• Tidak ada hasil yang ditemukan

Anjuran Menikah di Bulan Syawal

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Anjuran Menikah di Bulan Syawal"

Copied!
32
0
0

Teks penuh

(1)

Anjuran Menikah di Bulan Syawal

Pertanyaan:

Assalamu ‘alaikum. Pak Ustadz, saya mau tanya. Saya dan calon suami berniat menikah tapi pernikahan kami akan dilaksakan setelah hari raya Idul Fitri (1 minggu atau 2 minggu setelah hari raya). Apakah boleh? Mohon penjelasannya.

Dvyz (revit4_**@yahoo.***)

Jawaban:

Wa’alaikumussalam.

Ya, semacam itu diperbolehkan. Bahkan, sebagian ulama menganjurkan untuk menikah di bulan Syawal. Dasarnya adalah riwayat dari Aisyah radhiallahu ‘anha; beliau mengatakan,

و هيلع هللا ىلص هللا لوسر ينجوزت

لاوش يف يب ىنبو لاوش يف ملس

هيلع هللا ىلص هللا لوسر ءاسن يأف

لاق ؟ ىنم هدنع ىظحأ ناك ملس و

لخدت نأ بحتست ةشئاع تناكو

لاوش يف اهءاسن

“Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menikahiku di bulan Syawal, dan mengadakan malam pertama denganku di bulan Syawal. Manakah istri beliau yang lebih mendapatkan perhatian beliau selain aku?” Salah seorang perawi mengatakan, “Aisyah menyukai jika suami melakukan malam pertama di bulan Syawal.” (H.R. Muslim, An-Nasa’i, dan yang lain)

Berdasarkan hadis ini, sebagian ulama menganjurkan agar menikah atau melakukan malam pertama di bulan Syawal. Imam Nawawi mengatakan, “Tujuan Aisyah mengatakan demikian adalah sebagai bantahan terhadap keyakinan jahiliah dan khurafat yang beredar di kalangan masyarakat awam, bahwa dimakruhkan menikah atau melakukan malam pertama di bulan Syawal. Ini adalah keyakinan yang salah, yang tidak memiliki landasan. Bahkan, keyakinan ini merupakan peninggalan masyarkat jahiliah yang meyakini adanya kesialan di bulan Syawal.”

Allahu a’lam.

Dijawab oleh Ustadz Ammi Nur Baits (Dewan Pembina Konsultasi Syariah). Artikel www.KonsultasiSyariah.com

(2)

Mengapa di sunnahkan menikah setelah bulan

ramadhan

POSTED BY DHYMALK DHYKTA ON THURSDAY, AUGUST 18, 2011 WITH NO COMMENTS

Di hari ke 18 ramadhan, apakah semangat itu

masih ada? semoga kita masih menjaga

semangat itu, semangat menegakkan

pundi-pundi ibadah ramadhan. Semoga kita semua

tidak ada bolong hingga hari kemenangan

tiba. Tapi godaan kan semakin merajalela,

coba saja rekan ke mall, atau public area

lainnya, banyak hal yang mengundang anda

untuk membatalkan puasa terutama

dibukanya tempat-tempat makan, walaupun

kadang-kadang

beberapa

diantaranya

memakai penutup kain. Pemandangan orang

merokok, makan dan hal lain yang

membatalkan puasa semakin banyak

menjumpai kita, semoga iman kita tetap kokoh

hingga 1 syawal nantinya,amin.

(3)

orang yang berakidah islam untuk berpuasa,

sebagaimana ayat Allah dalam Surat Al

Baqarah 183 yang intinya adalah ajakan

kepada orang yang beriman untuk berpuasa

sebagaimana ajakan kepada orang sebelum

kita, agar kita memperoleh derajat taqwa.

Sekiranya anda merasa orang yang

bersyahadat, orang yang beriman, silahkan

anda melanjutkan membaca tulisan ini, jika

tidak silahkan lanjut saja kepostingan yang

lain, hehe.

Anda orang beriman kan? anda wajib menahan

semua perbuatan yang dapat membatalkan

puasa anda. Pak ustad mengatakan jaga mulut

[makan dan minum], jaga hati

[amarah,dengki,hasut, dan perbuatan tercela

yang lain],serta menjaga kemaluan [hubungan

suami istri]. Kali ini saya ingin mengulang

kembali ceramah tadi tentang perkara yang

membatalkan puasa untuk hal yang terakhir.

Yup, berhubungan sex/berjima bagi yang

sudah halal [suami istri] disiang hari dengan

sengaja hukumnya membatalkan puasa, bagi

yang bukan suami istri? sudah sangat jelas

dosa besar sob, jangan sampai deh,

Naudzubillah Mindzalik.

Rekan pembaca sekalian, coba kita renungi

salah satu hadits Rasul berikut ini:

(4)

atau sakit, tidak akan tergantikan walaupun

dengan puasa selamanya, meski dia

berpuasa. (HR Tirmizy, Abu Daud, Ibnu Majah,

An-Nasai)"

Jelas kan membatalkan puasa di bulan

ramadhan dengan sengaja adalah hal yang

sangat dilarang, tidak akan tergantikan puasa

pada hari itu di hari yang lain walaupun

dengan puasa selamanya.

Pak ustad mengambil tema yang jarang

menurut saya, beliau berkata bahwa penyebab

batalnya puasa kebanyakan selain makan dan

minum adalah berhubungan suami istri

terutama pengantin baru. Beliau berujar

tentang pengalaman nyata beliau", saya punya

rekan sesama ustad yang pengantin baru

(menikah seminggu sebelum ramadhan),

karena gelora yang sangat luar biasa bagi

pengantin bari akhirnya jebol deh puasanya.

Beliau yang batal puasa ini curhat kepada pak

ustad tentang kecerobohannya, dan pada akhir

pembicaraan pak ustad menyarankan untuk

menggantinya selama 2 bulan berturut-turut

di luar bulan Ramadhan.

(5)

dalam kondisi berpuasa kadang hal itu juga

terjadi.

Oleh karenanya Rasulullah yang mulia pernah

menyampaikan kepada sahabat, bahwa

menikah menjelang datangnya bulan suci

adalah makruh (lebih baik tidak dilakukan,

tetapi tidak haram), karena Rasul sudah

memprediksi umatnya akan melakukan hal

yang tidak pantas dilakukan orang yang

berpuasa. Beliau melanjutkan lagi, menikah

justru di sunnahkan (sangat dianjurkan) di

bulan syawal, atau seusai lebaran. Saya yang

masih bujangan pun mengangguk-angguk

mengerti dan insya Allah jika waktunya tiba

akan menikah setelah lebaran. Sungguh

sangat berbahaya menikah menjelang

ramadhan, godaan untuk berjima' begitu besar

(bukan datang dari syaitho) tetapi datang dari

diri sendiri yang memang kita adalah mahluk

normal, mahluk yang memiliki nafsu, yang

manakala berdua-duaan dengan lawan jenis

akan terjadi hal yang tidak diinginkan itu.

Dengan senyum simpul saya pun berdo'a

untuk dihindarkan dari perkara yang bisa

membatalkan puasa ini.

(6)

pacar "sayang-sayangan"sedapat mungkin

dipending ke malam hari atau setidaknya

hingga lebaran usai.

Semoga ilmu yang saya sharingkan bisa

bermanfaat bagi kita semua, terutama

pengantin baru agar kita bisa memuliakan

Ramadhan dengan menjaga kesucian di

dalamnya.

Nikah Yang Terlarang

Nikah adalah suatu jenjang yang amat sakral, sebagai jalan untuk mencari yang halal dari yang sebelumnya terlarang. Namun nikah dengan seorang wanita tidak bisa asal-asalan. Ada syarat yang mesti dipenuhi seperti mesti adanya wali dan mahar. Begitu pula ada bentuk nikah yang terlarang dan membuat akadnya menjadi tidak sah yang sudah sepatutnya kita jauhi. Bentuk nikah seperti apa sajakah itu? Simak dalam tulisan sederhana berikut.

Pertama: Nikah Syighor

(7)

perwaliannya pada si B, namun dengan syarat si B harus menikahkan pula anak, saudara atau yang di bawah perwaliannya pada si A. Bentuk nikah syighor terserah terdapat mahar ataukah tidak. Keharaman bentuk nikah seperti ini telah disepakati oleh para ulama (baca: ijma’), namun mereka berselisih apakah nikahnya sah ataukah tidak. Jumhur (mayoritas ulama) berpendapat bahwa nikah seperti ini tidaklah sah. Alasan jumhur adalah dalil-dalil berikut ini.

