• Tidak ada hasil yang ditemukan

Karakteristik Teknik Pemanenan Buah Sawit dan Analisis Energi Potensial Tandan Buah Sawit

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Karakteristik Teknik Pemanenan Buah Sawit dan Analisis Energi Potensial Tandan Buah Sawit"

Copied!
69
0
0

Teks penuh

(1)

KARAKTERISTIK TEKNIK PEMANENAN BUAH SAWIT DAN

ANALISIS ENERGI POTENSIAL TANDAN BUAH SAWIT

MUHAMMAD IQBAL NAZAMUDDIN

DEPARTEMEN TEKNIK MESIN DAN BIOSISTEM FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

(2)
(3)

i

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER

INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Karakteristik Teknik Pemanenan Buah Sawit dan Analisis Energi Potensial Tandan Buah Sawit adalah benar karya saya dibawah bimbingan Dr Ir Wawan Hermawan, MS dan belum pernah diajukan dalam bentuk apapu kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

Bogor, Oktober 2013

M. Iqbal Nazamuddin

(4)
(5)
(6)
(7)

i

ABSTRAK

M. IQBAL NAZAMUDDIN. Karakteristik Teknik Pemanenan Buah Sawit dan Analisis Energi Potensial Tandan Buah Sawit. Dibimbing oleh WAWAN HERMAWAN.

Saat dipanen, tandan buah sawit yang jatuh memiliki energi potensial yang cukup besar. Namun sampai saat ini belum ada teknologi untuk menangkap dan memanfaatkan energi potensial tersebut. Tujuan penelitian ini adalah untuk mempelajari karakteristik teknik pemanenan buah sawit, memilih bahan landasan penangkap buah sawit terbaik dan menganalisis energi potensial buah sawit. Pengamatan dan pengukuran dilakukan pada pemanenan sawit secara manual di sebuah kebun sawit dengan empat tingkat ketinggian buah yaitu sekitar 3 m, 8 m, 9 m dan 15 m. Ada empat jenis bahan landasan tangkapan buah yang diuji, yaitu: pelat baja, papan kayu, pelat baja expanded dan lembaran karet. Berdasarkan hasil pengukuran, pemanen mengambil jarak sekitar 1.6 - 3 m dari pohon. Jarak jatuh tandan buah pada range 0.6 m - 1.4 m dari pohon. Bahan landasan tangkapan dari lembaran karet unggul dari bahan lainnya dalam mengurangi buah lepas dan buah memar. Berat dari tandan buah berada di kisaran 16 kg sampai 32 kg. Rata-rata energi potensial pada ketinggian buah 3 m, 8m, 9 m, dan 15 m adalah berturut-turut 0.6 kJ, 1.7 kJ, 2.0 kJ, dan 3.6 kJ.

Kata kunci: bahan landasan penangkap buah, buah kelapa sawit, energi potensial, karakteristik teknik, pemanenan

ABSTRACT

M. IQBAL NAZAMUDDIN. Engineering Characteristics and Potential Energy Analysis of Oil Palm Fruit Bunches Harvesting. Supervised by WAWAN HERMAWAN.

(8)

ii

the range of 16 kg to 32 kg. The average potential energy at the height of the fruit of 3 m,8 m, 9 m, and 15 m were 0.6 kJ, 1.7 kJ, 2.0 kJ, and 3.6 kJ, respectively.

(9)

iii

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Teknologi Pertanian

pada

Departemen Teknik Mesin dan Biosistem

KARAKTERISTIK TEKNIK PEMANENAN BUAH SAWIT DAN

ANALISIS ENERGI POTENSIAL TANDAN BUAH SAWIT

M. IQBAL NAZAMUDDIN

DEPARTEMEN TEKNIK MESIN DAN BIOSISTEM FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

(10)
(11)
(12)
(13)

v

Judul Skripsi: Karakteristik Teknik Pemanenan Buah Sawit dan Analisis Energi Potensial Tandan Buah Sawit

Nama : M. Iqbal Nazamuddin NIM : F14070013

Disetujui oleh

Dr Ir Wawan Hermawan, MS Pembimbing

Diketahui oleh:

Dr Ir Desrial, MEng Ketua Departemen

(14)
(15)
(16)
(17)

vi

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Maret 2013 ini ialah pemanfaatan energi potensial yang tersimpan pada buah sawit, dengan judul Karakteristik Teknik Pemanenan Buah Sawit dan Analisis Energi Potensial Jatuhnya Tandan Buah Sawit.

Terima kasih penulis ucapkan kepada Bapak Dr Ir Wawan Hermawan, MS selaku pembimbing, serta segenap jajaran staf PT Socfin Indonesia atas bantuan dan masukannya demi kesempurnaan karya ilmiah ini. Terima kasih kepada Prof Dr Ir Tineke Mandang, MS dan Dr Ir Gatot Pramuhadi, MSi Selaku dosen penguji yang telah memberikan banyak masukan pada penulisan karya ilmiah ini. Terima kasih kepada ayah, ibu, serta seluruh keluarga, atas segala doa dan kasih sayangnya. Ucapan terima kasih juga penulis sampaikan kepada rekan-rekan seperjuangan TMB angkatan 44 atas segala dukungannya, serta pihak-pihak yang telah membantu penulis selama melaksanakan penelitian hingga karya ilmiah ini selesai ditulis.

Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, Oktober 2013

(18)

vii

DAFTAR ISI

DAFTAR GAMBAR viii

DAFTAR TABEL ix

DAFTAR LAMPIRAN ix

PENDAHULUAN 1

Latar Belakang 1

Tujuan 3

TINJAUAN PUSTAKA 4

Tanaman Kelapa Sawit 4

Batang dan Daun 4

Tandan Buah Kelapa Sawit 5

Jarak Tanaman Kelapa Sawit 5

Peralatan Panen 5

Pemanenan Tandan Buah Sawit (TBS) 6

Transportasi Tandan Buah Sawit 7

Energi Potensial Gravitasi 8

METODOLOGI PENELITIAN 9

Tempat dan Waktu 9

Penjelasan Detil Tahapan Kegiatan Penelitian 10

Pengukuran dan Pengamatan Karakteristik Teknik Pemanenan TBS 10 Pengujian Beberapa Jenis Bahan Landasan Penangkap TBS 11 Pengamatan Perilaku Buah Terhadap Jenis Material 13

Analisis potensi energi potensial jatuhnya TBS 14

HASIL DAN PEMBAHASAN 15

Karakteristik Teknik Pemanenan Buah Sawit 15

Perilaku Buah Saat Jatuh pada Landasan 19

Pemilihan Bahan Landasan Penangkap Buah 27

Analisis Energi Potensial Buah Sawit 33

REKOMENDASI 34

SIMPULAN DAN SARAN 37

DAFTAR PUSTAKA 38

(19)

viii

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1 Grafik perkembangan luas areal kelapa sawit di Indonesia 1 Gambar 2 Perkembangan produksi minyak sawit di Indonesia tahun 1 Gambar 3 Lingkup dan tahapan kegiatan penelitian yang diusulkan 9 Gambar 4 Pengukuran karakteristik teknik pemanenan buah sawit 11

Gambar 5 Pengukuran dimensi buah sawit 11

Gambar 6 Pengukuran dampak jatuh TBS dalam beberapa jenis landasan 12 Gambar 7 Jenis material yang digunakan sebagai landasan 13 Gambar 8 Metode pendugaan ketinggian pantulan brondolan 14 Gambar 9 Grafik hubungan jarak pemanen terhadap sudut α yang dibentuk 15 Gambar 10 Grafik hubungan antara tinggi buah dan sudut α 16 Gambar 11 Grafik hubungan antara tinggi buah dengan posisi jatuh buah 17 Gambar 12 Grafik hubungan antara berat buah dengan jarak jatuh buah 17 Gambar 13 Grafik hubungan antara Sudut tarikan egrek dengan jarak jatuh buah 18 Gambar 14 Grafik tinggi pantulan brondolan pada material besi 19 Gambar 15 Grafik tinggi pantulan brondolan pada material kayu 20 Gambar 16 Grafik tinggi pantulan brondolan pada material expanded plate 20 Gambar 17 Grafik tinggi pantulan brondolan pada material karet 21 Gambar 18 Grafik jarak sebaran brondolan pada material besi 21 Gambar 19 Grafik jarak sebaran brondolan pada material kayu 22 Gambar 20 Grafik jarak sebaran brondolan pada material expanded plate 22 Gambar 21 Grafik jarak sebaran brondolan pada material karet 23 Gambar 22 Grafik persentase brondolan pada material besi 23 Gambar 23 Grafik persentase brondolan pada material kayu 24 Gambar 24 Grafik persentase brondolan pada material expanded plate 24 Gambar 25 Grafik persentase brondolan pada material karet 25 Gambar 26 Grafik persentase buah memar pada material besi 25 Gambar 27 Grafik persentase buah memar pada material kayu 26 Gambar 28 Grafik persentase buah memar pada material expanded plate 26 Gambar 29 Grafik persentase buah memar pada material karet 27

