• Tidak ada hasil yang ditemukan

Metode Pendugaan Sintetik melalui Analisis Gerombol pada Pendugaan Area Kecil (Studi Kasus Pendugaan Tingkat Kemiskinan di Kota Bogor)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Metode Pendugaan Sintetik melalui Analisis Gerombol pada Pendugaan Area Kecil (Studi Kasus Pendugaan Tingkat Kemiskinan di Kota Bogor)"

Copied!
48
0
0

Teks penuh

(1)

ARI LESTARI. Metode Pendugaan Sintetik melalui Analisis Gerombol pada Pendugaan Area Kecil (Studi Kasus Pendugaan Tingkat Kemiskinan di Kota Bogor). Dibimbing oleh INDAHWATIdan ANANG KURNIA.

Pendekatan yang sering digunakan untuk memperoleh statistik area kecil yaitu pendugaan secara langsung (direct estimation), tetapi pendugaan ini menghasilkan dugaan parameter yang kurang akurat karena memiliki keragaman yang besar akibat ukuran contoh yang relatif kecil. Pendugaan secara tidak langsung (indirect estimation) merupakan solusi untuk memperbaiki hal tersebut dengan memanfaatkan kekuatan area sekitarnya dan sumber data di luar area yang statistiknya ingin diperoleh untuk meningkatkan efektivitas ukuran contoh.

Sebuah penduga dikatakan sebagai penduga sintetik jika penduga langsung yang diandalkan untuk sebuah area luas (menutupi beberapa area kecil) digunakan untuk memperoleh sebuah penduga tidak langsung untuk area kecil dengan asumsi area kecil tersebut mempunyai karakteristik yang sama dengan area luasnya.

Penelitian ini menggunakan pendugaan sintetik melalui analisis gerombol untuk menduga tingkat kemiskinan pada beberapa desa di Kota Bogor.

(2)

(Studi Kasus Pendugaan Tingkat Kemiskinan di Kota Bogor)

ARI LESTARI

DEPARTEMEN STATISTIKA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(3)

ARI LESTARI. Metode Pendugaan Sintetik melalui Analisis Gerombol pada Pendugaan Area Kecil (Studi Kasus Pendugaan Tingkat Kemiskinan di Kota Bogor). Dibimbing oleh INDAHWATIdan ANANG KURNIA.

Pendekatan yang sering digunakan untuk memperoleh statistik area kecil yaitu pendugaan secara langsung (direct estimation), tetapi pendugaan ini menghasilkan dugaan parameter yang kurang akurat karena memiliki keragaman yang besar akibat ukuran contoh yang relatif kecil. Pendugaan secara tidak langsung (indirect estimation) merupakan solusi untuk memperbaiki hal tersebut dengan memanfaatkan kekuatan area sekitarnya dan sumber data di luar area yang statistiknya ingin diperoleh untuk meningkatkan efektivitas ukuran contoh.

Sebuah penduga dikatakan sebagai penduga sintetik jika penduga langsung yang diandalkan untuk sebuah area luas (menutupi beberapa area kecil) digunakan untuk memperoleh sebuah penduga tidak langsung untuk area kecil dengan asumsi area kecil tersebut mempunyai karakteristik yang sama dengan area luasnya.

Penelitian ini menggunakan pendugaan sintetik melalui analisis gerombol untuk menduga tingkat kemiskinan pada beberapa desa di Kota Bogor.

(4)

METODE PENDUGAAN SINTETIK MELALUI ANALISIS GEROMBOL

PADA PENDUGAAN AREA KECIL

(Studi Kasus Pendugaan Tingkat Kemiskinan di Kota Bogor)

OLEH :

ARI LESTARI

G14103038

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar

Sarjana Sains

pada

Departemen Statistika

DEPARTEMEN STATISTIKA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(5)

Judul : Metode Pendugaan Sintetik melalui Analisis Gerombol pada Pendugaan

Area Kecil (Studi Kasus Pendugaan Tingkat Kemiskinan di Kota

Bogor)

Nama : Ari Lestari

NRP

: G14103038

Menyetujui,

Pembimbing I

Pembimbing II

Ir. Indahwati, M.Si

Anang Kurnia, M.Si

NIP. 131909223

NIP. 132158749

Mengetahui,

Dekan Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam

Institut Pertanian Bogor

Dr. drh. Hasim, DEA

NIP. 131578806

(6)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Jakarta pada tanggal 13 Februari 1986 sebagai anak pertama dari dua bersaudara, anak dari pasangan Ngadimin dan Mumfingatun.

Tahun 1997 penulis lulus dari SD Negeri Grogol Utara 02 Petang dan melanjutkan ke sekolah menengah pertama di SLTP Negeri 16 Jakarta dan lulus tahun 2000. Penulis menyelesaikan studi di SMU Negeri 29 Jakarta pada tahun 2003 dan pada tahun yang sama penulis diterima di Departemen Statistika, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Institut Pertanian Bogor (IPB) melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI).

(7)

PRAKATA

Alhamdulillahirabbil ‘alamin, puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas segala limpahan rahmat dan karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini dapat diselesaikan. Shalawat serta salam semoga selalu tercurahkan kepada Nabi Muhammad SAW beserta keluarga, para sahabat dan umatnya hingga akhir zaman.

Penghargaan dan terima kasih penulis sampaikan kepada semua pihak yang telah membantu dan memberi saran dalam penyelesaian karya ilmiah ini, antara lain:

1. Ibu Ir. Indahwati, M.Si dan Bapak Anang Kurnia, M.Si selaku pembimbing I dan pembimbing II atas segala bimbingan, saran, dan perhatiannya kepada penulis.

2. Seluruh dosen Departemen Statistika IPB atas segala ilmu yang bermanfaat.

3. Ibu Aat, Ibu Markonah, Ibu Sulis, Ibu Dede, Bang Sudin, Pa Iyan, Pa Heri, Mang Herman dan Mang Dur.

4. Mama, Bapak, Heni di Jakarta yang selalu memberikan dukungan dan doa. 5. Suamiku, terima kasih untuk doa, perhatian, dan dukungannya.

6. Pak Singgih di Jakarta atas dukungan dan doanya.

7. Ema, Chichi, Eka, Rara, Rina yang sering menjadi teman bercerita.

8. Arta, Lala, Rahayu, Wahyu (teman satu bimbingan PS), Mutia (teman seperjuangan PL), Pera, Edo, Anggoro, Adit, Ipung, Arif dan semua teman-teman di STK 40.

9. Indi, Uma, Sutin, Mba Irma, Rihci, Meri, Hani, Risti, Mba Ambar, Asiyah, Ana, Sela, Novi, Mba Uswah dan teman-teman semua di NF, HN.

10. Adik kelas STK 41 terutama Ratih, Ika, Rere, Ufi, Lia, Baina, Dika, Heri dan STK 42. 11. Sahabat karibku di Jakarta, Tina, Ipunk, Wiwik yang sering memberikan semangat. 12. Serta semua pihak yang tidak tertuliskan satu per satu yang telah membantu penulis

dalam menyelesaikan karya ilmiah ini.

Penulis menyadari bahwa penulisan karya ilmiah ini masih jauh dari sempurna. Kritik dan saran yang membangun penulis nantikan untuk perbaikan-perbaikan selanjutnya. Terlepas dari segala kekurangan yang ada, semoga karya ilmiah ini dapat bermanfaat bagi pihak yang membutuhkan.

Bogor, Agustus 2008

(8)

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR TABEL ... vii

DAFTAR LAMPIRAN ... vii

PENDAHULUAN Latar Belakang ... 1

Tujuan ... 1

TINJAUAN PUSTAKA Kemiskinan ... 1

Pendugaan Area Kecil ... 1

Pendugaan Tidak Langsung dan Pendugaan Sintetik... 2

Analisis Gerombol ... 3

BAHAN DAN METODE Bahan ... 4

Metode ... 4

HASIL DAN PEMBAHASAN Eksplorasi dan Deskripsi Data ... 4

Pendugaan Langsung ... 5

Pendugaan Sintetik ... 6

Perbandingan Pendugaan Langsung dan Pendugaan Sintetik ... 7

KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan ... 8

Saran ... 8

DAFTAR PUSTAKA ... 8

(9)

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 1. Nilai dugaan tingkat kemiskinan tiap gerombol ... 6

Tabel 2. Nilai RRMSE untuk setiap pendugaan ... 7

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman 1. Scatterplot dan nilai korelasi peubah yang digunakan dalam analisis gerombol ... 10

2. Diagram kotak garis peubah-peubah asal ... 10

3. Statistik deskriptif peubah-peubah asal ... 10

4. Data yang diperlukan dalam perhitungan pendugaan ... 11

5. Data peubah-peubah yang digunakan dalam analisis gerombol ... 12

6. Nilai korelasi antar peubah dalam analisis gerombol... 13

7. Dendogram hasil penggerombolan kelurahan di Kota Bogor ... 13

8. Daftar anggota dan nilai rataan tiap gerombol ... 14

9. Nilai rataan tiap peubah untuk tiap gerombol ... 15

10. Nilai dugaan dari pendugaan sintetik ... 16

(10)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Small Area Estimation (SAE) merupakan konsep terpenting dalam pendugaan parameter secara tidak langsung di suatu area yang relatif kecil dalam percontohan survei (Kurnia & Notodiputro, 2006). Metode ini digunakan untuk menduga karakteristik dari subpopulasi (domain yang lebih kecil). Perhatian pada SAE meningkat seiring dengan meningkatnya permintaan pemerintah atau sektor perseorangan dalam memperoleh informasi akurat dengan cepat, tidak hanya untuk domain luas tetapi juga untuk domain yang kecil.

