• Tidak ada hasil yang ditemukan

Kewenanangan Pengurus Terhadap Harta Kekayaan Perusahaan Dalam Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Kewenanangan Pengurus Terhadap Harta Kekayaan Perusahaan Dalam Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang"

Copied!
141
0
0

Teks penuh

(1)

KEWENANANGAN PENGURUS TERHADAP HARTA KEKAYAAN

PERUSAHAAN DALAM PENUNDAAN KEWAJIBAN PEMBAYARAN

UTANG

TESIS

Diajukan Untuk Memperoleh Gelar Magister Hukum

Pada Program Studi Ilmu Hukum Fakultas Hukum

Universitas Sumatera Utara

Oleh

KHERIAH

097005070/HK

PROGRAM STUDI MAGISTER ILMU HUKUM

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

(2)

(LEMBAR PENGESAHAN)

NAMA : KHERIAH

NIM : 097005070

PROGRAM STUDI : MAGISTER HUKUM

JUDUL TESIS : KEWENANGAN PENGURUS TERHADAP

HARTA KEKAYAAM PERUSAHAAN DALAM

PENUNDAAN KEWAJIBAN PEMBAYARAN

UTANG

MENYETUJUI

KOMISI PEMBIMBING

Prof. Dr. Sunarmi, S.H, M.Hum

Ketua

Prof. Dr. Bismar Nasution, S.H, M.H Prof. Dr. Budiman Ginting,S.H, M.Hum.

Anggota Anggota

Ketua Program Studi Magister Ilmu Hukum Dekan Fakultas Hukum

(3)

Telah diuji pada

Tanggal, 20 Januari 2012

PANITIA PENGUJI:

Ketua 1. Prof. Dr. Sunarmi, S.H, M.Hum.

2. Prof. Dr. Bismar Nasution, S.H, M.H.

3. Prof. Dr. Budiman Ginting, S.H, M.Hum.

4. Dr. T. Keizerina Devi Azwar, S.H, CN, M.Hum.

(4)

ABSTRAK

Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU) merupakan suatu jalan untuk menghindari perusahaan dari proses kepailitan. Penentuan Pengurus PKPU yang independen dan tidak memiliki benturan kepentingan antara debitor dan kreditor sangat sulit ditentukan karena tidak adanya aturan yang tegas. Dalam menjalankan kewenangannya pengurus PKPU tidak terlepas dari kerjasama dengan pengurus perusahaan yang bersifat kooperatif dan non kooperatif yang dapat menimbulkan kendala bagi berhasilnya proses PKPU. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaturan tentang independensi pengurus PKPU dan hubungan kewenangan antara pengurus PKPU dengan pengurus perusahaan serta hambatan-hambatan yang dihadapi oleh pengurus PKPU terhadap harta kekayaan perusahaan debitor.

Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode penelitian hukum normatif yaitu penelitian terhadap bahan pustaka atau data sekunder, yang terdiri dari bahan hukum primer, bahan hukum sekunder dan bahan bahan hukum tersier. Teknik pengumpulan data melalui penelusuran dokumen-dokumen maupun buku-buku ilmiah untuk mendapatkan landasan teoritis berupa bahan hukum positif yang sesuai dengan objek yang akan diteliti. Alat pengumpulan data yang dipergunakan berupa dokumen. Teknik analisis yang dipakai adalah teknik analisis kualitatif.

Pengurus PKPU dapat dipilih oleh debitor, kreditor atau ditunjuk sendiri oleh hakim dengan syarat harus independen dan tidak memiliki benturan kepentingan antara debitor atau kreditor. Pengurus yang terbukti tidak indenpenden akan dikenakan sanksi pidana dan atau perdata. Untuk mengetahui tidak independen pengurus PKPU hanya dapat dibuktikan dengan itikad baik dari pengurus PKPU sendiri, karena tidak ada aturan hukum yang tegas yang mengatur masalah tolak ukur tentang independensi pengurus PKPU sehingga menjadi kendala, yang seharusnya aturan mengenai independensi pengurus PKPU harus jelas sehingga tidak menimbulkan interpretasi yang beragam dari hakim dalam menjalankan kewenangannya.

(5)

ABSTRACT

Suspension of payment is a way to avoid the company from brankruptcy proceedings. PKPU an independent determination of the board and has no conflict of interest between debtor and creditors is very difficult to determine because of the absence of strict rules. PKPU board in carrying out is authority can not be separated from

cooperation with the management company that is cooperative and non cooperative wich can pose an opstacle to the succest of the proses PKPU. This study aims to determine the setting of board independence and authority relations between PKPU with the management companys board and the obstacles faced by the board PKPU against debtor property.

The method of the research was judicial formative by conducting library research

or secondary data wich consisted of primary legal materials, secondary legal materials, and tertiary legal materials. The data were gathered by using scientific documents or books to obtain theoretical framework, such as positive legal materials. The device of gathering the data was documents. The data were analyzed qualitatively.

PKPU board selected by the debtor, creditors or may be appointed directly by the judge, subject to independent and has no conflict of interest between debtors and

creditors. PKPU board which proved to be independent and will be subject to civil or criminal sanctions. To know the board is not independent PKPU can only be proven by the good faith of the management PKPU it self. Because there is no strict legal rules governing the benchmark problem of the independence of the board PKPU impeding, which should have rules on board independence PKPU must be clear so as not to cause a diverse interpretation of the judge in carrying out its authority.

(6)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kita panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena hanya dengan rahmat dan hidayatnya, saya sebagai penulis dapat menyelesaikan penulisan tesis ini yang berjudul Kewenangan Pengurus Terhadap Harta Kekayaan Perusahaan Dalam Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang.

Tesis ini merupakan salah satu syarat yang harus dipenuhi untuk menyelesaikan Program Studi Magister Ilmu Hukum Sekolah Pasca Sarjana Universitas Sumatera Utara. Dengan segala keterbatasan, penulis berharap kiranya penelitian ini dapat bermanfaat bagi penulis dan pembaca sekalian. Penulis yakin dengan pepatah yang mengatakan “ tiada gading yang tak retak” yang menandakan bahwa tiada manusia yang tak luput dari kesalahan, oleh sebab itu saran dan kritikan yang sifatnya konstruktif dan edukatif sangat penulis harapkan guna kesempurnaan penulisan tesis ini.

(7)

1. Bapak, Prof. Dr. dr. Syahril Pasaribu, DTM&H, MSc, (CTM), SP.A(K), selaku Rektor atas kesempatan menjadi mahasiswi pada Program Studi Magister Ilmu Hukum Sekolah Pasca Sarjana Universitas Sumatera Utara.

2. Bapak Prof. Dr. Runtung Sitepu, S.H, M.H, selaku Dekan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara atas kesempatan menjadi mahasiswi pada Program Studi Magister Ilmu Hukum Sekolah Pasca Sarjana Universitas Sumatera Utara.

3. Bapak Prof. Dr. Suhaidi, S.H, M.H selaku Direktur Sekolah Pasca Sarjana Universitas Sumatera Utara atas kesempatan menjadi mahasiswi pada Program Studi Magister Ilmu Hukum Sekolah Pasca Sarjana Universitas Sumatera Utara.

4. Ibu Prof. Dr. Sunarmi, S.H, M.Hum, Selaku Komisi Pembimbing Utama Penulis,. 5. Bapak Prof. Dr. Bismar Siregar, S.H, M.H, selaku Komisi Pembimbing Kedua penulis. 6. Bapak Prof. Dr. Budiman Ginting, S.H, M.Hum, selaku Komisi Pembimbing Ketiga penulis. 7. Ibu Dr. T. Keizerina Devi A, S.H, CN, M.Hum selaku Komisi Penguji penulis.

8. Ibu Dr. Utary Maharany Barus, S.H, M.Hum selaku Komisi Penguji penulis.

Yang telah banyak membantu penulis dengan memberikan arahan, bimbingan, petunjuk dan dorongan semangat serta motifasi untuk kesempurnaan penulisan ini hingga bisa terselesaikan. Atas segala bantuan tersebut, penulis berdoa kepada Allah Swt agar para pembimbing dan para penguji penulis senantiasa mendapat lindungan, rahmat, dan hidayahnya serta senantiasa mendapatkan kebahagian didunia dalam menjalani kehidupan serta pengabdian tugasnya sebagai kalangan akademisi dan kebahagiaan di akhirat kelak.

(8)

1. Kedua orang tua tercinta Ayahanda Abdul Wahab Umar dan Ibunda Masliah Simin, atas doa, kasih saying, cinta, bimbingan, motifasi dan perhatian yang tiada hentinya, hingga terselesaikan tesis ini. Oleh karena itu penulis berdoa semoga Allah SWT senantiasa memberikan perlindunganNya, memberikan kebahagiaan, kesehatan serta memberikannya umur yang panjang.

2. Suami Tercinta dan tersayang Suryadi M. Jalil atas cinta, kasih sayang dan motifasi yang diberikan.

3. Anak-anakku tercinta Salman Alfarisyi, Salwa Riski Alifa, dan Si kecil Salsabilla Mutiara Azdkia, terimakasih atas pengertiannya yang sering mimi tinggalkan.

4. Adik-adikku Hendra, Deki, Ria, Nanda, Maya, Iwan,Iis dan Afra, atas bantuannya menjaga buah hatiku, semoga senantiasa dalam lindungan Allah Swt dan senantiasa dimudahkan segala cita-citanya.

5. Rekan-rekan mahasiswa seperjuangan pada Program studi magister Ilmu Hukum Sekolah Pasca Sarjana Universitas Sumatera Utara.

6. Rekan-rekan di Poltek Lhokseumawe jurusan tata Niaga atas motifasinya.

7. Semua pihak yang tidak mampu penulis sebutkan satu persatu.

Demikianlah kata pengantar dari penulis, akhir kata dengan segala kekurangan dan segala keterbatasan penulis berharap semoga penulisan tesis ini dapat bermanfaat bagi penulis dan bagi pembaca sekalian.