Gambar 30 Kerusakan fisik pada plat besi 3mm 28

Gambar 31 Kerusakan fisik pada expanded plate 28

Gambar 32 Kerusakan fisik pada kayu 29

Gambar 33 Kerusakan fisik pada material karet 29

Gambar 34 Grafik energi potensial buah sawit 33

Gambar 35 (a) Bak penangkap dan (b) Lengan ayun 34

(20)

ix

DAFTAR TABEL

Tabel 1 Pengukuran dan alat ukur yang digunakan dan metodenya 10 Tabel 2 Pengujian dan alat ukur yang digunakan dan metodenya 12 Tabel 3 Rata-rata hasil pengukuran dimensi dan berat TBS 18 Tabel 4 Penilaian terhadap kemampuan bahan dalam meredam tinggi pantulan

brondolan 29

Tabel 5 Penilaian terhadap kemampuan bahan dalam meredam jarak sebaran

brondolan 30

Tabel 6 Penilaian terhadap kemampuan bahan dalam mengurangi persentase

brondolan 30

Tabel 7 Penilaian terhadap kemampuan bahan dalam mengurangi persentase

buah memar 31

Tabel 8 Penilaian terhadap kekuatan fisik bahan 32

Tabel 9 Hasil penjumlahan nilai dari setiap pengujian material 32

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 Data hasil pengukuran karakteristik teknik pemanenan 39 Lampiran 2 Data hasil uji perilaku buah terhadap material 41 Lampiran 3 Rata-rata hasil uji perilaku buah terhadap material 43 Lampiran 4 Data hasil analisis energi potensial buah sawit 43

(21)

1

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Berdasarkan survey yang dilakukan oleh Pusat Data Dan Informasi Pertanian, Kementerian Pertanian, pada tahun 2009 luas areal perkebunan kelapa sawit di Indonesia mencapai 7.51 juta hektar (Gambar 1) dengan produksi sebesar 18.64 juta ton minyak sawit dan 3.47 juta ton inti sawit (Gambar 2). Jika dilihat dari luas areal kelapa sawit berdasarkan status pengusahaan rata-rata tahun 1998-2009 sebanyak 52.23% diusahakan oleh Perkebunan Besar Swasta (PBS), 36.70% diusahakan oleh Perkebunan Rakyat (PR) dan 11.07% diusahakan oleh Perkebunan Besar Negara (PBN).

Gambar 1 Grafik perkembangan luas areal kelapa sawit menurut status pengusahaan di Indonesia, 1970–2009 (Sumber: Kementrian Pertanian 2010)

(22)

2

Pemanenan dan pengangkutan kelapa sawit merupakan kegiatan yang paling intensif dilakukan di perkebunan kelapa sawit. Sementara, di perkebunan-perkebunan sawit di Indonesia pada umumnya, pemanenan dan pengangkutan kelapa sawit masih dilakukan secara manual. Sistem panen terdiri atas dua, yaitu ancak tetap dan ancak giring. Ancak tetap adalah setiap pemanen diberi ancak panen yang sama dengan luasan tertentu dan harus selesai pada hari itu. Ancak giring adalah setiap pemanen diberikan ancak per baris tanaman dan digiring bersama-sama (Koedadiri et al. 2005). Pada prinsipnya kegiatan pemanenan adalah memotong tandan buah sawit yang layak panen serta mengumpulkan brondolannya untuk diangkut ke tempat pengumpulan hasil (TPH) lalu ke pabrik yang kemudian diolah menjadi minyak sawit berkualitas baik dengan rendemen yang tinggi dan kandungan asam lemak bebas (ALB) serendah – rendahnya (Prabowo 2009).

Prosedur operasional kegiatan pemanenan yang secara umum dilakukan oleh beberapa pekebunan kelapa sawit di Indonesia (Prabowo 2009), adalah : 1. Pemanen berjalan di daerah “pasar pikul” sambil mengamati dan memeriksa

buah masak dengan cara mengelilingi pohon. Panen buah dengan cara memotong tandan buah menurut kriteria matang panen. Setelah itu potong tangkai buah serapat mungkin (maksimum 3 cm).

2. Pemanen memotong pelepah sampai menyisakan 2 pelepah di bawah tandan paling bawah (sangga dua). menggunakan angkong. Brondolan harus bersih dari segala macam sampah dan kotoran.

6. Tandan buah di TPH disusun dengan teratur dengan susunan 5 – 10 baris gagang di sebelah atas supaya mudah dalam perhitungan. Selain itu nomor potong pemanen dituliskan pada gagang tandan buah.

7. Brondolan yang terkutip dan sudah bersih diletakkan disebelah susunan tandan buah di TPH.

Pengembangan teknologi untuk mendukung proses pemanenan masih terbilang kurang maksimal. Hingga saat ini, proses pemanenan masih

menggunakan cara manual dengan peralatan sederhana seperti pisau “dodos” dan “egrek”. Hal ini tentu menyulitkan dan menghambat kinerja pemanen karena setelah memanen mereka masih harus memungut “brondolan” dan mengangkut

TBS menggunakan “angkong”. Padahal kegiatan yang paling melelahkan bagi pemanen adalah memungut brondolan dan mengangkong. Selain melelahkan, kegiatan tersebut juga menyita waktu cukup banyak, khususnya pada kegiatan memungut brondolan (Putranti 2013). Dengan demikian, biasanya para pemanen

harus dibantu oleh “kenek” atau orang yang khusus mengangkut TBS dan

(23)

3 keterbatasan ini, seringkali target panen mereka tidak tercapai sehingga dikenai sanksi dari perusahaan.

Permasalahan lain pada proses pemanenan adalah buah memar dan sebaran brondolan yang terkadang terpental hingga beberapa meter sehingga terlewatkan atau tidak terpungut oleh pemanen. Hal ini tentu merugikan perusahaan karena buah memar dan brondolan yang tidak terpungut termasuk dalam kategori losses. Sementara menurut Pahan (2006) produksi akan dapat mencapai maksimal apabila kehilangan (losses) produksi minimal. Buah memar akan meningkatkan kandungan Asam Lemak Bebas (ALB) karena buah yang memar akan dengan mudah teroksidasi dan menimbulkan peningkatan kadar ALB hingga mencapai 67% dalam kurun waktu 24 jam saja. Selain buah memar, pelukaan juga mempercepat peningkatan Asam Lemak Bebas (ALB) dimana sebelum dipotong sebesar 0.2 - 0.7 % dan ketika sudah dipotong dapat meningkat sebesar 0.9 - 1.0 % setiap 24 jam (Tyas 2008). Sementara jika banyak brondolan yang tidak terkutip oleh pemanen akan menimbulkan kerugian (losses) berupa penurunan rendemen minyak, karena brondolan dianggap sebagai buah bersih (tidak tercampur kotoran) dan paling mudah untuk diproses di pabrik. Selain menimbulkan losses rendemen, brondolan yang tidak terpungut juga dapat menimbulkan kerugian bagi tanaman, karena akan menimbulkan gulma kentosan dan brondolan busuk akan mengundang berbagai macam penyakit (Tyas 2008).

Mengingat besarnya potensi perkebunan kelapa sawit di Indonesia, bila tidak didukung dengan teknologi yang memadai, bisa dibayangkan berapa besar kerugian (losses) akibat keterbatasan pada saat pemanenan. Padahal jika bisa mengoptimalkan proses pemanenan, tentu akan mendongkrak produktivitas kelapa sawit. Apalagi dengan dukungan luasan areal perkebunan yang masih bisa ditingkatkan. Gambaran di atas menunjukkan bahwa sangat dibutuhkan teknologi pemanenan yang cukup memadai, dalam hal ini berupa konsep desain mesin penangkap dan transpoter tandan buah sawit di dalam kebun menuju tempat pengumpulan hasil pemanenan TBS. Hal ini perlu dilakukan sebagai upaya untuk peningkatan mutu output dan kapasitas dari proses kegiatan pengangkutan tandan buah sawit yang ada saat ini. Proses perancangan desain yang dilakukan akan memerlukan beberapa parameter rancangan, yakni mencakup besarnya dimensi konstruksi komponen mesin yang optimal, penentuan besarnya gaya dan pembebanan mekanis dalam proses pengangkutan TBS, sistem serta mekanisme kerja mesin yang optimal dari mesin pengangkut dan transpoter TBS yang akan dirancang. Untuk mendukung hal itu, dapat dimulai dengan mengukur karakteristik teknik pemanenan kelapa sawit, dan analisis energi potensial dari pemanenan TBS untuk dimanfaatkan sebagai sumber energi pengangkutan TBS di kebun.

Tujuan

(24)

4

TINJAUAN PUSTAKA

Tanaman Kelapa Sawit

Kelapa sawit (Elaeis guineensis Jacq) adalah tanaman perkebunan penting penghasil minyak makanan, minyak industri, maupun bahan bakar nabati (biodiesel). Elaeis berasal dari Elaion berarti minyak dalam bahasa Yunani,

Guineensis berasal dari Guinea (pantai barat Afrika). Jacq berasal dari nama Botanist Amerika bernama Jacquin (Lubis 1992). Tanaman kelapa sawit berasal dari Afrika dan Amerika Selatan tepatnya Brasilia. Di Brasilia, tanaman ini dapat ditemukan tumbuh secara liar atau setengah liar di sepanjang tepi sungai (Pahan 2006). Tanaman ini merupakan tanaman monoecious, dimana bunga jantan dan bunga betina tumbuh secara terpisah pada satu tanaman sawit tanaman. Masa masak atau anthesis dari kedua jenis bunga tersebut sangat jarang atau tidak pernah bersamaan. Ini berarti bahwa proses pembuahan bunga betina terjadi dengan diperolehnya tepung sari dari tanaman sawit bunga lain (Hardon, 1976). Dari segi perakaran, kelapa sawit memiliki jenis akar serabut. Radikula pada bibit tumbuh memanjang ke bawah selama enam bulan hingga mencapai 15 cm dan menjadi akar primer. Akar ini akan terus berkembang. Akar serabut primer yang tumbuh secara vertikal dan horizontal di dalam tanah. Akar ini akan bercabang menjadi akar sekunder. Selanjutnya, akar sekunder berkembang dan bercabang kembali menjadi akar tersier, begitu seterusnya. Akar serabut kelapa sawit tumbuh di seluruh pangkal batang hingga 50 cm di atas permukaan tanah. Akar ini terdiri dari atas akar primer, sekunder, tersier, hingga quarter yang biasa disebut akan feeder roots. Pemeliharaan akar akan meningkatkan absorpsi tanaman terhadap unsur hara oleh tanaman melalui akar (Sunarko 2009 dan Pahan 2009).