Selama ini pendekatan yang sering digunakan untuk menduga area kecil yaitu pendugaan langsung (direct estimation), tetapi pendugaan ini menghasilkan dugaan parameter yang tingkat keakuratannya rendah. Hal ini terjadi karena ukuran contoh yang relatif kecil sehingga dapat menyebabkan nilai keragaman yang besar. Solusi untuk memperbaiki hal tersebut yaitu dengan cara menghubungkan informasi pada area tersebut dengan area lain melalui model yang tepat. Pendugaan ini dinamakan pendugaan tidak langsung (indirect estimation). Rao (2003) menyebutkan bahwa prosedur pendugaan area kecil pada dasarnya memanfaatkan kekuatan area sekitarnya dan sumber data di luar area yang statistiknya ingin diperoleh.

Pada karya ilmiah ini pembahasan difokuskan pada pendugaan proporsi suatu populasi tentang pendugaan tingkat kemiskinan di Kota Bogor dengan menggunakan metode pendugaan sintetik yang termasuk dalam pendugaan tidak langsung. Pada penelitian ini, metode pendugaan sintetik dilakukan melalui penggerombolan terlebih dahulu tanpa disertai peubah pendukung (auxiliary variable).

Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk :

1. Mengkaji metode pendugaan sintetik pada pendugaan area kecil.

2. Mengaplikasikan metode pendugaan sintetik dalam pendugaan t i n g k a t ke mi s k i n a n di Kota Bogor.

3. Membandingkan keakuratan antara metode pendugaan langsung dengan metode pendugaan sintetik.

TINJAUAN PUSTAKA

Kemiskinan

Penduduk miskin adalah penduduk yang memiliki rata-rata pengeluaran per kapita per bulan di bawah garis kemiskinan. Garis kemiskinan merupakan besarnya nilai pengeluaran (dalam rupiah) untuk memenuhi kebutuhan dasar minimum makanan (batas kecukupan pangan) dan bukan makanan (batas kecukupan non pangan).

Metode yang digunakan untuk mengukur garis kemiskinan terdiri dari dua komponen yaitu Garis Kemiskinan Makanan (GKM) dan Garis Kemiskinan Non Makanan (GKNM), sebagai berikut :

GK = GKM + GKNM

Garis kemiskinan makanan (GKM) merupakan nilai pengeluaran kebutuhan minimum makanan yang disetarakan dengan 2.100 kalori per kapita. Garis kemiskinan non makanan (GKNM) adalah kebutuhan minimum untuk perumahan, sandang, pendidikan, dan kesehatan. Dengan kata lain, seseorang dikatakan miskin apabila tidak mampu memenuhi kebutuhan dasar minimumnya (BPS, 2005).

Pendugaan Area Kecil

Area kecil (small area) didefinisikan sebagai wilayah atau area yang lebih kecil dari suatu wilayah populasi dalam percontohan survei baik berdasarkan geografi, ekonomi, sosial budaya ataupun yang lainnya (Rao, 2003). Suatu daerah disebut area kecil jika ukuran contoh untuk mewakili daerah tersebut relatif kecil.

Pendugaan area kecil merupakan pendugaan suatu area yang ukuran contohnya relatif kecil dengan memanfaatkan informasi dari luar area, informasi dari dalam area itu sendiri, dan dari luar survei (Longford, 2005).

Proses pendugaan suatu area dapat dibagi menjadi dua macam :

1. Pendugaan langsung, yaitu pendugaan hanya menggunakan data contoh dari area yang statistiknya ingin diperoleh.

(11)

Pendugaan Tidak Langsung dan Pendugaan Sintetik

Terdapat dua model pendugaan tidak langsung sederhana untuk menduga proporsi orang miskin pada area kecil, Pi (i = 1,2,...,k).

 Model Nasional (Level Populasi)

Diasumsikan bahwa proporsi kemiskinan pada tiap area kecil sama seperti proporsinya di populasi tersebut.

Pi = P

Kemudian pi *

= p, penduga langsung populasinya.

Model ini tidak memerlukan informasi pendukung. Model lain memakai peubah pendukung dalam pendugaan area kecil.  Model Regional (Level Sub-Populasi)

Diasumsikan bahwa proporsi kemiskinan pada area kecil i sama seperti proporsinya di region tersebut.

Pi = Pr

Kemudian pi* = pr, penduga langsung

regionnya.

Sebuah penduga dikatakan sebagai penduga sintetik jika penduga langsung yang diandalkan untuk sebuah area luas (menutupi beberapa area kecil) digunakan untuk memperoleh sebuah penduga tidak langsung untuk area kecil dengan asumsi area kecil tersebut mempunyai karakteristik yang sama dengan area luasnya (Gonzales (1973) dalam Rao, 2003).

The National Center for Health Statistics

(1968) di USA merupakan pioner dalam penggunaan pendugaan sintetik untuk pengembangan perkiraan negara bagian untuk cacat jasmani dan karakteristik kesehatan lain dari National Health Interview Survey

(NHIS). Ukuran contoh pada negara bagian terbesar terlalu kecil untuk memperoleh nilai dugaan negara bagian secara langsung (Rao, 2003).

Diasumsikan bahwa proporsi kemiskinan di area kecil i pada subgrup h sama dengan proporsi kemiskinan di subgrup h di suatu populasi :

h hi

P

P

Menduga

hi hi hi

i hi

i N N P W P

P h h

    /

dengan :

p

is

W

hi

p

h

h

dengan : hi

N

= jumlah orang pada area kecil ke-i pada subgrup ke-h yang diketahui.

= penduga langsung dari proporsi kemiskinan pada subgrup ke-h di

suatu populasi.

Menduga tingkat kemiskinan

N

i

P

i dengan :

  h h hi s i

ip N p

N

Untuk rataan, asumsi YhiYh, dan menduga

Y

i dengan :

h hi s

i

W

y

y

h

Keakuratan dari penduga sintetik diukur berdasarkan mse(pis) :

mse(pis) = (pis– pi)2– v(pi)

dengan :

(pis– pi)2 = [(pis– Pi) – (pi – Pi)]2

E(pis– pi)2

E(pis– Pi)2 + E(pi – Pi)2

MSE(pi s

) + V(pi)

dengan :

pi = penduga langsung dari Pi pis =

h hip W h

, penduga sintetik dari Pi

Penduga ini dapat menjadi sangat tidak stabil dan dapat memberi nilai negatif jika pi=ps atau ps pi akan menyebabkan (ps-pi)2 = 0.

Sejak diketahui mse(pis) tidak stabil,

Gonzalez dan Waksberg (1973)menggunakan:

 

1 ( ) 1 ) ( 2

    h h i s i s

i v p

I p I p mse

Walau bagaimanapun penduga ini hanya memberikan dugaan MSE rataan, bukan ukuran error untuk setiap area kecil yang diamati.

Marker (1995) menggunakan rumus :

MSE(pis) = V(pis) + B2(pis)

denganV(pis) diduga dengan v(pis) dan B2(pis)

diduga dengan :

b2(pis) = mse(pis)- v(pis)

= 2 )

(pispi - v(pi) - ( )

s i

p v

mse(pis) = v(pis)+ (pispi)2- v(pi) - ( )

s i p v dengan : v(pi s

) = ragam penduga sintetik 2

)

( i

s

i p

p  = rataan selisih proporsi penduga sintetik dan penduga langsung )

(pi

v = rataan ragam penduga langsung

) (pis

v = rataan ragam penduga sintetik

h

(12)

Analisis Gerombol

Analisis gerombol adalah suatu prosedur yang bertujuan untuk menggerombolkan n objek pengamatan menjadi m kelompok (m<n) berdasarkan kesamaan-kesamaan yang dimiliki sehingga keragaman dalam gerombol lebih kecil daripada keragaman antar gerombol (Dillon & Goldstein, 1984).

Prinsip analisis gerombol didasarkan pada ukuran kemiripan atau ketidakmiripan dari setiap individu (objek), yang dinyatakan dalam fungsi jarak (Johnson & Wichern, 2002).

Jarak yang sering digunakan sebagai ukuran kemiripan dua unit pengamatan dalam analisis gerombol adalah jarak Euclid dan jarak Mahalonobis. Jarak Euclid digunakan jika semua peubah tidak saling berkorelasi atau orthogonal (Dillon & Goldstein 1984). Jarak ini didefinisikan sebagai berikut :

1/2

1 2      

p k jk ik

ij x x

d

dengan :

dij = jarak antara objek i dan objek j

xik = nilai objek i pada peubah ke-k

xjk = nilai objek j pada peubah ke-k

p = banyak peubah yang diamati

Kemiripan antara dua unit pengamatan akan semakin dekat jika nilai dij semakin kecil.

Jika satuan pengukuran data tidak sama, maka perlu dilakukan transformasi data awal ke bentuk baku (z) sebelum jarak antar objek dihitung (Johnson & Wichern, 2002). Hal ini dilakukan untuk mengurangi keragaman yang disebabkan oleh beda satuan. Transformasi dibuat dengan persamaan :

j j ij ij

s

x

x

z

dengan x dan

s

j adalah nilai rataan dan simpangan baku peubah ke-j.

Jika terjadi korelasi antar peubah maka dilakukan transformasi terhadap data awal dengan menggunakan Analisis Komponen Utama (AKU). Akan tetapi, menurut Jollife (2002) jarak Euclid antara dua pengamatan dengan atau tanpa transformasi Komponen Utama akan sama bila seluruh komponen utama digunakan.

Jika syarat tadi tidak terpenuhi maka disarankan untuk menggunakan jarak Mahalanobis yang didefinisikan sebagai berikut :

ik jk

 

ik jk

ij

x

x

S

x

x

d

2

' 1

dengan S adalah matriks ragam peragam contoh. Namun tanpa pengetahuan awal dari gerombol yang ada maka nilai S tidak dapat ditentukan (Johnson & Wichern, 2002). Dengan alasan ini maka jarak Euclid lebih sering digunakan dalam analisis gerombol. Metode penggerombolan ada dua, yaitu : 1. Metode gerombol berhirarki

Metode gerombol berhirarki digunakan bila banyaknya gerombol yang akan dibentuk tidak diketahui sebelumnya dan banyaknya amatan tidak besar.

