• Tidak ada hasil yang ditemukan

TES LISAN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "TES LISAN"

Copied!
14
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Evaluasi/tes merupakan pengukuran ketercapaian program pendidikan, perencanaan suatu program susbtansi pendidikan termasuk kurikulum dan pelaksanaannya, pengadaan dan peningkatan kemampuan pendidik, pengelolaan pendidikan, dan reformasi pendidikan secara keseluruhan (Majid, 2006).

Proses belajar mengajar yang baik tidak cukup hanya didukung oleh perencanaan pembelajaran, kemampuan pendidik mengembangkan proses pembelajaran, penguasaannya terhadap bahan ajar, serta kemampuan pendidik untuk menguasai kelas, tanpa diimbangi dengan kemampuan melakukan evaluasi terhadap pencapaian kompetensi peserta didik, yang sangat menentukan dalam konteks perencanaan berikutnya. Semakin baik pendidik melakukan evaluasi, maka akan semakin benar penempatan ukuran pencapaian kompetensi peserta didik. Dan semakin benar pelaporannya pada klien, dan semakin akuntabel pelaksanaan tugasnya sebagai pendidik. Dilihat dari segi kebutuhannya ini, maka setidaknya pendidik harus mampu menyusun instrumen tes maupun non-tes (Rosyada, 2004).

Tes adalah alat atau prosedur yang sistematis untuk mengukur perubahan-perubahan prilaku dari pembelajaran. Sedangkan pengukuran adalah prosedur untuk memperoleh deskripsi numeric tentang tingkatan penugasan karakteristik tertentu dari pembelajaran. Sedangkan evaluasi adalah proses yang sistematis untuk melakukan pengumpulan, analisa, dan interpretasi terhadap informasi yang dapat menetapkan tingkatan pencapaian tujuan belajar dari pembelajar (Rosyada, 2004).

(2)

perbuatan (tes tindakan). Tes lisan adalah bentuk tes tertua yang dipakai guru. Guru-guru pada zaman dahulu sepenuhnya bergantung pada tes ini. Tes lisan mempunyai tempat terhormat dalam tingkat sarjana, di lingkungan pendidikan. Tes lisan juga dipakai pada tingkatan S2 dan S3, yang terealisasi dalam bentuk ujian tesis dan disertasi. Perkembangan bentuk tes obyektif yang relatif baru, telah mempengaruhi guru-guru untuk menurunkan derajat tes lisan ke status teknik mengajar (Stiggins, 1994).

Guru-guru di zaman sekarang jarang mencoba memberi nilai atas konstribusi lisan siswa-siswanya, tetapi masih juga ada sebagian dari mereka yang memanfaatkan tes lisan yang pendek untuk menilai pencapaian siswa-siswanya maupun efektivitas sajian mereka sehari-hari. Tes lisan bukan tidak mempunyai martabat upaya pengukuran, tes tersebut sering disalah gunakan oleh guru yang kurang berpengalaman dalam penggunaannya. Jika dibuat dan digunakan dengan cara yang semestinya, tes itu dapat sebagai alat pengukur kemajuan siswa yang informal dan berharga.

1.2. Tujuan

(3)

BAB II

PENILAIAN PEMBELAJARAN JENIS TES LISAN

2.1. Tes Lisan

Tes lisan merupakan serangkaian soal-soal atau pertanyaan-pertanyaan atau tugas-tugas yang diberikan kepada peserta didik secara lisan dan jawaban yang diberikan peserta didik secara lisan juga. Namun demikian dapat juga soal-soal tes diajukan secara lisan dalam waktu yang ditentukan dan jawabannya harus dibuat secara tertulis. Adapun pada tes perbuatan, wujud soal tes adalah pemberian perintah atau tugas yang harus dilaksanakan oleh siswa, dan cara penilaiannya dilakukan terhadap proses penyelesaian tugas dan hasil akhir yang dicapai setelah siswa melaksanakan tugas tersebut.

