• Tidak ada hasil yang ditemukan

Tingkat Pengetahuan Mahasiswa Kepaniteraan Klinik FKG USU tentang Standard Precautions pada Pasien HIV, Hepatitis B, Hepatitis C dan TBC pada Tahun 2015

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Tingkat Pengetahuan Mahasiswa Kepaniteraan Klinik FKG USU tentang Standard Precautions pada Pasien HIV, Hepatitis B, Hepatitis C dan TBC pada Tahun 2015"

Copied!
73
0
0

Teks penuh

(1)

TINGKAT PENGE

KLINIK FKG USU

PADA PASIE

M

FAK

UNIV

ETAHUAN MAHASISWA KEPAN

SU TENTANG

STANDARD PREC

IEN HIV, HEPATITIS B, HEPATIT

DAN TBC TAHUN 2015

LAPORAN HASIL PENELITIAN

Oleh :

MUHAMMAD FATHURRAHMAN NIM: 110600112

AKULTAS KEDOKTERAN GIGI

IVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN 2015

PANITERAAN

ECAUTIONS

TITIS C

(2)

Fakultas Kedokteran Gigi Departemen Bedah Mulut dan Maksilofasial Tahun 2015 Muhammad Fathurrahman

Tingkat pengetahuan mahasiswa kepaniteraan klinik FKG USU tentang

standard precautions pada pasien HIV, hepatitis B, hepatitis C dan TBC pada tahun 2015.

vii + 51 halaman

Profesi dokter gigi menjadi profesi yang sangat rentan terkena infeksi. Penyakit yang sering menular di dalam perawatan gigi adalah HIV, hepatitis B, hepatitis C dan TBC. Prosedur penatalaksanaan kontrol infeksi silang yang umum digunakan adalah

standard precautions yang di keluarkan oleh CDC (Center for Disease Control and Prevention). Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui tingkat pengetahuan mahasiswa kepaniteraan FKG USU tentangstandard precautionspada pasien dengan risiko tinggi. Jenis penelitian ini adalah survei deskriptif dengan populasi mahasiswa klinik Departemen Bedah Mulut dan Maksilofasial, Konservasi, Periodonsia dan Pedodonsia. Seluruh populasi dijadikan sampel berjumlah 205 orang. Pengumpulan data tingkat pengetahuan dilakukan dengan bantuan kuesioner. Hasil penelitian menunjukkan paling banyak pengetahuan responden kategori cukup 72,20% diikuti kategori buruk 22,92% dan 4,88% termasuk kategori baik. Hal ini menunjukkan bahwa pengetahuan mahasiswa klinik masih kurang dalam melakukan kontrol infeksi terutama terhadap penyakit risiko tinggi.

(3)

KATA PENGANTAR

Puji syukur dan terima kasih kepada Tuhan Yang Maha Esa karena atas rahmat dan karunia-Nya sehingga skripsi ini selesai disusun untuk memenuhi salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kedokteran Gigi di Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Sumatera Utara.

Dengan hati yang tulus penulis mengucapkan terima kasih yang tak terhingga kepada kedua orang tua penulis, Ayahanda Muslim Yusuf, drg., Sp.Ort (K) dan Ibunda Effi Safitri Magdalena, drg yang telah memberikan kasih sayang, doa dan dukungan serta segala bantuan baik moril maupun materil yang tidak terbatas kepada penulis. Dan skripsi ini didedikasikan untuk Nenek Hj. Siti Rahma Siregar dan Kakek (Alm) Prof. dr. H. Ahmad Effendi yang telah menjadi tauladan dan panutan penulis. Selanjutnya penulis mengucapkan terima kasih kepada:

1.Eddy Anwar Ketaren, drg., Sp.BM selaku ketua Departemen Bedah Mulut dan Maksilofasial Fakultas Kedokteran Gigi Sumatera Utara.

2. Kepada dosen pembimbing skripsi yaitu Olivia Avriyanti Hanafiah, drg., Sp.BM dan Gema Nazri Yanti, drg., M.Kes yang telah meluangkan waktu dan kesabaran dalam membimbing penulis demi selesainya skripsi ini.

3.Seluruh staf pengajar dan laboran Departemen Bedah Mulut Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Sumatera Utara yang telah memberikan saran dalam penyelesaian skripsi ini.

4.Simson Damanik, drg., M.Kes selaku dosen pembimbing akademik yang telah membimbing penulis selama menjalankan akademik.

5.Sahabat terbaik Rudi Hartanto, SH dan Dhimas Adiputra Ariendra, SH yang selalu meberikan motifasi penulis dalam hidup.

6.Teman-teman seperjuangan George Matius Calvin, Akhdan Rifqi, Affan Ali Al-Harits, Joule Siregar dan Aldrian Raharja yang selalu memberi dukungan dan semangat serta selalu memberi kenangan indah hari-hari kuliah.

(4)

7.Teman-teman masa kuliah Raeesa Shafiqa, Aida Violiny, SKG, Suci S Harahap, Cut Nirza Amanda, Metha Legina, Novita Z Harahap, SKG dan Deasy Faradita.

8.Senior-senior Brian Merchantara Winato, SKG, Ivan Poltak Sitompul, SKG, Vincent Gomulia, SKG, Joseph Dede Hartanta Ginting, SKG, Sondi Indriste, SKG dan Rizky Annisa A Lubis, SKG yang telah memberikan pengalaman berharga selama menjalani kuliah dan turut membantu dalam penulisan skripsi ini.

9.Teman-teman junior Rifqy Halim, Ricky Eka Putranto, Fadly Naufal, Raja, Yanta, Wendi, Nuel.

10. Teman-teman anak Kemak yang tidak mungkin disebutkan namanya satu-persatu atas semangat serta selalu ceria menjalani hari bersama-sama.

Penulis menyadari kelemahan dan keterbatasan ilmu yang penulis miliki menjadikan skripsi ini masih perlu perbaikan, saran dan kritik untuk ke depannya sehingga menjadi lebih baik. Akhirnya penulis mengharapkan semoga skripsi ini dapat digunakan dan memberikan sumbangan pikiran yang berguna bagi Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Sumatera Utara.

Medan, 2015

Penulis,

(5)

PERNYATAAN PERSETUJUAN

Skripsi ini telah disetujui untuk dipertahankan di hadapan tim penguji skripsi

Medan, 2015

Pembimbing Tanda Tangan

Olivia Avriyanti Hanafiah, drg., Sp.BM ………

NIP: 19730422 19980 2 2001

Gema Nazri Yanti, drg., M.Kes ………....

NIP: 19790625 20031 2 2002

(6)

TIM PENGUJI SKRIPSI

Skripsi ini dipertahankan di hadapan penguji pada tanggal 2015

TIM PENGUJI

(7)

iii

1.1 Latar Belakang... 1

1.2 Rumusan Masalah... 4

1.3 Tujuan Penelitian ... 5

1.3.1 Tujuan Umum... 5

1.3.2 Tujuan Khusus ... 5

1.4 Manfaat Penelitian ... 5

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA ... 6

2.1 Penyakit Infeksi ... 6

2.1.1Human Immunodeficiency Virus... 6

2.1.2 Hepatitis B ... 7

2.1.3 Hepatitis C... 8

2.1.4 Tuberkulosis ... 8

2.1.5 Patofisiologi... 9

2.1.5.1 Patofisiologi HIV... 9

2.1.5.2 Patofisiologi Hepatitis B... 10

2.1.5.3 Patofisiologi Hepatitis C... 11

2.1.5.4 Patofisiologi TBC ... 11

2.1.6 Penyebaran... 12

2.1.6.1 Penyebaran HIV ... 12

2.1.6.2 Penyebaran Hepatitis B ... 13

2.1.6.3 Penyebaran Hepatitis C ... 13

2.1.6.4 Penyebaran TBC... 14

2.1.7 Gejala dan Tanda Klinis ... 14

(8)

iv

2.1.7.1 Gejala dan Tanda Klinis HIV ... 14

2.1.7.2 Gejala dan Tanda Klinis Hepatitis B ... 15

2.1.7.3 Gejala dan Tanda Klinis Hepatitis C ... 16

2.1.7.4 Gejala dan Tanda Klinis TBC ... 17

2.2Standard Precautions... 18

2.2.1 Definisi ... 18

2.2.2 PenerapanStandard Precautions... 19

2.2.3 Kontrol Infeksi... 22

2.2.4 Risiko Kerja………... 25

2.3 KerangkaTeori………... 26

2.4 KerangkaKonsep………... 27

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN... 28

3.1 Jenis Penelitian ... 28

3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian ... 28

3.2.1 Lokasi Penelitian ... ... 28

3.2.2 Waktu Penelitian ... 28

3.3. Populasi dan Sampel... 28

3.4 Variabel dan Defenisi Operasional... 29

3.5 Metode Pengumpulan Data ... 33

3.6 Pengolahan dan Analisis Data ... 34

BAB 4 HASIL PENELITIAN ... 35

4.1 Gambaran Responden... 35

4.2 Pengetahuan Responden TentangStandard Precautionspada Pasien HIV, Hepatitis B, Hepatitis C dan TBC ... 36

BAB 5 PEMBAHASAN ... 41

BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN ... 47

6.1 Kesimpulan ... 47

6.2 Saran ... 47

DAFTAR PUSTAKA ... 49

(9)

v

DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

1 Standard Precautions ... 20

2 Variabel dan Definisi Operasional ... 29

3 Kategori Penilaian ... 34

4 Distribusi Karakteristik Responden (n=205) ... 35

5 Distribusi Pengetahuan Responden TerhadapStandard Precautions Pada Pasien HIV, Hepatitis B, Hepatitis C dan TBC ... 37

6 Distribusi Pengetahuan Responden TerhadapStandard Precautions Pada Pasien HIV, Hepatitis B, Hepatitis C dan TBC di departemen Bedah Mulut, Periodonsia, Pedodonsia dan Konservasi... 39

