Perancangan Pembuatan Batang Torak Untuk Truck
Dengan Daya 120 PS Dan Putaran Maksimum
2.850 RPM Dengan Pengecoran Logam Menggunakan
Cetakan Pasir
SKRIPSI
Skripsi Yang Diajukan Untuk Melengkapi
Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Teknik
SURA BAIK SITEPU
NIM. 040401069
DEPARTEMEN TEKNIK MESIN
FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis ucapkan kepada Tuhan Maha Kuasa yang telah memberikan
kekuatan dan kesanggupan kepada penulis, sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas sarjana
ini.
Tugas sarjana ini merupakan salah satu syarat bagi setiap mahasiswa Teknik Mesin
Universitas Sumatera Utara yang akan menyelesaikan studi di Departemen Teknik Mesin Fakultas
Teknik USU.
Adapun judul dari tugas sarjana ini adalah “Perancangan Dan Pembuatan Batang
Torak Untuk Truck Dengan Daya 120 PS Dan Putaran 2.850 Rpm Dengan Proses Pengecoran Menggunakan Cetakan Pasir “.
Dalam penulisan Skripsi ini, penulis telah berupaya dengan segala kemampuan
pembahasan dan penyajian, baik dengan disiplin ilmu yang diperoleh dari perkuliahan,
menggunakan literatur serta bimbingan dan arahan dari Dosen Pembimbing.
Pada kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya
kepada :
1.
Kedua orang tua tercinta, Ayah S Sitepu,S.H dan Ibu J Sembiring , kakak dan
adik-adik tersayang yang atas doa, pengorbanan dan kasih sayang serta
dukungan kepada penulis sehingga dapat menyelesaikan perkuliahan dan
tugas sarjana ini.
2.
Ibu Ir.Raskita S. Meliala sebagai dosen pembimbing yang telah membimbing
penulis dan meluangkan waktunya dalam penyelesaian tugas sarjana ini.
3.
Bapak Dr.Ing.Ir.Ikhwansyah Isranuri dan Bapak Tulus Burhanuddin ST, MT
sebagai ketua dan sekretaris Departemen Teknik mesin serta seluruh staff
pengajar dan pegawai Departemen Teknik Mesin Universitas Sumatera Utara.
4.
Kepada teman-teman ku Fajar, Fransiskus, Frans, Fernado, Kristian, Ruben,
Rendy, Rahmad, dan seluruh rekan – rekan stambuk ’04 yang tak mungkin
mempertahankan hubungan kita yang terbentuk dalam satu ikatan “Solidarity
Forever”.
Penulis menyadari bahwa Skripsi ini masih jauh dari sempurna, oleh karena itu penulis
mengharapkan kritik dan saran yang sifatnya membangun demi penyempurnaan di masa
mendatang.
Akhir kata, penulis berharap tugas sarjana ini bermanfaat bagi kita semua khususnya bagi
mahasiswa Departemen Teknik Mesin Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara.
Medan, Maret 2009 Penulis
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ... i
DAFTAR ISI ... iii
DAFTAR SIMBOL ... vii
DAFTAR GAMBAR ... ix
DAFTAR TABEL ... xiii
BAB I PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang ... 11.2. Maksud dan Tujuan ... 2
1.3. Batasan Masalah ... 3
1.4. Metode Penulisan ... 3
1.5. Sistematika Penulisan ... 4
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Jenis Jenis Batang Torak ... 62.2. Bahan Pengecoran ... 8
2.2.1 Baja Cor. ... 8
2.3. Sifat-Sifat Logam Cair ... 8
2.3.1 Perbedaan Antara Logam Cair Dan Air. ... 8
2.3.2. Kekentalan Logam Cair ... 9
2.3.3 Aliran Logam Cair... 9
2.4. Pembekuan Logam ... 10
2.4.1 Pembekuan Coran... 10
2.4.2. Diagram Keseimbangan Karbida Besi ... 11
2.5. Pola ... 15
2.5.1 Gambar Untuk Pengecoran ... 15
2.5.1.1. Menetapkan Kup, Drag dan Permukaan Pisah ... 16
2.5.1.2. Penentuan Penambah Penyusutan ... 16
2.5.1.4. Inti Dan Telapak Inti ... 19
2.5.2. Macam-Macam Pola ... 20
2.5.3. Bahan-Bahan Untuk Pola ... 22
2.5.4 Pembentukan Pola ... 23
2.5.4.1. Perhatian Pada Pembuatan Pola ... 23
2.5.4.2. Mesin Pembuat Pola ... 23
2.6. Rencana Pengecoran... 23
2.6.1. Istilah – Istilah Dan Fungsi Dari Sistem Saluran ... 23
2.6.2. Bentuk dan bagian – bagian Sitem Saluran ... 24
2.6.3. Sistem Saluran untuk Coran Baja ... 27
2.6.4. Penambah ... 28
2.6.4.1. Istilah-Istilah Dari Penambah Dan Fungsinya. ... 28
2.6.4.2. Penambah Untuk Coran Baja ... 29
2.7. Pasir Cetak ... 30
2.7.1. Syarat-syarat Pasir Cetak ... 30
2.7.2. Macam-Macam Pasir Cetak ... 31
2.7.3. Susunan Pasir Cetak ... 32
2.7.4. Mempersiapkan Pasir Cetak ... 33
2.8. Pembuatan Cetakan ... 34
2.8.1. Pembuatan Cetakan Dengan Tangan ... 34
2.8.2. Pembuatan Cetakan Secara mekanik ... 35
2.8.2.1. Pembuatan Cetakan Dengan mesin guncang desak ... 36
2.8.3. Lapisan Cetakan ... 36
2.9. Peleburan Dan Penuangan Baja Cor ... 36
2.9.1. Peleburan Baja Cor ... 36
2.9.2. Penuangan Baja Cor ... 37
2.10.Pengujian Dalam Pengecoran... 40
2.10.1. Pengukuran Temperatur ... 40
BAB III PERENCANAAN BATANG TORAK
3.1. Pendahuluan ... 43
3.2. Pemilihan Bahan Batang Torak... 43
3.3. Perencanaan Dimensi Batang Torak ... 44
3.4. Pemeriksaan Kekuatan Batang Torak ... 51
3.4.1.Pemeriksaan Kekuatan Terhadap Tegangan Bengkok... 52
3.4.2.Pemeriksaan Kekuatan Terhadap Tegangan Tarik……... 54
3.5.
Perencanaan Baut
... 55BAB IV PERENCANAAN CETAKAN BATANG TORAK 4.1. Pembuatan Pola ... 58
4.1.1. Bahan Pola ... 58
4.1.2. Jenis Pola ... 58
4.1.3. Penentuan Tambahan Penyusutan ... 58
4.1.4. Penentuan Penambahan Penyelesaian Mesin ... 59
4.1.5. Ukuran Pola ... 60
4.2. Sistem Saluran ... 62
4.2.1.Saluran Turun ... 62
4.2.2. Cawan Tuang ... 63
4.2.3.Pengalir ... 64
4.2.4.Saluran Masuk ... 65
4.2.5.Penambah ... 66
4.3. Pembuatan Inti ... 69
4.4. Pembuatan Cetakan Pasir ... 70
4.5. Peleburan Logam ... 71
4.6. Penuangan Logam Cair ... 74
4.6.1.Waktu Tuang ... 75
4.7. Penyelesaian Hasil Cetakan ... 76
5.1
Kesimpulan ... 78
5.2
Saran ... 80
DAFTAR PUSTAKA
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1. Batang Torak Bentuk Normal ... 6
Gambar 2.2. Batang garpu dan bilah dalam mesin jenis V ... 7
Gambar 2.3. Batang engkol artikulasi dari mesin jenis V ... 7
Gambar 2.4. Kecepatan aliran yang keluar dari bejana ...
