• Tidak ada hasil yang ditemukan

Lpl Volume 44, Nomor 3, Desember 2010

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Lpl Volume 44, Nomor 3, Desember 2010"

Copied!
123
0
0

Teks penuh

(1)
(2)
(3)

i ISSN: 0125 - 9644

Volume 44, No. 3, Desember 2010

LEMBARAN PUBLIKASI LEMIGAS (LPL) adalah media untuk mempromosikan kegiatan penelitian dan pengembangan teknologi di bidang minyak dan gas bumi yang telah dilakukan oleh

Pusat Penelitian dan Pengembangan Teknologi Minyak dan Gas Bumi “LEMIGAS”

Alamat Redaksi

Sub Bidang Informasi dan Publikasi, Bidang Afiliasi, Pusat Penelitian dan Pengembangan Teknologi Minyak dan Gas Bumi “LEMIGAS” Jl. Ciledug Raya Kav. 109, Cipulir, Kebayoran Lama, Jakarta Selatan 12230. Tromol Pos : 6022/ KBYB-Jakarta 12120, INDONESIA, STT : No. 119/SK/DITJEN PPG/STT/1976, Telepon : 7394422 - ext. 1222, 1223, 1274, Faks : 62 - 21 - 7246150, E-mail: management@lemigas.esdm.go.id

Majalah Lembaran Publikasi Lemigas (LPL) diterbitkan sejak tahun 1970, 3 kali setahun. Redaksi menerima Naskah Ilmiah tentang hasil-hasil Penelitian, yang erat hubungannya dengan Penelitian Minyak dan Gas Bumi. Lembaran Publikasi LEMIGAS diterbitkan oleh Pusat Penelitian dan Pengembangan Teknologi Minyak dan Gas Bumi “LEMIGAS”. Penanggung Jawab : Dra. Yanni Kussuryani, M.Si., Redaktur : Agus Salim, S.H., M.H.

Pemimpin Redaksi : Dra. Yanni Kussuryani, M.Si. (Kimia) Wakil Pemimpin Redaksi : Agus Salim, S.H., M.H. (Hukum Ekonomi) Redaktur Pelaksana : Drs. Heribertus Joko Kristadi, M.Si. (Geofisika)

Mitra Bestari : 1. Prof. Dr. Ir. Septoratno Siregar (Teknik Perminyakan) 2. Prof. Dr. Wahjudi Wisaksono (Energi dan Lingkungan) 3. Prof. Dr. R.P. Koesoemadinata (Teknik Geologi) 4. Ir. E. Jasjfi, M.Sc, APU. (Teknik Kimia)

5. Dr. Ir. M. Kholil, M.Kom. (Manajemen Lingkungan) Dewan Redaksi : 1. Dr. Ir. Noegroho Hadi Hs., APU. (Teknik Kimia)

2. Prof. (R). Dr. Maizar Rahman (Teknik Kimia) 3. Prof. (R). Dr. Suprajitno Munadi (Geofisika) 4. Prof. (R). Dr. E. Suhardono (Kimia Industri)

Redaksi : 1. Ir. Bambang Wicaksono T.M., M.Sc. (Geologi Perminyakan) 2. Dr. Ir. Ego Syahrial, M.Sc. (Teknik Perminyakan)

3. Prof. (R). M. Udiharto (Biologi) 4. Drs. Mardono, MM. (Teknik Kimia)

5. Dr. Ir. Usman, M.Eng. (Teknik Perminyakan) 6. Abdul Haris, S.Si., M.Si. (Lingkungan dan Kimia)

7. Ir. Yusep K Caryana, M.Sc. (Manajemen dan Teknik Gas)

Sekretaris : 1. Ngadimun

2. Rasikin

Penerbit : Bidang Afiliasi, Pusat Penelitian dan Pengembangan Teknologi Minyak dan Gas Bumi “LEMIGAS”

(4)

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR ISI i

LEMBAR SARI DAN ABSTRACT iii

POTENSI PERAN KAWASAN JAWA TIMUR/TENGAH DALAM PRODUKSI MINYAK DAN GAS BUMI NASIONAL: SEBUAH KAJIAN ATAS KINERJA, PELUANG, TANTANGAN, DAN PROYEKSINYA

Oleh: Bambang Widarsono 215 - 226

STUDI PENYEBAB SCALE DI LAPANGAN-LAPANGAN MINYAK SUMATRA

Oleh: Akhdan W. Setiaprihadi, Supriyadi dan Dwi Sartati 227 - 245 PENGEMBANGAN SIMULASI DISTRIBUSI REKAHAN PADA RESERVOIR REKAH

ALAMI BERDASARKAN DATA PRODUKSI

Oleh: Arie Haans dan Usman 246 - 252

PEMECAHAN GELOMBANG-S AKUSTIK SEBAGAI INDIKASI ORIENTASI UMUM REKAHAN PADA RESERVOIR METANA BATUBARA

Oleh: Bambang Widarsono 253 - 262

PENGEMBANGAN DAN APLIKASI SIMULATOR RESERVOIR UNTUK SIMULASI PERKOLASI GAS PADA RESERVOIR BERTENAGA DORONG GAS TERLARUT

Oleh: Usman 263 - 272

EFEK PAH DALAM MINYAK SOLAR TERHADAP KINERJA DAN EMISI GAS BUANG MESIN DIESEL INJEKSI LANGSUNG

Oleh: Djainuddin Semar 273 - 284

ANALISIS KANDUNGAN PARTIKEL PENGOTOR PADA MINYAK LUMAS KENDARAAN

oleh: Milda Fibria dan Rona Malam Karina 285 - 290

KAJIAN KELAYAKAN GAS BUMI UNTUK PABRIK PUPUK SKALA KECIL

oleh: Paramita Widiastuti dan Aziz Masykur Lubad 291 - 298

KOMPATIBILITAS CAMPURAN MINYAK LUMAS DASAR JENIS MINERAL DENGAN MINYAK NABATI SEBAGAI MINYAK LUMAS DASAR PELUMAS MESIN KENDARAAN BERMOTOR

oleh: Rona Malam Karina dan Catur Yuliani R 299 - 306

PROGRAM NASIONAL BIOFUEL DAN REALITASNYA DI INDONESIA

oleh: Aziz Masykur Lubad dan Paramita Widiastuti 307 - 318

(5)

iii

ISSN : 0125 - 9644 Terbit : Desember 2010

Bambang Widarsono (Peneliti Madya pada Pusat Penelitian dan Pengembangan Teknologi Minyak dan Gas Bumi “LEMIGAS”)

Potensi Peran Kawasan Jawa Timur/Tengah dalam Produksi Minyak dan Gas Bumi Nasional: Sebuah Kajian Atas Kinerja, Peluang, Tantangan, dan Proyeksinya

LPL Vol. 44 No. 3, Desember 2010 hal. 215 - 226 S A R I

Jawa Timur dan Jawa Tengah (bagian timur) adalah salah satu dari beberapa wilayah di Indonesia dengan sejarah eksploitasi yang cukup panjang. Sejak awal dieksploitasi pada awal-awal dasawarsa 1890-an kawas1890-an ini memiliki nilai keekonomi1890-an y1890-ang cukup strategis. Setelah sekian lama nilai strategisnya tertutupi oleh kegiatan eksplorasi dan produksi di wilayah-wilayah lain di Indonesia, dekade 1980-an menandai mulai bangkitnya industri minyak dan gas bumi di Jawa Timur/Tengah dengan penemuan akumulasi gas di kawasan Pagerungan. Penemuan ini kemudian diikuti dengan penemuan-penemuan lain dalam tiga dasawarsa terakhir ini. Tulisan ini menyajikan analisis atas berbagai aspek potensi Jawa Timur/Tengah sebagai kawasan produsen minyak dan gas bumi yaitu sejarah produksi, sejarah perkembangan cadangan, distribusi cadangan, kinerja produksi individual lapangan, komposisi produksi secara keseluruhan, proyeksi produksi, dan tantangan-tantangan yang harus diatasi. Hasil kajian atas seluruh data dan informasi menunjukkan bahwa kawasan ini dapat meningkatkan kontribusinya terhadap produksi nasional dari masing-masing 5,7% dan 4% untuk minyak dan gas pada saat ini menjadi sekitar 25% pada tahun 2014 untuk minyak dan sekitar 12% pada tahun 2012 untuk gas. Untuk itu ada beberapa kendala semi-teknis dan non-teknis yang harus diatasi yang sampai saat ini belum dapat sepenuhnya diatasi. Beberapa kesimpulan yang penting termasuk masih tingginya potensi produksi kawasan, perlunya

Kata Kunci yang dicantumkan adalah istilah bebas. Lembaran Abstrak ini boleh disalin tanpa izin dan biaya. mengakselerasi kegiatan eksplorasi untuk menggantikan cadangan yang telah atau akan segera diproduksikan, dan perlu dicermatinya pengelolaan eksploitasi gas yang lebih dari separuh cadangannya adalah gas dari tipe associated dan sebagian besar berada pada lokasi-lokasi di lepas pantai.

