• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pembuatan Senyawa Epoksi Dari Metil Ester Asam Lemak Sawit Destilat Secara Enzimatis

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Pembuatan Senyawa Epoksi Dari Metil Ester Asam Lemak Sawit Destilat Secara Enzimatis"

Copied!
111
0
0

Teks penuh

(1)

PEMBUATAN SENYAWA EPOKSI DARI METIL ESTER ASAM

LEMAK SAWIT DESTILAT SECARA ENZIMATIS

T E S I S

Oleh

AZHAR RAMADHANI TARIGAN

067022002/TK

SEKOLAH PASCASARJANA

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(2)

PEMBUATAN SENYAWA EPOKSI DARI METIL ESTER ASAM

LEMAK SAWIT DESTILAT SECARA ENZIMATIS

TESIS

Untuk Memperoleh Gelar Magister Teknik dalam Program Studi Teknik Kimia

pada Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara

Oleh

AZHAR RAMADHANI TARIGAN

067022002/TK

SEKOLAH PASCASARJANA

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

(3)

Judul Tesis : PEMBUATAN SENYAWA EPOKSI DARI METIL ESTER ASAM LEMAK SAWIT DESTILAT SECARA ENZIMATIS

Nama Mahasiswa : Azhar Ramadhani Tarigan Nomor Pokok : 067022002

Program Studi : Teknik Kimia

Menyetujui

Komisi Pembimbing

(Prof.Dr.Ir. Setiaty Pandia) (Ir.Renita Manurung, MT) Ketua Anggota

Ketua Program Studi Direktur

(4)

Tanggal lulus : 21 Februari 2009 Telah diuji pada

Tanggal : 21 Februari 2009

PANITIA PENGUJI TESIS

K e t u a : Prof. Dr. Ir. Setiaty Pandia A n g g o t a : 1. Ir. Renita Manurung, MT 2. Dr.Ir. Tjahyono Herawan, MSc

(5)

ABSTRAK

Senyawa epoksi merupakan produk komersial yang dapat diaplikasikan untuk beberapa kegunaan seperti pelentur (plasticizer), stabiliser dan coating pada resin polimer, serta merupakan antioksidan pada pengolahan karet alam. Asam lemak sawit

destilat (ALSD) merupakan derivat minyak nabati yang kurang dimanfaatkan

disamping fraksi-fraksi lain seperti olein, stearat dan lain-lain dalam penggunaannya untuk aplikasi produk oleokimia. ME-ALSD diepoksidasikan secara enzimatis untuk mendapatkan senyawa epoksi menggunakan beberapa biokatalis dari enzim lipase

imobilis seperti Rhizomucor miehei, Candida antarctica, dan Carica papaya. Enzim lipase Rhizomucor miehei, dan Carica papaya tidak menghasilkan oksiran oksigen

yang maksimum hanya enzim lipase Candida antarctica yang mampu melakukan

reaksi epoksi terhadap metil ester ALSD dengan hasil oksiran oksigen maksimum sebesar 2,43% pada konsentrasi sebesar 5%, temperatur 40OC dan waktu reaksi 42 jam. Proses epoksidasi dioptimasikan berdasarkan metode RSM (Response Surface Methodology) pada konsentrasi enzim sebesar 3,3%; 4%; 5%; 6%; 6,7% (b/b), temperatur reaksi 31,6OC; 35OC; 40OC; 45OC; 48,4OC, dan pada waktu reaksi 40,3 jam; 41 jam; 42 jam; 43 jam; 43,7 jam. Konversi optimum epoksidasi sebesar 79,85 % diperoleh pada konsentrasi Candida antarctica 4% (b/b), temperatur reaksi 45oC dan waktu reaksi selama 41 jam.

(6)

ABSTRACT

Epoxy compound is commercial product available for application for a few usefulness like plasticizer, stabilizer and coating at polymer resin, and also antioxidant at processing of natural rubber. Palm fatty acid distillate (PFAD) is derivat vegetable oil which is exploited by side fractions like olein, stearat and others in its use for the application of oleochemical product. ME-PFAD epoxidized in enzymatic for getting epoxy compound apply some biocatalyst from lipase enzymes immobillis like Rhizomucor miehei, Candida antarctica, and Carica papaya. Enzyme

Rhizomucor miehei, and Carica papaya are hasn't yield oxyran oxygen of maximum only enzyme Candida antarctica capable to doing reaction of epoksi to methyl ester PFAD with result oksiran oxygen maximum 2,43% at concentration of 5%, temperature of 40OC, and reaction time of 42 hour. Epoxidation process optimization based on Response Surface Methodology (RSM) at concentrations of3,3%; 4%; 5%; 6%; 6,7% (w/w), reaction temperature at 31,6OC; 35OC; 40OC; 45OC; 48,4OC, and reaction time at 40,3 hour; 41 hour; 42 hour; 43 hour; 43,7 hour. The optimum convertion epoxidation is 79,85% obtained at concentration of Candida antarctica

4% (w/w), reaction temperature 45OC and reaction time during 41 hour.

(7)

KATA PENGANTAR

Pujian hanya berhak disampaikan kepada-Nya, karena hanya Allah SWT yang

sanggup menyangga segala macam pujian yang ditujukan kepada-Nya. Teriring pula

ucapan Alhamdulillahi rabbil’alamin atas segala karunia-Nya sehingga penyusunan

tesis ini dapat diselesaikan. Tulisan ini berjudul ”Pembuatan Senyawa Epoksi dari

Metil Ester Asam Lemak Sawit Destilat Secara Enzimatis”. Tesis ini disusun

setelah melalui tahapan penelitian yang dilaksanakan di Pusat Penelitian Kelapa

Sawit (PPKS) Medan, untuk itu penulis mengucapkan terima kasih sebesar-besarnya

atas segala bantuan dan fasilitas yang telah diterima. Penulis mengucapkan terima

kasih dan penghargaan yang tinggi kepada dosen pembimbing Prof.Dr.Ir. Setiaty

Pandia dan Ir. Renita Manurung, MT atas bantuan, bimbingan, curahan ilmu, asih

dan asuh yang telah diberikan selama penyusunan tesis dan sepanjang penyelesaian

pendidikan kesarjanaan ini. Pada kesempatan ini, disampaikan pula ucapan terima

kasih kepada yang terhormat :

1. Prof. Chairuddin P. Lubis, DTM&H, Sp.A(K) selaku Rektor Universitas

Sumatera Utara atas kesempatan yang diberikan untuk mengikuti Pendidikan

(8)

2. Prof. Dr. Ir. T.Chairun Nisa B, M.Sc selaku Direktur Sekolah Pascasarjana

Universitas Sumatera Utara atas kesempatan menjadi Mahasiswa Magister

Teknik Kimia pada Sekolah Pascasarjana.

3. Prof. Dr. Ir. Setiaty Pandia, Ketua Program Studi Magister Teknik Kimia,

Universitas Sumatera Utara sekaligus sebagai komisi pembimbing.

4. Dr.Halimatuddahliana, ST, MSc selaku Sekretaris Program Studi Magister

Teknik Kimia, Universitas Sumatera Utara.

5. Kedua orang tua, H. Jamal H Tarigan dan Hj. Zainab Ginting, kakak ku dr. Erma

Ridhani Tarigan, abang ku Irfan Sanusi Tarigan, SE, MMA dan M. Irwan

Tarigan, SP serta keluarga besar untuk dukungan dan doa yang begitu tulus.

6. Bapak Dr.Ir.Tjahyono Herawan, MSc dan seluruh staff beserta teknisi PPKS

Medan yang telah mengikhlaskan waktu dan pemikiran selama penelitian.

7. Staf pengajar Magister Teknik Kimia dan MIPA-Kimia, Universitas Sumatera

Utara atas bimbingannya.

8. Pegawai administrasi SPs Universitas Sumatera Utara Magister Teknik Kimia.

9. Sahabat ku Faisal Amri, S.ST, MT., abang T. Faisal Z Hamid, ST, MT., abang

Syawaluddin Nst, ST. serta seluruh rekan Magister Teknik Kimia, Universitas

Sumatera Utara.

Sesudahnya saya memohon nasehat dan saran, karena tulisan ini

(9)

Medan, Maret 2009

Penulis

RIWAYAT HIDUP

Nama : Azhar Ramadhani Tarigan

Tempat/Tanggal Lahir : Medan, 03 Juli 1983

Agama : Islam

Pendidikan : SD Negeri 060882 Medan (1989-1995)

Pesantren Ar-Raudhatul Hasanah Medan (1995-2001)

Program Studi Teknologi Kimia Industri (2001-2006)

Universitas Sumatera Utara

Status Keluarga : Anak ke empat dari empat bersaudara

1. Ayah : H. Jamal Hayrudin Tarigan

2. Ibu : Hj. Zainab Ginting

3. Kakak : dr. Erma Ridhani Tarigan

4. Abang : Irfan Sanusi Tarigan, SE, MMA

(10)

DAFTAR ISI

Halaman

ABSTRAK ... i

ABSTRACT... ii

KATA PENGANTAR ... iii

RIWAYAT HIDUP... v

DAFTAR ISI... vi

DAFTAR TABEL... viii

DAFTAR GAMBAR ... x

DAFTAR LAMPIRAN... xii

DAFTAR SINGKATAN ... xiii

I PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Perumusan Masalah ... 3

1.3 Tujuan Penelitian ... 4

1.4 Manfaat Penelitian ... 4

1.5 Lingkup Penelitian ... 4

II TINJAUAN PUSTAKA... 6

2.1 Senyawa Epoksi ... 6

(11)