6 Kategori Pengetahuan Responden Tentang Tingkat Pengetahuan Standard PrecautionsPada Pasien HIV, Hepatitis B, Hepatitis C dan TBC... 40

(10)

vi

DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman

1 Virus HIV ... 7

2 Virus Hepatitis B... 7

3 Patofisiologi HIV ... 9

4 Patofisiologi Hepatitis B ... 10

5 Patofisiologi Hepatitis C ... 11

6 Patofisiologi TBC ... 12

7 Penyebaran Virus HIV ... 12

8 Penyebaran Hepatitis B... .... 13

9 Gejala Klinis HIV... ... 15

10 Manifestasi Oral penderita HIV... ... 15

11 Manifestasi Oral Hepatitis B... 16

12 Standard Precautions... 19

13 Penggunaan Sarung Tangan ... 20

14 Masker N95... 21

15 Kacamata... 21

16 Autoklaf... ... 21

17 Cairan Iodine... ... 22

18 Imunisasi Hepatitis B…... 23

(11)

vii

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran

1. Daftar Riwayat Hidup

2. Lembar Persetujuan Subyek Penelitian 3. Lembar Kuesioner

(12)

Fakultas Kedokteran Gigi Departemen Bedah Mulut dan Maksilofasial Tahun 2015 Muhammad Fathurrahman

Tingkat pengetahuan mahasiswa kepaniteraan klinik FKG USU tentang

standard precautions pada pasien HIV, hepatitis B, hepatitis C dan TBC pada tahun 2015.

vii + 51 halaman

Profesi dokter gigi menjadi profesi yang sangat rentan terkena infeksi. Penyakit yang sering menular di dalam perawatan gigi adalah HIV, hepatitis B, hepatitis C dan TBC. Prosedur penatalaksanaan kontrol infeksi silang yang umum digunakan adalah

standard precautions yang di keluarkan oleh CDC (Center for Disease Control and Prevention). Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui tingkat pengetahuan mahasiswa kepaniteraan FKG USU tentangstandard precautionspada pasien dengan risiko tinggi. Jenis penelitian ini adalah survei deskriptif dengan populasi mahasiswa klinik Departemen Bedah Mulut dan Maksilofasial, Konservasi, Periodonsia dan Pedodonsia. Seluruh populasi dijadikan sampel berjumlah 205 orang. Pengumpulan data tingkat pengetahuan dilakukan dengan bantuan kuesioner. Hasil penelitian menunjukkan paling banyak pengetahuan responden kategori cukup 72,20% diikuti kategori buruk 22,92% dan 4,88% termasuk kategori baik. Hal ini menunjukkan bahwa pengetahuan mahasiswa klinik masih kurang dalam melakukan kontrol infeksi terutama terhadap penyakit risiko tinggi.

(13)

1

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Pelayanan kesehatan yang bermutu adalah pelayanan kesehatan yang paripurna. Pelayanan kesehatan paripurna adalah pelayanan kesehatan yang meliputi promotif dan preventif selain kuratif serta rehabilitatif. Upaya promotif dan preventif di rumah sakit harus mencakup bidang penyakit menular (PM), termasuk kontrol infeksi dan penyakit tidak menular (PTM), patient safety, pencegahan infeksi yang menetap, peningkatan akses masyarakat pada pelayanan kesehatan yang bermutu, penerapan perilaku hidup bersih dan sehat (PHBS) dan mewujudkan lingkungan yang bersih, sehat dan asri. Menjaga kontrol infeksi merupakan aspek yang penting dalam praktek kedokteran dan kedokteran gigi. Termasuk aspek di dalamnya menjaga kesehatan dari praktisi dokter, dokter gigi, staf yang terkait dan pasien tersebut sendiri.1

Prosedur penatalaksanaan kontrol infeksi silang yang umum digunakan adalah

standard precautions berdasarkan aturan yang di keluarkan oleh CDC (Centre for Disease Control and Prevention). Penatalaksanaan yang wajib dilakukan melibatkan kontak dengan darah, semua cairan tubuh, sekresi, eksresi (kecuali keringat), kulit dengan luka terbuka dan mukosa. Dalam praktek kedokteran gigi, standard precautions meliputi enam bagian penting yaitu: evaluasi pasien, perlindungan diri, pemprosesan sterilisasi instrumen, tindakan asepsis dan desinfeksi permukaan, penggunaan alat sekali pakai dan pembuangan sampah medis. Disertai dengan beberapa tindakan khusus untuk penyakit TBC seperti penggunaan masker N95 dan isolasi ruangan, serta melakukan tindakan imunisasi untuk hepatitis B.2

Standard precautions adalah suatu tindakan pencegahan penyebaran penyakit atau infeksi silang dengan cara infeksi kontrol dan perlindungan diri oleh praktisi kesehatan dan pasien yang biasanya menyebar melalui darah ataupun cairan tubuh dan dari udara. Pencegahan infeksi silang yang paling utama adalah meminimalkan

(14)

2

penularan penyakit tanpa memperdulikan status infeksi. Infeksi silang yang sering terjadi di dalam perawatan gigi adalah HIV, hepatitis B, hepatitis C dan TBC. Untuk itu, para tenaga kerja kesehatan harus menguasai standard precautions untuk menghindari dirinya tertular oleh penyakit infeksi dan juga mencegah penyakit tersebut menular dari pasien ke pasien yang lain.3

Penelitian yang dilakukan oleh Askarian dan Assadian pada tahun 2009 untuk menilai tingkat pengetahuan, sikap dan perilaku terhadap standard precautions

dikalangan dokter gigi dan mahasiswa kepaniteraan klinik, menunjukkan bahwa tingkat pengetahuan dan sikap responden memuaskan, tetapi perilaku mereka tidak mencapai tahap yang diharapkan. Ini berarti walaupun pengetahuan responden baik tetapi tidak berpengaruh terhadap perilaku responden. Hal ini terjadi karena kurangnya kesadaran terhadap kontrol infeksi dari infeksi silang.2

Penelitian yang dilakukan oleh Navissha tahun 2011 tentang pengetahuan, sikap dan perilaku mahasiswa kepaniteraan klinik terhadap standard precautions di Rumah Sakit Gigi dan Mulut Pendidikan FKG USU Medan didapatkan hasil sebanyak 48,75% mahasiswa berpengetahuan cukup, sedangkan sikap mahasiswa tergolong baik 55% dan perilaku mahasiswa cukup sebanyak 46,25%. Hal ini mungkin disebabkan kurangnya pengetahuan mahasiswa mengenai pentingnya mengetahuistandard precaution.2

Profesi dokter gigi menjadi profesi yang sangat rentan terkena infeksi. Karena profesi dokter gigi berhubungan dengan darah, cairan tubuh (saliva) yang dapat masuk ke mata, hidung dan mulut dan juga melalui permukaan kulit yang terbuka karena luka lecet dan luka tusuk yang dapat terjadi karena ujung jarum suntik dan dari benda tajam yang merupakan cara penyebaran penyakit yang terinfeksi. Di Indonesia, pada tahun 2012 telah di temukan tiga penderita HIV positif yang berprofesi sebagai dokter gigi. Virus HIV ini ditularkan oleh pasien mereka sendiri.4

(15)

3

harus terampil dalam memberikan pelayan kesehatan dan juga harus mengetahui cara memproteksi diri agar tidak terinfeksi.4

Di dunia, penyakit HIV merupakan penyakit ke-6 tertinggi yang menyebabkan kematian. Pada akhir tahun 2010, terdapat lebih dari 2,7 juta orang yang baru terinfeksi HIV di dunia dan penderita HIV yang meninggal dunia sebanyak 1,5 juta orang. Pada tahun 2014, diperkirakan lebih dari setengah juta orang di Indonesia akan positif HIV. Pada tahun 2011 di Sumatera Utara, penderita HIV diperkirakan sebanyak 900.000 orang, dengan populasi penderita HIV terbanyak di Papua.5,6

Data RISKESDAS tahun 2007 menunjukkan bahwa hepatitis B telah menginfeksi 2 milyar orang di dunia, lebih dari 350 juta orang diantaranya merupakan pengidap virus hepatitis B kronis, 150 juta penderita hepatitis C kronis, 350 ribu diantaranya meninggal karena hepatitis C setiap tahunnya, antara 850.000 -1,05 juta penduduk di dunia meninggal dunia setiap tahun yang disebabkan oleh infeksi hepatitis B dan C. Negara Indonesia tergolong negara dengan penderita hepatitis terbesar nomor 2 di antara negara-negara WHO SEAR (South East Asian Region) di bawah Myanmar. Diperkirakan 9 diantara 100 orang Indonesia terinfeksi Hepatitis B. Estimasi penderita Hepatitis B dan C diperkirakan 25 juta, 50 persennya (12.500.000) diperkirakan akan menderita penyakit hati kronik, dan 10 persennya menjadiliver fibrosisdan kemudian akan berlanjut menjadi kanker hati (1,25 juta).7

Data WHO menunjukkan penyakit TBC (tuberkulosis) di dunia sangat banyak. Penderita TBC yang meninggal dunia sebanyak 2 juta orang dan menjadi penyakit ke-7 terbanyak yang menyebabkan kematian di dunia. Virus ini disebarkan oleh dahak penderita melalui udara (droplets). Penderita TBC di Indonesia sangat banyak. Epidemi TB di Indonesia pada tahun 2002 sebanyak 555.000 kasus (256.000 kasus/100.000 penduduk), dan 46% diantaranya kasus baru. Pada survei yang dilakukan pada tahun 2004, terdapat peningkatan yang signifikan dari data tahun 1997-2004 dan peningkatan yang paling tinggi terjadi pada tahun 2001 dimana dari 43 menjadi 81 per 100.000 penduduk. Walaupun beberapa indikator Millenium Development Goals (MDGs) tentang TB sudah tercapai oleh pemerintah Indonesia,

(16)