Medan, Januari 2012

(9)

Kheriah

Tesis ini kupersembahkan untuk

Almamaterku Universitas Sumatera Utara

Kedua orang tuaku tercinta ayahanda

(10)

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

Nama : Kheriah

Tempat/ Tanggal Lahir : Lampuenteut, 22 Juli 1979

Jenis Kelamin : Perempuan

Agama : Islam

Alamat : Jalan Medan Banda Aceh, Lorong Intan No. 3,

LHOKSEUMAWE.

Pendidikan : SD NEGERI 2 AREE-SIGLI (1985-1990)

SMP NEGERI GAROT-SIGLI (1990-1993)

SMEA NEGERI SIGLI (1993-1996)

S-1 FAK. HUKUM UNSYIAH (1996-2001)

S-2 MAGISTER HUKUM USU (2009-2012)

(11)

DAFTAR ISI

Absrtak

Absract

Kata Pengantar

Daftar Riwayat Hidup

DAFTAR ISI

BAB I PENDAHULUAN …...……… ………...1

A. Latar Belakang ……….. ………… ………..1

B. Perumusan Masalah……… ..14

C. Tujuan Penelitian………...15

D. Manfaat Penelitian……….15

E. Keaslian Penelitian……… ...16

F. Kerangka Teori dan Konsepsional………. ...17

1. Kerangka Teori ………. ...17

2. Kerangka Konsepsional………. ...24

G. Metode Penelitian………. 30

1. Sifat, dan jenis Penelitian ………. ..30

2. Sumber Data……… ….…31

3. Teknik Pengumpulan Data………...….32

4. Analisis Data………..……32

(12)

A. Dasar Hukum Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang

(PKPU)...34

B. Permohonan PKPU dan Putusan Hakim……….41

1.Permohonan PKPU….………41

2.Putusan Hakim…...………...47

C. Akibat Hukum PKPU……….54

D.Independensi Pengurus dalam PKPU...……… .66

BAB III. KEWENANGAN PENGURUS PKPU TERHADAP HARTA KEKAYAAN PERUSAHAAN ………..70

A. Pengurus Dalam PKPU ..………...70

B. PKPU Suatu Perusahaan………84

1.PKPU Pada Firma………...……..…….……….85

2.PKPU Pada C.V………..……….…… ……….87

3.PKPU Pada PT...……….………88

C. Kewenangan Pengurus PKPU Terhadap Harta Kekayaan Perusahaan………...99

D. Hubungan Antara Pengurus PKPU Dengan Organ Perusahaan……….………..108

BAB IV.HAMBATAN-HAMBATAN PENGURUS PKPU DALAM MENJALANKAN KEWENANGANNYA TERHADAP HARTA KEKAYAAN PERUSAHAAN………...111

A.Hambatan-hambatan Dari Segi Yuridis……….111

1.PembentukanTergesa-gesa………...111

2. Penolakan dari Pihak Kreditor……….113

3.Terdapatnya Debitor yang Tidak Kooperatif………...114

(13)

C. Upaya mengatasi Hambatan-hambatan Pengurus PKPU Dalam Menjalankan Kewenangannya Terhadap Harta Kekayaan

Perusahaan……..……….………...118

1.Upaya yang Dilakukan Oleh Pengurus PKPU………..118

2.Upaya Yang Dilakukan Oleh AKPI……….119

BAB. V. KESIMPULAN DAN SARAN………..…..121

A.Kesimpulan………121

B. Saran……….123

(14)

ABSTRAK

Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU) merupakan suatu jalan untuk menghindari perusahaan dari proses kepailitan. Penentuan Pengurus PKPU yang independen dan tidak memiliki benturan kepentingan antara debitor dan kreditor sangat sulit ditentukan karena tidak adanya aturan yang tegas. Dalam menjalankan kewenangannya pengurus PKPU tidak terlepas dari kerjasama dengan pengurus perusahaan yang bersifat kooperatif dan non kooperatif yang dapat menimbulkan kendala bagi berhasilnya proses PKPU. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaturan tentang independensi pengurus PKPU dan hubungan kewenangan antara pengurus PKPU dengan pengurus perusahaan serta hambatan-hambatan yang dihadapi oleh pengurus PKPU terhadap harta kekayaan perusahaan debitor.

Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode penelitian hukum normatif yaitu penelitian terhadap bahan pustaka atau data sekunder, yang terdiri dari bahan hukum primer, bahan hukum sekunder dan bahan bahan hukum tersier. Teknik pengumpulan data melalui penelusuran dokumen-dokumen maupun buku-buku ilmiah untuk mendapatkan landasan teoritis berupa bahan hukum positif yang sesuai dengan objek yang akan diteliti. Alat pengumpulan data yang dipergunakan berupa dokumen. Teknik analisis yang dipakai adalah teknik analisis kualitatif.

Pengurus PKPU dapat dipilih oleh debitor, kreditor atau ditunjuk sendiri oleh hakim dengan syarat harus independen dan tidak memiliki benturan kepentingan antara debitor atau kreditor. Pengurus yang terbukti tidak indenpenden akan dikenakan sanksi pidana dan atau perdata. Untuk mengetahui tidak independen pengurus PKPU hanya dapat dibuktikan dengan itikad baik dari pengurus PKPU sendiri, karena tidak ada aturan hukum yang tegas yang mengatur masalah tolak ukur tentang independensi pengurus PKPU sehingga menjadi kendala, yang seharusnya aturan mengenai independensi pengurus PKPU harus jelas sehingga tidak menimbulkan interpretasi yang beragam dari hakim dalam menjalankan kewenangannya.

(15)

ABSTRACT

Suspension of payment is a way to avoid the company from brankruptcy proceedings. PKPU an independent determination of the board and has no conflict of interest between debtor and creditors is very difficult to determine because of the absence of strict rules. PKPU board in carrying out is authority can not be separated from

cooperation with the management company that is cooperative and non cooperative wich can pose an opstacle to the succest of the proses PKPU. This study aims to determine the setting of board independence and authority relations between PKPU with the management companys board and the obstacles faced by the board PKPU against debtor property.

The method of the research was judicial formative by conducting library research

or secondary data wich consisted of primary legal materials, secondary legal materials, and tertiary legal materials. The data were gathered by using scientific documents or books to obtain theoretical framework, such as positive legal materials. The device of gathering the data was documents. The data were analyzed qualitatively.

PKPU board selected by the debtor, creditors or may be appointed directly by the judge, subject to independent and has no conflict of interest between debtors and

creditors. PKPU board which proved to be independent and will be subject to civil or criminal sanctions. To know the board is not independent PKPU can only be proven by the good faith of the management PKPU it self. Because there is no strict legal rules governing the benchmark problem of the independence of the board PKPU impeding, which should have rules on board independence PKPU must be clear so as not to cause a diverse interpretation of the judge in carrying out its authority.

(16)

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Perkembangan perekonomian yang semakin meningkat dan menggejolaknya sistem perekonomian sehingga menimbulkan kesulitan terhadap kemampuan perekonomian negara. Kelangsungan ekonomi secara defakto sangat berpengaruh terhadap kehancuran usaha, sehingga kemampuan setiap perusahaan untuk memenuhi kewajiban terhadap kreditor menjadi berantakan, tertunda, bahkan ada yang tidak dapat membayar lagi. Keadaan ini akan berdampak terhadap sektor lainnya yang apabila tidak diselesaikan secara tuntas akan menimbulkan dampak yang lebih luas terhadap gejolak sosial dan politik di dalam masyarakat luas.

(17)

tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (selanjutnya disingkat UUK- PKPU).1

Sejalan dengan perkembangan perdagangan yang semakin cepat meningkat dan dalam skala yang lebih luas mengglobal, masalah utang piutang perusahaan juga semakin rumit, dan membutuhkan aturan hukum yang efektif. Perkembangan perekonomian global membutuhkan aturan hukum kepailitan untuk menyelesaikan masalah utang piutang perusahaan yang berguna untuk memenuhi kebutuhan hukum para pelaku bisnis dalam menyelesaikan permasalahan utang piutang mereka. Globalisasi hukum mengikuti globalisasi ekonomi, dalam arti substansi berbagai Undang-undang dan perjanjian-perjanjian menyebar melewati batas-batas negara.2

Masalah kepailitan selalu menimbulkan akibat, baik bagi kreditur maupun bagi debitur dan juga karyawan suatu perusahaan yang berhubungan dengan pemutusan hubungan kerja. Secara lebih luas kepailitan akan membawa dampak yang besar dan penting terhadap perekonomian suatu negara yang dapat mengancam kerugian perekonomian negara yang bersangkutan. Kerugian tersebut ditimbulkan akibat banyaknya perusahaan-perusahaan yang menghadapi ancaman kesulitan membayar utang-utangnya terhadap para krediturnya.

Untuk menghindari terjadinya penetapan kepailitan oleh pengadilan dengan suatu keputusan hakim yang tetap, maka akan di lakukan suatu upaya hukum yang dapat

1

Rahayu Hartini, Hukum Kepailitan Edisi revisi Berdasarkan Undang-undang No 37 tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang, (Malang: UPT Percetakan Universitas Muhammadiyah, 2008), hal 220 .

