ABSTRAK
PERBANDINGAN KEMAMPUAN PEMAHAMAN KONSEP MATEMATIS SISWA ANTARA MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE
THINK TALK WRITE DAN NUMBERED HEADS TOGETHER (Studi pada Siswa Kelas VII MTs Mathla’ul Anwar Gisting
Semester Genap Tahun Pelajaran 2014/2015)
Oleh
LAILI FAUZIAH SUFI
Penelitian ini merupakan penelitian eksperimen semu yang bertujuan untuk mengetahui perbedaan kemampuan pemahaman konsep matematis siswa yang menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe Think Talk Write (TTW) dan Numbered Heads Together (NHT) dengan menggunakan Posttest Only Design.
Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh siswa kelas VII MTs Mathla’ul
Anwar Gisting semester genap tahun pelajaran 2014/2015. Sampel penelitian ini adalah siswa kelas VII.D dan kelas VII.E yang dipilih dengan teknik Purposive Random Sampling. Berdasarkan penelitian ini, diperoleh kesimpulan bahwa
terdapat perbedaan kemampuan pemahaman konsep matematis siswa antara model pembelajaran kooperatif tipe TTW dan NHT.
PERBANDINGAN KEMAMPUAN PEMAHAMAN KONSEP MATEMATIS SISWA ANTARA MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE
THINK TALK WRITE DAN NUMBERED HEADS TOGETHER (Studi pada Siswa Kelas VII MTs Mathla’ul Anwar Gisting
Semester Genap Tahun Pelajaran 2014/2015)
Oleh
LAILI FAUZIAH SUFI
Skripsi
Sebagai Salah Satu Syarat untuk Mencapai Gelar SARJANA PENDIDIKAN
Pada
Program Studi Pendidikan Matematika
Jurusan Pendidikan Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS LAMPUNG
PERBANDINGAN KEMAMPUAN PEMAHAMAN KONSEP MATEMATIS SISWA ANTARA MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE
THINK TALK WRITE DAN NUMBERED HEADS TOGETHER (Studi pada Siswa Kelas VII MTs Mathla’ul Anwar Gisting
Semester Genap Tahun Pelajaran 2014/2015)
(Skripsi)
Oleh
LAILI FAUZIAH SUFI
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS LAMPUNG
vi DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR TABEL ... viii
DAFTAR LAMPIRAN ... ix
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... 1
B. Rumusan Masalah ... 6
C. Tujuan Penelitian ... 6
D. Manfaat Penelitian ... 6
E. Ruang Lingkup Penelitian ... 7
II. TINJAUAN PUSTAKA A. Kajian Teori ... 9
1. Model Pembelajaran Kooperatif ... 9
2. Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Think Talk Write ... 14
3. Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Numbered Heads Together ... 21
4. Kemampuan Pemahaman Konsep Matematis ... 28
B. Kerangka Pikir ... 31
C. Anggapan Dasar ... 34
vii III. METODE PENELITIAN
A. Populasi dan Sampel ... 35
B. Desain Penelitian ... 36
C. Data Penelitian ... 36
D. Teknik Pengumpulan Data ... 36
E. Instrumen Penelitian ... 36
F. Langkah-Langkah Penelitian ... 43
G. Teknik Analisis Data ... 44
IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian ... 48
B. Pembahasan ... 51
V. SIMPULAN DAN SARAN A. Simpulan ... 58
B. Saran ... 58 DAFTAR PUSTAKA
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman A. PERANGKAT PEMBELAJARAN
A.1 Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) TTW ... 65 A.2 Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) NHT ... 95 A.3 Lembar Kerja Siswa (LKS) ... 120 B. PERANGKAT TES
B.1 Kisi-Kisi Soal Tes Kemampuan Pemahaman Konsep Matematis .... 160 B.2 Soal Tes Kemampuan Pemahaman Konsep Matematis ... 161 B.3 Kunci Jawaban Soal Tes Kemampuan Pemahaman Konsep
Matematis ... 163 B.4 Pedoman Penskoran Tes Kemampuan Pemahaman Konsep
Matematis ... 166 B.5 Form Penilaian Tes Kemampuan Pemahaman Konsep Matematis ... 168 B.6 Surat Keterangan Validasi ... 170 C. ANALISIS DATA
C.1 Data Kemampuan Pemahaman Konsep Matematis Siswa Kelas
VII.B (Kelas Uji Coba) ... 172 C.2 Analisis Reliabilitas Item Hasil Tes Uji Coba Kemampuan Konsep
Matematis pada Pemahaman Pokok Bahasan Segi Empat ... 173 C.3 Analisis Daya Pembeda dan Tingkat Kesukaran Item Hasil
Tes Uji Coba ... 174 C.4 Data Kemampuan Pemahaman Konsep Matematis Siswa pada
Kelas yang Mengikuti Pembelajaran dengan Model TTW ... 176 C.5 Data Kemampuan Pemahaman Konsep Matematis Siswa pada
Kelas yang Mengikuti Pembelajaran dengan Model NHT ... 178 C.6 Uji Normalitas Data Kemampuan Pemahaman Konsep Matematis
x TTW ... 180 C.7 Uji Normalitas Data Kemampuan Pemahaman Konsep Matematis
Siswa pada Kelas yang Mengikuti Pembelajaran dengan Model
NHT ... 184 C.8 Uji Homogenitas Varians Data Kemampuan Pemahaman Konsep
Matematis Siswa Antara Kelas yang Mengikuti Pembelajaran
dengan Model TTW dan NHT ... 188 C.9 Uji Hipotesis Penelitian ... 189 C.10 Pencapaian Indikator Kemampuan Pemahaman Konsep
Matematis Siswa pada Kelas yang Mengikuti Pembelajaran
dengan Model TTW ... 191 C.11 Rekapitulasi Pencapaian Indikator Kemampuan Pemahaman
Konsep Matematis Siswa pada Kelas yang Mengikuti Pembelajaran dengan Model TTW ... 193 C.12 Pencapaian Indikator Kemampuan Pemahaman Konsep
Matematis Siswa pada Kelas yang Mengikuti Pembelajaran dengan Model NHT ... 194 C.13 Rekapitulasi Pencapaian Indikator Kemampuan Pemahaman
DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel 2.1 Langkah-Langkah Model Pembelajaraan Kooperatif ... 12
Tabel 3.1 Distribusi Nilai Ujian Mid Semester Ganjil Matematika Kelas VII MTs Mathla’ul Anwar Gisting ... 35
Tabel 3.2 Desain Penelitian ... 36
Tabel 3.3 Pedoman Penskoran Tes Kemampuan Pemahaman Konsep ... 37
Tabel 3.4 Interpretasi Nilai Reliabilitas ... 39
Tabel 3.5 Interpretasi Nilai Daya Pembeda ... 41
Tabel 3.6 Rekapitulasi Uji Daya Pembeda Tes Pemahaman Konsep Matematis ... 41
Tabel 3.7 Interpretasi Indeks Tingkat Kesukaran ... 42
Tabel 3.8 Rekapitulasi Uji Tingkat Kesukaran Tes Pemahaman Konsep Matematis ... 43
Tabel 3.9 Rekapitulasi Uji Normalitas Data Kemampuan Pemahaman Konsep Matematis ... 45
Tabel 3.10 Rekapitulasi Uji Kesamaan Dua Varians Data Kemampuan Pemahaman Konsep Matematis ... 46
Tabel 4.1 Rekapitulasi Data Kemampuan Pemahaman Konsep Matematis .... 48
Tabel 4.2 Rekapitulasi Hasil Uji Hepotesis Data Kemampuan Pemahaman Konsep Matematis ... 49
MOTO
“Hai orang
-orang yang beriman, jadikanlah
sabar dan shalat sebagai penolongmu,
sesungguhnya Allah beserta orang-orang yang
sabar.”
(Al-Baqarah:153)
“Berperilakulah sederhana, namun dibalik
kesederhanaan itu tersimpan
sesuatu yang sangat luar
biasa”
PERSEMBAHAN
Dengan mengucap syukur ku ucapkan kepada sang pencipta ALLAH
SWT dan Nabi Muhammad SAW
Kupersembahkan karya ini dengan kesungguhan hati sebagai tanda
cinta dan kasih sayangku kepada :
Ibu (Hanifah) dan Bapak (Rohmadi) tercinta yang telah memberikan
doa, kasih sayang, motivasi, dan bekal kehidupan yang tak
henti-hentinya, yang selalu ada disampingku, yang selalu sabar dalam
membesarkanku, serta selalu memberikanku yang terbaik untuk
menjadikanku sesuatu yang terbaik dalam kehidupan ini.
Adik-adikku tersayang (Hafiz dan Warda)
serta seluruh keluarga besar Hi Usman, atas kebersamaannya selama
ini, atas semua doa dan dukungan yang telah diberikan kepadaku.
Sahabat dan teman-temanku atas semua doa, semangat persaudaraan,
dan kebersamaan yang telah kalian berikan.
Para pendidik yang kuhormati, terimakasih untuk ilmu dan
pengalaman yang telah membuatku lebih berwawasan
RIWAYAT HIDUP
Penulis bernama Laili Fauziah Sufi dilahirkan pada tanggal 14 Desember 1993 di Desa Purwodadi, Kecamatan Gisting, Kabupaten Tanggamus, Propinsi Lampung. Penulis merupakan anak pertama dari tiga bersaudara pasangan Bapak Rohmadi dan Ibu Hanifah.