Kata kunci: Jawa Timur/Tengah, potensi produksi, kinerja produksi, tantangan dan kendala, proyeksi produksi, peningkatan kontribusi pada produksi nasional

ABSTRACT

East and Central Java provinces are ones of Indonesian territories that have undergone very long history of petroleum production. As early as 1890’s the region had played a strategic eco-nomics role. After the region’s eclipse among other regions’ production contributions the de-cade of 1980s had marked the region’s signifi-cance with the discovery of Pagerungan produc-tive region. This discovery was followed with other significant gas discoveries in the last re-cent three decades. This article presents an analy-sis on the region’s various potential aspects in-cluding production history, development of re-serves, reserves distribution, production perfor-mance of individual field, production composi-tion in general, produccomposi-tion forecast, and chal-lenges that have to be dealt with. Overall analy-sis has shown that this region can lift its contri-bution to national production from 5.7% and 4% for oil and gas, respectively, to 25% in 2014 for oil and around 12% in 2012 for gas. In order to achieve these goals there are several semi-tech-nical and non-techsemi-tech-nical constraints that have not been solved so far. Some important conclusions include the high potential still shown by the gion, the need to accelerate exploration to re-place existing reserves, and the need to pay at-tention on gas production management, which

(6)

re-Author

Key words: East/Central Java, potential

produc-tion, production performance, challenges and con-straints, production projection, improvement on contribution to national production

Akhdan W Setiaprihadi1), Supriyadi2) dan Dwi Sartati Dewayanti3) (Peneliti Pertama1), Perekayasa Muda2), Pengkaji Teknologi3) pada Pusat Penelitian dan Pengembangan Teknologi Minyak dan Gas Bumi “LEMIGAS”)

Studi Penyebab Scale di Lapangan-lapangan Minyak Sumatra

LPL Vol. 44 No. 3, Desember 2010 hal. 227 - 245 S A R I

Scale merupakan problem yang banyak dijumpai sebagai salah satu penyebab beberapa masalah dalam produksi migas di Indonesia karena dapat menyebabkan: kerusakan formasi, penyumbatan pada tubing, lubang sumur atau lubang perforasi, dan penyumbatan pada pipa salur. Untuk itu dilakukan kajian penyebab terjadinya scale, teknik pencegahan dan penanganan scale pada lapangan migas yang mempunyai tendensi terbentuknya scale di kawasan P. Sumatra dengan menggunakan metodologi sebagai berikut: Survei dan pengambilan percontoh, Analisis kimia, Analisis Tendensi dan Evaluasi pemakaian scale inhibitor dan penanganan scale yang sudah terbentuk. Pendekatan dari studi meliputi pengumpulan data, sam-pling, pengujian laboratorium, dan tinjauan referensi. Sampling dilakukan di daerah Sumatra Selatan, termasuk pengambilan percontoh dari inhibitor yang digunakan. Analisis kimia dilakukan untuk memprediksi terjadinya scale. Uji laboratorium dilakukan untuk menguji efektivitas penggunaan scale inhibitor. Studi literatur dilakukan untuk mengumpulkan metode penanganan dalam mengatasi scale.

Studi ini diharapkan untuk membantu perusahaan operator minyak dan gas di daerah Sumatra dan Pemerintah Indonesia dalam menangani masalah scale dengan memilih scale inhibitor yang efektif dan sesuai dengan karakteristik scale di Sumatra.

in Indonesia, resulting in formation damage, wellbore, tubing and perforation blockage, and flowline plugging. To overcome the problem, a study has been conducted to analyze the cause of scale formation, scale prevention, and remedial. The approach of the study includes data collection, sampling, laboratory testing, and references re-view. Sampling was conducted in South Sumatra Region, including inhibitor collection. Chemical analyses were conducted to predict scaling ten-dencies and laboratory test was conducted to evaluate the effectiveness of the scale inhibitor. Literature study was conducted to collect the re-medial method for scale rere-medial.

This study is expected to help oil and gas op-erator in Sumatra region to overcome the scale problem, and assist the Government of Indonesia to choose the effective scale inhibitor that suit-able with the characteristics of the scale in Sumatra.

Author

Key words: Scale; Lapangan minyak Sumatera;

Analisa Air; Tendensi; Scale Inhibitor.

Arie Haans1) dan Usman2) (Calon Peneliti1), Peneliti Muda2) pada Pusat Penelitian dan Pengembangan Teknologi Minyak dan Gas Bumi “LEMIGAS”) Pengembangan Simulasi Distribusi Rekahan pada Reservoir Rekah Alami Berdasarkan Data Produksi

LPL Vol. 44 No. 3, Desember 2010 hal. 246 - 252 S A R I

Reservoir rekah alami umumnya dicirikan oleh karakteristik double-porosity di mana primary po-rosity merepresentasikan porositas matriks dan sec-ondary porosity merepresentasikan porositas rekahan. Pada double-porosity model diasumsikan terdapat dua region dengan porositas dan permeabilitas yang berbeda dalam suatu formasi. Warren dan Root memperkenalkan dua karakteristik parameter yang mengontrol perilaku suatu sistem double-porosity. Kedua parameter tersebut adalah interporosity flow

(7)

v coeficient (λ) menggambarkan kemampuan fluida

mengalir dari primary porosity ke secondary poros-ity dan storativporos-ity (ω) menggambarkan rasio kapasitas simpan secondary prosity terhadap total pori.

Kedua karakteristik rekahan tersebut selama ini diperoleh dari data tes sumuran. Pada makalah ini penulis mengembangkan suatu metode penentuan karakteristik rekahan berdasarkan data produksi dengan menggunakan metode central difference dan trapezoid-second derivative. Metode geostatistik digunakan dalam menyebarkan krakteristik rekahan tersebut. Data produksi yang digunakan adalah data laju alir dan atau data water cut. Reservoir rekah alami ditandai dengan laju produksi periode awal yang tinggi, kemudian turun secara cepat dengan slope data yang curam. Periode penurunan ini merepresentasikan kontribusi parameter λ. Hasil yang diperoleh dari metode ini perlu dikorelasikan dengan hasil dari uji sumur.

Kata Kunci : reservoir rekah, lambda, omega, double-porosity, geostatistik, distribusi rekahan.

ABSTRACT

Naturally fractured reservoirs are typically characterized by a double-porosity behavior in which a primary porosity that represents the ma-trix and a secondary porosity that represents the fracture system. The double-porosity model as-sumes two porous regions of distinctly different porosities and permeabilities within the formation. Warrant and Root indicated that the two charac-teristic parameters control the behavior of double-porosity systems. There are interdouble-porosity flow co-efficient (λ) which describes the ability of the fluid to flow from the matrix into the fracture and the storativity (ω) which describes the storativity of the fracture as a ratio to the total reservoir.

Both characteristic parameters are usually derived from the well test data. In this paper, the authors developed a method to describe the frac-ture characteristic based on production data us-ing the central difference method and the trezoid-second derivatives. Geostatistic method ap-plied to distribute the obtained fracture charac-teristic. The flow rate data and or the water cut data were used. Naturally fractured reservoir char-acterized by initial high production, then declines very quickly. This decline period suggests the con-tribution of λ parameter. The results obtained by

this methode should be correlated with the results derived from well test.

Author

Keywords : geostatistic, carbonate reservoir,

frac-ture distribution, dual porosity

Bambang Widarsono (Peneliti Madya pada Pusat Penelitian dan Pengembangan Teknologi Minyak dan Gas Bumi “LEMIGAS”)

Pemecahan Gelombang-S Akustik Sebagai Indikasi Orientasi Umum Rekahan pada Res-ervoir Gas Metana Batubara

LPL Vol. 44 No. 3, Desember 2010 hal. 253 - 262 S A R I

Rekahan muka (face cleat) pada batubara memainkan peran yang sangat penting dalam produksi gas metana batubara (GMB). Informasi atas orientasi dari rekahan-rekahan tersebut memiliki arti yang sangat penting dalam penempatan sumur produksi dan perekahan hidraulik dalam rangka pemaksimalan produksi GMB. Pemecahan gelombang-S akustik (PGSA) diketahui sebagai fenomena yang terjadi pada saat gelombang-S menemui seperangkat rekahan dalam bentuk terpecahnya gelombang tersebut menjadi dua gelombang-S yang berpropagasi dengan kecepatan yang berbeda. Penjajagan atas perangkat uji akustik laboratorium yang digunakan dalam studi ini ternyata memungkinkan untuk diamatinya fenomena ini. Dengan menggunakan tiga percontoh batubara yang diambil dari sebuah sumur produksi berhasil ditentukan orientasi dari rekahan-rekahan muka pada interior dari percontoh-percontoh tersebut. Hasil-hasil lain yang diperoleh dari studi ini adalah kesimpulan berupa bukti nyata terjadinya fenomena PGSA pada batubara, kurang baiknya signal gelombang-S pada batubara sehingga membutuhkan kecermatan dalam analisis, dan bergunanya metode ini untuk batubara yang memiliki rekahan halus dan tidak terdeteksi secara visual. Kelebihan yang dimiliki metode ini dapat melengkapi metode-metode yang sudah ada bagi pendeskripsian reservoir GMB. Kata kunci: gas metan batubara, rekahan muka (face cleat) batubara, orientasi, pemecahan gelombang-S akustik, uji laboratorium, optimasi produksi.

(8)

in coal bed methane (CBM) production. Infor-mation over the cleats’ orientation is regarded as very useful for supporting effectve well em-placement and success of the well’s subsequent hydraulic fracuring implementation. Shear wave (S-wave) splitting is known as a phenomenon occurs when a single wave is split into two S-waves travelling at different velocities when it encounters a set of oriented cracks. Investiga-tion over a set of laboratory acoustic equipment has proved that this S-wave splitting phenom-enon indeed occurs and it can be used to deter-mine crack orientation of a tested sample. Tests over three deep coal samples taken from a verti-cal production well have clearly resulted in ori-entation of the face cleats in the samples’ inte-rior. Other results from the study are proof of the occurrence of S-wave splitting in coal, low quality S-wave signals due to energy attenua-tion that requires careful observaattenua-tion and analy-sis, and evidence of the usefulness of this tech-nique for coals having very fine and virtually invisible cracks. The advantages shown by this technique make it useful as a supporting source of information to the existing/traditional coal bed methane reservoir description tools.