2

(18)

menyeimbangi keberadaan dan fungsi hukum kepailitan itu sendiri, yaitu dengan dilakukannya Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (selanjutnya di singkat PKPU). PKPU dapat diajukan oleh debitur maupun kreditur yang memiliki itikad baik, dimana permohonan pengajuan PKPU harus diajukan sebelum diucapkannya putusan pernyataan pailit.3

Bila dibandingkan kepailitan dengan PKPU, maka jelas bahwa PKPU bukan berdasarkan pada keadaan dimana debitur tidak mampu membayar utangnya atau insolven dan juga tidak bertujuan dilakukannya pemberesen terhadap harta kekayaan perusahaan debitur. PKPU adalah wahana juridis- ekonomis yang disediakan bagi debitur untuk menyelesaikan kesulitan finansialnya agar dapat melanjutkan kehidupannya. Sesungguhnya PKPU adalah suatu cara untuk menghindari kepailitan yang lazimnya bermuara dalam likuidasi harta kekayaan dibitur. Khususnya dalam hal perusahaan, PKPU bertujuan memperbaiki keadaan ekonomis dan kemampuan debitur untuk membuat laba. Dengan demikian, PKPU bertujuan menjaga jangan sampai debitur, yang karena suatu keadaan semisal keadaan tidak likuid dan sulit mendapat kredit, dinyatakan pailit. Sedangkan kalau debitur tersebut diberi waktu dan kesempatan, besar harapan ia akan dapat membayar utangnya. Putusan pailit dalam keadaan yang demikian dapat menyebabkan pengurangan nilai perusahaan dan ini akan merugikan para kreditur. Jelas kiranya bahwa PKPU bukan dimaksudkan untuk kepentingan debitur saja, melainkan juga untuk kepentingan para

PKPU adalah penawaran rencana perdamaian oleh debitur yang merupakan pemberian kesempatan kepada debitur untuk melakukan restrukturisasi utang-utangnya, yang dapat meliputi pembayaran seluruh atau sebagian utangnya kepada kreditor.

3

(19)

kreditur. Diharapkan bahwa dengan diberikannya waktu dan kesempatan, debitur melalui reorganisasi usahanya dan atau restrukturisasi utang-utangnya dapat melanjutkan usahanya.4

PKPU merupakan pengunduran pembayaran utang yang sudah jatuh tempo. Permohonan PKPU dapat diajukan oleh debitur maupun krediturnya. Pengajuan permohonan PKPU harus mempunyai lebih dari satu orang kreditur dimana salah satunya utangnya sudah jatuh tempo. Pembuktian yang dilakukan dalam proses PKPU adalah bersifat sederhana baik terhadap para kreditornya maupun utang-utangnya yang dapat dibuktikan dengan suatu surat perjanjaian yang telah dibuat antara debitor dengan kreditonya. Apabila debitur adalah Perseroan Terbatas (selanjutnya disebut PT) maka permohonan PKPU atas prakarsanya sendiri (direksi) hanya dapat diajukan setelah mendapat persetujuan Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS), dengan quorum kehadiran dan sahnya keputusan sama dengan yang diperlukan untuk mengajukan permohonan pernyataan pailit.5

Dalam hal permohonan diajukan oleh debitur, pengadilan dalam waktu paling lambat 3 (tiga hari) sejak tanggal didaftarkannya surat permohonan harus mengabulkan PKPU Sementara dan harus menunjuk seorang hakim pengawas dari hakim pengadilan, serta mengangkat satu atau lebih pengurus PKPU yang bersama dengan debitur mengurus harta debitur. Bila permohonan diajukan oleh kreditur, pengadilan dalam waktu paling Debitor dalam PT adalah Direksi yang merupakan salah satu organ PT disamping RUPS dan Komisaris.

4

Fred B.G. tumbuan , Hukum Kepailitan, Penyelesaian Utang Piutang Melalui Pailit atau Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang, ( Bandung: Alumni, 2001) hal 242-243.

5

(20)

lambat 20 (dua puluh) hari sejak tanggal didaftarkannya surat permohonan harus mengabulkan permohonan PKPU Sementara, dan harus menunjuk hakim pengawas dari hakim pengadilan serta mengangkat satu atau lebih pengurus PKPU yang bersama debitur mengurus harta debitur. Segera setelah PKPU Sementara diucapkan, maka pengadilan melalui pengurus wajib memanggil debitur dan kreditur yang dikenal dengan surat tercatat atau melalui kurir untuk menghaadap dalam sidang yang ditentukan paling lama pada hari ke 45 (empat puluh lima), terhitung sejak putusan PKPU Sementara diucapkan. Apabila debitur tidak hadir dan sidang PKPU Sementara berakhir maka pengadilan wajib menyatakan debitur pailit dalam sidang yang sama (pasal 225 UU No. 37 tahun 2004),6

Debitur yang mengetahui bahwa keadaan keuangannya dalam kesulitan sehingga kemungkinan besar berhenti membayar utangnya, maka dapat memilih beberapa langkah dalam menyelesaikan utangnya tersebut, langkah-langkah yang dimaksud adalah, sebagai berikut:

tetapi jika debitor menghadiri sidang tersebut dan juga mengajukan rencana perdamaian bagi para kreditornya, maka hakim pengadilan niaga menerima permohonan PKPU Tetap dengan jangka waktu 270 (dua ratus tujuh puluh) hari, terhitung sejak permohonan PKPU sementara diterima.

a. Mengadakan perdamaian diluar pengadilan dengan para kreditornya.

b. Mengadakan perdamaian di dalam pengadilan apabila debitur tersebut digugat secara perdata.

6

(21)

c. Mengajukan permohonan PKPU. d. Mengajukan perdamaian dalam PKPU.

e. Mengajukan permohonan agar dirinya dinyatakan pailit oleh pengadilan. f. Mengajukan perdamaian dalam kepailitan.7

Berkaitan dengan alternatif pilihan-pilihan tersebut, debitur seyogjanya memilih alternatif yang terbaik. Salah satu pilihan adalah mengajukan permohonan PKPU. PKPU harus diajukan oleh debitur sebelum adanya keputusan pernyataan pailit oleh hakim. Apabila pernyataan pailit ditetapkan, maka debitur tidak dapat lagi mengajukan permohonan PKPU, sebaliknya permohonan PKPU dapat diajukan bersama-sama dengan permohonan kepailitan. Dalam hal yang demikian hakim akan mendahulukan memeriksa PKPU.8

PKPU akan membawa akibat hukum terhadap segala kekayaan debitur, dimana selama berlangsungnya PKPU , debitur tidak dapat dipaksakan untuk membayar utang-utangnya, dan semua tindakan eksekusi yang telah dimulai untuk memperoleh pelunasan utang harus ditangguhkan. Selama PKPU berlangsung debitur tidak dapat melakukan tindakan kepengurusan atau kepemilikan atas seluruh atau sebagian hartanya.

9

Dalam proses PKPU tersebut maka dipilihlahlah Pengurus yang berhak untuk melakukan segala sesuatu yang diperlukan untuk memastikan bahwa harta debitur tidak dirugikan karena tindakan debitur itu sendiri. Kewajiban debitur yang dilakukan tanpa

7

Man S. Sastra Widjaja, Hukum Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang, (Bandung: PT. Alumni, 2006), hal. 201.

8

Ibid., hal 202. 9

(22)

mendapatkan persetujuan dari pengurus PKPU setelah dimulainya PKPU hanya dapat dibebankan kepada harta debitur sejauh hal itu menguntungkan harta debitur. Dengan persetujuan pengurus PKPU, debitur dapat melakukan pinjaman dari pihak ketiga hanya dalam rangka meningkatkan nilai harta debitur. Apabila dalam melakukan pinjaman perlu diberikan jaminan, maka debitur dapat membebani hartanya dengan gadai, fidusia, hak tanggungan, hipotek atau hak agunan atas kebendaan lainnya, asalkan telah memperoleh persetujuan hakim pengawas.

Pembebanan harta debitur dengan hak gadai, fidusia, hak tanggungan, hipotek atau hak agunan atas kebendaan lainnya hanya dapat dilakukan terhadap bagian harta debitur yang belum dijadikan jaminan utang sebelumnya. Harta kekayaan debitur yang akan dijadikan jaminan utang baru tidak terikat dengan jaminan utang yang lama, sehingga dalam memperoleh pinjaman baru tidak akan menjadi kendala penyelesaian utang lama. Dengan dilakukannya peminjaman utang yang baru diharapkan mampu memulihkan kondisi perusahaan agar lebih membaik, dengan membaiknya kondisi perusahaan diharapkan tujuan pelaksanaan PKPU terwujud, sehingga proses kepailitan tidak akan terjadi dan akhirnya, dapat menyelamatkan perusahaan dari kehilangan asset dan juga tenaga kerjanya.10

Sesuai dengan ketentuan pasal 234 ayat (1) UUK-PKPU, pengurus PKPU yang diangkat harus independen dan tidak memiliki benturan kepentingan dengan debitur atau

10

(23)

kreditur.11

a. Orang perseorangan yang berdomisili di wilayah Negara Republik Indonesia, yang memiliki keahlian khusus yang dibutuhkan dalam rangka mengurus harta debitur; dan

Menurut pasal 234 ayat (3) UUK-PKPU yang dapat menjadi pengurus PKPU adalah:

b. Terdaftar pada kementrian yang lingkup tugas dan tanggung jawabnya dibidang hukum dan peraturan perundang-undangan yaitu Departemen hukum dan hak asasi Manusia.12

UUK-PKPU tidak main-main dengan menentukan persyaratan bahwa pengurus PKPU harus independen. Menurut pasal 234 ayat (2) pengurus PKPU yang terbukti tidak independen sebagaimana yang dimaksud dalam pasal 234 ayat (1) dikenakan sanksi pidana dan atau perdata sesuai dengan peraturan perundang-undangan. UUK-PKPU merujuk pada peraturan perundang-undangan yang berlaku, dengan demikian dapat dipastikan hal tersebut akan menimbulkan ketidakpastian di dalam penjatuhan sanksi atas pelanggaran tersebut. Artinya akan timbul tarik ulur antara penegak hukum dan terdakwa mengenai hukum apa yang seharusnya diberlakukan terhadap permasalahan tersebut. Mengenai hukum perdata yang dapat diberlakukan untuk menuntut ganti rugi adalah pasal 1365 Kitab Undang-undang Hukum Perdata.13

Selain ketidakpastian mengenai sanksi pidana atas pelanggaran tersebut, disayangkan pula tidak adanya tolak ukur atau batasan untuk menentukan independensi