4

masalah TB yang ada di Indonesia masih sangat besar. Karena setiap tahunnya terdapat 450.000 kasus baru dan angka kematian yang cukup tinggi yaitu sebanyak 64.000 per tahun atau 175 orang per hari.8

Sebenarnya, tidak ada perlakuan khususstandard precautionsuntuk penderita HIV, hepatitis B, hepatitis C dan TBC. Namun karena besarnya risiko penularan dan bahayanya penyakit HIV, hepatitis B, hepatitis C dan TBC bagi pekerja kesehatan, pada tahun 2003 CDC mengeluarkan anjuran khusus tindakan standard precautions

pada penderita HIV, hepatitis B, hepatitis C dan TBC yaitu dengan melakukan tindakan vaksinasi hepatitis B dan menggunakan alat perlindungan diri seperti masker, sarung tangan, kacamata dan gaun. Serta berhati-hati dalam melakukan perawatan yang menggunakan benda tajam dan melakukan tindakan isolasi ruangan untuk pasien yang menderita TBC.9

Berdasarkan latar belakang di atas, peneliti tertarik untuk meneliti tingkat pengetahuan mahasiswa kepaniteraan klinik di departemen Bedah Mulut dan Maksilofasial, Konservasi, Pedodonsia dan Periodonsia FKG USU terhadap penyakit HIV, hepatitis B, hepatitis C dan TBC serta prosedur standard precautions pada pasien penderita HIV, hepatitis B, hepatitis C dan TBC yang berisiko tinggi menularkan penyakitnya. Departemen tersebut dipilih karena mewakili perawatan gigi yang mempunyai risiko tinggi terpapar dengan penyakit HIV, hepatitis B, hepatitis C dan TBC.

1.2 Rumusan Masalah

(17)

5

1.3 Tujuan Penelitian

1.3.1 Tujuan Umum

Untuk mengetahui tingkat pengetahuan mahasiswa kepaniteraan rumah sakit gigi dan mulut pendidikan FKG USU tentang pengetahuan dan penerapan standard precautions.

1.3.2 Tujuan Khusus

1. Mengetahui distribusi pengetahuan mahasiswa kepaniteraan klinik FKG USU terhadap standard precautions pada pasien yang berisiko tinggi menularkan penyakit HIV, hepatitis B, hepatitis C dan TBC.

2. Mengetahui tingkat pengetahuan mahasiswa kepaniteraan klinik FKG USU tentang pengetahuan standard precautions pada pasien yang berisiko tinggi menularkan penyakit HIV, hepatitis B, hepatitis C dan TBC.

1.4 Manfaat Penelitian

1. Untuk mahasiswa: meningkatkan kompetensi keilmuan dan menambah wawasan tentangstandard precautions.

2. Untuk penelitian selanjutnya: menyediakan data untuk penelitian lanjutan yang berhubungan denganstandard precautions.

3. Untuk peneliti: hasil penelitian ini akan memperdalam pengetahuan peneliti tentang pengetahuan dan tindakanstandard precautions.

4. Untuk Rumah Sakit: menambah informasi tentang prosedur standard precautionsdan meningkatkan standard operasional prosedur di Rumah Sakit.

(18)

6

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Penyakit Infeksi

Penyakit infeksi adalah penyakit yang nyata secara klinik yaitu tanda-tanda dan gejala-gejala medis karakteristik penyakit yang terjadi akibat dari infeksi, keberadaan dan pertumbuhan agen biologik patogenik pada organisme host individu. Dalam hal tertentu, penyakit infeksi dapat berlangsung sepanjang waktu. Patogen penginfeksi meliputi virus, bakteri, jamur, protozoa, parasit multi-seluler dan protein yang menyimpang yang dikenal sebagai virion. Patogen-patogen ini merupakan penyebab epidemi penyakit dalam artian bahwa tanpa patogen, tidak ada epidemi infeksi terjadi. Penularan patogen terjadi dengan berbagai cara yang meliputi kontak fisik, makanan yang terkontaminasi, cairan tubuh, benda, inhalasi yang ada di udara atau melalui organisme vektor. Penyakit infeksi yang sangat infektif ada kalanya disebut menular dan dapat dengan mudah ditularkan melalui kontak dengan orang yang sakit.10,18,24

2.1.1Human Immunodeficiency Virus

(19)
(20)

8

2.1.3 Hepatitis C

Virus hepatitis C menyerang organ hati. Hepatitis C dapat terjadi karena komplikasi dari hepatitis yang lain,cirrhosis, kanker hati dan transplantasi organ hati. Virus hepatitis C diklasifikasikan ke dalam famili Flaviviridae, diambil dari bahasa latin Flavus. Semua virus dari famili ini dapat membuat penyakit jaundice yaitu penyakit kuning. Virus hepatitis C tidak menghancurkan sel hepatosit dari organ hati. Tetapi seperti penyakit periodontitis, kerusakan yang ditimbulkan oleh virus hepatitis C adalah peradangan akibat dari reaksi sistem imun tubuh yang diserangnya.12,20,22,26

2.1.4 Tuberkulosis

(21)
(22)
(23)
(24)
(25)
(26)

14

2.1.6.4 Penyebaran TBC

Penyakit tuberkulosis menyebar melalui udara (droplet). Ketika penderita tuberkulosis batuk, bersin, berbicara ataupun bernyanyi udara yang keluar dari mulut akan mengandung mycobacterium tuberculosis.Bakteri ini dapat juga menyebar dari aerosol atau cipratan saliva dari mulut karena perawatan dokter gigi. Hal ini akan menyebabkan orang sekitar yang menghirup akan tertular tuberkulosis. Bakteri

mycobacterium tuberculosis tidak menyebar melalui berpegangan tangan dan berpelukan.13,17,21,25.

2.1.7 Gejala dan Tanda Klinis

2.1.7.1 Gejala dan Tanda Klinis HIV

Pada awal gejala, setelah 2-4 minggu setelah tertular pasien akan merasakan gejala flu berat, gejala ini disebut dengan Acute Retroviral Syndrome (ARS) yang merupakan respon umum dari sistem imun terhadap virus HIV. Gejala flu berat yang sering terjadi pada tahap awal adalah demam, sakit tenggorokan, mudah lelah, sakit dan ngilu pada otot dan sendi-sendi dan sakit kepala.11

Setelah beberapa lama, pasien akan memasuki tahap klinis laten. Pada tahap ini pasien sama sekali tidak akan merasakan adanya gejala di dalam tubuhnya atau hanya gejala kecil yang dirasakan. Hal ini terjadi karena virus HIV akan berdiam di dalam tubuh dan sedikit menduplikasikan virusnya. Tetapi walaupun dalam fase laten, virus HIV tidak mati dan dapat juga menular. Fase ini dapat terjadi selama puluhan tahun, bahkan ada yang bisa lebih cepat.11

(27)
(28)
(29)

17

Infeksi oleh VHC dapat diidentifikasi dengan memeriksa antibodi yang dibentuk tubuh terhadap VHC bila virus ini menginfeksi dan memeriksa partikel virus dengan pemeriksaan molekuler. Tidak seperti hepatitis B, pemeriksaan konvensional untuk mendeteksi antigen VHC tidak tersedia. Diagnosis infeksi VHC membutuhkan pemeriksaan baik antibodi (anti-VHC) maupun VHC RNA. Pemeriksaan ini ditandatai dengan peningkatan ALT dan durasinya karena berguna untuk mengetahui kadar virus dalam darah. Setelah paparan akut, VHC RNA biasanya terdeteksi dalam serum sebelum antibodi. VHC RNA dapat diidentifikasi paling cepat dua minggu setelah paparan, sedangkan anti-VHC biasanya tidak terdeteksi sebelum minggu ke 8 sampai 12. Pemeriksaan yang dapat dilakukan adalah dengan pemeriksaan Enzyme-Linked Immunosorbent Assay (ELISA) dan

Recombinant Immuno Blot Assay (RIBA). Pemeriksaan lain yang dapat dilakukan adalah Polymerase Chain Reaction (PCR). Pemeriksaan ini mendeteksi sejumlah kecil zat genetik dari virus hepatitis C.12,20

Manifestasi oral pada penyakit hepatitis C, terdapat kemiripan seperti pada hepatitis B yaitu terdapat adanya bercak putih lichen planus, sindrom sjörgen, sialadenitis dan kanker mulut. Tetapi pada hepatitis C, mungkin terdapat faktor diabetes sendiri akibat komplikasi dari kerja organ hati yang sudah rusak. Pada penderita yang mengalami diabetes terdapat gejala dan tanda klinis khusus seperti meningkatnya penyakit periodontal, stomatitis, kandidiasis, cheliatis, leukoplakia dan karies gigi yang juga terdapat pada penderita hepatitis C.12,14

2.1.7.4 Gejala dan Tanda Klinis TBC

Penderita penyakit TB akan mengalami batuk parah yang disertai dengan darah dan dahak selama kurang lebih 3 minggu atau bahkan lebih. Penderita juga akan merasakan sakit di dada, sakit atau kelelahan, kehilangan berat badan, kurang nafsu makan, menggigil, demam dan berkeringat dingin di malam hari.13,25

Pada penderita tuberkulosis, jarang ditemukan adanya manifestasi di rongga mulutnya. Pada penelitian sebelumnya, hanya ditemukan kurang dari 1% penderita yang mengalami manifestasi di rongga mulutnya. Hal ini terjadi karena cairan saliva

(30)

18

yang memiliki efek perlindungan. Hal ini menjelaskan terdapat sedikitnya lesi mulut pada penderita tuberkulosis. Walaupun di dalam rongga mulut penderita tuberkulosis terdapat banyak bakteri-bakteri yang ditemukan. Bakteri yang berada di dalam rongga mulut pada penderita tuberkulosis berasal dari dahak yang terinfeksi. Tuberkulosis rongga mulut dapat primer ataupun sekunder. Pada umumnya lesi tuberkulosis terletak di lidah, gingiva, dasar mulut, palatum, bibir dan mukosa bukal. Lesi di lidah dapat menyebabkan makroglosia dan memberi kesan glositis.13

2.2Standard Precautions

2.2.1 Definisi

Standard precautions adalah suatu prosedur kontrol infeksi atau infeksi silang dan tindakan pencegahan yang bertujuan untuk mencegah perpindahan penyakit melalui darah dan cairan tubuh untuk mencegah cedera dan juga penanganan yang tepat dari perawatan terhadap pasien dan juga dari permukaan yang terkontaminasi. Konsep dari standard precautions untuk kedokteraan gigi pertama sekali diperkenalkan pada tahun 1980-an. Prosedur standard precautions terdiri dari mencuci tangan, tindakan asepsis, desinfeksi, imunisasi, pembuangan limbah dan penggunaan alat perlindungan diri seperti penggunaan sarung tangan, kacamata, pelindung wajah (masker) dan pakaian pelindung.9

(31)
(32)

Standard Precautions CDC

1. Semua pasien

2. Darah, cairan tubuh, sekresi dan eksresi

Cuci tangan Cuci tangan rutin sebelum dan sesudah melakukan tindakan. Gunakan sabun dan cairan antiseptik.

