• Tidak ada hasil yang ditemukan

Kemampuan Mengajar Guru Pendidikan Agama Islam di SD Al-Washliyah I Kecamatan Pulogadung Jakarta Timur

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Kemampuan Mengajar Guru Pendidikan Agama Islam di SD Al-Washliyah I Kecamatan Pulogadung Jakarta Timur"

Copied!
89
0
0

Teks penuh

(1)

KEMAMPUAN MENGAJAR GURU PENDIDIKAN AGAMA

ISLAM DI SD AL-WASHLIYAH 1 KECAM ATAN

PULOGADUNG JAKART A TIM UR

Universitas Islam Negeri SYARIF HIDAYATULLAH

Disusun Oleh :

Nama : Syahroni Endang Nasition NIM : 809011000405

FAKULTAS TARBIYAH DAN KEGURUAN

(2)
(3)
(4)
(5)
(6)

vii

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis ucapkan kehadirat Allah SWT, atas limpahan rahmat dan karunia-Nya sehingga peneliti dapat menyelesaikan penulisan skripsi yang berjudul "Kemampuan Mengajar Guru Pendidikan Agama Islam di SD Al-Washliyah I Kecamatan Pulogadung Jakarta Timur". Teriring shalawat dan salam kepada Nabi Besar Muhammad SAW yang telah membawa kecerahan terhadap ilmu pengetahuan dan petunjuk yang terang bagi kebahagiaan hidup di dunia dan akhirat. Skripsi ini ditulis untuk memenuhi syarat mencapai gelar Sarjana Strata 1 Pendidikan Agama Islam Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

Peneliti menyadari sepenuhnya bahwa di dalam skripsi ini masih banyak terdapat kekurangan baik dari segi isi maupun penulisannya. Untuk itu kritik dan saran dari siapapun yang membaca skripsi ini akan peneliti terima dengan tangan ter buka demi perbaikan-perbaikan di kemudian hari.

Dalam penyusunan skripsi ini peneliti banyak menerima bantuan dari berbagai pihak. Untuk itu peneliti mengucapkan terima kasih yang tulus kepada : 1. Prof. Dr. H. Rifa’at Syauqi Nawawi, MA., sebagai Dekan Fakultas Ilmu Tarbiyah

dan Keguruan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

2. Drs. Bahrissalim, MA., sebagai Ketua Jurusan Pendidikan Agama Islam Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

3. Dra. Eri Rossatria, MA., sebagai Pembimbing skripsi yang telah membimbing dan meluangkan waktu, tenaga dan pikiran di sela-sela kesibukannya senantiasa memberikan bimbingannya kepada peneliti.

4. Seluruh dosen dan staf yang telah memberikan ilmu, bimbingan serta perhatian sehingga peneliti dapat menyelesaikan perkuliahan di Jurusan Pendidikan Agama Islam Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

(7)

6. Rekan-rekan kuliah dan rekan-rekan guru yang terus menerus memberikan semangat untuk menyelesaikan studi.

Akhirnya peneliti berharap semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi peneliti dan bagi para pembaca.

Jakarta, Desember 2012

(8)

ix

DAFTAR ISI

Halaman

SURAT PERNYATAAN KEASLIAN SKRIPSI ... i

LEMBAR PERSETUJUAN ... ii

LEMBAR PERSETUJUAN PEMBIMBING ... ii

LEMBAR PENGESAHAN PENGUJI ... iv

ABSTRAK ... v

KATA PENGANTAR ... vii

DAFTAR ISI ... ix

DAFTAR TABEL ... xi

DAFTAR GAMBAR ... xiii

DAFTAR LAMPIRAN ... xiv

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Identifikasi Masalah ... 6

C. Pembatasan Masalah ... 7

D. Perumusan Masalah ... 7

E. Tujuan Penelitian ... 7

F. Kegunaan Penelitian ... 7

BAB II KAJIAN TEORIETIK A. Kemampuan Mengajar Guru Pendidikan Agama Islam .... 9

1. Pengertian Kemampuan Mengajar ... 9

a. Kemampuan Membuka Pelajaran ... 14

b. Kemampuan Mengembangkan Materi ... 15

c. Metode Pembelajaran ... 17

d. Variasi Dalam Menggunakan Media Pembelajaran . 21 e. Menyimpulkan Pelajaran ... 23

f. Pelaksanaan Evaluasi ... 23

2. Prinsip-prinsip Pengajaran ... 26

B. Hasil Penelitian yang Relevan ... 30

(9)

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

A. Tempat dan Waktu Penelitian ... 32

B. Metode Penelitian ... 32

C. Populasi dan Sampel ... 32

D. Teknik Pengumpulan Data ... 32

E. Instrumen Penelitian ... 34

F. Teknik Analisis Data ... 36

BAB IV TEMUAN PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Gambaran Umum SD Al-Washliyah 1 Jakarta ... 37

B. Temuan Penelitian ... 37

1. Kemampuan Guru Membuka Pelajaran ... 38

2. Kemampuan Guru Mengembangkan Materi ... 46

3. Kemampuan Guru Menggunakan Metode yang Bervariasi 52 4. Kemampuan Guru Menggunakan Media ... 54

5. Kemampuan Guru Menyimpulkan Pelajaran ... 57

6. Kemampuan Guru Mengevaluasi ... 58

B. Pembahasan ... 59

1. Kemampuan Membuka Pelajaran ... 60

2. Kemampuan Mengembangkan Materi ... 60

3. Kemampuan Menggunakan Metode yang Bervariasi ... 61

4. Kemampuan Menggunakan Media ... 61

5. Kemampuan Menyimpulkan Pelajaran ... 62

6. Kemampuan Mengevaluasi ... 62

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan ... 65

B. Saran ... 66

DAFTAR PUSTAKA ... 67

(10)

xi

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 1 Kisi-kisi Angket Kemampuan Mengajar Guru PAI ... 35

Tabel 2 Kriteria Pemberian Skor ... 38

Tabel 3 Gaya Memulai Pelajaran Dengan Doa ... 39

Tabel 4 Guru Mengemukakan Topik Pelajaran Dengan Jelas... 39

Tabel 5 Guru Menyampaikan Masalah-Masalah Pokok yang Akan Dibahas ... 40

Tabel 6 Guru Memeriksa Kehadiran Siswa ... 41

Tabel 7 Guru Memotivasi Siswa Untuk Mengikuti Kegiatan Belajar Mengajar Dengan Baik ... 41

Tabel 8 Guru Melakukan Tanya Jawab Tentang Materi yang Akan Dipelajari ... 42

Tabel 9 Guru Menyampaikan Tujuan yang Hendak Dicapai ... 43

Tabel 10 Guru Mengaitkan Materi Pelajaran Dengan Pelajaran yang Telah Lalu ... 43

Tabel 11 Guru Menjelaskan Langkah-langkah Pembelajaran yang Akan Dilakukan Ketika Memulai Pelajaran ... 44

Tabel 12 Guru Mengajukan Pertanyaan-pertanyaan yang Berkaitan Dengan Materi yang Telah Dipelajari ... 45

Tabel 13 Guru Menjelaskan Materi yang Akan Dibahas Dengan Menggunakan Contoh-contoh Nyata Dalam Kehidupan Sehari-hari ... 45

Tabel 14 Guru Menyajikan Materi Pelajaran Dengan Menggunakan Kalimat yang Mudah Dipahami ... 46

Tabel 15 Guru Menyajikan Materi Pelajaran Secara Berurutan dan Terperinci ... 47

(11)

Tabel 17 Guru Menjelaskan Materi Pelajaran Dengan Contoh-contoh yang Sesuai Dengan Materi Pelajaran ... 48 Tabel 18 Guru Menjelaskan Materi Pelajaran Dengan Contoh-contoh

yang Mudah Dipahami... 49 Tabel 19 Guru Mengulangi Penjelasan Untuk Memberikan Penekanan

Pada Hal-hal yang Penting ... 50 Tabel 20 Guru Memberikan Penekanan Pada Hal-hal Penting Dengan

Menggunakan Nada Suara, Mimik dan Gerakan Anggota Badan ... 50 Tabel 21 Guru Memberi Kesempatan Kepada Siswa Untuk Mengajukan

Pendapat, Ide dan Gagasan Tentang Materi Pelajaran ... 51 Tabel 22 Guru Melakukan Tanya Jawab Sehingga Siswa Berani

Mengemukakan Pendapat ... 52 Tabel 23 Guru Menggunakan Metode Pembelajaran yang Bervariasi ... 53 Tabel 24 Guru Menggunakan Metode Pembelajaran yang Sesuai

Dengan Materi Pelajaran... 53 Tabel 25 Guru Menerapkan Metode Pembelajaran yang Dapat

Meningkatkan Motivasi Belajar ... 54 Tabel 26 Guru Menggunakan Media yang Sesuai Dengan Materi Pelajaran 55 Tabel 27 Guru Menggunakan Media Pembelajaran yang Bervariasi ... 55 Tabel 28 Guru Mampu Menggunakan Media Pembelajaran Dengan Baik 56 Tabel 29 Guru Memberikan Keterangan Dengan Jelas Tentang

Cara-cara Menggunakan Media Pembelajaran ... 57 Tabel 30 Guru Menyimpulkan Materi Pelajaran Dengan Baik ... 57 Tabel 31 Guru Melaksanakan Evaluasi Menggunakan Soal-soal Tes

Berdasarkan Materi yang Telah Dipelajari ... 58 Tabel 32 Guru Bersama Siswa Membahas Kembali Soal-soal yang

(12)

xiii

DAFTAR GAMBAR

Halaman

(13)

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

Lampiran 1 Kuesioner Kemampuan Mengajar Guru ... 69

Lampiran 2 Pedoman Wawancara ... 71

Lampiran 3 Data Penelitian Kemampuan Mengajar Guru ... 73

(14)

9 BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Keberhasilan pembangunan suatu bangsa terutama sekali ditentukan oleh keberhasilan pembangunan di bidang pendidikan. Hal tersebut dikarenakan keberhasilan pembangunan di bidang pendidikan dapat menghasilkan sumber daya manusia yang handal, tangguh dan berdedikasi tinggi serta berakhlak mulia. Oleh karena itu, bidang pendidikan sebagai salah satu bidang pembangunan yang sangat strategis sudah seharusnya mendapatkan perhatian dari semua pihak untuk menciptakan sumber daya manusia berkualitas yang dibutuhkan untuk membangun suatu bangsa. Kegagalan pembangunan di bidang pendidikan, akan menyebabkan sebuah bangsa terbelakang dan tidak mampu bersaing dengan bangsa-bangsa lain di dunia.