11

Pasal 234 ayat (1) UUK-PKPU. 12

Pasal 234 ayat (3) UUK-PKPU. 13

(24)

dari pengurus PKPU yang diangkat. Artinya hal-hal apa saja yang dapat dipakai untuk menentukan seorang pengurus PKPU independen atau tidak independen. Oleh karena yang mengangkat pengurus PKPU adalah hakim yang menyidangkan permohonan PKPU, maka hakimlah yang bertanggung jawab bukan pengurus PKPU, bila ternyata pengurus PKPU yang diangkat tidak independen. Seyogjanya sebelum hakim menetapkan siapa yang akan diangkat sebagai pengurus PKPU, seharusnya terlebih dahulu hakim memastikan independensi dari orang yang diangkat sebagai pengurus PKPU tersebut.14

PKPU akan membawa akibat hukum terhadap segala harta kekayaan debitor. Untuk itu Undang-Undang Kepailitan membedakan antara debitor yang telah menikah dengan persatuan harta dan yang menikah tanpa persatuan harta. Apabila debitur telah menikah dalam persatuan harta, maka harta debitur mencakup semua aktiva dan pasiva persatuan (pasal 241 UU No.37 Tahun 2004).15

Penyelenggaraan PKPU merupakan suatu jalan untuk menghindari perusahaan dari proses kepailitan. Perusahaan yang berhasil diterima permohonan PKPU oleh pengadilan jangan sampai mensiakan kesempatan untuk memperbaiki perusahaannya. Namun ada kalanya PKPU yang diselenggarakan juga tidak berhasil hal ini disebabkan oleh berbagai faktor yang menjadi kendala, salah satunya factor kurangnya kepercayaan dari kreditur-kreditur yang baru untuk memberi pinjaman guna kelanjutan usaha debitur, atau para kreditur baru bersedia memberikan pinjaman dengan persyaratan yang cukup

14

Ibid., hal 345-346. 15

(25)

memberatkan debitur, sehingga bukannya perbaikan perusahaan yang akan terjadi, malah sebaliknya.

PKPU yang dimintakan oleh debitor maupun kreditor sebaiknya dilakukan dengan cukup hati-hati dan penuh ketelitian, sekali para pihak salah langkah akan menyebabkan kehancuran pengelolaan harta kekayaan perusahaan debitor. Oleh sebab itu pemilihan terhadap pengurus PKPU yang berkualitas akan sangat menentukan arah atau langkah perusahaan selanjutnya . Diharapkan dengan PKPU akan mampu menetralisir keadaan perekonomian perusahaan yang akhirnya berdampak pada pemulihan perekonomian negara.16

Pelaksanaan PKPU sangat di dukung oleh keterlibatan pengurus PKPU dalam menyelesaikan asset kekayaan debitor, sehingga segala sesuatunya harus dapat penanganan yang teliti dari seorang atau beberapa pengurus PKPU yang ditunjuk dalam proses PKPU oleh pengadilan. Berhasil atau tidaknya proses PKPU sangat ditentukan oleh pengurus PKPU yang handal, yang mampu melaksanakan eksistensinya sebagai pengurus yang tidak memihak kepada salah satu pihak manapun. Kreditor maupun debitor harus patuh dan tunduk kepada kewenangan pengurus PKPU yang tentunya mempunyai batas-batas sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku. Kewenangan pengurus PKPU juga berdampak pada berhasil atau tidaknya tujuan dilakukannya PKPU, yaitu untuk mencegah kepailitan seorang debitor atau perusahaan yang tidak dapat membayar tetapi mungkin dapat membayar di masa yang akan datang dalam jangka waktu yang disepakati

16

(26)

bersama antara debitor dan kreditor. PKPU sebenarnya pemberian ruang bernafas kepada debitor dalam menghadapi para kreditor yang menekan untuk mengorganisir dan melanjutkan usaha yang akhirnya untuk dapat memenuhi tagihan-tagihan para kreditornya. Apabila reorganisasi perusahaan dan reshcedulling utang-utangnya tidak berhasil, maka PKPU dapat dengan mudah diubah menjadi kepailitan.17

Seorang kurator dalam suatu kepailitan menggantikan posisi debitor yang pailit dalam melakukan pengurusan terhadap harta kekayaannya, tetapi seorang pengurus PKPU tidak menggantikan debitor. Karena pada prinsipnya yang satu tidak dapat bertindak tanpa yang lainnya. Jadi setelah putusan hakim pengadilan niaga mengabulkan permohonan PKPU, maka lahirlah satu atau lebih pengurus PKPU yang ditetapkan oleh hakim tersebut yang menyebabkan pembatasan ruang gerak debitor terhadap keleluasaannya mengurus dan mempergunakan harta kekayaannya, dimana ia tidak diperkenankan untuk mengelola usahanya tanpa kerjasama dengan pengurus PKPU. Berarti dalam hal ini debitor tidak kehilangan haknya untuk melepaskan dan mengurus harta kekayaannya sebagai akibat dari putusan tersebut, tetapi debitor masih bisa mengurus harta kekayaan perusahaannya bersama-sama dengan pengurus PKPU.18

Apabila pengurus PKPU tanpa pertimbangan atau penelitian sebagaimana mestinya, maka ia dianggap tidak bertanggung jawab. Oleh sebab itu pengurus PKPU harus secara terus menerus memantau usaha dari debitor. Segera setelah pengurus PKPU mengetahui adanya jumlah penghasilan tetap yang berkurang atau timbulnya biaya-biaya

17

Rahayu Hartini, Op. Cit., hal 245-246. 18

(27)

dari kelanjutan usaha diluar batas maksimal yang diperkirakan maka pengurus PKPU harus segera menghentikan dan mengakhiri usaha perusahaan debitor tersebut.

Ada kekecualiannya dimana pengurus PKPU oleh Undang-undang diberi hak untuk bertindak sendiri tanpa kerjasama dengan debitor, yakni jika pengurus perusahaan melanggar pasal 240 UUK-PKPU tersebut maka pengurus PKPU tanpa debitur (dalam hal ini adalah pengurus perusahaan) berhak melakukan segala sesuatu yang diperlukan untuk memastikan bahwa harta debitur tidak dirugikan karena tindakan debitur tersebut.19

Memang soal kewenangan pengurus PKPU adalah hal yang tidak mudah, karena pengurus PKPU tidak dapat bertindak sendiri, walaupun dalam hal pengurus perusahaan secara tidak layak menolak bekerja sama dengan pengurus PKPU. Senjata pengurus PKPU dalam hal ini adalah hanya memohon kepada Pengadilan Niaga untuk menarik kembali PKPU. Untuk dapat mencapai hasil yang maksimal selama PKPU berlangsung maka diperlukan peran aktif serta professional pengurus PKPU serta hakim pengawas sebagai pihak-pihak yang terlibat dalam proses tersebut.20

Dalam UUK-PKPU menentukan bahwa pengurus PKPU bertanggung jawab terhadap kesalahan dan kelalaiannya dalam melaksanakan tugas kepengurusannya yang dapat menyebabkan kerugian terhadap harta debitur, tetapi tidak mengatur tentang bagaimana tanggung jawabnya terhadap pihak ketiga. Dalam hal tersebut pengurus PKPU dan pengurus perusahaan, masing-masing bertanggung jawab secara renteng atau tidak.

19

Kartini Muljadi, Hukum Kepailitan, Penyelesaian Utang Piutang Melalui Kepailitan Dan PKPU, (Bandung: Alumni, 2001),Hal. 260.

20

(28)

Demikian juga halnya dalam suatu perjanjian yang dilakukan oleh pengurus perusahaan dengan pihak ketiga, dimana pengurus perusahaan tidak mau mengindahkan intruksi dari pengurus PKPU, apakah dalam hal ini pengurus PKPU juga bertanggung jawab, jika terjadi kerugian terhadap harta kekayaan perusahaan.

Dalam perjanjian timbal balik, penentuan oleh pengurus PKPU dalam hal suatu perjanjian timbal balik akan dilaksanakan atau tidak. Jika tidak dilaksanakan, maka pengurus perusahaan akan cidera janji dengan semua dampak hukumnya. Tetapi jika pengurus PKPU menyetujuinya dan ternyata mengakibatkan kerugian bagi debitur, maka pengurus PKPU juga harus bertanggung jawab. Pengurus PKPU tidak dapat bertindak sendiri, selalu harus bersama dengan pengurus perusahaan, oleh sebab itulah pengurus perusahaan harus menyetujui hal-hal yang baik untuk kekayaan perusahaannya sebagaimana disarankan atau dikehendaki oleh Pengurus PKPU.

(29)

Berdasarkan latar belakang tersebut diatas maka penulis tertarik untuk menuangkan hal tersebut ke dalam TESIS yang penulis beri judul “Kewenangan Pengurus Terhadap Harta Kekayaan Perusahaan Dalam Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU) ”.

B. Permasalahan

Berdasarkan latar belakang diatas, maka yang menjadi permasalahan dalam hal ini adalah sebagai berikut:

1. Bagaimanakah pengaturan hukum tentang independensi Pengurus PKPU terhadap harta kekayaan perusahaan ?

2. Bagaimanakah kewenangan pengurus PKPU terhadap harta kekayaan perusahaan bila dikaitkan dengan kewenangan pengurus perusahaan dalam PKPU?

3. Apasajakah yang menjadi hambatan-hambatan dalam kewenangan pengurus terhadap harta kekayaan perusahaan dalam PKPU?

C. Tujuan Penelitian

(30)

1. Untuk mengetahui pengaturan hukum tentang independensi pengurus PKPU terhadap harta kekayaan perusahaan.

2. Untuk mengetahui kewenangan pengurus PKPU terhadap harta kekayaan perusahaan bila dikaitkan dengan kewenangan pengurus perusahaan dalam PKPU. 3. Untuk mengetahui hambatan-hambatan dalam kewenangan pengurus terhadap

harta kekayaan perusahaan dalam PKPU.

D. Manfaat penelitian

Penelitian ini diharapkan akan memberikan manfaat/faedah bagi pihak-pihak baik secara teoritis maupun praktis, antara lain:

1. Teori

a. Memberikan sumbangan pemikiran berupa solusi-solusi hokum kepailitan terutama mengenai kewenangan pengurus PKPU terhadap harta kekayaan perusahaan .

b. Merupakan bahan untuk penelitian lanjutan, baik sebagai bahan dasar maupun bahan perbandingan bagi penelitian yang lebih luas.