2.3 Metil Ester Asam Lemak Sawit Destilat... 13

2.4 Enzim ... 16

2.4.1 Enzim Lipase ... 19

2.4.2 Lipase dalam Industri Oleokimia ... 22

2.4.3 Lipase dalam Reaksi Epoksidasi... 23

2.5 Rancangan Percobaan ... 25

III METODOLOGI PENELITIAN... 29

3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian ... 29

3.2 Bahan ... 29

3.3 Metode Penelitian ... 30

3.3.1 Rancangan Percobaan ... 30

3.3.2 Pengolahan Data... 32

3.3.2.1 Optimasi Epoksidasi Metil Ester Asam Lemak Sawit Destilat (Me-ALSD) ... 32

3.3.2.2 Analisa Response Surface Methodology (RSM) ... 32

3.3.3 Tahapan Penelitian ... 33

3.3.3.1 Karakteristik Bahan Baku ... 33

3.3.3.2 Reaksi Epoksidasi ... 33

3.3.3.3 Analisa Senyawa Epoksi ... 35

IV HASIL DAN PEMBAHASAN ... 37

4.1 Penelitian Pendahuluan ... 37

4.1.1 Karakteristik Bahan Baku Metil Ester ALSD... 37

4.1.2 Penentuan Level Terkode Central Composite Design (CCD) .. 38

4.1.2.1 Penentuan Jumlah Biokatalis ... 38

4.1.2.2 Penentuan Nilai Temperatur ... 40

4.1.2.3 Penentuan Waktu Reaksi ... 42

4.2 Optimasi Epoksidasi Menggunakan Candida antarctica... 44

4.2.1 Analisa Pengaruh Variabel... 45

4.2.1.1 Pengaruh Temperatur dan Konsentrasi Biokatalis Terhadap Konversi ... 48

4.2.1.2 Pengaruh Waktu Reaksi dan Konsentrasi Biokatalis Terhadap Konversi ... 51

4.2.1.3 Pengaruh Temperatur dan Waktu Reaksi Terhadap Konversi ... 53

4.3 Analisa Variansi (ANAVA)... 57

4.3.1 Uji Verifikasi Model Penelitian ... 60

4.4 Analisa Bilangan Iod, Bilangan Hidroksi dan Bilangan Asam... 63

V KESIMPULAN DAN SARAN... 66

(12)

5.2 Saran... 67

DAFTAR PUSTAKA ... 68

DAFTAR TABEL

Nomor Judul Halaman 1. Hasil-hasil Reaksi Epoksidasi dengan Asam Perasetat Secara Insitu... 9

2. Pengaruh Rasio Molar (Asam Asetat dan Hidrogen Peroksida) terhadap Hasil Epoksidasi Tidak Jenuh ... 13

3. Kandungan Asam Lemak pada Minyak Kelapa Sawit dan ALSD ... 14

4. Perlakuan Terkode Epoksidasi... 31

5. Central Composite Design (CCD) untuk 3 Variabel ... 31

6. Hasil Analisa Bahan Baku Metil Ester ALSD ... 37

7. Kandungan Asam Lemak Bahan Baku Metil Ester ALSD... 38

8. Pengaruh Level Konsentrasi Biokatalis Terhadap Bilangan Oksiran... 39

9. Pengaruh Level Temperatur Terhadap Bilangan Oksiran ... 41

10. Pengaruh Level Waktu Terhadap Bilangan Oksiran ... 42

11. Level Terkode Epoksidasi... 44

(13)

13. Hasil Statistika Minitab 14 Untuk Response Surface Methodology

(RSM) ... 46

14. ANAVA Model Persamaan Regresi Pada Epoksisi Asam Lemak Sawit Distilat Menjadi Epoksi Menggunakan Minitab 14... 58

15. Hasil analisa Bilangan Iod, Bilangan Hidroksi dan Bilangan Asam Senyawa Epoksi ... 64

DAFTAR GAMBAR

Nomor Judul Halaman 1. Reaksi dari Epoksidasi Hidrokarbon ... 6

2. Reaksi Pembentukan Asam Peroksi pada Kondisi Proses Tertentu ... 7

3. Mekanisme Kerja Senyawa Epoksi sebagai Penstabil dan Pelentur pada Polivinil Khlorida ... 10

4. Reaksi Kimia Proses Epoksidasi secara in situ... 11

5. Mekanisme Pembentukan Senyawa Epoksi Melalui Reaksi Epoksidasi ... 12

6. Bagan Proses Pengolahan Kelapa Sawit Menjadi Minyak Goreng ... 15

7. Reaksi Pembentukan Senyawa Metil Ester Asam Lemak ... 16

8. Proses Penguraian Substrat Oleh Suatu Enzim... 18

9. Epoksidasi Prileshajev dengan Katalis Enzim Lipase ... 23

10. Proses Reaksi Epoksidasi Menggunakan Enzim ... 25

11. Diagram kerja Epoksidasi ... 35

(14)

ditambahkan dengan hidrogen peroksida (H2O2); (b) Peralatan

epoksidasi setelah penambahan dengan hidrogen peroksida (H2O2) .... 36

13. Pengaruh Level Konsentrasi Biokatalis Terhadap Bilangan Oksiran Oksigen ... 39

14. Pengaruh Level Temperatur Terhadap Bilangan Oksiran Oksigen ... 41

15. Pengaruh Level Waktu Terhadap Bilangan Oksiran Oksigen ... 43

16. Respon Permukaan dari Plot Temperatur dan Konsentrasi Candida antarctica Terhadap Konversi... 48

17. Kontur dari Plot Konsentrasi Candida antarctica Terhadap Temperatur ... 49

18. Respon Permukaan dari Waktu Reaksi dan Konsentrasi Candida antartica Terhadap Konversi ... 51

19. Kontur dari Plot Temperatur Terhadap Waktu Reaksi ... 52

20. Respon Permukaan dari Temperatur dan Waktu Reaksi Terhadap Konversi... 53

21. Kontur dari Plot TemperaturTerhadap Waktu Reaksi ... 55

22. Plot Residual Dengan Taksiran Model ... 60

23. Plot Residual Dengan Order Model... 60

(15)

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Judul Halaman

1. Prosedur Analisis ... 73

2. Response Surface Methodology... 78

3. Output Analisa Statistika ... 81

4. Tabel Statistika... 84

5. Hasil Analisa GC ... 85

6. Hasil Analisa FTIR ... 88

(16)

DAFTAR SINGKATAN

ALSD : Asam Lemak Sawit Destilat

ALTJ : Asam Lemak Tidak Jenuh

ANAVA : Analisa Variansi

AOCS : American Oil Chemistry Society

CPO : Crude Palm Olein

DOA : Dioktil Adipat

FTIR : Fourier Transform Infra Red

GC : Gas Cromatografy

KS : Kolmogorov Smirnov

ME-ALSD : Metil Ester Asam Lemak Sawit Destilat

ME-PFAD : Methyl Ester Palm Fatty Acid Distillate

CCD : Central Composite Design

IOPRI : Indonesian Oil Palm Research Institute

PPKS : Pusat Penelitian Kelapa Sawit

PVC : Poly Vinil Clorida

RSM : Response Surface Methodology

(17)

I.

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Senyawa epoksi merupakan produk komersial yang dapat diaplikasikan untuk

beberapa kegunaan seperti pelentur (plasticizer), stabiliser dan coating pada resin

polimer, serta merupakan antioksidan pada pengolahan karet alam. Senyawa epoksi

juga dapat digunakan sebagai surfaktan dan agen anti korosif (Yamamura dkk, 1989),

aditif pada minyak pelumas dan bahan baku pestisida (Sadi dkk, 1995).

Senyawa epoksi dapat disintesa dari minyak nabati (minyak kedelai, minyak

biji bunga matahari, minyak jarak dan minyak sawit). Minyak sawit merupakan

minyak nabati yang mengandung asam lemak jenuh (saturated fatty acid) dan asam

lemak tidak jenuh (unsaturated fatty acid). Kandungan asam lemak jenuh minyak

sawit terutama asam palmitat sekitar 32-47%, sedangkan kandungan asam lemak

(18)

Tingginya kandungan asam lemak tidak jenuh ini, memungkinkan terjadinya reaksi

epoksidasi pada suhu dan waktu tertentu dengan bantuan katalis yang menghasilkan

minyak sawit epoksi. Bahan baku senyawa epoksi dari minyak nabati ini sendiri bisa

berupakan minyak nabati mentah ataupun minyak nabati yang sudah mengalami

pengolahan lebih lanjut.

Proses sintesa senyawa epoksi dengan reaksi epoksidasi terus dikembangkan

untuk memperoleh senyawa epoksi dengan kandungan oksiran oksigen yang lebih

tinggi. Optimasi proses dilakukan dengan berbagai cara seperti, diversifikasi bahan

baku, penggunaan katalis, penggunaan suhu selama reaksi dan waktu operasi.

Penggunaan minyak sawit mentah (CPO) sebagai bahan baku reaksi epoksidasi

dilaporkan oleh Haya (1991) menghasilkan senyawa epoksi dengan kandungan

oksiran oksigen sebesar 3,4% pada suhu reaksi 100 ± 5OC dan pelarut n-heksan 10%. Haryati dan S. Oerip juga melakukan epoksidasi dari minyak sawit mentah (CPO)

dan menghasilkan senyawa epoksi dengan kandungan oksiran oksigen sebesar 1,19%

pada suhu 70OC dan pelarut n-heksan pada kisaran 10-30% (Haryati dan Oerip 1991). Kandungan oksiran oksigen teoritis epoksi minyak sawit adalah 3,90% (Sadi, 1992).

Penggunaan katalis kimia memiliki kelemahan yang berhubungan dengan

penggunaan energi dan selain dihasilkan produk epoksi juga dihasilkan produk

samping sebagai hasil degradasi oksiran dan hasil reaksi samping seperti asam

dihidroksi dan estolida (gen Klaas dan Warwel, 1996). Oleh sebab itu dikembangkan

(19)

dengan menggunakan biokatalisator. Biokatalisator yang digunakan dapat berupa

enzim lipase yang telah diimobilisasi. Enzim lipase yang digunakan harus memiliki

sifat kemampuan untuk beraktifitas pada satu jenis substrat tertentu (spesificity) yang

mengandung asam palmitat.

Penggunaan reaksi enzimatis pada asam lemak dan minyak nabati memiliki

beberapa keuntungan yaitu (i) kondisi reaksi sedang, yaitu campuran reaksi pada pH

netral, (ii) ramah lingkungan (Green Chemistry), (iii) efisiensi katalis tinggi, (iv)

pembentukan hidroperoksida stabil secara langsung dari asam lemak, yaitu tidak

memelukan penambahan asam asetat.

