• Tidak ada hasil yang ditemukan

Perancangan Dan Pembuatan Poros Turbin Air Francis Yang Berdaya 950 Kw Dan Putaran 300 Rpm Dengan Proses Pengecoran Logam

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Perancangan Dan Pembuatan Poros Turbin Air Francis Yang Berdaya 950 Kw Dan Putaran 300 Rpm Dengan Proses Pengecoran Logam"

Copied!
91
0
0

Teks penuh

(1)

TUGAS SARJANA

PENGECORAN LOGAM

PERANCANGAN DAN PEMBUATAN POROS TURBIN

AIR FRANCIS YANG BERDAYA 950 KW DAN

PUTARAN 300 RPM DENGAN PROSES

PENGECORAN LOGAM

OLEH :

NIM : 030401022

WISNU ANJASWARA

DEPARTEMEN TEKNIK MESIN

FAKULTAS TEKNIK

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

(2)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Kuasa sebagai

rasa kesadaran penulis terhadap rahmat dan kasih Nya yang senantiasa menemani

hingga skripsi ini terselesaikan.

Senang sekali akhirnya penulis bisa menyelesaikan tugas sarjana ini

walaupun masih banyak harus mengalami penyempurnaan agar hasilnya lebih

baik. Pembuatan skripsi ini memang melelahkan tetapi tidaklah sebanding dengan

apa yang akan didapatkan di hari depan nanti setelah menyelesaikan perkuliahan

ini karena sudah diberikan bekal ilmu baik moral (etika) maupun akademik dari

Bapak dan Ibu Dosen tercinta yang pasti besar gunanya untuk profesi dan

kehidupan penulis sekarang dan di masa mendatang.

Tugas sarjana ini merupakan salah satu syarat bagi setiap mahasiswa

Teknik Mesin Universitas Sumatera Utara yang akan menyelesaikan studi di

Departemen Teknik Mesin Fakultas Teknik USU. Adapun judul dari tugas sarjana

ini adalah “Perancangan dan Pembuatan Poros Turbin Air Francis dengan

daya 950 KW dan Putaran 300 RPM dengan Proses Pengecoran Logam “.

Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih yang

sebesar-besarnya kepada :

1. Kedua orang tua tercinta, ayahanda Syarif Bunyamin (alm) dan ibunda

Wahyuni, yang selalu memberikan kasih sayang dan dukungan kepada penulis

terutama dalam dukungan materi dan moril sehingga dapat menyelesaikan

(3)

2. Ibu Ir.Raskita S. Meliala sebagai dosen pembimbing yang telah meluangkan

waktunya untuk membimbing penulis dalam penyelesaian tugas sarjana ini.

3. Bapak Dr.Ing.Ir.Ikhwansyah Isranuri dan Bapak Tulus Burhanuddin ST, MT

sebagai ketua dan sekretaris Departemen Teknik mesin serta seluruh staff

pengajar dan pegawai Departemen Teknik Mesin Universitas Sumatera Utara.

4. Kepada teman-teman terima kasih atas bantuannya semoga kita tetap

mempertahankan hubungan kita yang terbentuk dalam satu ikatan “Solidarity

Forever”.

Penulis sangat mengharapkan kritik dan saran dari pembaca sehingga tugas

sarjana ini bermanfaat bagi penulis dan pembaca.

Medan, Desember 2008 Penulis

(4)

DAFTAR ISI

Halaman

KATA PENGANTAR... i

DAFTAR ISI... iii

DAFTAR SIMBOL... vii

DAFTAR GAMBAR... viii

DAFTAR TABEL... x

BAB I. PENDAHULUAN... 1

1.1. Latar Belakang... 1

1.2. Maksud dan Tujuan Perancangan... 3

1.3. Batasan Masalah... 3

1.4. Metode Penulisan... 4

1.5. Sistematika Penulisan... 4

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA... 6

2.1. Bahan-Bahan Pengecoran... 7

2.1.1. Besi Cor... 7

2.1.2. Baja Cor... 8

2.1.3. Coran Paduan Tembaga... 9

2.1.4. Coran Paduan Ringan... 10

2.1.5. Coran Paduan Lainnya... 11

2.2. Sifat-Sifat Logam Cair... 12

(5)

2.2.2. Kekentalan Logam Cair... 12

2.2.3. Aliran Logam Cair... 13

2.3. Pembekuan Logam... 14

2.4. Pola... 15

2.4.1. Telapak Inti... 16

2.4.2. Macam-Macam Pola... 18

2.4.3. Bahan-Bahan Pola... 21

2.4.3.1. Kayu... ... 21

2.4.3.2. Resin Sintetis... 21

2.4.3.3. Bahan untuk Pola Logam... 22

2.5. Rencana Pengecoran... 23

2.5.1. Istilah-Istilah dan Fungsi dari Sistem Saluran... 23

2.5.2. Bentuk dan Bagian-Bagian Sistem Saluran... 24

2.5.3. Penambah... 27

2.6. Pasir Cetak... 28

2.6.1. Syarat-Syarat Pasir Cetak... 28

2.6.2 Macam-Macam Pasir Cetak... 29

2.6.3. Susunan Pasir Cetak... 30

2.6.4. Sifat-Sifat pasir Cetak... 30

2.6.4.1. Sifat-Sifat Pasir Cetak Basah... 31

2.6.4.2. Sifat-Sifat Kering... 32

2.6.4.3. Sifat-Sifat Penguatan Oleh udara... 32

2.6.4.4. Sifat-Sifat Panas... 33

2.7. Peleburan dan Penuangan Baja Cor... 35

(6)

2.7.2. Penuangan Baja Cor... 36

2.8. Pengujian Dalam Pengecoran... 38

2.8.1. Pengukuran Temperatur... 38

2.8.2. Pengujian Terak... 39

BAB III. PERENCANAAN POROS... 41

3.1. Poros pada Turbin Air Francis Tipe Horizontal... 41

3.1.1. Perhitungan Dimensi Poros ... 42

3.1.2. Gaya – Gaya yang terjadi pada poros... 46

3.1.3. Perhitungan Gaya – Gaya Pada Poros... 46

3.2. Bentuk dan Dimensi Poros... 48

BAB IV. PERENCANAAN CETAKAN POROS... 50

4.1. Pembuatan Pola... 50

4.2. Perencanaan Cetakan... 54

4.3. Sistem Saluran... 55

4.3.1. Saluran Turun... 56

4.3.2. Cawan Tuang... 58

4.3.3. Saluran Pengalir... 59

4.3.4. Saluran Masuk... 60

4.3.5. Saluran Penambah... 61

4.4. Pemberat... 65

4.5. Waktu Tuang... 66

4.6. Pembuatan Cetakan Pasir... 67

(7)

4.6.2. Pembuatan Cetakan... 68

4.7. Peleburan Logam Coran... 69

4.8. Unsur Paduan dalam Material... 70

4.8.1. Pengaruh Unsur Paduan terhadap Sifat Material yang Digunakan... 70

4.8.2. Komposisi Logam... 71

4.8.3. Penambahan Beberapa Unsur Paduan... 72

4.9. Penuangan Cairan Logam... 75

4.10. Penyelesaian Hasil Cetakan... 75

BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN... 76

5.1. Kesimpulan... 76

5.2. Saran... 78

(8)

DAFTAR SIMBOL

Lambang Keterangan

A Luas mm2

Satuan

Dp Diameter poros mm

g Percepatan gravitasi m/s2

Mt Momen torsi kg.mm

n Putaran Turbin rpm

Pd Daya rencana kW

Sf1 Faktor Keamanan Bahan

Sf2 Faktor Keamanan Bentuk Poros

Wp Berat Poros N

V Kecepatan aliran m/s

h Tinggi permukaan cairan mm

c Koefisien kecepatan

τ

Tegangan geser kg/mm2

d Diameter mm

Ast Luas saluran turun mm2

Asm Luas saluran masuk mm2

Ap Luas saluran pengalir mm2

A Ukuran pengalir mm

E Modulus elastisitas bahan GPa

Wr Berat runner N

(9)

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1. Poros ... 6

Gambar 2.2. Peggolongan bahan coran ... 11

Gambar 2.3. Kecepatan aliran yang keluar dari bejana ... 14

Gambar 2.4. Telapak inti bertumpu dua mendatar ... 17

Gambar 2.5. Telapak inti ber alas tegak... 17

Gambar 2.6. Telapak inti tegak bertumpu dua ... 17

Gambar 2.7. Telapak inti untuk penghalang (sebagian) ... 18

Gambar 2.8. Pola tunggal ... 18

Gambar 2.9. Pola belah ... 19

Gambar 2.10. Pola setengah ... 19

Gambar 2.11. Pola belahan banyak ... 19

Gambar 2.12. Pola pelat pasangan... 20

Gambar 2.13. Pola pelat kup dan drag ... 20

Gambar 2.14. Istilah – istilah sistem pengisian ... 24

Gambar 2.15. Ukuran cawan tuang ... 25

Gambar 2.16. Perpanjangan pengalir ... 26

Gambar 2.17. Sistem saluran masuk ... 27

Gambar 2.18. Penambah samping dan penambah atas ... 27

Gambar 2.19. Pengaruh kadar air dan kadar lempung ... 31

Gambar 2.20. Pengaruh kadar air dan bentonit pada pasir diikat bentonit ... 32

Gambar 2.21. Pemuaian panas bermacam – macam pasir ... 33

(10)

