• Tidak ada hasil yang ditemukan

Studi Kualitatif pada Ibu Hamil yang Mengalami Tindak Kekerasan di Kecamatan Medan Selayang Kota Medan Tahun 2013

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Studi Kualitatif pada Ibu Hamil yang Mengalami Tindak Kekerasan di Kecamatan Medan Selayang Kota Medan Tahun 2013"

Copied!
167
0
0

Teks penuh

(1)

STUDI KUALITATIF PADA IBU HAMIL YANG MENGALAMI KEKERASAN DI KECAMATAN MEDAN SELAYANG

KOTA MEDAN TAHUN 2013

TESIS

Oleh

VERA CHRISTINA HULU 1070322214/IKM

PROGRAM STUDI S2 ILMU KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

(2)

STUDI KUALITATIF PADA IBU HAMIL YANG MENGALAMI KEKERASAN DI KECAMATAN MEDAN SELAYANG

KOTA MEDAN TAHUN 2013

TESIS

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat

untuk Memperoleh Gelar Magister Kesehatan (M.Kes) dalam Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat

Minat Studi Kesehatan Reproduksi pada Fakultas Kesehatan Masyarakat

Universitas Sumatera Utara

Oleh

VERA CHRISTINA HULU 1070322214/IKM

PROGRAM STUDI S2 ILMU KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

(3)

Judul Tesis : STUDI KUALITATIF PADA IBU HAMIL YANG MENGALAMI KEKERASAN DI KECAMATAN MEDAN SELAYANG KOTA MEDAN

TAHUN 2013 Nama Mahasiswa : Vera Christina Hulu Nomor Induk Mahasiswa : 10703214

Program Studi : S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat Minat Studi : Kesehatan Reproduksi

Menyetujui Komisi Pembimbing

(Namora Lumongga Lubis, M.Sc, Ph.D)

Ketua Anggota

(Siti Saidah Nst, S.Kp, M.Kep, Sp.Mat)

Dekan

(Dr. Drs. Surya Utama, M.S)

(4)

Telah diuji

Pada Tanggal : 2 Agustus 2013

PANITIA PENGUJI TESIS

Ketua : Namora Lumongga Lubis, M.Sc, Ph.D Anggota : 1. Siti Saidah Nst, S.Kp, M.Kep, Sp.Mat

(5)

PERNYATAAN

STUDI KUALITATIF PADA IBU HAMIL YANG MENGALAMI KEKERASAN DI KECAMATAN MEDAN SELAYANG

KOTA MEDAN TAHUN 2013

TESIS

Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam tesis ini tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi, dan sepanjang sepengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalam naskah ini dan disebutkan dalam daftar pustaka.

Medan, Oktober 2013

(6)

ABSTRAK

Tindak kekerasan terhadap perempuan merupakan pelanggaran hak azasi rnanusia dan kejahatan terhadap martabat kemanusiaan serta merupakan bentuk diskriminasi terhadap perempuan. Diskriminasi yang dilakukan adalah salah satu bentuk daripada tindak kekerasan. Tindak kekerasan atau termasuk di dalamnya kekerasan dalam rumah tangga sebenarnya sering terjadi namun hanya kelihatan sebagian kecil dari kejadian sebenarnya seperti fenomena gunung es.

Penelitian ini dilakukan pada ibu hamil yang mengalami tindak kekerasan dari pasangan atau suaminya sendiri. Dilakukan dengan menggunakan metode kualitatif. Pengumpulan data dilakukan dengan metode observasi, wawancara mendalam dan dokumen berupa file note dan audio. Informan diperoleh sebanyak tiga orang melalui penelusuran ibu hamil yang mengalami tindak kekerasan dan berkunjung memeriksakan kehamilannya di Klinik Bersalin Bidan di daerah Kecamatan Medan Selayang.

Hasil penelitian diperoleh bahwa ibu hamil mengalami tindak kekerasan baik secara fisik, psikologis, seksual dan ekonomi. Pasangan atau suami mereka memiliki pasangan lain atau perempuan lain di dalam kehidupan mereka. Perempuan/istri tidak dapat berbuat apa-apa hanya pasrah menerima kenyataan menerima perlakuan pasangan mereka. Tindak kekerasan yang dialami ibu hamil berpengaruh pada kondisi fisik dan psikologis mereka. Kemudian mereka cenderung tidak menerima janin yang ada di kandungan dan berusaha untuk digugurkan atau diserahkan kepada orang lain.

Diharapkan penelitian ini dapat member! masukan kepada perempuan khususnya ibu hamil agar terhindar dari tindak kekerasan oleh pasangannya sendiri. Kemudian sebaiknya mereka lebih tegas dan menjaga kesehatan reproduksinya.

(7)

ABSTRACT

Violence against women is the violation of human rights, a crime to human dignity and a form of discrimination. Violence including domestic violence often occurs but is only a small amount of its surface is seen like an iceberg phenomenon.

The population of the research was pregnant mothers who suffered from violence in their households. It was done by using qualitative method with interpretative design. The data were gathered by using observation method, in-depth interviews, and other documents such as audio materials. There were three informants who helped investigate pregnant mothers suffered from violence and examined their pregnancy at midwifery clinic in Medan Selayang Subdistrict.

The result of the research showed that pregnant women experiencing violence

whether physical, psychological, sexual and economic. Sponse of their husbands

have other women is his life. Women cannot do anythingjust resignedly accept their partner behavior. Violence would make bad effect on pregnant mothers both physically and psychologically. Then they tend not accept that there is a fetus in her womb and trying to abortion.

It is expected that this research can give input to women, especially to pregnant mothers, so that they can avoid violence conducted by their spouses. Then they should be more assertive to men and also maintain reproductive health.

(8)

KATA PENGANTAR

Puji dan Syukur saya ucapkan kepada Tuhan Yesus Kristus karena atas berkat-Nya lah maka tesis ini bisa selesai tepat pada waktunya, adapun tesis ini berjudul “Studi Kualitatif pada Ibu Hamil yang Mengalami Tindak Kekerasan di Kecamatan Medan Selayang Kota Medan Tahun 2013”.

Tesis ini merupakan salah satu persyaratan akademik untuk menyelesaikan pendidikan Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat Minat Studi Kesehatan Reproduksi pada Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.

Dalam penulisan tesis ini, saya mendapat bantuan, dorongan, dan bimbingan dari berbagai pihak. Untuk itu pada kesempatan ini saya mengucapkan terima kasih dan penghargaan kepada :

1. Prof. Dr. dr. Syahril Pasaribu, DTM&H. M.Sc (CTM), Sp.A(K) selaku Rektor Universitas Sumatera Utara

2. Dr. Drs. Surya Utama, M.S selaku Dekan Fakultas Kesehatan Masyarakat USU yang telah memberikan kesempatan kepada saya untuk mengikuti pendidikan pada Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara

(9)

4. Namora Lumongga Lubis, M.Si, Ph.D selaku ketua pembimbing I yang telah banyak memberi waktu, pikiran, dalam membimbing dan mengarahkan saya dengan penuh kesabaran.

5. Siti Saidah Nasution, S.Kep, M.Kep, Sp.Mat selaku pembimbing I yang telah banyak memberi waktu, pikiran, dalam membimbing dan mengarahkan saya dengan penuh kesabaran.

6. dr. Yusniwarti Yusad, M.Si yang bersedia menjadi penguji I dan banyak memberi masukan kepada saya.

7. Asfriyati, S.K.M, M.Kes yang bersedia menjadi penguji II dan banyak memberi masukan kepada saya.

8. Suamiku tercinta yang telah pergi ke surga alm. Fangaro Nazara, S.H yang selalu mendorong saya untuk kuliah dan sampai ia pergi tetap mencintai dan mendukung saya sehingga tulisan ini dapat selesai dengan baik. Cintanya akan tetap saya kenang selamanya.

9. Orangtua saya tercinta Ayahanda alm. F. Hulu, S.H dan Ibunda Sari Bathin Maru’ao, abang, kakak, adik dan ponakan-ponakan saya yang telah memberi dorongan, doa dan dukungan secara moril selama mengikuti pendikan.

10. Terima kasih juga buat temanku Betseba Sebayang, S.K.M, M.Kes dan teman-teman Kespro B lainnya yang selalu memberi dorongan kepada saya.

(10)

(GKII) Medan yang selalu mendoakan saya sehingga saya tetap kuat untuk menyelesaikan tesis ini.

12. Dalam penelitian ini dengan pertimbangan etika, nama, alamat dan identitas korban saya samarkan untuk melindunginya dari bermacam-macam hal yang merugikan dan merusak nama baik korban.

Saya menyadari bahwa penulisan ini mempunyai kekurangan, untuk itu saya bersedia menerima saran dan masukan guna menyempurnakan tesis ini. Saya ucapkan terima kasih atas semua saran dan masukan yang disampaikan demi perbaikan tesis ini.

Akhirnya, saya mohon maaf yang setulusnya kepada semua pihak jika ditemui kekurangan selama saya mengikuti pendidikan dan penelitian berlangsung. Semoga Tuhan yang Maha Kuasa membalas semua kebaikan yang diberikan kepada saya dengan berlipat-lipat ganda. Semoga tesis ini bermafaat bagi kita semua.

Medan, Oktober 2013 Penulis,

(11)

RIWAYAT HIDUP

Saya bernama Vera Christina Hulu, dilahirkan di Kota Medan pada tanggal 15 Agustus 1967, anak kelima dari tujuh bersaudara, beragama Kristen Protestan dengan alamat di Jl. Stella Raya Kecamatan Medan Tuntungan.