Batang dan Daun

(25)

5 Tandan Buah Kelapa Sawit

Tanaman kelapa sawit merupakan tumbuhan tropis golongan plasma yang termasuk tanaman tahunan. Kelapa sawit yang dikenal ialah jenis Dura, Psifera dan Tenera. Ketiga jenis ini dapat dibedakan berdasarkan penampang irisan buah, yaitu jenis Dura memiliki tempurung yang tebal, jenis Psifera memiliki biji yang kecil dengan tempurung yang tipis, sedangkan tenera yang merupakan hasil perulangan dura dengan Psifera menghasilkan buah bertempurung tipis dan inti yang besar.

Buah sawit berukuran kecil antara 12-18 gr/butir yang duduk pada bulir. Setiap bulir terdiri dari 10-18 butir tergantung pada kesempurnaan penyerbukan. Buah sawit yang dipanen dalam bentuk tandan disebut dengan tandan buah sawit. Hasil utama yang dapat diperoleh dari tandan buah sawit ialah minyak sawit yang terdapat pada daging buah (mesokarp) dan minyak inti sawit yang terdapat pada kernel. Kedua jenis minyak ini berbeda dalam hal komposisi asam lemak dan sifat fisika-kimia. Minyak sawit dan minyak inti sawit mulai terbentuk sesudah 100 hari setelah penyerbukan, dan berhenti setelah 180 hari atau setelah dalam buah, minyak yang sudah jenuh. Jika dalam buah tidak ada lagi pembentukan minyak, maka yang terjadi ialah pemecahan trigliserida menjadi asam lemak bebas dan gliserol (Naibaho 1998).

Jarak Tanaman Kelapa Sawit

Pada umumnya, sistem jarak yang digunakan pada penanaman kelapa sawit adalah segitiga sama sisi dengan panjang sisi 9m x 9m x 9m. Sebelum bibit sawit ditanam, harus dibuat lubang untuk tanaman terlebih dahulu. Agar pembuatan lubang tanaman presisi sesuai bentuk segitiga sama sisi, biasanya digunakan ajir atau pasak penanda pada tanah. Ukuran lubang tanaman sawit adalah adalah 50 cm x 40 cm x 40 cm. Populasi (kerapatan) tanaman per hektar umumnya adalah 143 pohon jika menggunakan sistem jarak 9x9x9 m. Rumus untuk menghitung jumlah tanaman sawit per hektare adalah sebagai berikut (Pahan 2006).

KT = 10 000

a

2 x√

= 5

000

a

2

Keterangan :

KT = Kerapatan Tanam per ha a = Jarak dalam barisan

Peralatan Panen

(26)

6

Alat Pemotong Tandan Buah Segar (TBS)

Umumnya alat yang digunakan adalah alat memotong TBS adalah dodos besar, pisau egrek, bambu egrek, dan kampak. Pisau dodos berfungsi untuk memanen buah pada tanaman muda. Sedangkan pisau egrek berfungsi untuk memanen pada tanaman yang sudah cukup tinggi. Kampak berfungsi untuk memotong tandan buah sampai ke pangkal. Tandan buah harus dipotong sampai ke pangkal karena tandan akan menyerap minyak dari buah pada saat proses pengolahan minyak sawit di pabrik.

Alat Untuk Bongkar Muat TBS

Alat untuk bongkar muat TBS adalah gancu dan tojok. Gancu dan tojok terbuat dari besi silinder pejal yang ujungnya diruncingkan. Gancu berfungsi untuk mengangkat TBS ke angkong, sedangkan tojok berfungsi untuk mengangkat TBS dan menaikkan ke truk pengangkut.

Alat Untuk Mengangkut TBS ke TPH

Alat yang digunakan untuk mengangkut TBS ke TPH adalah angkong dan karung pupuk bekas. Angkong atau kereta sorong adalah kereta dengan roda tunggal yang dilengkapi dengan bak untuk menampung dan mengangkut TBS ke TPH. Sedangkan karung goni berfungsi untuk menampung brondolan.

Pemanenan Tandan Buah Sawit (TBS)

Panen merupakan kegiatan yang penting dalam teknik budidaya tanaman. Menurut Pahan (2008) panen atau pekerjaan potong buah merupakan pekerjaan utama di perkebunan kelapa sawit karena langsung menjadi sumber pemasukan uang bagi perusahaan melalui penjualan minyak kelapa sawit (MKS) dan inti kelapa sawit (IKS). Setyamidjaja (2006) menyatakan bahwa pemanenan kelapa sawit perlu memperhatikan beberapa ketentuan umum agar TBS yang dipanen sudah matang, sehingga minyak kelapa sawit yang dihasilkan bermutu.

Persiapan Panen

Persiapan panen merupakan pekerjaan yang mutlak harus dilakukan sebelum TBM dimutasikan menjadi TM. Persiapan panen yang baik akan menjamin tercapainya target produksi dengan biaya panen seminimal mungkin. Hal – hal yang perlu disiapkan dalam pelaksanaan potong buah adalah persiapan kondisi areal, penyediaan tenaga potong buah, pembagian seksi potong buah, dan penyediaan alat – alat kerja (Pahan, 2008).

Beberapa hal yang perlu dipersiapkan sebelum pelaksanaan pemanenan adalah melihat bahwa tanaman telah berumur 30 bulan di lapangan dan 60% pohon telah memiliki buah yang berkembang baik serta berat TBS ≥ 3 kg. Persiapan panen yang harus dilakukan adalah peningkatan/ pengerasan jalan, pembukaan pasar panen dan Tempat Pengumpulan Hasil (TPH), pemasangan titi panen, perencanaan pengadaan pemanenan, pengangkutan dan kesiapan pabrik menerima tandan (Lubis 1992).

Kriteria Matang Panen

(27)

7 Rotasi Panen

Rotasi panen merupakan waktu yang diperlukan antara panen terakhir sampai panen berikutnya pada tempat yang sama. Perkebunan kelapa sawit di Indonesia pada umumnya menggunakan rotasi panen 6/7 hari, artinya satu areal panen dimasuki oleh pemetik tiap 7 hari (Fauzi et al. 2006).

Cara Panen

Cara panen untuk tanaman yang masih rendah menggunakan alat dodos, sedangkan untuk tanaman yang sudah tinggi menggunakan alat egrek yang bertangkai panjang. Sebelum tandan dipotong, pelepah daun yang menyangga buah sebaiknya dipotong lebih dahulu. Bekas potongan pada pelepah harus lengkung menyerupai tapak kuda, yaitu dengan potong miring ke luar. Tandan buah dipotong pada gagangnya sependek mungkin (mepet). Tandan buah harus diletakkan di piringan menghadap ke jalan pikul. Buah yang lepas (brondolan) dikumpulkan dan diletakkan terpisah dari tandannya. Tandan buah dikumpulkan di TPH, disusun 5 - 10 tandan per baris, dan ganggangnya menghadap ke atas. Brondolan disatukan dan dimasukkan ke dalam karung (Setyamidjaja 1991). Sistem Panen

Fauzi et al. (2006) menyatakan bahwa dikenal dua sistem hanca panen, yaitu sistem giring dan sistem tetap. Sistem giring. Pada sistem ini , apabila suatu hanca telah selesai dipanen, pemanen pindah ke hanca berikutnya yang telah ditunjuk oleh mandor, begitu seterusnya. Sistem tetap. Sistem ini sangat baik diterapkan pada areal perkebunan yang sempit, topografi yang curam, dan dengan tahun tanam yang berbeda. Pada sistem ini pemanen diberi hanca dengan luas tertentu tidak berpindah-pindah.

Transportasi Tandan Buah Sawit

Pengangkutan TBS dan brondolan adalah kegiatan pengangkutan dari tempat penampungan hasil (TPH) ke pabrik kelapa sawit (PKS) pada setiap hari panen. Pada prinsipnya TBS dan brondolan harus diangkut secepatnya ke PKS untuk diolah pada hari itu juga. Hal ini dilakukan supaya minyak yang dihasilkan tetap bermutu baik. Oleh karena itu, pengangkutan panen merupakan unsur yang sangat penting agar tandan dapat masuk segera ke pabrik untuk diolah pada hari panen.

Ada empat hal yang menjadi sasaran kelancaran transport buah yaitu menjaga agar asam lemak bebas (ALB) produksi harian 2-3 %, kapasitas atau kelancaran pengolahan di pabrik, keamanan TBS di lapangan, dan biaya (Rp/kg TBS) transport yang minimum. Menurut Setyamidjaja (1991) buah kelapa sawit yang sudah matang dan masih segar hanya mengandung 0.1 % asam lemak. Tetapi buah-buah yang sudah memar atau pecah dapat mengandung asam lemak bebas sampai 50 %, hanya dalam waktu beberapa jam saja. Oleh karena itu, pengangkutan tandan buah segar (TBS) sangat mempengaruhi kualitas dan kuantitas dari TBS.