10
Gambar 2.5. Diagram keseimbangan karbida besi ... 12
Gambar 2.6. Daerah delta pada diagram karbida besi ... 13
Gambar 2.7. Tambahan penyelesaian mesin untuk coran besi cor... 17
Gambar 2.8. Tambahan penyelesaian mesin untuk coran baja cor ... 18
Gambar 2.9. Tambahan penyelesaian mesin untuk coran paduan bukan besi ... 18
Gambar 2.10. Bentuk -bentuk Inti dan telapak inti ... 19
Gambar 2.11. Macam-macam pola pejal ... 20
Gambar 2.12. Pola pelat pasangan ... 21
Gambar 2.13. Pola Pelat kup dan drag ... 21
Gambar 2.14. Istilah-istilah sistem pengisian ... 24
Gambar 2.15. Ukuran Cawan Tuang ... 25
Gambar 2.16. Ukuran pengalir ... 26
Gambar 2.17. Perpanjangan pengalir ... 26
Gambar 2.18. Sistem saluran masuk ... 27
Gambar 2.19. Contoh penambah samping, Contoh penambah atas ... 28
Gambar 2.20. Hubungan tebal coran dan jarak pengisian ... 29
Gambar 2.21. Kurva pellini ... 30
Gambar 2.22. Penggiling pasir ... 33
Gambar 2.23. Proses pembuatan cetakan dengan tangan ... 35
Gambar 2.24. Tanur listrik heroult ... 37
Gambar 2.25. Ladel jenis penyumbat ... 38
Gambar 2.26. Grafik hubungan antara temperatur penuangan ... 38
Gambar 3.2. Dimensi batang torak ... 51
Gambar 3.3. Penampang batang torak ... 52
Gambar 3.4. Posisi baut ... 56
Gambar 4.1. Tambahan penyelesaian mesin untuk coran baja ... 59
Gambar 4.2. Dimensi utama batang torak ... 60
Gambar 4.3. Ukuran dan bentuk pola batang torak. ... 61
Gambar 4.4. Saluran turun ... 63
Gambar 4.5. Ukuran cawan tuang ... 64
Gambar 4.6. Penampang pengalir ... 65
Gambar 4.7. Hubungan antara tebal coran (T) dan jarak isi dari penambah (JP) ... 67
Gambar 4.8. Ukuran Inti 1 ... 69
Gambar 4.9. Ukuran Inti 2 ... 69
DAFTAR TABEL
Tabel 2.1. Tambahan penyusutan yang disarankan ... 17
Tabel 2.5. Temperatur tuang beberapa logam ... 31
Tabel3.1 Jenuis-jenis faktor koreksi berdasarkan daya yang akan ditransmisikan ... 34
Tabel 4.1. Tambahan penyusutan yang disarankan ... 59
Tabel 4.2. Ukuran dari saluran turun ... 62
Tabel 4.3. Komposisi Metal cair ... 72
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Pengecoran merupakan proses tertua yang dikenal manusia dalam pembuatan benda
logam,bahkan telah ditemukan benda cor yang diduga berasal dari tahun 2.000 S.M ( Sebelum
Masehi)
Proses pengecoran ini adalah proses yang fleksibel dan bekemampuan tinggi sehingga
merupaka proses dasar yang penting dalam pengembanga industri logam dan mesin Indonesia
yang mulai digalakkan memasuki pelita IV dan seterusnya
Penelitian dibidang pengecoran menghasilkan teknik pengecoran baru atau adaptasi
teknik pengecoran yang telah ada,sehingga industri pengecoran masih mampu bertahan.Laju
produksi yang meningkat,penyelesaian permukaan yang baik,toleransi dimensi yang ketat dan sifat
mekanik yang lebih baik,menyebabkan orang langsung memikirkan proses pengecoran untuk
membuat sesuatu benda.
Proses pengecoran secara garis besar dapat dibedakan dalam proses pengecoran dan
pencetakan.Pada proses pengecoran tidak digunakan tekanan sewaktu mengisi rongga
cetakan,sedangkan pada pencetakan logam cair ditekan agar megisi rongga cetakan.Karena
pengisian logam berbeda,cetakanpun berbeda,sehingga pada proses pencetakan cetakan umumnya
dibuat dari logam.Pada proses pengecoran cetakan biasanya dibuat dari pasir meskipun adakalanya
digunakan pula plester,lempung,keramik atau bahan tahan api lainnya.
1.2. Maksud dan Tujuan
Maksud dari perancangan ini ada
lah supaya mahasiswa dapat mengetahui mengenai pokok bahasan tentang teknik
pengecoran logam dalam hal ini mengenai pembuatan batang torak untuk truk dengan daya 120 PS
Secara umum, tujuan dari perancangan ini adalah :
1. Mahasiswa dapat merancangkan cetakan, mulai dari pemilihan jenis cetakan, pemilihan
bahan baku, merancangkan dimensi pola, merancangkan sistem saluran dan penambah
untuk pengecoran batang torak agar diperoleh hasil yang baik.
Secara khusus, tujuan dari perancangan ini adalah :
1. Bahwa pembangunan industri yang menghasilkan mesin dan peralatan untuk kebutuhan
industri terus dikembangkan dan diarahkan secara bertahap supaya dapat memenuhi
kebutuhan dalam negeri akan mesin dan peralatan industri.
2. Supaya industri dalam bidang pengecoran logam khususnya pengecoran yang
menggunakan cetakan pasir yang ada sekarang ini dapat terus ditingkatkan kualitasnya.
3. Supaya ketergantungan Indonesia akan spare part mesin khususnya batang torak yang
didatangkan dari luar negri dapat dikurangi, sehingga dengan sendirinya dapat
mendukung perkembangan industri sebagai penggerak utama peningkatan laju
pertumbuhan ekonomi dan perluasan lapangan pekerjaan.
1.3. Batasan Masalah
Melihat kompleksitas masalah yang dihadapi dalam perancangan dan pembuatan batang
torak ini maka perlu dilakukan pembatasan-pembatasan sebagai berikut, yaitu: pemilihan bahan
baku yang sesuai, perancangan dimensi coran dan pola, pembuatan pola, perancangan sistem
saluran serta peleburan dan penuangan. Dengan adanya pembatasan ini diharapkan akan mencakup
hal-hal pokok mengenai perancangan sebuah cetakan.
1.4. Metode Penulisan
Metode penulisan yang digunakan dalam penulisan tugas sarjana ini adalah :
1. Survey Lapangan
Disini dilakukan peninjauan pada industri pengecoran logam untuk memperoleh data
yang berhubungan dengan proses pengecoran logam dalam hal ini industri yang di survey
2. Studi Literatur
Berupa studi kepustakaan dan kajian dari buku – buku dan tulisan tulisan yang
berhubungan dengan hal yang dibahas.
3. Diskusi
Berupa tanya jawab dengan dosen pembimbing mengenai rancangan yang dilakukan.
1.5. Sistematika Penulisan
Adapun sistematika penulisan tugas sarjana ini adalah sebagai berikut :
Bab I : Pendahuluan, berisikan latar belakang, maksud dan tujuan, , batasan masalah,
metode penulisan dan sistematika penulisan.
Bab II : Tinjauan pustaka, berisikan tentang tentang teori-teori yang mendasari
perancangan pengecoran logam.
Bab III : Perancangan batang torak, berisikan penentuan material batang torak dan
perhitungan dimensi batang torak.
Bab IV : Perancangan cetakan, berisikan tentang perancangan cetakan mulai dari
pembuatan pola cetakan hingga penyelesaian akhir.
Bab V : Kesimpulan dan saran, berisikan secara garis besar hasil perancangan dan
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Pengecoran logam merupakan salah satu proses pembentukan logam dengan
menggunakan cetakan yang kemudian diisi dengan logam cair. Pada proses pengecoran logam
bahan baku dicairkan dengan cara memanaskannya hingga mencapai titik lebur, kemudian cairan
logam ini dituang kedalam rongga cetakan yang telah disediakan sebelumnya. Logam cair
dibekukan dengan cara membiarkannya dalam rongga cetakan selama beberapa saat. Setelah
logam cair membeku seluruhnya, maka cetakan dapat dibongkar.
Batang torak adalah salah satu komponen mesin pembakaran dalam yang dapat dibuat
dengan proses pengecoran logam dengan cetakan logam dan cetakan pasir. Mesin pembakaran
dalam pada umumnya dikenal dengan nama motor bakar. Proses pembakaran berlangsung di
dalam motor bakar itu (piston) sendiri sehingga gas pembakaran yang terjadi sekaligus berfungsi
sebagai fluida kerja. Salah satu mesin pembakaran dalam adalah motor bakar torak.
Motor bakar torak mempergunakan beberapa silinder yang di dalamnya terdapat torak
yang bergerak translasi (bolak-balik). Torak yang bergerak translasi (bolak-balik) di dalam silinder
tersebut dihubungkan dengan pena engkol dari poros engkol yang berputar pada bantalannya,
dengan perantaraan batang penggerak atau batang torak (connecting rod). Campuran bahan bakar
dan udara dibakar di dalam ruang bakar, yaitu ruangan yang dibatasi oleh dinding silinder, kepala
torak dan kepala silinder. Gas pembakaran yang dihasilkan proses tersebut mampu menggerakkan
torak yang selanjutnya memutar poros engkol. Gerak translasi torak tadi menyebabkan gerak rotasi
pada poros engkol dan sebaliknya gerak rotasi poros engkol menimbulkan gerak translasi pada
torak.
2.1. Jenis-Jenis Batang Torak
Batang torak pada umumnya terdiri dari;
1. Bentuk normal
Batang torak bentuk normal digunakan dengan hanya satu silinder kesebuah pena engkol.
Gambar 2.1. Batang Torak Bentuk Normal
2. Batang garpu dan bilah dalam mesin jenis V
Batang torak jenis ini ujung besar dari satu batang mempunyai bentuk normal sedangkan
batang dari torak dalam bagian yang berlawanan diperlebar dan dibelah menjadi bentuk garpu
yang menngangkangi batang yang pertama.
Gambar 2.2. Batang garpu dan bilah dalam mesin jenis V
3. Batang engkol artikulasi dari mesin jenis V
Batang torak jenis ini memiliki satu batang yaitu batang induk yang serupa dengan batang
torak konvensional tetapi mempunyai perpanjangan tangkai keluar dengan sebuah mata untuk
tempat dipasangkannya batang untuk torak dalam bagian yang berlawanan. Batang yang kedua ini
Gambar 2.3. Batang garpu dan bilah dalam mesin jenis V
Dari ketiga jenis batang torak diatas yang akan direncanakan adalah jenis normal. Jenis
ini umum digunakan pada kendaraan yang menggunakan mesin jenis standart.
2.2. Bahan Pengecoran 2.2.1. Baja Cor
Baja cor digolongkan dalam baja karbon dan baja paduan. Coran baja karbon adalah
paduan besi karbon,dan digolongkan menjadi tiga macam yakni : baja karbon redah (C < 0.2 %),
baja karbon menengah ( 0.2 – 0.5 %C ), baja karbon tinggi (0.5 – 2 %C). Kadar karbon yang
rendah menyebabkan kekuatan rendah, perpanjangan (elongation) yang tinggi dan harga bentur
serta sifat mampu las yang baik. Titik cair baja cor sekitar 1500 0 C, mampu cornya lebih buruk
dibandingkan dengan besi cor, akan tetapi baja cor dapat dipergunakan baik sekali sebagai bahan
untuk bagian – bagian mesin, sebab kekuatannya yang tinggi dan harganya murah.