Dari Jabir bin ‘Abdillah, beliau berkata,

ررَاغغشش لا نر عغ -ملسو هيلع هللا ىلص- هرلللا لل ُوسل رغ ىهغنغ

“Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam melarang nikah syighor.” (HR. Muslim no. 1417)

Dari Ibnu ‘Umar radhiyallahu ‘anhuma, beliau berkata,

سغ ييلغ ، هلتغنغبيا رلخغلا هلجغوشزغيل نيأغ ىلغعغ هلتغنغبيا لل جلرللا جغوشزغيل نيأغ رلَاغغشش لاوغ ، ررَاغغشش لا نر عغ ىهغنغ – ملسو هيلع هللا ىلص – هرلللا لغ ُوسل رغ نل أغ ق

ق ادغصغ َامغهلنغييبغ

“Sungguh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam melarang nikah syighor yang bentuknya: seseorang menikahkan anaknya pada orang lain namun ia memberi syarat pada orang tersebut untuk menikahkan anaknya untuknya dan di antara keduanya tidak ada mahar.” (HR. Bukhari no. 5112 dan Muslim no. 1415)

Dari Abu Hurairah, ia berkata,

ىترنغبيا كغ جلوشزغألوغ كغتغنغبيا ىنرجيوشزغ لرجلرلللر للجلرللا لغُوقليغ نيأغ رلَاغغششلاوغ ررييمغنل نلبيا دغازغ .ررَاغغششلا نرعغ -ملسو هيلع هللا ىلص- هرلللا للُوسلرغ ىهغنغ ىترخيأل كغ جلوشزغألوغ كغتغخيأل ىنرجيوشزغ ويأغ

“Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam melarang bentuk nikah syighor.” Ibnu Numair

menambahkan, “Bentuk nikah syighor adalah seseorang mengatakan pada orang lain: ‘Nikahkanlah putrimu padaku dan aku akan menikahkan putriku padamu, atau nikahkanlah saudara

(8)

Dari ‘Abdurrahman bin Hurmuz Al A’roj, ia berkata,

ةليغورَاعغمل بغ تغكغ فغ َاققادغصغ لغ عغجغ َانغَاكغوغ هلتغنغبيا نرمغحيرللا دلبيعغ هلحغكغنيأغوغ هلتغنغبيا مر كغ حغليا نغبي نرمغحيرللا دغبيعغ حغكغنيأغ سر َابلعغليا نر بي هرلللا دربيعغ نغ بي سغ َابلعغليا نل أغ ملسو هيلع هللا ىلص- هرلللا لل ُوسل رغ هلنيعغ ىهغنغ ِىذرللا رلَاغغشش لا اذغهغ هربرَاتغكر ىفر لغَاقغوغ َامغهلنغييبغ قر يررفيتللَابر هلرلملأي يغ نغاوغريمغ

ىلغإر-“Al ‘Abbas bin ‘Abdillah bin Al ‘Abbas menikahkan puterinya dengan ‘Abdurrahman bin Al Hakam, lalu ‘Abdurrahman menikahkan puterinya dengan Al ‘Abbas dan ketika itu terdapat mahar. Lantas Mu’awiyah menulis surat dan dikirim pada Marwan. Mu’awiyah memerintahkan Marwan untuk memisahkan antara dua pasangan tadi. Mu’awiyah berkata dalam suratnya, “Ini termasuk bentuk nikah syighor yang telah dilarang oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam.” (HR. Abu Daud no. 2075 dan Ahmad 4: 94. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini hasan)

Bentuk nikah syighor dinilai terlarang karena telah menetapkan syarat yang melanggar ketentuan Allah. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

ةررلمغ ةغئغَامر طغ رغشغ نيإروغ هللغ سغ ييلغفغ هرلللا بر َاتغكر ىفر سغ ييلغ َاطق ريشغ طغ رغتغشيا نرمغ هرلللا برَاتغكر ىفر تيسغييلغ َاطق ورلشل نغُوطل ررتغشييغ سر َانغأل لل َابغ َامغ ق

ل ثغويأغ وغ ققحغأغ هرلللا طلريشغ

“Kenapa orang-orang memberi persyaratan-persyaratan yang tidak diperbolehkan dalam kitab Allah? Persyaratan apa saja yang tidak diperbolehkan dalam kitab Allah merupakan persyaratan yang batil, meskipun seratus persyratan. Ketetapan Allah lebih berhak untuk ditunaikan, dan persyaratan Allah lebih kuat untuk diikuti.” (HR. Bukhari no. 2155 dan Muslim no. 1504)

Kedua: Nikah Muhallil

Kita telah ketahui bahwa maksimal talak adalah sampai talak ketiga. Dua talak sebelumnya, masih bisa ada rujuk. Jika suami telah mentalak istri sampai tiga kali, maka ia tidak bisa rujuk kembali sampai si istri nikah dengan pria lain dan cerai lagi dengan cara yang tidak diakal-akali.

(9)

Dari ‘Ali bin Abi Thalib radhiyallahu ’anhu, ia berkata,

هللغ لغ للحغ مللياوغ لغ لشحغ مللا مغللسغ وغ هرييلغعغ هللللا ىللصغ هرللا لل ُويسل رغ نغ عغلغ

“Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam melaknat muhallil (laki-laki yang menikahi seorang wanita dengan tujuan agar perempuan itu dibolehkan menikah kembali dengan suaminya yang pertama) dan al muhallal lahu (laki-laki yang menyuruh muhallil untuk menikahi bekas isterinya agar isteri tersebut dibolehkan untuk dinikahinya lagi).” (HR. Abu Daud no. 2076 dan Ibnu Majah no. 1934. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini shahih)

Dari ‘Uqbah bin ‘Amir radhiyallahu ‘anhu, ia berkata, “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

هللغ لغ للحغ مللياوغ لغ لشحغ مللا هلللا نغ عغلغ ،لل لشحغ ملليا ُوغهل :لغ َاقغ ،هرللا لغ ُويسل رغ َايغ ىلغبغ :اُويللَاغق ِ؟ررَاعغتغسي ملليا سر ييتللَابر ميكلرلبرخيأل لغ أغ.

“Maukah aku kabarkan kepada kalian tentang taisil musta’aar (domba pejantan yang disewakan)?” Para sahabat menjawab, “Tentu, wahai Rasulullah.” Beliau kemudian bersabda, “Ia adalah muhallil. Allah akan melaknat muhallil dan muhallal lahu.” (HR. Ibnu Majah no. 1936. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini hasan)

Dari ‘Umar bin Nafi’ dari bapaknya, bahwasanya ia berkata,

ِ؟لر وللغ لر لقحرتغ ليهغ ،هرييخرلغ هلللحريغلر هلنيمر ةررغمغاؤغمل ررييغغ نيمر هللغ خقأغ َاهغجغولزغتغفغ ،َاثقلغثغ هلتغأغرغميا قغللطغ لرجلرغ نيعغ هللغأغسغفغ رغمغعل نربيا ىلغإر لقجلرغ ءغَاجغ مغ للسغ وغ هرييلغعغ هللللا ىللصغ هرللا لر ُويسل رغ درهيعغ ىلغعغ َاحقَافغسغ اذغهغ دق علنغ َانلكل ،ةريغغيرغ حغَاكغنر للإر ،لغ :لغَاقغ.

(10)

Muslim. Adz Dzahabi pun menyatakan demikian)

Nikah muhallil dinilai terlarang dan nikahnya tidak sah, terserah apakah dipersyaratkan di awal bahwa si wanita akan dicerai supaya halal bagi suami pertama ataukah tidak disyaratkan tetapi hanya diniatkan.

Ketiga: Nikah Mut’ah (Kawin Kontrak)

Nikah mut’ah disebut juga nikah sementara (nikah muaqqot) atau nikah terputus (nikah munqothi’). Bentuk nikah ini adalah seseorang menikahi wanita pada waktu tertentu selama 10 hari, sebulan atau lebih dengan memberi biaya atau imbalan tertentu.

