis akan diperoleh bila jumlah tulangan desak pada tumpuan bagian dalam (interior support) sedikit. Jarak gelagar ekonomis biasanya

berkisar antara 7 ft sampai dengan 9 ft (± 2 m sampai dengan 3 m) dengan slab dek yang menonjol (overhang) maksimal 2 ft 6 in (± 2 m). Bila slab dibuat menjadi satu kesatuan dengan gelagar, lebar

efektif dalam desain tidak boleh lebih dari jarak pusat ke pusat gelagar, seperempat panjang bentang gelagar atau 12 kali tebal slab terkecil ditambah lebar badan gelagar. Untuk gelagar terluar, lebar efektif kantilever tidak boleh lebih dari setengah jarak bersih terhadap gelagar berikutnya, atau seperduabelas panjang bentang atau enam kali tebal slab.

2.2.1. Kekuatan Nominal Beton

A.

Kuat Tekan Beton

Kuat tekan beton diartikan sebagai kuat tekan beton pada umur 28 hari (fc) dengan

berdasarkan pada suatu kriteria perancangan dan keberhasilan sebagai berikut: (a) Ditetapkan berdasarkan prosedur probabilitas statistik dari hasil pengujian tekan pada sekelompok benda uji silinder dengan diameter 150 mm dan tinggi 300 mm, dinyatakan dalam satuan MPa dengan kemungkinan kegagalan sebesar 5%; (b) Sama dengan mutu kekuatan tekan beton yang ditentukan dalam kriteria perencanaan, dengan syarat perawatan beton tersebut sesuai dengan spesifikasi yang ditentukan; (c) Mencapai tingkat keberhasilan dalam pelaksanaan, berdasarkan hasil pengujian pada benda uji silinder, dinyatakan dalam satuan MPa yang memenuhi kriteria keberhasilan.

Beton dengan kuat tekan (benda uji silinder) yang kurang dari 20 MPa tidak dibenarkan untuk digunakan dalam pekerjaan struktur beton untuk jembatan, kecuali untuk pembetonan yang tidak dituntut persyaratan kekuatan. Dalam hal komponen struktur beton prategang, sehubungan dengan pengaruh gaya prategang pada tegangan dan regangan beton, baik dalam jangka waktu pendek

5 Gambar 2. Tipikal penampang melintang jembatan gelagar dek (deck girder bridge)

Bila gelagar searah dengan arah lalu lintas, tulangan utama slab diletakan pada arah tegak lurus arah lalu lintas tersebut, yaitu arah melintang. Pada slab dengan tumpuan sederhana, bentang jembatan diambil dari jarak pusat ke pusat tumpuan, akan tetapi tidak perlu melebihi dari jarak bersih ditambah dengan tebal slab. Untuk slab menerus yang memiliki dua gelagar atau lebih di atas tumpuannya, jarak bersih termasuk sebagai panjang bentang.

Rasio tinggi balok dan panjang bentang yang digunakan dalam jembatan balok T biasanya antara 0,065 sampai dengan 0,075. Tinggi balok yang ekonomis akan diperoleh bila jumlah tulangan desak pada tumpuan bagian dalam (interior support) sedikit. Jarak gelagar ekonomis biasanya

berkisar antara 7 ft sampai dengan 9 ft (± 2 m sampai dengan 3 m) dengan slab dek yang menonjol (overhang) maksimal 2 ft 6 in (± 2 m). Bila slab dibuat menjadi satu kesatuan dengan gelagar, lebar

efektif dalam desain tidak boleh lebih dari jarak pusat ke pusat gelagar, seperempat panjang bentang gelagar atau 12 kali tebal slab terkecil ditambah lebar badan gelagar. Untuk gelagar terluar, lebar efektif kantilever tidak boleh lebih dari setengah jarak bersih terhadap gelagar berikutnya, atau seperduabelas panjang bentang atau enam kali tebal slab.

2.2.1. Kekuatan Nominal Beton

A.

Kuat Tekan Beton

Kuat tekan beton diartikan sebagai kuat tekan beton pada umur 28 hari (fc) dengan

berdasarkan pada suatu kriteria perancangan dan keberhasilan sebagai berikut: (a) Ditetapkan berdasarkan prosedur probabilitas statistik dari hasil pengujian tekan pada sekelompok benda uji silinder dengan diameter 150 mm dan tinggi 300 mm, dinyatakan dalam satuan MPa dengan kemungkinan kegagalan sebesar 5%; (b) Sama dengan mutu kekuatan tekan beton yang ditentukan dalam kriteria perencanaan, dengan syarat perawatan beton tersebut sesuai dengan spesifikasi yang ditentukan; (c) Mencapai tingkat keberhasilan dalam pelaksanaan, berdasarkan hasil pengujian pada benda uji silinder, dinyatakan dalam satuan MPa yang memenuhi kriteria keberhasilan.

Beton dengan kuat tekan (benda uji silinder) yang kurang dari 20 MPa tidak dibenarkan untuk digunakan dalam pekerjaan struktur beton untuk jembatan, kecuali untuk pembetonan yang tidak dituntut persyaratan kekuatan. Dalam hal komponen struktur beton prategang, sehubungan dengan pengaruh gaya prategang pada tegangan dan regangan beton, baik dalam jangka waktu pendek

5 Gambar 2. Tipikal penampang melintang jembatan gelagar dek (deck girder bridge)

Bila gelagar searah dengan arah lalu lintas, tulangan utama slab diletakan pada arah tegak lurus arah lalu lintas tersebut, yaitu arah melintang. Pada slab dengan tumpuan sederhana, bentang jembatan diambil dari jarak pusat ke pusat tumpuan, akan tetapi tidak perlu melebihi dari jarak bersih ditambah dengan tebal slab. Untuk slab menerus yang memiliki dua gelagar atau lebih di atas tumpuannya, jarak bersih termasuk sebagai panjang bentang.

Rasio tinggi balok dan panjang bentang yang digunakan dalam jembatan balok T biasanya antara 0,065 sampai dengan 0,075. Tinggi balok yang ekonomis akan diperoleh bila jumlah tulangan desak pada tumpuan bagian dalam (interior support) sedikit. Jarak gelagar ekonomis biasanya

berkisar antara 7 ft sampai dengan 9 ft (± 2 m sampai dengan 3 m) dengan slab dek yang menonjol (overhang) maksimal 2 ft 6 in (± 2 m). Bila slab dibuat menjadi satu kesatuan dengan gelagar, lebar

efektif dalam desain tidak boleh lebih dari jarak pusat ke pusat gelagar, seperempat panjang bentang gelagar atau 12 kali tebal slab terkecil ditambah lebar badan gelagar. Untuk gelagar terluar, lebar efektif kantilever tidak boleh lebih dari setengah jarak bersih terhadap gelagar berikutnya, atau seperduabelas panjang bentang atau enam kali tebal slab.

2.2.1. Kekuatan Nominal Beton

A.

