SUBSTITUSI AGREGAT HALUS PADA BETON DENGAN
LIMBAH PRODUKSI PABRIK PENGECORAN LOGAM
TUGAS AKHIR
Diajukan untuk melengkapi tugas-tugas dan memenuhi syarat dalam
menempuh Colloqium Doctum/Ujian Sarjana Teknik Sipil
Disusun oleh:
SARFIN HALIM
10 0404 134
BIDANG STUDI STRUKTUR
DEPARTEMEN TEKNIK SIPIL
FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
2015
ABSTRAK
Bahan buangan atau limbah sering dimanfaatkan menjadi suatu bahan yang dapat difungsikan untuk keperluan tertentu seperti bidang rekayasa bahan bangunan, limbah sudah sering diteliti untuk kemudian dimanfaatkan. Salah satu bahan buangan yang belum begitu banyak diteliti sebagai bahan bangunan beton yaitu limbah pabrik pengecoran logam. Limbah pabrik pengecoran logam ini berasal dari pasir yang dimanfaatkan sebagai cetakan untuk menahan panas cairan logam yang mencapai 13000C. Pasir tersebut diberikan phenolic resin dan zat
kimia lainnya yang dapat membuat pasir mengeras sehingga dapat dimanfaatkan sebagai cetakan. Setelah diteliti ternyata limbah tersebut mengandung beberapa senyawa yang mungkin dapat meningkatkan kekuatan beton yaitu : silikat (SiO2),
ferrit (Fe2O3), kapur (CaO), dan magnesia (MgO).
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui seberapa besar pengaruh substitusi agregat halus dengan limbah pabrik pengecoran logam terhadap kuat tekan dan kuat tarik belah beton. Komposisi penggantian agregat halus dengan limbah pabrik pengecoran logam sebanyak 0%, 10%, 20%, 30%. Sampel yang digunakan adalah berbentuk silinder (Φ = 15 ; h = 30) dengan mutu beton yang direncanakan 50 MPa. Jumlah sampel sebanyak 96 sampel, terdiri dari 4 variasi dan masing-masing variasi sebanyak 24 sampel. Sampel diuji pada umur 3 hari, 7 hari, 14 hari dan 28 hari. Sampel akan dirawat dengan cara perendaman di air sebelum diuji.
Dari hasil penelitian diperoleh terjadi peningkatan kuat tekan beton pada variasi substitusi 10%, 20 dan 30% masing-masing sebesar 12,78%; 20,44%; 25,55% terhadap beton yang tidak menggunakan limbah pada umur 28 hari. Sedangkan pada pengujian kuat tarik belah terjadi peningkatan pada variasi substitusi 10%, 20% dan 30% masing-masing sebesar 5,84%; 9,83%; 12,3% terhadap beton yang tidak menggunakan limbah pada umur 28 hari.
ii
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas segala rahmat dan berkat-Nya hingga selesainya tugas akhir ini dengan judul “Substitusi Agregat Halus Pada Beton Dengan Limbah Produksi Pabrik Pengecoran Logam”. Tugas akhir ini disusun untuk diajukan sebagai salah satu syarat yang harus dipenuhi dalam ujian sarjana Teknik Sipil bidang Studi Struktur pada Departemen Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara (USU).
Penulis menyadari bahwa tugas akhir ini masih memiliki banyak kekurangan. Hal ini disebabkan keterbatasan pengetahuan dan kurangnya pemahaman penulis. Dengan tangan terbuka dan hati yang tulus penulis menerima saran kritik Bapak dan Ibu dosen serta rekan mahasiswa demi penyempurnaan tugas akhir ini.
Penulis juga menyadari bahwa selesainya tugas akhir ini tidak lepas dari bimbingan, dukungan dan bantuan semua pihak. Untuk itu, pada kesempatan ini penulis ingin mengucapkan ucapan terima kasih kepada :
1. Bapak Ir. Syahrizal, M.T., sebagai dosen pembimbing 1 dan sekretaris departemen Teknik Sipil Universitas Sumatera Utara. Ibu Rahmi Karolina, ST.MT, sebagai dosen pembimbing 2, yang telah banyak memberikan dukungan, masukan, bimbingan serta meluang waktu, tenaga dan pikiran dalam membantu saya menyelesaikan tugas akhir ini.
2. Bapak Prof. Dr. Ing. Johannes Tarigan, selaku ketua departemen Teknik Sipil Universitas Sumatera Utara.
3. Teristimewa kepada kedua Orang Tua penulis, Graciela, Sahat Halim, Yeni Halim, dan Aini Halim yang telah mendukung, menyemangati serta mendoakan penulis di setiap kegiatan akademis penulis.
4. Effendi, selaku abang senior stambuk 2007 yang memberikan kontribusi besar kepada penulis dalam hal memberikan semangat dan arahan hingga selesainya
tugas akhir ini.
5. Seluruh Bapak dan Ibu Dosen Pengajar Departemen Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara yang telah membimbing dan memberikan pengajaran kepada Penulis selama menempuh masa studi di Departemen Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara
6. Para pegawai Departemen Teknik Sipil Fakultas Teknik USU atas ketersediannya untuk mengurus administrasi Tugas akhir ini.
7. Asisten Laboratorium Bahan Rekayasa, Rahmadsyah Rangkuti, Muhammad Fauzi, Bagus Hariawan, Zulfikar dan Rizky Nanda.
8. Teman-teman jurusan Teknik Sipil, terutama teman-teman seangkatan 2010,
stambuk 2007, 2008 dan 2009 serta adik-adik 2013 terima kasih atas bantuan dan informasi mengenai kegiatan sipil selama ini.
9. Berbagai pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu-persatu. Terima kasih untuk semuanya.
iv Akhir kata, Penulis berharap Tugas Akhir ini dapat memberikan manfaat yang sebesar-besarnya bagi kita semua. Amin.
Medan, Februari 2015
Sarfin Halim 10 0404 134
DAFTAR ISI
ABSTRAK ... i
KATA PENGANTAR ... ii
DAFTAR ISI ... v
DAFTAR GAMBAR ... viii
DAFTAR TABEL ... x
DAFTAR NOTASI ... xi
DAFTAR LAMPIRAN ... xii
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ... 1
1.2 Perumusan Masalah ... 3
1.3 Tujuan Pemecahan Masalah ... 4
1.4 Manfaat Penelitian ... 4
1.5 Batasan Masalah ... 4
1.6 Metodologi Penelitian ... 6
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Umum ... 9
2.2 Beton Segar (Fresh Concrete) ... 11
2.2.1 Kemudahan Pengerjaan (Workability) ... 11
2.2.2 Pemisahan Kerikil (Segregation) ... 14
vi
2.3.1 Kekuatan Tekan Beton (f’c) ... 16
2.3.2 Kuat Tarik Beton ... 23
2.4 Bahan Penyusun Beton ... 23
2.4.1 Semen ... 24
2.4.1.1 Semen Portland ... 25
2.4.1.2 Jenis Semen Portland ... 26
2.4.1.3 Bahan Penyusun Semen Portland ... 27
2.4.2 Agregat ... 28
2.4.2.1 Agregat Halus ... 28
2.4.2.2 Agregat Kasar ... 30
2.4.3 Air ... 32
2.4.4 Bahan Tambahan ... 33
2.4.4.1 Alasan Penggunaan Bahan Tambahan ... 35
2.4.4.2 Perhatian Penting dalam Penggunaan Bahan Tambahan ... 37
2.4.4.3 Jenis Bahan Tambah Kimia ... 38
2.4.4.4 Jenis Bahan Tambah Mineral ... 41
2.4.4.5 Jenis Bahan Tambah Lainnya ... 44
BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Umum ... 52
3.2 Bahan-Bahan Penyusun Beton ... 54
3.2.1 Semen Portland ... 54
3.2.2 Agregat Halus ... 54
3.2.3 Agregat Kasar ... 57
3.2.4 Limbah Pabrik Pengecoran Logam ... 61
3.2.5 Air ... 64
3.2.6 Superplasticizer ... 64
3.2.7 Silicafume ... 64
3.3 Perencanaan Campuran Beton (Mix Design) ... 65
3.4 Penyediaan Bahan Penyusun Beton ... 65
3.5 Pembuatan Benda Uji ... 66
3.6 Penggunaan Limbah Pabrik Pengecoran Logam ... 67
3.7 Pengujian Sampel ... 68
3.7.1 Uji Kuat Tekan Beton ... 68
3.7.2 Uji Kuat Tarik Beton ... 69
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Nilai Slump ... 71
4.2 Kuat Tekan Silinder Beton ... 73
4.3 Kuat Tarik Belah Silinder Beton ... 77
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan ... 81
5.2 Saran ... 82
viii DAFTAR GAMBAR
Gambar 1.1 Limbah pabrik pengecoran logam ... 3
Gambar 1.2 Benda uji silinder ... 5
Gambar 2.1 Kerucut abrams ... 13
Gambar 2.2 Slump sebenarnya ... 13
Gambar 2.3 Slump geser ... 14
Gambar 2.4 Slump runtuh ... 14
Gambar 2.5 Model benda uji silinder ... 18
Gambar 2.6 Hubungan antara faktor air semen dengan kekuatan beton selama masa perkembangannya ... 19
Gambar 2.7 Hubungan antara umur beton dan kuat tekan beton ... 20
