• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analsis Daya Saing dan Dampak Perubahan Kebijakan Pemerintah terhadap Komoditi Susu Sapi

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Analsis Daya Saing dan Dampak Perubahan Kebijakan Pemerintah terhadap Komoditi Susu Sapi"

Copied!
185
0
0

Teks penuh

(1)

SUSU SAPI

( Kasus di Desa Tajurhalang, Kecamatan Cijeruk, Kabupaten Bogor )

Oleh :

VIVIN KURAISIN

A14302070

PROGRAM STUDI EKONOMI PERTANIAN DAN SUMBERDAYA

FAKULTAS PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)

KEBIJAKAN PEMERINTAH TERHADAP KOMODITI SUSU SAPI. Kasus di Desa Tajurhalang, Kecamatan Cijeruk, Kabupaten Bogor.(Di bawah bimbingan YAYAH KARLIAH WAGIONO)

Sektor pertanian merupakan bagia n dari sistem pembangunan nasional, memiliki peran yang penting dan strategis. Sektor peternakan adalah sub sektor dari pertanian. Salah satu bagian sektor peternakan adalah peternakan sapi perah. Peternakan sapi perah memberikan kontribusi terhadap pembangunan pertanian diantarannya dapat menghemat devisa negara, menambah lapangan pekerjaan dan meningkatkan pendapatan petani kecil. Susu merupakan salah satu produk pertanian yang sangat penting bagi masyarakat Indonesia. Susu mengandung sumber protein hewani dengan kandungan nilai gizi yang lengkap dan seimbang. Jumlah konsumsi susu dari tahun ketahun selalu mengalami peningkatan, sedangkan produksi susu nasional belum mampu memenuhi seluruh permintaan susu nasional. Oleh karena itu pemerintah melakukan kebijakan impor susu dari luar negeri.

Permintaan komoditi yang tinggi tersebut merupakan peluang pasar yang cukup potensial. Untuk megetahui daya saing dari susu nasional perlu diadakan suatu pengujian keunggulan kompetitif dan komparatif, khususnya didaerah-daerah sentra produksi susu sapi, sehingga diketahui layak atau tidaknya usahatani sapi perah. Kebijakan pemerintah seperti pengurangan subsidi pakan ternak dan obat-obatan juga tarif dapat mempengaruhi keunggulan kompetitif dan komparatif dalam usahatani sapi perah. Berdasarkan kondisi tersebut permasalahan yang akan diteliti adalah (1) Apakah Produksi susu di Desa Tajurhalang mempunyai keunggulan kompetitif dan keunggulan komparatif sehingga layak untuk diusahakan. (2) Bagaimana daya saing produk susu di Desa Tajurhalang. (3) Bagaimana pengaruh kebijakan input dan output terhadap usaha sapi perah di Desa Tajurhalang.

Tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisis (1) Keunggulan kompetitif dan keunggulan komparatif pengusahaan sapi perah di Desa Tajurha lang. (2) Menganalisis daya saing susu Desa Tajurhalang. (3) Menganalisis pengaruh kebijakan input dan output pemerintah terhadap pengusahaan sapi perah. Hasil penelitian diharapkan dapat berguna bagi pemerintah untuk mengetahui dampak kebijakan yang telah dikeluarkan selama ini, sehingga dapat digunakan sebagai bahan pertimbangan dalam mengeluarkan kebijakan baru bagi perkembangan usaha sapi perah di Indonesia. Bagi peternak sendiri berguna untuk mengetahui sejauh mana kebijakan pemerintah berpengaruh terhadap pengusahaan sapi perah, sedangkan bagi peneliti lain diharapkan dapat bermanfaat sebagai bahan dalam penulisan penelitian lainnya.

Penelitian dilakukan di Desa Tajurhalang, Kecamatan Cijeruk, Kabupaten Bogor. Pemilihan lokasi dilakukan secara sengaja (purposive) dengan pertimbangan bahwa Desa Tajurhalang merupakan salah satu sentra produksi susu sapi di Kabupaten Bogor. Metode yang digunakan yaitu Policy analysis Matriks (PAM). Penelitian ini dilakukan selama Bulan Maret sampai April 2006.

(3)

Tajurhalang. Untuk skala usaha sapi perah kurang dari tiga ekor seharusnya dapat dikembangkan lebih lanjut agar peternak dapat memperoleh pendapatan yang lebih besar. Sehingga pemerintah perlu melakukan upaya atau kebijakan yang dapat mendorong peningkatan skala usaha bagi peternak sapi perah seperti menambah subsidi dan memberikan kredit dengan bunga yang rendah.

Kebijakan pemerintah terhadap komoditas susu pada ketiga skala usaha menyebabkan surplus produsen berkurang, keuntungan privat lebih kecil dari keuntungan sosial dan tidak memberikan proteksi yang positif. Denga n demikian secara keseluruhan kebijaksanaan pemerintah tidak memberikan intensif bagi produsen untuk berproduksi. Kebijakan pemerintah berupa pengurangan subsidi pakan ternak dan obat-obatan menyebabkan peternak tidak memperoleh insentif bagi peningkatan skala usahannya. Begitu juga dengan kebijakan tarif impor susu 5 %, nilai tersebut sangat rendah sehingga meningkatkan jumlah impor susu oleh IPS.

(4)

DENGAN INI SAYA MENYATAKAN BAHWA SKRIPSI YANG

BERJUDUL “ANALISIS DAYA SAING DAN DAMPAK PERUBAHAN

KEBIJAKAN PEMERINTAH TERHADAP KOMODITI SUSU SAPI”

MERUPAKAN HASIL KARYA SAYA SENDIRI YANG BELUM PERNAH

DIGUNAKAN SEBAGAI SKRIPSI ATAU KARYA ILMIAH PADA SUATU

PERGURUAN TINGGI ATAU LEMBAGA MANAPUN.

Bogor, Juni 2006

Vivin Kuraisin A 14302070

(5)

Penulis lahir di Jakarta, 15 April 1984 sebagai anak pertama dari 3 bersaudara pasangan Lukman Tjolli dan Nuraini. Penulis menamatkan pendidikan dasar di Sekolah Dasar Negeri 03 Bojong Gede pada Tahun 1996, kemudian melanjutkan pendidikan ke Sekolah Menengah Tingkat Pertama Negeri 02 Bojong Gede, hingga lulus Tahun 1999. Penulis kemudian melanjutkan pendidikan di Sekolah Menengah Atas Negeri 04 Bogor dan lulus pada Tahun 2002.

(6)

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas segala nikmat dan karunia-Nya yeng telah diberikan kepada penulis sehingga dapat menyelesaikan penyusunan skripsi ini.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui daya saing (keunggulan komperatif dan kompetitif) susu Indonesia khususnya produksi susu di Desa Tajurhalang, dan untuk mengetahui dampak perubahan kebijakan pemerintah terhadap peternakan sapi perah.

Penulis telah berusaha untuk menyusun skripsi ini dengan sebaik-baiknya, namun penulis menyadari masih banyak kekurangannya. Oleh karena itu kritik dan saran sangat penulis harapkan. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi pihak yang memerlukan.

Bogor, Juni 2006

(7)

Puji syukur kepada Allah SWT, Robb alam semesta, karena dengan rahmat dan ridho-Nya telah memberikan kemudahan dalam setiap kesulitan , juga kepada Nabi Muhammad SAW yang telah memberikan suri tauladan dalam kehidupan penulis. Pada kesempatan ini, penulis ingin menyampaikan penghargaan dan rasa terima kasih yang mendalam kepada :

1. Ibunda Nuraini dan Ayahanda Lukman Tjolli atas segala do’a, kasih sayang, pengorbanan yang tak terbatas baik moril maupun materil. Untuk adikku tercinta astina dan astini atas segala do’a dan dukungannya.

2. Ibu Ir. Yayah Karliah Wagiono, MEc selaku dosen pembimbing skripsi sekaligus dosen moderator yang telah membantu dan mengarahkan penulis dalam menyusun skripsi ini.

3. Dr. Ir. Manutun Parulian Hutagaol, Ms atas kesedianya menjadi penguji utama pada ujian sidang penulis.

4. Ir. Joko Purwono, Ms atas kesedianya menjadi dosen penguji wakil departemen pada ujian sidang penulis.

5. Staf-staf Sekretariat Program Studi Ekonomi Pertanian dan Sumberdaya atas kesabaran dan bantuan yang diberikan kepada penulis.

(8)

9. Sahabat-sahabatku selama kuliah, Thesisiana Mahariani, Sari Kusuma Ningrum, Fauzia, Dimas serta rekan-rekan EPS angkatan ‘39’ yang tidak dapat disebutkan satu per satu namanya.

10.Sahabat-sahabatku satu kostan, Meyzar, Mba Emma, Mba zulai, boty dan anak-anak sabrina yang tidak dapat disebutkan satu persatu. Terima kasih atas dukungan, pengertian dan kerjasamanya.

(9)

SUSU SAPI

(

Kasus di Desa Tajurhalang, Kecamatan Cijeruk, Kabupaten Bogor)

Oleh : Vivin Kuraisin

A14302070

Skripsi

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian Pada Fakultas Pertanian

Institut Pertanian Bogor

PROGRAM STUDI EKONOMI PERTANIAN DAN SUMBERDAYA

FAKULTAS PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(10)

SUSU SAPI

Nama : VIVIN KURAISIN

NRP : A 14302070

Menyetujui,

Dosen Pembimbing Skripsi

Ir. Yayah K Wagiono, MEc NIP. 130 350 044

Mengetahui,

Dekan Fakultas Pertanian IPB

Prof. Dr. Ir. H. Supiandi Sabiham, M. Agr NIP. 130 422 698

(11)

SUSU SAPI

( Kasus di Desa Tajurhalang, Kecamatan Cijeruk, Kabupaten Bogor )

Oleh :

VIVIN KURAISIN

A14302070

PROGRAM STUDI EKONOMI PERTANIAN DAN SUMBERDAYA

FAKULTAS PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(12)

KEBIJAKAN PEMERINTAH TERHADAP KOMODITI SUSU SAPI. Kasus di Desa Tajurhalang, Kecamatan Cijeruk, Kabupaten Bogor.(Di bawah bimbingan YAYAH KARLIAH WAGIONO)

Sektor pertanian merupakan bagia n dari sistem pembangunan nasional, memiliki peran yang penting dan strategis. Sektor peternakan adalah sub sektor dari pertanian. Salah satu bagian sektor peternakan adalah peternakan sapi perah. Peternakan sapi perah memberikan kontribusi terhadap pembangunan pertanian diantarannya dapat menghemat devisa negara, menambah lapangan pekerjaan dan meningkatkan pendapatan petani kecil. Susu merupakan salah satu produk pertanian yang sangat penting bagi masyarakat Indonesia. Susu mengandung sumber protein hewani dengan kandungan nilai gizi yang lengkap dan seimbang. Jumlah konsumsi susu dari tahun ketahun selalu mengalami peningkatan, sedangkan produksi susu nasional belum mampu memenuhi seluruh permintaan susu nasional. Oleh karena itu pemerintah melakukan kebijakan impor susu dari luar negeri.