Sekolah selain bertanggungjawab dalam mengembangkan kemampuan intelektual, juga menjadi tempat pembinaan karakter dan kepribadian siswa sebagaimana diamanatkan oleh Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional yang berbunyi:

Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengenalan diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara. 1 Amanat UU No. 20 Tahun 2003 tentang Sisdiknas tersebut menegaskan bahwa pendidikan pada dasarnya bertujuan untuk meletakkan dasar-dasar iman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, akhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggungjawab. Dengan demikian, penyelenggaraan pendidikan di sekolah tidak boleh mengenyampingkan pendidikan karakter dalam rangka membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat.

1

(15)

Sehubungan dengan hal tersebut Azra menyatakan, ”Pembentukan dan pendidikan karakter melalui sekolah merupakan usaha mulia yang mendesak untuk dilakukan. Bahkan, kalau kita berbicara tentang masa depan, sekolah bertanggungjawab bukan hanya dalam mencetak peserta didik yang unggul dalam ilmu pengetahuan dan teknologi, tetapi juga dalam karakter dan kepribadian”.2

Pernyataan tersebut dapat diartikan bahwa sekolah memiliki tanggungjawab dalam hal pendidikan karakter. Peserta didik sebagai generasi muda tidak cukup hanya dibekali dengan ilmu pengetahuan dan teknologi, tetapi harus diiringi dengan pendidikan karakter agar kelak menjadi manusia yang sanggup mengemban tugas sebagai penerus bangsa.

Guru merupakan salah satu komponen yang sangat penting dalam penyelenggaraan pendidikan di sekolah dan pendidikan tidak dapat berlangsung tanpa keberadaan seseorang yang melakukan aktivitas belajar mengajar. Guru dapat memberikan pengaruh yang besar tidak hanya pada prestasi belajar tetapi juga pada sikap siswa terhadap sekolah dan terhadap belajar pada umumnya. Untuk mengemban tanggung jawab tersebut, guru dituntut memiliki kemampuan dasar yang cukup untuk mengembangkan potensi siswa dan untuk melaksanakan tugasnya secara baik sesuai dengan profesi yang dimiliki. Guru perlu menguasai berbagai hal sebagai kompetensi yang dimilikinya.

Terlebih lagi bagi seorang guru Pendidikan Agama Islam (PAI) yang harus mempunyai nilai lebih dibandingkan dengan guru-guru lainnya. Guru PAI, di samping melaksanakan tugas keagamaan juga melaksanakan tugas pendidikan dan pembinaan bagi peserta didik, membantu pembentukan kepribadian, pembinaan akhlak di samping menumbuhkan dan mengembangkan keimanan dan ketaqwaan para siswa. Dengan tugas yang cukup berat tersebut, guru PAI dituntut untuk memiliki keterampilan profesional dalam menjalankan tugas pembelajaran.

2

Azyumardi Azra, Paradigma Baru Pendidikan Nasional: Rekonstruksi dan Demokratisasi

(16)

11

Berdasarkan uraian tersebut, maka seorang guru perlu membekali dirinya dengan kemampuan profesional. Guru yang profesional akan bekerja sesuai dengan fungsi dan tugasnya serta berusaha untuk mencapai tujuan. Sehubungan dengan hal tersebut, Sahertian dalam Kunandar menyatakan, “Seorang guru diharuskan memiliki kemampuan untuk mengembangkan tiga aspek kompetensi yang ada pada dirinya, yaitu kompetensi pribadi, kompetensi profesional, dan kompetensi kemasyarakatan”.3

Kemampuan guru untuk mengelola proses belajar mengajar dengan baik berkaitan erat dengan kemampuan mereka dalam mempersiapkan tahapan-tahapan kegiatan dalam kegiatan belajar mengajar. Tahapan-tahapan-tahapan ini tidak bisa diabaikan dalam proses belajar mengajar atau dalam perencanaan pengajaran, sebab kegiatan ini menyangkut masalah pencapaian tujuan yang telah ditetapkan. Kemampuan guru dalam hal tersebut adalah bagian dari kompetensi guru yang secara umum berarti kemampuan yang cukup, pengetahuan dan ketrampilan yang memadai yang dimiliki seorang pendidik dalam melaksanakan tugas-tugasnya, baik bersifat kualitatif ataupun kuantitatif, sehingga pendidikan dapat berjalan dengan luwes, tidak bebas lepas kendali dan berbobot serta mampu memenuhi kebutuhan pendidikan yang berorientasi pada upaya peningkatan mutu pendidikan. mendidik. Guru PAI sebagai pendidik mengandung arti yang sangat luas, tidak sebatas memberikan bahan-bahan pengajaran tetapi menjangkau etika dan estetika perilaku dalam menghadapi tantangan kehidupan di masyarakat.

Keberhasilan pencapaian tujuan kegiatan belajar mengajar di sekolah sangat ditentukan oleh efisiensi dan efektifitas kegiatan pembelajaran.

3

(17)

Ketika kegiatan pembelajaran berlangsung, terjadi interaksi antara guru dan siswa dalam membahas suatu materi pelajaran. Oleh karena itu, guru membutuhkan suatu perencanaan sebelum menyelenggarakan pembelajaran di kelas agar tercipta suatu proses belajar mengajar yang memungkinkan tercapainya tujuan belajar mengajar yang telah ditetapkan sebelumnya. Dalam merencanakan pembelajaran tersebut dituangkan dan dideskripsikan langkah-langkah dan pengorganisasian pembelajaran untuk setiap pertemuan.

Kemampuan mengelola kelas merupakan salah satu faktor atau tolok ukur guru profesional. Seorang guru yang menguasai dan terampil menggunakan berbagai pendekatan-pendekatan pengelolaan kelas akan dapat mempertahankan iklim belajar mengajar yang serasi untuk proses pembelajaran yang sesuai bagi siswa. Iklim belajar yang menyenangkan memberikan peluang bagi siswa untuk mengembangkan potensi-potensi dirinya semaksimal mungkin di dalam proses belajar mengajar. Kemampuan guru mengelola kelas akan bertambah melalui pengalaman mengajar, pemahaman dan penganalisaan berbagai pendekatan dan strategi pengelolaan kelas.

Kelas merupakan tempat para siswa belajar, di mana sebagian besar waktu belajar berlangsung di dalam ruangan kelas. Agar kegiatan belajar tersebut dapat berlangsung secara efektif dan efisien, maka kelas harus dikelola secara baik oleh guru. Dengan demikian, salah satu tugas guru yang paling utama adalah menciptakan suasana kelas yang menunjang keberhasilan proses belajar mengajar yang pada gilirannya akan meningkatkan motivasi mengajar dari guru yang bersangkutan. Oleh karena itu, kemampuan mengelola kelas merupakan syarat dimana guru dapat menciptakan suasana kelas yang menunjang keberhasilan proses belajar mengajar.

(18)

13

tidak semata-mata dari nasehat-nasehat yang diberikan. Dengan demikian, seorang guru PAI sudah seharusnya memiliki kepribadian yang baik karena ia mengemban tugas yang mulia yaitu sebagai model perilaku bagi para siswa.

Berdasarkan pengamatan awal di SD Al-Washiyah 1 Kecamatan Pulogadung Jakarta Timur, kemampuan mengajar guru PAI masih terdapat beberapa kekurangan yang perlu dibenahi. Kekurangan tersebut antara lain terlihat dari kurangnya kemampuan guru dalam membuka mata pelajaran, kurangnya kemampuan mengembangkan materi pelajaran, penggunaan media pembelajaran, kurang bervariasinya penggunaan metode pembelajaran dan pelaksanaan evaluasi pembelajaran.

Dalam membuka pelajaran, guru-guru PAI kurang mampu menarik perhatian siswa. Hal tersebut menyebabkan siswa kurang termotivasi karena rasa keingintahuan siswa kurang tergali. Dalam hal mengembangkan materi pelajaran, guru-guru PAI kurang mampu mengaitkan materi pelajaran PAI dengan materi lain yang mendukung kelancaran proses belajar mengajar yang diselenggarakan, sehingga dalam proses belajar mengajar di kelas siswa merasa kurang tertarik dan kurang terlibat secara aktif.

(19)

Kenyataan tersebut tentunya harus segera diatasi dengan cara meningkatkan kemampuan mengajar guru demi keberhasilan proses belajar mengajar dan meningkatkan prestasi siswa. Kemampuan mengajar guru yang kurang akan berpengaruh terhadap hasil belajar siswa. Keterbatasan kemampuan guru dalam membuka pelajaran, penyampaian materi, penggunaan metode, media pembelajaran dan melakukan evaluasi pembelajaran akan berpengaruh terhadap kualitas pembelajaran.

Berdasarkan uraian di atas, peneliti tertarik untuk melakukan penelitian yang lebih mendalam mengenai hal-hal yang berkaitan dengan kemampuan mengajar guru Pendidikan Agama Islam di SD Al-Washiyah 1 Kecamatan Pulogadung Jakarta Timur. Hasil penelitian nantinya akan dituangkan dalam laporan ilmiah berupa skripsi dengan judul: “Kemampuan Mengajar Guru Pendidikan Agama Islam di SD Al-Washiyah 1 Kecamatan Pulogadung Jakarta Timur”.

B. Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diuraikan, maka masalah-masalah dalam penelitian ini dapat diidentifikasi sebagai berikut:

1. Kurangnya kemampuan guru membuka pelajaran menyebabkan siswa kurang memiliki rasa ketertarikan dalam mengikuti pembelajaran PAI di SD Al-Washiyah 1 Kecamatan Pulogadung Jakarta Timur.

2. Kurangnya kemampuan guru dalam mengembangkan materi pelajaran berpengaruh terhadap keterlibatan siswa dalam proses belajar mengajar PAI di SD Al-Washiyah 1 Kecamatan Pulogadung Jakarta Timur.

3. Metode yang kurang variatif menyebabkan siswa kurang termotivasi dalam mengikuti pembelajaran PAI di SD Al-Washiyah 1 Kecamatan Pulogadung Jakarta Timur.

(20)

15

5. Evaluasi pembelajaran kurang memberikan stimulasi bagi siswa untuk meningkatkan prestasi belajar PAI di SD Al-Washiyah 1 Kecamatan Pulogadung Jakarta Timur.

C. Pembatasan Masalah

Berdasarkan identifikasi masalah tersebut, maka peneliti membatasi penelitian ini pada masalah: kemampuan mengajar guru Pendidikan Agama Islam di SD Al-Washliyah 1 Kecamatan Pulogadung Jakarta Timur. Kemampuan mengajar guru Kemampuan mengajar guru dibatasi pada kemampuan membuka mata pelajaran, mengembangkan materi pelajaran, menggunakan media pembelajaran, penggunaan metode pembelajaran yang bervariasi, menyimpulkan pelajaran dan pelaksanaan evaluasi pembelajaran.

D. Perumusan Masalah

Berdasarkan pembatasan masalah yang dikemukakan di atas maka masalah dalam penelitian ini dapat dirumuskan sebagai berikut: “Bagaimana Kemampuan Mengajar Guru Pendidikan Agama Islam di SD Al-Washliyah 1 Kecamatan Pulogadung Jakarta Timur?”

E. Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah untuk mendapatkan data empiris yang valid (shahih) dan reliabel (dapat dipercaya) tentang kemampuan mengajar guru Pendidikan Agama Islam di SD Al-Washliyah 1 Kecamatan Pulogadung Jakarta Timur.

F. Kegunaan Penelitian

Penelitian yang dilakukan diharapkan dapat memberikan manfaat baik secara teoretis maupun secara praktis. Adapun manfaat yang diharapkan adalah sebagai berikut:

1. Secara Teoretis

(21)

pendidikan, sehingga penelitian ini dapat menjadi acuan bagi pendidik dalam menemukan, mengetahui hambatan dalam proses pembelajaran dan mencari solusi untuk mengatasinya, yang pada akhirnya bertujuan untuk meningkatkan mutu pembelajaran ke arah yang lebih baik.

2. Secara Praktis

a. Bagi guru, diharapkan penelitian ini dapat menjadi bahan masukan yang membantu untuk menambah wawasan pengetahuan dan ketrampilan serta mengembangkan kreativitas dalam proses pembelajaran Pendidikan Agama Islam.

b. Bagi pihak sekolah, sebagai informasi dan bahan evaluasi dalam upaya meningkatkan kemampuan mengajar guru Pendidikan Agama Islam di SD Al-Washliyah 1 Kecamatan Pulogadung Jakarta Timur.

c. Bagi peneliti selanjutnya di bidang kependidikan, khususnya yang memfokuskan diri pada penelitian yang berkaitan dengan kemampuan mengajar guru, hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi acuan untuk melakukan kajian yang lebih luas dan mendalam agar dapat dijadikan rujukan para guru Pendidikan Agama Islam dalam menyelenggarakan pembelajaran.

(22)

9

BAB II

KAJIAN TEORETIK

A. Kemampuan Mengajar Guru Pendidikan Agama Islam 1. Pengertian Kemampuan Mengajar

Dalam upaya pencapaian suatu tujuan, setiap orang dihadapkan pada kenyataan untuk memiliki persyaratan tertentu agar dapat bertindak dalam rangka mencapai tujuannya tersebut. Johnson sebagaimana dikutip Wijaya menyatakan, ”Kemampuan merupakan perilaku rasional untuk mencapai tujuan yang sesuai dengan kondisi yang diharapkan”.1 Pernyataan tersebut mengandung arti bahwa untuk mencapai sesuatu sesuai dengan keadaan yang diharapkan maka seseorang membutuhkan perilaku rasional yang disebut dengan kemampuan.

Menurut Munandar, ”Kemampuan merupakan daya untuk melakukan sesuatu tindakan sebagai hasil pembawaan dan latihan”.2 Pendapat ini menegaskan bahwa kemampuan adalah daya yang menggerakkan seseorang untuk melakukan sesuatu tindakan. Sumber kemampuan itu sendiri bisa berasal dari dalam (internal) dan dari luar (eksternal). Kemampuan yang berasal dari dalam berupa bawaan faktor genetik dari kedua orang tuanya. Adapun kemampuan yang bersumber dari luar dapat diperoleh melalui proses latihan.

Istilah kemampuan pada dasarnya adalah sama dengan kompetensi. Dalam hal ini, Usman mengemukakan bahwa pengertian dasar kompetensi (competency) yakni “kemampuan atau kecakapan”.3 Pengertian kompetensi guru menurut Kunandar adalah ”seperangkat penguasaan kemampuan yang harus ada dalam diri guru agar dapat mewujudkan kinerjanya secara tepat dan efektif”.4 Berdasarkan pengertian ini maka dapat diartikan bahwa terwujudnya

1Cece Wijaya, dkk., Kemampuan Guru dalam Proses Belajar Mengajar (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2000), h. 8.

2

Utami Munandar, Mengembangkan Bakat dan Kreativitas Anak Sekolah Edisi Revisi

(Jakarta: PT Gramedia Widiasarana Indonesia, 2002), h. 28.

3

Moh. Uzer Usman, Menjadi Guru Profesional, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2011), h. 14.

4

(23)

kinerja seorang guru secara tepat dan efektif ditentukan oleh sejauhmana guru tersebut menguasai seperangkat kemampuan yang dipersyaratkan bagi seorang guru.

Kompetensi menurut Usman sebagaimana yang dikutip oleh Kunandar adalah ”suatu hal yang menggambarkan kualifikasi atau kemampuan seseorang, baik yang kualitatif maupun yang kuantitatif”. 5 Pengertian tersebut mengandung makna bahwa kompetensi itu dapat digunakan dalam dua konteks, yaitu sebagai indikator kemampuan yang menunjukkan kepada perbuatan yang dapat diamati dan sebagai konsep yang mencakup aspek-aspek kognitif, afektif dan perbuatan serta tahap-tahap pelaksanaannya secara utuh.

Selanjutnya Sahertian dalam Kunandar menyatakan, ”untuk dapat menjadi seorang guru yang memiliki kompetensi maka diharuskan memiliki kemampuan untuk mengembangkan tiga aspek kompetensi yang ada pada dirinya, yaitu kompetensi pribadi, kompetensi profesional, dan kompetensi kemasyarakatan.”6 Kompetensi pribadi adalah sikap pribadi guru berjiwa Pancasila yang mengutamakan budaya bangsa Indonesia, yang rela berkorban bagi kelestarian bangsa dan negaranya. Kompetensi profesional adalah kemampuan dalam penguasaan akademik yaitu mata pelajaran dan bidang studi yang diajarkan dan terpadu dengan kemampuan mengajarnya sekaligus sehingga guru memiliki wibawa akademik. Sementara itu, kompetensi kemasyarakatan (sosial) adalah kemampuan yang berhubungan dengan bentuk partisipasi sosial seorang guru dalam kehidupan sehari-hari di masyarakat tempat ia bekerja, baik formal maupun informal. Guru yang dapat atau mampu mengembangkan ketiga aspek kompetensi tersebut pada dirinya dengan baik, niscaya ia tidak hanya memperoleh keberhasilan tetapi ia juga memperoleh kepuasan atas profesi yang dipilihnya.

Selanjutnya Surya sebagaimana dikutip oleh Kunandar mengemukakan bahwa kompetensi guru tersebut meliputi :

5

Ibid., h. 51.

6

(24)

11

Pertama, kompetensi intelektual, yaitu berbagai perangkat pengetahuan yang ada dalam diri individu yang diperlukan untuk menunjang berbagai aspek kinerja sebagai guru. Kedua, kompetensi fisik, yaitu perangkat kemampuan fisik yang diperlukan untuk menunjang pelaksanaan tugas sebagai guru dalam berbagai situasi. Ketiga, kompetensi pribadi, yaitu perangkat perilaku yang berkaitan dengan kemampuan individu dalam mewujudkan dirinya sebagai pribadi yang mandiri untuk melakukan transformasi diri, identitas diri, dan pemahaman diri. Keempat, kompetensi sosial, yaitu perangkat perilaku tertentu yang merupakan dasar dari pemahaman diri sebagai bagian tak terpisahkan dari lingkungan sosial. Kelima, kompetensi spiritual, yaitu pemahaman, penghayatan, serta pengalaman kaidah-kaidah keagamaan.7 Kelima kompentesi di atas yaitu kompetensi intelektual, kompetensi fisik, kompetensi pribadi, kompetensi sosial dan kompetensi spiritual apabila dapat dikuasai dengan baik oleh seorang guru, maka guru tersebut akan memperoleh keberhasilan tidak hanya dalam menjalankan kewajibannya sebagai seorang guru tetapi juga akan mendapatkan kepuasan atas profesi yang dipilihnya. Berdasarkan uraian di atas dapat dinyatakan bahwa kemampuan adalah daya yang dimiliki seseorang untuk melakukan serangkaian tindakan yang menghasilkan suatu keadaan sesuai dengan yang diharapkan. Kemampuan dipengaruhi oleh faktor dari dalam dan faktor dari luar diri.