Gambar 2.8 Perkembangan kekuatan tekan mortar untuk berbagai tipe portland semen ... 21
Gambar 2.9 Pengaruh jumlah semen terhadap kuat tekan beton pada faktor air semen sama ... 21
Gambar 2.10 Pengaruh jenis agregat terhadap kuat tekan beton ... 22
Gambar 2.11 Abu serabut kelapa ... 47
Gambar 2.12 Limbah pabrik pengecoran logam ... 49
Gambar 2.13 Pasir silica ... 50
Gambar 2.14 Bahan tambah lainnya ... 50
Gambar 2.15 Cetakan kayu ... 50
Gambar 2.16 Cetakan pasir setelah dilepas dari cetakan kayu dan di-coating ... 50
Gambar 2.17 Cetakan pasir yang baru dituang cairan logam ... 50 Gambar 2.18 Cetakan pasir yang didinginkan ... 50 Gambar 2.19 Diagram alir limbah pabrik pengecoran logam ... 51 Gambar 3.1 Diagram alir pembuatan beton dengan pasir biasa dan beton dengan substitusi limbah pabrik pengecoran logam terhadap
agregat halus ... 53 Gambar 3.2 Uji tekan beton ... 68 Gambar 3.3 Uji split cylinder ... 70 Gambar 4.1 Grafik nilai slump terhadap variasi limbah pabrik pengecoran logam... 72 Gambar 4.2 Grafik kuat tekan beton dengan substitusi limbah pabrik
pengecoran logam terhadap umur beton ... 75 Gambar 4.3 Grafik kuat tekan beton dengan substitusi limbah pabrik
pengecoran logam terhadap persentase substitusi limbah
pabrik pengecoran logam ... 76
Gambar 4.4 Grafik kuat tarik belah beton dengan substitusi limbah pabrik pengecoran logam terhadap umur beton ... 79 Gambar 4.5 Grafik kuat tarik belah beton dengan substitusi limbah pabrik pengecoran logam terhadap persentase substitusi limbah
x DAFTAR TABEL
Tabel 1.1 Variasi Subtitusi Limbah Pabrik Pengecoran Logam ... 6
Tabel 2.1 Beberapa jenis beton menurut kuat tekannya ... 18
Tabel 2.2 Perkiraan kuat tekan beton pada berbagai umur ... 20
Tabel 2.3 Komposisi senyawa utama semen portland... 27
Tabel 2.4 Komposisi senyawa pembentuk semen portland ... 27
Tabel 2.5 Batasan gradasi untuk agregat halus ... 29
Tabel 2.6 Susunan besar butiran agregat kasar ... 31
Tabel 2.7 Kandungan senyawa pada abu serabut kelapa dan semen ... 47
Tabel 2.8 Kandungan limbah pabrik pengecoran logam ... 49
Tabel 3.1 Proporsi material penyusun beton ... 67
Tabel 4.1 Nilai slump untuk berbagai variasi subtitusi ... 71
Tabel 4.2 Hasil pengujian kuat tekan beton dengan variasi subtitusi limbah pabrik pengecoran logam terhadap agregat halus ... 74
Tabel 4.3 Hasil pengujian kuat tarik belah beton dengan variasi subtitusi limbah pabrik pengecoran logam terhadap agregat halus ... 78
DAFTAR NOTASI
SSD : saturated surface dry n : jumlah sampel
f'c : kuat tekan beton karakteristik (MPa) fc’ : kekuatan tekan (kg/cm2)
P : beban tekan (kg) A : luas penampang (cm2)
S : deviasi standar (kg/cm2)
σ’b : kekuatan masing – masing benda uji (MPa)
σ’bm : kekuatan beton rata –rata (MPa)
N : jumlah total benda uji hasil pemeriksaan Fct : tegangan rekah beton (kg/cm)
P : beban maksimum (kg) L : panjang sampel (cm)
D : diameter (cm)
xii DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran I Concrete Mix Design Lampiran II Pemeriksaan Bahan
Lampiran III Pemeriksaan Limbah Pabrik Pengecoran Logam
Lampiran IV Data Pengujian Kuat Tekan Lampiran V Data Pengujian Kuat Tarik Belah Lampiran VI Dokumentasi
ABSTRAK
Bahan buangan atau limbah sering dimanfaatkan menjadi suatu bahan yang dapat difungsikan untuk keperluan tertentu seperti bidang rekayasa bahan bangunan, limbah sudah sering diteliti untuk kemudian dimanfaatkan. Salah satu bahan buangan yang belum begitu banyak diteliti sebagai bahan bangunan beton yaitu limbah pabrik pengecoran logam. Limbah pabrik pengecoran logam ini berasal dari pasir yang dimanfaatkan sebagai cetakan untuk menahan panas cairan logam yang mencapai 13000C. Pasir tersebut diberikan phenolic resin dan zat
kimia lainnya yang dapat membuat pasir mengeras sehingga dapat dimanfaatkan sebagai cetakan. Setelah diteliti ternyata limbah tersebut mengandung beberapa senyawa yang mungkin dapat meningkatkan kekuatan beton yaitu : silikat (SiO2),
ferrit (Fe2O3), kapur (CaO), dan magnesia (MgO).
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui seberapa besar pengaruh substitusi agregat halus dengan limbah pabrik pengecoran logam terhadap kuat tekan dan kuat tarik belah beton. Komposisi penggantian agregat halus dengan limbah pabrik pengecoran logam sebanyak 0%, 10%, 20%, 30%. Sampel yang digunakan adalah berbentuk silinder (Φ = 15 ; h = 30) dengan mutu beton yang direncanakan 50 MPa. Jumlah sampel sebanyak 96 sampel, terdiri dari 4 variasi dan masing-masing variasi sebanyak 24 sampel. Sampel diuji pada umur 3 hari, 7 hari, 14 hari dan 28 hari. Sampel akan dirawat dengan cara perendaman di air sebelum diuji.
Dari hasil penelitian diperoleh terjadi peningkatan kuat tekan beton pada variasi substitusi 10%, 20 dan 30% masing-masing sebesar 12,78%; 20,44%; 25,55% terhadap beton yang tidak menggunakan limbah pada umur 28 hari. Sedangkan pada pengujian kuat tarik belah terjadi peningkatan pada variasi substitusi 10%, 20% dan 30% masing-masing sebesar 5,84%; 9,83%; 12,3% terhadap beton yang tidak menggunakan limbah pada umur 28 hari.
`
1 BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Beton merupakan bahan yang sangat penting dan banyak digunakan
dalam dunia kontruksi di Indonesia karena banyak keuntungan yang diberikan
kepada kita, diantaranya adalah kuat menahan gaya tekan, bahan-bahan
pembentuk mudah diperoleh, mudah dibentuk, harga lebih murah, tidak
memerlukan perawatan khusus dan lebih tahan terhadap lingkungan. Beton
terbentuk dari campuran agregat kasar dan agregat halus (pasir, kerikil, batu
pecah, atau jenis agregat lain) dengan semen dan air sebagai pengikatnya.
Dalam bidang konstruksi, campuran beton merupakan objek yang sering
dijadikan sebagai penelitian untuk mendapatkan metode konstruksi yang efisien.
Salah satu syarat beton adalah mempunyai kuat tekan tinggi tetapi mudah
dikerjakan (workable). Semakin banyak beton yang digunakan sebagai bahan
penyusun struktur beton, maka mendorong penelitian untuk mengembangkan
material beton.
Banyaknya jumlah penggunaan beton dalam kontruksi mengakibatkan
peningkatan kebutuhan material pembentuk beton salah satunya agregat halus
yaitu pasir. Agregat halus berupa pasir adalah material yang memiliki ukuran
butiran kurang dari 5mm (lolos ayakan 4,76mm) dan biasanya kadar lumpur pada
agregat halus tidak boleh lebih dari 5%. Pasir dapat berasal dari hasil desintegrasi
alami dari batu-batuan atau berupa pasir yang dihasilkan oleh alat-alat pemecah
batu. Biasanya tempat penambangan terjadi keterbatasan akan material agregat
`
halus sehingga dibutuhkan alternatif untuk mengatasi kelangkaan tersebut.
Lagipula pembentukan beton secara besar-besaran ini dapat mengakibatkan pasir
biasa semakin lama akan semakin berkurang. Hal ini mendorong kita untuk
mencari alternatif lain untuk mengurangi ketergantungan kita pada pasir biasa.
Sehingga jumlah sumber daya alam yang tersedia untuk keperluan pembetonan
tidak akan cepat habis.
Keterbatasan kemampuan alam dalam menyediakan material pembentuk
beton merupakan sebuah persoalan yang penting. Lagipula pemanfaatan limbah
sebagai pengganti agregat halus bukan merupakan barang baru lagi. Limbah
tersebut bisa berasal dari perkebunan, pertanian, sisa konstruksi, maupun sisa dari
proses produksi pabrik. Pemanfaatan limbah ini bertujuan untuk mengurangi
penggunaan bahan campuran beton. Dengan mengurangi penggunaan bahan
campuran, maka diharapkan biaya pembuatan beton akan menjadi lebih murah.