Permintaan komoditi yang tinggi tersebut merupakan peluang pasar yang cukup potensial. Untuk megetahui daya saing dari susu nasional perlu diadakan suatu pengujian keunggulan kompetitif dan komparatif, khususnya didaerah-daerah sentra produksi susu sapi, sehingga diketahui layak atau tidaknya usahatani sapi perah. Kebijakan pemerintah seperti pengurangan subsidi pakan ternak dan obat-obatan juga tarif dapat mempengaruhi keunggulan kompetitif dan komparatif dalam usahatani sapi perah. Berdasarkan kondisi tersebut permasalahan yang akan diteliti adalah (1) Apakah Produksi susu di Desa Tajurhalang mempunyai keunggulan kompetitif dan keunggulan komparatif sehingga layak untuk diusahakan. (2) Bagaimana daya saing produk susu di Desa Tajurhalang. (3) Bagaimana pengaruh kebijakan input dan output terhadap usaha sapi perah di Desa Tajurhalang.

Tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisis (1) Keunggulan kompetitif dan keunggulan komparatif pengusahaan sapi perah di Desa Tajurha lang. (2) Menganalisis daya saing susu Desa Tajurhalang. (3) Menganalisis pengaruh kebijakan input dan output pemerintah terhadap pengusahaan sapi perah. Hasil penelitian diharapkan dapat berguna bagi pemerintah untuk mengetahui dampak kebijakan yang telah dikeluarkan selama ini, sehingga dapat digunakan sebagai bahan pertimbangan dalam mengeluarkan kebijakan baru bagi perkembangan usaha sapi perah di Indonesia. Bagi peternak sendiri berguna untuk mengetahui sejauh mana kebijakan pemerintah berpengaruh terhadap pengusahaan sapi perah, sedangkan bagi peneliti lain diharapkan dapat bermanfaat sebagai bahan dalam penulisan penelitian lainnya.

Penelitian dilakukan di Desa Tajurhalang, Kecamatan Cijeruk, Kabupaten Bogor. Pemilihan lokasi dilakukan secara sengaja (purposive) dengan pertimbangan bahwa Desa Tajurhalang merupakan salah satu sentra produksi susu sapi di Kabupaten Bogor. Metode yang digunakan yaitu Policy analysis Matriks (PAM). Penelitian ini dilakukan selama Bulan Maret sampai April 2006.

(13)

Tajurhalang. Untuk skala usaha sapi perah kurang dari tiga ekor seharusnya dapat dikembangkan lebih lanjut agar peternak dapat memperoleh pendapatan yang lebih besar. Sehingga pemerintah perlu melakukan upaya atau kebijakan yang dapat mendorong peningkatan skala usaha bagi peternak sapi perah seperti menambah subsidi dan memberikan kredit dengan bunga yang rendah.

Kebijakan pemerintah terhadap komoditas susu pada ketiga skala usaha menyebabkan surplus produsen berkurang, keuntungan privat lebih kecil dari keuntungan sosial dan tidak memberikan proteksi yang positif. Denga n demikian secara keseluruhan kebijaksanaan pemerintah tidak memberikan intensif bagi produsen untuk berproduksi. Kebijakan pemerintah berupa pengurangan subsidi pakan ternak dan obat-obatan menyebabkan peternak tidak memperoleh insentif bagi peningkatan skala usahannya. Begitu juga dengan kebijakan tarif impor susu 5 %, nilai tersebut sangat rendah sehingga meningkatkan jumlah impor susu oleh IPS.

(14)

DENGAN INI SAYA MENYATAKAN BAHWA SKRIPSI YANG

BERJUDUL “ANALISIS DAYA SAING DAN DAMPAK PERUBAHAN

KEBIJAKAN PEMERINTAH TERHADAP KOMODITI SUSU SAPI”

MERUPAKAN HASIL KARYA SAYA SENDIRI YANG BELUM PERNAH

DIGUNAKAN SEBAGAI SKRIPSI ATAU KARYA ILMIAH PADA SUATU

PERGURUAN TINGGI ATAU LEMBAGA MANAPUN.

Bogor, Juni 2006

Vivin Kuraisin A 14302070

(15)

Penulis lahir di Jakarta, 15 April 1984 sebagai anak pertama dari 3 bersaudara pasangan Lukman Tjolli dan Nuraini. Penulis menamatkan pendidikan dasar di Sekolah Dasar Negeri 03 Bojong Gede pada Tahun 1996, kemudian melanjutkan pendidikan ke Sekolah Menengah Tingkat Pertama Negeri 02 Bojong Gede, hingga lulus Tahun 1999. Penulis kemudian melanjutkan pendidikan di Sekolah Menengah Atas Negeri 04 Bogor dan lulus pada Tahun 2002.

(16)

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas segala nikmat dan karunia-Nya yeng telah diberikan kepada penulis sehingga dapat menyelesaikan penyusunan skripsi ini.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui daya saing (keunggulan komperatif dan kompetitif) susu Indonesia khususnya produksi susu di Desa Tajurhalang, dan untuk mengetahui dampak perubahan kebijakan pemerintah terhadap peternakan sapi perah.

Penulis telah berusaha untuk menyusun skripsi ini dengan sebaik-baiknya, namun penulis menyadari masih banyak kekurangannya. Oleh karena itu kritik dan saran sangat penulis harapkan. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi pihak yang memerlukan.

Bogor, Juni 2006

(17)

Puji syukur kepada Allah SWT, Robb alam semesta, karena dengan rahmat dan ridho-Nya telah memberikan kemudahan dalam setiap kesulitan , juga kepada Nabi Muhammad SAW yang telah memberikan suri tauladan dalam kehidupan penulis. Pada kesempatan ini, penulis ingin menyampaikan penghargaan dan rasa terima kasih yang mendalam kepada :

1. Ibunda Nuraini dan Ayahanda Lukman Tjolli atas segala do’a, kasih sayang, pengorbanan yang tak terbatas baik moril maupun materil. Untuk adikku tercinta astina dan astini atas segala do’a dan dukungannya.

2. Ibu Ir. Yayah Karliah Wagiono, MEc selaku dosen pembimbing skripsi sekaligus dosen moderator yang telah membantu dan mengarahkan penulis dalam menyusun skripsi ini.

3. Dr. Ir. Manutun Parulian Hutagaol, Ms atas kesedianya menjadi penguji utama pada ujian sidang penulis.

4. Ir. Joko Purwono, Ms atas kesedianya menjadi dosen penguji wakil departemen pada ujian sidang penulis.

5. Staf-staf Sekretariat Program Studi Ekonomi Pertanian dan Sumberdaya atas kesabaran dan bantuan yang diberikan kepada penulis.

(18)

9. Sahabat-sahabatku selama kuliah, Thesisiana Mahariani, Sari Kusuma Ningrum, Fauzia, Dimas serta rekan-rekan EPS angkatan ‘39’ yang tidak dapat disebutkan satu per satu namanya.

10.Sahabat-sahabatku satu kostan, Meyzar, Mba Emma, Mba zulai, boty dan anak-anak sabrina yang tidak dapat disebutkan satu persatu. Terima kasih atas dukungan, pengertian dan kerjasamanya.

(19)

SUSU SAPI

(

Kasus di Desa Tajurhalang, Kecamatan Cijeruk, Kabupaten Bogor)

Oleh : Vivin Kuraisin

A14302070

Skripsi

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian Pada Fakultas Pertanian

Institut Pertanian Bogor

PROGRAM STUDI EKONOMI PERTANIAN DAN SUMBERDAYA

FAKULTAS PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(20)

SUSU SAPI

Nama : VIVIN KURAISIN

NRP : A 14302070

Menyetujui,

Dosen Pembimbing Skripsi

Ir. Yayah K Wagiono, MEc NIP. 130 350 044

Mengetahui,

Dekan Fakultas Pertanian IPB

Prof. Dr. Ir. H. Supiandi Sabiham, M. Agr NIP. 130 422 698

(21)

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR ISI………i

DAFTAR TABEL……….iv

DAFTAR GAMBAR ...v

DAFTAR LAMPIRAN...vi

II. TINJAUAN PUSTAKA...10

2.1. Perkembangan Populasi Sapi Perah………10

2.2. Impor dan Pemasaran Susu……….12

2.3. Standar Mutu dan Pengujian Kualitas Susu………15

2.3.1. Teknik Pengujian Kualitas Susu………16

2.4. Kebijakan Pemerintah Mengenai Persusuan di Indonesia………..19

2.4.1. Kebijakan Sarana Produksi Peternakan……….19

2.4.2. Kebijakan Produksi Susu Sapi Segar……….20

2.4.3. Kebijakan Penyediaan Bahan Baku………...21

2.5. Hasil Penelitian Terdahulu………..22

2.5.1. Penelitian Komoditas Susu………22

2.5.2. Penelitian Analisis Daya Saing dan PAM……….24

III. KERANGKA PEMIKIRAN...26

3.1. Konsep Daya Saing………26

3.2. Teori Perdagangan Internasional………31

3.3. Kebijakan Pemerintah………34

3.7. Kerangka Pemikiran Operasional………..48

IV. METODE PENELITIAN...52

4.1. Waktu dan Tempat Penelitian………52

(22)

4.3. Data dan Sumber Data ………..53 5.2. Gambaran Usaha Sapi Perah di Desa Tajurhalang………64 5.2.1. Umur………64 VI. ANALISIS DAYA SAING DAN PERUBAHAN KEBIJAKAN

