TAHUN 2014
SKRIPSI
OLEH JULITA ARNIS
101000208
FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
TAHUN 2014
SKRIPSI
Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana
Kesehatan Masyarakat
OLEH
JULITA ARNIS 101000208
FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Puskesmas adalah unit pelaksana teknis dinas kesehatan kabupaten/kota yang bertanggungjawab menyelenggarakan pembangunan kesehatan di suatu wilayah kerja. Salah satu program pokok dalam puskesmas adalah Kesehatan Ibu dan Anak (KIA), dimana program KIA memiliki beberapa kegiatan pokok yang terdapat di Pemantauan Wilayah Setempat Kesehatan Ibu dan Anak (PWS-KIA), yang terdiri dari pelayanan ibu hamil, ibu bersalin, ibu nifas, ibu dengan komplikasi kebidanan, keluarga berencana, bayi baru lahir, bayi baru lahir dengan komplikasi, bayi, dan balita.
Penelitian ini merupakan penelitan Explanatory research yang menjelaskan hubungan beban kerja dengan kinerja petugas KIA di Puskemas Kecamatan Siantar Kabupaten Simalungun. Sampel dari penelitian ini sebanyak 38 bidan yang memiliki praktek pribadi. Pengumpulan data meliputi wawancara yang berpedoman pada kuesioner, lembaran check list pada kuesioner yang diisi berdasarkan jawaban responden dan observasi langsung terhadap kinerja petugas KIA. Analisis data dilakukan dengan menggunakan uji chi square.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebesar 55,3% responden beban kerja pada kategori kurang dan sebesar 68,4% responden dengan kinerja kurang. Hasil uji variat menunjukkan bahwa variabel beban kerja ( p = 0,044 ) berpengaruh terhadap kinerja petugas KIA Puskesmas di Kecamatan Siantar Kabupaten Simalungun.
Disarankan kepada Dinas Kesehatan Kabupaten Simalungun hendaknya menempatkan petugas KIA sesuai dengan kebutuhan secara proporsional dan memberikan kelengkapan alat dan bahan di setiap puskesmas. Meningkatkan kemampuan petugas KIA dengan memberikan pelatihan dan pendidikan yang lebih tinggi.
responsible for organizing the construction of health in one working area. One of the main programs in the community health center is maternal and child health. Maternal and child health program has several main activities contained in the local region monitoring maternal and child health, which consists of antenatal care, maternity, new mothers, women with obstetric complications, family planning, newborn, newborns with complications, babies and toddlers.
This research was explanatory research that explained the workload relationship with the performance of maternal and child health officer in siantar community health center, Simalungun regency. The samples from this study were 38 midwives who have a private practice. The data collection included interviews based on the questionnaire, check list sheet on questionnaires completed by respondents and direct observation of the performance of maternal and child health officers. Data analysis was done using the chi-square test.
The result showed that 55,3% of respondentd with low workload category and by 68,4% of respondents with low performance. Bivariate test result indicated that the variable of workload (p=0,044) had relationship on the performance of officer in health centers in the Siantar district Simalungun regency.
In the recommended to health office simalungun regency to put proportionately the officers in accordance with the needs and provide complete eqiupment and materials in each health center, enchance the ability of maternal and child health officers by providing training and higher education.
Nama : Julita Arnis
Tempat/Tanggal Lahir : Medan/22 Juli 1992 Jenis Kelamin : Perempuan
Agama : Islam
Anak Ke : 1 Dari 4 Bersaudara
Status Perkawinan : Belum Kawin
Alamat Rumah : Huta I Bandar Malela Kabupaten Simalungun
Riwayat Pendidikan :
1. Tahun 1998-2004 : SD Negeri 1 Marga Baru Lubuk Linggau 2. Tahun 2004-2007 : SMP Muhammadiyah 19 Pematang Siantar 3. Tahun 2007-2010 : SMA Negeri 4 Pematang Siantar
Puji syukur atas kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan hidayahNya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan judul Pengaruh Beban Kerja Terhadap Kinerja Petugas KIA Puskesmas di Kecamatan Siantar Kabupaten Simalungun Tahun 2014 sebagai salah satu syarat dalam menyelesaikan pendidikan di Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara khususnya Departemen Administrasi dan Kebijkana Kesehatan.
Selama menyelesaikan skripsi ini, begitu banyak tantangan yang penulis hadapi, namun banyak pula dukungan dari berbagai pihat baik secara moril maupun material. Untuk itu penulis ingin menyampaikan rasa terima kasih dan penghargaan kepada :
1. Prof. Dr. dr. Syahril Pasaribu, DTM&H, M,Sc (CTM), Sp.A(K) selaku Rektor Universitas Sumatera Utara.
2. Dr. Drs. Surya Utama,M.Si selaku Dekan Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.
3. dr. Heldy BZ, MPH selaku Ketua Departemen Administrasi dan Kebijakan Kesehatan Fakultas Kesehatan Masyarakat.
6. dr. Wirsal Hasan, MPH selaku Dosen Penasehat Akademik Fakultas Kesehatan Masyarakat.
7. Para dosen dan staf di Fakultas Kesehatan masyatakat universitas sumatera utara khususnya departemen adinistrasi dan kebijakan kesehatan.
8. Dr. Ernawati Tarigan selaku kepala Puskesmas Kecamatan Siantar.
9. Terkhusus kepada orang tua tercinta dan tersayang, Mawardi dan Suryani yang selalu memberikan dukungan dan mendoakan tiada henti hingga penulis bisa menyelesaikan skripsi ini dengan baik.
10.Terkhusus buat nenek dan kakek tercinta dan tersayang, Nasib Wibowo dan Marsini yang selalu memberikan senyum semangat kepada penulis.
11.Terkhusus adik-adik tercinta Febby Dwi Putri, Vika Aini dan Windy Chairunisa yang selalu memberikan senyuman dan motivasi.
12.Terkhusus sahabat tercinta Aulia Rahman yang selalu setia memberikan dorongan dan motivasi.
13.Terkhusus sahabat tersayang Desi Purnama Sari yang selalu setia memberikan dorongan dan motivasi.
14.Buat teman-teman seperjuangan Fifit, Ade, Shella, Reni, Riri, Ashell, Anggi, Ayu, Hanif, Martines, Nancy dan banyak lagi yang tidak dapat disebutkan satu per satu.
Akhirnya semoga skripsi ini bermanfaat bagi pihak-pihak yang memanfaatkannya.
Medan, Mei 2014 Penulis
Julita Arnis
Halaman Pengesahan ... i
2.1.4 Struktur Organisasi Puskesmas ... 12
2.1.5 Upaya Kesehatan ... 13
2.2 Program KIA ... 14
2.2.1 Petugas KIA ... 14
2.2.2 Pemantauan Wilayah Setempat Kesehatan Ibu dan Anak ... 15
2.2.3 Pengelolaan PWSKIA ... 16
2.4.1 Pengukuran Beban Kerja... 30
3.4.1 Data Primer ... 35
3.4.2 Data Sekunder ... 36
3.5 Definisi Operasional ... 36
3.5.1 Variabel Independen ... 36
3.5.2 Variabel Dependen... 36
3.6 Aspek Pengukuran ... 38
3.6.1 Aspek Pengukuran Variabel Bebas ... 38
3.6.2 Aspek Pengukuran Variabel Terikat ... 39
3.7 Metode Analisis Data ... 42
4.3.1 Hubungan Beban Kerja dengan Kinerja Petugas KIA ... 51
4.3.2 Pengaruh Beban Kerja dengan Kinerja Petugas KIA ... 51
BAB V. PEMBAHASAN ... 53
5.1 Pengaruh Beban Kerja Terhadap Kinerja Petugas KIA dalam Melaksanakan Kegiatan Pokok KIA di Kecamatan Siantar ... 53
Tabel 3.1 Metode Pengukuran Variabel Independen Beban Kerja Petugas KIA ... 38
Tabel 3.2 Metode Pengukuran Variabel Dependen Kinerja Petugas KIA ... 39
Tabel 4.1 Distribusi Penduduk Menurut Nagori (Desa) /Kelurahan Di Kecamatan
Siantar Tahun 2012 ... 44 Tabel 4.2 Distribusi Jumlah Sarana Kesehatan Menurut Nagori (Desa)/Kelurahan Di
Kecamatan Siantar Tahun 2012 ... 44 Tabel 4.3 Distribusi Jumlah Tenaga Kesehatan Menurut Nagori (Desa)/Kelurahan Di
Kecamatan Siantar Tahun 2012 ... 45 Tabel 4.4 Distribusi Beban Kerja Responden KIA Puskesmas Kecamatan Siantar ... 45
Tabel 4.5 Distribusi Responden Berdasarkan Kategori Beban Kerja Petugas KIA
Puskesmas Kecamatan Siantar ... 46 Tabel 4.6 Distribusi Kinerja Responden KIA Puskesmas Kecamatan Siantar ... 47
Tabel 4.7 Distribusi Kinerja Responden KIA Berdasarkan Kategori Kinerja
Puskesmas Kecamatan Siantar ... 50 Tabel 4.8 Hubungan Beban Kerja Terhadap Kinerja Petugas KIA Dalam
Melaksanakan Tugas-Tugas Pokok KIA Di Puskesmas Kecamatan Siantar ... 51 Tabel 4.9 Pengaruh Beban Kerja Terhadap Kinerja Petugas KIA Dalam
Puskesmas adalah unit pelaksana teknis dinas kesehatan kabupaten/kota yang bertanggungjawab menyelenggarakan pembangunan kesehatan di suatu wilayah kerja. Salah satu program pokok dalam puskesmas adalah Kesehatan Ibu dan Anak (KIA), dimana program KIA memiliki beberapa kegiatan pokok yang terdapat di Pemantauan Wilayah Setempat Kesehatan Ibu dan Anak (PWS-KIA), yang terdiri dari pelayanan ibu hamil, ibu bersalin, ibu nifas, ibu dengan komplikasi kebidanan, keluarga berencana, bayi baru lahir, bayi baru lahir dengan komplikasi, bayi, dan balita.