Dalam penelitian ini akan diteliti limbah produksi pabrik pengecoran
logam. Limbah pabrik pengecoran logam tersebut didapat dari pasir silica yang
digunakan untuk menahan panas cairan logam yang mencapai 1300°C. Pasir
silica tersebut diberikan zat kimia yang dapat membuat pasir mengeras sehingga
dapat menahan cairan logam. Setiap hari pabrik pengecoran logam tersebut
menggunakan pasir kurang lebih 60 ton/hari. Sebagian limbah tersebut biasanya
ditreatment dan kemudian dimanfaatkan sebagai timbunan. Jadi penelitian ini
memanfaatkan limbah yang belum ditreatment tersebut sebagai pengganti agregat
halus pada beton. Setelah diteliti limbah produksi pabrik pengecoran tersebut
`
3 Kandungan yang terdapat pada limbah sisa produksi tersebut mungkin saja dapat
membuat beton semakin kuat. Selain itu limbah tersebut mengandung fenol yang
termasuk sebagai limbah B3. Jadi pemanfaatan kembali limbah tersebut sangat
penting karena jika limbah tersebut dibuang terus-menerus pasti suatu saat tempat
pembuangan limbah akan habis. Jika itu terjadi maka limbah tersebut pasti akan
dibuang di sembarang tempat yang mengakibatkan pencemaran lingkungan.
Pencemaran Lingkungan yang ditimbulkan bisa dapat berupa berkurangnya
kesuburan tanah, kebersihan air maupun kebersihan udara. Oleh karena itu limbah
tersebut diharapkan dapat digunakan sebagai pengganti agregat halus pada beton.
1.2 Perumusan Masalah
Penelitian ini akan membandingkan perbedaan kekuatan beton yang
menggunakan agregat halus yang berasal dari pasir biasa dan limbah pabrik
pengecoran logam dengan berbagai variasi.
Perumusan masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :
1. Pengaruh penggunaan limbah pabrik pengecoran logam yang digunakan
sebagai pengganti agregat halus dapat meningkatkan kekuatan beton atau
tidak.
2. Pengaruh penggunaan limbah pabrik pengecoran logam terhadap
workability beton segar.
Gambar 1.1 Limbah Pabrik Pengecoran Logam
`
1.3 Tujuan Pemecahan Masalah
Dari permasalahan yang ada diatas, adapun tujuan yang ingin dicapai
dalam studi ini adalah :
1. Mengetahui kuat tekan dan kuat tarik belah pada beton menggunakan
limbah pabrik pengecoran logam.
2. Mengetahui apakah limbah produksi pabrik pengecoran logam layak
digunakan sebagai pengganti agregat halus atau tidak.
1.4 Manfaat Penelitian
Manfaat yang diperoleh dari penelitian ini adalah sebagai berikut :
1. Menambah wawasan dan informasi tentang penggunaan limbah sisa
produksi pabrik pengecoran logam sebagai agregat halus.
2. Diharapkan kedepannya limbah sisa produksi pabrik pengecoran logam
dapat digunakan sebagai pengganti agregat halus untuk mengurangi
pencemaran.
3. Sumber daya alam yang digunakan sebagai pembentuk pasir tidak akan
cepat habis.
1.5 Batasan Masalah
Untuk membatasi luasnya ruang lingkup masalah maka dibuat
batasan-batasan masalah. Batasan masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :
1. Benda uji silinder dengan mutu beton F’c = 50 Mpa
`
5 3. Superplasticizer yang digunakan adalah sikamen NN type F, produk PT.
Sika Nusa Pratama.
4. Alternatif agregat halus pada beton merupakan limbah sisa produksi
pabrik pengecoran logam.
5. Pergantian agregat halus dengan limbah pabrik pengecoran logam sebesar
0%, 10%, 20%, dan 30%.
6. Benda uji yang dipergunakan adalah silinder dengan diameter 15 cm dan
tinggi 30 cm.
7. Semen yang digunakan semen padang tipe I.
8. Perawatan beton dengan cara perendaman di air.
9. Pengujian kekuatan tekan beton pada umur 3, 7, 14, dan 28 hari
10.Pengujian kekuatan tarik belah beton pada umur 3, 7, 14, dan 28 hari
Gambar 1.2 Benda Uji Silinder
`
Tabel 1.1 Variasi Subtitusi Limbah Pabrik Pengecoran Logam
No Variasi Subtitusi Banyak Benda Uji Jumlah
Benda Uji Kuat Tarik Kuat Tekan
1 0%
Metodologi yang digunakan untuk menyelesaikan penelitian ini adalah
Kajian eksperimental di Laboratorium Bahan Rekayasa Departemen Teknik Sipil
`
7 silinder beton (diameter = 15 cm, tinggi = 30 cm) dengan mutu beton F’c = 50
Mpa.
Adapun tahap-tahap pelaksanaan penelitian sebagai berikut :
1. Penyediaan bahan penyusun beton : kerikil, pasir, semen, air pdam,
silicafume dan superplasticizer.
2. Pemeriksaan bahan penyusun beton
a. Analisa ayakan agregat halus dan agregat kasar (ASTM C
136-84a).
b. Pemeriksaan kadar lumpur pada agregat halus dan agregat kasar
(ASTM C 117-90).
c. Pemeriksaan kadar liat (clay lump) pada agregat halus (ASTM C
117-90).
d. Pemeriksaan kandungan organik (colorimetric test) pada agregat
halus (ASTM C 40-48 C 1990).
e. Pemeriksaan berat jenis dan absorbsi pada agregat halus (ASTM C
128-88).
f. Pemeriksaan berat jenis dan absorbsi pada agregat kasar (ASTM C
127-88).
g. Pemeriksaan berat isi pasir dan kerikil (ASTM C 29/C 29M-90).
3. Mix design (Perencanaan campuran beton)
Penakaran / Penimbangan bahan penyusun beton berdasarkan uji
karakteristik bahan penyusun dan mutu beton yang direncanakan dalam
penelitian ini adalah F’c = 50 Mpa.
`
4. Percobaan / Pembuatan benda uji silinder.
Adapun variasi yang digunakan adalah :
a. Variasi 1 : Beton yang menggunakan agregat halus berupa pasir
biasa sebanyak 24 buah.
b. Variasi 2 : Beton yang menggunakan agregat halus berupa pasir
biasa dan 10 % limbah pabrik pengecoran logam
sebanyak 24 buah.
c. Variasi 3 : Beton yang menggunakan agregat halus berupa pasir
biasa dan 20 % limbah pabrik pengecoran logam
sebanyak 24 buah.
d. Variasi 4 : Beton yang menggunakan agregat halus berupa pasir
biasa dan 30 % limbah pabrik pengecoran logam
sebanyak 24 buah.
5. Pengujian nilai slump untuk mengetahui tingkat kemudahan pengerjaan
beton.
6. Perawatan benda uji dengan cara perendaman dalam air.
7. Pengujian kekuatan tekan beton pada umur 3, 7, 14, dan 28 hari
8. Pengujian kekuatan tarik belah beton pada umur 3, 7, 14, dan 28 hari
9
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Umum
Beton didefinisikan sebagai campuran semen portland atau semen
hidraulik, agregat kasar, agregat halus, air dan bahan tambah (additive atau
admixture). Untuk mengetahui dan mempelajari perilaku elemen gabungan
(bahan-bahan penyusun beton), kita memerlukan pengetahuan mengenai
karakteristrik masing-masing komponen. Nawy (1985:8) mendefinisikan beton
sebagai sekumpulan interaksi mekanis dan kimiawi dari material pembentuknya.
Sifat-sifat dan karakteristik material penyusun beton akan mempengaruhi
kekuatan beton yang dibuat. Dengan demikian, masing-masing material tersebut
perlu dipelajari sebelum mempelajari beton secara keseluruhan. Perencana dapat
mengembangkan pemilihan material yang layak komposisinya sehingga diperoleh
beton yang efisien, memenuhi kekuatan batas yang disyaratkan oleh perencana
dan memenuhi persyaratan serviceability yang dapat diartikan juga sebagai
pelayanan yang handal dengan memenuhi kriteria ekonomi. Selain itu kemudahan
pengerjaan (workability) juga sangat dibutuhkan pada perancangan beton.
Meskipun suatu struktur beton dirancang agar mempunyai kuat tekan yang tinggi,
tetapi jika rancangan tersebut tidak dapat diimplementasikan di lapangan karena
sulit untuk dikerjakan, maka rancangan tersebut menjadi percuma. Kemajuan
teknologi membawa dampak yang nyata untuk mengatasi hal ini, yaitu dengan
penggunaan bahan tambah untuk memperbaiki kinerja.