Asam lemak sawit destilat (ALSD) merupakan derivat minyak nabati yang

kurang dimanfaatkan disamping fraksi-fraksi lain seperti olein, stearat dan lain-lain

dalam penggunaannya untuk aplikasi produk oleokimia. Oleh karena itu ALSD yang

telah di transesterifikasikan menggunakan metanol menjadi metil ester asam lemak

sawit destilat (ME-ALSD) dicoba diepoksidasikan secara enzimatis untuk

mendapatkan senyawa epoksi menggunakan beberapa enzim lipase imobilis seperti

Rhizomucor miehei, Candida antarctica, dan Carica papaya. Dimana dari ketiga

enzim tersebut merupakan enzim lipase hidrolase yang mampu mengkatalisis

hidrolisa ikatan karbon.

(20)

Perumusan masalah pada penelitian ini adalah sejauh mana pengaruh suhu,

waktu dan konsentrasi biokatalis pada reaksi epoksidasi metil ester asam lemak sawit

destilat (ME-ALSD) menjadi senyawa epoksi yang dihasilkan dari beberapa

biokatalis seperti Rhizomucor miehei, Candida antarctica, dan Carica papaya secara

batch.

1.3Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kinerja (suhu, waktu reaksi dan

konsentrasi biokatalis) dari beberapa biokatalis seperti Rhizomucor miehei, Candida

antarctica, dan Carica papaya yang digunakan untuk reaksi epoksidasi ME-ALSD

sehingga menghasilkan senyawa epoksi dengan kandungan oksiran oksigen

maksimum.

1.4Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai informasi dalam

memilih enzim lipase imobilis yang tepat sebagai biokatalisator untuk menghasilkan

senyawa epoksi metil ester asam lemak destilat dengan kandungan oksiran oksigen

optimum, sehingga dapat mendukung usaha peningkatan nilai tambah derivat minyak

(21)

mikrobial, pencegah korosi, bahan tambahan pada minyak pelumas dan sebagai

bahan baku pestisida.

1.5Lingkup Penelitian

Bahan baku yang digunakan dalam penelitian ini adalah metil ester asam

lemak sawit destilat (ME-ALSD) dan hidrogen peroksida sebagai oksidan dengan

biokatalis Rhizomucor miehei, Candida antarctica, dan Carica papaya.

Pada penelitian awal yang dilakukan ternyata biokatalis Rhizomucor miehei

dan Carica papaya tidak berhasil melakukan epoksidasi terhadap ME-ALSD (data di

Lampiran 6).

Variabel percobaan berdasarkan Respon Surface Methodology (RSM) untuk

biokatalis Candida antarctica :

Jumlah biokatalis : 3,3% ; 4% ; 5% ; 6% dan 6,7% (w/w)

Temperatur reaksi : 31,6 ; 35 ; 40 ; 45 dan 48,4°C

Waktu reaksi : 40,3 ; 41 ; 42 ; 43 dan 43,7 (Jam)

Parameter uji yang digunakan untuk karakterisasi epoksi yang diperoleh

adalah perubahan oksiran oksigen (AOCS Cd 9-57, (1989)), bilangan hidroksi

(AOCS Cd- 13-60 (1989)), bilangan iod (AOCS Cd 1-25, (1989)) dan bilangan asam

(22)

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Senyawa Epoksi

Senyawa epoksi adalah senyawa yang dihasilkan dari reaksi epoksidasi

minyak nabati atau minyak bumi yang memiliki ikatan tidak jenuh. Penggunaan

minyak bumi sebagai bahan baku sudah jarang dilakukan dengan keterbatasan

sumber bahan baku minyak bumi. Minyak nabati dan derivatnya merupakan bahan

baku yang kini banyak digunakan untuk sintesa senyawa epoksi.

(23)

Reaksi epoksidasi adalah reaksi asam peroksi organik dengan ikatan rangkap

untuk membentuk senyawa oksiren (Wood dan Termini, 1958), atau reaksi dimana

senyawa hidrokarbon tidak jenuh diubah menjadi siklik eter (Kirk dan Othmer,

1965). Persamaan reaksi dari proses epoksidasi adalah sebagai berikut :

Gambar 1. Reaksi dari Epoksidasi Hidrokarbon

Dalam mempelajari pembuatan senyawa epoksi dari olefin, asam lemak tidak

jenuh dan ester tidak jenuh yang direaksikan dengan asam peroksi alifatik. Asam

peroksi asetat bebas air diperoleh dari reaksi antara asam asetat anhidrat dan hidrogen

peroksida. Asam peroksi dibentuk melalui interaksi antara asam karboksilat dengan

hidrogen peroksida.

H2O2 + RCO2H RCO3H + H2O Hidrogen Peroksida Asam Karboksilat Asam Peroksi air

Gambar 2. Reaksi Pembentukan Asam Peroksi pada Kondisi Proses Tertentu

Pembentukan asam peroksida dengan menggunakan hidrogen peroksida dapat

dilakukan dengan empat cara :

1. Asam peroksi asetat yang dibentuk terlebih dahulu.

2. Asam peroksi asetat yang dibentuk secara in situ.

3. Asam peroksi format yang dibentuk terlebih dahulu.

(24)

Dalam penyediaan asam peroksi dikenal dua cara yang biasa ditempuh.

Pertama, penyediaan asam peroksi secara terpisah (preformed) dan penyediaan secara

insitu. Penyediaan secara insitu lebih baik daripada secara terpisah karena hal-hal

sebagai berikut :

a. Penyediaan secara terpisah memerlukan tempat tersendiri, waktu proses yang

lebih lama, proses pemurnian dan penyimpanan hasil pada suhu rendah untuk

menghindari dekomposisi dan ledakan.

b. Penyediaan secara insitu selain tidak memerlukan hal-hal diatas juga hanya

membutuhkan pereaksi dengan jumlah minimum, menghasikan campuran fase

air dan minyak dengan konsentrasi hasil yang rendah sehingga lebih aman

(Yadav dan Satoskar, 1997).

Reaksi epoksidasi adalah reaksi adisi sehingga menghasilkan epoksida cis dan

trans dari cis dan trans alkena sebagai contoh asam oleat cis dan trans (elaidat) akan

menghasilkan isomer cis dan trans asam epoksi stearat yang muncul sebagai rasemat

tunggal (Gunstone,1993). Reaksi dapat dilihat pada reaksi berikut ini :

(Swern, 1982; Gunstone dan Norris, 1983)

Dalam reaksi epoksidasi, selain dihasilkan produk epoksi juga dihasilkan

produk samping sebagai hasil degradasi oksiran dan hasil reaksi samping. Untuk

(25)

moderat dan dengan menggunakan pelarut organik yang sesuai seperti heptana,

heksana atau toluena. Tabel 1 memperlihatkan hasil-hasil reaksi epoksidasi

menggunakan asam perasetat secara insitu.

Tabel 1. Hasil-hasil Reaksi Epoksidasi dengan Asam Perasetat Secara Insitu

H+ H+ H+ H+ H+ H+

No. Reaksi Keterangan

  1. 2. 3a. 3b. 3c. 3d. 3e.  

H2O2 + CH3CO2H CH3CO3H + H2O

R-CH=CH-R’ + CH3CO3H R-CHOCH-R’ + CH3CO2H

R-CHOCH-R’ + CHCO2H R-CH(OH)-CH(O2CCH3)-R’

R-CHOCH-R’ + H2O R-CH(OH)-CH(OH)-R’

R-CHOCH-R’ R-CO-CH2-R’

R-CHOCH-R’ + CH3CO3H R-CH(OH)CH(O3CCH3)-R

R-CHOCH-R’ + H2O2 R-CH(OH)-CH(O2H)-R’

  Pembentukan Perasetat Reaksi epoksidasi Reaksi samping Reaksi samping Reaksi samping Reaksi samping Reaksi samping

Sumber : Lutz, 1978

Minyak nabati yang baik digunakan dalam pembuatan epoksi adalah yang

(26)

kedelai. Senyawa epoksi dapat dibuat dari minyak nabati (minyak terepoksidasi),

epoksi ester campuran dan epoksi ester spesifik. Senyawa epoksi sering digunakan

sebagai plasticizer dan stabilizer pada resin polivinil klorida (Carlson dan Chang,

1985).

Ester-ester tersebut telah digunakan sebagai pemlastis dan aditif untuk PVC

seperti terlihat pada Gambar 3 menghasilkan stabilititas cahaya dan panas yang baik,

yang tidak hanya disebabkan oleh kemampuannya mengikat hidrogen klorida terlepas

tetapi juga karena kemampuannya menggantikan atom klorin labil dalam rantai PVC

sehingga mencegah dehidroklorinasi lanjutan.

Gambar 3. Mekanisme Kerja Senyawa Epoksi sebagai Penstabil dan Pelentur pada Polivinil Khlorida (Swern, 1982)

Trigliserida atau ester terepoksi memiliki volatilitas rendah dan tahan terhadap

ekstraksi, sebagai contoh butil epoksi stearat adalah pemlastis yang sama baiknya

dengan pemlastis komersial dioktil adipat (DOA) dan menghasilkan kekuatan tarik

(27)

Senyawa epoksi dapat disintesis dari minyak nabati yang mengandung asam

lemak tak jenuh (ALTJ) cukup tinggi, yaitu sekitar 50%. Pada umumnya senyawa

epoksi disintesis dari minyak kedelai. Namun demikian, pada saat ini telah

dikembangkan penggunaan minyak sawit mentah sebagai bahan bakunya, karena

minyak sawit mentah mengandung asam lemak tak jenuh (ALTJ) yang cukup tinggi,

yaitu sekitar 48% (Kaufman. dkk, 1991).

Senyawa epoksida juga dapat berbentuk ester, sebagai contoh epoksi ester

minyak kedelai menguasai 70% (70 ribu ton per tahun) pasaran pemlastis ester karena

fungsinya bukan saja sebagai pemlastis namun juga sebagai penstabil. Ada tiga

kelompok dasar ester epoksida yang dibuat dari minyak/asam lemak nabati yaitu :

a. Trigliserida terepoksida

b. Campuran ester-ester epoksi (seperti : linseed, tall)

c. Ester epoksi khusus (seperti : oleat dan stearat) (Carlson dan Chang, 1985).

Reaksi kimia epoksidasi secara in situ dapat dilihat pada gambar berikut :

(28)

Mekanisme pembentukan senyawa epoksi melalui reaksi epoksidasi seperti

terlihat pada Gambar 5 pertama sekali ditemukan pada tahun 1955 oleh Bartlett

(Kwart dan Hoffman, 1966).