Kuat Tekan Beton

Kuat tekan beton diartikan sebagai kuat tekan beton pada umur 28 hari (fc) dengan

berdasarkan pada suatu kriteria perancangan dan keberhasilan sebagai berikut: (a) Ditetapkan berdasarkan prosedur probabilitas statistik dari hasil pengujian tekan pada sekelompok benda uji silinder dengan diameter 150 mm dan tinggi 300 mm, dinyatakan dalam satuan MPa dengan kemungkinan kegagalan sebesar 5%; (b) Sama dengan mutu kekuatan tekan beton yang ditentukan dalam kriteria perencanaan, dengan syarat perawatan beton tersebut sesuai dengan spesifikasi yang ditentukan; (c) Mencapai tingkat keberhasilan dalam pelaksanaan, berdasarkan hasil pengujian pada benda uji silinder, dinyatakan dalam satuan MPa yang memenuhi kriteria keberhasilan.

(9)

maupun jangka waktu panjang, maka kuat tekan beton disyaratkan untuk tidak lebih rendah dari 30 MPa.

B.

Kuat Tarik Beton

Kuat tarik langsung dari beton (fci) dapat diambil dari ketentuan: (a) 0,33 fc MPa pada umur

28 hari, dengan perawatan standar; atau (b) Dihitung secara probabilitas statistik dari hasil pengujian. Sedangkan kuat tarik lentur dari beton (fcf) dapat diambil dari ketentuan: (a) 0,6 fc MPa pada umur

28 hari, dengan perawatan standar; atau (b) Dihitung secara probabilitas statistik dari hasil pengujian.

C.

Tegangan Ijin Tekan pada Kondisi Batas Layan

Tegangan tekan dalam penampang beton akibat dari semua kombinasi beban tetap pada kondisi batas layan lentur dan/atau aksial tekan, tidak boleh melampaui nilai 0,45 fc dimana fc adalah

kuat tekan beton yang direncanakan pada umur 28 hari, dinyatakan dalam satuan MPa.

D.

Tegangan Ijin Tekan pada Kondisi Transfer Gaya Prategang

Untuk kondisi beban sementara atau untuk komponen beton prategang pada saat transfer gaya prategang, tegangan tekan dalam penampang beton tidak boleh melampaui nilai 0,6 fci dimana

fci adalah kuat tekan beton yang direncanakan pada umur 28 hari saat dibebani atau dilakukan transfer

gaya prategang, dinyatakan dalam satuan MPa.

E.

Tegangan Ijin Tarik pada Kondisi Batas Layan

Tegangan tarik yang diijinkan terjadi pada penampang beton dapat diambil untuk: (a) Beton tanpa tulangan sebesar 0,15 fc; dan (b) Beton prategang penuh sebesar 0,5 fc. Tegangan ijin tarik ini

dinyatakan dalam satuan MPa.

F.

Tegangan Ijin Tarik pada Kondisi Transfer Gaya Prategang

Tegangan tarik yang diijinkan terjadi pada penampang beton untuk kondisi transfer gaya prategang dapat diambil dari nilai-nilai sebagai berikut: (a) Serat terluar mengalami tegangan tarik, tidak boleh melebihi nilai 0,25 fc , (b) Serat terluar pada ujung komponen struktur yang didukung

sederhana dan mengalami tegangan tarik, tidak boleh melebihi nilai 0,5 fc. Tegangan ijin tarik ini

dinyatakan dalam satuan MPa.

G.

Massa Jenis

Massa jenis beton (wc) ditentukan dari nilai-nilai sebagai berikut: (a) Untuk beton dengan

berat normal, diambil tidak kurang dari 2400 kg/m3; (b) Ditentukan dari hasil pengujian.

H.

Modulus Elastisitas

Modulus elastisitas beton (Ec) nilainya tergantung pada mutu beton yang terutama

dipengaruhi oleh material dan proporsi campuran beton. Namun untuk analisis perencanaan struktur beton yang menggunakan beton normal dengan kuat tekan yang tidak melampaui 60 MPa, atau beton ringan dengan berat jenis yang tidak kurang dari 2000 kg/m3. Untuk beton normal dengan massa jenis

(10)

7

I.

Angka Poisson

Angka Poisson untuk beton (v) dapat diambil sebesar 0,2 atau ditentukan dari hasil pengujian.

J.

Faktor Reduksi Kekuatan

Faktor reduksi kekuatan diambil dari nilai-nilai sebagai berikut: (a) Lentur sebesar 0,8; (b) Geser dan torsi sebesar 0,7; (c) Aksial tekan dengan tulangan spiral sebesar 0,7; (d) Aksial tekan dengan tulangan biasa sebesar 0, 65; dan (e) Tumpuan beton sebesar 0,7.

2.2.2. Balok Lentur

Struktur balok yang diberi beban lentur akan mengakibatkan terjadinya momen lentur pada balok tersebut, sehingga akan terjadi deformasi (regangan) lentur dalam balok. Regangan-regangan yang terjadi akan menimbulkan tegangan pada balok. Pada kondisi momen lentur positif, akan terjadi tegangan tekan pada serat atas dan tarik pada serat bawah. Agar terpenuhinya syarat stabilitas, maka balik harus mampu menahan tegangan yang terjadi, baik tegangan tekan maupun tarik.

Sifat utama beton yang kurang mampu menahan tarik, mengakibatkan perlunya penahan tegangan tarik pada beton dengan cara memasang baja tulangan pada daerah tarik sehingga terbentuk struktur beton bertulang yang menahan lenturan. Kuat lentur suatu balok tersedia karena berlangsungnya mekanisme tegangan-tegangan dalam yang timbul di dalam balok yang dapat diwakili oleh gaya-gaya dalam.

Dalam analisa lentur balok beton bertulang, asumsi-asumsi yang digunakan adalah sebagai berikut: (a) Bidang penampang tetap rata sebelum lentur dengan sesudah lentur terjadi; (b) Diagram regangan baja diketahui; (c) Tegangan tarik beton boleh diabaikan; (d) Diagram tegangan-regangan yang mendefinisikan besar dan distribusinya di daerah tekan beton diketahui; (e) Regangan tekan maksimum beton dalam keadaan di dalam lentur diambil sebesar 0,003.

Dari asumsi-asumsi tersebut, hubungan tegangan dan regangan pada penampang balok beton dapat dimodelkan seperti gambar di bawah ini.

Gambar 3. Diagram tegangan-regangan penampang

C adalah resultan gaya tekan dalam yang terletak di atas garis netral yang besarnya dihitung dengan rumus berikut:

(11)

dengan pengertian:

C : resultan gaya tekan dalam, fc : kuat tekan beton,

a : tinggi blok tegangan, b : lebar balok.

Sedangkan T adalah resultan gaya tarik dalam yang terletak di bawah garis netral yang dihitung dengan rumus berikut:

= × ... (2)

dengan pengertian:

T : resultan gaya tarik dalam, As : tulangan tarik,

fy : tegangan leleh minimum.