(12)

DAFTAR ISI

2.2. Bentuk-bentuk Tindak Kekerasan ... 17

2.3. Penyebab Tindak Kekerasan ... 22

2.4. Kekerasan Selama Kehamilan ... 27

2.5. Akibat Kekerasan ... 27

2.6. Kehamilan ... 29

2.6.1 Definisi Hamil ... 29

2.6.2 Hak-hak Wanita Hamil ... 30

2.6.3 Kebutuhan Ibu Hamil ... 31

2.6.4 Adaptasi terhadap Kehamilan secara Fisiologis dan Psikologis pada Ibu Hamil ... 33

2.6.5 Partisipasi Suami dalam Asuhan Kehamilan ... 41

2.7. Kekerasan terhadap Perempuan dalam Perspektif Gender ... 44

(13)

3.4.1 Wawancara ... 52

3.4.2 Observasi ... 52

3.4.3 Dokumen ... 52

3.5 Pengumpulan dan Analisis Data ... 53

3.5.1 Membuat dan Mengatur Data yang sudah Dikumpulkan ... 53

3.5.2 Pengelompokan Topik Penting dan Pemberian Makna 54

BAB 4. HASIL PENELITIAN ... 55

4.1 Proses Penelusuran Informan ... 55

4.2.1 Kasus Nn S ... 58

4.2.2 Kasus Ny. I ... 63

4.2.3 Kasus Ny. A ... 66

4.3 Gambaran Kekerasan yang Dialami oleh Informan ... 72

4.3.1 Alasan Suami/Pasangan Melakukan Kekerasan ... 72

4.3.2 Efek Kekerasan pada Ibu Hamil dan Janinnya ... 78

4.3.3 Latar Belakang Keluarga Korban adalah Pelaku Kekerasan... 82

4.3.4 Reaksi Istri terhadap Suami/pasangan ... 84

4.3.5 Melakukan Hubungan Seks Sebelum Menikah ... 85

4.3.6 Keadaan Ekonomi adalah Menengah ke Bawah ... 86

4.3.7 Informan Memiliki Pendidikan Rendah ... 87

4.3.8 Berasal dari Keluarga tidak Agamais ... 87

4.3.9 Latar Belakang Kehidupan Kecil di Kampung ... 88

4.3.10 Korban tidak Memiliki Pekerjaan Tetap dan tidak Mandiri Secara Ekonomi ... 89

4.3.11 Pendidikan Suami/Pasangan Rendah ... 89

4.3.12 Jenis Pekerjaan Suami adalah Buruh Kasar ... 90

BAB 5. PEMBAHASAN ... 91

5.1 Interpretasi Hasil Penelitian ... 91

5.1.1 Alasan Suami/Pasangan Melakukan Kekerasan ... 92

5.1.2 Efek Kekerasan pada Ibu Hamil dan Janinnya ... 97

5.1.3 Latar Belakang Keluarga Korban adalah Pelaku Kekerasan ... 105

5.1.4 Tindakan Istri/Perempuan terhadap Kekerasan ... 106

5.1.5 Melakukan Hubungan Seks Sebelum Menikah dan Berasal dari Keluarga tidak Agamais ... 108

(14)

BAB 6. KESIMPULAN DAN SARAN ... 110

6.1 Kesimpulan ... 110

6.2 Saran ... 111

(15)

DAFTAR TABEL

No. Judul Halaman

(16)

DAFTAR LAMPIRAN

No. Judul Halaman

1. Hasil Wawancara Mendalam ... 116

(17)

ABSTRAK

Tindak kekerasan terhadap perempuan merupakan pelanggaran hak azasi rnanusia dan kejahatan terhadap martabat kemanusiaan serta merupakan bentuk diskriminasi terhadap perempuan. Diskriminasi yang dilakukan adalah salah satu bentuk daripada tindak kekerasan. Tindak kekerasan atau termasuk di dalamnya kekerasan dalam rumah tangga sebenarnya sering terjadi namun hanya kelihatan sebagian kecil dari kejadian sebenarnya seperti fenomena gunung es.

Penelitian ini dilakukan pada ibu hamil yang mengalami tindak kekerasan dari pasangan atau suaminya sendiri. Dilakukan dengan menggunakan metode kualitatif. Pengumpulan data dilakukan dengan metode observasi, wawancara mendalam dan dokumen berupa file note dan audio. Informan diperoleh sebanyak tiga orang melalui penelusuran ibu hamil yang mengalami tindak kekerasan dan berkunjung memeriksakan kehamilannya di Klinik Bersalin Bidan di daerah Kecamatan Medan Selayang.

Hasil penelitian diperoleh bahwa ibu hamil mengalami tindak kekerasan baik secara fisik, psikologis, seksual dan ekonomi. Pasangan atau suami mereka memiliki pasangan lain atau perempuan lain di dalam kehidupan mereka. Perempuan/istri tidak dapat berbuat apa-apa hanya pasrah menerima kenyataan menerima perlakuan pasangan mereka. Tindak kekerasan yang dialami ibu hamil berpengaruh pada kondisi fisik dan psikologis mereka. Kemudian mereka cenderung tidak menerima janin yang ada di kandungan dan berusaha untuk digugurkan atau diserahkan kepada orang lain.

Diharapkan penelitian ini dapat member! masukan kepada perempuan khususnya ibu hamil agar terhindar dari tindak kekerasan oleh pasangannya sendiri. Kemudian sebaiknya mereka lebih tegas dan menjaga kesehatan reproduksinya.

(18)

ABSTRACT

Violence against women is the violation of human rights, a crime to human dignity and a form of discrimination. Violence including domestic violence often occurs but is only a small amount of its surface is seen like an iceberg phenomenon.

The population of the research was pregnant mothers who suffered from violence in their households. It was done by using qualitative method with interpretative design. The data were gathered by using observation method, in-depth interviews, and other documents such as audio materials. There were three informants who helped investigate pregnant mothers suffered from violence and examined their pregnancy at midwifery clinic in Medan Selayang Subdistrict.

The result of the research showed that pregnant women experiencing violence

whether physical, psychological, sexual and economic. Sponse of their husbands

have other women is his life. Women cannot do anythingjust resignedly accept their partner behavior. Violence would make bad effect on pregnant mothers both physically and psychologically. Then they tend not accept that there is a fetus in her womb and trying to abortion.

It is expected that this research can give input to women, especially to pregnant mothers, so that they can avoid violence conducted by their spouses. Then they should be more assertive to men and also maintain reproductive health.

(19)

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Tindak kekerasan merupakan pelanggaran hak azasi manusia dan kejahatan terhadap martabat kemanusiaan serta merupakan bentuk diskriminasi. Tindak kekerasan (violence) adalah sebuah ekspresi baik yang dilakukan secara fisik ataupun verbal yang mencerminkan pada tindakan agresi dan penyerangan pada kebebasan atau martabat seseorang yang dapat dilakukan oleh perorangan atau sekelompok orang. Kamus Besar Bahasa Indonesia (1991) istilah “kekerasan” berasal dari kata “keras” yang berarti kuat, padat dan tidak mudah hancur, sedangkan bila diberi imbuhan “ke” maka akan menjadi kata “kekerasan” yang berarti: (1) perihal/sifat keras, (2) paksaan, dan (3) suatu perbuatan yang menimbulkan kerusakan fisik atau non fisik/psikis pada orang lain.

(20)

Rifka Annisa Women’s Crisis Center pada tahun 1998, dari 125 kasus KTI, 11% diantaranya mengakhiri perkawinannya dengan perceraian, 13 % mengambil jalan keluar dengan cara melaporkan suami ke polisi, ke atasan suami, atau mengajak berkonseling, dan mayoritas korban (76%) mengambil keputusan kembali kepada suami dan menjalani perkawinannya yang penuh dengan kekerasan (Hayati, 2002).

Studi yang dilakukan oleh London School of Hygiene dan Tropical Medicine serta beberapa organisasi di beberapa negara menemukan bahwa tindak kekerasan terhadap seorang wanita yang dilakukan oleh pasangannya dapat berakibat bagi kesehatan. Wanita yang menjadi korban kekerasan menderita masalah kesehatan fisik dan mental dua kali lebih besar dibandingkan wanita yang tidak mengalami kekerasan. Hal ini termasuk keinginan dan perilaku bunuh diri, tekanan mental dan gangguan fisik seperti pusing, nyeri lemas dan gangguan fungsi vagina (Dunia Wanita, 2007).

(21)

kekerasan yang dialami adalah kecemasan dalam bentuk : ketakutan akan bahaya, ancaman dan pelecehan/kekerasan ; diserang ketakutan ketika ia mengingat perlakuan yang ia terima ; kegairahan atau terlalu waspada ; rasa lemas berlebihan dan ketegangan ; nyeri tanpa alasan; cemas akan masa depan ; takut masyarakat luas.

Tindak kekerasan banyak terjadi di Indonesia, namun hingga saat ini Indonesia belum mempunyai data nasional untuk tindak kekerasan sebab wanita yang jadi korban kekerasan tidak semua melaporkannya. Pencatatan data status tindak kekerasan dapat ditelusuri dari sejumlah institusi yang layanannya terkait dengan perempuan. Pada tahun 2007 Mitra Perempuan Women’s Crisis Centre (WCC) mencatat bahwa pada tahun 2006 di Jakarta ada 336 (82,75%) perempuan mengalami kekerasan yang dilakukan oleh suami atau mantan suami. Fakta juga menunjukkan bahwa ada sembilan dari sepuluh wanita mengalami gangguan kesehatan jiwa, 12 orang mencoba bunuh diri ; 13,12% dari mereka menderita gangguan kesehatan reproduksinya.

(22)

kasus kekerasan dalam pacaran. Kekerasan paling banyak adalah kekerasan psikis yaitu sebanyak 103.691 kasus, kekerasan ekonomi 3.222 kasus, kekerasan fisik 2.790 kasus serta kekerasan seksual 1.398 kasus. Sementara kasus pada Januari sampai April 2012 sudah mencapai 29 kasus kekerasan dalam rumah tangga (Komnas Perempuan, 2012).