C C + O O O O O O O O C C C C C H H R R Senyawa tidak

jenuh Asam peroksi Produk intermediet

C

C

+ HO

R

Senyawa epoksi Asam karboksilat

Gambar 5. Mekanisme Pembentukan Senyawa Epoksi Melalui Reaksi Epoksidasi

Gall dan Greenspan (1955) mengatakan bahwa senyawa epoksi dengan

bilangan Iod yang rendah menunjukkan mutu yang baik. Reaksi epoksidasi

menggunakan teknik in situ memiliki beberapa keuntungan, antara lain mengurangi

bahaya yang dapat ditimbulkan oleh reaksi epoksidasi, mengurangi pemakaian

hidrogen peroksida serta mengurangi biaya (Swern, 1982).

Katalis yang dapat digunakan pada reaksi epoksidasi adalah asam sulfat pekat

dan resin penukar ion. Produksi optimal senyawa epoksi diperoleh dengan

(29)

ambarlite dan lama reaksi sekitar 8-14 jam. Reaksi ini dapat dipersingkat dengan

menggunakan hidrogen peroksida yang berlebih (Gall dan Greenspan, 1955).

Penggunaan rasio molar (asam asetat dan hidrogen peroksida yang tinggi)

menyebabkan terbukanya cincin epoksi sehingga rendemen epoksi ester yang

dihasilkan relatif rendah seperti yang disajikan pada Tabel 2.

Tabel 2. Pengaruh Rasio Molar (Asam Asetat dan Hidrogen Peroksida) terhadap Hasil Epoksidasi Tidak Jenuh

Epoksi Ester Rasio

Molar

Waktu Reaksi (jam)

Oksiran Oksigen (%)

Rendemen Bilangan

Bilangan Iod (%)

Reaksi (%)

15 : 11 3 0.0 0.0 4 95

1.7 : 1 8 0.2 4.4 8 89

0.5 : 1 13 3.6 80.0 5 93

Sumber : Gall dan Greenspan, (1955).

Wood dan Termini (1958) menyatakan bahwa proses epoksidasi biasanya

dilakukan pada suhu 65 – 75 OC, bila digunakan suhu yang lebih rendah akan

memperpanjang waktu epoksidasi dan menurunkan efisiensi epoksidasi. Hasil

penelitian Haya (1991) menunjukkan bahwa epoksidasi juga dapat dilakukan pada

suhu 100±5OC.

2.3 Metil Ester Asam Lemak Sawit Destilat

ALSD merupakan hasil samping pada tahap refining dalam industri minyak

(30)

(Nuryanto. dkk, 2002). Kandungan asam lemak pada minyak kelapa sawit dan ALSD

terlihat pada pada Tabel 3.

Tabel 3. Kandungan Asam Lemak Pada Minyak Kelapa Sawit dan ALSD

Komposisi Minyak Kelapa Sawit (%)* ALSD (%)**

Asam Laurat (C12) - 0,45

Asam Miristat (C14) 0,96 2,38

Asam Palmitat (C16) 41,62 60,50

Asam Stearat (C18) 4,23 2,57

Asam Oleat (C18-1) 42,12 27,08

Asam Linoleat (C18-2) 10,41 6,82

Asam Linolenat (C18-3) 0,22 0,19

Sumber : * Haryati. dkk (2002),

**Pusat Penelitian Kelapa Sawit (2008)

Perkembangan industri minyak goreng sawit pada dasawarsa terakhir

mengalami peningkatan sejalan dengan beralihnya pola konsumsi masyarakat dari

minyak goreng kelapa ke minyak goreng kelapa sawit. Konsumsi per kapita minyak

goreng Indonesia mencapai 16,5 kg per tahun dimana konsumsi per kapita khusus

untuk minyak goreng sawit sebesar 12,7 kg per tahun (Rephi’s, 2007). Kondisi ini

memberikan gambaran, bahwa dengan peningkatan industri minyak goreng maka

perolehan asam lemak sawit distilat turut meningkat. Hingga saat ini, pemanfaatan

asam lemak sawit distilat masih terbatas pada pembuatan sabun kualitas rendah.

Sehingga membutuhkan pengembangan lebih lanjut untuk meningkatkan nilai tambah

(31)

Senyawa metil ester asam lemak dapat diperoleh dengan cara esterifikasi

asam lemak bebas dengan gugus metil, yang disebut dengan metilasi. Pada proses ini

asam lemak bebas diesterifikasi dengan menggunakan metanol anhidrat berlebihan

dalam suasana asam. Pereaksi yang biasa digunakan pada proses ini adalah asam

klorida anhidrat dalam metanol (Anonim, 1977).

Berikut adalah bagan proses refining dalam industri pengolahan minyak kelapa sawit.

Crude Palm Olein (CPO)

Penghilangan Getah (Degumming)

Penjernihan Warna (Bleaching)

H3PO4

Deacidification & Deodorisation

RBD Palm Oil Asam Lemak Sawit Distilat

Olein RBD Stearin

Filtrasi Fraksinasi

Bleaching Earth

(32)

Gambar 6. Bagan Proses Pengolahan Kelapa Sawit Menjadi Minyak Goreng

Metil ester yang diperoleh dapat diekstrak dengan menggunakan pelaru inert

seperti, heksan dan petroleum eter (Anonim, 1966). Paquot dan Hutfenne (1987)

mengatakan, bahwa pembuatan metil ester dapat dilakukan secara langsung dari

trigliserida, melalui reaksi transesterifikasi menggunakan metanol berlebih, dan

katalis asam. Pereaksi lain yang dapat digunakan pada proses metilasi adalah

H2SO4/Metanol, HCl/Metanol dan diazometer/eter. Reaksi pembentukan senyawa

metil ester asam lemak sawit destilat dapat ditunjukkan pada gambar berikut :

Gambar 7. Reaksi Pembentukan Senyawa Metil Ester Asam Lemak

2.4 Enzim

Enzim adalah satu atau beberapa gugus polipeptida (protein) yang berfungsi

sebagai katalis dalam suatu reaksi kimia. Enzim bekerja dengan cara menempel pada

(33)

reaksi. Percepatan terjadi karena enzim menurunkan energi pengaktifan yang dengan

sendirinya akan mempermudah terjadinya reaksi. Sebagian besar enzim bekerja

secara khas, yang artinya setiap jenis enzim hanya dapat bekerja pada satu macam

senyawa atau reaksi kimia. Hal ini disebabkan perbedaan struktur kimia tiap enzim

yang bersifat tetap. Jadi enzim dapat berfungsi sebagai katalis yang sangat efisien,

disamping mempunyai kekhasan (spesifik) yang tinggi. Seperti juga katalis yang

lainnya, maka enzim dapat menurunkan energi aktivasi suatu reaksi kimia. Reaksi

kimia ada yang membutuhkan energi (reaksi endergonik) dan ada pula yang

menghasilkan energi atau mengeluarkan energi (eksergonik). Sifat spesifik

(kekhasan) enzim menyebabkan enzim hanya dapat bekerja pada satu reaksi saja

(Poedjiadi, 1994). Untuk dapat bekerja terhadap suatu zat atau substrat harus ada

hubungan atau kontak antara enzim dengan substrat. Suatu enzim mempunyai ukuran

yang lebih besar daripada substrat. Oleh karena itu tidak seluruh bagian enzim dapat

berhubungan langsung dengan substrat. Hubungan antara substrat dengan enzim

hanya terjadi pada bagian atau tempat tertentu saja. Tempat atau bagian enzim yang

mengadakan hubungan atau kontak dengan substrat dinamai bagian aktif (active site).

Hubungan hanya mungkin terjadi apabila bagian aktif mempunyai ruang yang tepat

untuk menampung substrat. Apabila substrat mempunyai bentuk atau konformasi

lain, maka tidak dapat ditampung pada bagian aktif suatu enzim. Dalam hal ini enzim

tidak dapat berfungsi terhadap substrat. Ini adalah penjelasan mengapa tiap enzim

(34)

kontak antara enzim dengan substrat menyebabkan terjadinya kompleks enzim

substrat. Kompleks ini merupakan kompleks yang aktif, yang bersifat sementara dan

akan terurai lagi apabila reaksi yang diinginkan telah terjadi. Secara sederhana sekali

penguraian suatu senyawa atau substrat oleh suatu enzim dapat digambarkan sebagai

berikut :

+

[image:34.612.121.524.251.532.2]

Gambar 8. Proses Penguraian Substrat Oleh Suatu Enzim

Atau :

E + S ES E +

S

ES

E P

E

(35)

yang identik, E menyatakan sisi aktif molekul enzim dan bukan molekul enzim).

Berdasarkan model ini, bila konsentrasi substrat menjadi tinggi sehingga cukup

secara keseluruhan untuk mengubah enzim ke bentuk ES, maka tahap kedua reaksi

menjadi mempunyai batas kecepatan dan seluruh tingkat reaksi menjadi tidak sensitif

(Simanjuntak dan Silalahi, 2003). Sebagai contoh, enzim -amilase hanya dapat

digunakan pada proses perombakan pati menjadi glukosa.

Enzim adalah material yang penerapannya pada kehidupan sudah dilakukan

manusia sejak peradaban dimulai. Proses fermentasi untuk membuat roti atau

minuman telah dilakukan oleh bangsa Mesir sejak 6000 tahun lalu. Dari pandangan

sains, penelitian tentang enzim sendiri telah dimulai sejak abad ke-tujuh belas.

Sampai sekarang berlalu empat abad, lebih dari 1000 jenis enzim yang berbeda telah

diketahui manusia. Akan tetapi tak sampai 200 jenis saja yang telah dikarakterisasi

secara detail dari segi struktur dan molekuler. Enzim sangat spesifik terhadap substrat

dan dapat menghasilkan produk utama hampir tanpa produk sampingan.

Keunggulan-keunggulan ini menyebabkan enzim menjadi katalis hayati yang jauh lebih unggul

daripada katalis kimiawi. Prospeknya sebagai biokatalis yang ramah lingkungan

karena proses yang efisien, spesifik, dan tak menghasilkan limbah yang merepotkan

sangat dinantikan oleh kalangan industri manufaktur dan masyarakat yang mencintai

lingkungan.