Sarung tangan

Gunakan sarung tangan steril pada saat melakukan tindakan. Gunakan 1 sarung tangan untuk 1 pasien yang berbeda.

Jas dokter/ Lab Gunakan jas kerja yang bersih dan steril untuk melindungi tubuh dan kulit dari darah dan cairan tubuh.

Peralatan Lakukan sterilisasi dan desinfeksi sebelum dan sesudah tindakan pada alat yang digunakan.

Perlakuan khusus terhadap penularan

infeksi darah

Berhati-hati dalam memasang, menggunakan dan membuang benda-benda tajam seperti jarum suntik dan pisau bedah.

Penempatan pasien

Gunakan ruangan khusus untuk pasien yang membutuhkan perlakuan khusus seperti pada pasien yang memiliki penyakit tuberkulosis.

(33)
(34)
(35)
(36)

24

Perlakuan khusus dilakukan untuk menangani pasien yang menderita penyakit HIV seperti:9,16,17,23

1. Cuci tangan dengan sabun. Dikombinasikan menggunakan bahan antiseptik perpaduan alkohol dengan betadine yang lebih efektif dalam membunuh virus dan bakteri.

2. Menggunakan alat instrumen seperti sarung tangan, masker, penutup kepala, baju pelindung, jarum suntik dan skalpel sekali pakai.

3. Kaca mata pelindung, masker N95, penutup kepala dan baju pelindung dipakai untuk melindungi kulit dari cipratan ludah dan darah.

4. Menggunakan isolator karet (rubber dam) yang akan mengurangi jumlah bakteri bila digunakan semprotan air.

5. Melindungi permukaan kerja.

6. Meminimalisir penggunaan benda-benda tajam dalam melakukan perawatan. 7. Berhati-hati dalam menggunakan benda tajam seperti skalpel, sonde dan jarum suntik.

Untuk virus tuberkulosis, usahakan agar tidak menggunakan alat scaling ultra sonik untuk mengurangi aerosol atau cipratan yang terjadi dan penggunaan rubber dam dapat menjadi salah satu tindakan pencegahannya.

CDC membagi tindakan pencegahan penyakit TBC menjadi 3 hal utama:9 1. Pencegahan administratif. Dengan melakukan tindakan edukasi kepada seluruh HCP dan staff yang berkepentingan tentang penyakit tuberkulosis dan cara penularannya. Pelatihan terhadap tindakan pencegahan penyebaran tuberkulosis.

(37)
(38)

26

3. Jika rongga mulut yang terkena, berkumur-kumur dengan air bersih.

4. Konsultasi dengan dokter spesialis untuk memeriksakan kondisi tubuh dan lakukan test darah rutin.

Menghindari paparan darah ataupun cairan tubuh, serta perlindungan dengan imunisasi, tetap merupakan strategi utama untuk mengurangi risiko infeksi yang diperoleh, tetapi pajanan masih dapat terjadi karena kecelakaan kerja yang terjadi. Kombinasi standard precautions, tekhnik kerja, praktek kerja dan kontrol administratif adalah cara terbaik untuk meminimalkan pajanan kerja. Kebijakan dan prosedur tertulis untuk memfasilitasi pelaporan yang cepat, evaluasi, konseling, pengobatan dan tindakan medis yang lebih lanjut dari semua pajanan kerja harus tersedia bagi semua praktisi kesehatan tanpa terkecuali.9,23

2.3 Kerangka Teori

Risiko Infeksi Silang Penyakit Infeksi :

1. HIV 2. Hepatitis B 3. Hepatitis C 4. TBC

Dari Pasien ke Dokter Dari Dokter ke Pasien Dari Pasien ke Pasien

Pencegahan Operator

Standard Precautions

(39)

27

2.4 Kerangka Konsep

Kontrol infeksi penyakit HIV, hepatitis B, hepatitis C dan

TBC. Tingkat pengetahuan

mahasiswa kepaniteraan klinik FKG USU.

(40)

28

BAB 3

METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Jenis Penelitian

Penelitian ini merupakan survei deskriptif untuk mengetahui tingkat pengetahuan mahasiswa kepaniteraan klinik mengenai standard precautions pada pasien dengan risiko tinggi di klinik RSGMP FKG USU.

3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian

3.2.1 Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Departemen Bedah Mulut dan Maksilofasial, Departemen Konservasi Gigi, Departemen Periodonsia dan Departemen Pedodonsia Rumah Sakit Gigi dan Mulut Pendidikan Fakultas Kedokteraan Gigi Universitas Sumatera Utara yang bertempat di Jl. Alumni No. 2 USU Medan.

3.2.2 Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan pada 20 Februari sampai dengan 20 Maret 2015.

3.3 Populasi dan Sampel

(41)

29

3.4 Variabel dan Definisi Operasional

Pengetahuan adalah pengetahuan mahasiswa kepaniteraan terhadap standard precautionspada pasien risiko tinggi di klinik RSGMP FKG USU meliputi:

Tabel 2. Variabel dan Definisi Operasional

No Variabel Operasional Definisi

1.

Jenis penyakit yang menular di praktek dokter gigi

HIV, hepatitis B, hepatitis C dan TBC.

2. Penularan HIV

Ditularkan melalui perpindahan darah atau cairan tubuh seperti cairan sebelum mani, cairan rektal, cairan vagina, cairan mani dan juga air susu ibu.

3. Penularan hepatitis B

Melalui darah ataupun cairan tubuh seperti cairan sebelum mani, cairan rektal, cairan vagina, cairan mani dan juga air susu ibu.

4. Penularan hepatitis C

Menular melalui darah ataupun cairan tubuh seperti cairan sebelum mani, cairan rektal, cairan vagina dan cairan mani.

5. Penularan TBC Menyebar melalui droplet udara seperti batuk, bersin dan berbicara.

6. Gejala dan tanda klinis HIV

Demam, sakit tenggorokan, mudah lelah, sakit dan ngilu pada otot dan sakit kepala.

7. Gejala dan tanda klinis hepatitis B

Demam, kelelahan, nyeri dan sakit pada sendi, kehilangan nafsu makan, mual dan muntah.

(42)

30

No Variabel Operasional Definisi

9. Gejala dan tanda klinis tuberkulosis

Batuk parah yang disertai dahak dan darah, sakit di dada, sakit atau kelelahan, kehilangan berat badan, kurang nafsu makan, menggigil, demam dan berkeringat dingin di malam hari.

10. Manifestasi oral penderita HIV

Jamur, histoplasmosis,crytococcus neoformans,

herpes simplex, herpes zoster,human papillomavirus lesions,cytomegalovirus,hairy leukoplakia, penyakit periodontal, ulser dan xerostomia.

11. Manifestasi oral pada penderita hepatitis B

Lichen planus, sindrom sjörgen, sialadenitis dan juga kanker.

12. Manifestasi oral pada penderita hepatitis C

Lichen planus, sindrom sjörgen, sialadenitis dan juga kanker.

13. Pengertianstandard

precautions

Langkah-langkah yang perlu diikuti ketika

melakukan tindakan yang melibatkan kontak dengan darah, semua cairan tubuh, sekresi, eksresi (kecuali keringat), kulit dengan luka terbuka dan mukosa.

14. Tindakanstandard

precautions

(43)

31

Cuci tangan dengan sabun ditambah dengan bahan antiseptik alkohol yang dikombinasi betadine. Menggunakan alat instrumen seperti sarung tangan, masker, penutup kepala, baju pelindung, jarum suntik dan skalpel sekali pakai. Kaca mata pelindung, masker N95, penutup kepala dan baju pelindung dipakai untuk melindungi kulit dari cipratan ludah dan darah. Menggunakan rubber dam yang akan mengurangi jumlah bakteri bila digunakan semprotan air. Melindungi permukaan kerja. Meminimalisir penggunaan benda-benda tajam dalam melakukan perawatan. Berhati-hati dalam menggunakan benda tajam seperti skalpel, sonde dan jarum suntik.

16.

Tindakan pencegahan pada pasien penderita hepatitis B

Cuci tangan dengan sabun dan ditambahkan dengan bahan antiseptik alkohol yang dikombinasikan dengan betadine. Menggunakan alat instrumen seperti sarung tangan, masker, penutup kepala, baju pelindung, jarum suntik dan skalpel sekali pakai. Kaca mata pelindung, masker N95, penutup kepala dan baju pelindung dipakai untuk melindungi kulit dari cipratan ludah dan darah. Menggunakan isolator karet (rubber dam) yang akan mengurangi jumlah bakteri bila digunakan semprotan air. Melindungi permukaan kerja. Meminimalisir penggunaan benda-benda tajam dalam melakukan perawatan. Berhati-hati dalam menggunakan benda tajam seperti skalpel, sonde dan jarum suntik dan melakukan imunisasi hepatitis B.