(28)

8

Energi Potensial Gravitasi

Energi adalah kemampuan benda untuk melakukan kerja. Salah satu bentuk energi adalah energi potensial, yaitu energi yang dimiliki suatu benda akibat kedudukan (posisi) benda tersebut atau akibat ketinggian benda tersebut (Suwandi 2001). Energi potensial timbul ada karena adanya gravitasi bumi. Satuan SI untuk mengukur usaha dan energi adalah Joule (simbol J). Sebutan "energi potensial" pertama kali dikemukakan oleh seorang teknik dan fisikawan berkebangsaan Skotlandia, William Rankine. Energi potensial gravitasi ini timbul akibat tarikan gaya gravitasi Bumi yang bekerja pada benda. Jika massa beban diperbesar, energi potensial gravitasinya juga akan membesar. Demikian juga, apabila ketinggian benda dari tanah diperbesar, energi potensial gravitasi beban tersebut akan semakin besar. Hubungan ini dinyatakan dengan persamaan

Keterangan:

Ep = energi potensial (Joule), m = massa benda (kg),

g = percepatan gravitasi bumi (m/s2), dan h = tinggi benda (m).

(29)

9

METODOLOGI PENELITIAN

Tempat dan Waktu

Penelitian dilakukan di perkebunan sawit milik PT Socfin Indonesia, Medan, Sumatera Utara. Kegiatan penelitian ini dilakukan dalam tiga tahap sesuai tujuan dan waktu yang direncanakan. Tahap yang pertama adalah pengukuran dan pengamatan karakteristik teknik pemanenan buah sawit di sebuah kebun sawit dengan kondisi tinggi buah di atas 2.5-15 m. Selain karakteristik teknik pemanenannya, juga diamati karakteristik buah (memar), dan jumlah buah yang terpencar (brondolan) saat benturan dengan landasan. Tahap kedua adalah analisis potensi energi potensial jatuhnya TBS dan pemanfaatannya sebagai energi untuk pengangkutan TBS ke TPH. Dalam tahap ini juga dilakukan analis kinematika untuk mendapatkan mekanisme pemanfaatan energi potensial jatuhnya TBS sebagai tenaga putar roda angkong pengangkut TBS. Tahap ketiga adalah perancangan konsep mesin penangkap TBS dan pengangkut TBS. Secara ringkas, rencana kegiatan ini disajikan pada gambar 3.

Gambar 3 Lingkup dan tahapan kegiatan penelitian diblok warna biru Penelitan tahap-1 dilakukan pada bulan Maret-April 2013. Sedangkan penelitian tahap-2 dan 3 dilakukan di laboratorium Teknik Mesin dan Otomasi Departemen Teknik Mesin dan Biosistem, Fakultas Teknologi Pertanian, IPB selama bulan April-Juni 2013.

Mulai

Kegiatan di Lapangan Kegiatan di Laboratorium

Pengukuran dan pengamatan karakteristik teknik pemanenan TBS

Pengujian beberapa jenis bahan landasan penangkap TBS

Analisis jatuhnya TBS dan pemanfaatan energi potensial untuk pengangkutan TBS ke

TPH

Analis kinematika untuk mendapatkan mekanisme pemanfaatan energi potensial jatuhnya TBS sebagai sumber tenaga putar

roda angkong pengangkut

Perancangan konsep mesin penangkap buah dan pengangkut TBS

Pengukuran mobilitas dan tahanan gelinding roda angkong di lahan kebun

Kegiatan Tahap-1

Kegiatan Tahap-2

Kegiatan Tahap-3

(30)

10

Penjelasan Detil Tahapan Kegiatan Penelitian

Kegiatan penelitian dilakukan di lapangan dan di laboratorium. Yang dilakukan di lapangan adalah:

1) Pengukuran dan pengamatan karakteristik teknik pemanenan TBS 2) Pengujian beberapa jenis bahan landasan penangkap TBS

Adapun kegiatan penelitian yang akan dilakukan di laboratorium (setelah selesai penelitian di lapangan), adalah analisis potensi energi potensial jatuhnya TBS dan pemanfaatannya sebagai energi untuk pengangkutan TBS ke TPH.

Pengukuran dan Pengamatan Karakteristik Teknik Pemanenan TBS

Pengukuran dan pengamatan karakteristik teknik pemanenan buah sawit dilakukan pada proses pemanenan sawit di kebun sawit dengan tinggi buah di atas 2.5-15 m. Tinggi buah sawit dikelompokkan menjadi empat ketinggian yaitu: 3m, 8m, 9m, dan 15m. Proses pemanenan buah menggunakan egrek, oleh pekerja panen yang ditunjuk perusahaan. Pengukuran dan pengamatan yang akan dilakukan pada setiap proses pemanenan buah, peralatan pengukur yang digunakan serta metodenya disajikan pada Tabel 1. Gambaran pengukuran disajikan pada Gambar 4.

Tabel 1 Pengukuran dan alat ukur yang digunakan dan metodenya No. Pengukuran/Pengamatan Peralatan yang

digunakan Metode

1 Tinggi buah sawit yang dipanen

Meteran, galah egrek

Mengukur tinggi buah (posisi tandan) dari permukaan tanah menggunakan galah egrek, lalu diukur panjangnya. 2 Posisi pemanen Meteran Mengukur jarak berdiri pemanen dari

pohon sawit 3 Posisi jatuhnya buah

sawit

Meteran, kamera video

Jatuhnya TBS direkam dengan kamera video, jarak posisi jatuh buah dari pohon sawit diukur dengan meteran 4 Bobot dan ukuran buah Timbangan

digital, meteran

Bobot buah ditimbang dengan

timbangan digital. Ukuran buah diukur pada dua posisi: panjang (arah tandan), diameter TBS (arah melintang)

5 Sudut penarikan egrek

() Meteran, kamera

Sudut penarikan dihitung

menggunakan data tinggi buah dan jarak pemanen ke pohon sawit. Hasil perhitungan divalidasi dengan foto Rumus untuk menghitung sudut  adalah sebagai berikut:

Di mana:

 : Sudut penarikan egrek (o) tb : Tinggi buah (m)

(31)

11

Gambar 4 Pengukuran karakteristik teknik pemanenan buah sawit

Gambar 5 Pengukuran dimensi buah sawit

Pengujian Beberapa Jenis Bahan Landasan Penangkap TBS

Pengujian beberapa jenis bahan landasan penangkap buah sawit dilakukan pada saat proses pemotongan tandan buah sawit di dalam kebun. Cara pengujian tersebut dilakukan dengan meletakan beberapa jenis bahan landasan penangkap TBS tepat di daerah jatuhnya TBS. Beberapa parameter yang diuji adalah kekuatan bahan landasan penangkap yang digunakan, efek kerusakan fisik buah

T

ing

gi

buah

Jarak pemanen

Jarak buah jatuh

Lebar buah

Panjang buah

Lebar buah

(32)

12

sawit pada beberapa material landasan penangkap serta perilaku tandan buah sawit saat mengalami impact force dengan material landasan penangkap TBS.

Pengujian dilakukan pada setiap proses pemanenan buah, peralatan pengukur yang digunakan serta metodenya disajikan pada Tabel 2. Gambaran pengujian disajikan pada Gambar 6.

Tabel 2 Pengujian dan alat ukur yang digunakan dan metodenya No

Bentuk bahan landasan penangkap TBS setelah mengalami impact force dengan TBS didokumentasikan menggunakan kamera foto.

2 Efek kerusakan fisik buah sawit

Kamera, timbangan digital

Bobot buah yang memberondol dari tandan ditimbang menggunakan timbangan digital. Bentuk kerusakan fisik yang terjadi pada buah

didokumentasikan ke dalam bentuk foto sebagai bahan pembanding.

Jarak pantulan buah dan radius daerah tercecernya buah sawit diukur

menggunakan meteran. Perilaku pergerakan dan tumbukan buah serta lepasnya buah sawit direkam

menggunakan kamera video.

(33)

13 Untuk menangkap TBS yang jatuh, digunakan empat bahan yaitu: plat baja dengan tebal 3 mm, kayu setebal 20 mm, karet dan expanded plate. Berikut adalah foto bahan-bahan penagkap yang diuji.

Gambar 7 Jenis material yang digunakan sebagai landasan Pengamatan Perilaku Buah Terhadap Jenis Material

Pengamatan perilaku buah terhadap jenis material dilakukan dengan dua cara, yaitu secara langsung dan tidak langsung. Perilaku yang dapat diamati langsung di lapangan adalah memar buah, berat brondolan buah, serta jarak sebaran brondolan. Pengamatan dilakukan dengan cara menimbang atau mengukur jarak secara langsung di lapangan sebelum buah diangkut dan dikumpulkan di TPH. Untuk pengamatan secara tidak langsung yaitu pengamatan tinggi pantulan brondolan, dilakukan dengan cara merekam proses jatuhnya buah ke permukaan material. Hasil rekaman video kemudian diolah menggunakan

software SONY Vegas Pro 10.0 dengan tujuan untuk memperlambat gerakan jatuhnya buah sawit. Selanjutnya, video yang telah di perlambat gerakannya akan diamati, dan pada saat video menunjukkan titik tertinggi pantulan brondolan, dilakukan capture image untuk menyimpan foto titik tertinggi pantulan brondolan seperti pada gambar 8a dibawah ini. Keunggulan software ini adalah interface

(34)

14

(a) (b)

Gambar 8 Metode pendugaan ketinggian pantulan brondolan Analisis Potensi Energi Potensial Jatuhnya TBS dan Pemanfaatannya

Sebagai Energi Untuk Pengangkutan TBS Ke TPH

Analisis potensi energi potensial jatuhnya TBS akan dilakukan dengan menggunakan data pengukuran di lapangan mengenai tinggi buah dan berat buah. Potensi besarnya energi potensial jatuhnya buah bisa diduga dengan memanfaatkan persamaan energi potensial. Simulasi besarnya energi potensial jatuhnya TBS dari data pengukuran atau data eksisting di lapangan dapat ditampilkan dalam bentuk grafik. Kalkulasi dan representasi data tersebut dapat dilakukan dengan komputasi komputer melalui software “Microsoft Excel 2010”.