(36)

Pada tahun 1856, Claude Bernard pertama kali menemukan lipase dalam

ekstrak pankreas sebagai enzim yang dapat menghidrolisa minyak dan mengubahnya

ke produk lain yang memiliki kemampuan melarut. Dahulu enzim lipase diperoleh

melalui cara tradisional, yaitu dari pankreas hewan dan digunakan sebagai obat

saluran pencernaan. Ketertarikan terhadap lipase mikrobial diawali dengan

kekurangan pankreas dan sulitnya menemukan material dengan karakteristik yang

sama. Enzim dikenal sebagai katalis alam, saat ini sebagian besar enzim diperoleh

melalui proses fermentasi bahan-bahan alami. Pemanfaatan mikroorganisme telah

lama digunakan untuk memproduksi emulsifier dan biosurfaktan, untuk membantu

kelarutan dari lemak (Hasan. dkk, 2005). Ratusan enzim telah diketahui

spesificity-nya terhadap substrat yang berbeda, tetapi haspesificity-nya beberapa yang diisolasi dalam

bentuk murni dan dikristalkan, serta hanya sedikit yang diketahui strukturnya.

Keunggulan penggunaan protein dalam engineering, menjadikan industri enzim

menjadi penting. Misalnya protease dan lipase digunakan dalam industri deterjen,

amilase dan glukosa isomerisasi digunakan dalam industri pati atau dalam sintesa

senyawa organik lainnya. Hal ini mendorong dilakukannya klasifikasi enzim yang

rasional dan juga nomenklatur. Pada tahun 1961, International Union of Biochemistry

menetapkan klasifikasi enzim menjadi enam kelas dasar (Manitto, 1981), yaitu :

1. Oksidoreduktase

Mengkatalisis reaksi oksidasi reduksi, jadi memindahkan elektron-elektron dari

(37)

2. Transferase

Mengkatalisis pemindahan gugus atom dari suatu donor ke suatu akseptor

3. Hidrolase

Mengkatalisis hidrolisa ikatan C-O dan C-N

4. Liase

Meningkatkan terjadinya pemisahan (secara non hidrolitik) suatu gugus atom

dari substrat, sehingga terbentuk suatu ikatan rangkap atau penambahan suatu

gugus atom pada suatu ikatan rangkap

5. Isomerase

Mengubah substrat menjadi suatu isomernya

6. Ligase

Turut dikenal sebagai sintetase, yang mengkatalisis persatuan dua molekul

dengan cara memecahkan ikatan piroposfat dalam ATP atau triposfat lainnya.

Enzim lipase umumnya bekerja pada kondisi suhu 30 – 40 oC dan tekanan udara 1 atm sehingga diperoleh produk dengan mutu yang lebih baik karena kondisi

prosesnya menunjang kebutuhan tersebut. Mikroorganisme penghasil lipase juga

terdapat di Indonesia dan cukup potensial yaitu dari bakteri, kapang dan khamir.

Kerja enzim dipengaruhi oleh beberapa faktor, terutama adalah substrat, suhu,

(38)

keasaman) optimum yang berbeda-beda karena enzim adalah protein, yang dapat

mengalami perubahan bentuk jika suhu dan keasaman berubah. Di luar suhu atau pH

yang sesuai, enzim tidak dapat bekerja secara optimal atau strukturnya akan

mengalami kerusakan. Hal ini akan menyebabkan enzim kehilangan fungsinya sama

sekali. Kerja enzim juga dipengaruhi oleh kofaktor dan inhibitor.

Lipase adalah kelas enzim yang dapat mengkatalisis reaksi hidrolisa dari

trigliserida rantai panjang. Sejak berkembangnya bioteknologi, lipase mendapatkan

perhatian yang besar. Lipase merupakan kelas biokatalis yang penting dalam aplikasi

bioteknologi.

2.4.2 Lipase dalam Industri Oleokimia

Lipase merupakan bagian dari enzim hidrolisa yang dapat menyerang ikatan

karboksilat. Psikologis lipase adalah menghidrolisa trigliserida menjadi digliserida,

monogliserida, asam lemak dan gliserol (Hasan. dkk, 2005). Sebagai tambahan dari

fungsi alami hidrolisa ikatan ester karboksilat, lipase dapat menjadi katalis reaksi

esterifikasi, interesterifikasi dan transesterifikasi dalam media nonaquoeus.

Kemampuannya ini menjadikan lipase sebagai pilihan dalam aplikasinya pada

industri makanan, deterjen, farmasi, penyamakan kulit, tekstil, kosmetik dan kertas.

Beberapa jenis lemak memiliki nilai yang lebih tinggi dibandingkan yang lainnya,

karena bentuk dan strukturnya. Lemak dapat diubah menjadi jenis yang lain dengan

(39)

halnya dengan lipase, yang dapat mengkatalisis reaksi transesterfikasi minyak dan

lemak yang lebih murah, seperti produksi cocoa butter dari palmitat yang berasal dari

setengah fraksinasi. Dalam perkembangannya, lipase dapat menjadi katalis reaksi

transesterifikasi dalam pelarut organik. Sebagai contoh lipase dari pepaya (Carica

papaya) getah (CPL), Lipase Candida antarctica B (Novozyme 435, NOV) dan

Lipase Rhizomucor miehei (Lipozyme IM 20, LIP) digunakan sebagai biokatalisator

untuk esterifikasi (Gandhi, dkk, 2000).

2.4.3 Lipase dalam Reaksi Epoksidasi

Aktivitas katalitik enzim lipase untuk reaksi esterifikasi dan hidrolisis ester

telah banyak diaplikasikan dalam beberapa bidang oleokimia. Reaksi katalitik enzim

lipase pada asam lemak pertama dijelaskan oleh sebuah grup peneliti dari Novo

Nordisk A/S (Copenhagen, Denmark)(Godtfredsen. dkk, 1991).

Beberapa enzim lipase imobilis mengkatalisa bentuk asam lemak peroksi dari

asam lemak dan hidrogen peroksida yang terlihat pada Gambar 8. Normalnya reaksi

ini hanya dapat dicapai menggunakan asam mineral yang kuat seperti asam sulfat

konsentrasi tinggi sebagai katalis dan dalam kasus asam lemak rantai yang lebih

[image:39.612.115.449.282.367.2]

panjang, asam bertindak sebagai pelarut (Weigert, 1978).

(40)

Reaksi katalisa dengan lipase imobilis, reaksi berlangsung pada kondisi yang

moderat ringan; oleh karena itu sangat sensitif terhadap asam sehingga asam

dikonversikan menjadi asam peroksi (perasam). Bjorkling, dkk (1990 dan 1992),

telah melakukan epoksidasi-Prileshajev in situ pada olefin sederhana dengan asam

peroksi, yang disiapkan dengan cara ini. Reaksi katalitik menyertakan ikatan C=C

dalam asam lemak tidak jenuh dan ester-esternya telah menjadi bidang penelitian

selama beberapa tahun (Warwel, 1996). Hal ini juga termasuk oksidasi C=C dengan

asam parasetik, hidrogen peroksida dan donor oksigen tunggal lainnya (Warwel,

1991). Titik awal dari penelitian ini adalah oksidasi katalitik lipase yaitu epoksidasi

“sendiri” secara kemoenzimatik asam lemak tak jenuh.

Jika katalis lipase yang disiapkan dengan asam peroksi diaplikasikan pada asam

lemak tak jenuh, pada Gambar 9 terlihat ada dua langkah reaksi yang akan terjadi.

Dalam langkah pertama, asam lemak tak jenuh (asam oleat yang ditunjukkan disini

adalah sebagai contoh) dikonversikan menjadi asam lemak peroksi tak jenuh.

Perasam tak jenuh ini hanya sebagai produk antara; senyawa ini mengepoksidasi

dirinya sendiri (epoksidasi-Prileshajev) dalam langkah kedua; dan produk akhir reaksi

adalah asam epoksi; asam lemak tak jenuh mengandung ikatan C=C dan group

perkarboksil untuk epoksidasi “sendiri”. Melalui cara ini, beberapa bahan alami,

asam lemak tak jenuh internal diepoksidasi. Kebanyakan minyak nabati tak jenuh

(41)

COOH

Enzim/H2O2

COOOH

Asam oleat peroksi

COOH

O

(42)

Gambar 10. Proses Reaksi Epoksidasi Menggunakan Enzim (Warwel, 1995)

2.5 Rancangan Percobaan

Penelitian ini menggunakan Response Surface Methodology (RSM) untuk

optimasi proses. RSM merupakan teknik matematika dan statistika yang berguna

untuk pemodelan dan analisa masalah dimana responnya dipengaruhi oleh beberapa

variabel. Tujuannya adalah untuk mengoptimalkan respon tersebut. Adapun metode

RSM meliputi perancangan percobaan, pengembangan model matematis dan

penentuan kondisi optimum untuk variabel bebas sehingga diperoleh hasil maksimum

dan minimum dari percobaan ini. Langkah awal dalam desain RSM adalah dengan

menentukan perkiraan yang sesuai untuk relasi fungsi yang tepat antara respon dan

variabel bebas. Dengan metode RSM diperoleh persamaan kuadratik yang dapat

digunakan untuk memperkirakan hasil dari fungsi variabel bebas seperti interaksinya.

Untuk menentukan level optimum pada variabel penelitian digunakan

faktorial CCD dimana desain eksperimen dalam perhitungan statistika dikodekan

dengan X1 dan aktual (Xi) seperti ditunjukkan dalam Persamaan 2.1 berikut ini.

