PENGGUNAAN IDIOM PADA NOVEL
RANAH 3 WARNA
KARYA A. FUADI DAN IMPLIKASINYA PADA PEMBELAJARAN
BAHASA INDONESIA DI SMA
Oleh
Witono
Skripsi
Sebagai Salah Satu Syarat untuk Mencapai Gelar
SARJANA PENDIDIKAN
pada
Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia
Jurusan Pendidikan Bahasa dan Seni
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS LAMPUNG
ABSTRAK
PENGGUNAAN IDIOM PADA NOVEL
RANAH 3 WARNA
KARYA A. FUADI DAN IMPLIKASINYA PADA PEMBELAJARAN
BAHASA INDONESIA DI SMA
Oleh
WITONO
Masalah yang dibahas dalam penelitian ini adalah penggunaan idiom pada novel
Ranah 3 Warna
karya A. Fuadi dan implikasinya pada pembelajaran Bahasa
Indonesia di SMA. Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan penggunaan
idiom yang terdapat pada novel
Ranah 3 Warna
karya A. Fuadi dan
implikasikannya pada pembelajaran Bahasa Indonesia di SMA.
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif kualitatif.
Sumber data dalam penelitian ini ialah Novel
Ranah 3 Warna
karya A. Fuadi
cetakan ke-3 tahun 2011. Novel ini terdiri atas 473 halaman. Teknik analisis data
yang digunakan dalam penelitian ini adalah teknik analisis teks. Kajian idiom
dalam penelitian ini meliputi bentuk, jenis, dan sumber.
Keseluruhan penggunaan idiom dalam novel ini berjumlah 158 idiom. Dilihat dari
ungkapan, peribahasa, dan pemeo, berdasarkan sumber kosakatanya terdapat
kosakata benda alam, anggota tubuh, binatang, bilangan, tumbuhan, dan warna.
Berdasarkan jenisnya penggunaan idiom yang jumlahnya banyak ialah jenis
ungkapan, penggunaan idiom yang jumlahnya sedikit adalah pemeo dan
peribahasa, berdasarkan bentuknya pengunaan idiom paling banyak adalah idiom
bentuk penuh dan berdasarkan sumbernya penggunaan yang jumlahnya banyak
adalah yang bersumber dari nama-nama anggota tubuh.
Pada pembelajaran Bahasa Indonesia di sekolah, penelitian ini berkaitan dengan
bahan ajar. Dalam keterampilan menulis dan berbicara penggunaan idiom sangat
berpengaruh terhadap kualitas menulis dan berbicara siswa. Dengan memahami
dan menguasai penggunaan idiom dalam wacana siswa mampu menghasilkan
tulisan yang lebih indah, dalam keterampilan berbicara dengan memahami
penggunaan idiom, kualitas keterampilan berbicara siswa menjadi lebih baik
dengan kosakata yang lebih menarik. Itu sebabnya, pemahaman mengenai
penggunaan idiom ini sangat penting untuk dapat dikuasai oleh siswa. Pentingnya
penelitian ini dari segi bahan ajar, novel
Ranah 3 Warna
karya Ahmad Fuadi
dapat dijadikan bahan ajar agar siswa lebih memahami penggunaan idiom dalam
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL ...
i
HALAMAN PENGESAHAN ...
ii
ABSTRAK ... iii
RIWAYAT HIDUP ...
v
PERSEMBAHAN ... vi
SANWACANA ... vii
MOTO ...
x
DAFTAR ISI ...
xi
I.
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah ...
1
1.2 Rumusan Masalah ...
7
1.3 Tujuan Penelitian ... 7
1.4 Manfaat Penelitian ...
8
1.4.1 Manfaat Teoretis ... 8
1.4.2 Manfaat Praktis ... 8
1.5 Ruang Lingkup Penelitian ...
8
II. LANDASAN TEORI
2.1 Makna ...
9
2.1.1 Pengertian Makna ...
9
2.1.2 Jenis Makna ...
12
2.1.2.1 Makna Leksikal ...
14
2.1.2.2 Makna Struktural ...
16
2.1.3 Makna Idiomatikal ...
17
2.1.3.1 Kemunculan Idiom ...
18
2.1.3.2 Bentuk Idiom ...
20
2.1.3.3 Sumber Idiom ...
20
2.1.3.4 Jenis Idiom ...
22
2.1.3.5 Ciri-ciri Idiom ...
25
2.2 Implikasi Penggunaan Idiom pada Novel Ranah 3 Warna Karya
A. Fuadi Terhadap Pembelajaran Bahasa Indonesia di SMA...
28
III. METODE PENELITIAN
3.1 Desain Penelitian ...
31
3.4 Teknik Analisis Data ...
32
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil Penelitian ...
35
4.2 Pembahasan ...
36
4.2.1 Penggunaan Idiom Berdasarkan Bentuk ...
37
4.2.1.1 Idiom Penuh ...
43
4.2.1.2 Idiom Sebagian...
44
4.2.2 Penggunaan Idiom Berdasarkan Jenis ...
48
4.2.2.1 Ungkapan ...
48
4.2.2.2 Peribahasa ...
53
4.2.2.3 Pemeo ...
55
4.2.3 Penggunaan Idiom Berdasarkan Sumber ...
56
4.2.3.1 Idiom dengan Nama-nama Bagian Tubuh ...
56
4.2.3.2 Idiom dengan Nama-nama Benda Alam ...
61
4.2.3.3 Idiom dengan Nama-nama Binatang ...
65
4.2.3.4 Idiom dengan Nama-nama Bagian Tumbuh-tumbuhan
67
4.4.3.5 Idiom dengan Kata Bilangan ...
68
4.2.3.6 Idiom dengan nama Warna ...
69
4.3 Implikasi Hasil Penelitian terhadap Pembelajaran Bahasa Indonesia
di SMA ...
70
V. SIMPULAN DAN SARAN
5.1 Simpulan ...
86
4.2 Saran ...
87
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Bahasa adalah sarana yang utama dalam komunikasi karena tanpa bahasa sulit
untuk memahami apa yang ingin disampaikan antara satu manusia dengan
manusia lainnya. Bahasa adalah milik manusia, maksudnya bahasa sebagai salah
satu penciri diri manusia yang membedakannya dengan mahluk lain di dunia.
Kepentingan bahasa di segala bidang kehidupan yang dihayati, dialami, dirasakan,
dan dipikirkan oleh seseorang bisa diketahui oleh orang lain jika telah
diungkapkan dengan bahasa, baik lisan maupun tulis.
Bahasa tidak dapat
terpisahkan dari kehidupan manusia. Bahasa Indonesia secara luas menjadi sarana
efektif dan tepat dalam membina kehidupan masyarakat di Indonesia.
Berbicara tentang bahasa maka berkaitan dengan makna yang terdapat dalam
bahasa tersebut. Untuk dapat menguasi suatu bahasa, manusia harus menguasai
tata makna. Dalam berujar terkadang manusia menyembunyikan makna
sebenarnya dari kata-kata yang diungkapkan dengan tujuan tertentu. Kata-kata
atau urutan kata yang digunakan untuk menyatakan makna yang tersimpan ini
bisa berupa kiasan dalam bentuk idiom. Istilah idiom berasal dari bahasa Yunani
2
yang sukar diterjemahkan dengan tepat ke dalam bahasa lain (Sudaryat, 2009: 77).
Idiom adalah pola-pola struktural yang menyimpang dari kaidah-kaidah bahasa
secara umum yang biasanya berbentuk frasa. Mengenai idiom tidak dapat
diterangkan secara logis atau gramatikal yang bertumpu pada makna-makna yang
membentuknya (Keraf, 1986: 109). Jadi, bentuk idiom adalah bentuk penggunaan
bahasa yang unik secara semantik.
Biasanya orang menggunakan idiom karena beberapa alasan di antaranya, agar
lebih efektif dan mengandung makna yang lebih dalam. Dikatakan demikian
karena terkadang seseorang ingin mengungkapkan makna yang panjang dengan
kata-kata yang sesingkat mungkin. Contohnya, jika seorang penulis ingin
menggambarkan sifat seseorang yang suka membual, sementara belum tentu apa
yang ia katakan itu benar, penulis cukup menyatakan dengan singkat bahwa orang
tersebut
besar mulut
. Selain lebih efektif bentuk idiom ini juga mengandung nilai
rasa yang lebih dalam.