2. Metode gerombol tak berhirarki

Metode gerombol tak berhirarki umumnya digunakan bila banyaknya gerombol yang akan dibentuk telah ditentukan jumlahnya dan banyaknya amatan relatif besar.

Johnson & Wichern (2002) menyatakan bahwa langkah-langkah penggerombolan dari metode penggerombolan berhirarki yang bersifat agglomerative (pengelompokan) adalah sebagai berikut :

1. Dimulai dengan N kelompok yang masing-masing memiliki anggota satu objek dalam bentuk matriks yang berukuran NxN.

2. Cari jarak yang terdekat antara dua kelompok. Misalkan jarak terdekat antara U dan V dilambangkan duv

3. Kemudian gabungkan kelompok U dan V dengan label UV. Perbaiki matriks jarak pada kelompok yang digabung dengan cara : (1) Hapus baris dan kolom yang bersesuaian dengan kelompok U dan V. (2) Tambahkan baris dan kolom yang berisi jarak antara kelompok (UV) dan setiap langkah penggabungan diikuti dengan perbaikan matriks jarak.

4. Ulangi langkah 2 dan 3 sampai N-1 kali, sehingga semua objek berada pada satu kelompok/gerombol.

Menurut Hair et al. (1998) ada lima metode agglomerative yang terkenal yaitu

single linkage, complete linkage, average linkage, centroid linkage, dan ward linkage.

(13)

BAHAN DAN METODE

Bahan

Sumber data yang digunakan pada penelitian ini adalah SUSENAS 2005 dan Potensi Desa (PODES) 2005. Peubah yang diamati dan menjadi perhatian dalam penelitian ini adalah tingkat kemiskinan (P) pada beberapa desa di Kota Bogor tanpa menggunakan peubah pendukung.

Peubah-peubah yang digunakan dalam analisis gerombol yaitu :

X1 = persentase keluarga pengguna telepon (data PODES 2005)

X2 = persentase keluarga prasejahtera dan sejahtera I (data PODES 2005) X3 = pengeluaran per kapita

(data SUSENAS 2005)

Metode

Pada penelitian ini akan dikaji pendugaan langsung dan pendugaan sintetik yang termasuk dalam pendugaan tidak langsung.

Metode yang digunakan pada penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Menduga secara langsung (direct estimation) tingkat kemiskinan masing-masing kelurahan/desa.

2. Melakukan analisis gerombol untuk mengetahui kelurahan/desa yang mempunyai karakteristik sama dalam hal tingkat kemiskinan.

3. Menduga tingkat kemiskinan untuk tiap gerombol.

4. Menduga tingkat kemiskinan masing-masing kelurahan/desa dengan metode pendugaan sintetik.

5. Membandingkan penduga langsung dan penduga sintetik dengan melihat nilai RRMSE (Relative Root Mean Squared Error) yang diperoleh dengan perhitungan sebagai berikut :

RRMSE (

P

ˆ

i) =

 

100% ˆ

ˆ

  

i i

P P S

Software yang digunakan dalam penelitian ini adalah Microsoft Excel dan

Minitab 14.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Eksplorasi dan Deskripsi Data

Peubah yang diasumsikan mempengaruhi dan menggambarkan tingkat kemiskinan dipilih berdasarkan eksplorasi menggunakan

scatterplot dan nilai korelasi Pearson (Lampiran 1). Scatterplot data menunjukkan bahwa desa/kelurahan dengan tingkat kemiskinan yang kecil diindikasikan dengan persentase keluarga pengguna telepon dan pengeluaran per kapita yang besar. Selain itu, desa/kelurahan dengan tingkat kemiskinan yang besar diindikasikan dengan persentase keluarga prasejahtera dan sejahtera I yang besar pula. Berdasarkan eksplorasi, peubah-peubah tersebut cukup sesuai digunakan untuk menggambarkan tingkat kemiskinan.

Diagram kotak garis digunakan untuk mendeskripsikan data peubah asal Xi, i=1, 2, 3 (Lampiran 2), statistik deskriptif dari peubah asal Xi (Lampiran 3), dan nilai korelasi antar peubah Xi(Lampiran 6).

Rata-rata persentase keluarga pengguna telepon adalah 37,18%. Persentase minimum sebesar 2,46% di Kelurahan Harjasari, sedangkan persentase maksimum sebesar 80,29% di Kelurahan Pabaton.

Rata-rata persentase keluarga prasejahtera dan sejahtera I adalah 13,35%. Persentase minimum sebesar 3,99% di Kelurahan Semplak, sedangkan persentase maksimum sebesar 45,01% di Kelurahan Kedungwaringin. Terdapat pencilan atas pada peubah ini yaitu di Kelurahan Situgede, Baranangsiang, dan Pabaton.

Rata-rata pengeluaran per kapita adalah Rp 217.800,-. Pengeluaran per kapita terendah yaitu sebesar Rp 112.400,- di Kelurahan Pamoyanan, sedangkan pengeluaran per kapita tertinggi sebesar Rp 954.300,- di Kelurahan Pabaton. Terdapat pencilan atas pada peubah ini yaitu di Kelurahan Kebon Kelapa, Sindangbarang, dan Pabaton.

(14)

Penggerombolan kelurahan di Kota Bogor berdasarkan beberapa indikator kemiskinan menggunakan metode penggerombolan berhirarki, ukuran jarak Euclid dan metode memperbaiki matriks jaraknya adalah metode pautan rataan (average linkage).

Berdasarkan analisis gerombol yang dilakukan, kelurahan-kelurahan di Kota Bogor dapat dibagi ke dalam 11 gerombol. Pemotongan dendogram dilakukan secara subjektif berdasarkan kepentingan penelitian dalam memperoleh penduga proporsi tingkat kemiskinan gerombol yang lebih beragam (Lampiran 7).

Daftar anggota tiap gerombol dan nilai rataan peubah asal pada setiap gerombol dapat dilihat pada Lampiran 8.

Gerombol satu terdiri dari tiga kelurahan. Penduduk yang berlangganan telepon sangat sedikit, jumlah keluarga prasejahtera dan sejahtera I cukup besar, dan rata-rata pengeluaran per kapita mempunyai nilai terkecil diantara gerombol lain.

Gerombol dua hanya terdiri dari satu kelurahan. Penduduk yang berlangganan telepon sangat sedikit, jumlah keluarga prasejahtera dan sejahtera I cukup besar, dan rata-rata pengeluaran per kapita kecil.

Gerombol tiga terdiri dari dua kelurahan. Penduduk yang berlangganan telepon besar, jumlah keluarga prasejahtera dan sejahtera I cukup besar, dan rata-rata pengeluaran per kapita kecil.

Gerombol empat terdiri dari sepuluh kelurahan. Penduduk yang berlangganan telepon cukup besar, jumlah keluarga prasejahtera dan sejahtera I kecil, dan rata-rata pengeluaran per kapita kecil.

Gerombol lima terdiri dari dua kelurahan. Penduduk yang berlangganan telepon cukup besar, jumlah keluarga prasejahtera dan sejahtera I sangat kecil, dan rata-rata pengeluaran per kapita cukup besar.

Gerombol enam terdiri dari sembilan kelurahan. Penduduk yang berlangganan telepon besar, jumlah keluarga prasejahtera dan sejahtera I sangat kecil, dan rata-rata pengeluaran per kapita cukup besar.

Gerombol tujuh terdiri dari dua kelurahan. Penduduk yang berlangganan telepon cukup besar, jumlah keluarga prasejahtera dan sejahtera I sangat kecil, dan rata-rata pengeluaran per kapita besar.

Gerombol delapan terdiri dari tiga kelurahan. Penduduk yang berlangganan telepon sangat besar, jumlah keluarga prasejahtera dan sejahtera I sangat kecil, dan rata-rata pengeluaran per kapita cukup besar.

Gerombol sembilan terdiri dari dua kelurahan. Penduduk yang berlangganan telepon sangat besar, jumlah keluarga prasejahtera dan sejahtera I kecil, dan rata-rata pengeluaran per kapita cukup besar.

Gerombol sepuluh terdiri dari satu kelurahan. Penduduk yang berlangganan telepon cukup besar, jumlah keluarga prasejahtera dan sejahtera I sangat besar, dan rata-rata pengeluaran per kapita kecil.

Gerombol sebelas terdiri dari satu kelurahan. Penduduk yang berlangganan telepon sangat besar, jumlah keluarga prasejahtera dan sejahtera I kecil, dan rata-rata pengeluaran per kapita sangat besar.

Pendugaan Langsung

Dugaan proporsi tingkat kemiskinan tiap desa diperoleh dari rumus :

i i i

n

y

p

ˆ

; i = 1, 2, 3, ..., 36

dengan :

i

p

ˆ

= dugaan proporsi tingkat kemiskinan pada desa ke-i.

i

y

= jumlah rumah tangga miskin pada desa ke-i.

i

n

= jumlah rumah tangga contoh pada desa ke-i.

Dugaan ragam tiap desa diperoleh dari rumus :





i i i i i i i

N

n

N

n

p

p

p

s

1

)

ˆ

1

(

ˆ

)

ˆ

(

2 dengan : i

N

= jumlah rumah tangga pada desa ke-i.

Pada penelitian ini diamati 36 desa/kelurahan dengan banyaknya contoh yang diambil pada masing-masing kelurahan sebesar 16 rumah tangga, kecuali untuk Kelurahan Kedung Halang (15 rumah tangga) dan Kelurahan Kedung Badak (32 rumah tangga). Jumlah tersebut sangat kecil untuk merepresentasikan seluruh rumah tangga pada masing-masing desa, sehingga dapat memberikan hasil dugaan yang kurang akurat.

Nilai MSE pendugaan langsung pada penelitian ini diduga oleh si2 yang merupakan nilai dugaan ragam proporsi tingkat

kemiskinan pada desa ke-i. Proporsi contoh merupakan penduga tak bias bagi proporsi

populasi maka nilai MSE-nya sama dengan dugaan nilai ragamnya.