Collinson (2009) menyatakan bahwa sebagai penyebab lain dari pada perempuan sering menjadi korban tindak kekerasan adalah oleh harga diri yang rendah. Semakin rendah harga diri seorang perempuan maka semakin rentan untuk menerima perlakuan tindak kekerasan oleh pasangannya. Mereka tidak berani untuk meninggalkan pasangannya yang bertindak kasar. Seorang wanita yang memiliki harga diri tinggi dapat juga mengalami tindak kekerasan dalam rumah tangga namun mereka lebih memiliki citra diri yang kuat untuk berani meninggalkan pasangannya yang melakukan tindak kekerasan pada dirinya. Pelaku kekerasan yaitu pasangan mereka sendiri selalu memangsa wanita dengan menanamkan pada wanita tersebut bahwa mereka tidak bisa berbuat apa-apa selaian bila ada suaminya walau mereka mendapat perlakuan yang kasar. Selain itu, wanita yang memiliki harga diri yang rendah lebih percaya pada perkataan pasangan mereka yang mengatakan bahwa mereka sangat dicintai dan akhirnya selalu di dominasi pasangannya.

(23)

perempuan yang tak terlindungi terhadap kekerasan semasa kecilnya mungkin akan melihatnya sebagai suatu kejadian yang normal, dan karenanya tak pernah memperhatikan tanda-tanda peringatan dari suami penganiaya. Di sisi lain, jika seorang anak laki-laki menyaksikan ayahnya memukul ibunya, dia akan belajar bahwa hal itu adalah jalan terbaik untuk memperlakukan perempuan, dan karena itu dia lebih mungkin untuk kemudian menganiaya istrinya sendiri. Ini disebut sebagai “penularan kekerasan antar generasi (intergenerational transmission of violence)”. Rasa lemah dan tidak percaya diri serta rendahnya dukungan dari keluarga dan teman. Kemudian pandangan masyarakat terhadap janda juga membuat wanita korban kekerasan tetap mempertahankan perkawinannya.

Perempuan sering mengalami kekerasan, karena perempuan masih sering di tempatkan pada posisi yang terpinggirkan dan di rugikan, yang mengakibatkan status perempuan dianggap lebih rendah dari laki-laki, termasuk dalam fungsi reproduksinya. Hal tersebut menyebabkan pemenuhan hak reproduksi perempuan kurang dihargai, antara lain dalam menentukan kapan ia ingin hamil, menentukan jumlah anak yang diinginkan, pengambilan keputusan kesertaan dalam berkeluarga berencana (KB) dan menentukan jenis alat kontrasepsi yang dipilih, pemeriksaan ante natal care (ANC) dan Pemeriksaan Pasca Persalinan/PPC (Depkes RI, 2007).

(24)

ditemukan bahwa wanita hamil lebih mendapat perlakuan kekerasan dari pasangan sebesar 60,6% dari pada wanita yang tidak hamil. Kekerasan akan membawa komplikasi yang lebih besar dari pada penyakit diabetes, darah tinggi atau penyakit serius lainnya. Sebagian besar alasan pada bertambahnya risiko kekerasan selama kehamilan adalah bahwa ayah atau laki-laki pasangan merasakan suatu ketegangan yang tinggi menanti kelahiran. Stress atau ketegangan tersebut dimanifestasikan sebagai frustrasi, yang mana ditujukan kepada istri dan anak yang belum lahir. Hampir 10% dari ibu-ibu muda mengalami kekerasan ketika mereka sedang mengandung (WHO, 1999).

Sepantasnya wanita yang hamil dilindungi oleh suami dan orang-orang terdekat dengan dirinya, namun studi Faiz (2007) menunjukkan antara 4%-12% wanita hamil melaporkan, bahwa mereka mendapatkan perilaku kekerasan selama kehamilannya. Lebih dari 90% para wanita tersebut mendapat kekerasan dari pasangannya dan sering berupa kekerasan fisik berupa tendangan dan pukulan di bagian perut. Tindak kekerasan mengarah pada fisik, seksual atau kekerasan secara psikologis selalu dilakukan oleh pasangan atau bekas pasangan. Kekerasan selama kehamilan lebih sering terjadi daripada komplikasi masalah kebidanan, termasuk preeklamsia dan diabetes selama kehamilan (Bacchus dkk, 2003).

(25)

penyiksaan sebagai akibat dari kehamilan yang tidak diharapkan atau yang tidak diinginkan. Data menunjukkan bahwa kehamilan tersebut ditolak sebagai akibat dari kekerasan seksual, perkosaan atau sengaja menolak untuk mengontrol kelahiran. Biasanya kekerasan pada ibu hamil tidak hanya pada satu daerah pemukulan tetapi pada banyak tempat yaitu daerah payudara, perut dan alat kelamin (Heise, 1993 ; Bewley et al, 1994).

Tindak kekerasan terhadap perempuan hamil memiliki efek yang langsung dan berkepanjangan dapat berakibat cedera langsung pada wanita, kehamilan dan bayinya. Mereka yang mengalami kekerasan dalam rumah tangga biasanya memiliki tanda-tanda, antara lain terlambat dalam mencari perawatan pre natal dan kurangnya pendidikan pra lahir. Sebagian besar perempuan khususnya di bidang kesehatan reproduksi dan ibu hamil yang mengalami kekerasan dalam rumah tangga lebih berisiko mengalami kesehatan emosi yang negatif baik bagi si ibu maupun bagi calon bayi (Weiss, 2009 ; Senanayake, 2011).

Perubahan fisik yang terjadi akan mempengaruhi aspek psikologis ibu hamil dan sebaliknya. Hal tersebut akan membuat ibu hamil akan mengalami trauma yang juga akan mempengaruhi janin terutama pada trimester pertama. Trauma kehamilan dapat disebabkan oleh trauma mekanis, seperti akibat benda tumpul, tikaman, kekerasan dalam rumah tangga (Adelaar, 2011).

(26)

tubuh dan atau kematian. Kekerasan emosional atau psikologis umumnya sulit terlihat dan jarang diperhatikan tetapi membawa dampak yang jauh lebih serius dibanding bentuk kekerasan yang lain. Akibat psikis ringan yang dialami antara lain ketakutan, perasaan malu, terhina dan terasing. Sedangkan akibat psikis yang lain yang dialami antara lain perasaan rendah diri, hilangnya konsep diri dan kehilangan rasa percaya diri. Akibat-akibat psikis tersebut tentu saja tidak baik bagi perkembangan mental para korban karena menghambat potensi-potensi diri yang seharusnya berkembang. Kekerasan seksual dapat menimbulkan gangguan pada fungsi reproduksi, haid tidak teratur, sering mengalami keguguran, dan kesulitan menikmati hubungan seksual.

Bacchus, et al (2003) menemukan dalam penelitiannya bahwa wanita hamil yang mengalami tindak kekerasan akan tidak peduli atau terlambat dalam melakukan pemeriksaan ANC. Akibat dari pengalaman mereka terhadap kekerasan adalah mereka sering depresi, mengabaikan diri. Ditemukan bahwa satu dari lima wanita akan mengalami gejala depresi. Hal tersebut membuat mereka kurang peduli pada dirinya sendiri dan janin yang dikandung namun mereka tidak melaporkan kekerasan yang mereka alami terhadap pihak yang berwewenang.

(27)

sendiri dengan cara minum jenis jamu yang untuk menggugurkan namun kehamilannya tetap utuh) dan tiga orang adalah remaja yang sedang sekolah tapi dihamili oleh temannya atau laki-laki yang tidak bertanggung jawab. Ada juga beberapa orang perempuan hamil minta untuk menggugurkan bayinya namun ditolak oleh Bidan di Klinik Bersalin. Perempuan hamil yang mengalami pelecehan dari pasangannya tersebut tidak ada satupun yang berani melaporkan diri ke pihak yang berwenang, alasan mereka hal tersebut merupakan aib dan memalukan diri.

1.2 Permasalahan

Berdasarkan uraian latar belakang tersebut di atas, maka permasalahan penelitian ini adalah :

1. Mengapa dan apa penyebab ibu hamil mengalami kekerasan dalam tangga ? 2. Bagaimanakah kondisi kehamilan pada ibu yang mengalami tindak

kekerasan di daerah Kecamatan Medan Selayang Kota Medan tahun 2013 ?

1.3 Tujuan Penelitian

(28)

1.4 Manfaat Penelitian 1. Manfaat Praktis

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memperoleh informasi mengenai akibat dari tindak kekerasan pada ibu hamil.

2. Manfaat Teoritis

(29)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1Tindak Kekerasan

2.1.1. Pengertian Tindak Kekerasan

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (2008), “kekerasan” diartikan dengan perihal yang bersifat, berciri keras, perbuatan seseorang yang menyebabkan cedera atau matinya orang lain, atau menyebabkan kerusakan fisik. Dengan demikian, kekerasan merupakan wujud perbuatan yang lebih bersifat fisik yang mengakibatkan luka, cacat, sakit atau unsur yang perlu diperhatikan adalah berupa paksaan atau ketidakrelaan pihak yang dilukai.

(30)

terjadi sebagi bagian dari tindakan manusia untuk tak lain daripada melampiaskan rasa amarah yang sudah tak tertahan lagi olehnya.

Menurut KUHP Pasal 89, kekerasan adalah mempergunakan tenaga atau kekuatan jasmani yang tidak kecil atau sekuat mungkin secara tidak sah sehingga orang yang terkena tindakan itu merasakan sakit yang sangat. Sedangkan

Tindak kekerasan termasuk di dalamnya kekerasan dalam rumah tangga adalah kekerasan yang dilakukan di dalam rumah tangga baik ole

Pasal 335 (1) Diancam dengan pidana penjara paling lama satu tahun atau denda paling banyak empat ribu lima ratus rupiah, barangsiapa secara melawan hukum memaksa orang lain supaya melakukan, tidak melakukan atau membiarkan sesuatu, dengan kekerasan, dengan suatu perbuatan lain atau dengan perlakuan yang tak menyenangkan, atau dengan ancaman kekerasan, dengan ancaman perbuatan lain atau dengan ancaman perlakuan yang tak menyenangkan, baik terhadap orang itu sendiri maupun orang lain. Pasal 351 (1) Penganiayaan diancam dengan pidana penjara paling lama dua tahun delapan bulan atau pidana denda paling banyak empat ribu lima ratus rupiah.

