• Tidak ada hasil yang ditemukan

Tinjauan Yuridis Tindak Pidana Pencemaran Nama Baik Melalui Internet (Studi Kasus Prita Mulyasari)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Tinjauan Yuridis Tindak Pidana Pencemaran Nama Baik Melalui Internet (Studi Kasus Prita Mulyasari)"

Copied!
93
0
0

Teks penuh

(1)

(STUDI KASUS PRITA MULYASARI)

SKRIPSI

Diajukan Untuk Melengkapi Tugas-Tugas dan Memenuhi Syarat-Syarat Untuk Mencapai Gelar

Sarjana Hukum

Oleh :

GIDION NAINGGOLAN NIM : 060200280 Departemen : Hukum Pidana

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

2010

(2)

NAMA BAIK MELALUI INTERNET

(STUDI KASUS PRITA MULYASARI)

SKRIPSI

Diajukan Untuk Melengkapi Tugas-Tugas dan Memenuhi Syarat-Syarat Untuk Mencapai Gelar

Sarjana Hukum

Oleh :

GIDION NAINGGOLAN NIM : 060200280 Departemen : Hukum Pidana

Ketua Departemen

Abul Khair, SH, M.Hum NIP. 19610702 198903 1 001

Pembimbing I Pembimbing II

Prof. Dr. Syafruddin Kalo, SH, M.Hum Abul Khair, SH, M.Hum

NIP. 19510206 198002 1 001 NIP. 19610702 198903 1 001

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

(3)

KATA PENGANTAR

Dengan segala kerendahan hati, Penulis mengucapkan puji dan syukur ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena berkat kasih karunia-Nya Penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan baik.

Penulisan skripsi ini berjudul : “TINJAUAN YURIDIS TINDAK PIDANA PENCEMARAN NAMA BAIK MELALUI INTERNET (STUDI KASUS PRITA MULYASARI)”, merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Huku m.

Penulis merasa terdorong untuk mengangkat kasus ini menjadi judul skripsi, mengingat kasus ini menjadi berita nasional yang mendapat perhatian dari masyarakat luas. Selain itu, oleh beberapa pihak kasus ini juga dianggap mengancam kebebasan berpendapat. Untuk mengetahui secara pasti tentang hal ini, maka Penulis merasa penting untuk mengangkat judul ini.

Meskipun Penulis sudah berusaha semaksimal mungkin untuk melaksanakan penyusunan skripsi ini dengan sebaik – baiknya, namun sebagai manusia biasa yang mempunyai keterbatasan kemampuan dan pengetahuan, Penulis menyadari bahwa penulisan skripsi ini masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu Penulis dengan kerendahan hati menerima segala kritik dan saran yang bersifat konstruktif daari pembaca guna penyempurnaan skripsi ini.

Pada kesempatan ini, Penulis juga ingin menyampaikan ucapan terima kasih yang setulus – tulusnya kepada seluruh pihak yang telah membantu penulis, baik langsung maupun tidak langsung, selama penyusunan skripsi ini, maupun selama menempuh perkuliahan, khususnya kepada :

1. Bapak Prof. Dr. Runtung Sitepu, SH, M.Hum, selaku Dekan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara;

2. Bapak Abul Khair, SH, M.Hum, selaku Ketua Jurusan Hukum Pidana Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara, sekaligus sebagai Dosen Pembimbing II dalam penyusunan skripsi ini, terima kasih atas bimbingan yang telah Bapak berikan kepada Penulis;

3. Bapak Prof. Dr. Syafruddin Kalo, SH, M.Hum, selaku Dosen Pembimbing I dalam penyusunan skripsi ini, terima kasih atas bimbingan yang telah Bapak berikan kepada Penulis;

4. Bapak M. Hayat, SH, sebagai Dosen Wali Penulis, yang telah banyak membantu Penulis selama masa perkuliahan;

5. Bapak dan Ibu Dosen Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara, yang tidak dapat saya sebutkan satu per satu, yang telah memberikan kuliah kepada Penulis selama masa perkuliahan, memberikan banyak bantuan kepada Penulis, dan memberikan banyak pelajaran berharga bagi Penulis;

(4)

7. Kepada sahabat terkasih, Retta Sitorus, “Terima Kasih ya... atas persahabatan dan hari – hari indah yang telah kita lalui bersama, semoga kita dapat selalu menjadi sahabat baik”;

8. Kepada teman – teman sefakultas, Doni Panjaitan, John Hendrik Hasibuan, Putra Y. Grath Barus, dan semua rekan – rekan stambuk 2006 yang telah banyak memberi bantuan kepada Penulis, baik dalam masa perkuliahan, maupun pada waktu penyusunan skripsi ini, yang tidak dapat saya sebutkan satu per satu.

Kepada semua pihak yang belum disebutkan, Penulis mengucapkan terimakasih yang setulus – tulusnya atas dukungan moril, materil, dan semangat serta doa yang diberikan kepada Penulis, semoga kiranya Tuhan Yang Maha Esa membalas budi baik yang diberikan oleh semua pihak kepada Penulis.

Besar harapan Penulis, semoga tulisan ini dapat berguna dalam memperluas wawasan dan menambah pengetahuan bagi semua pihak.

Penulis,

(5)

ABSTRAKSI

Sejak bergulirnya era Reformasi yang ditandai dengan runtuhnya rezim Orde Baru, terjadi perubahan dalam iklim demokrasi di negara kita. Kebebasan adalah menjadi salah satu diri utamanya. Siapa saja berhak menyuarakan pendapat dan keinginannya tanpa tekanan dari pihak manapun, karena sudah dijamin oleh Undang – Undang Dasar.Angin reformasi mengantarkan masyarakat ke dalam era kebebasan yang sesungguhnya setelah sekian lama hidup dalam pemasungan, pengekangan dan pengungkungan. Kebebasan dalam menyampaikan aspirasi dan pemikiran ini telah ditegakkan, terlebih sejak dikeluarkannya Undang – Undang Nomor 40 Tahun 1999 Tentang Pers. Sejak itu, arus informasi semakin kencang berhembus di masyarakat tanpa ada rasa takut lagi.Namun pada waktu belakangan ini, kebebasan yang ada itu agaknya sedikit terusik sejak Prita Mulyasari, wanita yang mengirimkan surat elektronik (email) kepada beberapa temannya tentang keluhannya terhadap Rumah Sakit Omni Internasional, ditahan pada tanggal 13 Mei 2009 atas tuduhan telah melakukan pencemaran nama baik.

Dalam penyusunan skripsi ini Penulis mempergunakan jenis metode pengambilan data, yaitu metode studi kepustakaan. Dengan metode studi kepustakaan dilakukan pengumpulan data sebanyak mungkin yang berasal dari referensi yang relevan dan berhubungan dengan permasalahan, yaitu meliput i buku, teks, artikel, maupun berita dari internet, dan putusan dari Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, maka didapatlah hasil yang dapat menjawab semua permasalahan berhubungan dengan judul skripsi ini.

(6)

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR

ABSTRAK

DAFTAR ISI

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang ... 1

B. Perumusan Masalah ... 6

C. Tujuan dan Manfaat Penulisan ... 6

D. Keaslian Penulisan ... 7

E. Tinjauan Kepustakaan ... 7

1. Pengertian Pencemaran Nama Baik ... 7

2. Pengertian Internet ... 10

F. Metode Penelitian ... 18

G. Sistematika Penulisan ... 21

BAB II BEBERAPA PENGERTIAN TINDAK PIDANA PENCEMARAN NAMA BAIK ... 23

(7)

B. Pengertian Pencemaran Nama Baik Menurut Undang – Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan

Transaksi Elektronik ... 27

C. Pengertian Pencemaran Nama Baik Menurut Undang- Undang Nomor Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers ... 33

BAB III SUATU TINJAUAN KENDALA DALAM PROSES PENYELESAIAN TINDAK PIDANA PENCEMARAN NAMA BAIK ... 57

A. Tindak Pidana Pencemaran Nama Baik ... 57

B. Pembuktian dan Penatalaksanaan Pencemaran Nama Baik ... 60

BAB IV ALTERNATIF PEMECAHAN DALAM PENYELESAIAN TINDAK PIDANA PENCEMARAN NAMA BAIK ... 72

A. Alternatif Pemecahaan Dalam Penyelesaian Tindak Pidana Pencemaran Nama Baik ... 72

B. Kasus Pencemaran Nama Baik Terhadap Prita Mulyasari ... 74

C. Analisis Kasus ... 78

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 82

A. Kesimpulan ... 82

B. Saran ... 83

(8)

ABSTRAKSI

Sejak bergulirnya era Reformasi yang ditandai dengan runtuhnya rezim Orde Baru, terjadi perubahan dalam iklim demokrasi di negara kita. Kebebasan adalah menjadi salah satu diri utamanya. Siapa saja berhak menyuarakan pendapat dan keinginannya tanpa tekanan dari pihak manapun, karena sudah dijamin oleh Undang – Undang Dasar.Angin reformasi mengantarkan masyarakat ke dalam era kebebasan yang sesungguhnya setelah sekian lama hidup dalam pemasungan, pengekangan dan pengungkungan. Kebebasan dalam menyampaikan aspirasi dan pemikiran ini telah ditegakkan, terlebih sejak dikeluarkannya Undang – Undang Nomor 40 Tahun 1999 Tentang Pers. Sejak itu, arus informasi semakin kencang berhembus di masyarakat tanpa ada rasa takut lagi.Namun pada waktu belakangan ini, kebebasan yang ada itu agaknya sedikit terusik sejak Prita Mulyasari, wanita yang mengirimkan surat elektronik (email) kepada beberapa temannya tentang keluhannya terhadap Rumah Sakit Omni Internasional, ditahan pada tanggal 13 Mei 2009 atas tuduhan telah melakukan pencemaran nama baik.

Dalam penyusunan skripsi ini Penulis mempergunakan jenis metode pengambilan data, yaitu metode studi kepustakaan. Dengan metode studi kepustakaan dilakukan pengumpulan data sebanyak mungkin yang berasal dari referensi yang relevan dan berhubungan dengan permasalahan, yaitu meliput i buku, teks, artikel, maupun berita dari internet, dan putusan dari Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, maka didapatlah hasil yang dapat menjawab semua permasalahan berhubungan dengan judul skripsi ini.