Dan z merupakan jarak antara C dan T. Arah garis kerja C dan T sejajar dan sama besar, tetapi berlawanan arah dan dipisahkan dengan jarak z sehingga membentuk kopel momen tahanan dalam, dimana nilai maksimumnya disebut kuat lentur atau momen tahanan penampang komponen struktur lentur.

Dengan menggunakan desain ultimit, untuk tujuan penyederhanaan, berdasarkan bentuk empat persegi panjang pada Gambar 3, intensitas tegangan beton tekan rata-rata ditentukan sebesar 0,85 fc dan dianggap bekerja pada daerah tekan dari penampang balok selebar b dan sedalam a,

dengan rumus:

= × ... (3)

dengan pengertian:

a : tinggi blok tegangan,

1 : konstanta yang merupakan fungsi dari kelas kuat beton,

c : jarak serat tekan terluar ke garis netral. dengan ketetapan nilai 1sebagai berikut:

1 : 0,85 untuk 0 fc 30 MPa, 1 : 0,85 0,008 (fc 30) untuk 30 fc 55 MPa, 1 : 0,65 untuk fc > 55 MPa.

Apabila penampang balok tersebut dibebani momen lebih besar dan terus ditambah, maka regangannya semakin besar sehingga kemampuan regangan beton terlampaui dan akan terjadi keruntuhan pada beton. Pada reruntuhan ini ada tiga macam pola keruntuhan yang tergantung pada nilai tegangan baja tulangan (fs), yaitu: (a) Keruntuhan tarik atau tension failure; (b) Keruntuhan

seimbang ataubalance failure; (c) Keruntuhan tekan ataucompression failure.

Keruntuhan tarik terjadi jika persentase baja tulangannya relatif kecil atau disebut dengan balok bertulang kurang (underreinforced beams). Pada kondisi ini, tulangan lebih dahulu mencapai

regangan lelehnya sebelum tegangan tekan beton mencapai maksimum.

Keruntuhan imbang terjadi bila beton maupun baja tulangan mencapai regangan atau tegangan maksimumnya secara bersamaan. Sedangkan keruntuhan tekan terjadi apabila penampang dengan persentase baja tulangannya cukup besar (overreinforce beams) sehingga tegangan di serat

beton lebih dulu mencapai kapasitas maksimum sebelum tegangan pada baja tulangan meleleh. Keruntuhan tekan ini terjadi secara tiba-tiba dan sebelumnya tidak ada tanda-tanda berupa defleksi yang besar.

(12)

9 akan menyulitkan dalam pengaitan sengkang. Dalam perencanaan beton bertulangan tunggal, diusahakan keruntuhan yang terjadi adalah keruntuhan tarik (under reinforced) karena tanda-tanda

keruntuhan akan terlihat dengan lendutan yang besar akibat baja yang meleleh.

Sesuai dengan mekanisme yang telah dijelaskan, dalam perencanaan penampang balok digunakan tulangan rangkap. Alasan pemasangan tulangan ganda, khususnya tulangan tekan, adalah sebagai berikut: (a) Untuk kasus tinggi balok yang rendah, terdapat kemungkinan max pada kasus tulangan tunggal tidak mencukupi. Untuk itu perlu tulangan tekan yang dapat mempertinggi kapasitas momen; (b) Untuk memperbesar daktilitas beton bertulang akibat momen, karena dengan adanya tulangan tekan menyebabkan garis netral menjadi pendek dan kurvatur menjadi besar; (c) Untuk meningkatkan kekakuan penampang, sehingga mengurangi defleksi pada balok. Dengan adanya tulangan tekan, jelas akan memperbesar inersia penampang balok dan selanjutnya mengurangi lendutan atau defleksi yang terjadi; (d) Untuk mempertimbangkan kemungkinan terjadinya kombinasi beban yang menyebabkan momen berubah tanda. Perubahan momen ini terjadi karena ada gaya luar yang bekerja pada struktur, misalnya beban horisontal akibat gempa yang dapat menyebabkan momen-momen internal berubah tanda.

Selain itu, untuk balok tunggal, apabila beban yang dipikul cukup besar, maka ada kemungkinan ditemui balok dengan persentase tulangan maksimum yang cukup besar. Sedangkan ukuran balok tidak dapat diperbesar karena alasan tertentu. Untuk mengatasi hal tersebut dipasang tulangan tambahan baik pada daerah tekan maupun daerah tarik yang disebut dengan tulangan rangkap. Penggunaan tulangan ganda ini bertujuan untuk menanggulangi deformasi jangka panjang sebagai fungsi waktu, misalnya rangkak dan susut. Sehingga keberadaan tulangan tekan akan membebaskan beton terhadap gaya tekan yang menerus. Selain itu, kemungkinan adanya momen lentur bolak-balik juga merupakan dasar penggunaan tulangan ganda. Penggunaan tulangan ganda terkadang ada yang berdasarkan keterbatasan tinggi balok, sehingga dalam upaya menambah kapasitas momen dalam, dipakai tulangan tekan. Hal ini rasional, tetapi kurang tepat karena beberapa hal berikut: (a) Penambahan tulangan desak akan menghasilkan tambahan kekuatan yang tidak sebanding dengna jumlah yang ditambahkan; (b) Karena terbatasnya tinggi balok, tulangan tekan ditambah. Jika dilihat dari masalah lendutan, balok yang rendah akan mengalami lendutan yang cukup besar; (c) Penambahan tulangan tekan pada balok rendah berarti memaksakan balok itu tetap rendah. Balok yang rendah akan memerlukan tulangan geser yang begitu banyak. Hal ini akan mempersulit pemasangan tulangan.

Penampang bertulang rangkap biasanya ada pada perletakan. Pada tengah bentang, tulangan rangkap biasanya digunakan bila penampang tidak mampu menahan momen negatif perletakan meskipun tulangan tarik pada perletakan sudah ditambah. Dalam hal ini, hampir semua tulangan tarik diteruskan ke perletakan sehingga berfungsi sebagai tulangan tekan. Panjang penyaluran tulangan harus cukup. Tulangan tarik dan tekan harus terikat baik dengan sengkang tertutup untuk mencegah terjadinya tekuk pada tulangan tekan.

(13)

Pada gambar di atas, diperlihatkan sebuah penampang persegi dengan tulangan tekan (As)

ditempatkan sejarak d dari serat atas dan tulangan tarik (As) pada jarak d dari serat atas. Dalam hal ini

diasumsikan bahwa kedua tulangan yaitu As dan Asleleh yaitu mencapai fypada saat runtuh.

Momen tahanan nominal total (Mn) dapat dianggap sebagai penjumlahan dari dua bagian.