Author

Keywords: coal bed methane, face cleats,

ori-entation, acoustic S-wave splitting, laboratory test, production optimization

Pengembangan dan Aplikasi Simulator Reservoir untuk Simulasi Perkolasi Gas pada Reservoir Bertenaga Dorong Gas Terlarut

LPL Vol. 44 No. 3, Desember 2010 hal. 263 - 272 S A R I

Pada tahap awal deplesi reservoir akan terjadi penurunan tekanan di bagian bawah kolom minyak secara progresf hingga lebih rendah dari tekanan titik didih. Jika produksi terus berlanjut akan menghasilkan evolusi gas terlarut sepanjang kolom minyak. Gas ini kemudian menerobos menuju bagian atas reservoir karena perbedaan densitas minyak dan gas. Fenomena ini dikenal sebagai perkolasi gas. Dengan viskositas gas yang rendah, laju alir perkolasi gas ini ke kolom atas akan menjadi sangat besar. Perkolasi gas pada finite difference simulasi reservoir bertenaga dorong gas terlarut dengan sejumlah grid arah vertikal dapat menyebabkan hasil perhitungan numerik saturasi gas negatif diakhir time step. Hal ini disebabkan karena gas yang keluar dari grid tersebut lebih besar dari akumulasi gas yang ada dalam grid.

Dalam penelitian ini telah dikembangkan simulator reservoir untuk simulasi perkolasi gas pada reservoir bertenaga dorong gas terlarut. Validasi simulator yang dikembangkan dilakukan dengan membandingkan hasil simulasi reservoir homogen dua fasa minyak dan gas pada sistem tiga dimensi. Stabilitas numerik simulator yang dikembangkan telah diuji dengan melakukan beberapa simulasi untuk investigasi pengaruh laju aliran produksi minyak terhadap perbandingan produksi gas dan minyak.

Kata kunci: simulator reservoir, finite difference, perkolasi gas, tenaga dorong gas terlarut

ABSTRACT

During the early stage of reservoir depletion, pressure falls below bubble point in progressively lower regions of the oil column. Continuing pro-duction results in evolution of dissolved gas throughout the oil column. This gas then percolates upwards toward the top of the reservoir due to the difference in oil and gas densities. Since the gas viscosity is low, the upward flow rate of gas is of-ten high enough. The gas percolation problem in

(9)

vii finite difference simulation of solution gas drive

reservoirs with a number of grids in the vertical direction results numerically calculated negative gas saturation at the end of the time step. This is caused by the fact that more gas may flow out of the grid than actually accumulated in that grid.

A reservoir simulator for gas percolation prob-lem occurs in simulation of solution gas drive res-ervoirs was developed in this research. The devel-oped simulator is validated by comparing the simu-lation results of three-dimensional, two-phase oil and gas flows in homogeneous reservoir. Numeri-cal stability of developed simulator was tested through simulation runs to investigate the effect of oil production rate on the gas oil ratio

Author

Key words: reservoir simulator, finite difference,

gas percolation, solution gas drive

Djainuddin Semar (Peneliti Madya pada Pusat Penelitian dan Pengembangan Teknologi Minyak dan Gas Bumi “LEMIGAS”)

Efek PAH dalam Minyak Solar terhadap Kinerja dan Emisi Gas Buang Mesin Diesel Injeksi Langsung

LPL Vol. 44 No. 3, Desember 2010 hal. 273 - 284 S A R I

Kandungan hidrokarbon poliaromatik (PAH) dalam minyak Solar 48 Indonsia harus dibatasi, karena PAH bersifat karsinogen dan berpengaruh terhadap kinerja mesin dan kadar emisi gas buang (nitrogen oksida dan opasitas). Spesifikasi bahan bakar diesel Jepang (JIS K 2204), India (SIAM), Eropa (EURO) masing-masing menetapkan batasan kandungan PAH maksimum 11 % volume.

Penelitian dilaksanakan mengunakan tiga formula minyak solar masing-masing diberi kode MS-0, MS-1, MS-2 dan komposisi kandungan PAH setiap percontoh diatur bervariasi.

Pengaruh beberapa variasi kandungan PAH dalam minyak solar terhadap sifat-sifat fisika kimia dan kinerja mesin akan diuraikan dalam makalah ini.

Kata kunci: Kandungan PAH, mesin diesel, kinerja

ABSTRACT

Polycyclic aromatic hydrocarbons (PAH) in Indonesia diesel fuels 48 CN (Solar48) should be restricted due to its influencies to the engine performance and emission of nitrogen oxide and opacity.

According to specification of diesel fuels in Japan (JIS K 2204), India (SIAM) and Europe (EURO), maximum PAH content is 11% volume.

The study was conducted by using three kinds of diesel fuels such as MS-0, MS-1 and MS-2 with each has a different PAH content. Those three samples is tested for their physicall- chemical characteristics on multicylinder test bench.

Effect of several volume varieties of PAH con-tent in diesel fuel againts physical chemical test result and engine performance test result will be discussed in this paper.

Author

Keyword: PAH content, diesel fuel, performance.

Milda Fibria1), Rona Malam Karina2) (Peneliti Pertama1), Peneliti Madya2) pada Pusat Penelitian dan Pengembangan Teknologi Minyak dan Gas Bumi “LEMIGAS”)

Analisis Kandungan Partikel Pengotor pada Minyak Lumas Kendaraan

LPL Vol. 44 No. 3, Desember 2010 hal. 285 - 290 S A R I

Dalam penelitian ini dilakukan pengujian terhadap minyak lumas kendaraan yang beredar di pasaran untuk melihat tingkat kebersihan minyak lumas di In-donesia. Pengujian karakteristik fisika–kimia pelumas dilakukan dengan menggunakan alat uji Contamina-tion Control System (CCS2) dengan mengacu pada spesifikasi ISO 4406. Hasilnya adalah bahwa dari beberapa sampel pelumas yang diuji terdapat pelumas dengan kandungan pertikel kontaminasi berukuran 4μm sampai dengan 37μm dengan jumlah yang melebihi batas maksimum spesifikasi. Kandungan partikel dalam jumlah berlebih dapat menyebabkan berkurangnya kinerja mesin kendaraan. Oleh sebab itu diharapkan indusri pelumas harus lebih memperhatikan aspek kebersihan pelumasnya. Kata kunci : pelumas, kontaminasi, partikel, kebersihan.

(10)

cation oil have been tested to obtain a figure about the cleanliness of lubricant oils in Indonesia. The test was conducted by examining the physicall-chemical characteristics of the oils using CCS2 instrument with ISO 4406 as the reference. The re-sult of this research showed that in 100 ml lubri-cant oil, contaminants with the size between 4 μm and 37 μm are found and their number exceeds 100,000 particles above the maximum limit. This shows that the lubricant oil industry in Indonesia has not pay adequate attention to the cleanliness of its products. Therefore, necessary governmen-tal policy regarding the standards related to this issue must be established.

Auhthor Keywords: lube oil, contaminations, particle, clean-liness.

Paramita Widiastuti1) dan Aziz Masykur Lubad1) (Peneliti Pertama1) pada Pusat Penelitian dan Pengembangan Teknologi Minyak dan Gas Bumi “LEMIGAS”)

Kajian Kelayakan Gas Suar Bakar untuk Pabrik Pupuk Skala Kecil

LPL Vol. 44 No. 3, Desember 2010 hal. 291 - 298 S A R I

Volume gas suar bakar di Indonesia masih cukup besar, yakni sekitar 310,7 MMSCFD atau sekitar 3,9% dari total utilisasi gas Indonesia (status 2008). Gas suar bakar merupakan gas buangan dari hasil operasi nor-mal kilang, petrokimia, dan fasilitas operasi lainnya yang disalurkan untuk dibakar. Pembakaran gas sisa ini merupakan pemborosan energi dan meningkatkan CO2 di atmosfer.

Pemanfaatan gas suar bakar ini seringkali terkendala oleh volume gas yang relatif kecil dan menyebar serta jauh dari infrastruktur pipa transmisi atau distribusi. Dengan adanya kendala-kendala tersebut maka opsi-opsi lain untuk pemanfaatan gas suar bakar masih sangat diperlukan. Gas suar bakar dan gas dari lapangan marjinal dapat dimanfaatkan sebagai bahan baku untuk pabrik pupuk.

lapangan dan evaluasi data, studi literatur, pemilihan teknologi, rancangan diagram alir proses dan perhitungan keekonomian.

Rancangan kapasitas untuk pabrik pupuk dapat dibagi menjadi skala kecil, medium atau besar. Pada kajian ini, pabrik pupuk didesain sebagai pabrik pupuk skala kecil dengan kapasitas gas umpan sebesar 3,5-8,5 MMSCFD. Pembuatan pupuk urea dapat dibagi menjadi unit amonia dan unit urea. Simulasi proses pabrik pupuk skala kecil ini dibuat dengan pendekatan pada sistem pembuatan amonia dan urea secara konvensional.

Berdasarkan hasil simulasi untuk kapasitas gas 5 MMSCFD, unit amonia memproduksi 223 ton amonia/hari dan unit urea menghasilkan 380 ton urea/ hari. Perhitungan keekonomian dilakukan pada empat skenario gas umpan antara 3,5-8,5 MMSCFD dan harga urea 380 US$/ton. Asumsi yang digunakan adalah debt-equity ratio 30% discount rate 11% dengan daya beli gas umpan sebesar US$1-US$3/ MMBTU. Pengembangan pabrik pupuk skala kecil cukup layak dikembangkan pada skenario tertentu, yakni skenario dengan laju alir gas di atas 6,5 MMSCFD, memberikan nilai IRR masih di atas nilai bunga bank yakni 11% dan nilai NPV dari pembangunan ini positif.

Kata Kunci: pabrik pupuk, skala kecil

ABSTRACT

The volume of flare gas in Indonesia is still quite large, that is 310.7 MMSCFD or about 3.9% from the Indonesian total gas utilization. Flare gas is waste gas resulted from normal op-eration in refineries, petrochemical plant, and others operating facilities that is flown to the flare system. Gas flaring is wasting energy and in-creasing CO2 to the atmosphere.

Flare gas utilization is obstacled by the gas volume which is relatively small and its location are spread and far from the transmission pipe infrastructure or distribution. One of the options to use flare gas is still needed. Flare gas and gas from marginal fields would be as raw material for fertilizer plant.

(11)

ix The objective of this study is to review small

scale natural gas utilization for small scale fertil-izer plant. The methodology of this study is field survey and data evaluation, literature study, tech-nology review, review of ammonia and urea pro-cess, process simulation, and pra-feasibility study which include the economic calculation.