(31)

rumah tangga. Sebagian besar korban kekerasan adalah kaum perempuan (istri) dan pelakunya adalah suami, walaupun ada juga korban justru sebaliknya, atau orang-orang yang tersubordinasi di dalam rumah tangga itu. Pelaku atau korban kekerasan adalah orang yang mempunyai hubungan dara perwalian dengan suami, dan anak bahkan pembantu rumah tangga, tinggal di rumah ini. Lingkup rumah tangga dalam Undang-Undang ini meliputi:

a. Suami, isteri, dan anak;

b. Orang-orang yang mempunyai hubungan keluarga dengan orang sebagaimana dimaksud pada point a karena hubungan darah, perkawinan, persusuan, pengasuhan, dan perwalian, yang menetap dalam rumah tangga; dan/atau c. Orang yang bekerja membantu rumah tangga dan menetap dalam rumah

tangga tersebut.

Menurut WHO (1999) yang dimaksud dengan kekerasan adalah penggunaan kekuatan fisik dan kekuasaan, ancaman atau tindakan terhadap diri sendiri, perorangan atau sekelompok atau masyarakat yang mengakibatkan atau kemungkinan besar mengakibatkan memar/trauma, kematian, kerugian psikologis, kelainan perkembangan atau perampasan hak. Kekuatan fisik dan kekuasaan harus dilihat dari segi pandang yang luas mencakup tindakan atau penyiksaan secara fisik, psikis/emosi, seksual dan kurang perhatian/pengabaian (neglected).

(32)

tangga. Kekerasan oleh mitra dekat adalah ancaman atau penggunaan kekerasan terhadap mitra dekat yang mengakibatkan atau berpotensi mengakibatkan kematian, trauma dan hal-hal yang berbahaya yang mencakup kekerasan fisik, psikologis/emosional dan seksual. Dalam hal ini yang dimaksud mitra adalah suami atau istri, dating partner/pacar, bekas istri dan bekas pacar.

Istilah kekerasan dalam rumah tangga digunakan di banyak negara di dunia untuk merujuk pada pengertian kekerasan terhadap perempuan oleh pasangan intimnya yang sekarang atau mantan pasangan intimnya (Jhonson & Sacco, 1995; Fischbach & Herbart, 1997 dalam Rena, 2008). Di beberapa daerah lain, termasuk di Amerika Latin kekerasan dalam rumah tangga digunakan untuk merujuk pada semua bentuk kekerasan dalam keluarga termasuk kekerasan terhadap anak-anak dan orang-orang tua yang terjadi di dalam rumah (Kornblit, 1994).

(33)

lingkup rumah tangga (Rena, 2008). Mengingat luasnya pengertian kekerasan dalam rumah tangga yang meliputi jenis kekerasan fisik, psikologis, seksual, dan ekonomi, maka dalam penelitian ini peneliti menggunakan istilah kekerasan dalam rumah tangga terhadap istri.

2.1.2 Kasus Tindak Kekerasan di Dunia dan di Indonesia

Catatan statistik kondisi perempuan di dunia (Sulaeman, 2013) menyatakan bahwa perempuan usia 15-44 tahun lebih beresiko mengalami pemerkosaan dan kekerasan dalam rumah tangga dibanding mengalami kanker, kecelakaan mobil, perang, atau malaria. Di negara Australia, Kanada, dan Israel 40-70 % dari jumlah perempuan yang tewas terbunuh adalah akibat pembunuhan oleh partner (suami/pacar) mereka. Di Amerika Serikat, 1/3 dari jumlah perempuan yang tewas terbunuh adalah akibat pembunuhan oleh partner (suami/pacar) mereka dan 83% perempuan usia 12 -16 tahun mengalami pelecehan seksual di sekolah. Sementara di Afrika Selatan, seorang perempuan dibunuh setiap 6 jam, oleh partner intim mereka.

Kemudian di India, 22 perempuan dibunuh setiap harinya terkait masalah mas kawin. Guatemala, rata-rata dua perempuan dibunuh setiap harinya. Switzerland, 22,3% perempuan pernah mengalami kekerasan seksual yang dilakukan pria asing (non partner) sepanjang hidup mereka. Di Kanada, 54% perempuan usia 15-19

(34)

kerja mereka. Selanjutnya di negara-negara Asia-Pasifik, 30 -40 % perempuan pekerja mengalami kekerasan seksual di tempat kerja meliputi verbal dan fisik.

Di banyak banyak masyarakat, korban pemerkosaan, perempuan yang dicurigai pernah melakukan hubungan seks sebelum pernikahan, dan perempuan yang dituduh berzina, dibunuh oleh keluarga mereka karena dianggap merusak kehormatan keluarga. Pembunuhan yang diistilahkan “honour killing” ini setiap tahunnya (di seluruh dunia) dilakukan terhadap rata-rata 5000 perempuan. Diperkirakan 2,5 juta orang diselundupkan setiap tahunnya, untuk dipekerjakan di sebagai pelacuran dan budak. 80% dari angka itu adalah perempuan dan anak-anak.

Kemudian selama periode 2005 hingga 2010 terjadi peningkatan perceraian

hingga 70 persen di Indonesia. Remaja Indonesia (SMP-SMA) sebanyak 93,7 pernah melakukan hubungan seks dan 21,2 % remaja putri pernah

melakukan aborsi. Kaum perempuan paling banyak mengalami kekerasan dan penganiayaan oleh orang-orang terdekatnya serta tindak perkosaan di lingkungan komunitasnya sendiri.

(35)

tahun 2009. Sedangkan tahun 2009, kasus kekerasan dalam rumah tangga pada tahun 2010 meningkat sekitar 6,25%.

Kasus tindak kekerasan termasuk di dalamnya kekerasan di rumah tangga umumnya dilakukan oleh suami, mantan suami dan pacar. Lembaga non pemerintah Mitra Perempuan mencatat sepanjang tahun 2005 ada sebanyak 86,81 % kasus kekerasan yang dialami perempuan adalah kekerasan dalam rumah tangga dan 77,36 % dari kasus itu pelakunya adalah para suami. Selain suami, kekerasan dalam rumah tangga juga dilakukan oleh mantan suami (3,08%), orangtua atau mertua serta saudara (6,15%), majikan (0,22%) dan 9,01% dilakukan oleh pacar/teman dekat (Komnas Perempuan, 2012).

2.2 Bentuk-bentuk Tindak Kekerasan

Adapun bentuk-bentuk kekerasan dalam rumah tangga antara lain : 1. Kekerasan Fisik antara lain :

(36)

lebih, gugurnya atau matinya kandungan seorang perempuan dan kematian korban.

b. Kekerasan fisik ringan, berupa

perbuatan lainnya yang mengakibatkan : cedera ringan, rasa sakit dan luka fisik yang tidak masuk dalam kategori berat dan melakukan repitisi kekerasan fisik ringan dapat dimasukkan ke dalam jenis kekerasan berat. 2. Kekerasan Psikis antara lain :

a. Kekerasan psikis berat, berupa tindakan pengendalia pelarangan, pemaksaan dan isolasi sosial; tindakan dan atau ucapan yang merendahkan atau menghina; penguntitan; kekerasan dan atau ancaman kekerasan fisik, seksual dan ekonomis; yang masing-masingnya bisa mengakibatkan penderitaan psikis berat berupa salah satu atau beberapa hal berikut: gangguan tidur atau gangguan makan atau ketergantungan obat atau disfungsi seksual yang salah satu atau kesemuanya berat dan atau menahun, gangguan gangguan fungsi tubuh berat (seperti tiba-tiba lumpuh atau buta tanpa indikasi medis), depresi berat atau destruksi diri, gangguan jiwa dalam bentuk hilangnya kontak dengan realitas seperti skizofrenia dan atau bentuk psikotik lainnya dan bunuh diri.

(37)

pelarangan, pemaksaan, dan isolasi sosial; tindakan dan atau ucapan yang merendahkan atau menghina; penguntitan; ancaman kekerasan fisik, seksual dan ekonomis;yang masing-masingnya bisa mengakibatkan penderitaan psikis ringan, berupa salah satu atau beberapa hal di bawah ini : ketakutan dan perasaan terteror, rasa tidak berdaya, hilangnya rasa percaya diri, hilangnya kemampuan untuk bertindak, gangguan tidur atau gangguan makan atau disfungsi seksual, gangguan fungsi tubuh ringan (misalnya, sakit kepala, gangguan pencernaan tanpa indikasi medis) dan fobia atau depresi temporer.

3. Kekerasan Seksual antara lain :

a. Kekerasan seksual berat, berupa pelecehan seksual dengan kontak fisik, seperti meraba, menyentuh organ seksual, mencium secara paksa, merangkul serta perbuatan lain yang menimbulkan rasa muak/jijik, terteror, terhina dan merasa dikendalikan.

b. Pemaksaan hubungan seksual tanpa persetujuan korban atau pada saat korban tidak menghendaki.

c. Pemaksaan hubungan seksual dengan cara tidak disukai, merendahkan dan atau menyakitkan.

(38)

e. Terjadinya hubungan seksual dimana pelaku memanfaatkan posisi ketergantungan korban yang seharusnya dilindungi.

f. Tindakan seksual dengan kekerasan fisik dengan atau tanpa bantuan alat yang menimbulkan sakit, luka atau cedera.

g. Kekerasan Seksual Ringan, berupa pelecehan seksual secara verbal seperti komentar verbal, gurauan porno, siulan, ejekan dan julukan dan atau secara non verbal, seperti ekspresi wajah, gerakan tubuh atau pun perbuatan lainnya yang meminta perhatian seksual yang tidak dikehendaki korban bersifat melecehkan dan atau menghina korban.

h. Melakukan repitisi kekerasan seksual ringan dapat dimasukkan ke dalam jenis kekerasan seksual berat.

4. Kekerasan Ekonomi antara lain :

a. Kekerasan Ekonomi Berat, yakni tindakan eksploitasi, manipulasi dan pengendalian lewat sarana ekonomi berupa : memaksa korban bekerja dengan cara eksploitatif termasuk pelacuran, melarang korban bekerja tetapi menelantarkannya, mengambil tanpa sepengetahuan dan tanpa persetujuan korban, merampas dan atau memanipulasi harta benda korban.