(9)

A. Latar Belakang

Pada mulanya jaringan internet hanya dapat digunakan oleh lingkungan pendidikan (perguruan tinggi) dan lembaga penelitian. Kemudian tahun 1995, internet baru dapat digunakan untuk publik. Beberapa tahun kemudian, Tim Berners – Lee mengembangkan aplikasi world wide web (www) yang memudahkan orang untuk mengakses informasi di internet. Setelah dibukanya internet untuk keperluan publik semakin banyak muncul aplikasi – aplikasi bisnis di internet.1

Aplikasi bisnis yang berbasiskan teknologi internet ini mulai menunjukkan adanya aspek finansial.2

Kelompok jaringan kerja dari IEFT membangun Guidelines for the Secure Operation of the Internet, yang mempromosikan kolaborasi pembangunan dari

system peraturan keamanan yang harus diimplementasikan berdasarkan basis kerelaan dari masyarakat internet. Pedoman tersebut point utamanya meliputi :

Misalnya, internet digunakan sebagai sarana untuk memesan/reservasi tiket (pesawat terbang, kereta api), hotel, pembayaran tagihan telepon, listrik, dan sebagainya. Hal ini ini mempermudah konsumen dalam menjalankan aktivitas/transaksi bisnisnya. Konsumen tidak perlu keluar rumah dan antri untuk memperoleh layanan yang diinginkan karena dapat dilakukan di dalam rumah, begitu pula tingkat keamanannya yang relatif lebih terjaga.

3

1

Budi Rahardjo, Pernak Pernik Peraturan dan Pengaturan Cyberspace di Indonesia, 2003, http//www.budi.insan.co.id

2 Ibid 3

(10)

1. Pengguna bertanggung jawab pribadi untuk mengerti dan mengormati sistem kebijakan keamanan (komputer dan jaringan). Pengguna mempertanggungjawabkannya untuk perilaku mereka sendiri.

2. Pengguna mempunyai tanggung jawab menjalankan mekanisme keamanan yang tersedia dan prosedur untuk melindingi data mereka sendiri.

3. Penyedia jasa dan jaringan bertanggung jawab untuk pembiayaan operasi sistem keamanan mereka. Mereka selanjutnya bertanggung jawab untuk memberitahukan pengguna dari kebijakan keamanan dan tiap perubahan untuk kebijakan ini.

4. Vendor dan pembangunan sistem bertanggung jawab untuk menyediakan sistem yang mendengar dan mewujudkan kelayakan pengawasan keamanan. 5. Pengguna, penyedia jasa hardware dan software harus bertanggung jawab

untuk mengoperasikan sistem keamanan.

6. Perbaikan teknis di protokol keamanan internet seharusnya mencari permasalahan mendasar.

Suatu pedoman (guidelines) meliputi prinsip set yang harusnya diambil ke dalam laporan tidak hanya oleh organisasi yang menata rencana keamanan, tetapi juga oleh legislator yang menetapkan legal framework untuk keamanan komputer. Prinsip-prinsip itu adalah sebagai berikut :4

1. Accountability, pemilik, penyedia, pengguna dan pemerhati lainnya

dengan system keamanan informasi seharusnya bertnggung jawab dan mempertanggung jawabkannya.

4

(11)

2. Awareness, yaitu memperluas kemungkinan tanpa mengompromikan, semua pihak seharusnya dapat mengakses keuntungan dengan cepat terhadap materi ilmu pengetahuan dan keamanan.

3. Ethics, sistem informasi dan keamanan mereka seharusnyadipromosikan

dengan cara menghormati hak – hak dan kepentingan pihak lain.

4. Multidiciplinary, ketentuan keamanan seharusnya menempatkan risiko

dari bahaya dan risiko dari sistem nilai promosi.

5. Integration, ketentuan keamanan seharusnya menggabungkan setiap aspek

kebijakan, kebijakan dan prosedur organisasi lainnya.

6. Timelines, aturan pencegahan dan merespon cabang pada keamanan

sehaarusnya diambil setiap waktu.

7. Proportionality, ketentuan keamanan seharusnya menempatkan risiko dari

bahaya dan risiko dari system nilai informasinya.

8. Reassesment, keamanan seharusnya dinilai secara periodic menyangkut

pengembangan system informasi yang melewati batas.

9. Democracy, system keamanan informasi seharusnya seimbang dengan

penggunaan legitimasi arus informasi dalam masyarakat demokrasi.

Umumnya suatu masyarakat yang mengalami perubahan akibat kemajuan teknologi, banyak melahirkan masalah – masalah sosial. Hal itu terjadi karena kondisi masyarakat itu sendiri yang belum siap menerima perubahan atau dapat pula karena nilai – nilai masyarakat yang telah berubah dalam menilai kondisi lama sebagai kondisi yang tidak lagi dapat diterima.5

5 Horton, Paul B. dan Chester L. hunt,

(12)

Dampak negatif terjadi pula akibat pengaruh penggunaan media internet dalam kehidupan masyarakat dewasa ini. Melalui media internet beberapa jenis tindak pidana semakin mudah untuk dilakukan seperti, tindak pidana pencemaran nama baik, pornografi, perjudian, pembobolan rekening, perusakan jaringan cyber (hacking), penyerangan melalui virus (virus attack) dan sebagainya.6

Kisah Prita bermula saat ia memeriksakan kesehatannya di RS Omni Internasional pada 7 Agustus 2008. Hasil laboratorium menyatakan kadar trombositnya 27.000, jauh di bawah normal 200.000. Akibatnya ia harus menjalani rawat inap dan mendapat terapi sejumlah obat. Setelah beberapa hari dirawat, kondisi Prita tak membaik. Saat keluarga meminta penjelasan, dokter malah menyampaikan revisi hasil tes trombosit dari 27.000 menjadi 181.000 tanpa memberikan lembar tertulis laboratorium. Dokter mengatakan Prita menderita demam berdarah. Namun kesembuhan tak kunjung Prita dapat. Lehernya malah bengkak. Maka ia memutuskan pindah rumah sakit. Di rumah sakit kedua, Prita ternyata didiagnosa menderita penyakit gondong bukan demam berdarah. Prita pun sembuh. Atas kondisi itulah Prita merasa dirugikan RS Omni Internasional. Ibu dua anak itu kemudian menulis surat keluhan dan mengirim kepada sejumlah rekannya melalui email. Dalam waktu singkat email itu beredar luas di sejumlah

6 Cybercrime adalah kejahatan dengan internet sebagai alat bantunya atau kejahatan di dunia maya. Cybercrime merupakan kejahatan bentuk baru yang sama sekaliberbeda dengan bentuk- bentuk kejahatan konvensional yang selama ini dikenal. Dengan menggunakan Internet, jenis kejahatan cybercrime tidak dapat sepenuhnya dapat terjangkau oleh hukum yang berlaku saat ini. Kejahatan – kejahatan yang dimaksud , contohnya :

a.Penggunaan nama domain yang bertentangan dengan Hak Kekayaan Intelektual milik orang lain.

b.Perbuatan dengan sengaja dan melawan hukum mengakses , menahan dan mengintresepsi pengiriman data serta menghapus atau merusak data melalui computer atau media elektronik lainnya dengan atau tanpa merusak system pengaman.

(13)

milis dan blog. Surat itu pun terbaca manajemen RS Omni Internasional. Atas keluhan Prita, rumah sakit di kawasan Alam Sutera itu kemudian menyeret Prita ke jalur hukum dengan tuduhan pencemaran nama baik. Prita yang terancam enam tahun penjara ditahan pada 13 Mei 2009. Namun tiga minggu kemudian hakim mengabulkan penangguhan penahanan Prita setelah muncul berbagai dukungan dari publik dan pejabat pemerintah. Hakim Pengadilan Negeri Tangerang juga menghentikan kasus Prita melalui putusan sela pada 25 Juni lalu. Namun, jaksa mengajukan banding atas keputusan tersebut dan terkabul.7

Pidana adalah nestapa yang dikenakan oleh negara kepada seorang yang melakukan pelanggaran terhadap ketentuan – ketentuan undang – undang, sengaja agar dirasakan sebagai nestapa.8

7

http://di.blogospheree.com/koin-keadilan-untuk-prita-mulyasari.html

8 Sudarto, Kapita Selekta Hukum Pidana, Bandung, Penerbit Alumni, 1981, hal 109-110 Topik tersebut cukup menarik untuk diselidiki dan dibahas.

Berdasarkan uraian di atas dapat diambil kesimpulan bahwa judul yang telah penulis ambil topik dalam penulisan ini adalah relevan dan memenuhi syarat yang tersebut di atas. Penulis sangat tertarik juga untuk menentukan TINJAUAN

YURIDIS TINDAK PIDANA PENCEMARAN NAMA BAIK MELALUI

(14)

B. Permasalahan

Dalam pembuatan suatu karya ilmiah khususnya skripsi, maka untuk mempermudah penulis dalam pembahasan, perlu dibuat suatu permasalahan yang sesuai dengan judul yang diajukan penulis.

Jadi yang menjadi masalah – masalah pokok didalam skripsi ini adalah sebagai berikut :

1. Bagaimana Bentuk – Bentuk Pencemaran Nama Baik?

2. Bagaimana Penyelesaian Terhadap Tindak Pidana Pencemaran Nama Baik?

C. Tujuan dan Manfaat

Tujuan dari penulisan ini adalah sebagai berikut :

1. Untuk mengetahui Bentuk- Bentuk Pencemaran Nama Baik.

2. Untuk mengetahui Penyelesaian Terhadap Tindak Pidana Pencemaran Nama Baik.

Manfaat penulisan skripsi ini adalah sebagai berikut:

1. Manfaat teoritis

Penulis berharap karya ilmiah dalam bentuk skripsi ini memberikan manfaat bagi kalangan akademis pada khususnya mahasiswa dan masyarakat pada umumnya yang membutuhkan informasi mengenai proses penyelesaian. Penulis juga berharap bahwa karya ilmiah ini memberikan manfaat yang sebesar – besarnya bagi nusa dan bangsa.