Penelitian ini merupakan penelitan Explanatory research yang menjelaskan hubungan beban kerja dengan kinerja petugas KIA di Puskemas Kecamatan Siantar Kabupaten Simalungun. Sampel dari penelitian ini sebanyak 38 bidan yang memiliki praktek pribadi. Pengumpulan data meliputi wawancara yang berpedoman pada kuesioner, lembaran check list pada kuesioner yang diisi berdasarkan jawaban responden dan observasi langsung terhadap kinerja petugas KIA. Analisis data dilakukan dengan menggunakan uji chi square.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebesar 55,3% responden beban kerja pada kategori kurang dan sebesar 68,4% responden dengan kinerja kurang. Hasil uji variat menunjukkan bahwa variabel beban kerja ( p = 0,044 ) berpengaruh terhadap kinerja petugas KIA Puskesmas di Kecamatan Siantar Kabupaten Simalungun.
Disarankan kepada Dinas Kesehatan Kabupaten Simalungun hendaknya menempatkan petugas KIA sesuai dengan kebutuhan secara proporsional dan memberikan kelengkapan alat dan bahan di setiap puskesmas. Meningkatkan kemampuan petugas KIA dengan memberikan pelatihan dan pendidikan yang lebih tinggi.
responsible for organizing the construction of health in one working area. One of the main programs in the community health center is maternal and child health. Maternal and child health program has several main activities contained in the local region monitoring maternal and child health, which consists of antenatal care, maternity, new mothers, women with obstetric complications, family planning, newborn, newborns with complications, babies and toddlers.
This research was explanatory research that explained the workload relationship with the performance of maternal and child health officer in siantar community health center, Simalungun regency. The samples from this study were 38 midwives who have a private practice. The data collection included interviews based on the questionnaire, check list sheet on questionnaires completed by respondents and direct observation of the performance of maternal and child health officers. Data analysis was done using the chi-square test.
The result showed that 55,3% of respondentd with low workload category and by 68,4% of respondents with low performance. Bivariate test result indicated that the variable of workload (p=0,044) had relationship on the performance of officer in health centers in the Siantar district Simalungun regency.
In the recommended to health office simalungun regency to put proportionately the officers in accordance with the needs and provide complete eqiupment and materials in each health center, enchance the ability of maternal and child health officers by providing training and higher education.
1.1 Latar Belakang
Kesehatan merupakan hak asasi manusia dan salah satu unsur kesejahteraan yang harus diwujudkan sesuai dengan cita-cita bangsa Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Kesehatan merupakan aset yang paling berharga yang harus dimiliki oleh setiap orang untuk menjalankan segala aktivitas dalam kehidupan. Mendapatkan pelayanan kesehatan yang terbaik merupakan hak setiap masyarakat Indonesia.
Pembangunan kesehatan adalah penyelenggaraan upaya kesehatan untuk mencapai kemampuan hidup sehat bagi seluruh masyarakat agar terwujud derajat kesehatan yang setinggi-tingginya. Derajat kesehatan disuatu negara dapat dinilai dengan beberapa indikator. Indikator tersebut pada umumnya tercermin dalam kondisi morbiditas, mortalitas, dan status gizi. Indikator mortalitas digambarkan dari Angka Kematian Bayi (AKB), Angka Kematian Balita (AKABA) dan Angka Kematian Ibu (AKI). Bila AKI, AKABA dan AKB disuatu negara rendah maka pelayanan kesehatan sudah baik di negara tersebut dan sebaliknya bila AKI, AKABA dan AKB tinggi maka pelayanan kesehatan belum baik (Depkes RI, 2007).
AKB pada tahun 2007 sebesar 26,9 per 100.000 kelahiran hidup, AKABA 67 per 1000 kelahiran hidup, AKI 228 per 100.000 kelahiran hidup (Profil Dinkes Sumut 2012).
Untuk menunjang keberhasilan upaya-upaya kesehatan di setiap daerah maka pemerintah menetapkan UU No. 22 tahun 1999 tentang pemerintahan daerah, dimana pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia memberikan wewenang pada daerah untuk menyelenggarakan pemerintahan secara otonom. Otonomi daerah dengan memberikan kewenangan yang luas, nyata dan bertanggung jawab kepada daerah secara proporsional yang diwujudkan dengan peraturan, pembagian dan pemanfaatan sumber daya nasional, serta penimbangan keuangan pusat dan daerah , sesuai dengan prinsip-prinsip demokrasi, peran serta masyarakat, pemerataan dan keadilan, serta potensi dan keanekaragaman daerah yang dilaksanakan dalam kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Puskesmas memiliki upaya kesehatan wajib dan upaya kesehatan pengembangan untuk meningkatkan derajat kesehatan masyarakat, upaya kesehatan wajib terdiri dari Upaya Promosi Kesehatan, Upaya Kesehatan Lingkungan, Upaya Kesehatan Ibu dan Anak serta Keluarga Berencana, Upaya Perbaikan Gizi, Upaya Pencegahan dan Pemberantasan Penyakit Menular dan Upaya Pengobatan. Upaya kesehatan pengembangan ditetapkan sesuai dengan permasalahan yang ditemukan di masyarakat dan disesuaikan dengan kemampuan puskesmas (Depkes RI, 2004).
Program KIA merupakan salah satu program wajib yang terdapat di puskesmas. Perhatian khusus harus diberikan terhadap kesehatan ibu, bayi baru lahir, bayi dan balita. Hal ini karena ibu, bayi dan balita termasuk dalam penduduk yang rentan terhadap penyakit. Selain itu, Angka Kematian Ibu (AKI), Angka Kematian Bayi (AKB) dan Angka Kematian Balita (AKABA) merupakan salah satu indikator derajat kesehatan suatu negara.
Menurut Kementrian Kesehatan Republik Indonesia (2010) tentang Pedoman Pemantauan Wilayah Setempat Kesehatan Ibu dan Anak, kegiatan pokok program KIA adalah Pelayanan Antenatal, Pertolongan Persalinan, Pelayanan Kesehatan Ibu Nifas, Pelayanan Kesehatan Neonatus, Deteksi Dini dan Penganganan Komplikasi Kebidanan dan Neonatus oleh Tenaga Kesehatan Maupun Masyarakat, Penanganan Komplikasi Kebidanan, Pelayanan Neonatus dengan Komplikasi, Pelayanan Kesehatan Bayi, Pelayanan Kesehatan Anak Balita dan Pelayanan KB Berkualitas.
di puskesmas dapat dilihat dari beban kerja yang dimiliki oleh setiap tenaga kesehatan.
Berdasarkan UU Nomor 36 Tahun 2009 tentang kesehatan yang dimaksud dengan tenaga kesehatan adalah setiap orang yang mengabdikan diri dalam bidang kesehatan serta memiliki pengetahuan atau keterampilan melalui pendidikan di bidang kesehatan yang untuk jenis tertentu memerlukan kewenangan untuk melakukan upaya kesehatan.
Beban kerja adalah tanggungjawab kewajiban yang harus dilaksanakan karena pekerjaan tertentu dan juga sebagai tanggung jawab (Simamora, 2001). Semakin banyak tugas yang harus dikerjakan oleh seseorang semakin berat beban kerja yang disandangnya dan semakin tidak optimal hasil yang didapatkannya (Gibson dkk, 1995).
Menurut Departemen Kesehatan Republik Indonesia (2004) tentang Kebijakan Dasar Pusat Kesehatan Masyarakat, beban kerja puskesmas sebagai unit pelaksana teknis dinas kesehatan kabupaten/kota terlalu berat. Pertama disebabkan oleh rujukan kesehatan ke dan dari dinas kesehatan kabupaten/kota kurang berjalan. Kedua, karena dinas kesehatan yang sebenarrnya bertanggungjawab terhadap keberhasilan pembangunan kesehatan secara menyeluruh di wilayah kabupaten/kota lebih banyak melaksanakan tugas-tugas administratif.
karakteristik individu dan beban kerja terhadap kinerja petugas KIA dalam melaksanakan program di puskesmas se Kota Pematangsiantar adalah terdapat hubungan antara karakteristik individu, psikologi dan beban kerja terhadap kinerja petugas KIA dalam melaksanakan tugas di puskesmas se Kota Pematangsiantar.
Keberhasilan pelayanan kesehatan ibu dan anak selain angka mortalitas dapat juga dilihat dari hasil cakupan seperti : cakupan pelayanan ibu hamil kunjungan ke 1 (K1), kunjungan ke 4 (K4) dan cakupan pertolongan persalinan oleh tenaga kesehatan. Hasil Riset Kesehatan Dasar (RISKESDAS) tahun 2010 di Indonesia menjelaskan bahwa cakupan K1 sebesar 72,3%, K4 sebesar 61,4% dan cakupan pertolongan persalinan oleh tenaga kesehatan sebesar 82,2%. Pada tahun 2011 di Indonesia cakupan K1 sebesar 95,71%, K4 sebesar 88,27% dan cakupan pertolongan persalinan oleh tenaga kesehatan sebesar 86,38% (Depkes RI, 2012).