Dalam tes lisan terdapat 9 petunjuk praktis yang dapat digunakan sebagai pegangan dalam pelaksanaannya, yaitu:

1. Sebelum tes lisan dilaksanakan, seyogyanya guru sudah melakukan inventaris berbagai jenis soal yang akan diajukan kepada siswa dalam tes lisan tersebut, sehingga tes lisan dapat diharapkan memiliki validitas yang tinggi, baik dari segi isi maupun konstruksinya.

2. Setiap butir soal yang telah ditetapkan untuk diajukan dalam tes lisan, harus disiapkan pedoman atau pengelompokan jawaban yang betulnya. 3. Jangan sekali-kali menentukan skor atau nilai hasil tes lisan setelah siswa

mengalami tes lisan.

4. Tes hasil belajar yang dilaksanakan secara lisan hendaknya jangan sampai menyimpang atau berubah arah dari evaluasi menjadi diskusi.

5. Dalam rangka menegakkan prinsip obyektivitas dan prinsip keadilan, dalam tes yang dilaksanakan secara lisan hendaknya jangan sekali-kali memberikan angin segar dengan kata-kata yang sifatnya membantu menolong siswa.

(4)

7. Sekalipun acapkali sulit untuk dapat diwujudkan, namun sebaiknya guru mempunyai pedoman yang pasti, berapa lama waktu yang disediakan. 8. Pertanyaan-pertanyaan yang diajukan dalam tes lisan hendaknya dibuat

bervariasi.

9. Sejauh mungkin dapat diusahakan agar tes lisan itu berlangsung secara individual (satu demi satu), agar tidak mempengaruhi mental testee yang lain (Sudjiono, 2008).

Zainul (2005) menambahkan beberapa hal yang diperlukan dalam tes lisan, yaitu: guru atau pengetes terlebih dahulu merencanakan pokok-pokok yang akan dipertanyakan; sampaikan pertanyaan dengan cara yang baik; ciptakan raport sebelum memulai ujian lisan yang sebenarnya, karena umumnya setiap yang diuji sebelum ujian sudah dihinggapi rasa was-was dan takut; dahulukan pertanyaan yang mudah dan diperkirakan dapat dijawab, sebaiknya penilaian diberikan segera setelah ujian dilaksanakan; formasi tempat duduk antara sipenguji dan siteruji sebaiknya tidak berhadapan langsung secara vertikal.

Dalam tes lisan terdapat beberapa hal yang harus kita perhatikan, antara lain : A. strategi bertanya lisan. B. jenis-jenis tes lisan. C. merencanakan tes lisan. D. konstruksi tes lisan. E. prinsipprinsip pemakaian tes lisan. F. keuntungan -keuntungan khusus tes lisan. Dalam hal ini akan dibahas satu persatu dalam pembahasan.

2.2. Strategi Bertanya Lisan

(5)

Kognitif 1 : Pertanyaan membentuk konsep pertanyaan yang menanyakan “apa?”

Kognitif 2 : Pertanyaan tentang interpretasi data pertanyaan menanyakan “mengapa?”

Kognitif 3 : Pertanyaan tentang aplikasi prinsip, pertanyaan yang menanyakan “apa arti……..?”

Bertentangan dengan pendapat di atas, terlihat bahwa guru mengarahkan siswa-siswa terhadap empat macam pertanyaan untuk menjelaskan cara berpikir siswa dan memperbaiki belajar siswa.

Keempat kelompok pertanyaan itu antara lain:

1. Pertanyaan verifikasi: dengan pertanyaan ini siswa-siswa mencari dasar informasi, fakta-fakta dan data untuk pertanyaan.

2. Pertanyaan eksperimentasi: dengan pertanyaan ini siswa-siswa memanipulasi secara verbal informasi yang dikumpulkan pada tahapan verifikasi. Siswa menggali dan mengetes ide-ide untuk menentukan akibat-akibatnya.