6.1. Analisis Usaha Sapi Laktasi Kurang Dari Tiga Ekor………74 6.2. Analisis Usaha Sapi Laktasi Tiga Ekor……….87

6.2.1.Analisis Keunggulan Kompetitif………...88 6.2.2.Analisis Keunggulan Komperatif………..89 6.2.3. Analisis Dampak Kebijakan Pemerintah………..90 6.2.3.1. Dampak Kebijakan Output……….90 6.2.3.2. Dampak Kebijakan Input………92 6.2.3.3. Dampak Kebijakan Input dan Output……….95 6.3. Analisis Usaha Sapi Laktasi Lebih dari Tiga Ekor………...97 6.3.1.Analisis Keunggulan Kompetitif………..97 6.3.2.Analisis Keunggulan Komparatif……….98 6.3.3. Analisis Dampak Kebijakn Pemerintah……….100 6.3.3.1. Dampak Kebijakan Output………...100 6.3.3.2. Dampak Kebijakan Input………..101 6.3.3.3. Dampak Kebijakan Input dan Output………...104 VII. ANALISIS SENSITIVITAS PADA USAHA SAPI PERAH...107 7.1. Kerangka Skenario Perubahan harga Input dan Output………...107

(23)

7.2.3. Analisis saat Sensitivitas Gabungan………..110 7.3. Analisis Sensitivitas Pada Skala Usaha Sapi Laktasi 3 Ekor…………..112 7.3.1. Analisis Jika Terjadi Kenaikan Harga Pakan sebesar 30 %...112 7.3.2. Analisis Jika Terjadi Penurunan Harga Susu sebesar 5 %...112 7.2.3. Analisis saat Sensitivitas Gabungan………..113 7.4. Analisis Sensitivitas Pada Skala Usaha Sapi Laktasi > 3 Ekor………...115 7.3.1. Analisis Sensitivitas Jika Terjadi Kenaikan Harga Pakan 30 %...115 7.3.2. Analisis Sensitivitas Jika terjadi Penurunan Harga Susu 5 %...115 7.3.3. Analisis Saat Terjadi Sensitivitas Gabungan ………116 VIII. KESIMPULAN DAN SARAN...118

8.1. Kesimpulan………..118 8.2. Saran………119

DAFTAR PUSTAKA……….121

LAMPIRAN………124

(24)

DAFTAR TABEL

No Teks Halaman

1. Jumlah Populasi Sapi, Produksi, dan Konsums i Susu di Indonesia

(25)

DAFTAR GAMBAR

No Teks Halaman

(26)

DAFTAR LAMPIRAN

No Halaman

1. Biaya Produksi Skala Sapi Laktasi < 3 ekor………...124 2. Biaya Produksi Skala Sapi Laktasi 3 ekor………...125 3. Biaya Produksi Skala Sapi Laktasi < 3 ekor………...126 4. Data Jenis dan Harga Vitamin Sapi Perah………...127 5. Data Jenis dan Harga Antibiotik Sapi Perah………...127 6. Data Jenis dan Harga Desinfektan Sapi Perah………...128 7. Data dan Jenis Sapronak Sapi Perah………...128 8. Data Peralatan Usaha Sapi Laktasi < 3 ekor………...129 9. Data Peralatan Usaha Sapi perah > 3 ekor………...129 10. Alokasi Biaya Input dan Output Komponen Domestik dan Asing ………...130 11. Perhitungan Standar Conversion Faktor dan Shadow Price Exchage Rate

(2000-2005)………...131 12. Analisis Penerimaan Biaya Skala Sapi Laktasi< 3 ekor……...132 13. Analisis Penerimaan Biaya Skala Sapi Laktasi 3 ekor………...134 14. Analisis Penerimaan Biaya Skala Sapi Laktasi > 3 ekor……...136 15. Biaya Finansial dan Ekonomi Usaha Sapi Laktasi < 3 ekor...138 16. Biaya Finansial dan Ekonomi Usaha Sapi Laktasi 3 ekor…...139 17. Biaya Finansial dan Ekonomi Usaha Sapi Laktasi > 3 ekor…...140 18. Biaya Finansial dan Ekonomi Sapi Laktasi < 3 ekor saat terjadi kenaikan

harga pakan ternak sebesar 30 %...141 19. Biaya Finansial dan Ekonomi Sapi Laktasi < 3 ekor saat terjadi penurunan

harga susu sebesar 5%...142 20. Biaya Finansial dan Ekonomi Sapi Laktasi < 3 ekor saat sensitivitas

gabungan………...143 21. Biaya Finansial dan Ekonomi Sapi Laktasi 3 ekor saat terjadi Kenaikan Harga

Pakan sebesar 30%...144 22. Biaya Finansial dan Ekonomi Sapi Laktasi 3 ekor saat tejadi penurunan harga

(27)

23. Biaya Finansial dan Ekonomi Sapi Laktasi 3 ekor saat terjadi sens itivitas gabungan………...146 24. Biaya Finansial dan Ekonomi Sapi Laktasi > 3 ekor saat terjadi kenaikan

harga pakan ternak sebesar 30 %...147 25. Biaya Finansial dan Ekonomi Sapi Laktasi > 3 ekor saat terjadi penurunan

harga susu sebesar 5 %...148 26. Biaya Finansial dan Ekonomi Sapi Laktasi > 3 ekor saat terjadi sensitivitas

gabungan………...149 27. Matriks PAM Skala Sapi Laktasi < 3 ekor………...150 28. Matriks PAM Skala Sapi Laktasi 3 ekor………...151 29. Matriks PAM Skala Sapi Laktasi > 3 ekor………...152 30. Matriks PAM Skala Sapi Laktasi < 3 ekor saat terjadi peningkatan harga

pakan

sebesar 30 %...153 31. Matriks PAM Skala Sapi Laktasi 3 ekor saat terjadi penurunan harga susu

sebesar 5 %...153 32. Matriks PAM Skala Sapi Laktasi > 3 ekor saat terjadi sensitivitas

gabungan………...153 33. Matriks PAM Skala Sapi Laktasi 3 ekor saat terjadi peningkatan harga pakan

sebesar 30 %...154 34. Matriks PAM Skala Sapi Laktasi 3 ekor saat terjadi penurunan harga susu

sebesar 5 %...154 35. Matriks PAM Skala Sapi Laktasi 3 ekor saat terjadi sensitivitas

gabungan………...154 36. Matriks PAM Skala Sapi Laktasi > 3 ekor saat terjadi peningkatan harga

pakan sebesar 30 %...155 37. Matriks PAM Skala Sapi Laktasi > 3 ekor saat terjadi penurunan harga susu

sebesar 5 %...155 38. Matriks PAM Skala Sapi Laktasi > 3 ekor saat terjadi sensitivitas

gabungan...155 39. Keunggulan Koperatif, Kopetitif, Dampak Kebijakan dan Analisis Sensitivitas

(28)

40. Keunggulan Koperatif,Kopetitif, dampak Kebijakan dan Analisis Sensitivitas Skala Sapi Laktasi 3 ekor………...156 41. Keunggulan Koperatif,Kopetitif, dampak Kebijakan dan Analisis Sensitivitas

(29)

I.1. Latar Belakang

Peternakan merupakan subsektor pertanian. Salah satu usaha dari peternakan adalah peternakan sapi perah. Peternakan sapi perah memberikan kontribusi terhadap sektor pertanian diantarannya dapat menghemat devisa negara, dapat menambah lapangan pekerjaan dan dapat meningkatkan pendapatan petani kecil. Susu merupakan komoditi yang penting untuk dikonsumsi masyarakat, karena susu mengandung sumber protein hewani dengan kandungan nilai gizi yang lengkap dan seimbang. Protein hewani yang terkandung terutama asam amino yang berfungsi untuk pertumbuhan dan menjalankan fungsi syaraf. Asam amino tersebut tidak dapat dibuat sendiri oleh tubuh, sehingga dapat dipenuhi dengan mengkonsumsi susu.

Produk susu tidak hanya dapat dikonsumsi dalam bentuk susu sapi segar melainkan juga dalam bentuk susu olahan seperti susu bubuk, susu kental manis, yoghurt, keju dan mentega. Saat ini sudah banyak Industri pengolah bahan baku susu menjadi produk olahan. Industri tersebut antara lain PT.Frisian Flag, PT.Indomilk, PT. Nesle dan masih banyak perusahaan lainnya.

(30)

konsumsi susu tidak merata. Berdasarkan data dari BPS tahun 2005 tingkat konsumsi susu masyarakat sebesar 6,8 kg perkapita, artinya setiap hari masyarakat hanya mengkonsumsi susu 18,6 cc. Sehingga diperlukan adannya upaya dari pemerintah dalam memudahkan seluruh masyarakat untuk membeli susu dengan harga yang relatif murah.

Bahan baku untuk Industri susu dan konsumen langsung berasal dari hasil produksi susu Peternakan sapi perah. Peternakan sapi perah di Indonesia terus mengalami perkembangan, tetapi perkembangan populasi tersebut cendrung stagnan. Data Perkembangan Populasi Sapi Perah dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1 Jumlah Populasi, Produksi dan Konsumsi Susu Indonesia ( 2001-2005) Tahun Jumlah sapi

(ekor)

Produksi susu (ton)

Konsumsi susu (kg) perkapita

2001 346.998 479.947 5,79

2002 358.386 493.375 7,05

2003 373.753 553.442 6,69

2004 364.062 549.945 6,78

2005 373.970 341.986 6,8

Sumber : Dit jen Bina Produksi Peternakan, Tahun 2005

(31)

Permintaan terhadap komoditi susu dari tahun ketahun terus mengalami peningkatan, tetapi produksi susu nasional belum mampu mencukupi kebutuhan konsumsi masyarakat Indonesia. Maka pemerintah membuat kebijakan untuk melakukan impor komoditi susu dari luar negeri. Selain melakukan impor pemerintah juga melakukan ekspor susu dalam bentuk susu olahan. Data perkembangan ekspor dan impor Indonesia dapat dilihat pada ( Tabel 2 ).