2. Manfaat praktis

(15)

2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE), serta merupakan bagian dari undang-undang tersebut sungguh – sungguh dapat dijadikan sarana pembangunan atau bagian dari hukum pembangunan yang akan mengawal proses pembangunan yang semakin melaju.

D. Keaslian Penulisan

Dalam menyelesaikan penulisan skripsi ini adalah asli, dari ide, gagasan, pemikiran dan usaha penulis sendiri, tanda ada penipuan, penjiplapakan atau dengan cara lain yang dapat merugikan pihak- pihak tertentu . Hasil dari upaya penulis dalam mencari keterangan-keterangan baik berupa majalah, koran, buku-buku, peraturan perundangan-undangan dan pihak-pihak laian yang sangat erat kaitannya dengan TINJAUAN YURIDIS TINDAK PIDANA PENCEMARAN

NAMA BAIK MELALUI INTERNET (STUDI KASUS PRITA

MULYASARI).

E. Tinjauan Kepustakaan

1. Pengertian Pencemaran Nama Baik

(16)

Kitab Undang – Undang Hukum Pidana ditambah unsur memberitahu secara umum.

Undang – Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi Transaksi Elektronik, Pasal 103 Kitab Undang – Undang Hukum Pidana, serta 311 Kitab Undang – Undang Hukum Pidana sangat berbeda dengan Undang – Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Hak – Hak Konsumen. Dalam hal ini konsumen perlu mendapatkan perlindungan. Perlindungan konsumen cakupannya adalah jasa komersial, seperti jasa perbankan, asuransi, dan jasa profesional seperti pengacara, akuntan, dalam konteks sebagai produsen.

Pasal 4 Undang- Undang Nomor 8 Tahun 1999 mengatur tentang hak – hak konsumen yaitu :

a. Hak atas kenyamanan, keamanan dan keselamatan dalam mengkonsumsi barang dan/atau jasa.

b. Hak untuk memilih barang dan/atau jasa serta mendapatkan barang dan/atau jasa tersebut sesuai dengan nilai tukar dan kondisi serta jaminan yang dijanjikan.

c. Hak atas informasi yang benar, jelas dan jujur mengenai kondisi dan jaminan barang dan/atau jasa.

d. Hak untuk didengar pendapat dan keluhannya atas barang dan/atau jasa yang digunakan.

e. Hak untuk mendapatkan advokasi, perlindungan dan upaya penyelesaian sengketa perlindungan konsumen secara patut.

(17)

g. Hak untuk diperlakukan atau dilayani secara benar dan jujur serta tidak diskriminatif.

h. Hak untuk mendapatkan kompensasi, ganti rugi dan/atau penggantian, apabila barang dan/atau jasa yang diterima tidak sesuai dengan perjanjian atau tidak sebagaimana mestinya.

i. Hak – hak yang diatur dalam ketentuan peraturan perundangan – undangan lainnya.

Undang- Undang Nomor 8 Tahun 1999 pada dasarnya memberikan jalan menyelesaikan sengketa konsumen, justru hal tersebut berbeda dengan Pasal 103 Kitab Undang – Undang Hukum Pidana, sedangkan Undang – Undang Nomor 11 Tahun 2008 harus di jo Pasal 310 Kitab Undang – Undang Hukum Pidana tentang pencemaran nama baik.

Pasal 310 ayat (2) Kitab Undang – Undang Hukum Pidana yang unsur – unsurnya sebagai berikut :

1. Unsur “barangsiapa”. 2. Unsur “sengaja”.

3. Unsur “merusak kehormatan atau nama baik seseorang dengan tulisan atau gambar”.

4. Unsur “disiarkan, dipertunjukan pada umum atau ditempel”.

(18)

1.Unsur “barangsiapa”.

2.Unsur “melakukan kejahatan atau menista dengan tulisan”. 3. Unsur “membuktikan tuduhannya benar atau tidak”.

Pasal 27 ayat (3) Undang – Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik menyatakan “dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan dan/atau mentransmisikan dan /atau membuat dapat diaksesnya informasi elektronik dan/atau dokumen elektronik yang memiliki muatan penghinaan dan/atau pencemaran nama baik”.

2. Pengertian Internet

Dengan masuknya media internet dalam dunia perdagangan/bisnis, banyak hal – hal mengalami perubahan, seperti pendekatan para pihak dalam bertransaksi menjadi semakin renggang, karena masing – masing pihak praktis tidak mengenal secara dekat satu sama lain (pengenalan hanya diketahui melalui media komputer), ketidakjelasan mengenai barang yang ditawarkan, terlebih bila barang yang ditawarkan membutuhkan pengenalan secara fisik (seperti parfum, obat – obatan), kepastian bahwa barang yang dikirim sesuai dengan barang yang dipesan, padahal kita ketahui bahwa hubungan yang timbul antara konsumen dengan pelaku usaha senantiasa dimaksud agar kedua belah pihak menikmati keuntungan.

(19)

yang sekarang berlaku di Indonesai masih berbasis pada sesuatu yang sifat fisiknya belum kepada virtual/maya.

Semakin pesatnya sistem teknologi ilmu komunikasi dan semakin mengglobalnya segala sistem, semakin memperpendek jarak dan batas antar negara telah mempermudah segala hal. Sistem komunikasi dengan media internet telah mendominasi berbagai pola bentuk kehidupan manusia, terutama dibidang model yang inovatif dan kreatif yang mengikuti perkembangan teknologi canggih dibidang sarana komunukasi dan telemunikasi. Hal ini ditandai dengan munculnya internet, cybernet atau world wide web (www), yakni teknologi yang memungkinkan adanya transformasi secara cepat keseluruh jaringan dunia melalui dunia maya.9

Menurut Soerjono Soekanto, kemajuan di bidang teknologi akan berjalan bersamaan dengan munculnya perubahan – perubahan di bidang kemasyarakatan. Perubahan-perubahan di dalam masyarakat dapat mengenai nilai sosial, kaidah – kaidah sosial, pola – pola perikelakuan, organisasi, dan susunan lembaga kemasyarakatan.10

Pesatnya perkembangan teknologi itu telah membentuk masyarakat informasi internasional, termasuk di Indonesia. Sehingga, satu sama lain menjadikan belahan dunia ini sempit dan berjarak pendek. Berbisnis pun begitu mudahnya, seperti membalikkan telapak tangan saja.11

9

Nidyo Pramono, “Beberapa Aspek Penting Terkait Dengan Pengembangan Konsentrasi Hukum Bisnis Dala Era Global.” Makalah disampaikan pada Workshop Program Ilmu Doktor Ilmu Hukum UII, Yogyakarta, Rabu 1 November 2000, hlm. 5

10

Soejono Soekanto, Pokok- pokok Sosiologi Hukum, ( Jakarta :Rajawali Pers, 1980), hlm. 87-88

11

(20)

Menurut mantan Menteri Negara Komunikasi dan Informasi pada Kabinet Indonesia Bersatu I, Syamsul Muarif, teknologi telah mengubah pola kehidupan manusia di berbagai bidang, sehingga secara langsung telah mempengaruhi munculnya perbuatan hukum baru di masyarakat. Bentuk – bentuk perbuatan hukum itu perlu mendapatkan penyesuaian, seperti melakukan harmonisasi terhadap beberapa perundangan yang sudah ada, mengganti jika tidak sesuai lagi, dan membentuk ketentuan hukum yang baru.12

Pembentukan peraturan perundang – undangan di era teknologi informasi ini harus dilihat dari berbagai aspek. Misalnya dalam hal pengembangan rule of law dan internet, jurisdiksi dan konflik hukum, pengakuan hukum terhadap dokumen serta tanda tangan elektronik, perlindungan dan privasi konsumen, cybercrime, pengaturan konten dan cara-cara penyelesaian sengketa domain.13

Nama domain sebagai unsur penting dalam internet merupakan alamat jati diri seseorang, perkumpulan, organisasi, atau badan usaha, yang dapat dilakukan untuk berkomunikasi melalui internet, yang berupa kode atau susunan karakter yang bersifat unik dan menunjukkan lokasi tertentu dalam internet.14 Secara teknis, nama domain adalah konversi dari alamat IP (Internet Protocol) yang merupakan alamat (dalam angka) suatu host, server atau komputer yang terhubung pada jaringan internet yang dikelola oleh institusi yang memiliki jaringan global.15

12

Syamsul Muarif, “ Menunggu Lahirnya Cyber Law, dalam http//www.cybernews.cbn.net.id.html akses tanggal 26 Desember 2004

13 Ibid 14

Pasal 1 Angka 19 RUU ITE. Ketentuan tentang nama domain juga diatur dalam Pasal 23 RUU ITE versi 20 Agustus 2004

15 Ahmad M. Ramli,

(21)

Kasus nama domain di Indonesia yang telah diputus oleh Mahkamah Agung adalah kasus Mustika Ratu.16

Kemajuan teknologi yang ditandai dengan munculnya penemuan-penemuan baru seperti internet, merupakan salah satu penyebab munculnya perubahan sosial, disamping penyebab lainnya seperti bertambah atau berkurangnya penduduk, pertentangan – pertentangan dalam masyarakat, terjadinya pemberontakan atau revolusi di dalam tubuh masyarakat itu sendiri.

Putusan ini tampak justru tidak memfokuskan persoalan pada nama itu sendiri, tetapi lebih kepada persaingan curang dan hal – hal yang tidak termasuk masalah substantif dari hukum cyber. Dari segi telaah huku m cyber, putusan ini justru telah keluar dari permasalahan sesungguhnya yang menyangkut eksistensi dan kepemilikan nama domain itu sendiri. Hal ini disebabakan karena Indonesia belum memiliki regulasi menyangkut persoalan ini, disamping tidak digunakannya pedoman (guideline) dan instrument nama domain global yang dapat menuntun para pihak yang bersengketa untuk menyelesaiakan kasusnya secara efisien berdasarkan asas lex informatika dengan menggunakan model penyelesaian sengketa nama domain internasional.