(39)

Lebih jauh lagi bentuk-bentuk tindak dapat dijelaskan secara detil. Pertama, kekerasan fisik adalah perbuatan yang mengakibatkan rasa sakit, jatuh sakit atau luka berat (Pasal 6). Adapun kekerasan fisik dapat diwujudkan dengan perilaku di antaranya: menampar, menggigit, memutar tangan, menikam, mencekik, membakar, menendang, mengancam dengan suatu benda atau senjata, dan membunuh. Perilaku ini sungguh membuat anak-anak menjadi trauma selama hidupnya, sehingga mereka tidak merasa nyaman dan aman. Kedua, kekerasan psikis adalah perbuatan yang mengakibatkan ketakutan, hilangnya rasa percaya diri, hilangnya kemampuan untuk bertindak, rasa tidak berdaya, dan/atau penderitaan psikis berat pada seseorang (Pasal 7).

(40)

dalam lingkup rumah tangganya, padahal menurut hukum yang berlaku baginya atau karena persetujuan atau perjanjian ia wajib memberikan kehidupan, perawatan, atau pemeliharaan kepada orang tersebut. Selain itu, penelantaran juga berlaku bagi setiap orang yang mengakibatkan ketergantungan ekonomi dengan cara membatasi dan/atau melarang untuk bekerja yang layak di dalam atau di luar rumah sehingga korban berada di bawah kendali orang tersebut (Pasal 9). Penelantaran rumah tangga dapat dikatakan dengan kekerasan ekonomik yang dapat diindikasikan dengan perilaku di antaranya seperti : penolakan untuk memperoleh keuangan, penolakan untuk memberikan bantuan yang bersifat finansial, penolakan terhadap pemberian makan dan kebutuhan dasar, dan mengontrol pemerolehan layanan kesehatan, pekerjaan dan sebagainya.

2.3 Penyebab Tindak Kekerasan

(41)

a. Faktor individu :

Menurut survey di Amerika Serikat (Mezey, et al, 2004) wanita

mempunyai risiko lebih besar mengalami kekerasan dalam rumah tangga adalah :

1. Wanita yang single, bercerai atau ingin bercerai. 2. Berumur 17-28 tahun.

3. Mempunyai pasangan dengan sifat memiliki dan cemburu berlebihan. 4. Ketergantungan obat atau alcohol atau riwayat ketergantungan kedua zat

tersebut. 5. Sedang hamil b. Faktor keluarga :

1. Kehidupan keluarga yang kacau tidak saling mencintai dan menghargai, serta tidak menghargai peran wanita.

2. Kurang ada keakraban dan hubungan jaringan sosial pada keluarga. 3. Sifat kehidupan keluarga inti bukan keluarga luas.

c. Faktor masyarakat :

1. Urbanisasi dan kesenjangan pendapatan di antara penduduk kota. 2. Kemiskinan.

3. Lingkungan dengan frekuensi kekerasan dan kriminalitas tinggi. 4. Masyarakat keluarga ketergantungan obat.

(42)

masyarakat setempat. Di hampir sebagian masyarakat Indonesia, perempuan dianggap orang nomor dua dalam rumah tangga sehingga memiliki hak yang kurang dibanding laki-laki. Kasus-kasus kekerasan dalam rumah tangga dipengaruhi oleh multi faktor. Faktor terpenting adalah soal ideologi dan culture (budaya), di mana perempuan cenderung dipersepsikan sebagai orang nomor dua dan dapat diperlakukan dengan cara apa saja. Ideology dan kultur itu juga muncul karena transformasi pengetahuan yang diperoleh dari masa lalu. Sebagai contoh, zaman dulu, anak diwajibkan tunduk pada orang tua, tidak boleh mendebat sepatah kata pun sehingga kekerasan terhadap anak sering terjadi.

Soedjono

- The Enternal Quest for the Couses of Crime (adanya tuntutan sebagai

penyebabdari timbulnya kejahatan)

(dalam Purwaningsih, 2008) menyatakan bahwa ada beberapa faktor yang dapat menimbulkan kejahatan, antara lain :

- The Contitusional School of Criminology (adanya sekolah hukum yang

mempelajari kejahatan)

- Geography and Criminal Causation (fakta letak geografis dari suatu daerahyang

menjadi penyebab dari timbulnya kejahatan)

- Economic Factor and Crime Causation (faktor ekonomi sebagai penyebab dari

timbulnya kejahatan)

- Modern Sociological Theories (adanya teori-teori sosial modren)

- Minority Tension as Factors in Crime (adanya tekanan dan ketegangan kecil)

- Home and Community Influence (pengaruh rumah dan lingkungan)

- Emotional Disturbances as Factor Criminality (adanya emosi yang labil) - Teori Sosiologi tentang tingkah laku kejahatan

- Kriminalitas dan perkembangan masyarakat

- Broken Home dan hubungannya dengan Emotional Immatury dan hubungannnya

dengan kejahatan

(43)

tersebut membuat tindak kekerasan semakin marak dan subur terutama di Indonesia. Arif (dalam Purwaningsih, 2008) bahwa secara garis besar ada empat faktor mendasar yang menjadi penyebab dari timbulnya kekerasan dalam rumah tangga, di antaranya yaitu :

1. Sosial Budaya ; masyarakat Indonesia cenderung masih memegang budaya timur yang enggan untuk terbuka dan mengganggap bahwa segala permasalahan yang bersifat pribadi adalah tabu dan pantang untuk diceritakan kepada orang lain. Terutama masalah kekerasan yang dialami adalah sesuatu yang memalukan untuk diceritakan. Bahkan ada daerah tertentu yang mengganggap bahwa pasangan atau suami adalah sah-sah saja melakukan kekerasan sebab ia seorang yang lebih berkuasa serta berhak mengatur istri dan anak-anaknya sehingga kekerasan semakin berkembang dan tidak terselesaikan.

2. Tingkat pendidikan ; minimnya pendidikan kedua pasangan dapat mempengaruhi keadaaan rumah tangga atau cara mereka melakukan relasi satu dengan yang lainnya. Suami yang memiliki sifat menguasai dan merasa diri lebih dominan maka akan berusaha membuat istrinya patuh sepenuhnya. Istri juga akibat minimnya pendidikan menjadikannya kurang berani tegas untuk berkata “tidak” kepada suaminya sehingga suami atau pasangannya makin semena-mena.

(44)

perempuan harus tetap mengurus rumah tangga. Oleh karena ketergantungan ekonomi pada suami atau pasangannya maka perempuan merasa bahwa ia sudah bersalah tidak bekerja untuk menambah keuangan di rumah sehingga ketika suami melakukan kekerasan perempuan akan merasa hal tersebut memang harus dia terima.

(45)

2.4 Kekerasan Selama Kehamilan

Kekerasan umumnya meningkat selama kehamilan. Luka-luka kekerasan terjadi selama kehamilan biasanya terdapat pada bagian payudara atau perut. Pasien juga dapat memperlihatkan trauma pada genitalia, nyeri yang tidak dapat dijelaskan, serta kekurangan gizi. Kekerasan selama kehamilan dapat membawa dampak yang fatal bagi ibu maupun janin, seperti aborsi spontan yang tidak dapat dijelaskan, keguguran atau kelahiran premature (Crempien et.all, 2010). Dalam penelitiannya kepada 256 orang wanita hamil yang mengalami kekerasan dalam rumah tangga. Crempien et.all (2010) menemukan bahwa sebanyak 79% wanita hamil memeriksakan ANC kurang dari 12 minggu kehamilan dan 21% memeriksakan ANC lebih dari 12 minggu kehamilan. Dilihat dari status gizi, ada 56,6% ibu hamil memiliki berat badan normal, 27% kelebihan berat badan, 9,8% mengalami obesitas dan 6,6 % berada di bawah berat badan normal mereka. Ditemukan juga mereka yang menderita kekerasan fisik akan mengalami kekerasan emosional juga.

2.5 Akibat Kekerasan

Kekerasan pada perempuan menimbulkan berbagai dampak yang merugikan antara lain dampak fisik dan psikologis.

1. Akibat fisik

(46)

c. Trauma fisik selama kehamilan, yang berisiko terhadap ibu dan janin (abortus, kenaikan berat badan ibu tidak memadai, infeksi, anemia, berat bayi lahir rendah).

d. Kehamilan yang tak diinginkan dan kehamilan dini akibat perkosaan atau kebebasan dalam mengikuti KB, yang dapat diikuti dengan tindakan aborsi, tertular PMS, HIV/AIDS atau komplikasi kehamilan, termasuk sepsis, aborsi spontan dan kehamilan prematur.

e. Meningkatnya risiko terhadap kesakitan, misalnya gangguan ginekologis, perdarahan pervaginam berat, infeksi saluran kencing dan gangguan pencernaan.

(47)

kemampuan menguasai diri, 6) Baik dari suami maupun istri akan membuka kemungkinan mereka bertindak kejam terhadap anak.

2. Akibat non fisik

a. Gangguan mental, misalnya depresi, ketakutan dan cemas, rasa rendah diri, kelelahan kronis, sulit tidur, mimpi buruk, disfungsi seksual, gangguan makan, ketagihan alkohol dan obat atau mengisolasikan dan menarik diri. b. Pengaruh psikologis terhadap anak karena menyaksikan kekerasan, misalnya

kelak cenderung melakukan kekerasan terhadap pasangannya. 3. Pengaruh terhadap masyarakat

a. Bertambahnya biaya pemeliharaan kesehatan

b. Efek terhadap produktivitas, misalnya berkurangnya kontribusi kepada masyarakat, kemampuan realisasi dan cuti sakit bertambah.

Berdasar uraian tersebut di atas, kekerasan dalam rumah tangga pada perempuan dapat berdampak fisik dan juga pada dampak psikologis, misalnya ditemukan timbulnya perasaan takut dan was-was apabila kejadian tersebut terulang lagi. Keadaan tersebut dapat mempengaruhi kesehatan jiwa dari korban sendiri.