 

p
(15)

j r

pˆ

Hasil yang diperoleh dari pendugaan langsung dapat dilihat pada Lampiran 9. Hasil pada Lampiran 9 menunjukkan bahwa pendugaan langsung menghasilkan nilai RRMSE yang besar secara keseluruhan.

Pada data SUSENAS 2005 untuk Kelurahan Sindangrasa, Cibuluh, Pabaton, Kebon Kelapa, Cilendek Barat, dan Semplak diketahui jumlah rumah tangga contohnya, tetapi tidak ada rumah tangga yang tergolong miskin sehingga dugaan proporsi tingkat kemiskinannya bernilai nol. Tetapi jika melihat tingkat kemiskinan di Indonesia yang tinggi, peluangnya kecil jika ada kelurahan tanpa ada satu pun rumah tangga miskin maka diasumsikan ada satu rumah tangga miskin.

Nilai dugaan proporsi tingkat kemiskinan tiap kelurahan sangat berpengaruh terhadap nilai RRMSE-nya. Semakin besar nilai dugaan tingkat kemiskinan maka nilai RRMSE-nya akan semakin kecil dan sebaliknya. Pada Kelurahan Kedung Badak nilai RRMSE-nya lebih kecil jika dibandingkan dengan kelurahan lain yang mempunyai dugaan tingkat kemiskinan yang sama dengan Kelurahan Kedung Badak karena ukuran contoh Kelurahan Kedung Badak lebih besar dibandingkan kelurahan lainnya yaitu sebesar 32 rumah tangga contoh, sedangkan kelurahan yang lain hanya 16 rumah tangga contoh.

Pendugaan Sintetik

Pendugaan tingkat kemiskinan tiap gerombol menggunakan rumus :

j j rj

m

y

p

ˆ

; j = 1, 2, 3, ..., 11

dengan :

= dugaan proporsi tingkat kemiskinan pada gerombol ke-j.

yj = banyaknya rumah tangga miskin pada

gerombol ke-j.

mj = banyaknya rumah tangga contoh pada

gerombol ke-j.

Dugaan ragam gerombol diperoleh dari rumus:             j j j j rj rj rj M m M m p p p s 1 ) ˆ 1 ( ˆ ) ˆ ( 2 dengan : j

M = banyaknya rumah tangga pada gerombol ke-j.

Penelitian ini menggunakan konsep pendugaan tidak langsung sederhana model regional tetapi berdasarkan definisi Gonzalez (1973) tentang pendugaan sintetik yang asumsinya sama dengan pendugaan tidak langsung sederhana maka dapat diasumsikan bahwa penelitian ini menggunakan pendugaan sintetik.

Hasil dugaan tingkat kemiskinan untuk tiap gerombol disajikan pada Tabel 1.

Tabel 1. Nilai dugaan tingkat kemiskinan tiap gerombol

Gerombol Prj Var Mj mj

1 0,50000 0,00528 6692 48 2 0,18750 0,01007 1833 16 3 0,18750 0,00490 10357 32 4 0,37500 0,00147 32910 160 5 0,06250 0,00188 7196 32 6 0,21678 0,00119 35548 143 7 0,06250 0,00188 5662 32 8 0,17188 0,00225 15234 64 9 0,06250 0,00187 3646 32 10 0,25000 0,01245 4377 16 11 0,06250 0,00384 898 16

Berdasarkan Tabel 1, dapat dilihat bahwa gerombol 1 mempunyai tingkat kemiskinan terbesar diantara gerombol yang lain.

Pendugaan tingkat kemiskinan dengan menggunakan metode pendugaan sintetik untuk tiap kelurahan menggunakan asumsi :

rj ij

P

P

dengan :

ij

P

= penduga proporsi kemiskinan di area kecil i pada gerombol/regional ke-j.

rj

P

= penduga proporsi kemiskinan pada gerombol/regional ke-j di Kota Bogor. Berdasarkan model regional, nilai pendugaan tingkat kemiskinan untuk tiap-tiap kelurahan yang berada dalam satu gerombol yang sama akan bernilai sama (Lampiran 10).
(16)

MSE pendugaan sintetik pada penelitian ini menggunakan dua pendekatan yaitu : 1. Pendugaan MSE didekati dengan MSE

pendugaan sintetik dari Marker (1995). 2. Pendugaan MSE didekati dengan nilai

dugaan ragam gerombolnya.

MSE dari pendugaan ini yang didekati dengan MSE pendugaan sintetik dari Marker (1995) yaitu :

mse(pis) = v(pis)+ ( i)2 s

i p

p  - v(pi) - ( )

s i

p v

Pada penelitian ini, perhitungan MSE pendugaan sintetik dengan menggunakan formula dari Marker (1995) mempunyai kelemahan yaitu jika pi=ps atau ps  pi akan menyebabkan (ps-pi)

2

= 0, maka nilai MSE-nya akan bernilai negatif. Hal ini terjadi pada Kelurahan Situgede, Cibuluh, Semplak, Kebonkelapa, Sindangbarang, Tegalgundil, Menteng, Kedung Badak, Pasir Mulya, Kedungjaya, Kedungwaringin dan Pabaton. Pada penelitian ini, sebagai solusinya nilai MSE yang bernilai negatif didekati dengan nilai MSE dari pendugaan langsungnya (Lampiran 10).

MSE dari pendugaan sintetik yang didekati dengan nilai dugaan ragamnya, yaitu :

mse(pis) = v(pis)

Perhitungan MSE pendugaan sintetik yang diperoleh dari nilai dugaan ragam gerombolnya memberikan nilai dugaan MSE yang sama dengan dugaan ragamnya sehingga sangat bergantung pada jumlah rumah tangga contoh gerombolnya. MSE ini akan baik jika anggota-anggota dalam satu gerombol benar-benar mendekati homogen sedangkan pada analisis gerombol, kehomogenan di dalam satu gerombol bersifat relatif.

Perbandingan Pendugaan Langsung dan Pendugaan Sintetik

Perbandingan antara pendugaan langsung dengan pendugaan sintetik dapat dilihat dari nilai RRMSE dari masing-masing pendugaan yang disajikan pada Tabel 2.

Tabel 2 menunjukkan bahwa nilai RRMSE pendugaan sintetik yang perhitungan MSE-nya menggunakan formula dari Marker (1995) tidak selalu lebih kecil dibandingkan nilai RRMSE pendugaan langsung. Nilai RRMSE-nya cenderung mendekati rataan dari nilai RRMSE pendugaan langsung sehingga nilainya cenderung lebih stabil. Untuk kasus gerombol dengan satu atau dua anggota yang MSE berdasarkan formula Marker bernilai

negatif maka nilai RRMSE-nya sama dengan nilai RRMSE pendugaan langsungnya, sedangkan gerombol dengan tiga anggota yang MSE-nya bernilai negatif maka nilai RRMSE-nya tergantung dari nilai MSE pendugaan langsungnya, jika MSE-nya bernilai besar maka RRMSE pendugaan sintetiknya akan bernilai besar pula dan sebaliknya.

Tabel 2. Nilai RRMSE untuk setiap pendugaan

Gerombol Nama Desa Langsung Sintetik

Marker MSE= Var((Pr)

PAMOYANAN 14,858 27,969 14,534

1 GENTENG 29,127 27,969 14,534 HARJASARI 38,183 27,969 14,534

2 SITUGEDE 53,513 53,513 53,513

3 BARANANGSIANG 38,246 49,789 37,330 GUNUNGBATU 99,815 49,789 37,330

CIPAKU 29,191 25,797 10,213

SUKASARI 33,238 25,797 10,213

KENCANA 17,343 25,797 10,213

KATULAMPA 33,276 25,797 10,213

4 CIPARIGI 38,232 25,797 10,213 CIKARET 68,170 25,797 10,213

KAYUMANIS 53,559 25,797 10,213

CIMAHPAR 29,200 25,797 10,213

BABAKANPASAR 33,228 25,797 10,213

PASIRJAYA 29,221 25,797 10,213

5 CIBULUH 99,829 99,829 69,406 SEMPLAK 99,680 99,680 69,406

BATUTULIS 38,186 47,164 15,838

EMPANG 99,811 47,164 15,838

SINDANGRASA 99,636 47,164 15,838

KEDUNGHALANG 28,523 47,164 15,838

6 CILENDEK BARAT 99,756 47,164 15,838 BANTARJATI 38,237 47,164 15,838

TANAHBARU 33,272 47,164 15,838

TEGALLEGA 68,187 47,164 15,838

KEBONPEDES 53,660 47,164 15,838

7 KEBONKELAPA 99,709 99,709 69,364 SINDANGBARANG 99,725 99,725 69,364

TEGALGUNDIL 68,221 51,166 28,113

8 MENTENG 53,620 60,323 28,113 KEDUNGBADAK 37,287 41,948 28,113

9 PASIRMULYA 99,168 99,168 69,255 KEDUNGJAYA 99,701 99,701 69,255

10 KEDUNGWARINGIN 44,640 44,640 44,640

(17)

direct

p

ˆ

direct

p

ˆ

Pada kelurahan-kelurahan yang diasumsikan ada satu rumah tangga miskin belum dapat diperbaiki secara keseluruhan nilai keakuratannya. Dari enam kelurahan hanya dua kelurahan yang nilai RRMSE-nya menjadi lebih kecil dari penduga langsungnya sedangkan yang lainnya nilai RRMSE penduga sintetiknya tetap sama dengan RRMSE penduga langsungnya.

Nilai RRMSE (MSE diduga dari nilai ragam gerombol) hampir seluruhnya lebih kecil dari RRMSE penduga langsung kecuali gerombol dengan satu anggota.