17

16

Meskipun dalam Putusan Kasasi Hakim memutuskan menghukum terdakwa selama 4 (empat) bulan penjara tetapi terdakwa kemudian mengajukan upaya Peninjauan Kembali dengan dasar alasannya bukan novum tetapi kekhilafan yang nyata dari Putusan Kasasi. Menurut kuasa hukum terdakwa, kekhilafan yang nyata dari Majelis Hakim ada 3 (tiga). Pertama, tentang unsur persaingan curang berdasarkan Pasal 382 KUHP disebutkan terdapat unsur kebingungan di kalangan mitra dagang Mustika Ratu dalam maupun luar negeri. Kebingungan itu disebutkan dengan faksmili yang berasal dari pengakses situs mustika-ratu.com ternyata tidak dihadirkan. Kedua, saksi-saksi yang diajukan jaksa antara lain dari Abdul rahman Al Zohaifi & Bros.Co di Arab Saudi dan Medical Supplier di Malaysia. Ketiga, mengenai saksi pelapor yaitu pihak Mustika Ratu dalam kesaksiannya ternyata menggunakan kesaksian yang didengar dari orang lain. Secara hukum pidana kesaksian seperti ini (testimonium de audition) tidak dianggap dan tidak valid

17 Soejono Soekanto,

(22)

suatu perubahan di dalam masyarakat, tetapi perubahan dalam penerapan hasil-hasil teknologi modern dewasa ini banyak disebut – sebut sebagai salah satu sebab bagi terjadinya perubahan sosial”.18

Didik J. Rachbini, “dalam pelaksanaannya sistem teknologi terpaksa berbenturan dengan nilai – nilai moral. Dampak negatif yang ditimbulkan oleh produk teknologi informasi, seperti internet menyebabkan proses perkembangan teknologi informasi belum mencapai tingkat kemapanan”.19

Walaupun kemajuan teknologi menimbulkan dampak negatif, tetapi justru menurut sebagaian orang, kemajuan teknologi seperti internet banyak memberikan manfaat, baik dari segi keamamanan maupun kenyamanan. Batas ruang dan waktu menjadi hilang atau tipis dengan adanya jaringan komputer internet.20

Pada mulanya jaringan internet hanya dapat digunakan oleh lingkungan pendidikan (perguruan tinggi) dan lembaga penelitian. Kemudian tahun 1995, internet baru dapat digunakan untuk publik. Beberapa tahun kemudian, Tim Berners – Lee mengembangkan aplikasi world wide web (www) yang memudahkan orang untuk mengakses informasi di internet. Setelah dibukanya internet untuk keperluan publik semakin banyak muncul aplikasi – aplikasi bisnis di internet.21

Aplikasi bisnis yang berbasiskan teknologi internet ini mulai menunjukkan adanya aspek finansial.22

18

Satjipto Raharjo, Hukum dan Masyarakat, ( Bandung : Angkasa, 1980), hlm.96 19

Didik J. Rachbini, “ Mitos dan Implikasi Globalisasi : Catatan Untuk Bidang Ekonomi dan Keuangan pengantar Edisi Indonesia dalam Hirst , Paul dan Grahame Thompson , Globalisasi Adalah Mitos. Jakarta, Yayasan Obor, 2001

20

Dikdik M. Arief Mansur, Elisatris Gultom, Op.Cit, hlm 4 21

Budi Rahardjo, Pernak Pernik Peraturan dan Pengaturan Cyberspace di Indonesia, 2003, http//www.budi.insan.co.id, hlm 2, akses tanggal 24 Desember 2004

22 Ibid

(23)

telepon, listrik, dan sebagainya. Hal ini ini mempermudah konsumen dalam menjalankan aktivitas/transaksi bisnisnya. Konsumen tidak perlu keluar rumah dan antri untuk memperoleh layanan yang diinginkan karena dapat dilakukan di dalam rumah, begitu pula tingkat keamanannya yang relatif lebih terjaga.23

Umumnya suatu masyarakat yang mengalami perubahan akibat kemajuan teknologi, banyak melahirkan masalah – masalah sosial. Hal itu terjadi karena kondisi masyarakat itu sendiri yang belum siap menerima perubahan atau dapat pula karena nilai-nilai masyarakat yang telah berubah dalam menilai kondisi lama sebagai kondisi yang tidak lagi dapat diterima24

Dampak negatif terjadi pula kibat pengaruh penggunaan media internet dalam kehidupan masyarakat dewasa ini. Melalui media internet beberapa jenis tindak pidana semakin mudah untuk dilakukan seperti, tindak pidana pencemaran nama baik, pornografi, perjudian, pembobolan rekening, perusakan jaringan cyber (hacking), penyerangan melalui virus (virus attack) dan sebagainya.

.

25

Seiring dengan kemudahan untuk melakukan transformasi secara cepat melalui internet ternyata dari segi hukum membawa konsekwensi tersendiri. Konsekwensi hukum yang terlihat yakni, lahirnya berbagai bentuk pelanggaran hukum yang mengarah pada suatu perbuatan kriminal.

23

Dikdik M. Arief Mansur, Elisatris Gultom, Op.Cit , hlm 5 24

Horton, Paul B. dan Chester L. hunt, Sosiologi, (Jakarta : Erlangga, 1984) hlm 237 25 Cybercrime adalah kejahatan dengan internet sebagai lat bantunya atau kejahatan di dunia maya. Cybercrime merupakan kejahatan bentuk baru yang sama sekaliberbeda dengan bentuk- bentuk kejahatan konvensional yang selama ini dikenal. Dengan menggunakan Internet, jenis kejahatan cybercrime tidak dapat sepenuhnya dapat terjangkau oleh hukum yang berlaku saat ini. Kejahatan – kejahatan yang dimaksud , contohnya :

a. Penggunaan nama domain yang bertentangan dengan Hak Kekayaan Intelektual milik orang lain.

(24)

Bertolak dari pemikiran diatas, para ahli hukum selalu didera oleh berbagai pertanyaan mendasar yang pada akhirnya selalu bermuara pada satu titik, yaitu pada harkat dan martabat hidup manusia dan kemanusiaan. Beberapa pertanyaan spesifik yang acapkali muncul dan bersifat mendasar adalah sebagai berikut :26

1.Seberapa jauh hukum mampu memberikan solusi atas setiap kemajuan dan perkembangan iptek dalam rangka melindungi kehidupan manusia.

2.Seberapa jauh hukum mampu mengatur dan memberikan pengamanan dan rambu-rambu bagi kegiatan ekonomi yang dapat memberikan dan jaminan keseimbangan dan jaminan kepentingan didalam tata kehidupan ini.

3.Aspek hukum apa sajakah yang perlu disiapkan untuk mengantisipasi perkembangan iptek dalam rangka kehidupan kebangsaan dan perekonomian nasional.

Dari pernyataan yang spesifik dan mendasar ini, harapan hukum sebagai mengandung nilai-nilai menjadi sangat diperlukan. Nilai-nilai yang dimaksudkan dapat meliputi :27

1. Pemanfaatan iptek secara maksimal yang akan membahayakan manusia dan kehidupan;

2. Tidak melanggar kepentingan dan hak – hak pribadi oleh negara di bidang hak milik intelektual;

26

Sri Redjeki Hartono, Kapita Selekta Hukum Ekonomi (Bandung: Mandar Maju, 2000) hlm. 30

27

(25)

3. Peraturan tentang keseimbangan kepentingan publik terhadap kepentingan individu, kepentingan publik dan sebagainya, sebagai keseimbangan kepentingan para pihak.

Apabila hukum tidak mampu mengantisipasi perkembangan iptek (salah satunya dengan kehadiran pemanfaatan internet) dan sekaligus tidak memberikan kandungan nilai diatas, akan timbul suatu permasalah yang serius dari konsekwensi hukum atas masalah iptek (baca: pemanfaatan internet) tersebut. Oleh karena itu, Karim Benyekhlef yang dikutip oleh sutan Remy Syahdeni pernah menyatakan sebagai berikut.28

Pendapat diatas menegaskan perlunya suatu pendekatan komprehensif atas penomena pemanfaatan internet, dimana salah satunya tidak hanya aspek teknis, namun juga harus meliputi aspek hukum. Uraian diatas juga dinyatakan oleh Far Eastern Economic Review yang mengatakan: “A lack of resources and slow legal reforms have haddicapped goverments, which are now scrambling for fight

growing legions of cyber offenders” (Apakah tumbuh marak berbagai bentuk ……Yet, one cannot to fully comprehend and understand this phenomenon if one reduces it to only its tehnical component. Obviusly the letter might seem much more spectacular than its legal counterpart. However regardless of how impressive electronic highways may became, it remains undeniable than the integration and acceptance in the social and economic fabric will be independent ……

28

(26)

kejahatan, tetapi tidak ada hukum yang mengatur dan bersifat memaksa, kejahatan – kejahatan tersebut akan membunuh masyarakat dimana kejahatan itu tumbuh).29

F. Metode Penelitian

Dengan pendapat tadi, dapat dapat dikemukakan bahwa hukum pada dasarnya mempunyai peranan yang sangat penting. Akan tetapi, pada titik selanjutnya ternyata keberadaan hukum masih menimbulkan perbedaan. Namun, ada juga pihak yang menyatakan bahwa untuk mengatur permasalahan hukum, dapat sekiranya diterapkan ketentuan-ketentuan hukum konvesional. Apabila tidak dapat menjangkau, maka dapat dibentuk ketentuan hukum baru.

1. Jenis Penelitian

Penelitian merupakan terjemahan dari bahasa Inggris yaitu research, yaitu yang berasal dari kata re (kembali) dan to search (mencari).30

Penelitian hukum merupakan suatu kegiatan ilmiah, yang didasarkan pada metode, sistematika dan pemikiran tertentu, yang bertujuan untuk mempelajari satu atau beberapa gejala hukum tertentu, dengan jalan menganalisanya. Kecuali itu maka juga diadakan pemeriksaan yang mendalam terhadap fakta hukum tersebut, untuk kemudian mengusahakan suatu pemecahan atas permasalahan-permasalahan yang timbul di dalam gejala yang bersangkutan.