Gambar 2.23. Deformasi panas dari pasir cetak ... 35

Gambar 2.24. Tanur listrik Heroult ... 36

Gambar 2.25. Ladel jenis penyumbat ... 36

Gambar 2.26. Temperatur Penuangan yang disarankan ... 37

Gambar 3.1. Poros turbin air Francis tipe horizontal ... 41

Gambar 3.2. Bentuk dan dimensi poros ... 49

Gambar 4.1. Tambahan penyelesaian mesin untuk coran baja ... 52

Gambar 4.2. Bentuk dan dimensi pola ... 53

Gambar 4.3. Saluran turun ... 58

Gambar 4.4. Bentuk dan ukuran cawan tuang... 59

Gambar 4.5. Penampang pengalir ... 59

Gambar 4.6. Kurva Pellini... 63

Gambar 4.7. Bentuk Pemberat... 66

(11)

DAFTAR TABEL

Tabel 2.1. Ukuran pengalir ... 26

Tabel 2.2. Temperatur tuang beberapa logam ... 28

Tabel 3.1. Ukuran diameter poros ... 44

Tabel 4.1. Tambahan penyusutan yang disarankan ... 51

Tabel 4.2. Diameter saluran turun dari saluran cabang dan berat tuang ... 57

(12)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1Latar Belakang

Teknik pengecoran logam telah dilakukan lebih dari 6000 tahun

menggunakan bahan perunggu dan tembaga, kemudian menggunakan bahan besi

dan pada saat ini menggunakan bahan campuran dari seng dan bahan metal

lainnya. Cara paling paling umum dalam pengecoran metal adalah dengan

menggunakan pengecoran cetakan pasir. Dengan menggunakan pola dari benda

yang akan dicetak, sebuah cetakan berongga dibuat dengan menggunakan bahan

pasir atau campuran tanah liat. Metal cair dituangkan kedalam rongga dan dan

mengikuti bentuk pola dari pada rongga tersebut ketika metal tersebut mendingin

dan mengeras. Cetakan pasir tersebut dirusak untuk mengeluarkan benda hasil

cetakan tersebut.

Di dunia modern ini, kehidupan manusia tidak pernah terlepas dari

teknologi. Teknologi yang berkembang dan yang sudah maju dimanfaatkan oleh

industri-industri untuk mendapatkan keefisienan dan produktivitas yang tinggi

yang bisa mengurangi biaya operasi atau ongkos kerja sehingga terpenuhilah

prinsip ekonomi.

Pembangunan dibidang industri sangat penting terutama dalam industri

pengecoran dalam menunjang perekonomian Indonesia. Hal ini disebabkan agar

berkurangnya ketergantungan terhadap negara-negara lain, sehingga nantinya

Indonesia dapat menghasilkan sendiri barang-barang kebutuhan sendiri ataupun

(13)

berkonsentrasi dalam meningkatkan kualitas benda/produk yang dihasilkan agar

nantinya dapat bersaing di pasar global.

Adapun kegiatan pengecoran itu sendiri dapat diartikan sebagai satu proses

memproduksi benda dari logam atau metal yang dicairkan dan dicetak ke dalam

suatu cetakan yang sudah dirancang polanya.

Poros adalah salah satu komponen mesin yang meneruskan daya dan

putaran. Pada turbin air jenis Francis, daya dan putaran yang diteruskan berasal

dari roda jalan (runner) yang berputar akibat pergerakan air yang mengenai runner

tersebut. Putaran dari runner diteruskan oleh poros ke generator yang selanjutnya

dimanfaatkan oleh generator untuk menghasilkan tenaga listrik.

Dalam tulisan ini, poros turbin akan dibuat dengan cara pengecoran

mengunakan cetakan pasir. Cara ini dipilih karena teknologi yang digunakan

sederhana, jumlah produk yang dibuat sedikit, waktu pengerjaan lebih cepat dan

biaya produksi yang lebih murah dibandingkan dengan cara lain, serta sisa bahan

yang terbuang lebih sedikit dari cara lain. Pengecoran dilakukan sesuai dengan

permintaan konsumen dimana ukuran dan bentuk serta jumlah benda hasil

ditentukan oleh konsumen terlebih dahulu. Oleh karena itu yang dilakukan dalam

pengecoran ini adalah membuat cetakan serta proses pengecoran tersebut.

Selain mengetahui teknik-teknik pengecoran, para pelaku dalam bidang

industri ini juga harus mengerti tentang pengolahan lanjut dari benda yang

dihasilkan. Hal ini dilakukan untuk mendapat sifat-sifat yang lebih baik dari metal

(14)

1.2Maksud dan Tujuan Perancangan

Maksud dan tujuan dari perancangan ini adalah agar mahasiswa dapat lebih

mendalami ilmu tentang teknik pengecoran logam. Perancangan ini adalah Tugas

Akhir/Tugas Sarjana dari penulis yang merupakan syarat untuk menyelesaikan

perkuliahan dan mendapatkan gelar kesarjanaan. Perancangan ini dimaksudkan

untuk membuat poros turbin air jenis turbin Francis tipe horizontal yang berdaya

950 kW dan putaran 300 rpm dengan teknik pengecoran logam yang

menggunakan cetakan pasir.

Tujuan dari perancangan ini adalah:

1. Mahasiswa dapat merencanakan dimensi dari poros turbin air jenis turbin

Francis tipe horizontal yang akan dibuat dengan metode pengecoran.

2. Mahasiswa dapat menghitung dimensi pola cetakan dan jenis cetakan pasir

yang akan digunakan.

3. Mahasiswa dapat merencanakan sistem saluran yang akan digunakan

dalam pengecoran.

4. Mahasiswa dapat memilih bahan baku serta bahan penambah yang akan

digunakan dalam pengecoran logam ini.

1.3Batasan Masalah

Dalam tugas akhir ini akan dibahas perhitungan untuk memperoleh

dimensi dari poros turbin, dimensi pola dan cetakan yang meliputi saluran

turun,saluran pengalir, saluran masuk, penambah dan cawan tuang. Komposisi dari

cetakan yang meliputi komposisi pasir cetak, bahan baku, temperatur tuang, dan

(15)

1.4Metode Penulisan

Metode penulisan yang digunakan dalam penulisan skripsi ini adalah:

1. Survey Lapangan

Disini dilakukan peninjauan pada industri pengecoran logam untuk

memperoleh data yang berhubungan dengan proses pengecoran logam.

Dalam hal ini industri yang di survey yaitu PT.Baja Pertiwi Industri untuk

memperdalam pengetahuan mahasiswa tentang pengecoran logam.

2. Studi Literatur

Berupa keputusan dan kajian dari buku – buku dan tulisan – tulisan yang

berhubungan dengan hal yang dibahas.

3. Diskusi

Berupa Tanya jawab dengan dosen pembimbing dan diskusi dengan

rekan-rekan mahasiswa mengenai rancangan yang dilakukan.

1.5Sistematika penulisan

Adapun sistematika penulisan tugas sarjan ini adalah sebagi berikut:

1. BAB I : Pendahuluan, berisikan latar belakang, maksud dan tujuan

perencanaan, batasan masalah, metode penulisan dan

sistematika penulisan.

2. BAB II : Tinjauan pustaka, berisikan tentang teori-teori yang

mendasari perencanan pengecoran logam.

3. BAB III : Perencanaan Poros, berisikan gambaran umum serta

penghitungan dimensi poros, material poros serta bahan

(16)

4. BAB IV : Perencanaan Cetakan, berisikan tentang perencaan cetakan

mulai dari pembuatan pola cetakan hingga penyelesaian

akhir.

5. BAB V : Kesimpulan, berisikan garis besar hasil perencanaan dan

(17)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

Poros adalah salah satu komponen mesin yang meneruskan daya dan

putaran. Pada turbin air jenis Francis daya dan putaran yang diteruskan berasal

dari roda jalan (runner) yang berputar akibat pergerakan air yang mengenai runner

tersebut. Putaran dari runner diteruskan oleh poros ke generator yang selanjutnya

dimanfaatkan oleh generator untuk menghasilkan tenaga listrik.

Bahan, ukuran (dimensi) poros harus disesuaikan dengan daya, putaran dan

pembebanan yang dialami oleh poros. Dengan pertimbangan tersebut maka poros

harus dapat menahan semua beban yang menimpanya.

Gambar 2.1. Poros

Pengecoran, adalah proses membuat suatu benda solid dengan cara

menuangkan metal cair kedalam suatu bentuk cetakan dan membiarkannya sampai

(18)

2.1. Bahan-bahan pengecoran

Dalam pengecoran logam, adapun bahan yang sering dipakai dalam proses

pengecoran adalah:

2.1.1. Besi cor

Besi cor adalah paduan besi yang mengandung karbon, silisium, mangan,

fosfor, dan belerang. Beri cor ini digolongkan menjadi enam macam yaitu: besi

cor kelabu, besi cor kelas tinggi, besi kelabu paduan, besi cor bergrafit bulat, besi

cor yang dapat ditempa dan besi cor cil.

Besi cor kelabu paling banyak digunakan untuk benda-benda cora

dikarenakan mempunyai sifat mampu cor yang baik dan harganya murah.

Kekuatan tarik dari besi cor kelabu kira-kira 10-30 kg/ mm2, namun besi cor ini

agak getas dan mempunyai titik cair kira-kira 12000C.

Besi cor kelas tinggi mempunyai lebih sedikit karbon dan silikon, lagi pula

ukuran grafit bebasnya agak kecil dibandingkan besi cor kelabu, sehingga

kekuatan tariknya lebi tinggi yaitu kira-kira 30-50 kg/ mm2. Membuat besi cor

kelas tinggi agak susah dibanding besi cor kelabu.