Baja cor paduan adalah baja cor yang ditambah unsur–unsur paduan seperti : Mangan,
Krom, Molibdenum, atau Nikel. Unsur paduan ini di butuhkan untuk memberikan sifat – sifat yang
khusus pada baja tersebut seperti : sifat tahan aus, tahan asam, dan tahan korosi.
2.3. Sifat – Sifat Logam Cair
2.3.1. Perbedaan antara Logam Cair dan Air
Logam cair adalah cairan logam yang seperti air. Perbedaan antara logam cair dengan air
adalah :
1. Berat jenis logam cair lebih besar dari pada air (Air = 1,0 ; Besi Cor = 6,8 – 7,0 ; Baja cor
2. Kecairan logam sangat tergantung pada temperatur (Air cair pada 100 0 C, sedangkan
logam pada temperatur yang sangat tinggi ).
3. Air mengakibatkan permukaan wadah yang bersentuhan dengannya basah sedangkan
logam cair tidak.
2.3.2 Kekentalan Logam Cair
Aliran logam cair sangat tergantung pada kekentalan logam cair dan kekasaran
permukaan saluran. Kekentalan tergantung pada temperatur. Makin tinggi temperatur makin
rendah kekentalannya, demikian juga bila temperatur turun maka kekentalan akan meningkat.
Kekentalan yang makin tinggi menyebabkan cairan logam sukar mengalir dan bahkan kehilangan
mampu alir. Kekentalan juga tergantung pada jenis logam.
2.3.3 Aliran Logam Cair
Bila suatu cairan di dalam bejana mengalir keluar melalui suatu lubang di dinding bejana
tersebut dengan tinggi permukaan cairan diukur dari pusat lubang adalah h , maka kecepatan aliran
yang keluar adalah:
dimana: C = koefisien kecepatan aliran
g = percepatan grafitasi
Bila lubang diganti dengan pipa maka akan timbul gesekan antara cairan logam dengan
dinding dari pipa yang mengakibatkan kecepatan aliran berkurang
menurut persamaan berikut:
Jika aliran yang keluar dari pipa menumbuk suatu dinding yang tegak lurus dengan
sumbu pipa dengan kecepatan v , laju aliran Q, dan berat jenis , maka gaya tumbuk yang terjadi
adalah :
h
g
2
C
v
=
h
g
2
C
v
'=
'
Gambar 2.4. Kecepatan aliran yang keluar dari bejana
( Sumber : Prof.Ir.Tata Surdia M.S Met E, Prof.Dr.Kenji Chijiwa, Teknik Pengecoran Logam,
Penerbit PT. Pradnya Paramita, Jakarta 1986, Hal.13)
2.4. Pembekuan Logam. 2.4.1. Pembekuan Coran
Pembekuan logam coran pada rongga cetakan dimulai dari bagian cairan logam yang
bersentuhan langsung dengan dinding cetakan yaitu ketika panas dari logam cair diserap oleh
cetakan sehingga bagian yang bersentuhan dengan cetakan menjadi dingin hingga titik beku,
dimana pada saat ini inti kristal mulai terbentuk. Coran bagian dalam dingin lebih lambat
dibanding bagian luar, sehingga, kristal-kristal tumbuh dari inti asal mengarah kebagian dalam.
Pada coran yang mempunyai inti, panas dari coran akan diserap oleh inti sehingga
menyebabkan pembekuan terjadi lebih cepat pada dinding inti dibanding di tengah coran. Cepat
lambatnya pembekuan pada kulit inti tergantung pada ukuran inti
Coran tidak hanya terdiri dari logam murni, tetapi coran dapat berupa paduan antara dua
logam atau lebih. Diagram pendinginan logam paduan ini menunjukkan ketergantungan perubahan
fase terhadap perubahan temperatur dan komposisi (perbandingan antara mikrostruktur penyusun).
Diagram ini disebut diagram kesetimbangan. Paduan antara dua unsur disebut dengan paduan
biner, Paduan antara tiga unsur disebut paduan ternier.
Besi cor atau baja cor merupakan paduan antara besi dan karbon, walaupun sesungguhnya
masih ada unsur-unsur lain, tetapi unsur-unsur tersebut tidak memberikan pengaruh besar terhadap
Perubahan fase sangat tergantung pada macam paduan, sehingga tiap paduan mempunyai
diagram keseimbangan sendiri.
2.4.2. Diagram Keseimbangan Karbida Besi
Komposisi besi dan karbon pada sistem paduan digambarkan pada diagram berikut.
Gambar. 2.5. Diagram Keseimbangan Karbida Besi
( Sumber : Prof.Ir.Tata Surdia M.S Met E, Prof.Dr.Kenji Chijiwa, Teknik Pengecoran Logam,
Penerbit PT. Pradnya Paramita, Jakarta 1986, Hal.19)
Diagram ini merupakan bagian antara besi murni dan paduan karbida Besi (Fe3C) yang
mengandung 6,67 % C (%berat).
Pada diagram terlihat tiga garis horizontal yang merupakan garis reaksi isotermal.
Larutan pada disebut Austenit. Daerah yang berada disebelah kiri atas disebut daerah Delta
karena terdapat larutan padat . Garis horizontal pada temperatur 27200 F merupakan daerah reaksi
peritektik. Reaksi peritektik adalah sebagai berikut:
Likuid + Austenit
Gambar 2.6. Daerah Delta pada Diagram Karbida Besi
( Sumber : Prof.Ir.Tata Surdia M.S Met E, Prof.Dr.Kenji Chijiwa, Teknik Pengecoran Logam,
Penerbit PT. Pradnya Paramita, Jakarta 1986, Hal.20)
Sementara pada kelarutan karbon lebih besar. Keberadaan karbon mempengaruhi
perubahan . Akibat adanya penambahan karbon pada besi maka tempertur perubahan
fase naik dari 25540 F menjadi 27200 F pada 0,1% C mengikuti garis NMPB.
Dalam kurva pendinginan jarak NM merupakan awal perubahan struktur menjadi
untuk paduan dengan kadar karbon kurang dari 0,1%. Jarak antara MP merupakan awal dari
perubahan struktur kristal dengan reaksi peritektik untuk paduan dengan kadar karbon kurang dari
0,18% akhir perubahan struktur digambarkan oleh garis NP. Dari PB merupakan garis awal dan
akhir perubahan struktur kristal atau dengan kata lain untuk paduan dengan kadar karbon 0,18% -
0,5 % perubahan fase terjadi pada temperatur konstan.
Berdasarkan kandungan karbonnya karbida besi dapat digolongkan menjadi :
1. Paduan yang mengandung karbon kurang dari 2% disebut Baja, yang terdiri dari :
a. Baja hipoeutektoid dengan kadar karbon kurang dari 0,8 %
b. Baja eutektoid dengan kadar karbon 0,8 %
2. Paduan yang mengandung karbon lebih dari 2 % disebut Besi Cor yang terdiri dari :
a. Besi Cor hipoeutektoid dengan kadar karbon kurang dari 4,3 %
b. Besi Cor eutektoid dengan kadar karbon 4,3 %
c. Besi Cor hipereutektoid dengan kadar karbon lebih dari 4,3 %
Pengertian istilah – istilah struktur yang ada pada kurva yaitu : sementit (karbida besi)
adalah perpaduan antara besi dengan karbon dengan rumus kimia Fe3C mengandung 6,67 % C
(dalam persentase berat), sifatnya keras dan rapuh, kekutan tarik kira-kira 5000 Psi, tetapi kekutan
tekan tinggi, merupakan bagian terkeras dari struktur besi.
Austenit adalah nama yang diberikan pada larutan padat Gamma ( ). Kelarutan karbon
maksimum adalah 2% pada temperatur 20650 F (titik C). kekutan tarik sekitar 150.000 Psi,
tougness (ketangguhan) tinggi. Ledeburit adalah campuran eutektik antara Austenit dan Sementit,
mengandung 4,3% C dan terbentuk pada temperatur 20650 F.
Ferrit adalah nama untuk larutan padat ( ), kandungan karbon maksimal 0,025% pada
temperatur 13330 F (titik H). Hanya sekitar 0,008% C yang larut pada temperatur kamar,
merupakan struktur paling lunak dalam diagram, kekutan tarik sekitar 40.000 Psi.
Pearlit (titk J) adalah campuran Eutektik yang mengandung 0,8 % C dan terbentuk pada
temperatur 13330 F dengan pendinginan yang sangat lambat, terdiri dari Ferrit dan Sementit
kekuatan tarik120.000 Psi.
2.5. Pola
Pola adalah bentuk dari benda coran yang akan digunakan dalam pembuatan rongga
cetakan. Pola yang digunakan dalam pembuatan cetakan terdiri dari pola logam dan pola kayu.
Pola logam digunakan untuk menjaga ketelitian ukuran coran, terutama pada produksi massal, dan
bisa tahan lama serta produktifitasnya lebih tinggi. Pola kayu dibuat dari kayu, murah, cepat,
pembuatan dan pengolahannya lebih mudah dibanding cetakan logam. oleh karena itu pola kayu
lebih cocok digunakan dalam cetakan pasir.