Beton yang sudah mengeras dapat juga dikatakan sebagai batuan tiruan. batuan tiruan tersebut terdiri dari rongga – rongga antara butiran yang besar
(agregat kasar, kerikil atau batu pecah) diisi oleh butiran yang lebih kecil (agregat
halus atau pasir), pori-pori antara butiran-butiran yang kecil diisi oleh semen dan
air (pasta semen), dan sisanya terisi udara.
Beton sebagai bahan konstruksi mempunyai kelebihan dan kekurangan,
kelebihan beton antara lain :
1. Harganya relatif murah karena menggunakan bahan-bahan dasar yang
umumnya tersedia di dekat lokasi pembangunan, kecuali semen portland.
2. Bahan yang awet, tahan aus, tahan kebakaran, tahan terhadap
pengkaratan atau pembusukan oleh kondisi lingkungan, sehingga biaya
perawatan murah.
3. Kuat tekannya cukup tinggi sehingga jika dikombinasikan dengan baja
tulangan (yang kuat tariknya tinggi) dapat dikatakan mampu dibuat untuk
struktur berat.
4. Beton segar dapat dengan mudah diangkut maupun dicetak dalam bentuk
dan ukuran sesuai keinginan. Cetakan dapat pula dipakai beberapa kali
sehingga secara ekonomis menjadi murah.
Kekurangan beton antara lain :
1. Bahan dasar penyusun beton (agregat halus maupun agregat kasar)
bermacam-macam sesuai dengan lokasi pengambilannya sehingga cara
11
2. Beton keras mempunyai beberapa kelas kekuatan sehingga harus
disesuaikan dengan bagian bangunan yang dibuat sehingga cara
perencanaan dan cara pelaksanaannya bermacam-macam pula.
3. Beton mempunyai kuat tarik yang rendah sehingga mudah retak. Oleh
karena itu perlu diberikan cara-cara mengatasinya, misalnya dengan
memberikan baja tulangan, serat, dan sebagainya.
4. Beton sulit untuk dapat kedap air secara sempurna, sehingga selalu dapat
dimasuki air, dan air yang membawa kandungan garam dapat merusak
beton.
5. Pelaksanaan pekerjaan membutuhkan ketelitian yang tinggi.
6. Bentuk yang telah dibuat sulit diubah.
2.2 Beton Segar (Fresh Concrete)
Beton segar yang baik ialah beton segar yang dapat diaduk, diangkut,
dituang, dipadatkan, tidak ada kecendrungan untuk terjadi segregasi (pemisahan
kerikil dari adukan) maupun bleeding (pemisahan air dan semen dari adukan). Hal
ini karena segregasi maupun bleeding mengakibatkan beton yang diperoleh akan
jelek.
Ada hal-hal penting yang perlu diketahui dari sifat-sifat beton segar.
Hal-hal penting yang perlu diketahui, yaitu: kemudahan pengerjaan (workability),
pemisahan kerikil (segregation), pemisahan air (bleeding).
2.2.1 Kemudahan Pengerjaan (Workability)
Kemudahan pengerjaan dapat dilihat dari nilai slump yang identik dengan
tingkat keplastisan beton. Semakin plastis beton, semakin mudah pengerjaannya.
Unsur-unsur yang mempengaruhi workability yaitu :
1. Jumlah air pencampur.
Semakin banyak air yang dipakai makin mudah beton segar itu dikerjakan.
2. Kandungan semen.
Penambahan semen ke dalam campuran juga memudahkan cara pengerjaan
adukan betonnya, karena pasti diikuti dengan penambahan air campuran untuk
memperoleh nilai FAS (faktor air semen) tetap.
3. Gradasi campuran pasir dan kerikil.
Jika Gradasi campuran pasir dan kerikil memenuhi syarat dan sesuai dengan
standar, akan lebih mudah dikerjakan
4. Bentuk butiran agregat kasar
Agregat berbentuk bulat-bulat lebih mudah untuk dikerjakan.
5. Cara pemadatan dan alat pemadat.
Bila cara pemadatan dilakukan dengan alat getar maka diperlukan tingkat
kelecakan yang berbeda, sehingga diperlukan jumlah air yang lebih sedikit
daripada jika dipadatkan dengan tangan.
Percobaan slump dilakukan untuk mengetahui tingkat kemudahan
pengerjaan. Percobaan ini dilakukan dengan alat berbentuk kerucut terpancung,
yang berdiameter atasnya 10 cm dan diameter bawahnya 20 cm dan tinggi 30 cm,
dilengkapi dengan kuping untuk mengangkat beton segar dan tongkat pemadat
berdiamater 16 mm sepanjang minimal 60 cm. Seperti yang ditunjukkan pada
13
Gambar 2.1 Kerucut Abrams
Ada tiga jenis slump yaitu slump sejati (slump sebenarnya), slump geser
dan slump runtuh.
1. Slump sebenarnya merupakan penurunan umum dan seragam tanpa ada adukan
beton yang pecah, oleh karena itu dapat disebut slump yang sebenarnya.
Pengambilan nilai slump sebenarnya dengan mengukur penurunan minimum
dari puncak kerucut.
Gambar 2.2 Slump sebenarnya (Paul Nugraha dan Antoni, 2007)
2. Slump geser terjadi bila separuh puncaknya tergeser atau tergelincir ke bawah
pada bidang miring. Pengambilan nilai slump geser ini ada dua yaitu dengan
mengukur penurunan minimum dan penurunan rata-rata dari puncak kerucut.
Gambar 2.3 Slump geser
3. Slump runtuh terjadi pada kerucut adukan beton yang runtuh seluruhnya akibat
adukan beton yang terlalu cair, pengambilan nilai slump ini dengan mengukur
penurunan minimum dari puncak kerucut
Gambar 2.4 Slump runtuh
2.2.2 Pemisahan Kerikil (Segregation)
Segregasi adalah kecenderungan butir-butir kasar untuk lepas dari
campuran beton. Ada dua tipe pemisahan agregat, yaitu pemisahan partikel berat
ke dasar beton segar atau pemisahan agregat kasar dari campuran beton karena
penggetaran yang salah.
15
2. Campuran yang terlalu banyak air
3. Ukuran agregat maksimum lebih dari 40 mm
4. Permukaan butir agregat kasar; semakin kasar permukaan butir agregat,
semakin mudah terjadi segregasi
5. Jumlah agregat halus sedikit
Segregasi berakibat kurang baik terhadap beton setelah mengeras. Cara untuk
mengurangi kecenderungan pemisahan agregat tersebut adalah sebagai berikut:
1. Adukan beton jangan dijatuhkan dengan ketinggian terlalu tinggi.
2. Penggunaan air sesuai dengan syarat.
3. Cara mengangkut, penuangan maupun pemadatan harus mengikuti
cara-cara yang betul.
4. Ukuran agregat sesuai dengan syarat
2.2.3 Pemisahan Air (Bleeding)
Bleeding adalah Kecenderungan air untuk naik ke permukaan pada beton
sesudah dicampur tapi belum mengalami pengikatan. Air yang naik ini membawa
semen dan butir-butir halus pasir, yang pada saat beton mengeras nantinya akan
membentuk selaput (laitance). Bleeding ini dipengaruhi oleh :
1. Susunan butir agregat
Jika komposisinya sesuai, kemungkinan untuk terjadinya bleeding kecil.
2. Banyaknya air
Semakin banyak air berarti semakin besar pula kemungkinan terjadinya
bleeding.
3. Kecepatan hidrasi
Semakin cepat beton mengeras, semakin kecil kemungkinan terjadinya
bleeding.
4. Proses pemadatan
Pemadatan yang berlebihan akan menyebabkan terjadinya bleeding.
Bleeding dapat menyebabkan kelemahan, porositas dan keawetan yang
kurang. Kantung-kantung air terjadi di bawah agregat kasar atau di bawah
tulangan, yang menimbulkan daerah-daerah lemah dan mereduksi ikatan-ikatan.
Jika air menguap sangat cepat akan terjadi retakan-retakan plastis.
Bleeding dapat direduksi dengan :
1. Memberi lebih banyak semen
2. Menggunakan air seminimal mungkin
3. Menggunakan butir halus/pasir lebih banyak
4. Memasukan sedikit udara dalam adukan untuk beton khusus
2.3 Beton Keras ( Hardened Concrete )
Perilaku mekanik beton keras merupakan kemampuan beton di dalam
memikul beban pada struktur bangunan. Kinerja beton keras yang baik
ditunjukkan oleh kuat tekan beton yang tinggi, kuat tarik yang lebih baik, perilaku
yang lebih daktail, kekedapan air dan udara, ketahanan terhadap sulfat dan
klorida, penyusutan rendah dan keawetan jangka panjang.
2.3.1 Kekuatan Tekan Beton (f’c)
17
Semakin tinggi tingkat kekuatan struktur yang dikehendaki, semakin tinggi pula
mutu beton yang dihasilkan.