Salah satu konteks yang terkadang menyebabkan seseorang tidak berkata terus
terang atau dengan menggunakan idiom adalah dalam konteks sastra. Jika
diperhatikan ragam bahasa yang digunakan dalam sebuah karya sastra adalah
ragam bahasa yang khas, yang berbeda dengan disiplin ilmu lain. Sastrawan
mengungkapkan gagasan, perasaan, maupun persepsinya secara subjektif, yakni
menurut apa yang dirasakannya. Bahasa dalam karya sastra sangat memperhatikan
keindahan, serta mampu menimbulkan efek perasaan tersendiri terhadap
pembacanya. Itu sebabnya dalam setiap karya sastra, dalam hal ini novel, sering
3
akan berpengaruh langsung terhadap pikiran pembaca yang menangkap
makna-makna tersebut. Makna-makna-makna inilah yang menjadi salah satu faktor yang
membuat pembaca terbawa oleh arus perasaan yang disajikan pengarang.
Dalam kesempatan ini, penulis tertarik untuk meneliti penggunaan idiom dalam
novel
Ranah 3 Warna
. Novel
Ranah 3 Warna merupakan novel kedua karya buah
karya A. fuadi. Novel ini merupakan kelanjutan dari novel pertama A. Fuadi yang
berjudul
Negeri 5 Menara
. Novel ini menceritakan tentang perjalanan hidup
seorang pemuda bernama Alif. Alif baru saja tamat dari Pondok Madani. Dia
bahkan sudah bisa bermimpi dalam bahasa Arab dan Inggris. Impiannya ingin
belajar teknologi tinggi di Bandung seperti Habibie, lalu merantau sampai ke
Amerika. Impiannya untuk kuliah di Bandung tercapai. Bahkan, dengan kerja
kerasnya ia bisa membiayai kebutuhan hidupnya sendiri, selepas kematian
ayahandanya. Perjuangan yang tak mudah ia lalui. Lika-liku kehidupan yang
terasa begitu sulit dapat ia lalui dengan kesabaran dan kerja keras. Keinginnya
untuk terbang ke Amerika tercapai setelah ia mendapat kesempatan dalam
program pertukaran pelajar ke luar negeri.
Alasan penulis memilih novel
Ranah 3 Warna
karya A. Fuadi karena novel
tersebut menarik dari segi isi dan teknik penyampaiannya. Cara pengarang
membangun karakter tokoh, menampilkan tokoh yang bisa dijadikan teladan baik
dari segi sosial maupun dari segi pendidikan tokoh. Penyajian sosok tokoh ini
dikemas secara baik dengan bahasanya yang santun. Novel ini memberikan
4
juga kesabaran. Novel ini mengajarkan manusia akan hakikat kehidupan dan
isinya sangat menghibur.
Penulis tertarik untuk menganalisis penggunaan idiom pada pada novel
Ranah 3
Warna
dengan pertimbangan bahwa pada novel
Ranah 3 Warna
penulis
menemukan beberapa idiom yang digunakan A. Fuadi dalam karyanya tersebut.
Penelitian terdahulu yang berkaitan dengan masalah penelitian tentang idiom
adalah penelitian yang dilakukan Sulistianah (2011), dalam penelitiannya yang
berjudul
Penggunaan Idiom pada Novelet dalam Mihrab Cinta Karya
Habiburrahman El Shirazy dan Implikasinya pada Pembelajaran Bahasa
Indonesia di SMA.
Perbedaan penelitian sebelumnya dengan penelitian yang
penulis lakukan adalah pada sumber data. Bila sebelumnya sumber data yang
diteliti adalah novelet (novel pendek) maka lain halnya pada penelitian ini yang
sumber datanya adalah novel. Alasan penulis tetap meneliti tentang idiom adalah
masih sedikit penelitian yang berkaitan dengan idiom sehingga dengan penelitian
ini dapat menambah jenis penelitian tentang idiom.
Berikut ini idiom berdasarkan bentuk, sumber dan dan jenisnya yang ditemukan
dalam novel
Ranah 3 Warna
. Idiom berdasarkan bentuk,
mambanting tulang
masuk dalam bentuk idiom penuh,
tidur-tidur ayam
yang termasuk dalam idiom
sebagian. Idiom berdasarkan sumber,
keras kepala
dan
jatuh hati
yang keduanya
bersumber dari bagian tubuh. Idiom berdasarkan jenisnya, salah satunya adalah
5
Penggunaan idiom dalam sebuah kalimat akan menimbulkan makna yang lebih
dalam. Berikut ini salah satu bentuk kalimat yang mengandung idiom yang
bersumber dari nonel
Ranah 3 Warna,
a. Bagaimana mungkin aku tidak akan memikirkan? Aku tahu Amak akan
membanting tulang,
tapi membayangkannya saja membuatku tercekat. (
Fuadi,
2011: 99)
b. Bagaimana mungkin aku tidak akan memikirkan? Aku tahu Amak akan
bekerja
keras,
tapi membayangkannya saja membuatku tercekat.
Pada contoh (a) idiom
membanting tulang
sangat terasa makna yang ditimbulkan
lebih mendalam. Idiom ini memiliki makna bekerja keras. Namun tak hanya
sekedar kerja keras, kerja keras yang dilakukan disertai dengan keingin yang kuat,
semangat yang membara dan tak kenal lelah, ketulusan dan motivasi yang besar
dari seseorang yang melakukannya, bekerja sekeras mungkin sampai seolah-olah
membating seluruh tulang yang ada dalam tubuh, makna-makna ini dengan
sendirinya menyertai idiom ini. Berbeda dengan kalimat pada contoh (b) idiom
membanting tulang
diganti dengan kata
bekerja keras
. Makna yang timbul tidak
begitu mendalam seperti idiom
membanting tulang
. Kata bekerja keras ini tidak
memiliki makna-makna seperti yang mengikuti idiom
membanting tulang,
karena
makna kata ini adalah kata-kata yang lazim kita gunakan dalam pembicaraan atau
konteks umum dalam kehidupan sehari-hari. Kata bekerja keras memiliki makna
tanpa tambahan nilai rasa tertentu.
6
perasaan yang lebih dalam dan menyentuh perasaan terhadap pembaca. Terlihat
pada contoh di atas, jika idiom
membanting tulang
diganti dengan
bekerja keras
,
maka kita bisa rasakan sendiri efek perasaan yang ditimbulkanpun berbeda,
kata-kata
bekerja keras
terasa lebih ringan maknanya dibanding idiom
membanting
tulang.
Pada pembelajaran di sekolah, ada beberapa faktor yang berperan dalam
keberhasilan pembelajaran, di antaranya, materi yang disampaikan, metode yang
digunakan, sumber belajar, dan keterampilan guru dalam mengajar. Dari beberapa
faktor yang menunjang keberhasilan pembelajaran tersebut, penelitian ini
berkaitan dengan bahan ajar.
Dalam pembelajaran bahasa Indonesia materi tentang idiom berkaitan dengan
keterampilan berbicara dan menulis. Materi ini bisa disampaikan pada
pembelajaran menyampaikan pengalaman pribadi dalam bentuk dan kegiatan
menulis. Dengan menggunakan novel sebagai bahan ajar, siswa bisa mengetahui
dan memahami idiom. Selain pemahaman, siswa juga bisa lebih mengerti tentang
penggunaan idiom. Dengan memahami penggunaan idiom dalam wacana, siswa
akan lebih banyak menguasai kosakata yang memiliki nilai rasa, tidak hanya
kosakata yang biasa digunakan dalam kehidupan sehari-hari. Selanjutnya setelah
siswa memahami penggunaan idiom dalam wacana guru meminta siswa untuk
menuangkan idenya dalam bentuk menceritakan pengalaman pribadi dan kegiatan
menulis, sehingga apa yang dituangkan murid dalam bentuk susunan kalimat lebih
7
Berdasarkan latar belakang di atas, penulis merasa perlu untuk meneliti
penggunaan idiom pada novel
Ranah 3 Warna
karya A. Fuadi dan Implikasinya
sebagai bahan ajar bahasa Indonesia di SMA.