Penulis menyelesaikan pendidikan dasar di SD Negeri 2 Campang pada tahun 2005, pendidikan menengah pertama di SMP Muhammadiyah 2 Gisting pada tahun 2008, dan pendidikan menengah atas di SMA Muhammadiyah Gisting pada tahun 2011. Pada tahun 2011, penulis diterima sebagai mahasiswa di Program Studi Pendidikan Matematika, Jurusan Pendidikan Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Lampung melalui jalur Seleksi Nasional Masuk Perguruan Tinggi Negeri (SNMPTN) Universitas Lampung 2011.
ii SANWACANA
Alhamdulillahi Robbil „Alamin, puji syukur kehadirat Allah SWT Yang Maha
Pengasih dan Maha Penyayang, atas rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan skripsi ini. Sholawat serta salam selalu tercurah pada junjungan kita yaitu Rosulullah Muhammad SAW.
Skripsi yang berjudul “Perbandingan Kemampuan Pemahaman Konsep Matematis Siswa Antara Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Think Talk Write Dan Numbered Heads Together (Studi Pada Siswa Kelas VII MTs Mathla’ul Anwar Gisting Semester Genap Tahun Pelajaran 2014/2015)” disusun sebagai salah syarat untuk mencapai gelar sarjana pendidikan pada Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Lampung.
Penulis menyadari sepenuhnya bahwa terselesaikannya penyusunan skripsi ini tidak terlepas dari bantuan berbagai pihak. Oleh karena itu, penulis mengucapkan terima kasih yang tulus ikhlas kepada:
iii 2. Bapak Dr. Caswita, M.Si., selaku Ketua Jurusan Pendidikan MIPA dan Dosen Pembahas yang telah memberikan masukan, kritik, saran dan kemudahan kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.
3. Bapak Dr. Haninda Bharata, M.Pd., selaku Ketua Program Studi Pendidikan Matematika dan Dosen Pembimbing I yang telah bersedia meluangkan waktunya untuk konsultasi dan memberikan bimbingan, sumbangan pemikiran, kritik, dan saran selama penyusunan skripsi, sehingga skripsi ini menjadi lebih baik.
4. Ibu Dra. Rini Asnawati, M.Pd., selaku Dosen Pembimbing II yang telah ber-sedia meluangkan waktunya untuk konsultasi dan memberikan bimbingan, sumbangan pemikiran, kritik, dan saran selama penyusunan skripsi, sehingga skripsi ini menjadi lebih baik.
5. Bapak dan Ibu Dosen Pendidikan Matematika di Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan yang telah memberikan bekal ilmu pengetahuan kepada penulis. 6. Bapak Marsono Harun, S.Pd.I., selaku Kepala MTs Mathla’ul Anwar Gisting
beserta Wakil, staff, dan karyawan yang telah memberikan izin dan kemudah-an selama penelitikemudah-an.
7. Bapak Sunyoto,S.T., selaku guru mitra dan guru mata pelajaran matematika kelas VII MTs Mathla’ul Anwar Gisting yang telah banyak membantu penulis selama melakukan penelitian.
iv 9. Ibuku Hanifah dan Bapakku Rohmadi yang sangat kucintai, atas perhatian dan kasih sayang yang telah diberikan selama ini yang tidak pernah lelah untuk selalu mendoakan yang terbaik.
10. Adikku tercinta Hafiz Muarif dan Dhiya Wardatul Jannah yang senantiasa memberikan doa, semangat, dan motivasi kepadaku.
11. Saudaraku Yasrifa Fitri Aufia beserta keluarga besar Hi. Usman yang telah memberikan semangat dan doanya.
12. Keluarga Prince and Princess tercinta dan tersayang, Ria, Dewi, Yulik, Kim, Emak, Venti, Mbak Pina, Abang, Kiyay, Abay, dan Agus yang selama ini memberiku semangat dan selalu menemaniku saat suka dan duka.
13. Sahabatku D’Dios tercinta, Eka Yuli Utami, Isnaini, Dewi Anggraini, dan Fidiya Gunarti yang pernah memberiku semangat dan kebersamaan yang tak pernah ku lupakan.
14. Sahabat-Sahabatku, Uswatun Hasanah, Wulan Heni, Vivi Damayanti, Novitalia, Lisma Wardani, Widya Ningsih, Mariska, dan Marlia Alvionita yang telah memberikan semangat dan doa’a.
v 16.Kakak tingkat angkatan 2008, 2009, dan 2010 serta adik-adikku angkatan
2012, 2013, dan 2014 terima kasih atas kebersamaannya.
17. Sahabat-sahabat KKN di Desa Kuta Dalom, Kecamatan Gisting, Kabupaten Tanggamus dan PPL SMA Muhammadiyah Gisting, kelompok terbaik sepanjang masa Emak Leni (Leni Widianingsih), Dini Abot (Praba Dini Kurnia Kalinda), Lay Icul (Annisa Elvira), Ditul (Dita Apriani), Ocni Alfiah, Atot (Gatot Widya Anggara), Om Fiki (Fiki Fajarudin), Reni Hudiya, dan Yogi Fitriani, atas kebersamaan yang penuh makna dan kenangan, semoga tali persaudaraan ini tetap terjaga selamanya.
18. Siswa-siswi SMA Muhammadiyah Gisting. 19. Almamater tercinta yang telah mendewasakanku.
20. Semua pihak yang telah membantu dalam penyusunan skripsi ini.
Semoga dengan kebaikan, bantuan, dan dukungan yang telah diberikan pada penulis mendapat balasan pahala yang setimpal dari Allah SWT dan semoga skripsi ini bermanfaat.
Bandar Lampung, April 2015 Penulis,
1
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Seperti yang kita tahu, Indonesia merupakan negara yang sedang berkembang. Salah satu contoh yang dapat kita amati adalah Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (IPTEK) yang semakin hari semakin berkembang pesat. Berkembangnya IPTEK tidak terlepas dengan sumber daya manusia yang berkualitas. Untuk menciptakan manusia yang berkualitas diperlukan pendidikan yang mampu menghasilkan sumber daya manusia yang bermutu.
2 Pendidikan merupakan proses interaksi antara individu dengan lingkungannya yang mengakibatkan terjadinya perubahan tingkah laku pada individu yang ber-sangkutan sesuai dengan tujuan yang akan dicapai. Interaksi individu di ling-kungan sekolah dilakukan dengan proses pembelajaran yang dilaksanakan di kelas. Diterapkannya suatu pembelajaran tentunya terdapat tujuan yang ingin dicapai, tidak terkecuali matematika. Menurut Puskur (2002: 2) tujuan pembel-ajaran matematika di jenjang pendidikan dasar dan menengah adalah untuk mem-persiapkan siswa agar sanggup menghadapi perubahan keadaan di dalam kehidup-an dkehidup-an di dunia ykehidup-ang selalu berkembkehidup-ang, melalui latihkehidup-an bertindak atas dasar pe-mikiran secara logis, rasional, kritis, cermat, jujur, efisien, dan efektif. Diungkap-kan dalam Permendiknas Nomor 22 Tahun 2006 bahwa salah satu tujuan mata pelajaran matematika tingkat SMP/MTs, yaitu agar peserta didik memiliki ke-mampuan memahami konsep matematika, menjelaskan keterkaitan antarkonsep dan mengaplikasikan konsep atau algoritma, secara luwes, akurat, efisien, dan tepat dalam pemecahan masalah.
3 Dengan demikian, pemahaman konsep yang salah akan berakibat pada kesalahan terhadap pemahaman konsep selanjutnya.
Berdasarkan pendapat di atas, pemahaman konsep matematis siswa dipandang sebagai salah satu tolak ukur yang penting dalam berhasil atau tidaknya pelajaran matematika. Namun pada kenyataannya di Indonesia pemahaman konsep matematis siswa masih harus selalu diperhatikan. Hal ini didasarkan pada hasil survei dari sebuah lembaga survei internasional yaitu PISA (Programme for International Student Assesment) yang mengadakan survei pada tahun 2012.
Hasil dari survei tersebut menunjukan bahwa dari 65 negara, Indonesia menempati peringkat ke 64 dalam bidang matematika (OECD, 2013: 5). Selain itu, laporan TIMSS (Trends in International Mathematics and Science Study) pada tahun 2003 menempatkan Indonesia pada di posisi ke 34 dari 45 negara dalam bidang matematika dan lebih dari separuh pelajar Indonesia dikategorikan berada di bawah standar rata-rata skor internasional. Selain itu pada tahun 2011 hasil survei TIMSS juga menyatakan bahwa matematika di Indonesia berada pada posisi ke 38 dari 42 negara bagian yang disurvei (Kompas, 2012: 6). Kenyataan yang ditunjukan dari tahun ke tahun tentang rendahnya matematika yang dialami di Indonesia ini disebabkan karena belum tercapainya upaya guru untuk meningkatkan kemampuan siswa dalam matematika, terutama kemampuan pemahaman konsep matematis siswa.
mengembang-4 kan pemahaman konsep matematis siswa. Hal ini dikarenakan, dengan siswa me-mahami dan mengerti konsep yang diajarkan maka siswa tersebut juga pasti bisa menyelesaikan setiap masalah matematika yang diberikan dengan pemahaman konsep yang dimiliki. Walaupun begitu, tidak semua siswa dapat menguasai konsep yang diajarkan guru. Dengan adanya keanekaragaman latar belakang siswa serta respond siswa terhadap matematika tidak menjadikan siswa seluruhnya menyukai matematika. Masih banyak siswa yang menganggap bahwa matematika adalah salah satu pelajaran yang sulit.