Hal yang pertama yang harus dilakukan dalam pembuatan pola adalah mengubah gambar
benda menjadi gambar pengecoran dengan penambahan ukuran akibat pertimbangan tambahan
penyusutan , tambahan penyelesaian dengan mesin. Kemudian gambar pengecoran dibuat menjadi
bentuk dan ukuran pola.
2.5.1.1. Menetapkan Kup, Drag dan Permukaan Pisah
Penetapan kup, drag dan permukaaan pisah adalah hal yang paling penting untuk
mendapatkan coran yang baik. Dalam hal ini dibutuhkan pengalaman yang luas dan pada
umumnya harus memenuhi ketentuan-ketentuan dibawah ini antara lain:
1. Pola harus mudah dikeluarkan dari cetakan
2. Penempatan inti harus mudah
3. Sistem saluran harus dibuat sempurna untuk mendapatkan aliran logam cair yang
optimum.
4. Permukaan pisah lebih baik hanya satu bidang, karena permukaan pisah yang terlalu
banyak akan menghabiskan telalu banyak waktu dalam proses.
2.5.1.2. Penentuan Penambah Penyusutan
Karena coran menyusut pada saat pembekuan dan pendinginan maka perlu disiapkan
penambahan untuk penyusutan. Besarnya penyusutan sering tidak isotropis , sesuai dengan bahan
coran, bentuk, tempat, tebal atau ukuran coran, dan kekutan inti. Tabel berikut memberikan
Tabel 2.1. Tambahan Penyusutan Yang Disarankan
Tambahan Penyusutan
Bahan
8 /1000 Besi cor, Baja cor tipis
9 / 1000 Besi cor, Baja cor tipis yang banyak menyusut
10 / 1000 Sama degan yang diatas dan Aluminium
12 / 1000 Paduan aluminium, Brons, Baja cor (tebal 5 – 7 mm)
14 / 1000 Kuningan kekuatan tinggi, Baja cor
16 / 1000 Baja cor (tebal lebih dari 10 mm)
20 / 1000 Coran Baja Yang besar
25 / 1000 Coran Baja yang besar dan tebal
( Sumber : Prof.Ir.Tata Surdia M.S Met E, Prof.Dr.Kenji Chijiwa, Teknik Pengecoran Logam,
Penerbit PT. Pradnya Paramita, Jakarta 1986, Hal.52)
2.5.1.3. Penentuan Penambahan Penyelesaian Mesin
Tempat dimana diperlukannya penyelesaian mesin setelah pengecoran. Harus dibuat
dengan kelebihan tebal seperlunya. Kelebihan tebal (penambahan ) ini berbeda menurut bahan,
ukuran arah kup dan Drag dan keadaan pekerjaan mekanik seperti ditunjukkan gambar berikut.
Gambar 2.7. Tambahan Penyelesaian Mesin Untuk Coran Besi Cor
( Sumber : Prof.Ir.Tata Surdia M.S Met E, Prof.Dr.Kenji Chijiwa, Teknik Pengecoran Logam,
Gambar 2.8. Tambahan Penyelesaian Mesin Untuk Coran Baja Cor
( Sumber : Prof.Ir.Tata Surdia M.S Met E, Prof.Dr.Kenji Chijiwa, Teknik Pengecoran Logam,
Penerbit PT. Pradnya Paramita, Jakarta 1986, Hal.53)
Gambar 2.9. Tambahan Penyelesaian Mesin Untuk Coran Paduan Bukan Besi
( Sumber : Prof.Ir.Tata Surdia M.S Met E, Prof.Dr.Kenji Chijiwa, Teknik Pengecoran Logam,
Penerbit PT. Pradnya Paramita, Jakarta 1986, Hal.53)
2.5.1.4. Inti Dan Telapak Inti
Inti adalah suatu bentuk dari pasir yang dipasang pada rongga cetakan untuk mencegah
pengisian logam pada bagian yang seharusnya berbentuk lubang atau berbentuk rongga dalam
Inti mempunyai banyak macam yaitu inti minyak, inti kulit, inti CO2, inti udara dan
sebagainya, nama-nama itu ditentukan menurut pengikat atau macam proses pembuatan inti,
disamping pasir dengan pengikat tanah lempung.
Inti biasanya mempunyai telapak inti untuk maksud-maksud sebagai berikut:
1. Menempatkan inti, membawa dan menentukan letak dari inti.
2. Menyalurkan udara dan gas-gas dari cetakan yang keluar melalui inti.
3. Memegang inti, mencegah bergesernya inti dan menahan inti terhadap gaya apung dari
logam cair.
Gambar 2.10. Bentuk-Bentuk Inti Dan Telapak Inti
( Sumber : Prof.Ir.Tata Surdia M.S Met E, Prof.Dr.Kenji Chijiwa, Teknik Pengecoran Logam,
Penerbit PT. Pradnya Paramita, Jakarta 1986, Hal.55)
2.5.2. Macam-Macam Pola
1. Pola pejal yaitu pola yang biasa dipakai, dimana bentuknya hampir serupa
dengan bentuk coran. Pola pejal ini terdiri dari :
a. Pola tunggal. Bentuknya serupa dengan corannya.
b. Pola belahan. Pola ini dibelah ditengah untuk memudahkan pembuatan cetakan.
c. Pola tengah. Pola ini dibuat untuk membuat cetakan dimana kup dan dragnya
simetris terhadap permukaan pisah.
d. Pola belahan banyak. Pola dibagi menjadi tiga atau lebih untuk memudahkan
Pola tunggal Pola Belahan
Pola setengah
Gambar 2.11. Macam-Macam Pola Pejal
( Sumber : Prof.Ir.Tata Surdia M.S Met E, Prof.Dr.Kenji Chijiwa, Teknik Pengecoran Logam,
Penerbit PT. Pradnya Paramita, Jakarta 1986, Lit 4 Hal.57)
2. Pola pelat pasang. Merupan pelat dimana pada kedua belahnya ditempelkan pola
demikian juga saluran turun, pengalir, saluran masuk dan penambah, biasanya dibuat dari
logam dan plastik.
Gambar 2.12. Pola Pelat Pasang
( Sumber : Prof.Ir.Tata Surdia M.S Met E, Prof.Dr.Kenji Chijiwa, Teknik Pengecoran Logam,
3. Pola pelat kup dan drag. Pola diletakkan pada dua pelat demikian juga saluran turun,
pengalir, saluran masuk, dan penambah. Pelat tersebut adalah pelat kup dan drag. Kedua
pelat dijamin oleh pena agar bagian atas dan bawah dari coran menjadi cocok.
Gambar 2.13. Pola Pelat Kup Dan Drag
( Sumber : Prof.Ir.Tata Surdia M.S Met E, Prof.Dr.Kenji Chijiwa, Teknik Pengecoran Logam,
Penerbit PT. Pradnya Paramita, Jakarta 1986, Hal.58)
2.5.3. Bahan-Bahan Untuk Pola
Bahan- bahan yang dipakai untuk pola antara lain
1. Kayu.
Kayu yang umum dipakai untuk pembuatan pola adalah kayu Saru, Jati, Aras, pinus,
mahoni. Pemilihan kayu tergantung pada macam dan ukuran pola, jumlah produksi, dan lamanya
dipakai. Kayu dengan kadar air lebih dari 14 % tidak dapat dipakai karena akan terjadi pelentingan
yang, disebabkan perubahan kadar air dari kayu.
2. Resin sintesis.
Dari berbagai macam resin sintesis, hanya resin Epoksid yang banyak dipakai. Bahan ini
mempunyai sifat – sifat penyusutan yang kecil pada waktu mengeras, tahan aus yang tinggi.
3. logam
Bahan yang dipakai untuk pola logam adalah besi cor. Umumnya digunakan besi cor
kelabu, karena sangat tahan aus, tahan panas dan tidak mahal. Kadang- kadang besi cor liat dipakai
agar lebih kuat. Paduan tembaga juga sering dipakai untuk pola cetakan kulit agar dapat
memanaskan cetakan yang tebal secara merata.
Aluminium adalah ringan dan mudah diolah, sehingga sering dipakai untuk pola atau pola
untuk mesin pembuat cetakan. Baja harus dipakai untuk pena atau pegas sebagai bagian dari pola
2.5.4. Pembuatan Pola
2.5.4.1. Perhatian Pada Pembuatan Pola
Setelah menentukan jenis pola, maka gambar dibuat. Pola dibagi menjadi pelat bulat,
silinder, setengah lingkaran, segi empat siku, paralel epipidium, atau pelat biasa menurut bentuk
dari setiap bagian pola.
2.5.4.2. Mesin Pembuat Pola
Pembuatan pola dapat dilakukan dengan menggunakan mesin perkakas. Untuk membuat
pola diperlukan pengalaman, keahlian dan kehati-hatian demi keselamatan. Karena mesin berputar
dan mempunyai ujung yang tajam.
2.6. Rencana Pengecoran
Pada pembuatan cetakan harus diperhatikan sistem saluran yang mengalirkan cairan
logam kedalam rongga cetakan. Besar dan bentuknya ditentukan oleh ukuran tebalnya irisan dan
macam logam yang dicairkan . Kualitas coran tergantung pada sitem saluran, keadaan penuangan.