1.2 Rumusan Masalah
Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut.
1.
Bagaimanakah penggunaan idiom berdasarkan bentuk yang terdapat pada
novel
Ranah 3 Warna
karya A. Fuadi?
2.
Bagaimanakah Penggunaan idiom berdasarkan jenis yang terdapat pada
novel
Ranah 3 Warna
karya A. Fuadi?
3.
Bagaimanakah Penggunaan idiom berdasarkan sumber yang terdapat pada
novel
Ranah 3 Warna
karya A. Fuadi?
4.
Bagaimanakah Implikasi penggunaan idiom berdasarkan bentuk, jenis, dan
sumber sebagai bahan ajar bahasa Indonesia di SMA?
1.3 Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah adalah sebagai berikut.
1.
Mendeskripsikan penggunaan idiom Bahasa Indonesia berdasarkan
bentuk. yang terdapat pada novel
Ranah 3 Warna
karya A. Fuadi
2.
Mendeskripsikan penggunaan idiom Bahasa Indonesia berdasarkan jenis
yang terdapat pada novel
Ranah 3 Warna
karya A. Fuadi.
3.
Mendeskripsikan penggunaan idiom Bahasa Indonesia berdasarkan
sumber yang terdapat pada novel
Ranah 3 Warna
karya A. Fuadi.
4.
Mendeskripsikan Implikasi penggunaan idiom berdasarkan bentuk, jenis,
8
1.4 Manfaat Penelitian
Penelitian ini dilakukan agar dapat memberikan manfaat, baik teoretis maupun
praktis.
1.4.1 Manfaat teoretis
Menambah khazanah penelitian semantik, khususnya tentang penggunaan idiom
pada novel.
1.4.2 Manfaat Praktis
1.
Bagi guru bahasa dan sastra Indonesia, hasil penelitian dapat dijadikan sebagai
alternatif bahan ajar, khususnya materi tentang idiom agar bahan ajar lebih
bervariasi.
2.
Bagi siswa, hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai sumber belajar
khususnya dalam memahami penggunaan idiom dalam wacana.
1.5 Ruang Lingkup Penelitian
Ruang lingkup dalam penelitian ini adalah sebagai berikut.
1.
Penggunaan idiom Bahasa Indonesia berdasarkan bentuk, jenis, dan sumber
pada novel
Ranah 3 Warna
karya A. Fuadi.
2.
Implikasi penggunaan idiom berdasarkan bentuk, jenis dan sumber pada novel
9
BAB II
LANDASAN TEORI
2.1 Makna
Bahasa ialah sebuah sistem lambang bunyi yang arbitrer yang digunakan oleh
masyarakat untuk tujuan komunikasi (Sudaryat, 2009: 2). Dalam kehidupan
sehari-hari manusia menggunakan bahasa sebagai alat komunikasi. Bentuk-bentuk
bahasa yang digunakan ini merupakan rentetan panjang kata-kata dan
kalimat-kalimat yang diucapkan manusia setiap hari. Alasan apapun yang dikatakan,
kenyataannya setiap kata yang diucapkan manusia memiliki makna atau
mengakibatkan munculnya makna. Persoalan makna merupakan persoalan yang
menarik dalam kehidupan sehari-hari (Pateda, 2001: 288).
2.1.1 Pengertian Makna
Makna (pikiran atau referensi) adalah hubungan antara lambang (simbol) dan
acuan atau referen. Hubungan antara lambang dan acuan bersifat tidak langsung
sedangkan hubungan antara lambang dengan referensi dan referensi dengan acuan
bersifat langsung (Ogden dan Richards dalam Sudaryat, 2009: 13). Batasan makna
ini sama dengan istilah pikiran, referensi yaitu hubungan antara lambang dengan
acuan atau referen (Ogden dan Richards dalam Sudaryat, 2009: 13) atau konsep
apa-10
apa yang diartikan atau dimaksudkan oleh kita (Hornby dalam Sudaryat, 2009:
13).
Jika seseorang menafsirkan makna sebuah lambang, berarti orang tersebut
memikirkan sebagaimana mestinya tentang lambang tersebut; yakni sesuatu
keinginan untuk menghasilkan jawaban tertentu dengan kondisi-kondisi tertentu
(Stevenson dalam Pateda 2001: 82). Makna menurut Palmer (1978: 30) hanya
menyangkut intrabahasa (Palmer dalam Djajasudarma, 1999: 5). Ada garis
hubung antara makna-ungkapan-makna (Samsuri, 1990: 45). Berpikir tentang
bahasa bahwa sekaligus melibatkan makna (Wallace dan Chafe dalam
Djajasudarma, 1999: 5). Makna adalah pertautan yang ada diantara unsur-unsur
bahasa itu sendiri (Dajasudarma, 1999: 5). Dalam KBBI makna mengandung tiga
hal yaitu, (1) arti, (2) maksud pembicara atau penulis, dan (3) pengertian yang
diberikan kepada suatu bentuk kebahasaan.
Ogden dan Richard (dalam Sudaryat, 2009: 14) mendefinisikan tentang makna
menjadi 14 rincian, dijelaskannya bahwa makna itu:
1)
suatu sifat yang intrinsik;
2)
hubungan dengan benda-benda lain yang unik dan sukar dianalisis;
3)
kata lain tentang suatu kata yang terdapat di dalam kamus;
4)
konotasi kata;
5)
suatu esensi, suatu aktivitas yang diproyeksikan ke dalam suatu objek;
6)
tempat sesuatu di dalam suatu sistem;
7)
konsekuensi praktis dari suatu benda dalam pengalaman kita mendatang;
11
9)
emosi yang ditimbulkan oleh sesuatu;
10)
sesuatu yang secara aktual dihubungkan dengan suatu lambang oleh
hubungan yang telah dipilih;
11)
a. efek-efek yang membantu ingatan jika mendapat stimulus asosiasi-asosiasi
yang diperoleh;
b. beberapa kejadian lain yang membantu ingatan terhadap kejadian yang
pantas;
c. suatu lambang seperti yang kita tafsirkan;
d. sesuatu yang kita sarankan;
e. dalam hubungannya dengan lambang penggunaan lambang yang secara
aktual dirujuk;
12)
penggunaan lambang yang dapat merujuk terhadap apa yang dimaksud;
13)
kepercayaan menggunakan lambang sesuai dengan yang kita maksudkan;
14)
tafsiran lambang;
a.
hubungan-hubungan;
b.
percaya tentang apa yang diacu; dan
c.
percaya kepada pembicara tentang apa yang dimaksudkannya.
Inti dari apa yang diungkapkan atau diuraiakan oleh Oden dan Richard, makna
adalah hubungan antara kata dan benda yang bersifat instrinsik yang berada dalam
suatu sistem dan diproyeksikan dalam bentuk lambang.
Dari pengertian-pengertian makna yang disampaikan oleh para pakar di atas dapat
disimpulkan bahwa makna adalah hubungan antara kata (leksem) dengan konsep
12
2.1.2 Jenis Makna
Para Ahli memiliki beberapa pendapat mengenai jenis makna, Pateda membagi
jenis makna menjadi 25 yakni makna afektif, makna denotatif, makna deskriptif,
makna ekstensi, makna emotif, makna gereflekter, makna ideasional, makna
intensis, makna gramatikal, makna kiasan, makna kognitif, makna kolokasi,
makna konotatif, makna konseptual, makna konstruksi, makna leksikal, makna
luas, makna piktonal, makna proposisional, makna pusat, makna referensial,
makna sempit, makna stilistika, dan makna tematis (Pateda dalam Abdul Chaer
2009: 59) sedangkan Leech membedakan adanya tujuh tipe makna, yaitu makna
konseptual, makna konotatif, makna stilistika, makna afektif, makna reflektif,
makna kolokatif, dan makna tematik (Leech dalam Abdul Chaer 2009: 59)
Chaer membagi jenis makna secara berpasang-pasangan menurut beberapa sudut
pandang berdasarkan jenis semantiknya dapat dibedakan antara makna leksikal
dan makna gramatikal, berdasarkan ada dan tidaknya referen pada sebuah
kata/leksem dapat dibedakan adanya makna referensial dan makna nonreferensial,
berdasarkan ada dan tidaknya nilai rasa pada sebuah kata/leksem dapat dibedakan
adanya makna denotatif dan makna konotatif, berdasarkan ketepatan maknanya
dikenal adanya makna kata dan makna istilah atau makna umum dan makna
khusus, lalu berdasarkan kriteria lain atau sudut pandang lain dapat disebutkan
adanya makna-makna asosiatif, kolokatif, reflektif, idiomatik, dan sebagainya
(Chaer, 2009: 59-77).