3. Pertanyaan kebutuhan: dengan pertanyaan ini siswa-siswa mensortir data dan menentukan mana yang relevan dan tidak relevan bagi pertanyaan. 4. Pertanyaan sintesis: dengan pertanyaan ini siswa-siswa mengecek validitas

dari intuisi, teori atau kesimpulannya sebagai penjelasan atau jalan keluar dari masalah atau fenomena yang diselidiki. Dalam menanyakan tiap pertanyaan tersebut di atas, siswa-siswa mencari data tentang (1) peristiwa, (2) obyek, (3) kondisi, (4) milik. Peristiwa berarti situasi yang ada atau terjadi. Obyek yang terdapat disini adalah elemen dalam peristiwa. Kondisi merupakan karateristik yang tidak dapat diubah (Dirjen PT, 1989).

2.3. Jenis-Jenis Tes lisan

(6)

pengukuran yang kecil, walaupun diakui, bahwa cara tersebut mungkin sedikit dapat mendorong siswa belajar sehari-hari, dan akan berguna sebagai daya upaya mengajar.

Tes lisan yang diinginkan oleh para guru mempunyai cakupan yang lebih luas. Terdapat secara garis besar jenis-jenis tes lisan, yang mempunyai berbagai kegunaan dalam pengukuran pengajaran, walaupun terdapat persamaan-persamaan dalam kebanyakan jenis tersebut yang memungkinkan untuk dibicarakan sebagai sebuah kelompok. Beberapa jenis tes lisan yang sangat terspesialisasi, dan harus diperhatikan oleh seorang guru adalah:

1. Pertanyaan Lisan-Respon Lisan

Pertanyaan lisan dengan jawaban lisan harus serupa dengan pertanyaan yang ditulis untuk sebuah tes essai. Pertanyaan itu dapat berupa pertanyaan dengan jawaban luas atau jawaban terbatas, tetapi harus diingat bahwa selama jam pelajaran tidak banyak pertanyaan dengan jawaban luas yang dapat dikemukakan.

Jenis dan jumlah pertanyaan ditentukan juga apakah siswa-siswa itu diuji secara individual atau kelompok. Pengujian individual memungkinkan guru untuk menanyakan tiap siswa sejumlah pertanyaan, dan oleh karena tiap siswa dapat diuji antara 10-15 menit, maka beberapa pertanyaan itu dapat menuntut jawaban luas, walaupun kebanyakan dari pertanyaan itu menuntut jawaban terbatas. Jika sekelompok siswa diuji, barangkali semua pertanyaan itu harus dari jenis jawaban terbatas oleh karena 35-40 pertanyaan harus disediakan jika tiap siswa menjawab satu pertanyaan. Dengan jam pelajaran yang normal 15-40 menit, dalam pengujian kelompok kira-kira satu menit dapat disediakan untuk jawaban satu pertanyaan.

2. Tes Lisan-Respon Tertulis

(7)

pelaksanaan tes lisan jika tidak ada cukup waktu untuk memperbanyak tes, kekurangan bahan-bahan dan tenaga atau mesin stensil terlalu sedikit.

Sekali-kali seorang guru mungkin tertarik memperoleh indikasi tingkat kemampuan mendengar siswanya dan hal ini sekali lagi membenarkan pelaksanaan lisan dari tes tertulis. Oleh karena banyak pengajaran di sekolah bergantung pada komunikasi lisan seperti dalam strategi ceramah, diskusi dan laporan di kelas, mungkin benar juga bahwa tekanan yang cukup belum diberikan pada pengukuran pemahaman mendengar.

Dalam mengukur pemahaman mendengar, dapat dipastikan bahwa memakai jenis-jenis pertanyaan obyektif lebih dari jenis pertanyaan essai yang dibicarakan di atas. Guru yang melaksanakan tes sedemikian harus mahir membaca, berbicara dengan tenang dan kuat, dan mengucapkannya dengan jelas untuk memungkinkan pendengarannya bereaksi dengan benar jika mereka mengetahui jawabannya.

Dalam berbagai bidang pengajaran di sekolah dasar, terdapat tekanan yang besar pada pemahaman mendengar. Hal ini benar dalam pelajaran berbicara bahasa inggris untuk kelas tinggi. Percakapan dalam bahasa inggris yang menuntut respons verbal sebagaimana pemahaman mendengar.