(35)

15

Karakteristik Teknik Pemanenan Buah Sawit

Pada saat pemanen sedang memetik buah, biasanya pemanen akan mengambil jarak tertentu terhadap tanaman sawit sawit. Untuk mempermudah menentukan sudut tarikan egrek saat memanen sawit, bisa digunakan analogi segitiga siku-siku. Jarak antara pemanen terhadap tanaman sawit (panjang alas segitiga) dan panjang galah egrek (panjang sisi miring) akan menghasilkan sudut

tertentu (sudut α). Sedangkan tinggi buah sawit bisa dianalogikan sebagai tinggi

segitiga. Tidak ada ketentuan baku untuk menentukan jarak pemanen terhadap tanaman sawit, karena jarak yang diambil umumnya hanya berdasarkan kenyamanan si pemanen sawit. Namun pada umumnya pemanen juga tidak mengambil jarak yang terlalu jauh terhadap tanaman sawit. Berikut ini adalah grafik hubungan antara jarak pemanen terhadap ketinggian buah sawit.

(36)

16

Dengan mengetahui jarak operator, panjang galah egrek dan sudut α, dapat

diketahui ketinggian buah yang akan dipetik. Ketinggian buah sangat berkaitan dengan besar energi potensial buah sawit yang bisa dimanfaatkan. Berikut adalah grafik hubungan antara ketinggian buah dengan sudut α.

Gambar 10 Grafik hubungan antara ketinggian buah dan sudut α

Dari grafik di atas, dapat dilihat bahwa sebaran sudut α yang terbentuk pada ketinggian pohon 8, 9, dan 15 meter tidak terlalu jauh berbeda, di mana garis grafik ketiganya cenderung rata dan berimpit. Sedangkan pada ketinggian pohon 3

meter, sudut α yang terbentuk cenderung landai. Rata-rata sudut yang terbentuk pada saat proses pemanenan adalah sekitar 54o-85o. Dari grafik di atas, dapat dilihat bahwa garis kecenderungan yang terbentuk semakin naik seiring dengan ketinggian buah yang dipanen. Garis ini menunjukkan pada pemanen biasanya akan mengambil sudut yang semakin curam jika buah yang dipanen juga semakin tinggi. Hal ini memang sesuai dengan prinsip segitiga siku-siku di mana sudut α akan berbanding lurus dengan ketinggian pohon (tinggi segitiga), namun akan berbanding terbalik dengan jarak operator terhadap tanaman sawit (panjang alas segitiga).

(37)

17

Gambar 11 Grafik hubungan antara ketinggian buah dengan posisi jatuh buah Rata-rata buah sawit yang dipetik akan jatuh sekitar 0.7-1.3 m dari dari pokok tanaman sawit. Jarak jatuh buah terhadap pokok tanaman sawit umumnya akan berbanding lurus dengan ketinggian buah. Hal ini dapat dilihat pada garis kecenderungan yang semakin meningkat atau naik seiring bertambahnya tinggi buah yang dipanen.

Posisi jatuh buah biasanya juga dipengaruhi oleh berat buah sendiri. Untuk itu diperlukan pengamatan mengenai hubungan antara berat buah dengan posisi jatuhnya. Hasil dari pengamatan ini tentunya akan sangat membantu dalam memprediksi di mana posisi alat penangkap dan transporter buah sawit. Berikut adalah grafik hubungan antara berat buah dengan jarak jatuh buah dari pokok tanaman.

(38)

18 lebih jauh dari pokok tanaman sawit.

Selain keterkaitan jarak jatuh dengan berat buah, kaitan antara sudut penarikan egrek dengan jarak jatuh buah juga perlu diamati. Berikut adalah grafik hubungan antara sudut tarikan egrek dengan jarak jatuh buah.

Gambar 13 Grafik hubungan antara sudut tarikan egrek dengan jarak jatuh buah Jika diamati dari grafik hubungan antara sudut tarikan egrek dan jarak jatuh buah dari tanaman sawit, sudut penarikan yang curam justru mengakibatkan buah terjatuh lebih jauh. Namun jika ditelaah lebih lanjut, pada dasarnya sudut tarikan egrek tidak akan berpengaruh besar terhadap jarak jatuh buah. Resultan gaya tarik yang ditimbulkan oleh sudut tarikan egrek memang dapat mempengaruhi jarak jatuh buah, namun pengaruhnya akan sangat kecil. Sudut tarikan egrek dapat dikatakan hanya berkaitan dengan tinggi buah yang akan dipanen, sedangkan tinggi buah yang dipanen sangat berkaitan dengan jarak jatuh buah. Dengan demikian bisa dikatakan sudut tarikan egrek tidak akan berpengaruh langsung terhadap jarak jatuh buah dari pokok tanaman sawit.

Selain pengukuran jarak operator, sudut α, dan ketinggian buah sawit, hal

lain yang sangat perlu diperhatikan adalah dimensi buah dan berat TBS. Dari hasil pengukuran dimensi atau ukuran buah ini, dapat dihitung volume buah sawit rata-rata. Hal ini diperlukan untuk menentukan berapa besar volume daya tampung bak penangkap. Berikut adalah tabel rata-rata dimensi buah sawit.

Tabel 3 Rata-rata hasil pengukuran dimensi dan berat TBS Tinggi

Buah (m)

Dimensi Buah (cm) Volume Buah ( m3)

Berat Total TBS (kg) Panjang Lebar Tinggi

3 58.12 52.53 25.29 0.08 21.21

8 61.93 53.79 30.00 0.10 23.55

9 58.09 49,00 27.27 0.08 23.34

(39)

19 berbanding lurus dengan tinggi pohon. Maksudnya, semakin tinggi pohon sawit, umumnya dimensi dan berat buahnya juga akan semakin besar. Namun, dimensi buah dan berat buah juga sangat dipengaruhi oleh kondisi pohon sawit sendiri, apakah terserang penyakit atau tidak. Melihat keanekaragaman karakteristik teknik pemanenan dan dimensi buah, tentunya dimensi alat penangkap dan transporter buah sawit harus disesuaikan agar alat yang dibuat nantinya dapat mengakomodasi pemanenan buah sawit dengan berbagai ketinggian dan keanekaragaman dimensi buahnya

.

Perilaku Buah Saat Jatuh pada Landasan

Pengamatan perilaku buah terhadap jenis material penangkap sangat diperlukan untuk mengetahui jenis material yang paling sesuai untuk penangkap buah. Perilaku buah yang diamati antara lain adalah memar pada buah, brondolan buah, jarak sebaran brondolan, serta ketinggian pantulan brondolan. Pada dasarnya pengamatan ini bertujuan untuk mengetahui kemampuan redaman yang dimiliki oleh masing-masing material. Kemampuan masing-masing material dalam meredam benturan dapat dilihat berdasarkan persentase kerusakan dan

losses pada buah yang ditimbulkan akibat benturan buah dengan permukaan material. Jenis material yang paling baik untuk digunakan adalah material yang mampu mengurangi losses pada saat buah jatuh serta tidak menimbulkan kerusakan pada permukaan buah sawit. Artinya, material tidak menimbulkan memar pada buah, mampu meredam benturan sehingga buah tidak melepaskan brondolan terlalu banyak, serta mampu meredam agar brondolan tidak terpental terlalu tinggi atau terlalu jauh.

Hasil uji tinggi pantulan brondolan pada masing-masing material menunjukkan hasil yang sangat bervariasi. Tinggi pantulan sangat dipengaruhi oleh sifat dasar masing-masing material. Selain itu, ketinggian buah yang jatuh juga sangat berpengaruh terhadap ketinggian pantulan brondolan. Berikut adalah grafik hasil pengujian dan pengamatan perilaku buah sawit terhadap jenis material yang digunakan.

(40)

20

7.40 7.60 7.80 8.00 8.20 8.40 8.60 8.80

Ti

Hasil pengujian menunjukkan bahwa rata-rata pantulan brondolan pada material besi cukup tinggi. Terlihat dari pantulan brondolan yang bisa mencapai 1,4 m. Hal ini menunjukkan bahwa daya redam pantulan pada plat besi kurang baik.

Gambar 15 Grafik tinggi pantulan brondolan pada material kayu Grafik di atas menunjukkan bahwa hasil pengujian pada material kayu tidak berbeda jauh dari material besi. Tinggi pantulan brondolan juga mencapai 1,4 m, sehingga dapat dikatakan daya redam pantulan pada material kayu juga kurang baik.

Gambar 16 Grafik tinggi pantulan brondolan pada material expanded plate

(41)

21

Gambar 17 Grafik tinggi pantulan brondolan pada material karet

Tinggi pantulan brondolan yang jatuh pada material karet cukup rendah. Selain itu pantulan brondolan juga tidak terlalu terpengaruh oleh ketinggian buah yang jatuh. Hal ini terlihat dari garis kecenderungan material karet yang paling landai. Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa daya redam pantulan material karet adalah yang paling baik jika dibandingkan dengan jenis material yang lain.

Pengujian jarak sebaran brondolan bertujuan untuk memudahkan dalam proses perancangan atau desain bak penangkap buah. Dalam hal ini adalah proses perancangan kemiringan sisi bak penangkap yang memungkinkan brondolan tidak dapat keluar dari bak sehingga tidak perlu lagi ada pekerjaan memungut brondolan bagi para pemanen sawit. Berikut adalah grafik hasil pengujian sebaran brondolan.