Djajasudarma membagi jenis makna menjadi 12 jenis, yaitu makna sempit, makna
13
makna konstruksi, makna referensial, makna majas, makna inti, makna idesional,
makna proposisi, makna piktorial dan makna idiomatikal (Djajasudarma, 1999:
16).
Sementara itu (Sudaryat, 2009: 22) membagi jenis-jenis makna menjadi dua
bagian besar, yaitu makna leksikal dan makna struktural. Selanjutnya makna
leksikal ini dibagi lagi menjadi makna langsung dan makna kiasan. Makna
langsung ini mencakup makna umum dan khusus, sedangkan makna kiasan
mencakup makna konotatif, afektif, stilistik, replektif, kolokatif, dan idiomatis.
Selanjutnya, mengenai bagian kedua yakni makna struktural terdiri atas makna
gramatikal dan makna tematis. Secara tersusun, Sudaryat menggambarkan ragam
makna tersebut dalam bentuk bagan, berikut ini.
(Sudaryat, 2009: 22)
leksikal struktural
langsung kiasan gramatikal tematis
MAKNA
14
Dalam bagan jenis makna menurut Sudaryat di atas, makna idiomatikal masuk
pada ragam makna kiasan yang secara garis besar masuk pada jenis makna
leksikal. Secara terperinci uraian lengkap jenis makna tersebut disajikan di bawah
ini.
2.1.2.1 Makna Leksikal
Makna leksikal adalah makna unsur-unsur bahasa (leksem) sebagai lambang
benda, peristiwa, objek, dan lain-lain. Makna ini dimiliki unsur bahasa terlepas
dari penggunaan atau konteksnya. Misalnya kata
tikus
bermakna ‘binatang
pengerat yang bisa menyebabkan penyakit tifus’. Makna ini akan jelas dalam
kalimat berikut.
1.
Tikus
itu mati diterkam kucing.
2.
Gagal panen tahun ini disebabkan hama
tikus.
Jika kata
tikus
pada dua kalimat di atas bermakna langsung, lain halnya dengan
kalimat berikut yang bermakna kiasan.
3.
Yang menjadi
tikus
kantor ternyata orang dalam.
a.
Makna langsung
Makna langsung atau konseptual adalah makna kata atau leksem yang didasarkan
atas penunjukkan yang langsung (lugas) pada suatu hal atau objek di luar bahasa.
Makna langsung atau makna lugas bersifat objektif karena langsung menunjuk
objeknya. Makna langsung ini disebut juga dengan beberapa istilah lainnya
seperti, makna denotatif, makna referensial, makna kognitif, makna idesional,
makna konseptual, makna logikal, makna proposional dan makna pusat.
15
makna luas atau umum dan makna sempit atau khusus. Contoh kedua makna ini
terlihat pada kata berikut ini.
1. Anisa pergi ke
sekolah
(khusus/sempit).
2. Anisa
sekolah
lagi ke Amerika (umum/luas).
Pada kalimat pertama kata
sekolah
memiliki makna sempit, sekolah yang di
maksud di kalimat tersebut adalah sekolah pada umumnya yaitu jenjang SD,
SMP, atau SMA. Sementara itu pada kalimat kedua, kata
sekolah
memiliki makna
yang lebih luas. Pada kalimat kedua, kata sekolah selain memilki makna sekolah
pada umumnya yaitu jenjang SD, SMP, dan SMA, namun juga bisa bermakna
jenjang yang lebih tinggi yaitu universitas.
b.
Makna kiasan
Makna kiasan atau asosiatif adalah makna kata atau leksem yang didasarkan atas
perasaan atau pikiran yang timbul pada penyapa dan pesapa. Makna ini muncul
akibat asosiasi perasaan pemakai bahasa terhadap leksem yag dilafalkan atau yang
didengarnya. Misalnya pada kata
kumpulan
dan
gerombolan,
kedua kata tersebut
memiliki makna konseptual yang sama, yakni
‘
kelompok, perhimpunan
’
. Secara
asosiatif, kata
kumpulan
nilai rasa atau asosiasi yang lebih tinggi dari kata
gerombolan.
Dilihat dari nilai rasa yang terkandung di dalamnya, makna kiasan (asosiatif)
dibedakan atas makna konotatif, makna stilistik, makna afektif, makna reflektif,
16
2.1.2.2 Makna Struktural
Makna struktural adalah makna yang muncul akibat hubungan antara unsur
bahasa yang satu dengan unsur bahasa yang lain dalam satuan yang lebih besar,
baik yang berkaitan dengan unsur
fatis
(segmental) maupun unsur
musis
(suprasegmental). Makna struktural yang berkaitan dengan unsur
fatis
disebut
makna gramatikal sedangkan yang berkaitan dengan unsur
musis
disebut makna
tematis.
a. Makna gramatikal
Makna gramatikal adalah makna struktural yang muncul akibat hubungan antara
unsur-unsur gramatikal dalam satuan gramatikal yang lebih besar. Misalnya
hubungan morfem dengan morfem dalam kata, kata dengan kata lain dalam frasa
atau klausa, dan frasa dengan frasa dalam klausa atau kalimat. Contoh makna
gramatikal dalam tataran morfologi, morfem
ter
- +
bawa
= terbawa (tak sengaja)
b. Makna tematis
Makna tematis adalah makna yang muncul akibat penyapa memberikan
penekanan atau fokus pembicaraan pada salah satu bagian kalimat. Contohnya
pada kalimat berikut,
Ali anaknya dokter Ridwan menikah kemarin
. Kalimat
tersebut memiliki beberapa makna akibat penekanan pada bagian kalimatnya
seperti :
1.
Ali/anaknya dokter Ridwan menikah kemarin
.
Bermakna: memberitahukan kepada Ali bahwa anaknya dokter ridawan
menikah kemarin.
2.
Ali anaknya dokter Ridwan/menikah kemarin
.
17
2.1.3 Makna Idiomatikal
Istilah idiom berasal dari bahasa Yunani
idios
yang artinya ‘sendiri, khas, khusus’.
Kadang-kadang disebut juga langgam bahasa, yang dilazimkan oleh golongan
tertentu, dialek peribahasa, sebutan yang aneh, atau yang sukar diterjemahkan
dengan tepat ke dalam bahasa lain. beberapa definisi atau pengertian dari idiom
antara lain (1) idiom merupakan konstruksi unsur-unsur bahasa yang saling
memilih. Masing-masing anggota memunyai makna yang ada hanya karena
bersama yang lain; (2) konstruksi yang maknanya tidak sama dengan gabungan
makna anggota-anggotanya (Kridalaksana dalam Sudaryat 2009: 77); (3)
pola-pola struktural yang menyimpang dari kaidah-kaidah bahasa yang umum; (4)
biasanya berbentuk frasa sedangkan artinya tidak bisa diterangkan secara logis
atau secara gramatikal dengan bertumpu pada makna kata-kata yang
membentuknya (Keraf dalam Sudaryat, 2009: 77); (5) ungkapan bahasa berupa
gabungan kata (frasa) yang maknanya sudah menyatu dan tidak dapat ditafsirkan
dengan makna unsur pembentuknya (Soedjito dalam Sudaryat 2009: 77).