5 berkelompok. Hal ini bertujuan agar siswa dapat membangun teori bersama dan saling bertukar pikiran untuk menyampaikan ide-ide yang mereka miliki sehingga dapat memperkaya pengetahuan siswa terutama konsep yang dimiliki siswa. Model Pembelajaran TTW dan NHT dapat memberikan peluang kepada siswa untuk mengembangkan pemahaman konsep. Hal ini ditunjukan dari penelitian yang telah dilakukan sebelumnya. Hasil penelitian Hasanah (2012: 53) didapatkan bahwa rata-rata skor peningkatan kemampuan pemahaman konsep siswa yang mengikuti pembelajaran kooperatif tipe TTW lebih tinggi daripada siswa yang mengikuti pembelajaran konvensional. Hermeliyati (2013: 7) menyimpulkan bahwa model pembelajaran kooperatif tipe NHT berpengaruh terhadap pemahaman konsep matematis siswa yang berarti pemahaman konsep matematis siswa pada model pembelajaran kooperatif tipe NHT lebih baik dari pemahaman konsep matematis siswa pada pembelajaran konvensional.
6 B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah yang telah dikemukakan di atas, maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah: “Apakah terdapat perbedaan kemampuan pemahaman konsep matematis siswa antara model pembelajaran kooperatif tipe TTW dan NHT pada siswa kelas VII MTs Mathla’ul Anwar Gisting semester genap tahun pelajaran 2014/2015?”
C. Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka penelitian yang dilakukan bertujuan untuk mengetahui perbedaan kemampuan pemahaman konsep matematis siswa yang menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe TTW dan NHT di kelas VII MTs Mathla’ul Anwar Gisting semester genap tahun pelajaran 2014/2015.
D. Manfaat Penelitian
Dengan dilakukannya penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat, diantaranya:
1. Manfaat Teoritis
7 2. Manfaat Praktis
a. Bagi sekolah, diharapkan dengan penelitian ini sekolah memperoleh informasi sebagai masukan dalam upaya pembinaan para guru untuk meningkatkan kualitas pembelajaran matematika.
b. Bagi guru, model pembelajaran kooperatif tipe TTW dan NHT dengan mengukur kemampuan pemahaman konsep matematis siswa diharapkan dapat menjadikan inspirasi untuk lebih banyak menciptakan kreasi-kreasi baru dalam pembelajaran yang menarik.
c. Bagi peneliti, melalui hasil penelitian ini diharapkan bisa menjadi bahan masukkan dan bahan kajian bagi peneliti di masa yang akan datang. E. Ruang Lingkup Penelitian
Untuk menghindari kesalah pahaman dalam penelitian maka ditentukan ruang lingkup penelitian sebagai berikut:
8 2. Model Pembelajaran Kooperatif tipe NHT adalah suatu model pembelajaran yang menuntut siswa untuk mampu menggali berbagai informasi terkait materi pembelajaran. Dalam pembelajaran ini, siswa dibagi menjadi bebe-rapa kelompok yang beranggotakan 4-5 orang dengan struktur kelompok yang heterogen dan masing-masing anggota diberi nomor. Guru membagikan lembar kerja kepada masing-masing kelompok. Setelah selesai mengerjakan lembar kerja yang diberikan, guru memanggil nomor secara acak dari masing-masing kelompok untuk mempresentasikan hasil diskusinya. Pemanggilan secara acak ini akan memastikan bahwa semua siswa terlibat dalam diskusi tersebut.
3. Kemampuan pemahaman konsep matematis adalah kemampuan siswa memahami atau mengerti materi pelajaran yang diperoleh serta menyatakan ulang materi tersebut ke dalam bentuk lain yang lebih mudah dimengerti. 4. Konsep matematis yang dibahas dalam penelitian ini tercakup dalam materi
9
II. TINJAUAN PUSTAKA
A. Kajian Teori
1. Model Pembelajaran Kooperatif
Model pembelajaran merupakan rencana pendidik untuk menciptakan suasana pembelajaran yang semenarik mungkin dalam menyajikan suatu materi kepada siswanya dan dalam perencanaannya berupa suatu metode pembelajaran, agar ter-capailah tujuan pembelajaran yang diinginkan. Hal ini sesuai dengan pendapat Trianto (2014: 51) yang menyatakan bahwa model pembelajaran adalah suatu perencanaan atau suatu pola yang digunakan sebagai pedoman dalam merencana-kan pembelajaran di kelas atau pembelajaran dalam tutorial. Selain itu, Sutikno (2014: 58) mengungkapkan bahwa model pembelajaran dapat didefinisikan se-bagai kerangka konseptual yang menggambarkan prosedur sistematik dalam peng-organisasian pengalaman belajar untuk mencapai tujuan belajar yang dalam model pembelajaran tersebut bisa terdiri atas beberapa metode pembelajaran.
10 dituntut untuk belajar berkelompok tetapi masing-masing siswa juga didorong untuk saling mengerti materi yang dipelajarinya. Hal ini dikarenakan dalam pem-belajaran kooperatif setiap individu memiliki tugas masing dan masing-masing anggota kelompok harus bertanggungjawab atas pekerjaannya sendiri-sendiri. Hal ini sesuai dengan pendapat Abidin (2014: 241) yang menyatakan bahwa pembelajaran kooperatif merupakan sistem pembelajaran yang memberi kesempatan kepada anak didik untuk bekerja sama dengan sesama siswa dalam tugas-tugas terstruktur. Menurut Suherman (2003: 260), pembelajaran kooperatif mencakup suatu kelompok kecil siswa yang bekerja sebagai sebuah tim untuk menyelesaikan sebuah masalah, menyelesaikan suatu tugas, atau mengerjakan sesuatu untuk mencapai tujuan bersama lainnya.
11 Model pembelajaran kooperatif dikembangkan untuk mencapai tujuan pem-belajaran yang diinginkan. Menurut Arends (Jufri, 2013: 114) terdapat tiga tujuan pembelajaran yang harus dicapai, seperti: (1) Meningkatkan hasil akademik, dengan meningkatkan kinerja siswa dalam tugas-tugas akademiknya; (2) Mem-beri peluang agar siswa dapat menerima teman-temannya yang mempunyai ber-bagai perbedaan latar belajar; (3) Mengembangkan keterampilan sosial siswa. Berdasarkan tujuan tersebut, model pembelajaran kooperatif dinilai dapat mengajarkan siswa menerima dan saling memahami perbedaan teman-teman se-kelompoknya. Perbedaan tersebut antara lain perbedaan suku, agama, kemampu-an akademik, dkemampu-an tingkat sosial. Dikarenakkemampu-an kemampukemampu-an siswa ykemampu-ang berbeda-beda, model pembelajaran ini juga memfasilitasi siswa yang kurang mampu untuk belajar bersama sehingga mereka memiliki orientasi belajar yang sama dengan siswa yang mampu dengan cara siswa yang lebih mampu menjadi nara sumber bagi siswa yang kurang mampu. Dengan model pembelajaran inilah, siswa dapat mengembangkan keterampilan sosial seperti aktif bertanya, menghargai pendapat orang lain, mempertanggungjawabkan pekerjaan yang dilakukan, berbagi tugas, memancing teman untuk bertanya, saling bekerjasama dan sebagainya.
12 Ciri-ciri model pembelajaran kooperatif menurut Taniredja dkk (2014: 59) adalah: (1) Belajar bersama dengan teman; (2) Selama proses belajar terjadi tatap muka antar teman; (3) Saling mendengarkan pendapat di antara anggota kelompok; (4) Belajar dari teman sendiri dalam kelompok; (5) Belajar dalam kelompok kecil; (6) Produktif berbicara atau saling mengemukakan pendapat; (7) Keputus-an tergKeputus-antung pada siswa sendiri; (8) Siswa aktif.
Pada pelaksanaan kegiatan model pembelajaran kooperatif tentunya terdapat tahap-tahap yang membedakan dengan model pembelajaran yang lainnya. Menurut Ibrahim (Dau, 2013: 13), langkah-langkah yang dilaksanakan dalam model pembelajaran kooperatif adalah sebagai berikut:
Tabel 2.1 Langkah-langkah Model Pembelajaran Kooperatif
Fase Indikator Aktifitas Guru 1 Menyampaikan tujuan
dan memotifasi siswa
Guru menyampaikan semua tujuan pembelajaran yang ingin dicapai pada pembelajaran tersebut dan memotivasi siswa. 2 Menyajikan informasi Guru menyajikan informasi kepada siswa
dengan jalan demonstrasi atau lewat bahan bacaan.
3 Mengorganisasikan siswa ke dalam kelompok-kelompok belajar
Guru menjalaskan kepada siswa bagaimana caranya membentuk kelompok belajar dan membantu setiap kelompok agar melakukan transisi efisien.
4 Membimbing
kelompok bekerja dan belajar
Guru membimbing kelompok-kelompok belajar pada saat mengerjakan tugas.