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

Nilai RRMSE pendugaan sintetik dengan perhitungan MSE formula Marker (1995) dan MSE dari dugaan nilai ragam gerombolnya cenderung lebih stabil. Penduga sintetik (formula Marker) mempunyai kelemahan yaitu jika pi=ps atau ps pi akan menyebabkan (ps-pi)2 = 0, maka nilai MSE-nya akan bernilai negatif. Pada penelitian ini, sebagai solusinya nilai MSE yang bernilai negatif didekati dengan nilai MSE dari pendugaan langsungnya. Adapun MSE (dugaan nilai ragam gerombol) tidak ada yang bernilai negatif, tetapi MSE ini akan baik jika anggota-anggota dalam satu gerombol benar-benar mendekati homogen sedangkan pada analisis gerombol, kehomogenan di dalam satu gerombol bersifat relatif.

Saran

Untuk kajian lebih lanjut perlu diperhatikan :

1. Idealnya digunakan peubah pendukung (auxiliary variable) untuk mengevaluasi penduga sintetik dari tiap gerombol dan mengkaji kehomogenan dari gerombol untuk melihat seberapa jauh pengaruh dari kehomogenan gerombol.

2. Perlu dilakukan evaluasi untuk mengatasi permasalahan hasil survei dengan = 0 atau = 1

DAFTAR PUSTAKA

BPS. 2005. Memahami Data Strategis Yang Dihasilkan BPS. Jakarta : BPS.

Dillon WR, Goldstein M. 1984. Multivariate Analysis Methods and Applications. New York : John Wiley and Sons Inc.

Hair, JFJ, Anderson RE, Tattam RL, Black WC. 1998. Multivariate Data Analysis 5th ed. New Jersey : Prentice-Hall.

Johnson RA, Wichern DW. 2002. Applied Multivariate Statistical Analysis 5th ed. New Jersey : Prentice-Hall.

Jollife IT. 2002. Principal Component Analysis. New York : Springer Verlag. Kurnia A, Notodiputro KA. 2006. Penerapan

Metode Jackknife dalam Pendugaan Area Kecil. Forum Statistika dan Komputasi

ISSN 0853-8115 Vol. 11 No.1.

Longford NT. 2005. Missing Data and Small Area Estimation : Modern Analytical Equipment for the Survey Statistician. New York: Springer Science + Business Media, Inc.

(18)
(19)

1 ,X P

r

2 ,X P

r

3 ,X P

r

Lampiran 1. Scatterplot dan nilai korelasi peubah yang digunakan dalam analisis gerombol

X1 P 90 80 70 60 50 40 30 20 10 0 0.8 0.7 0.6 0.5 0.4 0.3 0.2 0.1 0.0

Scatterplot of P vs X1

X2 P 50 40 30 20 10 0 0.8 0.7 0.6 0.5 0.4 0.3 0.2 0.1 0.0

Scatterplot of P vs X2

X3 P 100 90 80 70 60 50 40 30 20 10 0.75 0.50 0.25 0.00

Scatterplot of P vs X3

Korelasi Xi dengan P

= -0,452

= 0,137

= -0,475

Keterangan :

P = tingkat kemiskinan

X1 = persentase keluarga pengguna telepon

X2 = persentase keluarga prasejahtera dan sejahtera I X3 = pengeluaran per kapita

Lampiran 2. Diagram kotak garis peubah-peubah asal

% k e l te lp 90 80 70 60 50 40 30 20 10 0

Boxplot of %kel telp

% k e l P S & S 1 50 40 30 20 10 0

Boxplot of %kel PS&S1

p e n g e lu a ra n 100 90 80 70 60 50 40 30 20 10

Boxplot of pengeluaran

Lampiran 3. Statistik deskriptif peubah-peubah asal

Peubah N Mean Median StDev Min Max Q1 Q3

X1 36 37,18 38,07 19,37 2,46 80,29 22,60 47,08

X2 36 13,35 11,09 7,59 3,99 45,01 8,74 15,23

X3 36 21,78 19,35 14,50 11,24 95,43 14,63 23,51

Keterangan :

X1 = persentase keluarga pengguna telepon

(20)

Lampiran 4. Data yang diperlukan dalam perhitungan pendugaan

Kode Desa Nama Desa Yi  kel (Mi) mij

10002 PAMOYANAN 12 2438 16

10004 GENTENG 7 1568 16

10008 HARJASARI 5 2686 16

10011 CIPAKU 7 2730 16

10013 BATUTULIS 5 2768 16

10015 EMPANG 1 4236 16

10016 CIKARET 2 3823 16

20002 SINDANGRASA 1 2202 16

20004 KATULAMPA 6 4657 16

20005 BARANANGSIANG 5 6029 16

20006 SUKASARI 6 2791 16

30001 BANTARJATI 5 5082 16

30002 TEGALGUNDIL 2 5930 16

30003 TANAHBARU 6 4326 16

30004 CIMAHPAR 7 3058 16

30006 CIBULUH 1 4692 16

30007 KEDUNGHALANG 7 4440 15

30008 CIPARIGI 5 4691 16

40003 BABAKANPASAR 6 2545 16

40004 TEGALLEGA 2 4339 16

40007 PABATON 1 898 16

40010 KEBONKELAPA 1 2752 16

50001 PASIRMULYA 1 966 16

50003 PASIRJAYA 7 4189 16

50004 GUNUNGBATU 1 4328 16

50006 MENTENG 3 3363 16

50008 CILENDEK BARAT 1 3284 16

50009 SINDANGBARANG 3 2910 16

50012 SITUGEDE 3 1833 16

50014 SEMPLAK 1 2504 16

60001 KEDUNGWARINGIN 4 4377 16

60002 KEDUNGJAYA 1 2680 16

60003 KEBONPEDES 3 4871 16

60005 KEDUNGBADAK 6 5941 32

60009 KAYUMANIS 3 2272 16

60011 KENCANA 11 2154 16

Keterangan :

1. Data banyaknya rumah tangga miskin (Yi) dan rumah tangga contoh tiap desa (mij) berasal dari data SUSENAS 2005.

(21)

Lampiran 5. Data peubah-peubah yang digunakan dalam analisis gerombol

Kode Desa Nama Desa %kel Telp %kel PS&S1 Pengeluaran per kapita (x Rp 10.000 ,-)

10002 PAMOYANAN 16,407 17,760 11,242

10004 GENTENG 3,699 21,046 12,999

10008 HARJASARI 2,457 15,153 14,549

10011 CIPAKU 16,447 8,718 13,336

10013 BATUTULIS 47,905 10,441 20,217

10015 EMPANG 44,618 11,449 23,758

10016 CIKARET 24,850 18,206 20,755

20002 SINDANGRASA 38,601 8,356 22,321

20004 KATULAMPA 26,841 10,329 13,363

20005 BARANANGSIANG 42,296 26,489 16,023

20006 SUKASARI 21,498 11,430 14,865

30001 BANTARJATI 40,319 8,815 16,023

30002 TEGALGUNDIL 72,850 5,750 24,665

30003 TANAHBARU 36,315 7,836 14,893

30004 CIMAHPAR 28,646 13,865 12,590

30006 CIBULUH 23,998 9,058 25,108

30007 KEDUNGHALANG 38,401 9,955 22,765

30008 CIPARIGI 25,837 8,143 13,293

40003 BABAKANPASAR 36,149 14,499 16,328

40004 TEGALLEGA 52,915 6,707 20,131

40007 PABATON 80,290 12,249 95,433

40010 KEBONKELAPA 34,702 8,212 39,072

50001 PASIRMULYA 61,284 15,839 20,207

50003 PASIRJAYA 42,540 14,085 14,291

50004 GUNUNGBATU 42,837 22,112 21,905

50006 MENTENG 76,390 10,437 19,469

50008 CILENDEK BARAT 40,012 6,943 24,878

50009 SINDANGBARANG 37,732 9,450 46,620

50012 SITUGEDE 8,292 25,805 19,228

50014 SEMPLAK 19,968 3,994 24,519

60001 KEDUNGWARINGIN 38,839 45,008 14,941

60002 KEDUNGJAYA 59,366 15,261 24,760

60003 KEBONPEDES 48,245 8,787 16,625

60005 KEDUNGBADAK 67,329 10,756 18,452

60009 KAYUMANIS 22,139 14,393 21,706

60011 KENCANA 17,409 13,138 12,899

Keterangan :

 Peubah-peubah : %kel telp (persentase keluarga pengguna telepon), %kel PS&S1 (persentase keluarga prasejahtera dan sejahtera I) diperoleh dengan merasiokan data asli dengan jumlah rumah tangga di desa ke-i (data PODES).

(22)

Lampiran 6. Nilai korelasi antar peubah dalam analisis gerombol

X1 X2

X2 -0,171

X3 0,448 -0,152

Lampiran 7. Dendogram hasil penggerombolan kelurahan di Kota Bogor

Observations

D

is

ta

n

c

e

21 31 32 23 34 26 13 28 22 33 20 14 12 27 17 8 6 5 30 16 24 19 15 35 7 18 9 36 11 4 25 10 29 3 2 1

5.85

3.90

1.95

0.00

(23)

Lampiran 8. Daftar anggota dan nilai rataan tiap gerombol

Gerombol Desa Nama Desa

1

X

X

2

X

3

10002 PAMOYANAN

1 10004 GENTENG

10008 HARJASARI

7,521 17,986 12,930

2 50012 SITUGEDE 8,292 25,805 19,228

3 20005 BARANANGSIANG

50004 GUNUNGBATU

42,566 24,300 18,964

10011 CIPAKU 20006 SUKASARI 60011 KENCANA 20004 KATULAMPA

4 30008 CIPARIGI

10016 CIKARET 60009 KAYUMANIS 30004 CIMAHPAR 40003 BABAKANPASAR 50003 PASIRJAYA

26,236 12,680 15,342

5 30006 CIBULUH

50014 SEMPLAK

21,983 6,526 24,813

10013 BATUTULIS 10015 EMPANG 20002 SINDANGRASA 30007 KEDUNGHALANG 6 50008 CILENDEK BARAT

30001 BANTARJATI 30003 TANAHBARU 40004 TEGALLEGA 60003 KEBONPEDES

43,037 8,810 20,179

7 40010 KEBONKELAPA

50009 SINDANGBARANG

36,217 8,831 42,846

30002 TEGALGUNDIL

8 50006 MENTENG

60005 KEDUNGBADAK

72,190 8,981 20,862

9 50001 PASIRMULYA

60002 KEDUNGJAYA

60,325 15,550 22,484

10 60001 KEDUNGWARINGIN 38,839 45,008 14,941

11 40007 PABATON 80,290 12,249 95,433

Keterangan :

1

X

= nilai rataan peubah X1 (persentase keluarga pengguna telepon) tiap gerombol.