Pada dasarnya yang dicari itu adalah ”pengetahuan yang benar” untuk menjawab pertanyaan atau ketidaktahuan tertentu dengan menggunakan logika berfikir yang ditempuh melalui penalaran induktif, deduktif dan sistematis dalam penguraiannya.

29

Tb. Rony R. Nitibaskara, “Problem Yuridis Cyber Crime,” Makalah disampaikan dalam Seminar Nasional Cyberspace di Indonesia, diselenggarakan oleh Yayasan Cipta Bangsa, Bandung: 29 Juli 2000, hlm. 2

30

(27)

Jenis penelitian hukum yang digunakan dalam penelitian skripsi ini adalah metode pendekatan penelitian hukum normatif. Penelitian hukum normatif mengacu pada norma-norma hukum yang terdapat di dalam peraturan perundang-undangan dan putusan pengadilan. Dalam hubungan ini dilakukan pengukuran dan analisis terhadap TINJAUAN YURIDIS TINDAK PIDANA

PENCEMARAN NAMA BAIK MELALUI INTERNET (STUDI KASUS

PRITA MULYASARI) melalui kajian undang – undang, yakni Undang – Undang Republik Indonesia Undang – Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi Transaksi Elektronik, serta dari Kitab Undang – Undang Hukum Pidana.

2. Sumber Data

Pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah melalui penelitian kepustakaan (library research) yaitu menghimpun data dengan melakukan penelaahan bahan kepustakaan atau data sekunder untuk mendapatkan konsep teori atau doktrin, pendapat atau pemikiran konseptual dan penelitian pendahulu yang berhubungan dengan objek yang diteliti yang dapat berupa peraturan-perun, dangan dan karya ilmiah.

Adapun data sekunder dalam penelitian ini terdiri dari bahan hukum primer, sekunder dan tersier.

a. Bahan Hukum Primer.

(28)

b. Bahan Hukum Sekunder

Bahan yang memberikan penjelasan mengenai bahan hukum primer, seperti misalnya, rancangan undang – undang, hasil-hasil penelitian, hasil karya dari kalangan hukum, serta penelitian lain yang relevan dengan penulisan ini. c. Bahan Hukum Tersier

Bahan yang memberikan petunjuk dan penjelasan terhadap bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder yang berupa kamus umum, kamus hukum, ensiklopedia, majalah, surat kabar dan jurnal – jurnal hukum, laporan ilmiah yang akan dianalisa dengan tujuan untuk memahami lebih dalam penelitian.

3. Alat Pengumpulan Data

Alat pengumpulan data yang digunakan di dalam penelitian ini adalah studi dokumen dan bahan pustaka. Bahan pustaka yang dimaksud terdiri dari bahan hukum primer yatu peraturan perundangan – undangan, dokumen – dokumen dan teori yang berkaitan dengan penelitian ini.

4. Analisa Data

(29)

Untuk selanjutnya data yang terkumpul dipilah – pilah dan diolah, kemudian dianalisis dan ditafsirkan secara logis dan sistematis dengan menggunakan metode induktif dan deduktif. Dengan metode ini kemudian diperoleh kesesuaian antara pelaksanaan kajian hukum terhadap TINJAUAN YURIDIS TINDAK PIDANA PENCEMARAN NAMA BAIK MELALUI INTERNET (STUDI KASUS PRITA MULYASARI).

G. Sistematika Penulisan

Adapun yang menjadi sistematika penulisan yakni :

BAB I : PENDAHULUAN, yang meliputi latar belakang, perumusan masalah, tujuan dan manfaat penulisan, keaslian penulisan, tinjauan kepustakaan, metode penelitian, dan sistematika penulisan.

BAB II : DEFINISI TINDAK PIDANA PENCEMARAN NAMA BAIK, yakni: Pengertian Pencemaran Nama Baik menurut Kitab Undang – Undang Hukum Pidana serta Pengertian Pencemaran Nama Baik menurut Undang – Undang Nomor 11 tahun 2008 tentang ITE.

BABIII : SUATU TINJAUAN KENDALA DALAM PROSES

PENYELESAIAN TINDAK PIDANA PENCEMARAN NAMA BAIK, yakni: Tindak Pidana Pencemaran Nama Baik, serta Pembuktian dan Penatalaksanaan Pencemaran Nama Baik.

BABIV : ALTERNATIF PEMECAHAN DALAM PENYELESAIAN

(30)

Pencemaran Nama Baik, Kasus Pencemaran Nama Baik Terhadap Prita Mulyasari serta Analisis Kasus.

(31)

A. Pengertian Pencemaran Nama Baik menurut Kitab Undang – Undang

Hukum Pidana

Adegium kuno berbunyi, neminem laedit qui suo iure yang terjemahan bebasnya adalah ”tidak seorang pun dirugikan oleh penggunaan hak”. Berdasarkan adegium itulah dikembangkan pemikiran bahwa penggunaan hak atau kewenangan perdefinisi harus merupakan suatu tindakan menurut hukum sehingga tidak dapat secara sekaligus juga menghasilkan suatu tindakan yang melanggar hukum31 oleh karena itulah kerap kali dikatakan bahwa istilah penyalahgunaan hak merupakan suatu contradictio in terminis atau setidaknya suatu istilah yang mengandung kerancuan berpikir (dubious).32

Akan tetapi sudah sejak dahulu kala telah diterima bahwa tidak semua penggunaan hak diperkenankan.33 Suatu ungkapan dinyatakan oleh Gaius, seorang ahli hukum Romawi kuno, yaitu male enim nostro iure uti non debimus, yang kalau diterjemahkan secara bebas artinya ”memang kita tidak boleh menggunakan hak kita untuk tujuan tidak baik”. Hal itu berarti penggunaan suatu hak dalam arti kewenangan semata-mata dengan tujuan untuk merugikan orang lain merupakan sesuatu yang tidak dapat diterima.34

31

P . Van Dijk et al, Van Apeldoorn’s Inleiding tot de Studie van het Nederlandse Recht, W.E.J Tjeenk- Willijnk, 1985, hlm. 48

32 Ibid 33

Ibid 34

(32)

Sebagai contoh klasik dalam perbincangan penyalahgunaan hak yang selalu dikemukakan adalah putusan pengadilan di Colmar pada 2 Mei 1855. Putusan itu mengenai perkara pembangunan cerobong asap palsu. Perkara itu berawal dari A dan B yang bertetangga dalam suatu susun. A bertempat tinggal di lantai yang lebih tinggi dari B dan mempunyai jendela yang memungkinkan A menikmti pemandangan ,asap palsu hanya untuk menghalangi pemandangan A. Pengadilan di Colmar yang memeriksa cerobong asap itu mendapati bahwa cerobong asap itu palsu. Oleh karena itu atas dasar penyalahgunaan hak, pengadilan memerintahkan agar cerobong asap itu dibongkar.35

Hammerstein mengemukakan bahwa menurut beberapa sarjana, ajaran penyalahgunaan hak merupakan sesuatu yang berlebihan.36 Bagi mereka masalah-masalah dapat diselesaikan dalam kerangka perbuatan melanggar hukum.37

Akan tetapi pada akhirnya Hammerstein mengemukakan, bahwa saat ini istilah peyalahgunaan hak telah diterima dan memperoleh pengertian yang jelas bagi setiap orang.38

Sejalan dengan pengertian penyalahgunaan dalam alam pemikiran kontinental, dalam alam pikir Anglo – American, dikembangkan Law of Niusance. Nuisance artinya aktivitas yang timbul dari penggunaan hak milik

(33)

oleh Hammerstein pada tahun 1985 tidak tepat, Amerika Serikat, Inggris, Australia dan negara-negara lainnya yang non sosialis menetapkan Law of Nuisance.39

Ancaman yang paling sering dihadapi media atau wartawan adalah menyangkut pasal – pasal penghinaan atau pencemaran nama baik. Dalam Kitab Undang – Undang Hukum Pidana setidaknya terdapat 16 pasal yang mengatur penghinaan. Penghinaan terhadap presiden dan wakil presiden diancam oleh pasal 124, 136, dan 137. Penghinaan terhadap raja, kepala Negara sahabat, atau wakil Negara asing diatur dalam pasal 142, 143, dan 144. Penghinaan terhadap institusi Sebenarnya, sejak diundangkannya Sherman Act pada akhir abad kesembilan belas yang kemudian dikenal dengan Antitrust Law, Amerika Serikat tanpa perlu menjadi negara sosialis telah melakukan pembatasan hak para pebisnis untuk melindungi pesaingnya dan konsumen. Menurut Penulis, penggunaan hak, termasuk juga e-mail harus dilakukan dengan baik tidak dengan pencemaran atau fitnah.

Pencemaran nama baik seseorang atau fitnah adalah ketentuan hukum yang paling sering digunakan untuk melawan media massa. Fitnah yang disebarkan secara tertulis dikenal sebagai libel, sedangkan yang diucapkan disebut slander.

Fitnah lazimnya merupakan kasus delik aduan. Seseorang yang nama baiknya dicemarkan bisa melakukan tuntutan ke pengadilan negeri sipil, dan jika menang bisa mendapat ganti rugi. Hukuman pidana penjara juga bisa diterapkan kepada pihak yang melakukan pencemaran nama baik.

39 Peter Mahmud Marzuki,

(34)

atau badan umum (seperti DPR, Menteri, MPR, Kejaksaan, Kepolisian, Gubernur, Bupati, Camat, dan sejenisnya) diatur dalam pasal 207, 208, dan 209. Jika penghinaan itu terjadi atas orangnya (pejabat pada instansi Negara) maka diatur dalam pasal 310, 311, dan 315. Selain itu, masih terdapat sejumlah pasal yang bias dikategorikan dalam delik penghinaan ini, yaitu pasal 317 (fitnah karena pengaduan atau pemberitahuan palsu kepada penguasa), pasal 320 dan 321 (pencemaran atau penghinaan terhadap seseorang yang sudah mati).