2.6.1. Istilah – Istilah Dan Fungsi Dari Sistem Saluran
Sistem saluran adalah jalan masuk cairan logam yang dituangkan kedalam rongga
cetakan. Cawan tuang merupakan penerima cairan logam langsung dari ladel. Saluran turun adalah
saluran yang pertama membawa cairan logam dari cawan tuang kedalam pengalir dan saluran
masuk. Pengalir adalah saluran yang membawa logam cair dari saluran turun ke bagian – bagian
yang cocok pada cetakan. Saluran masuk adalah saluran yang mengisikan logam cair dari pengalir
Gambar 2.14. Istilah-Istilah Sistem Pengisian
( Sumber : Prof.Ir.Tata Surdia M.S Met E, Prof.Dr.Kenji Chijiwa, Teknik Pengecoran Logam,
Penerbit PT. Pradnya Paramita, Jakarta 1986, Hal.65)
2.6.2 Bentuk Dan Bagian–Bagian Sitem Saluran
1. Saluran Turun.
Saluran turun dibuat lurus dan tegak dan irisan berupa lingkaran . Kadang – kadang
irisannya dari atas sampai bawah, atau mengecil dari atas ke bawah. Yang kedua dipakai apabila
diperlukan penahan kotoran sebanyak mungkin. Saluran turun dibuat dengan melubangi cetakan
dengan menggunakan suatu batang atau dengan memasang bumbung tahan panas.
2. Cawan Tuang
Cawan tuang berbentuk corong dengan saluran turun dibawahnya. Konstruksinya harus
tidak dapat dilalui oleh kotoran yang terbawa dalam logam cair. Oleh karena itu cawan tuang tidak
boleh terlalu dangkal.
Cawan tuang dilengkapi dengan inti pemisah, dimana logam cair dituangkan disebelah
kiri saluran turun. Dengan demikian inti pemisah akan menahan terak atau kotoran , sedangkan
logam bersih akan lewat di bawahnya kemudian masuk ke saluran turun. Terkadang satu sumbat
ditempatkan pada jalan masuk dari saluran turun agar aliran dari logam cair pada saluran masuk
cawan tuang selalu terisi. Dengan demikian kotoran dan terak akan terapung pada permukaan dan
Gambar 2.15 Ukuran cawan tuang
( Sumber : Prof.Ir.Tata Surdia M.S Met E, Prof.Dr.Kenji Chijiwa, Teknik Pengecoran Logam,
Penerbit PT. Pradnya Paramita, Jakarta 1986, Hal.66)
3. Pengalir
Pengalir biasanya mempunyai irisan seperti trapesium atau setengah lingkaran, sebab
irisan demikian mudah dibuat pada permukan pisah dan juga pengalir mempunyai luas permukaan
terkecil untuk satu luasan tertentu, sehingga lebih efektif untuk pendinginan yang lambat.
Logam cair dalam pengalir masih membawa kotoran yang terapung terutama pada
permulaan penuangan, sehingga harus dipertimbangkan untuk membuang kotoran tersebut. Ada
beberapa cara untuk membuang kotoran tersebut yaitu sebagai berikut :
a. Perpanjangan pemisah dibuat pada ujung saluran pengalir
b. Membuat kolam putaran pada tengah saluran pengalir (dibawah saluran turun)
c. Membuat saluran turun bantu.
d. Membuat penyaring.
Gambar 2.16. Ukuran pengalir
( Sumber : Prof.Ir.Tata Surdia M.S Met E, Prof.Dr.Kenji Chijiwa, Teknik Pengecoran Logam,
[image:30.595.128.481.381.704.2]Gambar 2.17 Perpanjangan pengalir
( Sumber : Prof.Ir.Tata Surdia M.S Met E, Prof.Dr.Kenji Chijiwa, Teknik Pengecoran Logam,
Penerbit PT. Pradnya Paramita, Jakarta 1986, Hal.67)
4. Saluran masuk
Saluran masuk dibuat dengan irisan yang lebih kecil daripada irisan pengalir, agar
dapat mencegah kotoran masuk kedalam rongga cetakan. Bentuk irisan yang membesar kearah
rongga cetakan untuk mencegah terkikisnya cetakan.
Gambar 2.18. Sistem saluran masuk
( Sumber : Prof.Ir.Tata Surdia M.S Met E, Prof.Dr.Kenji Chijiwa, Teknik Pengecoran Logam,
Penerbit PT. Pradnya Paramita, Jakarta 1986, Lit 4 Hal.68)
2.6.3. Sistem Saluran Untuk Coran Baja
Sistem saluran untuk coran baja ditentukan hampir sama seperti basi cor. Penuangan baja
tuang sering dipakai ladel penuangan bawah. Luas saluran turun dibuat lebih besar dari pada luas
nozel dari ladel untuk mencegah meluapnya logam cair, luas pengalir dibuat lebih kecil dari pada
luas saluran turundan luas saluran masuk dibuat lebih kecil dari luas saluran pengalir, untuk
menjamin mudahnya aliran logam cair masuk kecetakan.
[image:31.595.139.485.339.507.2]Luas saluran turun : luas pengalir : luas saluran masuk = 1 :(1,5 – 2) : (2 – 4).
2.6.4. Penambah
2.6.4.1. Istilah-Istilah Dari Penambah Dan Fungsinya
Penambah adalah memberi logam cair untuk mengimbangi penyusutan dalam pembekuan
coran, sehingga penambah harus membeku lebih lambat dari pada coran, Kalau penambah terlalu
besar maka persentase terpakai akan dikurangi , dan kalau penambah terlalu kecil akan terjadi
rongga penyusutan. Karena itu penambah harus mempunyai ukuran yang cocok.
Penambah digolongkan menjadi dua macam yaitu ; penambah samping dan penambah
atas. Penambah samping merupakan penambah yang dipasang disamping coran, dan langsung
dihubungkan dengan saluran turun dan pengalir, sangat efektif dipakai untuk coran ukuran kecil
dan menengah. Penambah atas merupakan penambah yang dipasang diatas coran , biasanya
[image:32.595.125.504.359.556.2]berbentuk silinder dan mempunyai ukuran besar.
Gambar 2.19. Contoh Penambah Samping , Contoh Penambah Atas
( Sumber : Prof.Ir.Tata Surdia M.S Met E, Prof.Dr.Kenji Chijiwa, Teknik Pengecoran Logam,
Penerbit PT. Pradnya Paramita, Jakarta 1986, Hal.78)
2.6.4.2. Penambah Untuk Coran Baja
Baja cor mempunyai titik cair yang tinggi dan koefisien penyusutan yang besar,
baja cor harus besar. Penambah dipasang diatas saluran masuk, pada tempat tertinggi dari coran
pada bagian yang paling tebal. Banyaknya penambah ditentukan menurut rumus berikut.
Banyaknya Penambah =
bah
jarakpenam
x
an
usdisediak
enambahHar
ianDimanaP
PanjangBag
2
[image:33.595.124.440.195.418.2]Dimana pecahan dibulatkan menjadi satu. Jarak penambah ditentukan dari tebal coran seperti
gambar berikut.
Gambar 2.20. Hubungan Tebal Coran Dan Jarak Pengisian
( Sumber : Prof.Ir.Tata Surdia M.S Met E, Prof.Dr.Kenji Chijiwa, Teknik Pengecoran Logam,
Penerbit PT. Pradnya Paramita, Jakarta 1986, Hal.81)
Perbandingan volume penambah dan volume coran didasarkan pada
T
L
P
+
dimana: P = panjang
coran, L = lebar coran, T = tebal coran. Perbandingan ini diberikan pada kurva Pellini seperti
Gambar 2.21. Kurva Pellini
( Sumber : Prof.Ir.Tata Surdia M.S Met E, Prof.Dr.Kenji Chijiwa, Teknik Pengecoran Logam,
Penerbit PT. Pradnya Paramita, Jakarta 1986, Hal.82)
Tinggi penambah (h) ditentukan berdasarkan diameter penambah (d) sesuai dengan
persamaan berikut:
H = (1,5 ± 0,2) x D untuk penambah bentuk silinder
H = (2,0 ± 0,2) x jari-jari kecil untuk penambah bentuk ellips
2.7. Pasir Cetak
2.7.1. Syarat-syarat Pasir Cetak
Pasir cetak yang baik harus memenuhi syarat – syarat sebagai berikut :
1. Mempunyai sifat mampu bentuk sehingga mudah dalam pembuatan dengan kekuatan
yang cocok , sehingga cetakan yang dihasilkan tidak rusak karena digeser, tahan menahan
logam cair yang dituang kedalamnya.
2. Permeabilitas 100-200 cm3/menit. Udara yang ada dalam cetakan waktu penuangan harus
dikeluarkan melalui rongga – rongga diantara butir – butir pasir.
3. Distribusi besar butiran pasir antara 0.05 -2 mm
4. Tahan terhadap temperatur logam yang dituang.
5. Komposisi minimal 95 % terdiri dari pasir silica dan masimal 2 % lempung.Dalam pasir
cetak diharapkan tidak terkandung bahan – bahan lain yang mungkin menghasilkan gas
atau larut dalam logam.
Temperatur penuangan beberapa macam logam dapat dilihat dalam tabel berikut:
Tabel 2.2 Temperatur tuang beberapa logam
Macam Coran Temperatur Tuang (0C)
Paduan ringan 650 – 750
Brons 1100 – 1250
Kuningan 950 – 1100
Besi Cor 1250 – 1450
Baja Cor 1500 - 1550
( Sumber : Prof.Ir.Tata Surdia M.S Met E, Prof.Dr.Kenji Chijiwa, Teknik Pengecoran Logam,
Penerbit PT. Pradnya Paramita, Jakarta 1986)
2.7.2.Macam-Macam Pasir Cetak
Pasir cetak yang lazim dipakai adalah pasir gunung, pasir pantai, pasir sungai dan pasir
silika alam. Bila pasir mempunyai kadar lempung yang cocok dan bersifat adesif maka pasir itu
dapat langsung digunakan begitu saja. Bila kadar lempungnya kurang dan sifat adesifnya kurang
maka perlu ditambahkan bahan pengikat seperti lempung.