Besi cor kelabu paduan mengandung unsur-unsur paduan dan grafit,

mempunyai struktur yang stabil sehingga sifatnya lebih baik. Dilihat dari

unsur-unsur paduan yang ditambahkan, ada 2 hal, yang pertama hanya beberapa persen

saja yang kedua lebih banyak. Unsur-unsur yang ditambahkan adalah khrom,

nikel, molibden, vanadium, titan dan sebagainya, sehingga ketahan panas,

ketahanan aus, ketahanan korosi dan mammpu mesin dari besi cor jenis ini baik

(19)

Besi cor mampu tempa dibuat dari besi cor putih yang dilunakkan didalam

sebuah tanur dalam waktu yang lama. Struktur sementit dari besi cor putih

berubah menjadi ferit atau perlit dan karbon yang bertemper mengendap. Menurut

struktur mikronya ada tiga macam besi cor mampu tempa, yaitu besi cor mampu

tempa perapian hitam, besi cor mampu tempa perapian putih dan besi cor mampu

tempa perlit. Besi cor jenis ini sangat baik keuletannya dan perpanjangannya

dibandingkan besi cor kelabu, tetapi harganya mahal karana proses pelunakannya,

lagi pula cocok untuk coran yang tipis dan kecil karena sebelum proses

pelunakannya keuletannya berkurang.

Besi cor grafit-bulat dibuat dengan jalan mencampurkan magnesium,

kalsium atau serium ke dalam cairan logam sehingga grafit bulat akan mengendap.

Besi cor jenis ini mempunyai kekuatan, keuletan, ketahan aus dan ketahan panas

yang baik sekali dibandingkan besi cor kelabu.

Besi cor cil adalah besi cor yang mempunyai permukaan terdiri dari besi

cor putih dan bagian dalamnya terdiri dari struktur dengan endapan grafit.

Permukaannya mempunyai tahan aus yang baik sekali dan bagian dalamnya

mempunyai keuletan yang baik pula, besi cor demikian digunakan sebagai bahan

tahan aus.

2.1.2 Baja cor

Baja cor digolongkan ke dalam baja karbon dan baja paduan. Coran baja

karbon adalah paduan besi karbon dan digolongkan menjadi tiga macam, yaitu

baja karbon rendah (C < 0,20%), baja karbon menengah (0,20-0,50% C) dan baja

(20)

rendah, perpanjangan yang tinggi dan harga bentur serta mampu las yang baik.

Baja cor mempunyai struktur yang buruk dan sifat yang getas apabila tidak

diadakan perlakuan panas; dengan pelunakan atau penormalan maka baja cor

menjadi ulet dan strukturnya menjadi halus. Titik cairnya kira-kira 1.500°C,

mampu cornya lebih buruk dibandingkan dengan besi cor, tetapi baja cor dapat

dipergunakan baik sekali sebagai bahan untuk bagian-bagian mesin, sebab

kekuatannya yang tinggi dan harganya yang rendah.

Baja paduan adalah baja cor yang ditambah unsur-unsur paduan. Salah satu

atau beberapa dari unsur-unsur paduan seperti mangan, khrom, molibden atau

nikel dibubuhkan untuk memberikan sifat-sifat khusus dari baja paduan tersebut,

umpamanya sifat-sifat ketahanan aus, ketahanan asam dan korosi atau keuletan.

Contoh baja cor adalah: baja cor tahan karat dan baja cor tahan panas.

2.1.3 Coran paduan tembaga

Macam-macam coran paduan tembaga adalah: perunggu, kuningan

kuningan kekuatan tinggi, perunggu aluminium dan sebagainya.

Perunggu adalah paduan antar tembaga dan timah, dan perunggu yang

biasa dipakai mengandung kurang dari 15% timah. Titik cairnya kira-kira10000C,

jadi lebih rendah dari titik cair paduan besi, dan mampu-cornya baik sekali sama

halnya dengan besi cor. Sifat-sifat ketahanan korosi dan ketahanan aus adalah baik

sekali, sehingga bahan ini dapat dipakai untuk bagian-bagian mesin. Harganya

5-10 kali lebih mahal dari besi cor kelabu, sehingga bahan ini hanya dipakai pada

bagian khusus dimana diperlukan sifat-sifat yang luar biasa. Perunggu

(21)

diperbaiki oleh penambahan fosfor, dan perunggu timbale yang cock untuk logam

bantalan dengan penambahan timbal. Kuningan adalah paduan antara tembaga dan

seng, dan kuningan tinggi adalah paduan yang mengandung tembaga, aluminium,

besi, mangan, nikel dan sebagainya, dimana unsur-unsur tersebut dimaksudkan

untuk memperbaiki sifat-sifat mekanisnya. Perunggu aluminium adalah paduan

tembaga, aluminium dan sebagainya, yang baik sekali dalam sifat-sifat ketahanan

aus dan korosi. Disamping itu ada pula coran tembaga murni.

2.1.4 Coran paduan ringan

Coran paduan ringan adalah coran paduan aluminium, coran paduan

magnesium dan sebagainya.

Aluminium murni mempunyai sifat mampu cor dan sifat mekanis yang

jelek. Oleh karena itu dipergunakan paduan aluminium karena sifat-sifat

mekanisnya akan diperbaiki dengan menambahkan tembaga, silisium, magnesium,

mangan, nikel dan sebagainya. Coran paduan aluminium adalah ringan dan

merupakan penghantar panas yang baik sekali, yang dipergunakan apabila

sifat-sifat tersebut diperlukan. Al-Si, Al-Cu-Si dan Al-Si-Mg adalah deretan dari

paduan aluminium yang banyak dipergunakan untuk bagian-bagian mesin,

Al-Cu-Ni-Mg dan Al-Si-Cu-Al-Cu-Ni-Mg adalah deretan untuk bagian-bagian mesin yang tahan

panas, dan Al-Mg adalah untuk bagian-bagian tahan korosi.

Paduan magnesium lebih ringan dari pada logam umum lainnya, sebab

berat jenisnya kira-kira 1,8. Biasanya aluminium, mangan, berilium dan

(22)

2.1.5 Coran paduan lainnya

Paduan seng yang mengandung sedikit aluminium dipergunakan untuk

pengecoran cetak. Logam monel adalah paduan nikel yang mengandung tembaga

dan demikian juga hasteloy yang mengandung molibden, khrom dan silikon.

Paduan timbal adalah paduan antara timbal, tembaga dan timah, dan logam

bantalan adalah paduan dari timbal, tembaga dan stibium. Disamping itu dipakai

juga paduan timah, tembaga dan stibium.

Coran besi cor

Besi cor kelabu

Besi cor mutu tinggi

Besi cor kelabu paduan

Besi cor bergrafit bulat

Besi cor mampu tempa

Besi cor dicil

(23)

2.2. Sifat – Sifat Logam Cair

Seperti halnya dengan cairan lainnya, logam cair juga mempunyai

sifat-sifat tersendiri. Adapun sifat-sifat-sifat-sifat dari logam cair adalah:

2.2.1.Perbedaan Antara Logam Cair Dan Air

Logam cair adalah cairan logam seperti air. Perbedaan antara logam dengan air

adalah:

1. Berat jenis logam cair lebih besar dari pada air ( Air = 1.0; Besi cor = 6.8 –

7.0; paduan Alluminium = 2.2 2.3; paduan Timah = 6.6 - 6.8 dalam

kg/dm3 )

2. Kecairan logam sangat tergantung pada temperatur ( Air cair pada 00C, sedangkan logam pada temperatur yang sangat tinggi).

3. Air mengakibatkan permukaan wadah yang bersentuhan dengannya basah

sedangkan logam cair tidak.

2.2.2. Kekentalan Logam Cair

Aliran logam cair sangat tergantung pada kekentalan logam cair dan

kekasaran permukan saluran. Kekentalan tergantung pada temperatur. Makin

tinggi temperatur makin rendah kekentalan tergantung pada temperatur. Makin

tinggi temperatur makin rendah kekentalannya, demikian juga bila temperatur

turun maka kekentalannya akan meningkat.

Kalau logam didinginkan hingga terbentuk inti – inti kristal, maka

kekentalannya akan bertambah dengan cepat, tergantung pada jumlah inti –intinya

(24)

akan makin cepat. Kekentalan yang makin tinggi meyebabkan cairan logam sukar

mengalir dan bahkan kehilangan mampu alir. Kekentalan juga tergantung pada

jenis logam, seperti ditunjukkan pada tabel berikut.

2.2.3. Aliran Logam Cair

Bila suatu cairan didalam bejana mengalir keluar melalui suatu lubang

dinding bejana tersebut dengan tinggi permukaan cairan diukur dari pusat lubang

adalah h, maka kecepatan aliran yang keluar adalah :

V = c 2gh

dimana: c = koefisien kecepatan

g = percepatan grafitasi

Bila lubang diganti dengan pipa maka akan timbul gesekan antara cairan

logam dengan dinding dari pipa yang mengakibatkan kecepatan aliran berkurang

menurut persamaan berikut:

Jika aliran yang keluar dari pipa menumbuk suatu dinding yang tegak

lurus dengan sumbu pipa dengan kecepatan v , laju aliran Q, dan berat jenis ,

maka gaya tumbuk yang terjadi adalah :

h g 2 c V '= '

g v Q

(25)

( a ) ( b )

Gambar 2.3. a. Kecepatan aliran yang keluar dari bejana

b. Tumbukan cairan dengan dinding

2.3. Pembekuan Logam

Pembekuan logam coran pada rongga cetakan dimulai dari bagian cairan

logam yang bersentuhan langsung dengan dinding cetakan yaitu ketika panas dari

logam cair diserap oleh cetakan sehingga bagian yang bersentuhan dengan cetakan

menjadi dingin hingga titik beku, dimana pada saat ini inti kristal – kristal tumbuh

dari inti mengarah kebagian dalam.