Sumatera Utara cakupan K4 tahun 2012 sebesar 85,92% dan cakupan pertolongan persalinan oleh tenaga kesehatan 88,78% . Di Kabupaten Simalungun pada tahun 2012 cakupan kunjungan K4 sebesar 16,41% dan cakupan pertolongan persalinan oleh tenaga kesehatan sebesar 16,48% (Profil Dinkes Sumut, 2013). Angka tersebut masih belum memenuhi target Millennium Development Goals (MDG’s) tahun 2015 yang mana cakupan K4 95% dan cakupan pertolongan
persalinan oleh tenaga kesehatan 90% (Depkes RI, 2008).
Target MDG’s tahun 2015 terhadap AKI di Indonesia 102 per 100.00
jumlah penduduk 830.986 jiwa, jumlah puskesmas 34 dan jumlah bidan yang bekerja di puskesmas 538 orang. Salah satu kecamatan yang terdapat di Kabupaten Simalungun yaitu Kecamatan Siantar. Kecamatan Siantar memiliki 2 unit puskesmas induk, 5 unit puskesmas pembantu dan 2 unit poskesdes, jumlah tenaga kesehatan untuk Puskesmas Kecamatan Siantar terdiri dari 10 dokter umum, 2 dokter gigi, 50 bidan PNS (Pegawai Negeri Sipil), 31 bidan PTT (Pegawai Tidak Tetap), 29 perawat dan 2 perawat gigi. Dengan sumber daya yang dimiliki, maka diupayakan dapat mengurangi AKI dengan meningkatkan kinerja petugas, oleh karena itu perlu dilihat kinerja petugas KIA yang terdapat di puskesmas.
Dari hasil survei awal yang dilaksanakan oleh peneliti terhadap petugas KIA bahwa pelayanan antenatal belum dilaksanakan sesuai dengan standar seperti pengisian buku KIA dengan lengkap, ukur lingkar lengan atas dan ukur tinggi fundus uteri, dimana hal tersebut digunakan untuk pendeteksian secara dini penyakit yang mungkin terjadi. Pemilihan Kecamatan Siantar sebagai tempat penelitian karena Kecamatan Siantar memiliki jumlah bidan yang terbanyak di wilayah Kabupaten Simalungun, walaupun jumlah bidan terbanyak ada di Kecamatan Siantar, tetapi bidan yang bertugas di program KIA masih banyak yang tidak melakukan pelayanan sesuai standar.
yang terjadi di Koordinator KIA yang merupakan program yang berfokus pada kesehatan ibu, bayi dan balita, yang merupakan salah satu penentu derajat kesehatan.
Berdasarkan uraian-uraian diatas dan survei awal yang dilakukan pada Puskesmas Kecamatan Siantar, maka penulis tertarik untuk meneliti tentang “Pengaruh Beban Kerja terhadap Kinerja Petugas KIA Puskesmas di Kecamatan Siantar Kabupaten Simalungun”.
1.2 Perumusan Masalah
Berdasarkan uraian pada latar belakang, maka perumusan masalah dalam penelitian ini adalah bagaimana pengaruh beban kerja terhadap kinerja petugas KIA Puskesmas di Kecamatan Siantar Kabupaten Simalungun.
1.3 Tujuan Penelitian
Adapun tujuan dari penelitian ini adalah untuk menjelaskan pengaruh beban kerja terhadap kinerja petugas KIA Puskesmas di Kecamatan Siantar Kabupaten Simalungun.
1.4 Manfaat Penelitian
1. Sebagai masukan bagi dinas kesehatan dan puskesmas lainnya dalam menyusun perencanaan sumber daya manusia khususnya petugas KIA.
2. Bagi petugas KIA sebagai bahan informasi dan pemahaman tentang beban kerja dalam upaya peningkatan kinerja.
2.1 Puskesmas
2.1.1 Definisi Puskesmas
Puskesmas adalah unit pelaksana teknis dinas kesehatan kabupaten/kota yang bertanggungjawab menyelenggarakan pembangunan kesehatan di suatu wilayah kerja.
1. Unit Pelaksana Teknis
Sebagai unit pelaksana teknis dinas (UPTD) kesehatan kabupaten/kota, puskesmas berperan menyelenggarakan sebagian dari tugas teknis operasional dinas kesehatan kabupaten/kota dan merupakan unit pelaksana tingkat pertama serta ujung tombak pembangunan kesehatan di Indonesia.
2. Pembangunan Kesehatan
Pembangunan kesehatan adalah penyelenggaraan upaya kesehatan oleh bangsa Indonesia untuk meningkatkan kesadaran, kemauan dan kemampuan hidup sehat bagi setiap orang agar terwujud derajat kesehatan masyarakat yang optimal.
3. Penanggungjawab Penyelenggaraan
kesehatan yang dibebankan oleh dinas kesehatan kabupaten/kota sesuai dengan kemampuannya.
4. Wilayah Kerja
Secara nasional, standar wilayah kerja puskesmas adalah satu kecamatan, tetapi apabila di satu kecamatan terdapat lebih dari dari satu puskesmas, maka tanggungjawab wilayah kerja dibagi antar puskesmas, dengan memperhatikan keutuhan konsep wilayah (desa/kelurahan atau RW). Masing-masing puskesmas tersebut secara operasional bertanggungjawab langsung kepada dinas kesehatan kabupaten/kota (Depkes, 2004).
2.1.2 Fungsi Puskesmas
1. Pusat Penggerak Pembangunan Berwawasan Kesehatan
Puskesmas selalu berupaya menggerakkan dan memantau penyelenggaraan pembangunan lintas sektor termasuk oleh masyarakat dan dunia usaha di wilayah kerjanya, sehingga berwawasan serta mendukung pembangunan kesehatan. Di samping itu puskesmas aktif memantau dan melaporkan dampak kesehatan dari penyelenggaraan setiap program pembangunan di wilayah kerjanya. Khusus untuk pembangunan kesehatan, upaya yang dilakukan puskesmas adalah mengutamakan pemeliharaan kesehatan dan pencegahan penyakit tanpa mengabaikan penyembuhan penyakit dan pemulihan kesehatan.
2. Pusat Pemberdayaan Masyarakat
kesadaran, kemauan, dan kemampuan melayani diri sendiri dan masyarakat untuk hidup sehat, berperan aktif dalam memperjuangkan kepentingan kesehatan termasuk pembiayaannya, serta ikut menetapkan, menyelenggarakan dan memantau pelaksanaan program kesehatan. Pemberdayaan perorangan, keluarga dan masyarakat ini diselenggarakan dengan memperhatikan kondisi dan situasi, khususnya sosial budaya masyarakat setempat.
3. Pusat Pelayanan Kesehatan Strata Pertama
Puskesmas bertanggungjawab menyelenggarakan pelayanan kesehatan tingkat pertama secara menyeluruh, terpadu dan berkesinambungan. Pelayanan kesehatan tingkat pertama yang menjadi tanggungjawab puskesmas meliputi:
a. Pelayanan Kesehatan Perorangan
Pelayanan kesehatan perorangan adalah pelayanan yang bersifat pribadi (private goods) dengan tujuan utama menyembuhkan penyakit dan pemulihan kesehatan perorangan, tanpa mengabaikan pemeliharaan kesehatan dan pencegahan penyakit. Pelayanan perorangan tersebut adalah rawat jalan dan untuk puskesmas tertentu ditambah dengan rawat inap. b. Pelayanan Kesehatan Masyarakat
tersebut antara lain promosi kesehatan, pemberantasan penyakit, penyehatan lingkungan, perbaikan gizi, peningkatan kesehatan keluarga, keluarga berencana, kesehatan jiwa serta berbagai program kesehatan masyarakat lainnya (Depkes, 2004).
2.1.3 Kedudukan Puskesmas
Kedudukan puskesmas dibedakan menurut keterkaitannya dengan Sistem Kesehatan Nasional, Sistem Kesehatan Kabupaten/Kota dan Sistem Pemerintah Daerah:
1. Sistem Kesehatan Nasional
Kedudukan puskesmas dalam Sistem Kesehatan Nasional adalah sebagai sarana pelayanan kesehatan strata pertama yang bertanggungjawab menyelenggarakan upaya kesehatan perorangan dan upaya kesehatan masyarakat di wilayah kerjanya.
2. Sistem Kesehatan Kabupaten/Kota
Kedudukan puskesmas dalam sistem kesehatan kabupaten/kota adalah sebagai unit pelaksana teknis dinas kesehatan kabupaten/kota yang bertanggungjawab menyelenggarakan sebagian tugas pembangunan kesehatan kabupaten/kota di wilayah kerjanya.
3. Sistem Pemerintah Daerah
4. Antar Sarana Pelayanan Kesehatan Strata Pertama
Di wilayah kerja puskesmas terdapat berbagai organisasi pelayanan kesehatan strata pertama yang dikelola oleh lembaga masyarakat dan swasta seperti praktek dokter, praktek dokter gigi, praktek bidan, poliklinik dan balai kesehatan masyarakat. Kedudukan puskesmas di antara berbagai sarana pelayanan kesehatan strata pertama ini adalah sebagai mitra. Di wilayah kerja puskesmas terdapat pula berbagai bentuk upaya kesehatan berbasis dan bersumberdaya masyarakat seperti posyandu, polindes, pos obat desa dan pos UKK. Kedudukan puskesmas di antara berbagai sarana pelayanan kesehatan berbasis dan bersumberdaya masyarakat adalah sebagai pembina ( Depkes, 2004).