2

X

= nilai rataan peubah X2 (persentase keluarga prasejahtera dan sejahtera I) tiap gerombol.

3

(24)

Lampiran 9. Nilai dugaan langsung tingkat kemiskinan

Kode Desa Nama Desa Direct Estimation P direct MSE RRMSE

10002 PAMOYANAN 0,75000 0,01242 14,85812 10004 GENTENG 0,43750 0,01624 29,12725 10008 HARJASARI 0,31250 0,01424 38,18285

10011 CIPAKU 0,43750 0,01631 29,19108

10013 BATUTULIS 0,31250 0,01424 38,18624

10015 EMPANG 0,06250 0,00389 99,81096

10016 CIKARET 0,12500 0,00726 68,16990

20002 SINDANGRASA 0,06250 0,00388 99,63603 20004 KATULAMPA 0,37500 0,01557 33,27602 20005 BARANANGSIANG 0,31250 0,01428 38,24623 20006 SUKASARI 0,37500 0,01554 33,23765 30001 BANTARJATI 0,31250 0,01428 38,23675 30002 TEGALGUNDIL 0,12500 0,00727 68,22078 30003 TANAHBARU 0,37500 0,01557 33,27163 30004 CIMAHPAR 0,43750 0,01632 29,20031

30006 CIBULUH 0,06250 0,00389 99,82935

30007 KEDUNGHALANG 0,46667 0,01772 28,52313 30008 CIPARIGI 0,31250 0,01427 38,23172 40003 BABAKANPASAR 0,37500 0,01553 33,22839 40004 TEGALLEGA 0,12500 0,00726 68,18694

40007 PABATON 0,06250 0,00384 99,10513

40010 KEBONKELAPA 0,06250 0,00388 99,70888 50001 PASIRMULYA 0,06250 0,00384 99,16838 50003 PASIRJAYA 0,43750 0,01634 29,22104 50004 GUNUNGBATU 0,06250 0,00389 99,81499

50006 MENTENG 0,18750 0,01011 53,62037

50008 CILENDEK BARAT 0,06250 0,00389 99,75610 50009 SINDANGBARANG 0,06250 0,00388 99,72471 50012 SITUGEDE 0,18750 0,01007 53,51329

50014 SEMPLAK 0,06250 0,00388 99,68000

60001 KEDUNGWARINGIN 0,25000 0,01245 44,63955 60002 KEDUNGJAYA 0,06250 0,00388 99,70105 60003 KEBONPEDES 0,18750 0,01012 53,66004 60005 KEDUNGBADAK 0,18750 0,00489 37,28700 60009 KAYUMANIS 0,18750 0,01008 53,55880

(25)

Lampiran 10. Nilai dugaan dari pendugaan sintetik

Gerombol Desa Nama Desa p(s) MSE MSE1 RRMSE

10002 PAMOYANAN 0,50000 0,01956 0,01956 27,96858 1 10004 GENTENG 0,50000 0,01956 0,01956 27,96858

10008 HARJASARI 0,50000 0,01956 0,01956 27,96858 2 50012 SITUGEDE 0,18750 -0,01007 0,01007* 53,51329 3 20005 BARANANGSIANG 0,18750 0,00871 0,00871 49,78858

50004 GUNUNGBATU 0,18750 0,00871 0,00871 49,78858 10011 CIPAKU 0,37500 0,00936 0,00936 25,79748 20006 SUKASARI 0,37500 0,00936 0,00936 25,79748 60011 KENCANA 0,37500 0,00936 0,00936 25,79748 20004 KATULAMPA 0,37500 0,00936 0,00936 25,79748 4 30008 CIPARIGI 0,37500 0,00936 0,00936 25,79748 10016 CIKARET 0,37500 0,00936 0,00936 25,79748 60009 KAYUMANIS 0,37500 0,00936 0,00936 25,79748 30004 CIMAHPAR 0,37500 0,00936 0,00936 25,79748 40003 BABAKANPASAR 0,37500 0,00936 0,00936 25,79748 50003 PASIRJAYA 0,37500 0,00936 0,00936 25,79748 5 30006 CIBULUH 0,06250 -0,00389 0,00389* 99,82935

50014 SEMPLAK 0,06250 -0,00389 0,00388* 99,68000 10013 BATUTULIS 0,21678 0,01062 0,01062 47,16443 10015 EMPANG 0,21678 0,01062 0,01062 47,16443 20002 SINDANGRASA 0,21678 0,01062 0,01062 47,16443 30007 KEDUNGHALANG 0,21678 0,01062 0,01062 47,16443 6 50008 CILENDEK BARAT 0,21678 0,01062 0,01062 47,16443 30001 BANTARJATI 0,21678 0,01062 0,01062 47,16443 30003 TANAHBARU 0,21678 0,01062 0,01062 47,16443 40004 TEGALLEGA 0,21678 0,01062 0,01062 47,16443 60003 KEBONPEDES 0,21678 0,01062 0,01062 47,16443 7 40010 KEBONKELAPA 0,06250 -0,00388 0,00388* 99,70888 50009 SINDANGBARANG 0,06250 -0,00388 0,00388* 99,72471 30002 TEGALGUNDIL 0,17188 -0,00653 0,00727* 51,16559 8 50006 MENTENG 0,17188 -0,00653 0,01011* 60,32292

60005 KEDUNGBADAK 0,17188 -0,00653 0,00489* 41,94787 9 50001 PASIRMULYA 0,06250 -0,00386 0,00384* 99,16838 60002 KEDUNGJAYA 0,06250 -0,00386 0,00388* 99,70105 10 60001 KEDUNGWARINGIN 0,25000 -0,01245 0,01245* 44,63955 11 40007 PABATON 0,06250 -0,00384 0,00384* 99,10513

Keterangan :

(26)

Lampiran 11. Nilai pendugaan dari pendugaan langsung dan pendugaan tidak langsung

Pendugaan Tidak Langsung Pendugaan Langsung

Sintetik Gerombol Nama Desa

pi RRMSE p(s)

RRMSE (MSE Marker)

RRMSE (MSE=ragam

gerombol) PAMOYANAN 0,75000 14,85812 0,50000 27,96858 14,53409 GENTENG 0,43750 29,12725 0,50000 27,96858 14,53409 1

HARJASARI 0,31250 38,18285 0,50000 27,96858 14,53409 2 SITUGEDE 0,18750 53,51329 0,18750 53,51329 53,51329

BARANANGSIANG 0.31300 38,24623 0,18750 49,78858 37,33002 3

GUNUNGBATU 0,06250 99,81499 0,18750 49,78858 37,33002 CIPAKU 0,43750 29,19108 0,37500 25,79748 10,21333 SUKASARI 0,37500 33,23765 0,37500 25,79748 10,21333 KENCANA 0,68750 17,34299 0,37500 25,79748 10,21333 KATULAMPA 0,37500 33,27602 0,37500 25,79748 10,21333 CIPARIGI 0,31250 38,23172 0,37500 25,79748 10,21333 CIKARET 0,12500 68,16990 0,37500 25,79748 10,21333 KAYUMANIS 0,18750 53,55880 0,37500 25,79748 10,21333 CIMAHPAR 0,43750 29,20031 0,37500 25,79748 10,21333 BABAKANPASAR 0,37500 33,22839 0,37500 25,79748 10,21333 4

PASIRJAYA 0,43750 29,22104 0,37500 25,79748 10,21333 CIBULUH 0,06250 99,82935 0,06250 99,82935 69,40600 5

SEMPLAK 0,06250 99,68000 0,06250 99,68000 69,40600 BATUTULIS 0,31250 99,63603 0,21678 47,16443 15,83783 EMPANG 0,06250 28,52313 0,21678 47,16443 15,83783 SINDANGRASA 0,06250 99,75610 0,21678 47,16443 15,83783 KEDUNGHALANG 0,46667 38,23675 0,21678 47,16443 15,83783 CILENDEK BARAT 0,06250 33,27163 0,21678 47,16443 15,83783 BANTARJATI 0,31250 68,18694 0,21678 47,16443 15,83783 TANAHBARU 0,37500 53,66004 0,21678 47,16443 15,83783 TEGALLEGA 0,12500 68,18694 0,21678 47,16443 15,83783 6

KEBONPEDES 0,18750 53,66004 0,21678 47,16443 15,83783 KEBONKELAPA 0,06250 99,70888 0,06250 99,70888 69,36399 7

SINDANGBARANG 0,06250 99,72471 0,06250 99,72471 69,36399 TEGALGUNDIL 0,12500 68,22078 0,17188 51,16559 28,11257 MENTENG 0,18750 53,62037 0,17188 60,32292 28,11257 8

KEDUNGBADAK 0,18750 37,28700 0,17188 41,94787 28,11257 PASIRMULYA 0,06250 99,16838 0,06250 99,16838 69,25490 9

(27)

ARI LESTARI

DEPARTEMEN STATISTIKA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(28)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Small Area Estimation (SAE) merupakan konsep terpenting dalam pendugaan parameter secara tidak langsung di suatu area yang relatif kecil dalam percontohan survei (Kurnia & Notodiputro, 2006). Metode ini digunakan untuk menduga karakteristik dari subpopulasi (domain yang lebih kecil). Perhatian pada SAE meningkat seiring dengan meningkatnya permintaan pemerintah atau sektor perseorangan dalam memperoleh informasi akurat dengan cepat, tidak hanya untuk domain luas tetapi juga untuk domain yang kecil.