Dari pengertian-pengertian yang disampaikan oleh para pakar di atas dapat
disimpulkan bahwa makna idiomatikal adalah makna dari konstruksi unsur-unsur
bahasa yang saling memilih yang biasanya berbentuk gabungan kata atau frasa,
sedangkan maknanya tidak bisa diterangkan dari gabungan makna
anggota-anggotanya, karena maknanya ini telah menyimpang dari makna leksikal atau
makna gramatikal unsur-unsurnya.
Karena makna idiom tidak berkaitan dengan makna leksikal atau makna
18
menyebutnya sebagai satuan-satuan leksikal tersendiri yang maknanya juga
merupakan makna leksikal dari satuan tersebut. Jadi,
menjual gigi
adalah sebuah
leksem dengan makna ‘tertawa keras
-
keras’,
membanting tulang
adalah sebuah
leksem dengan makna ‘bekerja
keras’ (Chaer, 2002: 74).
Merujuk pada pendapat Sudaryat dan Chaer, yang telah dijelaskan di atas, kajian
makna dalam penelitian ini menggunakan teori semantik leksikal. Semantik
leksikal adalah kajian semantik yang yang lebih memusatkan pada pembahasan
makna yang terdapat dalam sebuah leksem. Mengenai semantik leksikal tidak
terlalu sulit, sebuah kamus merupakan contoh yang tepat untuk semantik leksikal;
makna tiap leksem diuraikan di situ. Jadi semantik leksikal meperhatikan
makna-makna yang terdapat dalam leksem/kata sebagai satuan mandiri (Pateda, 2001:
74).
2.1.3.1 Kemunculan Idiom
Kata atau idiom merupakan penyebutan atau penamaan sesuatu yang dialami
pemakainya. Dalam memberi nama suatu benda, kejadian, atau peristiwa, terdapat
beberapa gejala timbulnya idiom. Gejala itu berupa hal-hal sebagai berikut:
a. Penyebutan berdasarkan tiruan bunyi
Tiruan bunyi atau ontomatope merupakan dasar primitif dalam penyebutan benda.
Ontomatope adalah penyebutan karena persamaan bunyi yang dihasilkan benda
itu, contoh:
berkokok
dari bunyi kok-kok-kok (ayam),
menggonggong
dari bunyi
gong-gong (anjing).
19
gejala ini terjadi karena kita tidak mampu menyebutkan barang secara
keseluruhan dan terperinci tetapi hanya sifat atau ciri yang khusus saja, contoh:
gedung sate
dari ‘gedung yang atapnya memiliki hiasan seperti tusukan sate’,
meja hijau
dari ‘tempat yang memiliki meja berwarna hijau’.
c. Penyebutan berdasarkan sifat yang menonjol
Penyebutan kata sifat untuk menyebut benda adalah peristiwa semantik. Hal
tersebut karena dalam peristiwa itu terjadi transportasi makna dalam pemakaian,
yakni perubahan sifat menjadi benda, misalnya:
si cebol
dari ‘keadaaan yang tetap
pendek, cebol’,
si pelit
dari ‘keadaan yang pelit’.
d. Penyebutan berdasarka apelatif
Penyebutan berdasarkan penemu, pabrik pembuatnya, atau nama orang dalam
sejarah, contoh:
mujair
(ikan) dari ‘ikan yang mula
-mula dipelihara Haji Mujahir
di Kediri’
e. Penyebutan berdasarkan tempat asal
Penyebutan ini berupa nama atau sebutan yang berasal dari nama tempat,
misalnya:
kapur barus
dari ‘kapur yang berasal dari Barus, Sumatra Barat’
f. Penyebutan berdasarkan bahan
Nama atau sebutan yang berasal dari bahasa benda itu, misalnya:
bambu runcing
dari ‘senjata yang terbuat dari bambu yang ujungnya diruncingkan’
g. Penyebutan berdasarkan kesamaan
Nama atau sebutan yang muncul yang muncul karena memiliki sifat yang sama,
20
2.1.3.2 Bentuk Idiom
Dalam bahasa Indonesia, ada dua macam bentuk idiom, yaitu idiom penuh dan
idiom sebagian (Sudaryat, 2009: 80). berikut penjabaran rinci dari dua jenis
idiom tersebut.
a. Idiom Penuh
Idiom penuh ialah idiom yang maknanya sama sekali tidak tergambarkan lagi dari
unsur-unsurnya secara berasingan. Dalam idiom penuh maknanya sudah menyatu
dan tidak dapat ditafsirkan dengan makna pembentuknya.
Contoh:
kepala angin
, yang bermakna
bodoh.
Idiom ini termasuk idiom penuh karena
makna dari idiom ini tidak bisa ditelusuri berdasarkan unsur pembentuknya. Baik
dari makna kata
kepala
maupun dari makna kata
angin .
b. Idiom Sebagian
Idiom sebagian ialah idiom yang maknanya masih tergambarkan dari salah satu
unsur pembentuknya. Dalam idiom sebagian salah satu unsur pembentuknya
masih tetap memiliki makna leksikalnya.
contoh:
salah air
, yang bermakna salah didikan. Makna dari idiom ini masih bisa
digambarkan dari salah satu unsur pembentuknya, yakni makna kata
salah,
sehingga idiom ini masuk ke dalam jenis idiom sebagian (Sudaryat, 2009: 80-81).
2.1.3.3 Sumber Idiom
Idiom merupakan salah satu bentuk ekspresi bahasa. Ekspresi bahasa merupakan
penyebutan sesuatu yang dialami oleh pemakainya. Artinya, bahasa merupakan
21
idiompun salah satu manifestasi kehidupan (kebudayaan) masyarakat pemakainya.
Sumber lahirnya idiom ialah pengalaman kehidupan masyarakat pemakainya.
Idiom terbentuk dari gabungan kata dengan kata maupun kata dengan morfem.
Sumber lahirnya idiom adalah kosa kata. Sudaryat membagi sumber-sumber
idiom ini secara lebih rinci menjadi 6 bagian. (Sudaryat, 2009: 81).
a. idiom dengan bagian tubuh
contoh:
besar hati
(sombong), berasal dari bagian tubuh yaitu hati,
kecil hati
(penakut), berasal dari bagian tubuh yaitu hati,
jatuh hati
(menjadi cinta), berasal dari bagian tubuh yaitu hati,
kepala batu
(bandel), berasal dari bagian tubuh yaitu kepala.
b. idiom dengan nama warna
contoh:
merah telinga
(marah sekali), salah satu unsurnya berasal dari salah satu
warna yaitu merah,
lampu
kuning
(lampu peringatan), salah satu unsurnya berasal dari salah
satu warna yaitu kuning,
berdarah
biru
(keturunan bangsawan), salah satu unsurnya berasal dari
salah satu warna yaitu biru.
c. idiom dengan nama benda-benda alam
contoh:
di bawah kolong langit
(di muka bumi), berasal dari salah satu benda
alam yaitu langit,
menjadi
bulan-bulanan
(menjadi sasaran), berasal dari salah satu benda
alam yaitu bulan.
d. idiom dengan nama binatang
22
kucing,
kambing hitam
(orang yang disalahkan), berasal dari nama binatang yaitu
kambing.
e. idiom dengan bagian tumbuh-tumbuhan
contoh;
bunga api
(petasan), berasal dari bagian tumbuh-tumbuhan yaitu bunga,
buah pena
(tulisan, karangan), berasal dari bagian tumbuh-tumbuhan yaitu
buah,
bunga
rampai
(kumpulan karangan), berasal dari bagian
tumbuh-tumbuhan yaitu bunga.
f. idiom dengan kata bilangan.
contoh:
berbadan dua
(hamil), berasal dari kata bilangan.yaitu dua,
mendua hatinya
(bimbang), berasal dari kata bilangan.yaitu dua,
pusing
tujuh keliling
(pusing sekali), berasal dari kata bilangan.yaitu
tujuh.