2.1.4 Struktur Organisasi Puskesmas
Struktur organisasi puskesmas tergantung dari kegiatan dan beban tugas masing-masing puskesmas. Penyusunan struktur organisasi puskesmas di satu kabupaten/kota dilakukan oleh dinas kesehatan kabupaten/kota, sedangkan penetapannya dilakukan dengan peraturan daerah. Sebagai acuan dapat dipergunakan pola struktur organisasi puskesmas sebagai berikut:
1. Kepala Puskesmas
2. Unit Tata Usaha yang bertanggungjawab membantu kepala puskesmas dalam pengelolaan:
a. Data dan informasi
b. Perencanaan dan penilaian c. Keuangan
3. Unit Pelaksana Teknis Fungsional Puskesmas
a. Upaya kesehatn masyarakat, termasuk pembinaan terhadap UKBM b. Upaya kesehatan perorangan
4. Jaringan pelayanan puskesmas a. Unit puskesmas pembantu b. Unit puskesmas keliling c. Unit bidan di desa/komunitas
Puskesmas Pembantu (Pustu) adalah unit pelayanan kesehatan yang berfungsi menunjang serta membantu melaksanakan kegiatan-kegiatan yang dilakukan Puskesmas dalam ruang lingkup wilayah yang lebih kecil. Polindes adalah unit pelayanan kesehatan keliling yang dilengkapi dengan alat transportasi dan sejumlah tenaga kesehatan dari puskesmas (Depkes, 2004).
2.1.5 Upaya Kesehatan
Puskesmas bertanggungjawab menyelenggarakan upaya kesehatan perorangan dan upaya kesehatan masyarakat, yang keduanya jika ditinjau dari sistem kesehatan nasional merupakan pelayanan kesehatan tingkat pertama. Upaya kesehatan tersebut dikelompokkan menjadi dua yakni:
1. Upaya Kesehatan Wajib
a. Upaya Promosi Kesehatan b. Upaya Kesehatan Lingkungan
c. Upaya Kesehatan Ibu dan Anak serta Keluarga Berencana d. Upaya Perbaikan Gizi
e. Upaya Pencegahan dan Pemberantasan Penyakit Menular f. Upaya Pengobatan
2. Upaya Kesehatan Pengembangan
Upaya kesehatan pengembangan puskesmas adalah upaya yang ditetapkan berdasarkan permasalahan kesehatan yang ditemukan di masyarakat serta yang disesuaikan dengan kemampuan puskesmas. Upaya kesehatan pengembangan dipilih dari daftar upaya kesehatan pokok puskesmas yang telah ada, yakni:
a. Upaya Kesehatan Sekolah b. Upaya Kesehatan Olah Raga
c. Upaya Perawatan Kesehatan Masyarakat d. Upaya Kesehatan Kerja
e. Upaya Kesehatan Gigi dan Mulut f. Upaya Kesehatan Jiwa
g. Upaya Kesehatan Mata h. Upaya Kesehatan Usia Lanjut
i. Upaya Pembinaan Pengobatan Tradisional (Depkes, 2004). 2.2 Program KIA
Berdasarkan UU Nomor 36 Tahun 2009 tentang kesehatan yang dimaksud dengan tenaga kesehatan adalah setiap orang yang mengabdikan diri dalam bidang kesehatan serta memiliki pengetahuan atau keterampilan melalui pendidikan di bidang kesehatan yang untuk jenis tertentu memerlukan kewenangan untuk melakukan upaya kesehatan. Dari pengertian tersebut maka dapat disimpulkan bahwa tenaga KIA merupakan seseorang yang memiliki pengetahuan dan ketrampilan dalam bidang KIA seperti bidan desa.
2.2.2 Pemantauan Wilayah Setempat Kesehatan Ibu dan Anak (PWS KIA)
PWS KIAadalah alat manajemen untuk melakukan pemantauan program KIA
di suatu wilayah kerja secara terus menerus, agar dapat dilakukan tindak lanjut yang
cepat dan tepat. Program KIA yang dimaksud meliputi pelayanan ibu hamil, ibu
bersalin, ibu nifas, ibu dengan komplikasi kebidanan, keluarga berencana, bayi baru
lahir, bayi baru lahir dengan komplikasi, bayi, dan balita. Kegiatan PWS KIA terdiri
dari pengumpulan, pengolahan, analisis dan interpretasi data serta penyebarluasan
informasi ke penyelenggara program dan pihak/instansi terkait untuk tindak lanjut
(Kemenkes, 2010).
Menurut WHO, surveilens adalah suatu kegiatan sistematis
berkesinambungan, mulai dari kegiatan mengumpulkan, menganalisis dan
menginterpretasikan data yang untuk selanjutnya dijadikan landasan yang esensial
dalam membuat rencana, implementasi dan evaluasi suatu kebijakan kesehatan
masyarakat. Oleh karena itu, pelaksanaan surveilens dalam kesehatan ibu dan anak
adalah dengan melaksanakan PWS KIA (Kemenkes, 2010).
1. Memantau pelayanan KIA secara Individu melalui Kohort
2. Memantau kemajuan pelayanan KIA dan cakupan indikator KIA secara
teratur (bulanan) dan terus menerus.
3. Menilai kesenjangan pelayanan KIA terhadap standar pelayanan KIA.
4. Menilai kesenjangan pencapaian cakupan indikator KIA terhadap target yang
ditetapkan.
5. Menentukan sasaran individu dan wilayah prioritas yang akan ditangani
secara intensif berdasarkan besarnya kesenjangan.
6. Merencanakan tindak lanjut dengan menggunakan sumber daya yang tersedia
dan yang potensial untuk digunakan.
7. Meningkatkan peran aparat setempat dalam penggerakan sasaran dan
mobilisasi sumber daya.
8. Meningkatkan peran serta dan kesadaran masyarakat untuk memanfaatkan
pelayanan KIA.
2.2.3 Pengelolaan PWS KIA
Pengelolaan program KIA bertujuan memantapkan dan meningkatkan
jangkauan serta mutu pelayanan KIA secara efektif dan efisien. Pemantapan
pelayanan KIA dewasa ini diutamakan pada kegiatan pokok sebagai berikut
(Kemenkes, 2010):
1. Peningkatan pelayanan antenatal sesuai standar bagi seluruh ibu hamil di
semua fasilitas kesehatan.
2. Peningkatan pertolongan persalinan oleh tenaga kesehatan kompeten
3. Peningkatan pelayanan bagi seluruh ibu nifas sesuai standar di semua fasilitas
kesehatan.
4. Peningkatan pelayanan bagi seluruh neonatus sesuai standar di semua fasilitas
kesehatan.
5. Peningkatan deteksi dini faktor risiko dan komplikasi kebidanan dan neonatus
oleh tenaga kesehatan maupun masyarakat.
6. Peningkatan penanganan komplikasi kebidanan dan neonatus secara adekuat
dan pengamatan secara terus-menerus oleh tenaga kesehatan.
7. Peningkatan pelayanan kesehatan bagi seluruh bayi sesuai standar di semua
fasilitas kesehatan.
8. Peningkatan pelayanan kesehatan bagi seluruh anak balita sesuai standar di
semua fasilitas kesehatan.
9. Peningkatan pelayanan KB sesuai standar.
Beberapa program KIA menurut Kemenkes 2010 adalah sebagai berikut :
1. Pelayanan Antenatal
Pelayanan antenatal adalah pelayanan kesehatan yang diberikan oleh
tenaga kesehatan untuk ibu selama masa kehamilannya, dilaksanakan sesuai
dengan standar pelayanan antenatal yang ditetapkan dalam Standar Pelayanan
Kebidanan (SPK). Pelayanan antenatal sesuai standar meliputi anamnesis,
pemeriksaan fisik (umum dan kebidanan), pemeriksaan laboratorium rutin dan
khusus, serta intervensi umum dan khusus (sesuai risiko yang ditemukan
a. Timbang berat badan dan ukur tinggi badan dengan alat timbangan dan
mikrotois.
b. Ukur tekanan darah dengan alat tensimeter.
c. Nilai Status Gizi (ukur lingkar lengan atas) dengan meteran.
d. Ukur tinggi fundus uteri.
e. Tentukan presentasi janin dan denyut jantung janin dengan alat stetostop.
f. Skrining status imunisasi Tetanus dan berikan imunisasi Tetanus Toksoid
(TT) bila diperlukan dengan alat form skrining.
g. Pemberian Tablet zat besi minimal 90 tablet selama kehamilan.
h. Test laboratorium (rutin dan khusus).
i. Tatalaksana kasus.
j. Temu wicara (konseling), termasuk Perencanaan Persalinan dan
Pencegahan Komplikasi (P4K) serta KB pasca persalinan.