Gambar 18 Grafik jarak sebaran brondolan pada material besi

(42)

22

7.40 7.60 7.80 8.00 8.20 8.40 8.60 8.80

Jar

Gambar 19 Grafik jarak sebaran brondolan pada material kayu

Dari grafik di atas, dapat dilihat bahwa jarak sebaran brondolan yang jatuh di atas permukaan kayu tidak berbeda jauh dengan hasil pengujian pada material besi. Rata-rata brondolan buah tersebar cukup jauh. Tentu hal ini tidak diinginkan karena akan membutuhkan waktu yang cukup lama untuk memungut brondolan.

Gambar 20 Grafik jarak sebaran brondolan pada material expanded plate

Karakteristik material expanded plate yang berlubang ternyata menimbulkan elastisitas yang lebih tinggi. Maksudnya, meskipun material ini sama-sama terbuat dari besi, namun expanded plate memiliki elastisitas yang lebih tinggi dari plat besi biasa. Namun demikian, buah yang jatuh pada permukaan material ini justru brondolannya akan tersebar sangat jauh. Hal ini diseabkan karena material

(43)

23

Gambar 21 Grafik jarak sebaran brondolan pada material karet

Buah yang jatuh pada material karet, brondolannya tidak akan tersebar terlalu jauh. Hal ini terlihat dari sebaran brondolan yang cukup rendah bila dibandingkan dengan jenis material lainnya. Hal ini sangat dipengaruhi oleh karakteristik material karet yang empuk dan lunak sehingga memiliki daya redam yang sangat baik. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa material karet memiliki daya redam sebaran brondolan yang paling baik diantara material yang diuji.

Pengamatan terhadap persentase buah bertujuan untuk mengetahui sejauh mana material dapat mengakibatkan buah membrondol. Dalam hal ini akan dilihat banyak atau sedikitnya brondolan buah sawit saat jatuh pada masing-masing jenis material, apakah material dapat mengurangi jumlah brondolan, atau justru material tersebut akan mengakibatkan buah semakin banyak membrondol. Pada saat pengujian, terdapat beberapa buah yang sudah rusak di pohon, sehingga saat dipanen buah tersebut membrondol lebih dari 30% sehingga dianggap data pencilan. Berikut adalah grafik hasil pengamatan terhadap jumlah brondolan.

(44)

24

7.40 7.60 7.80 8.00 8.20 8.40 8.60 8.80

Per

Hasil pengamatan menunjukkan bahwa buah yang jatuh pada material besi, persentase brondolannya cukup tinggi. Hal ini juga dipengaruhi oleh daya redam plat besi yang memang kurang baik, sehingga material ini menimbulkan brondolan yang cukup banyak.

Gambar 23 Grafik persentase brondolan pada material kayu

Grafik diatas menunjukkan bahwa persentase brondolan pada material kayu masih cukup tinggi. Bahkan material kayu justru menimbulkan persentase brondolan yang lebih tinggi dibanding besi. Hal ini terlihat pada grafik yang sedikit lebih tinggi bila dibandingkan dengan grafik pada material besi.

Gambar 24 Grafik persentase brondolan pada material expanded plate

(45)

25

Gambar 25 Grafik persentase brondolan pada material karet

Karakteristik material karet yang lunak memberikan banyak keuntungan. Salah satunya adalah buah yang jatuh di atas permukaan material ini cenderung brondolannya hanya sedikit. Artinya material karet dapat mengurangi persentase brondolan buah sawit. Jika dilihat pada grafik, persentase brondolan buah pada material karet paling sedikit atau paling rendah.

Pengamatan terhadap perilaku buah yang terakhir adalah pengamatan terhadap buah memar. Buah memar dikategorikan sebagai losses karena uah memar sangat mudah teroksidasi sehingga mengakibatkan kenaikan asam lemak bebas atau ALB. Dengan demikian perlu diamati seberapa besar persentase memar pada buah yang ditimbulkan akibat berbenturan dengan material. Berikut adalah grafik hasil pengamatan persentase memar pada buah.

Gambar 26 Grafik persentase buah memar pada material besi

(46)

26

7.40 7.60 7.80 8.00 8.20 8.40 8.60 8.80

P

Gambar 27 Grafik persentase buah memar pada material kayu

Grafik di atas menunjukkan bahwa material kayu menimbulkan memar buah sekitar 11-18%. Karakteristik material ini mirip dengan plat besi, dimana permukaannya yang cukup keras dapat menimbulkan memar buah yang cukup banyak.

Gambar 28 Grafik persentase buah memar pada expanded plate

Dari hasil pengamatan yang dilakukan, memar yang ditimbulkan oleh material

expanded plate adalah yang paling besar yaitu sekitar 19-23%. Permukaan

expanded plate yang cenderung kasar dan tajam mengakibatkan buah yang jatuh pada material ini seolah terparut atau tergores, sehingga justru menimbulkan memar buah yang lebih banyak. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa material

(47)

27

Gambar 29 Grafik persentase buah memar pada material karet

Memar buah yang timbul akibat benturan dengan material karet sekitar 11-17%. Sifat material yang lunak memberi daya redam benturan yang lebih baik, sehingga dapat mengurangi memar pada buah. Namun demikian, pengurangan memar buah dirasa masih kurang signifikan karena ketebalan karet yang digunakan juga kurang, sehingga hasilnya tidak terlalu jauh berbeda dari material yang lain.

Terlepas dari sifat atau kemampuan masing-masing material dalam meredam benturan dengan buah, pengamatan ini juga sangat dipengaruhi oleh kondisi buah itu sendiri. Ada beberapa buah yang memang sudah kelewat matang, sehingga lebih lunak dan lebih mudah membrondol. Dengan demikian, meskipun buah ini ditangkap dengan material yang paling empuk akan tetap terjadi losses

yang cukup tinggi. Hal ini juga terjadi pada buah yang busuk atau buah yang sakit. Pemilihan Bahan Landasan Penangkap Buah

(48)

28

Gambar 30 Kerusakan fisik pada plat besi 3mm

Plat besi merupakan material yang paling kuat dalam menahan beban benturan. Sifat dasar besi yang keras dan kaku menjadikan besi mampu bertahan terhadap benturan. Namun pada akhirnya plat besi juga melengkung saat menerima beban benturan buah sawit dari ketinggian 15 m. Hal ini terjadi karena buah sawit yang jatuh cukup besar sehingga energi potensialnya juga semakin besar. Selain itu, faktor kerangka dasar papan uji yang didesain rigid atau kaku mengakibatkan daya redamnya semakin rendah, sehingga akhirnya plat besi melengkung.

Gambar 31 Kerusakan fisik pada expanded plate

(49)

29

Gambar 32 Kerusakan fisik pada kayu

Material jenis kayu mengalami kerusakan parah. Sifat dasar kayu yang cenderung kaku namun tidak terlalu kuat, menjadikan material ini mudah patah saat menerima beban benturan. Seperti yang terlihat pada foto diatas, setelah mengalami beberapa kali benturan kayu akan mengalami retak dan kemudian patah, bahkan terbelah menjadi beberapa bagian.

Gambar 33 Kerusakan fisik pada material karet

Material karet mengalami sobek akibat benturan buah yang terjadi tepat di sudut frame atau kerangka dasar papan uji. Sifat dasar karet yang lunak menjadikan material ini mudah sobek jika terkena benturan.

Untuk lebih memudahkan pemilihan jenis material yang akan digunakan pada alat penangkap dan transporter buah sawit, dapat digunakan penilaian atau

scoring terhadap masing-masing jenis material. Penilaian menggunakan sistem Digital Logic Berpasangan. Nilai tersebut diberikan berdasarkan kemampuan masing-masing material dalam meredam benturan dan mengurangi dampak kerusakan pada buah. Semakin tinggi nilainya, maka jenis material tersebut semakin laik untuk digunakan sebagai material penangkap. Berikut adalah hasil

scoring kelaikan pada masing-masing jenis material.

Tabel 4 Penilaian terhadap kemampuan bahan dalam meredam tinggi pantulan brondolan

No Jenis Material Perbandingan Antar Material Total (1:2) (1:3) (1:4) (2:3) (2:4) (3:4)

1 Plat Besi 0 0 0 0

2 Kayu 1 0 0 1

3 Karet 1 1 1 3

(50)

30

Material karet memiliki nilai tertinggi untuk uji kemampuan dalam meredam pantulan brondolan. Sifat dasar karet yang lunak membuat material ini mampu meredam pantulan dengan baik. Sementara expanded plate memperoleh 2 poin, karena bentuk material yang berongga menjadikan expanded plate cenderung memiliki elastisitas meskipun kecil, sehingga material ini dapat mengurangi tinggi pantulan brondolan. Untuk papan kayu dan plat besi secara berturut-turut memperoleh nilai 1 dan 0. Karakteristik material yang keras tidak mampu meredam pantulan brondolan dengan baik.

Penilaian selanjutnya adalah terhadap kemampuan masing-masing bahan dalam meredam sebaran brondolan buah sawit. Berikut adalah hasil penilaian kemampuan bahan dalam meredam sebaran brondolan .

Tabel 5 Penilaian terhadap kemampuan bahan dalam meredam jarak sebaran brondolan

Dari hasil penilaian di atas, material karet memperoleh 3 poin untuk uji kemampuan dalam meredam sebaran brondolan karena memiliki kemampuan meredam sebaran brondolan yang cukup baik. Untuk material kayu dan plat besi, keduanya memperoleh nilai yang sama yaitu 2 poin untuk uji sebaran brondolan. Sedangkan expanded plate memperoleh 0 poin untuk uji kemampuan meredam sebaran brondolan karena material ini memiliki daya redam sebaran yang paling buruk.