Nikah mut’ah di awal-awal Islam dihukumi halal lalu dinaskh (dihapus). Nikah ini menjadi haram hingga hari kiamat. Demikianlah yang menjadi pegangan jumhur (mayoritas) sahabat, tabi’in dan para ulama madzhab (Shahih Fiqh Sunnah, 2: 99).

Dari Sabroh Al Juhaniy radhiyallahu ‘anhu, ia berkata.

َاهغنيعغ َانغَاهغنغ ىتلحغ َاهغنيمر جيرلخينغ ميلغ ملثل ةغكلمغ َانغليخغدغ نغ يحر حرتيفغليا مغَاعغ ةرعغتيملليَابر -ملسو هيلع هللا ىلص- هرلللا للُوسل رغ َانغرغمغأغ .

“Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam pernah memerintahkan kami untuk melakukan nikah mut’ah pada saat Fathul Makkah ketika memasuki kota Makkah. Kemudian sebelum kami

meninggalkan Makkah, beliau pun telah melarang kami dari bentuk nikah tersebut.” (HR. Muslim no. 1406)

Dalam riwayat lain dari Sabroh, ia berkata bahwa dia pernah ikut berperang bersama Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam saat penaklukan kota Mekkah. Ia berkata,

تل عيتغميتغسي ا مل ثل … ءرَاسغ نشلا ةرعغتيمل ىفر -ملسو هيلع هللا ىلص- هرلللا لل ُوسل رغ َانغلغ نغ ذرأغ فغ – مرُوييغوغ ةرلغييلغ نغييبغ نغيثرلغثغ – ةغرغشيعغ سغ ميخغ َاهغبر َانغميقغأغ فغ ملسو هيلع هللا ىلص- هرلللا لل ُوسل رغ َاهغمغرلحغ ىتلحغ جيرلخيأغ ميلغفغ َاهغنيمر-.

(11)

Kemudian aku melakukan nikah mut’ah (dengan seorang gadis). Sampai aku keluar Mekkah, turunlah pengharaman nikah mut’ah dari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam.” (HR. Muslim no. 1406)

Dalam lafazh lain disebutkan,

نل هرقرارغفربر -ملسو هيلع هللا ىلص- هرلللا لل ُوسل رغ َانغرغمغأغ ملثل َاثقلغثغ َانغعغمغ نلكلفغ.

“Wanita-wanita tersebut bersama kami selama tiga hari, kemudian Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam memerintahkan kami untuk berpisah dari mereka.” (HR. Muslim no. 1406)

Dalam lafazh lainnya lagi dari Sabroh Al Juhaniy, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

ةرمغَايغقرليا مر ُوييغ ىلغإر كغ لرذغ مغرلحغ ديقغ هغلللا نلإروغ ءرَاسغ نشلا نغ مر عرَاتغميترسي لر ا ىفر مي كل لغ تل نيذرأغ تلنيكل ديقغ ىنشإر سل َانللا َاهغيقأغ َايغ

“Wahai sekalian manusia. Awalnya aku mengizinkan kalian untuk melakukan nikah mut’ah dengan para wanita. Sekarang, Allah telah mengharamkan (untuk melakukan mut’ah) hingga hari kiamat.” (HR. Muslim no. 1406)

Riwayat di atas menunjukkan bahwa nikah mu’tah atau kawin kontrak adalah nikah yang fasid, tidak sah. Sehingga dari sini pasangan yang menikah dengan bentuk nikah semacam ini wajib dipisah. Sebagaimana Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam memerintahkan untuk dipisah dalam hadits Sabroh di atas.

Bagaimana jika tidak ada di perjanjian awal, namun hanya ada di niatan yaitu jika si pria kembali ke negerinya, ia akan mencerai istrinya? Hal ini beda dengan nikah mut’ah di awal. Yang kedua adalah nikah dengan niatan cerai, si istri awalnya tidak tahu dengan niatan ini.

(12)

Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah menjelaskan,

مي لغوغ لغ جغليغ ا جلويزللا ِىُوغنغ اذغإ َاملأغوغ … هرمريررحيتغ ىلغعغ ميهلرلييغغوغ ةلعغبغريليغا ةلملئرليغا قغفغتلا ِيذرللا ” ةرعغتيملليا حلَاكغنر ” اذغهغفغ تغيقرُويتللا طغررتغشييغ نيأغ َاملأغفغ َامغهلرلييغغوغ دمغحيأغوغ كق لرَامغ هلهلرغكييغوغ يق عرفرَاشل لاوغ ةغفغينرحغ ُوبلأغ هريفر صل خش رغيل : عقازغنر هريفر اذغهغفغ : ةرأغريمغليلر هلريهرظي يل

“Jika nikah tersebut ditetapkan syarat hanya sampai waktu tertentu, maka inilah yang disebut nikah mut’ah. Nikah semacam ini disepakati haramnya oleh empat imam madzhab dan selainnya. … Adapun jika si pria berniat nikah sampai waktu tertentu dan tidak diberitahukan di awal pada si wanita (nikah dengan niatan cerai, pen), status nikah semacam ini masih diperselisihkan oleh para ulama. Imam Abu Hanifah dan Imam Syafi’i memberikan keringanan pada nikah semacam ini. Sedangkan Imam Malik, Imam Ahmad dan selainnya melarang (memakruhkan)-nya.” (Majmu’ Al Fatawa, 32: 107-108)

Dinukil dari Imam Nawawi,

حَاكغ نر سغ ييلغوغ ، للغحغ حيحرصغ هحَاكغ نرفغ َاهغاُوغنغ ةدلمل للإر َاهغعغمغ ُثكلمييغ للأغ هتيلنروغ َاققلغطي مل َاحقَاكغنر حغكغنغ نيمغ نلأغ ىلغعغ اُوعلمغجيأغوغ : يضر َاقغليا لغ َاقغ ُوغهل : لغَاقغفغ يق عرازغويليغ ا ذلشغوغ ، سَانللا قلغخيأغ نيمر اذغهغ سغ ييلغ : كلرَامغ لغَاقغ ني كر لغوغ ، رُوكلذيمغليا طر ريشل لَابر عغقغوغ َامغ ةعغتيملليا حَاكغنر َامغنلإروغ ، ةعغتيمل هريفر رييخغ لغوغ ، ةعغتيمل حَاكغنر

Al Qodhi Husain berkata, “Para ulama sepakat bahwa barangsiapa yang menikah dan niatnya hanya tinggal bersama si wanita selama waktu tertentu (nikah dengan niatan cerai, pen), nikah yang dilakukan sah dan halal. Nikah semacam ini tidak termasuk nikah mut’ah. Disebut nikah mut’ah jika ada persyaratan di awal. Namun Imam Malik mengatakan, “Melakukan nikah dengan niatan cerai bukanlah tanda orang yang memiliki akhlak yang baik.” Al Auza’i sedikit berbeda dalam hal ini, beliau berkata, “Nikah semacam itu tetap termasuk nikah mut’ah dan tidak ada kebaikan sama sekali.” (Syarh Muslim, 9: 182)

(13)

dengan wali yang asal comot. Pak Naib yang biasa memandu mengucapkan akad nikah tidak tahu pula asal-usulnya. Yang jelas -setahu kami-, kawin kontrak di negeri kita termasuk dalam tindakan pidana. Namun begitulah karena fulus, kawin kontrak masih tetap terus menjamur.

Keempat: Nikah dalam Masa ‘Iddah

Yang dimaksud ‘iddah adalah masa menunggu bagi wanita dengan tujuan untuk mengetahui kosongnya rahim, atau dilakukan dalam rangka ibadah, atau dalam rangka berkabung atas meninggalnya suami. Seorang wanita tidak boleh dinikahi pada masa ‘iddahnya. Allah Ta’ala berfirman,

هللغجغأغ بل َاتغكر ليا غغللبييغ ىى تلحغ حرَاكغ نشلا ةغدغقيعل اُوملزرعيتغ لغوغ

“Dan janganlah kamu berazam (bertetap hati) untuk beraqad nikah, sebelum habis ‘iddahnya.” (QS. Al Baqarah: 235). Imam Nawawi menyebutkan, “Tidak boleh menikahi wanita yang berada pada masa ‘iddah karena suatu sebab. … Salah satu tujuan masa ‘iddah adalah untuk menjaga nasab. Jika kita membolehkan nikah pada masa tersebut, tentu akan bercampurlah nasab dan tujuan nikah pun jadi sia-sia (karena kacaunya nasab).” (Al Majmu’, 16: 240)

Apa saja masa ‘iddah bagi wanita?