Pemeriksaan laboratorium rutin mencakup pemeriksaan golongan
darah, hemoglobin, protein urine dan gula darah puasa. Pemeriksaan khusus
dilakukan di daerah prevalensi tinggi dan atau kelompok berisiko,
pemeriksaan yang dilakukan adalah hepatitis B, HIV, sifilis, malaria,
tuberkulosis, kecacingan dan thalasemia. Dengan demikian maka secara
operasional, pelayanan antenatal disebut lengkap apabila dilakukan oleh
tenaga kesehatan serta memenuhi standar tersebut. Ditetapkan pula bahwa
frekuensi pelayanan antenatal adalah minimal 4 kali selama kehamilan,
dengan ketentuan waktu pemberian pelayanan yang dianjurkan sebagai
a. Minimal 1 kali pada triwulan pertama.
b. Minimal 1 kali pada triwulan kedua.
c. Minimal 2 kali pada triwulan ketiga.
Standar waktu pelayanan antenatal tersebut dianjurkan untuk
menjamin perlindungan kepada ibu hamil, berupa deteksi dini faktor risiko,
pencegahan dan penanganan komplikasi. Tenaga kesehatan yang berkompeten
memberikan pelayanan antenatal kepada ibu hamil adalah : dokter spesialis
kebidanan, dokter, bidan dan perawat.
2. Pertolongan Persalinan
Pertolongan persalinan oleh tenaga kesehatan adalah pelayanan
persalinan yang aman yang dilakukan oleh tenaga kesehatan yang kompeten.
Pada kenyataan di lapangan, masih terdapat penolong persalinan yang bukan
tenaga kesehatan dan dilakukan di luar fasilitas pelayanan kesehatan. Oleh
karena itu, secara bertahap seluruh persalinan akan ditolong oleh tenaga
kesehatan kompeten dan diarahkan ke fasilitas pelayanan kesehatan.
Pada prinsipnya, penolong persalinan harus memperhatikan hal-hal
sebagai berikut :
a. Pencegahan infeksi.
b. Metode pertolongan persalinan yang sesuai standar.
c. Merujuk kasus yang tidak dapat ditangani ke tingkat pelayanan yang lebih
tinggi.
d. Melaksanakan Inisiasi Menyusu Dini.
Tenaga kesehatan yang berkompeten memberikan pelayanan
pertolongan persalinan adalah : dokter spesialis kebidanan, dokter dan bidan.
3. Pelayanan Nifas
Pelayanan kesehatan ibu nifas adalah pelayanan kesehatan sesuai
standar pada ibu mulai 6 jam sampai 42 hari pasca bersalin oleh tenaga
kesehatan. Untuk deteksi dini komplikasi pada ibu nifas diperlukan
pemantauan pemeriksaan terhadap ibu nifas dan meningkatkan cakupan KB
pasca. Pelayanan yang diberikan adalah :
a. Pemeriksaan tekanan darah, nadi, respirasi dan suhu dengan alat
tensimeter, jam dan termometer.
b. Pemeriksaan tinggi fundus uteri (involusi uterus).
c. Pemeriksaan lokhia dan pengeluaran per vaginam lainnya.
d. Pemeriksaan payudara dan anjuran ASI eksklusif 6 bulan.
e. Pemberian kapsul Vitamin A 200.000 IU sebanyak dua kali , pertama
segera setelah melahirkan, kedua diberikan setelah 24 jam pemberian
kapsul Vitamin A pertama.
f.
Pelayanan KB pasca salin adalah pelayanan yang diberikan kepada Ibuyang mulai menggunakan alat kontrasepsi langsung sesudah melahirkan
(sampai dengan 42 hari sesudah melahirkan).
4. Pelayanan Kesehatan Neonatus
Pelayanan kesehatan neonatus adalah pelayanan kesehatan sesuai
standar yang diberikan oleh tenaga kesehatan yang kompeten kepada neonatus
di fasilitas kesehatan maupun melalui kunjungan rumah. Pelaksanaan
pelayanan kesehatan neonatus :
a. Kunjungan Neonatal ke-1 (KN 1) dilakukan pada kurun waktu 6-48 Jam
setelah lahir.
b. Kunjungan Neonatal ke-2 (KN 2) dilakukan pada kurun waktu hari ke 3
sampai dengan hari ke 7 setelah lahir.
c. Kunjungan Neonatal ke-3 (KN 3) dilakukan pada kurun waktu hari ke 8
sampai dengan hari ke 28 setelah lahir.
Kunjungan neonatal bertujuan untuk meningkatkan akses neonatus
terhadap pelayanan kesehatan dasar, mengetahui sedini mungkin bila terdapat
kelainan/masalah kesehatan pada neonatus. Risiko terbesar kematian neonatus
terjadi pada 24 jam pertama kehidupan, minggu pertama dan bulan pertama
kehidupannya. Sehingga jika bayi lahir di fasilitas kesehatan sangat
dianjurkan untuk tetap tinggal di fasilitas kesehatan selama 24 jam pertama.
Pelayanan kesehatan neonatal dasar dilakukan secara komprehensif dengan
melakukan pemeriksaan dan perawatan bayi baru lahir dan pemeriksaan
menggunakan pendekatan Manajemen Terpadu Bayi Muda (MTBM) untuk
memastikan bayi dalam keadaan sehat, yang meliputi :
a. Pemeriksaan dan Perawatan Bayi Baru Lahir
1) Perawatan Tali pusat
2) Melaksanakan ASI Eksklusif
3) Memastikan bayi telah diberi Injeksi Vitamin K1
5) Pemberian Imunisasi Hepatitis B-0
b. Pemeriksaan menggunakan pendekatan MTBM
1) Pemeriksaan tanda bahaya seperti kemungkinan infeksi bakteri,
ikterus, diare, berat badan rendah dan masalah pemberian ASI.
2) Pemberian imunisasi hepatitis B-0 bila belum diberikan pada waktu
perawatan bayi baru lahir.
3) Konseling terhadap ibu dan keluarga untuk memberikan ASI
eksklusif, pencegahan hipotermi dan melaksanakan perawatan bayi
baru lahir di rumah dengan menggunakan buku KIA.
4) Penanganan dan rujukan kasus bila diperlukan.
5. Deteksi dini faktor risiko dan komplikasi kebidanan dan neonatus oleh
tenaga kesehatan maupun masyarakat.
Deteksi dini kehamilan dengan faktor risiko adalah kegiatan yang
dilakukan untuk menemukan ibu hamil yang mempunyai faktor risiko dan
komplikasi kebidanan. Kehamilan merupakan proses reproduksi yang normal
, tetapi tetap mempunyai risiko untuk terjadinya komplikasi. Oleh karenanya
deteksi dini oleh tenaga kesehatan dan masyarakat tentang adanya faktor
risiko dan komplikasi, serta penanganan yang adekuat sedini mungkin,
merupakan kunci keberhasilan dalam penurunan angka kematian ibu dan bayi
yang dilahirkannya.
6. Penanganan Komplikasi Kebidanan
Penanganan komplikasi kebidanan adalah pelayanan kepada ibu
standar oleh tenaga kesehatan kompeten pada tingkat pelayanan dasar dan
rujukan. Diperkirakan sekitar 15-20 % ibu hamil akan mengalami komplikasi
kebidanan. Komplikasi dalam kehamilan dan persalinan tidak selalu dapat
diduga sebelumnya, oleh karenanya semua persalinan harus ditolong oleh
tenaga kesehatan agar komplikasi kebidanan dapat segera dideteksi dan
ditangani. Untuk meningkatkan cakupan dan kualitas penanganan komplikasi
kebidanan maka diperlukan adanya fasilitas pelayanan kesehatan yang mampu
memberikan pelayanan obstetri dan neonatal emergensi secara berjenjang
mulai dari polindes/poskesdes, puskesmas mampu PONED sampai rumah
sakit PONEK 24 jam. Pelayanan medis yang dapat dilakukan di Puskesmas
mampu PONED meliputi :
a. Pelayanan obstetri :
1) Penanganan perdarahan pada kehamilan, persalinan dan nifas.
2) Pencegahan dan penanganan hipertensi dalam kehamilan
(pre-eklampsi dan (pre-eklampsi)
3) Pencegahan dan penanganan infeksi.
4) Penanganan partus lama/macet.
5) Penanganan abortus.
6) Stabilisasi komplikasi obstetrik untuk dirujuk dan transportasi
rujukan.
b. Pelayanan neonatus :
1) Pencegahan dan penanganan asfiksia.
3) Penanganan bayi berat lahir rendah (BBLR).
4) Pencegahan dan penanganan infeksi neonatus, kejang neonatus,
ikterus ringan sedang.
5) Pencegahan dan penanganan gangguan minum
6) Stabilisasi komplikasi neonatus untuk dirujuk dan transportasi
rujukan.
7. Pelayanan Kesehatan Bayi
Pelayanan kesehatan bayi adalah pelayanan kesehatan sesuai standar
yang diberikan oleh tenaga kesehatan kepada bayi sedikitnya 4 kali, selama
periode 29 hari sampai dengan 11 bulan setelah lahir.
Pelaksanaan pelayanan kesehatan bayi :
a. Kunjungan bayi satu kali pada umur 29 hari sampai 2 bulan.
b. Kunjungan bayi satu kali pada umur 3 sampai 5 bulan.
c. Kunjungan bayi satu kali pada umur 6 sampai 8 bulan.
d.