2.6Kehamilan

2.6.1 Definisi Hamil

(48)

kemudian bertemu dengan sperma dan keduanya menyatu membentuk sel yang akan bertumbuh. Kehamilan manusia terjadi selama 40 minggu antara waktu terakhir da adalah gravida, sedangkan manusia di dalamnya disebut awal) dan kemudia pertama kalinya disebut primigravida atau gravida 1. Seorang wanita yang belum pernah hamil dikenal sebagai gravida 0 (BKKBN, 2004).

Kehamilan adalah proses dimana sperma menembus ovum sehingga

terjadinya konsepsi dan fertilasi sampai lahirnya janin, lamanya hamil normal adalah 280 hari (40 minggu atau 9 bulan), dihitung dari pertama haid terakhir dan

kehamilan adalah rangkaian peristiwa yang baru terjadi bila ovum dibuahi dan pembuahan ovum akhirnya berkembang sampai menjadi fetus yang aterm (Guyton, 1997). Sementara Kushartanti (2004) kehamilan adalah di kandungnya janin hasil pembuahan sel telur oleh sel sperma.

2.6.2 Hak-hak Wanita Hamil

Setiap manusia memiliki hak untuk hidup, demikian juga dengan ibu hamil mempunyai hak antara lain (Jannah, 2012) :

(49)

peluang untuk wanita tersebut menikmati pelayanan kesehatan yang standart maka pasangannya tersebut juga sudah melakukan kekerasan kepada istrinya. b. Asuhan harus dapat dicapai, diterima, terjangkau untuk semua perempuan dan

keluarga. Asuhan kehamilan sebaiknya dapat mendukung bagi pencapaian ibu hamil yang sehat dan sejahtera.

c. Wanita berhak memilih dan memutuskan tentang kesehatannya. Dalam hal ini wanita tidak boleh dihambat atau dipaksakan kepadanya untuk memilih suatu keputusan bagi kesehatannya atau memilih caranya untuk untuk memelihara kesehatannya.

d. Memperoleh pendidikan dan informasi. Wanita atau ibu hamil berhak mendapat pengetahuan mengenai kehamilannya atau kesehatannya.

e. Memperoleh gizi cukup. Wanita hamil berhak mendapat gizi yang baik dan diurus oleh suami atau keluarganya. Jika hal tersebut tidak terlaksana maka akan terjadi penelantaran bagi ibu hamil tersebut.

f. Wanita berhak bekerja dan tidak di keluarkan dari pekerjaannya. Wanita hamil adalah manusia dan hamil bukanlah suatu penyakit yang di derita. Tidak ada pelarangan bagi mereka untuk hamil dan bekerja. Bila mereka dikeluarkan dari pekerjaan maka hal tersebut maka terjadi pembedaan hak dan ketidak adilan. 2.6.3 Kebutuhan Ibu Hamil

(50)

1. Kebutuhan fisik :

a. Nutrisi ; : peningkatan konsumsi makanan dan vitamin dimulai dari trimester 1 sampai trimester 3.

b. Personal hygiene ; perawatan gigi dan mulut

c. Pakaian ; menyerap keringat, longgar / tidak ketat sehingga tidak mengganggu peredaran darah dan menghindari bendungan vena dan varices, BH yang menyangga payudara dan memakai sepatu hak rendah.

d. Eliminasi ; banyak mengkonsumsi serat dan cukup minum serta cukup gerak, disarankan untuk tidak meminum cairan pencahar.

e. Sexual intercourse ; sebaiknya berhati-hati terutama pada trimester 1 dan

trimester 3.

f. Mobilisasi dan body mechanic ; mengatur sikap tubuh yang baik. g. Senam ibu hamil.

h. Immunisasi ; tetanus toxoid sangat dianjurkan.

i. Travelling ; jalan-jalan akan membantu sirkulasi dan mencegah statis vena. j. Persiapan menyusui dan persiapan persalinan.

2. Kebutuhan Psikologis

a. Support keluarga, keluarga sebagai lingkungan terdekat dari ibu sangat

(51)

b. Support tenaga kesehatan, kemampuan bidan dalam upaya promosi kesehatan pada ibu hamil, mengatasi keluhan dan masalah ibu merupakan pendukung bagi ibu hamil.

c. Persiapan menjadi orang tua, bagi ibu antara lain ; interes menjadi ibu, tanggung jawab sebagai ibu dan konsentrasi pada kebutuhan sendiri bayinya. d. Persiapan sibling, perlu diperhatikan untuk menghindari sibling rivalry

(perasaaan bersaing) dari anak-anak terdahulu.

2.6.4 Adaptasi terhadap Kehamilan Secara Fisiologis dan Psikologis pada Ibu Hamil

Adaptasi maternal merupakan akibat kerja hormon kehamilan dan tekanan mekanis akibat kerja hormon kehamilan dan tekanan mekanis akibat membesarnya

uterus dan jaringan lain. Adaptasi ini melindungi fungsi fisiologis normal seorang wanita, dan menyediakan kebutuhan untuk perkembangan dan pertumbuhan janin. Walaupun kehamilan merupakan fenomena normal, namun dapat timbul masalah yang harus dikenali oleh perawat dan ibu hamil. Sejalan dengan penyesuaian yang diharapkan terjadi selama masa hamil, beberapa penyakit juga menimbulkan perubahan. Beberapa contoh adalah kadar hemoglobin yang rendah, laju endap darah yang tinggi, dispnea saat istirahat, dan perubahan fungsi jantung serta keseimbangan endokrin. Perubahan-perubahan ini menunjukkan usaha tubuh untuk melindungi ibu dan janin (Bobak, dkk, 2005).

(52)

pemeliharaan kehamilan, perubahan endokrin sebagai persiapan menyongsong kelahiran bayi dan persalinan dengan kesiapan untuk memelihara bayi. Kehamilan menyebabkan terjadinya perubahan-perubahan baik anatomis maupun fisiologis pada ibu. Pada kehamilan terdapat adaptasi ibu dalam bentuk fisik dan psikologis (Bobak, dkk, 2005).

I. Adaptasi Fisiologis Tanda Kehamilan

Beberapa perubahan fisiologis yang timbul selama masa hamil di,kenal sebagai tanda kehamilan. Ada tiga kategori, presumsi, yaitu perubahan yang dirasakan wanita (misalnya amenore, keletihan, perubahan payudara) ; kemungkinan, yaitu perubahan yang diobservasi oleh pemeriksa (misalnya, tanda Hegar ballottement, tes kehamilan ; dan pasti (misalnya, ultrasonografi, bunyi denyut jantung janin

1. Trimester I

- Sistem Reproduksi

a. Vagina dan Vulva ; akibat pengaruh hormone esterogen, vagina dan vulva mengalami perubahan. Sampai minggu ke-8 terjadi hipervaskularisasi mengakibatkan vagina dan vulva tampak lebih merah, agak kebiruan(lividae) tanda ini disebut tanda chatwick. Keasaman berubah dari 4 menjadi 6,5. b. Serviks Uteri ; mengalami perubahan karena homon esterogen. Jika korpus

(53)

hipervaskularisasi serta meningkatnya suplai darah maka konsistensi menjadi lunak yang disebut tanda Goodell.

c. Uterus ; akan membesar pada bulan-bulan pertama di bawah pengaruh esterogen dan progesterone. Pada kehamilan 8 minggu uterus membesar sebesar telur bebek dan pada kehamilan 12 minggu kira-kira sebesar telur angsa.

d. Ovarium ; pada permulaan kehamilan masih terdapat korpus luteum

graviditatum, korpus luteum graviditatis berdiameter kira-kira 3 cm,

kemudian dia mengecil setelah plasenta terbentuk.

e. Payudara/Mamae ; mamae akan membesar dan tegang akibat hormone somatomamotropin, esetrogen dan progesteron akan tetapi belum

mengeluarkan ASI.

f. System Endokrin ; perubahan pada system endokrin yang penting terjadi untuk mempertahankan kehamilan, pertumbuhan normal janin dan pemulihan pascapartum (nifas). Tes HCG positif dan kadar HCG meningkat cepat menjadi 2 kali lipat setiap 48 jam sampai kehamilan 6 minggu.

2. Trimester II - Sistem Reproduksi

(54)

b. Serviks Uteri ; konsistensi serviks menjadi lunak dan kelenjar-kelenjar di serviks akan berfungsi lebih dan akan mengeluarkan sekresi lebih banyak. c. Uterus ; pada kehamilan 16 minggu cavum uteri sama skali diisi oleh

ruang amnion yang berisi janin dan istimus menjadi bagian korpus uteri. Bentuk uterus menjadi bulat dan berangsur-angsur berbentuk lonjong seperti telur, ukurannya kira-kira sebesar kepala bayi atau tinju orang dewasa.

d. Ovarium ; pada usia 16 minggu, plasenta mulai terbentuk dan menggantikan fungsi korpus luteum graviditatum.

e. Payudara/mamae ; pada kehamilan 12 minggu ke atas dari puting susu dapat keluar cairan berwarna putih agak jernih disebut colostrums.

f. Kenaikan berat badan 0,4-0,5 kg perminggu selama sisa kehamilan. 3. Trimester III

- System Reproduksi

a. Uterus ; pada kehamilan tua karena kontraksi otot-otot bagian atas uterus segmen bawah rahim (SBR) menjadi lebih lebar dan tipis, tampak batas yang nyata antara bagian atas yang lebih tebal dan segmen bawah yang lebih tipis.

(55)

c. System Respirasi ; pada usia 32 minggu ke atas karena usus-usus tertekan uterus yang membesar kea rah diafragma kurang leluasa bergerak mengakibatkan kebanyakan wanita hamil mengalami derajat kesulitan bernafas.

d. Kenaikan berat badan ; terjadi kenaikan berat badan sekitar 5,5 kg, penambahan berat badan dari mulai awal kehamilan sampai akhir kehamilan adalah 11-12 kg.

e. Sirkulasi Darah ; hemodilusi penambahan volume darah sekitar 25 % dengan puncak pada usia kehamilan 32 minggu, sedangkan hemotokrit mencapai level terendah pada minggu 30-32 karena setelah 34 minggu massa RBC terus meningkat tetapi volume plasma tidak. Peningkatan RBC menyebabkan penyaluran oksigen pada wanita hamil lanjut mengeluh sesak nafas dan pendek nafas. Hal ini ditemukan pada kehamilan meningkat untuk memenuhi kebutuhan bayi.