Apabila permukaan beku diperhatikan, setelah logam yang belum beku

dituangkan keluar dari cetakan maka akan terlihat permukaan yang halus atau

kasar. Permukaan yang halus bila range daerah beku ( perbedaan temperatur mulai

dan berakhirnya pembekuan) sempit. Permukaan yang kasar terjadi bila range

daerah pembekuan besar. Disamping itu cetakan logam menghasilkan permukaan

yang lebih halus dibandingkan dengan cetakan pasir.

Pada coran yang mempunyai inti, panas dari akan diserap oleh inti

(26)

ditengah coran. Cepat lambatnya pembekuan pada kulit inti tergantung pada

ukuran inti.

Coran tidak hanya terdiri dari logam murni, tetapi coran dapat berupa

paduan antara dua logam atau lebih. Diagram pendingin logam paduan ini

menunjukkan ketergantungan perubahan fasa terhadap temperatur dan komposisi

(perbandingan antara mikrostruktur penyusun).

Diagram ini disebut diagram kesetimbangan. Paduan antara dua usur

disebut dengan paduan biner, paduan antara tiga unsur disebut ternier.

Besi cor atau baja cor merupakan paduan antara besi dan karbon, walaupun

sesungguhnya masih ada unsur–unsur lain lain, tetapi unsur–unsur tersebut tidak

memberikan pengaruh besar terhadap sifat–sifat utamanya, sehingga paduan ini

dianggap paduan biner.

2.4.Pola

Pola adalah bentuk dari benda coran yang akan digunakan dalam

pembuatan rongga cetakan. Pola yang digunakan dalam pembuatan cetakan terdiri

dari pola logam dan pola kayu. Pola yang digunakan untuk menjaga ketelitian

ukuran coran, terutama pada produksi massal, dan bisa tahan lama serta

produktifitasnya lebih tinggi. Pola kayu dibuat dari kayu, murah, cepat, pembuatan

dan pengolahannya lebih mudah dibanding cetakan logam. Oleh karena itu pola

kayu lebih cocok digunakan dalam cetakan pasir.

Hal pertama yang harus dilakukan dalam pembuatan pola adalah

(27)

akibat pertimbangan tambahan penyusutahn, tambahan penyelesaian dengan

mesin. Kemudian gambar pengecoran dibuat menjadi bentuk dan ukuran pola.

Penentuan kup, drag dan permukaan pisah adalah hal yang paling penting

untuk mendapatkan coran yang baik. Dalam hal ini yang paling penting untuk

mendapatkan coran yang baik. Dalam hal ini dibutuhkan pengalaman yang luas

dan pada umumnya harus memenuhi ketentuan dibawah ini antara lain:

1. Pola harus mudah dikeluarkan dari cetakan

2. Sistem saluran harus dibuat sempurna untuk mendapatkan aliran logam

cair yang optimum.

3. Permukaan pisah lebih baik hanya satu bidang, karena permukaan pisah

yang terlalu banyak akan menghabiskan terlalu banyak waktu dalam

proses.

2.4.1.Telapak Inti

Inti biasanya mempunyai telapak inti untuk maksud – maksud sebagai

berikut:

1. Maksud telapak inti.

a. Menempatkan inti, membawa dan menentukan letak dari inti. Pada

dasarnya dibuat dengan menyisipkan bagian dari inti.

b. Menyalurkan udara dan gas – gas dari cetakan yang keluar melalui

inti.

c. Memegang inti, mencegah bergesernya inti dan menahan inti

(28)

2. Macam dari telapak inti

a. Telapak inti mendatar berinti dua, dalam hal inti dipasang mendatar

dan ditumpu pada kedua ujungnya.

Gambar 2.4. Telapak inti bertumpu dua mendatar

b. Telapak inti dasar tegak, inti ditahan tegak oleh telapak inti pada

alasan yang cukup menstabilkan inti.

Gambar 2.5. Telapak inti beralas tegak

c. Telapak inti tegak bertumpu dua, telapak inti dipasang pada drag

dan juga kup untuk mencegah jatuhnya inti.

(29)

d. Telapak inti untuk penghalang (sebahagian). Pola ini tidak dapat

ditarik kearah tegak lurus pada permukaan pisah karena ada

tonjolan yang jauh dari permukaan pisah.

Gambar 2.7. Telapak inti untuk penghalang (sebagian)

2.4.2. Macam – Macam Pola

Pola mempunyai berbagai macam bentuk. Pada pemilihan macam pola,

harus diperhatikan produktivitas, kwalitas coran dan harga pola.

1. Pola pejal yaitu pola yang biasa dipakai, dimana bentuknya hampir serupa

dengan coran. Pola pejal terdiri dari:

a. Pola tunggal. Bentuknya serupa dengan corannya, disamping itu

kecuali tambahan penyusutan, tambahan penyelesaian mesin dan

kemiringan pola kadang – kadang dibuat menjadi satu telapak ini.

(30)

b. Pola belahan. Pola ini dibelah ditengah untuk memudahkan

pembuatan cetakan. Permukaan pisahnya kalau mungkin dibuat

satu bidang.

Gambar 2.9. Pola belah

c. Pola setengah. Pola ini dibuat untuk membuat cetakan dimana kup

dan dragnya simetri terhadap permukaan pisah.

Gambar 2.10. Pola setengah

d. Pola belahan banyak. Pola dibagi menjadi tiga atau lebih untuk

memudahkan penarikan dari cetakan dan penyederhanaan

pemasangan inti.

(31)

2. Pola pelat pasang. Merupakan pelat dimana pada kedua belahnya

ditempelkan pola demikian juga saluran turun pengalir, saluran masuk, dan

penambah, biasanya dibuat dari logam dan plastik.

Gambar 2.12. Pola pelat pasangan

3. Pola pelat kup dan drag. Pola diletakkan pada dua pelat demikian juga

saluran turun, pengalir, saluran masuk, penambah. Pelat tersebut adalah

pelat kup dan drag. Kedua pelat dijalin oleh pena agar bagian atas dan

bawah dari coran menjadi cocok.

Gambar 2.13. Pola pelat kup dan drag

2.4.3. Bahan – Bahan Pola

Bahan – bahan yang dipakai untuk pola antara lain:

2.4.3.1. Kayu

Kayu yang umumnya dipakai untuk pembuatan pola adalah kayu saru, jati,

(32)

jumlah produksi, dan lamanya dipakai. Kayu dengan kadar air lebih dari 14%

tidak dapat dipakai karena akan terjadi pelentingan yang, disebabkan perubahan

kadar air dari kayu. Kadang – kadang suhu udara luar harus diperhitungkan dan ini

tergantung pada daerah dimana pola itu dipakai.

2.4.3.2. Resin Sintetis

Dari berbagai macam resin sintetis, hanya resin Epoksid yang banyak

dipakai. Bahan ini mempunyai sifat – sifat penyusutan yang kecil pada waktu

mengeras, tahan aus tingggi, memberikan pengaruh yang lebih baik dengan

menambah pengencer, zat penggemuk menurut penggunaannya.

Resin polistirena (polistirena berbusa) dipakai sebagai bahan untuk pola

yang dibuang setelah dipakai dalam cara pembuatan yang lengkap. Pola dibuat

dengan menambahkan zat pembuat busa pada polistirena untuk membuat berbutir,

bentuk dan membuat busa. Berat jenisnya yang sangat kecil yaitu 0,02 - 0,04 dan

resin ini mudah dikerjakan, tetapi tidak dapat menahan penggunaan yang berulang

– ulang sebagai pola.

Resin Epoksid dipakai untuk coran yang kecil – kecil dari satu masa

produksi. Terutama saat memidahkan bahwa rangkapnya dapat diperoleh dari pola

kayu atau pola plaster.

2.4.3.3. Bahan Untuk Pola Logam

Dalam perencanaan pola untuk pengecoran harus mempertimbangkan

banyak faktor.

(33)

1. Pengkerutan

Semua logam yang mendingin maka akan mengecil (mengkerut). Setiap

bahan logam derajat pengkerutannya ini tidak sama.

2. Sudut miring (draft)

Pada waktu model ditarik dari cetakan maka ada kencenderungan

terjadinya rontokan tepi rongga yang sebelumnya kontak dengan model.

Kecenderungan ini dapat dihilangkan atau dikurangi dengan mengadakan

sudut miring pada sisi model yang paralel dengan arah penarikan.

3. Kelebihan untuk permesinan (allowance for machining)

Pada gambar teknik dicantumkan tanda–tanda pada semua permukaan

yang dikerjakan lanjut (machined) terlebih–lebih pada produk yang proses

pengerjaan mulanya adalah pengecoran. Dari gambar ini pembuat model

akan mengetahui wujud akhir (dari gambar teknik) dari produk model yang

akan dibuat, hingga dapat menambahkan berapa besar tambahan /

kelebuhan yang harus diberikan untuk proses lanjut.

4. Distorsi

Kompensasi / kelebihan untuk distorsi hanya diberikan pada benda – benda

tuangan yang akan mengalami gangguan gerak dalam melakukan

pengkerutan waktu mendingin.

