ANALISIS BRAND IMAGE
PRODUK MSG (MONOSODIUM GLUTAMATE)
BAGI KONSUMEN RUMAH TANGGA
WILAYAH KECAMATAN SENEN JAKARTA PUSAT
Oleh:
RIMA CHARTIKA A14102563
SKRIPSI
PROGRAM SARJANA EKSTENSI MANAJEMEN GRIBISNIS
FAKULTAS PERTANIAN
RINGKASAN
RIMA CHARTIKA. Analisis Brand Image Produk MSG (monosodium
glutamate) Bagi Konsumen Rumah Tangga Wilayah Kecamatan Senen Jakarta Pusat (Dibawah bimbingan DR. IR. BAYU KRISNAMURTHI, MS).
MSG (monosodium glutamate) merupakansalah satu produk hasil olahan pertanian yang menghasilkan devisa lebih dari 60 juta dolar US per tahun. Selain itu, Indonesia merupakan produsen MSG terbesar di dunia setelah RRC. Seiring dengan berkembangnya bisnis MSG Indonesia dalam memasuki persaingan pasar luar negeri, namun konsumsi masyarakat Indonesia terhadap produk bahan tambahan pangan ini mengalami penurunan serta mengalami stok yang berlebih. Hal ini menimbulkan berbagai upaya bagi produsen MSG untuk dapat meningkatkan tingkat konsumsi masyarakat terhadap MSG dengan melakukan strategi pemasaran. Salah satu strategi pemasaran yang dilakukan produsen adalah dengan cara meningkatkan penjualan produk. Keberhasilan produsen dalam menjual produk dipengaruhi oleh keputusan konsumen dalam melakukan pembelian dimana minat beli konsumen ditentukan oleh seberapa besar preferensi atau tingkat kesukaan konsumen terhadap suatu merek produk. Analisis brand image merupakan solusi bagi pemasar untuk mengetahui seberapa besar produk dapat diterima konsumen, tentunya peran atribut produk dibutuhkan untuk membandingkan citra beberapa merek produk sejenis yang bersaing.
Berdasarkan latar belakang diatas maka tujuan penelitian ini adalah untuk (1) menganalisis brand image produk MSG hasil penilaian konsumen berdasarkan atribut produk, serta (2) mengetahui karakteristik dan perilaku konsumen MSG. Pengambilan sampel dilakukan secara acak (accidental sampling) dengan jumlah responden sebanyak 100 konsumen rumah tangga pengkonsumsi MSG. Alat analisis yang digunakan untuk me ngukur brand image adalah metode diagram ular, sedangkan untuk menghasilkan atribut-atribut MSG dilakukan uji validitas dengan metode Cochran Q test. Atribut-atribut yang dihasilkan adalah atribut merek, harga, kemudahan memperoleh, kemasan, ukuran berat, kelengkapan informasi, rasa, penurunan harga merek lain, iklan dan isi produk.
pendapatan/bulan/keluarga sebesar Rp 1 – 2 juta (32 %). Hasil analisis brand image MSG menginterpretasikan Sasa dengan pernyataan sangat setuju sebagai merek MSG yang populer dan dikenal konsumen (skor 4,26) serta merek yang mudah diperoleh dimana saja (skor 4,25). Atribut kemasan pada merek Sasa dinyatakan netral atau biasa saja. Merek Ajinomoto memiliki skor tinggi sebesar 4,22 pada atribut kemasan. Hasil interpretasi pada atribut ini menyatakan bahwa MSG merek Ajinomoto memiliki kemasan yang menarik menurut responden, sedangkan pada atribut kemudahan memperoleh, ukuran berat, informasi produk, dan isi produk merek ini dinyatakan netral atau biasa saja.
ANALISIS BRAND IMAGE
PRODUK MSG (MONOSODIUM GLUTAMATE)
BAGI KONSUMEN RUMAH TANGGA
WILAYAH KECAMATAN SENEN JAKARTA PUSAT
OLEH :
RIMA CHARTIKA
A14102563
Skripsi
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Pertanian
Pada
Fakultas Pertanian
Institut Pertanian Bogor
PROGRAM SARJANA EKSTENSI MANAJEMEN
AGRIBISNIS
2005
PROGRAM SARJANA EKSTENSI MANAJEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
Dengan ini menyatakan bahwa skripsi yang disusun oleh :
Nama : Rima Chartika
NRP : A. 14102563
Program Studi : Ekstensi Manajemen Agribisnis
Judul : Analisis Brand Image Produk MSG (monosodium
glutamate) Bagi Konsumen Rumah Tangga Wilayah Kecamatan Senen, Jakarta Pusat
Dapat diterima sebagai salah satu syarat kelulusan pada Program Sarjana Ekstensi Manajemen Agribisnis, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor.
Menyetujui, Dosen Pembimbing
Dr. Ir. Bayu Krisnamurthi, MS NIP. 131 846 869
Mengetahui, Dekan Fakultas Pertanian
Tanggal Lulus Ujian : 26 September 2005
PERNYATAAN
DENGAN INI SAYA MENYATAKAN BAHWA SKRIPSI INI ADALAH BENAR – BENAR HASIL KARYA SAYA SENDIRI YANG BELUM PERNAH DIGUNAKAN SEBAGAI KARYA ILMIAH PADA SUATU PERGURUAN TINGGI ATAU LEMBAGA MANAPUN.
Jakarta, September 2005
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Jakarta pada tanggal 03 Juni 1981, putri dari pasangan Subandrio dan Yocke Charlotte. Penulis merupakan anak ketiga dari lima bersaudara. Tahun 1987, penulis mulai studinya di SD Islam Meranti Jakarta sampai tahun 1993. Pada tahun yang sama penulis melanjutkan studinya di SMPN 78 Jakarta dan lulus pada tahun 1996. Setelah itu penulis melanjutkan studinya ke SMUN 1 Jakarta (Budi Utomo) dan berhasil lulus pada tahun 1999.
UCAPAN TERIMA KASIH
Penyusunan skripsi ini tidak terlepas dari dukungan dan bantuan banyak pihak, untuk itu dalam kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada :
1. Dr. Ir. Bayu Krisnamurthi, MS selaku dosen pembimbing atas saran, masukan dan bimbingannya selama ini kepada penulis.
2. Dr. Ir. Yusman Syaukat, MEc sebagai dosen penguji utama yang telah memberikan saran dan kritik dalam penyempurnaan skripsi ini.
3. Ir. Nindiyantoro, MS sebagai dosen penguji dari komoisi pendidikan yang telah memberikan arahan dan masukan kepada penulis.
4. Ir. Ratna Winandi, MS sebagai dosen evaluator yang telah memberikan saran dan masukan kepada penulis.
5. Ir. Yayah K. Wagiono, Mec yang telah bersedia sebagai dosen layak uji skripsi penulis.
6. Seluruh keluarga tercinta : mama, papa, kak Reno, kak Rulan, serta dua adikku tercantik Isyana dan Irma atas segala bentuk perhatian, bimbingan, dorongan, harapan, cinta, dan kasih sayangnya yang telah diberikan kepada penulis.
7. Iyank dan keluarga, terima kasih atas doa, kasih sayang dan semangat yang telah diberikan kepada penulis.
8. Seluruh staf pengajar dan pegawai di Program Sarjana Ekstensi Manajemen Agribisnis, IPB
9. Sahabatku Aray BSI, Emmy Inter Study, Wanda YAI, Dian YARSI, Usup-Arie for the laptop, and Kodelito thanks atas semangat, dukungan dan persahabatannya selama ini.
10.Teman-teman ekstensi-ku yang baik Yuni, Titik, Tina R, Silvi , Heni MBP, Elmi, Salmi, Ida Roy, Indah, Chika, Aan, Wawan D, Ryan H, Tile
11.Semua pihak yang telah membantu sampai penyusunan skripsi ini selesai.
DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR TABEL... iii
DAFTAR GAMBAR ... iv
DAFTAR LAMPIRAN ... v
1. PENDAHULUAN... 1
1.1. Latar Belakang ... 1
1.2. Perumusan Masalah... 7
1.3. Tujuan... 10
1.4. Kegunaan dan Manfaat Penelitian... 10
2. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN ... 11
2.1. Merek ... 11
2.2. Ekuitas Merek (Brand Equity) ... 12
2.3. Citra Merek (Brand Image) ... 19
2.4. KaitanBrand Image dengan Brand Equity ... 21
2.5. Alat Ukur Brand Image... 22
2.6. Atribut Produk... 24
2.7. Produk MSG... 24
2.8. Penelitian Terdahulu ... 25
2.9. Kerangka Pemikiran Operasional... 27
3. METODE PENELITIAN ... 30
3.1. Lokasi dan Waktu Penelitian... 30
3.2. Jenis dan Sumber Data ... 30
3.3. Teknik Pengambilan Sampel dan Pengumpulan Data ... 31
3.4. Metode Analisis Data ... 32
3.4.1. Metode Diagram Ular (Snake Diagram) ... 32
3.4.2. Uji Validitas ... 33
3.4.3. Metode Cochran Q Test ... 33
3.4.5. Skala Likert (Likert Scale) ... 38
3.4.6. Tabulasi Deskriptif ... 40
4. PERILAKU KONSUMEN ... 41
4.1. Keadaan Umum Lokasi Penelitian ... 41
4.2. Karakteristik Responden Pengkonsumsi MSG ... 41
4.3. Perilaku Konsumen Produk MSG ... 43
4.3.1. Merek yang diingat Konsumen (Top of Mind)... 43
4.3.2. Merek yang Dikonsumsi ... 44
4.3.3. Sumber Informasi Mengenai Merek MSG... 45
4.3.4. Kebiasaan Mengkonsumsi MSG ... 46
4.3.5. Frekuensi Pembelian MSG... 47
4.3.6. Tempat Pembelian... 48
4.3.7. Alasan Pembelian ... 49
5. ANALISIS BRAND IMAGE ... 51
6. KESIMPULAN DAN SARAN ... 61
6.1. Kesimpulan... 61
6.2. Saran ... 63
DAFTAR PUSTAKA ... 64
DAFTAR TABEL
Nomor Halaman
1. Perkembangan Produksi, Konsumsi, Ekspor dan Impor MSG di
Indonesia (1997-2004) ... 4
2. Nama- nama Produsen Penghasil MSG (monosodium glutamate) di Indonesia ... 6
3. Kuesioner untuk Meneliti Atribut Produk MSG dengan Cochran Q Test Pada Preliminary Research Terhadap 20 Orang Responden ... 34
4. Hasil Penelitian Pendahuluan (Preliminary Research) Terhadap 20 Orang responden ... 35
5. Atribut yang Diuji Pada Pengujian II dengan Membuang Atribut “IKLAN” ... 37
6. Daftar Atribut untuk Pengujian III ... 38
7. Sebaran Responden Menurut Karakteristik Responden Pengkonsumsi MSG... 42
8. Sebaran Responden berdasarkan Top of Mind Merek MSG ... 44
9. Sebaran Responden Berdasarkan Merek MSG Yang Dikonsumsi ... 45
10 Sebaran Responden Berdasarkan Sumber Informasi Mengenai Merek MSG ... 46
11. Sebaran Responden berdasarkan Kebiasaan Mengkonsumsi MSG ... 47
12. Sebaran Responden Berdasarkan Frekuensi pembelian MSG ... 48
13. Sebaran Responden Berdasarkan Tempat Pembelian MSG ... 49
14. Sebaran Responden Berdasarkan Alasan Pemilihan Tempat Pembelian MSG ... 50
15. Perhitungan Skor MSG Merek Sasa Berdasarkan Atribut ... 51
16. Perhitungan Skor MSG Merek Ajinomoto Berdasarkan Atribut ... 53
17. Perhitungan Skor MSG Merek Miwon Berdasarkan Atribut... 54
DAFTAR GAMBAR
Nomor Halaman
1. Piramida Kesadaran Merek ... 13 2. Piramida Kesetiaan Merek ... 16 3. Bagan Alur Kerangka Penelitian ... 29 4. Brand image Sasa, Ajinomoto, Miwon, dan Merek
DAFTAR LAMPIRAN
Nomor Halaman
1. Tampilan Data untuk Pengujian I... 65
2. Tampilan Data untuk Pengujian II ... 66
3. Tampilan Data untuk Pengujian III ... 67
4. Peta Wilayah Kecamatan Senen Jakarta Pusat ... 68
5. Contoh Kuesioner Penelitian ... 69
6. Profil Responden Berdasarkan Karakteristik Responden ... 73
7. Profil Responden Berdasarkan Informasi Mengenai Merek dan Perilaku Konsumen MSG... 74
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
MSG adalah garam natrium (sodium) dari asam glutamat (salah satu asam
amino esensial penyusun protein) yang berbentuk kristal halus berwarna putih,
tidak mempunyai rasa, tetapi mempunyai fungsi sebagai penegas citarasa (flavor
enhancer) makanan.1 MSG ditemukan oleh Profesor Kikunae Ikeda pada tahun
1908 di Jepang dari penggunaan sejenis rumput laut bernama Laminaria japonica.
Sejak penemuan itu, Jepang memproduksi asam glutamat melalui ekstraksi dari
bahan alamiah, tetapi karena permintaan pasar terus melonjak, tahun 1956 mulai
ditemukan cara produksi L-glutamic acid melalui fermentasi. L- glutamic acid
inilah inti dari MSG, yang berbentuk butiran putih mirip garam.2
Sejak tahun 1963, Jepang bersama Korea mempelopori produksi masal
MSG yang kemudian berkembang ke seluruh dunia, tak terkecuali Indonesia.
Setidaknya sampai tahun 1997 sebelum krisis, setiap tahun produksi MSG
Indonesia mencapai 254.900 ton/tahun dengan konsumsi mengalami kenaikan
rata-rata sekitar 24,1 % per tahun.3 Di Indonesia sendiri MSG pada umumnya
diproduksi dari hasil gula tetes tebu (molase). Gula tetes tebu yang banyak
mengandung glutamin itu diproses sedemikian rupa hingga mengeluarkan asam
glutamat.4
Perkembangan MSG tidak terlepas dari berbagai kontroversi. Menurut
Lembaga Konsumen Jakarta (LKJ)-PIRAC, MSG dapat menembus plasenta pada
1. http://isa-tpg.blogspot.com/
saat kehamilan, menembus jaringan penyaring antara darah dan otak, dapat
menyebabkan kelainan hati, trauma, hipertensi, stres, demam tinggi dan proses
penuaan. Penelitian FDA (Food and Drug Administration) tahun 1970 mendapati
MSG dapat memicu reaksi-reaksi seperti gatal dan bintik-bintik merah pada kulit,
mual dan muntah, sakit kepala migren, asma, gangguan hati, ketidakmampuan
belajar serta depresi.5 Namun demikian banyak ilmuwan makanan yang setuju
bahwa MSG sendiri tidak berbahaya pada kesehatan. Secara lebih luas, MSG
memegang peranan penting dalam industri makanan. Sebagai flavor enhancer,
MSG banyak menghemat biaya produksi para penyedia makanan (baik makanan
jadi maupun bahan makanan). Semakin banyak MSG yang ditambahkan, semakin
sedikit ”actual food” yang harus digunakan oleh produsen untuk membuat
produknya menjadi lezat.6
Muchtadi (2004) menyatakan walaupun terdapat beberapa hasil penelitian
dengan menggunakan hewan percobaan baik di Indonesia maupun di luar negeri
yang menunjukkan pengaruh negatif dari MSG bagi hewan tersebut, namun
berbagai lembaga yang sangat berkompeten baik di Amerika Serikat maupun di
Eropa dan bahkan badan-badan dunia seperti FAO dan WHO, mengklasifikasikan
MSG sebagai bahan tambahan pangan yang aman untuk dikonsumsi.7 Pada
tahun 1987, Joint Expert Committee on Food Additives (JECFA) of the UN-FAO
dan WHO, menempatkan MSG dalam kategori ramuan pangan yang paling aman
(the safest category of food ingredients). Laporan dari European Communiities
(EC) Scientific Committee for Foods tahun 1991 memperkuat pernyataan tentang
keamaman MSG dan mengklasifikasikan “acceptable daily intake” MSG sebagai
“not specified”. Istilah “not specified” menunjukkan bahwa MSG sebagai
ramuan pangan benar-benar aman bagi tubuh. Laporan dari The Council on
Scientific Affairs of the American Medical Association pada tahun 1992
menyebutkan bahwa glutamat dalam bentuk bebas atau dalam bentuk garam
(MSG) tidak memberikan pengaruh negatif bagi kesehatan.8 Sebagai tambahan,
laporan dari The Federal of American Societies for Experimental Biology
(FASEB) pada tahun 1995, antara lain menebutkan bahwa : (1) sejumlah orang
tertentu dapat bereaksi terhadap MSG dan menimbulkan gejala seperti sakit
kepala, mual- mual dan jantung berdebar. Akan tetapi gejala tersebut terutama
terjadi pada orang yang mengkonsumsi MSG dalam jumlah banyak (3 gram atau
lebih) dengan kondisi perut kosong (tanpa disertai makanan la in). Untuk
diketahui, secara normal satu sajian makanan diberi tambahan MSG kurang dari
0,5 gr; dan (2) MSG tidak terbukti berkontibusi pada penyakit Alzheimer’s dan
penyakit kronis lainnya.
Terlepas dari kontroversi itu, ada hal menarik dari perkembangan MSG di
Indonesia. Sekarang ini, Indonesia merupakan produsen terbesar MSG di dunia
setelah RRC. Tiap tahun Indonesia mengekspor MSG ke Amerika, Eropa,
Australia, Jepang, Korea, Singapura dan menghasilkan devisa lebih dari 60 juta
dolar US per tahun.9 Hal ini menunjukkan bahwa produk industri agro tersebut
mampu memberikan kontribusi yang besar dan memberikan nilai devisa yang
sangat besar bagi negara. Tabel 1 menunjukkan data ekspor MSG di Indonesia
mengalami peningkatan tahun 1997 hingga 2001,yaitu dari 55.668 ton menjadi
117.752 ton, dengan negara tujuan ekspor adalah Jepang (Depperindag, 2004).
Tahun 2004, ekspor menurun menjadi 84.664 ton, namun tidak mengubah posisi
Indonesia sebagai produsen terbesar MSG di dunia setelah RRC. Impor MSG
Indonesia mengalami penurunan yang cukup pesat dari tahun 1997 hingga 2001,
yaitu sebesar 732 ton menjadi 96 ton, lalu sempat naik di tahun 2002 sebesar
1.778 ton dan menurun kembali sebesar 1.703 ton hingga tahun 2003. Impor
kembali naik.menjadi 2.662 ton di tahun 2004 (Tabel 1). Seiring dengan semakin
meningkatnya produksi MSG di Indonesia dari tahun 1997 hingga 2004, namun
tingkat konsumsi MSG Indonesia menunjukkan angka yang semakin menurun,
meskipun demikian, rata-rata konsumsi dalam negeri Indonesia per tahunnya
masih jauh lebih besar dari konsumsi luar negeri (ekspor) selama tahun 1997
hingga 2004, yaitu sebesar 99.709,5 ton berbanding 140.054 ton. Hal ini
memberikan peluang bagi para produsen MSG untuk terus meningkatkan
produksinya demi memenuhi kebutuhan konsumen lokal.