In this study, small scale fertilizer plant is de-signed with 5 MMSCFD feed gas. The process to make urea fertilizer can be divided into ammonia and urea units. Based on simulation result using conventional process design, the fertilizer plant in this study produces 223 ton/day ammonia and 380 ton/day urea.

Economic calculation has been carried out to develop four scenario of 3.5-8.5MMSCFD feed gas capacity with assumption of gas umpan will-ingness to pay around US$ 1 to US$ 3/MMBTU. The development of small scale fertilizer plant is feasible in the scenario above 6.5 MMSCFD feed gas capacity resulting in IRR above bank interest of 11% and positive NPV.

Author

Key words: fertilizer plant, small scale

Rona Malam Karina1), Catur Yuliani R.2) (Peneliti Muda1), Peneliti Pertama2) pada Pusat Penelitian dan Pengembangan Teknologi Minyak dan Gas Bumi “LEMIGAS”)

Kompatibilitas Campuran Minyak Lumas Dasar Jenis Mineral dengan Minyak Nabati sebagai Minyak Lumas Dasar Pelumas Mesin Kendaraan Bermotor

LPL Vol. 44 No. 3, Desember 2010 hal. 299 - 306 S A R I

Minyak lumas sangat berperan dalam dunia industri automotif. Saat ini kebutuhan akan minyak lumas meningkat dalam tingkat konsumsi maupun persyaratan teknis seiring dengan meningkatnya jumlah pemakai minyak lumas dan persyaratan yang dibutuhkan oleh mesin kendaraan bermotor. Minyak jarak yang diperoleh dari Ricinus communis telah lama digunakan sebagai bahan pengganti minyak lumas dasar mineral karena minyak jarak memiliki karakteristik (termasuk biodegradasi) sangat baik dibanding minyak lumas dasar lain. Pencampuran minyak jarak dengan minyak lumas

sintetik dan minyak lumas dasar mineral diharapkan dapat meningkatkan kualitas minyak lumas dasar, di mana karakteristik minyak lumas dasar mineral telah diketahui. Oleh karena itu, penelitian ini dilaksanakan dengan cara mencampur minyak lumas dasar sintetik dan minyak lumas dasar mineral dengan minyak nabati agar kualitas minyak lumas dasar campuran dapat meningkat. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kompatibilitas melalui uji karakteristik fisika-kimia dan uji semi unjuk kerja dari campuran minyak nabati hasil sintesis dan minyak lumas dasar mineral.

Penelitian ini menggunakan tiga macam minyak lumas dasar, yaitu dua minyak lumas dasar mineral jenis high viscosity index dan satu minyak lumas dasar sintetik. Pecampuran dilakukan berdasarkan perbandingan % (w/w) minyak nabati hasil sintesis terhadap minyak mineral. Konsentrasi minyak nabati hasil sintesis yang dibuat pada percobaan ini, yaitu 0%, 4%, 8%, 12%, serta 15%. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pencampuran minyak nabati hasil sintesis ke dalam base oil jenis mineral dapat memperbaiki 3 karakteristik base oil mineral tersebut , yaitu total acid number (TAN) , indeks viskositas, dan ketahanan terhadap keausan. Namun dilihat dari kelarutan, kedua campuran antara minyak nabati dan minyak mineral tidak dapat larut dengan baik karena perbedaan kepolarannya. Oleh karena itu, untuk menghasilkan kompatibilitas yang sempurna sehingga perlu ditambahkan aditif emusifier.

Kata kunci : kompatibilitas, minyak nabati, tersintesa, minyak lumas dasar, minyak lumas kendaraan

ABSTRACT

Lube oil plays a very important role in auto-motive industries. The demand of lube oil is in-creasing in consumption rate and technical speci-fication along with the improvement number of lube oil user and engine requirement. Castor oil derived from Ricinus communis is an alternative to replace mineral base oil because of its lubri-cant characteristics and biodegradability. An im-provement on quality of mineral base oils is ex-pected if it is mixed with synthesized castor oil, which has been recognized having better char-acteristics than mineral base oil. Hence, a re-search was conducted to mixed synthesized

(12)

cas-characteristics, and semi-performance character-istics of synthesized castor and mineral base oil mixture.

Three kinds of mineral base oils used in this research, those were two types of High Viscosity Index mineral base oil and a type of synthetic mineral base oil. The mixture were in % (w/w) synthesized castor oil in mineral base. There were 5 combinations of percentage in this study i.e. 0%, 4%, 8%, 12% and 15%. The results showed that synthesized castor oil increment in mineral base oil improved 3 characteristics of mineral base oil i.e., total acid number(TAN), viscosity index and wear prevention characteristics, however mixing step showed that synthesized castor oil could not be completely mixed with mineral base oil because of their difference in polarity. Therefore, in or-der to get the perfect compatibility, emulsifier additive which can resist separation, need to be added to the mixture.

Author

Keywords : compatibility, synthesized castor oil,

base oil, engine oil.

Aziz Masykur Lubad1) dan Paramita Widiastuti1) (Peneliti Pertama pada Pusat Penelitian dan Pengembangan Teknologi Minyak dan Gas Bumi “LEMIGAS”)

Program Nasional Biofuel dan Realitasnya di Indonesia

LPL Vol. 44 No. 3, Desember 2010 hal. 307 - 318 S A R I

Hingga saat ini, Indonesia masih sangat bergantung pada bahan bakar berbasis fosil sebagai sumber energi. Berdasarkan data dari Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral, sisa cadangan minyak mentah Indonesia hanya sekitar 9 miliar rel. Jika dengan laju produksi rata-rata 500 juta bar-rel per tahun dan tidak ditemukan sumber minyak baru, cadangan tersebut akan habis dalam waktu 18 tahun. Untuk mengurangi ketergantungan terhadap minyak bumi dan memenuhi persyaratan lingkungan global, Pemerintah telah mengeluarkan kebijakan

alternatif berbasis pada ketersediaan bahan baku. Melalui Kebijakan Energi Nasional, komposisi BBN dalam Energy Mix Nasional ditargetkan mencapai 5% pada tahun 2025 sedangkan melalui Roadmap pengembangan BBN, komposisi BBN dan bahan bakar fosil ditargetkan mencapai 15 persen berbanding 85 persen antara tahun 2009-2010. Untuk mencapai target tersebut, kebutuhan nasional untuk BBN sedikitnya 18 miliar liter per tahun. Akan tetapi keterbatasan bahan baku menjadi kendala utama karena harus berbagi dengan berbagai industri lain. Kata Kunci: Energi, Bahan Bakar Nabati, Kebijakan, Roadmap, Kendala

ABSTRACT

Until today, Indonesia still highly depends on fossil fuel as energy source. Based on data from Energy and Mineral Resources Ministry, Indone-sia remaining oil reserve is only 9 billion barrel. If new oil reserve is not discovered and the aver-age production rate is 500 million barrel/year, then the remaining reserve will end in 18 years. Therefore, The government has produced a policy of environmental friendly alternative fuel devel-opment to reduce the dependency toward oil and fulfill requirement of global environment. The choice of biofuel as alternative fuel is based on raw material supply. Biofuel composition in Na-tional Energy Mix is targeted to reach 25% in year 2025 through Kebijakan Energi Nasional (KEN) or National Energy Policy. Whereas, biofuel com-position is targeted 15% compared to fossil fuel target which is 85% between year 2009-2010, through Biofuel Development Roadmap. On the contrary, supply limitation become main obstacle because it has to share with other industries.

Author

Key words: Energy, Biofuel, Policy, Roadmap,

(13)

215

POTENSI PERAN KAWASAN JAWA TIMUR/TENGAH LEMBARAN PUBLIKASI LEMIGAS

BAMBANG WIDARSONO VOL. 44. NO. 3, DESEMBER 2010: 215 - 226

Potensi Peran Kawasan Jawa Timur/Tengah

dalam Produksi Minyak dan Gas Bumi

Nasional: Sebuah Kajian Atas Kinerja,

Peluang, Tantangan, dan Proyeksinya

Oleh: Bambang Widarsono

Peneliti Madya pada Pusat Penelitian dan Pengembangan Teknologi Minyak dan Gas Bumi “LEMIGAS” Jl. Ciledug Raya Kav. 109, Cipulir, Kebayoran Lama, Jakarta Selatan 12230, Indonesia

Tromol Pos : 6022/KBYB-Jakarta 12120, Telepon : 62-21-7394422, Faksimile : 62-21-7246150 Teregistrasi I Tanggal 15 Juli 2010; Diterima setelah perbaikan tanggal 11 Agustus 2010 Disetujui terbit tanggal: 31 Desember 2010

S A R I

Jawa Timur dan Jawa Tengah (bagian timur) adalah salah satu dari beberapa wilayah di Indonesia dengan sejarah eksploitasi yang cukup panjang. Sejak awal dieksploitasi pada awal-awal dasawarsa 1890-an kawasan ini memiliki nilai keekonomian yang cukup strategis. Setelah sekian lama nilai strategisnya tertutupi oleh kegiatan eksplorasi dan produksi di wilayah-wilayah lain di Indonesia, dekade 1980-an menandai mulai bangkitnya industri minyak dan gas bumi di Jawa Timur/Tengah dengan penemuan akumulasi gas di kawasan Pagerungan. Penemuan ini kemudian diikuti dengan penemuan-penemuan lain dalam tiga dasawarsa terakhir ini. Tulisan ini menyajikan analisis atas berbagai aspek potensi Jawa Timur/Tengah sebagai kawasan produsen minyak dan gas bumi yaitu sejarah produksi, sejarah perkembangan cadangan, distribusi cadangan, kinerja produksi individual lapangan, komposisi produksi secara keseluruhan, proyeksi produksi, dan tantangan-tantangan yang harus diatasi. Hasil kajian atas seluruh data dan informasi menunjukkan bahwa kawasan ini dapat meningkatkan kontribusinya terhadap produksi nasional dari masing-masing 5,7% dan 4% untuk minyak dan gas pada saat ini menjadi sekitar 25% pada tahun 2014 untuk minyak dan sekitar 12% pada tahun 2012 untuk gas. Untuk itu ada beberapa kendala semi-teknis dan non-teknis yang harus diatasi yang sampai saat ini belum dapat sepenuhnya diatasi. Beberapa kesimpulan yang penting termasuk masih tingginya potensi produksi kawasan, perlunya mengakselerasi kegiatan eksplorasi untuk menggantikan cadangan yang telah atau akan segera diproduksikan, dan perlu dicermatinya pengelolaan eksploitasi gas yang lebih dari separuh cadangannya adalah gas dari tipe associated dan sebagian besar berada pada lokasi-lokasi di lepas pantai.