(44)

32

No Variabel Operasional Definisi

17. Tindakan pencegahan hepatitis C

Cuci tangan dengan sabun dan ditambahkan bahan antiseptik alkohol yang dikombinasikan dengan betadine. Menggunakan alat instrumen seperti sarung tangan, masker, penutup kepala, baju pelindung, jarum suntik dan skalpel sekali pakai. Kaca mata pelindung, masker N95, penutup kepala dan baju pelindung dipakai untuk melindungi kulit dari

cipratan ludah dan darah. Menggunakan isolator karet (rubber dam) yang akan mengurangi jumlah bakteri bila digunakan semprotan air. Melindungi permukaan kerja. Meminimalisir penggunaan benda-benda tajam dalam melakukan perawatan. Berhati-hati dalam menggunakan benda tajam seperti skalpel, sonde dan jarum suntik.

18. Tindakan pencegahan tuberkulosis

Memakai masker N95, menggunakan rubber dam, melakukan tindakan isolasi, melakukan tindakan desinfektan ruangan dengan menggunakan lampu sinar ultraviolet dan menggunakan ruangan yang memiliki ventilasi dan pertukaran udara yang baik

19.

Desinfektan yang melepaskan klorin seperti natrium hipoklorit (pemutih) dan desinfektan yang

melepaskan iodine seperti povidon iodine (betadine).

(45)

33

Jenis alkohol seperti etil atau isopropil alkohol 60-70% dan yodium dan idofor (betadine).

22. Jenis penggunaan alat sekali pakai

Alat-alat sekali pakai yang digunakan dokter gigi sesuai denganstandard precautionsseperti jarum suntik, benang, jarum jahit, skalpel, sarung tangan, masker, kain alas dada pasien dan ujung saliva ejektor.

23. Jenis imunisasi

Imunisasi yang penting untuk dokter gigi sesuai denganstandard precautionsadalah hepatitis B, BCG dan TBC.

3.5 Metode Pengumpulan Data

Data dikumpulkan dengan cara penyebaran kuesioner, dimana kuesioner diberikan secara langsung kepada responden dan diisi langsung oleh responden. Kuesioner yang diberikan meliputi pertanyaan yang berhubungan dengan pengetahuan tentang standard precautions pada pasien risiko tinggi oleh mahasiswa kepaniteraan klinik di Rumah Sakit Gigi dan Mulut Pendidikan Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Sumatera Utara.

Pengetahuan mahasiswa kepaniteraan klinik di Departemen Bedah Mulut dan Maksilofasial, Departemen Konservasi Gigi, Departemen Periodonsia dan Departemen Pedodonsia mengenai standard precautions pada pasien yang berisiko tinggi diukur melalui 24 pertanyaan. Pertanyaan yang dijawab benar diberi skor 1 dan jawaban salah skor 0. Skor minimum pengetahuan dalam penelitian ini adalah 0 dan maksimum 24. Apabila skor jawaban responden ≥80% dari skor maksimum maka dikategorikan baik. Bila skor jawaban responden 60%-79% dari skor maksimum

(46)

34

maka dikategorikan cukup. Bila skor jawaban responden < 60% dari skor maksimum maka dikategorikan kurang.

Tabel 3. Kategori Penilaian

Alat Ukur Bobot Nilai Total Nilai Kategori Penilaian

Kuesioner (20 pertanyaan)

Benar = 1 Salah = 0

20-24 Baik

14-19 Cukup

<14 Kurang

3.6 Pengolahan dan Analisis Data

(47)

35

BAB 4

HASIL PENELITIAN

4.1 Gambaran Responden

Dari 205 responden penelitian ini, sebanyak 59 orang dari departemen Bedah Mulut dan Maksilofasial, 54 orang dari departemen Konservasi, 63 orang dari departemen Periodonsia dan 28 orang dari departemen Pedodonsia Rumah Sakit Gigi dan Mulut Pendidikan Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Sumatera Utara 2015. Dari 205 responden delapan orang berumur 21 tahun, 63 orang berumur 22 tahun, 45 orang berumur 23 tahun, 31 orang berumur 24 tahun, 35 orang berumur 25 tahun, lima orang berumur 26 tahun, tiga belas orang berumur 27 tahun, tiga orang berumur 28 tahun, satu orang berumur 30 tahun dan satu orang berumur 33 tahun dan dari 205 responden 60 orang berjenis kelamin laki-laki dan 145 orang berjenis kelamin perempuan. (tabel 4).

Tabel 4. Distribusi Karakteristik Responden (n=205)

(48)

36

4.2 Pengetahuan Responden tentangStandard Precautionspada pasien

HIV, Hepatitis B, Hepatitis C dan TBC

Hasil penelitian yang dilakukan terhadap mahasiswa kepaniteraan klinik di departemen Bedah Mulut dan Maksilofasial, departemen Konservasi, departemen Periodonsia dan departemen Pedodonsia Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Sumatera Utara tahun 2015 mengenai tingkat pengetahuan standard precautions

terhadap pasien HIV, hepatitis B, hepatitis C dan TBC yang dapat dilihat pada tabel 5 menunjukkan bahwa pengetahuan responden tentang jenis penyakit yang dapat menular di praktek dokter gigi, penularan penyakit HIV, penularan penyakit TBC, gejala dan tanda klinis TBC, tujuan dilakukannya kontrol infeksi, pengetahuan

(49)

37

Tabel 5. Distribusi pengetahuan resonden terhadapstandard precautions pada pasien HIV, hepatitis B, hepatitis C dan TBC

Pengetahuan Tahu Tidak Tahu

n % n %

Penularan penyakit HIV 202 98,53 3 1,47

Pengertianstandard precautions 193 94,14 12 5,86

Penularan penyakit TBC 192 93,65 13 6,35

Jenis-jenis alat sekali pakai 192 93,65 13 6,35

Jenis penyakit yang dapat menular di praktek

dokter gigi 184 89,75 21 10,25

Pencegahan utama pada pasien TBC 181 88,29 24 11,71

Tindakanstandard precautions 178 86,82 27 13,18

Gejala dan tanda klinis TBC 173 84,40 32 15,60

Tujuan dilakukannya kontrol infeksi 167 81,46 38 18,54 Tipe masker yang diajurkan CDC untuk

bakterimycobacterium tuberculosis 165 80,48 40 19,52

Pencegahan utama perawatan pada pasien

hepatitis B 159 77,56 46 22,44

Gejala dan tanda klinis hepatitis B 138 67,31 67 32,69 Pencegahan utama perawatan pada pasien

HIV 132 64,39 73 35,61

Gejala dan tanda klinis hepatitis C 122 59,51 83 40,49

Gejala dan tanda klinis HIV 120 58,53 85 41,47

Manifestasi oral HIV 118 57,56 87 42,44

Jenis antiseptik yang efektif membunuh HIV,

hepatitis B, hepatitis C dan TBC 114 55,60 91 44,40 Jenis desinfektan yang efektif membunuh

TBC 113 55,12 92 44,88

Jenis desinfektan yang efektif membunuh

HIV, hepatitis B dan hepatitis C 111 54,14 94 45,86

Penularan penyakit hepatitis C 92 44,84 113 55,16

Manifestasi oral hepatitis B dan hepatitis C 90 43,90 115 56,10

Imunisasi yang penting untuk dokter gigi 65 31,70 140 68,30

Penularan penyakit hepatitis B 63 30,73 142 69,27

Pencegahan utama perawatan pada pasien

hepatitis C 60 29,26 145 70,74

(50)

38

Hasil penelitian yang dilakukan terhadap mahasiswa kepaniteraan klinik di departemen Periodonsia Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Sumatera Utara tahun 2015 mengenai tingkat pengetahuan standard precautions terhadap pasien HIV, hepatitis B, hepatitis C dan TBC dapat dilihat jumlah responden yang menjawab cukup sebanyak 52 orang dengan persentase 81,25%, lalu kurang sebanyak delapan orang dengan persentase 12,5% dan diikuti baik sebanyak empat orang dengan persentase 6,25% (Tabel 6).

Hasil penelitian yang dilakukan terhadap mahasiswa kepaniteraan klinik di departemen Pedodonsia Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Sumatera Utara tahun 2015 mengenai tingkat pengetahuan standard precautions terhadap pasien HIV, hepatitis B, hepatitis C dan TBC dapat dilihat jumlah responden yang menjawab cukup sebanyak lima belas orang dengan persentase 53,57%, lalu kurang sebanyak sebelas orang dengan persentase 39,29% dan diikuti baik sebanyak dua orang dengan persentase 7,14% (Tabel 6).

Hasil penelitian yang dilakukan terhadap mahasiswa kepaniteraan klinik di departemen Konservasi Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Sumatera Utara tahun 2015 mengenai tingkat pengetahuan standard precautions terhadap pasien HIV, hepatitis B, hepatitis C dan TBC dapat dilihat jumlah responden yang menjawab cukup sebanyak 40 orang dengan persentase 74,07%, lalu kurang sebanyak tiga belas orang dengan persentase 24,08% dan diikuti baik sebanyak satu orang dengan persentase 1,85% (Tabel 6).

Hasil penelitian yang dilakukan terhadap mahasiswa kepaniteraan klinik di departemen Bedah Mulut dan Maksilofasial Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Sumatera Utara tahun 2015 mengenai tingkat pengetahuan standard precautions

(51)

39

Tabel 6. Distribusi pengetahuan resonden terhadapstandard precautions pada pasien HIV, hepatitis B, hepatitis C dan TBC di departemen Bedah Mulut, Periodonsia, Pedodonsia dan Konservasi

Departemen Kategori Pengetahuan n %

Periodonsia

Baik 4 6,25

Cukup 52 81,25

Kurang 8 12,5

Pedodonsia

Baik 2 7,14

Cukup 15 53,57

Kurang 11 39,29

Konservasi

Baik 1 1,85

Cukup 40 74,07

Kurang 13 24,08

Bedah Mulut dan Maksilofasial

Baik 3 5,08

Cukup 41 69,49

Kurang 15 25,42

Tingkat pengetahuan mahasiswa kepaniteraan klinik tentang standard precautions pada pasien HIV, hepatitis B, hepatitis C dan TBC didapat persentase tertinggi mempunyai pengetahuan cukup yaitu 72,20%, diikuti 22,92% responden termasuk kategori buruk dan 4,88% responden termasuk kategori baik. (Tabel 7).