Tabel 1. Perkembangan Produksi, Konsumsi, Ekspor dan Impor MSG di Indonesia (1997-2004) Thn Ekspor (ton) Nilai Ekspor (USD) Impor (ton) Nilai Impor (USD) Produksi (ton) Konsumsi (ton) ? Stok 1997 1998 1999 2000 2001 55.688 126.735 91.127 111.807 117.752 73.583.292 82.618.182 82.913.349 94.441.331 96.368.008 732 266 113 938 96 841.157 297.624 96.753 687.561 73.004 249.821 313.399 237.975 248.316 248.316 257.431 273.460 282.514 194.864 186.929 146.960 137.447 130.659 121.622 106.480 95.471 - 731 - 265 - 112 - 938 - 95 + 18.312 + 74.574 + 102.379 Rata -rata/ thn
99.709,5 63.757.323 1.036 743.102
263.904 140.054
Pada tahun 2002 hingga 2004 (Tabel 1) terjadi surplus atau kelebihan stok
setelah jumlah produksi MSG dikurangi dengan jumlah konsumsi lokal dan
ekspor. Terjadinya surplus disebabkan oleh adanya kebijakan dan strategi yang
dilakukan oleh para pelaku usaha produk MSG dalam memasarkan produknya.
Kebijakan dan strategi tersebut antara lain adalah dengan memasarkan dan
menjual produk secara bertahap (tidak menyeluruh) untuk menetapkan strategi
harga, dimana berdasarkan hukum permintaan dan penawaran bahwa semakin
tinggi permintaan terhadap suatu produk, maka semakin tinggi pula peluang
produsen produk tersebut dalam menentukan penawaran harga. Impor MSG
dilakukan pada merek MSG tertentu yang disesuaikan dengan taste atau selera
dari permintaan pasar (kebutuhan restoran, berbagai industri makanan seperti
chiki, dll). Perkembangan produksi, konsumsi, ekspor dan impor MSG di
Indonesia periode 1997-2004 dapat dilihat pada Tabel 1.
Seiring dengan masih besarnya permintaan luar negeri terhadap produk
MSG, dan masih tingginya konsumsi masyarakat Indonesia terhadap MSG
dibandingkan konsumsi luar negeri, maka semakin meningkat pula produsen yang
memproduksi MSG di Indonesia (Tabel 2). Hal ini membuat para produsen
produk tersebut saling berlomba untuk memperebutkan pangsa pasar dan memacu
mereka dalam mempertahankan dan mengembangkan produknya di pasaran yang
pada akhirnya menimbulkan persaingan antar perusahaan produk sejenis.
Dari beragamnya produsen MSG seperti yang ditunjukkan pada Tabel 2,
yang akan dibahas oleh peneliti adalah hanya produsen MSG dengan merek yang
bersaing dan merek yang masih tetap eksis beredar di pasaran serta merek MSG
peneliti menunjukkan bahwa merek MSG yang mudah ditemui dimana saja dan
paling banyak dijual dipasaran adalah merek Sasa, Miwon dan Ajinomoto dimana
ketiga merek tersebut merupakan merek MSG yang paling dikenal konsumen dan
paling sering dikonsumsi dikalangan rumah tangga. Hal ini dikarenakan oleh
gencarnya produsen produk tersebut dalam mempromosikan dan memperkenalkan
merek produknya dipasaran melalui iklan dan saluran komunikasi pemasaran
lainnya yang membuat ketiga merek MSG tersebut (Sasa, Ajinomoto, dan Miwon)
tetap eksis dipasaran. Berikut pada Tabel 2 adalah Nama- nama Produsen di
Indonesia yang memproduksi MSG.
Tabel 2. Nama-nama Produsen Penghasil MSG (monosodium glutamat) di Indonesia
Nama Produk Produsen
Ajinomoto PT AJINOMOTO INDONESIA
Ajitide IMP, Inosine, Crude
Adenosine PT Ajinomoto Co. Inc
Cjtide GMP dan Cjtide I&G PT Cheil Jedang Indonesia
IMP (CJTIDE) PT Cheil Jedang Indonesia
Indorasa PT INDOMIWON CITRA INTI
Inti Moto, Inti rasa, Vesop, Vesoo,
Inti-No-Moto, Goody PT Palur Raya
Kal, Kal Premium PT Indo Fermex
Mi-Pung & Mi-Poong PT CHEIL SAMSUNG INDONESIA
Miwon, Bio-Miwon, PT MIWON INDONESIA
Sasa PT SASA INTI
SASA PLUS PT SASA INTI
MSG merupakan salah satu produk penyedap rasa yang cukup banyak
beredar di pasaran. Hal ini dapat dilihat dari beragamnya merek MSG yang
bersaing seperti Sasa, Miwon, Ajinomoto, Indorasa, Biomiwon, dll. Merek- merek
yang bersaing ini sangat mempengaruhi konsumen dalam memilih dan melakukan
pembelian terhadap produk bahan tambahan pangan tersebut. Pemahaman tentang
perilaku konsumen terutama pemahaman tentang proses keputusan konsumen
dalam melakukan pembelian produk MSG, penting dilakukan untuk mengetahui
salah satu merek MSG yang positif yang dipilih konsumen untuk dikonsumsi
berdasarkan atribut produk. Peran dari setiap atribut pada merek MSG sangat
mempengaruhi keputusan konsumen dalam melakukan pembelian dan dapat
memberikan kesan, kepercayaan, serta menimbulkan minat beli bagi konsumen
yang pada akhirnya akan membentuk image atau citra produk MSG tersebut.
Peran setiap atribut pada produk juga dapat menciptakan suatu merek yang
kuat, dimana perusahaan atau produk dengan merek yang kuat cenderung lebih
mudah memenuhi kebutuhan dan keinginan sesuai dengan persepsi pelanggan.
Bukan hanya merek yang akan memberikan keuntungan bagi perusahaan, akan
tetapi kesan dan kepercayaan yang diberikan konsumen terhadap produk yang
ditawarkan menjadi lebih penting. Kesan yang diberikan oleh konsumen akan
sangat berarti untuk perusahaan, karena akan membentuk image (citra) dari merek
produk tersebut. Informasi mengenai brand image (citra merek) produk MSG
diperlukan oleh perusahaan terkait sebagai dasar dalam pengembangan usahanya
dan tentunya dapat memberikan pengaruh positif terhadap perkembangan pasar
1.2. Perumusan Masalah
MSG (monosodium glutamate) merupakansalah satu produk hasil olahan
pertanian yang menghasilkan devisa lebih dari 60 juta dolar US per tahun. Selain
itu, Indonesia merupakan produsen MSG terbesar di dunia setelah RRC. Seiring
dengan berkembangnya bisnis MSG Indonesia dalam memasuki persaingan pasar
luar negeri, namun konsumsi masyarakat Indonesia terhadap produk bahan
tambahan pangan ini mengalami penurunan serta mengalami stok yang berlebih.
Hal ini menimbulkan berbagai upaya bagi produsen MSG untuk dapat
meningkatkan tingkat konsumsi masyarakat terhadap MSG dengan melakukan
strategi pemasaran dengan cara meningkatkan penjualan produknya. Keberhasilan
produsen dalam menjual produknya dipengaruhi oleh keputusan konsumen dalam
melakukan pembelian dimana minat beli konsumen ditentukan oleh seberapa
besar preferensi atau tingkat kesukaan konsumen terhadap suatu merek produk
karena merek merupakan petunjuk dalam membuat keputusan pembelian (Susanto
et al., 2004).
Konsumen dengan citra yang positif terhadap suatu merek, lebih
memungkinkan untuk melakukan pembelian. Oleh karena itu kegunaan utama dari
merek adalah membangun citra yang positif terhadap produk (Susanto et al.,
2004). Analisis brand image merupakan solusi bagi pemasar untuk mengetahui
seberapa besar produk dapat diterima konsumen, tentunya peran atribut produk
dibutuhkan untuk membandingkan citra beberapa merek produk sejenis yang
bersaing.
Berdasarkan latar belakang diatas, maka penelitian mengenai brand image
menilai suatu merek MSG yang dibeli? Seberapa besar peran atribut
masing-masing merek dapat mempengaruhi konsumen MSG dalam melakukan
pembelian? Bagaimana karakteristik dan perilaku konsumen MSG? Penelitian
seputar brand image produk MSG dilakukan untuk mengetahui bagaimana
persepsi dan penilaian konsumen dalam menilai suatu merek MSG dimana citra
yang terbentuk dari setiap atribut pada masing- masing merek hasil penilaian
konsumen sangat menentukan apakah merek-merek tersebut memiliki atribut
dengan citra yang baik dan positif dimata konsumen atau sebaliknya.