Pasir gunung umumnya digali dari lapisan tua, mengandung lempung dan kebanyakan
dapat dipakai setelah dicampur air. Pasir dengan kadar lempung 10 – 20 % dapat dipakai begitu
saja. Pasir dengan kadar lempung kurang dari 10 % mempunyai sifat adesif yang lemah, harus
ditambah lempung supaya bisa dipakai.
Pasir pantai diambil dari pantai dan pasir kali diambil dari kali, keduanya mengandung
kotoran seperti ikatan organik yang banyak. Pasir silika didapat dari gunung dan dapat diperoleh
dengan cara memecah kwarsit. Pasir silika alam dan yang dipecah dari kwarsit mengandung
sedikit kotoran (<5 %). Sehingga lebih baik digunakan sebagai pasir cetak,Namun tidak dapat
melekat dengan sendirinya , sehingga dibutuhkan bahan pengikat.
1. Bentuk butir dari pasir cetak digolongkan menjadi butir pasir bundar, butir pasir sebagian
bersudut, butir pasir bersudut, butir pasir kristal. Dari antara jenis butiran pasir diatas
yang paling banyak adalah jenis butir pasir bulat, karena memerlukan jumlah pengikat
yang lebih sedikit. Bentuk butir pasir kristal adalah yang terburuk.
2. Tanah lempung adalah terdiri dari kaolinit, ilit dan mon morilonit, juga kwarsa jika
ditambah air akan menjadi lengket, dan jika diberikan lebih banyak air akan menjadi
seperti pasta. Ukuran butir dari tanah lempung 0,005 – 0,02 mm. kadang- kadang
dibutuhkan bentonit juga yaitu merupakan sejenis dari tanah lempung dengan besar
butiran yang sangat halus 0,01 – 10 m dan fasa penyusunnya adalah monmorilonit
(Al2O3, 4SiO2, H2O)
3. Minyak pengering nabati 1,5 – 3 % seperti minyak biji rami, minyak kedele, atau minyak
biji kol dan dipanggang pada temperatur 200 – 250 0C, sering digunakan untuk
pembuatan inti dan disebut sebagai inti pasir minyak.Inti ini tidak menyerap air dan
mudah dibongkar . Sebagai tambahan pada tanah lempung kadang – kadang dibubuhkan
dekstrin yang dibuat dari kanji sebagai bahan pembantu. Dekstrin bersifat lekat meskipun
kadar airnya rendah. Selain dari itu , resin, air kaca, atau semen digunakan sebagai
pengikat khusus.
2.7.4. Mempersiapkan Pasir Cetak
Pencampuran adalah hal yang paling penting dalam pengolahan pasir. Pasir, air, bahan
pengikat dan bahan lainnya dengan komposisi yang tepat dimasukkan kedalam pengaduk,
kemudian diaduk sampai pendistribusiannya merata. Alat yang biasa digunakan dalam pengadukan
( Sumber : Prof.Ir.Tata Surdia M.S Met E, Prof.Dr.Kenji Chijiwa, Teknik Pengecoran Logam,
Penerbit PT. Pradnya Paramita, Jakarta 1986, Hal.116)
2.8. Pembuatan Cetakan
2.8.1. Pembuatan Cetakan Dengan Tangan
Pembuatan cetakan dengan tangan dari pasir basah dilakukan dengan urutan sebagai
berikut :
1. Papan cetakan diletakkan pada lantai yang rata dengan pasir yang tersebar merata.
2. Pola dan rangka cetakan untuk drag diletakkan diatas papan cetakan. Usahakan ketebalan
pasir 30 – 50 mm. letak saluran turun ditentukan lebih dahulu.
3. Pasir muka yang telah diayak ditaburkan untuk menutupi permukaan pola dalam rangka
cetak. Lapisan pasir muka dibuat setebal 30 mm (Gbr.1).
4. Pasir cetak ditimbun diatasnya dan dipadatkan dengan penekanan. Setelah pasir padat,
cetkan diangakat bersama poladari papan cetakan (Gbr.2).
5. Cetakan dibalik dan diletakkan pada papan cetakan, dan setengah pola lainnya
bersama-sama cetakan untuk kup dipasang diatasnya, kemudian bahan pemisah ditaburkan
dipermukaan pisah dan dipermukaan pola (Gbr.3).
6. Batang saluran turun atau pola untuk penambah dipasang, kemudian pasir muka dan pasir
cetak dimasukkan didalam rangka cetakan dan dipadatkan (Gbr.4). Selanjutnya kup
disahkan dari drag dan diletakkan mendatar pada papan cetakan (Gbr.5).
7. Pengalir dan saluran, dibuat dengan mempergunakan spatula. Pola untuk pengalir dan
saluran, dipasang yang sebelumnya bersentuhan dengan pola utama, jadi tidak perlu
dibuat dengan spatula (Gbr.6). Pola diambil dari cetakan, dengan jarak inti yang cocok
Gambar 2.23. Proses Pembuatan Cetakan dengan Tangan
( Sumber : Prof.Ir.Tata Surdia M.S Met E, Prof.Dr.Kenji Chijiwa, Teknik Pengecoran Logam,
Penerbit PT. Pradnya Paramita, Jakarta 1986, Lit 4 Hal.94)
2.8.2 Pembuatan Cetakan Secara mekanik
Pembutan cetakan dengan mempergunakan mesin adalah lebih efisien dan menjamin
produksi cetakan lebih baik. Mesin pembuat cetakan dipilih berdasarkan ukuran , bentuk, berat dan
jumlah produksinya.
2.8.2.1. Pembuatan Cetakan Dengan Mesin Guncang Desak
Mesin guncang desak merupakan mesin khas dalam pengecoran logam, mesin dapat
membuat cetakan kup dan drag secara serempak jika kedalaman rangka cetak tidak terlalu besar.
Setelah pola ditarik dari cetakan, grafit atau bubuk mika yang dicampur air dioleskan atau
disemprotkan kepermukaan cetakan, dengan tujuan :
• Mencegah fusi dan penetrasi logam.
• Mendapatkan permukaan coran yang halus.
• Membuang pasir inti dan pasir cetak dengan mudah pada waktu pembongkaran.
• Menghindari cacat akibat pasir.
Untuk mencapai maksud diatas bahan berlapis harus mempunyai sifat-sifat sebagai
berikut:
a. Sifat tahan panas untuk dapat menerima temperatur penuangan.
b. Pelapis setelah kering harus kuat, tidak rusak karena logam.
c. Tebal pelapis yang cukup agar mencegah penetrasi logam.
d. Gas yang ditimbulkan harus sedikit.
2.9 Peleburan dan Penuangan baja cor 2.9.1 Peleburan baja cor
Peleburan baja cor banyak menggunakan tanur listrik dibandingka dengan tanur perapian
terbuka (open hearth furnace), ini dikarenakan biaya peleburan yang murah. Peleburan dengan
busur api listrik dibagi menjadi dua macam proses yaitu pertama proses asam dan kedua proses
basa. Cara pertama dipakai untuk peleburan skrap baja yang berkualitas tinggi sedangkan yang
kedua dipakai untuk meleburkan baja dengan kualitas biasa.
Tanur listrik yang paling banyak dipakai adalah tanur listrik Heroult seperti diperlihatkan
pada gambar . Tanur ini mempergunakan arus bolak balik tiga fasa. Energi panas diberikan oleh
loncatan busur listrik antara elektroda karbon dan cairan baja. Terak menutupi cairan dan
Gambar 2.24 Tanur listrik Heroult
Dalam peleburan baja disamping pengaturan komposisi kimia dan temperatur , perlu juga
mengatur absorbsi gas, jumlah dan macam inklusi bukan logam. Untuk menghilangkan gas
ditambahkan biji besi atau tepung kerak besi selama proses reduksi.
2.9.2 Penuangan baja cor
Cairan baja yang dikeluarkan dari tanur diterima dalam ladel dan dituangkan kedalam
cetakan. Ladel mempunyai irisan berupa lingkaran dimana diameternya hamper sama dengan
tingginya. Untuk coran besar dipergunakan ladel jenis penyumbat seperti pada gambar, sedangkan
untuk coran kecil dipergunakan jenis ladel yang dapat dimiringkan.
[image:40.595.152.460.431.696.2]Ladel dilapisi oleh bata samot atau bata tahan apiagalmatolit yang mempunyai pori pori
kecil ,penyusutan kecil dan homogen. Nozel atas dan penyumbat, kecuali dibuat dari samot atau
bahan agalmatolit kadang kadang dibuat juga dari bata karbon. Panjang nozel dibuat cukup
panjang agar membentuk tumpahan yang halus tanpa cipratan. Ladel harus sama sekali kering
yang dikeringkan lebih dahulu oleh burner minyak residu sebelum dipakai.
Dalam proses penuangan diperlukan pengaturan temperatur penuangan , kecepatan
penuangan dan cara cara penuangan . Temperatur penuangan berubah menurut kadar karbon dalam
[image:41.595.154.510.255.447.2]cairan baja seperti ditunjukkan pada gatafik berikut.