(25)

guru melalui aktivitas mengorganisir lingkungan belajar yang sesuai dengan karakteristik peserta didik.

Senada dengan definisi di atas, Sudjana dalam Fathurrohman dan Sutikno mengemukakan, “Mengajar pada hakikatnya adalah suatu proses, yaitu proses mengatur, mengorganisasi lingkungan yang ada di sekitar anak didik, sehingga dapat menumbuhkan dan mendorong anak didik melakukan proses belajar. Pada tahap berikutnya adalah proses memberikan bimbingan dan bantuan kepada anak didik dalam melakukan proses belajar”.9

Definisi mengajar selanjutnya adalah sebagaimana dikemukakan oleh Hamalik dalam Fathurrohman dan Sutikno, yaitu ”Mengajar adalah proses menyampaikan pengetahuan dan kecakapan kepada siswa”.10 Definisi ini menekankan bahwa mengajar merupakan suatu proses yang dilakukan oleh seseorang, dalam hal ini adalah guru, untuk menyampaikan pengetahuan dan kecakapan kepada siswa. Selain itu, dapat dijelaskan bahwa yang disampaikan guru kepada siswa tidak hanya mencakup aspek pengetahuan (kognitif), tetapi juga meliputi aspek kecakapan (psikomotorik).

Penjelasan di atas sesuai dengan pendapat Pribadi dalam Thoifuri yang menyatakan bahwa mengajar adalah kegiatan pembinaan yang terkait dengan ranah kognitif dan psikomotorik. Ranah kognitif dengan tujuan agar siswa lebih cerdas, berpikir kritis, sistematis dan obyektif. Untuk ranah psikomotorik dengan tujuan terampil melaksanakan sesuatu, seperti: membaca, menulis, menyanyi, berhitung, lari cepat, berenang dan lain-lain.11

Pernyataan tersebut semakin memperjelas bahwa mengajar ditujukan untuk membina peserta didik baik dari aspek ilmu pengetahuan maupun aspek perilakunya. Kedua aspek tersebut yaitu aspek kognitif dan psikomotorik memiliki keterkaitan yang erat. Karena itu, pembinaan pada salah satu aspek tidak mendominasi aspek lainnya.

Berkaitan dengan penjelasan tersebut, Howard dalam Kunandar mengemukakan, “Mengajar adalah suatu aktivitas untuk mencoba menolong

(26)

13

atau membimbing seseorang untuk mendapatkan, mengubah, atau mengembangkan skill, attitudes, idials/cita-cita, appreciations/penghargaan, dan knowledge atau pengetahuan”.12 Pernyataan ini menegaskan bahwa tujuan mengajar mencakup ruang lingkup yang luas yaitu keterampilan, sikap, cita-cita, penghargaan dan pengetahuan.

Dalam hubungan dengan kegiatan dan hasil belajar siswa, kemampuan guru berperan penting. Proses belajar mengajar dan hasil belajar para siswa bukan saja ditentukan oleh sekolah, pola, struktur dan isi kurikulumnya, akan tetapi sebagian besar ditentukan oleh kemampuan guru yang mengajar dan membimbing para siswa. “Guru yang berkompeten akan lebih mampu mengelola kelasnya, sehingga belajar para siswa berada pada tingkat optimal”.13 Penjelasan tersebut mengandung pengertian bahwa kemampuan mengajar guru berperan penting terhadap keberhasilan belajar siswa.

Davies dalam Fathurrohman dan Sutikno mengemukakan, “Mengajar adalah suatu aktivitas profesional yang memerlukan keterampilan tingkat tinggi dan menyangkut pengambilan keputusan”.14 Jika pengertian kemampuan mengajar guru dikaitkan dengan Pendidikan Agama Islam yakni pendidikan yang sangat penting bagi kehidupan manusia, terutama dalam mencapai ketentraman bathin dan kesehatan mental pada umumnya. Agama Islam merupakan bimbingan hidup yang paling baik, pencegah perbuatan salah dan munkar yang paling ampuh, pengendali moral yang tiada taranya. “Kompetensi guru agama Islam adalah kewenangan untuk menentukan Pendidikan Agama Islam yang akan diajarkan pada jenjang tertentu di sekolah tempat guru itu mengajar”.15

Selanjutnya Daradjat mengemukakan, “Guru agama berbeda dengan guru-guru bidang studi lainnya. Guru agama di samping melaksanakan tugas pengajaran, yaitu memberitahukan pengetahuan keagamaan, ia juga melaksanakan tugas pengajaran dan pembinaan bagi peserta didik, ia membantu pembentukan

12

Kunandar, op. cit., h. 350.

13

Oemar Hamalik, Pendidikan Guru Berdasarkan Pendekatan Kompetensi, (Jakarta: Bumi Aksara, 2006), Cet Ke-4, h. 36.

14

Pupuh Fathurrohman & M. Sobry Sutikno, op. cit., h. 7.

15

(27)

kepribadian, pembinaan akhlak serta menumbuhkembangkan keimanan dan ketaqwaan para peserta didik”.16

Pernyataan tersebut mengandung pengertian bahwa guru PAI memegang peranan penting dalam perkembangan ilmu pengetahuan agama dan akhlak mulia para siswa. Hal ini disebabkan gurulah yang berinteraksi secara langsung dengan siswa selama proses belajar belajar berlangsung. Dengan demikian, berbagai aspek kemampuan mengajar sudah selayaknya dimiliki seorang guru agar tujuan yang ditetapkan dapat tercapai. Adapun aspek-aspek kemampuan mengajar guru tersebut antara lain:

a. Kemampuan Membuka Pelajaran

Penyelenggaraan proses belajar mengajar di kelas selalu didahului dengan kegiatan berdoa, mengemukakan topik pelajaran, apersepsi, menyampaikan tujuan pelajaran dan menyampaikan gambaran umum materi pelajaran. Guru melakukan apersepsi, misalnya melalui tanya jawab dengan siswa tentang materi yang akan dipelajari.

Berkaitan dengan hal tersebut, Usman menyatakan, “Pada setiap pertemuan terdapat kegiatan: pendahuluan yang meliputi motivasi dan apersepsi yaitu menanyakan materi pelajaran yang lalu atau melakukan korelasi dengan lingkungan/ mata pelajaran lain”.17 Pendapat tersebut mengandung arti bahwa membuka pelajaran merupakan tahapan yang harus dilalui dalam pelaksanaan proses belajar mengajar. Pembukaan bertujuan untuk memotivasi siswa dengan cara mengkaitkan pelajaran yang dipelajari dengan pengalaman yang dimiliki siswa.

Djamarah dan Zain mengemukakan, “Tujuan dalam pendidikan dan pengajaran adalah suatu cita-cita yang bernilai normatif. Dengan perkataan lain, dalam tujuan terdapat sejumlah nilai yang harus ditanamkan kepada anak didik. Nilai-nilai ini nantinya akan mewarnai cara anak didik bersikap dan berbuat dalam lingkungan sosialnya, baik di sekolah maupun di luar sekolah”.18

(28)

15

Penjelasan tersebut mengandung pengertian bahwa penyampaian tujuan pelajaran kepada siswa memiliki peranan yang penting dalam proses belajar mengajar. Siswa berperan sikap dan perilaku belajar siswa karena dengan mengetahui tujuan pelajaran siswa memiliki pandangan yang tepat tentang hasil yang diharapkan dari pembelajaran.

Selanjutnya Usman menjelaskan, komponen-komponen keterampilan membuka pelajaran meliputi:

1) Menarik perhatian siswa: Banyak cara yang dapat digunakan guru untuk menarik siswa, antara lain dengan:

 gaya mengajar guru

 penggunaan alat bantu pelajaran  pola interaksi yang bervariasi 2) Menimbulkan motivasi dengan cara:

 disertai kehangatan dan keantusiasan  menimbulkan rasa ingin tahu

 mengemukakan ide yang bertentangan  memperhatikan minat siswa

3) Memberi acuan melalui berbagai usaha seperti:  mengemukakan tujuan dan batas-batas tugas

 menyarankan langkah-langkah yang akan dilakukan  mengingatkan masalah pokok yang akan dibahas  mengajukan pertanyaan-pertanyaan

4) Membuat kaitan atau hubungan di antara materi-materi yang akan dipelajari dengan pengalaman dan pengetahuan yang telah dikuasai siswa.19

Berdasarkan penjelasan di atas dapat diartikan bahwa komponen-komponen keterampilan membuka pelajaran erat kaitannya dengan upaya melibatkan siswa dalam pembelajaran. Dengan keterlibatan siswa ini diharapkan pembelajaran dapat berjalan secara interaktif.

b. Kemampuan Mengembangkan Materi

Sebelum melaksanakan proses belajar mengajar di kelas, seorang guru terlebih dahulu harus menguasai materi yang hendak diajarkan. Selain itu, dibutuhkan juga materi lain yang memiliki keterkaitan yang dapat mendukung kelancaran proses belajar mengajar yang akan diselenggarakan. Penguasaan dan

19

(29)

pengembangan materi memegang peranan penting dalam proses belajar mengajar di kelas agar siswa merasa tertarik sehingga siswa terlibat aktif dalam pembelajaran.

Fathurrohman dan Sutikno menyatakan, ”Bahan/materi merupakan medium untuk mencapai tujuan pengajaran yang ’dikonsumsi’ oleh peserta didik”.20 Definisi tersebut menjelaskan bahwa materi pelajaran adalah bahan yang digunakan dalam proses pembelajaran sebagai perantara untuk mencapai tujuan. Seiring dengan kemajuan dan tuntutan perkembangan dalam masyarakat, maka materi pelajaran terus berkembang secara dinamis. Di samping itu, penyajian materi pelajaran oleh guru juga merupakan faktor penting agar tujuan pembelajaran dapat dicapai.