1) 2. Pers ( 3...) 2, 1, (i X X X j i i 1 = ⎟ ⎠ ⎞ ⎜ ⎝ ⎛ = − X Dimana :

(43)

1

x : rata-rata nilai nyata variabel bebas pada rendah (low) dan tinggi (high) xj : selisih antar rentang

Secara umum hasil yang diperoleh dapat dianalisa dengan menggunakan

multiple regression yang memenuhi persamaan berikut (Montgomery, 1997)

2) . 2 (Pers X X X X X X X X X X X Y 2 3 10 2 2 9 8 3 1 7 3 2 6 2 1 5 3 4 2 3 1 2 1 + + + + + + + + + + = Dimana :

Y : Variabel respon yang diukur yaitu % konversi dietanolamida

1- 10 : Konstanta linier, kuadratik dan hasil regresi koefisien diagonal

: error term

Penyelesaian multi regresi dilakukan dengan metode sum of square of error

(SSE) untuk mendapatkan regresi dan plot-plot dimensi hasil perhitungan. Faktorial

CCD digunakan untuk optimasi amidasi asam lemak sawit distilat menjadi

dietanolamida menggunakan lipase dalam menganalisa variabel yang paling

berpengaruh yaitu temperatur, konsentrasi biokatalis dan rasio mol dietanolamina

terhadap ALSD. Matriks eksperimental (Tabel 5) untuk rancangan tiga faktor dengan

dua level (23) yang terdiri dari 8 run pertama (1-8) dengan variabel terkode (± 1) untuk masing-masing faktor (factorial point). Selanjutnya 6 run yang disebut star

point dengan level terkode (± ) sebagai significant curvature effect (9-14),

(44)

perkiraan daerah lekukan kurva dengan kode 0 untuk masing-masing faktor. Jarak

star point dengan center point adalah = 2n/4 (untuk 3 faktor, = 1,682). Hasil statistik 20 set run desain optimasi response surface methodology (RSM), analisa

regresi dan signifikansi statistikal dianalisa dengan dengan menggunakan simulasi

statsoft Minitab Release 14 untuk memberikan perkiraan pengaruh level optimum

dari ketiga faktor operasi dan interaksinya masing-masing yang diperoleh dari

penyelesaian persamaan regresi, analisa kontur dan plot respon permukaan (contour

and surface response). Cara dalam menentukan besarnya harga perlakuan setiap

komposit sebelah kiri dan kanan dari komposit pusat (kode 0) dihitung dengan cara :

1. Menetapkan terlebih dahulu perkiraan besarnya harga perlakuan tiap variabel

yang dianggap optimal (informasi tentang kondisi optimal dapat diperoleh dari

literatur atau melalui penelitian awal atau orientasi). Misal : 10% untuk

konsentrasi katalis pada pusat (kode 0)

2. Harga komposit berikutnya (kode 1) ditetapkan sembarang (dengan harga yang

wajar). Misal ditetapkan 12, berarti sebelah kiri (kode -1) ditetapkan 8 supaya

selisih sama berharga 2.

3. Untuk komposit (kode ) dihitung dengan menggunakan rumusan (Pers 2.1).

Misal : Center point : 10

Kode (1) : 12 dan kode (-1) : 8

Untuk : 1, 682

1,682 :

(45)

Dilanjutkan untuk setiap variabel, hasil perhitungan diterakan pada Tabel 4

Untuk menentukan keakuratan model matematis terhadap data hasil percobaan

diperiksa dengan analisis variansi (ANAVA). Ketepatan parameter persamaan untuk

[image:45.612.113.460.315.465.2]

masing-masing variabel dilihat dari nilai p. Respon permukaan tiga dimensi dan

grafik kontur digunakan untuk mengetahui pengaruh variabel percobaan terhadap

hasil yang diperoleh.

III. METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Oleokimia, Pusat Penelitian Kelapa

Sawit (PPKS) / Indonesian Oil Palm Research Institute (IOPRI), Jl. Brigjend.

Katamso No.51, Kampung Baru, Medan - Sumatera Utara. Penelitian dilakukan

selama 9 (Sembilan) bulan, mulai Maret 2008 sampai November 2008

3.2 Bahan

Bahan baku yang digunakan adalah metil ester asam lemak sawit destilat

(46)

(p.a) dan biokatalis Rhizomucor meihei diperoleh dari Sigma Chemical Co. (St.

Louis, MO). Candida antarctica diperoleh dari Novo Nordisk AS, dan Carica

papaya diperoleh dari Pusat Penelitian Kimia Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia

(LIPI). Peralatan yang digunakan dalam percobaan ini adalah :

1. Labu leher satu 250 ml sebagai tempat berlangsungnya reaksi, yang

dilengkapi dengan termometer.

2. Hot plate merek Cimarex yang dilengkapi pengaduk magnetis dengan

kecepatan pengadukan 400 rpm digunakan sebagai media pemanas.

3. Filter vakum dan kertas saring digunakan pada tahap prurifikasi untuk

memisahkan campuran produk dengan Biokatalis.

4. Rotary evaporator pada tekanan 1 atm digunakan untuk menguapkan sisa

pelarut.

5. Kromatografi gas digunakan untuk analisa konversi oksiran dan kandungan

asam lemak.

6. Alat untuk analisa bilangan oksiran oksigen, bilangan iodium, bilangan

hidroksi dan bilangan asam karakteristik produk antara lain : buret, pipet tetes,

erlenmeyer, beaker glass, labu takar, pipa kapiler.

3.3 Metode Penelitian

(47)

Metode Response Surface Methodology (RSM) digunakan untuk merancang

percobaan dalam menentukan kondisi optimum epoksidasi metil ester dari asam

lemak destilat menggunakan biokatalis dengan tiga faktor sebagai variabel bebas,

yaitu :

1. Konsentrasi katalis

2. Temperatur reaksi

3. Waktu reaksi

Percobaan dirancang mengikuti bentuk Central Composite Design (CCD)

[image:47.612.116.525.356.518.2]

(Cochran & cox, 1962). Level terkode untuk penelitian disajikan pada Tabel 4 dan

Tabel 5 dibawah ini.

Tabel 4. Perlakuan Terkode Epoksidasi

Perlakuan Terkode Perlakuan

-1,682 -1 0 1 1,682

Katalis (% b/b) 3,3 4 5 6 6,7

Temperatur (°C) 31,6 35 40 45 48,4

[image:47.612.115.527.569.695.2]

Waktu reaksi (Jam) 40,3 41 42 43 43,7

Tabel 5. Central Composite Design (CCD)untuk 3 variabel

Konsentrasi

C.Antarctica (X1)

Temperatur Reaksi (X2)

Waktu Reaksi (X3)

No

Aktual Kode Aktual Kode Aktual Kode

1 4 -1 35 -1 41 -1

2 6 1 35 -1 41 -1

3 4 -1 45 1 41 -1

4 6 1 45 1 41 -1

(48)

6 6 1 35 -1 45 1

7 4 -1 45 1 45 1

8 6 1 45 1 45 1

9 3,3 -1,682 40 0 42 0

10 6,7 1,682 40 0 42 0

11 5 0 31,6 -1,682 42 0

12 5 0 48,4 1,682 42 0

13 5 0 40 0 40,3 -1,682

14 5 0 40 0 43,7 1,682

15 5 0 40 0 42 0

16 5 0 40 0 42 0

17 5 0 40 0 42 0

18 5 0 40 0 42 0

19 5 0 40 0 42 0

20 5 0 40 0 42 0

Respons Surface Methodology (RSM) adalah suatu metode rancangan

percobaan yang digunakan secara luas dalam penelitian-penelitian untuk memperoleh

kondisi optimum dari variabel operasi. (Cochran and Cox, 1962). Nilai optimum yang

diperoleh dapat berupa titik maupun daerah/zona tertentu. Hal ini memberi bantuan

dalam menentukan kondisi operasi yang digunakan berkaitan dengan keterbatasan

alat dan ketersediaan bahan yang digunakan. Diharapkan dengan jumlah

perlakuan/run percobaan yang lebih sedikit dapat memberikan hasil yang sama

dengan metode lain yang jumlah run/perlakuannya jauh lebih banyak.

3.3.2 Pengolahan Data

3.3.2.1Optimasi Epoksidasi Metil Ester Asam Lemak Sawit Destilat (Me-ALSD)

(49)

untuk mengetahui kondisi optimum epoksidasi. Untuk melihat pengaruh-pengaruh

diatas, digunakan regresi multiple untuk memenuhi persamaan berikut ini :

Y = β1+β2x1+β3x2 + β4x3 +β5x1x2+β6x2x3+β7x1x3+β8x12+β9x22+β10x32+ε

Keterangan :

Y : Variabel response yang diukur yaitu % yield epoksidasi

1- 10 : Konstanta linier, kuadratik dan hasil regresi koefisien diagonal

: error term

3.3.2.2Analisa Response Surface Methodology (RSM)

Data percobaan diolah dengan menggunakan software Minitab 14 untuk

mendapatkan koefisien, model dan persamaan statistiknya. Untuk menentukan faktor

yang paling berpengaruh secara signifikan nilai p (probabilitas) dibatasi pada p ≤ 5%

(Cochran & Cox, 1962).

3.3.3 Tahapan Penelitian

Tahapan penelitian dilakukan secara bertahap sebagai berikut :

1. Karakterisasi Bahan Baku

2. Reaksi Epoksidasi

3. Analisa Senyawa Epoksi

3.3.3.1Karakterisasi Bahan Baku

Analisa komposisi asam lemak jenuh dan tidak jenuh pada metil ester ALSD

sebagai bahan baku epoksi dilakukan dengan menggunakan gas kromatografi

(50)

tebal film 0,1 µm, carrier gas: Helium, flushing gas: Nitrogen, suhu oven 50OC, suhu injektor 400OC dan suhu detektor 400OC).

3.3.3.2Reaksi Epoksidasi

Prosedur penelitian pembuatan epoksi meliputi :

1. Metil ester asam lemak sawit destilat (ME-ALSD) yang telah ditimbang

sebanyak 50 gr dimasukkan ke dalam reaktor (labu leher satu) dilengkapi

thermocouple dan pemanas berpengaduk (hot plate stirrer).

2. Kemudian dimasukkan pelarut n-Heksan dan penambahan biokatalis (enzim)

yang digunakan divariasikan jumlahnya.

3. Campuran dipanaskan pada media pemanas pada suhu yang divariasikan

sambil diaduk, kemudian ditambahkan hidrogen peroksida (H2O2) 30% secara

perlahan-lahan.

4. Setelah selesai penambahan hidrogen peroksida, campuran tetap dipanaskan

pada suhu dan waktu yang telah ditentukan berdasarkan perlakuan percobaan.

5. Setelah reaksi epoksidasi berlangsung selama waktu yang telah dilakukan,

reaksi dihentikan kemudian biokatalis dipisahkan dengan menggunakan filter

vacuum.