(52)

40

Tabel 7. Kategori pengetahuan responden tentang tingkat pengetahuan standard precautionspada pasien HIV, hepatitis B, hepatitis C dan TBC

Kategori Pengetahuan n %

Baik Cukup Kurang

10 148

47

4,88 72,20 22,92

(53)

41

BAB 5

PEMBAHASAN

Hasil penelitian menunjukkan hampir seluruh responden 98,53% mengetahui dengan baik dalam hal penularan penyakit HIV. Dengan mengetahui penularan kita dapat mencegah penularan secara dini penyakit HIV yang mungkin dapat terjadi. Hasil serupa juga didapat dari penelitian oleh Viragi PS dkk di India tahun 2011 yang menunjukkan 87% dokter gigi mengetahui dengan baik mengenai tingkat pengetahuan penularan penyakit HIV.49 Namun pengetauan responden kurang 58,53% dalam hal gejala dan tanda klinis penyakit HIV dan pengetahuan responden juga kurang 57,56% dalam hal manifestasi oral penyakit HIV. Hasil persentase yang rendah menunjukkan kurangnya kesadaran akan bahayanya penyakit HIV dan kurangnya pemahaman ilmu akan penyakit HIV. Tingkat keilmuan akan manifestasi oral dan gejala dan tanda klinis penyakit HIV harus ditingkatkan agar mahasiswa klinik dapat mengetahui apa saja ciri-ciri penderita HIV, hal ini akan berguna pada anamnesa sebagai tindakan awal pencegahan sehingga dapat mencegah infeksi silang yang dapat terjadi. Hasil ini berbeda dengan penelitian yang dilakukan oleh Viragi PS dkk pada dokter gigi di India tahun 2011 yang mendapatkan hasil yang memuaskan untuk tingkat pengetahuan terhadap manifestasi oral dan gejala dan tanda klinis pada penyakit HIV.49Perbedaan hasil penelitian tersebut dimungkinkan karena perbedaan sampel penelitian, dimana penelitian ini menggunakan mahasiswa kepaniteraan klinik sedangkan Viragi PS dkk menggunakan dokter gigi sebagai sampelnya. (Tabel 5).

Hampir seluruh responden 94,14% mengetahui dengan baik pengertian

standard precautions sedangkan pengetahuan responden yang cukup 81,46% dalam hal tujuan dilakukannya kontrol infeksi dan 86,82% responden mengetahui dengan baik tindakanstandard precautionsserta 80,48% responden mengetahui masker yang dianjurkan oleh CDC untuk mencegah penyebaran virusmycobacterium tuberculosis. Hasil ini hampir sama dengan penelitian yang dilakukan oleh Yuzbasioglu dkk pada 135 dokter gigi di Turki pada tahun 2005 dimana 96,30% respondennya mengetahui

(54)

42

dengan baik pengetahuan dan tindakan standard precautions.48 Dengan mengetahui tindakan standard precautions, risiko infeksi silang yang mungkin terjadi dapat dihindari baik pada penyakit HIV, hepatitis B, hepatitis C, TBC dan bahkan penyakit menular lainnya. (Tabel 5).

Hampir seluruh responden 93,65% mengetahui dengan baik penularan penyakit TBC sedangkan pengetahuan responden cukup 84,40% dalam hal gejala dan tanda klinis TBC. Hasil tersebut sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Bhebhe LT dkk pada 129 tenaga kerja kesehatan di Afrika Selatan tahun 2014 yang menunjukkan hasil yang cukup memuaskan dalam tingkat pengetahuan tenaga kerja kesehatan terhadap bakteri mycobacterium tuberculosis.52 Hal ini menunjukkan bahwa tingkat kepedulian akan penyakit TBC semakin baik, walaupun nyatanya penderita TBC masih sangat banyak dan masih jauh dari harapan. Dengan mengetahui penularan, gejala dan tanda klinis kita dapat mendeteksi penderita TBC secara awal pada anamnesa. Hal ini akan berguna karena kita dapat melakukan prosedur pencegahan infeksi silang dengan melakukan tindakanstandard precautions pada penderita TBC. (Tabel 5).

Hampir seluruh responden 93,65% mengetahui dengan baik jenis-jenis alat sekali pakai. Hasil tersebut sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Al-Rabeah dan Mohammed pada 206 dokter gigi di Riyadh pada tahun 1999 yang melaporkan rata-rata 98% respondennya mengetahui alat-alat sekali pakai.54Alat-alat sekali pakai dapat mengurangi infeksi silang virus dan bakteri penyakit menular, karena alat-alat sekali pakai tidak diperbolehkan untuk dipakai secara berulang dan hanya sekali digunakan untuk satu pasien. Hal ini akan mencegah perpindahan virus dan bakteri dari satu pasien ke pasien lain. (Tabel 5).

(55)

43

penyakit paling menular di praktek dokter gigi.48 Dengan mengetahui penyakit-penyakit yang dapat menular di praktek dokter gigi dapat mencegah infeksi silang yang mungkin dapat terjadi, karena dengan mengetahui apa saja penyakit yang dapat menular di praktek dokter gigi kita dapat mempelajari penularan, manifestasi oral, gejala dan tanda klinis serta mengetahui tindakan pencegahan apa saja yang dapat dilakukan. Masih adanya mahasiswa klinik yaitu sebanyak 10,25% responden yang tidak mengetahui penyakit risiko tinggi yang dapat menular di praktek dokter gigi dimungkinkan karena kurangnya keilmuan dan pengetahuan dari responden. (Tabel 5).

Pengetahuan responden yang baik 84,39% dalam hal pencegahan penyakit HIV dan pengetahuan responden juga baik 88,29% dalam hal pencegahan penyakit TBC sedangkan pengetahuan responden cukup 77,56% dalam hal pencegahan penyakit hepatitis B namun pengetahuan responden masih sangat kurang 29,26% dalam hal pencegahan penyakit hepatitis C. Hasil ini hampir sama dengan penelitian yang dilakukan oleh Puttaih dkk pada 500 orang dokter gigi di India tahun 2010 yang melaporkan hasil yang memuaskan bagi pengetahuan dokter gigi terhadap pencegahan penyakit menular di kedokteran gigi, kecuali untuk penularan penyakit hepatitis C karena kemungkinan kurangnya kesadaran, pemahaman ilmu dan keingintahuan responden terhadap penyakit hepatitis C.53 Meskipun sebagian besar mahasiswa klinik Rumah Sakit Gigi dan Mulut Pendidikan Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Sumatera Utara sudah mengetahui prosedur pencegahan infeksi silang

standard precautions pada penderita HIV, Hepatitis B dan TBC, dapat dilihat persentase yang cukup rendah pada penyakit hepatitis C. Hal ini harus segera diperbaiki, agar mahasiswa klinik Rumah Sakit Gigi dan Mulut Pendidikan Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Sumatera Utara dapat menghindari infeksi silang dengan melakukan prosedur standard precautions pada`penyakit hepatitis C di praktek dokter gigi. (Tabel 5).

Pengetahuan responden yang kurang 67,31% dalam hal gejala dan tanda klinis hepatitis B dan juga pengetahuan responden yang masih kurang 43,90% dalam hal manifestasi oral hepatitis B. Dengan mengetahui manifestasi oral, gejala dan tanda

(56)

44

klinis hepatitis B, kita dapat menguatkan anamnesa pada awal perawatan sehingga dapat mengetahui tindakan apa saja yang harus dilakukan untuk menghindari infeksi silang yang dapat terjadi. Hasil ini berbeda dengan penelitian yang dilakukan oleh Kasetty S dkk pada dokter gigi di India tahun 2013.50Hal ini terjadi karena mungkin kurangnya pemahaman pengetahuan yang diberikan oleh responden penelitian dan juga kurangnya kepedulian dari responden penelitian terhadap bahayanya penyakit hepatitis B. Dari pertanyaan yang mewakili pengetahuan terhadap hepatitis B dapat dilihat bahwa pengetahuan mahasiswa sangat rendah. Hal ini merupakan risiko besar infeksi silang hepatitis B dapat terjadi, maka dari itu baiknya pengetahuan akan hepatitis B seperti penularan, manifestasi oral, gejala dan tanda klinis harus ditingkatkan. (Tabel 5).

Pengetahuan responden yang kurang 54,14% dalam hal jenis desinfektan yang efektif membunuh HIV, hepatitis B dan hepatitis C. Sedangkan pengetahuan responden yang kurang 55,12% dalam hal jenis desinfektan yang efektif membunuh TBC dan hanya 55,60% responden mengetahui dengan baik jenis antiseptik yang efektif membunuh HIV, hepatitis B, hepatitis C dan TBC. Hasil yang didapat mencerminkan rendahnya pengetahuan mahasiswa klinik Rumah Sakit Gigi dan Mulut Pendidikan Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Sumatera Utara akan tindakan sterilisasi dan desinfeksi menurut prosedur standard precautions. Hasil ini berbeda dengan penelitian yang dilakukan oleh Al-Rabeah dan Mohammed pada 206 dokter gigi di Riyadh pada tahun 1999 yang melaporkan 62% respondennya mengetahui sterilisasi dan desinfeksi yang baik dalam kontrol infeksi. 54 Hasil yang sedikit berbeda ini dimungkinkan karena perbedaan responden dan juga tempat penelitian. Tindakan sterilisasi dan desinfeksi yang baik dapat membunuh virus dan bakteri penyakit-penyakit menular seperti HIV, hepatitis B, hepatitis C, TBC dan lain-lain. Hal ini dapat mencegah infeksi silang yang dapat terjadi, karena alat-alat dan tempat praktek dokter gigi dapat menjadi tempat virus dan bakteri sebagai media penularan. (Tabel 5).