‘Iddah itu ada tiga macam: ‘Iddah hitungan quru’ ‘Iddah hitungan bulan ‘Iddah wanita hamil

1. ‘Iddah hitungan quru’

‘Iddah bagi wanita yang masih mengalami haidh (bukan monopause) dan diceraikan suaminya adalah dengan hitungan quru’.

(14)

ءرورلقل ةغثغلغثغ نل هرسر فلنيأغبر نغ صي بلرغتغيغ تل َاقغللطغ مللياوغ

“Wanita-wanita yang ditalak handaklah menahan diri (menunggu) tiga kali quru’.” (QS. Al Baqarah: 228).

Apa yang dimaksud tiga quru’?

Mengenai makna quru’, di sini ada khilaf di antara para ulama. Ada yang menganggap quru’ adalah suci, berarti setelah tiga kali suci, barulah si wanita yang diceraikan boleh menikah lagi. Ada pula ulama yang menganggap quru’ adalah haidh.

Contoh: Wanita ditalak tanggal 1 Ramadhan (01/09). Kapan masa ‘iddahnya jika memakai tiga kali haidh atau tiga kali suci? Coba perhatikan tabel berikut ini.01/09 05/09 – 11/09 11/09 – 05/10 05/10 – 11/10 11/10 – 05/11 05/11 – 11/11 11/11

Talak ketika Suci Haidh

Suci Haidh Suci Haidh Suci

Jika yang menjadi patokan adalah tiga kali suci: masa ‘iddah dimulai dihitung ketika masa suci saat dijatuhkan talak dan berakhir pada tanggal 5/11 (5 Dzulqo’dah) saat muncul darah haidh ketiga. Di sini masa ‘iddah akan melewati dua kali haidh.

Jika yang menjadi patokan adalah tiga kali haidh: masa ‘iddah dimulai dihitung dari haidh tanggal 5/9 (5 Ramadhan) dan berakhir pada tanggal 11/11 (11 Dzulqo’dah) setelah haidh ketiga selesai secara sempurna. Di sini masa ‘iddah akan melewati tiga kali haidh secara sempurna.

Jika kita perhatikan, hitungan dengan tiga kali haidh ternyata lebih lama dari tiga kali suci.

(15)

Pendapat yang lebih kuat setelah penelusuran dari dalil-dalil yang ada, yaitu makna tiga quru’ adalah tiga kali haidh. Pengertian quru’ dengan haidh telah disebutkan oleh lisan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam sendiri. Beliau berkata kepada wanita yang mengalami istihadhoh,

ءرريقلليا ىلغإر ءرريقلليا نغييبغ َامغ ىلشصغ مل ثل ِىررهلطغ تغفغ كرؤلريقل رلمغ اذغإرفغ ىلشصغ تل لغ فغ كر ؤلريقل ىتغأغ اذغإر ِىررظلنيَافغ ققريعر كغلرذغ َامغنلإر

“Sesungguhnya darah (istihadhoh) adalah urat (yang luka). Lihatlah, jika datang quru’, janganlah shalat. Jika telah berlalu quru’, bersucilah kemudian shalatlah di antara masa quru’ dan quru’.” (HR. Abu Daud no. 280, An Nasai no. 211, Ibnu Majah no. 620, dan Ahmad 6: 420. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini shahih). Yang dimaksud dalam hadits ini, makna quru’ adalah haidh. Pendapat ini dianut oleh kebanyakan ulama salaf seperti empat khulafaur rosyidin, Ibnu Mas’ud, sekelompok sahabat dan tabi’in, para ulama hadits, ulama Hanafiyah dan Imam Ahmad dalam salah satu pendapatnya. Imam Ahmad berkata, “Dahulu aku berpendapat bahwa quru’ bermakna suci. Saat ini aku berpendapat bahwa quru’ adalah haidh.” (Al Mawsu’ah Al Fiqhiyyah, 29: 308)

Kami tidak membawakan perselisihan ini lebih panjang. Itulah kesimpulan kami dari dalil-dalil yang kami pahami. Yang berpendapat seperti ini pula adalah guru kami –Syaikh Sholeh Al Fauzan- (Al Mulakhos Al Fiqhiyyah, 2: 426) dan penulis kitab Shahih Fiqh Sunnah, Syaikh Abu Malik Kamal bin Sayyid Salim (Shahih Fiqh Sunnah, 2: 319-322).

Catatan:

Hitungan ‘iddah menggunakan kalender Hijriyah, bukan kalender Masehi. Talak yang syar’i jika dilakukan ketika: (1) suci dan (2) belum disetubuhi.

2. ‘Iddah hitungan bulan

‘Iddah dengan hitungan bulan ada pada dua keadaan:

(16)

نغ ضي حر يغ مي لغ يئرلللاوغ ررهلشي أغ ةلثغلغثغ نل هلتلدل عرفغ مي تلبيتغريا نر إر مي كل ئرَاسغ نر ني مر ضر يحر مغليا نغ مر نغ سي ئريغ يئرلللاوغ

“Dan perempuan-perempuan yang tidak haid lagi (monopause) di antara perempuan-perempuanmu jika kamu ragu-ragu (tentang masa iddahnya), maka masa iddah mereka adalah tiga bulan; dan begitu (pula) perempuan-perempuan yang tidak haid.” (QS. Ath Tholaq: 4).

(2) masa ‘iddah selama 4 bulan 10 hari (kalender hijriyah), yaitu bagi wanita yang ditinggal mati suaminya, baik sebelum disetubuhi ataukah sesudahnya, baik wanita yang dinikahi sudah haidh ataukah belum pernah haidh, namun dengan syarat wanita yang ditinggal mati bukanlah wanita hamil. Allah Ta’ala berfirman,

يفر نغ ليعغفغ َامغيفر مي كل ييلغعغ حغَانغجل لغفغ نلهللغجغأغ نغغيلغبغ اذغإرفغ ا رقشيعغوغ ررهلشيأغ ةغعغبغ ريأغ نلهرسر فلنأغبر نغ صي بل رغتغيغ َاجقاوغزيأغ نغو رلذغيغوغ ميكلنمر نغُويفلُوغتغيل نغيذرللاوغ رقيبرخغ نغُوللمغعيتغ َامغبر هلَّـلللاوغ فر و رلعيمغليَابر نل هرسر فلنأغ

“Orang-orang yang meninggal dunia di antaramu dengan meninggalkan isteri-isteri (hendaklah para isteri itu) menangguhkan dirinya (ber’iddah) empat bulan sepuluh hari. Kemudian apabila telah habis ‘iddahnya, maka tiada dosa bagimu (para wali) membiarkan mereka berbuat terhadap diri mereka menurut yang patut. Allah mengetahui apa yang kamu perbuat.” (QS. Al Baqarah: 234)

Rasul shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

ارقشي عغ وغ ررهلشيأغ ةغعغبغريأغ جرويزغ ىلغعغ لل إر ، لرَايغلغ ثرلغثغ قغُويفغ تر يشمغ ىلغعغ دل حر تل ني أغ ررخرلا مر ُوييغلياوغ هرلللَابر نل مرؤيتل ةرأغ رغميلر لقحريغ لغ

“Tidak dihalalkan bagi seorang wanita yang beriman kepada Allah dan hari akhir untuk berkabung atas kematian seseorang lebih dari tiga hari, kecuali atas kematian suaminya, yaitu (selama) empat bulan sepuluh hari.” (HR. Bukhari no. 5334 dan Muslim no. 1491)

3. ‘Iddah wanita hamil

(17)

نل هللغميحغ نغ عيضغ يغ نأغ نل هلللجغ أغ لر َامغحي ليغ ا تللغوأل

“Dan perempuan-perempuan yang hamil, waktu iddah mereka itu ialah sampai mereka melahirkan kandungannya.” (QS. Ath Tholaq: 4).

Para ulama berselisih pendapat, bagaimana jika wanita yang ditinggal mati suami dalam keadaan hamil?

Jumhur (mayoritas) ulama berpendapat bahwa masa ‘iddahnya berakhir ketika ia melahirkan, baik masa tersebut lama atau hanya sebentar. Seandainya ia melahirkan 1 jam setelah meninggalnya suaminya, masa ‘iddahnya berakhir dan ia halal untuk menikah.