(31)

a. Memberikan sumbangan bagi penegak hukum terutama dalam menyelesaikan masalah hukum yang berkenaan dengan hukum kepailitan dan PKPU.

b. Memberikan sumbangan kepada pemerintah akan pentingnya mengkaji lebih dalam mengenai hukum kepailitan yang berhubungan dengan kewenangan pengurus PKPU agar permasalahan seputar PKPU dapat ditanggulangi.

E. Keaslian Penelitan

Berdasarkan informasi dan penelusuran yang dilakukan oleh peneliti terhadap haasil-hasil penelitian yang pernah dilakukan di lingkungan Universitas Sumatera Utara, maka diketahui bahwa belum ada penelitian yang serupa dengan apa yang menjadi bidang dan ruang lingkup penelitian ini, yaitu mengenai Kewenangan Pengurus Terhadap Harta Kekayaan Perusahaan dalam Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang.

(32)

F. Kerangka Teori dan Konsepsional

1. Kerangka Teori

Kerangka teori merupakan kerangka pemikiran atau butir-butir pendapat , teori, tesis, si penulis mengenai sesuatu kasus atau permasalahan (problem) yang bagi si pembaca menjadi bahan perbandingan , pasangan teoritis, yang mungkin ia setujui ataupun tidak disetujuinya, dan ini merupakan masukan eksternal bagi pembaca.21

Menurut Kaelan M,S landasan teori pada suatu penelitian adalah merupakan dasar-dasar operasional penelitian. Landasan teori dalam suatu penelitian adalah bersifat srtategis artinya memberikan realisasi pelaksanaan penelitian.22

Oleh sebab itu, kerangka teoritis bagi suatu penelitian mempunyai kegunaan sebagai berikut:

1. Teori tersebut berguna untuk mempertajam atau lebih mengkhususkan fakta yang hendak diseliki atau di uji kebenarannya.

2. Teori sangat berguna dalam mengembangkan system klasifikasi fakta, membina stuktur konsep-konsep serta mengembangkan definisi-definisi.

3. Teori biasanya merupakan suatu ikhtisar dari pada hal-hal yang diteliti.

21

M. Solly Lubis, Filsafat Ilmu dan Penelitian, (Bandung: Mandar Maju, 1994), hal 80 22

Kaelan M.S, Metode Penelitian Kualitatif Bidang Filsafat (Paradigma Bagi

(33)

4. Teori memberikan kemungkinan pada prediksi fakta mendatang, oleh karena telah diketahui sebab-sebab terjadinya fakta tersebut dan mungkin factor-faktor tersebut akan timbul lagi pada masa-masa mendatang.23

Apabila di tinjau secara teoritis, lahirnya undang-undang Kepailitan dan PKPU, adalah sebagai konsekwensi dari keadaan krisis ekonomi dan moneter di Indonesia yang pada akhirnya juga menimbulkan krisis social dan politik dimana terjadi euphoria reformasi segala bidang, maka untuk mengantisipasi adanya kecenderungan dunia usaha yang bankrut pemerintah menerbitkan undang-undang kepailitan menjadi suatu kaedah hokum positif dalam system perundang-undangan di Indonesia.

Sejalan dengan hal tersebut, diketahui bahwa kewenangan pengurus PKPU terhadap harta kekayaan perusahaan dalam kepailtan pada dasarnya merupakan suatu ketentuan hukum positif yang telah ada pengaturannya dalam Undang-undang Nomor 37 tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang, sehingga memberikan kepastian dan perlindungan hukum kepada debitur dan kreditur yang terlibat dalam proses PKPU.

Dengan adanya UUK-PKPU diharapkan debitur dan kreditur dapat mengetahui hak dan kewajiban mereka masing-masing, demikian juga halnya dengan pengurus dalam proses PKPU juga mengetahui hak dan kewajibannya, sehingga terwujudlah keadilan diantara mereka. Kewenangan pengurus terhadap harta kekayaan perusahaan debitur sangat menentukan berhaasil atau tidaknya proses PKPU tersebut, jadi tidak mungkin PKPU akan

23

(34)

berhasil tanpa adanya pengurus. Teori mengenai keadilan sangatlah penting dibahas dalam penulisan tesis ini, dengan adanya prinsip keadilan maka akan menimbulkan suatu integritas dan komitmen dari pengurus untuk menciptakan proses PKPU yang teratur, wajar dan efisien.

PKPU diharapkan dapat memberikan rasa keadilan kepada para pihak baik kreditur maupun debitur, dimana pengurus yang diangkat dapat menjalankan fungsinya sesuai dengan profesionalismenya, sehinggga kepentingan-kepentingan para pihak dapat terwakili dengan sempurna dan tujuan penyelenggaraan PKPU dapat dicapai.

Teori mengenai keadilan ini menurut Aristoteles ialah perlakuan yang sama bagi mereka yang sederajat di depan hukum, tetap menjadi urusan tatanan politik untuk menentukan siapa yang harus diperlakukan sama atau sebaliknya.24

Pendapat yang sama juga dikemukakan oleh Satjipto Rahardjo, dalam pembuatan hukum fungsinya sebagai pengatur kehidupan bersama manusia, oleh karena itu hukum harus melibatkan aktivitas dengan kualitas yang berbeda-beda. Pembuatan hukum merupakan awal dari bergulirnya proses pengaturan tersebut, ia merupakan momentum yang memiliki keadaan tanpa hukum dengan keadaan yang diatur oleh hukum. Dia juga mengatakan hukum sebagai perwujudan nilai-nilai yang mengandung arti, bahwa

24

(35)

kehadirannya adalah untuk melindungi dan memajukan nilai-nilai yang ada dalam masyarakat.25

Teori keadilan melahirkan teori kemanfaatan, karena teori kemanfatan merupakan rasionalisme dari keadilan, bila keadilan telah tercapai otomatis akan memberikan manfaat bagi para pihak. Dalam hal kewenangan pengurus PKPU diharapkan dapat memberikan kemanfaatan baik bagi kreditur maupun debitur itu sendiri.

Teori hukum ini berasal dari Jeremy Bentham yang menerapkan salah satu prinsip aliran utilitarianisme ke dalam lingkungan hukum, yaitu: manusia akan bertindak untuk mendapatkan kebahagiaan yang sebesar-besarnya dan mengurangi penderitaan. Bentham selanjutnya berpendapat bahwa pembentuk undang-undang hendaknya dapat melahirkan undang-undang yang dapat mencerminkan keadilan bagi semua individu. Dengan berpegang pada prinsip tersebut diatas, perundangan itu hendaknya dapat memberikan kebahagiaan yang terbesar bagi sebagian besar masyarakat (the greates happiness for the greatest number) .26

Jhon Stuart Mill memiliki pendapat yang sejalan dengan Jeremy Bentham, kesamaan pendapat itu terletak bahwa suatu perbuatan itu hendaknya bertujuan untuk mencapai sebanyak mungkin kebahagiaan. Menurutnya, sumber dari kesadaran keadilan itu bukan

25

Satjipto Rahardjo, Sosiologi Hukum: Perkembangan, Metode dan Pilihan Hukum, (Surakarta: Universitas Muhammadyah, 2004), hal. 60.

26

(36)

terletak pada kegunaan, melainkan pada rangsangan untuk mempertahankan diri dan perasaan simpatik.27

“Menurut Mill, keadilan bersumber pada naluri manusia untuk menolak dan membalas kerusakan yang diderita, baik oleh diri sendiri maupun oleh siapa saja yang mendapatkan simpati dari kita. Perasaan keadilan akan memberontak terhadap kerusakan, penderitaan, tidak hanya atas dasar kepentingan individual, melainkan lebih luas dari itu, sampai kepada orang lain yang kita samakan dengan diri kita sendiri. Hakikat dari keadilan, dengan demikian mencakup semua persyaratan moral yang sangat hakiki bagi kesejahteraan umat manusia.”

Berdasarkan teori tersebut diharapkan dengan kewenangan yang dimiliki pengurus dalam pelaksanaan PKPU akan memberikan rasa keadilan yang akhirnya mendatangkan kemanfaatan terhadap harta kekayaan perusahaan dan mampu menyelamatkan perusahaan dari kepailitan. Dengan demikian kreditur dan debitur dapat diselamatkan dari ancaman kerugian yang lebih besar.

Dalam menjalankan kewenangannya maka pengurus PKPU menggunakan kewenangan yang meliputi:28

1. Kewenangan pengurus untuk mencampuri perjanjian kedua belah pihak dalam melihat unsur-unsur objektif dan subjektif dari suatu perjanjian.

2. Kewenangan pengurus untuk menilai wanprestasi/cidera janji suatu debitur terhadap kreditornya. Jadi dalam hal ini hakim harus perlu melihat

27

Ibid, hal 61. 28

(37)

kecurangan-kecurangan yang mungkin dibuat oleh debitor ataupun kreditor.

Oleh sebab itu tindakan pengurus terhadap harta kekayaan perusahaan dalam PKPU merupakan suatu tanggung jawab yang harus dijalankan dengan itikad baik, jujur dan terbuka. Munir Fuady menyatakan bahwa hubungan kepercayaan (fiduciary relationship) itu merupakan hubungan dimana salah satu pihak berkewajiban bertindak untuk kepentingan pihak lain sebatas hal-hal yang berada dalam lingkup hubungan tersebut.29

Kualifikasi itikad baik ditekankan pada substantive specity standart perilaku, Pihak yang mewakili pihak lainnya harus memiliki itikad baik, jujur dan terbuka dalam menjalankan tugas kepengurusan tersebut.