(57)

45

hepatitis C sementara responden yang mengetahui gejala dan tanda klinis hepatitis C sebesar 59,51%. Hasil ini berbeda dengan penelitian Ghanaei RM dkk pada tingkat pengetahuan mahasiswa kedokteran terhadap pengetahuan hepatitis C di Iran tahun 2013.51 Hal ini mungkin dikarenakan kurangnya pemahaman pengetahuan dan kepedulian responden terhadap penyakit hepatitis C. Manfaat mengetahui penularan, manifestasi oral, gejala dan tanda klinis hepatitis C adalah kita dapat mencegah infeksi silang yang dapat terjadi dan dapat menguatkan anamnesa pada penderita hepatitis C sebagai deteksi awal agar berhati-hati dan melakukan prosedur standard precautionsyang tepat agar terhindar dari infeksi silang yang dapat terjadi. (Tabel 5).

Pengetahuan responden sangat kurang 30,73% dalam hal tingkat pengetahuan terhadap penularan penyakit hepatitis B. Rendahnya hasil yang didapat mencerminkan rendahnya pengetahuan mahasiswa klinik di Rumah Sakit Gigi dan Mulut Pendidikan Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Sumatera Utara. Rendahnya pengetahuan penularan hepatitis B harus segera diperbaiki, agar infeksi silang yang mungkin terjadi dapat dihindari. Hasil ini berbeda dengan penelitian yang dilakukan oleh Kasetty S dkk yaitu sebanyak 82,15% responden yang terdiri dari 280 orang dokter gigi di India tahun 2013 mengetahui dengan baik penularan virus hepatitis B.50 Perbedaan hasil yang didapat mungkin dikarenakan perbedaan responden penelitian, dan mungkin kurangnya perhatian dan pemahaman pengetahuan penyakit hepatitis B yang didapat pada responden penelitian ini. (Tabel 5)

Pengetahuan responden sangat kurang 31,70% dalam hal imunisasi yang penting bagi dokter gigi. Sedangkan hasil yang lebih baik didapat dari penelitian yang dilakukan oleh Navissha yaitu walaupun hanya 58,75% respondennya mengetahui imunisasi yang penting untuk dokter gigi.55 Rendahnya hasil persentase penelitian tersebut kemungkinan dikarenakan kurangnya pengetahuan mengenai pentingnya imunisasi bagi petugas kesehatan khususnya dokter gigi, mengingat bahwa risiko penularan penyakit infeksi pada petugas kesehatan tergolong tinggi. Imunisasi sebagai tindakan pencegahan awal pada pekerja kesehatan baik pada dokter gigi, perawat ataupun mahasiswa klinik untuk menghindari terinfeksi penyakit menular yang dapat terjadi. Imunisasi yang penting untuk pekerja kesehatan adalah imunisasi

(58)

46

hepatitis B dan BCG (TBC). Tingkat pengetahuan imunisasi yang penting untuk pekerja kesehatan pada mahasiswa klinik Rumah Sakit Gigi dan Mulut Pendidikan Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Sumatera Utara harus ditingkatkan karena dengan mengetahui apa saja imunisasi yang penting untuk pekerja kesehatan, dapat menjadi bekal nanti ketika sudah menjalani praktek untuk mencegah infeksi silang yang mungkin dapat terjadi di tempat praktek dokter gigi. (Tabel 5).

Hasil penelitian menunjukkan pengetahuan responden paling banyak kategori cukup 72,20%, diikuti kurang 22,92% dan baik 4,88%. Hasil ini sesuai dengan penelitian Navissa tahun 2011 yang menunjukkan pengetahuan mahasiswa kepaniteraan klinik paling banyak termasuk kategori cukup yaitu 48,75%. Ini mungkin disebabkan karena kurangnya pengetahuan mahasiswa mengenai pentingnya

(59)

47

BAB 6

KESIMPULAN DAN SARAN

6.1 Kesimpulan

1. Pengetahuan responden termasuk kategori baik (≥80%) dalam hal penularan penyakit HIV, pengertian standard precautions, penularan penyakit TBC, jenis-jenis alat sekali pakai, jenis penyakit yang dapat menular di praktek dokter gigi, pencegahan utama pada pasien TBC, tindakanstandard precautions, gejala dan tanda klinis TBC, tujuan dilakukannya kontrol infeksi dan tipe masker yang dianjurkan CDC untuk bakterimycobacterium tuberculosis.

2. Pengetahuan responden termasuk kategori cukup (60%-79%) dalam hal pencegahan utama perawatan pada pasien hepatitis B, gejala dan tanda klinis hepatitis B dan pencegahan utama perawatan pada pasien HIV.

3. Pengetahuan responden termasuk kategori kurang (<60%) dalam hal gejala dan tanda klinis hepatitis C, gejala dan tanda klinis HIV, manifestasi oral HIV, jenis antiseptik yang efektif membunuh HIV, hepatitis B, hepatitis C dan TBC, jenis desinfektan yang efektif membunuh TBC, jenis desinfektan yang efektif membunuh HIV, hepatitis B dan hepatitis C, penularan penyakit hepatitis C, manifestasi oral hepatitis B dan hepatitis C, Imunisasi yang penting untuk dokter gigi, penularan penyakit hepatitis B dan pencegahan utama perawatan pada pasien hepatitis C.

4. Pengetahuan responden paling banyak kategori cukup 72,20%, diikuti kategori kurang 22,92% dan kategori baik 4,88%.

6.2 Saran

1. Untuk Fakultas Kedokteran Gigi: memasukkan materi dan pelatihan soft skills tentang pencegahan penyakit menular seperti praktikum dan skills labprosedur

standard precautions dalam perkuliahan Fakultas Kedokteran Gigi untuk dimanfaatkan dan diterapkan dalam pelaksanaan uji kompetensi bagi dokter gigi. Mengadakan pelatihan soft skills tentang pencegahan penyakit menular seperti

(60)

48

praktikum dan skills lab prosedur standard precautions dalam perkuliahan Fakultas Kedokteran Gigi untuk dimanfaatkan dan diterapkan dalam pelaksanaan uji kompetensi bagi dokter gigi. Disarankan agar dilakukannya penelitian lebih lanjut pada tingkat pengetahuan dan perilaku pada seluruh mahasiswa klinik Rumah Sakit Gigi dan Mulut Pendidikan Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Sumatera Utara akan tindakan standard precautions pada pasien yang berisiko menular khususnya pada pasien hepatitis B dan hepatitis C karena pada penelitian ini persentase yang didapat pada penyakit hepatitis B dan hepatitis C sangat rendah serta penelitian ini hanya meneliti mahasiswa di empat departemen saja.

2. Untuk mahasiswa: Agar lebih peduli terhadap penyakit-penyakit yang dapat menular di praktek dokter gigi terutama penyakit-penyakit infeksi dengan risiko tinggi yang dapat menular melalui infeksi silang.

(61)

47

DAFTAR PUSTAKA

1. Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. Pelayanan Rumah Sakit bermutu harus cakup upaya promotif dan preventif. Jakarta: Pusat komunikasi publik, sekretariat Jenderal Kementerian Kesehatan RI, 2012: 1

2. Yanti GN. Hubungan faktor pengetahuan, kepercayaan, ketersediaan sarana, peraturan dan pengawasan di Rumah Sakit dengan perilaku dokter gigi dalam menerapkan standard precaution di Rumah Sakit kota Medan. Tesis. Medan: Program studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat FKM USU, 2013: 3-5

3. Hoy J, Richmond J. Standard precautions and infection control. In: Bradford D, Hoy J, Mattews G. Eds. Hiv, viral hepatitis and stis: A guidline for primary care, 3th ed., Melbourne: Australasian Society for HIV Medicine (ASHM)., 2008: 146-7.

4. Anonymous. Tiga dokter di Surabaya terinfeksi hiv. (www.koran-sindo.com/node/297211)(Desember 18.2014).

5. Ringkasan kajian unicef Indonesia. Respon terhadap hiv & aids. Jakarta: Unicef Indonesia, oktober 2012: 1-6.

6. Epidemic update and health sector progress towards universal access progress report. Geneva, Switzerland: Global hiv/aids response, 2011: 11-19.

7. Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. Saatnya peduli hepatitis: Ketahui, cegah dan obati. Jakarta: Pusat komunikasi publik, sekretariat Jenderal Kementerian Kesehatan RI, 2013: 1-2

8. Kartasasmita CB. Epidemiologi tuberkulosis. Sari pediatric. Bandung: Bagian ilmu kesehatan anak FK Universitas Padjajaran/RS Hasan Sadikin, 2 Agustus 2009; 11 (2): 124-9.

9. Kohn WG dkk. Guidelines for infection control in dental health-care settings. Morbidity and mortality weekly report. 2003; 52: 1-68.

10. McAdam AJ, Sharpe AH. Penyakit infeksi. Dalam: Dasar patologis penyakit. Alih bahasa. Hartono A. Jakarta: EGC Medical Publisher, 2009: 207-11.

(62)

48

11. Mitchel RN. Penyakit imunitas. Dalam: Dasar patologis penyakit. Alih bahasa. Hartono A. Jakarta: EGC Medical Publisher, 2009: 157-68.

12. Crawford JM. Hati dan saluran empedu. Dalam: Dasar patologis penyakit. Alih bahasa. Hartono A. Jakarta: EGC Medical Publisher, 2009: 516-9.

13. McAdam AJ, Sharpe AH. Penyakit infeksi. Dalam: Dasar patologis penyakit. Alih bahasa. Hartono A. Jakarta: EGC Medical Publisher, 2009: 225-7.

14. Setia S, Gambhir RS, Kapoor V. Hepatitis b and c: Clinical implications in dental practice. Euro J Gen Dent 2013; 2: 14-7.

15. Miller CH, Palenik CJ. Infection control. In: Infection control & management of hazardous materials for the dental team, 3 th ed: 82-4.