Adapun pasal pasal yang merupakan penghinaan di dalam Kitab Undang – Undang Hukum Pidana yaitu:

a. Pasal 134, 136, 137

Penghinaan terhadap Presiden dan Wakil Presiden, dengan cara menyiarkan, menunjukkan, menempelkan di muka umum, diancam pidana 6 tahun penjara.

b. Pasal 142

Penghinaan terhadap Raja/Kepala Negara sahabat, diancam pidana 5 tahun penjara.

c. Pasal 143, 144

Penghinaan terhadap wakil Negara asing, diancam pidana 5 tahun penjara. d. Pasal 207, 208, 209

Penghinaan terhadap Penguasa dan Badan Usaha Umum diancam pidana 6 tahun penjara.

e. Pasal 310, 311, 315, 316

(35)

f. Pasal 317

Fitnah pemberitahuan palsu, pengaduan palsu, diancam pidana 4 tahun penjara.

g. Pasal 320, 321

Penghinaan atau pencemaran nama baik terhadap orang mati, diancam pidana 4 bulan penjara.

B. Pengertian Pencemaran Nama Baik menurut Undang – Undang

Informasi dan Transaksi Elektronik

Tindak pidana, atau Moeljatno memberikan istilah ini dengan perbuatan pidana adalah perbuatan yang dilakukan oleh suatu aturan hukum, larangan mana disertai ancaman (sanksi) yang berupa pidana tertentu, bagi barangsiapa melanggar larangan tersebut. Dapat juga dikatakan bahwa pidana adalah perbuatan yang oleh suatu aturan hukum yang dilarang dan diancam pidana, asal saja dalam pada itu diingat bahwa larangan ditujukan pada perbuatan, sedangkan ancaman pidananya ditujukan kepada orang yang menimbulkan kejadian itu. Anatara larangan dan ancaman pidana ada hubungannya yang erat, oleh karena itu antara kejadian dan orang yang menimbulkan kejadian itu, ada hubungannya yang erat pula. Yang satu tidak dapat dipisahkan dari yang lain. Kejadian tidak dapat dilarang, jika yang menimbulkan bukan orang, dan orang tidak dapat diancam pidana, jika tidak karena kejadian yang ditimbulkan olehnya.40

(36)

Di dalam Pasal 27 Undang – Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik ada beberapa larangan yang berupa pidana menyatakan bahwa :

1) Setiap orang dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan dan/atau mentrasnmisikan dan/atau membuat dapat diaksesnya Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang memiliki muatan yang melanggar kesusilaan.

2) Setiap orang dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan dan/atau membuat dapat diaksesnya Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang memiliki muatan perjudian.

3) Setiap orang dengan senagaja dan tanpa mendistribusikan dan/atau mentransmisikan dan/atau membuat dapat diaksesnya Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang memiliki muatan penghinaan dan/atau pencemaran nama baik.

4) Setiap orang dengan senagaja dan tanpa mendistribusikan dan/atau mentransmisikan dan/atau membuat dapat diaksesnya Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang memiliki muatan pemerasan dan/atau pengancaman.

(37)

1) Setiap orang dengan sengaja dan tanpa hak menyebarkan berita bohong dan menyesatkan yang mengakibatkan kerugian konsumen dalam Transaksi Elektronik.

2) Setiap orang dengan sengaja dan tanpa hak menyebarkan informasi yang ditujukan untuk menimbulkan rasa kebencian atau permusuhan individu dan/atau kelompok masyarakat tertentu berdasarkan atas suku, agama, ras, dan antar golongan (SARA).

Pasal 30 Undang – Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik menyatakan bahwa :

1) Setiap orang dengan sengaja dan tanpa hak atau melawan hukum mengakses komputer dan/atau Sistem Elektronik orang lain dengan cara apa pun.

2) Setiap orang dengan sengaja dan tanpa hak atau melawan hukum mengakses komputer dan/atau Sistem Elektronik dengan cara apa pun dengan tujuan untuk memperoleh Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik. 3) Setiap orang dengan sengaja dan tanpa hak atau melawan hukum mengakses

komputer dan/atau Sistem Elektronik dengan cara apapun dengan melanggar, menerobos, melampaui, atau menjebol system pengamanan.

Setiap orang yang dengan sengaja tanpa hak dan tanpa hak melawan hukum melakukan interpensi atau penyadapan atas Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik dalam suatu Komputer dan/atau Sistem elektronik tertentu milik orang lain.41

(38)

Setiap orang dengan sengaja dan tanpa hak melawan hukum melakukan interpensi atau penyadapan atas Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang bersifat publik dari, ke, dan didalam suatu komputer dan/atau Sistem Elektronik tertentu milik orang lain, baik yang dapat menyebabkan perubahan apa pun maupun yang menyebabkan adanya perubahan, penghilangan, dan/atau penghentian Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang sedang ditransmisikan.42

Kecuali intersepsi sebagaiman dimaksud pada ayat(1) dan ayat(2), intersepsi yang dilakukan dalam rangka penegakan hukum atas permintaan kepolisian, kejaksaan, dan/atau institusi penegak hukum lainnya yang ditetapkan berdasarkan undang – undang.43

1) Setiap orang dengan sengaja dan tanpa hak atau melawan hukum dengan cara apa pun mengubah, menambah, mengurangi, melakukan transmisi, merusak, menghilangkan, memindahkan, menyembunyikan suatu Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik milik orang lain atau milik publik.

Pasal 32 Undang – Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik menyatakan bahwa :

2) Setiap orang dengan sengaja dan tanpa hak atau melawan hukum dengan cara apa pun memindahkan atau mentransfer Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik kepada Sistem Elektronik orang lain yang tidak berhak.

3) Terhadap perbuatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yang mengakibatkan terbukanya suatu Informasi Elektronik dan/atau Dokumen

42

(39)

Elektronik yang bersifat rahasia menjadi dapat diakses oleh publik dengan keutuhan data yang tidak sebagaimana mestinya.

Pasal 34 Undang – Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik menyatakan bahwa :

1) Setiap orang dengan sengaja dan tanpa hak atau melawan hukum memproduksi, menjual, menggadaikan untuk digunakan, mengimpor, mendistribusikan, menyediakan, atau memiliki :

a. Perangkat keras atau perangkat lunak computer yang dirancang atau secara khusus dikembangkan untuk memfasilitasi perbuatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 sampai dengan pasal 33;

b. Sandi lewat komputer, kode akses, atau hal yang sejenis dengan itu ditujukan agar Sistem Elektronik menjadi dapat diakses dengan tujuan memfasilitasi perbuatan sebagaimana dimaksud dalam pasal 27 sampai dengan pasal 33.

2) Tindakan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) bukan tindak pidana jika ditujukan untuk melakukan kegiatan penelitian, pengujian Sistem Elektronik, untuk perlindungan Sistem Elektronik itu sendiri secara sah dan tidak melawan hukum.

Setiap orang dengan sengaja dan tanpa hak atau melawan hukum melakukan manipulasi, penciptaan, perubahan, pengilangan, perusakan Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik dengan tujuan agar Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik tersebut dianggap seolah – olah data yang otentik.44

(40)

Setiap orang dengan sengaja dan tanpa hak atau melawan hukum melakukan perbuatan sebagaimana dimaksud dalam pasal 27 sampai dengan pasal 34 yang mengakibatkan kerugian bagi orang lain.45

B. Pengertian Pencemaran Nama Baik Menurut Undang- Undang Nomor Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers

Pasal 5 ayat (2) Undang- Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers mengatakan bahwa ”Pers wajib melayani Hak Jawab , selanjutnya ayat (3) mengamanatkan ” Pers wajib melayani Hak Koreksi”. Di dalam Ketentuan Umum, hak jawab diartikan ” hak seseorang atau sekelompok orang untuk memberikan tanggapan atau sanggahan terhadap pemberitaan berupa fakta yang merugikan nama baiknya. ” Definisi ini lebih sumir dibandingkan dengan definisi Hak Jawab yang diberikan Pasal 15a Undang- Undang Nomor 21 Tahun 1984 tentang Ketentuan – Ketentuan Pokok Pers, yaitu ( ayat 1 ) : ” Hak jawab merupakan hak seseorang, organisasi atau badan hukum yang merasa dirugikan oleh tulisan dalam sebuah atau beberapa penerbitan pers yang bersangkutan agar penjelasan dan tanggapannya terhadap tulisan yang disiarkan atau diterbitkan, dimuat di penerbitan pers tersebut.

Jawaban atau tanggapan masyarakat itu, menurut ketentuan ayat (2) Pasal 15a UU yang sama, dalam ” batas- batas yang pantas ” wajib dimuat oleh penerbitan pers tersebut.

Pasal 5 ayat (3 ) Undang- Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers mengatakan bahwa Hak Koreksi adalah ” hak setiap orang untuk mengoreksi atau membetulkan kekeliruan informasi yang diberitakan oleh pers, baik tentang

(41)

dirinya maupun tentang orang lain. ” Kecuali hak koreksi ” UU tentang Pers juga mengenal konsep yang bernama ”kewajiban koreks ” yang diartikan ” keharusan melakukan koreksi atau ralat terhadap informasi, data fakta, opini atau gambar yang tidak benar yang telah diberitakan oleh pers yang bersangkutan ”.

Bab I Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers terlihat pembedaan hak koreksi dan kewajiban koreksi. Terdapat kesan kuat bahwa dalam hal kewajiban koreksi, inisiatif datang daripers sendiri. Segera setelah pers menyadari adanya kekeliruan atas informasi, data atau gambar yang telah dipublikasikannya yang mungkin akan merugikan pihak ketiga, pers melakukan koreksi. Koreksi bisa dalam bentuk pembetulan, penyempurnaan atau pencabutan berita/gambar yang bersangkutan.

C. Pengertian Pencemaran Nama Baik Menurut Undang- Undang Nomor

Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers

Secara sederhana, demokrasi bisa didefinisikan sebagai “authority in, or rule by, the people.” kekuasaan di tangan rakyat, atau kekuasaan oleh rakyat.

(42)

pendapat bisa dijalankan penduduk, sejauh mana pemerintah ikut campur dalam urusan pernikahan antar warganya dan lain sebagainya.