30

sehingga pemberian kepercayaan untuk mengemban fiduciary duty itu didasarkan pada fiduciary capacity dari orang terpercaya tersebut.31 Fiduciary capacity itu dapat dilihat dari fakta bahwa kekayaan yang diurus maupun bisnis yang ditransaksikan itu bukanlah miliknya, namun suatu tanggung jawab yang dipercayakan kepadanya.32

Selain teori-teori diatas, azas-azas juga penting untuk diterapkan dalam keadaan tidak hanya mempengaruhi hukum positif, tetapi dalam banyak hal juga menciptakan suatu

29

Munir Fuady, Doktrin-doktrin Modern Dalam Corporate Law dan Eksistensinya Dalam Hukum Indonesia, ( Bandung: Citra Aditya Bakti, 2002), Hal 32-33.

30

Ridwan Khairandy, Itikad Baik Dalam Kebebasan Berkontrak, (Jakarta: Program Pasca Sarjana Fakultas Hukum, Universitas Indonesia, 2004), hal 142.

31

Munir Fuady, Op. Cit, hal 33.

32 Susmayanti, Riana, Itikad Baik Pengurus Yayasan Menurur UU Yayasan dalam

(38)

sistem keterkaitan.suatu sistem tidak akan ada tanpa adanya asas. Sifat asas pada umumnya tidak dituangkan dalam peraturan atau pasal yang konkrit, sehingga asas tersebut tidak dapat diterapkan secara langsung kepada peristiwa konkrit. Walaupun ada asas hukum yang bersifat abstrak maka tidak dapat langsung diterapkan dalam peristiwa konkrit. Peraturan hukum konkrit dapat secara langsung diterapkan kepada peristiwa yang konkrit.

Fungsi asas hukum bersifat mengesahkan karena berdasarkan pada eksistensinya pada rumusan pembentuk undang-undang dan hakim, mempunyai pengaruh yang normatif dan mengikat para pihak, berdasarkan pada fungsi asas hokum seperti ini maka asas hukum bersifat mengatur dan eksplikatif. Disamping itu asas hukum berfungsi untuk melengkapi system hukum dan membuat system hukum menjadi luwes serta mempermudah dalam mempelajari hukum dengan memberikan ihktisar.

Dalam UUK nomor 37 tahun 2004 ini didasarkan pada 4 asas, yaitu:33

1. Asas Keseimbangan

Undang-undang ini mengatur beberapa ketentuan yang merupakan perwujudan dari asas keseimbangan, yaitu di satu pihak terdapat ketentuan yang dapat mencegah terjadinya penyalahgunaan pranata dan lembaga kepailitan oleh debitor yang tidak jujur. Dilain pihak terdapat ketentuan yang dapat mencegah terjadinya penyalahgunaan pranata dan lembaga kepailitan oleh kreditor yang tidak beritikad baik.

2.Asas Kelangsungan usaha.

33

(39)

Dalam undang-undang ini, terdapat ketentuan yang memungkinkan perusahaan debitor yang prospektif tetap dilanjutkan.

3.Asas Keadilan

Bahwa ketentuan mengenai kepailitan dapat me menuhi rasa keadilan bagi para pihak yang berkepentingan. Asas keadilan ini untuk mencegah terjadinya kesewenang-sewenangan pihak penagih yang mengusahakan pembayaran atas tagihan masing-masing terhadap debitor, dengan tidak mempedulikan kreditor lainnya.

4. Asas Integrasi

Azas Integrasi dalam Undang-undang ini mengandung pengertian bahwa system hukum formil dan hukum materiilnya merupakan satu kesatuan yang utuh dari system hukum perdata dan hukum acara perdata nasional.

2. Kerangka Konsepsional.

(40)

Kerangka konsepsi dalam merumuskan atau membentuk pengertian-pengertian hukum, kegunaannya tidak hanya terbatas pada penyusunan kerangka konsepsional saja, akan tetapi bahkan pada usaha merumuskan definisi-definisi operasional di luar peraturan perundang-undangan. Dengan demikian, konsep merupakan unsur pokok dari suatu penelitian.

Agar terdapat persamaan persepsi dalam membaca rencana penelitian ini, maka dipandang perlu untuk menjelaskan apa yang dimaksud dengan konsep-konsep di bawah ini :

1. Pengurus PKPU adalah Balai harta peninggalan atau orang perseorangan yang diangkat oleh pengadilan untuk mengurus harta debitor yang diberikan Penundaan Kewajiban pembayaran Utang oleh pengadilan di bawah pengawasan hakim pengawas.34

2. Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU) merupakan pengunduran pembayaran utang yang sudah jatuh tempo, dimana permohonannya dapat diajukan oleh debitor maupun kreditornya. Dalam hal debitor adalah badan usaha milik Negara yang bergerak yang bergerak di bidang kepentingan public, maka yang dapat mengajukan PKPU adalah lembaga tersebut sendiri. Apabila debitor adalah Perseroan Terbatas maka permohonan PKPU atas prakarsanya sendiri hanya dapat diajukan setelah mendapat persetujuan Rapat Umum Pemegang Saham dengan

34

(41)

kourum kehadiran dan sahnya keputusan sama dengan yang diperlukan untuk mengajukan permohonan pailit .35

3. Harta Kekayaan Perusahaan

Selama PKPU debitor tidak boleh dipaksa untuk membayar utang-utangnya sebagaimana di maksud pasal 242 jo pasal 245 UUK No. 37 Tahun 2004. Dan semua tindakan eksekusi yang telah dimulai guna mendapatkan pelunasan utang, harus ditangguhkan. Dalam hal ini termasuk eksekusi dan sitaan terhadap barang yang tidak dibebani agunan, sekalipun eksekusi dan sitaan tersebut berkenaan dengan tagihan kreditur yang dijamin dengan hak tanggungan, gadai atau hak agunan atas kebendaan lainnya, atau dengan hak yang harus diistimewakan berkaitan dengan kekayaan tertentu berdasarkan undang-undang. Semua sitaan yang telah dipasang berakhir segera setelah ditetapkan putusan PKPU secara tetap atau setelah persetujuan atas perdamaian telah memperoleh kekuatan hukum tetap, kecuali apabila terhadap sitaan tersebut telah ditetapkan lebih awal oleh pengadilan berdasarkan permintaan pengurus PKPU.

Barang siapa mempunyai utang dan piutang kepada debitur berdasarkan harta kekayaan debitur, boleh mengadakan perhitungan utang piutang untuk pengurusannya, bila utang atau piutangnya itu telah terjadi sebelum mulai berlakunya PKPU.

35

(42)

Mengenai tagihan-tagihan yang ditujukan kepada debitur , bila dianggap perlu diselesaikan dengan cara:

a.Diberlakukan sebagai suatu tagihan dengan syarat tangguh, artinya tagihan tersebut dimasukkan dalam daftar yang memuat:

- Nama dan tempat tinggal para kreditur.

- Jumlah piutang masing-masing beserta penjelasannya.

- Apakah piutang itu di akui atau di bantah.

Jumlah tagihan itu ditentukan dengan nilai yang berlaku pada saat dimulainya PKPU. Jika pengurus dan para kreditur tidak mencapai kesepakatan tentang penetapan nilai tagihan tersebut, maka tagihan demikian harus diterima secara bersyarat untuk ditetapkan oleh hakim pengawas.

b. Diberlakukan sebagai piutang yang dapat ditagih pada waktu yang tidak dipastikan atau yang memberikan hak atas tunjangan berkala dan dimasukkan dalam daftar dengan nilai pada saat PKPU itu mulai berlaku.

(43)

mengadakan pengambilan itu tidak dilakukan dengan itikad baik. Terhadap utang piutang yang pengambil alihannya terjadi kemudian sesudah ada PKPU, tidak dapat diadakan perhitungan utang-piutang.

4. Debitor adalah orang atau perusahaan yang mempunyai utang karena perjanjian atau undang-undang yang dapat di tagih di depan pengadilan.

5. Kreditor adalah orang yang mempunyai utang karena perjanjian atau undang- undang yang pelunasannya dapat ditagih di muka pengadilan.

6. Hakim pengawas adalah hakim yang ditunjuk oleh pengadilan dalam putusan pailit atau putusan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKUP).

7. Pengadilan adalah Pengadilan Niaga dalam lingkungan peradilan umum

8. Kepailitan berarti segala hal yang berhubungan dengan “pailit”. Jika kita baca seluruh ketentuan dalam undang-undang kepailitan, maka kita akan menemui pengertian kepailitan dalam pasal 1 butir 1 UUK yang berbunyi sebagai berikut : Kepailitan adalah sita umum atas semua kekayaan debitor pailit yang pengurusan dan pemberesannya dilakukan oleh curator dibawah pengawasan hakim pengawas sebagaimana diatur dalam undang-undang ini.

(44)

pailit karena hal ini melanggar prinsip sita umum. Apabila hanya satu kreditor maka yang berlaku adalah sita individual, dan penuntutannya melalui gugatan perdata biasa, bukan melalui permohonan pailit.36

Menurut Retno wulan, dalam bukunya Kapita selekta Hukum ekenomi dan perbankan, yang di maksud dengan kepailitan adalah eksekusi massal yang ditetapkan dengan keputusan hakim, yang berlaku serta merta, dengan melakukan penyitaan umum atas semua harta orang yang dinyatakan pailit, baik yang ada pada waktu pernyataan pailit, maupun yang diperoleh selama kepailitan berlangsung, untuk kepentingan semua kreditur, yang dilakukan dengan pengawasan pihak yang berwajib.37

Dari pengertian kepailitan seperti disebutkan diatas, dapat disimpulkan bahwa :38

a. Kepailitan dimaksudkan untuk mencegah penyitaan dan eksekusi yang dimintakan oleh kreditur secara perorangan.

b. Kepailitan hanya mengenai harta benda debitur, bukan pribadinya. Jadi ia tetap cakap untuk melakukan perbuatan hukum diluar hukum kekayaan. Misalnya hak yang timbul dari kedudukannya sebagai orangtua.