13 Menurut Nurhadi (2004: 16) pembelajaran kooperatif mempunyai kelebihan, diantaranya adalah:
1. Meningkatkan kepekaan dan kesetiakawanan sosial.
2. Memungkinkan para siswa saling belajar mengenai sikap, keterampilan, informasi, perilaku sosial, dan pandangan – pandangan.
3. Memudahkan siswa melakukan penyesuaian sosial.
4. Memungkinkan terbentuk dan berkembangnya nilai- nilai sosial dan komitmen.
5. Menghilangkan sifat mementingkan diri sendiri dan egois.
6. Membangun persahabatan yang dapat berlanjut hingga masa dewasa. 7. Berbagai keterampilan sosial yang diperlukan untuk memelihara
hubungan saling membutuhkan dapat diajarkan dan dipraktekkan. 8. Meningkatkan rasa percaya kepada sesama manusia.
9. Meningkatkan kemampuan memandang masalah dan situasi dari berbagai perspektif.
10.Meningkatkan kesediaan menggunakan ide orang lain yang dirasa lebih baik.
11.Meningkatkan kegemaran berteman tanpa memandang perbedaan kemampuan, jenis kelamin, normal atau cacat, etnis, kelas sosial, agama dan orientasi tugas.
Model pembelajaran kooperatif adalah model pembelajaran yang melibatkan kelompok-kelompok heterogen, sehingga dalam satu kelompok terdapat siswa yang berkemampuan tinggi, sedang dan rendah. Fatirul (2013: 54) menyatakan bahwa model pembelajaran kooperatif terbagi kedalam beberapa tipe, diataranya yaitu Think Talk Write (TTW) dan Numbered Heads Together (NHT).
14 2. Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Think Talk Write
Model pembelajaran kooperatif tipe TTW pertama kali diperkenalkan oleh Huinker dan Laughlin (1996). Model ini diterapkan pada pembelajaran pada dasarnya mendorong siswa untuk berpikir, berbicara, dan kemudian menuliskan hasil yang didapat selama pembelajaran. Hal ini sesuai dengan pendapat Yamin dan Ansari (2012: 84) yang menyatakan bahwa secara garis besar model pembelajaran kooperatif tipe TTW diterapkan untuk mempengaruhi pola interaksi siswa yang dimulai dari keterlibatan siswa dalam berpikir atau berdialog dengan dirinya sendiri setelah proses membaca masalah (think), selanjutnya berbicara dan membagi ide dengan temannya (talk) untuk menyelesaikan masalah tersebut sebelum menulis (write). Dalam tahap talk disebutkan bahwa siswa berbicara dan membagi ide dengan temannya.
15 sehingga dapat mengembangkan pemahaman siswa mengenai materi atau konsep yang ia pelajari.
Pada umumnya, ketika guru memberikan masalah kepada siswa berupa tugas dalam bentuk tulisan, sering ditemui siswa akan langsung menuliskan jawaban sesuai dengan yang ia pikirkan dan pahami. Jawaban tersebut mungkin dime-ngerti untuk siswa yang menuliskan, namun belum tentu dipahami oleh teman yang lainnya meskipun hasil akhirnya akan sama dengan yang lainnya. Walaupun hal tersebut bukan sesuatu yang salah, namun akan lebih baik jika siswa sebelum menuliskan jawaban terlebih dahulu melakukan kegiatan berpikir, menyusun ide-ide, serta menguji ide-ide tersebut sebelum memulai menulis jawaban. Sehingga, ketika siswa menulis jawaban dari suatu masalah yang diberikan akan memper-mudah teman lainnya untuk mengerti. Hal inilah yang masih harus menjadi tugas guru tentang bagaimana meminta siswa mengemukakan ide secara lisan dan tulisan dengan baik.
16 Model pembelajaran kooperatif tipe TTW memiliki kelebihan. Menurut Yamin dan Ansari (2012: 88) kelebihan dari model pembelajaran TTW adalah:
1. Memberi kesempatan siswa berinteraksi dan berkolaborasi mem-bicarakan tentang penyelidikannya atau catatan-catatan kecil mereka dengan anggota kelompoknya.
2. Siswa terlibat langsung dalam belajar sehingga termotivasi untuk belajar. 3. Model ini berpusat pada siswa, misalkan memberi kesempatan pada
siswa dan guru berperan sebagai mediator lingkungan belajar. Guru menjadi monitoring dan menilai partisipasi siswa terutama dalam diskusi.
Menurut Suyatno (2009: 25) kelebihan-kelebihan model TTW diantaranya sebagai berikut:
1. Model TTW dapat membantu siswa dalam mengkonstruksi pengetahuannya sendiri sehingga pemahaman konsep siswa menjadi lebih baik, siswa dapat mengkomunikasikan atau mendiskusikan pemikirannya dengan temannya sehingga siswa saling membantu dan saling bertukar pikiran. Hal ini akan membantu siswa dalam memahami materi yang diajarkan.
2. Model pembelajaran TTW dapat melatih siswa untuk menuliskan hasil diskusinya ke bentuk tulisan secara sistematis sehingga siswa akan lebih memahami materi dan membantu siswa untuk mengkomunikasikan ide-idenya dalam bentuk tulisan.
Selain kelebihan di atas, model pembelajaran TTW menurut Suyatno (2009: 52) memiliki kekurangan diantaranya sebagai berikut:
1. Model TTW adalah model pembelajaran baru di sekolah sehingga siswa belum terbiasa belajar dengan langkah-langkah pada model TTW oleh karena itu cenderung kaku dan pasif.
2. Kesulitan dalam mengembangkan lingkungan sosial siswa.
17 sistematis dengan demikian siswa dapat saling membantu dan saling bertukar pikiran sehingga pemahaman konsep siswa menjadi lebih baik.
Adapun tiga tahap penting di dalam model pembelajaran kooperatif tipe TTW yang harus dikembangkan dalam pembelajaran matematika, yaitu sesuai dengan namanya dan urutannya dijelaskan sebagai berikut:
1. Think (Berpikir)
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (Depdiknas, 2008: 247), berpikir diartikan sebagai sesuatu hal yang menggunakan akal budi untuk memper-timbangkan dan memutuskan sesuatu. Pada kegiatan think siswa membaca konsep-konsep berupa materi ataupun soal-soal matematika pada LKS yang diberikan oleh guru. Dari proses membaca tersebut kemudian siswa mem-buat catatan kecil mengenai hal-hal yang penting seperti yang menjadi poin penting serta hal yang belum dimengerti dari materi atau soal yang diberikan. Pada tahap ini memungkinkan siswa secara mandiri mencari jawaban penyelesaian dari masalah sehingga dapat mengembangkan kemampuan akademik terutama pemahaman konsep matematis siswa.
18 terdapat siswa yang belum melakukan kegiatan think, maka guru berusaha memotivasi dan memberi arahan berupa tujuan dari tahap ini.
2. Talk (Berbicara atau Berdiskusi)
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (Depdiknas: 2008: 116), berdiskusi sama artinya dengan bertukar pikiran. Pada kegiatan talk siswa diberikan kesempatan untuk menyampaikan ide-ide yang diperoleh selama tahap think. Siswa kemudian berdiskusi dengan teman kelompoknya, kemudian masing-masing individu menyajikan apa yang didapat dengan cara berkomunikasi yang baik menggunakan kata-kata dan bahasa mereka sendiri. Dengan hal ini, diharapkan siswa dapat membangun teori bersama, berbagi penyelesaian serta membuat kesimpulan. Hal ini sesuai dengan pendapat Sulaeman (2011: 17) yang mengemukakan bahwa pada tahap talk siswa merefleksikan, menyusun, serta menguji (negosiasi, sharing) ide-ide dalam kegiatan diskusi kelompok. Dengan melakukan kegiatan diskusi siswa dapat saling berbagi pengetahuan dan menguji ide-ide baru sehingga mereka dapat semakin mengetahui teori yang mereka pahami.
Yamin dan Ansari (2012: 86) menjelaskan kenapa “talk” penting dalam
19 membantu guru mengetahui tingkat pemahaman siswa dalam belajar matematika sehingga dapat mempersiapkan perlengkapan pembelajaran yang lebih dibutuhkan.
Selama kegiatan talk berlangsung, guru berperan sebagai motivator yaitu memberikan motivasi atau dorongan kepada siswa yang masih terlihat kurang aktif dalam proses pembelajaran serta membantu siswa yang mendapatkan kesulitan untuk menemukan jawaban dari masalahnya. Guru juga harus menyakinkan siswa bahwa jawaban yang mereka buat merupakan pemikiran yang patut disampaikan ke teman-teman yang lainnya. Silver dan Smith (Yamin dan Ansari, 2012: 90) juga menyampaikan tugas guru yang harus dilakukan pada tahap ini adalah mengajukan pertanyaan menantang setiap siswa untuk berpikir, mendengarkan secara hati-hati ide yang disampaikan siswa dan membimbing.
3. Write (Menulis)
20 dipelajari mereka akan lebih mudah untuk memahami dan mengingat apa yang mereka pelajari.