Kelima: Nikah dengan Mantan Isteri yang Sudah Ditalak Tiga

Nikah seperti ini terlarang. Mantan isteri yang telah ditalak tiga tidak bisa dinikahi lagi oleh

suaminya yang dulu sampai ia menikah dengan pria yang lain dan bercerai dengan cara yang wajar (bukan akal-akalan). Allah Ta’ala berfirman,

كغ ليتروغ هرلللا دغودلحل َامغيقريل نيأغ َانلظغ نيإر َاعغجغارغتغيغ نيأغ َامغهرييلغعغ حغَانغجل لغفغ َاهغقغللطغ نيإرفغ هلرغييغغ َاجقويزغ حغكرنيتغ ىتلحغ دلعيبغ نيمر هللغ لقحرتغ لغفغ َاهغقغللطغ نيإرفغ نغ ُومللغعييغ مر ُويقغلر َاهغنليشبغيل هرلللا دلودل حل

“Kemudian jika si suami mentalaknya (sesudah talak yang kedua), maka perempuan itu tidak lagi halal baginya hingga dia kawin dengan suami yang lain. Kemudian jika suami yang lain itu

menceraikannya, maka tidak ada dosa bagi keduanya (bekas suami pertama dan isteri) untuk kawin kembali jika keduanya berpendapat akan dapat menjalankan hukum Allah. Itulah hukum-hukum Allah, diterangkan-Nya kepada kaum yang (mau) mengetahui.” (QS. Al Baqarah: 230)

(18)

كر تغلغييسغ عل قغ وذل يغوغ هلتغلغييسغ عل ىقروذلتغ ىتلحغ لغ ةغعغَافغرر ىلغإر ىعرجرريتغ نيأغ نغيدريررتلأغ

“Apakah engkau ingin kembali pada Rifa’ah (suamimu yang pertama). Tidak boleh sampai engkau merasakan madunya dan ia pun merasakan madumu.” (HR. Bukhari no. 2639 dan Muslim no. 1433)

Keenam: Kawin Lari

Kawin lari yang dimaksud di sini bisa jadi berbagai macam pengertian. Bisa jadi, tanpa wali nikah, atau ada wali (tidak jelas) dan tidak ada izin dari wali sebenarnya. Ada juga kawin lari dengan kumpul kebo, tinggal satu atap tanpa status nikah. Boleh jadi ketika hamil mereka menjalin

hubungan RT secara resmi. Yang kami bahas di sini adalah kawin lari, lalu menikah dengan wali yang tidak jelas (asal copot), jadi sama saja tidak memakai wali. Dan yang wajib ada wali adalah si wanita, bukan laki-laki.

Padahal wali memiliki urutan yang ditetapkan oleh para ulama. Seperti ulama Syafi’iyah membuat urutan:

Ayah Kakek

Saudara laki-laki

Anak saudara laki-laki (keponakan) Paman

Anak saudara paman (sepupu)

Dan pengertian wali wanita adalah kerabat laki-laki si wanita dari jalur ayahnya, bukan ibunya. Jika masih ada kerabat yang lebih dekat seperti ayahnya, maka tidak boleh kerabat yang jauh seperti paman menikahkan si wanita. Boleh saja jika si wali mewakilkan kepada orang lain (seperti si ayah kepada paman) sebagai wali si wanita. Dan ketika itu si wakil mendapat hak sebagaimana wali. Dan ingat, syarat wali adalah: (1) Islam, (2) laki-laki, (3) berakal, (4) baligh dan (5) merdeka (Lihat Shahih Fiqh Sunnah, 3: 142-145).

(19)

يق لروغ نل َاطغ ليسق لَافغ اويرلجغتغشي ا نر إرفغ لق طر َابغ لق طر َابغ لق طر َابغ َاهغحلَاكغ نرفغ َاهغيشلروغ نرذيإر ررييغغبر تيحغكغنغ ةرأغرغميا َامغيقأغ : هرللا للُويسلرغ لغَاقغ : تيلغَاقغ ةغشغئرَاعغ نيعغ هللغ يل لروغ لغ ني مغ

Dari ‘Aisyah, ia berkata, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Seorang wanita yang menikah tanpa izin walinya maka pernikahannya adalah batiil, batil, batil. Dan apabila mereka bersengketa maka pemerintah adalah wali bagi wanita yang tidak memiliki wali”. (HR. Abu Daud no. 2083, Tirmidzi no. 1102, Ibnu Majah no. 1879 dan Ahmad 6: 66. Abu Isa At Tirmidzi mengatakan bahwa hadits ini hasan)

يي لرُوغبر لل إر حغَاكغنر لغ : هرللا للُويسلرغ لغَاقغ : لغَاقغ ِيش ررعغشي لغ ا ىسغُويمل ييبرأغ نيعغ

Dari Abu Musa Al Asy’ari berkata, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Tidak sah pernikahan kecuali dengan wali”. (HR. Abu Daud no. 2085, Tirmidzi no. 1101, Ibnu Majah no. 1880 dan Ahmad 4: 418. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini shahih)

َاهغيشلروغ نرذيإر ررييغغبر َاهغسغ فينغ حل كر نيتل ىترللا ةليغنرازللاوغ َاهغسغ فينغ ةلأغ ريمغليا جلوشزغتل لغوغ ةغأغريمغليا ةلأغريمغليا جلوشزغتل لغ لغَاقغ ةغرغييرغهل ىبرأغ نيعغ

Dari Abu Hurairah, ia berkata, “Wanita tidak bisa menjadi wali wanita. Dan tidak bisa pula wanita menikahkan dirinya sendiri. Wanita pezina-lah yang menikahkan dirinya sendiri.” (HR. Ad

Daruquthni, 3: 227. Hadits ini dishahihkan oleh Syaikh Al Albani dan Syaikh Ahmad Syakir)

Imam Al Baghawi berkata, “Mayoritas ulama dari kalangan sahabat Nabi dan sesudah mereka mengamalkan kandungan hadits “Tidak sah pernikahan kecuali dengan wali”. Hal ini merupakan pendapat Umar, ‘Ali, ‘Abdullah bin Mas’ud, ‘Abdullah bin ‘Abbas, Abu Hurairah, ‘Aisyah dan sebagainya. Ini pula pendapat Sa’id bin Musayyib, Hasan al-Bashri, Syuraih, Ibrahim An Nakha’I, Qotadah, Umar bin Abdul Aziz, dan sebagainya. Ini pula pendapat Ibnu Abi Laila, Ibnu Syubrumah, Sufyan Ats Tsauri, Al Auza’i, Abdullah bin Mubarak, Syafi’i, Ahmad, dan Ishaq” (Syarh Sunnah, 9: 40-41).

Demikianlah sebagian pemuda, demi cinta sampai ingin mendapat murka Allah. Kawin lari sama saja dengan zina karena status nikahnya tidak sah.

(20)

Penulis: Muhammad Abduh Tuasikal

BID’AHNYA ANGGAPAN SIAL MENIKAH DI BULAN SYAWWAL

Penulis: Abdullah bin Abdul Aziz At tuwaijiry

Ibnu Mandzur berkata, “Syawwal adalah termasuk

nama bulan yang telah dikenal, yaitu nama bulan setelah bulan Ramadhan,

dan merupakan awal bulan-bulan haji.” Jika dikatakan Tasywiil

(syawwalnya) susu onta berarti susu onta yang tinggal sedikit atau

berkurang. Begitu juga onta yang berada dalam keadaan panas dan

kehausan.

(21)

betina yang menolak onta jantan jika sudah kawin/bunting dan mengangkat

ekornya.”

Maka Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam membatalkan anggapan sial mereka

tersebut, dan Aisyah berkata, “Rasulullah menikahiku pa¬da bulan Syawwal dan

berkumpul denganku pada bulan Syawwal, maka siapa di antara isteri-isteri beliau

yang lebih beruntung dariku?” (HR. Ahmad dalam Musnad-nya, VI/54, Muslim

dalam shahihnya II/1039, kitab An-Nikah, hadits nomor 1423, At-Tirmidzi dalam

Sunan-nya II/277, Abwab Annikah, hadits nomor 1099. Beliau berkata: Ini hadits

hasan shahih. An-Nasai dalam Sunan-nya, VI/70, kitab An-Nikah, bab “Pernikahan

pada Bulan Syawal. Ibnu ¬Majah dalam Sunan-nya, I/641, kitab An-Nikah, hadits

nomor 1990.)