Kata kunci: Jawa Timur/Tengah, potensi produksi, kinerja produksi, tantangan dan kendala, proyeksi produksi, peningkatan kontribusi pada produksi nasional

ABSTRACT

East and Central Java provinces are ones of Indonesian territories that have under-gone very long history of petroleum production. As early as 1890’s the region had played a strategic economics role. After the region’s eclipse among other regions’ production con-tributions the decade of 1980s had marked the region’s significance with the discovery of Pagerungan productive region. This discovery was followed with other significant gas discoveries in the last recent three decades. This article presents an analysis on the region’s various potential aspects including production history, development of reserves, reserves distribution, production performance of individual field, production composition in gen-eral, production forecast, and challenges that have to be dealt with. Overall analysis has

(14)

shown that this region can lift its contribution to national production from 5.7% and 4% for oil and gas, respectively, to 25% in 2014 for oil and around 12% in 2012 for gas. In order to achieve these goals there are several semi-technical and non-technical constraints that have not been solved so far. Some important conclusions include the high potential still shown by the region, the need to accelerate exploration to replace existing reserves, and the need to pay attention on gas production management, which reserves are of asso-ciated type and most of them are located in offshore locations.

Key words: East/Central Java, potential production, production performance, challenges

and constraints, production projection, improvement on contribution to national produc-tion

I. PENDAHULUAN

Dekade pertama pada abad ke 21 ini menyaksikan turunnya produksi minyak (+ kondensat) secara hiperbolik (laju penurunan 8 – 12% per tahun), dari rata-rata sekitar 1.540 ribu BOPD (barrels oil per day) pada tahun 1999 menjadi rata-rata sekitar 952 ribu BOPD pada tahun 2009 (Gambar 1). Berbeda dengan cukup kontras, produksi gas bumi menunjukkan kecenderungan untuk lebih stabil dan dapat mempertahankan laju produksi yang dibutuhkan pada tingkat rata-rata per tahun sekitar 7.800 MMSCFD (million standard cubic-feet per day) (Gambar 2) (Widarsono, 2007; KESDM, 2010). Penurunan produksi minyak secara nasional ini berbarengan dengan menurunnya produksi pada lapangan-lapangan besar seperti Minas, Widuri, dan Arjuna yang memang telah mencapai tahap mature dalam sejarah produksinya. Sesuai dengan penurunan produksi minyak yang dapat dinilai sebagai secara hiperbolik tersebut, periode 2-3 tahun terakhir ini ditandai dengan melandainya penurunan sehingga hanya sekitar 3% per tahun. Situasi yang membaik ini ditambah dengan tingkat produksi yang cenderung naik pada bulan-bulan pertama tahun 2010 (produksi minyak dan kondensat rata-rata sepanjang kuartal pertama 2010 adalah 957 ribu BOPD dan mencapai 970 ribu BOPD pada Mei 2010) (BPMIGAS, 2010) tidak lepas dari peran Jawa Timur sebagai daerah yang pada beberapa tahun terakhir ini menunjukkan potensi produksi yang semakin baik.

II. SEJARAH SINGKAT PRODUKSI CEKUNGAN SEDIMEN JAWA TIMUR Lapangan-lapangan produktif di Jawa Timur – dan bagian timur propinsi Jawa Tengah – secara keseluruhan terletak pada cekungan-cekungan sedimen Jawa Timur Utara (JTU) dan Jawa Timur Utara Offshore (JTUO). Gambar 3 memperlihatkan

Gambar 1

Produksi minyak bumi dan kondensat nasional periode 1998-2009

(sumber data: KESDM, 2010)

Gambar 2

Produksi gas bumi nasional periode 1998-2009 (sumber data: KESDM, 2010)

(15)

217

POTENSI PERAN KAWASAN JAWA TIMUR/TENGAH LEMBARAN PUBLIKASI LEMIGAS

BAMBANG WIDARSONO VOL. 44. NO. 3, DESEMBER 2010: 215 - 226

Gambar 3

Lokasi dan cakupan cekungan sedimen Jawa Timur (area gelap) cakupan secara aproksimasi dari kedua cekungan

Jawa Timur tersebut. Eksploitasi minyak bumi sudah dimulai pada akhir abad 19 di kawasan Blora-Cepu-Bojonegoro dan lapangan-lapangan tua di kawasan tersebut seperti Ledok, Wonocolo, Kawengan, dan Nglobo masih tetap berproduksi sampai sekarang. Sejarah eksploitasi tersebut dimulai dengan pengeboran sumur pertama di Ledok oleh De Dordtsche Petroleum Maatschappij (DPM), yang di kemudian hari berubah menjadi De Bataafsche Pe-troleum Maatschappij (BPM), di Ledok pada tahun 1893. Gambar 4 menunjukkan semburan minyak pada sumur tersebut setelah pemasangan kepala sumur. Dekade-dekade selanjutnya ditandai dengan pengembangan lapangan-lapangan di kawasan itu hingga mencapai tingkat eksploitasi bernilai ekonomi cukup tinggi sepanjang era-era penjajahan Belanda, pendudukan Jepang, revolusi kemerdekaan, dan In-donesia merdeka.

Dekade 1980-an dan 1990-an adalah dimulainya suatu era baru yang ditandai dengan adanya penemuan-penemuan di cekungan JTU/JTUO lepas pantai utara, timur (kawasan Pagerungan), dan selatan pulau Madura yang kemudian berkontribusi terhadap pasokan gas kebutuhan industri dan pembangkitan listrik Jawa Timur. Pertengahan 1990-an merupakan saat mulai berproduksinya lapangan-lapangan KE di blok Madura Barat, sedangkan akhir dekade 1990-an d1990-an awal dekade pertama pada abad ke-21 menjadi

Gambar 4

Sumur minyak pertama di Ledok yang dibor pada tahun 1893 oleh DPM

(sumber: \\www.pemkabblora.go.id)

saksi penemuan-penemuan yang relatif besar, antara lain lapangan Mudi, Sukowati, dan Banyu Urip. Mudi sudah mulai produksi pada 1998, Sukowati pada 2007, dan Banyu Urip secara terbatas pada 2009. Gambar 5 menyajikan situasi terakhir (2010) eksploitasi minyak

(16)

Gambar 6

Produksi minyak bumi dan kondensat Jawa Timur/Tengah periode 1999-2009

(sumber data: KESDM, 2010) Gambar 5

Jawa Timur dan gambaran situasi terakhir (2010) eksploitasi minyak dan gas bumi

dan gas (migas) di Jawa Timur, serta lapangan-lapangan utama yang dapat berkontribusi pada peningkatan produksi.

III. SEJARAH PRODUKSI MINYAK BUMI Secara keseluruhan sejarah produksi minyak Jawa Timur/Tengah sejak dekade 1990-an berkisar pada angka rata-rata 20.000 BOPD per tahun sampai adanya kenaikan yang cukup berarti dengan mulai berproduksinya lapangan Sukowati dan Banyu Urip sehingga pada tahun 2009 produksi rata-rata tercatat 59.260 BOPD (estimasi berdasarkan laporan produksi per perusahaan operator, sumber: BPMIGAS, 2009) (Gambar 6). Secara keseluruhan gambaran komposisi produksi lapangan-lapangan di Jawa Timur/Tengah dapat dilihat pada Gambar 7. Dengan jelas terlihat kecilnya kontribusi dari lapangan-lapangan ‘lama’ di kawasan Blora-Cepu-Bojonegoro di samping kontribusi menyolok dari lapangan-lapangan baru Mudi, KE, Sukowati, dan Poleng. Lapangan-lapangan yang termasuk dalam ‘lain-lain’ adalah lapangan yang secara produksi dan cadangan tidak dapat dikatakan besar. Sebagai contoh adalah lapangan-lapangan Gondang, Camar, dan Tanggulangin.

Ketahanan produksi pada tingkat tersebut di atas, atau jika hendak ditingkatkan, tentu tergantung pada kelestarian (sustainability) dari cadangan minyak sebagai pendukungnya. Gambar 8 menyajikan profil cadangan agregat (cadangan= 0.9 * P1 + 0.5 * P2 + 0.1 * P3 , di mana P1, P2, dan P3 masing-masing adalah cadangan ‘terbukti’, ‘mungkin’, dan ‘harapan’) minyak dan kondensat untuk periode 1999-2009. Sampai tahun 2004 cadangan bervariasi naik dan

(17)

219

POTENSI PERAN KAWASAN JAWA TIMUR/TENGAH LEMBARAN PUBLIKASI LEMIGAS

BAMBANG WIDARSONO VOL. 44. NO. 3, DESEMBER 2010: 215 - 226

Gambar 7

Komposisi produksi minyak bumi dan kondensat Jawa Timur/Tengah periode 1999-2009 (sumber data: KESDM, 2010)

Gambar 8

Perkembangan cadangan (agregat) minyak bumi dan kondensat Jawa Timur / Tengah

periode 1999-2009 (sumber data: KESDM, 2010) turun – karena penemuan baru, produksi, dan

perubahan status – pada angka sekitar 200 MMSTB (million stock tank barrel) hingga naik secara berarti pada 2005 dengan masuknya Banyu Urip hingga mencapai sekitar 530 MMSTB pada tahun 2009. Penambahan cadangan Banyu Urip ini mengubah komposisi lokasi cadangan menjadi 75,2% di darat (onshore) dan 24,8% di lepas pantai (offshore) (Gambar 9), dan dengan mulai berproduksinya Banyu Urip secara terbatas pada 2009 maka komposisi cadangan menjadi 89,4% berasal dari lapangan yang telah berproduksi dan 10,6% dari yang belum berproduksi (Gambar 10). Kedua gambaran komposisi cadangan ini menunjukkan perlunya usaha eksplorasi yang lebih intensif untuk menggantikan cadangan yang berasal dari lapangan yang telah berproduksi.