Tabel 2 Perkembangan Ekspor-Impor Susu Indonesia (1999-2003)

Tahun Ekspor Susu Olahan Impor Susu Bubuk

Volume (kg) Nilai (US $) Volume (kg) Nilai (US $)

1999 2.060 68.953 4.876.808 2.887.970

2000 370.334 630.934 5.756.787 3.706.110

2001 561.578 1.263.956 8.589.098 7.371.636

2002 3.382.293 1.66.603 8.476.317 6.746.121

2003 4.550.200 2.448.417 10.844.437 16.501.144

Sumber : Dit jen Bina Produksi Peternakan, Tahun 2005

(32)

Kegiatan usaha peternakan sapi perah sangat berperan dalam menyediakan susu bagi konsumen susu sapi segar maupun bagi Industri Pengolahan Susu (IPS). Susu impor yang didatangkan dari luar negeri merupakan susu olahan, sehingga untuk memenuhi kebutuhan susu sapi segar sangat tergantung dari produksi susu nasional di tingkat peternakan sapi perah. Jawa Barat merupakan salah satu sentra produksi susu terbesar di Indonesia.

Salah satu desa penghasil susu sapi segar di Kabupaten Bogor adalah Desa Tajurhalang. Para peternak sapi perah telah tergabung dalam wadah koperasi, karena koperasi membantu peternak mengatasi masalah teknis pengelolaan, pemasaran dan dapat meningkatkan kesejahteraan para peternak. Jumlah anggota koperasi di Desa Tajurhalang mangalami peningkatan dari 16 orang pada tahun 2004 menjadi 28 orang tahun 2005. Jumlah populasi sapi pada tahun 2005 sebanyak 480 ekor dengan tingkat produksi susu sapi perbulan sebanyak 15.000 liter. Kualitas susu yang dihasilkan peternakan sapi perah Desa Tajurhalang cukup baik sehingga mendapatkan kepercayaan dari PT.Indomilk dan PT. Susu Bendera untuk kontinu dalam membeli produk mereka.

(33)

Koperasi sebagai salah satu bentuk badan usaha rakyat dan penggerak ekonomi nasional, ikut dilibatkan pemerintah dalam mendorong perkembangan usaha persusuan di Indonesia. Upaya yang dilakukan untuk mengurangi ketergantungan impor susu adalah dengan memberi kepercayaan kepada koperasi melalui hubungan peternakan rakyat yang terangkum dalam paket kebijakan meliputi kebijakan impor sapi perah, pelaksanaan Inseminasi Buatan (IB) dan perbaikan manajemen pemasaran dan fasilitas kredit. Hal tersebut menyebabkan keberadaan koperasi sebagai wadah kerjasama menjadi sangat penting, sehingga dapat memacu perkembangan persusuan di Indonesia, tentunya dengan dukungan serius dari pemerintah.

I.2. Perumusan Masalah

Dari data BPS tahun 2005, terlihat bahwa produksi susu di dalam negeri belum mampu mencukupi kebutuhan konsumsi susu masyarakat dan IPS yang selalu mengalami peningkatan. Kebutuhan susu nasional setiap hari mencapai 3,75 juta liter sedangkan jumlah produksi susu nasional sebesar 1,25 juta. Jadi 75 persen dari kebutuhan susu nasional dipenuhi oleh pemerintah dengan melakukan impor susu dari beberapa negara seperti Australia, Prancis dan Selandia baru.

(34)

1995 pemerintah sudah memberikan bantuan subsidi pakan ternak dan obat-obatan. Namun pada tahun 2000 bantuan tersebut mulai dikurangi sehingga pemberian subsidi belum optimal sampai ke tingkat peternak. Pada koperasi Desa Tajurhalang telah disediakan bantuan pemerintah berupa kredit, namun bantuan tersebut hanya diberikan kepada peternak yang memiliki sapi perah lebih dari 3 ekor. Sehingga peternak yang memiliki sapi perah kurang dari 3 ekor tidak dapat mengajukan kredit. Tetapi suku bunga kredit yang ditetapkan cukup tinggi sehingga banyak peternak yang tidak mengajukan kredit. Banyak peternak di Desa Tajurhalang yang menggunakan modal sendiri dalam kegiatan usaha sapi perahnnya. Modal untuk membeli sapi perah cukup mahal dan peternak harus menanggung beberapa resiko terhadap sapi perah yang dibelinya, sehingga menyebabkan rendahnya keinginan masyarakat untuk menambah dan memperluas usahanya sehingga membuat peternakan sapi perah sulit berkembang untuk memenuhi permintaan susu yang terus meningkat.

(35)

digunakan oleh peternak diangkut dengan mobil sehingga kenaikan harga BBM menyebabkan peningkatan harga pakan ternak.

Menurut Gabungan Koperasi Susu Indonesia (GKSI) Jawa Barat harga susu lokal tahun 2005 Rp1850 per liter, sedangkan harga susu impor mencapai Rp 2.500 per liter. Harga produk susu impor sebenarnya lebih mahal dari harga susu nasional, tetapi Industri Pengolahan Susu (IPS) lebih banyak membeli susu impor karena kualitasnya yang lebih baik.

Dalam melindungi peternak Indonesia, pada tahun 1998 terdapat Instruksi Presiden No.4 tahun 1998 yang membuat kebijakan tentang susu impor. Instruksi tersebut dibuat berdasarkan kesepakatan dari 3 menteri (pertanian, perdagangan dan koperasi) yang berisi tentang bukti serap susu. Apabila Industri Pengolahan Susu (IPS) membeli susu impor maka diwajibkan untuk membeli susu dari peternak nasional. Jika IPS melakukan impor susu sebanyak 2 kg maka wajib untuk membeli susu dari peternak sebanyak 1 kg.

(36)

tentang besarnya tarif dan kebijakan yang sesuai dalam meningkatkan daya saing susu nasional.

Berdasarkan permasalahan diatas, maka perumusan masalah dalam penelitian ini adalah :

1. Bagaimana keunggulan komparatif dan kompetitif komoditas susu sapi ? 2. Bagaimana daya saing dari produk susu Desa Tajurhalang ?

3. Bagaimana pengaruh perubahan kebijakan input output pemerintah terhadap daya saing peternakan susu sapi di Desa Tajurhalang ?

1.3. Tujuan Penelitian

Secara umum penelitian ini bertujuan untuk menganalisis ”Daya Saing Susu Indonesia dan Dampak Perubahan Kebijakan Pemerintah Terhadap Komoditi Susu”. Penelitian ini mengambil lokasi di Desa Tajurhalang Kecamatan Cijeruk Kabupaten Bogor, dengan mengambil kasus pada peternakan sapi perah Desa Tajurhalang. Adapun tujuan khusus penelitian ini adalah untuk :

1. Menganalisis keunggulan komparatif dan kompetitif komoditas susu sapi. 2. Menganalisis daya saing dari produk susu Desa Tajurhalang

(37)

1.4. Kegunaan Penelitian

Adapun kegunaan dari penelitian ini adalah :

1. Bagi peternak sapi perah Desa Tajurhalang dapat memperoleh informasi dan masukan dalam upaya peningkatan produksi dan daya saing dari susu yang dihasilkan.

2. Bagi pemerintah merupakan bahan informasi dan bahan pertimbangan dalam menetapkan suatu kebijakan yang berkaitan dengan peternakan sapi perah.

3. Bagi Industri Pengolahan Susu ( IPS ) dapat mengetahui informasi tentang komoditi susu yang dibeli dari Koperasi Peternak Sapi Perah (KPS).

4. Bagi peneliti merupakan bahan referensi maupun informasi lebih lanjut untuk dapat memberikan masukan bagi peningkatkan daya saing susu nasional.

(38)

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Perkembangan populasi Sapi Perah

Menurut Hernanto dalam Marlina (2002), usaha ternak sapi perah di Indonesia secara umum dibedakan dalam dua bentuk usaha, yaitu peternakan rakyat dan perusahaan peternakan. Peternakan rakyat merupakan usaha yang dilakukan oleh rakyat disamping usaha taninnya. Selain itu cara beternaknnya pun masih bersifat tradisional serta jumlah sapi yang dimiliki relatif sedikit. Perusahaan peternakan merupakan peternakan yang diselengarakan dalam suatu perusahaan secara komersial dan mempunyai izin usaha dan dalam proses produksinnya telah menggunakan teknologi baru.

Kondisi umum peternakan rakyat adalah skala usaha yang kecil, keadaan serba terbatas dan sistem pemeliharaan yang bersifat tradisional. Pada umumnya para peternak sapi perah di Indonesia cara beternaknnya masih berdasarkan atas pengalaman-pengalaman orangtuannya dari generasi kegenerasi. Keadaan ini sering dijumpai pada peternak-peternak yang sudah bertahun-tahun beternak sapi perah, belum mengerti teknik beternak yang baik guna mencapai keefisienan dalam menghasilkan susu. Sedangkan perusahaan peternakan merupakan usaha komersial yang penghasilan utamannya adalah susu dan dalam berproduksi telah menggunakan teknologi baru, untuk meraih keunt ungan sebaik mungkin.

(39)

Indonesia merdeka, petani Indonesia meneruskan usaha sapi perah dan secara bertahap orientasi berubah kepada produksi susu sebagai hasil utamannya. Namun kemudian, karena susu merupakan produk ya ng mudah rusak maka diperlukan penanganan lebih lanjut dari produk susu tersebut sehingga dibentuk organisasi koperasi. Perkembangan produksi susu berkaitan langsung dengan tingkat populasi sapi perah, tetapi juga dipengaruhi jenis pakan jika ingin meningkatkan produksi dan kualitas susu yang dihasilkan. Berikut ini di perkembangan jumlah sapi perah di Indonesia dan jumlah produksinnya :

Tabel 3 Jumlah populasi Sapi Perah dan Produksinnya di Indonesia. Tahun 2001-2005

Tahun Populasi Sapi Perah (ekor)

Jumlah Produksi (Ton)

2001 347.000 479.947

2002 358.000 493.375

2003 374.000 553.442

2004 364.000 549.945

2005 374.000 341.986

Sumber : Dit jen Bina Produksi Peternakan, Tahun 2005

(40)

perah melainkan karena tingginya harga pakan sapi perah akibat kenaikan harga BBM, sehingga banyak petani yang menganti pakan ternak dan menyebabkan penurunan jumlah produksi dan kualitas susu.