16. Isnandar. Kontrol infeksi di kedokteran gigi., Medan: FKG USU., 2011: 1-17. 17. Whitelaw A. Integrating tuberculosis and hiv services. South Afr J Epide Infect

2011; 2: 55-8.

18. Wilson LM. Konsep umum penyakit. Dalam: Patofisiologi konsep klinis proses-proses penyakit. Alih Bahasa. Pendit BU dkk. Jakarta: EGC Medical Publisher, 2006: 2-8.

19. Lan VM. HIV dan AIDS. Dalam: Patofisiologi konsep klinis proses-proses penyakit. Alih Bahasa. Pendit BU dkk. Jakarta: EGC Medical Publisher, 2006: 224-43.

20. Lindseth GN. Gangguan hati, kandung empedu, dan pankreas. Dalam: Patofisiologi konsep klinis proses-proses penyakit. Alih Bahasa. Pendit BU dkk. Jakarta: EGC Medical Publisher, 2006: 488-90.

21. Ali J. Tuberculosis. In: Infectious disease emergency department diagnosis & management, 1sted., Amerika: The Mcgraw-Hill Companies, Inc., 2007: 91-111. 22. Schoenberger JM. Hepatitis. In: Infectious disease emergency department

diagnosis & management, 1st ed., Amerika: The Mcgraw-Hill Companies, Inc., 2007: 145-51.

(63)

49

24. Gould BE. Principles of infection. In: Pathophysiology for the health professions, 3th ed., Canada: Saunders Elsevier., 2006: 89-94.

25. Gould BE. Respiratory disorders. In: Pathophysiology for the health professions, 3th ed., Canada: Saunders Elsevier., 2006: 383-6.

26. Gould BE. Digestive system disorders. In: Pathophysiology for the health professions, 3th ed., Canada: Saunders Elsevier., 2006: 457-62.

27. Rehermann B. Pathogenesis of chronic viral hepatitis: Differential roles of t cells and nk cells. In: Nature books, 19thed., USA., 2013: 859-68.

28. Wani RLS. Tuberculosis 2: Pathophysiology and microbiology of pulmonary tuberculosis. south sudan med J 2013; 6: 10-1.

29. Chughtails lahore lab. World aids day. http://chughtailab.com/learning-center/world-aids-day/ (Februari 4. 2015).

30. Rao TV. Viral hepatitis b and d. http://www.slideshare.net/doctortvrao/viral-hepatitis-b-d (Februari 4. 2015).

31. Clifton RD. Basics tb facts. http://www.cdc.gov/tb/topic/basics/ (Februari 4.2015).

32. Majeed U. Hepatitis types, symptoms and treatment. https://hepatitis.knoji.com/hepatitis-types-symptoms-treatment/ (Februari 4. 2015).

33. Teja CSR, Devy AS, Nirmal RM, Sunil PM, Deepasree M. Cytomorphometric analysis of exfoliated cells in oral lichen planus. Cyto J 2014; 11: 3.

34. Pietrangelo A. Hepatitis C by the numbers: Facts, stats & you. http://www.healthline.com/health/hepatitis-c/facts-statistics-infographic (Februari 4. 2015).

35. Schiffman G. Tuberculosis symptoms and signs. http://www.emedicinehealth.com/tuberculosis/page3_em.htm (Februari 4. 2015). 36. Anonymous. Droplet precautions.

http://oxfordhealthnj.com/tag/droplet-precautions (Februari 4. 2015).

(64)

50

37. Patwardhan N, kelkar U. Disinfection, sterilization and operation theater guidelines for dermatosurgical practitioners. Indian J dermatol venereal leprol 2011; 77: 83-93.

38. King RSWP, Eimer BC, Shaffer RE. Filtration performance of niosh-approved n95 and p100 filtering facepiece respirators against 4 to 30 nanometer-size nanoparticles. J of occu and environ hygiene 2005; 9: 556-64.

39. Berry C. A guide to personel protective equipment. 25thed., Raleigh: Osha., 2013: 6.

40. Puttaiah R. Chemical germicide use. In: Kohli A, Puttaiah R. Eds. Dental infection control & occupational safety for oral health professional., India: Dental council of India., 2007: 40.

41. Puttaiah R. Instrument reprocessing and sterilization monitoring . In: Kohli A, Puttaiah R. Eds. Dental infection control & occupational safety for oral health professional., India: Dental council of India., 2007: 48.

42. World health organization. Hep b (recombinant) (10 adult dose vial). http://www.who.int/immunization_standards/vaccine_quality/pq_131_hepb_10do se_adult_sii/en/ (Februari 5. 2015).

43. Rensselaer polytechnic institute. Controlling tuberculosis transmission with

ultraviolet irradiation.

http://www.lrc.rpi.edu/researchareas/pdf/ultravioletgermicidal.pdf (februari 5. 2015).

44. World health organization. How to hand wash. http://www.who.int/gpsc/tools/HAND_WASHING.pdf (Februari 12. 2015) 45. Emir Y, Dugyu S, Sevgi C, Sinasi S, Seda C. A survey of cross-infection control

procedures: Knowledge and attitudes of Turkish dentist. J appl oral sci 2009; 17 (6): 565-8.

(65)

51

47. Kasetty S, Mohania A, Dwivedi D, Tijare M, Kallianpur S, Gupta S. A cross-sectional study on the knowledge of hepatitis b infection among dental professionals. Jvm 2013; 2013: 1-5.

48. Ghanaei RM, Joukar F, Souti F, Roushan ZA. Knowledge and attitude of medical science students toward hepatitis b and c infections. Int j clin exp med 2013; 6(3): 197-205.

49. Bhebhe LT, Rooyen CV, Steihberg WJ. Attitudes, knowledge and practices of healthcare workers regarding occupational exposure of pulmonary tuberculosis. Afr jou prm healthcare fam med 2014; 6(1): 1-6.

50. Puttaih R, Shetty S, Bedi R, Verma R. Dental infection in India at the turn of the century. World journal of dentistry 2010; 1: 1-6.

51. Al-Rabeah A, Mohammed AS. Infection control in the private dental sector in Riyadh. Annals of Saudi medicine; 11(1-2): 13-7

52. Devi N. Pengetahuan, sikap dan perilaku mahasiswa kepaniteraan klinik terhadap penatalaksanaan infeksi silang di RSGM-P Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Sumatera Utara Medan. Skripsi. Medan: Departemen Ilmu Kedokteran Gigi Pencegahan/ Kesehatan Gigi Masyarakat FKG USU, 2011: 45

53. Crofton J. Treatment of tuberculosis. In: Clinical Tuberculosis, 3rd ed., Malaysia: Macmillan education., 2009: 130.

(66)

Lampiran 1

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

Nama Lengkap : Muhammad Fathurrahman Tempat/Tanggal Lahir : Medan/ 7 Desember 1993 Jenis Kelamin : Laki-laki

Agama :Islam

Alamat :Jl. Alfalah Raya No. B5

Glugur Darat 1, Medan Orangtua

Ayah : H. Muslim Yusuf, drg., Sp.Ort (k) Ibu : Hj. Effi Safitri Magdalena, drg Riwayat Pendidikan

1. 2000-2003 : SDN 01 Cempaka Putih, Jakarta Pusat 2. 2003-2005 : SD Pertiwi, medan

3. 2005-2008 : SMP Yayasan Pendidikan Harapan 2, Medan 4. 2008-2011 : SMA Negeri 1, Medan

(67)

1

Lampiran 2

LEMBAR PERSETUJUAN SUBYEK PENELITIAN

Saya yang bertanda tangan dibawah ini :

Nama :

Umur :

Jenis Kelamin : Laki-laki/Perempuan*)

Alamat :

Setelah mendapat keterangan dan penjelasan secara lengkap, maka dengan penuh kesadaran dan tanpa paksaan saya bersedia berpartisipasi pada penelitian dengan

judul : TINGKAT PENGETAHUAN MAHASISWA KEPANITERAAN

KLINIK FKG USU TERHADAPSTANDARD PRECAUTIONS PADA PASIEN

HIV, HEPATITIS B, HEPATITIS C DAN TBC PADA TAHUN 2015.

Medan, 2015

Mahasiswa Peneliti Responden

(Muhammad Fathurrahman) ( )

Keterangan : *) coret yang tidak perlu.

Gambar

Tabel 2. Variabel dan Definisi Operasional
Tabel 3. Kategori Penilaian
Tabel 4. Distribusi Karakteristik Responden (n=205)
Tabel 6. Distribusi pengetahuan resonden terhadap standard precautions pada
+2

Referensi

Dokumen terkait

Persentase tingkat pengetahuan mahasiswa kepaniteraan klinik Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Sumatera Utara terhadap dampak merokok pada jaringan lunak mulut yang diperoleh

Pentingnya penerapan Standard Precaution operator sebelum tindakan perawatan gigi sebagai upaya pencegahan infeksi silang saat melakukan perawatan gigi pasien, maka peneliti

” Pengetahuan Mahasiswa Kepaniteraan Klinik Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Malaya terhadap Prosedur Penggunaan Radiografi Kedokteran Gigi dalam. Melakukan

Dari hasil penelitian yang dilakukan, dapat disimpulkan bahwa pengetahuan mahasiswa kepaniteraan klinik mengenai gambaran anomali gigi menggunakan radiografi

termasuk dalam kategori baik (76-100%) dalam hal risiko kesalahan prosedur setelah tindakan perawat- an gigi, definisi standard precautions , macam-macam peralatan

Seluruh staf pengajar dan pegawai Departemen Bedah Mulut dan Maksilofasial Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Sumatera Utara yang telah memberikan saran dalam penyelesaian

mahasiswa fakultas kedokteran gigi (Studi kasus pada rumah sakit gigi dan.. mulut pendidikan

Utara atas ilmu dan pelajaran yang telah diberikan selama penulis menjalani kuliah.. Direktur Utama Rumah Sakit Gigi dan Mulut Fakultas