Sesuai dengan metode yang akan digunakan, maka dari berbagai merek
MSG yang ada dipasaran seperti Sasa, Miwon, Ajinomoto, Biomiwon, dan
Indorasa, peneliti hanya menggunakan merek- merek yang bersaing untuk
mengukur citra setiap merek MSG tersebut. Merek Biomiwon dan Indorasa
diklasifikasikan dalam merek lain- lain dalam perhitungan. Merek Sasa, Miwon,
dan Ajinomoto digunakan untuk mengetahui lebih jauh mana dari ketiga merek
tersebut yang memiliki brand image yang positif hasil penilaian konsumen.
Pemilihan ketiga merek tersebut didasari karena ketiga merek tersebut paling
banyak dijual dan paling banyak beredar dipasaran, sedangkan untuk mengukur
citra ketiga merek produk MSG tersebut, sejauh ini ada tiga pendekatan
terstruktur yang dipakai dalam mengukur citra merek, yaitu diagram ular, teknik
KS dan diagram jaring laba- laba (Simamora, 2002).
Peneliti hanya menggunakan salah satu alat ukur yang sesuai dengan
ketentuan dari masing- masing metode yang dianggap paling tepat. Metode yang
dipilih yaitu metode diagram ular, karena selain dapat menganalisis citra atas
dimensi terhadap objek secara keseluruhan berdasarkan persepsi responden.
Teknik KS hanya menggunakan satu dimensi hasil reduksi dari beberapa dimensi
yang ada, sehingga sangat sulit bagi responden dalam mempertimbangkan semua
dimensi terkait dari suatu objek dalam mengambil kesimpulan.
Pada metode diagram jaring laba-laba menetapkan hanya delapan atribut
yang dapat digunakan pada gambar untuk mengukur citra suatu objek. Hal ini juga
dapat menimbulkan pertanyaan. Bagaimana jika jumlah atribut kurang dari
delapan? Terpaksa metode ini tidak bisa dipakai. Hal ini merupakan kelemahan
pada metode tersebut (Simamora, 2002).
1.3. Tujuan
Berdasarkan permasalahan diatas maka tujuan penelitian ini adalah:
1. Menganalisis brand image MSG hasil penilaian konsumen berdasarkan atribut
produk.
2. Mengetahui karakteristik dan perilaku konsumen MSG.
1.4. Kegunaan dan Manfaat Penelitian
1. Sebagai sumber keterangan dan bahan acuan untuk penelitian lebih lanjut.
2. Bagi peneliti sendiri merupakan sarana untuk menerapkan sekaligus
mengembangkan pengetahuan yang diperoleh selama kuliah di Jurusan Sosial
Ekonomi Manajemen Agribisnis, Institut Pertanian Bogor (khususnya mata
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN
2.1. Merek
Menurut penuturan Aaker (1997) merek adalah nama dan atau simbol
yang bersifat membedakan (seperti sebuah logo, cap atau kemasan) untuk
mengidentifikasikan barang atau jasa dari seorang penjual atau kelompok penjual
tertentu, serta membedakannya dari barang atau jasa yang dihasilkan para pesaing.
Susanto, 2004 mendefinisikan merek merupakan kombinasi nama, kata, simbol,
dan desain kemasan yang menjadi ciri khas sebuah produk yang membedakannya
dengan produk saingannya.
Merek merupakan sarana bagi perusahaan untuk mengembangkan dan
memelihara loyalitas pelanggan. Sekitar 70 % pelanggan menggunakan merek
sebagai petunjuk dalam membuat keputusan dalam pembelian (Susanto et al.,
2004). Merek merupakan jalan pintas untuk membimbing pelanggan dalam
mengambil keputusan pembelian penting. Merek yang kuat memungkinkan
tercapainya harga premium, dan akhirnya memberikan laba yang lebih tinggi.
Selain itu, merek yang kuat akan membantu perusahaan dalam melakukan
perluasan pasar. Sehingga dalam persaingan yang ketat antar merek, merek yang
kuat merupakan suatu pembeda yang jelas, bernilai dan berkesinambungan,
menjadi ujung tombak bagi daya saing perusahaan, dan sangat membantu dalam
menentukan strategi pemasaran (Susanto et al., 2004).
Dalam kaitan antara merek dan pemasaran, perlu dilakukan pendekatan
pemasaran berdasarkan merek (brand-based marketing). Inti dari pendekatan ini
dengan stakeholders untuk menjaga konsistensi strategi komunikasi dalam rangka
meningkatkan citra suatu merek produk (Susanto et al., 2004).
Merek yang kuat mendapatkan posisi khusus dalam benak konsumen
karena menawarkan pesan-pesan yang dapat dipercaya, rasional, atraktif, dan
konsisten sepanjang waktu, sehingga konsumen membentuk pola asosiasi yang
kohesif dan bermakna (Susanto et al., 2004). Dalam ekonomi global, merek
mempunyai kontribusi besar bagi nilai sebuah perusahaan. Peran merek sebagai
sumber laba semakin meningkat. Saat ini, perusahaan tidak lagi sekedar
memproduksi barang tetapi juga berupaya memasarkan aspirasi, citra, dan gaya
hidup (Susanto et al., 2004).
2.2. Ekuitas Merek (Brand Equity)
Aaker (1997) mendefinisikan ekuitas merek (brand equity) sebagai
seperangkat asset dan liabilitas merek yang berkaitan dengan suatu merek, nama
dan simbolnya yang menambah atau mengurangi nilai yang diberikan oleh sebuah
barang atau jasa kepada perusahaan atau para pelanggan perusahaan. Ada lima
elemen ekuitas merek, yaitu kesadaran merek (brand awareness), asosiasi merek
(brand association), kesan kualitas merek (brand perceived quality), loyalitas
merek (brand loyalty), dan aset-aset merek lainnya.
Kesadaran merek (brand awareness). Kesadaran merek didefinisikan sebagai kesanggupan seorang calon pembeli untuk mengingat kembali atau
menge nali suatu merek sebagai bagian dari suatu kategori produk tertentu. Dalam
konsep kesadaran merek, konsumen akan mengenal suatu merek dalam suatu
melekat nama suatu merek berada dalam ingatannya (Aaker, 1997). Terdapat
pada Gambar 1.
Puncak Pikiran
Pengingatan Merek
Pengenalan Merek
Tak Kenal Merek
Gambar 1. Piramida Kesadaran Merek Sumber : Aaker (1997)
Tingkatan tertinggi dalam piramida kesadaran merek adalah puncak
pikiran (topof mind). Suatu merek digolongkan dalam puncak pikiran bila merek
tersebut disebutkan pertama kali oleh konsumen ketika ia diminta menyebutkan
merek suatu kategori produk tertentu. Dibawah puncak pikiran adalah
”pengingatan merek” (brand recall), yang berarti merek tersebut berada dalam
urutan penyebutan kedua dan seterusnya tanpa perlu dibantu me ngingatnya.
Selanjutnya adalah ”pengenalan merek”, yang termasuk kategori ini adalah merek
yang diingat konsumen hanya bila konsumen dibantu mengingatnya. Sedangkan
tingkatan terendah dalam piramida kesadaran merek adalah ”tak kenal merek”.
Pada level ini merek sama sekali tidak bisa dikenali oleh konsumen, meskipun ia
sudah dibantu dalam upaya pengingatan tersebut.
Kesan kualitas (perceived quality). Kesan kualitas mempunyai peranan penting dalam membangun suatu merek. Dalam banyak situasi, kesan kualitas
bisa menjadi alasan yang kuat dalam suatu keputusan pembelian. Seorang
pelanggan mungkin tidak memiliki informasi ya ng cukup untuk mengarahkannya
kurang termotivasi untuk memproses informasi, ataupun tidak mempunyai
kesanggupan dan sumberdaya untuk memperoleh informasi. Dalam konteks
seperti inilah kesan kualitas mempunyai peranan penting dalam keputusan
pelanggan. Secara jelas, kesan kualitas akan menghasilkan nilai sebagai berikut:
1. Alasan untuk membeli
Seperti yang dipaparkan sebelumnya, kadangkala konsumen mempunyai
sumberdaya yang terbatas atau kurang termotivasi dalam mengoptimalkan
sumberdayanya dalam pengumpulan informasi untuk membuat suatu keputusan
pembelian yang didasarkan atas pertimbangan objektif. Suatu merek yang berhasil
menanamkan suatu kesan kualitas yang positif dalam benak konsumen akan
memenagkan persaingan dengan konteks seperti ini.
2. Diferensiasi atau posisi dan harga premium
Suatu produk yang mempunyai kesan kualitas tertentu akan menempati
posisi yang tertentu pula dalam benak konsumen. Pada gilirannya ini akan
memantapkan posisi merek tersebut dalam pasar sasarannya. Kesan kualitas juga
bisa dfijadikan dasar bagi perusahaan untuk menetapkan suatu harga premium
bagi produknya, selama merek tersebut memang dipersepsikan mempunyai
kualitas yang tinggi di benak konsumen.
3. Perluasan saluran distribusi
Suatu merek yang diperspsikan mempunyai kualitas tinggi akan mudah
dalam pendistribusiannya, sebab distributor juga ingin menuai laba dari larisnya
produk. Selain itu, dengan ikut menjual suatu merek yang berkualitas, mereka
4. Perluasan merek
Produk yang kualitasnya tinggi akan mempunyai kemungkinan lebih
sukses dalam memperkenalkan kategori produk baru dengan nama merek yang
sama dibandingkan dengan merek yang kesan kualitasnya rendah.