Maka yang menyebabkan orang Arab pada jaman jahiliyah dulu

menganggap sial menikah pada bulan syawwal adalah keyakinan mereka

bahwa wanita akan menolak suaminya seperti penolakan onta betina yang

mengangkat ¬ekornya, setelah kawin/bunting.

Berkata Ibnu Katsir – rahimahullah – : “Berkumpulnya Rasulullah Shallallahu ‘alaihi

wa Sallam dengan Aisyah Radhiyallahu ‘Anha pada bulan syawwal merupakan

bantahan terhadap keraguan sebagian orang yang membenci untuk berkumpul/

menikah dengan isteri mereka di antara dua hari raya, karena kawatir bakal terjadi

perceraian antara suami-isteri tersebut, yang hal ini sebenarnya tidak ada

sesuatupun padanya.” (Al Bidayah Wan Nihayah III/253)

Anggapan sial menikah pada bulan Syawwal adalah perkara batil, karena anggapan

sial itu secara umum termasuk ramalan/undi nasib yang dilarang oleh Nabi

Shallallahu Alaihi wassallam pada sabda beliau :

ل

ىودع

و

ل

ةريط

“Tidak ada penyakit menular dan tidak ada ramalan/nasib sial”. (HR. Al Bukhari

dalam shahihnya cetakan bersama Fathul Bari (X/215) kitab At Thib. Hadits nomor :

5757. Dishahihkan Al Albani dalam Shahih Al jami’ No. 7530)

Dan sabda Rasulullah shalallahu ‘alaihi wassallam :

ةريطلا

كرش

“Ramalan nasib adalah syirik.” “

(HR. Ahmad dalam musnadnya (I/440). Abu

Daud dalam sunannya (IV/230) kitab at Thib Hadits nomor : 3910. At Tirmidzi dalam

sunannya (III/74,75) Abwab As Sair, hadits nomor : 1663. beliau berkata : hadits

hasan shahih. Ibnu Majah dalam sunannya (II/1170) Kitab At Thib nomor hadits :

3537. Al Hakim dalam Mustadzraknya (I/17,18) kitab Al Iman beliau berkata : hadits

yang shahih sanadnya, stiqah rawi-rawinya dan bukhari dan muslim tidak

mengeluarkan dalam shahih keduanya. Dan disepakati Ad Dzahabi dalam

talkhishnya. Dishahihkan pula Al Albani di Shahih Al Jami’ No : 3960)

Begitu juga sama halnya dengan itu adalah anggapan sial di bulan Shafar.

Berkata Al Imam An-Nawawi –rahimahullah- dalam menjelaskan hadits Aisyah

Radhiyallahu’anha, di atas : “Hadits itu menunjukkan bahwa disunnahkan menikahi,

memperistri wanita dan berkumpul/menggauli pada bulan Syawwal dan

shahabat-shahabat kami juga menyebutkan sunnahnya hal itu dan mereka berdalil dengan

hadits tersebut.”

(22)

orang-orang jahiliyyah dan apa yang dihayalkan sebagian orang-orang awam pada saat ini,

berupa ketidak sukaan mereka menikah dan berkumpul pada bulan Syawwal. Dan

hal ini adalah batil dan tidak ada dasarnya, dan termasuk peninggalan jahiliyyah

dimana mereka meramalkan hal tersebut dari kata syawwala yang artinya

mengangkat ekor ( tidak mau dikawin).” (Syarah shahih Muslim karya Imam an

Nawawi (IX/209).

Wallaahu a’lam Bishawab.

(Kitab Al Bida’ Al Hauliyyah karya : Abdullah bin Abdul Aziz At tuwaijiry. Cet. I Darul

Fadhilah Riyadh, Hal. 348-349. Penterjemah : Muhammad Ar Rifa’i)

Sumber :

PERISTIWA NIKAH DI MUARADUA TURUN

DRASTIS

Kamis, 11 Oktober 2012 – Bimas Islam & Penye. Syariah

KUA MUARADUA-

Humas.

(23)

dengan istilah marhabah, persedekahan yang berkaitan dengan orang meninggal (meniga

hari), persedekahan syukuran keberangkatan jamaah calon haji.

Bulan Zulqa’‘’‘’‘’‘idah dinamakan juga oleh masyarakat dengan istilah bulan apit sebutan

bulan apit ada persepsi pemahaman oleh masyarakat, ada yang mengatakan bahwa jangan

melakukan pernikahan diantara dua khutbah yakni Idul Fitri dengan khutbah Idul Adha,

masyarakt memahami hadist Nabi Muhammad SAW seperti itu, padahal maksud dua

khutbah dalam hadist itu adalah waktu jeda sesaat yang dilakukan oleh khotib, setelah

selesai khutbah pertama, untuk melaksanakan khutbah kedua, ya bagaimana mungkin

melangsungkan pernikahan diantara dua khutbah, waktunya saja sangat singkat.

Namun yang jelas bulan apit (Zulqa’‘’‘’‘’‘idah) seperti yang dipahami oleh masyarakt, ini

sangat erat kaitannya dengan ajaran-ajaran animisme dan warisan turun-temurun dari nenek

moyang, yang mereka hidup masih zaman sebelum Islam datang ke Indonesia, ini masih

mengakar dan mentradisi dimasyarakat.

Selain bulan Zulqa’‘’‘’‘’‘idah masih ada bulan lain yaitu bulan Muharram. Bulan Muharram

menurut kepercayaan taradisi masyarakat sama dengan bulan Zulqa’‘’‘’‘’‘idah (Apit), juga

tidak bagus untuk melaksanakan kegiatan-kegiatan seperti tersebut di atas. Menurut

masyarakat kalau ini dilaksanakan maka akan sial (membawa petaka).

Untuk merubah kepercayaan masyarakat seperti ini, kita terus melakukan kegiatan seperti,

memberikan pemahaman pada saat ada pengajian-pengajian dan melakukan pendekatan

sosial keagamaan. Di KUA Kec. Muaradua sampai dengan hari ini (Kamis, 11/10) baru ada

tiga peristiwa N, padahal Kecamatan Muaradua adalah Kota Kabupaten.

BULAN APA YANG BAIK UNTUK MENIKAH ?

PERTANYAAN

Baigmana menentukan hari pernikahan menurut quran sunah! kata

temen saya pd wktu musim haji ! tp saya tidak tau ilmux ! monggo

jwbx

!

JAWABAN

PALING UTAMANYA PROSESI PERNIKAHAN ADALAH HARI JUMAT PAGI DI

BULAN SYAWAL DAN SEKALIGUS MENJALANI RITUAL 'BELAH DUREN'

(24)

نأو

permulaan hari (dini hari), di bulan syawal dan menjalani dukhul (belah

duren)

juga

di

dalamnya.

(Keterangan di hari jumat) artinya hendaknya akad nikah

diselenggarakan di hari jumat karena ia adalah lebih utama dan

pimpinan

semua

hari.

(Keterangan di permulaan hari) artinya hendaknya akad nikah

diselenggarakan di awal hari berdasarkan hadits “Ya Allah berkahilah

umatku dipagi harinya” (Dihasankan oleh at-Tirmidzi)

(Keterangan di bulan syawal) artinya disunahkan akad nikah

diselenggarakan

pada

bulan

syawal.

(Keterangan menjalani dukhul) artinya di sunahkan mendukhul (belah

duren) terhadap istrinya juga di bulan syawal, dasar adalah hadits

riwayat ‘Aisyah ra. “Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam menikahi

dan mendukhul diriku dibulan syawal, dan mana antara istri-istri beliau

yang

lebih

utama

ketimbang

diriku

?”

(25)

Pak Ustad ada yang mau saya

tanyakan, apakah benar

apabilamenikah pada saat

(26)

Karena rencananya saya akan

menikah di antara kedua bulan

itu.Mohon jawabannya segera ya Pak

Ustadz.

Sekian dan terima kasih atas jawabannya.

Waalaikumussalam Wr. Wb.

Saudara Hermand yang dimuliakan Allah SWT.