Yamin dan Ansari (2012: 88) mengemukakan bahwa aktifitas siswa selama tahap ini adalah: (1) menulis solusi terhadap masalah atau pertanyaan yang diberikan; (2) mengorganisasikan semua pekerjaan yang diberikan langkah demi langkah, baik penyelesaiannya menggunakan grafik, tabel, atau diagram agar mudah dibaca atau ditindaklanjuti; (3) memeriksa pekerjaan yang telah dilakukan sehingga yakin tidak ada pekerjaan ataupun perhitungan yang ketinggalan dan; (4) meyakini bahwa pekerjaan yang telah dilakukan telah lengkap, mudah dibaca, dan terjamin keasliannya.
Pada tahap write, guru memiliki peran dan tugas memonitoring siswa dan me-nilai proses siswa selama mengikuti kegiatan. Guru juga harus memotivasi kembali siswa yang tidak melakukan kegiatan write dan membimbing siswa untuk melakukan aktifitas tahap write. Mengingat tahap write ini sama pentingnya untuk dilaksanakan dari tahap-tahap yang lain.
Langkah-langkah pembelajaran yang diperkenalkan Huinker dan Laughlin (Yamin dan Ansari, 2012: 90) adalah:
21 2. Siswa membaca teks bacaan berupa Lembar Kerja Siswa (LKS) yang
diberikan kemudian membuat catatan kecil secara individu (think) untuk selanjutnya dibawa ke forum diskusi.
3. Siswa menyampaikan apa yang telah didapatkan pada tahap think kemudian berdiskusi dengan teman sekelompoknya membahas catatan yang telah dibuat masing-masing anggota (talk).
4. Dari hasil diskusi, siswa mengkonstruksi sendiri pengetahuan mereka ke dalam diskusi (write) sebagai hasil diskusi kolaborasi.
5. Pembelajaran diakhiri dengan membuat refleksi dan kesimpulan dari materi yang telah dipelajarinya. Sebelumnya dipilih satu atau beberapa siswa se-bagai perwakilan kelompok untuk menyampaikan hasil diskusinya sedangkan kelompok yang lain memberi tanggapan.
Berdasarkan uraian di atas diperoleh karakteristik dari model pembelajaran koo-peratif tipe TTW adalah: (1) siswa berpartisipasi langsung dalam pembelajaran; (2) setiap siswa secara aktif melakukan eksplorasi suatu konsep; (3) memadukan pengetahuan awal siswa yang dimiliki dengan informasi yang diterima; (4) model pembelajaran kooperatif tipe Think Talk Write dibangun oleh kemampuan berpikir, berbicara, dan menulis.
3. Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Numbered Heads Together
22 pembelajaran kooperatif tipe NHT merupakan jenis pembelajaran kooperatif yang dirancang untuk mempengaruhi pola interaksi siswa dan memiliki tujuan untuk meningkatkan penguasaan akademik. Berdasarkan pendapat tersebut, model pembelajaran ini dinilai dapat meningkatkan pemahaman siswa terhadap materi yang dipelajarinya, terutama mata pelajaran matematika. Hal ini dipertegas dengan pendapat yang dikemukakan oleh Daryanto dan Rahardjo (2012: 245) bahwa pada umumnya model pembelajaran kooperatif tipe NHT ini digunakan untuk melibatkan siswa dalam penguatan pemahaman pembelajaran atau me-ngecek pemahaman siswa terhadap materi pembelajaran.
Model pembelajaran kooperatif tipe NHT merupakan model pembelajaran yang mempunyai kelebihan. Hal ini dijelaskan oleh Iru dan Arihi (2012: 59) yang menyebutkan kelebihan pembelajaran kooperatif tipe NHT yaitu sebagai berikut:
1. Situasi belajar lebih aktif, hidup, bersemangat, dan berdaya guna 2. Merupakan latihan berpikir ilmiah dalam menghadapi masalah
3. Menumbuhkan sifat obyektif, percaya diri sendiri, keberanian, serta tanggung jawab dalam menghadapi atau mengatasi suatu permasalahan. Menurut Sanjaya (2008: 249) keuntungan dan kelemahan dari pembelajaran kooperatif NHT adalah:
Keuntungan:
1. Siswa tidak terlalu menggantungkan pada guru, akan tetapi dapat menambah kepercayaan kemampuan berpikir sendiri.
2. Dapat mengembangkan kemampuan mengungkapkan ide atau gagasan. 3. Dapat membantu anak untuk merespon orang lain.
4. Dapat memberdayakan siswa untuk lebih bertanggung jawab dalam belajar.
5. Dapat meningkatkan prestasi akademik sekaligus kemampuan sosial. 6. Dapat mengembangkan kemampuan siswa untuk menguji ide dan
pemahamannya sendiri, menerima umpan balik.
7. Dapat meningkatkan kemampuan siswa menggunakan informasi dan kemampuan belajar abstrak menjadi nyata.
23 Kelemahan:
1. Dengan leluasanya pembelajaran maka apabila keleluasaan itu tidak optimal maka tujuan dari apa yang dipelajari tidak akan tercapai.
2. Penilaian kelompok dapat membutakan penilaian secara individu apabila guru tidak jeli dalam pelaksanaannya.
3. Mengembangkan kesadaran berkelompok memerlukan waktu yang panjang.
Jarolimek & Parker (Isjoni, 2009: 36) mengatakan bahwa: Keuntungan:
1. Saling ketergantungan yang positif.
2. Adanya pengakuan dalam merespon perbedaan individu. 3. Siswa dilibatkan dalam perencanaan dan pengelolaan kelas. 4. Suasana kelas yang rileks dan menyenangkan.
5. Terjalinnya hubungan yang hangat dan bersahabat antar siswa dan guru. Kelemahan:
1. Guru harus mempersiapkan pembelajaran secara matang, disamping itu memerlukan lebih banyak tenaga, pemikiran, dan waktu.
2. Agar proses pembelajaran berjalan dengan lancar maka dibutuhkan dukungan fasilitas, alat dan biaya yang cukup memadai.
3. Selama kegiatan diskusi kelompok berlangsung, ada kecenderungan topik permasalahan yang dibahas meluas sehingga banyak yang tidak sesuai dengan waktu yang telah ditentukan.
4. Saat diskusi kelas terkadang didominasi seseorang, hal ini meng-akibatkan siswa yang lain menjadi pasif.
24 pada saat presentasi tidak semua nomor dipanggil oleh guru yang mengakibatkan siswa yang lain akan pasif sehingga pemahaman konsep siswa tidak terbagi merata.
Pada proses pembelajaran, model pembelajaran kooperatif tipe NHT merupakan salah satu model yang dapat menumbuhkan pola pikir siswa untuk lebih kreatif dan membuat siswa untuk lebih aktif dalam proses belajar mengajar. Hal ini sesuai dengan pendapat Kartikasasmi (2012: 125) yang menyatakan bahwa pe-nerapan model pembelajaran kooperatif tipe NHT dalam kegiatan belajar dapat meningkatkan kreatifitas siswa dan keterampilan sosial siswa. Keterampilan sosial yang dimaksud adalah seperti membuat siswa aktif dalam menyampaikan ide atau pendapat, melibatkan seluruh siswa dalam usaha menyelesaikan tugas, serta meningkatkan tanggung jawab individu terhadap kelompoknya. Dengan adanya keterampilan sosial yang meningkat pada siswa, hal ini menunjukan ter-capainya salah satu tujuan pembelajaran kooperatif tipe NHT. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa model pembelajaran kooperatif tipe NHT merupakan model pembelajaran yang mempengaruhi pola interaksi siswa untuk dapat me-numbuhkan kreatifitas dan keterampilan sosial siswa sehingga dapat meningkat-kan pemahaman siswa terhadap materi yang dipelajarinya.
Ibrahim (Dewi, 2014: 14) menjelaskan adanya tiga tujuan penting yang hendak dicapai dalam pembelajaran kooperatif tipe NHT yaitu sebagai berikut:
1. Hasil belajar struktural
25 2. Pengakuan adanya keragaman
Bertujuan agar siswa dapat menerima teman-temannya di dalam suatu kelompok dengan aneka ragam latar belakang siswa.
3. Pengembangan keterampilan sosial
Bertujuan untuk meningkatkan kemampuan siswa dalam hal keaktifan dalam pembelajaran.
Sebagai suatu cara belajar, model pembelajaran kooperatif tipe Numbered NHT tentu memiliki langkah-langkah yang harus dijalankan. Menurut Huda (2013: 203), terdapat sintaks atau tahap-tahap pelaksanaan dari model pembelajaran kooperatif tipe NHT pada hakikatnya hampir sama dengan diskusi kelompok, yang rinciannya adalah sebagai berikut:
1. Membagi siswa ke dalam kelompok.
2. Masing-masing anggota di dalam kelompok di beri nomor oleh guru.
3. Guru memberi tugas kepada masing-masing anggota kelompok untuk dikerja-kan.
4. Setiap kelompok melakukan diskusi untuk menjawab setiap pertanyaan dengan tepat dan memastikan setiap anggota kelompok mengetahui jawaban tersebut.
5. Guru memanggil salah satu nomor secara acak.
26 Selain itu menurut Trianto (2013: 82) menyatakan bahwa terdapat empat fase yang digunakan guru sebagai sintaks model pembelajaran kooperatif tipe NHT, yaitu sebagai berikut:
1. Fase 1 : Penomoran
Guru membagi siswa ke dalam kelompok yang terdiri dari 3-5 orang dan kepada setiap anggota kelompok diberi nomor yang berbeda antara 1-5. 2. Fase 2 : Mengajukan Pertanyaan
Guru memberikan pertanyaan kepada siswa. Pertanyaan yang diberikan dapat bervariasi.