36

Sunarmi,Op. Cit ,Hal. 29. 37

Rahayu Hartini,Op. Cit ,Hal. 21. 38

(45)

G. Metode Penelitian

Untuk keberhasilan suatu penelitian yang baik dalam memberikan gambaran dan jawaban terhadap permasalahan yang diangkat, tujuan serta manfaat penelitian sangat ditentukan oleh metode yang digunakan dalam penelitian. Dapat dikutip pendapat Soeryono Soekanto mengenai penelitian hukum, sebagai berikut :

Penelitian hukum pada dasarnya merupakan suatu kegiatan ilmiah yang didasarkan pada metode, sistematika dan pemikiran-pemikiran tertentu yang bertujuan untuk mempelajari satu atau beberapa gejala hukum tertentu dengan jalan menganalisisnya, kecuali itu maka juga diadakan pemeriksaan yang mendalam terhadap fakta hukum tersebut untuk kemudian yang ditimbulkan di dalam gejala yang bersangkutan.

1. Jenis, sifat, dan pendekatan penelitian

(46)

lukisan secara sistematik, factual, dan akurat mengenai fakta-fakta, sifat-sifat serta hubungan fenomena yang diselidiki”.39

Metode pendekatan yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah penelitian hukum normatif. Mengambil istilah Ronald Dworkin, penelitian semacam ini juga disebut dengan istilah penelitian dokrtinal (doctrinal research),40 yaitu penelitian yang menganalisis hukum, baik yang tertulis didalam buku (law at it is written in the book), maupun hukum yang diputuskan oleh hakim melalui proses pengadilan (law as it decided by the judge through judicial process).41

Sifat penelitian dalam tesis ini adalah bersifat deskriptif analitis yaitu penelitian yang menggambarkan, menelaah, dan menjelaskan serta menganalisa suatu peraturan hukum.42

2. Sumber Data

Sumber data dalam penelitian ini adalah data sekunder yang berupa bahan hukum primer, bahan hukum sekunder dan bahan hukum tersier, yaitu:

a. Bahan hukum Primer, yaitu peraturan perundang-undangan di bidang hukum kepailitan yaitu Undang-undang Nomor 37 tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang, dan KUHPerdata, 39

Soerjono Soekanto, Metodologi Research, (Yogyakarta: Andi Offset, 1998), hal. 3. 40

Penelitian sejenis ini disebut juga penelitian hukum doctrinal yaitu penelitian hukum yang mempegunakan data sekunder, Ronny Hanitijo, Penelitian hukum dan Jurimetri, (Jakarta: Ghalia Indonesia, 1998, hal. 10.

41

Bismar Nasution, Metode Penelitian Hukum Normatif dan Perbandingan Hukum, Makalah, disampaikan pada Dialog Interaktif tentang Penelitian Hukum danhasil penulisan hukum pada majalah Akreditasi, Fakultas hukum USU, tanggal 18 februari2003, hal. 1.

42

(47)

serta peraturan pelaksana lainnya yang berhubungan dengan kepailitan dan PKPU.

b. Bahan hukum Sekunder, yaitu bahan yang memberikan penjelasan mengenai hukum primer, seperti hasil-hasil penelitian, hasil karya dari kalangan pakar hukum serta bahan dokumen-dokumen lainnya yang berkaitan dengan kewenangan pengurus PKPU terhadap harta kekayaan perusahaan dalam kepailitan.

c. Bahan hukum Tersier, yaitu bahan hukum penunjang yang memberi petunjuk dan penjelasan terhadap bahan hukum primer dan sekunder, seperti kamus umum, kamus hukum, majalah, , jurnal, atau surat kabar sepanjang memuat informasi yang relevan dengan materi penelitian ini.43 3. Teknik Pengumpulan Data

Pengumpulan data dilakukan dengan cara study dokumen-dokumen yang relevan dengan penelitian ini di perpustakaan dan melakukan identifikasi data.44

4. Analisis Data.

Bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder yang diperoleh dianalisis secara normatif kualitatif , analisis tersebut dilakukan dengan memilih peraturan-peraturan hukum tentang kewenangan pengurus terhadap harta kekayaan perusahaan dalam penundaan kewajiban pembayaran utang. Langkah selanjutnya membuat sistematika kaidah-kaidah hukum dalam peraturan tersebut 43

Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji, Penelitian Hukum Normatif, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 1985), hal. 23.

44

(48)
(49)

BAB II

PENGATURAN INDEPENDENSI KEWENANGAN PENGURUS DALAM PENUNDAAN

KEWAJIBAN PEMBAYARAN UTANG (PKPU)

A. Dasar Hukum Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU)

Dalam ilmu hukum dagang, Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang ini dikenal juga dengan Surseance Van Betaling atau Suspension Of Payment.45 Ada dua cara yang disediakan oleh UUK_PKPU agar debitor dapat terhindar dari ancaman harta kekayaannya dilikuidasi ketika debitor telah atau akan berada dalam keadaan insolven. Cara yang pertama adalah dengan mengajukan Penundaan Kewajiban pembayaran utang disingkat PKPU. PKPU diatur dalam bab III, pasal 222 sampai dengan pasal 294 46

Cara yang kedua yang dapat ditempuh oleh debitor agar harta kekayaan terhindar dari likuidasi adalah mengadakan perdamaian antara debitor dengan para kreditornya

UU NO. 37 tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pemabayaran Utang (selanjutnya disingkat UUK-PKPU). Tujuan pengajuan PKPU, menurut pasal 222 ayat (2) UUK-PKPU, adalah untuk mengajukan rencana perdamaian yang meliputi tawaran pembayaran sebagian atau seluruh utang kepada kreditor. Menurut penjelasan pasal 222 ayat (2)UUK-PKPU, yang dimaksud dengan kreditor adalah baik kreditor konkuren maupun kreditor yang didahulukan.

45

Sunarmi, Op.cit., hal 200. 46

(50)

setelah debitor dinyatakan pailit oleh pengadilan. Perdamaian itu memang tidak dapat menghindarkan kepailitan, karena kepailitan itu sudah terjadi, tetapi apabila perdamaian itu tercapai maka kepailitan debitor yang telah diputuskan oleh pengadilan iitu menjadi berakhir.47

PKPU adalah prosedur hukum (atau upaya hukum) yang memberikan hak kepada setiap debitor maupun kreditor yang tidak dapat memperkirakan melanjutkan pembayaran utangnya, yang sudah jatuh tempo.

Dengan kata lain, dengan cara ini pula debitor dapat menghindarkan diri dari pelaksanaan likuidasi terhadap harta kekayaannya sekalipun kepailitan sudah diputuskan oleh pengadilan. Perdamaian tersebut dapat mengakhiri kepailitan debitor hanya apabila dibicarakan bersama melibatkan semua kreditor. Apabila perdamaian hanya diajukan dan dirundingkan dengan hanya satu atau beberapa kreditor, maka kepailitan debitor tidak dapat diakhiri.

48

PKPU terbagi dalam dua (2) tahap, yaitu tahap PKPU Sementara dan tahap PKPU Tetap. Berdasarkan pasal 225 ayat (2) UUK-PKPU, Pengadilan Niaga harus mengabulkan permohonan PKPU sementara. PKPU sementara diberikan untuk jangka waktu 45 hari, sebelum diselenggarakan rapat kreditor untuk memberikan kesempatan kepada debitor untuk mempresentasikan rencana perdamaian yang diajukannya. Sedangkan PKPU tetap diberikan untuk jangka waktu maksimum 270 hari, apabila pada hari ke-45 atau rapat PKPU dapat diajukan secara sukarela oleh debitur yang telah memperkirakan bahwa ia tidak akan dapat membayar utang-utangnya.

47

Ibid., hal. 327. 48

(51)

kreditor belum dapat memberikan suara mereka terhadap rencana perdamaian tersebut (pasal 228 (6) UUK-PKPU).

PKPU adalah suatu keringanan yang diberikan kepada suatu debitur untuk menunda pembayaran utangnya, si debitur mempunyai harapan dalam waktu yang relatif tidak lama akan memperoleh penghasilan yang akan cukup melunasi semua utang-utangnya.49

Berbagai asas hukum yang dapat digunakan dalam keadaan PKPU, adalah:

1. Asas good Faith (itikad baik), yang memberikan perlindungan hukum bagi pihak beritikad baik. Asas ini berkaitan dengan asas equity / reasonableness (kepatutan) dalam arti, jika asas itikad baik merupakan keinginan secara pribadi yang subjektif, maka asas kepatuhan mengandung unsure objektif, sehingga suatu keadaan wanprestasi harus dilihat dari keadaan perjanjian itu dibuat.

R. Subekti mendefinisikan itikad baik dengan uraian, sebagai berikut:

“Dalam melaksanakan hak-haknya seorang kreditur di dalam keadaan tertentu harus memperhatikan kepentingan debitornya. Kreditor yang mengklaim hak-haknya pada saat-saat yang tidak menguntungkan bagi debitor, harus dipertimbangkan sebagai perbuatan yang beritikad buruk”.

2. Asas Pacta Sunt Servanda (Perjanjian Harus Ditaati).

49

(52)

Perjanjian yang dibuat antara debitor dan kreditor pada proses PKPU, didalamnya terdapat rencana perdamaian yang diusulkan oleh debitor, maka harus dijalankan sesuai dengan rencana yang telah disepakati.

Kewajiban seseorang terhalang dengan adanya keadaan memaksa. Kriteria tentang kaadaan memaksa tersebut, antara lain:

a. Keadaan itu terjadi setelah dibuatkannya persetujuan;

b. Keadaan yang menghalangi itu harus mengenai prestasinya sendiri.

c. Debitur telah cukup berusaha menghindari peristiwa yang menghalangi tersebut.

d. Debitur tidak harus menanggung resiko.

e. Debitur tidak dapat menduga akan terjadinya peristiwa-peristiwa tersebut.

PKPU diberikan hanya pada saat-saat debitur benar-benar sudah tidak mampu yang harus dibuktikan dengan putusan pengadilan. Putusan pengadilan yang menyatakan penerimaan PKPU sementara.

Selain itu, dikenal pula empat (4) kualifikasi suatu perusahaan berdasarkan ukuran solvabilitas dengan likuiditas, yaitu:

(53)

2. Solvabel Illikuid, jika seluruh harta kekayaan perusahaan (berikut utangnya) lebih besar dari utangnya, tetapi perusahaan itu tidak dapat melunasi utang-utangnya tepat pada waktunya.