Sesungguhnya keyakinan sebagian orang bahwa pernikahan yang dilakukan

diantara bulan syawal dan dzulhijjah kurang bagus atau membawa kesialan adalah

keyakinan jahiliyah yang tidak memiliki dasar sama sekali di dalam Islam.

Bahkan hal tersebut dibantah langsung oleh perbuatan Rasulullah

shalallahu

‘alaihi wa sallam

yang menikahi ‘Aisyah dan menggaulinya pada bulan Syawal,

sebagaimana diriwayatkan oleh Imam Muslim dari ‘Aisyah dia berkata;

"Rasulullah

shallallahu ‘alaihi wasallam menikahiku pada bulan Syawal, dan

menggauliku pada bulan Syawal, maka tidak ada di antara istri-istri

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam yang lebih mendapatkan

keberuntungan daripadaku."

Imam Muslim menamakan salah satu bab didalam kitab shahihnya dengan “Anjuran

Menikah dan Menikahkan di Bulan Syawal”. Imam Nawawi didalam “Syarh” nya

mengatakan bahwa didalam hadits tersebut terdapat anjuran untuk menikahkan,

menikah dan menggauli pada bulan syawal. Sebagian sahabat kami —ulama Syafi’i

— menyatakan anjuran tersebut.

Mereka berdalil dengan hadits ini. Dan Aisyah r.a dengan perkataan ini bermaksud

menjawab apa yang terjadi pada masa jahiliyah dan apa yang dikhayalkan sebagian

orang awam hari ini bahwa makruh melangsungkan pernikahan, menikahkan atau

menggauli di bulan syawal, sungguh ini sebuah kebatilan yang tidak memiliki dasar.

Ia adalah peninggalan jahiliyah. (Shahih Muslim bi Syarh an Nawawi juz V hal 131)

Dan keyakinan bahwa pernikahan di bulan tersebut adalah kurang baik, membawa

kesialan, keburukan atau sejenisnya maka termasuk kedalam perbuatan syirik yang

dilarang Allah SWT karena menghilangkan ketawakalan kepada Allah SWT.

(27)

adalah syirik dan tidaklah dari kami kecuali Allah menghilangkannya

dengan tawakkal."

Imam Ahmad meriwayatkan dari Abdullah bin ‘Amru, dia berkata;

Rasulullah

Shallallahu ‘alaihi wa Salam bersabda: "Barangsiapa tidak melanjutkan

aktifitas kebutuhannya karena thiyarah (tahayul, beranggapan sial karena

melihat burung atau yang lainnya) maka sungguh ia telah berbuat syirik."

Para sahabat bertanya; "Lalu apakah yang dapat menghapuskannya

wahai Rasulullah?" Beliau menjawab: "hendaklah ia berdo’a; ALLAHUMMA

LAA KHAIRO ILLA KHAIRUKA WALAA THOIRO ILLA THOIRUKA WALAA

ILAAHA GHOIRUKA (Ya Allah, tidak ada kebaikan kecuali kebaikan yang

datang dari-Mu, dan tidak ada nasib baik kecuali nasib baik yang datang

dari-Mu, dan tidak ada Ilah selain-Mu."

Wallahu A’lam.

Keutamaan Bulan Syawal

(28)

roti. Nikmat, karena kita telah melampaui puasa hari itu dengan tuntas. Perasaan nikmat tersebut

akan lebih terasa lagi bila kita banyak melakukan kebaikan atau ibadah sunah apalagi yang

wajib, dan tidak berbuat dosa hari itu. Rasulullah bersabda:

“Banyak yang berpuasa, tapi yang

didapat hanya lapar dan dahaga saja.”

Nikmat kedua adalah pada hari raya idul fitri ini. Pada hari ini kita me-rayakan kemenangan kita

dalam memerangi hawa nafsu, dialah sebe-tulnya musuh kita yang paling besar.

Setelah melewati bulan Ramadhan, kita memasuki bulan Syawal, bulan kesepuluh dalam

penanggalan hijriyah. Syawal adalah bulan istimewa dan memiliki beberapa keutamaan, yaitu:

Bulan Kembali ke Fitrah

Syawal adalah bulan kembalinya umat Islam kepada fitrahnya, diampuni semua dosanya, setelah

melakukan ibadah shaum Ramadhan sebulan penuh dan zakat fithrah. Kedatangan Syawal

membawa kemenangan bagi mereka yang berhasil menjalani ibadah shaum sepanjang

Ramadan. Ia merupakan lambang kemenangan umat Islam hasil dari “peperangan” menentang

musuh dalam jiwa yang terbesar, yaitu hawa nafsu.

Bulan Takbir

Tanggal 1 Syawal, Idul Fitri, seluruh umat Islam di berbagai belahan dunia mengumandangkan

takbir. Secara serentak seluruh umat muslim mengumandangkan takbir, tahmid, dan tahlil

sebagai bentuk mengagungkan Allah dan bersyukur kepadaNya di hari kemena-ngan karena

telah melakukan perjuangan berat melaksanakan shaum di bulan Ramadhan.

Kemenangan yang diraih itu tidak akan tercapai, kecuali dengan pertolongan-Nya. Maka umat

Islam pun mesti memperbanyak dzikir, takbir, tahmid, dan tasbih.

Allah SWT berfirman:

Allah menghendaki kemudahan bagimu, dan tidak menghendaki kesukaran bagimu. dan

hendaklah kamu mencukupkan bilangannya dan hendaklah kamu mengagungkan Allah atas

petunjuk-Nya yang diberikan kepadamu, supaya kamu bersyukur.

(QS. Al Baqarah: 185)

Bulan Silaturahmi

Dibandingkan bulan-bulan lainnya, pada bulan inilah umat Islam sangat banyak melakukan

amaliah silaturahmi, mulai mudik ke kampung halaman, sa-ling bermaafan dengan teman atau

tetangga, baik melalui kirim SMS, telepon, dan sebagainya. Sungguh Syawal menjadi bulan

penuh berkah, rahmat, dan ampunan Allah karena umat Islam menguatkan tali silaturahmi dan

ukhuwah Islamiyah.

Bulan Ceria

Syawal adalah bulan penuh ceria. Di Indonesia bahkan identik dengan hal yang serba baru–baju

baru, sepatu baru, perabot rumah tangga baru, dan lain-lain. Orang-orang bersuka cita,

bersalaman, berpelukan, tangis bahagia, mengucap syukur terhadap Dzat yang agung, meminta

maaf, memaafkan yang bersalah. Keceriaan dirasakan oleh semua lapisan masyarakat, laki-laki

perempuan, tua muda, miskin kaya.

(29)

terbuka lebar tersebar di seluruh penjuru bumi, nuansa peleburan dosa, nuansa pencarian

makna hidup yang sesungguhnya dapat dirasakan pada saat itu.

Puasa Satu Tahun

Di bulan syawal ini pun sebagian muslim melakukan amaliah shaum sunnah selama enam hari

sebagaimana yang ditentukan Rasulullah Saw sebagai kelanjutan shaum di bulan Ramadhan.

Sabda Rasulullah SAW;

“Barangsiapa berpuasa pada bulan Ramadhan lalu diiringinya dengan puasa enam hari

bulan Syawal, berarti ia telah berpuasa setahun penuh.”

(HR. Muslim, Abu Dawud, At-Tirmidzi,

An-Nasa’i dan Ibnu Majah)

“Allah telah melipatgandakan setiap kebaikan de-ngan sepuluh kali lipat. Puasa bulan Ramadhan

setara dengan berpuasa sebanyak sepuluh bulan. Dan puasa enam hari bulan Syawal yang

menggenapkannya satu tahun.”

(HR. An-Nasa’i dan Ibnu Majah dan dicantumkan dalam Shahih

At-Targhib).

Bulan Nikah

Syawal juga bulan yang baik untuk menikah. Hal ini sekaligus menyanggah khurafat, yakni

pemikiran dan tradisi jahiliyah yang tidak mau melakukan pernikahan pada bulan Syawal karena

takut terjadi malapetaka.