3. Fase 3 : Berpikir Bersama
Siswa menyatukan pendapat dari masing-masing anggota terhadap jawaban pertanyaan yang diberikan. Kemudian setiap kelompok berdiskusi untuk menentukan jawaban yang tepat dan memastikan setiap anggota kelompok mengetahui jawaban tersebut.
4. Fase 4 : Menjawab
Guru memanggil satu nomor tertentu, kemudian siswa yang mempunyai nomor tersebut menjawab pertanyaan atau menyampaikan hasil diskusi kepada seluruh kelas.
Terdapat juga langkah-langkah pembelajaran kooperatif tipe NHT yang di-kembangkan oleh Ibrahim (Widyastuti, 2010: 14) yaitu:
Langkah 1. Persiapan
27 Langkah 2. Pembentukan Kelompok
Guru membagi tiap-tiap siswa menjadi beberapa kelompok dengan beranggotakan 3-5 orang siswa. Kemudian guru memberikan nomor yang berbeda kepada tiap siswa dalam kelompok serta nama kelompok yang berbeda. Kelompok yang dibentuk bersifat kelompok heterogen yang merupakan percampuran dari berbagai latar belakang sosial, ras, suku, jenis kelamin, dan kemampuan belajar berbeda. Langkah 3. Diskusi Masalah
Guru membagikan LKS kepada setiap kelompok untuk dikerjakan sesuai petunjuk yang diberikan. Dalam kegiatan diskusi kelompok, siswa saling mencari jawaban atas pertanyaan atau masalah yang diberikan dalam LKS.
Langkah 4. Memanggil Nomor Anggota atau Pemberian Jawaban
Guru menyebutkan salah satu nomor dan para siswa pada tiap-tiap kelompok yang mendapatkan nomor sesuai dengan yang disebutkan guru bersiap untuk menyampaikan jawaban kepada seluruh temannya di kelas.
Langkah 5. Memberi Kesimpulan
Guru bersama siswa menyimpulkan jawaban akhir dari semua masalah yang diberikan oleh guru berkaitan dengan materi yang disajikan.
28 4. Kemampuan Pemahaman Konsep Matematis
Pemahaman konsep terdiri dari dua kata yaitu pemahaman dan konsep. Menurut Sardiman (2008: 42) pemahaman adalah kemampuan seseorang untuk mengerti atau memahami sesuatu setelah sesuatu itu diketahui dan diingat. Seorang siswa dianggap paham apabila siswa tersebut dapat menyampaikan apa yang telah dimengerti terkait konsep yang telah dipelajainya dengan menggunakan kata-katanya sendiri. Menurut Soedjadi (2000: 14), konsep adalah ide abstrak yang digunakan untuk menggolongkan atau mengklasifikasikan sekumpulan objek yang biasanya dinyatakan dengan suatu istilah atau rangkaian kata-kata yang mereka mengerti. Hamalik (2002: 164) menjelaskan bahwa konsep bertujuan untuk mengurangi kerumitan lingkungan, konsep membantu siswa mengidentifikasikan segala hal yang berada disekitarnya, konsep mengajarkan sesuatu yang lebih baru, konsep mengarahkan kegiatan instrumental, dan konsep memungkinkan pelaksanaan pengajaran. Hal ini juga dapat diartikan bahwa konsep matematis berguna bagi ketercapaian suatu tujuan pembelajaran.
29 juga memungkinkan siswa akan merasakan kesulitan dalam menyelesaikan permasalahan dalam matematika yang berupa soal-soal.
Depdiknas (2006: 2) mengungkapkan bahwa pemahaman konsep adalah salah satu kemahiran matematika yang diharapkan dapat tercapai dalam pembelajaran matematika yaitu dengan menunjukan pemahaman konsep matematika yang di-pelajarinya. Sedangkan pemahaman siswa terhadap konsep matematika menurut NCTM (1989: 223) dapat dilihat dari kemampuan siswa dalam:
(1) mendefinisikan konsep secara verbal dan tulisan;
(2) mengidentifikasi dan membuat contoh dan bukan contoh;
(3) menggunakan model, diagram dan simbol-simbol untuk merepresentasikan suatu konsep;
(4) mengubah suatu bentuk representasi ke bentuk lainnya; (5) mengenal berbagai makna dan interpretasi konsep;
(6) mengidentifikasi sifat-sifat suatu konsep dan mengenal syarat yang me- nentukan suatu konsep dan;
(7) membandingkan dan membedakan konsep-konsep.
Untuk menilai pemahaman konsep matematis siswa dapat dilakukan dengan memperhatikan indikator-indikator dari pemahaman konsep matematika itu sendiri. Menurut Peraturan Dirjen Depdiknas Nomor 506/C/Kep/PP/2004 tanggal 11 November 2004 tentang penilaian dijelaskan bahwa indikator siswa memahami konsep matematis adalah siswa mampu:
1. Menyatakan ulang suatu konsep.
2. Mengklasifikasikan objek-objek menurut sifat-sifat tertentu tertentu sesuai dengan konsepnya.
30 4. Menyajikan konsep dalam berbagai bentuk representasi matematis.
5. Mengembangkan syarat perlu dan syarat cukup dari suatu konsep.
6. Menggunakan, memanfaatkan, dan memilih prosedur atau operasi tertentu. 7. Mengaplikasikan konsep pada pemecahan masalah.
Lebih lanjut Hamalik (2002: 166) mengemukakan adanya beberapa indikator dalam kemampuan pemahaman konsep matematis siswa, diantaranya adalah sebagai berikut:
1. Siswa dapat menyebutkan nama contoh-contoh konsep bila dia melihatnya. 2. Siswa dapat menyatakan ciri-ciri (properties) konsep tersebut.
3. Siswa dapat memilih, memberikan antara contoh-contoh dari yang bukan suatu contoh.
4. Siswa mungkin akan lebih mampu memecahkan masalah yang berkaitan dengan konsep tersebut.
Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa pemahaman konsep matematis adalah kemampuan siswa untuk dapat memahami atau mengerti materi pelajaran yang diperoleh serta dapat menyatakan ulang materi tersebut ke dalam bentuk lain yang lebih mudah dimengerti sehingga siswa tidak hanya sekedar mengetahui dan mengerti untuk dirinya sendiri tetapi juga dapat menyampaikan serta menjelaskan ke orang lain. Indikator kemampuan pemahaman konsep matematis siswa dalam penelitian ini adalah:
1. Menyatakan ulang suatu konsep.
2. Mengklasifikasikan objek-objek menurut sifat-sifat tertentu sesuai dengan konsepnya.
31 B. Kerangka Pikir
Penelitian yang dilakukan ini tentang perbandingan kemampuan pemahaman konsep matematis dengan menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe TTW dan NHT. Penelitian ini merupakan penelitian eksperimen yang meng-gunakan dua kelas, serta terdiri dari dua variabel yang berbeda yaitu variabel bebas dan variabel terikat. Dalam penelitian ini, yang menjadi variabel bebas adalah model pembelajaran kooperatif tipe (X) yaitu model pembelajaran kooperatif tipe TTW (X1) dan model pembelajaran kooperatif tipe NHT (X2),
sedangkan yang menjadi variabel terikat adalah peningkatan kemampuan pemahaman konsep matematis siswa (Y).
32 didiskusikan dengan anggota kelompoknya. Dengan demikian, diharapkan siswa dapat membangun teori bersama, berbagi penyelesaian, dan membuat kesimpulan sehingga mereka dapat semakin mengetahui konsep atau teori yang mereka pahami. Selanjutnya tahap terakhir yaitu write, siswa secara mandiri menuliskan hasil diskusi yang telah dilakukan bersama kelompoknya pada lembar kerja yang telah disediakan. Dengan meminta siswa menuliskan hasil diskusi mereka akan lebih mudah untuk memahami dan mengingat apa yang mereka pelajari sehingga menambah pemahaman siswa terhadap konsep.
33 konsep yang dimiliki siswa. Pada tahap akhir pembelajaran, guru menyebutkan satu nomor secara acak. Siswa yang mempunyai nomor tersebut mempersiapkan diri untuk menyampaikan dan mempertanggungjawabkan hasil diskusi kelompok mereka ke seluruh kelas. Pada tahap presentasi ini, hanya satu siswa sebagai perwakilan kelompok yang berkesempatan menyampaikan hasil diskusi dan siswa tersebut dipanggil berdasarkan nomor yang disebutkan secara acak. Dengan demikian setiap siswa dalam kelompok mendapatkan peluang yang sama. Oleh karena itu dalam kegiatan pembelajaran siswa akan lebih bertanggung jawab untuk bersungguh-sungguh saat kegiatan diskusi sehingga setiap siswa memiliki pemahaman pembelajaran yang sama.
34 tipe NHT adalah dengan siswa menyelesaikan masalah secara berkelompok maka siswa dapat membangun teori bersama dan saling bertukar pikiran untuk menyampaikan ide-ide yang mereka miliki sehingga dapat memperkaya pengetahuan siswa terutama konsep yang dimiliki siswa dan pada penomoran yang diberikan guru secara berbeda dan pemanggilan siswa untuk menyampaikan hasil diskusi secara acak. Berdasarkan uraian di atas, jika model pembelajaran TTW dan NHT diterapkan maka berkemungkinan menghasilkan hasil yang berbeda.