Bagian pertama, Mn1adalah kopel yang terdiri dari gaya pada tulangan tekan dan gaya pada tulangan

tarik yang luas tulangannya sama yaitu As yang dapat dihitung dengan menggunakan rumus sebagai

berikut: Gambar 4 (d)

= ( − ′) ... (4)

dengan pengertian:

Mn1 : momen tahanan nominal,

As : tulangan tekan,

fy : tegangan leleh minimum,

d : jarak tulangan tarik dari serat atas, d : jarak tulangan tekan dari serat atas.

Bagian kedua, Mn2 adalah bagian yang bertulang tunggal, termasuk juga blok segi empat

ekivalen (beton tekan) dengan luas tulangan tariknya adalah (As As) yang dapat dihitung dengan

menggunakan rumus sebagai berikut: Gambar 4 (e)

= ( − ′) ( − ⁄ )2 ... (5)

dengan pengertian:

Mn2 : momen tahanan nominal,

As : tulangan tarik, As : tulangan tekan,

fy : tegangan leleh minimum,

d : jarak tulangan tarik dari serat atas, a : tinggi blok tegangan.

dimana,

= ( )

, ... (6)

dengan pengertian:

a : tinggi blok tegangan, As : tulangan tarik,

As : tulangan tekan,

fy : tegangan leleh minimum,

d : jarak tulangan tarik dari serat atas, fc : kuat tekan beton.

Dengan = As/bddan = As/bd, maka Persamaan 6 dapat dituliskan sebagai berikut:

= ( )

, ... (7)

Maka momen tahanan nominal total menjadi:

= +

(14)

11 Persamaan 8 hanya berlaku apabila tulangan tarik (As) pada keadaan leleh. Jika belum pada

keadaan leleh, maka balok harus dianggap sebagai balok bertulang tunggal dengan mengabaikan adanya tulangan tekan atau harus dicari tegangan aktual (fs) pada tulangan tekan (As) dan

menggunakan gaya aktual untuk keseimbangan momennya.

Kuat momen rencana dari komponen struktur lentur harus dihitung dengan metode perencanaan batas yang tercantum dalam Tata Cara Perhitungan Struktur Beton Untuk Bangunan Gedung SNI 03-2847-2002. Dalam perhitungan kekuatan dari tendon prategang, fy harus diganti

dengan fps. Untuk komponen struktur yang menggunakan tendon prategang dengan lekatan penuh,

digunakan rumus:

= 1 − + [ − ′] ... (9)

Sedangkan untuk keseimbangan penampang, digunakan rumus: + = + ... (10)

dimana, = × ′ ... (11)

= 0,85 × × × ... (12)

= × ... (13)

= × ... (14)

dengan pengertian: Cs : gaya pada tulangan tekan, Cc : gaya tekan pada beton, Tp : gaya pada kabel prategang, Ts : gaya pada tulangan tarik. sehingga, diperoleh persamaan: = − + − ′ + − + − ... (15)

Jika tulangan tekan diabaikan, maka Persamaan 15 menjadi: = − + − ... (16)

dengan pengertian: Ts[d a/2] : momen nominal yang dipikul oleh tulangan tarik, Tp[dp a/2] : momen nominal yang dipikul oleh kabel prategang. Apabila penampang merupakan beton prategang penuh, maka digunakan rumus: = − ... (17)

2.2.3. Balok Geser

(15)

Perilaku geser untuk balok yang elastis homogen bervariasi sepanjang tinggi balok, tergantung dari bentuk penampang yang digunakan. Secara umum, gaya geser horisontal (v) yang berjarak y dari garis netral adalah:

... (18) dengan pengertian:

v : gaya geser horisontal,

V : gaya geser total pada penampang, b : lebar penampang,

Iz : momen inersia penampang terhadap garis netral sumbu z,

y : jarak titik yang ditinjau terhadap garis netral. Untuk penampang segi empat, Persamaan 18 menjadi:

... (19) Pada Gambar 5, terlihat bahwa gaya geser pada suatu penampang balok tidak merata sepanjang tinggi balok.

Gambar 5. Diagram tegangan geser dan normal pada balok persegi

Dalam perencanaan, umumnya diambil harga rata-rata. Untuk penampang persegi, tegangan geser sepanjang tinggi balok adalah:

... (20) Dalam elemen kecil dA, gaya geser bekerja seragam dalam arah horisontal maupun vertikal seperti pada gambar di bawah ini.

Gambar 6. Tegangan geser pada elemen kecil

Jenis tulangan geser yang umum digunakan adalah sengkang vertikal (vertical stirup), yang

(16)

13 Gambar 7. Jenis-jenis tulangan geser

Fungsi tulangan geser ini diantaranya: (a) Menahan sebagian gaya geser pada bagian retak; (b) Mencegah penjalaran retak diagonal sehingga tidak menerus pada bagian tekan beton; (c) Memberi kekuatan tertentu terhadap beton, karena umumnya sengkang mengikat tulangan longitudinal, sehingga membentuk beton lebih masif.

Kekuatan struktur jembatan harus direncanakan dengan menggunakan cara ultimit atau cara Perencanaan Berdasarkan Beban dan Kekuatan Terfaktor (PBKT) seperti yang tercantum dalam Tata Cara Perhitungan Struktur Beton Untuk Bangunan Gedung SNI 03-2847-2002. Walaupun demikian, untuk perencanaan komponen struktur jembatan yang mengutamakan suatu pembatasan tegangan kerja atau adanya keterkaitan dengan aspek lain sesuai batasan perilaku deformasinya, atau sebagai cara perhitungan alternatif, dapat digunakan cara Perencanaan Berdasarkan Batas Layan (PBL).

Perencanaan penampang akibat geser harus berdasarkan pada rumus:

... (21) dengan pengertian:

Vn : gaya geser nominal,

Vu : gaya geser terfaktor pada penampang.

Nilai Vndapat dihitung dengan menggunakan rumus:

... (22) dengan pengertian:

Vc : kuat geser nominal yang disumbangkan oleh beton,

Vs : kuat geser nominal yang disumbangkan oleh tulangan geser.

Nilai Vc untuk komponen struktur yang dibebani geser dan lentur dapat dihitung dengan

menggunakan rumus:

... (23) Sedangkan nilai Vc untuk komponen struktur yang dibebani tekan aksial dapat dihitung

dengan menggunakan rumus:

... (24) Untuk nilai Vs untuk tulangan geser yang tegak lurus terhadap sumbu aksial komponen

struktur dapat dihitung dengan menggunakan rumus:

... (25) Komponen struktur yang dibebani kombinasi aksial tekan dan lentur harus direncanakan terhadap momen maksimum yang dapat menyertai beban aksial. Beban aksial terfaktor (Pu) dengan

eksentrisitas yang ada tidak boleh melampaui kuat rancang beban aksial Pn, dimana untuk

komponen dengan tulangan pengikat dapat dihitung dengan menggunakan rumus:

(17)

2.2.4. Kolom

Kolom adalah batang tekan vertikal dari rangka (frame) struktural yang memikul beban dari

balok. Kolom meneruskan beban-beban dari elevasi atas ke elevasi bawah hingga akhirnya sampai ke tanah melalui pondasi. Kolom merupakan komponen tekan, sehingga keruntuhan pada suatu kolom merupakan lokasi kritis yang menyebabkan runtuh (collapse) lantai yang bersangkutan, dan juga

runtuh batas total (ultimate total collapse) seluruh struktur.