Kesetiaan merek (brand loyalty). Elemen yang satu ini merupakan inti dari ekuitas merek. Seperti halnya kesadaran merek, kesetiaan merek memiliki
hirarki yang membagi kesetiaan pelanggan atas merek ke dalam beberapa
tingkatan sebagai berikut :
1. Pengalih (switcher)
Merupakan tingkatan terendah dalam piramida kesetiaan merek.
Konsumen yang termasuk golongan ini adalah mereka yang frekuensi berpindah
mereknya sangat tinggi. Mereka tidak memiliki loyalitas apapun terhadap merek
tersebut karena menurut mereka merek apapun memadai. Ciri umum dari
konsumen jenis ini adalah mendasarkan pembeliannya berdasarkan harga
termurah.
2. Pembeli berdasarkan kebiasaan (habitual buyer)
Seorang habitual buyer puas dengan merek yang dikonsumsinya, atau
setidaknya ia tidak me miliki ketidakpuasan terhadap merek tersebut, sehingga ia
tidak memiliki alasan untuk mengalihkan pembeliannya.
3. Pembeli yang puas (satisfied buyer)
Pembeli yang masuk dalam golongan ini adalah dia yang puas dengan
konsumsi mereknya sekarang, namun ia mungkin saja mengorbankan sumberdaya
4. Penyuka merek (liking the brand)
Pembeli jenis ini mengkonsumsi karena benar-benar menyukai produk
merek tertentu. Rasa suka tersebut mungkin saja didasari oleh asosiasi yang
terkait dengan atribut, rangkaian pengalaman positif baik oleh sendiri maupun
oleh kerabat, atau karena tertarik dengan kesan kualitas yang tinggi akan merek
tersebut.
5. Pembeli yang berkomitmen (commited buyer)
Pembeli ini merupakan pelanggan setia. Ia memiliki suatu kebanggan
tertentu atas mereknya, dan bahkan merek tersebut menjadi sangat penting dari
segi fungsinya maupun sebagai simbol ekspresi diri. Salah satu aktualisasi
loyalitas pembeli golongan ini adalah merekomendasikan dan mempromosikan
merek tersebut kepada pihak lain. Keseluruhan tingkatan tersebut dalam piramida
kesetiaan merek, seperti yang terlihat dalam Gambar 2.
Commited
Buyer
Liking-the-Brand Buyer
Satisfied Buyer
Habitual Buyer
Switcher
Sebagai inti dari ekuitas merek, tentu saja penting sekali nilai dari
kesetiaan merek. Berikut ini adalah nilai stategis dari kesetiaan merek yang
diperinci oleh Aaker (1997):
1. Mengurangi biaya pemasaran
Perusahaan tidak perlu mengeluarkan biaya promosi yang besar untuk
menggerakkan pelanggan yang loyal melakukan pembelian. Tanpa perlu dibujuk
oleh advertensi, diyakinkan oleh demo kualitas produk/jasa, atau dirayu oleh
promosi penjualan, pelanggan akan menbeli dengan sendirinya karena memang
puas oleh manfaat yang diterimanya dari pengalaman pembelian yang
sebelumnya.
Perusahaan yang produknya memiliki konsumen yang loyal juga tidak perlu
kuatir terhadap persaingan, dan tidak perlu menganggarkan biaya besar untuk
membuat penghalang bagi pesaing yang akan memasuki pasarnya, karena
konsumen yang sudah menetapkan pilihan biasanya akan enggan untuk
mengalihkan pilihannya pada yang lain. Sebaliknya, ini akan menbuat gentar
pesaing karena akan memasuki pasar yang konsumennya adalah pelanggan
loyal akan menbutuhkan sumberdaya yang besar untuk merebutnya.
2. Meningkatkan penjualan
Produk/jasa yang terbuk ti mempunyai konsumen atau pelanggan dalam
bahasa lain diistilahkan dengan produk laris, adalah dambaan setiap toko,
distributor, dan agen-agen penjualan dalam saluran distribusi untuk ikut menjual
produk yang terjamin penjualannya karena akan menguntungkanmereka juga.
Dengan demikian, perusahaan tidak perlu mengkuatirkan distribusi jika
3. Menarik minat pelanggan baru.
Dengan atau tanpa bujukan, seseorang pasti akan menjajaki
kemungkinan pembelian atas suatu produk bila seseorang yang dikenalnya
(apalagi yang berintegritas dan kredibilitas tinggi) ternyata mengkonsumsi
suatu produk tertentu. Kemungkinan pembelian ini akan bertambah besar
seiring dengan meningkatnya frekuensi dan kuantitas pembelian orang yang
dia kenal tersebut.
4. Memberi waktu untuk merespon ancaman-ancaman persaingan.
Jika pesaing mngembangkan suatu produk yang lebih unggul, seorang
pelanggan loyal tidak akan dengan serta merta mengalihkan pembeliannya ke
merek pesaing. Ia akan memberikan perusahaan waktu untuk merespon ancaman
itu sehingga grafik penjualan perusahaan tidak akan turun mendadak.
Asosiasi merek (brand association). Asosiasi merek adalah segala kesan yang muncul di benak seseorang yang terkait dengan ingatannya mengenai suatu
merek. Dengan demikian, terhadap suatu merek yang sama seorang konsumen
mungkin akan mempunyai asosiasi yang berbeda dengan konsumen lainnya.
Bahkan terhadap suatu merek, seorang konsumen akan mempunyai kesan yang
bermacam- macam, tergantung banyaknya pengalaman konsumen dalam
mengkons umsi merek itu atau dengan semakin seringnya penampakan merek
tersebut. Berbagai asosiasi merek yang saling berhubungan akan menimbulkan
suatu citra merek (brand image). Semakin banyak asosiasi yang saling
berhubungan, maka semakin kuat pula citra merek ya ng dimiliki oleh merek
tersebut (Durianto et al., 2001).
1. Membantu proses penyusunan informasi
2. Memberikan landasan yang penting bagi upaya pembedahan atas
merek-merek pesaing
3. Menonjolkan berbagai atribut produk atau manfaat bagi konsumen sehingga
akan memberikan alasan spesifik bagi konsumen untuk membeli
4. Menciptakan sikap atau perasaan positif yang akan akan membangkitkan
sensasi sehingga membuat pengalaman mengkonsumsi produk menjadi
berbeda dari produk merek lainnya
5. Menjadi landasan bagi perluasan dengan menciptakan kesesuaian antar merek
dengan produk baru
Aset-aset merek lain. Aset-aset merek lain seperti hak paten, cap dagang
(trade mark) dan saluran distribusi akan sangat bernilai jika aset-aset itu
menghalangi para kompetitor menggerogoti loyalitas konsumen. Contoh cap
dagang akan melindungi ekuitas merek dari kompetitor yang mungkin membuat
bingung konsumen dengan menggunakan nama, namun jika nilai paten dengan
mudah dapat ditransfer ke merek lain, maka kontribusinya terhadap ekuitas merek
akan rendah. Saluran distribusi merupakan dasar bagi ekuitas merek bila distribusi
itu dilandaskan pada merek dan bukan pada perusahaan. Merek yang kuat akan
mendapatkan keuntungan dalam urusan penempatan barang di toko-toko swalayan
dan kerjasama dalam menetapkan program-program pemasaran.
2.3. Citra Merek (Brand Image)
Dalam dinamika pasar yang penuh persaingan, citra merek mempunyai
peran yang sangat penting karena membedakan satu perusahaan atau produk
merek yang terekam dalam benak konsumen, tidak dapat ditiru. Tanpa citra yang
kuat dan positif, sangatlah sulit bagi perusahaan untuk menarik pelanggan baru,
mempertahankan pelanggan yang sudah ada, serta meminta mereka membayar
dengan harga tinggi. Merek yang tangguh harus mampu mencapai ketiga sasaran
ini Berdasarkan persepsi konsumen inilah citra merek terbentuk (Susanto et al.,
2004). Sehingga dalam persaingan yang semakin ketat untuk menjadi pemimpin
pasar, peran sebuah merek akan menjadi sangat penting karena atribut-atribut
kompetisi lainnya relatif mudah ditiru oleh pesaing (Durianto et al., 2004).
Citra merek adalah ringkasan dari persepsi konsumen (Susanto et al., 2004).
Kotler (2002) menyebutkan bahwa citra merek (brand image) mempresentasikan
keseluruhan persepsi dari konsumen terhadap merek dan dibentuk dari informasi
dan pengalaman masa lalu terhadap merek itu. Selanjutnya Kotler (2002)
mendefinisikan citra sebagai jumlah dari gambaran-gambaran, kesan dan
keyakinan-keyakinan yang dimiliki oleh seseorang terhadap suatu objek.
Citra terhadap merek berhubungan dengan sikap yang berupa keyakinan
dan preferensi terhadap suatu merek. Konsumen dengan citra yang positif
terhadap suatu merek, lebih memungkinkan untuk melakukan pembelian. Oleh
karena itu, kegunaan utama dari merek adalah membangun citra yang positif
terhadap produk (Susanto et al., 2004). Membangun sama dengan mengelola citra
merek suatu produk. Produk dapat berbentuk barang, jasa, maupun ide. MSG
merupakan suatu merek produk yang berupa ide yang harus dipasarkan ke
masyarakat dalam mencapai citra mereknya dimata konsumen.