Gambar 2.23 Temperatur penuangan yang disarankan
Gambar 2.26 Grafik hubungan antara temperatur penuangan
( Sumber : Prof.Ir.Tata Surdia M.S Met E, Prof.Dr.Kenji Chijiwa, Teknik Pengecoran Logam,
Penerbit PT. Pradnya Paramita, Jakarta 1986,)
Kecepatan penuangan umumnya diambil sedemikian sehingga terjadi penuangan yang
tenang agar mencegah cacat coran seperti retak – retak dan sebagainya, Kecepatan penuangan
yang rendah menyebabkan ; kecairan yang buruk , kandungan gas, oksidasi karena udara , dan
ketelitian permukaan yang buruk. Oleh karena itu kecepatan penuangan yang cocok harus
ditentukan mengingat macam cairan , ukuran coran dan cetakan.
Cara penuangan secara kasar digolongkan menjadi dua yaitu penuangan atas dan
penuangan bawah. Penuangan bawah memberikan kecepatan naik yang kecil dari cairan baja
dengan aliran yang tenang . Penuangan atas menyebabkan keepatan tuang yang tinggi dan
menghasilkan permukaan kasar karena cipratan.
Daripada itu dalam hal penuangan atas , laju penuangan harus rendah pada permulaan dan
tidak boleh menyentuh cetakan. Perlu juga mencegah cipratan dan memasang nozel tegak lurus
agar mencegah miringnya cairan yang jatuh.
2.10 Pengujian dalam pengecoran 2.10.1 Pengukuran temperatur
(1) Pirometer benam
Pengukuran temperatur secara langsung dari cairan ,dilakukan dengan jalan
membenamkan termokopel platina – platina radium yang dilindungi oleh kwarsa atau pipa
aluminium yang telah dikristalkan kembali. Sekarang dikembangkan pirometer benam yang dapat
habis yang dilindungi oleh pipa kertas.
(2) Pengujian batang
Pengujian batang merupakan cara praktis yang dipergunakan untuk mengukur temperatur
dari tanur induksi frekuensi tinggi dengan menggunakan kawat baja lunak dengan diameter 4
sampai 6 mm dan sebuah jam pengukur. Ujung kawat baja tersebut dicelupkan kedalam cairan dan
waktu yang dibutuhkan untuk mencairkannya diukur, kemudian lama waktu itu dikonversikan
kepada temperatur.
(3) Pengujian Cetakan pasir atau pengujian sendok
Baja cair diciduk dimasukkan kedalam cetakan pasir atau dalam sendok contoh yang
berukuran tertentu, kemudian waktu yang dibutuhkan untuk membentuk lapisan tipis oksida
diukur dengan jam pengukur dan dikonversikan kepada temperatur.
(4) Lain – lain
Pirometer optic dan pirometer radiasi dipegunakan untuk pengukuran temperatur.
2.10.2 Pengujian terak
Dengan jalan membandingkan warna terak dengan warna standar terak yang
komposisinya telah diketahui , maka dapat diperkirakan kebasaan , kadar oksida besi dan kadar
oksida mangan.
(2) Pengujian dengan perbandingan rupa
Baja cair diciduk dengan sendok dan dituangkan dalam cetakan baja berdiameter 115 mm
dan dalamnya 20 mm. Setelah membeku , warna , pola , struktur , gelembung pada permukaan dan
permukaan patahan diteliti untuk memperkirakan kebasaan dari kemampuan oksidasinya.
(3) Pengujian penghilang oksida
Setelah pengadukan cairan baja dengan terak didalam ladel , baja dituangkan dengan
tenang kedalam cetakan logam atau cetakan pasir. Pada saat yang sama percikan bunga apinya
diteliti untuk memperkirakan temperatur cairan . Permukan patahan, permukaan coran yang
membeku diperiksa .
(4) Pengujian kerapuhan merah
Pengujian ini dipakai sebagai pengujian yang praktis untuk menentukan kadar pospor dan
kadar oksidasi besi. Hal ini didasarkan pada kenyataan bahwa pospor menyebabkan baja menjadi
getas dan oksida besi meyebabkan retakan batas butir . Batang uji yang dibor dan ditempa
dilanjutkan dengan penempaan sampai dibawah 2 mm dan retakan diamati, yang kemudian
BAB III
PERENCANAAN BATANG TORAK
3. 1. Pendahuluan
Pada saat batang torak melakukan langkah kerja, terjadi gaya tekan pada permukaan
batang torak tersebut. Gaya tersebut timbul karena adanya beban yang diterima batang torak untuk
menggerakkan poros engkol dimana beban tersebut bersumber dari proses pembakaran bahan
bakar. Dengan adanya gaya tersebut menunjukkan bahwa batang torak mengalami tegangan dan
regangan. Oleh karena itu perlu dilakukan pengujian terhadap batang torak untuk mengetahui
apakah batang torak tersebut layak pakai dan berapa lama batang torak tersebut dapat digunakan.
3.2 Pemilihan Bahan Batang Torak
Disamping pengetahuan tentang proses pembuatan batang torak, pemahaman dan
pengetahuan tentang bahan material yang akan digunakan untuk batang torak sangat penting. Sifat
fisik, cara permesinan, cara pemberian bentuk dan daya guna berbagai jenis bahan sangat beraneka
ragam.
Sifat-sifat dari material batang torak yang diinginkan adalah sebagai berikut :
1. Memiliki kekerasan daan kekuatan yang tinggi
2. Tahan terhadap gesekan
3. Tahan pada temperatur yang tinggi
Dalam hal ini,bahan material batang torak yang biasa digunakan adalah baja karbon (Lit.5 hal
378). Karena batang torak menggunakan mesin putaran tinggi maka bahan material batang torak
yang dipilih adalah baja karbon AISI C 1045 dengan kekuatan tarik 58 kg/mm2 (Lampiran).
3. 3. Perencanaan Dimensi Batang Torak
Dalam tulisan ini batang torak yang akan digunakan adalah untuk kendaraan roda empat
a. Daya motor (N) = 120 PS
b. Putaran (n) = 2.850 rpm
c. Jumlah silinder (z) = 4
Penentuan daya rencana diperoleh dari rumus
N
f
P
d=
c⋅
dimana : Pd = daya rencana (PS)
fc = faktor koreksi
N = daya nominal keluaran motor penggerak (PS).
Ada beberapa jenis faktor koreksi sesuai dengan daya yang akan ditransmisikan sesuai dengan
Tabel 3.1.
Tabel 3.1. Jenis – jenis faktor koreksi berdasarkan daya yang akan ditransmisikan
Daya yang Akan Ditransmisikan fc
Daya rata-rata yang diperlukan 1,2 - 2,0
Daya maksimum yang diperlukan 0,8 - 1,2
Daya normal 1,0 - 1,5
Sumber: Dasar Pemilihan dan Perancangan Elemen Mesin, Sularso & Kiyokatsu Suga, Hal. 7
Untuk merancang batang torak, daya yang ditransmisikan sesuai dengan brosur kenderaan
merupakan daya maksimum mesin, dari harga fc pada tabel 3.1. diperoleh faktor koreksi 0,8 – 1,2.
Disini dipilih faktor koreksi sebesar 1,2 yang merupakan harga terbesar sehingga daya recana yang
dipakai pada perancangan lebih besar sehingga rancangan akan memilki dimensi yang lebih besar
dan akan benar – benar aman. Selain itu juga dapat mengimbangi kerugian – kerugian yang terjadi
akibat gesekan. Maka:
PS
PS
P
d144
120
2
,
1
=
×
=
Untuk menentukan diameter silinder, terlebih dahulu harus diketahui volume langkah
torak yang dapat diperoleh dari rumus berikut;
a
x
n
x
z
x
p
N
x
V
L=
450000
…...……….. (Lit.2 hal.24) Di manaN = daya yang dihasilkan motor (PS)
P = tekanan efektif rata-rata diambil 7,31 kg/cm2 (Lit 1 hal 33)
VL = volume langkah torak per silinder (cm3)
z = jumlah silinder
n = putaran (rpm)
a = jumlah siklus perputaran yaitu ½ untuk motor 4 langkah (Lit.2 hal.25)
Maka dari rumus di atas diperoleh volume langkah torak persilinder :
cc
cm
V
rpmx
x
x
cm
kg
PS
x
V
L L18
,
555
.
1
18
,
555
.
1
2
1
850
.
2
4
/
31
,
7
144
000
.
450
3 2=
=
=
Kemudian untuk memperoleh diameter silinder dihitung dengan rumus :
Di mana :
D = diameter silinder (mm)
L = panjang langkah torak (mm), di mana perbandingan panjang langkah torak dengan
diameter silinder yaitu L/D = (0,9 – 1,9) (Lit.5 hal 310), diambil L/D = 0,9
Maka :
L = 0,9 D
)
8
5
.(
...
...
...
...
...
...
)
.
.
.
1
,
5
(
C
K
M
13Lit
hal
d
b t ta pe
τ
=
Jadi, L = 0,9× 131= 117,9 mm.