Kolom beton bertulang mempunyai tulangan longitudinal yang paralel dengan arah kerja beban, dan disusun menurut pola segi empat, bujur sangkar atau lingkaran. Batasan 1-8% dari luas penampang kolom beton Ag lazim digunakan untuk menentukan jumlah tulangan ini, karena

persentase yang lebih besar tidak ekonomis dan mempersulit pemasangan. Tulangan ini umumnya diikat oleh tulangan melintang yang ditempatkan dalam interval tertentu, disebut dengan tulangan sengkang. Sengkang berfungsi untuk mengurangi bahaya pecah (splitting) beton yang dapat

mempengaruhi daktilitas kolom tersebut.

Apabila beban pada kolom bertambah, maka retak akan banyak terjadi di seluruh tinggi kolom, yaitu pada lokasi-lokasi tulangan sengkang. Dalam keadaan batas keruntuhan (limitate state of failure), selimut beton di luar sengkang atau di luar spiral akan lepas sehingga tulangan

memanjangnya akan mulai terlihat. Apabila bebannya terus bertambah, maka akan terjadi keruntuhan dan tekuk lokal (local buckling) tulangan memanjang pada panjang yang tidak tertumpu sengkang

atau spiral.

Keruntuhan kolom dapat terjadi apabila tulangan bajanya leleh karena tarik atau terjadinya kehancuran pada beton yang tertekan. Selain itu, keruntuhan kolom juga dapat terjadi karena kehilangan stabilitas lateral, yaitu karena terjadinya tekuk.

Apabila kolom runtuh karena kegagalan materialnya (lelehnya baja atau hancurnya beton), maka kolom ini diklasifikasikan sebagai kolom pendek (short column). Sebaliknya jika panjang

kolom bertambah, kemungkinan kolom runtuh karena tekuk semakin besar. Akibatnya, kolom tersebut diklasifikasikan sebagai kolom panjang atau kolom langsing.

Suatu kolom dapat dievaluasi berdasarkan prinsip-prinsip dasar sebagai berikut: (a) Kekuatan unsur-unsur harus didasarkan pada perhitungan yang memenuhi syarat keseimbangan dan kompatibilitas regangan; (b) Regangan di dalam beton dan baja tulangan dimisalkan berbanding lurus dengan jarak terhadap garis netral; (c) Regangan maksimum yang dapat dipakai pada serat tekan ekstrim beton adalah 0,003; (d) Kekuatan tarik beton diabaikan dalam perhitungan.

Kolom dapat diklasifikasikan berdasarkan pada: (a) Bentuk dan susunan tulangan. Kolom segi empat atau bujur sangkar dengan tulangan memanjang dan sengkang, kolom bundar dengan tulangan memanjang dan tulangan lateral sengkang atau spiral, kolom komposit yang terdiri dari beton dan profil baja struktur di dalamnya; (b) Posisi beban pada penampang. Kolom dengan beban sentris dan eksentris; (c) Panjang kolom dalam hubungannya dengan dimensi lateral. Kolom pendek (short column), kolom panjang atau kolom langsing.

2.2.4.1.

Kolom Pendek

(18)

15 Bila suatu kolom dibebani gaya aksial (P) dan momen (M) seperti pada Gambar 8, biasanya gaya aksial dan momen ini dapat digantikan oleh gaya P yang bekerja pada eksentrisitas, dimana e = M/P.

Gambar 8. Beban pengganti dengan eksentrisitas kecil

Tulangan tekan pada kolom beton yang dibebani eksentrisitas pada tingkat beban ultimit umumnya akan mencapai tegangan leleh, kecuali jika beban tersebut kecil dan menggunakan baja mutu tinggi atau dimensi kolomnya relatif kecil. Sehingga diasumsikan bahwa baja tulangan tekan sudah leleh, kemudian baru regangannya diperiksa apakah memenuhi ketentuan ini.

Gambar 9. Diagram tegangan regangan pada penampang kolom dengan tulangan pada dua sisi akibat beban eksentris

Dari Gambar 9, diagram tegangan dan regangan pada penampang kolom yang ditulangi dua sisi di atas, diperoleh:

... (27) Dengan mengambil momen terhadap tulangan tarik, dapat disusun persamaan momen untuk kolom dengan beban eksentris:

... (28) dengan pengertian:

(19)

Pada kondisi seimbang (balance failure), dimana fs = fy dan 1 = 0,85. Dengan

mensubstitusikan nilai abdan fskedua persamaan di atas, akan diperoleh beban aksial momen lentur

untuk kondisi keruntuhan seimbang.

Sama seperti balok, kolom juga mengalami tiga macam keruntuhan, yaitu: (a) Keruntuhan imbang (balance failure), bila Pu = Pb, diawali dengan lelehnya tulangan yang tertarik sekaligus

hancurnya beton yang tertekan; (b) Keruntuhan tarik (tension failure), bila Pu< Pb, diawali dengan

lelehnya tulangan yang tertarik; (c) Keruntuhan tekan (compression failure), bila Pu > Pb, diawali

dengan hancurnya beton yang tertekan.

Tegangan pada tulangan tarik harus ditentukan menggunakan rumus:

... (29) sehingga,

... (30) Asumsi bahwa tulangan tekan sudah leleh harus diperiksa dengan melihat regangan pada baja tulangan menggunakan rumus:

... (31) Jika baja tulangan tekan belum leleh dan regangannya lebih kecil dari yserta nilai fs harus

ditentukan melalui diagram tegangannya yang dapat dirumuskan sebagai berikut:

... (32) Nilai ini kemudian disubstitusikan ke dalam Persamaan 27 untuk menggantikan tegangan pada baja tulangan tekan.

Apabila suatu kolom segi empat diberi tulangan pada keempat sisinya dan semua tulangan yang sejajar tidak simetris, maka solusinya harus dicari berdasarkan prinsip-prinsip dasarnya. Maka dari itu, Persamaan 27 dan Persamaan 28 harus disesuaikan terlebih dahulu. Kontrol keserasian regangan harus tetap dipertahankan di seluruh bagian penampang. Gambar di bawah ini memperlihatkan kolom yang bertulang pada keempat sisinya.

(20)

17 Asumsi yang digunakan di sini adalah:

Gsc : titik berat gaya tekan pada tulangan tekan,

Gst : titik berat gaya tarik pada tulangan tarik,

Fsc : resultan gaya tekan pada tulangan = As fsc,

Fst : resultan gaya tarik pada tulangan = Asfst.