Selama ini pendekatan yang sering digunakan untuk menduga area kecil yaitu pendugaan langsung (direct estimation), tetapi pendugaan ini menghasilkan dugaan parameter yang tingkat keakuratannya rendah. Hal ini terjadi karena ukuran contoh yang relatif kecil sehingga dapat menyebabkan nilai keragaman yang besar. Solusi untuk memperbaiki hal tersebut yaitu dengan cara menghubungkan informasi pada area tersebut dengan area lain melalui model yang tepat. Pendugaan ini dinamakan pendugaan tidak langsung (indirect estimation). Rao (2003) menyebutkan bahwa prosedur pendugaan area kecil pada dasarnya memanfaatkan kekuatan area sekitarnya dan sumber data di luar area yang statistiknya ingin diperoleh.

Pada karya ilmiah ini pembahasan difokuskan pada pendugaan proporsi suatu populasi tentang pendugaan tingkat kemiskinan di Kota Bogor dengan menggunakan metode pendugaan sintetik yang termasuk dalam pendugaan tidak langsung. Pada penelitian ini, metode pendugaan sintetik dilakukan melalui penggerombolan terlebih dahulu tanpa disertai peubah pendukung (auxiliary variable).

Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk :

1. Mengkaji metode pendugaan sintetik pada pendugaan area kecil.

2. Mengaplikasikan metode pendugaan sintetik dalam pendugaan t i n g k a t ke mi s k i n a n di Kota Bogor.

3. Membandingkan keakuratan antara metode pendugaan langsung dengan metode pendugaan sintetik.

TINJAUAN PUSTAKA

Kemiskinan

Penduduk miskin adalah penduduk yang memiliki rata-rata pengeluaran per kapita per bulan di bawah garis kemiskinan. Garis kemiskinan merupakan besarnya nilai pengeluaran (dalam rupiah) untuk memenuhi kebutuhan dasar minimum makanan (batas kecukupan pangan) dan bukan makanan (batas kecukupan non pangan).

Metode yang digunakan untuk mengukur garis kemiskinan terdiri dari dua komponen yaitu Garis Kemiskinan Makanan (GKM) dan Garis Kemiskinan Non Makanan (GKNM), sebagai berikut :

GK = GKM + GKNM

Garis kemiskinan makanan (GKM) merupakan nilai pengeluaran kebutuhan minimum makanan yang disetarakan dengan 2.100 kalori per kapita. Garis kemiskinan non makanan (GKNM) adalah kebutuhan minimum untuk perumahan, sandang, pendidikan, dan kesehatan. Dengan kata lain, seseorang dikatakan miskin apabila tidak mampu memenuhi kebutuhan dasar minimumnya (BPS, 2005).

Pendugaan Area Kecil

Area kecil (small area) didefinisikan sebagai wilayah atau area yang lebih kecil dari suatu wilayah populasi dalam percontohan survei baik berdasarkan geografi, ekonomi, sosial budaya ataupun yang lainnya (Rao, 2003). Suatu daerah disebut area kecil jika ukuran contoh untuk mewakili daerah tersebut relatif kecil.

Pendugaan area kecil merupakan pendugaan suatu area yang ukuran contohnya relatif kecil dengan memanfaatkan informasi dari luar area, informasi dari dalam area itu sendiri, dan dari luar survei (Longford, 2005).

Proses pendugaan suatu area dapat dibagi menjadi dua macam :

1. Pendugaan langsung, yaitu pendugaan hanya menggunakan data contoh dari area yang statistiknya ingin diperoleh.

(29)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Small Area Estimation (SAE) merupakan konsep terpenting dalam pendugaan parameter secara tidak langsung di suatu area yang relatif kecil dalam percontohan survei (Kurnia & Notodiputro, 2006). Metode ini digunakan untuk menduga karakteristik dari subpopulasi (domain yang lebih kecil). Perhatian pada SAE meningkat seiring dengan meningkatnya permintaan pemerintah atau sektor perseorangan dalam memperoleh informasi akurat dengan cepat, tidak hanya untuk domain luas tetapi juga untuk domain yang kecil.

Selama ini pendekatan yang sering digunakan untuk menduga area kecil yaitu pendugaan langsung (direct estimation), tetapi pendugaan ini menghasilkan dugaan parameter yang tingkat keakuratannya rendah. Hal ini terjadi karena ukuran contoh yang relatif kecil sehingga dapat menyebabkan nilai keragaman yang besar. Solusi untuk memperbaiki hal tersebut yaitu dengan cara menghubungkan informasi pada area tersebut dengan area lain melalui model yang tepat. Pendugaan ini dinamakan pendugaan tidak langsung (indirect estimation). Rao (2003) menyebutkan bahwa prosedur pendugaan area kecil pada dasarnya memanfaatkan kekuatan area sekitarnya dan sumber data di luar area yang statistiknya ingin diperoleh.

Pada karya ilmiah ini pembahasan difokuskan pada pendugaan proporsi suatu populasi tentang pendugaan tingkat kemiskinan di Kota Bogor dengan menggunakan metode pendugaan sintetik yang termasuk dalam pendugaan tidak langsung. Pada penelitian ini, metode pendugaan sintetik dilakukan melalui penggerombolan terlebih dahulu tanpa disertai peubah pendukung (auxiliary variable).

Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk :

1. Mengkaji metode pendugaan sintetik pada pendugaan area kecil.

2. Mengaplikasikan metode pendugaan sintetik dalam pendugaan t i n g k a t ke mi s k i n a n di Kota Bogor.

3. Membandingkan keakuratan antara metode pendugaan langsung dengan metode pendugaan sintetik.

TINJAUAN PUSTAKA

Kemiskinan

Penduduk miskin adalah penduduk yang memiliki rata-rata pengeluaran per kapita per bulan di bawah garis kemiskinan. Garis kemiskinan merupakan besarnya nilai pengeluaran (dalam rupiah) untuk memenuhi kebutuhan dasar minimum makanan (batas kecukupan pangan) dan bukan makanan (batas kecukupan non pangan).

Metode yang digunakan untuk mengukur garis kemiskinan terdiri dari dua komponen yaitu Garis Kemiskinan Makanan (GKM) dan Garis Kemiskinan Non Makanan (GKNM), sebagai berikut :

GK = GKM + GKNM

Garis kemiskinan makanan (GKM) merupakan nilai pengeluaran kebutuhan minimum makanan yang disetarakan dengan 2.100 kalori per kapita. Garis kemiskinan non makanan (GKNM) adalah kebutuhan minimum untuk perumahan, sandang, pendidikan, dan kesehatan. Dengan kata lain, seseorang dikatakan miskin apabila tidak mampu memenuhi kebutuhan dasar minimumnya (BPS, 2005).

Pendugaan Area Kecil

Area kecil (small area) didefinisikan sebagai wilayah atau area yang lebih kecil dari suatu wilayah populasi dalam percontohan survei baik berdasarkan geografi, ekonomi, sosial budaya ataupun yang lainnya (Rao, 2003). Suatu daerah disebut area kecil jika ukuran contoh untuk mewakili daerah tersebut relatif kecil.

Pendugaan area kecil merupakan pendugaan suatu area yang ukuran contohnya relatif kecil dengan memanfaatkan informasi dari luar area, informasi dari dalam area itu sendiri, dan dari luar survei (Longford, 2005).

Proses pendugaan suatu area dapat dibagi menjadi dua macam :

1. Pendugaan langsung, yaitu pendugaan hanya menggunakan data contoh dari area yang statistiknya ingin diperoleh.

(30)

Pendugaan Tidak Langsung dan Pendugaan Sintetik

Terdapat dua model pendugaan tidak langsung sederhana untuk menduga proporsi orang miskin pada area kecil, Pi (i = 1,2,...,k).

 Model Nasional (Level Populasi)

Diasumsikan bahwa proporsi kemiskinan pada tiap area kecil sama seperti proporsinya di populasi tersebut.

Pi = P

Kemudian pi *

= p, penduga langsung populasinya.

Model ini tidak memerlukan informasi pendukung. Model lain memakai peubah pendukung dalam pendugaan area kecil.  Model Regional (Level Sub-Populasi)

Diasumsikan bahwa proporsi kemiskinan pada area kecil i sama seperti proporsinya di region tersebut.

Pi = Pr

Kemudian pi* = pr, penduga langsung

regionnya.

Sebuah penduga dikatakan sebagai penduga sintetik jika penduga langsung yang diandalkan untuk sebuah area luas (menutupi beberapa area kecil) digunakan untuk memperoleh sebuah penduga tidak langsung untuk area kecil dengan asumsi area kecil tersebut mempunyai karakteristik yang sama dengan area luasnya (Gonzales (1973) dalam Rao, 2003).

The National Center for Health Statistics

(1968) di USA merupakan pioner dalam penggunaan pendugaan sintetik untuk pengembangan perkiraan negara bagian untuk cacat jasmani dan karakteristik kesehatan lain dari National Health Interview Survey

(NHIS). Ukuran contoh pada negara bagian terbesar terlalu kecil untuk memperoleh nilai dugaan negara bagian secara langsung (Rao, 2003).

Diasumsikan bahwa proporsi kemiskinan di area kecil i pada subgrup h sama dengan proporsi kemiskinan di subgrup h di suatu populasi :

h hi

P

P

Menduga

hi hi hi

i hi

i N N P W P

P h h

    /

dengan :

p

is

W

hi

p

h

h

dengan : hi

N

= jumlah orang pada area kecil ke-i pada subgrup ke-h yang diketahui.

= penduga langsung dari proporsi kemiskinan pada subgrup ke-h di

suatu populasi.