6. Campuran dicuci dengan air untuk memisahkan hidrogen peroksida (H2O2)

sisa.

7. Hasil cucian dikeringkan dengan natrium sulfat anhidrous (Na2SO4), lalu

(51)

8. Produk epoksi (filtrat) yang bercampur dengan n-Heksana dipisahkan dengan

menggunakan rotary evaporator pada temperatur 80OC.

9. Setelah proses pemisahan, epoksi kemudian dianalisa dan dilakukan

karakterisasi.

Untuk diagram kerja epoksidasi secara enzimatis terhadap metil ester ALSD

dapat dilihat pada Gambar 10 dibawah ini. Dan rangkaian peralatan epoksidasi metil

ester ALSD dapat dilihat pada Gambar 11.

Azhar Ramadhani Tarigan 067022002 Metil ester ALSD

Epoksidasi

Pencucian

Biokatalis (Candida antarctica;

Rhizomucor miehei;

Carica papaya) Hidrogen peroksida (H2O2)

H2O2 sisa

Filtrasi

Biokatalis n-Heksane

Dikeringkan

Filtrasi

Na2SO4

(52)
[image:52.612.114.527.469.763.2]

Gambar 11. Diagram kerja Epoksidasi

3.3.3.3Analisa Senyawa Epoksi

Analisa senyawa epoksi dilakukan dengan pengujian seperti : analisa

kandungan oksiran oksigen (AOCS Cd 9-57, (1989)), bilangan hidroksi (AOCS Cd-

13-60 (1989)), analisa bilangan iod (AOCS Cd 1-25, (1989)), dan bilangan asam

(Porim Test Methods, 1995) (Lampiran 1). Karakterisasi dilakukan dengan

berdasarkan gas kromatogram dan gugus fungsionalnya berdasarkan spektrofotometer

(FTIR).

(53)
[image:53.612.162.456.285.500.2]

(a) (b)

Gambar 12. Rangkaian Peralatan Epoksidasi; (a) Peralatan epoksidasi pada saat

ditambahkan dengan hidrogen peroksida (H2O2); (b) Peralatan

epoksidasi setelah penambahan dengan hidrogen peroksida (H2O2)

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Penelitian Pendahuluan

(54)

Metil ester ALSD terdiri dari senyawa ester jenuh dan tidak jenuh.

Karakteristik bahan baku metil ester ALSD meliputi bilangan iod, bilangan oksiran

oksigen, bilangan hidroksi dan bilangan asam seperti disajikan pada Tabel 6.

Tabel 6. Hasil Analisa Bahan Baku Metil Ester ALSD

Parameter Hasil

Bilangan Oksiran Oksigen (%) 0,0114

Bilangan Hidroksi (mg KOH/g) 0,6592

Bilangan Iodin (mg/g) 50,651

Bilangan Asam (mg KOH/g) 5,8899

Untuk mengetahui komposisi asam lemak jenuh dan asam lemak tidak jenuh,

maka bahan baku metil ester ALSD dianalisis secara kromatografi gas. Hasil analisa

tertera dalam Tabel 7 dan data spektrum GC dapat dilihat pada Lampiran 5.

Tabel 7 memperlihatkan bahwa bahan baku metil ester ALSD mengandung

asam lemak jenuh dan asam lemak tidak jenuh. Kadar asam lemak jenuh yaitu asam

palmitat lebih besar dibanding dengan kadar asam lemak tidak jenuh yaitu asam oleat

dan asam linoleat. Kedua asam lemak tidak jenuh inilah yang memberikan bilangan

iodine yang tinggi (tertera dalam Tabel 6).

Tabel 7. Kandungan Asam Lemak Bahan Baku Metil Ester ALSD

Nama Jumlah C Komposisi

Asam Laurat C12-0

Asam Miristat C14-0 1,1479 %

(55)

Asam Stearat C18-0 3,8133 %

Asam Oleat C18-1 36,0950 %

Asam Linoleat C18-2 6,9769 %

Asam Linolenat C18-3 0,2114 %

4.1.2 Penentuan Level Terkode Central Composite Design (CCD)

4.1.2.1 Penentuan Jumlah Biokatalis

Biokatalis yang digunakan adalah enzim lipase yang mampu bekerja pada substrat

asam lemak dan minyak. Rhizomucor miehei, Candida antartica, dan Carica papaya

merupakan jenis lipase yang dijustifikasi mampu bekerja pada substrat asam lemak

sawit distilat yang banyak mengandung asam palmitat. Konsentrasi ketiga biokatalis

dilakukan pada 5 level dalam persen berat (b/b) yaitu 3%, 5%, 7%, 9% dan 0% (non

enzim) sebagai kontrol reaksi. Ini mengacu dari hasil-hasil penelitian yang dilakukan

oleh Rusch gen Klass dkk (1996) konsentrasi biokatalis yang digunakan dalam

jumlah 5% - 6% dan penelitian T. Vlcek dan Z. S. Petrovic (2006) digunakan

biokatalis dalam jumlah antara 2% - 10% (b/b) untuk menghasilkan produk epoksi.

Reaksi epoksidasi dilakukan selama 24 jam dan pada temperatur ruang (30OC).

Setelah waktu reaksi mencapai 24 jam dilakukan pengambilan sampel guna dianalisa

bilangan oksirannya. Hasil percobaan dapat dilihat pada Tabel 8 dan Gambar 13

berikut dibawah ini.

Tabel 8. Pengaruh Level Konsentrasi Biokatalis Terhadap Bilangan Oksiran

(56)

Biokatalis (b/b) CA RM CP

3% 1,8462 0,0342 0,0224

5% 2,2376 0,0673 0,0273

7% 2,2435 0,0922 0,0312

9% 2,2481 0,1051 0,0291

Suhu (T) : 30OC dan Waktu (S) : 24 Jam

[image:56.612.117.466.237.470.2]

Keterangan : CA : Candida Antartica ; RM : Rhizomucor meihei CP : Carica papaya

Gambar 13. Pengaruh Level Konsentrasi Biokatalis Terhadap Bilangan Oksiran Oksigen

Terlihat pada Gambar 13 biokatalis Candida antarctica mampu melakukan

epoksidasi dengan hasil analisa bilangan oksiran oksigen rata-rata sebesar 2,2%

sedangkan biokatalis Rhizomucor miehei dan Carica papaya tidak menghasilkan

bilangan oksiran oksigen yang maksimum. Ini dikarenakan enansiomer metil ester

lebih sesuai dengan bagian aktif (active site) lipase Candida antarctica (Haoude, dkk,

(57)

biokatalis pada reaksi epoksidasi dengan ditetapkan jumlah biokatalis pada level

terkode sebagai center point sebesar 5% dalam desain response surface methodology

(RSM) yang akan digunakan.

4.1.2.2Penentuan Nilai Temperatur

Reaksi epoksidasi dengan biokatalis pada umumnya dapat bereaksi pada

temperatur antara 25 – 50°C. Untuk menentukan nilai atau harga temperatur pada

level terkode mengacu pada penelitian Rusch gen Klass (1996) yang melakukan

penelitian epoksidasi asam lemak tidak jenuh pada minyak kedelai untuk merubah

ikatan rangkap karbon (C=C) pada temperatur 40°C, dan T. Vlcek dan Z. S. Petrovic

(2006) yang melakukan penelitian optimasi epoksidasi minyak kedelai secara

enzimatik pada suhu 25°C dan 50°C. Maka dilakukan percobaan epoksidasi dari

ketiga biokatalis yaitu Candida antarctica, Rhizomucor miehei dan Carica papaya

dengan variasi temperatur reaksi sebesar 30°C, 40°C, 50°C dan 60°C. Reaksi

dilakukan dengan besar konsentrasi ketiga biokatalis sebesar 5% (b/b) dan waktu

reaksi selama 24 jam. Setelah waktu reaksi mencapai 24 jam dilakukan pengambilan

sampel guna dianalisa bilangan oksirannya. Hasil percobaan dapat dilihat pada Tabel

9 dan Gambar 14 berikut dibawah ini.

Tabel 9. Pengaruh Level Temperatur Terhadap Bilangan Oksiran

Bilangan Oksiran Oksigen Level Temperatur

(OC) CA RM CP

30 1,6742 0,0231 0,0218

40 2,2142 0,0346 0,0187

(58)

60 0,9723 0,0246 0,0141

Konsentrasi Biokatalis : 5% (b/b) dan Waktu (S) : 24 Jam Keterangan : CA : Candida Antartica ; RM : Rhizomucor meihei

[image:58.612.115.504.129.412.2]

CP : Carica papaya

Gambar 14. Pengaruh Level Temperatur Terhadap Bilangan Oksiran Oksigen

Dari Gambar 14 dapat diketahui bahwa untuk reaksi yang melibatkan

Candida antarctica, Rhizomucor meihei, dan Candida antarctica.Perolehan bilangan

oksiran oksigen terbaik terdapat pada enzim Candida antarctica. Perolehan produk

epoksi meningkat hingga temperatur 40OC, tetapi pada saat temperatur yang lebih

tinggi digunakan (50OC dan 60OC), aktifitas lipase menurun sehingga perolehan

epoksi juga mengalami penurunan. Berdasarkan hasil di atas, ditetapkan temperatur

40OC sebagai nilai center point dalam desain response surface methodology (RSM)

yang akan digunakan.

(59)

Pada umumnya, reaksi yang melibatkan katalis hayati (biokatalis) berlangsung

dalam waktu reaksi yang cukup lama, hal ini berkaitan dengan kemampuan lipase

untuk merombak atau mensintesa suatu substrat pada kondisi tertentu. Guna

penentuan waktu reaksi adalah untuk mengetahui waktu terbaik yang dibutuhkan

dalam reaksi epoksidasi. Reaksi dilakukan pada suhu 40°C dan konsentrasi ketiga

biokatalis 5% (b/b). Reaksi berlangsung selama 18, 24, 42, 48 dan 66 jam. Waktu

yang ditentukan ini berdasarkan penelitian Rusch gen Klass (1996) yang melakukan

penelitian epoksidasi asam lemak tidak jenuh pada minyak kedelai selama 10 – 66

jam. Selama waktu reaksi yang telah ditentukan dilakukan analisa bilangan oksiran

oksigen. Hasil percobaan dapat dilihat pada Tabel 10 dan Gambar 15.