3. Tes Penampilan Lisan

Ujian penampilan lisan terutama dapat diadaptasikan dengan baik pada berbicara, drama dan pelajaran bahasa inggris. Berbicara dan drama, keduanya menekankan penampilan verbal dan kualitas penampilan tidak dapat diukur dengan ujian tertulis. Kenyataannya, pengukuran penampilan sangat subyektif ketika dimulai oleh pengamat. Sebagai bantuan untuk mengarahkan perhatian penilai kepada aspek khusus, maka penampilan merupakan hal yang paling penting, selain itu pembuatan daftar cek atau sebuah skala penilaian yang didasarkan atas analisis unsur-unsur dalam sebuah penampilan.

(8)

(3) pemilihan kata yang baik,(4) isyarat yang pantas, (5) kehadiran dipanggung yang baik, (6) hubungan baik dengan pendengar.

Thoha (2003:61) dalam Vivi (2010) menjelaskan bahwa tes lisan termasuk kelompok tes verbal, yaitu tes soal dan jawabannya menggunakan bahasa lisan. Dari segi persiapan dan cara bertanya, tes lisan dapat dibedakan menjadi dua yakni:

a. Tes lisan bebas. Yaitu pendidik dalam memberikan soal kepada peserta didik tanpa menggunakan pedoman yang dipersiapkan secara tertulis

b. Tes lisan berpedoman. Yaitu pendidik menggunakan pedoman tertulis tentang apa yang akan ditanyakan kepada peserta didik.

2.4. Merencanakan Tes Lisan

Banyak dari penggunaan tes lisan yang salah, hal ini disebabkan oleh perencanaan yang lemah. Sebagaimana dengan bentuk tes yang lain, suksesnya pengukuran tes lisan sebanding dengan kehati-hatian dalam perencanaannya. Jelaslah bahwa hanya sedikit nilai pengukuran yang diperoleh dari tes yang dibuat dengan tergesa-gesa. Dalam mempersiapkan tes lisan seorang guru harus mengutamakan ketelitian dengan mengikuti langkah-langkah perencanaan.

Pertama, tujuan pengajaran dan bidang isi arus didaftarkan untuk membuat garis-garis besar. Garis-garis besar ini perlu dirancang secara detail, karena tes ini hanya dipakai untuk mengukur tujuan dan isi yang terbatas jumlahnya. Dalam hal ini tujuan eksplisit yang mungkin diperoleh, hanya satu bidang isi yang luas yang mencakup bidang-bidang yang dipecahkan secara terperinci.

(9)

2.5. Konstruksi Tes Lisan

Dalam tes lisan konstruksi bentuk tes lisan tidak sukar, guru haruslah menyisihkan waktu untuk mempersiapkan tujuan dari suatu tes lisan. Dua prinsip yang harus diperhatikan oleh seorang guru dalam pembuatan tes lisan diantaranya: (1) pertanyaan haruslah dituliskan lebih dahulu (2) jawaban yang dapat diterima harus dituliskan untuk tiap pertanyaan yang dibuat. Tes lisan mempunyai bagian-bagian yang sesuai dengan jenis dan tujuan ujian, metode pemberian nilai harus ditentukan sebelum pertanyaan-pertanyaan dibuat oleh seorang guru, dan bobot relatif nilai harus ditetapkan untuk tiap-tiap pertanyaan seperti halnya dengan tes tertulis. Pra perencanaan seiring dengan ketelitian dalam penulisan butir tes, dan akan menguatkan guru dalam menghadapi kritik yang sering mengatakan bahwa ujian lisan hanya sedikit gunanya dalam pengukuran.

Pertanyaan-pertanyaan lisan yang dibuat haruslah dapat menggambarkan keberadaaan siswa dalam menjawab pertanyaan dengan bentuk yang lebih sederhana dan bermanfaat.

2.6. Prinsip-Prinsip Pemakaian Tes Lisan

Berbagai prinsip yang harus dilakukan dalam pemakaian tes lisan antara lain: a) Pelaksanaan tes lisan yang trampil perlu mencapai pengukuran yang baik.