Budaya jahiliyah itu muncul disebabkan pada suatu tahun, tepatnya bulan Syawal. Allah SWT

menurunkan wabah penyakit, sehingga banyak orang mati termasuk beberapa pasa-ngan

pengantin. Maka sejak itu, kaum jahiliah tidak mau melangsungkan pernikahan pada bulan

Syawal. Khurafat itu ditentang oleh Islam. Rasulullah SAW menunjukkan bahwa bulan Syawal

baik untuk menikah. Siti Aisyah mene-gaskan:

“Rasulullah SAW menikahi saya pada bulan

Syawal, berkumpul (membina rumah tangga) dengan saya pada bulan Syawal, maka siapakah

dari isteri beliau yang lebih beruntung daripada saya?”

Selain de-ngan Siti Aisyah, Rasul juga

menikahi Ummu Salamah juga pada bulan Syawal.

Menurut Imam An-Nawawi, hadits tersebut berisi anjuran menikah pada bulan Syawal. ‘Aisyah

bermaksud, dengan ucapannya ini, untuk menolak tradisi jahiliah dan anggapan mereka bahwa

menikah pada bulan Syawal tidak baik.

Bulan Peningkatan

Yang paling utama di bulan syawal ini adalah peningkatan kualitas dan kuantitas ibadah di luar

bulan Ramadhan.

Syawal sendiri, secara harfiyah, artinya “peningkatan”, yakni peningkatan ibadah sebagai hasil

training selama bulan Ramadhan. Umat Islam diharapkan mampu meningkatkan amal

kebaikannya pada bulan ini, bukannya malah menurun atau kembali ke “watak” semula yang jauh

dari Islam. Na’udzubillah.

Bulan Pembuktian Takwa

(30)

Jika tujuan itu tercapai, sudah tentu seorang Muslim menjadi lebih baik kehidupannya, lebih saleh

perbuatannya, lebih dermawan, lebih bermanfaat bagi sesama, lebih khusyu’ ibadahnya. Paling

tidak, semangat beribadah dan dakwah tidak menurun se-telah Ramadhan.

Sungguh banyak keutamaan yang terkandung dalam Idul Fitri, yang merupakan hari

kemenangan bagi mereka yang menundukkan hawa nafsu yang biasanya susah dikendalikan,

baik nafsu makan, minum, nafsu syahwat, dan berbagai nafsu lainnya. Idul Fitri hari

bermaaf-maafan hari mempererat tali silaturrahim sesama keluarga dan masyarakat sekeliling sehingga

seolah-olah kita lahir kembali dengan semangat baru, hidup baru sebagai orang yang beriman

dan bertaqwa kepada Allah SWT. ***

(31)

Ibnu Mandzur berkata, "Syawwal adalah termasuk nama bulan yang telah

dikenal, yaitu nama bulan setelah bulan Ramadhan, dan merupakan awal

bulan-bulan haji." Jika dikatakan Tasywiil (syawwalnya) susu onta berarti susu onta

yang tinggal sedikit atau berkurang. Begitu juga onta yang berada dalam

keadaan panas dan kehausan.

Orang Arab menganggap bakal sial/malang bila melangsungkan aqad pernikahan

pada bulan ini dan mereka berkata : "Wanita yang hendak dikawini itu akan

menolak lelaki yang ingin mengawininya seperti onta betina yang menolak onta

jantan jika sudah kawin/bunting dan mengangkat ekornya."

Maka Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam membatalkan anggapan sial mereka

tersebut, dan Aisyah berkata, "Rasulullah menikahiku pa¬da bulan Syawwal dan

berkumpul denganku pada bulan Syawwal, maka siapa di antara isteri-isteri

beliau yang lebih beruntung dariku?" (HR. Ahmad dalam Musnad-nya, VI/54,

Muslim dalam shahihnya II/1039, kitab An-Nikah, hadits nomor 1423, At-Tirmidzi

dalam Sunan-nya II/277, Abwab Annikah, hadits nomor 1099. Beliau berkata: Ini

hadits hasan shahih. An-Nasai dalam Sunan-nya, VI/70, kitab An-Nikah, bab

"Pernikahan pada Bulan Syawal. Ibnu ¬Majah dalam Sunan-nya, I/641, kitab

An-Nikah, hadits nomor 1990.)

Maka yang menyebabkan orang Arab pada jaman jahiliyah dulu menganggap sial

menikah pada bulan syawwal adalah keyakinan mereka bahwa wanita akan

menolak suaminya seperti penolakan onta betina yang mengangkat ¬ekornya,

setelah kawin/bunting.

Berkata Ibnu Katsir – rahimahullah - : "Berkumpulnya Rasulullah Shallallahu

’alaihi wa Sallam dengan Aisyah Radhiyallahu ’Anha pada bulan syawwal

merupakan bantahan terhadap keraguan sebagian orang yang membenci untuk

berkumpul/ menikah dengan isteri mereka di

antara dua hari

raya

, karena kawatir bakal terjadi perceraian antara suami-isteri tersebut,

yang hal ini sebenarnya tidak ada sesuatupun padanya." (Al Bidayah Wan

Nihayah III/253)

Anggapan sial menikah pada bulan Syawwal adalah perkara batil, karena

anggapan sial itu secara umum termasuk ramalan/undi nasib yang dilarang oleh

Nabi Shallallahu Alaihi wassallam pada sabda beliau :

ةريط ل و ِىودع ل

"Tidak ada penyakit menular dan tidak ada ramalan/nasib sial". (HR. Al Bukhari

dalam shahihnya cetakan bersama Fathul Bari (X/215) kitab At Thib. Hadits

nomor : 5757. Dishahihkan Al Albani dalam Shahih Al jami’ No. 7530)

Dan sabda Rasulullah shalallahu ’alaihi wassallam :

كرش ةريطلا

(32)

dalam talkhishnya. Dishahihkan pula Al Albani di Shahih Al Jami’ No : 3960)

Begitu juga sama halnya dengan itu adalah anggapan sial di bulan Shafar.

Berkata Al Imam An-Nawawi –rahimahullah- dalam menjelaskan hadits Aisyah

Radhiyallahu’anha, di atas : "Hadits itu menunjukkan bahwa disunnahkan

menikahi, memperistri wanita dan berkumpul/menggauli pada bulan Syawwal

dan shahabat-shahabat kami juga menyebutkan sunnahnya hal itu dan mereka

berdalil dengan hadits tersebut."

Aisyah sengaja berkata seperti tersebut diatas untuk membantah tradisi

orang-orang jahiliyyah dan apa yang dihayalkan sebagian orang-orang awam pada saat ini,

berupa ketidak sukaan mereka menikah dan berkumpul pada bulan Syawwal.

Dan hal ini adalah batil dan tidak ada dasarnya, dan termasuk peninggalan

jahiliyyah dimana mereka meramalkan hal tersebut dari kata syawwala yang

artinya mengangkat ekor ( tidak mau dikawin)." (Syarah shahih Muslim karya

Imam an Nawawi (IX/209).

Wallaahu a’lam Bishawab.

Referensi

Dokumen terkait

Bahwa pada hari Selasa tanggal 10 Maret 2015 sekira pukul 13.00 WIB terdakwa menghubungi saksi korban melalui handphone yang mana saat itu terdakwa mengatakan

Penelitian bertujuan untuk mengetahui pengaruh konsentrasi Tween 80 dan lama pengeringan terhadap karakteristik fisik dan kimia tepung rebung (Dendrocalamus asper)

Tahap pertama pengguna admin untuk memasukkan data gardu, dimana dalam penginputan tersebut data yang dimasukkan adalah wilayah, nama gardu dan keterangan seperti

Berbeda dengan pohon yang baru mendapat perlakuan kerat batang satu kali, unsur tapis awal sudah mulai bisa ditemukan pada tahun pertama setelah kerat batang, rangkaian

Laporan keuangan konsolidasian PT BUMI CITRA PERMAI, Tbk DAN ENTITAS ANAK untuk tahun yang berakhir tanggal 31 Desember 2012 dari halaman 1 sampai dengan 60, telah disetujui oleh

Tujuan dari penelitian ini adalah mendeskripsikan peran Pimpinan Ranting Muhammadiyah dalam menanamkan ideologi Muhammadiyah dan faktor-faktor apa saja yang menjadi

Shalat gerhana disyariatkan kepada setiap muslim, baik dalam keadaan muqim di negerinya atau dalam keadaan safar, baik untuk laki-laki atau untuk perempuan. Atau

Untuk melihat kelancaran produksi ASI ibu itu sendiri dapat dilihat dari indicator ibu dan bayi, indicator pada bayi meliputi frekuensi dan krakteristik BAK