Penilaian berikutnya adalah terhadap kemampuan masing-masing material dalam mengurangi jumlah brondolan. Kemampuan material dalam mengurangi persentase brondolan buah sawit sangat diperlukan karena brondolan dikategorikan sebagai losses sehingga harus ditekan seminimal mungkin untuk mengurangi kerugian. Berikut adalah tabel hasil penilaian terhadap kemampuan masing-masing material dalam mengurangi persentase brondolan.

Tabel 6 Penilaian terhadap kemampuan bahan dalam mengurangi persentase brondolan

No Jenis Material Perbandingan Antar MAterial Total (1:2) (1:3) (1:4) (2:3) (2:4) (3:4)

(51)

31 Selain memperoleh nilai tertinggi pada uji kemampuan meredam benturan dan meredam jarak sebaran brondolan, material karet juga memperoleh nilai tertinggi pada uji kemampuan mengurangi losses berupa brondolan. Karet memiliki karakter yang lunak sehingga tidak mengakibatkan buah mlepas brondolan dalam jumlah yang banyak. Material expanded plate memperoleh 2 poin dalam uji kemampuan mengurangi persentase brondolan. Bentuk material yang berlubang membuat elastisitasnya naik sehingga dapat mengurangi jumlah brondolan. Sedangkan untuk material kayu dan plat besi memperoleh nilai yang sama yaitu 1 poin. Kedua material sama-sama memiliki karakter yang keras sehingga menyebabkan buah sawit banyak melepas brondolan saat jatuh di atas permukaannya.

Selain brondolan, buah memar juga dapat digolongkan sebagai losses pada saat pemanenan buah sawit. Buah yang memar akan dengan cepat teroksidasi sehingga kadar Asam Lemak Bebas atau ALB buah akan meningkat, sehingga dapat menurunkan kualitas minyak kelapa sawit. Dengan demikian, penilaian terhadap kemampuan bahan dalam mengurangi memar pada buah juga sangat diperlukan. Berikut adalah penilaian terhadap kemampuan bahan untuk mengurangi buah memar.

Tabel 7 Penilaian terhadap kemampuan bahan dalam mengurangi persentase buah memar

Hasil penilaian di atas menunjukkan bahwa karet memiliki kemampuan dalam mengurangi persentase brondolan yang paling baik jika dibandingkan dengan jenis material lainnya. Permukaan karet yang lunak tidak terlalu menimbulkan memar pada buah. Sedangkan kayu dan palt besi memiliki kemampuan yang hampir sama, namun kayu menimbulkan memar yang lebih sedikit daripada plat besi, sehingga dalam penilaian kayu memperoleh poin yang lebih besar dari plat besi. Expanded plate adalah material yang paling banyak menimbulkan memar atau kerusakan fisik pada buah sawit. Permukaan expanded plate yang cenderung kasar dan tajam sangat mudah melukai buah, sehingga buah yang jatuh seolah seperti terparut atau tergores permukaan bahan yang tajam.

Penilaian terakhir yang juga merupakan poin paling penting dalam pemilihan bahan yang akan digunakan pada alat penangkap dan transporter buah sawit adalah penilaian terhadap kekuatan fisik atau ketahanan bahan dalam menerima beban benturan dengan buah.berikut adalah hasil penilaian terhadap kekuatan atau ketahanan fisik bahan pada saat mengalami benturan dengan buah. No Jenis Material Perbandingan Antar Material Total

(52)

32

Tabel 8 Penilaian terhadap kekuatan fisik bahan

No Jenis Material Perbandingan Antar MAterial Total (1:2) (1:3) (1:4) (2:3) (2:4) (3:4) Secara teoritis, besi memang memiliki ketahanan yang paling besar. Sifat dasarnya yang keras dan kaku membuat besi sanggup bertahan meskipun terkena benturan dengan frekuensi tinggi. Sedangkan kayu dan expanded plate sama-sama memperoleh 1 poin karena keduanya hanya mampu bertahan dalam beberapa kali pengujian saja, selanjutnya kedua bahan tersebut mengalami kerusakan parah dan tidak dapat digunakan lagi. Material karet memiliki kekuatan fisik paling kecil karena sifat dasarnya yang lunak sehingga mudah sobek jika terkena benturan.

Setelah penilaian terhadap masing-masing pengujian material, selanjutnya nilai yang diperoleh dijumlahkan untuk mengetahui nilai akhir masing-masing material. Berikut adalah tabel hasil penjumlahan nilai dari setiap jenis pengujian material.

Tabel 9 Hasil penjumlahan nilai dari setiap pengujian material

(53)

33

pada permukaannya, akan diperoleh material yang kokoh, tahan terhadap benturan, namun juga tidak menimbulkan kerusakan berlebih pada buah karena permukaannya yang lunak sehingga dapat meredam benturan.

Analisis Energi Potensial Buah Sawit

Buah sawit memiliki energi potensial yang cukup besar saat terjatuh. Sayangnya sampai saat ini energi potensial buah sawit belum dimanfaatkan karena keterbatasan teknologi pemanenan. Padahal energi potesial dapat ditangkap untuk kemudian mengkonversinya menjadi bentuk energi lain. Dalam hal ini, energi potensial buah sawit ditangkap kemudian mengkonversinya menjadi energi kinetik untuk menggerakkan alat transporter buah sawit, sehingga dapat meringankan beban kerja pemanen sawit. Namun perlu dilakukan analisis terlebih dahulu mengenai besarnya energi potensial. Berikut adalah grafik sebaran energi potensial buah sawit berdasarkan ketinggian buah.

Gambar 34 Grafik energi potensial buah sawit

(54)

34

Konseptual Desain Penangkap dan Transporter Buah Sawit

Alat penangkap dan transporter buah sawit adalah alat yang dirancang untuk meringankan beban kerja para pemanen buah sawit. Bentuk umum dari alat ini menyerupai kereta angkong, karena pada dasarnya alat ini merupakan modifikasi atau pengembangan dari kereta angkong. Konsep dasar dari alat penangkap dan transporter buah sawit adalah memanfaatkan energi potensial dari buah sawit yang jatuh, kemudian menyimpan energi tersebut ke dalam pegas spiral. Energi potensial yang sudah tersimpan selanjutnya dikonversi ke dalam bentuk energi kinetik untuk menggerakkan roda. Dengan demikian, pemanen buah sawit tidak perlu lagi mendorong alat ini saat mengangkut hasil panen. Ukuran atau dimensi alat penangkap dan transporter harus disesuaikan agar mampu bergerak pada kisaran atau range jarak jatuh buah sawit saat dipetik.

Salah satu mekanisme yang memungkinkan untuk digunakan pada alat penangkap dan transporter buah sawit adalah mekanisme lengan ayun. Konsepnya adalah menambahkan lengan ayun pada bak penangkap. Lengan ayun tersebut juga difungsikan sebagai kerangka luar bak dengan tujuan untuk memperkuat bak agar tidak cepat bengkok atau melengkung saat menerima beban benturan dengan buah sawit. Berikut adalah gambar sketsa bak penangkap dan lengan ayun untuk memperjelas gambaran konsep mekanisme lengan ayun yang dimaksud di atas.

Gambar 35 (a) Bak penangkap dan (b) Lengan ayun (a)

(55)

35

Gambar 36 Bak penangkap dan lengan ayun yang telah dirangkai Bak penangkap yang akan digunakan dibuat plat besi yang dilapisi dengan material karet pada permukaannya. Hal ini sesuai dengan hasil analisis material yang telah dilakukan sebelumnya, yaitu dengan perpaduan antara plat besi yang dilapisi karet pada permukaannya, akan diperoleh material yang kokoh, tahan terhadap benturan, namun juga tidak menimbulkan kerusakan berlebih pada buah karena permukaannya yang lunak sehingga dapat meredam benturan. Untuk bahan lengan ayunnya disarankan untuk menggunakan besi pejal bulat. Hal ini sangat diperlukan karena pada penggunaannya, alat ini akan banyak menerima benturan. Berikut adalah skema prinsip kerja mekanisme lengan ayun untuk menangkap energi potensial dari buah sawit.

Gambar 37 Skema prinsip kerja mekanisme lengan ayun

Cara kerja mekanisme lengan ayun adalah ketika buah sawit jatuh ke dalam bak penangkap, maka bak penangkap akan mengayun akibat menerima gaya dari buah sawit. Gerakan mengayun tersebut digunakan untuk menggerakkan tuas yang dikaitkan pada bagian bawah bak penangkap. Tuas tersebut akan menggulung pegas spiral didalam rumah pegas. Dengan demikian, energi potensial saat buah sawit jatuh dapat ditangkap dan disimpan untuk selanjutnya

Buah sawit

Bak penangkap

(56)

36

dikonversi ke dalam energi kinetik untuk menggerakkan roda. Untuk menyalurkan energi kinetik dari pegas ke roda, bisa menggunakan rantai dan sproket untuk menghindari slip. Mekanisme kopling juga akan diperlukan untuk menghindari penyaluran energi yang tersimpan pada pegas ke roda secara langsung. Hal ini bertujuan agar alat dapat dikendalikan sesuai kebutuhan pemanen. Berikut adalah gambar sketsa dari alat penangkap dan transporter buah sawit yang menggunakan mekanisme lengan ayun.