Siswa-siswa harus mendengar dan mengerti pertanyaan jika mereka diharapkan dapat memberi respon dengan baik. Oleh sebab itu guru harus membacakan pertanyaan dengan lambat-lambat dan dengan suara yang kuat serta mengucapkan dengan hati-hati. Jika tes itu dilaksanakan kepada siswa secara individual, guru harus memberikan dengan baik kepada siswa-siswa. Batas waktu yang harus diperhatikan dan kondisi tes individual harus dipelihara pada tingkat standar jika hasilnya diharapkan dapat dipertanggung jawabkan.

(10)

topik yang baru diajarkan dan memberikan kepada guru kesan bagaimana baiknya siswa-siswa menguasai konsep-konsep, ide-ide, dan fakta-fakta yang telah diajarkan.

c) Jika hanya satu pertanyaan diberikan kepada seorang individu, guru harus hati-hati menjaga agar tingkat kesukaran pertanyaan itu sama, atau setidak-tidaknya menyesuaikan kesukaran tes kepada kemampuan siswa. Pertanyaan tes lisan ditujukan kepada tiap orang siswa tidak mengandung reabilitas, sebab sampel tidak cukup tajam dan reabilitas sering dikurangi oleh variasi kesukaran tes yang tiba-tiba berubah-rubah.

d) Walaupun penilaian tes lisan sering subyektif, guru harus berusaha menghindarkan faktor-faktor luar yang tidak perlu seperti favoritisme. Pemakain daftar cek atau skala penilaian di mana mungkin akan menambah reabilitas penilaian, dan jawaban yang sebelumnya sudah ditulis akan menyajikan kriteria untuk menilai ke komprehensifan jawaban siswa (Dirjen PT, 1989).

2.7. Keuntungan-Keuntungan Tes Lisan

Dalam situasi dan bidang pengajaran khsusus, tes lisan mengandung keuntungan-keuntungan dibandingkan dengan bentuk tes yang lain yaitu :

1. Pertanyaan-pertanyan lisan memungkinkan penguji fleksibel dalam prosedur. Guru dapat menyesuaikan pertanyaan-pertanyaannya dengan latar belakang siswa atau memancing tambahan arti yang terdapat di balik pertanyaan-pertanyaan yang kabur dan tidak lengkap selama ujian berlangsung. Fleksibilitas ini sangat diinginkan dalam tes intelegensi individual.

2. Tes lisan individual merupakan alat yang amat baik untuk mengikuti proses berpikir yang telah dipakai siswa dalam memecahkan masalah.

(11)

4. Tes lisan lebih valid dari bentuk-bentuk tes lain, yang berguna untuk mengukur bidang pengajaran yang menuntut penampilan verbal.

5. Dalam penyediaan tes lisan, waktu yang diperlukan lebih sedikit daripada jenis tes lain, walaupun kebutuhan untuk perencanaan yang teliti dan pembuatan tes serupa pada semua jenis tes (Dirjen PT, 1989 & Zainul, dkk, 1997).

Purwanto (2006) menambahkan bahwa tes lisan sebagai alat evaluasi belajar mengajar memiliki beberapa kebaikan dan keburukan, diantaranya:

Kebaikan tes lisan

1. Lebih dapat menilai kepribadian dan isi pengetahuan seseorang karena dilakukan secara face to face.

2. Jika si penjawab belum jelas, pengetes dapat mengubah pertanyaan sehingga dimengerti oleh si penjawab.

3. Dari sikap dan cara menjawabnya, pengetes dapat mengetahui apa yang “tersirat” di samping yang “tersurat”.

4. Pengetes dapat mengorek isi pengetahuan seseorang sampai mendetail dan dapat mengetahui bidang mana dari pengetahuan itu yang disenangi. 5. Untuk mengevaluasi kecakapan tertentu, seperti bahasa inggris dan bahasa

Indonesia.