Citra yang baik, buruk, atau kacau adalah realitas yang dibangun
direkayasa. Davis (2000) membagi pengelolaan citra merek dalam empat tahapan,
yakni mengembangkan visi, menetapkan citra atau positioning produk,
membangun strategi, dan membudayakan citra merek. Realitas yang dihadapi
masyarakat sering menunjukkan adanya ketidaksesuaian antara citra yang
diinginkan perusahaan dengan persepsi konsumen. Oleh karena itu, memberikan
yang terbaik dari produk yang dihasilkan merupakan strategi terampuh untuk
meningkatkan produk sehingga berdampak pada kuatnya produk dalam benak
konsumen, yang pada gilirannya menciptakan citra merek (brand image) produk
tersebut.
2.4. Kaitan Brand Image dengan Brand Equity
Brand image (citra merek) berasal dari salah satu eleman dalam brand
equity (ekuitas merek) yaitu pada elemen brand association (asosiasi merek).
Definisi brandassociation itu sendiri adalah segala kesan yang muncul di benak
seseorang yang terkait dengan ingatannya mengenai suatu merek. Dengan
demikian, terhadap suatu merek yang sama seorang konsumen mungkin akan
mempunyai asosiasi yang berbeda dengan konsumen lainnya. Bahkan terhadap
suatu merek, seorang konsumen akan mempunyai kesan yang bermacam- macam,
tergantung banyaknya pengalaman konsumen dalam mengkonsumsi merek itu
atau dengan semakin seringnya penampakan merek tersebut. Berbagai asosiasi
merek yang saling berhubungan akan menimbulkan suatu citra merek (brand
image). Semakin banyak asosiasi yang saling berhubungan, maka semakin kuat
pula citra merek ya ng dimiliki oleh merek tersebut (Durianto et al., 2001).
Sedangkan citra merek itu sendiri berhubungan dengan sikap yang berupa
positif terhadap suatu merek, lebih memungk inkan untuk melakukan pembelian.
Oleh karena itu, kegunaan utama dari merek adalah membangun citra yang positif
terhadap produk (Susanto et al., 2004).
2.5. Alat Ukur Brand Image
Snake diagram atau diagram ular merupakan salah satu alat ukur brand image
yang digunakan untuk membandingkan citra dua atau lebih merek yang
bersaing (Simamora, 2002). Dari pembandingan tersebut dapat diketahui apa
kelebihan dan kekurangan merek tersebut dibandingkan pesaingnya. Adapun
langkah-langkah penting penerapan dari alat analisis ini adalah sebagai berikut
: (1) menentukan atribut produk MSG. Atribut produk adalah
atribut-atribut yang dipertimbangkan konsumen dalam mengambil keputusan tentang
pembelian produk. Bisa juga dikatakan sebagai atribut apa saja yang dipakai
konsumen dalam membandingkan satu produk dengan produk lain
(Simamora, 2002). Atribut-atribut produk diperoleh dari penelitian
pendahuluan oleh peneliti. Kriteria penentuan atribut didasarkan pada data
sekunder dari penelitian sebelumnya, dari hasil diskusi konsume n yang
mengkonsumsi produk MSG yang sudah dimintai keterangan mengenai atribut
yang penting mengenai produk dan dari asumsi peneliti sendiri berdasarkan
variabel yang merupakan ciri khas produk MSG tersebut. Atribut-atribut yang
dianggap penting yang merupakan ciri khas produk MSG, yaitu merek produk,
harga produk, kemudahan diperoleh, kemasan, ukuran berat, kelengkapan
informasi, rasa, penurunan harga merek lain, iklan dan isi produk. Kesepuluh
atribut ini dianggap valid jika diuji terlebih dahulu dengan uji Cochran Q Test
peneliti tidak ada sama sekali, hanya pada proses penentuan atribut saja
menggunakan asumsi peneliti, bantuan responden pada preliminary research
dan data pada penelitian terdahulu (2) membuat kuesioner dengan
memasukkan atribut produk yang dihasilkan sebelumnya. Pertanyaan khusus
untuk citra menggunakan skala Likert (likert scale) (Simamora, 2002). Skala
Likert merupakan bagian besar dari diagram ular, sehingga kelebihan dan
kekurangan skala ini sama dengan yang dijelaskan pada kelebihan dan
kekurangan diagram ular. Karena diagram ular hanya bisa digunakan melalui
skala Likert (Simamora, 2002).
Dari beberapa metode yang digunakan untuk mengukur brand image
seperti diagram ular, teknik KS dan diagram jaring laba- laba, peneliti memilih
metode diagram ular, karena selain dapat menganalisis citra atas sekelompok
orang (agregat), metode ini juga dapat menggambarkan setiap dimensi terhadap
objek secara keseluruhan berdasarkan persepsi responden. Kelemahan metode
adalah adanya gangguan interpretasi dalam persepsi yang salah satunya adalah
isyarat yang tidak relevan (irrelevant clues). Biasanya gangguan ini terjadi pada
responden. Untuk mengatasinya dengan menyederhanakan penguk uran pada
dimensi yang sesuai agar responden lebih mudah memahami maksud dari setiap
dimensi yang diberikan (Simamora, 2002). Pada teknik KS hanya menggunakan
satu dimensi hasil reduksi dari beberapa dimensi yang ada, sehingga sangat sulit
bagi responden dalam mempertimbangkan semua dimensi terkait dari suatu objek
dalam mengambil kesimpulan. Sedangkan diagram jaring laba- laba menetapkan
hanya delapan atribut yang dapat digunakan pada gambar untuk mengukur citra
atribut kurang dari delapan? Terpaksa metode ini tidak bisa dipakai. Hal ini
merupakan kelemahan pada metode tersebut (Simamora, 2002).
2.6. Atribut Produk
Dalam menggunakan analisis multiatribut untuk mengukur brand image,
maka perlu diketahui terlebih dahulu atribut-atribut yang memenuhi kriteria di
dalam obyek brand image suatu produk. Obyek merupakan merek atau kategori
produk (Simamora, 2002). Ada 2 hal mengenai atribut yaitu (1) Atribut sebagai
karakteristik yang me mbedakan merek atau produk dari merek atau produk yang
lain (meliputi performans, conformans, daya tahan, keandalan, desain, gaya,
reputasi, dan lain- lain), (2) Atribut sebagai faktor- faktor yang dipertimbangkan
konsumen dalam mengambil keputusan tentang pembelian suatu merek ataupun
kategori produk yang melekat pada produk atau menjadi bagian dari produk itu
sendiri (meliputi dimensi-dimensi yang terkait dengan produk atau merek tetapi
juga menyangkut apa saja yang dipertimbangkan dalam pengambilan keputusan
untuk membeli, menonton, memperhatikan suatu produk seperti harga, merek,
ketersediaan produk, dan lain- lain).
2.7. Produk MSG
MSG adalah garam natrium (sodium) dari asam glutamat yang berbentuk
kristal halus berwarna putih, tidak mempunyai rasa, tetapi mempunyai fungsi
sebagai penegas citarasa (flavor enhancer) makanan.7 Di Indonesia, MSG pada
umumnya diproduksi dari hasil gula tetes tebu (molase). Gula tetes tebu yang
banyak mengandung glutamin itu diproses sedemikian rupa hingga mengeluarkan
asam glutamat. 8
10. http://isa-tpg.blogspot.com/
MSG yang lebih dikenal dengan nama vetsin atau micin ini sudah lama
akrab dikalangan ibu rumah tangga karena biasa digunakan sebagai bahan
penyedap masakan dan digunakan secara luas pada berbagai masakan mulai dari
makanan jajanan seperti bakso, industri makanan, hingga industri jasa boga
seperti perusahaan katering dan restoran.
2.8. Penelitian Terdahulu
Perdana (2003) dalam penelitiannya yang berjudul Analisis Perilaku
Pembelian Produk Penyedap Rasa menggunakan metode Analisis Komponen
Utama untuk mengetahui hubungan antar faktor internal dan eksternal yang
mempengaruhi konsumen dalam proses keputusan pembelian produk penyedap
rasa atau MSG. Dalam penelitiannya, ia memilih konsumen rumah tangga dan
konsumen pedagang makanan yang merupakan pengguna utama produk MSG di
Indonesia sebagai objek penelitian. Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa
konsumen rumah tangga dan konsumen pedagang makanan menyatakan bahwa
rasa merupakan manfaat yang mereka cari dan memotivasi mereka. Dari 25
variabel yang diujikan pada konsumen rumah tangga, 23 variabel layak untuk
dianalisis selanjutnya pada analisis komponen utama, sedangkan untuk konsumen
pedagang makanan, dari 26 variabelyang diujikan, hanya 21 variabel yang layak
untuk dianalisis lebih lanjut. Pengolahan untuk kedua jenis konsumen
menghasilkan tujuh komponen utama, yaitu masing- masing mampu menerangkan
keragaman variabel asal sebesar 63,599 % untuk konsumen rumah tangga dan
61,186 % untuk konsumen pedagang makanan. Semua variabel yang tergabung
dalam komponen utama,tertentu untuk kedua jenis konsumen memiliki korelasi
Selain itu, penelitian Perdana (2003) menghasilkan beberapa strategi
pemasaran. Strategi produk umumnya diarahkan pada peningkatan khasiat MSG
dengan penggunaan yang lebih irit, dengan mempertimbangkan kehalalan dampak
kesehatan produk. Strategi promosi umumnya diarahkan pada pemberian
informasi mengenai MSG, mulai dari tata cara pemakaian, dosis aman, tempat
pembelian hingga kehalalan produk. Strategi promosi juga diarahkan pada
pemanfaatan momen- momen penting umat islam dan pemberian hadiah langsung
untuk konsumen. Strategi promosi dilakukan dengan menggunakan media televisi
dan penjual. Sedangkan untuk strategi distribusi diarahkan pada ketersediaan
produk MSG di pasar tradisional dan warung-warung terdekat. Strategi harga
perlu dilakukan dengan cara meningkatkan kepekaan terhadap perubahan harga
yang terjadi dan menciptakan harga yang cukup bersaing, baik dengan merek
MSG yang lain atau dengan produk dengan manfaat sejenis.