(Sudaryat, 2009: 81-88)
2.1.3.4 Jenis Idiom
Idiom terbagi menjadi beberapa jenis, di antaranya yaitu ungkapan, peribahasa,
pemeo (Sudaryat, 2009: 89-91). Ketiga jenis idiom tersebut akan dipaparkan
sebagai berikut.
a. Ungkapan
Ungkapan dapat didefinisikan sebagai (1) perkataan atau kelompok kata yang
khas untuk menyatakan sesuatu maksud dengan arti kiasan (Poerwadarminta
dalam Sudaryat, 2009: 89); kelompok kata yang berpadu yang mengandung satu
23
yang maknanya tidak sama dengan gabungan makna anggota-anggotanya (KBBI
dalam Sudaryat 2009: 89).
Contoh:
berbadan dua
(hamil) idiom ini termasuk dalam jenis ungkapan karena memiliki
ciri sebagai ungkapan. Ada sesuatu yang dikiaskan dalam idiom ini yakni suatu
keadaan seseorang yang lazimnya memiliki satu badan namun dua badan yang
dimaksud adalah badan seorang ibu dan seorang anak yang dikandung oleh ibu
tersebut, sehingga seolah-olah badan sang ibu ada dua.
b. Peribahasa
Definisi peribahasa menurut para ahli, antara lain (1) kalimat atau kelompok
perkataan yang biasanya mengiaskan sesuatu maksud yang tentu (Poerwadarminta
dalam Sudaryat, 2009: 89); (2) kelompok kata atau kalimat yang tetap susunannya
dan biasanya mengisahkan maksud tertentu; (3) ungkapan atau kalimat ringkas,
padat yang berisi perbandingan, perumpamaan, nasihat, prinsip hidup, atau
gambaran tingkah laku (KBBI dalam Sudaryat, 2009: 89). Peribahasa ialah salah
satu bentuk idiom berupa kalimat yang susunannya tetap dan menunjukkan
perlambang kehidupan, peribahasa meliputi pepatah dan perumpamaan.
1)
Pepatah (Bidal)
Pepatah didefinisikan sebagai; (1) peribahasa yang mengandung nasehat,
peringatan, atau sindiran (KBBI, 2009: 90), (2) berupa ajaran dari orang-orang tua
(Poerwadarminta dalam Sudaryat, 2009: 90), (3) kadang-kadang merupakan
24
contoh:
Berjalam peliharalah kaki, berkata peliharalah lidah
yang bermakna dalam
bekerja selalu ingat Tuhan dan berhati-hati. Idiom ini merupakan jenis peribahasa
pepatah karena idiom ini mengandung mengandung nasihat yang berlaku dalam
kehidupan masyarakat.
2) Perumpamaan
Perumpamaan adalah peribahasa yang berisi perbandingan dari kehidupan
manusia. Ciri utama dari perumpamaan ialah adanya kata-kata bagai, laksana,
seperti, dan sebagainya (Sudaryat, 2009: 91).
contoh:
laksana burung dalam sangkar
yang bermakna
sesorang yang terikat oleh
keadaaan. Idiom ini termasuk dalam jenis peribahasa perumpamaan. Salah satu
ciri utama dari peribahasa yaitu adanya kata laksana. Pada idiom ini juga terdapat
perbandingan antara burung dengan manusia, burung dibandingkan dengan orang
yang sama dalam keadaaan terkurung.
c. Pemeo
Pemeo ialah ungkapan atau peribahasa yang dijadikan semboyan (Kridalaksana
dalam Sudaryat, 2009: 91). Pada awalnya pemeo merupakan ejekan (olok-olok,
sindiran) yang menjadi buah mulut orang; perkataan yang lucu untuk menyindir
(KBBI dalam Sudaryat, 2009: 91).
contoh:
Ringan sama dijinjing, berat sama dipikul.
Pemeo ini bermakna selalu
bersama-sama menghadapi kesusahan dan kesenangan, pemeo ini cocok sekali dijadikan
25
2.1.3.5 Ciri-ciri Idiom
Dari penjelasan sebelumnya, secara umum berikut adalah ciri-ciri idiom:
1.
Umumnya merupakan gabungan dua kata atau lebih.
Idiom umumnya merupakan gabungan dua kata atau lebih.
contoh:
a.
membanting tulang
yang bermakna bekerja keras, dalam kalimat
Ayah
mambanting tulang untuk menghidupi keluarga.
b.
keras kepala
yang bermakna susah dinasihati, dalam kalimat
Adi adalah
anak yang keras kepala, ia selalu membantah nasihat orang tuanya.
c.
sayang seribu kali sayang
yang bermakna sangat disayangkan, dalam
kalimat
Sayang seribu kali sayang gadis yang ia dikagumi telah dilamar
sahabat karibnya.
2.
Memiliki bentuk yang tetap.
Unsur-unsur pembentuk idiom saling mengikat sehingga sehingga
masing-masing unsur tersebut tidak dapat diganti oleh kata lain.
contoh :
Idiom
membanting tulang
yang bermakna bekerja keras, idiom ini terdiri
dari dua unsur kata yaitu
membanting
dan
tulang,
kedua unsur kata
tersebut saling mengikat satu sama lain. Seandainya salah satu unsur
26
idiom. Misalnya dalam kalimat
Ayah
membanting tulang untuk
menghidupi keluarga
.
3.
Membentuk makna leksikal yang baru dari gabungan dua kata atau lebih
tersebut.
contoh:
Idiom
meja hijau
yang bermakna pengadilan. Idiom tersebut berasal dari
dua unsur kata yaitu
meja
yang bermakna perkakas (perabot) rumah yang
memunyai bidang datar sebagai daun mejanya dan berkaki sebagai
penyangga dan kata
hijau
yang bermakna warna dasar yang serupa dengan
warna daun. Dalam konteks idiom,
meja hijau
tidak lagi bermakna meja
yang berwarna hijau tetapi berubah menjadi pengadilan. Misalnya dalam
kalimat,
Koruptor
itu
diseret
ke
meja
hijau
untuk
mempertanggungjawabkan perbuatannya.
4.
Pada idiom penuh maknanya tidak lagi tergambar dari unsur
pembentuknya.
Dalam idiom penuh maknanya sudah menyatu dan tidak dapat ditafsirkan
dengan makna pembentuknya.
Contoh:
Kepala angin
, yang bermakna
bodoh.
Idiom ini termasuk idiom penuh
karena makna dari idiom ini tidak bisa ditelusuri berdasarkan unsur
pembentuknya. Baik dari makna kata
kepala
maupun dari makna kata
angin .
5.
Pada idiom sebagian maknanya masih tergambar dari salah unsur
27
Dalam idiom sebagian salah satu unsur pembentuknya masih tetap
memiliki makna leksikalnya.
contoh:
Salah air
, yang bermakna salah didikan. Makna dari idiom ini masih bisa
digambarkan dari salah satu unsur pembentuknya, yakni makna kata
salah,
sehingga idiom ini masuk ke dalam jenis idiom sebagian.
6. Pada idiom berjenis peribahasa dan pemeo tidak mengalami penambahan
jumlah berbeda halnya dengan idiom berjenis ungkapan yang terus
berkembang dan mengalami penambahan.
7. Bisa berbetuk ungkapan, peribahasa, dan pemeo.
Idiom dapat berupa ungkapan, peribahasa, dan pemeo. Ungkapan,
peribahasa, dan pemeo adalah bentuk bahasa yang memiliki makna kias.
a. Ungkapan
Berbadan dua
(hamil) idiom ini termasuk dalam jenis ungkapan karena
memiliki ciri sebagai ungkapan. Ada sesuatu yang dikiaskan dalam idiom
ini yakni suatu keadaan seseorang yang lazimnya memiliki satu badan
namun, dua badan yang dimaksud adalah badan seorang ibu dan seorang
anak yang dikandung oleh ibu tersebut, sehingga seolah-olah badan sang
ibu ada dua.
b. Peribahasa
Laksana burung dalam sangkar,
yang bermakna
sesorang yang terikat
oleh keadaaan. Idiom ini termasuk dalam jenis peribahasa perumpamaan.
28
idiom ini juga terdapat perbandingan antara burung dengan manusia,
burung dibandingkan dengan orang yang sama dalam keadaaan terkurung.
c. Pemeo
Ringan sama dijinjing, berat sama dipikul.