Sehubungan dengan hal tersebut, Usman menyatakan, “Yang dimaksudkan dengan keterampilan menjelaskan dalam pengajaran ialah penyajian informasi secara lisan yang diorganisasi secara sistematik untuk menunjukkan adanya hubungan yang satu dengan yang lainnya, misalnya antara sebab dan akibat, definisi dengan contoh atau dengan sesuatu yang belum diketahui.”21

Penyampaian materi pelajaran yang direncanakan dan disajikan dengan urutan yang tepat merupakan ciri utama kegiatan menjelaskan. Pemberian penjelasan merupakan salah satu aspek yang sangat penting dari kegiatan guru dalam interaksinya dengan siswa di dalam kelas.

Selanjutnya Usman menjelaskan, “Penyajian suatu penjelasan dapat ditingkatkan hasilnya dengan memperhatikan hal-hal sebagai berikut: a) kejelasan, b) penggunaan contoh dan ilustrasi, c) pemberian tekanan, dan d) penggunaan balikan”.22 Berdasarkan penjelasan tersebut dapat dinyatakan bahwa penyajian suatu materi hendaknya memenuhi unsur-unsur kejelasan, penggunaan contoh dan ilustrasi, c) pemberian tekanan, dan d) penggunaan balikan.

(30)

17

penggunaan ucapan-ucapan dan istilah-istilah yang tidak dapat dimengerti siswa. Kedua, dalam memberikan penjelasan sebaiknya guru menggunakan contoh-contoh yang ada kaitannya dengan pengalaman yang ada di dalam kehidupan sehari-hari para siswa. Ketiga, dalam memberikan penjelasan, guru harus memusatkan perhatian siswa kepada masalah pokok dan mengurangi informasi yang tidak begitu penting. Keempat, guru hendaknya memberi kesempatan kepada siswa untuk mengajukan pendapat, ide dan gagasan tentang materi pelajaran. Hal ini dapat dilakukan dengan melakukan tanya jawab untuk memotivasi siswa agar berani mengemukakan pendapatnya.

c. Metode Pembelajaran

Seorang guru, sebelum melaksanakan kegiatan pembelajaran di kelas terlebih dahulu perlu menentukan metode pembelajaran yang akan digunakan agar tujuan pembelajaran dapat tercapai. Penjelasan tentang pengertian metode menurut Karo-karo sebagaimana dikutip Thoifuri adalah, ”Metode berasal dari bahasa Greeka-Yunani, yaitu metha (melalui atau melewati), dan hodos (jalan atau cara). Asal makna kata tersebut dapat diambil pengertian secara sederhana adalah jalan atau cara yang ditempuh oleh seorang guru dalam menyampaikan ilmu pengetahuan pada anak didiknya sehingga dapat mencapai tujuan tertentu.”23 Pengertian tersebut mengandung arti bahwa istilah metode pembelajaran berarti suatu cara yang telah digunakan untuk menyampaikan ilmu pengetahuan agar tujuan pembelajaran yang ditetapkan dapat tercapai.

Thoifuri selanjutnya menjelaskan, “Metode pengajaran adalah cara yang ditempuh guru dalam menyampaikan bahan ajar kepada siswa secara tepat dan cepat berdasarkan waktu yang telah ditentukan sehingga diperoleh hasil yang maksimal”.24 Pengertian tersebut menegaskan pentingnya ketepatan cara yang disesuaikan dengan alokasi waktu yang tersedia dalam menyelenggarakan pembelajaran. Dari penjelasan tersebut maka sangat penting bagi seorang guru merencanakan dengan matang tahapan-tahapan pembelajaran yang akan dilakukan sebelum menerapkan suatu metode pembelajaran.

23

Thoifuri, op. cit., h. 56.

24

(31)

Bersesuaian dengan pendapat di atas, Uno dan Mohamad berpendapat, “Metode pembelajaran adalah cara yang digunakan guru dalam menjalankan fungsinya dan merupakan alat untuk mencapai tujuan pembelajaran”.25 Definisi ini menjelaskan bahwa metode pembelajaran lebih bersifat prosedural, yaitu berisi tahapan-tahapan tertentu sebagai alat yang digunakan untuk mencapai tujuan pembelajaran.

Senada dengan definisi di atas Moeslichatoen menyatakan, ”Metode merupakan cara, yang dalam bekerjanya merupakan alat untuk mencapai tujuan kegiatan”.26 Definisi ini memperkuat pendapat sebelumnya pelaksanaan pembelajaran membutuhkan cara tertentu yang disebut dengan metode yang mengarah pada tujuan yang sudah ditetapkan. Jika metode yang dipilih sudah tepat kemudian diterapkan secara efektif maka tujuan pembelajaran dapat tercapai.

Roestiyah menyatakan, “Metode mengajar adalah teknik penyajian yang dikuasai guru untuk mengajar atau menyajikan bahan pelajaran kepada siswa di dalam kelas, agar pelajaran tersebut dapat ditangkap, dipahami dan digunakan oleh siswa dengan baik”.27 Pernyataan tersebut mengartikan bahwa metode adalah suatu teknik penyajian yang telah ditetapkan yang dijadikan acuan untuk melaksanakan suatu kegiatan pembelajaran di dalam kelas. Karena itu, metode pembelajaran dipilih oleh guru berdasarkan pertimbangan kesesuaian antara metode pembelajaran tersebut dengan karakteristik mata pelajaran dan karakteristik perkembangan siswa.

Djamarah dan Zain menyatakan, ”Metode pengajaran adalah alat motivasi ekstrinsik dalam kegiatan belajar mengajar”.28 Pendapat tersebut menjelaskan bahwa fungsi metode pembelajaran adalah sebagai alat pendorong atau penggerak yang berasal dari luar diri siswa untuk meningkatkan motivasi

25

Hamzah B. Uno dan Nurdin Mohamad, Belajar Dengan Pendekatan PAILKEM: Pembelajaran Aktif, Inovatif, Lingkungan, Kreatif, Efektif, Menarik. Jakarta: PT Bumi Aksara, 2011, h. 7.

26

Moeslichatoen R., Metode Pengajaran di Taman Kanak-Kanak. Jakarta: PT Rineka Cipta., 2004, h. 7.

27

Roestiyah N.K., Strategi Belajar Mengajar: Salah Satu Unsur Pelaksanaan Strategi Belajar Mengajar. Jakarta: Rineka Cipta, 2007, h. 1.

28

(32)

19

belajar siswa. Motivasi ekstrinsik adalah motif-motif yang aktif karena adanya rangsangan atau stimulus dari luar diri. Metode yang sesuai dengan karakteristik anak dapat mendorong anak lebih bersemangat mengikuti pembelajaran.

Berdasarkan definisi dan uraian di atas dapat dinyatakan bahwa metode pembelajaran adalah suatu cara yang ditetapkan sebagai pedoman penyelenggaraan pembelajaran yang mencakup tahapan atau langkah-langkah serta alokasi waktu yang digunakan agar materi pelajaran yang disampaikan guru dapat meningkatkan motivasi dan diterima dengan baik oleh siswa sehingga tujuan pembelajaran dapat tercapai.

Selama proses belajar mengajar berlangsung, terjadi interaksi antara guru dan siswa. Bahan pelajaran yang disampaikan guru menjadi kurang menarik bagi siswa jika guru menggunakan metode yang kurang tepat. Kelas menjadi kurang bergairah dan siswa menjadi pasif dikarenakan penerapan metode yang kurang sesuai dengan tujuan pengajaran dan karakteristik siswa. Di sinilah pentingnya metode pembelajaran yang tepat untuk meningkatkan keaktifan siswa mengikuti kegiatan belajar mengajar.

Berkaitan dengan uraian tersebut, Djamarah dan Zain menyatakan: Salah satu kegiatan yang harus guru lakukan adalah melakukan pemilihan dan penentuan metode yang bagaimana yang akan dipilih untuk mencapai tujuan pengajaran. Pemilihan dan penentuan metode ini didasari adanya metode-metode tertentu yang tidak bisa dipakai untuk mencapai tujuan tertentu. Misalnya, tujuan pengajaran adalah agar anak didik dapat menuliskan sebagian dari ayat-ayat surah Al-Fatihah, maka guru tidak tepat menggunakan metode diskusi, tetapi yang tepat adalah metode latihan.29

Penjelasan di atas menegaskan bahwa faktor utama yang harus dipertimbangkan dalam memilih metode adalah tujuan pengajaran yang hendak dicapai. Penggunaan metode yang tidak sesuai dengan tujuan pengajaran akan menjadi kendala dalam mencapai tujuan yang telah dirumuskan.

29

(33)

Menurut Natawidjaja dalam Kunandar, ”Pembelajaran kontekstual akan mendorong ke arah belajar aktif. Belajar aktif adalah suatu sistem belajar mengajar yang menekankan keaktifan siswa secara fisik, mental, intelektual, dan emosional guna memperoleh hasil belajar yang berupa perpaduan antara aspek kognitif, afektif, dan psikomotorik.”30

Pernyataan tersebut menegaskan bahwa keaktifan siswa dalam belajar dapat diciptakan melalui pembelajaran kontekstual. Keaktifan siswa dapat diciptakan karena dalam pembelajaran kontekstual siswa tidak semata-mata menghapal tetapi belajar melalui pengalaman nyata. Belajar dengan mengalami tersebut membuka kesempatan yang luas bagi siswa untuk terlibat secara aktif secara fisik, mental, intelektual, dan emosional guna memperoleh hasil belajar yang optimal.

d. Variasi dalam penggunaan media pembelajaran

Sadiman, dkk. menjelaskan, ”Kata media berasal dari bahasa Latin dan merupakan bentuk jamak dari kata medium yang secara harfiah berarti perantara atau pengantar. Media adalah perantara atau pengantar pesan dari pengirim ke penerima pesan”.31 Berdasarkan definisi tersebut, dapat diartikan bahwa media merupakan sarana komunikasi antara guru sebagai pengirim pesan kepada siswa sebagai penerima pesan. Dengan demikian media memegang peranan penting dalam proses belajar mengajar karena turut menentukan efektivitas penyampaian pesan atau informasi dari guru kepada siswa.