≈
118 mmSedangkan untuk diameter poros engkol didapat dari rumus :
Di mana :
Cb = faktor koreksi untuk keadaan lentur yang terjadi, yaitu sebesar (1,2-2,3); diambil Cb = 2,3
(Lit.6.Hal.8)
Kt = faktor koreksi tumbukan, yaitu sebesar (1,5-3,0) jika beban dikenakan dengan kejutan atau
tumbukan yang besar ;diambil Kt = 3,0 (Lit.6.Hal.8)
Mt = momen torsi yang timbul pada poros engkol (kg.mm)
a
τ
= tegangan geser yang diizinkan (kg/mm2)Untuk momen torsi :
Sedangkan tegangan geser izin bahan (
τ
a) diperoleh dari :Di mana :
b
σ
= kekuatan tarik bahan, yaitu dipilih bahan poros engkol S 45 C dengan kekuatan tariksebesar 58 kg/mm2
Sf1 = faktor keamanan yang bergantung pada jenis bahan, untuk baja = 6 (Lit6 hal 8)
Sf2 = faktor keamanan berdasarkan faktor alur pasak sebesar (1,3-3,0); karena tidak adanya
pasak yang dipasang pada poros maka faktor ini diabaikan.
Maka :
mm
kg
M
M
hal
lit
n
N
M
t t t.
63
,
212
.
49
850
.
2
114
.
10
.
74
,
9
)
7
5
..(
...
...
...
...
...
...
...
.
10
.
74
,
9
5 5=
=
=
2 1.
f f b aS
S
σ
τ =
(Lit6 hal 7)
Jadi diperoleh diameter poros engkol :
[image:48.595.116.449.143.747.2]
Gambar 3.1 Panampang Batang Torak
Keterangan :
Lbt = panjang batang torak
H = tebal batang torak
tb = tebal busing
d1 = diameter luar busing kepala kecil
d2 = diameter luar kepala kecil
tbpe = Tebal busing poros engkol
dpe = diameter poros engkol = diameter dalam kepala busing
d4 = diameter luar busing kepala besar
d5 = diameter luar kepala besar
d6 = diameter terluar kepala besar
mm
d
x
x
x
d
pe pe57
37
,
56
)
63
,
212
.
49
3
3
,
2
67
,
9
1
,
5
(
13db = diameter bushing dalam
h = panjang pada bagian batang
b = lebar pada bagian batang
t = tebal sirip pada bagian batang
Maka ukuran-ukuran batang torak adalah sebagai berikut :
• (Lbt)=4R………...(Lit.5 hal.517)
Di mana R adalah radius engkol sebesar R = ½ L
= ½ . 118
= 59mm
Maka : Lbt = 4R = 4 × 59= 236mm.
• h = 0,34D
= 0,34 × 131 mm
= 44,54 mm ≈ 45 mm
• b = 0,5 h
= 0,5 × 45 mm
= 22,5 mm ≈ 23 mm
• t = 1/6 h
= 1/6 × 45 mm
= 7,5 mm ≈ 8 mm
• tb = (0,07 – 0,085)dpt
dpt adalah diameter luar pena torak = diameter dalam tumpuan pena torak
dpt = (0,20 – 0,25)D
= (0,20 – 0,25) 131 mm
= (26,2– 32,75)mm
Diambil dpt = 30 mm.
Maka:
tb = (0,07 – 0,085)30 mm
= (2,1 – 2,55)mm
Diambil 2,3 mm.
• d1 = dpt + 2tb
= 30 + 2(2,3)
= 34,6 mm
• d2 = (1,2 – 1,4)d1
= (41,52 – 48,44)
Diambil d2 = 45 mm
• tbpe = (0,08 - 0,085)dpe
tbpe = (0,08 - 0,085)57 mm
= (4,56 – 4,85) mm
Diambil tbpe = 4,7 mm
• d3 = dpe
= 57 mm
• d4 = d3 + 2tb
= 57 + 2(2,31)
=61,6 mm
• d5 = (1,2 – 1,4)d4
= (1,2 – 1,4)61,6 mm
= ( 73,92 – 86,24) mm
Diambil d5 = 80 mm.
• d6 = (1,2 – 1,4)d5
= (1,2 – 1,4)80 mm
= (96 – 112) Diambil 104 mm
Sehingga ukuran-ukuran batang torak dapat dilihat pada gambar 3.2. Dan penentuan radius
Gambar 3.2 Dimensi Batang Torak
3.4.
Pemeriksaan Kekuatan Batang Torak
Pemeriksaan dilakukan dengan membandingkan tegangan yang
timbul pada batang torak dengan tegangan izin bahan yang ditentukan.
Besar tegangan izin bahan dapat ditentukan dari rumus berikut;
f b a
S
σ
σ
=
Dimana;
bσ
= kekuatan tarik bahan,
bahan S 45 C memiliki kekuatan tarik sebesar 58kg/mm2
S
f= Faktor keamanan, ditentukan S
f= 8
Sehingga diperoleh tegangan izin bahan sebesar:
2
/
25
,
7
8
58
mm
kg
a
=
=
σ
3.4.1.
Pemeriksaan Kekuatan Terhadap Tegangan Bengkok
Tegangan bengkok yang timbul dihitung dengan :
Z
L
A
R
n
x
bt be 2 2 6.
.
.
.
.
10
2
ρ
σ
=
− ………...…….(Lit.5.hal.553)Dimana :
n = putaran (rpm)
R = jari-jari engkol (mm)
A = luas penampang (mm2)
= massa jenis baja sebesar 7,8 x 10-6 kg/mm3
Luas penampang batang torak adalah :
Gambar 3.3 Penampang Batang Torak
Maka :
A = (2.b.t) + ((h – 2.t)t
= 2x(23)x(8) mm + ((45 –( 2x8))x8) mm
= 600 mm2
Sedangkan :
(
)
−
∑
=
23
12
A
y
y
h
b
Z
i i i i……….(Lit.8.hal.144)
Dimana;
bi = panjang pada tiap bagian (mm)
hi = tinggi pada tiap bagian (mm)
Ai = luas penampang pada tiap bagian (mm)
y
i = titik tengah pada tiap bagian penampang (mm)
mm
y
x
x
x
y
A
A
A
y
A
y
A
y
A
y
27
,
23
184
232
184
)
41
184
(
)
5
,
24
232
(
)
4
184
(
3 2 1 3 3 2 2 1 1=
+
+
+
+
=
+
+
+
+
=
Sehingga didapat :
4 2 3 2 3 2 3
16
,
739
.
144
)
)
27
,
23
41
(
184
12
)
8
(
23
(
)
)
27
,
23
5
,
24
(
232
12
)
29
(
8
(
)
)
27
,
23
4
(
184
12
)
8
(
23
(
mm
mm
x
mm
x
mm
x
Z
=
−
+
+
−
+
+
−
+
=
Sehingga tegangan bengkok yang timbul pada batang torak adalah;
2 4 2 3 6 2 2 6
/
73
,
1
17
,
739
.
144
236
/
10
8
,
7
600
59
850
.
2
10
2
mm
kg
mm
mm
x
mm
kg
x
x
mm
mmx
x
x
x
be be=
=
− −σ
σ
Dari perhitungan diatas dapat disimpulkan tegangan bengkok yang terjadi pada batang torak jauh
lebih kecil dari tegangan izin bahan.
3.4.2.
Pemeriksaan Kekuatan Terhadap Tegangan Tarik
)
552
5
.
.(
...
...
...
...
...
...
.
1
2 2hal
Lit
r
Lbt
k
x
A
F
t
+
=
σ
Dimana :k = konstanta yang besarnya 1,6 x 10-4 bila batang torak dihubungkan oleh suatu pena atau
r = Radius gyrasi pada pusat batang torak (mm)
Maka :
F = P x A
= 7,31 kg/cm2 x 6 cm 2
= 43,86 kg
Sedangkan :
( )
[
(
)(
2
)
]
12
)
2
(
3 3 2t
h
t
b
bh
t
h
t
b
bh
r
−
−
−
−
−
−
=
(
)
[
23
.
45
(
23
8
)(
45
2
.
8
)
]
12
)
8
.
2
45
(
8
23
45
.
23
3 3−
−
−
−
−
−
=
28
,
240
040
.
730
.
1
=
2 228
,
240
mm
r
=
r = 15,5 mm
Maka didapatlah :
2 2 2 4
/
02
.
3
5
,
15
236
.
10
6
,
1
1
600
86
,
43
mm
kg
x
x
t t=
+
=
−σ
σ
Jadi dari hasil diatas dapat disimpulkan bahwa batang torak aman, karena tegangan tarik yang
timbul jauh lebih kecil dari tegangan izin bahan.
3.5.
Perencanaan Baut
Baut merupakan alat pengikat yang digunakan untuk menggabungkan dua benda agar dapat
dilepaskan jika dibutuhkan tanpa meruak benda yang disambung. Untuk mencegah kecelakaan,
atau kerusakan pada mesin, pemilihan baut dan mur sebagai alat pengikat harus dilakukan dengan
cara seksama untuk mendapatkan ukuran yang sesuai. Dalam hal ini pada batang torak juga
menggunakan baut yang terletak pada poros engkol. Baut ini berfungsi sebagai pengikat poros
Baut yang dirancang merupakan baut pengikat, dimana jumlah baut yang direncanakan 2
buah. Baut yang digunakan untuk mengikat pangkal batang torak diambil dari bahan standart JIS
B1051 dengan kekuatan tarik bahan (
σ
b) =
27 kg/mm2 dan diambil faktor keamanan (Sf) = 6 , sehingga tegangan tarik izin dapat diketahui yakni:2
/
5
,
4
6
27
mm
kg
S
f bt
= σ
=
=
σ
Gaya tekan yang bekerja pada kepala silinder :
F = p . A
kg
F
F
D
p
F
76
,
984
)<