Keseimbangan antara gaya-gaya dalam dengan momen dan gaya luar harus terpenuhi dengan menggunakan rumus di bawah ini, yaitu:

= 0,85 + ∑ ... (33) = 0,85 ( 0,5 − 0,5 ) + ∑ ( 0,5 − ) ... (34)

Trial and error diterapkan dengan menggunakan suatu asumsi tinggi garis netral c, yang

berarti pula tinggi blok tegangan ekivalen a diketahui. Besarnya regangan pada suatu lapis tulangan ditentukan dengan menggunakan distribusi regangan seperti diperlihatkan pada Gambar 10 (b) untuk menjamin terpenuhinya keserasian regangan. Tegangan pada setiap tulangan diperoleh dengan menggunakan rumus:

= = 600 , ≤ ... (35)

Carilah Pn untuk c yang diasumsikan sebelumnya dengan menggunakan Persamaan 33,

substitusikan besarnya gaya normal ke dalam Persamaan 34 dan kemudian diperoleh nilai c. Apabila nilai c ini belum cukup dekat dengan c yang diasumsikan semula, lakukantrial and errorberikutnya.

Gaya tahanan nominal Pnyang sesungguhnya pada penampang ini adalah yang diperoleh pada trial and errorterakhir sehubungan dengan c yang sudah benar.

Dalam banyak hal, disarankan untuk menggunakan tulangan baja pada sisi tegak terhadap sumbu lentur sekalipun secara teoritis tidak diperlukan paling sedikit 25% dari luas tulangan memanjang utamanya.

2.2.4.2.

Kolom Langsing

Untuk kolom langsing, jika dibandingkan ukuran tinggi kolom ini, dapat menimbulkan momen sekunder akibat defleksi lateral dan bahaya tekuk. Sehingga untuk analisis dan perencanaan kolom langsing, kemungkinan terjadinya tekuk (buckling) diperhitungkan. Peraturan tidak

memberikan batas panjang maksimum kolom pendek, tetapi menetapkan digunakannya suatu proses evaluasi kelangsingan pada batas rasio kelangsingan tertentu. Untuk mencegah tekuk yang tidak dikehendaki, diperlukan evaluasi terhadap reduksi kekuatan yang harus diberikan dalam perhitungan struktur kolom. Reduksi kekuatan kolom ini tergantung pada tinggi efektif kolom, ukuran penampang, rasio kelangsingan, dan kondisi ujung kolom.

Pada umumnya, suatu kolom dibedakan menjadi: (a) Kolom panjang dengan kelangsingan yang relatif besar, sehingga memerlukan balok lateral; (b) Kolom panjang dengan kelangsingan relatif sedang, sehingga tidak memerlukan balok lateral; (c) Kolom pendek dengan rasio kelangsingan cukup kecil.

Suatu kolom digolongkan langsing apabila dimensi atau ukuran penampang lintangnya kecil dibandingkan dengan tinggi bebasnya. Tingkat kelangsingan suatu struktur kolom dapat diungkapkan sebagai rasio kelangsingan, yaitu:

(21)

dengan pengertian:

k : faktor panjang efektif komponen struktur tekan, lu : panjang komponen struktur tekan yang tidak ditopang,

r : jari-jari putaran (radius of gyration) potongan lintang komponen struktur tekan

= ⁄ ; ditetapkan 0,3h dimana h adalah ukuran kolom persegi pada arah bekerjanya momen; atau 0,25D dimana D adalah diameter kolom bulat.

Ketentuan untuk komponen struktur tekan dengan pengaku lateral, efek kelangsingan dapat diabaikan apabila rasio kelangsingan memenuhi:

< 34 − 12 ... (37)

Dimana M1b dan M2b adalah momen-momen ujung terfaktor pada kolom yang posisinya

berlawanan. Momen tersebut terjadi akibat beban yang tidak menimbulkan goyangan ke samping yang besar, dihitung dengan analisis struktur elastis. M2badalah momen ujung terfaktor yang lebih

besar dan selalu positif, sedangkan M1b bernilai negatif apabila komponen kolom terlentur dalam

lengkungan ganda, dan positif dalam lengkungan tunggal.

Untuk komponen struktur tekan tanpa pengaku lateral atau tidak disokong untuk tertahan ke arah samping, maka efek kelangsingan dapat diabaikan apabila memenuhi:

< 22 ... (38)

Untuk komponen struktur tekan dengan klu/r lebih besar dari 100, harus digunakan analisis

atau perencanaan yang didasarkan pada gaya dan momen yang didapat dari analisis struktur yang ditinjau. Analisis tersebut harus memperhitungkan pengaruh beban aksial dan variasi dari momen inersia pada kekakuan komponen struktur dan pada momen jepit ujungnya, pengaruh dari lendutan pada momen dan gaya, dan pengaruh dari lamanya pembebanan.

Rasio kelangsingan l/r dapat dihitung secara tepat jika panjang efektif kolom diketahui. Panjang efektif kolom merupakan fungsi dari dua faktor utama, yaitu: (a) Panjang yang tidak didukung (unsupported length) lu, yang harus menurut arah sumbu-x dan sumbu-y. Nilai kritis harus

dipilih; (b) Panjang efektif k, yang merupakan rasio jarak dua titik yang momennya nol terhadap panjang kolom yang tidak didukung.

Faktor k tergantung pada: (a) Sistem struktur (frame) yang diberi perkuatan, misalnya dengan

dinding geser atau rangka kaku. Nilai k antara 0,5 hingga 1,0; (b) Sistem struktur tanpa perkuatan. Nilai k antara 1,0 hingga 10,0.

2.3.

BETON PRATEGANG

Beton prategang adalah jenis beton dimana tulangan bajanya ditarik atau ditegangkan terhadap betonnya. Penarikan ini menghasilkan sistem kesetimbangan pada tegangan dalam (tarik pada baja dan tekan pada beton) yang akan meningkatkan kemampuan beton menahan beban luar. Karena beton cukup kuat terhadap tekanan dan sebaliknya cukup lemah serta rapuh terhadap tarikan, maka kemampuan menahan beban luar dapat ditingkatkan dengan pemberian pratekan (Collins dan Mitchel 1991).

(22)

19

2.3.1. Konsep Beton Prategang

Menurut Lin dan Burns (1982), ada tiga konsep berbeda yang dapat dipakai untuk menjelaskan dan menganalisis sifat-sifat dasar dari beton prategang.

A.

Sistem Prategang untuk Mengubah Beton Menjadi Bahan yang Elastis

Konsep ini memperlakukan beton sebagai bahan yang elastis, dan merupakan pendapat yang umum dari para insinyur. Ini merupakan buah pemikiran Eugene Freyssinet yang memvisualisasikan beton prategang pada dasarnya adalah beton yang ditransformasikan dari bahan yang getas menjadi bahan yang elastis dengan memberikan tekanan (desakan) terlebih dahulu (pratekan) pada bahan tersebut. Beton yang tidak mampu menahan tarik dan kuat memikul tekanan sedemikian rupa sehingga bahan yang getas dapat memikul tegangan tarik.