Menduga tingkat kemiskinan

N

i

P

i dengan :

  h h hi s i

ip N p

N

Untuk rataan, asumsi YhiYh, dan menduga

Y

i dengan :

h hi s

i

W

y

y

h

Keakuratan dari penduga sintetik diukur berdasarkan mse(pis) :

mse(pis) = (pis– pi)2– v(pi)

dengan :

(pis– pi)2 = [(pis– Pi) – (pi – Pi)]2

E(pis– pi)2

E(pis– Pi)2 + E(pi – Pi)2

MSE(pi s

) + V(pi)

dengan :

pi = penduga langsung dari Pi pis =

h hip W h

, penduga sintetik dari Pi

Penduga ini dapat menjadi sangat tidak stabil dan dapat memberi nilai negatif jika pi=ps atau ps pi akan menyebabkan (ps-pi)2 = 0.

Sejak diketahui mse(pis) tidak stabil,

Gonzalez dan Waksberg (1973)menggunakan:

 

1 ( ) 1 ) ( 2

    h h i s i s

i v p

I p I p mse

Walau bagaimanapun penduga ini hanya memberikan dugaan MSE rataan, bukan ukuran error untuk setiap area kecil yang diamati.

Marker (1995) menggunakan rumus :

MSE(pis) = V(pis) + B2(pis)

denganV(pis) diduga dengan v(pis) dan B2(pis)

diduga dengan :

b2(pis) = mse(pis)- v(pis)

= 2 )

(pispi - v(pi) - ( )

s i

p v

mse(pis) = v(pis)+ (pispi)2- v(pi) - ( )

s i p v dengan : v(pi s

) = ragam penduga sintetik 2

)

( i

s

i p

p  = rataan selisih proporsi penduga sintetik dan penduga langsung )

(pi

v = rataan ragam penduga langsung

) (pis

v = rataan ragam penduga sintetik

h

(31)

Analisis Gerombol

Analisis gerombol adalah suatu prosedur yang bertujuan untuk menggerombolkan n objek pengamatan menjadi m kelompok (m<n) berdasarkan kesamaan-kesamaan yang dimiliki sehingga keragaman dalam gerombol lebih kecil daripada keragaman antar gerombol (Dillon & Goldstein, 1984).

Prinsip analisis gerombol didasarkan pada ukuran kemiripan atau ketidakmiripan dari setiap individu (objek), yang dinyatakan dalam fungsi jarak (Johnson & Wichern, 2002).

Jarak yang sering digunakan sebagai ukuran kemiripan dua unit pengamatan dalam analisis gerombol adalah jarak Euclid dan jarak Mahalonobis. Jarak Euclid digunakan jika semua peubah tidak saling berkorelasi atau orthogonal (Dillon & Goldstein 1984). Jarak ini didefinisikan sebagai berikut :

1/2

1 2      

p k jk ik

ij x x

d

dengan :

dij = jarak antara objek i dan objek j

xik = nilai objek i pada peubah ke-k

xjk = nilai objek j pada peubah ke-k

p = banyak peubah yang diamati

Kemiripan antara dua unit pengamatan akan semakin dekat jika nilai dij semakin kecil.

Jika satuan pengukuran data tidak sama, maka perlu dilakukan transformasi data awal ke bentuk baku (z) sebelum jarak antar objek dihitung (Johnson & Wichern, 2002). Hal ini dilakukan untuk mengurangi keragaman yang disebabkan oleh beda satuan. Transformasi dibuat dengan persamaan :

j j ij ij

s

x

x

z

dengan x dan

s

j adalah nilai rataan dan simpangan baku peubah ke-j.

Jika terjadi korelasi antar peubah maka dilakukan transformasi terhadap data awal dengan menggunakan Analisis Komponen Utama (AKU). Akan tetapi, menurut Jollife (2002) jarak Euclid antara dua pengamatan dengan atau tanpa transformasi Komponen Utama akan sama bila seluruh komponen utama digunakan.

Jika syarat tadi tidak terpenuhi maka disarankan untuk menggunakan jarak Mahalanobis yang didefinisikan sebagai berikut :

ik jk

 

ik jk

ij

x

x

S

x

x

d

2

' 1

dengan S adalah matriks ragam peragam contoh. Namun tanpa pengetahuan awal dari gerombol yang ada maka nilai S tidak dapat ditentukan (Johnson & Wichern, 2002). Dengan alasan ini maka jarak Euclid lebih sering digunakan dalam analisis gerombol. Metode penggerombolan ada dua, yaitu : 1. Metode gerombol berhirarki

Metode gerombol berhirarki digunakan bila banyaknya gerombol yang akan dibentuk tidak diketahui sebelumnya dan banyaknya amatan tidak besar.

2. Metode gerombol tak berhirarki

Metode gerombol tak berhirarki umumnya digunakan bila banyaknya gerombol yang akan dibentuk telah ditentukan jumlahnya dan banyaknya amatan relatif besar.

Johnson & Wichern (2002) menyatakan bahwa langkah-langkah penggerombolan dari metode penggerombolan berhirarki yang bersifat agglomerative (pengelompokan) adalah sebagai berikut :

1. Dimulai dengan N kelompok yang masing-masing memiliki anggota satu objek dalam bentuk matriks yang berukuran NxN.

2. Cari jarak yang terdekat antara dua kelompok. Misalkan jarak terdekat antara U dan V dilambangkan duv

3. Kemudian gabungkan kelompok U dan V dengan label UV. Perbaiki matriks jarak pada kelompok yang digabung dengan cara : (1) Hapus baris dan kolom yang bersesuaian dengan kelompok U dan V. (2) Tambahkan baris dan kolom yang berisi jarak antara kelompok (UV) dan setiap langkah penggabungan diikuti dengan perbaikan matriks jarak.

4. Ulangi langkah 2 dan 3 sampai N-1 kali, sehingga semua objek berada pada satu kelompok/gerombol.

Menurut Hair et al. (1998) ada lima metode agglomerative yang terkenal yaitu

single linkage, complete linkage, average linkage, centroid linkage, dan ward linkage.

(32)

BAHAN DAN METODE

Bahan

Sumber data yang digunakan pada penelitian ini adalah SUSENAS 2005 dan Potensi Desa (PODES) 2005. Peubah yang diamati dan menjadi perhatian dalam penelitian ini adalah tingkat kemiskinan (P) pada beberapa desa di Kota Bogor tanpa menggunakan peubah pendukung.

Peubah-peubah yang digunakan dalam analisis gerombol yaitu :

X1 = persentase keluarga pengguna telepon (data PODES 2005)

X2 = persentase keluarga prasejahtera dan sejahtera I (data PODES 2005) X3 = pengeluaran per kapita

(data SUSENAS 2005)

Metode

Pada penelitian ini akan dikaji pendugaan langsung dan pendugaan sintetik yang termasuk dalam pendugaan tidak langsung.

Metode yang digunakan pada penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Menduga secara langsung (direct estimation) tingkat kemiskinan masing-masing kelurahan/desa.

2. Melakukan analisis gerombol untuk mengetahui kelurahan/desa yang mempunyai karakteristik sama dalam hal tingkat kemiskinan.

3. Menduga tingkat kemiskinan untuk tiap gerombol.

4. Menduga tingkat kemiskinan masing-masing kelurahan/desa dengan metode pendugaan sintetik.

5. Membandingkan penduga langsung dan penduga sintetik dengan melihat nilai RRMSE (Relative Root Mean Squared Error) yang diperoleh dengan perhitungan sebagai berikut :

RRMSE (

P

ˆ

i) =

 

100% ˆ

ˆ

  

i i

P P S

Software yang digunakan dalam penelitian ini adalah Microsoft Excel dan

Minitab 14.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Eksplorasi dan Deskripsi Data

Peubah yang diasumsikan mempengaruhi dan menggambarkan tingkat kemiskinan dipilih berdasarkan eksplorasi menggunakan

scatterplot dan nilai korelasi Pearson (Lampiran 1). Scatterplot data menunjukkan bahwa desa/kelurahan dengan tingkat kemiskinan yang kecil diindikasikan dengan persentase keluarga pengguna telepon dan pengeluaran per kapita yang besar. Selain itu, desa/kelurahan dengan tingkat kemiskinan yang besar diindikasikan dengan persentase keluarga prasejahtera dan sejahtera I yang besar pula. Berdasarkan eksplorasi, peubah-peubah tersebut cukup sesuai digunakan untuk menggambarkan tingkat kemiskinan.

Diagram kotak garis digunakan untuk mendeskripsikan data peubah asal Xi, i=1,

Gambar

Tabel 1. Nilai dugaan tingkat kemiskinan tiap      gerombol
Tabel 2. Nilai RRMSE untuk setiap pendugaan
Tabel 1. Nilai dugaan tingkat kemiskinan tiap      gerombol
Tabel 2. Nilai RRMSE untuk setiap pendugaan

Referensi

Dokumen terkait

Jawa Timur dan Jawa Tengah (bagian timur) adalah salah satu dari beberapa wilayah di Indonesia dengan sejarah eksploitasi yang cukup panjang. Sejak awal dieksploitasi pada

Pengunjung tengah melihat benih dan hasil panen tomat dan cabe di Stand Pertanian Masuk Kota Bersama Panah Merah Pos Kota’ di arena Flona Lapangan Banteng, Jakarta Pusat,

Untuk memperoleh kepuasan kerja yang optimal pada seorang individu maka perlu dibutuhkan suatu kecerdasan emosional, sehingga tingkat stres fisiologis dan psikologis

Sehubungan dengan Pengumuman Pemilihan Langsung dengan Pascakualifikasi pada tanggal 10 s.d 14 Juni 2013, yang dilaksanakan oleh Pokja ULP - Panitia Pengadaan

[r]

a) Menurut uji coba terhadap antarmuka untuk mengukur tingkat kemudahan penggunaan ( User Friendly ) dengan menggunakan kuesioner dapat disimpulkan jika rata-rata responden

Pasal 1 Ayat 20 KUHAP menjelaskan bahwa “ Penangkapan adalah suatu tindakan penyidik berupa pengekangan sementara waktu kebebasan tersangka atau terdakwa apabila terdapat cukup

Dengan melalui penelitian analisis isi dari Kompas serta Jawa Pos pada pemberitaan Ahmadiyah di Cikesik, diperoleh secara tepat implementasi dilapangan atas obyektivitas pers