Kunjungan bayi satu kali pada umur 9 sampai 11 bulan.Kunjungan bayi bertujuan untuk meningkatkan akses bayi terhadap
pelayanan kesehatan dasar, mengetahui sedini mungkin bila terdapat kelainan
pada bayi sehingga cepat mendapat pertolongan, pemeliharaan kesehatan dan
pencegahan penyakit melalui pemantauan pertumbuhan, imunisasi, serta
peningkatan kualitas hidup bayi dengan stimulasi tumbuh kembang. Dengan
demikian hak anak mendapatkan pelayanan kesehatan terpenuhi. Pelayanan
a. Pemberian imunisasi dasar lengkap (BCG, Polio 1,2,3,4, DPT/HB1,2,3,
Campak) sebelum bayi berusia 1 tahun.
b. Stimulasi deteksi intervensi dini tumbuh kembang bayi.
c. Pemberian vitamin A 100.000 IU (6 - 11 bulan).
d. Konseling ASI eksklusif, pemberian makanan pendamping ASI, tanda
tanda sakit dan perawatan kesehatan bayi di rumah menggunakan Buku
KIA.
e. Penanganan dan rujukan kasus bila diperlukan.
8. Pelayanan kesehatan anak balita
Lima tahun pertama kehidupan, pertumbuhan mental dan intelektual
berkembang pesat. Masa ini merupakan masa keemasan atau golden period
dimana terbentuk dasar-dasar kemampuan keindraan, berfikir, berbicara serta
pertumbuhan mental intelektual yang intensif dan awal pertumbuhan moral.
Pada masa ini stimulasi sangat penting untuk mengoptimalkan fungsi-fungsi
organ tubuh dan rangsangan pengembangan otak. Upaya deteksi dini
gangguan pertumbuhan dan perkembangan pada anak usia dini menjadi sangat
penting agar dapat dikoreksi sedini mungkin dan atau mencegah gangguan ke
arah yang lebih berat. Kematian bayi dan balita merupakan salah satu
parameter derajat kesejahteraan suatu negara. Sebagian besar penyebab
kematian bayi dan balita dapat dicegah dengan teknologi sederhana di tingkat
pelayanan kesehatan dasar, salah satunya adalah dengan menerapkan
Manajemen Terpadu Balita Sakit (MTBS) di tingkat pelayanan kesehatan
Pelayanan kesehatan anak balita meliputi pelayanan pada anak balita
sakit dan sehat. Pelayanan yang diberikan oleh tenaga kesehatan sesuai
standar yang meliputi :
a. Pelayanan pemantauan pertumbuhan minimal 8 kali setahun yang
tercatat dalam Buku KIA/KMS. Pemantauan pertumbuhan adalah
pengukuran berat badan anak balita setiap bulan yang tercatat pada Buku
KIA/KMS. Bila berat badan tidak naik dalam 2 bulan berturut-turut atau
berat badan anak balita di bawah garis merah harus dirujuk ke sarana
pelayanan kesehatan.
b. Stimulasi Deteksi dan Intervensi Dini Tumbuh Kembang (SDIDTK)
minimal 2 kali dalam setahun. Pelayanan SDIDTK meliputi pemantauan
perkembangan motorik kasar, motorik halus, bahasa, sosialisasi dan
kemandirian minimal 2 kali pertahun (setiap 6 bulan). Pelayanan
SDIDTK diberikan di dalam gedung (sarana pelayanan kesehatan)
maupun di luar gedung.
c. Pemberian Vitamin A dosis tinggi (200.000 IU), 2 kali dalam setahun.
d. Kepemilikan dan pemanfaatan buku KIA oleh setiap anak balita
e. Pelayanan anak balita sakit sesuai standar dengan menggunakan
pendekatan MTBS.
9. Pelayanan KB Berkualitas
Pelayanan KB berkualitas adalah pelayanan KB sesuai standar dengan
menghormati hak individu dalam merencanakan kehamilan sehingga
menurunkan tingkat fertilitas (kesuburan) bagi pasangan yang telah cukup
memiliki anak (2 anak lebih baik) serta meningkatkan fertilitas bagi pasangan
yang ingin mempunyai anak. Pelayanan KB bertujuan untuk menunda
(merencanakan) kehamilan. Bagi Pasangan Usia Subur yang ingin
menjarangkan dan/atau menghentikan kehamilan, dapat menggunakan metode
kontrasepsi yang meliputi :
a. KB alamiah (sistem kalender, metode amenore laktasi, coitus interuptus).
b. Metode KB hormonal (pil, suntik, susuk).
c. Metode KB non-hormonal (kondom, AKDR/IUD, vasektomi dan
tubektomi).
2.3 Kinerja
2.3.1 Defenisi Kinerja
Kinerja menurut beberapa penulis buku Manajemen Sumber Daya Manusia
diantaranya seperti yang dikemukakan oleh Domen (2013) menyatakan bahwa kinerja
adalah penampilan hasil kerja personal baik dalam kualitas ataupun kuantitas dalam
suatu organisasi. Sedangkan menurut Rivai (2005) kinerja adalah prestasi yang
dicapai yang dicapai oleh seseorang dalam melaksanakan tugasnya atau pekerjaannya
sesuai dengan standar dan kriteria yang ditetapkan untuk pekerjaan itu.
2.3.2 Penilaian Kinerja
masing-masing tenaga kerja dalam mengembangkan kualitas kerja, pembinaan selanjutnya, tindakan perbaikan atas pekerjaan yang kurang sesuai dengan deskripsi pekerjaan, serta untuk keperluan yang berhubungan dengan masalah ketenagakerjaan lainnya (Sastrohadiwiryo, 2002).
Pada prinsipnya penilaian kinerja merupakan cara pengukuran kontribusi-kontribusi dari individu dalam instansi yang dilakukan terhadap organisasi. Nilai penting dari penilaian kinerja adalah menyangkut penentuan tingkat kontribusi individu atau kinerja yang diekspresikan dalam penyelesaian tugas-tugas yang menjadi tanggungjawabnya (Rosidah, 2009).
Menurut Sastrohadiwiryo (2002) tujuan penilaian kinerja adalah sebagai berikut :
1. Sumber data untuk merencanakan ketenagakerjaan dan kegiatan pengembangan jaka panjang bagi perusahaan yang bersangkutan.
2. Nasihat yang perlu disampaikan kepada para tenaga kerja dalam perusahaan. 3. Alat untuk memberikan umpan balik (feed back) yang mendorong kearah
kemajuan dan kemungkinan memperbaiki atau meningkatkan kualitas kerja bagi para tenaga kerja.
4. Salah satu cara untuk menetapkan kinerja yang diharapkan dari seorang pemegang tugas dan pekerjaan.
2.3.3 Pengukuran Kinerja
Menurut Rosidah (2009), fokus dalam pengukuran kinerja adalah penilaian berdasarkan hasil (result-based performance), penilaian berdasarkan perilaku (behavior based performance appraisal) dan penilaian dengan berdasarkan judgment based performance appraisal.
1. Penilaian Berdasarkan Hasil (result-based performance)
Tipe penilaian ini dimulai dengan merumuskan kinerja pegawai dengan didasarkan pada pencapaian tujuan organisasi, atau dapat dikatakan dengn menukur hasil-hasil akhir (end result)
2. Penilaian Berdasarkan Perilaku (behavior based performance appraisal)
Dalam model penilaian ini kinerja akan difokuskan pada sarana (means) dan sasaran (goals) dan bukan hasil akhir. Dengan demikian perilaku pegawai yang sesuai dengan sarana yang tersedia dan sasaran yang ingin dicapai.
3. Penilaian Dengan Berdasarkan Judgment Based Performance Appraisal
Kualitas pekerjaan merupakan bagian substansi yang tidak dapat diabaikan. Konsentrasi dari penilaian yang dilakukan tentunya akan menidentifikasikan bagaimana pencapaian kualitas pekerjaan yang dilakukan.
2.4Beban Kerja
Beban kerja meliputi tanggungan kerja yang meliputi fisik maupun mental. Akibat beban kerja yang berlebihan maka dapat mengakibatkan seorang tenaga kesehatan mengalami gangguan kesehatan dan menghambat pekerjaan yang menjadi tanggungjawabnya.
Beban kerja adalah banyaknya jenis pekerjaan yang harus diselesaikan oleh tenaga kesehatan profesional dalam satu tahun dalam satu sarana pelayanan kesehatan. Analisa beban kerja adalah upaya menghitung beban kerja pada satuan kerja dengan cara menjumlah semua beban kerja dan selanjutnya membagi dengan kapasitas kerja perorangan per satuan waktu. (Depkes, 2004)
Faktor-faktor yang mempengaruhi beban kerja antara lain :
a. Faktor eksternal, yaitu beban yang berasal dari luar tubuh tenaga kerja, yaitu : 1. Tugas-tugas yag bersifat fisik, seperti tata ruang,alat kerta, tempat kerja,
sikap kerja, kondisi kerja dan tingkat kesulitan.
2. Organisasi kerja, seperti waktu istirahat, waktu kerja, sistem upah, struktur organisasi dan pelimpahan wewenang.
3. Lingkungan kerja adalah lingkungan kerja fisik, kimia, biologis dan psikologis.
b. Faktor Internal
2.4.1 Pengukuran Beban Kerja
Berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan RI NO. 81/Menkes/SK/I/2004 tentang Pedoman Penyusunan Perencanaan Sumber Daya Manusia Kesehatan di tingkat Provinsi, Kabupaten, Kota serta Rumah Sakit yang salah satunya prosedur penghitungan kebutuhan SDM Kesehatan dengan menggunakan metode beban kerja.
Beban kerja meliputi tanggungan kerja yang meliputi fisik maupun mental. Akibat beban kerja yang berlebihan maka dapat mengakibatkan seorang tenaga kesehatan mengalami gangguan kesehatan dan menghambat pekerjaan yang menjadi tanggungjawabnya.