3. Insolvabel Likuid, jika seluruh harta kekayaan perusahaan (berikut utangnya) lebih kecil dari utangnya, tetapi perusahaan tersebut masih dapat melunasi utang-utangnya tepat pada waktunya.

4. Iinsolvable Illikuid, jika seluruh harta kekayaan perusahaan termasuk piutang, lebih kecil dari jumlah seluruh utang-utangnya dan perusahaan itu tidak mampu dan berada dalam keadaan berhenti membayar/ paailit (disebut insolvensi).

Sebagaimana telah dikemukakan di atas, upaya yang dapat dilakukan oleh debitor untuk dapat menghindari kepailitan adalah dengan melakukan upaya yang disebut PKPU. Upaya tersebut hanya dapat diajukan oleh debitor sebelum putusan pernyataan pailit ditetapkan oleh pengadilan, karena berdasarkan pasal 229 ayat (3) UUK-PKPU, permohonan PKPU harus diputuskan terlebih dahulu apabila permohonan pernyataan pailit dan permohonan PKPU sedang diperiksa pada saat yang bersaamaan.

Permohonan PKPU yang diajukan setelah adanya permohonan pernyataan pailit yang diajukan terhadap debitor, dapat diputus terlebih dahulu sebelum permohonan pernyataan pailit diputuskan, maka menurut pasal 229 ayat (4) wajib permohonan PKPU itu diajukan pada sidang pertama permohonan pemeriksaan pernyataan pailit.50

50

Sutan Remi Syahdeini, Op. cit., hal 329

(54)

analogi atau penafsiran yang lebih luas yaitu sebelum ada keputusan pernyataan pailit oleh hakim maka pemohonan PKPU masih bisa diajukan ke pengadilan yang sama, dan dalam hal ini hakim tetap harus mendahulukan permohonan PKPU.

Pada hakikatnya PKPU berbeda dengan kepailitan, PKPU tidak berdasarkan pada keadaan dimana debitor tidak membayar utangnya atau insolven dan juga tidak bertujuan dilakukannya pemberesan budel pailit. PKPU tidak dimaksudkan untuk kepentingan debitor saja, melainkan juga untuk kepentingan para kreditornya. Menurut Fred B.G. tumbuan, PKPU bertujuan menjaga jangan sampai seorang debitor, yang karena suatu keadaan semisal keadaan likuid dan sulit memperoleh kredit, dinyatakan pailit, sedangkan bila ia diberi waktu besar kemungkinan ia akan mampu untuk melunaskan utang-utangnya, jadi dalam hal ini akan merugikan para kreditor juga.51

Kartini Muljadi, menambahkan bahwa debitor selama PKPU tidak kehilangan penguasaan dan hak (beheer en beschikking) atas kekayaannya, tetapi hanya kehilangan kebebasannya dalam menguasai kekayaannya.

Oleh karenanya dengan memberi waktu dan kesempatan kepada debitor melalui PKPU maka debitor dapat melakukan reorganisasi usahanya ataupun restrukturisasi utang-utangnya, sehingga ia dapat melanjutkan usahanya dan dengan demikian ia dapat melunasi utang-utangnya.

52

51

Ibid, hal 329.

Apabila dalam kepailitan debitor tidak lagi berwenang mengurus dan memindahtangankan kekayaannya, tetapi dalam PKPU debitor masih dapat melakukan pengurusan dan kepemilikan atas harta kekayaannya asalkan hal tersebut disetujui oleh pengurus PKPU (pasal 240 ayat (1) UUK-PKPU). Selanjutnya Pasal 240

52

(55)

ayat (4) UUK-PKPU menyebutkan, bahkan atas dasar kewenangan yang diberikan oleh pengurus PKPU, debitor dapat melakukan pinjaman dari pihak ketiga semata-mata dalam rangka meningkatkan nilai harta debitur. Dalam hal ini bila untuk mendapatkan pinjaman dimintakan jaminan atau agunan maka yang dapat dijaminkan adalah terhadap harta debitor yang belum dijadikan jaminan utang sebelumnya.

Dengan demikian jelaslah perbedaan antara PKPU dan kepailitan, dimana dalam PKPU debitor tetap memiliki kewenangan untuk melakukan perbuatan hukum mengalihkan dan mengurus kekayaannya sepanjang hal itu dilakukan dengan persetujuan pengurus PKPU yang ditunjuk secara khusus oleh pengadilan berkenaan dengan prose PKPU tersebut. Sedangkan dalam hal debitor dinyatakan pailit oleh pengadilan, maka debitor tersebut tidak lagi berwenang untuk mengurus dan mengalihkan harta kekayaannya yang telah menjadi harta pailit. Kewenangan tersebut sepenuhnya berada ditangan kurator.

Prinsip PKPU jelas berbeda dengan prinsip kepailitan, yaitu untuk memperoleh pelunasan secara proporsional dari utang-utangn debitor. Meskipun pada prinsipnya kepailitan masih membuka pintu menuju perdamaian.53

53

Adrian Sutedi, Op. Cit., hal. 37.

(56)

mengajukan permohonan pembatalan perjanjian perdamaian kepada pengadilan niaga dan debitor otomatis dinyatakan pailit. Hal ini juga berbeda dengan proses restructuring biasa, yang apabila terjadi breach perjanjian, tentunya harus dilalui proses gugat perdata yang berliku-liku dan waktunya panjang. Proses restructuring hanya mengikat kreditor tertentu saja namun dalam PKPU mengikat semua kreditor. Sedangkan dalam kepailitan, walaupun juga ada mengenal perdamaian, namun pada dasarnya kepailitan itu ditujukan pada pemberesan harta pailit yang dilakukan dengan cara menjual seluruh boedel pailit dan membagikan hasil penjualan tersebut kepada para kreditor yang berhak menurut urutan yang ditentukan dalam Undan-Undang.

B. Permohonan PKPU Dan Putusan Hakim

1. Permohonan PKPU

(57)

Sebaiknya dalam hal ini dimungkinkan pula bagi kreditor apabila dari laporan keuangan yang dikirim oleh debitor kepada kreditor seperti dalam perjanjian kredit yang diberikan oleh bank ditentukan bahwa dalam waktu-waktu tertentu wajib menyampaikan laporan keuangannya kepada bank (kreditor), maka kreditor dapat pula untuk mengajukan permohonan PKPU, sama halnya seperti debitor. Maka dalam hal ini tidak menolak permohonan PKPU oleh kreditor apabila kreditor dapat membuktikan bahwa debitor diperkirakan tidak dapat melanjutkan pembayaran utang-utangnya ketika utang-utang itu sudah jatuh waktu dan dapat ditagih.54

Menurut pasal 222 ayat (1), debitor dapat mengajukan PKPU hanya apabila debitor mempunyai lebih dari satu kreditor. Selain itu menurut pasal 222 ayat (2) debitor juga sudah dalam keadaan tidak dapat membayar utang-utangnya yang sudah

a. Mempunyai lebih dari satu kreditor, dan

b. Sudah dalam keadaan tidak dapat melanjutkan membayar utang-utangnya yang sudah jatuh waktu dan dapat ditagih, atau

c. Memperkirakan tidak akan dapat melanjutkan membayar utang-utangnya yang sudah jatuh waktu dan dapat ditagih.

Jatuh waktu dan dapat ditagih artinya adalah debitor telah berada dalam keadaan berhenti membayar utang-utangnya.

Seorang debitor dapat mengajukan PKPU apabila:

54

(58)

Menurut pasal 222 ayat (1) dan ayat (3) UUK-PKPU, dapat diketahui juga bahwa selain debitor maka kreditor juga dapat mengajukan PKPU. Untuk jelasnya isi pasal 222 ayat (3) adalah sebagai berikut: “Kreditor yang memperkirakan bahwa debitor tidak dapat melanjutkan membayar utangnya yang sudah jatuh waktu dan dapat ditagih, dapat memohon agar kepada debitor diberi PKPU, untuk memungkinkan debitor mengajukan rencana perdamaian yang meliputi tawaran pembayaran sebagian atau seluruh utang kepada kreditornya”.

Dari ketentuan pasal 222 ayat (3) diatas, maka pengajuan PKPU dapat saja diajukan oleh kreditor namun rencana perdamaian tetap diajukan oleh debitor dan kreditor tinggal menyetujui atau tidak rencana perdamaian tersebut.

Referensi

Dokumen terkait

Jika dibantu oleh orang awas, tunanetra merasa kurang puas karena jenis hidangan yang diambilkan tidak sesuai dengan selera, atau kondisi nasi dan lauk pauk yang diambilkan di

kendaraan dijalan raya dengan kecepatan pelan hingga kencang Direkam nilai data minimal hingga data maksimal Sukses 3 Menyimpan data putaran mesin kendaraan normal

Dipertimbangkan untuk melakukan operasi sesuai dengan rekomendasi WHO yaitu katarak yang sudah menyebabkan kebutaan, dengan visus <3/60 pada mata terbaiknya, menunda

Menurut Edwards ada empat variabel yang secara langsung maupun tidak langsung terkait dan secara simultan yang akan menjadi prasyarat dan karenanya harus

Ta je podudarnost teza o “obi č nosti” kulture ovdje postavljena tek kao metonimija jer je na zna č ajnije veze i otvorena pitanja koja doti č u problem marksisti č kih

Persamaan dasar ( governing equation ) fluida ideal dalam formulasi Lagrange telah digunakan oleh Grimshaw (1981)[3] untuk menurunkan persamaan Korteweg-de Vries (KdV) bagi

Kesimpulan yang dapat peneliti ambil bahwa Dampak Pola Asuh terhadap hubungan sosial anak di luar asrama yang dominan dilakukan oleh anak keluarga Polri adalah

Trilyun) Kapitalisasi Pasar (Milyar US$)** Volume Transaksi (Milyar Saham) Nilai Perdagangan (Rp. Trilyun) Frekuensi Transaksi (ribu kali) Jumlah Hari Bursa.. Rata-rata