C. Anggapan Dasar
Penelitian ini mempunyai anggapan dasar sebagai berikut:
1. Semua siswa kelas VII semester genap tahun pelajaran 2014/2015 MTs Matlaul Anwar Gisting memperoleh materi pelajaran matematika yang sama dan sesuai dengan kurikulum yang berlaku.
2. Faktor lain yang mempengaruhi pemahaman konsep matematis siswa selain model pembelajaran yang diteliti tidak diperhatikan.
D. Hipotesis
35
III. METODE PENELITIAN
A. Populasi dan Sampel
Penelitian ini dilaksanakan di MTs Mathla’ul Anwar Gisting. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh siswa kelas VII MTs Mathla’ul Anwar Gisting semester genap tahun pelajaran 2014/2015 yang terdistribusi dalam lima kelas, yaitu kelas VII.A, VII.B, VII.C, VII.D, dan VII.E) dengan jumlah siswa sebanyak 180 orang. Sampel penelitian ini diambil dengan teknik Purposive Random Sampling yaitu dengan memilih 5 kelas dilihat dari rata-rata ujian mid semester
ganjil yang disajikan sebagai berikut:
Tabel 3.1. Distribusi Nilai Ujian Mid Semester Ganjil Matematika Kelas VII
MTs Mathla’ul Anwar Gisting
No Kelas Jumlah Siswa Rata-Rata Nilai
1 VII.A 36 61,4
2 VII.B 37 66,3
3 VII.C 35 56,8
4 VII.D 36 62,0
5 VII.E 36 62,1
Sumber: MTs Matlaul Anwar Gisting Tahun Pelajaran 2014/2015
36 B. Desain Penelitian
Penelitian ini adalah penelitian eksperimen semu dengan menggunakan desain Posttest Only, sebagaimana dikemukakan Furchan (2007: 386) sebagai berikut:
Tabel 3.2. Desain Penelitian
Kelas Perlakuan Posttest
Eksperimen 1 X1 Y
Eksperimen 2 X2 Y
Keterangan:
X1 : perlakuan penerapan model pembelajaran kooperatif tipe TTW
X2 : perlakuan penerapan model pembelajaran kooperatif tipe NHT
Y : nilai hasil posttest pada kelas eksperimen 1
C. Data Penelitian
Data yang digunakan dalam penelitian ini berupa data kuantitatif tentang pemahaman konsep matematis siswa.
D. Teknik Pengumpulan Data
Dalam penelitian ini teknik pengumpulan data yang digunakan adalah tes. Tes diberikan di akhir pembelajaran. Tes dilakukan untuk mengukur kemampuan siswa dalam memahami materi yang diberikan dalam meningkatkan kemampuan pemahaman konsep matematis siswa.
E. Instrumen Penelitian
37 pemahaman konsep matematis. Berikut ini adalah pedoman penskoran tes pe-mahaman konsep.
Tabel 3.3. Pedoman Penskoran Tes Kemampuan Pemahaman Konsep
No Indikator Rubrik Penilaian Skor
1 Menyatakan ulang suatu konsep
a. Tidak menjawab 0
b. Menyatakan ulang suatu konsep tetapi salah 1 c. Menyatakan ulang suatu konsep dengan benar 2 2 Mengklasifikasik
b. Mengklasifikasikan objek menurut sifat tertentu tetapi tidak sesuai dengan konsepnya
1 c. Mengklasifikasikan objek menurut sifat
tertentu sesuai dengan konsepnya
b. Memberi contoh dan non contoh tetapi salah 1 c. Memberi contoh dan non contoh dengan benar 2 4 Menyajikan
b. Menyajikan konsep dalam berbagai bentuk representasi matematika tetapi salah
1 c. Menyajikan konsep dalam berbagai bentuk
representasi matematika dengan benar
b. Mengembangkan syarat perlu dan syarat cukup suatu konsep tetapi salah
1 c. Mengembangkan syarat perlu dan syarat
cukup suatu konsep dengan benar
2
b. Menggunakan, memanfaatkan, dan memilih prosedur atau operasi tertentu tetapi salah
1 c. Menggunakan, memanfaatkan, dan memilih
prosedur atau operasi tertentu dengan benar
2
b. Mengaplikasikan konsep atau algoritma pada pemecahan masalah tetapi salah
1 c. Mengaplikasikan konsep atau algoritma pada
pemecahan masalah dengan benar
2 Sumber: Sartika (2011: 22)
38 1. Validitas Instrumen
Validitas yang digunakan dalam penelitian ini adalah validitas isi. Validitas isi merupakan validitas yang ditinjau dari segi kesesuaian isi tes dengan isi kurikulum yang hendak diukur. Dalam penelitian ini uji validitas isi dari tes pemahaman konsep matematis dapat diketahui dengan cara membandingkan isi yang terkandung dalam tes pemahaman konsep matematis dengan indikator pembelajaran yang telah ditentukan. Uji ini sangat penting sangat penting dikarenakan untuk menunjukan bahwa soal-soal dalam tes mencakup keseluruhan kemampuan yang akan diukur pada tes tersebut.
Untuk memperoleh perangkat tes yang mempunyai validitas isi yang baik dilakukan langkah-langkah berikut:
a. Membuat kisi-kisi soal yang akan dibuat dengan berpatokan pada indikator yang telah ditentukan.
b. Membuat soal berdasarkan kisi-kisi yang telah dibuat.
c. Mengkonsultasikan soal yang telah dibuat ke guru mitra dan dosen pembimbing yang dipandang ahli mengenai kesesuaian antara kisi-kisi dengan soal.
39 kemudian menghitung besarnya reliabilitas, daya pembeda dan tingkat kesukaran soal tes.
2. Reliabilitas
Instrumen dikatakan memiliki reliabilitas tinggi apabila tes yang dilakukan mem-punyai hasil yang sama (konsisten). Nilai reliabilitas dihitung dengan meng-gunakan rumus Alpha (Arikunto, 2008: 109) yaitu:
r : nilai reliabilitas instrumen (tes)
n
: banyaknya butir soal (item)
2i
: jumlah varians dari tiap-tiap item tes : varians totalN : banyaknya data
�� : jumlah semua data
��2 : jumlah kuadrat semua data
Nilai reliabilitas yang didapat dari r11 dibandingkan dengan kriteria interpretasi
nilai reliabilitas yang berlaku. Menurut Arikunto (2006: 195), interpretasi nilai reliabilitas adalah sebagai berikut:
Tabel 3.4. Interpretasi Nilai Reliabilitas
40 Instrumen uji yang digunakan dalam penelitian ini adalah instrumen yang memiliki kriteria reliabilitas minimal cukup. Setelah menghitung reliabilitas instrumen tes, diperoleh nilai r11 = 0,93 (Lampiran C.1). Berdasarkan pendapat
Arikunto, harga r11 memenuhi kriteria sangat tinggi karena koefisien
reliabilitas-nya lebih dari 0,8. Oleh karena itu, instrumen tes pemahaman konsep matematis siswa tersebut layak digunakan untuk mengumpulkan data.
3. Daya Pembeda
Daya pembeda adalah kemampuan suatu soal untuk membedakan siswa yang mempunyai kemampuan tinggi dan siswa yang mempunyai kemampuan rendah. Untuk menghitung indeks daya pembeda, terlebih dahulu diurutkan dari siswa yang memperoleh nilai tertinggi sampai siswa yang memperoleh nilai terendah. Kemudian diambil 27% siswa yang memperoleh nilai tertinggi (disebut kelompok atas) dan 27% siswa yang memperoleh nilai terendah (disebut kelompok bawah). Menurut Sudijono (2011: 389), indeks daya pembeda dapat dihitung menggunakan rumus berikut:
DP =JA−JB IA
Keterangan :
DP : indeks daya pembeda satu butir soal tertentu
JA : jumlah skor kelompok atas pada butir soal yang diolah JB : jumlah skor kelompok bawah pada butir soal yang diolah IA : jumlah skor ideal kelompok (atas/bawah)
41 Tabel 3.5. Interpretasi Indeks Daya Pembeda
Nilai Interpretasi
-1 ≤ DP < 0,20 Jelek
0,20 ≤ DP < 0,40 Sedang
0,40 ≤ DP < 0,70 Baik
0,70 ≤ DP < 1,00 Baik Sekali
Sudijono (2011:389)
Instrumen uji yang digunakan dalam penelitian ini adalah instrumen yang memiliki kriteria daya pembeda minimal baik. Interpretasi hasil perhitungan daya pembeda tertera pada Tabel 3.6
Tabel 3.6 Rekapitulasi Uji Daya Pembeda Tes Pemahaman Konsep Matematis.
No.
Butir Soal Daya Pembeda Interpretasi
1 0,50 Baik
2a 0,40 Baik
2b 0,60 Baik
2c 0,70 Baik
3 0,48 Baik
4 0,49 Baik
5a 0,55 Baik
5b 0,66 Baik
5c 0,58 Baik
42 4. Tingkat Kesukaran
Tingkat kesukaran soal adalah perbandingan antara banyaknya penjawab pilihan benar dengan banyaknya penjawab pilihan lain yang digunakan. Hal ini dilakukan untuk menentukan seberapa besar derajat kesukaran yang dimiliki suatu butir soal. Menurut Sudijono (2011: 372), indeks tingkat kesukaran butir soal dapat dihitung dengan menggunakan rumus berikut:
� = �
�
Keterangan:
TK : indeks tingkat kesukaran suatu butir soal
� : jumlah skor yang diperoleh siswa pada butir soal yang diperoleh
� : jumlah skor maksimum yang dapat diperoleh siswa pada suatu butir soal.