5. Goyang

Pada waktu menarik model sangat sering dilakukan dengan mengadakan

(34)

cukup untuk memberikan pembesaran pada rongga cetakan yang kecil serta

permukaan hasil cetakan tidak dikerjakan lanjut, maka hal ini perlu

diperhitungkan yaitu dengan memperkecil sedikit ukuran dari model.

2.5. Rencana Pengecoran

Pada pembuatan cetakan harus diperhatikan system saluran yang

mengalirkan cairan kedalam rongga cetakan. Besar dan bentuknya ditentukan oleh

ukuran tebalnya irisan dan macam logam yang dicairkan. Kualitas coran

tergantung pada system saluran, keadaan penuangan.

2.5.1. Istilah – Istilah Dan Fungsi Dari Sistem Saluran

Sistem saluran adalah merupakan jalan masuk cairan logam yang

dituangkan kedalam rongga cetakan. Cawan tuang merupakan penerimaan logam

langsung dari ladel. Saluran turun adalah saluran yang pertama membawa cairan

logam dari cawan tuang kedalam pengalir dan saluran masuk. Pengalir adalah

saluran yang membawa logam cair dari saluran turun bagian – bagian yang cocok

pada cetakan. Saluran masuk adalah saluran yang mengisikan logam cair dari

(35)

Gambar 2.14. Istilah – istilah sistem pengisian

2.5.2. Bentuk Dan Bagian – Bagian Sistem Saluran

1. Saluran turun

Saluran turun dibuat lurus dan tegak dan irisan berupa lingkaran. Kadang –

kadang irisannya dari atas sampai kebawah, atau mengecil dari atas kebawah.

Yang kedua dipakai apabila diperlukan penahan kotoran sebanyak mungkin.

Saluran turun dibuat dengan melubangi cetakan dengan menggunakan suatu

batang atau dengan memasang bumbung tahan panas.

2. Cawan tuang

Cawan tuang berbentuk corong dengan saluran turun dibawahnya.

Konstruksinya harus tidak dapat dilalui oleh kotoran yang terbawa dalam

logam cair. Oleh karena itu cawan tuang tidak boleh terlalu dangkal.

Cawan tuang dilengkapi dengan inti pemisah, dimana logam cair dituangkan

disebelah kiri saluran turun. Dengan demikian inti pemisah akan menahan

terak atau kotoran, sedangkan logam bersih akan lewat dibawah kemudian

(36)

dari saluran turun agar aliran dari logam cair pada saluran masuk cawan tuang

selalu terisi. Dengan demikian kotoran dan terak akan terapung pada

permukaan dan terhalang masuk kedalam saluran.

Gambar 2.15. Ukuran cawan tuang

3. Pengalir

Pengalir biasanya mempunyai irisan seperti trapezium atau setengah lingkaran,

sebab irisan demikian mudah dibuat pada permukaan pisah dan juga pengalir

mempunyai luas permukaan terkecil untuk satu luasan tertentu, sehinggga

lebih efektif untuk pendinginan yang lambat.

Logam cair dalam pengalir masih membawa kotoran yang terapung terutama

pada permulaaan penuangan, sehinggga harus dipertimbangkan untuk

membuang kotoran tersebut. Ada beberapa cara untuk membuang kotoran

tersebut yaitu sebagai berikut:

(37)

b. Membuat kolam putaran pada tengah saluran pengalir ( dibawah saluran

pengalir )

c. Membuat saluran turun bantu

d. Membuat penyaring

Tabel 2.1 Ukuran Pengalir

Potongan pengalir

(A x A) mm

Panjang pengalir (C) mm

20 x 20 < 600

30 x 30 < 1000

40 x 40 < 2000

50 x 50 < 3000

(Sumber Ir. Tata Surdia M.S.Met.E, Prof. Kenji Chijiwa, Teknik Pengecoran

(38)

Gambar 2.16. Perpanjangan pengalir

Saluran masuk dibuat dengan irisan yang lebih kecil dari pada irisan pengalir,

agar dapat mencegah kotoran masuk kedalam ronggga cetakan. Bentuk irisan yang

membesar kearah rongga cetakan untuk mencegah terkikisnya cetakan.

Gambar 2.17. Sistem saluran masuk

2.5.3. Penambah

Penambah memberi logam cair untuk mengimbangi penyusutan dalam

pembekuan coran, sehingga penambah harus beku lebih lambat dari pada coran.

(39)

penambah terlalu kecil, akan terjadi rongga penyusutan. Karena itu penambah

harus mempunyai ukuran yang cocok.

Penambah digolongkan menjadi dua macam yaitu: penambah samping dan

penambah atas. Penambah samping merupakan penambah yang dipasang

disamping coran, dan langsung dihubungkan dengan saluran turun dan pengalir,

sangat efektif dipakai untuk coran ukuran kecil dan menengah. Penambah atas

dipasang diatas coran, biasanya berbentuk silinder dan mempunyai ukuran besar.

Gambar 2.18. Penambah samping dan penambah atas

2.6. Pasir Cetak

Adapun ketentuan dalam memilih pasir cetak adalah sebagai berikut:

2.6.1. Syarat – Syarat Pasir Cetak

Pasir cetak yang baik harus memenuhi syarat – syarat sebagai berikut:

1. Mempunyai sifat mampu bentuk sehingga mudah dalam pembuatan

dengan kekuatan yang cocok, sehingga cetakan yang dihasilkan tidak rusak

karena di geser, tahan menahan logam cair yang dituangkan kedalamnya.

2. Permiabilitas yang cocok. Udara yang ada dalam cetakan waktu penuangan

(40)

3. Distribusi besar butiran pasir yang sesuai.

4. Tahan terhadap temperatur logam dituang.

5. Komposisi yang cocok. Dalam pasir cetak diharapkan tidak terkandung

bahan – bahan lain yang mungkin menghasilkan gas atau larut dalam

logam.

6. Mampu dipakai kembali.

Temperatur penuangan beberapa macam logam dapat dilihat dalam tabel

berikut:

Tabel 2.2. Temperatur tuang beberapa logam

Macam Coran Temperatur Tuang (C0)

Paduan ringan 650 – 750

Brons 1100 – 1250

Kuningan 950 – 1100

Besi cor 1250 – 1450

Baja cor 1500 – 1550

(Sumber Ir. Tata Surdia M.S.Met.E, Prof. Kenji Chijiwa, Teknik Pengecoran

Logam, PT. Pradnya Paramita Jakarta, 1980 hal 67)

2.6.2. Macam – Macam Pasir Cetak

Pasir cetak yang lajim dipakai adalah pasir gunung, pasir pantai, pasir

sungai dan pasir silica alam. Bila pasir mempunyai kadar lempung yang cocok

(41)

kadar lempungnya kurang dan sifat adesifnya kurang maka perlu ditambahkan

bahan pengikat seperti lempung.

Pasir gunung umumnya digali dari lapisan tua, mengandung lempung dan

kebanyakan dapat dipakai setelah dicampur air. Pasir dengan kadar lempung 10 –

20 % mempunyai sifat adesif yang lemah, harus ditambah lempung supaya bisa

dipakai.

Pasir pantai diambil dari pantai dan pasir kali mengandung kotoran seperti

organik yang banyak. Pasir silica alam dan pasir silica buatan dari kwarsit yang

dipecah mengandung sedikit kotoran (<5%). Semua jenis pasir yang disebut diatas

mempunyai bagian utama SiO2. Pasir pantai, pasir kali, pasir silica alam dan pasir

silica buatan tidak melekat dengan sendirinya, sehingga dibutuhkan bahan

pengikat.

2.6.3. Susunan Pasir Cetak

1. Bentuk butiran pasir cetak digolongkan menjadi butiran pasir bundar, butir

pasir sebagian bersudut, butir pasir bersudut, butir pasir kristal. Dari antara

jenis butiran pasir diatas yang paling banyak adalah jenis butir pasir bulat,

karena memerlukan jumlah pengikat yang lebih sedikit. Bentuk butir pasir

kristal adalah yang terburuk.

2. Tanah lempung adalah terdiri dari kaloinit, ilit dan mon morilonit, juga

kwarsa jika ditambah air akan menjadi lengket, dan jika diberikan lebih

banyak air akan menjadi seperti pasta. Ukuran butiran dari tanah lempung

(42)

merupakan sejenis dari tanah lempung dengan besar butiran yang sangat

halus 0,01 – 10 µm dan fasa penyusunya adalah monmorilonit (Al2O3,

4SiO2, H2O).

3. Pengikat lain . Inti sering dibuat dari pasir yang dibubuhi minyak nabati

pengering 1,5 – 3% dan dipanggang pada temperatur 200 – 500 0C, sehingga disebut inti pasir minyak. Inti ini tidak menyerap air dan mudah

dibongkar. Sebagai tambahan pada tanah lempung kadang–kadang

dibubuhkan dekstrin yang dibuat dari kanji sebagai bahan pembantu.

Dekstrim bersifat lekat meskipun kadar airnya rendah. Selain dari itu,

resin, air kaca, atau semen digunakan sebagai pengikat khusus.