Asosiasi Pendidikan Nasional (National Education Association/ NEA) memberikan batasan tentang media dengan pernyataan, ”Media adalah bentuk-bentuk komunikasi baik tercetak maupun audio visual serta peralatannya. Media hendaknya dapat dimanipulasi, dapat dilihat, didengar

30

Kunandar, op. cit., h. 294.

31

(34)

21

dan dibaca.”32 Berdasarkan pengertian tersebut dapat diartikan bahwa media adalah segala sesuatu yang dapat digunakan di dalam proses pembelajaran untuk menyalurkan pesan dari pengirim ke penerima sehingga dapat merangsang pikiran, perasaan, perhatian dan minat serta perhatian siswa.

Variasi media pembelajaran mendorong siswa untuk menyesuaikan alat inderanya sehingga dapat mempertinggi perhatiannya karena setiap anak mempunyai perbedaan kemampuan dalam menggunakan alat inderanya. Adapun variasi penggunaan alat antara lain adalah sebagai berikut: “1) variasi alat atau bahan yang dapat dilihat (visual aids); 2) variasi alat atau bahan yang dapat didengar (auditif aids); 3) variasi alat atau bahan yang dapat diraba, dimanipulasi, dan digerakkan (motorik); dan 4) variasi alat atau bahan yang dapat didengar, dilihat, dan diraba (audiovisual aids)”.33

Media yang termasuk ke dalam jenis visual aids adalah media yang dapat dilihat, seperti: grafik, bagan, poster, Gambar, film dan lain-lain. Media yang termasuk ke dalam jenis auditif aids adalah suara guru, rekaman suara, suara radio, musik, deklamasi puisi dan lain-lain. Motorik : Penggunaan media ini dapat menarik perhatian siswa dan melibatkan siswa, misalnya peragaan oleh guru atau siswa, model, boneka dan lain-lain. Penggunaan media jenis audiovisual aids merupakan tingkat yang paling tinggi karena melibatkan semua indera yang dimiliki, seperti film, televisi dan slide projector.

Berdasarkan deskripsi teori di atas, dapat disimpulkan bahwa media adalah bentuk-bentuk komunikasi baik cetak maupun audio visual yang digunakan oleh guru di dalam proses pembelajaran untuk menyalurkan pesan ke peserta didik sehingga dapat merangsang pikiran, perasaan, perhatian dan minat serta perhatian siswa.

32

Ibid., h. 6.

33

(35)

Arsyad mengemukakan, kriteria yang patut diperhatikan dalam memilih media adalah: “1) sesuai dengan tujuan yang ingin dicapai, 2) tepat untuk mendukung isi pelajaran yang sifatnya fakta, konsep, prinsip, atau generalisasi, 3) praktis, luwes, dan bertahan. 4) guru terampil menggunakannya, 5) pengelompokan sasaran, dan 6) mutu teknis.34

Penjelasan tersebut menunjukkan bahwa kriteria pertama yang digunakan dalam pemilihan media adalah harus mengacu pada tujuan pembelajaran yang telah ditetapkan. Kedua, media yang digunakan harus sesuai dengan kebutuhan pembelajaran. Ketiga adalah praktis, luwes dan bertahan, artinya para guru dapat memilih media yang mudah didapatkan atau dibuat sendiri serta mudah digunakan. Keempat guru harus terampil menggunakan media yang dipilih, karena sebaik apapun media yang dipilih jika tidak disertai dengan keterampilan menggunakannya maka media tersebut menjadi kurang berarti. Kelima adalah pengelompokan sasaran, yaitu penyesuaian media dengan jumlah siswa. Keenam adalah mutu teknis, yaitu persyaratan teknis tertentu yang agar media yang digunakan berfungsi dengan baik.

e. Menyimpulkan Pelajaran

Salah satu kegiatan yang dilakukan guru dalam menutup pelajaran adalah menyimpulkan pelajaran. Dalam hal ini Usman menyatakan, “Cara yang dapat dilakukan oleh guru dalam menutup pelajaran adalah: a) meninjau kembali penguasaan inti pelajaran dengan merangkum inti pelajaran dan membuat ringkasan ...”.35 Pengertian tersebut menunjukkan bahwa menyimpulkan pelajaran dilakukan untuk meninjau kembali penguasaan inti pelajaran. Dengan menyimpulkan pelajaran, siswa memperoleh informasi tentang hal-hal penting yang dianggap sulit oleh siswa.

34

Azhar Arsyad, Media Pembelajaran (Jakarta : PT Raja Grafindo Persada, 2006), hh. 75-76.

35

(36)

23

f. Pelaksanaan Evaluasi

Istilah evaluasi berasal dari bahasa Inggris yaitu Evaluation. Wand dan Brown dalam Kunandar menyatakan, “Evaluation refer to the act or process to determining the value of something. Jadi evaluasi adalah suatu tindakan atau

suatu proses untuk menentukan nilai dari sesuatu”.36 Evaluasi hasil belajar adalah suatu tindakan atau suatu proses untuk menentukan nilai keberhasilan belajar peserta didik setelah mengalami proses belajar selama periode tertentu.

Selanjutnya Kunandar mengemukakan, “Evaluasi juga dapat diartikan kegiatan yang terencana untuk mengetahui keadaan sesuatu objek dengan menggunakan instrumen dan hasilnya dibandingkan dengan tolok ukur untuk memperoleh kesimpulan”.37 Pernyataan ini mengandung pengertian bahwa evaluasi dilakukan untuk mendapatkan informasi kemajuan belajar yang dicapai siswa. Kemajuan tersebut dapat dilihat dengan cara membandingkan hasil yang diperoleh melalui evaluasi dengan tolok ukur yang telah ditentukan. Dijelaskan juga bahwa evaluasi dilakukan dengan menggunakan instrumen. Sehubungan dengan hal tersebut, Fathurrohman dan Sutikno menjelaskan bahwa dalam menyusun tes/alat evaluasi, ada beberapa syarat dan petunjuk yang perlu diperhatikan, yaitu:

1. Pendidik harus menetapkan dulu segi-segi apa yang akan dinilai sehingga betul-betul terbatas serta dapat memberi petunjuk bagaimana dan dengan alat apa segi tersebut dapat kita nilai;

2. Pendidik harus menetapkan alat evaluasi yang betul-betul valid dan reliabel yang berarti taraf ketepatan dan ketetapan tes dengan aspek yang dinilai;

3. Penilaian harus objektif yang artinya menilai prestasi peserta didik sebagaimana adanya;

4. Hasil penilaian tersebut harus betul-betul diolah dengan teliti sehingga dapat ditafsirkan berdasarkan kriteria yang berlaku;

36

Kunandar, op. cit., h. 377.

(37)

5. Alat evaluasi yang dibuat hendaknya mengandung unsur diagnosis yang artinya dapat dijadikan bahan untuk mencari kelemahan peserta didik belajar dan pendidik mengajar.38

Ditinjau dari tujuannya, penilaian kelas dapat dibagi dua yaitu penilaian formatif dan penilaian sumatif. Berkaitan dengan hal tersebut Kunandar mengemukakan:

Sesuai dengan tujuannya penilaian yang digunakan di kelas bisa dikategorikan menjadi dua, yaitu penilaian formatif dan penilaian sumatif. Penilaian formatif digunakan untuk memperoleh umpan balik dari peserta didik untuk memperkuat proses pembelajaran dan untuk membantu tenaga pendidik menentukan strategi pembelajaran yang lebih tepat.39

Berdasarkan penjelasan di atas dapat diartikan bahwa penilaian formatif pada dasarnya bertujuan untuk memperbaiki strategi pembelajaran. Perbaikan tersebut dilakukan berdasarkan evaluasi terhadap kekurangan-kekurangan yang ditemukan melalui hasil penilaian formatif yang dilakukan. Adapun penilaian formatif tersebut dapat dilakukan melalui tugas-tugas, ulangan singkat (kuis), ulangan harian, dan atau tugas kegiatan praktik.

Mengenai penilaian sumatif Kunandar mengemukakan pendapat sebagai berikut:

Penilaian sumatif dilakukan pada akhir blok pelajaran untuk memberi indikasi tingkat pencapaian belajar peserta didik atau kompetensi dasar yang dicapai peserta didik. Bentuk soal ulangan sumatif bisa berupa pilihan ganda, uraian objektif, uraian bebas, tes praktik, dan yang lainnya. Hasil penilaian sumatif digunakan untuk menentukan tingkat pencapaian kompetensi dasar tiap peserta didik.40

(38)

25

Tes tertulis ialah tes yang soal dan jawaban diberikan oleh siswa berupa bahasa tertulis.41

Tes lisan adalah tes soal dan jawabannya menggunakan bahasa lisan. Peserta didik akan mengucapkan jawaban dengan kata-katanya sendiri sesuai dengan pertanyaan perintah yang diberikan.42 Selanjutnya Fathurrohman dan Sutikno menjelaskan, tes perbuatan atau tindakan ialah tes di mana jawaban yang dituntut dari peserta didik berupa tindakan dan tingkah laku konkrit. Observasi merupakan alat yang dapat digunakan untuk mengukur tes perbuatan atau tindakan. 43 Contoh: untuk melihat bagaimana kemampuan siswa melaksanakan shalat yang sesuai dengan tuntunan maka dapat dilakukan melalui tes perbuatan dengan cara memerintahkan siswa mempraktekkan cara shalat yang benar.