Nur Raharjo (2001) dalam penelitiannya yang berjudul Citra Merek
Beberapa Sabun Mandi Berdasarkan Iklan yang Dikenal Konsumen menggunakan
metode Analisis Biplot dan Analisis Korespondensi untuk mengetahui preferensi
konsumen terhadap macam- macam merek produk sabun mandi batangan yang
menjadi Top of Mind, mendeskripsikannya dalam ruang berdimensi dua, serta
membandingkan hasil analisis dari kedua metode tersebut. Dari hasil analisis
Korespondensi penilaian manfaat sabun mandi, sabun mandi Lifebuoy
mempunyai dua manfaat yaitu membunuh kuman dan menyehatkan kulit.
Sedangkan untuk sabun Medicare, penilaian responden sangat kuat bahwa
Medicare adalah sabun mandi yang bermanfaat menghilangkan gatal-gatal.
yang dapat menghaluskan kulit, mengharumkan kulit, dan membuat kulit tidak
bersisik. Nuvo dikenal dengan manfaatnya untuk membersihkan badan,
menyegarkan tubuh, dan cocok untuk kulit. Analisis Biplot menunjukkan bahwa
Lux, Cusson dan Giv dikenal manfaatnya oleh konsumen sebagai sabun mandi
untuk menghaluskan kulit sekaligus mengharumkannya. Lifebuoy dikenal dengan
dua manfaatnya yaitu membunuh kuman dan juga menyehatkan kulit. Sedangkan
untuk merek Nuvo bermanfaat untuk menyehatkan kulit, dan Medicare untuk
menghilangkan gatal- gatal. Dalam kasus ini, analisis Biplot lebih mudah
diinterpretasikan daripada hasil analisis korespondensi. Karena ada beberapa
atribut pada plot korespondensi yang lebih tersebar.
Sedangkan Abdullah (2001) dalam penelitiannya yang berjudul Analisa
Brand Image Produk es krim di Jakarta menggunakan alat ukur ekuitas merek
untuk mendapatkan merek terkuat. Menurutnya merek yang kuat mencerminkan
citra yang baik pada produk tersebut. Metode yang digunakannya sangat mudah
dan sangat sederhana yaitu hanya dengan menggunakan prosentase pada hasil
kuesioner dan menginterpretasikan hasil prosentase dari merek terkuat yang
didapat. Pada hasil penelitiannya merek Walls memiliki merek terkuat menurut
konsumen, kedua Diamond dan terakhir adalah Indo Ice Cream Meiji.
2.9. Kerangka Pemikiran Operasional
Menurunnya konsumsi MSG di Indonesia yang diiringi dengan terjadinya
stok MSG yang berlebih dari tahun 2002 hingga 2004 (Tabel 1) mengakibatkan
produsen perlu menerapkan strategi pemasaran. Salah satu strategi pemasaran
yang dilakukan produsen adalah dengan cara meningkatkan penjualan produknya.
konsumen dalam melakukan pembelian. Minat beli konsumen ditentukan oleh
seberapa besar preferensi atau tingkat kesukaan konsumen terhadap suatu merek
produk karena merek merupakan petunjuk dalam membuat keputusan pembelian
(Susanto et al., 2004). Konsumen memegang peranan penting dalam menentukan
keberhasilan suatu usaha. Untuk itu penelitian tentang suatu citra merek (brand
image) dari produk yang sejenis melalui penilaian konsumen perlu dilakukan.
Untuk mengukur citra ketiga merek produk MSG tersebut, sejauh ini ada tiga
pendekatan terstruktur yang dipakai dalam mengukur citra, yaitu diagram ular
(snake diagram), teknik KS, dan diagram jaring laba- laba (Simamora, 2002).
Peneliti hanya menggunakan salah satu alat ukur yang dianggap relevan dan
standar yaitu dengan menggunakan diagram ular (snake diagram). Metode ini
digunakan karena hasil analisis brand image ditentukan dari hasil perhitungan
skor melalui interpretasi skala Likert dan berdasarkan pertanyaan-pertanyaan
dalam kuesioner, sehingga kita dapat lebih rinci mengukur brand image suatu
merek MSG berdasarkan atribut produk. Sedangkan teknik KS sulit diterapkan
karena metode ini mengharuskan adanya pengepresan pada pertanyaan-pertanyaan
dalam kuesioner. Sehingga semakin dipersempit pertanyaan dalam kuesioner
tersebut, maka semakin sulit bagi peneliti untuk mengkaji hasil analisis brand
image. Pada metode jaring laba- laba, terkait dengan target perusahaan terhadap
konsumen pengguna merek tersebut. Selain itu, metode ini mengharuskan
diberlakukannya delapan variabel atau atribut meskipun diperoleh lebih dari
delapan variabel yang layak. Bagan alur kerangka penelitian ditampilkan pada
Gambar 3. Bagan Alur Kerangka Penelitian
Mengetahui preferensi konsumen terhadap merek MSG berdasarkan atribut produk
Pilihan Atribut Kuesioner
BRAND IMAGE
Diskusi konsumen pra penelitian
Uji Validitas
Metode Cochran Q Test Survey Konsumen
Metode Diagram Ular
Tidak Teruji
Teruji
Diperoleh atribut valid
• Untuk kuesioner
• Untuk perhitungan skor brandimage
• Konsumsi MSG di Indonesia menurun • Stok MSG berlebih
Strategi produsen MSG penjualan produk Meningkatkan
Penelitian terdahulu
Skala Likert
Hasil Kuesioner
Karakteristik Konsumen
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1. Lokasi dan Waktu Penelitian
Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode
survei dengan mengambil lokasi di beberapa perumahan di wilayah Kecamatan
Senen, Jakarta Pusat. Penentuan lokasi didasarkan pada pertimbangan bahwa
wilayah Kecamatan Senen merupakan wilayah yang sangat strategis dan padat
penduduknya, serta memudahkan peneliti dalam mengambil sampel karena
wilayah ini terdiri dari berbagai tipe perumahan penduduknya yang beragam,
sehingga cukup mewakili populasi sampel di wilayah Jakarta Pusat. Pengumpulan
data dilaksanakan selama bulan Mei– Juni 2005.
3.2. Jenis dan Sumber Data
Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari data primer dan
data sekunder. Data primer diperoleh dari hasil wawancara individu dengan
responden. Metode wawancara dilakukan secara langsung dengan menggunakan
kuesioner yang berisikan pertanyaan tertutup dan pertanyaan terbuka. Pertanyaan
tertutup adalah pertanyaan yang alternatif jawabannya telah disediakan sehingga
responden hanya memilih salah satu dari alternatif jawaban yang menurutnya
paling sesuai. Pertanyaan terbuka adalah pertanyaan yang alternatif jawabannya
telah disediakan sehingga responden menjawab pertanyaan sesuai dengan alasan
responden atau tidak terdapat dalam pilihan yang tersedia.
Data sekunder diperoleh dari studi literatur yang berhubungan dengan
topik penelitian. Data sekunder yang digunakan diperoleh melalui instansi terkait
Perindustrian dan Perdagangan Jakarta (Depperindag), perpustakaan MMA IPB,
perpustakaan pusat Darmaga IPB dan internet.
3.3. Teknik Pengambilan Sampel dan Pengumpulan Data
Teknik pengambilan sampel yang digunakan adalah accidental sampling
(pengambilan sampel yang dipilih secara acak). Dalam penelitian ini, yang
menjadi responden adalah ibu rumah tangga. Pemilihan responden ibu rumah
tangga didasarkan pada pertimbangan bahwa pembelian bahan makanan untuk
konsumsi keluarga umumnya diputuskan dan dilakukan oleh ibu rumah tangga.
Metode pengambilan responden ini dilakukan dengan memutuskan terlebih
dahulu kriteria-kriteria yang akan digunakan sebagai acuan dalam penarikan
responden. Kriteria tersebut adalah responden pengkonsumsi produk MSG.
Penetapan kriteria tersebut ditujukan agar responden dapat memberikan pendapat,
jawaban serta pernyataan yang bermanfaat dalam penelitian ini.
Jumlah responden yang diwawancarai diambil berdasarkan rumus Slovin
(Umar, 2003). Jumlah populasi diperoleh dari Jumlah KK atau rumah tangga yang
ada di wilayah Kecamatan Senen Jakarta Pusat saat ini yaitu sebanyak 22.918
KK.
Dimana :
n = jumlah sampel
N = ukuran populasi (22.918 KK)
e = persen kelonggaran ketidaktelitian karena kesalahan sampel yang masih
dapat ditolerir (10 %)
N n =
Berdasarkan rumus diatas maka dihasilkan jumlah sampel sebesar 99,56
KK. Untuk memudahkan perhitungan jumlah responden yang diwawancarai
dalam penelitian ini adalah 100 keluarga ˜ 100 ibu rumah tangga (pembulatan
dari 99,56 KK hasil rumus Slovin).
3.4. Metode Analisis Data
Alat analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan
menggunakan metode Snake Diagram atau diagram ular yang merupakan alat
ukur brand image yang digunakan untuk membandingkan citra dua atau lebih
merek yang bersaing (Simamora, 2002).