2.6.4. Sifat – Sifat Pasir Cetak

Adapun sifat-sifat pasir cetak adalah sebagai berikut :

2.6.4.1. Sifat – Sifat Pasir Cetak Basah

Pasir cetak yang diikat dengan tanah lempung atau bentonit menunjukkan

berbagai sifat sesuai dengan kadar air, oleh karena itu kadar air adalah faktor yang

sangat penting untuk pasir cetak, sehingga pengaturan kadar air adalah faktor yang

sangat penting untuk pasir cetak, sehingga pengaturan air adalah hal yang sangat

penting dalam pengaturan pasir cetak. Hubungan antara kadar air dengan berbagai

sifat yang terjadi dengan pengikat tanah lempung ditunjukkan pada gambar

(43)

Gambar 2.19. Pengaruh kadar air dan kadar lempung

terhadap pasir cetak yang diikat dengan lempung

Titik maksimum dari kekuatan dan permiabilitas adalah keadaan dimana

butir–butir pasir dikelilingi oleh campuran tanah lempung dan air dengan

ketebalan tertentu. Dengan kelebihan kadar air kekuatan dan permiabilitas akan

menurun karena ruangan antara butir–butir ditempati oleh lempung yang

berlebihan air. Air yang tidak cukup akan menurunkan kekuatan karena kurang

lekatnya lempung.

Hubungan antara kadar air, kekuatan dan permeabilitas dari pasir cetak

yang diikat dengan bentonit dapat dilihat pada gambar berikut.

(44)

Kalau kadar air bertambah kekuatan dan permiabilitas naik sampai titik

maksimum dan akan menurun kalau kadar air bertambah terus. Untuk pasir

dengan pengikat bentonit, kadar air yang menyebabkan kekuatan basah maksimum

dan menyebabkan permiabilitas maksimum sangat berdekatan.

2.6.4.2. Sifat - Sifat Kering

Pasir dengan pengikat lempung dan bentonit yang dikeringkan mempunyai

kekuatan dan permiabilitas yang meningkat dibandingkan dengan kekuatan basah,

karena air bebas dan air yang diabsorbsi pada permukaan tanah lempung

dihilangkan. Faktor yang memberikan pengaruh sangat besar sifat – sifat kering

adalah kadar air sebelum pengeringan.

2.6.4.3. Sifat – Sifat Penguatan Oleh Udara

Sifat yang berubah selama antara pembuatan cetakan dan penuangan

disebut penguatan oleh udara, yang disebabkan oleh pergerakan air dalam cetakan

dan penguapan air dari permukaan cetakan, yang meninggikan kekerasan

permukaan cetakan. Derajat kenaikan kekerasan tergantung pada sifat campuran

pasir, derajat pemadatan dan keadaan sekeliling cetakan (temperatur udara luar,

(45)

2.6.4.4. Sifat – Sifat Panas

Cetakan mengalami temperatur tinggi dan tekanan tinggi dari logam pada

waktu penuangan. Sehingga pemuaian panas, kekuatan panas, perubahan bentuk

panas perlu diketahui.

a. Pemuaian panas

Pemuaian panas berubah sesuai dengan jenis pasir cetak, seperti ditunjukan

pada gambar berikut.

Gambar 2.21. Pemuaian panas bermacam – macam pasir

Pasir pantai dan pasir gunung mempunyai pemuaian panas yang lebih kecil

dibanding dengan pasir silica, sedangkan pasir olivine dan pasir sirkon

yang mempunyai pemuaian pemanasan sangat kecil. Pemuaian panas

bertambah sebanding dengan kadar air dari pasir dan menurun kalau kadar

(46)

b. Kekuatan panas

Kekuatan panas berubah–ubah sesuai dengan pasir cetak yang dipengaruhi

oleh adanya kadar tanah lempung, distribusi besar butir dan berat jenis.

Berikut grafik dari keuatan tekanan panas dari pasir cetak.

Gambar 2.22. Kekuatan tekan panas dari pasir cetak

Pasir dengan besar butiran tidak seragam dapat dipadatkan sehingga

mempunyai berat jenis yang tinggi, mempunyai permukaan sentuh yang

luas dengan butiran–butiran tetangganya dan mempunyai kekuatan panas

yang tinggi.

c. Perubahan bentuk panas

Perubahan bentuk dasar disebut kemapuan absorbsi pemuaian panas pada

penuangan logam cair kedalam cetakan. Perubahan bentuk akan bertambah

apabila besar butir mengecil dan kadar tanah lempung, tambahan khusus

(47)

Gambar 2.23. Deformasi panas dari pasir cetak

2.7. Peleburan Dan Penuangan Baja Cor

Adapun cara peleburan dan penuangan baja cor adalah sebagai berikut:

2.7.1. Peleburan Baja Cor

Peleburan baja cor banyak menggunakan tanur listrik dibandingkan dengan

perapian terbuka (open hearth furnace), ini dikarenakan biaya yang murah.

Peleburan dengan busur api listrik dibagi menjadi dua macam proses asam dan

kedua proses basa. Cara pertama dipakai untuk meleburkan baja dengan kualitas

biasa.

Tanur listrik yang paling banyak dipakai adalah tanur listrik Heroult seperti

diperlihatkan pada gambar. Tanur ini mempergunakan arus bolak – balik tiga fasa.

Energi panas diberikan oleh loncatan busur listrik antara elektroda karbon dan

cairan baja. Terak menutupi cairan dan mencegah absorpsi gas dari udara luar

(48)

Gambar 2.24. Tanur listrik Heroult

Dalam peleburan baja disamping pengaturan komposisi kimia dan

temperatur, perlu juga mengatur absorbsi gas, jumlah dan macam inklusi bukan

logam. Untuk coran menghilangkan gas ditambahkan biji besi atau tepung kerak

besi selama proses reduksi.

2.7.2. Penuangan Baja Cor

Cairan baja yang dikeluarkan dari tanur diterima dalam ladel dan

dituangkan kedalam cetakan. Ladel mempunyai irisan berupa lingkaran dimana

diameter hampir sama dengan tingginya. Untuk coran besar dipergunakan ladel

jenis penyumbat seperti pada gambar, sedangkan untuk coran kecil dipergunakan

jenis ladel yang dapat dimiringkan.

(49)

Ladel dilapisi oleh bata samot atau bata apiagakmatoit yang mempunyai

pori–pori kecil, penyusutan kecil dan homogen. Nozel atas dan penyumbat,

kecuali dibuat dari samot atau bahan agalmatolit kadang – kadang dibuat juga dari

bata karbon. Panjang nozel dibuat cukup panjang agar membentuk tumpahan yang

halus tanpa cipratan. Ladel harus sama sekali kering yang dikeringkan lebih

dahulu oleh burner minyak residu sebelum dipakai.

Dalam proses penuangan diperlukan pengaturan tenperaturan penuangan,

kecepatan penuangan dan cara penuangan. Temperatur penuangan berubah

menurut kadar karbon dalam cairan baja seperti ditunjukkan pada grafit berikut.

Gambar 2.26. Temperatur Penuangan yang disarankan

Kecepatan penuangan umumnya diambil sedemikian sehingga terjadi

penuangan yang tenang agar mencegah cacat coran seperti retak–retak dan

sebagainya, kecepatan penuangan yang rendah menyebabkan: kecairan yang

buruk, kandungan gas, oksidasi karena udara, dan ketelitian permukaan yang

buruk. Oleh karena itu kecepatan penuangan yang cocok harus ditentukan

(50)

Cara penuangan secara kasar digolongkan menjadi dua yaitu penuangan

atas dan penuangan bawah. Penuangan bawah memberikan kecepatan naik yang

kecil dari cairan baja dengan aliran yang tenang. Penuangan atas menyebabkan

kecepatan tuang yang tinggi dan menghasilkan permukaan kasar karena cipratan.

Daripada itu hal penuangan atas, laju penuangan harus rendah pada

permulaan dan kemudian dinaikkan secara perlahan. Dalam penempatan nozel

harus diusahakan agar boleh menyentuh cetakan. Perlu juga mencegah cipratan

dan memasang nozel tegak lurus agar mencegah miringnya cairan yang jatuh.

2.8. Pengujian Dalam Pengecoran

Adapun pengujian yang dilakukan dalam proses penecoran adalah sebagai

berikut:

2.8.1. Pengukuran Temperatur

1. Pirometer benam

Pengukuran temperatur secara langsung dari cairan, dilakukan dengan jalan

membenamkan termokopel platina radium yang dilindungi oleh kwarsa

atau pipa aluminium yang telah dikristalkan kembali. Sekarang

dikembangkan pirometer benam yang dapat habis yang dilindungi oleh

pipa kertas.

2. Pengujian batang

Pengujian batang merupakan cara praktis yang dipergunakan untuk

mengukur temperatur dari tanur induksi frekwensi tinggi dengan

(51)

sebuah jam pengukur. Ujung kawat baja tersebut dicelupkan kedalam

cairan dan waktu yang dibutuhkan untuk mencairkannya diukur, kemudian

lama waktu itu dikomversikan kepada temperatur.

3. Pengujian cetakan pasir atau pengujian sendok

Baja cair diciduk dimasukkan kedalam cetakan pasir atau dalam sendok

contoh yang berukuran tertentu, kemudian waktu yang dibutuhkan untuk

membentuk lapisan tipis oksida diukur dengan jam pengukur dan

dikomversikan kepada temperatur.

4. Lain–lain

Pirometer optik dan pirometer radiasi dipergunakan temperatur untuk

pengukuran temperatur.

2.8.2. Pengujian Terak

1. Pengujian dengan perbandingan warna

Dengan jalan membandingkan warna terak dengan warna standar terak

yang komposisinya telah diketahui, maka dapat diperkirakan kebasaan,

kadar oksidasi besi dan kadar oksidasi mangan.