(57)

37

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

Pada saat memanen buah sawit, rata-rata pemanen mengambil jarak sekitar 1.6 - 3 m dari pokok tanaman sawit dengan sudut penarikan egrek sekitar 54o-85o. Pada umumnya pemanen mangambil posisi tersebut berdasarkan kenyamanan untuk memanen. Rata-rata tandan buah yang dipetik jatuh pada range 0.6 m - 1.4 m dari pokok tanaman sawit. Berat dari tandan buah berada di kisaran 16 kg sampai 32 kg.

Jenis material yang paling direkomendasikan untuk digunakan pada alat penangkap dan transporter buah sawit adalah plat besi yang dipadukan dengan karet sebagai bantalan permukaannya. Dengan memadukan plat besi yang dilapisi karet pada permukaannya, akan diperoleh material yang kokoh, tahan terhadap benturan, namun juga tidak menimbulkan kerusakan berlebih pada buah karena permukaannya yang lunak sehingga dapat meredam benturan.

Buah sawit menyimpan energi potensial yang cukup besar pada saat dipanen. Hasil pengamatan menunjukkan rata-rata energi potensial buah sawti yang dipetik pada ketinggian buah 3 m, 8 m, 9 m, dan 15 m adalah berturut-turut 0.6 kJ, 1.7 kJ, 2.0 kJ, dan 3.6 kJ. Selain dipengaruhi oleh bobot buah, energi potensial juga dipengaruhi oleh ketinggian buah dari tanah. Dengan demikian, energi potensial buah sawit bisa lebih besar atau lebih kecil dari hasil pengamatan, tergantung kondisi tanaman dan buah sawit yang dipetik.

Saran

(58)

38

DAFTAR PUSTAKA

Akbar A. 2008. Manajemen Panen Di Perkebunan Kelapa Sawit (Elaeis guineensis Jacq.) Pantai Bunati Estate, PT. Sajang Heulang, Minamas Plantation, Tanah Bumbu, Kalimantan Selatan [Skripsi]. Bogor (ID): Institut pertanian Bogor.

[BBP2TP] Balai Besar Pengkajian Dan Pengembangan Teknologi Pertanian. 2008.

Teknologi Budidaya KELAPA SAWIT. Jakarta (ID): Badan Penelitian Dan Pengembangan Pertanian.

Fauzi Y, Widyastuti YE, Iman S, dan Hartono R. 2006. Kelapa sawit: Budidaya, Pemanfaatan Hasil dan Limbah, Analisis Usaha dan Pemasaran. Jakarta (ID): Penebar Swadaya.

Koedadiri AD, Sutarta ES, Darmosarkoro W, Purba P, Fadli L dan Rahutomo S. 2005. Panen, hal 8.1 – 8.8 Dalam L. Buana, D. Siahaan dan S. Adiputra, (Eds). Kultur Teknis Kelapa Sawit. Pusat Penelitian Kelapa Sawit. Medan. Sumatera Utara (ID)

[Litbang] Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Departemen Pertanian. 2005. Prospek dan Pengembangan Agribisnis Kelapa Sawit. Jakarta (ID): Departemen Pertanian.

Lubis AU. 1992. Kelapa Sawit (Elaeis Guineensis Jacq.) di Indonesia. Pematang Siantar (ID): Pusat Penelitian Perkebunan Marihat.

Naibaho PM. 1998. Teknologi Pengolahan Kelapa Sawit. Medan (ID): Pusat Penelitian Kelapa Sawit.

Pahan I. 2006. Panduan Lengkap Kelapa Sawit : Manajemen Agribisnis Dari Hulu Hingga Hilir. Jakarta (ID): Penebar swadaya.

Prabowo IHS. 2009. Pengelolaan Kelapa Sawit (Elaeis guineensis Jacq.) Di PT Eramitra Agro Lestari, Bakrie Sumatera Plantation, Jambi (dengan Aspek Khusus Pemanenan) [Skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.

[Pusdatin] Pusat Data dan Informasi Pertanian Kementrian Pertanian. 2010.

OUTLOOK KOMODITAS PERTANIAN PERKEBUNAN. Jakarta (ID): Kementerian Pertanian.

Putranti KA. 2013. Studi Waktu (Time Study) pada Aktivitas Pemanenan Kelapa Sawit Di Perkebunan Sari Lembah Subur, Riau [Skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.

Setyamidjaja S. 1991. Budidaya Kelapa Sawit. Jogjakarta (ID): Kanisius.

Sunarko. 2009. Budi Daya Dan Pengelolaan Kebun Kelapa Sawit dengan Sistem Kemitraan.Jakarta (ID): Agromedia Pustaka.

Suwandi A. 2001. Modul 3 Alat Ukur Dan Alat Bantu: Power, Force & Energy. Pusat Pengembangan Bahan Ajar-UM

(59)

39

Lampiran 1 Data hasil pengukuran karakteristik teknik pemanenan

Hari/Tgl : Kamis/28 Maret 2013 Keterangan : Blok 23

Dimensi Buah (cm) Berat Total TBS (Kg) Panjang Lebar Tinggi

1 1.8 7.4 8.69 78.29 1.2 68 50 29 27.89

Hari/Tgl : Sabtu/30 Maret 2013 Keterangan : Blok 43 Panjang Lebar Tinggi

(60)

40

Hari/Tgl : Sabtu/30 Maret 2013 Keterangan : Blok 41

Dimensi Buah (cm) Berat Total TBS (kg) Panjang Lebar Tinggi

1 2.3 13.35 14.64 81.07 1.4 65 57 34 24.74

Hari/Tgl : Senin/1 April 2013 Keterangan : Blok 7 Panjang Lebar Tinggi

(61)

41

(62)
(63)

43

Lampiran 3 Rata-rata hasil uji perilaku buah terhadap material Jenis

Lampiran 4 Data hasil analisis energi potensial buah sawit.

(64)
(65)

45

No Tinggi

Buah (m)

Volume Buah (m3)

Berat Total Tbs (kg)

Energi Potensial (Joule)

1 2.64 0.08 17.68 457.14

2 2.91 0.09 28.77 821.24

3 2.97 0.07 17.25 501.91

4 2.78 0.05 16.08 439.06

5 2.85 0.07 18.93 529.07

6 2.71 0.07 17.37 462.19

7 2.71 0.05 18.98 505.02

8 2.64 0.10 26.67 689.58

9 2.85 0.08 19.79 553.11

10 2.78 0.09 22.61 617.35

11 2.71 0.06 19.35 514.87

12 2.91 0.11 27.84 794.69

13 2.64 0.08 19.73 510.14

14 3.02 0.07 18.96 561.30

15 2.97 0.10 22.17 645.06

16 2.97 0.11 28.77 837.09

(66)

46

Lampiran 5 Data produktifitas tanaman sawit

(67)

47

RIWAYAT HIDUP

Muhammad Iqbal Nazamuddin. Lahir pada tanggal 16 Mei 1989 di Ponorogo, Jawa Timur. Penulis lahir sebagai anak tunggal dari pasangan Bapak Tohari Ismail dan Ibu Erly Krisnawati. Pendidikan formal ditempuh di SLTPN 1 Ponorogo, Jawa Timur (2001-2004), SMA Muhammadiyah 1 Ponorogo, Jawa Timur (2004-2007), dan Institut Pertanian Bogor melalui jalur USMI di Departemen Teknik Pertanian (Teknik Mesin dan Biosistem) Fakultas Teknologi Pertanian (2007-2013). Selama mengikuti perkuliahan, penulis aktif dalam berbagai organisasi termasuk menjadi pengurus Badan Eksekutif Mahasiswa FATETA (BEM-F) sebagai staf Agritech pada periode 2008-2009, dan sebagai ketua departemen Agritech pada periode 2009-2010. Adapun prestasi yang pernah diukir penulis antara lain finalis Regional II dalam lomba Kontes Robot Cerdas Indonesia (KRCI) yang diadakan di Bandung tahun 2010. Pada tahun 2013, penulis melakukan penelitian sebagai syarat kelulusan Sarjana Teknologi

(68)
(69)

Gambar

Gambar 4 Pengukuran karakteristik teknik pemanenan buah sawit pemanen
Tabel 2 Pengujian dan alat ukur yang digunakan dan metodenya
Gambar 7 Jenis material yang digunakan sebagai landasan
Gambar 8 Metode pendugaan ketinggian pantulan brondolan
+7

Referensi

Dokumen terkait

Variabel sebelumya yaitu pola pemberian asi dan pola makanan pembanding asi sedangkan variabel penelitian ini pola konsumsi susu formula serta subjek penelitian berada

Pengaruh tekanan pada saat kompaksi akan menyebabkan partikel Al mengalami deformasi plastis, karena sifat logam Al yang ulet, sehingga dengan adanya deformasi

Yang dimaksud dengan pendekatan bermain dalam penelitian ini adalah; aktivitas bermain baik yang dilakukan secara individu maupun kelompok untuk meningkatkan potensi gerak

Untuk Ini Kam Meminta Para Dosen /Peneliti dengan status diatas untuk menyampaikan surat pengunduran diri sebagai ketua dan surat kesediaan ketua yang baru kepada

Berdasarkan tujuan dari penelitian ini, penulis menyimpulkan bahwa tidak terdapat aturan khusus dan terstandar secara baik tentang prinsip-prinsip kelalaian sebagai

Hasil penelitian menunjukkan bahwa komunikasi teraupeutik dan senam hamil sangat berpengaruh terhadap tekanan darah systole, diastole, nadi, suhu, pernafasan dan perdarahan

dengan konsentrasi Fe yang cukup tinggi pada kultur hara dapat dilakukan untuk.. mempelajari tingkat keracunan besi dalam waktu yang singkat, biaya yang

It give me great happiness to extend my sincere and warm welcome to the participants of the International Conference on Mathematics, Science, Education and Technology