Dari konsep ini, lahirlah kriteria tidak ada tegangan tarik pada beton. Atas dasar

pandangan ini, beton divisualisasikan sebagai benda yang mengalami dua sistem pembebanan, yaitu gaya internal prategang dan beban eksternal. Dengan tegangan tarik akibat gaya eksternal dilawan oleh tegangan tekan akibat gaya prategang. Distribusi tegangan menurut konsep ini dapat dilihat pada gambar di bawah ini.

Gambar 11. Distribusi tegangan sepanjang penampang beton prategang eksentris Dari gambar di atas, dapat dihitung distribusi tegangan (f) yang dihasilkan, yaitu:

... (39) dengan pengertian:

f : tegangan. P : gaya prategang, A : luas penampang,

e : jarak pusat tendon terhadap c.g.c, y : jarak dari sumbu yang melalui titik berat, I : momen inersia penampang.

B.

Sistem Prategang untuk Kombinasi Baja Mutu Tinggi dengan Beton

Konsep ini mempertimbangkan beton prategang sebagai kombinasi dari baja dan beton seperti pada beton bertulang, dimana baja menahan tarikan dan beton menahan desakan. Dengan demikian, kedua bahan membentuk tahanan untuk menahan momen eksternal seperti yang ditunjukan pada gambar di bawah ini.

19

2.3.1. Konsep Beton Prategang

Menurut Lin dan Burns (1982), ada tiga konsep berbeda yang dapat dipakai untuk menjelaskan dan menganalisis sifat-sifat dasar dari beton prategang.

A.

Sistem Prategang untuk Mengubah Beton Menjadi Bahan yang Elastis

Konsep ini memperlakukan beton sebagai bahan yang elastis, dan merupakan pendapat yang umum dari para insinyur. Ini merupakan buah pemikiran Eugene Freyssinet yang memvisualisasikan beton prategang pada dasarnya adalah beton yang ditransformasikan dari bahan yang getas menjadi bahan yang elastis dengan memberikan tekanan (desakan) terlebih dahulu (pratekan) pada bahan tersebut. Beton yang tidak mampu menahan tarik dan kuat memikul tekanan sedemikian rupa sehingga bahan yang getas dapat memikul tegangan tarik.

Dari konsep ini, lahirlah kriteria tidak ada tegangan tarik pada beton. Atas dasar

pandangan ini, beton divisualisasikan sebagai benda yang mengalami dua sistem pembebanan, yaitu gaya internal prategang dan beban eksternal. Dengan tegangan tarik akibat gaya eksternal dilawan oleh tegangan tekan akibat gaya prategang. Distribusi tegangan menurut konsep ini dapat dilihat pada gambar di bawah ini.

Gambar 11. Distribusi tegangan sepanjang penampang beton prategang eksentris Dari gambar di atas, dapat dihitung distribusi tegangan (f) yang dihasilkan, yaitu:

= ± ± ... (39)

dengan pengertian: f : tegangan. P : gaya prategang, A : luas penampang,

e : jarak pusat tendon terhadap c.g.c, y : jarak dari sumbu yang melalui titik berat, I : momen inersia penampang.

B.

Sistem Prategang untuk Kombinasi Baja Mutu Tinggi dengan Beton

Konsep ini mempertimbangkan beton prategang sebagai kombinasi dari baja dan beton seperti pada beton bertulang, dimana baja menahan tarikan dan beton menahan desakan. Dengan demikian, kedua bahan membentuk tahanan untuk menahan momen eksternal seperti yang ditunjukan pada gambar di bawah ini.

19

2.3.1. Konsep Beton Prategang

Menurut Lin dan Burns (1982), ada tiga konsep berbeda yang dapat dipakai untuk menjelaskan dan menganalisis sifat-sifat dasar dari beton prategang.

A.

Sistem Prategang untuk Mengubah Beton Menjadi Bahan yang Elastis

Konsep ini memperlakukan beton sebagai bahan yang elastis, dan merupakan pendapat yang umum dari para insinyur. Ini merupakan buah pemikiran Eugene Freyssinet yang memvisualisasikan beton prategang pada dasarnya adalah beton yang ditransformasikan dari bahan yang getas menjadi bahan yang elastis dengan memberikan tekanan (desakan) terlebih dahulu (pratekan) pada bahan tersebut. Beton yang tidak mampu menahan tarik dan kuat memikul tekanan sedemikian rupa sehingga bahan yang getas dapat memikul tegangan tarik.

Dari konsep ini, lahirlah kriteria tidak ada tegangan tarik pada beton. Atas dasar

pandangan ini, beton divisualisasikan sebagai benda yang mengalami dua sistem pembebanan, yaitu gaya internal prategang dan beban eksternal. Dengan tegangan tarik akibat gaya eksternal dilawan oleh tegangan tekan akibat gaya prategang. Distribusi tegangan menurut konsep ini dapat dilihat pada gambar di bawah ini.

Gambar 11. Distribusi tegangan sepanjang penampang beton prategang eksentris Dari gambar di atas, dapat dihitung distribusi tegangan (f) yang dihasilkan, yaitu:

... (39) dengan pengertian:

f : tegangan. P : gaya prategang, A : luas penampang,

e : jarak pusat tendon terhadap c.g.c, y : jarak dari sumbu yang melalui titik berat, I : momen inersia penampang.

B.

Sistem Prategang untuk Kombinasi Baja Mutu Tinggi dengan Beton

(23)

Gambar 12. Momen tahanan internal pada balok beton prategang dan beton bertulang

C.

Sistem Prategang untuk Mencapai Perimbangan Beban

Konsep ini terutama menggunakan prategang sebagai usaha untuk membuat seimbang gaya-gaya pada sebuah batang. Penerapan dari konsep ini menganggap beton diambil sebagai benda bebas dan menggantikan tendon dengan gaya-gaya pada beton sepanjang bentang.

Pada keseluruhan desain struktur beton prategang, pengaruh dari prategang dipandang sebagai keseimbangan berat sendiri. Sehingga batang yang mengalami lenturan seperti pelat, balok, dan gelagar tidak akan mengalami tegangan lentur pada kondisi pembebanan yang terjadi. Hal ini memungkinkan transformasi dari batang lentur menjadi batang yang mengalami tegangan langsung dan sangat menyederhanakan persoalan baik di dalam desain maupun analisis dari struktur yang rumit.

Gambar 13. Balok prategang dengan tendon parabola

Dari gambar di atas, beban (Wb) yang bekerja terdistribusi secara merata ke arah atas,

sehingga dapat dinyatakan dalam:

... (40) dengan pengertian:

Wb : beban,

F : gaya prategang, L : panjang bentang, h : tinggi parabola.

2.3.2. Metode Prategang

Seperti yang telah diketahui sebelumnya bahwa beton sangat kuat dalam menerima gaya tekan, akan tetapi lemah dalam menerima gaya tarik. Kemampuan menahan tarik beton bervariasi antara 8-14% dari kemampuan menahan tekan beton, hal ini menyebabkan terjadinya retak akibat

Gambar 12. Momen tahanan internal pada balok beton prategang dan beton bertulang

C.