Kekuatan tekan benda uji beton dihitung dengan rumus :
′= ...(1)
dengan : fc’ : kekuatan tekan (kg/cm2)
P : beban tekan (kg)
A : luas permukaan benda uji (cm2)
Standar deviasi dihitung berdasarkan rumus :
= ( ′ ′ ) ...(2)
dengan: S : deviasi standar (kg/cm2)
σ’b : Kekuatan masing – masing benda uji (kg/cm2)
σ’bm : Kekuatan Beton rata –rata ( kg/cm2 )
N :Jumlah Total Benda Uji hasil pemeriksaan
Nilai kuat beton beragam sesuai dengan umurnya dan biasanya nilai kuat
tekan beton ditentukan pada waktu beton mencapai umur 28 hari setelah
pengecoran. Kekuatan tekan beton diwakili oleh tegangan tekan maksimum fc’
dengan satuan N/mm2 atau Mpa dan juga memakai satuan kg/cm2. Kekuatan tekan
beton merupakan sifat yang paling penting dari beton keras. Berdasarkan kuat
tekannya beton dapat dibagi menjadi beberapa jenis (lihat tabel 2.1)
Tabel 2.1 Beberapa jenis beton menurut kuat tekannya (Kardiyono, 2007)
Gambar 2.5 Model benda uji silinder
Ada beberapa faktor yang menpengaruhi kekuatan tekan beton.
Faktor-faktor yang mempengaruhi kekuatan tekan beton yaitu :
1. Faktor air semen
Faktor air semen ialah perbandingan berat antara air dan semen portland di
dalam campuran adukan beton. Secara umum semakin rendah nilai faktor air
semen semakin tinggi kuat tekan betonnya, namun kenyataannya pada suatu nilai
faktor air semen tertentu semakin rendah nilai faktor air semen kuat tekan
betonnya semakin rendah pula. Hal ini karena jika faktor air semen terlalu rendah
menyebabkan kesulitan dalam pengerjaan, yaitu kesulitan dalam pelaksanaan
pemadatan yang pada akhirnya menyebabkan mutu beton menurun. Dengan
demikian ada suatu nilai faktor air semen tertentu (optimum) yang menghasilkan
Jenis beton Kuat tekan (Mpa)
Beton sederhana (plain concrete) Sampai 10 Mpa
Beton normal (beton biasa) 15 – 30 Mpa
Beton pra tegang 30 – 40 Mpa
Beton kuat tekan tinggi 40 – 80 Mpa
19
faktor air semen dengan kekuatan beton pada umur 28 hari dengan uji silinder
yang dapat dilihat pada Gambar 2.6.
Umur / Waktu (Hari)
Gambar 2.6 Hubungan antara faktor air semen dengan kekuatan beton selama masa perkembangannya (Tri Mulyono, 2003)
2. Kepadatan
Kepadatan adukan beton sangat mempengaruhi kuat tekan betonnya
setelah mengeras. Kekuatan beton berkurang jika kepadatan beton berkurang.
Beton yang kurang padat berarti berisi rongga sehingga kuat tekannya berkurang,
Untuk mengatasi kesulitan pemadatan adukan beton dapat dilakukan dengan cara
pemadatan dengan alat getar (vibrator) atau dengan memberi bahan kimia
tambahan (chemical admixture) yang besifat mengencerkan adukan beton
sehingga lebih mudah dipadatkan.
3. Umur beton
Kekuatan tekan beton akan bertambah dengan naiknya umur beton. Laju
kenaikan kuat tekan beton mula-mula cepat, lama-lama laju kenaikan itu semakin
lambat, dan laju kenaikan tersebut menjadi relatif sangat kecil setelah berumur 28
hari (Gambar 2.7). Oleh karena itu, standar kuat tekan beton adalah kuat tekan
beton pada umur 28 hari. Umumnya pada umur 7 hari kuat tekan mencapai 65%
dan pada umur 14 hari mencapai 88% - 90% dari kuat tekan umur 28 hari.
Tabel 2.2 Perkiraan kuat tekan beton pada berbagai umur (Tri Mulyono, 2003)
Umur beton (hari) 3 7 14 21 28 90 365
PC Type 1 0.40 0.65 0.88 0.95 1.0 - -
Gambar 2.7 Hubungan antara umur beton dan kuat tekan beton (Istimawan, 1999)
4. Jenis semen
Semen Portland yang dipakai untuk struktur harus mempunyai kualitas
tertentu yang telah ditetapkan agar dapat berfungsi secara efektif. Jenis Portland
semen yang digunakan ada 5 jenis yaitu : I, II, III, IV, V. Jenis-jenis semen
tersebut mempunyai laju kenaikan kekuatan yang berbeda sebagai mana tampak
21
Gambar 2.8 Perkembangan kekuatan tekan mortar untuk berbagai tipe Portland semen (Tri Mulyono, 2003)
5. Jumlah semen
Jika faktor air semen sama (slump berubah), beton dengan jumlah
kandungan semen tertentu mempunyai kuat tekan tertinggi sebagaimana tampak
pada Gambar 2.9. Pada jumlah semen yang terlalu sedikit berarti jumlah air juga
sedikit sehingga adukan beton sulit dipadatkan yang mengakibatkan kuat tekan
beton rendah. Namun jika jumlah semen berlebihan berarti jumlah air juga
berlebihan sehingga beton mengandung banyak pori yang mengakibatkan kuat
tekan beton rendah. Jika nilai slump sama (fas berubah), beton dengan kandungan
semen lebih banyak mempunyai kuat tekan lebih tinggi.
Gambar 2.9 Pengaruh jumlah semen terhadap kuat tekan beton pada faktor air semen sama (Kardiyono, 1998)
6. Sifat agregat
Sifat agregat yang paling berpengaruh terhadap kekuatan beton ialah
kekasaran permukaan dan ukuran maksimumnya. Permukaan yang halus pada
kerikil dan kasar pada batu pecah berpengaruh pada lekatan dan besar \ tegangan
saat retak retak beton mulai terbentuk. Oleh karena itu kekasaran permukaan ini
berpengaruh terhadap bentuk kurva tegangan-regangan tekan dan terhadap
kekuatan betonnya yang terlihat pada Gambar 2.10. Akan tetapi bila adukan beton
nilai slump nya sama besar, pengaruh tersebut tidak tampak karena agregat yang
permukaannya halus memerlukan air lebih sedikit, berarti fas nya rendah yang
menghasilkan kuat tekan beton lebih tinggi.
Gambar 2.10 Pengaruh jenis agregat terhadap kuat tekan beton (Mindess, 1981)
Pada pemakaian ukuran butir agregat lebih besar memerlukan jumlah
pasta lebih sedikit, berarti pori-pori betonnya juga sedikit sehingga kuat tekannya
lebih tinggi. Tetapi daya lekat antara permukaan agregat dan pastanya kurang kuat
sehingga kuat tekan betonnya menjadi rendah. Oleh karena itu pada beton kuat
23
2.3.2 Kuat Tarik Beton
Salah satu kelemahan beton adalah mempunyai kuat tarik yang sangat
kecil dibandingkan dengan kuat tekannya yaitu 10%–15% f’c. Kuat tarik beton
berpengaruh terhadap kemampuan beton di dalam mengatasi retak awal sebelum
dibebani. Pengujian terhadap Kekuatan tarik beton dapat dilakukan dengan cara:
1. Pengujian tarik langsung,untuk menguji tarik langsung pada spesimen
silinder maupun prisma dilakukan dengan menempelkan benda uji pada suatu
pelat besi dengan lem epoxy. Tepi benda uji harus digergaji dengan gerinda
intan untuk menghilangkan pengaruh pengecoran atau vibrasi. Beban
kecepatan 0,005 MPa/detik sampai runtuh.
2. Pengujian tarik belah (pengujian tarik beton tak langsung) dengan
menggunakan “Split cylinder test”. Dengan membelah silinder beton terjadi
pengalihan tegangan tarik melalui bidang tempat kedudukan salah satu
silinder dan silinder beton tersebut terbelah sepanjang diameter yang
dibebaninya. Tegangan tarik tidak langsung dihitung dengan persamaan :
= ...(3)
Dimana : T = kuat tarik beton (MPa)
P = beban hancur (N) l = panjang spesimen (mm) d = diameter spesimen (mm)
2.4 Bahan Penyusun Beton
Bahan penyusun beton terdiri dari semen portland, agregat halus, agregat
kasar dan air. Sering pula ditambah bahan campuran tambahan yang sangat
bervariasi untuk mendapatkan sifat-sifat beton yang diinginkan. Biasanya
perbandingan campuran yang digunakan adalah perbandingan jumlah bahan
penyusun beton yang lebih ekonomis dan efektif.
2.4.1 Semen
Semen merupakan bahan ikat yang penting dan banyak digunakan dalam
pembangunan fisik di sektor konstruksi sipil. Jika ditambah air, semen akan
menjadi pasta semen. Jika ditambah agregat halus, pasta semen akan menjadi
mortar, sedangkan jika digabungkan dengan agregat kasar akan menjadi campuran
beton segar yang setelah mengeras akan menjadi beton keras (hardened concrete).
Fungsi semen ialah untuk mengikat butir-butir agregat hingga membentuk
suatu massa padat dan mengisi rongga-rongga udara di antara butiran agregat.