Para penganut teori substantif demokrasi, umumnya, bersepakat bahwa hak-hak dasar warganegara perlu mendapat jaminan penuh dari pemerintah. Dalam konteks demokrasi di negara-negara barat, yang sangat ditekankan adalah perlindungan terhadap civil liberties and civil rights46

Demokrasi sampai sekarang masih dipandang sebagai bentuk pemerintah yang ideal, dibandingkan dengan pemerintah otokrasi (dengan derivatnya yang disebut otoriter), monarki, aristokrasi, atau oligarki

. Termasuk dalam kategori civil liberties, misalnya, kebebasan beragama dan kebebasan menyatakan pendapat secara terbuka, termasuk juga kebebasan pers. Dalam kelompok civil rights antara lain perlindungan terhadap asas praduga tak bersalah, memperlakukan setiap tersangka secara adil dan manusiawi, hapusnya segala bentuk diskriminasi dalam kehidupan masyarakat, termasuk diskriminasi gender, hak warganegara untuk mendapat kehidupan yang layak dansebagainya.

47

46

Hans Kelsen, Pure Theory of Law, Los Angeles : University of California, Press, 1978, hal.6

47

Lippman, Walter, A Preface to Morals, New York, : The Macmilan Company, 1967,hal.278

(43)

kebebasan warganegara terlalu besar, apakah takkan bertabrakan dengan order (tatanan sosial-politik) yang juga menjadi salah satu prinsip pokok dari demokrasi, sehingga kepentingan masyarakat bisa terancam? Soal keadilan (justice), keadilan yang bagaimana yang harus ditegakkan sendiri oleh penduduk atau diserahkan kepada pemerintah? Apakah keadilan penduduk bisa kongruen dengan keadilan versi pemerintah?

Pemerintah, secara teoritis, didirikan dengan tujuan pokok untuk melindungi kehidupan dan harta benda penduduk, untuk memberikan rasa aman kepada setiap penduduknya. Pemerintah (baca: Negara) dibentuk berdasarkan pengalaman hidup umat manusia yang merasa tidak aman dan dihimpit rasa takut karena selalu terancam agresi pihak luar dan kepunahan ketika mereka hidup terpencar-pencar dan tidak teroganisir.48

Dalam perkembangan selanjutnya, kesejahteraan penduduk juga menjadi tugas pokok pemerintah. Pemerintah yang tidak mampu mensejahterahkan rakyatnya, apalagi membawa kesengsaraan bagi rakyat, dipandang tidak layak untuk terus memerintah dan oleh sebab itu harus diganti. Dalam sistem demokrasi, tiga motto selalu dijunjung tinggi, yakni freedom (kebebasan), order (tertib sosial, tertib hukum), dan equality (persamaan). Tiga motto ini diyakini harus terus menerus diperjuangkan oleh semua pihak, khususnya pemerintah.

. Di bawah organisasi yang disebut Negara, orang merasa lebih aman, segala permasalahan tidak lagi dipecahkan sendiri-sendiri, melainkan secara bersama. Maka, disusunlah sebuah pemerintah di dalam Negara tadi dengan tugas pokok : to protect life and property milik penduduk.

48

(44)

Namun, tiga motto ini pula yang kemudian melahirkan dilema dalam setiap Negara demokrasi. Dilema pertama adalah konflik antara kebebasan dan order, sedang dilema kedua berupa konflik antara kebebasan dan persamaan

Dalam konteks tema pokok buku kita, yaitu delik pencemaran nama, maka pemahaman tentang konflik kebebasan dan order menjadi sangat relevan.

Order mengandung makna yang sangat luas. Talcott Parsons sebagaimana

dikut ip oleh Wong49 memberikan defenisi order “the absence if universal conflict among individuals maintaining social relations with each other, as the

inversion or contrary, in effect, of the Hobbesian ‘war of all against all’”. Suatu

kondisi tiadanya konflik dalam relasi manusia, itulah intisari order. Konflik tidak ada karena manusia satu sama lain terikat dan mengimplementasikan norma-norma yang disepakatinya bersama. Tanpa order, manusia akan baku hantam dengan sesama (war of all against all). Hanya dengan menegakkan dan memelihara order, manusia dapat hidup tentram dan damai, tulis Marsiglio seperti dikutip oleh Curtis50

49

Ibid, hal3-4 50

Michael Curtis, (editor ), The Great Political Theories, Vol.1 New York : Avon Books, 1962, hal 181

.

Dalam bahasa Indonesia, order bisa diartikan tertib sosial, keamanan (tetapi bukan dalam arti security), bahkan stabilitas. Order bisa juga diidentikkan dengan hukum, kalau hukum didefinisikan “A system of norms providing a method of settling disputes authoritatively” , suatu sistem norma yang dipakai

untuk menyelesaikan perselisihan secara sah. Atau “...rules for the guidance of official and citizens”. , aturan-aturan sebagai pedoman bagi pemerintah maupun

(45)

Untuk mudahnya, dalam makalah ini, order diterjemahkan “tertib sosial” sebab istilah “tertib sosial” mengandung nuansa hukum, atau lebih tepat, ketaatan individu pada hukum yang berlaku. Istilah “law” berasal dari kata “lex” dalam bahasa Latin. Istilah “Lex” sendiri berasal dari kata kerja “ligare” yang secara harfiah bermakna “mengikat”. Maka, Thomas Aquinas seperti dikutip oleh Mosmeyer51

Supaya tugas pokok pemerintah dapat dilaksanakan dengan baik, mutlak diperlukan seperangkat peraturan sebagai pedoman perilaku rakyat, sekaligus pedoman bagi pemerintah untuk menegakkan hukum. Dengan norma hukum, sesuai dengan asal-muasalnya, yaitu to bind (mengikat), kebebasan bertindak individu mengalami ristriksi. Di sisi lain, demokrasi juga mensyaratkan kebebasan yang mengandung makna “absence of constraints on behavior” (tindakan yang bebas dari hambatan/halangan) atau “the liberty of being able to choose otherwise than as we did

mendefenisikan hukum “A rule and measure of acts whereby man is induced to act or is restrained from acting”. Hukum pada hakikatnya mengatur

atau membatasi tindakan individu; ada tindakan individu yang bisa dilakukan, ada pula tindakan yang dilarang dilakukan.

52

51

(www.catholic-forum.com/churches/luxver/law1.htm) 52

Adler, Mortimer J. Six Great Ideas, New York : MacMilan Publishing Co,Inc,1981, hal.141

(46)

Pada era reformasi ini, bangsa kita tampaknya terjebak dalam situasi anomali. Di satu sisi tuntutan kebebasan di segala lapangan kehidupan sangat menggebu-gebu, di sisi lain aturan main untuk mengakomodir kebebasan yang optimal ini belum ada atau belum disepakati bersama. Sebagaimana masyarakat pun sesungguhnya belum siap menerapkan kebebasan ala barat yang bernuansa absolut, karena khawatir terhadap berbagai dampak negatif yang ditimbulkannya. Di satu sisi ideologi Pancasila nyaris menjadi “sampah” yang berfungsi sebagai pemanis bibir semata; namun di sisi lain rakyat kita belum menyepakati suatu “ideologi” baru seperti pengganti Pancasila. Dalam situasi anomali seperti itu, Rule of Law menjadi mandul. Hukum tidak lagi berpihak pada keadilan, tapi lebih

sering takluk pada uang dan kekuasaan. Siapa yang mempunyai uang lebih banyak, atau power lebih besar, proses hukum bisa dimenangkan53

53 Wolff, Robert Paul .The Rule of Law, New York : Simon and Schuster, 1971, hl15-36

Jika hukum berada pada status mandul, order pun menjadi kacau balau. Indonesia pasca-Orde Baru menjadi panggung terbuka bagi tontonan runtuhnya order. Konflik berdarah antar-etnis di berbagai daerah, tawuran massal antar

(47)

Secara universal, pers diakui memainkan peran penting dalam proses demokrasi ; Reilly, “World Press Freedom,54

Dalam teori pers libertarian

;. Dalam kancah politik, pers kerap berfungsi sebagai filter komunikasi politik antara elite politik dan rakyat, atau sebaliknya, sebab jarang sekali pemimpin negara berbicara langsung kepada rakyat. Begitu juga sebaliknya, pers menjadi wahana penting untuk menyampaikan aspirasi rakyat kepada pemerintah.

Dalam era reformasi di negara kita, pers memiliki kedudukan sangat terhormat. Institusi ini benar-benar menikmati statusnya sebagai The Forth Estate (pilar kekuasaan keempat). Hal ini wajar. Di seantero dunia, pers selalu menjadi korban pertama, sekaligus korban paling berat, dari kekuasaan otoriter. Tapi, jika kekuasaan, otoriter jatuh, pers-lah yang pertama kali menikmati kebebasan. Semakin besar cekikan yang dialami pers dalam era otoritarian, semakin besar pula kebebasan yang dituntutnya setelah pergantian regime.

55

Pasal 2 Undang Undang No. 40 Tahun 1999 tentang Pers menegaskan bahwa “Kebebasan pers adalah salah satu wujud kedaulatan rakyat yang berasaskan prinsip-prinsip demokrasi, keadilan, dan supremasi hukum.” . Dengan klausal ini, jelas sekali bahwa pers memposisikan dirinya sebagai pelaksana kedaulatan rakyat, atau “kepanjangan tangan rakyat”. Karena negara ini milik , terkesan bahwa pers sebagai pilar kekuasan keempat berada pada posisi tertingi. Pers menjadi watchdog dari kekuasaan eksekutif, legislatif maupun yudikatif. Kecuali itu, pers juga m engawasi roda kehidupan masyarakat secara keseluruhan .

54

www.cs.unb.ca 55

(48)

rakyat, maka pers perlu diberi kebebasan seluasnya untuk melaksanakan amanat rakyat tadi.