2.2. Impor dan Pemasaran Susu

(41)

SMF dan AMF

ss

ss SMP

AMF ss

ss ss

Produk Olahan

ss Gambar 1. Jalur Pemasaran Susu di Indonesia

Sumber : Jurnal Penelitian Dinas Pertanian Tahun 2005

Keterangan SMP : Skim Milk Powder AMF : Anhydrous Milk Fat SS : Susu Segar

IPS : Industri Pengolahan Susu

Berdasarkan Gambar 1, susu segar dari peternak akan ditampung di koperasi, dalam hal ini koperasi berperan sebagai pengumpul dan penyalur susu

Impor Non

IPS

Konsumen Akhir IPS Hilir

Peternak Koperasi

IPS Hulu

Loper

(42)

dari peternak. Sebelum dijual ke IPS susu yang ditampung oleh koperasi mendapatkan perlakuan tertentu sehingga memenuhi standard kualitas yang diminta oleh IPS. Susu segar yang ditampung oleh koperasi terutama dijual kepada IPS, baik IPS hulu maupun IPS hilir. IPS Hulu yaitu industri yang mengola h SSDN menjadi bahan baku susu ( bubuk susu ) yang akan diolah lebih lanjut oleh IPS hilir. Satu-satunya IPS hulu yang ada di Indonesia adalah PT. Tirta Amerta Agung, namun saat ini sudah tidak beroperasi lagi karena bangkrut.

IPS hilir merupakan industri yang mengolah bahan baku berupa susu menjadi susu olahan dengan berbagai jenis. Industri Pengolahan Susu yang terdapat di Indonesia adalah PT.Indomilk, PT.Frisia n Flag, PT. Ultra Jaya dan lain- lain. Selain ke Koperasi ada pula susu dari peternak yang dijual kepada Loper susu dan ada juga yang langsung dijual ke Industri Rumah Tangga. Industri Rumah Tangga tersebut mengolah susu segar dari peternak menjadi susu pasteurisasi, kemudian hasil susu pasteurisasi tersebut langsung dijual kepada konsumen.

(43)

Tabel 4 Perkembangan Impor Susu Indonesia dari Tahun 1998-2003

Tahun Volume Impor Nilai Impor (000 US$)

1998 32.737,4 57.889,5

1999 59.926,7 83.602,0

2000 117.268,2 189.273,3

2001 119.992,1 247.877,1

2002 107.867,7 173.906,4

2003 117.318,1 207.475,3

Sumber : Dit jen bina Produksi Peternakan, Tahun 2005

Dari Tabel 4 terlihat bahwa impor susu Indonesia selalu mengalami peningkatan dari tahun 1998 sampai tahun 2001, tetapi pada tahun 2002 sempat mengalami penurunan jumlah impor. Namun untuk tahun 2003 impor susu mengalami kenaikan kembali.

2.3. Standar Mutu dan Pengujian Kualitas Susu

Standar ini merupakan revisi SNI 01-3141-1992 mengenai standar susu segar. Revisi diutamakan pada persyaratan mutu dengan alasan sebagai berik ut :

a. Menunjang Surat Keputusan Bersama Menteri Perdagangan dan Koperasi, Menteri Perindustrian dan Menteri Pertanian No. 236/Kpb/VII/1982, No.341/M/SK/7/1982, No. 521/Kpts/um/1982.

b. Menunjang keputusan Menteri Pertanian No.751/Kpts/um/10/1982. c. Melindungi konsumen

(44)

Standar ini disusun sebagai hasil pembahasan rapat-rapat teknis, prakonsensus dan terakhir dirumuskan dalam rapat konsensus nasional. Syarat mutu susu segar seperti dala m tabel dibawah ini.

Tabel 5 Standar Mutu Susu Segar

Karakteristik syarat

a. Berat Jenis (pada suhu 27.5 C) b. Kadar lemak minimum

c. Kadar bahan kering tanpa lemak minimum d. Kadar protein minimum

e. Warna, bau, rasa dan kekentalan f. Derajat asam

g. Uji alkohol (70%) h. Uji katalase Maksimum i. Uji reduktasi

1,0280 3,0 % 8,0 % 2,7 %

Tidak ada perubahan 6 – 7

Negatif 3 (cc) 2 - 5 jam Sumber : Sutardi T, 1981

Cara pengambilan contoh sesuai dengan SNI 0429-1989-A mengenai petunjuk pengambilan contoh cairan dan semi padat. Cara uji susu sesuai dengan SNI 01-2782-1992 mengenai susu segar. Syarat penadaan sesuai dengan peraturan Departemen Kesehatan Republik Indonesia yang berlaku tentang label dan periklanan makanan. Susu segar dikemas dalam wadah yang tertutup, aman selama penyimpanan dan pengangkutan, tidak dipengaruhi dan mempengaruhi isi.

2.3.1.Pengujian kualitas Susu

(45)

dilakukan dengan tengki pengangkutan yang dilengkapi sistem pendingin. Sebab apabila tidak, mikroba dalam susu segar akan meningkat jumlahnnya dan berakibat pada penurunan kualitas. Demikian pula terjadinnya proses aerasi terhadap susu agar sedapat mungkin dihindari, hal ini dimaksudkan untuk pencegahan pertumbuhan mikroba aerob. Untuk tangki dibuat sekat-sekat (compartement) untuk menghindari adannya goncangan (sloshing) selama pengangkutan yang dapat menurunkan kualitas susu. Dua parameter utama yang dipakai sebagai dasar pembayaran susu adalah kualitas dan kuantitas susu yang masuk ke pabrik.

Ada banyak teknik uji yang biasa digunakan untuk menetapkan kualitas susu. Sebagian uji tersebut adalah :

1. Uji Organoleptik

Uji ini meliputi uji terhadap warna, rasa dan bau susu. Susu pada umumnya berwarna put ih, putih kekuningan sampai kuning keputihan. Warna susu menjadi putih kemerahan apabila mengandung darah dari sapi yang menderita sakit mastitis. Rasa susu agak gurih dan sedikit manis. Rasa susu bisa berubah menjadi pahit, tengik atau anyir. Susu beraroma sedikit anyir disebabkan susu mengandung lemak. Pada keadaan normal susu tidak berlendir, apabila berlendir berarti susu tersebut telah tercemar oleh bakteri yang merugikan.

2. Uji Alkohol

(46)

menyebabkan susu mengumpal atau tidak. Susu dikatakan berkualitas jelek apabila hasil percampuran tersebut menyebabkan susu mengumpal.

3. Uji Berat Jenis

Alat yang digunakan untuk menguji berat jenis susu disebut laktodensimeter. Alat ini berkerja berdasarkan kerja kaidah archimerdes tentang gaya pada permukaan zat cair. Jika suatu benda padat dimasukan dalam zat cair maka benda tersebut akan bekerja gaya keatas yang besarnnya sama dengan berat cairannya. Berat jenis susu yang normal umumnya berkisar antara 1.0230 sampai 1.0310 pada suhu 27.5 derajat celcius.

4. Uji Keasaman

Umumnya kadar keasaman susu ditentukan dengan cara titrasi dengan menggunakan larutan alkali. Keasaman susu berkisar ph 6.5 sampai 6.7. Adannya asam pada susu terutama disebabkan oleh aktivitas bakteri pembentuk asam.

5. Uji Reduktasi

(47)

2.4. Kebijakan Pemerintah Mengenai Persusuan di Indonesia

2.4.1.Kebijakan Sarana Produksi Peternakan

Kebijaksanaan pengadaan sarana produksi berupa penyediaan bibit sapi, pakan ternak, dan obat-obatan yang dikaitkan dengan sistem kredit yang layak dan mudah merupakan titik strategi dari pembangunan peternakan. Fungs i pengadaan sarana produksi sangat penting, karena pada umumnya peternak sapi perah rakyat kurang berpengetahuan tentang jenis ternak, pakan ternak, dan obat-obatan yang baik, dalam arti cocok dengan kondisi sehingga diharapkan usaha sapi perah rakyat dapat menghasilkan atau berproduksi dengan hasil yang tinggi. Sedangkan sistem kredit diberikan karena peternak rakyat umumnya berekonomi lemah. Karena itu peran atau fungsi yang sangat penting ini tidak dipercayakan kepada badan usaha yang semata- mata mencari keuntungan (Erwidodo,1993).

Pelayanan terhadap kebutuhan sarana produksi ternak yang meliputi bibit, peralatan dan terutama pakan konsentrat dilakukan oleh koperasi. Dalam pengadaan sapronak, koperasi bekerjasama dengan dinas terkait, GKSI, pihak perbankan, pemasok bahan baku dan pabrik makanan ternak. Dalam kebijakan pemasukan bibit ternak sapi perah, ada tiga SK Meteri Pertanian, yaitu :

1. SK. Menteri Pertanian Nomor 750/Kpts/Um/10/82 tentang syarat-syarat pemasukan bibit ternak dari luar negeri.

2. SK Menteri Pertanian Nomor 752/Kpts/Um/10/82 tentang syarat-syarat teknik bibit sapi perah yang dimasukan dari luar negeri.

(48)

Inti dari kebijakan ini adalah menitikberatkan persyaratan teknis agar impor bibit sapi perah tidak berdampak negatif, terutama penyakit ternak atau mutu genetis sapi perah yang rendah. Hal ini dimaksudkan agar bibit sapi perah yang masuk ke indonesia terjamin kualitasnnya dan mempunyai standar kualifikasi tertentu. Sedangkan para peternak tersebut dilatih terlebih dahulu, agar memahami sepenuhnnya apa yang harus dikerjakan untuk menghasilkan sapi-sapi prima. Jika ada peternak berpotensi tetapi terhambat modal maka perlu mendapatkan perhatian dari pemerintah.

2.4.2. Kebijakan Produksi Susu Sapi Segar

(49)

2.4.3. Kebijakan Penyediaan Bahan Baku

Kebijakan pemerintah dalam penyediaan bahan baku ini adalah, Surat Keputusan Bersama dan Menteri Perdaga ngan dan Koperasi, Menteri Perindustrian dan Menteri Pertanian Nomor 236/Kpb/VII/1982, Nomor 341/M/SK/1982 dan Nomor 521/Kpts/Um/7/1982, dalam pasal 2 ayat 3, menegaskan untuk kepentingan penyerapan susu produksi dalam negeri perusahaan dapat melengkapi peralatan yang diperlukan dengan izin Departement atau Instansi yang bersangkutan. Ayat 4 menyebutkan, impor bahan baku susu hanya dapat dilaksanakan oleh importir terdaftar susu yang diakui oleh Menteri Perdagangan dan Koperasi, baik sebagai importir umum maupun importir produsen. Dan ayat 5 menyatakan jumlah dan jenis bahan baku yang akan diimpor oleh importir terdaftar susu seperti tersebut dalam pasal 2 ayat 4 ditetapkan bukti realisasi pembelian susu produksi dalam negeri.