II. Adaptasi Psikologis 1. Trimester I

Trimester pertama sering dikatakan sebagai masa penentuan. Penentuan untuk membuktikan bahwa wanita dalam keadaan hamil. Pada saat inilah tugas pertama calon ibu :

- Untuk dapat menerima kenyataan akan kehamilannya.

(56)

sehingga sering ibu hamil merasakan kekecewaan, penolakan, kecemasan dan kesedihan.

- Sering merenungkan dirinya dan sering muncul kebingungan tentang kehamilannya dengan pengalaman buruk yang pernah dialaminya sebelum kehamilan (terutama jika ia wanita karir), tanggung jawab baru akan dipikul, kecemasannya tentang kemampuan dirinya untuk menjadi seorang ibu, keuangan dan rumah, penerimaan kehamilannya berupa mual, lelah, perubahan selera, emosional.

- Kuatir akan terjadi keguguran mereka cenderung menunda memberitahukan orang lain bahwa dirinya hamil sampe ia benar-benar yakin.

- Libido sangat dipengaruhi oleh kelelahan dan rasa mual. 2. Trimester II

- Periode ini sering disebut sebagai periode pancaran kesehatan, saat ibu merasa sehat. Pada umumnya mereka sudah merasa baik dan terbebas dari ketidaknyamanan kehamilan. Tubuh ibu sudah terbiasa dengan kadar hormone yang tinggi dan rasa nyaman karena tidak hamil sudah berkurang. Perut ibu belum terlalu besar sehingga belum dirasakan sebagai beban. Libido juga meningkat pada masa ini.

- Fase prequickening dan postquickening. Quickening mungkin

(57)

3. Trimester III

Fase ini disebut sebagai periode penantian. Mulai muncul kekuatiran akan kesakitan untuk melahirkan. Merasa dirinya aneh dan jelek. Sangat memerlukan dukungan suami dan keluarga. Libido tidak setinggi pada trimester kedua.

a. Adaptasi Maternal ; adaptasi teruhadap peran sebagai ibu. Merupakan proses social dan kognitif kompleks yang bukan didasarkan pada naluri tetapi dipelajari. Kehamilan dapat menyebabkan krisis maturitas yang dapat menimbulkan stress tetapi ini dapat diimbangi dengan kesadaran wanita tersebut untuk menyiapkan diri untuk member perawatan dan mengemban tanggung jawab yang lebih besar.

b. Menerima Kehamilan ; langkah pertama dalam adaptasi terhadap peran ibu ialah menerima kehamilan dan mengasimilasi hamil ke dalam gaya hidup wanita tersebut. Tingkat penerimaan dicerminkan dalam kesipan wanita dan respon emosionalnya dalam menerima kehamilan.

(58)

d. Respon Emosional ; wanita yang bahagia dan senang dengan kehamilannya akan memandang hal tersebut sebagai pemenuhan biologis dan bagian dari rencana hidupnya. Mereka memiliki harga diri yang tinggi dan cenderung percaya diri akan hasil akhir untuk dirinya sendiri, untuk bayinya dan untuk anggota keluarga yang lain. Perubahan mood dan peningkatan sensivitas terhadap orang lain ini akan membingungkan mereka sendiri dan juga orang-orang di sekelilingnya.

e. Respon terhadap Perubahan Bentuk Tubuh ; perubahan fisiologis kehamilan menimbulkan perubahan bentuk tubuh yang cepat dan nyata. Selama trimester pertama belum terlihat perubahan tubuh tetapi dalam trimester kedua pembesaran abdomen yang nyata, penebalan pinggang dan pembesaran payudara memastikan perkembangan kehamilan.

f. Menyiapkan Peran Ibu ; banyak wanita selalu menginginkan seorang bayi, menyukai anak-anak dan menanti untuk menjadi seorang ibu. Mereka sangat dimotivasi untuk menjadi orangtua. Hal ini mempengaruhi penerimaan mereka terhadap kehamilan dan akhirnya terhadap adaptasi menjadi orangtua.

(59)

III. Adaptasi Maternal

Wanita dari remaja sampai wanita usia sekitar 40-an, menggunakan masa hamil sembilan bulan untuk beradaptasi terhadap peran sebagai ibu. Adaptasi ini merupakan proses social dan kognitif kompleks yang bukan didasarkan pada naluri tetapi dipelajari (Rubin dalam Bobak, dkk, 2005). Kehamilan adalah suatu krisis maturitas yang dapat menimbulkan stress, tetapi berharga karena wanita tersebut menyiapkan diri untuk member perawatan dan mengemban tanggung jawab yang lebih besar. Seiring dengan persiapannya untuk menghadapi peran baru, wanita tersebut mengubah konsep dirinya supaya ia siap menjadi orangtua. Secara bertahap ia berubah dari seorang yang bebas dan berfokus pada diri sendiri menjadi orang yang seumur hidup berkomitmen untuk merawat individu lain.

Pertumbuhan ini membutuhkan penguasaan tugas-tugas perkembangan tertentu : menerima kehamilan, mengidentifikasi peran ibu, mengatur kembali hubungan ibu dan anak perempuan serta antara dirinya dan pasangannya, membangun hubungan antara dirinya dan pasangannya, membangun hubungan dengan anak yang belum lahir dan mempersiapkan diri untuk menghadapi pengalaman melahirkan (Rubin dalam Bobak, dkk, 2005).

2.6.5 Partisipasi Suami Dalam Asuhan Kehamilan

(60)

upaya-upaya kesehatan reproduksi. Asuhan kehamilan merupakan salah satu bentuk dari upaya pemeliharaan reproduksi. Kesehatan reproduksi merupakan suatu kesehatan dalam keadaan sempurna baik fisik, mental, social dan lingkungan serta bukan semata-mata terbebas dari penyakit atau kecacatan dalam segala aspek yang berhubungan dengan system reproduksi, fungsi serta prosesnya (BKKBN, dalam Yusad 2006).

Partisipasi suami dalam asuhan kehamilan sangat mendukung istrinya secara psikologis sehingga istri dapat lebih kuat dan tenang jiwanya dalam memelihara kehamilannya dan hasil buah cinta mereka berdua. Dari sini dapat dilihat keharmonisan keluarga tersebut. BKKBN (dalam Yusad, 2006), partisipasi suami dalam asuhan kehamilan dapat ditunjukkan dengan cara :

a. Memberikan perhatikan dan kasih sayang kepada istri.

b. Mendorong dan mengantar istri untuk memeriksakan kehamilan ke fasilitas kesehatan minimal empat kali selama kehamilan.

c. Memenuhi kebutuhan gizi bagi istrinya agar tidak terjadi anemi.

d. Menentukan tempat persalinan (fasilitas kesehatan) bersama istri sesuai dengan kemampuan dan kondisi masing-masing daerah.

e. Melakukan rujukan ke fasilitas kesehatan sedini mungkin bila terjadi hal-hal yang menyangkut kesehatan selama kehamilan (perdarahan, eklamsi dan lain-lain).

(61)

Kesemuanya tersebut di atas menjadi kekuatan bagi istri untuk dan membuat suami semakin bertanggung jawab pada keluarga dan tidak hanya membuat istrinya hamil. Kemudian menurut Cholil, et all (dalam Yusad, 2006) ada beberapa faktor yang mempengaruhi suami dalam memerhatikan kesehatan reproduksi istrinya, antara lain :

a. Budaya : terutama di daerah yang masih tradsional (patrilineal) istri dianggap hanya sebagai seorang yang melayani kebutuhan dan keinginan suami saja. Hal tersebut dapat mempengaruhi perlakuan suami terhadap istri dan terhadap kesehatan reproduksi istrinya. Kadang asupan gizi untuk istri tidak dipedulikan, suami kurang berempati saat istri hamil.

b. Pendapatan ; pada masyarakat kebanyakan penghasilannya 75%-100% lebih banyak digunakan untuk membiayai keperluan hidupnya sehingga terkadang istri kurang diperhatikan, kurang dibawa untuk control kehamilannya. Sebaiknya suami meningkatkan taraf hidup keluarganya dan dapat memperhatikan kesehatan istri dan keluarganya.

c. Tingkat pendidikan ; akan mempengaruhi wawasan dan pengetahuan suami untuk mengetahui akses terhadap kesehatan istrinya dan kesulitan untuk mengambil tindakan secara efektif.

(62)

BKKBN (dalam Yusad, 2006) menyatakan bahwa perlunya partisipasi suami dalam asuhan kehamilan adalah karena :

1. Suami merupakan pasangan atau partner dalam proses reproduksi sehingga beralasan apabila suami istri mempunyai tanggung jawab yang seimbang dalam keluarga dan mencapai kesehatan reproduksi yang baik.

2. Suami bertanggung jawab secara social, moral dan ekonomi dalam membangun keluarga.

3. Suami secara nyata terlibat dalam fertilitas dan mereka mempunyai peran yang penting dalam mengambil keputusan.

4. Partisipasi dan tanggung jawab suami baik secara langsung maupun tidak langsung dalam asuhan kehamilan saat ini masih rendah.

Jadi kehamilan adalah hasil buah cinta atau hasil kerjasama daripada suami dan istri sehingga mau tidak mau tanggung jawab harus dilakukan oleh kedua belah pihak sehingga tercipta keluarga yang harmonis dan bahagia, sementara bila tidak tercapai maka kemungkinan besar akan terjadi kekerasan dalam rumah tangga.