3.4.1. Metode Diagram ular (Snake Diagram) :
Teknik ini sederhana dan mudah dilakukan untuk mengukur citra sebuah
merek. Diagram ini digunakan untuk membandingkan citra dua atau lebih merek
atau perusahaan yang bersaing (Simamora, 2002). Dari pembandingan tersebut
dapat diketahui apa kelebihan dan kekurangan merek tersebut dibandingkan
pesaingnya. Adapun langkah- langkah penting penerapan dari alat analisis ini
adalah sebagai berikut :
1. Tentukan atribut -atribut produk tersebut. Atribut produk adalah atribut-atribut yang dipertimbangkan konsumen dalam mengambil keputusan tentang
pembelian produk. Bisa juga dikatakan sebagai atribut apa saja yang dipakai
konsumen dalam membandingkan satu produk dengan produk lain (Simamora,
2002). Atribut-atrib ut produk diperoleh dari penelitian pendahuluan oleh peneliti.
Kriteria penentuan atribut didasarkan pada data sekunder dari penelitian
sebelumnya, dari hasil diskusi konsumen yang mengkonsumsi produk MSG yang
dari asumsi peneliti sendiri berdasarkan variabel yang merupakan ciri khas produk
MSG tersebut sehingga akan dihasilkan kesimpulan yang lebih tajam mengenai
produk yang bersangkutan. Atribut-atribut yang dianggap penting yang
merupakan ciri khas produk MSG yaitu merek produk, harga produk, kemudahan
diperoleh, kemasan, ukuran berat, kelengkapan informasi, rasa, penurunan harga
merek lain, iklan dan isi produk. Kesepuluh atribut ini dianggap valid jika diuji
terlebih dahulu dengan uji Cochran..
2. Buat kuesioner dengan memasukkan atribut produk yang dihasilkan sebelumnya. Pertanyaan khusus untuk citra menggunakan skala Likert (Likert
Scale) (Simamora, 2002).
3.4.2. Uji Validitas
Untuk mengetahui kelayakan kuisioner dilakukan uji validitas. Uji
validitas dilakukan dengan menggunakan metode Cochran Q Test, yaitu dengan
memberikan pertanyaan kepada responden. Pilihan jawaban dari pertanyaan
tersebut sudah disediakan. Responden tinggal memilih atribut mana yang
dianggap berkaitan dengan produk MSG. Atribut yang sudah disediakan
ditentukan oleh peneliti dengan mengacu pada penelitian-penelitian terdahulu.
3.4.3. Metode Cochran Q Test
Dalam metode ini, kita memberikan pertanyaan tertutup kepada
responden, yaitu pertanyaan yang pilihan jawabannya sudah disediakan. Dengan
kata lain, daftar atribut sudah tersedia. Responden tinggal memilih atribut mana
yang dianggap berkaitan dengan produk. Untuk itu, daftar atribut yang diuji harus
lengkap. Jadi, dilakukan riset pendahuluan (preliminary research) untuk
dilakukan terhadap 20 orang responden (Simamora, 2002). Langkah pertama yang
dilakukan adalah menyusun daftar pertanyaan yang pilihan jawabannya YA dan
[image:47.596.113.513.202.454.2]TIDAK seperti pada Tabel 3.
Tabel 3. Kuesioner untuk Meneliti Atribut Produk MSG dengan Cochran Q Test Pada Preliminary Research Terhadap 20 Orang Responden
No ATRIBUT YANG DIUJI ANDA PERTIMBANGKAN?
YA TIDAK
1. Merek
2. Harga produk
3. Kemudahan diperoleh 4. Kemasan
5. Ukuran berat
6. Kelengkapan informasi 7. Rasa
8. Penurunan harga merek lain 9. Iklan
10. Isi produk
Sepuluh atribut yang digunakan untuk uji Cochran diperoleh dari asumsi
peneliti sendiri berdasarkan data sekunder dari penelitian terdahulu dan hasil
diskusi beberapa konsumen yang mengkonsumsi produk penyedap rasa yang
Tabel 4. Hasil Penelitian Pendahuluan (preliminary research) Terhadap 20 Orang Responden
No Atribut Menjawab
YA
Menjawab TIDAK
1. Merek 18 2
2. Harga produk 17 3
3. Kemudahan diperoleh 19 1
4. Kemasan 16 4
5. Ukuran berat 15 5
6. Kelengkapan informasi 17 3
7. Rasa 20 0
8. Penurunan harga merek lain 13 7
9. Iklan 8 12
10. Isi produk 20 0
Keterangan : Hasil preliminary research (pra penelitian) dilakukan oleh
peneliti sendiri dengan menyebarkan kuesioner pada 20 orang responden
(Simamora, 2002). Responden tersebut adalah konsumen rumah tangga yang
mengkonsumsi produk MSG dan bersedia mengisi lembar kuesioner dengan
menjawab YA atau TIDAK pada atribut yang dipertimbangkan dalam proses
pembelian produk MSG. Contoh lembar kuesioner seperti pada Tabel 3 diatas.
Berikut ini langkah- langkah dalam melakukan uji Cochran untuk mengetahui
atribut-atribut yang valid dari sepuluh atribut terpilih :
1. Hipotesis yang mau diuji :
Ho : Semua atribut yang diuji memiliki proporsi jawaban YA yang sama
2. Mencari Q hitung dengan rumus sebagai berikut : Q =
∑
∑
∑
∑
− − − n i n i k i k i Ri Ri k Ci Ci k k 2 2 ) ( ) 1 ( dimana :k = banyaknya asosiasi
Ri = jumlah baris jawaban YA
Ci = jumlah kolom jawaban YA
3. Penentuan Q tabel (Qtab) :
Dengan a = 0,05, derajat kebebasan (dk) = k – 1, maka diperoleh Q tab (0,05 ;
df) dari tabel Chi Square Distribution.
4. Keputusan : Tolak Ho dan terima Ha, jika Q hit > Q tab
Terima Ho dan tolak Ha, jika Q hit < Q tab
5. Kesimpulan :
• Jika tolak Ho berarti proporsi jawaban YA masih berbeda pada semua
atribut. Artinya, belum ada kesepakatan diantara para responden tentang
atribut.
• Jika terima Ho berarti proporsi jawaban YA pada semua atribut dianggap
sama. Dengan demikian, semua dianggap sepakat mengenai semua atribut
sebagai faktor yang dipertimbangkan.
*** Dari hasil uji Cochran, diperoleh 8 dari 10 atribut yang valid hasil
Hasil Pengujian I :
Didapat Q hit = 41,42 dengan a = 0,05 , dk = 10 – 1 = 9, diperoleh Q tab (0,05; 9)
= 16,92 (Lampiran 1).
Keputusan pengujian I : Tolak Ho karena Q hitung (41,42) > Q tab (16,92). Jadi
belum ada kesamaan pendapat responden tentang atribut. Dengan demikian, perlu
dilakukan Pengujian II dengan membuang atribut yang memiliki proporsi
[image:50.596.113.509.343.549.2]jawaban YA paling kecil (Simaora, 2002), yaitu atribut “iklan” (Tabel 5).
Tabel 5. Atribut yang diuji pada Pengujian II dengan membuang Atribut “Iklan”
No Atribut Menjawab YA (orang)
1. Merek 18
2. Harga produk 17
3. Kemudahan diperoleh 19
4. Kemasan 16
5. Ukuran berat 15
6. Kelengkapan informasi 17
7. Rasa 20
8. Penurunan harga merek lain 13
10. Isi produk 20
Sumber : Hasil olahan dari Tabel 4
Hasil Pengujian II :
Didapat Q hit = 22,98 dengan a = 0,05 , dk = 9 – 1 = 8, diperoleh Q tab (0,05; 8)
= 15,51 (Lampiran 2).
Keputusan pengujian II : Tolak Ho karena Q hitung (22,98) > Q tab (15,51). Belum cukup bukti untuk menyatakan bahwa kemungkinan jawaban YA sama
mengeluarkan atribut yang proporsi jawaban YA paling kecil, yaitu atribut
[image:51.596.116.509.160.350.2]“Penurunan Harga Merek Lain” (Tabel 6).
Tabel 6. Daftar Atribut untuk Pengujian III
No Atribut Menjawab YA (orang)
1. Merek 18
2. Harga produk 17
3. Kemudahan diperoleh 19
4. Kemasan 16
5. Ukuran berat 15
6. Kelengkapan informasi 17
7. Rasa 20
10. Isi produk 20
Sumber : Hasil olahan dari Tabel 5
Hasil Pengujian III :
Didapat Q hit = 5,36 dengan a = 0,05 , dk = 8 – 1 = 7, diperoleh Q tab (0,05; 7) =
14,07 (Lampiran 3).
Keputusan pengujian III : Terima Ho karena Q hitung (5,36) < Q tab (14,07). Artinya, terdapat bukti untuk menyatakan bahwa kedelapan atribut memiliki
kemungkinan jawaban YA yang sama untuk setiap atribut. Dengan kata lain,
kedelapan atribut yang dianalisis dapat dianggap sah sebagai atribut sebuah
produk penyedap rasa (MSG).
3.4.4. Implikasi bagi Pengukuran Brand Image
Ke-8 atribut yang dianggap valid hasil olahan kuesioner dari 20 responden
yang telah diuji Cochran, digunakan untuk membantu dalam menyusun
pertanyaan pada kuesioner dan perhitungan skor brang image dengan
3.4.5. Skala Likert (Liker