Beban kerja adalah banyaknya jenis pekerjaan yang harus diselesaikan oleh tenaga kesehatan profesional dalam satu tahun dalam satu sarana pelayanan kesehatan. Analisa beban kerja adalah upaya menghitung beban kerja pada satuan kerja dengan cara menjumlah semua beban kerja dan selanjutnya membagi dengan kapasitas kerja perorangan per satuan waktu. (Depkes, 2004)
Menurut Munandar (2001), beban kerja dapat diklasifikasikan sebagai berikut :
a. Beban Berlebih Kuantitatif
Beban berlebih secara fisik ataupun mental akibat terlalu banyak melakukan kegiatan marupakan kemungkinan sumber stress pekerjaan untuk yang menimbulkan beban berlebih kuantitatif ialah desakan waktu dalam menyelesaikan tuntutan pekerjaan, yaitu setiap tugas diharapkan dapat diselesaikan secepat mungkin secara tepat dan cermat.
Beban kerja terlalu sedikit kuantitatif yang dapat memengaruhi kesejahteraan psikologis seseorang pada pekerjaan yang sederhana, dimana banyak terjadi pengulangan gerak akan timbul rasa bosan dan rasa monoton.
c. Beban Berlebih Kualitatif
Kemajuan teknologi mengakibatkan sebagian besar pekerjaan yang selama ini dikerjakan secara manual oleh manusia/tenaga kerja diambil alih oleh mesin-mesin atau robot, sehingga pekerjaan manusia beralih titik beratnya pada pekerjaan otak.
d. Beban Terlalu Sedikit Kualitatif
Beban terlalu sedikit kualitatif merupakan keadaan dimana tenaga kerja tidak diberi peluang untuk menggunakan keterampilan yang diperolehnya, atau untuk mengembangkan kecakapan potensialnya secara penuh.
2.5Kerangka Konsep
Variabel Independen Variabel Dependen
Beban kerja 1. Pelayanan
Antenatal 2. Pelayanan Ibu
Nifas
3. Deteksi Dini Faktor Risiko dan Komplikasi 4. Pelayanan
Kesehatan Bayi dan Balita 5. Pelayanan KB
Dari 9 kegiatan yang terdapat dalam Pengolahan Wilayah Setempat Kesehatan Ibu dan Anak, peneliti hanya mengambil 5 kegiatan pokok, hal ini dikarenakan tidak ditemukan semua kasus yang ada dalam kegiatan pokok KIA. Selama melakukan penelitian, peneliti hanya menemukan kasus pelayanan antenatal, pelayanan ibu nifas, deteksi dini faktor resiko dan komplikasi, pelayanan kesehatan bayi dan balita dan pelayanan KB.
2.6Hipotesa Penelitian
Berdasarkan kerangka konsep diatas, maka dapat disusun hipotesis penelitian sebagai berikut, “terdapat pengaruh antara beban kerja terhadap kinerja
3.1 Jenis Penelitian
Jenis penelitian ini adalah explanatory research yang menjelaskan hubungan beban kerja dengan kinerja petugas KIA di Puskemas Kecamatan Siantar Kabupaten Simalungun.
3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian 3.2.1 Lokasi Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di wilayah kerja Puskesmas Kecamatan Siantar. Pemilihan lokasi pada penelitian ini karena Kecamatan Siantar memiliki jumlah tenaga kesehatan terbanyak di Kabupaten Simalungun.
3.2.2 Waktu Penelitian
Pelaksanaan penelitian ini dilakukan pada bulan Maret 2014 – Mei 2014. 3.3 Populasi dan Sampel
3.3.1 Populasi
Populasi dari penelitian ini adalah bidan PNS (pegawai negeri sipil) dan bidan PTT (pegawai tidak tetap) yang terdapat di wilayah kerja Puskesmas Kecamatan Siantar yang berjumlah 60 orang ( bidan PNS dan bidan PTT).
3.3.2 Sampel
yaitu pengambilan sampel secara acak dan proposional dari setiap puskesmas. Sampel yang dipilih terdiri dari bidan yang melaksanakan program KIA di puskesmas dan bidan yang tidak melaksanakan program KIA di puskesmas, tetapi membuka praktek di rumah. Pembagian pengambilan sampel secara proporsional di setiap puskesmas agar mewakili keseluruhan populasi. Besar sampel ditentukan dengan rumus sebagai berikut :
n =
Keterangan :
n = Jumlah sampel N = Jumlah populasi
d = Presisi yang ditetapkan (0,1)
n =
n = 38
3.4 Metode Pengumpulan Data 3.4.1 Data Primer
3.4.2 Data Sekunder
Data sekunder yaitu data yang diperoleh dari penelitian-penelitian mengenai kinerja yang telah dilakukan oleh orang lain, laporan bulanan KIA, laporan tahunan KIA dan data kesehatan yang terdapat di Badan Pusat Statistik.
3.5 Definisi Operasional 3.5.1 Variabel Independen
Beban kerja adalah seluruh pekerjaan berdasarkan pedoman KIA yang harus dikerjakan oleh petugas KIA baik secara kualitas dan kuantitas. Beban kerja dihitung dengan menggunakan kuesioner yang disusun berdasarkan beban kerja kuantitatif dan kualitatif.
1. Beban kerja kuantitas adalah segala beban kerja yang dilakukan oleh bidan diukur berdasarkan banyaknya atau jumlahnya.
2. Beban kerja kualitas adalah segala beban kerja yang dilakukan bidan dinilai berdasarkan baik atau buruk mutunya.
3.5.2 Variabel Dependen
Kinerja dalah seluruh hasil kerja yang dilakukan oleh petugas KIA meliputi seluruh aspek dalam kegiatan program KIA. Kinerja dihitung berdasarkan output yang dihasilkan oleh program KIA. Output adalah seluruh kegiatan yang dilakukan oleh petugas KIA. Untuk mendapatkan output program KIA, penulis menggunakan kuisioner yang disusun berdasarkan 9 kegiatan pokok puskesmas, yaitu :
2. Pertolongan persalinan adalah pelayanan persalinan yang aman yang dilakukan oleh bidan yang kompeten.
3. Pelayanan nifas adalah pelayanan kesehatan yang diberikan oleh bidan kepada ibu mulai 6 jam sampai 42 hari pasca bersalin.
4. Pelayanan kesehatan neonatus adalah pelayanan yang diberikan oleh bidan kepada neonatus sedikitnya 3 kali selama periode 0 sampai dengan 28 hari setelah lahir.
5. Deteksi dini faktor resiko dan komplikasi kebidanan dan neonatus adalah kegiatan deteksi dini yang dilakukan oleh bidan untuk menemukan ibu hamil yang mempunyai faktor resiko dan komplikasi kebidanan pada kehamilannya. 6. Penanganan kompikasi kebidanan adalah pelayanan yang diberikan bidan kepada
ibu dengan komplikasi kehamilan untuk mendapat penanganan sesuai standar di tingkat pelayanan dasar dan rujukan.
7. Pelayanan kesehatan bayi adalah pelayanan yang diberikan oleh bidan kepada bayi selama periode 29 hari sampai dengan 11 bulan setelah lahir.
8. Pelayanan kesehatan anak dan balita pelayanan yang diberikan oleh bidan kepada anak selama periode 1 sampai dengan 5 tahun.
3.6 Aspek Pengukuran
3.6.1 Aspek Pengukuran Variabel Bebas (Independen)
Aspek pengukuran variabel bebas pada penelitian ini adalah beban kerja. Pengukuran beban kerja responden terhadap pekerjaan program KIA dengan dimensi beban kerja kuantitatif dan beban kerja kualitatif yaitu mengajukan 6 bulir pertanyaan menggunakan skala Guttman, pilihan jawaban : tidak diberi skor 1, ya diberi skor 2. Nilai tertinggi yang dapat diperoleh responden adalah (6 x 2 = 12) dan nilai terendah adalah (6 x 1 = 6). Jawaban responden diukur dengan skala ordinal yang dikategorikan menjadi 2 yaitu :
1. Sesuai jika skor yang diperoleh responden 10-12 2. Tidak sesuai jika skor yang diperoleh responden 6-9
Tabel 3.1 Metode Pengukuran Variabel Independen Beban Kerja Petugas KIA Variab
el
Jumlah pertanyaan
Dimensi Indikator Pilihan
3.6.2 Aspek Pengukuran Variabel Terikat (dependen)
Aspek pengukuran variabel terikat (dependen) adalah kinerja petugas KIA dalam pelaksanaan tugas sebagai proses kerja responden secara kualitas yang dapat dilihat berdasarkan tugas-tugas pokok sebagai petugas KIA. Dimensi kinerja petugas KIA meliputi : (1). Pelayanan antenatal, (2). Pelayanan ibu nifas, (3). Deteksi dini faktor resiko dan komplikasi, (4). Pelayanan kesehatan bayi dan balita dan (5). Pelayanan KB. Dengan mengajukan pertanyaan 28 butir menggunakan skala likert dengan pilihan jawaban : tidak skor 0, kadang-kadang skor 1 dan tetap skor 2. Nilai tertinggi yang dapat diperoleh oleh responden adalah (28 x 2 = 56) dan nilai terendah yang dimiliki responden adalah (28 x 1 = 28). Jawaban responden yang diukur dengan skala ordinal yang dikategorikan menjadi 2, yaitu :
1. Baik nila skor yang diperoleh responden 29-56 2. Kurang jika skor yang diperoleh responden 0-28
Tabel 3.2 Metode Pengukuran Variabel Dependen Kinerja Petugas KIA
variabel Jumlah
pertanyaan Dimensi Indikator
6. Pelayanan KB
1. Konseling pada ibu hamil untuk melakukan KB pasca salin
3.7 Metode Analisis Data
4.1 Gambaran Umum Lokasi Penelitian
Secara geografis wilayah Kecamatan Siantar berada antara 2052’22’ – 2059’56’ LU dan 9901’18’ – 9900’19’ BT dengan luas wilayah 76,35 km2 atau sekitar 1,69 % dari luas wilayah Kabupaten Simalungun.