6. Pengetes dapat langsung mengetahui hasilnya.

Keburukan tes lisan

1. Jika hubungan antara pengetes dan yang akan dites kurang baik, dapat menggangu objektivitas hasil tes.

2. Sifat penggugup pada yang dites dapat menggangu kelancaran jawaban yang diberikan.

3. Pertanyaan yang diajukan tidak dapat selalu sama pada tiap-tiap orang yang dites.

(12)

5. Pribadi dan sikap pengetes dan hubungannya dengan yang dites memungkinkan hasil yang kurang obyektif.

(13)

3.1. KESIMPULAN

Tes lisan memiliki beberapa hal yang harus kita perhatikan, antara lain : strategi bertanya lisan, jenis-jenis tes lisan, merencanakan tes lisan, konstruksi tes lisan, prinsip-prinsip pemakaian tes lisan, dan keuntungan - keuntungan khusus tes lisan.

Strategi tes lisan terdapat beberapa pertanyaan antara lain: pertanyaan verivikasi, eksperimentasi, kebutuhan dan sintesis. Sedangkan jenis tes lisan terdiri dari: Tes yang dilaksanakan secara lisan dan meminta jawaban secara lisan, ter yang dilaksanakan secara lisan dan menuntut jawaban tertulis, tes lisan dari jenis standar. Bentuk dari konstruksi tes lisan adalah: tes lisan respon, tes lisan jawaban tertulis dan tes penampilan lisan.

3.2. Saran

Diharapkan kepada guru-guru untuk dapat memvariasikan penilaian dalam rangka mengevaluasi penguasaan materi siswa, sehingga guru mendapatkan gambaran yang komplit tentang sejauhmana penguasaan materi siswa.

(14)

Dirjen PT, 1989. Bahan Pengajaran untuk Mata Kuliah Evaluasi Hasil Belajar Siswa. Jakarta.

Majid. 2006. Perencanaan Pembelajaran Cetakan Kedua. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.

Purwanto, Ngalim. 2006. Prinsip-Prinsip dan Teknik Evaluasi Pengajaran. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.

Rosyada. 2004. Paradigma Pendidikan Demokratis Edisi I. Jakarta: Pranada Medika.

Stiggins, Richard,J. 1994. Student-Centered Classroom Assessment. Merril, an Imprint ofMacmillan College Publishing Company, New York.

Sudijono, Anas. 2008. Pengantar Evaluasi Pendidikan. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada.

Vivi. 2010. http://viviap.wordpress.com/2010/04/01/tes-tulis-dan-lisan/. Diakses tanggal 10 Juni 2010.

Zainul, N. 2005. Penilaian Hasil Belajar Cetakan Ke-5. Jakarta: PAU-PPAI.

Referensi

Garis besar

Dokumen terkait

Peneliti berasumsi siswa yang konsep diri yang tinggi memiliki kepercayaan terhadap diri sendiri akan kemampuannya sehingga hasil belajar biologi dengan tes lisan dan

dijawab secara singkat dan spesifik. 2) Pertanyaan langsung umumnya lebih baik daripada pernyataan yang tidak langsung. 3) Tempat kosong untuk menuliskan jawaban pada tes

Nana Sudjana (2005: 35) “tes sebagai alat penilaian adalah pertanyaan-pertanyaan yang diberikan pada siswa untuk mendapat jawaban dari siswa dalam bentuk lisan (tes.. Jadi tes

Tes yang meminta jawaban secara tertulis dan meminta jawaban secara lisan, pada intinya menuntut eksamini memberikan penjelasan dengan kata-kata, semuanya itu

Untuk mengetahui keterampilan mahasiswa dalam berkomunikasi secara lisan, tes berbicara dilakukan pada penelitian ini dengan menggunakan prosedur tes keterampilan

Hubungan antara model diskusi pemahaman teks dengan kemampuan tes lisan siswa pada materi Al- Qur’an Hadis sangatlah jelas karena hasil tes lisan siswa yang tinggi

Setelah didapatkan instrumen untuk penilaian keterampilan presentasi dan instrumen lembar soal tes lisan yang valid, langkah selanjutnya adalah melakukan analisis

Contoh diantaranya yaitu 4 tiers tes diagnostik miskonsepsi : tahap 1 nya pertanyaan dan pilihan jawaban sepert pada tes pilihan ganda biasa, tahap II tingkat keyakinan mengenai jawaban