2.7 Kekerasan terhadap Perempuan dalam Perspektif Gender

(63)

termasuk pemerkosaan dalam perkawinan, pemukulan dan serangan fisik seperti penyiksaan terhadap anak-anak, bentuk penyiksaan yang mengarah kepada organ alat kelamin, kekerasan dalam bentuk pelacuran, kekerasan dalam bentuk ponografi, kekerasan dalam bentuk pemaksaan sterilisasi dalam keluarga berencana dan kekerasan terselubung.

(64)

Meski demikian sistem kapitalis yang penuh persaingan telah menciptakan tekanan-tekanan pada laki-laki di dalam mencari kebutuhan hidup. Tekanan dibawa ke rumah dan semakin lama semakin menumpuk. Jika seseorang dalam situasi tidak nyaman, tidak mampu/putus asa akan berubah menjadi stres atau depresi. Di sinilah peluang kekerasan dalam keluarga muncul. Seperti apa yang diungkapkan oleh liputan salah satu harian (Republika) pada tanggal 25 Oktober 2001 yang menceritakan betapa seorang suami bahkan tega membunuh istrinya karena alasan ekonomi.

2.7.1 Akibat Tindak Kekerasan terhadap Ibu Hamil dan Janin

Korban kekerasan yang biasanya perempuan ini ternyata juga sering dialami oleh ibu hamil. Menurut Barrier (dalam Hakimi, et all, 2001) sekitar 30 % sampai 40% wanita dibunuh mati oleh pasangan intim atau oleh mantan pasangannya. Sekitar 25% - 45% wanita korban kekerasan ini berada dalam kondisi hamil. Penelitian yang dilakukan di Jawa Tengah ditemukan data dari seluruh kasus kekerasan, kekerasan pada ibu hamil memang tampak sedikit yaitu kekerasan fisik selama hamil 1%, kekerasan seksual selama hamil 7%, kekerasan emosional selama hamil 10% (Hakimi, et all, 2001).

(65)

kemarahannya ; (3) marah pada janin yang belum lahir ; (4) kekerasan dilakukan suami karena bingung dan ingin mengakhiri kehamilan pasangannya.

Dalam penelitian Handayani (2010) bahwa terdapat kekerasan emosi/psikologis pada ibu hamil sebanyak 38%. Sesuai dengan pendapat ahli bahwa kekerasan selama kehamilan adalah bentuk kekerasan yang paling besar banyak dialami (Buzama dan Carl dalam Handayani, 2010). Hasil penelitian juga diperoleh bahwa kekerasan ekonomi yang terjadi selama kehamilan berjumlah 24%. Kekerasan ekonomi sering dianggap sebagai pendorong timbulnya kekerasan domestik yang lain meliputi kekerasan fisik, mental dan seksual (Mardiana, et all dalam Handayani, 2010).

Kekerasan yang dilakukan oleh suami atau pasangan selalu akan membawa efek kepada korban dan berpengaruh pada kehamilan. Newton dalam Raharjo (2009) mencoba memaparkan beberapa efek jangka panjang pada wanita yang mengalami kekerasan dalam rumahtangga, seperti (1) timbulnya kecemasan,(2) depresi kronis, (3) rasa nyeri kronis, (4) kematian, (5) dehidrasi, (6) ketergantungan obat dan alkohol, (7) kelainan makan, (8) timbulnya reaksi emosional yang berlebihan, (9) masalah kesehatan, (10) kekurangan gizi, (11) serangan panik mendadak, (12) disfungsiseksual, (13) kesulitan tidur, (14) kemungkinan melakukan bunuh diri, dan (15) ketidakmampuan menyeimbangkan diri dalam mengasuh serta memenuhi kebutuhan anak-anak.

(66)

abdomen, p

Penelitian yang dilakukan Kisinku (2013) pada lima puluh orang perempuan

yang menikah muda dan menderita kekerasan. Diperoleh bahwa dampak kekerasan

psikis yang dialami subjek adalah: subjek merasa malu dan tidak percaya diri untuk

bertemu dengan orang lain. Dampak kekerasan fisik yang dialami subjek

lebam-lebam, memar dan merasakan badannya pegal-pegal setelah mengalami kekerasan

fisik dari suami. Dampak kekerasan seksual yang dialami subjek kurang menikmati

dan malas untuk melakukan hubungan seksual dengan suaminya, subjek juga

mengalami haid yang tidak teratur. Dampak kekerasan ekonomi yang dialami subjek

adalah karena kurang terpenuhinya kebutuhan rumah tangga dan kebutuhan anaknya,

suami yang terkadang tidak memeberikan uang untuk kebutuhan rumh tangga

membuat subjek memutuskan untuk bekerja agar dapat memebantu memenuhi

kebutuhan keluarga dan anaknya. Dampak yang paling terlihat saat ini adalah subjek

berencana untuk bercerai dengan suaminya karena sudah tidak sanggup menghadapi

sikap suami yang tidak berubah.

endarahan (termasuk pemisahan plasenta), rahim pecah, keguguran/lahir mati, lahir premature untuk pekerja, lahir prematur akibat pecahnya ketuban. Ketika mereka mengalami sedikit pendarahan dua orang informan tidak memeriksakan diri ke puskesmas atau bidan setempat. Mereka tidak terlalu peduli dengan janin atau keadaan kehamilannya.

(67)

selalu merasa takut, cenderung curiga (paranoid), sulit mengambil keputusan, tidak dapat percaya kepada apa yang terjadi. Istri yang menjadi korban kekerasan memiliki masalah kesehatan fisik dan mental dua kali lebih besar dibanding yang tidak menjadi korban termasuk tekanan mental, gangguan fisik, pusing, nyeri haid, terinfeksi penyakit menular. Dampak terhadap status emosi istri yang sedang hamil, istri dapat mengalami depresi, tindakan pengguguran kandungan, kecemasan, percobaan bunuh diri, keadaan pasca trauma dan rendahnya kepercayaan diri (Curry, 1998).

(68)

BAB 3

METODE PENELITIAN

3.1 Jenis Penelitian

Penelitian ini menggunakan metode kualitatif. Penelitian kualitatif adalah pemahaman yang fundamental tentang proses yang melatar belakangi kejadian yang diteliti. Oleh karena itu peneliti kualitatif berkepentingan untuk mendapatkan informan yang dapat memberikan informasi yang kaya tentang apa yang di teliti. Peneliti akan langsung berhubungan dengan orang yang diteliti, lokasi penelitian untuk mengamati atau mencatat perilaku dalam latar alamiahnya. Peneliti kualitatif merupakan isntrumen pokok untuk pengumpulan dan analisa data. Data didekati dengan instrumen manusia bukan melalui inventaris, daftar pertanyaan atau mesin (Merriam dalam Craswell, 2002). Dalam hal ini peneliti menggunakan studi kualitatif karena peneliti ingin menggali realita sebenarnya yang belum tentu tergali bila dengan hanya menggunakan angket, bagaimana tindak kekerasan pada ibu hamil di Kecamatan Medan Selayang pada tahun 2013.

3.2. Lokasi dan Waktu Penelitian 3.2.1. Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Kecamatan Medan Selayang tahun 2013. 3.2.2. Waktu Penelitian

(69)

3.3. Informan Penelitian

Gumerson dalam Murti (2010), penelitian kualitatif sasarannya adalah untuk memperoleh informasi yang mendalam, maka prinstip yang harus dipenuhi adalah mengumpulkan informasi sampai titik jenuh (saturated), yaitu ketika tidak diperoleh lagi informasi baru. Jumlah informan yang digunakan adalah sebanyak tiga orang sebab ketika diadakan penelitian informasi yang diperoleh sudah dianggap mencapai titik jenuh (saturated).

(70)

Informan dalam penelitian ini, antara lain : 1. S usia 26 tahun

2. Ny. I usia 26 tahun 3. Ny. A usia 26 tahun

3.4. Metode Pengumpulan Data 3.4.1. Wawancara

Wawancara dimulai dengan membina hubungan baik (good rapport) dengan subjek. Hangat dalam menyapa dan berbicara dengan mereka dan membuat mereka nyaman dekat dengan peneliti. Wawancara ini menggunakan alat bantu tape recorder dan alat tulis. Selain itu, peneliti juga mewawancarai informan pendukung yaitu orangtua informan, keluarga suami dan keluarganya sendiri dan termasuk ibu bidan untuk melengkapi informasi yang dikumpulkan.

3.4.2. Observasi

Observasi dilakukan agar dapat melihat secara langsung apa dan bagaimana keadaan ibu hamil sehingga diperoleh keabsahan data. Selama penelitian ini berlangsung, peneliti sering tinggal bersama dengan para informan dan mengetahui kehidupan mereka dalam kesehariannya.

3.4.3. Dokumen

Gambar

Tabel 4.1 Karakteristik Subjek
Tabel 4.1 (Lanjutan)
Tabel 4.1 (Lanjutan)

Referensi

Dokumen terkait

[r]

Asli Daerah Provinsi Kepulauan Bangka Belitung selain dari sektor Pajak Daerah, Retribusi Daerah dan Hasil Pengelolaan Kekayaan Daerah yang dipisahkan, Pemerintah

Pengusahaan jalan tol oleh Pemerintah tersebut dapat dilakukan oleh badan usaha milik negara yang diberikan penugasan oleh Pemerintah, dalam hal pendanaan

Kepulauan Bangka Belitung perlu dilakukan upaya untuk menyangga harga jual hasil karet melalui peningkatan kualitas mutu hasil produksi karet, efektifikasi pengolahan dan

Bapak Purpiyanto, selaku Kepala Unit BRI Jaten terimakasih atas bimbingan dan pengalaman yang telah diberikan serta bapak dan ibu para karyawan BRI Unit Jaten yang telah

KEYWORDS Inventory model, credit period, customer returns, quadratic demand, selling price, cycle time..

Kombinasi level dari subatribut yang sama antara kedua rumah sakit tersebut hanya pada atribut emphaty , pada atribut reliability, responsiveness , assurance , tangible

Karena produk yang akan dibuat adalah LPG, maka proses kilang minyak yang digunakan adalah Primary Processing yang hanya melibatkan peristiwa fisis (tidak melibatkan suatu