Sistem Prategang untuk Mencapai Perimbangan Beban

Konsep ini terutama menggunakan prategang sebagai usaha untuk membuat seimbang gaya-gaya pada sebuah batang. Penerapan dari konsep ini menganggap beton diambil sebagai benda bebas dan menggantikan tendon dengan gaya-gaya pada beton sepanjang bentang.

Pada keseluruhan desain struktur beton prategang, pengaruh dari prategang dipandang sebagai keseimbangan berat sendiri. Sehingga batang yang mengalami lenturan seperti pelat, balok, dan gelagar tidak akan mengalami tegangan lentur pada kondisi pembebanan yang terjadi. Hal ini memungkinkan transformasi dari batang lentur menjadi batang yang mengalami tegangan langsung dan sangat menyederhanakan persoalan baik di dalam desain maupun analisis dari struktur yang rumit.

Gambar 13. Balok prategang dengan tendon parabola

Dari gambar di atas, beban (Wb) yang bekerja terdistribusi secara merata ke arah atas,

sehingga dapat dinyatakan dalam:

= ... (40)

dengan pengertian: Wb : beban,

F : gaya prategang, L : panjang bentang, h : tinggi parabola.

2.3.2. Metode Prategang

Seperti yang telah diketahui sebelumnya bahwa beton sangat kuat dalam menerima gaya tekan, akan tetapi lemah dalam menerima gaya tarik. Kemampuan menahan tarik beton bervariasi antara 8-14% dari kemampuan menahan tekan beton, hal ini menyebabkan terjadinya retak akibat

Gambar 12. Momen tahanan internal pada balok beton prategang dan beton bertulang

C.

Sistem Prategang untuk Mencapai Perimbangan Beban

Konsep ini terutama menggunakan prategang sebagai usaha untuk membuat seimbang gaya-gaya pada sebuah batang. Penerapan dari konsep ini menganggap beton diambil sebagai benda bebas dan menggantikan tendon dengan gaya-gaya pada beton sepanjang bentang.

Pada keseluruhan desain struktur beton prategang, pengaruh dari prategang dipandang sebagai keseimbangan berat sendiri. Sehingga batang yang mengalami lenturan seperti pelat, balok, dan gelagar tidak akan mengalami tegangan lentur pada kondisi pembebanan yang terjadi. Hal ini memungkinkan transformasi dari batang lentur menjadi batang yang mengalami tegangan langsung dan sangat menyederhanakan persoalan baik di dalam desain maupun analisis dari struktur yang rumit.

Gambar 13. Balok prategang dengan tendon parabola

Dari gambar di atas, beban (Wb) yang bekerja terdistribusi secara merata ke arah atas,

sehingga dapat dinyatakan dalam:

... (40) dengan pengertian:

Wb : beban,

F : gaya prategang, L : panjang bentang, h : tinggi parabola.

2.3.2. Metode Prategang

(24)

21 lentur (flexural crack) pada saat awal pembebanan. Untuk mengantisipasi keadaan retak tersebut,

maka dilakukan suatu gaya yang mampu mengurangi atau menghilangkan tegangan tarik yang terjadi di daerah-daerah kritis. Gaya itulah yang disebut gaya prategang.

Suatu struktur dapat diberi gaya prategang dengan menggunakan baja mutu tinggi (high strength steel), yang tersedia dalam bentuk wire, strand, dan bar (Menn 1989). Metode prategang

(prestressed method) dibagi menjadi dua macam, yaitupre-tensioneddanpost-tensioned.

A.

Pre-tensioned

Dalam metode ini, tendon prategang direntangkan diantara abutment. Kemudian beton

dituangkan diantara tendon tersebut, setelah beton mengeras dan terjadi lekatan yang cukup kuat antara beton dan tendon, maka angkur pada abutment dilepaskan sehingga beton tersebut langsung

tertekan. Awalan pre- dalam pre-tensioned menunjukan bahwa tendon tersebut mengalami

penarikan sebelum beton mengeras.

B.

Post-tensioned

Dalam post-tensioned, tendon prategang ditarik dan diangkurkan pada beton setelah (post)

beton tersebut mengeras dan mencapai kekuatan tertentu. Biasanya selongsong (duct) ditempatkan

disepanjang daerah yang akan diprategang sebelum beton dicor. Setelah pengangkuran, tendon dapat terekat (bonded tendon) jika daerah antara tendon dan selongsong diisi dengan mortar (grouting) atau

tendon dibiarkan tidak terekat (unbounded tendon) jikagroutingtidak dilakukan.

Perbedaan penarikan ini akan berpengaruh terhadap luas penampang yang digunakan dalam perhitungan tegangan-tegangan yang terjadi baik dalam tahapinitial stageataufinal stage. Perbedaan

perhitungan luas penampang dapat diberikan pada tabel di bawah ini. Tabel 1. Perbedaan perhitungan luas

Gambar

Tabel 10. Faktor amplifikasi untuk periode 0,2 detik (Fa)
Tabel 11. Faktor amplifikasi untuk periode 1 detik (Fv)
Gambar 20. Hasil permodelan komputer jembatan fly over Rawabuaya (tampak samping)
Tabel 14. Nilai gaya dalam maksimum pada kombinasi beban ultimit (box girder)
+7

Referensi

Dokumen terkait

Perhitungan tulangan geser untuk breast wall didasarkan atas momen dan gaya aksial ultimit untuk kombinasi beban yang menentukan dalam perhitungan tulangan

Gaya akibat beban gempa terhadap penulangan utama pada balok dermaga mempunyai pengaruh yang tidak signifikan dibandingkan dengan gaya akibat kombinasi beban tanpa gempa, sehingga

Beton prategang merupakan penerapan gaya pratekan pada balok sedemikian rupa sebelum dikerjakan beban luar, guna meniadakan tegangan tarik serat beton yang terjadi

Dari kontrol gaya-gaya dalam yang dilakukan pada struktur atas box girder dan struktur bawah pier dari jembatan fly over Rawabuaya, dapat dilihat bahwa semua nilai

Dari hasil analisis yang dilakukan dapat disimpulkan bahwa dalam perilaku struktur jembatan yang diberikan beban gempa rencana berdasarkan SNI 1726-2012terdapat beberapa

Beton prategang merupakan penerapan gaya pratekan pada balok sedemikian rupa sebelum dikerjakan beban luar, guna meniadakan tegangan tarik serat beton yang terjadi

Analisis struktur ini dilakukan untuk menghitung gaya dalam yang terjadi akibat berat sendiri serta akibat beban gempa arah longitudinal dan transversal dari struktur

Beban rencana minimum merupakan beban (gaya) geser dasar nominal statik ekivalen akibat pengaruh gempa rencana yang bekerja ditingkat dasar struktur gedung