Namun, di mana-mana diakui bahwa kebebasan pers tidaklah absolut sifatnya. Kebebasan pers harus diimbangi dengan pertanggungjawaban sosial. Kebebasan pers tidak layak mendapat jaminan hukum, manakala pelaksanaannya menyimpang dari prinsip-prinsip yang berlaku. Lebih dari setengah abad yang silam Commission on Freedom of the Press (Amerika) sudah mengingatkan kita semua bahwa: “The abuse of right does not ipso facto forfeit the protection of the legal right”. Komisi mengecam para pejuang kebebasan pers yang memboyong

prinsip “semau gue”, yaitu yang diutarakan dengan kata-kata: “Freedom of the press means the right to be just or unjust, partisan or non-partisan, true or false

in new column or editorial column.” Menurut Komisi, pers harus menyadari

bahwa kekeliruan dan kesalahan yang dilakukan dalam pemberitaannya bukan lagi menjadi urusannya sendiri, tapi sudah menjadi “public dangers”. Oleh sebab itu, masyarakat berhak mengawasi pers dan menjatuhkan sanksi kepada pers apabila kebebasannya disalahgunakan.

Ketika House of Lords (Inggris) menyidangkan perkara “Reynolds lawan Times Newspaper” pada 28 Oktober 1999, Lord Nicholls mengingatkan para jurnalis bahwa kebebasan pers tidak absolut sifatnya. Pelaksanaan kebebasan pers bisa dibatasi oleh undang-undang dan memang perlu dibatasi terutama “for the protection of the reputation of others” (untuk melindungi martabat orang lain).

(49)

direndahkan dengan pernyataan atau laporan pers yang menyesatkan. “Freedom of speech does not embrace freedom to make defamatory statements out of personal

spite or without having a positive belief in their truth”, ucap Lord Nicholls 56

Situasi kebebasan pers di Indonesia saat ini, bedanya seperti langit dan bumi jika dibandingkan dengan kebebasan pers era Orde Baru

. Terjemahan bebas: Bahwa kebebasan pers tidak berarti kebebasan membuat pernyataan yang sifatnya menghina hanya karena sentimen atau dendam pribadi atau tanpa memperdulikan kebenaran dari pernyataan tersebut.

57

Pada era reformasi ini, tidak ada obyek apakah itu perorangan, instansi pemerintah, pejabat Negara atau Presiden sekali pun yang tidak bisa disentuh atau dikecam oleh pers. Bahkan dalam kasus kejatuhan Presiden Abdurrahman Wahid . Dulu, ketika Tommy Soeharto mengalami kecelakaan di Sirkuit Sentul (Waktu latihan), pers tidak boleh mempublikasikannya karena berita seperti itu dikhawatirkan dapat menjelekkan martabat keluarga Kepala Negara. Pembajakan pesawat Garuda Wyola saja dilarang disiarkan oleh pers. Belakangan pers diizinkan menyiarkan, tapi harus bersumber dari pemerintah. Sebuah pos polisi di Cicendo, Jawa Barat, suatu hari diserang dan diobrak-abrik oleh sekelompok “orang bersenjata”. Sementara pers mencium berita ini, tapi segera diancam oleh aparat keamanan untuk tidak mempublikasikannya. Berita semacam ini, pada masa Orde Baru, amatlah sensitif, karena menyangkut persoalan “stabilitas nasional”. Jangankan bisnis anak-anak Pak Harto, bisnis petinggi pemerintah pun ketika itu untouchable oleh pers. Dan pers yang bandel tidak mengindahkan “himbauan” pemerintah untuk tidak menyiarkan satu berita, dia terancam bredel.

56

(www.HouseofLords-ReynoldsvTimesNewspapers.htm) 57

(50)

pada pertengahan 2001 pun, pers diyakini memainkan kontribusi tidak kecil. Betapa banyak kasus KKN yang dibongkar oleh pers, baik yang dilakukan pejabat eksekutif, apalagi anggota legislatif. Betapa banyak perilaku buruk wakil rakyat yang ditelanjangi pers, ketika konflik etnis di Sampit pecah, pers mengeksposnya habis-habisan. Sebuah penerbitan pers daerah pernah mempublikasikan foto kepala seorang korban yang sudah lepas dari badannya tatkala banyaknya santri NU yang dibunuh oleh “ninja-ninja” misterius. Kasus dugaan korupsi Gubernur Nangroe Aceh Darussalam (NAD), Abdullah Puteh, sudah marak diungkap pers sebelum aparat hukum melakukan penyidikan.

Para era reformasi, tiga “tembok pers” berhasil dirobohkan: kini tidak ada lagi lembaga izin terbut, sensor dan bredel. Bahkan instansi pemerintah yang mengurus ketiga “tembok pers” ini, yaitu Departemen Penerangan RI sudah lenyap dibubarkan oleh Presiden KH Abdurrahman Wahid. Kini siapa pun, termasuk Presiden RI, tidak bisa menutup sebuah penerbitan pers.

Pelaksanaan kebebasan pers Indonesia dewasa ini mirip dengan kebebasan pers era tahun 1950-1959 yang dikenal dengan sebutan era demokrasi liberal yang bercorak libertarian58

58 Tjipta Lesmana, “ Wartawan Bukan Profesi Eksklusif : .Kompas , 23-10-2003, hal36 . Pers libertarian mempropagandakan konsep “the open market place of ideas”. Substansi dari konsep ini adalah sebagai berikut:

(51)

Kebebasan pers Indonesia yang begitu besar di era reformasi juga tercermin dari substansi Undang-Undang tentang Pers (UU No. 40 Tahun 1999). Dalam Undang-Undang tersebut, hanya 3 delik pers yang diatur (Pasal 5 ayat 1), yakni delik pelanggaran norma agama, norma susila dan norma asas praduga tak bersalah. Padahal di Swedia, negara yang oleh Freedom House dikategorikan paling bebas persnya di seluruh dunia59, UU Persnya (The Freedom of The Press Act) mengatur tidak kurang 14 kejahatan yang dilakukan oleh pers, antara lain pengkhianatan terhadap Negara instigasi terhadap peperangan, espionase, memperdagangkan informasi rahasia, membocorkan rahasia Negara, pemberontakan dengan tujuan untuk menggulingkan pemerintah yang konstitusional, provokasi untuk melakukan tindak kejahatan dan pencemaran nama baik orang lain60

1. Pelanggaran atas prinsip check-and-balance. Dalam masalah kontroversial atau melibatkan tokoh kontroversial, pers sering kurang memperhatikan prinsip check-and-balance sehingga berita yang dihasilkan tidak obyektif, bahkankadang bersifat amatiran. Laksamana Sukardi, mantan Menteri Pembinaan BUMN, oleh beberapa surat kabar Ibukota diberitakan “lari ke

.

Memang harus diakui Undang-Undang Pers Indonesia dibuat dalam suasana penuh euphoria demokrasi; disahkan hanya 1,5 tahun setelah Orde Baru jatuh. Maka, Undang-Undang tersebut jauh dari sempurna.

Kebebasan pers yang sedemikian besar, bahkan cenderung bebablasan, telah menimbulkan berbagai ekses yang merugikan masyarakat maupun pers, antara lain berupa:

59

(52)

luar negeri” menjelang berakhirnya pemerintahan Megawati. Pemberitaan tersebut memberikan konotasi kepada masyarakat bahwa (a) Laksamana Sukardi seorang menteri korup dan (b) ia takut ditangkap aparat penegak hukum setelah Presiden Megawati Soekarnoputri kalah dalam pemilihan presiden pada 20 September 2004. Dalam kasus Djadja Suparman, betapa cerobohnya sikap sementara pers kita yang begitu mudah “termakan” oleh sumber berita yang tidak bertanggung jawab.

2. Pelanggaran terhadap asas praduga tak bersalah. Seorang purnawirawan petinggi Kepolisian RI dan seorang Letnan Jenderal TNI-AD, misalnya, diberitakan terlibat dalam kasus bom Bali karena berada di Bali pada saat tragedi itu terjadi. Salah satu korban malah menyebutkan identitas sang Jenderal secara lengkap

3. Pencemaran nama baik. Karena kurang teliti atau tidak melakukan penelitian yang saksama, wartawan adakalanya terperosok dalam perangkap libel (pencemaran nama baik). Akibatnya, harian Sriwijaya Post dihukum oleh Pengadilan Negeri Palembang karena terbukti mencemarkan nama baik dan kehormatan Z.A. Maulani, mantan Kepala Badan Koordinasi Intelijen Negara (BAKIN); Koran Tempo dan Majalah Tempo diadili karnea diadukan oleh Tommy Winata; Harian Rakyat Merdeka pada waktu yang hampir bersamaan diganjar dua hukuman oleh pengadilan (tingkat pertama), masing-masing karena terbukti mencemarkan nama baik mantan Presiden Megawati dan mantan Ketua DPR, Akbar Tandjung.

Referensi

Dokumen terkait

betatapa banyak ayat-ayat Al- Qur’an yang di awali dengan kata wahai karena itu tidak ada jalan para pendidik menggunakan gaya bahasa Al- Qur’an dalam menanamkan

PENGGUNAAN MEDIA GAMBAR TUNGGAL UNTUK MENINGKATKAN KETERAMPILAN MENULIS KARANGAN DESKRIPSI PADA PEMBELAJARAN BAHASA INDONESIA DI SD.. Universitas Pendidikan Indonesia |

Menurut Zakiyah Daradjat (Sofyan S, 2008: 22) remaja adalah usia transisi dimana seorang individu telah meninggalkan usia kanak-kanak yang lemah dan penuh ketergantungan, akan

Pada waktu fermentasi diatas 7 hari kadar etanol yang diperoleh juga dapat menurun yang dapat disebabkan oleh ketersediaan glukosa dalam sampel telah sedikit dan

Hasil belajar tentang bilangan romawi pada siswa kelas IV pada siklus I yang memiliki kriteria ketuntasan minimal (KKM) sebanyak 9 siswa dari 24 siswa dengan prosentase 29,1

Sistem penjaminan mutu dengan mekanisme kerja yang efektif, serta diterapkan dengan jelas pada tingkat program

1) Perilaku Bermasalah ( problem behavior ). Masalah perilaku yang dialami remaja di sekolah dapat dikatakan masih dalam kategori wajar jika tidak merugikan

Demikian pengumuman ini disampaikan untuk diketahui, dan bagi peserta yang keberatan atas hasil pengumuman pemenang dapat menyampaikan sanggahan secara tertulis