Adapun sifat-sifat fisik semen yaitu :
a. Kehalusan Butir
Kehalusan semen mempengaruhi waktu pengerasan pada semen. Secara
umum, semen berbutir halus meningkatkan kohesi pada beton segar dan
dapat mengurangi bleeding (kelebihan air yang bersama dengan semen
bergerak ke permukaan adukan beton segar), akan tetapi menambah
kecendrungan beton untuk menyusut lebih banyak dan mempermudah
terjadinya retak susut.
b. Waktu ikatan
Waktu ikatan adalah waktu yang dibutuhkan untuk mencapai sutu tahap
dimana pasta semen cukup kaku untuk menahan tekanan. Waktu tersebut
25
waktu ikat awal, dan pada waktu sampai pastanya menjadi massa yang
keras disebut waktu ikat akhir. Pada semen portrland biasanya batasan
waktu ikaran semen adalah :
Waktu ikat awal > 60 menit
Waktu ikat akhir > 480 menit
Waktu ikatan awal yang cukup awal diperlukan untuk pekerjaan beton,
yaitu waktu transportasi, penuanga, pemadatan, dan perataan permukaan.
c. Panas hidrasi
Silikat dan aluminat pada semen bereaksi dengan air menjadi media
perekat yang memadat lalu membentuk massa yang keras. Reaksi
membentuk media perekat ini disebut hidrasi.
d. Pengembangan volume (lechathelier)
Pengembangan semen dapat menyebabkan kerusakan dari suatu beon,
karena itu pengembangan beton dibatasi sebesar ± 0,8 % (A.M Neville,
1995). Akibat perbesaran volume tersebut , ruang antar partikel terdesak
dan akan timnul retak – retak.
2.4.1.1 Semen Portland
Semen Portland adalah suatu bahan pengikat hidrolis (hydraulic binder)
yang dihasilkan dengan menggiling klinker yang terdiri dari kalsium silikat
hidrolik, yang umumnya mengandung satu atau lebih bentuk kalsium sulfat
sebagai bahan tambahan yang digiling bersama-sama dengan bahan utamanya.
2.4.1.2 Jenis Semen Portland
Jenis/tipe semen yang digunakan merupakan salah satu faktor yang
mempengaruhi kuat tekan beton, dalam hal ini perlu diketahui tipe semen yang
telah distandarardisasi di Indonesia. Menurut SNI 0031-81, semen Portland dibagi
menjadi lima tipe, yaitu :
Tipe I
Ordinary Portland Cement (OPC), semen untuk penggunaan umum,tidak
memerlukan persyaratan khusus (panas hidrasi, ketahanan terhadap sulfat,
kekuatan awal)
Tipe II
Moderate Sulphate Cement, semen untuk beton yang tahan terhadap sulfat sedang
dan mempunyai panas hidrasi sedang.
Tipe III
High Early Strength Cement, semen untuk beton dengan kekuatan awal tinggi
(cepat mengeras)
Tipe IV
Low Heat of Hydration Cement, semen untuk beton yang memerlukan panas
hidrasi rendah, kekuatan awal rendah.
Tipe V
High Sulphate Resistance Cement, semen untuk beton yang tahan terhadap kadar
sulfat tinggi.
Semen yang digunakan dalam penelitian ini adalah semen jenis OPC
27
memerlukan persyaratan khusus, antara lain bangunan perumahan,
gedung-gedung bertingkat, jembatan, landasan pacu dan jalan raya.
2.4.1.3 Bahan Penyusun Semen Portland
Bahan utama pembentuk semen portland adalah kapur (CaO), silica
(SiO3), alumina (Al2O3), sedikit magnesia (MgO), dan terkadang sedikit alkali.
Untuk mengontrol komposisinya, terkadang ditambahkan oksida besi, sedangkan
gipsum (CaSO4.2H2O) ditambahkan untuk mengatur waktu ikat semen. (Tri
Mulyono, 2004). Komposisi senyawa utama dan senyawa pembentuk dalam
semen portland dapat dilihat pada tabel 2.3 dan 2.4 berikut ini.
Tabel 2.3 Komposisi senyawa utama semen portland (Tri Mulyono, 2003)
Nama Kimia Rumus Kimia Notasi Persen Berat
Trikalsium Silikat
Tabel 2.4 Komposisi senyawa pembentuk semen portland (Tri Mulyono, 2003)
Oksida Notasi Nama Senyawa Persen Berat
2.4.2 Agregat
Agregat adalah bahan-bahan campuran beton yang saling diikat oleh
perekat semen (CUR 2, 1993). Kandungan agregat dalam campuran beton
biasanya sangat tinggi, yaitu berkisar 60%-70% dari volume beton. Agregat ini
harus bergradasi sedemikian rupa sehingga seluruh massa beton dapat berfungsi
sebagai benda yang utuh, homogen, dan rapat, di mana agregat yang kecil
berfungsi sebagai pengisi celah yang ada di antara agregat berukuran besar
(Nawy, 1998).
Agregat dapat dibedakan menjadi dua jenis, yaitu agregat alam dan agregat
buatan (pecahan). Agregat alam dan pecahan inipun dapat dibedakan berdasarkan
beratnya, asalnya, diameter butirnya (gradasi), dan tekstur permukaannya.
Dari ukurannya, agregat dapat dibedakan menjadi dua golongan yaitu
agregat kasar dan agregat halus.
2.4.2.1 Agregat Halus
Agregat halus adalah agregat berupa pasir alam sebagai hasil disintegrasi
alami dari batu-batuan atau berupa pasir buatan yang dihailkan oleh alat-alat
pemecah batu, dan mempunyai ukuran butir terbesar 5 mm atau lolos saringan
no.4 dan tertahan pada saringan no.200.
Agregat halus yang digunakan pada campuran beton harus memenuhi
persyaratan-persyaratan sebagai berikut :
a. Susunan Butiran ( Gradasi )
29
pada umumnya akan menghasilkan beton mutu tinggi (dengan fas yang
rendah) yang mempunyai kuat tekan dan workability yang optimal.
Agregat halus yang digunakan harus mempunyai gradasi yang baik, karena
akan mengisi ruang-ruang kosong yang tidak dapat diisi oleh material lain
sehingga menghasilkan beton yang padat disamping untuk mengurangi
penyusutan. Analisa saringan akan memperlihatkan jenis dari agregat
halus tersebut. Melalui analisa saringan maka akan diperoleh angka Fine
Modulus. Melalui Fine Modulus ini dapat digolongkan 3 jenis pasir yaitu :
Pasir Kasar : 2.9 < FM < 3.2
Pasir Sedang : 2.6 < FM < 2.9
Pasir Halus : 2.2 < FM < 2.6
Selain itu ada juga batasan gradasi untuk agregat halus, sesuai dengan ASTM C 33 – 74 a. Batasan tersebut dapat dilihat pada tabel berikut ini :
Tabel 2.5 Batasan gradasi untuk agregat halus
Ukuran Saringan ASTM Persentase berat yang lolos pada tiap saringan
9.5 mm (3/8 in) 100
no.200 ), tidak boleh melebihi 5 % ( ternadap berat kering ). Apabila kadar
Lumpur melampaui 5 % maka agragat harus dicuci.
c. Kadar Liat tidak boleh melebihi 1 % ( terhadap berat kering )
d. Agregat halus harus bebas dari pengotoran zat organic yang akan
merugikan beton, atau kadar organic jika diuji di laboratorium tidak
menghasilkan warna yang lebih tua dari standart percobaan Abrams –
Harder dengan batas standarnya pada acuan No 3.
e. Agregat halus yang digunakan untuk pembuatan beton dan akan
mengalami basah dan lembab terus menerus atau yang berhubungan
dengan tanah basah, tidak boleh mengandung bahan yang bersifat reaktif
terhadap alkali dalam semen, yang jumlahnya cukup dapat menimbulkan
pemuaian yang berlebihan di dalam mortar atau beton dengan semen kadar
alkalinya tidak lebih dari 0,60% atau dengan penambahan yang bahannya
dapat mencegah pemuaian.
f. Sifat kekal (keawetan) diuji dengan larutan garam sulfat :
Jika dipakai Natrium – Sulfat, bagian yang hancur maksimum 10 %.
Jika dipakai Magnesium – Sulfat, bagiam yang hancur maksimum
15%.
2.4.2.2 Agregat Kasar
Agregat kasar adalah agregat dengan ukuran butir lebih besar dari 5 mm.
Agregat harus mempunyai gradasi yang baik, artinya harus tediri dari butiran
yang beragam besarnya, sehingga dapat mengisi rongga-rongga akibat ukuran
yang besar, sehingga akan mengurangi penggunaan semen atau penggunaan
31
Ukuran butir maksimum agregat juga akan mempengaruhi mutu beton
yang akan dibuat. Hasil penelitian larrard (1990) menyebutkan bahwa butiran
maksimum untuk membuat beton mutu tinggi tidak boleh lebih dari 15 mm.
Namun pemakaian butiran agregat sampai dengan 25 mm masih
memungkinkan diperolehnya beton mutu tinggi dalam proses produksinya.