IV. SEJARAH PRODUKSI GAS BUMI Di sektor produksi gas bumi, sejarah produksi pada periode 1999-2009 (Gambar 11) memperlihatkan penurunan secara menerus akibat menurunnya pasokan dari kawasan Pagerungan sampai kemudian terangkat dengan meningkatnya produksi secara berarti dari lapangan Poleng dan mulainya on stream

gas dari lapangan-lapangan Ujung Pangkah dan Maleo. Secara kontribusi, produksi gas di Jawa Timur/ tengah pada periode 1999-2009 didominasi oleh produksi dari kawasan Pagerungan sampai kemudian menurun sampai saat ini pada tingkat sekitar 25 MMSCFD saja (Gambar 12). Secara menerus tetapi tidak begitu besar penurunan ini digantikan oleh gas

(18)

Gambar 9

Komposisi lokasi cadangan (agregat) minyak dan kondensat Jawa Timur/Tengah

(31 Des 2009) (sumber data: KESDM, 2010)

Gambar 11

Produksi gas bumi Jawa Timur/Tengah periode 1999-2009

dari Poleng dan struktur-struktur KE, di samping produksi dari lapangan Wunut yang menurun dengan cepat akibat tingkat kompleksitas reservoirnya yang tinggi. Seperti telah disebutkan di atas, produksi dari Ujung Pangkah dan Maleo mulai meningkat pada 2007 meskipun dibayangi oleh terjadinya early water pro-duction di lapangan Ujung Pangkah.

Cadangan agregat gas bumi cenderung konstan dan sedikit menurun pada tiga tahun terakhir dari periode tersebut (Gambar 13). Tetapi berkebalikan dengan gambaran cadangan minyak bumi, cadangan gas bumi sebagian besar terletak di lepas pantai (89,3%) (Gambar 14) dan terdiri secara berimbang atas gas associated (51,1%) dan gas non-associ-ated (48,9%) (Gambar 15). Berbeda juga dengan halnya cadangan minyak, cadangan gas bumi agregat sebagian besar masih berstatus non-produksi (52,5%) (Gambar 16) sehingga dengan secara hati-hati dapat dianggap bahwa produksi gas lebih bersifat sustain-able dibanding minyak bumi meskipun memang tercatat senantiasa adanya kecenderungan kekurangan pasokan sampai saat ini.

V. ANALISIS DAN PROYEKSI

Produksi minyak dan gas bumi (migas) Jawa Timur/Tengah secara teorietis sebenarnya masih dapat ditingkatkan. Hal ini karena memang masih banyaknya lapangan-lapangan yang belum dapat atau terhalang untuk dapat berproduksi secara optimum. Beberapa contoh adalah:

- Lapangan Banyu Urip yang secara teknis dapat ditingkatkan kapasitas produksinya pada 2011 hingga mencapai 40.000 BOPD sebelum mencapai puncaknya pada 165.000 BOPD 4-5 tahun setelah produksi awal jika semua berjalan lancar. Saat ini kapasitas maksimum produksi dalam skenario early production facility (EPF) adalah 25.000 BOPD meskipun saat ini diproduksikan tidak lebih dari 20.000 BOPD. Peningkatan kapasitas secara bertahap ini sebenarnya masih dalam pertimbangan karena opsi langsung menuju full field development (FFD) kemungkinan besar akan diadopsi sehingga skenario EPF akan ditinggalkan.

- Lapangan Sukowati yang dipercaya bahwa pada dasarnya masih dapat ditingkatkan produksi minyak dan gas associated-nya. Rencana untuk meningkatan kombinasi produksi lapangan Mudi dan Sukowati hingga mencapai 58.000 BOPD,

Gambar 10

Komposisi cadangan (agregat) minyak dan kondensat Jawa Timur/Tengah (31 Des 2009) sehubungan dengan status produksi dan

(19)

221

POTENSI PERAN KAWASAN JAWA TIMUR/TENGAH LEMBARAN PUBLIKASI LEMIGAS

BAMBANG WIDARSONO VOL. 44. NO. 3, DESEMBER 2010: 215 - 226

Gambar 12

Komposisi produksi gas bumi Jawa Timur/Tengah periode 1999-2009. (sumber data: KESDM, 2010)

Gambar 13

Perkembangan cadangan (agregat) gas bumi Jawa Timur/Tengah periode 1999-2009.

(sumber data: KESDM, 2010)

dari tingkat produksi 37.000 BOPD saat ini, kemungkinan besar akan diimplementasikan menjelang akhir tahun 2010.

- Struktur-struktur di KE, blok West Madura, yang dapat ditingkatkan produksinya dari sekitar 21.000 BOPD (dengan Poleng menjadi sekitar 28.000 BOPD) menjadi 24.000 BOPD (kuota APBN 2010 adalah 11.900 BOPD) jika rencana

pengembangan lapangan yang sudah ada diimplementasikan. Peningkatan produksi dapat diperoleh pada akhir 2010 dan memuncak pada 2011. Produksi gas struktur-struktur KE ditambah Poleng saat ini berkisar pada 200 MMSCFD. Potensi ini ditambah dengan kemungkinan ditemukannya cadangan-cadangan baru mengingat tingkat keberhasilan eksplorasi di

Gambar 14

Komposisi lokasi cadangan (agregat) gas bumi Jawa Timur/Tengah (31 Des 2009). (sumber

(20)

kawasan ini yang mencapai di atas 60%. Sampai saat ini diperkirakan kawasan tersebut mengandung sumber daya sebesar 1,12 miliar barel minyak dan 4,8 TSCF (trillion standard cubic-feet) gas (KESDM, 2010).

- Lapangan Ujung Pangkah (blok Pangkah), di mana produksi dapat ditingkatkan dari saat ini 4200 BOPD menjadi 10.000 BOPD (tahun 2011) pada saat wellhead platform (WHP) B dan fasilitas pemrosesan lapangan tambahan dipasang pertengahan 2011. Dengan demikian kendala batasan pemrosesan air produksi 10.000 BWPD dapat diatasi. Pengembangan lanjut dengan instalasi WHP-West untuk menangani struktur Ujung Pangkah bagian barat dan juga pengembangan lapangan Sidayu yang terletak beberapa kilometer saja di utara struktur utama Ujung Pangkah akan dapat paling tidak menjaga tingkat produksi.

- Lapangan-lapangan minyak lain berukuran lebih kecil yang belum diproduksikan seperti Sepanjang (sekitar 2000 BOPD), Pagerungan Utara off-shore (5000 BOPD), SW Mudi (sekitar 5000 BOPD), dan Lengowangi (500 – 1000 BOPD) dapat membantu dalam meningkatkan atau pal-ing sedikit mengurangi laju penurunan produksi Jawa Timur/Tengah.

- Prospek lapangan-lapangan gas blok Kangean (Terang, Sirasun, dan Batur, TSB) dengan kapasitas produksi 300 MMSCFD masih menunggu pengadaan floating processing unit (FPU). Lapangan Wortel (blok Sampang) dengan kapasitas produksi 47 MMSCFD akan direncanakan untuk melaksanakan first gas pada akhir 2011. Demikian juga dengan struktur BD yang masih menunggu keputusan perpanjangan kontrak KKSnya. Lapangan tersebut memiliki kapasitas produksi sekitar 200 MMSCFD gas dan dapat segera diproduksikan pada tahun 2011 atau 2012. Prospek serupa adalah cadangan gas lapangan Jambaran di kawasan Cepu (blok Cepu) yang diperkirakan cukup besar tapi masih menunggu kajian lebih jauh.

- Pemanfaatan gas dari Sukowati sebesar 30-40 MMSCFD yang selama ini dibakar karena tidak adanya kepastian konsumen (offtaker).

- Lapangan Jeruk di SW Madura dengan minyaknya yang bertitik tuang tinggi dan kandungan residu tinggi yang karena tingkat

kerumitannya yang tinggi untuk dikembangkan masih menunggu kajian keekonomian yang lebih baik.

- Lapangan baru seperti lapangan Lengo di lepas pantai Tuban yang baru memiliki satu sumur discovery dengan hasil uji 12 MMSCFD. Dengan mengasumsi bahwa: 1) Semua potensi dan prospek yang dikemukakan di atas mendapatkan penyelesaian yang baik, 2) Banyu Urip mengikuti skenario EPF bertahap dan tidak langsung menuju full field development (FFD), 3) tidak ada gangguan yang bersifat non-teknis, dan 4) laju penurunan produksi per tahun sebesar 5% maka produksi pada 2011 dapat mencapai 70.000-80.000 BOPD. Jika penurunan laju produksi 10% per tahun dipakai maka

Gambar 15

Komposisi cadangan (agregat) gas bumi Jawa Timur/Tengah (31 Des 2009) dari segi jenisnya.

(sumber data: KESDM, 2010)

Gambar 16

Komposisi cadangan (agregat) gas bumi Jawa Timur/Tengah (31 Des 2009) sehubungan dengan status produksi dan non-produksi.

(21)

223

POTENSI PERAN KAWASAN JAWA TIMUR/TENGAH LEMBARAN PUBLIKASI LEMIGAS

BAMBANG WIDARSONO VOL. 44. NO. 3, DESEMBER 2010: 215 - 226

diperkirakan profil kemampuan produksi minyak akan meningkat secara berarti dalam 3-4 tahun ke depan. Gambar 17 memperlihatkan estimasi profil peningkatan produksi minyak pada periode 2003-2014. Menurut estimasi tersebut tingkat produksi setinggi 260.000 BOPD dapat diperoleh pada tahun 2014.