2. Pengujian dengan perbandingan rupa

Baja cair diciduk dengan sendok dan dituangkan dalam cetakan baja

berdiameter 115 mm dan dalamnya 20 mm. Setelah membeku, warna,

pola, struktur, gelembung pada permukaan dan permukaan patahan diteliti

(52)

3. Pengujian penghilang oksidasi

Setelah mengaduk cairan baja dengan terak didalam ladel, baja dituangkan

dengan tenang kedalam cetakan logam atau cetakan pasir. Pada saat yang

sama percikan bunga apinya diteliti untuk memperkirakan temperatur

cairan. Permukaan patahan, permukaan coran yang membeku diperiksa.

4. Pengujian kerapuhan merah

Pengujian ini dipakai sebagai pengujian yang praktis untuk menentukan

kadar pospor dan kadar oksidasi besi. Hal ini didasarkan pada kenyataan

bahwa pospor menyebabkan baja menjadi getas dan oksidasi besi

menyebabkan retakan batas butir. Batang uji yang dibor dan ditempa

dilanjutkan dengan penempaan sampai dibawah 2 mm dan retakan diamati,

yang kemudian dibandingkan dengan batang uji standar.

(53)

BAB III

PERENCANAAN POROS

3.1. Poros pada Turbin Air Francis Tipe Horizontal

Pada turbin air Francis tipe horizontal, poros transmisi berfungsi untuk

memindahkan atau meneruskan daya yang berasal dari roda jalan yang berputar

akibat gerakan air yang mengenai runner tersebut. Putaran dari runner diteruskan

oleh poros ke generator yang selanjutnya digunakan generator untuk menghasilkan

energi listrik.

Bahan dan ukuran atau dimensi poros ditentukan oleh daya, putaran dan

pembebanan yang terjadi pada poros. Dengan pertimbangan tersebut, maka poros

harus dapat menahan semua beban yang terjadi padanya.

(54)

3.1.1. Perhitungan Dimensi Poros

Poros yang direncanakan digunakan untuk meneruskan putaran 300 rpm

pada turbin air Francis tipe horizontal, dan daya yang dihasilkan sebesar 950 kW.

Dari data yang ada dapat dihitung diameter dari poros turbin dengan menggunakan

persamaan:

Kt = factor koreksi terhadap beban tumbuk (1,5 – 3,0)

= direncanakan 2

Cb = factor koreksi terhadap beban lentur (1,2 – 2,3)

= direncanakan 1,5

Mt = momen torsi (kg. mm)

Untuk penentuan tegangan geser yang terjadi digunakan persamaan:

3

τ

= tegangan yang terjadi

t

M = momen torsi

d = diameter poros

Sedangkan untuk tegangan geser izin pada poros dapat kita hitung dengan

(55)

g

Pada perencanaan ini dipilih bahan poros dari bahan paduan yaitu Baja

Chrom Molybdenum dengan standar JIS G 4105 (SCM 5). Bahan tersebut

memiliki kekuatan tarik sebesar 105 kg/mm2.

Berdasarkan data diatas maka momen torsi yang terjadi dapat dihitung

(56)

Dengan memasukkan nilai tegangan geser yang diizinkan dan momen torsi

yang terjadi maka diameter poros adalah:

dp =

Dengan pertimbangan penggunaan pasak sebagai pengunci maka diameter poros

tingkat I yang dipilih adalah 170 mm.

Untuk diameter tingkat II kita menggunakan ketentuan dari tabel dibawah

ini :

Tabel 3.1. Ukuran diameter poros

Shaft diameter Shaft steps

25 mm to 60 mm 5 mm

60 mm to 110 mm 10 mm

110 mm to 140 mm 15 mm

140 mm to 500 mm 20 mm

(Sumber: R. S. Khurmi, J. K. Gupta, A Text Book Of Machine Design, Eurasia Publishing House (PVT) LTD, Rah nagar, New Delhi, 1982, hal 407)

Maka dari tabel diatas dapat kita tentukan diameter tingkat II untuk poros

yang akan dirancang adalah (170 + 20) mm = 190 mm.

Untuk menghitung jari-jari fillet dapat kita cari dengan menggunakan

persamaan:

2 ) (D1 D2

(57)

Dimana:

Dimensi poros yang dirancang adalah sebagai berikut :

o Diameter poros tingkat I : 170 mm.

Dengan demikian maka tegangan geser yang terjadi pada poros adalah:

3 Dan tegangan geser izin bahan adalah:

(58)

= 8,75 kg/mm2

Dari hasil perhitungan dapat dilihat bahwa tegangan geser yang terjadi g

lebih kecil dari tegangan gesr yang diijinkan τg, dengan demikian maka bahan

yang dipilih serta dimensi yang dirancang sudah memenuhi standard aman poros.

3.1.2. Gaya-gaya yang terjadi pada poros

Pada saat turbin bekerja, pada poros akan terjadi gaya-gaya akibat dari

berat runner dan poros itu sendiri. Secara umum gaya-gaya yang terjadi pada poros

adalah :

1. Gaya radial, yaitu gaya yang bekerja pada poros dengan arah vertikal yang

diakibatkan berat poros dan berat runner.

2. Gaya aksial, yaitu gaya yang terjadi pada poros dengan arah horizontal.

3.1.3. Perhitungan gaya-gaya pada poros

Beban radial pada poros diakibatkan oleh roda jalan dan berat poros. Berat

poros dapat dihitung dengan rumus :

g L d

Wp =π× p × ×ρ× 2

4

Dimana :

Wp = Berat Poros (N)

dp = Diameter poros (m)

L = Panjang Poros (m)

= Massa jenis poros ( untuk baja ) = 7,8 x 103 kg/m3

(59)

Maka:

Untuk massa runner dapat dihitung dengan persamaan yang diambil dari

yaitu :

Dengan demikian dapat diketahui berat total poros adalah 3.385,86 N, dan

(60)

3.2. Bentuk dan Dimensi Poros

Dari hasil perhitungan diatas dan dari data praktis atau yang didapat dari

lapangan, maka diperoleh dimensi poros, bahan dan data-data lainnya yang

diperlukan untuk tahap perancangan selanjutnya.

Data-data :

 Bahan : baja chrom molibdenum standard JIS G 4105 ( SCM 5)

 Kekuatan tarik bahan (σb) : 105 kg / mm2

 Dimensi poros yang dirancang adalah sebagai berikut :

o Diameter poros tingkat I : 170 mm.

o Panjang poros tingkat I : 500 mm

o Diameter tingkat II : 190 mm.

o Panjang poros tingkat II : 600 mm

o Diameter tingkat III : 170 mm.

o Panjang poros tingkat III : 700 mm

 Jari-jari fillet ( R ) : 10 mm

 Berat poros ( WP)

- Berat poros bagian 1 ( Wp1) : 868,40 N

- Berat poros bagian 2 ( Wp 2) : 1301,70 N

- Berat poros bagian 3 ( Wp3) : 1215,76 N

Adapun bentuk dan dimensi poros yang akan dirancang dan dibuat dapat

(61)
(62)

BAB IV

PERENCANAAN CETAKAN POROS

Dalam tulisan ini poros turbin akan dibuat dengan cara pengecoran

mengunakan cetakan pasir. Cara ini dipilih karena teknologi yang digunakan

sederhana, jumlah produk yang dibuat sedikit, waktu pengerjaan lebih cepat dan

biaya produksi yang lebih murah dibandingkan dengan cara lain, serta sisa bahan

yang terbuang lebih sedikit dari cara lain. Pengecoran dilakukan sesuai dengan

permintaan konsumen dimana ukuran dan bentuk serta jumlah benda hasil

ditentukan oleh konsumen terlebih dahulu. Oleh karena itu yang dilakukan dalam

pengecoran ini adalah membuat cetakan serta proses pengecoran tersebut.

Pada pengecoran poros turbin ini, bahan baku yang digunakan adalah Baja

cor jenis Baja Chrom Molybdenum yang mempunyai kekuatan tarik sebesar 105

kg/mm2, dan sekrap baja (reject) yang mencakup sekrap dari luar dan sisa proses (return) serta serpih geram.

Dalam pembuatan cetakan poros turbin juga dibutuhkan pasir. Dalam hal

ini pasir yang digunakan adalah pasir silika. Pasir untuk bahan cetakan harus

benar-benar bersih dari segala jenis kotoran. Ukuran butir pasir yang digunakan

pada pengecoran ini bervariasi antara 0,05 mm sampai dengan 2,00 mm dan pasir

dapat dipergunakan berulang-ulang.

4.1. Pembuatan Pola

Pola yang akan digunakan direncanakan dibuat dari bahan kayu yang

benar-benar kering, seperti: kayu saru, jati, aras, pinus, mahoni dengan kadar air

(63)

simetris. Poros yang telah dicetak sebelum dipergunakan harus melalui tahap

finishing terlebih dahulu, maka untuk keperluan permesinan itu, ukuran pola harus

disesuaikan dengan standar yang ada dan penyusutan dari bahan yang dicetak.

Karena coran menyusut pada saat pembekuan dan pendinginan maka perlu

dipersiapkan penambahan untuk penyusutan. Besarnya penyusutan sering tidak

isotropis, sesuai dengan bahan coran, bentuk, tempat, tebal atau ukuran coran, dan

kekuatan inti. Tabel berikut memberikan harga – harga angka penambahan

penyusutan.

Tabel 4.1. Tambahan penyusutan yang disarankan.