Pemeo ini bermakna selalu
bersama-sama menghadapi kesusahan dan kesenangan, pemeo ini cocok
sekali dijadikan semboyan bagi sebuah perkumpulan.
1.2
Implikasi Penggunaan Idiom pada Novel Ranah 3 Warna Karya A. Fuadi
Terhadap Pembelajaran Bahasa Indonesia di SMA
Pembelajaran mengenai idiom terdapat dalam pembelajaran bahasa dan sastra
Indonesia di SMA. Materi tantang idiom ini pada kurikulum KTSP lebih
ditekankan pada pemahaman penggunaan ungkapan. Penggunaan ungkapan dalam
wacana masuk bisa dimasukkan dalam ranah berbicara dan menulis. Dalam hal ini
penggunaan idiom bisa masuk dalam kegiatan berpidato dan menceritakan
berbagai pengalaman dengan pilihan kata yang tepat, karena dalam pembelajaran
tersebut siswa dituntut untuk bisa memahami dan mampu membuat sebuah karya
dengan menggunakan bahasa yang indah dan memiliki tambahan nilai rasa.
Secara umum tujuan pembelajaran bahasa dan sastra Indonesia dalam Kurikulum
Tingkat Satuan Pendidikan (BNSP, 2006: 16) adalah sebagai berikut.
1)
Memahami bahasa Indonesia dan menggunakan dengan tepat dan kreatif untuk
berbagai tujuan.
2)
Menikmati dan memanfaatkan karya sastra untuk meningkatkan pengetahuan
dan kemampuan berbahasa.
29
intelektual manusia Indonesia.
Di dalam kurikulum tingkat satuan pendidikan KTSP SMA Disebutkan bahwa
pembelajaran bahasa Indonesia mencakup dua ranah, yaitu kebahasaan dan
kesastraan. Dalam setiap ranah terdiri atas empat keterampilan berbahasa, yaitu
menyimak, berbicara, membaca dan menulis. keempat keterampilan tersebut
mendapat porsi yang seimbang dan dilaksakan secara terpadu. Penggunaan idiom
masuk pada berbicara dan keterampilan menulis, karena dalam berbicara dan
menulis siswa perlu memahami dan mampu menggunakan kosakata-kosakata dan
ungkapan-ungkapan yang dapat memperkaya isi karangan yang dibuat. Dalam hal
ini siswa perlu memahami dan mampu menggunakan ungkapan dalam wacana.
Salah satu standar kompetensi menulis yang berkaitan dengan hal ini adalah
menulis pengalaman pribadi dalam bentuk cerpen. Dalam kurikulum KTSP kelas
XII terdapat standar kompetensi yang bertujuan agar siswa mampu
menyampaikan secara lisan pidato dengan lafal, intonasi, nada, dan sikap yang
tepat. Berikut uraian standar kompetensi tersebut.
Kelas
: X (sepuluh)
Semester
: 2 (dua)
Standar kompetensi : Menulis
Mengungkapkan pengalaman diri sendiri dan orang lain ke
dalam cerpen.
Kompetensi dasar
: Menulis karangan berdasarkan kehidupan diri sendiri
30
Indikator
: Mengembangkan kerangka yang telah dibuat dalam
bentuk cerpen ( pelaku, peristiwa, latar, konflik) dengan
memperhatikan pilihan kata, tanda baca, dan ejaan.
Dalam kompetensi dasar tersebut salah satu indikatornya adalah siswa mampu
menulis cerpen dengan memperhatikan pilihan kata atau diksi. Rangkaian
kata-kata dalam cerpen merupakan sebuah pilihan kata-kata yang menarik yang merupakan
unsur pembangun cerpen tersebut dari dalam atau unsur intrinsik. Siswa-siswa
dapat menggunakan ungkapan maupun peribahasa dalam menulis cerpen, agar
31
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1 Desain Penelitian
Desain penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian
kualitatif. Metode kualitatif antara lain bersifat deskriptif, data yang dikumpulkan
lebih banyak berupa kata-kata atau gambar daripada angka-angka (Moleong,
2007: 5).
Metode deskriptif kualitatif merupakan metode yang bermaksud membuat
deskripsi atau gambaran untuk memahami fenomena tentang apa yang dialami
oleh subjek penelitian misalnya perilaku, persepsi, motivasi, tindakan, dan
lain-lain (Moleong, 2010: 6). Peneliti memilih metode deskriptif kualitatif karena data
penelitian ini dideskriptifkan melihat kenyataan sesungguhnya yang berupa
tulisan, lalu dianalisis dan ditafsirkan dengan objektif untuk kemudian
dideskripsikan dalam bentuk kata-kata dan bahasa. Metode deskriptif kualitatif
adalah metode yang dapat digunakan peneliti untuk menganalisis dengan
melakukan pencarian fakta dengan interpretasi yang tepat. Penelitian kualitatif
32
3.2 Sumber Data
Sumber data dalam penelitian ini adalah novel
Ranah 3 Warna
karya A. Fuadi
yang diterbitkan oleh PT Gramedia Pustaka Utama. Novel yang menjadi bahan
penelitian ini adalah novel cetakan ketiga Januari 2013 dengan tebal 473 halaman.
3.3 Teknik Analisis Data
Teknik pengumpulan dan analisis data yang digunakan dalam penelitian ini
adalah teknik analisis teks. Teknik ini berfungsi untuk mendeskripsikan dan
mengidentifikasi penggunaan kalimat-kalimat yang mengandung idiom yang
terdapat dalam novel Ranah 3 Warna karya A. Fuadi. Langkah-langkah yang
penulis lakukan dalam menganalisis data adalah sebagai berikut.
1)
Membaca secara cermat novel Ranah 3 Warna karya A. Fuadi untuk meninjau
penggunaan kalimat-kalimat atau pernyataan yang mengandung idiom dalam
novel berita tersebut.
2)
Menandai kalimat-kalimat yang mengandung idiom.
3)
Mengidentifikasi penggunaan kata atau kalimat yang mengandung idiom
dalam novel tersebut.
4)
Mengidentifikasikan idiom berdasarkan bentuk, jenis, dan sumber.
Sebagai gambaran ketiga kajian idiom tersebut, berikut disajikan indikatornya
sebagai acuan peneliti dalam pembahasan.
no
Indikator Subindikator
Deskriptor
1.
Bentuk
a.
Sebagian
Salah
satu
unsurnya
masih
tetap
33
b.
Penuh
Maknanya
sama
sekali
tidak
tergambarkan lagi dari unsur-unsurnya
karena semua unsurnya tidak lagi
memiliki makna leksikal
2.
Jenis
a.
Ungkapan
b.
peribahasa
c.
pemeo
Perkataan atau kelompok kata yang khas
untuk menyatakan sesuatu maksud
dengan arti kiasan
Kalimat ringkas, padat yang berisi
perbandingan, perumpamaan, nasihat,
prinsip hidup, atau gambaran tingkah
laku
Ungkapan
atau
peribahasa
yang
dijadikan semboyan. Pada awalnya
pemeo merupakan ejekan (olok-olok,
sindiran)
3.
Sumber
a.
anggota tubuh
b.
bilangan
Kosa kata idiom bersumber dari
nama-nama anggota tubuh.
Kosa kata idiom bersumber dari
34
c.
benda alam
d.
binatang
e.
tumbuhan
f.
warna
Kosa kata idiom bersumber dari
nama-nama benda alam.
Kosa kata idiom bersumber dari
nama-nama binatang.
Kosa kata idiom bersumber dari
nama-nama tumbuhan.
Kosa kata idiom bersumber dari
nama-nama warna.
(Sudaryat, 2009: 80-91)
5)
Menganalisis penggunaan idiom novel
Ranah 3 Warna
karya A. Fuadi
6)
Menyimpulkan hasil analisis penggunaan kalimat-kalimat atau pernyataan yang
mengandung idiom pada novel
Ranah 3 Warna
karya A. Fuadi.