Tabel 10. Pengaruh Level Waktu Terhadap Bilangan Oksiran

Bilangan Oksiran Oksigen Waktu Reaksi

(jam) CA RM CP

0 0.0114 0.0114 0.0114

18 2.2033 0.0905 0.0556

24 2.2865 0.1058 0.0278

42 2.4321 0.0375 0.0295

48 2.4275 0.0803 0.0360

66 2.2950 0.0648 0.0343

Suhu (T) : 40OC dan Konsentrasi Biokatalis : 5% (b/b)

(60)

Gambar 15. Pengaruh Level Waktu Terhadap Bilangan Oksiran Oksigen

Gambar 15 memperlihatkan bilangan oksiran (%) terhadap waktu pada reaksi

epoksidasi pada berbagai variasi waktu reaksi pada masing-masing jumlah biokatalis

5% (b/b) dengan temperatur reaksi 40°C menunjukkan persen bilangan oksiran

cenderung meningkat sangat signifikan pada biokatalis Candida antarctica dengan

waktu reaksi selama 42 jam, sedangkan pada biokatalis Rhizomucor miehei dan

enzim Carica papaya menunjukkan nilai bilangan oksiran yang sangat rendah.

Mengarah pada konsep dan kondisi tersebut maka center point ditetapkan waktu

reaksi selama 42 jam dalam desain response surface methodology (RSM) yang akan

digunakan dan biokatalis yang dipilih untuk optimasi reaksi epoksidasi adalah

Candida antarctica.

4.2 Optimasi Epoksidasi Menggunakan Candida antarctica

Reaksi epoksidasi metil ester ALSD direaksikan menggunakan enzim lipase

(61)

Surface Methodology (RSM) meliputi variabel konsentrasi biokatalis (b/b),

temperatur reaksi dan waktu reaksi dengan desain percobaan berbentuk Central

Composite Design (CCD).

Tabel 11. Level Terkode Epoksidasi

Perlakuan Terkode Perlakuan

-1,682 -1 0 1 1,682

Biokatalis (% b/b) 3,3 4 5 6 6,7

Temperatur (°C) 31,6 35 40 45 48,4

Waktu reaksi (Jam) 40,3 41 42 43 43,7

Level-level pada variabel di atas diperoleh dengan mempertimbangkan

batas-batas pengoperasian alat-alat dan bahan-bahan penelitian serta sifat-sifat reaktan.

Respon yang diamati untuk diukur adalah konversi oksiran oksigen yang terbentuk

setelah reaksi berlangsung. Konversi oksiran oksigen yang diperoleh pada setiap run

dianalisa menggunakan Gas Cromatografy (GC). Percobaan terdiri atas 20 kombinasi

pada berbagai variasi jumlah biokatalis, temperatur reaksi dan waktu reaksi.

Penelitian ini memilih CCD sebagai bentuk desain eksperimen disebabkan oleh CCD

memberikan rancangan yang sistematik untuk memperoleh interaksi antar variabel.

Dari rancangan CCD ini akan diperoleh interaksi dari ketiga variabel yaitu

konsentrasi biokatalis (X1), temperatur reaksi (X2) dan waktu reaksi (X3). Berikut

adalah hasil percobaan yang telah dilakukan.

Tabel 12. Hasil Percobaan

No Konsentrasi

Candida antarctica

Temperatur Reaksi

(X2)

Waktu Reaksi

(X3)

Bil. Oksiran Oksigen

(62)

(X1) (%)

Aktual Kode Aktual Kode Aktual Kode

(%)

1 4 -1 35 -1 41 -1 2,132 68,539

2 6 1 35 -1 41 -1 2,453 78,914

3 4 -1 45 1 41 -1 2,482 79,851

4 6 1 45 1 41 -1 2,445 78,655

5 4 -1 35 -1 45 1 2,393 76,975

6 6 1 35 -1 45 1 2,262 72,741

7 4 -1 45 1 45 1 2,428 78,106

8 6 1 45 1 45 1 2,456 79,011

9 3,3 -1,682 40 0 42 0 2,412 77,589

10 6,7 1,682 40 0 42 0 2,432 78,235

11 5 0 31,6 -1,682 42 0 1,853 59,522

12 5 0 48,4 1,682 42 0 2,462 79,205

13 5 0 40 0 40,3 -1,682 1,932 62,075

14 5 0 40 0 43,7 1,682 2,453 78,914

15 5 0 40 0 42 0 2,446 78,688

16 5 0 40 0 42 0 2,458 79,076

17 5 0 40 0 42 0 2,453 78,914

18 5 0 40 0 42 0 2,454 78,946

19 5 0 40 0 42 0 2,456 79,011

20 5 0 40 0 42 0 2,432 78,235

*Konversi Oksiran

  Oksiran Oksigen Teoritis  = 3,094% 

4.2.1 Analisa Pengaruh Variabel

Matrik eksperimental (Tabel 12) untuk rancangan tiga faktor dengan dua level

(23) yang terdiri dari 8 run pertama (run 1-8) dengan level terkode (±1) untuk masing faktor. Selanjutnya 6 run yang disebut star point dengan level terkode (± ) sebagai

significant curvature effect (run 9-14), sedangkan 6 run tambahan (run 15-20)

(63)

Pengaruh signifikansi variabel-variabel yang digunakan dapat diobservasi dari

hasil pengolahan data percobaan. Analisa statistika untuk signifikansi pengaruh dari

ketiga variabel yaitu konsentrasi biokatalis (X1), temperatur reaksi (X2) dan Waktu

reaksi (X3) dari masing-masing biokatalis serta interaksinya masing-masing

[image:63.612.115.528.278.495.2]

tercantum pada Tabel 13 berikut ini.

Tabel 13. Hasil Statistika Minitab 14 Untuk Response Surface Methodology (RSM)

Parameter Hasil Analisa Statistika

Koefisien Nilai p

Konstanta 78,6700 0,000

Konsentrasi Candida antarctica (X1) 0,5079 0,697

Temperatur reaksi (X2) 3,7752 0,014

Waktu reaksi (X3) 2,1377 0,122

Konsentrasi C. Antarctica (X1*X1) 0,6076 0,633

Temperatur reaksi (X2*X2) -2,4148 0,079

Waktu reaksi (X3*X3) -2,0149 0,133

X1*X2 -0,8040 0,637

X1*X3 -1,5635 0,367

X2*X3 -0,4565 0,788

R2 0,664

Nilai p Pemodelan 0,150

Keterangan : * Faktor signifikansi (p<0,05)

Berdasarkan hasil analisa statistika diatas, dapat diketahui bahwa konsentrasi

biokatalis (Candida antarctica) memberikan pengaruh yang positif sebesar 0,5079

dan signifikan terhadap pembentukan produk. Tetapi kuadrat variabel konsentrasi

biokatalis Candida antarctica memberikan pengaruh positif sebesar 0,6076 dan

interaksinya dengan temperatur memberikan efek negatif sebesar -0,8040 meskipun

(64)

reaksi yang memberikan efek negatif -1,5635 dengan nilai p 0,367. Hal ini

menunjukkan adanya batasan dalam penggunaan Candida antarctica, temperatur dan

waktu reaksi yang dilibatkan pada reaksi. Temperatur reaksi turut memberikan

pengaruh yang signifikan dan positif yang cukup besar dibandingkan variabel lainnya

sebesar 3,7752. Tetapi interaksinya dengan waktu reaksi (X2.X3) memberikan efek

negatif yang tidak signifikan.

Variabel waktu reaksi, turut memberikan efek yang singifikan dn positif

sebesar 2,1377. Interaksi temperatur dengan variabel reaksi lainnya juga tidak

signifikan. Ini menunjukkan bahwa laju reaksi enzimatis antara metil ester asam

lemak sawit distilat dengan hidrogen peroksida banyak dipengaruhi oleh besarnya

temperatur reaksi dan waktu reaksi terhadap metil ester asam lemak sawit distilat,

sedangkan peningkatan konsentrasi Candida antarctica memberikan pengaruh yang

tidak signifikan terhadap laju pembentukan produk epoksi. Namun penggunaan

variabel temperatur reaksi dan waktu reaksi ju

Gambar

Gambar 8. Proses Penguraian Substrat Oleh Suatu Enzim
Gambar 9. Epoksidasi Prileshajev dengan Katalis Enzim Lipase
grafik kontur digunakan untuk mengetahui pengaruh variabel percobaan terhadap
Tabel 5. Central Composite Design (CCD) untuk 3 variabel
+7

Referensi

Dokumen terkait

Parameter yg diamati adalah intensitas penyakit JAP, efektivitas perlakuan dan persentase kesembuhan Aplikasi tricokompos dengan media aplikatif kotoran kambing

Sumber pendapatan yang dikelola dari desa Margomulyo Kecamatan Panggungrejo Kabupaten Blitar salah satunya adalah pendapatan asli desa yang berupa aset. Aset desa

menyelesaikan model matematika yang telah dibuatnya; c) Kesalahan melaksanakan rencana, dilihat dari hasil pekerjaan siswa yaitu ketika siswa tidak menyelesaikan model

Contoh biaya kegagalan eksternal yang tidak dapat direalisasi (Biaya Sosial) adalah :. • Perawatan medis karena udara yang terpolusi (kesejahteraan individu) 

Pajak penghasilan terkait pos-pos yang akan direklasifikasi ke laba rugi 0 PENGHASILAN KOMPREHENSIF LAIN TAHUN BERJALAN SETELAH PAJAK0. TOTAL LABA (RUGI) KOMPREHENSIF TAHUN

Adapun tujuan dalam penelitian ini adalah untuk mendiskripsikan prinsip-prinsip manajemen kelas di SD Negeri II Jurangjero, untuk menemukan pendekatan-pendekatan yang digunakan

Kedatangan monster – monster Mujahair yang kemudian dapat teratasi dengan sendirinya bukanlah merupakan akhir dari musibah di kali Porong kedatangan monster –

Daktilitas adalah kemampuan suatu struktur gedung untuk mengalami simpangan pasca elastik yang besar secara berulang kali dan bolak balik akibat beban gempa di atas beban gempa