Tambahan penyusutan Bahan

8 / 1000 Besi cor, baja cor tipis

9 / 1000 Besi cor, baja cor tipis yang banyak menyusut

10 / 1000 Sama dengan atas dan aluminium

12 / 1000 Paduan aluminum, bronze, baja cor ( tebal 5–7mm )

14 / 1000 Kuningan kekuatan tinggi, baja cor

16 / 1000 Baja cor ( tebal lebih dari 10 mm )

20 / 1000 Coran baja yang besar

25 / 1000 Coran baja besar dan tebal

( Sumber : Prof.Ir.Tata Surdia M.S Met E, Prof.Dr.Kenji Chijiwa, Teknik Pengecoran Logam, Penerbit PT. Pradnya Paramita, Jakarta1986, Hal 52 )

Tempat dimana diperlukan penyelesaian mesin setelah pengecoran. harus

dibuat dengan kelebihan tebal seperlunya. Kelebihan tebal (penambahan) ini

berbeda menurut bahan, ukuran arah kup dan drag serta keadaan pekerjaan

(64)

Gambar 4.1. Tambahan penyelesaian mesin untuk coran baja

(Sumber : Tata Surdia, Teknik Pengecoran Logam, Penerbit PT. Pradnya Paramita,

Jakarta, 1986 hal53)

Maka dalam pembuatan pola perlu dipertimbangkan beberapa hal.

Langkah-langkah yang dilakukan dalam merancang pola adalah:

1. Menentukan permukaan pisah untuk kup dan drag.

2. Menentukan letak pola, agar pola mudah dilepas dari rongga cetak.

3. Menentukan tambahan dimensi untuk mengatasi penyusutan dan untuk

mengatasi proses permesinan bila diperlukan.

Dimensi dari pola yang akan digunakan dapat dihitung sebagai berikut:

• Untuk poros tingkat I:

- Diameter.

(65)

- Diameter

• Untuk poros tingkat III:

- Diameter

Berdasarkan hasil perhitungan diatas maka bentuk pola dapat digambarkan

sebagai berikut:

Gambar 4.2. Bentuk dan Dimensi Pola

Pada proses pendinginan logam akan ditemukan adanya penyusutan dari

benda coran. Adapun penyusutan tersebut dapat dihitung dengan persamaan:

(66)

Dimana:

∆ = Perbedaan temperatur

= 1650−27=16230C

Jadi, besar penyusutan yang terjadi adalah 200,04 – 196,47 = 3,57 mm

4.2. Perencanaan cetakan

Setelah dimensi dari pola ditentukan, maka kemudian dibuat perencanaan

cetakan. Cetakan yang direncanakan adalah kup dan drag yang disesuaikan dengan

ukuran-ukuran dan bentuk dari cawan tuang, saluran turun, pengalir dan ketebalan

pasir. Langkah-langkah yang dilakukan dalam pembuatan cetakan adalah sebagai

berikut:

1. Pengolahan pasir cetak

Sebelum pasir digunakan , hal yang pertama sekali harus dilakukan adalah

melakukan pengayakan terhadap pasir cetak yang akan digunakan. Hal ini

bertujuan untuk mandapatkan pasir cetak yang bersih, bebas dari kotoran dan

besar ukuran pasir cetak yang seragam. Pasir yang telah dibersihkan dimasukkan

(67)

Kemudian dilakukan penambahan bahan pengikat. Dalam perencanaan ini

digunakan water glass sebagai pengikat, dimana komposisi yang diizinkan untuk

ditambahkan adalah 3-7% dari pasir yang akan digunakan.

2. Pembuatan cetakan kup dan drag

Pembuatan cetakan dilakukan dengan menggunakan rangka yang tebuat

dari kayu dan berbentuk persegi panjang. Rangka cetak ini terdiri dari kup dan

drag. Pembuatan cetakan ini dilakukan dengan langkah-langkah sebagai berikut:

a. Pertama-tama pola diletakkan pada rangka drag.

b. Pola ditaburi dengan powder (bahan pemisah), dalam hal ini digunakan

tepung kanji. Hal ini dilakukan untuk mempermudah pengangkatan pola.

c. Rangka drag yang telah berisi pola ditaburi dengan pasir cetak dan

dikeraskan dengan menggunakan gas CO dengan tekanan 1,0-1,5 2

2

/ cm

Kg .

d. Kemudian pola diangkat dan diletakkan pada rangka kup. Di dalam kup ini

diletakkan saluran turun, penambah dan cawan tuang. Pengerasan cetakan

kup ini dilakukan seperti pengerasan pada drag, lalu pola diangkat.

e. Kemudian pola kup dan drag disatukan.

4.3. Sistem saluran

Logam cair yang akan dituang ke dalam cetakan harus direncanakan

melalui jarak yang sesingkat mungkin. Sistem saluran adalah saluran untuk

(68)

4.3.1. Saluran Turun

Sebelum membuat saluran tuang, perlu terlebih dahulu diketahui berat

coran dari poros turbin yang akan dikerjakan karena ukuran dari saluran ini

disesuaikan berdasarkan berat coran.

Berat coran dapat dihitung sebagai berikut:

Berat coran = Berat poros tingkat I + Berat poros tingkat II + Berat poros

tingkat III.

d3 = Diameter pola tingkat III

(69)

Maka berat coran adalah:

Tabel 4.2. Diameter saluran turun dari saluran cabang dan berat tuang

Berat tuang

( kg )

Luas saluran turun a3

( mm2 )

Diameter saluran turun

(mm )

( Sumber : Prof. Ir. Tata Surdia M.S Met E, Prof. Dr. Kenji Chijiiwa, Teknik Pengecoran Logam,

Penerbit PT. Pradnya Paramita, Jakarta, 1986, lit 4 hal 78 )

Berdasarkan berat coran yang diperoleh dan disesuaikan dengan tabel

maka didapat:

a. Diameter saluran turun untuk berat coran 350-400 kg adalah 39 mm

(70)

Gambar 4.3. Saluran turun

4.3.2. Cawan Tuang

Sebelum cairan logam mengalir masuk ke saluran turun, logam cair ini

akan terlebih dahulu masuk ke dalam cawan tuang. Cawan tuang biasanya

berbentuk corong atau cawan dengan saluran turun dibawahnya. Ukuran cawan

tuang tergantung dari diameter saluran turun. Berdasarkan dari perhitungan ukuran

saluran turun, maka ukuran cawan tuang dapat diketahui yaitu:

1. Panjang cawan tuang :

Panjang = 6d + 0,5d +2d +1,5d; dimana d = diameter saluran turun

= (6 × 39) + (0,5 × 39) + (2 × 39) + (1,5 × 39) = 390 mm

2. Lebar cawan tuang = 4d = 4 × 39 = 156 mm

3. kedalaman cawan tuang:

o Yang terdalam = 5 d = 5 × 39 = 195 mm

o Yang terdangkal = 4,5 d = 4,5 × 39 = 175,5 mm

(71)

Gambar 4.4. Bentuk dan Ukuran Cawan tuang.

4.3.3. Saluran Pengalir

Saluran pengalir menghubungkan antara saluran turun dengan saluran

masuk. Ukuran saluran pengalir disesuaikan dengan perbandingan sebagai berikut:

Luas saluran turun (Ast) : Luas pengalir (Ap) = 1 : (1,5-2) dipilih 1 : 1,5

Dengan demikian dapat diperoleh luas pengalir adalah sebagai berikut:

4

Bentuk pengalir yang akan digunakan direncanakan berbentuk trapezium

dengan perbandingan ukuran seperti pada gambar 4.4 berikut:

Gambar 4.5. Penampang pengalir

6d

0,5d

d

(72)

Dari gambar dapat dihitung ukuran penampang pengalir adalah sebagai

Dari tabel 2.1 untuk pengalir dengan A = 40 panjang pengalir adalah 2000 mm

Maka untuk A = 28 mm, panjang pengalir = 2000 × (28/40)

= 1400 mm

4.3.4. Saluran Masuk

Saluran masuk adalah saluran diaman logam-logam cair dari saluran turun

dimasukkan kedalam rongga cetakan. Ukuran saluran masuk ditentukan

berdasarkan ukuran –ukuran saluran turun. Perbandingan antara ukuran saluran

masuk dengan ukuran saluran turun untuk baja cor adalah sebagai berikut:

Luas saluran turun (Ast) : Luas saluran masuk (Asm) = 1:2-4, dipilih 1:3.

Luas saluran turun adalah:

2

Maka luas saluran masuk total adalah:

(73)

=

Jumlah saluran masuk yang direncanakan adalah 4 (empat) buah. Maka

luas dari masing-masing saluran masuk (ASM) adalah:

Saluran pengalir yang direncanakan berbentuk bujur sangkar, maka ukuran

sisi-sisi dari saluran masuk adalah:

SM

SM A

S =

= 99,55 = 9,97 mm

4.3.5. Saluran Penambah

Selama masa terjadinya pembekuan logam cair dalam rongga cetakan akan

terjadi penyusutan. Untuk mengimbangi penyusutan tersebut, maka diperlukan

tambahan logam cair kedalam rongga cetakan dan harus membeku lebih lambat

dari coran. Banyaknya penambah tergantung pada tebal dan panjang coran. Kalau

penambah terlalu besar, maka persentase terpakai akan dikurangi dan kalau

penambah terlalu kecil akan terjadi rongga penyusutan. Oleh karena itu penambah

harus mempunyai ukuran yang cocok.

Penambah digolongkan menjadi dua macam, penambah samping dan

penambah atas. Penambah samping diletakkan disamping coran dan langsung

Gambar

Gambar 2.11. Pola belahan banyak
Gambar 2.13. Pola pelat kup dan drag
Gambar 2.14. Istilah – istilah sistem pengisian
Gambar 2.15. Ukuran cawan tuang
+7

Referensi

Dokumen terkait