85
BAB V
SIMPULAN DAN SARAN
5.1 Simpulan
Berdasarkan hasil penelitian pada novel
Ranah 3 Warna
karya A. Fuadi
ditemukan 158
idiom. Dilihat dari bentuknya terdiri atas idiom penuh dan
sebagian, dari segi jenisnya terdapat ungkapan, peribahasa, dan pemeo,
berdasarkan sumber kosakata ada kosakata benda alam, anggota tubuh, binatang,
bilangan, tumbuhan, dan warna. Berdasarkan jenis penggunaan idiom yang
jumlahnya banyak ialah jenis ungkapan, penggunaan idiom yang jumlahnya
sedikit adalah pemeo dan peribahasa, berdasarkan bentuknya pengunaan idiom
yang jumlahnya banyak adalah idiom bentuk sebagian dan berdasarkan
sumbernya penggunaan yang jumlahnya banyak adalah yang bersumber dari
nama-nama anggota tubuh.
Pada pembelajaran Bahasa Indonesia di sekolah, penelitian ini berkaitan dengan
bahan ajar. Dalam keterampilan menulis dan berbicara penggunaan idiom sangat
berpengaruh terhadap kualitas menulis dan berbicara siswa. Dengan memahami
dan menguasai penggunaan idiom dalam wacana siswa mampu menghasilkan
tulisan yang lebih indah, dalam keterampilan berbicara dengan memahami
penggunaan idiom, kualitas keterampilan berbicara siswa menjadi lebih baik
87
penggunaan idiom ini sangat penting untuk dapat dikuasai oleh siswa. Pentingnya
penelitian ini dari segi bahan ajar, novel
Ranah 3 Warna
karya A. Fuadi dapat
dijadikan bahan ajar agar siswa lebih memahami penggunaan idiom dalam
wacana.
5.2 Saran
Dari hasil penelitian ini, penulis sarankan sebagai berikut ini.
a. Guru bahasa dan sastra Indonesia hendaknya menggunakan hasil penelitian ini
untuk dijadikan sebagai alternatif bahan ajar, materi tentang idiom agar sumber
ajar
lebih
bervariasi.
Khususnya
dalam
Standar
Kompetensi
1.6
Mengungkapkan pengalaman diri sendiri dan orang lain ke dalam cerpen dan
Kompetensi Dasar Menulis karangan berdasarkan
kehidupan diri sendiri
dalam cerpen (pelaku, peristiwa, latar)
b. Siswa bisa memanfaatkan novel
Ranah 3 Warna
karya A. Fuadi ini sebagai
alternatif bahan bacaan atau sumber belajar untuk memahami penggunaan
DAFTAR PUSTAKA
Basrowi dan Kustoro, Budi. 2006.
Metodologi Penelitian
. Bandar Lampung:
Universitas Lampung.
Chaer, Abdul. 2009.
Pengantar Semantik Bahasa Indonesia
. Jakarta: PT Rineka
Cipta.
Depdiknas. 2005.
Kamus Besar Bahasa Indonesia
. Jakarta: Balai Pustaka
Depdiknas. 2008.
Kamus Besar Bahasa Indonesia
. Jakarta: Balai Pustaka.
Djajasudarma, Fatimah. 1999.
Semantik 1 Pengantar ke Arah Ilmu Makna.
Bandung: Refika Aditama.
Djajasudarma, Fatimah. 1999.
Semantik 2 Pengantar ke Arah Ilmu Makna
.
Bandung: Refika Aditama.
Fuadi, A. 2011.
Ranah 3 Warna
. Jakarta : PT Gramedia Pustaka Utama.
Keraf, Gorys. 1986.
Diksi dan Gaya Bahasa
. Jakata: Gramedia.
Moleong, Lexy, J. 2001.
Metodologi Penelitian Kualitatif.
Bandung: Remaja
Rosdakarya.
Pateda, Mansur. 2001.
Semantik Leksikal
. Jakarta: Rineka Cipta.
Rusminto, Nurlaksana, Eko dan Sumarti. 2009.
Analisis Wacana Bahasa
Indonesia
. Bandar Lampung: Universitas Lampung.
Samsuri. 1990.
Analisis Wacana
. Malang: IKIP Malang.
Sudaryat, Yayat. 2009.
Makna Dalam Wacana
. Bandung:Yrama Widya.
Universitas Lampung. 2008.
Format Penulisan Karya Ilmiah
. Bandarlampung:
Lampiran 1
Tabel 1 Idiom pada Novel Ranah 3 Warna Karya A. Fuadi
no
Klasifikasi
Idiom
Data idiom
Bentuk
Jenis
Sumber
Halaman
Seb
Pen
Ung
Peri Pem
AT
Bil
BA
Bin
Tum
War
1.
pedalaman hati
4, 39
2.
menjinakkan
hatiku
5
3.
hatiku panas
7
4.
Jauh panggang
dari api
7, 291-292
5.
satu bukit buku
9
6.
berat hati
11, 446
7.
hatiku rusuh
13
8.
bukit-bukit
buku
15
9.
pecah telur
23
10.
memandang
sebelah mata
25
11.
sepenuh hati
25, 41, 228,
237, 401
13.
Berlelah-lelahlah,
manisnya hidup
terasa setelah
lelah berjuang
26, 79
14.
pandangan
sebelah mata
30
15.
Siapa yang
menanam akan
menuai apa
yang ditanam
30
16.
keras kepala
31
17.
Setiap
perjalanan
panjang harus
dimulai dengan
langkah
pertama
18.
Bagai Pendekar
shaolin yang
baru turun
gunung dan
menyebar ke
berbagai
penjuru mata
angin untuk
mengejar
impian dan
menjalankan
hidup
masing-masing
36-37
19.
bahasa hati
39
20.
hati ke hati
39
21.
setengah hati
40-41, 401
22.
Di mana bumidipijak, di situ langit dijunjung.
41
23.
Bagai dombadikejar srigala
46
24.
Bagai kerbau dicocok hidung
52
25.
kata hati
52
26.
mata berapi-api
54
27.
Seperti gajah jinak ditepuk-tepuk pawangnya
57
29.
anak kemarin
sore
57
30.
pertumpahan
darah
57, 321
31.
bendera putih
58
32.
mati angin
60
33.
otak encer
62
34.
menarik hatiku
65
35.
mengurut dada
78
36.
kepalang basah
69, 203, 205
37.
berkantong
tipis
83
38.
kaki langit
.
90
39.
membanting
tulang
99, 104
40.
lubuk hati
101, 124,
143, 431,
460
41.
perang batin
104
42.
sesuap nasi
112-113
43.
berdiri
mematung
119
44.
mata batin
130
45.
kata mutiara
130
46.
perang bubat
135
47.
mata hati
135
48.
jago kandang
137, 150
50.
air muka
139, 215,
285
51.
duduk
berangin-angin
142
52.
membesarkan
hati
148
53.
orang kecil
155
54.
mencari angin
159
55.
mengekor
160
56.
berapi-api
162, 207,
228, 323,
331, 424
57.
mata
berkaca-kaca
163,
400-401
58.
Isi hatinya
169
59.
tangan di atas
170
60.
mukanya datar
171
61.
uang hasil
keringat sendiri
173, 174
62.
tersenyum
tawar
179
63.
kantong tebal
179
64.
tidur-tidur
ayam
181
65.
mati kutu
190
66.
tidak sepenuh
hati
193
pandang
68.
muka berbinar
202, 252
69.
tanah air
203, 401(2),
406, 428,
430, 447,
448, 454
70.
di ujung tanduk
205
71.
mata-mata
220
72.
ongkang-ongkang kaki
223
73.
berhati lembut
231
74.
sang merah
putih
234, 294,
400
75.
bibir jurang
248, 250
76.
matanya
berbinar
255
77.
tanah tumpah
darahku
256, 401
78.
berlipat lidah
259
79.
bak bumi dan
langit
260
80.
gegar budaya
260
81.
bintang iklan
272, 275,
279,
82.
suara emasnya
279
83.
kesempatan
emas
285
85.
sang saka
merah putih
294, 400
86.
langit-langit
305
87.
saksi mata
318
88.
telur mata sapi
328
89.
melipat-lipat
mukanya
330
90.
suara hati
364
91.
serangan fa