(50)

dituangkan dalam pasal 1 sampai dengan pasal 8. Rasio impor dengan penyerapan susu murni dan susu bubuk produksi dalam negeri ditetapkan berdasarkan Keputusan Menteri Perdagangan Nomor 1036/Kp/XI/1985.

2.5. Hasil Penelitian Terdahulu

2.5.1. Penelitian Komoditas Susu

Penelitian mengenai susu dilakukan oleh Koirul (1996) tentang Analisis Nilai Tambah Pengolahan dan Pemasaran Susu Sapi Perah. Dengan menggunakan analisis nilai tambah, analisis proporsi harga beli, dan margin pemasaran susu diperoleh hasil bahwa nilai tambah dari proses pengolahan susu segar menjadi pasteurisasi yaitu 11,17 % terjadi penambahan nilai sebesar Rp.181,55 per kg susu. Dari analisis proporsi harga beli dan margin pemasaran susu menunjukan adannya kecendrungan kenaikan harga jual kepada konsumen (5,8%) diikuti kenaikan harga beli yang lebih tinggi kepada peternak ( 6,37 %). Hal ini menunjukan jika koperasi dapat meningkatkan nilai tambah dari produk olahan maka marjin pemasaran dapat lebih tinggi.

(51)

5.514.114 Kg dengan nilai US $ 8.065.803. Maka kecilnya jumlah ekspor karena besarnnya konsumsi dalam negeri sehingga diperlukan bahan baku impor dengan rasio impor yang ditetapkan pemerintah.

Marlina (2002) Tentang Pemasaran Susu Sapi Perah Peternakan Rakyat di Kecamatan Pacet Kabupaten Cianjur Propinsi Jawa barat. Dengan menggunakan analisis deskriptif, analisis marjin pemasaran dan efisiensi pemasaran dianalisis berdasarkan perhitungan biaya pemasaran, marjin pemasaran, marjin keuntungan dan Farmer’s share dari harga yang dibayar oleh konsumen akhir. Hasilnnya menunjukan bahwa saluran pemasaran III b merupakan saluran pemasaran efisien karena total biaya pemasaran susu segar paling kecil (Rp 40,43/liter). Tetapi dilihat dari marjin pemasaran jumlahnya (100%) marjin keuntungan sebesar (97,62 %) dan Farmer’s share yang lebih besar adalah pada saluran pemasaran II, sehingga pemasaran yang lebih efisien adalah saluran pemasaran II tetapi memiliki peluang pasar yang kecil.

(52)

korelasi harga dan elastisitas transmisi harga antara peternak dan KPS Bogor cukup tinggi.

2.5.2.Penelitian Analisis Daya Saing dan (PAM) Policy Analisis Matrix

Aida ratna (1997) tentang Analisis Efisiensi Finansial, Efisiensi Ekonomi dan Pengaruh Kebijaksanaan Pemerintah Pada Pengusahaan Teh Hijau di Jawa Barat. Dengan pendekatan Policy Analisis Matrix (PAM), dari hasil analisis kegiatan teh hijau tahun 1995 menguntungkan secara finansial sebesar Rp.896.65/Kg dan keuntungan ekonomi Rp 1.020.39/Kg. Nilai PCR 0,7 dan BSD sebesar 0,67 berarti kegiatan pengusahaan teh hijau efisien secara finans ial dan secara ekonomi. Dampak kebijakan pada output ditunjukan oleh OT Rp122/Kg dan NPCO 0,96 artinya produsen kehilangan intensif untuk meningkatkan produksi karena harga output yang diterima lebih kecil dibanding harga pasar dunia. Kebijakan input IT Rp 4.86/Kg dan NPCI, kebutuhan input tradable merugikan pemakai input karena harga input jadi lebih mahal dibanding bila tidak ada kebijakan kebijakan input-output PC = 0,88 dari keuntungan yang dapat dicapai bila ada kebijakan sebesar 88 % keuntungan ya ng dapat dicapai bila tidak ada kebijakan pemerintah.

(53)

kompetitif. Kondisi ini secara ekonomi menguntungkan karena dapat menghemat unit devisa setiap pemanfaatan sumberdaya domestiknya dan dapat bersaing di pasar internasional. Hasil analisis BSD menunjukan bahawa pengusahaan the hitam di Perkebunan Malabar memiliki daya saing di pasar internasional.

(54)

III. KERANGKA PEMIKIRAN

3.1. Konsep Daya Saing

Daya saing merupakan kemampuan suatu produsen untuk memprodukasi suatu komoditi dengan biaya yang cukup rendah sehingga pada harga-harga yang terjadi di pasar internasional kegiatan produksi tersebut menguntungkan (Simanjuntak,1992). Menurut Kadariah dkk (1978), efisiensi tidaknya produksi suatu komoditi yang bersifat treadable tergantung pada daya saingnya di pasar dunia. Artinnya, apakah biaya produksi riil yang terdiri dari pemakaian sumber-sumber domestik cukup rendah sehingga harga jualnnya dalam rupiah tidak melebihi tingkat harga batas yang relevan (Border price).

Pendekatan yang sering digunakan untuk mengukur daya saing suatu komoditi adalah tingkat keuntungan yang dihasilkan dan efisiensi dalam pengusahaan komoditi tersebut. Keuntungan dapat dilihat dari dua sisi yaitu keuntungan privat dan keuntungan sosial. Sementara itu, efisiensi pengusahaan komoditi dapat dilihat dari dua indikator yaitu keunggulan komparatif dan keunggulan kompetitif. Konsep daya saing yang menggunakan pendekatan keunggulan komparatif dan kompetitif digunakan untuk memberikan masukan dalam perencanaan dan pengembangan usahatani Sapi perah dengan produk susu sebagai komoditi komersial, dimana keunggulan untuk menganalisis efisiensi dari sisi ekonomi sedangkan keunggulan kompetitif untuk menganaslisis efisiensi dari sisi finansial.

(55)

konsep ini juga dapat digunakan untuk wilayah yang lebih kecil seperti propinsi. Konsep ini pertama kali diterapkan oleh David Ricardo yang dikenal dengan nama hukum keunggulan komparatif ( the law of comparative advantage ) atau disebut juga model Ricardian. Dalam model ini disebutkan bahwa sekalipun suatu negara mengalami kerugian atau ketidakunggulan absolut dalam memproduksi suatu komoditi, jika dibandingkan dengan negara lain, namun perdagangan yang saling menguntungkan masih dapat berlangsung. Negara yang kurang efisien akan berspesialisasi dalam produksi dan mengekspor komoditi yang mempunyai keunggulan komparatif, sebaliknya negara tersebut akan mengimpor komoditi yang mempunyai kerugian absolut lebih besar. Dari komoditi inilah negara tersebut akan mengalami kerugian komparatif ( Salvator, 1994 ).

Model Ricardian ini mengasumsikan bahwa tenaga kerja merupakan satu-satunnya faktor produksi. Teori nilai tenaga kerja ini menyatakan bahwa nilai atau harga dari suatu komoditi sama dengan atau dapat diperoleh dari jumlah waktu tenaga kerja yang dipakai untuk memproduksi komoditi. Hal ini secara tidak langsung menyatakan bahwa (1) hanya tenaga kerjalah faktor produksi atau tenaga kerja digunakan dalam proporsi yang tetap sama dalam produksi semua komoditi, dan (2) tenaga kerja homogen. Teori nilai tenaga kerja ini merupakan kelemahan dari model Ricardian, karena (1) tenaga kerja bukan merupakan satu-satunnya faktor produksi, juga tidak digunakan dalam proporsi yang tetap sama dalam produksi semua komoditi, dan (2) tenaga kerja tidak homogen.

(56)

dipengaruhi oleh perbedaan sumberdaya antar negara. Teori ini dikenal dengan teori Heckster-Ohlin (H-O). Teori H-O menganggap bahwa tiap negara akan mengekspor komoditi yang secara relatif mempunyai faktor produksi berlimpah dan murah, serta mengimpor komoditi faktor produksinnya relatif jarang(langka) dan mahal. Penggunaan dari teori Ricardian dan H-O biasannya didasarkan pada model yang sederhana dengan asumsi (1) dua negara, dua komoditi, dan menggunakan satu atau dua faktor produksi, (2)tidak ada mobilitas faktor produksi, (3) penawaran faktor tetap, (4) keseimbangan dalam pembayaran (balance of payment), (5) tidak ada barang antara dan barang yang tidak diperdagangkan (Salvator, 1994).

Perbedaan dan perubahan pada sumberdaya yang dimiliki suatu negara atau daerah mengakibatkan keunggulan komparatif secara dinamis akan mengalami perkembangan. Pearson dan Gotsch (2004) menyebutkan beberapa faktor yang mempengaruhi keunggulan komparatif, yaitu :

1. Perubahan dalam sumberdaya alam 2. Perubahan faktor-faktor biologi 3. Perubahan harga input

4. Perubahan Teknologi

5. Biaya transportasi yang lebih murah dan efisien.

(57)

Keunggulan Kompetitif ( Competitive Advantage ) merupakan alat untuk mengukur daya saing suatu aktivitas berdasarkan pada kondisi perekonomian aktual. Adannya konsep keunggulan kompetitif didasarkan pada asumsi bahwa perekonomian yang tidak mengalami distorsi sama sekali sulit ditemukan didunia nyata, dan keunggulan komparatif suatu aktivitas ekonomi dari susut pandang atau individu yang berkentingan langsung (Rosalita,1996)

Pada awalnya konsep keunggulan kompetitif dikembangkan oleh poter pada tahun 1980 dengan bertitik tolak dari kenyataan-kenyataan perdagangan internasional yang ada. Menurut porter, keunggulan perdagangan antar negara didalam perdagangan internasional sebenarnya tidak ada. Pada kenyataanya yang ada adalah persaingan antara kelompok-kelompok kecil industri disatu negara dengan negara la innya, bahkan antar kelompok industri yang ada dalam satu negara (Warr dalam Suryana dkk,1995)

(58)

produksi komoditi pertanian pada saat ini harus lebih diorientasi pada konsumen atau lebih berwawasan menjual.