Berdasarkan teori dan uraian di atas maka dapat dinyatakan bahwa kemampuan mengajar guru adalah daya atau kapasitas yang dimiliki seorang guru untuk melakukan serangkaian tindakan mengorganisasi atau mengelola lingkungan sehingga tercipta suasana yang sebaik-baiknya dan menghubungkannya dengan peserta didik sehingga terjadi proses belajar yang menyenangkan yang dapat menumbuhkan dan mendorong anak didik melakukan proses belajar. Kemampuan mengajar guru PAI yang dimaksud penulis dalam penelitian ini adalah kemampuan guru dalam melaksanakan pembelajaran yang meliputi kemampuan dalam membuka pelajaran, kemampuan mengembangkan materi, kemampuan menerapkan metode yang bervariasi, kemampuan menggunakan media pelajaran, kemampuan menyimpulkan materi pelajaran dan kemampuan mengevaluasi.

41

Pupuh Fathurrohman & M. Sobry Sutikno, op. cit., h. 79.

42

Ibid., h. 84.

43

(39)

2. Prinsip-prinsip Pengajaran

Menurut Thoifuri, “Secara teknis prinsip-prinsip pengajaran bagi guru adalah: menarik minat, partisipasi siswa, pengulangan, perbedaan individu, kematangan siswa, kegembiraan, dan ketersediaan alat”.44 Seorang guru pada saat melaksanakan pembelajaran harus dapat menarik minat siswa. Siswa yang berminat mengikuti proses belajar mengajar dengan sendirinya akan melakukan kegiatan belajar secara mandiri yang pada gilirannya akan mampu mengikuti pembelajaran dengan baik. Oleh karena itu, seorang guru dalam berbagai kondisi hendaknya menguasai berbagai strategi pembelajaran agar mampu menumbuhkan minat belajar siswa sehingga kualitas pembelajaran dapat ditingkatkan.

Prinsip pengajaran yang kedua adalah partisipasi siswa. Guru yang baik pada saat mengajar hendaknya berupaya melibatkan siswa semaksimal mungkin agar siswa dapat berpartisipasi secara aktif dalam pembelajaran. Beberapa cara yang dapat dilakukan guru diantaranya adalah memberikan kesempatan kepada siswa untuk mengajukan pertanyaan, menjawab pertanyaan serta mengajukan argumentasi usul dan gagasan. Dengan memberikan kesempatan tersebut, siswa akan memiliki keberanian untuk mengemukakan pendapatnya sehingga siswa menjadi terlibat secara aktif dalam pembelajaran. Dalam pembelajaran, guru juga hendaknya memberikan pengulangan karena pertimbangan tidak semua siswa memiliki tingkat pemahaman yang sama.

Seorang guru dalam melaksanakan perannya ketika proses belajar mengajar berlangsung hendaknya memiliki kemampuan-kemampuan guna mencapai tujuan pembelajaran. Hamalik sebagaimana dikutip oleh Kunandar menyatakan paling tidak terdapat 13 peranan guru di dalam kelas dalam situasi belajar mengajar yaitu:

1) sebagai pengajar menyampaikan ilmu pengetahuan (perlu memiliki keterampilan memberikan informasi kepada siswa di kelas), 2) sebagai pemimpin kelas perlu memiliki keterampilan cara memimpin

44

(40)

27

kelompok siswa, 3) sebagai pembimbing perlu memiliki keterampilan cara mengarahkan dan mendorong kegiatan belajar siswa, 4) sebagai pengatur lingkungan perlu memiliki keterampilan mempersiapkan dan menyediakan alat dan bahan pelajaran, 5) sebagai partisipan perlu memiliki keterampilan cara memberikan saran, mengarahkan pemikiran kelas, dan memberikan penjelasan, 6) sebagai ekspeditur perlu memiliki keterampilan menyelidiki sumber-sumer masyarakat yang akan digunakan, 7) sebagai perencana perlu memiliki keterampilan cara memilih, meramu bahan pelajaran secara profesional, 8) sebagai supervisor perlu memiliki keterampilan mengawasi kegiatan anak dan keterlibatan kelas, 9) sebagai motivator perlu memiliki keterampilan mendorong motivasi belajar siswa, 10) sebagai penanya perlu memiliki keterampilan cara bertanya yang merangsang siswa berpikir dan memecahkan masalah, 11) sebagai pengajar perlu keterampilan cara memberikan ganjaran terhadap siswa yang berprestasi, 12) sebagai evaluator perlu memiliki keterampilan cara menilai siswa secara objektif, kontinu, dan komprehensif, dan 13) sebagai konsuler perlu memiliki keterampilan cara membantu siswa yang mengalami kesulitan tertentu.45

Berdasarkan pernyataan di atas dapat dikatakan bahwa ketiga belas peranan guru dalam proses belajar mengajar tersebut merupakan keterampilan yang harus dikuasai guru agar mutu pengajaran meningkat. Kemampuan dan keterampilan mengajar tersebut merupakan hal yang dapat dipelajari serta diterapkan oleh setiap guru.

Kunandar menyatakan, ”Dengan menyusun rencana pembelajaran secara profesional, sistematis dan berdaya guna, maka guru akan mampu melihat, mengamati, menganalisis, dan memprediksi program pembelajaran sebagai kerangka kerja yang logis dan terencana”.46

Berdasarkan pernyataan di atas dapat diartikan bahwa fungsi rencana pembelajaran adalah sebagai acuan bagi guru dan siswa untuk melaksanakan kegiatan belajar mengajar (kegiatan pembelajaran) agar lebih terarah dan berjalan secara efektif dan efisien. Dengan kata lain rencana pembelajaran berperan sebagai skenario proses pembelajaran. Oleh karena itu, rencana pembelajaran hendaknya bersifat luwes dan memberi kemungkinan bagi guru untuk menyesuaikannya dengan respons siswa dalam proses pembelajaran

45

Kunandar, op. cit., hh. 48-49.

46

(41)

sesungguhnya. Rencana pembelajaran juga merupakan rambu-rambu proses pembelajaran agar materi dan tahap-tahap pembelajaran yang dilakukan memiliki arah sesuai dengan yang direncanakan.

Menurut Thoifuri, ”Perencanaan pembelajaran akan menjadi media pengontrol agar guru dalam menyampaikan materi tidak keluar dari kurikulum yang ada. Dan dengan perencanaan pengajaran tujuan kurikuler akan mudah dievaluasi apakah anak didik berhasil atau belum”.47

Berdasarkan pernyataan di atas dapat diartikan bahwa pedoman atau acuan guru dalam pembelajaran adalah perencanaan yang telah disusun sebelumnya. Dengan membuat perencanaan pembelajaaran guru memiliki suatu pegangan yang dijadikan sebagai pedoman pelaksanaan pembelajaran agar tujuan pembelajaran dapat tercapai. Jika tidak menggunakan rencana pembelajaran atau perencanaan pembelajaran yang digunakan kurang baik, maka tujuan pembelajaran tidak tercapai secara maksimal. Karena di dalam proses pembelajaran akan menemui banyak kendala sementara tidak ada panduan yang bisa digunakan untuk mengatasi kendala-kendala tersebut. Oleh karena itu perencanan pembelajaran merupakan suatu persiapan yang harus mendapatkan perhatian serius dari para guru sebelum melaksanakan pembelajaran.

Mengelola kelas sebagai salah satu kompetensi yang harus dimiliki oleh guru merupakan salah satu faktor yang sangat menentukan baik atau buruknya penyelenggaraan kegiatan belajar mengajar di kelas. Banyak hal yang harus dikelola dalam menciptakan suatu kondisi kelas yang dapat menunjang keberhasilan belajar dan mengajar di kelas. Untuk dapat menjalankan aktivitas atau kegiatan belajar mengajar yang dinamis, diperlukan kemampuan pengelolaan kelas yang baik.

Djamarah dan Zain menjelaskan :

Pengelolaan kelas terdiri dari dua kata, yaitu pengelolaan dan kelas. Pengelolaan itu sendiri akar katanya adalah ”kelola”, ditambah awalan ”pe” dan akhiran ”an”. Istilah lain dari kata pengelolaan adalah ”manajemen”. Manajemen adalah kata yang aslinya dari bahasa

47

(42)

29

Inggris, yaitu management, yang berarti ketatalaksanaan, tata pimpinan, pengelolaan.48

Penjelasan tersebut menunjukkan bahwa pengelolaan kelas dapat juga dikatakan dengan istilah manajemen kelas. Pengelolaan kelas berkaitan dengan keteraturan pelaksanaan berbagai aktivitas di kelas terutama dalam hal pembelajaran. Dengan demikian, guru sebagai pengelola kelas memiliki peranan yang penting dalam keberhasilan proses belajar mengajar.

Selanjutnya Djamarah dan Zain dengan mengutip pendapat Arikunto mendefinisikan kelas sebagai ”sekelompok siswa yang pada waktu yang sama menerima pelajaran yang sama dari guru yang sama”.49

Berdasarkan penjelasan di atas, maka dapat diartikan bahwa secara sederhana pengelolaan kelas adalah manajemen kelas atau ketatalaksaan dan tata pimpinan di kelas yang dilakukan sehubungan dengan menciptakan suatu kondisi yang mendukung iklim belajar agar tujuan pembelajaran yang ditetapkan dapat tercapai.

Masalah pokok yang dihadapi guru, baik yang pemula maupun yang sudah berpengalaman antara lain adalah masalah pengelolaan kelas. Pengelolaan kelas merupakan masalah tingkah laku yang kompleks, dan guru menggunakannya untuk menciptakan dan mempertahankan kondisi kelas sedemikian rupa sehingga anak didik dapat mencapai tujuan pangajaran. Dengan demikian pengelolaan kelas yang efektif merupakan syarat bagi pengajaran yang efektif.

(43)

Dari pengertian di atas, maka pengelolaan kelas merupakan keterampilan bertindak seorang guru untuk mengembangkan kerja sama dan dinamika kelas yang stabil, walaupun banyak gangguan dan perubahan dalam lingkungan. Bila kelas diberi batasan sebagai kelompok orang yang belajar bersama, yang mendapat pengajaran dari guru, maka didalamnya terdapat orang-orang yang melakukan kegiatan dengan karakteristik meeka masing-masing yang berbeda dari satu yang lainnya.