Agregat kasar yang digunakan pada campuran beton harus memenuhi
persyaratan-persyaratan sebagai berikut :
a. Susunan butiran (gradasi)
Agregat kasar harus mempunyai susunan butiran dalam batas-batas seperti
yang terlihat pada tabel 2.6.
Tabel 2.6 Susunan besar butiran agregat kasar (ASTM, 1991)
Ukuran Lubang Ayakan
(mm) Persentase Lolos Kumulatif (%)
38,10 95 – 100
19,10 35 – 70
9,52 10 – 30
4,75 0 – 5
b. Agregat kasar yang digunakan untuk pembuatan beton dan akan
mengalami basah dan lembab terus menerus atau yang akan berhubungan
dengan tanah basah, tidak boleh mengandung bahan yang reaktif terhadap
alkali dalam semen, yang jumlahnya cukup dapat menimbulkan pemuaian
yang berklebihan di dalam mortar atau beton. Agregat yang reaktif
terhadap alkali dapat dipakai untuk pembuatan beton dengan semen yang
kadar alkalinya tidak lebih dari 0,06% atau dengan penambahan bahan
yang dapat mencegah terjadinya pemuaian.
c. Agregat kasar harus terdiri dari butiran-butiran yang keras dan tidak
berpori atau tidak akan pecah atau hancur oleh pengaruh cuaca.
d. Kadar lumpur atau bagian yang lebih kecil dari 75 mikron (ayakan
no.200), tidak boleh melebihi 1% (terhadap berat kering). Apabila kadar
lumpur melebihi 1% maka agregat harus dicuci.
e. Kekerasan butiran agregat diperiksa dengan bejana Rudellof dengan
beban penguji 20 ton dimana harus dipenuhi syarat berikut:
Tidak terjadi pembubukan sampai fraksi 9,5 - 19,1 mm lebih dari
24% berat.
Tidak terjadi pembubukan sampai fraksi 19,1 - 30 mm lebih dari
22% berat.
f. Kekerasan butiran agregat kasar jika diperiksa dengan mesin Los Angeles
dimana tingkat kehilangan berat lebih kecil dari 50%.
g. Daya serap agregat kasar terhadap air tidak lebih dari 1% jika digunakan
untuk menyusun beton mutu tinggi.
2.4.3 Air
Fungsi dari air disini antara lain adalah sebagai bahan pencampur antara
semen dan agregat. Air harus bebas dari bahan yang bersifat asam, alkali, dan
minyak. Air yang mengandung tumbuh-tumbuhan busuk harus benar-benar
33
untuk membuat beton, dengan pengecualian pada air minum yang banyak
mengandung sulfat (Oglesby, 1996).
Air yang mengandung kotoran yang cukup banyak akan mengganggu
proses pengerasan atau ketahanan beton. Kotoran secara umum dapat
menyebabkan :
1. Gangguan pada hidrasi dan pengikatan
2. Gangguan pada kekuatan dan ketahanan
3. Perubahan volume yang dapat menyebabkan keretakan
4. Korosi pada tulangan baja maupun kehancuran beton
5. Bercak-bercak pada permukaan beton.
Untuk air perawatan, dapat dipakai juga air yang dipakai untuk
pengadukan, tetapi harus yang tidak menimbulkan noda atau endapan yang
merusak warna permukaan beton. Besi dan zat organis dalam air umumnya
sebagai penyebab utama pengotoran atau perubahan warna, terutama jika
perawatan cukup lama.
Sumber air pada penelitian ini adalah jaringan PDAM Tirtanadi yang
terdapat di Laboratorium Bahan Rekayasa Departemen Teknik Sipil Fakultas
Teknik Universitas Sumatera Utara.
2.4.4 Bahan Tambahan
Bahan tambah (admixture) adalah bahan-bahan yang ditambahkan ke
dalam campuran beton pada saat atau selama percampuran berlangsung. Fungsi
dari bahan ini adalah untuk mengubah sifat-sifat dari beton agar menjadi lebih
cocok untuk pekerjaan tertentu, atau untuk menghemat biaya.
Admixture atau bahan tambah yang didefenisikan dalam Standard
Definitions of terminology Relating to Concrete and Concrete Aggregates (ASTM
C.125-1995:61) dan dalam Cement and Concrete Terminology (ACI SP-19)
adalah sebagai material selain air, agregat dan semen hidrolik yang dicampurkan
dalam beton atau mortar yang ditambahkan sebelum atau selama pengadukan
berlangsung. Bahan tambah digunakan untuk memodifikasi sifat dan karakteristik
dari beton misalnya untuk dapat dengan mudah dikerjakan, mempercepat
pengerasan, menambah kuat tekan, penghematan, atau untuk tujuan lain seperti
penghematan energi.
Bahan tambah biasanya diberikan dalam jumlah yang relatif sedikit, dan
harus dengan pengawasan yang ketat agar tidak berlebihan yang justru akan dapat
memperburuk sifat beton.
Di Indonesia bahan tambah telah banyak dipergunakan. Manfaat dari
penggunaan bahan tambah ini perlu dibuktikan dengan menggunakan bahan
agregat dan jenis semen yang sama dengan bahan yang akan dipakai di lapangan.
Dalam hal ini bahan yang dipakai sebagai bahan tambah harus memenuhi
ketentuan yang diberikan oleh SNI.
Untuk memudahkan pengenalan dan pemilihan admixture, perlu diketahui
terlebih dahulu kategori dan penggolongannya, yaitu :
1. Chemical admixture, yaitu bahan tambah cairan kimia yang ditambahkan
untuk mengendalikan waktu pengerasan (memperlambat atau
mempercepat), mereduksi kebutuhan air, menambah kemudahan
35
2. Mineral admixture (bahan tambah mineral), merupakan bahan tambah
yang dimaksudkan untuk memperbaiki kinerja beton. Pada saat ini, bahan
tambah mineral ini lebih banyak digunakan untuk memperbaiki kinerja
tekan beton, sehingga bahan ini cendrung bersifat penyemenan.
Keuntungannya antara lain : memperbaiki kinerja workability, mengurangi
panas hidrasi, mengurangi biaya pekerjaan beton, mempertinggi daya
tahan terhadap serangan sulfat dan serangan reaksi alkali-silika,
mempertinggi usia beton, mempertinggi kuat tekan, mempertinggi
keawetan beton, mengurangi penyusutan, mengurangi porositas dan daya
serap air dalam beton. Beberapa bahan tambah mineral ini adalah
pozzolan, fly ash, slag, dan silica fume.
3. Miscellanous admixture (bahan tambah lain), yaitu bahan tambah yang
tidak termasuk dalam ketiga kategori diatas seperti bahan tambah jenis
polimer (air entraining, beton tanpa slump, polimer, polypropylene, fiber
mash, serat bambu, serat kelapa dan lainnya), bahan pencegah pengaratan
dan bahan tambahan untuk perekat (bonding agent).
2.4.4.1 Alasan Penggunaan Bahan Tambahan
Penggunaan bahan tambahan harus didasarkan pada alasan-alasan yang
tepat misalnya untuk memperbaiki sifat-sifat tertentu pada beton. Pencapaian
kekuatan awal yang tinggi, kemudahan pekerjaan, menghemat harga beton,
memperpanjang waktu pengerasan dan pengikatan, mencegah retak dan lain-lain.
Para pemakai harus menyadari hasil yang diperoleh tidak akan sesuai dengan
yang diharapkan pada kondisi pembuatan beton dan bahan yang kurang baik.
Keuntungan penggunaan bahan tambah pada sifat beton, antara lain :
a. Pada Beton Segar (fresh concrete)
Menambah sifat kemudahan pekerjaan tanpa menambah kandungan air.
Menghambat atau mempercepat waktu pengikatan awal dari campuran
beton
Mengurangi atau mencegah secara preventif penurunan atau perubahan
volume beton
Mengurangi segregasi
Mengembangkan dan meningkatkan sifat penetrasi dan pemompaan beton
segar.
Memperkecil faktor air semen.
Mengurangi penggunaan air.
Mengurangi penggunaan semen.
Mengurangi kehilangan nilai slump.
b. Pada Beton Keras (hardened concrete)
Menghambat ekolusi panas selama pengerasan awal (beton muda)
Mempercepat laju pengembangan kekuatan beton pada umur muda
Meningkatkan mutu beton
Meningkatkan sifat keawetan beton atau ketahanan dari gangguan luar
termasuk serangan garam-garam sulfat
Kedap terhadap air (low permeability).
Meningkatkan ketahanan beton (durability).
37
2.4.4.2 Perhatian Penting dalam Penggunaan Bahan Tambahan
Penggunaan bahan tambah di lapangan sering menimbulkan
masalah-masalah tidak terduga yang tidak menguntungkan, karena kurangnya pengetahuan
tentang interaksi antara bahan tambahan dengan beton. Untuk mengurangi dan
mencegah hal yang tidak terduga dalam penggunaan bahan tambah tersebut, maka
penggunaan bahan tambah dalam sebuah campuran beton harus dikonfirmasikan
dengan standar yang berlaku dan yang terpenting adalah memperhatikan dan
mengikuti petunjuk dalam manualnya jika menggunakan bahan “paten” yang
diperdagangkan.
a. Mempergunakan bahan tambahan sesuai dengan spesifikasi ASTM
(American Society for Testing and Materials) dan ACI (American
Concrete International).