Kecamatan Siantar terletak di Kabupaten Simalungun Provinsi Sumatera Utara yang berada di tengah-tengan Kabupaten Simalungun dengan jarak ke ibu kota provinsi 128 km. Terletak pada ketinggian 1.400 meter di atas permukaan laut dimana 75 % lahannya berada pada kemiringan 0-15% . Suhu udara rata-rata adalah 25.20C. dengan suhu terendah 21,80C dan sushu tertinggi 31,40C. Penyinaran matahari rata-rata 5,0 jam per hari dengan rata-rata kecepatan angin 0,25 m per detik dengan penguapan 3.01 milimeter per hari serta kelembaban udara 84%. Kecamatan Siantar terbagi dalam 17 nagori (BPS Simalungun).
4.1.1 Jumlah Penduduk
Tabel 4.1 Distribusi Penduduk Menurut Nagori (Desa)/Kelurahan di Kecamatan Siantar Tahun 2012
No Kecamatan Jumlah Penduduk
Laki-laki Perempuan Jumlah
1 Silampuyang 1.952 1.921 3.873
Sarana kesehatan yang terdapat di Kecamatan Siantar terdiri dari : Puskesmas 2 buah, Puskesmas Pembantu 5 buah, Poskesdes 1 buah, Polindes 2 buah, Klinik 6 buah, Prakter Dokter 7 buah, Praktek Bidan 55 buah, Apotek 7 buah dan Toko Obat 6 buah. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel 4.2 dibawah ini
Tabel 4.2 Distribusi Jumlah Sarana Kesehatan Menurut Nagori(Desa)/ Kelurahan di Kecamatan Siantar Tahun 2012
6 Praktek Dokter 7 buah
Tenaga kesehatan yang terdapat di Puskesmas Kecamatan Siantar adalah sebagai berikut : Dokter 25 orang, Bidan 78 orang, Perawat/Mantri 87 orang dan Dukun Bayi 13 orang.
Tabel 4.3 Jumlah Tenaga Kesehatan Menurut Nagori/Kelurahan di Kecamatan Siantar Tahun 2012
No Tenaga Kesehatan Jumlah
1 Dokter 25 Orang
Distribusi beban kerja pada responden dapat dilihat pada Tabel 4.4 di bawah ini.
1 Perbandingan jumlah petugas dengan jumlah kunjungan pasien masih sesuai
30 78,9 8 21,1 38 100 2 Pekerjaan puskesmas diluar tugas pokok
masih sesuai
12 31,6 26 68,4 38 100 3 Perbandingan jumlah petugas dengan
tugas-tugas di luar gedung puskesmas masih sesuai
4 Tugas pokok Bidan di puskesmas tidak ada hubungannya dengan KIA
30 78,9 8 21,1 38 100 B. Beban Kerja Kualitatif
1 Bidan jenuh menunggu proses persalinan karena menyita waktu yang lama
32 84,2 6 15,8 38 100 2 Bidan tidak berani menolong persalinan
dengan letak bokong
18 47,4 20 52,6 38 100
Dari tabel 4.4 dapat dilihat bahwa beban kerja petugas KIA dalam melakukan program-program yang terdapat di puskesmas adalah 8 (21,1%) menjawab tidak sesuai perbandingan jumlah petugas dengan jumlah kunjungan pasien, 26 (68,4%) menjawab tidak sesuai pekerjaan puskesmas di luar tugas pokok, 15 (39,5%) menjawab tidak sesuai perbandingan jumlah petugas dengan tugas-tugas di luar gedung puskesmas, 8 (21,1%) menjawab tugas pokok di puskesmas tidak ada hubungannya dengan KIA, 6 (15,8%) menjawab jenuh menunggu proses persalinan karena menyita waktu yang lama dan 20 (52,6%) menjawab berani menolong persalinan dengan letak bokong.
Beban kerja petugas KIA dalam melaksanakan program di puskesmas dikategorikan berdasarkan beban kerja baik dan beban kerja kurang baik., untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel 4.5 di bawah ini.
Tabel 4.5 Distribusi Responden Berdasarkan Kategori Beban Kerja Petugas KIA Puskesmas Kecamatan Siantar
Beban Kerja Jumlah Persentase
Sesuai 17 44,7
Tidak Sesuai 21 55,3
Dari tabel 4.5 diatas dapat dilihat bahwa beban kerja petugas KIA Puskesmas Kecamatan Siantar beban kerja baik sebesar 17 (44,7%) dan beban kerja kurang baik sebesar 21 (55,3%).
4.2.2 Kinerja
Distribusi kinerja pada responden dapat dilihat pada Tabel 4.6 di bawah ini. Tabel 4.6 Distribusi Kinerja Responden KIA Puskesmas Kecamatan Siantar
No. Pernyataan Tidak Kadang-
kadang
Selalu Jumlah
A. Pelayanan antenatal
1 Bidan melakukan timbang berat badan dan ukur tinggi badan
2 5,3 22 57,9 14 36,8 38 100
2 Bidan melakukan ukur tekanan darah 3 7,9 22 57,9 13 34,2 38 100 3 Bidan melakukan ukur lingkar lengan atas 7 18,4 21 55,3 10 26,3 38 100 4 Bidan melakukan ukur tinggi fundus uteri 6 15,8 16 42,1 16 42,1 38 100 5 Bidan melakukan presentasi janin dan denyut
jantung janin
5 13,2 16 42,1 17 44,7 38 100
6 Bidan melakukan imunisasi TT 4 10,5 21 55,3 13 34,2 38 100 7 Bidan melakukan pemberian tablet besi minimal
90 tablet selama kehamilan
6 15,8 20 52,6 12 31,6 38 100
8 Bidan melakukan tes laboratorium 13 34,2 22 57,9 3 7,9 38 100 9 Bidan melakukan tata laksana kasus 15 39,5 15 39,5 8 21,0 38 100 10 Bidan melakukan konseling 10 26,3 14 36,8 14 36,9 38 100 B. Pelayanan kesehatan ibu nifas
16 Bidan melakukan pemeriksaan tekanan darah, nadi, respirasi dan suhu.
4 10,5 22 57,9 12 31,6 38 100
17 Bidan melakukan pemeriksaan tinggi fundus uteri 8 21,0 21 55,3 9 23,7 38 100 18 Bidan melakukan pemeriksaan lokhia dan
pengeluaran per vaginam lainnya
6 15,8 22 57,9 10 26,3 38 100
19 Bidan melakukan pemeriksaan payudara dan anjuran ASI eksklusif selama 6 bulan
6 15,8 23 60,5 9 23,7 38 100
20 Bidan memberikan kapsul Vitamin A 200.000 IU sebanyak 2 kali
21 Bidan memberikan pelayanan KB pasca salin 9 23,7 21 55,3 8 21,0 38 100 C. Deteksi dini faktor resiko dan komplikasi kebidanan dan neonatus
27 Bidan melakukan pendeteksian dini terhadap faktor resiko dan komplikasi yang akan dialami oleh ibu hamil
7 18,4 19 50,0 12 31,6 38 100
D. Pelayanan kesehatan bayi
40 Bidan memberikan imunisasi dasar lengkap 8 21,0 19 50,1 11 28,9 38 100 41 Bidan melakukan stimulasi deteksi intervensi dini
tumbuh kembang bayi
6 15,8 21 55,3 11 28,9 38 100
42 Bidan memberikan vitamin A 100.000 IU (6-11 bulan)
14 36,8 18 47,4 6 15,8 38 100
43 Bidan melakukan konseling ASI eksklusif 7 18,4 21 55,3 10 26,3 38 100 44 Bidan melakukan penanganan dan rujukan kasus
bila diperluakan
8 21,0 18 47,5 12 31,5 38 100
E. Pelayanan kesehatan anak balita 45 Bidan melakukan pelayanan pemantauan
pertumbuhan minimal 8 kali setahun yang tercatat dalam nuku KIA/KMS
8 21,1 20 52,6 10 26,3 38 100
46 Bidan melakukan stimulasi deteksi dan intervensi dini tumbuh kembang(SD/DTK) minimal 2 kali dalam setahun
9 23,7 20 52,6 9 23,7 38 100
47 Bidan melakukan pemberian vitamn A dosis tinggi (200.000 IU) 2 kali dalam setahun
13 34,2 17 44,7 8 21,1 38 100
48 Bidan memeriksa kepemilikan dan pemanfaatan buku KIA oleh setiap anak balita
8 21,0 19 50,1 11 28,9 38 100
49 Bidan melakuakn pelayanan anak balita sakit sesuai standar dengan mengunakan pendekatan MTBS
7 18,4 15 39,5 16 42,1 38 100
F. Pelayanan KB berkualitas
50 Bidan melakukan konseling terhadap ibu hamil mengenai KB pascapersalinan
10 26,3 16 42,1 12 31,6 38 100