B. Hasil Penelitian yang Relevan

Berdasarkan penelusuran peneliti terhadap berbagai hasil penelitian yang berkaitan dengan permasalahan penelitian ini yaitu kemampuan mengajar guru Pendidikan Agama Islam, peneliti menemukan penelitian yang relevan yaitu: penelitian yang dilakukan Hanifah Lubis yang berjudul Studi Kompetensi Guru Agama Islam Dalam Pelaksanaan Evaluasi Pembelajaran di SMA Negeri 88 Jakarta.51

Penelitian tersebut melihat kompetensi guru PAI dari aspek evaluasi. Dalam penelitian tersebut, yang menjadi tolok ukur kompetensi guru dalam pelaksanaan evaluasi pembelajaran adalah skor acuan yang dapat mengkategorikan guru Pendidikan Agama Islam berkompetensi tinggi, sedang atau rendah. Setelah dilakukan penelitian di SMAN 88 Jakarta, hasil penelitian tersebut menyimpulkan bahwa guru Pendidikan Agama Islam di SMAN 88 Jakarta memiliki kompetensi yang tinggi dalam pelaksanaan evaluasi pembelajaran.

C. Kerangka Berpikir

Guru merupakan salah satu komponen yang sangat penting dalam penyelenggaraan pendidikan di sekolah tidak hanya pada prestasi belajar tetapi juga pada kepribadian siswa. Terlebih lagi bagi seorang guru Pendidikan Agama Islam (PAI) yang harus mempunyai nilai lebih dibandingkan dengan

51

(44)

31

guru-guru lainnya. Guru PAI, di samping melaksanakan tugas keagamaan juga melaksanakan tugas pendidikan dan pembinaan bagi peserta didik, membantu pembentukan kepribadian, pembinaan akhlak di samping menumbuhkan dan mengembangkan keimanan dan ketaqwaan para siswa.

Kemampuan mengajar guru berkaitan erat dengan kemampuan guru dalam membuka mata pelajaran, mengembangkan materi pelajaran, menggunakan media pembelajaran, penggunaan metode pembelajaran yang bervariasi, menyimpulkan pelajaran dan pelaksanaan evaluasi pembelajaran. Keberhasilan pencapaian tujuan pembelajaran di sekolah sangat ditentukan oleh efisiensi dan efektifitas kegiatan pembelajaran yang dilaksanakan oleh guru. Kurangnya kemampuan mengajar guru akan berpengaruh terhadap kualitas pembelajaran yang pada gilirannya akan mempengaruhi hasil belajar siswa. guru dalam penyampaian bahan ajar secara tidak langsung akan berpengaruh terhadap hasil belajar siswa.

Berdasarkan uraian tersebut maka peneliti dapat merumuskan kerangka berpikir penelitian ini seperi pada gambar berikut:

(45)

32

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

A. Tempat dan Waktu Penelitian 1. Tempat Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Sekolah Dasar Al-Washliyah 1 yang beralamat di Jl. Al Washliyah No. 14 Kecamatan Pulogadung Jakarta Timur.

2. Waktu Penelitian

Waktu penelitian berlangsung selama 4 (empat) bulan yang dilaksanakan pada semester genap tahun pelajaran 2011/2012 terhitung sejak Maret sampai dengan Juni 2012.

B. Metode Penelitian

Penelitian ini menggunakan metode deskriptif kuantitatif. Adapun variabel yang akan diukur dan dideskripsikan dalam penelitian ini adalah tentang kemampuan mengajar guru Pendidikan Agama Islam di SD Al-Washliyah 1 Kecamatan Pulogadung Jakarta Timur.

C. Populasi dan Sampel

Populasi target dalam penelitian ini adalah seluruh siswa SD Al-Washliyah Jakarta Timur tahun pelajaran 2011/2012 yang berjumlah 178 orang. Berdasarkan populasi target tersebut, peneliti menentukan yang menjadi populasi terjangkau adalah siswa kelas V yang berjumlah 40 orang. Mempertimbangkan jumlah populasi yang kurang dari 100 orang, maka tidak dilakukan pengambilan sampel. Dengan demikian, penelitian ini adalah penelitian populasi.

D. Teknik Pengumpulan Data

(46)

33

1. Observasi

Menurut Fathurrohman dan Sutikno, “Observasi dapat diartikan sebagai penghimpun bahan-bahan keterangan yang dilakukan dengan mengadakan pengamatan dan pencatatan secara sistematis terhadap berbagai fenomena yang dijadikan objek pengamatan”.1 Teknik ini digunakan untuk mendapatkan data-data tentang keadaan sekolah.

2. Angket

Menurut Arikunto, angket adalah kumpulan dari pertanyaan yang diajukan secara tertulis kepada seseorang (yang dalam hal ini disebut responden), dan cara menjawab juga dilakukan dengan tertulis.2 Dalam penelitian ini, angket diajukan kepada responden yaitu siswa kelas V SD Al-Washliyah 1 Kecamatan Pulo Gadung Jakarta Timur untuk memperoleh data-data tentang pandangan siswa terhadap kemampuan mengajar guru PAI. Angket disusun dengan menggunakan skala Likert dengan kriteria penskoran sebagai berikut: Selalu skor 4, Sering skor 3, Kadang-kadang skor 2 dan Tidak Pernah skor 1.

3. Wawancara

Fathurrohman dan Sutikno mengemukakan, “Wawancara adalah komunikasi langsung antara yang mewawancarai dengan yang diwawancarai. Ada dua jenis wawancara: a. Wawancara terpimpin yang dikenal dengan wawancara berstruktur; b. Wawancara tidak terpimpin yang dikenal dengan wawancara bebas."3

Wawancara dilakukan terhadap 2 (dua) orang guru PAI di SD Al-Washliyah 1 Kecamatan Jakarta Timur untuk mempertajam data-data yang diperoleh dari angket. Adapun jenis wawancara yang digunakan adalah wawancara terpimpin atau wawancara berstruktur.

1

Pupuh Fathurrohman & M. Sobry Sutikno, Strategi Belajar Mengajar (Bandung: PT Refika Aditama, 2007), h. 86.

2

Suharsimi Arikunto, Manajemen Penelitian, (Jakarta: PT Rineka Cipta, 2003), h. 135.

3

(47)

E. Instrumen Penelitian 1. Pedoman Observasi

Observasi dilakukan melalui pengamatan dan pencatatan secara sistematis tentang fenomena-fenomena yang diteliti untuk mendapatkan data tentang kondisi obyektif SD Al-Washliyah 1 Kecamatan Pulo Gadung Jakarta Timur.

2. Angket

Angket kemampuan mengajar guru PAI disusun berdasarkan teori-teori yang telah diutarakan yang selanjutnya dirumuskan ke dalam indikator dan butir-butir pernyataan.

a. Definisi Konseptual

Kemampuan mengajar guru adalah daya atau kapasitas yang dimiliki seorang guru untuk melakukan serangkaian tindakan mengorganisasi atau mengelola lingkungan sehingga tercipta suasana yang sebaik-baiknya dan menghubungkannya dengan peserta didik sehingga terjadi proses belajar yang menyenangkan yang dapat menumbuhkan dan mendorong anak didik melakukan proses belajar. Kemampuan mengajar guru PAI yang dimaksud penulis dalam penelitian ini adalah kemampuan guru dalam melaksanakan pembelajaran yang meliputi kemampuan dalam membuka pelajaran, kemampuan mengembangkan materi, kemampuan menerapkan metode yang bervariasi, kemampuan menggunakan media pelajaran dan kemampuan mengevaluasi.

b. Definisi Operasional

(48)

35

c. Kisi-kisi

Berdasarkan definisi operasional di atas, maka indikator-indikator yang telah disebutkan dikembangkan menjadi butir-butir pernyataan seperti tertera pada tabel berikut:

Tabel 1. Kisi-kisi Angket Kemampuan Mengajar Guru PAI

Dimensi Indikator Nomor

Butir Jumlah 1. Kemampuan

membuka pelajaran

1. Memulai pelajaran dengan doa 2. Mengemukakan topik pelajaran

1. Guru menyimpulkan pelajaran dengan baik

Gambar

Gambar 1 Kerangka Berpikir
Tabel 2 Kriteria Pemberian Skor
Tabel di atas menunjukkan bahwa menurut sebagian besar responden, guru
Tabel 5 Guru menyampaikan masalah-masalah pokok yang akan dibahas
+7

Referensi

Dokumen terkait

Downey dan Erickson menjelaskan perkembangan sistem agribisnis (nput, processing, output% dimulai dengan berbagai kegiatan di dalam sektor barang perlengkapan pertanian yang

Profil Kemandirian Siswa dan Implikasinya Bagi Bimbingan Pribadi Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu.. Sopiani,

Berdasarkan hasil kajian terhadap dokumen Kurikulum 2013 Muatan Lokal Bahasa Jawa Sekolah Dasar/Sekolah Dasar Luar Biasa/Madrasah Ibtidaiyah Provinsi Jawa Tengah

10 Hasil penelitian yang berjudul hubungan tingkat pengetahuan dan sikap deteksi dini kanker leher rahim dengan test iva pada wanita usia subur (PUS) di wilayah kerja

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan tentang pengaruh brand image , customer perceived value dan Customer experience terhadap kepuasan pasien di Instalasi

Mengenai alasan pendidikan di pondok pesantren lebih dipilih dalam usaha penanggulangan kenakalan yang dilakukan oleh anak-anak dan remaja, karena pendidikan pondok

Berdasarkan uraian dari permasalahan di atas, maka peneliti tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul, “ Pengaruh Lokasi, Harga Dan Kualitas Pelayanan Pada Keputusan

Rekomendasi yang dapat diberikan dalam hasil penelitian yaitu perlu adanya klasifikasi mengenai karateristik lahan terlebih dahulu agar mengetahui permasalahannya