Kondisi ini menyebabkan keunggulan kompetitif tidak saja ditentukan oleh keunggulan komparatif (menghasilkan barang lebih murah dari pesaing), tetapi juga ditentukan oleh kemampuan untuk memasok produk dengan atribut (karakter) yang sesuai oleh dengan keinginan konsumen (Simatupang, 1995). Analisis keunggulan kompetitif merupakan alat untuk mengukur keuntungan privat (private profitability) atau kelayakan dari suatu aktivitas yang dihitung berdasarkan harga pasar dan nilai tukar uang resmi yang berlaku. Dalam hal ini, suatu negara akan dapat bersaing dipasaran internasional jika negara tersebut memiliki keunggulan kompetitif dalam menghasilkan suatu komoditi dengan asumsi adannya sistem pemasaran dari intervensi pemerintah.

(59)

3.2. Teori Perdagangan Internasional

Kegiatan perdagangan yang terjadi antar negara menunjukkan bahwa negara-negara tersebut sudah memiliki sistem perekonomian yang terbuka. Perdagangan ini akibat adannya usaha untuk memaksimumkan kesejahteraan negara dan diharapkan dampak kesejahteraan tersebut akan diterima oleh negara pengekspor dan negara pengimpor. Alasan utama yang menyebabkan negara-negara melakukan perdagangan internasional adalah :1) adannya perbedaan dalam pemilikan sumberdaya dan cara pengolahannya, sehingga negara-negara akan memperolah keuntungan melalui suatu pengaturan dengan cara yang berbeda secara relatif terhadap perbedaan sumberdaya tersebut, 2) negara- negara yang melakukan perdagangan mempunyai tujuan untuk mencapai economic of scale dalam produksi, artinya suatu negara akan lebih efisien jika hanya menghasilkan sejumlah barang tertentu tetapi dengan skala yang lebih besar dibandingkan dengan jika memproduksi berbagai jenis jenis barang.

(60)

permintaan domestik yang berlebih (excess supply) atau karena suatu negara tidak mampu memenuhi permintaan masyarakat terhadap suatu komoditi tertentu.

Hal ini menyebabkan penawaran akan beralih kepasar internasional yang berbentu ekspor apabila harga yang lebih tinggi terjadi pada negara lain. Secara grafis dapat ditunjukkan dalam Gambar 1

Py Px

Py Px

Py Px

S Dx A Sx

P3

P2 B Ekspor E B*

E* X D X

P1 Sx A Dx E* Impor

Panel A Panel B Panel C

Pasar Negara 1 Perdagangan Internasional Pasar Negara2 Komoditi X Komoditi X

Gambar 2, Perdagangan Internasional

Sumber : Salvator, 1994

P1 = Harga keseimbangan komoditi x di negara 1 ( Pengekspor )

P2 = Harga keseimbangan di pasar internasional

P3 = Harga keseimbangan komoditi x di negara 2 ( Pengimpor )

Diman P1, P2, dan P3 adalah harga relatif komoditi x terhadap komoditi y atau

Px/Py.

(61)

Harga yang dipakai bukan harga mutlak Px, tetapi merupakan harga relatif x terhadap harga komoditi lain yang diproduksi dinegara-negara yang terlibat dalam perdagangan tersebut, di mana dalam kasus ini yang pakai komoditi y. Berdasarkan Gambar 2 diatas terlihat bahwa sebelum terjadi perdagangan internasional, harga keseimbangan komoditi x terhadap komoditi y dipasar negara 1 adalah Px/Py = P1, di mana pada kondisi tersebut terjadi keseimbangan antara permintaan dan penawaran komoditi x di negara1. Pada Px/Py lebih besar dari P1, terjadi kelebihan penawaran komoditi x di pasar negara 1. Kelebihan penawar komoditi x di negara 1 dalam panel A menyebabkan munculnya kurva penawaran ekspor komoditi x (S) negara 1 dalam panel B. Dipihak lain, pada Px/Py lebih kecil dari P3, terjadi kelebihan permintaan komoditi x dipasar negara 2. Kelebihan permintaan untuk komoditi x dinegara 2 dalam panel C menyebabkan timbulnya kurva permintaan impor komoditi x (D) negara 2 dalam panel B. Panel B menunjukan bahwa hanya pada P2 jumlah impor komoditi x yang diminta negara 2 sama dengan jumlah ekspor yang ditawarkan negara 1. Jadi P2 adalah keseimbangan Px/Py dengan perdagangan. Pada Px/Py > P2, akan terjadi kelebihan penawaran ekspor komoditi x dan ini akan menggerakan Px/Py turun ke P2. Pada Px/Py <2 akan ada kelebihan permintaan untuk impor x dan ini akan menyebabkan Px/Py naik P2.

(62)

perkapita dengan asumsi komoditi x dianggap barang normal serta meningkatannya selera terhadap komoditi x.

3.3. Kebijakan Pemerintah

Kebijakan pemerintah ditetapkan dengan tujuan untuk meningkatkan ekspor ataupun sebagai usaha untuk melindungi produk dalam negeri agar dapat bersaing dengan produk dari luar negeri. Kebijakan tersebut biasannya diberlakukan untuk input dan output yang menyebabkan terjadinnya perbedaan antara harga input dan harga output yang diminta produsen (harga privat) dengan harga yang sebenarnnya terjadi jika dalam kondisi perdagangan bebas (harga sosial). Kebijakan yang ditetapkan pemerintah pada suatu komoditas ada dua bentuk yaitu berupa subsidi dan hambatan perdagangan. Kebijakan subsidi terdiri dari subsidi positif dan subsidi negatif (pajak), sedangkan hambatan perdagangan berupa tarif dan quota.

(63)

melindungi konsumen dalam negeri melalui penetapan harga domestik yang lebih rendah dari harga dunia., yaitu dengan pengenaan pajak ekspor baik perunit barang yang diekspor maupun secara keseluruhan. Kebijakan impor dilakukan untuk melindungi produsen dalam negeri melalui penetapan harga pasar domestik yang lebih rendah dari harga pasar dunia, sehingga kebijakan dilakukan berupa pengenaan tarif impor atau kuota impor.

3.3.1. Kebijakan Output

Kebijakan terhadap output baik berupa pajak maupun subsidi, dapat diterapkan pada produsen barang impor dan barang ekspor. Kebijakan pemerintah terhadap output dijelaskan dengan menggunakan Transfer Output (OT) dan

Nominal Protection Coefficient on Output (NPCO) serta Nominal Protection Rate on Output (NPRO). Dampak dari subsidi negatif terhadap produsen untuk barang ekspor dapat dilihat pada Gambar 3.

P G

A R D F H S Pw

E

K D

Q1 Q2 Q4 Q3

(64)

Pada situasi perdagangan bebas, harga yang diterima oleh produsen output dan konsumen dalam negeri sama dengan harga dunia yaitu sebesar Pw dengan

tingkat output yang dihasilkan sebesar Q1, sehingga terjadi ekses supply didalam

negeri sebesar BHJ. Terjadinnya ekses supply membuat output yang dihasilkan harus diekspor keluar negeri sebesar Q3-Q1. Besarnya surplus konsumen adalah

ABPw sedangkan surplus produsennya sebesar PwHK.

Dengan adanya subsidi negatif pada produsen output (NPCO negatif), menyebabkan perubahan harga dalam negeri yaitu harga yang diterima produsen dan konsumen (harga finansial) menjadi lebih rendah dari harga pada pasar dunia (PD < PW ). Dengan tingkat harga sebesar ini, mengakibatkan konsumsi dalam

negeri dari Q1- Q3 menjadi Q2 – Q4. Terjadi perubahan surplus produsen yaitu

sebesar PWHGPD dan besarnya transfer output (OT) atau transfer pajak kepada

pemerintah sebesar DFGE. Efisiensi ekonomi yang hilang dari produsen untuk memperoleh keuntungan dan juga tidak ditransfer baik kepada konsumen maupun produsen.

3.3.2. Kebijakan Input

Kebijakan pemerintah dapat diterapkan pada input tradable dan input non tradable. Pada input yang tidak diperdagangkan ( non tradable), intervensi pemerintah berupa halangan perdagangan tidak tampak.

1. Kebijakan Input Tradable

(65)

sehingga pada tingkat harga output yang sama, output domestik turun dari Q1 ke

Q2 dan kurva supply bergeser keatas. Efisiensi ekonomi yang hilang adalah ABC,

merupakan perbedaan antara nilai output yang hilang Q1CAQ2 dengan biaya

produksi output Q2BCQ1.

P S* S P S

S*

C A C

Pw B D Pw A B D

Q Q

a) Q2 Q1 b) Q1 Q2

Gambar 4. Subsidi dan pajak pada input Tradable

Sumber : Monke and Pearson (1989 )

Ket : Pw : Harga di pasar Internasional

Gambar 4.b, memperlihatkan dampak subsidi input Tradable menyebabkan harga input lebih rendah dan biaya produksi lebih rendah sehingga kurva supply bergeser kebawah dan produksi naik dari Q1 ke Q2. Efisiensi

ekonomi yang hilang dari produksi adalah ABC, yang merupakan pengaruh perbedaan antara biaya produksi setelah output meningkat yaitu Q1ABQ2.

2. kebijakan Input Non Tradable

(66)

P S P S

C C

Pc A Pp A

Pd B Pd B

P’p E D Pc E D

Q Q

Q1 Q2 Q3 Q1 Q2

a ) S – N b) S + N

Gambar 5. Dampak Subsidi dan Pajak pada Input Non Tradable

Sumber : Monke and Pearson (1989 )

Ket : Pd : Harga domestik sebelum diberlakukan pajak dan subsidi

Pc : Harga di tingkat konsumen setelah diberlakukan pajak dan subsidi

Pd : Harga di tingkat produsen setelah diberlakukan pajak dan subsidi

Pada Gambar 5.a, terlihat bahwa sebelum diberlakukan pajak terhadap input, harga dan jumlah keseimbangan dari pemerintah dan penawaran input non tradable berada pada Pd dan Q1. Adanya pajak sebesar Pc – Pd menyebabkan

produksi yang dihasilkan turun menjadi Q2. Harga di tingkat produsen turun

menjadi Pp dan harga yang diterima konsumen naik menjadi Pc. Efisiensi ekonomi

yang hilang dari produsen sebesar BEA dan dari konsumen BCA.