Untuk gas bumi, proyeksi produksi gas juga akan meningkat seiring dengan meningkatnya produksi minyak dengan associated gas ikutannya dan adanya beberapa penemuan cadangan gas non-associated seperti di lapangan-lapangan Terang-Sirasun-Batur, BD, dan Wortel. Meskipun demikian peningkatannya tidak akan setajam seperti halnya minyak karena minyak Banyu Urip, yang merupakan komponen utama peningkatan produksi minyak, adalah minyak berat yang tidak banyak mengandung gas. Meskipun peningkatan produksi gas dalam tahun-tahun mendatang akan dimotori oleh gas non-associated tetapi meningkatnya produksi minyak dari beberapa lapangan dengan minyak yang relatif ringan seperti Ujung Pangkah dan Mudi/Sukowati juga berarti meningkatnya komponen gas associated yang terproduksi. Dengan mengambil asumsi: 1) 10% laju penurunan produksi per tahun, 2) lapangan-lapangan dengan gas associated dan non-associated dianggap sebagai satu ‘paket’ gas associated, 3) rasio gas/ minyak produksi yang konstan setelah 2010 (angka rasio diwakili angka 2009), 4) produksi dari lapangan baru tapi berukuran kecil (mis.: SW Mudi, Sepanjang, N. Pagerungan) diabaikan maka prakiraan produksi gas hingga 2014 dapat dibuat (Gambar 18). Terlihat bahwa puncak produksi tercapai pada tingkat sekitar 950 MMSCFD pada tahun 2012.

VI. TANTANGAN DAN KENDALA

Seperti yang dikemukakan sebelumnya, prakiraan profil produksi minyak dan gas seperti yang disajikan pada Gambar 17 dan 18 dapat terealisasi jika semua keadaan dan persyaratan yang dibutuhkan dapat dipenuhi. Sangat disadari bahwa, seperti halnya yang terjadi pada wilayah-wilayah lain di Indonesia, pemenuhan keadaan yang kondusif bagi pencapaian tingkat produksi setinggi itu adalah sangat tidak mudah. Berbagai aspek kendala yang sampai saat ini masih seluruhnya atau sebagian belum teratasi adalah, antara lain:

1. Pembebasan tanah yang tertunda, sebagai contoh adalah pengadaan lahan untuk baik skenario EPF

maupun FFD lapangan Banyu Urip masih belum sepenuhnya terselesaikan. Prosedur internal pembelanjaan dari operator lapangan tersebut diduga ikut memperumit masalah. Kesulitan pembebasan tanah juga dialami bagi lokasi-lokasi pemboran di SW Mudi dan Pad-C lapangan Sukowati.

2. Terbatasnya fasilitas transportasi pipa minyak menuju titik pemasaran, terjadi pada sistem pemipaan Banyu Urip-Mudi station-Palang-FSO (floating storage and offloading) di lepas pantai Tuban. Kapasitas yang ada sangat terbatas dan hanya dapat memfasilitasi transportasi sebesar 60.000 BOPD saja. Dengan rencana peningkatan produksi Mudi/Sukowati menjadi 58.000 BOPD maka rencana peningkatan produksi Banyu Urip dalam skenario EPF (kapasitas maksimum 25.000 BOPD tapi berproduksi pada tingkat 22.000 BOPD saja pada 2010) tidak akan dapat terlaksana. Pipa ukuran 12" Banyu Urip-Mudi dan pipa Palang-FSO ukuran 16" yang sekarang ada tidak akan bisa mendukung tingkat produksi tersebut. Masalah ini diperumit dengan adanya opsi blending minyak kental Banyu Urip dengan minyak Mudi/Sukowati yang lebih ringan dalam bentuk Mudi-mix demi kemudahan transportasi dan tingginya harga jual.

3. Kurangnya offtaker bagi minyak produksi dan produk bawaannya, sebagai contoh adalah disebabkan terbatasnya sistem transportasi pipa dari Banyu Urip maka dibutuhkan offtaker alternatif. Operasi kilang mini swasta setempat dengan konsumsi hanya 6000 BOPD dinilai sangat kurang. Contoh lain adalah tidak menentunya kepastian konsumen untuk gas asssociated dari lapangan Sukowati, sehingga untuk mencegah pembakaran (flare) gas yang terlalu besar maka produksi minyak terpaksa ditahan pada 37.000 BOPD saja.

4. Ketidakpastian perpanjangan kontrak yang menghalangi investasi bagi pengembangan, dengan contoh adalah dengan tidak diperpanjangnya kontrak KKS blok West Madura (struktur KE) maka rencana peningkatan produksi dari sekitar 21.000 BOPD ke 24.000 BOPD menjadi terancam batal. Keputusan belum diambil mengenai perpanjangan atau pengambilalihan oleh perusahaan minyak nasional. Hal yang sama juga

(22)

Gambar 17

Komposisi produksi minyak Jawa Timur/Tengah, sejarah dan proyeksi produksi 2003-2014

Gambar 18

(23)

225

POTENSI PERAN KAWASAN JAWA TIMUR/TENGAH LEMBARAN PUBLIKASI LEMIGAS

BAMBANG WIDARSONO VOL. 44. NO. 3, DESEMBER 2010: 215 - 226

dialami oleh perpanjangan KKS untuk operatorship dari struktur BD di SW Madura. 5. Operasi produksi yang belum sesuai dengan baku

mutu lingkungan, sesuai dengan diberlakukannya UU no. 32 th 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, beberapa operasi dapat terancam berhenti. Sebagai contoh adalah operasi flare gas associated dari lapangan Sukowati sebesar sekitar 30 MMSCFD yang selain tidak memenuhi ambang kebisingan suara juga menyebabkan emisi CO2 yang memang juga dikandung oleh gas tersebut. Contoh lain adalah usaha dilution bagi air buangan dari Ujung Pangkah dengan tujuan agar kandungan minyak menjadi di bawah ambang 50 ppm belum diberi lampu hijau oleh KLH. Hal-hal ini berdampak pada tertahannya pencapaian untuk produksi minyak maksimum.

6. Pelaksanaan asas cabotage (telah diberlakukan sejak 2005) yang berpotensi menunda operasi pemboran dan lifting, dengan contoh tertundanya pengadaan FSO dan floating processing unit (FPU) untuk produksi dari lapangan-lapangan Maleo, Oyong, Pagerungan Utara offshore (PUO), dan Terang-Sirasun serta kemungkinan tertundanya pemboran beberapa sumur karena keharusan kepemilikan dalam negeri bagi kapal pemboran, dan

7. Persoalan sosial dan administratif yang dapat mengurangi jaminan kelancaran operasi. Sebagai contoh adalah potensi tertundanya produksi dari blok-blok West Madura dan Pangkah karena keharusan dilakukannya pemindahan sistem pemipaan ke Gresik oleh otoritas perhubungan laut. Persoalan sosial dengan para nelayan di lepas pantai Jawa Timur dan Madura juga dilaporkan dapat mengganggu operasi.

Dengan tidak dapat diatasinya kendala-kendala seperti yang terungkap di atas maka pencapaian seperti yang disajikan pada Gambar 17 dan 18 akan menjadi sulit direalisasikan.

VII. DISKUSI LANJUT

Kendala-kendala di atas sudah selayaknya diberi perhatian penuh oleh pemerintah agar program peningkatan produksi migas yang dicanangkan pemerintah dapat berhasil, mengingat bahwa potensi produksi migas Jawa Timur/Tengah masih cukup tinggi. Sebagai gambaran rasio produksi-cadangan terbukti per tahun (2009) minyak dan gas Jawa Timur/

Tengah adalah 0,051 dan 0,037, masih lebih rendah dibanding dengan angka-angka serupa untuk skala nasional yang masing-masing 0,087 dan 0,099. Masih besarnya potensi produsksi yang tersembunyi ini, di samping keberadaan akumulasi migas yang belum ditemukan, membutuhkan perhatian yang serius dari semua pihak yang berkepentingan untuk mewujudkannya.

Proyeksi produksi seperti yang disajikan pada Gambar 17 dan 18 dapat dikatakan sebagai proyeksi yang bersifat kasar dan aproksimasi saja, terutama gas dengan asumsi-asumsinya yang secara keteknikan memang dapat dianggap sebagai suatu gross simplification, tetapi kedua proyeksi tersebut dapat memberikan gambaran mengenai apa yang bisa dicapai oleh Jawa Timur/Tengah di masa yang akan datang. Jika diasumsikan produksi minyak nasional mengalami laju penurunan 3% per tahun maka pada 2014 Jawa Timur/Tengah akan memiliki kontribusi sebesar sekitar 25% dari produksi minyak nasional yang pada saat itu diperkirakan bisa mencapai sekitar 1 juta BOPD. Demikian juga dengan tingkat produksi gas yang mencapai 950 MMSCFD pada tahun 2012, atau merupakan sekitar 12% dari produksi nasional (diperkirakan 8000 MMSCFD pada 2012), yang diharapkan dapat membantu sekali dalam memenuhi kebutuhan pasokan gas untuk Jawa Timur. Realisasi yang akan terjadi sangat boleh jadi akan berbeda dengan kedua proyeksi tersebut tetapi perbedaannya tidak akan terlalu mencolok jika memang kendala-kendala yang ada tersebut dapat diatasi.

VIII. KESIMPULAN

Dari analisis dan pembahasan yang dilakukan atas data-data dan informasi yang diperoleh bagi penulisan makalah ini, beberapa kesimpulan utama telah dapat ditarik:

1. Potensi produksi minyak dan gas bumi Jawa Timur/Tengah masih cukup tinggi. Hal ini diindikasikan dari rasio produksi-cadangan terbukti (P1) Jawa Timur/Tengah pada tahun 2009 yang masing-masing 0,051 dan 0,037 (5,1% dan 3,7%) untuk minyak dan gas, lebih rendah dibanding rasio untuk skala nasional yaitu 0,087 dan 0,099 (8,7% dan 9,9%).