Parameter yang ditinjau adalah :
Pengaruh pentingnya bahan tambahan pada penampilan beton.
Pengaruh samping (side effect) yang diakibatkan oleh bahan
tambahan. Banyak bahan tambahan mengubah lebih dari satu sifat
beton, sehingga kadang-kadang merugikan.
Sifat-sifat fisik bahan tambahan.
Konsentrasi dari komposisi bahan yang aktif, yaitu ada tidaknya
komposisi bahan yang merusak seperti klorida, sulfat, sulfide,
phosfat, juga nitrat dan amoniak dalam bahan tambahan.
Bahaya yang terjadi terhadap pemakai bahan tambahan.
Kondisi penyimpanan dan batas umur kelayakan bahan tambahan.
Persiapan dan prosedur pencampuran bahan tambahan pada beton
segar.
Jumlah dosis bahan tambahan yang dianjurkan tergantung dari
kondisi struktural dan akibatnya bila dosis berlebihan.
Efek bahan tambah sangat nyata untuk mengubah karakteristik beton
misalnya FAS, tipe dan gradasi agregat, tipe dan lama pengadukan.
b. Mengikuti petunjuk yang berhubungan dengan dosis pada brosur dan
melakukan pengujian untuk mengontrol pengaruh yang didapat.
Biasanya percampuran bahan tambahan dilakukan pada saat percampuran
beton. Karena kompleksnya sifat bahan tambahan beton terhadap beton, maka
interaksi pengaruh bahan tambahan pada beton, khususnya interaksi pengaruh
bahan tambahan pada semen sulit diprediksi. Sehingga diperlukan percobaan
pendahuluan untuk menentukan pengaruhnya terhadap beton secara keseluruhan.
2.4.4.3 Jenis Bahan Tambah Kimia 1. Tipe A “Water Reducing Admixtures”
Water Reducing Admixtures adalah bahan tambah yang mengurangi air
pencampur yang diperlukan untuk menghasilkan beton dengan konsistensi
tertentu. Water Reducing Admixtures digunakan antara lain untuk tidak
mengurangi kadar semen dan nilai slump untuk memproduksi beton dengan nilai
perbandingan atau rasio faktor air semen yang rendah.
Hal-Hal yang perlu diperhatikan dalam penggunaan bahan tambah ini
39
air pada saat beton segar, laju pengerasan, kekuatan tekan dan lentur, ketahanan
terhadap perubahan volume, susut pada saat pengeringan.
2. Tipe B “Retarding Admixtures”
Retarding Admixtures adalah bahan tambah yang berfungsi untuk
menghambat waktu pengikatan beton. Penggunaannya untuk menunda waktu
pengikatan beton (setting time) misalnya karena kondisi cuaca yang panas,
memperpanjang waktu untuk pemadatan untuk menghindari cold joints dan
menghindari dampak penurunan saat beton segar pada saat pengecoran
dilaksanakan.
3. Tipe C “Accelerating Admixtures”
Accelerating admixtures adalah bahan tambah yang berfungsi untuk
mempercepat pengikatan dan pengembangan kekuatan awal beton. Bahan ini
digunakan untuk mengurangi lamanya waktu pengeringan (hidrasi) dan
mempercepat pencapaian kekuatan pada beton. Accelerating admixtures yang
paling terkenal adalah kalsium klorida. Bahan Kimia lain yang berfungsi sebagai
pemercepat antara lain adalah senyawa-senyawa garam seperti klorida, bromida,
karbonat, dan silikat. Dosis maksimum adalah 2% dari berat semen yang
digunakan.
4. Tipe D “Water Reducing and Retarding Admixtures”
Water Reducing and Retarding Admixtures adalah bahan tambah yang
berfungsi ganda yaitu mengurangi jumlah air pencampur yang diperlukan untuk
menghasilkan beton dengan konsistensi tertentu dan menghambat pengikatan
awal. Water Reducing and Retarding Admixtures yaitu pengurang air dan
pengontrol pengeringan. Bahan ini digunakan untuk menambah kekuatan beton.
Bahan ini juga akan mengurangi kandungan semen yang sebanding dengan
pengurangan kandungan air. Bahan ini hampir semuanya berwujud cair. Air yang
terkandung dalam bahan ini akan menjadi bagian dari air campuran beton maka
air ini harus ditambahkan sebagai berat air total dalam campuran beton.
5. Tipe E “Water Reducing and Accelerating Admixtures”
Water Reducing and Accelerating Admixtures adalah bahan tambah yang
berfungsi ganda yaitu mengurangi jumlah air pencampur yang diperlukan untuk
menghasilkan beton yang konsistensinya tertentu dan mempercepat pengikatan
awal. Bahan ini digunakan untuk menambah kekuatan beton. Bahan ini juga akan
mengurangi kandungan semen yang sebanding dengan pengurangan kandungan
air artinya FAS yang digunakan tetap dengan mengurangi kadar air. Bahan ini
hampir semuanya berwujud cair. Air yang terkandung dalam bahan ini akan
menjadi bagian dari air campuran beton maka air ini harus ditambahkan sebagai
berat air total dalam campuran beton.
6. Tipe F “Water Reducing, High Range Admixtures”
Water Reducing, High Range Admixtures adalah bahan tambah yang
berfungsi untuk mengurangi jumlah air pencampur yang diperlukan untuk
41
yang dihasilkan lebih tinggi dengan air yang sedikit, tetapi tingkat kemudahan
pekerjaan juga lebih tinggi. Jenis bahan tambah ini dapat berupa superplasticizer.
Bahan jenis ini pun termasuk dalam bahan kimia tambahan yang baru yang
disebut sebagai bahan tambahan kimia pengurang air. Dosis yang disarankan
adalah 1% - 2% dari berat semen. Dosis yang berlebihan akan menyebabkan
menurunnya kekuatan tekan beton.
7. Tipe G “Water Reducing, High Range Retarding Admixtures”
Water Reducing, High Range Retarding Admixtures adalah bahan tambah
yang berfungsi untuk mengurangi jumlah air pencampur yang diperlukan untuk
menghasilkan beton dengan konsistensi tertentu sebanyak 12% atau lebih dan juga
untuk menghambat pengikatan beton. Biasanya digunakan untuk kondisi
pekerjaan yang sempit karena sedikitnya sumber daya yang mengelola beton yang
disebabkan oleh keterbatasan ruang kerja.
2.4.4.4 Jenis Bahan Tambah Mineral
1. Kerak Tanur Tinggi (Ground Granulated Blast Furnace)
Blast furnace slag adalah kerak (slag), bahan sisa dari pengecoran besi
(pig iron), dimana prosesnya memakai dapur (furnace) yang bahan bakarnya dari
udara yang ditiupkan (blast). Material penyusun slag adalah kapur, silika dan
alumina yang bereaksi pada temperatur 1600°C dan berbentuk cairan. Bila cairan
ini didinginkan secara lambat maka akan terjadi kristal yang tak berguna sebagai
campuran semen dan dapat dipakai sebagai pengganti agregat. Namun
membentuk granulated glass yang sangat reaktif, yang cocok untuk pembuatan
semen slag. Bijih dari blast furnace tersebut kemudian digiling hingga halus,
dapat dipakai sebagai bahan pengganti semen pada pembuatan beton.
2. Uap Silika (Silica Fume)
Silica Fume adalah material pozzollan yang halus, dimana komposisi silika
lebih banyak yang dihasilkan dari tanur tinggi atau sisa produksi silikon atau alloy
besi silikon (dikenal sebagai gabungan antara microsilika dengan silika fume).
Juga disebut siliks fume (SF), microsilika, silica fume dust, amorphous silica, dan
sebagainya. Namun silica fume yang dipakai untuk beton adalah yang
mengandung lebih dari 75% silikon. Secara umum, silica fume mengandung SiO2
86-96%, ukuran butir rata-rata 0,1-0,2 micrometer, dan strukturnya amorphous
(bersifat reaktif dan tidak terkristalisasi). Ukuran silica fume ini lebih halus dari
pada asap rokok. Silica fume berbentuk seperti fly ash tetapi ukuran nya lebih
kecil sekitar seratus kali lipatnya. silica fume bisa didapat dalam bentuk bubuk ,
dipadatkan atau cairan yang dicampurkan dengan air 50%. Berat jenisnya sekitar
2,20 tetapi bulk density hanya 200-300 kg/m³. Specific suface area sangat besar,
yaitu 15-25 m²/g.
silica fume bisa dipakai sebagai pengganti sebagian semen, meskipun tidak
ekonimis. Kedua sebagai bahan tambahan untuk memperbaiki sifat beton, baik
beton segar maupun beton keras. Untuk beton normal dengan kadar semen di atas
250 kg/m³, kebutuhan air bertambah dengan ditambahnya silica fume. Campuran
lebih kohesif. Pada slump yang sama, lebih banyak energi dibutuhkan untuk