Pada Gambar 5.b menjelaskan bahwa sebelum diberlakukan subsidi terhadap input, harga dan jumlah keseimbangan dari permintaan dan penawaran input non tradable berada pada Pd dan Q1. Harga yang diterima produsen menjadi

(67)

rendah yaitu Pc. Efisiensi yang hilang dari produsen sebesar ACB dan dari

konsumen sebesar ABE.

3.4 Metode Penentuan Harga Bayangan

Analisis keunggulan komparatif dalam konsep daya saing, harga yang digunakan adalah harga bayangan dan menggunakan harga pasar untuk mengetahui keunggulan kompetitif. Dalam Gittinger (1986), harga bayangan adalah suatu harga yang lebih dekat mengambarkan biaya imbangan terhadap masyarakat. Langkah- langkah yang dikemukakan untuk mengubah atau menyesuaikan harga pasar (harga fina nsial) menjadi harga bayangan (nilai ekonomi), yaitu :

1. Penyesuaian pembayaran transfer langsung

Pembayaran transfer langsung adalah pembayaran yang bukan penggunaan sumberdaya nyata tetapi hanya transfer dari klaim pada sumber nyata seseorang dan transaksi kredit yang mencakup pinjaman, penerimaan, pembayaran kembali modal dan bunga. Dua transakasi kredit yang mungkin luput dari pengawasan adalah jumlah-jumlah yang dapat dibayar dan dapat diterima. Semua pembukuan ini harus dikeluarkan sebelum neraca finansial disesuaikan untuk menggambarkan nilai ekonomi.

2. Penyesuaian untuk penyimpangan harga pada barang yang tidak diperdagangkan

(68)

dan sebagainnya, dan apabila impor, biaya produksi domestik lebih besar dari harga c.i.f Pertama kali, penilaian dilakukan dengan menetapkan harga batas, yaitu harga c.i.f untuk barang impor dan harga f.o.b untuk barang ekspor. Harga batas kemudian disesuaikan untuk memperhitungkan biaya pengangkutan dalam negeri dan biaya pemasaran antara pelabuhan impor atau ekspor ke lokasi proyek. 3. Penyesuaian untuk penyimpangan harga pada barang-barang yang tidak

diperdagangkan

Barang-barang yang tidak diperdagangkan adalah barang–barang harga yang harga c.i.f nya lebih besar dari biaya produksi domestik dan lebih besar dari harga f.o.b. Barang-barang yang tidak diperdagangkan adalah berupa barang– barang yang memakan tempat dan lekas rusak.

Kadariah, et al (1978) menyatakan bahwa harga bayangan dapat dianggap semacam penyesuaian yang dibuat oleh peneliti proyek terhadap harga pasar dari beberapa faktor produksi atau hasil produksi tertentu, hal ini disebabkan karena harga dari unsur-unsur atau hasil produksi tersebut. Penyimpangan-penyimpangan harga pasar dari biaya imbangan sosial terutama disebabkan oleh kebijakan-kebijakan pemerintah berupa pajak tidak langsung, subsidi maupun pengaturan harga.

(69)

pendefinisian yang jelas terhadap tujuan-tujuan sosial ekonomi dari kebijakan pembangunan sosial.

Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa penggunaan harga bayangan pada analisis kebijakan berdasarkan pada alasan : (1) harga yang berlaku dipasar tidak mencerminkan apa yang sebenarnya diperoleh masyarakat melalui produksi yang dihasilkan dari aktivitas tersebut; (2) harga pasar tidak mencerminkan apa yang sebenarnya dikorbankan seandainnya sejumlah sumberdaya yang dipilih dipakai dalam aktifitas tertentu, tetapi tidak digunakan dalam aktifitas lain yang masih memungkinkan bagi masyarakat.

3.4.1. Harga Bayangan Nilai Tukar

Penetapan nilai tukar rupiah didasarkan atas perkembangan nilai tukar dollar. Untuk menentukan harga bayangan nilai tukar digunakan formula yang telah dirumuskan oleh Squire dan Van Der Tak dalam Gittinger (1986) yaitu SER = OER

SCF Dimana

SER : Nilai tukar bayangan ( Rp/US $ ) OER: Nilai tukar Resmi ( Rp/US $ ) SCF : Faktor konversi standar

(70)

Dimana : SCF = Xt + Mt

( Xt - Txt ) + ( Mt + Tmt )

Dimana :

SCFt = Faktor Konversi standar untuk tahun ke-t

Mt = Nilai Impor Indonesia untuk tahun ke-t ( Rupiah )

Xt = Nilai Ekspor Indonesia untuk tahun ke-t (Rupiah )

Tmt = Penerimaan pemerintah dari pajak impor untuk tahun ke-t ( Rupiah )

Txt = Penerimaan pemerintah dari pajak ekspor untuk tahun ke-t ( Rupiah )

Nilai tukar resmi yang digunakan adalah nilai tukar rata-rata pada bulan Maret 2006 yaitu sebesar Rp 9.170 per dollar Amerika Serikat, sedangkan penerimaan pemerintah dari pajak ekspor adalah sebesar Rp 317,9 miliar serta penerimaan pemerintah dari pajak impor adalah sebesar Rp 14.920,7 miliar didapatkan dari laporan realisasi APBN tahun 2005. Sementara nilai ekspor Indonesia pada kurun waktu tersebut adalah sebesar Rp 785.501 miliar dan nilai impor pada kurun waktu tersebut adalah sebesar Rp 529.117,1 miliar. Dari hasil perhitungan akan diperoleh nilai SCF sebesar 0,98901 sehingga nilai SER yang digunakan adalah Rp 9.271, 89

3.4.2. Harga Bayangan Output

(71)

yang digunakan oleh output berupa susu ini diperoleh dari harga atas c.i.f karena merupakan komoditi yang masih di impor. Maka dengan mengalikan harga c.i.f susu sebesar US $ 1,043 per kg dengan nilai SER lalu ditambah dengan biaya tataniaga ke lokasi penelitian sebesar Rp 1.200 per kg maka akan diperoleh harga bayangan sebesar Rp 10.870,54 per kg. Sementara harga kotoran sapi basah dinilai sama dengan harga aktualnya karena tidak termasuk komoditi yang diperdagangkan.

3.4.3. Harga Bayangan Input

1. Harga Bayangan Pakan Ternak

Pakan yang digunakan para peternak dalam usahatani sapi perah terdiri dari pakan konsentrat, pakan hijauan dan bahan tambahan berupa ampas tahu. Jenis pakan konsentrat dibeli peternak melalui koperasi, karena Koperasi Peternak Susu sudah mampu membuat pakan konsentrat yang dibutuhkan oleh peternak. Pakan konsentrat yang dijual oleh koperasi terdiri dari 2 jenis yaitu jenis laktofeed yang memiliki kualitas lebih rendah dengan harga Rp 850 per kilo dan jenis matuken yang memiliki kualitas lebih bagus dengan harga Rp 950 per kilo. Selain jenis pakan konsentrat peternak juga menggunakan pakan hijauan berupa rumput lapang, rumput gajah (Pennisetum purpureum) dan rumput raja (Pennisetum purputhypoides) sebagai bahan campuran pakan ternaknya. Untuk pakan tambahan berupa ampas tahu, karena dapat membantu meningkatkan produksi susu.

(72)

sehingga peternak membeli sendiri jenis pakan yang dibutuhkannya langsung di koperasi. Dalam memproduksi pakan tersebut koperasi tidak mendapatkan subsidi dari pemerintah. Jadi harga bayangan pakan berdasarkan besarnya biaya produksi dan biaya pemasaran.

2. Harga Bayangan Obat-obatan

Obat-obatan yang digunakan oleh para peternak didapatkan dari koperasi. Ada sebagian obat-obatan yang diproduksi di Indonesia dan ada sebagian lagi di Impor dari luar negeri. Jenis obat-obatan untuk usahatani sapi perah tersebut adalah vitamin, antibiotik, desinfektan, dan sapronak.

Harga bayangan jenis obat-obatan yang didatangkan dari luar negeri atau impor didekati berdasarkan harga Cost Insurance Freight (CIF) yang kemudian dilakukan penyesuaian dengan penambahan atau pengurangan biaya transportasi dan pemasaran.

3. Harga Bayangan Tenaga Kerja

Gambar

Tabel 3  Jumlah populasi Sapi Perah dan Produksinnya di Indonesia. Tahun 2001-2005
Gambar  1. Jalur Pemasaran Susu di Indonesia
Gambar 2, Perdagangan Internasional
Gambar 3. Dampak Subsidi Negatif pada Produsen Barang Ekspor
+7

Referensi

Dokumen terkait

Pada hasil penelitian didapatkan ada hubungan yang bermakna antara ketergantungan smartphone dengan kecemasan ( nomophobia ) pada mahasiswa program studi S1

Dari hasil penelitian dapat disimpulan bahwa berdasarkan variasi kadar aspal 4%, 4,5%, 5%, 5,5% dan 6% maka KAO (kadar aspal optimum) yang digunakan adalah 5%

Dengan menggunakan metode ini memungkinkan untuk dilakukan suatu simulasi dari Dengan menggunakan metode ini memungkinkan untuk dilakukan suatu simulasi dari beberapa

Indonesia menggunakan data satelit altimetri dan data pasut. Saat ini data permukaan laut dapat diperoleh dalam periode panjang. Salah satu teknologi yang dapat menyajikan

Pengumpulan data dilakukan secara terstruktur dengan mengumpulkan data tahun anggaran sebelumnya, berdasarkan data sekunder dari Rumah Sakit Jantung Harapan Kita, yaitu

Program peningkatan mutu guru dibutuhkan oleh para guru SMP se- Kabupaten Banyumas. Agar efektif, program peningkatan mutu guru hendaknya berbasis pada kebutuhan

Minyak atsiri serai wangi disemprotkan ke kecoa yang ada dirumah, maka kecoa akan mengalami respon tidak bergerak (mati), dan aroma serai wangi ini sangat harum