Hasil perhitungan tingkat kesukaran diinterpretasikan berdasarkan klasifikasi di bawah ini:
Tabel 3.7. Interpretasi Indeks Tingkat Kesukaran
Nilai Interpretasi
0 ≤ TK < 0,25 Terlalu Sukar
0,25 ≤ TK ≤ 0,75 Cukup (Sedang)
0,75 ≤ TK ≤ 1 Terlalu Mudah
Witherington (Sudijono, 2011: 372)
43 Tabel 3.8 Rekapitulasi Uji Tingkat Kesukaran Tes Pemahaman Konsep
Matematis. No.
Butir Soal Tingkat Kesukaran Interpretasi
1 0,68 Sedang
2a 0,70 Sedang
2b 0,68 Sedang
2c 0,65 Sedang
3 0,70 Sedang
4 0,67 Sedang
5a 0,69 Sedang
5b 0,45 Sedang
5c 0,70 Sedang
Berdasarkan hasil uji coba pada tingkat kesukaran, kelima soal memiliki interpretasi sedang. Perhitungan selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran C.3
F. Langkah-Langkah Penelitian
Langkah-langkah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Tahap Perencanaan
a. Mengadakan observasi ke sekolah tempat diadakannya penelitian, untuk mendapatkan informasi yang diperlukan dalam penelitian.
b. Membuat perangkat pembelajaran yang terdiri dari Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) dan Lembar Kerja Siswa (LKS) sesuai dengan model pembelajaran kooperatif tipe TTW dan NHT.
c. Menyiapkan instrumen penelitian dengan terlebih dahulu membuat kisi-kisi soal tes pemahaman konsep matematis, kemudian membuat soal beserta aturan penskorannya.
44 e. Melakukan uji coba instrumen
2. Tahap Pelaksanaan
a. Pelaksanaan pembelajaran sesuai dengan Rencana Pelaksanaan Pem-belajaran (RPP) yang telah disusun menggunakan model pemPem-belajaran kooperatif tipe TTW dan model pembelajaran kooperatif tipe NHT.
b. Mengadakan posttest pada kelas eksperimen 1 dan kelas eksperimen 2 c. Pengumpulan dan Analisis Data
3. Menyusun laporan hasil penelitian
G. Teknik Analisis Data
Untuk mengetahui perbandingan kemampuan pemahaman konsep matematis siswa melalui model pembelajaran kooperatif tipe TTW dan NHT dilakukan analisis nilai posttest menggunakan uji kesamaan dua rata-rata. Sebelum melakukan analisis uji dalam statistika perlu dilakukan uji prasyarat, yaitu normalitas dan uji kesamaan dua varians.
1. Uji Normalitas
Tujuan dilakukan uji normalitas adalah untuk melihat apakah data yang diperoleh berasal dari populasi berdistribusi normal atau tidak. Rumusan hipotesis untuk uji ini adalah:
H0 : data berasal dari populasi yang berdistribusi normal
H1 : data berasal dari populasi yang tidak berdistribusi normal
45 berdistribusi normal (Sudjana, 2005: 273). Tabel 3.9 menunjukan rekapitulasi perhitungannya.
Tabel 3.9 Rekapitulasi Uji Normalitas Data Kemampuan Pemahaman Konsep Matematis.
Model
Pembelajaran X
2
hitung X2tabel Keputusan Uji Keterangan
TTW 9,32 9,49 H0 diterima Normal
NHT 3,39 9,49 H0 diterima Normal
Berdasarkan Tabel 3.9, dapat diketahui bakwa skor kemampuan pemahaman kon-sep matematis siswa pada kelas TTW dan NHT memiliki χ2ℎ� �� < χ2 � yang berarti H0 diterima, yaitu data kemampuan pemahaman konsep matematis
siswa pada kelas sampel berasal dari populasi yang berdistribusi normal. Perhitungan selengkapnya terdapat pada Lampiran C.6 dan C.7.
2. Uji Kesamaan Dua Varians
46 H0: �12 = �22 (kedua populasi mempunyai varians yang sama)
H1�12 ≠ �22 (kedua populasi tidak mempunyai varians yang sama) Statistik yang digunakan dalam uji ini adalah:
ℎ� �� =� � �� � � � �� � �
Dengan kriteria uji: terima H0 jika ℎ� �� < � (Sudjana, 2005: 249). Tabel
3.10 menunjukan rekapitulasi perhitungannya.
Tabel 3.10 Rekapitulasi Uji Kesamaan Dua Varians Data Kemampuan Pemahaman Konsep Matematis.
Model
Pembelajaran Varians Fhitung Ftabel Keputusan Uji Keterangan
TTW 356,85
1,13 1,76 H0 diterima Homogen
NHT 314,60
Berdasarkan Tabel 3.10, dapat diketahui bahwa Fhitung < Ftabel pada taraf nyata
α = 0,05 yang berarti H0 diterima. Dengan demikian data kemampuan
pe-mahaman konsep matematis siswa kedua populasi memiliki varians yang sama. Perhitungan selengkapnya terdapat pada Lampiran C.8.
3. Uji Hipotesis
Setelah dilakukan uji normalitas dan uji kesamaan dua varians, diketahui bahwa data posttest siswa yang mengikuti pembelajaran TTW dan NHT berdistribusi normal serta kedua populasi homogen, sehingga uji hipotesis dilakukan dengan menggunakan uji kesamaan dua rata-rata menggunakan uji t, dengan hipotesis uji:
47 pemahaman konsep matematis siswa dengan model pembelajaran kooperatif tipe NHT).
. 1 ∶ �1 ≠ �2 (kemampuan pemahaman konsep matematis siswa dengan model pembelajaran kooperatif tipe TTW tidak sama dengan kemampu-an pemahamkemampu-an konsep matematis siswa dengkemampu-an model pembelajaran kooperatif tipe NHT).
Statistik yang digunakan untuk uji ini adalah:
ℎ� �� = � 1 − � 2
1
�1+ 1
�2
Dengan
2 = �1−1 1 2 + �
2−1 22
�1+�2−2
keterangan:
� 1 = rata-rata skor awal siswa pada kelas eksperimen 1
� 2 = rata-rata skor awal siswa pada kelas eksperimen 2 n1 = banyaknya subyek kelas eksperimen 1
n2 = banyaknya subyek kelas eksperimen 2 12 = varians kelompok eksperimen 1 22 = varians kelompok eksperimen 2 2 = varians gabungan
Kriteria uji: tolak H0 jika ≤ − 1−� dimana 1−� didapat dari daftar distribusi t dengan derajat kebebasan dk = (n1+ n2 – 2) dan peluang (1− �). Untuk harga t
58
V. SIMPULAN DAN SARAN
A. Simpulan
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan dapat disimpulkan bahwa terdapat perbedaaan kemampuan pemahaman konsep matematis siswa antara model pembelajaran kooperatif tipe TTW dan model pembelajaran kooperatif tipe NHT.
B. Saran
Berdasarkan dari kesimpulan dan penelitian, maka saran yang dapat dikemukakan adalah:
1. Kepada guru matematika agar dapat menggunakan model pembelajaran koo-peratif tipe TTW sebagai salah satu alternatif pembelajaran di kelas untuk meningkatkan kemampuan pemahaman konsep matematis siswa.
59
DAFTAR PUSTAKA
Abidin, Yunus. 2014. Desain Sistem Pembelajaran dalam Konteks Kurikulum 2013. Bandung: Refika Aditama
Arikunto, Suharsimi. 2006. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta: Rineka Cipta.
. 2008. Dasar-Dasar Evaluasi Pendidikan. Jakarta: Bumi Aksara
Chandra, Kaheppi Ade. 2013. Efektivitas Model Pembelajaran Kooperatif Tipe NHT Ditinjau dari Pemahaman Konsep Matematis Siswa (Studi pada Kelas VIII SMPN 1 Gadingrejo Tahun Pelajaran 2012/2013). [Skripsi]. Bandarlampung: Universitas Lampung.
Daryanto dan Rahardjo, Mulyo. 2012. Model Pembelajaran Inovatif. Yogyakarta: Gava Media.
Dau, Riya Ardila. 2013. Pengaruh Model Pembelajaran Kooperatif Numbered Heads Together Terhadap Pemahaman Konsep Matematis Siswa (Studi pada Siswa Kelas VII Semester Genap SMP N 2 Natar TP 2012/2013). [Skripsi]. Bandarlampung: Universitas Lampung.
Depdiknas. 2006. Kurikulum 2006 Standar Kompetensi Mata Pelajaran Matematika SMP/MTs. Jakarta: Departemen Pendidikan Nasional.
. 2008. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka.
Dewi, Yulisa. 2014. Penerapan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Numbered Heads Together untuk Meningkatkan Kemampuan Pemahaman Konsep Matematis (Studi pada Siswa Kelas VII Semester Genap SMPN 2 Trimurjo Tahun Pelajaran 2013/2014). [Skripsi]. Bandarlampung: Universitas Lampung