2. Kontribusi lapangan-lapangan Pagerungan, KE, Mudi, dan Sukowati sangat berarti. Penemuan dan pemroduksian lapangan-lapangan tersebut menandai hadirnya era baru dalam sejarah

(24)

eksploitasi minyak dan gas bumi Jawa Timur/ Tengah yang telah mencapai lebih dari satu abad. 3. Pada saat ini kontribusi produksi Jawa Timur/ Tengah terhadap produksi nasional masih rendah yaitu masing-masing 5,7% dan 4% untuk minyak dan gas. Kontribusi ini dapat ditingkatkan menjadi masing-masing sekitar 25% untuk minyak pada tahun 2014 dan 12% untuk gas pada tahun 2012, jika semua kendala yang ada dapat diatasi. 4. Tingkat keamanan dan prospek produksi gas

sebenarnya masih lebih baik dibanding minyak. Hal ini dapat dilihat dari masih banyaknya cadangan yang berasal dari lapangan yang belum berproduksi. Meskipun demikian kenyataan bahwa komposisi cukup tinggi bagi cadangan off-shore (89,3%) dan gas associated (51,1%) membuat manajemen dan keekonomian eksploitasinya menjadi tidak mudah.

5. Penyelesaian masalah-masalah non-teknis harus cepat diselesaikan agar target produksi 2014 dapat tercapai. Hal ini agar tidak memperberat masalah-masalah keteknisan (mis.: sumur mengalami produksi air prematur, penurunan laju produksi yang cepat, minyak berat dan kental, dan kandungan CO2 yang tinggi) yang banyak juga dialami lapangan-lapangan di Jawa Timur/Tengah. 6. Usaha eksplorasi dan penemuan cadangan baru harus diakselerasi. Hal ini diindikasikan dari relatif sedikitnya cadangan yang berasal dari lapangan yang belum berproduksi terutama untuk minyak (10,6%). Hal ini menunjukkan angka reserves replacement Jawa Timur/Tengah harus ditingkatkan.

7. Asumsi penurunan laju produksi per lapangan sekitar 10% per tahun dapat dianggap sebagai sangat pesimis dibanding laju penurunan secara nasional yang sebesar 3% (periode 2005– sekarang, tanpa produksi dari lapangan baru secara cukup berarti). Secara implisit hal ini

menunjukkan bahwa situasi produksi mulai tahun 2012 dan selanjutnya dapat lebih baik keadaannya dibanding yang diperkirakan dalam studi ini. Untuk mencapainya tentulah dibutuhkan usaha-usaha operasional teknis yang baik dan sesuai, di samping perlunya pengawasan yang cermat tetapi progresif dari pihak otoritas/pemerintah.

8. Potensi produksi cekungan-cekungan sedimen Jawa Timur (JTU dan JTUO) masih sangat tinggi. Hal ini terlihat dari cukup tingginya tingkat penemuan cadangan (di beberapa kawasan bahkan mencapai di atas 60%) dan masih luasnya daerah yang belum dieksplorasi.

IX.

UCAPAN TERIMA KASIH

Penulis mengucapkan terima kasih kepada seluruh pihak-pihak di LEMIGAS, BPMIGAS, Ditjen Migas, dan Tim Pengawas Peningkatan Produksi Migas (TP3M) KESDM, tidak dapat saya sebutkan satu persatu di sini karena banyaknya, yang telah sedikit banyak membantu dalam memberikan berbagai informasi yang sangat berharga sehingga gambaran kira-kira mengenai potensi produksi Jawa Timur/ Tengah dapat terwujud melalui studi dan tulisan ini.

KEPUSTAKAAN

1. Widarsono, B. (2007). Indonesia’s Natural Gas: Reserves, Production, and Challenges. LEMIGAS Scientific Contributions to Petroleum Science and Technology, Vol. 30, No.1, May, pp: 24 – 34.

2. KESDM, (2010). Evaluasi Cadangan Minyak dan Gas Bumi Indonesia, status 1 Jan 2009. Kementerian Energi dan Sumber Daya mineral, Laporan tidak dipublikasikan.

3. BPMIGAS (2010). Laporan Produksi Bulanan. Laporan tidak dipublikasikan.

4. BPMIGAS (2009). Laporan Produksi Bulanan. Laporan tidak dipublikasikan.

(25)

227

STUDI PENYEBAB SCALE LEMBARAN PUBLIKASI LEMIGAS

AKHDAN W SETIAPRIHADI, SUPRIYADI DAN DWI SARTATI DEWAYANTI VOL. 44. NO. 3, DESEMBER 2010: 227 - 245

Studi Penyebab Scale

di Lapangan-lapangan Minyak Sumatra

Oleh: Akhdan W Setiaprihadi1), Supriyadi2) dan Dwi Sartati Dewayanti3)

Peneliti Pertama1), Perekaya Muda2), Pengkaji Teknologi3), pada Pusat Penelitian dan Pengembangan Teknologi Minyak dan Gas Bumi

“LEMIGAS”

Jl. Ciledug Raya Kav. 109, Cipulir, Kebayoran Lama, Jakarta Selatan 12230, Indonesia

Tromol Pos : 6022/KBYB-Jakarta 12120, Telepon : 62-21-7394422, Faksimile : 61-21-7246150 Teregistrasi I Tanggal 05 Maret 2010; Diterima setelah perbaikan tanggal 30 September 2010 Disetujui terbit tanggal: 31 Desember 2010

S A R I

Scale merupakan problem yang banyak dijumpai sebagai salah satu penyebab beberapa masalah dalam produksi migas di Indonesia karena dapat menyebabkan: kerusakan formasi, penyumbatan pada tubing, lubang sumur atau lubang perforasi, dan penyumbatan pada pipa salur. Untuk itu dilakukan kajian penyebab terjadinya scale, teknik pencegahan dan penanganan scale pada lapangan migas yang mempunyai tendensi terbentuknya scale di kawasan P. Sumatra dengan menggunakan metodologi sebagai berikut: Survei dan pengambilan percontoh, Analisis kimia, Analisis Tendensi dan Evaluasi pemakaian scale inhibitor dan penanganan scale yang sudah terbentuk. Pendekatan dari studi meliputi pengumpulan data, sampling, pengujian laboratorium, dan tinjauan referensi. Sampling dilakukan di daerah Sumatra Selatan, termasuk pengambilan percontoh dari inhibitor yang digunakan. Analisis kimia dilakukan untuk memprediksi terjadinya scale. Uji laboratorium dilakukan untuk menguji efektivitas penggunaan scale inhibitor. Studi literatur dilakukan untuk mengumpulkan metode penanganan dalam mengatasi scale.

Studi ini diharapkan untuk membantu perusahaan operator minyak dan gas di daerah Sumatra dan Pemerintah Indonesia dalam menangani masalah scale dengan memilih scale inhibitor yang efektif dan sesuai dengan karakteristik scale di Sumatra.

ABSTRACT

Scale is one of production problem encounter in Indonesia, resulting in formation dam-age, wellbore, tubing and perforation blockdam-age, and flowline plugging. To overcome the problem, a study has been conducted to analyze the cause of scale formation, scale pre-vention, and remedial. The approach of the study includes data collection, sampling, labo-ratory testing, and references review. Sampling was conducted in South Sumatra Region, including inhibitor collection. Chemical analyses were conducted to predict scaling ten-dencies and laboratory test was conducted to evaluate the effectiveness of the scale inhibi-tor. Literature study was conducted to collect the remedial method for scale remedial.

This study is expected to help oil and gas operator in Sumatra region to overcome the scale problem, and assist the Government of Indonesia to choose the effective scale inhibi-tor that suitable with the characteristics of the scale in Sumatra.

Key words: Scale; Lapangan minyak Sumatera; Analisa Air; Tendensi; Scale Inhibitor.

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Scale merupakan salah satu penyebab masalah dalam produksi migas di Indonesia karena dapat menyebabkan:

- Kerusakan formasi (formation damage) - Penyumbatan pada pipa sembur (tubing), lobang

sumur, dan atau lobang perforasi

Gambar

Grafik untuk mencari pCa dan pAlk (Stiff and Davis)
Tabel 5.4. sampai 5.7. dan Gambar 5.2. sampai 5.3., sedangkan rangkuman secara keseluruhan ditampilkan pada Tabel 5.8.
Gambar 3 Grid Sumur Blok I
Gambar 9 Slope Laju Alir Sumur X-6
+7

Referensi

Dokumen terkait

Pelayanan Publik Melalui Electronic Government: Upaya Meminimalisir Praktek Maladministrasi Dalam Meningkatan Public Service. The Role of Business Process Redesign in

statis; (2) Penyimpanan arsip dilakukan secara mandiri dengan menggunakan klasifikasi sistem masalah; (3) Pengelolaan arsip dinamis aktif meliputi: penerimaan arsip,

Hubungan kekeluargaan antara Merpati dan masyarakat serta Pemerintah di daerah ini membuat Pemerintah Kabupaten Merauke mempercayakan Merpati untuk melayani masyarakat

Hasil tersebut menunjukkan bahwa terdapat perbedaan yang signifikan antara kemampuan menulis karangan persuasi sebelum dan sesudah menggunakan media tayangan “Reportase

Bila gelombang akustik bergerak vertikal ke dasar laut dan kembali, waktu yang diperlukan digunakan untuk mengukur kedalaman air, jika c juga diketahui (dari pengukuran langsung

Adapun tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui tingkat serangan hama pada hutan tanaman jabon di Desa Negara Ratu II Kecamatan Natar Kabupaten Lampung Selatan.. 1.3

Pada penelitian ini, metode analisis data yang digunakan adalah metode analisis kuantitatif yaitu dengan menggunakan metode dependen regresi berganda yang bertujuan

Mengingat perhatian Wesley adalah pada ketimpangan kehidupan masyarakat yang berkaitan langsung dengan perekonomian serta terhadap keadaan orang miskin yang