• Tidak ada hasil yang ditemukan

Optimisasi Kombinasi Hot Water Treatment Dan Cacl2 Menggunakan Response Surface Methodologi Pada Mangga Gedong Gincu (Mangifera Indica L.)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Optimisasi Kombinasi Hot Water Treatment Dan Cacl2 Menggunakan Response Surface Methodologi Pada Mangga Gedong Gincu (Mangifera Indica L.)"

Copied!
58
0
0

Teks penuh

(1)

OPTIMISASI KOMBINASI

HOT WATER TREATMENT

DAN

CACL

2

MENGGUNAKAN

RESPONSE SURFACE

METHODOLOGY

PADA MANGGA GEDONG GINCU

(

Magnifera indica

L

. )

DANY SUKMANA

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)
(3)

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Optimisasi Kombinasi Hot Water Treatment dan CaCL2 Menggunakan Response Surface Methodologi pada Mangga Gedong Gincu (Mangifera indica L.) adalah karya saya dengan arahan dari Komisi Pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

Bogor, Agustus 2015

(4)

RINGKASAN

DANY SUKMANA. Optimisasi Kombinasi Hot Water Treatment dan CaCL2 Menggunakan Response Surface Methodologi pada Mangga Gedong Gincu (Mangifera indica L.). Dibimbing oleh SUTRISNO dan EMMY DARMAWATI.

Kendala utama dalam pascapanen produk hortikultura adalah bagaimana mempertahankan kualitas, sehingga dapat dipasarkan dengan jangkauan yang lebih luas. Penyebab utama kerusakan buah mangga adalah adanya hama dan investasi penyakit serta kondisi lingkungan yang dapat memicu percepatan metabolisme buah. Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan kombinasi perlakuan yang optimal dari tiga jenis perlakuan yaitu suhu HWT (Hot Water Threatment), lama ekspos buah pada suhu HWT dan perendaman buah setelah HWT ke dalam larutan CaCL2. Parameter kualitas yang diuji meliputi susut bobot, kekerasan, total padatan terlarut, keasaman (pH) dan croma. Untuk mendapatkan kombinasi optimum data dianalisis menggunakan metode RSM (Respon Surface Methode).

Hasil analisis RSM pada penyimpanan 13 °C menunjukkan bahwa penurunan bobot buah dipengaruhi oleh suhu, lama perendaman pada HWT, dan lama perendaman pada larutan CaCl2. Hasil penelitian menunjukkan bahwa minimisasi penurunan bobot sebesar 2.18% diperoleh pada kombinasi perlakuan suhu ekpos 45.5 °C, lama ekpose 32 menit dan lama perendaman 38 menit. Pada kondisi ini diperoleh nilai kekerasan 1.02 Newton, Total Padatan Terlarut 16.8 oBrix, pH sebesar 5, Total Asam 0.003322 mg/100 gram, Croma 42.32. Sedangkan penyimpanan buah pada suhu 8 °C tidak dianjurkan karena hasil penelitian menunjukkan selama penyimpanan, buah mengalami gejala chilling injury dengan indikasi yang paling terlihat yaitu buah gagal matang dan warna buah tidak berubah semestinya dengan indikator buah berubah menjadi kecoklatan.

(5)

SUMMARY

DANY SUKMANA. The Application of Response Surface Methodology to Optimize the Combination of Hot Water Treatment and CaCl2 Treatment on Mango Gedong Gincu (Mangifera indica L.). Supervised by SUTRISNO and EMMY DARMAWATI.

The main obstacle in the postharvest of horticultural products is how to maintain the quality longer, so it can be marketed to a more spreaded distant. For example, the main cause of damage to mango fruit quality are the presence of pests and diseases investment and environmental conditions that can lead to accelerated metabolism of fruit. This study aims to obtain an optimal combination HWT’s temperature (hot water treatment) long exposure HWT, and soaking fruit

in a liquid CaCl2. Tested quality parameters were include weight loss, hardness,

total solable solids, acidity (pH),chroma. To obtain the optimum combination of data were analyzed using the method of RSM (Response Surface Methode).

RSM analysis result in the storage 13 ° C showed that the decrease in fruit weight is influenced by temperature, soaking time at HWT, and old soaking in a solution of CaCl . The result of optimization is the minimization form where the fruit will decrease the weight by 2.18% at affected on combination treatment

exposures 45.5 °C, long expose 32 minutes and 38 minutes of soaking time. In

this condition the hardness values obtained 1.02 Newton, 16.8 oBrix Total Solable

Solids, pH of 5, Total Acid 0.003322, and Croma 42.32. While the fruit storage at

a temperature of 8 °C is not recommended because the results showed during storage, fruit experience symptoms of chilling injury with the most visible indication that failed ripe fruit and color should not change with the indicator turns into brownish.

(6)

© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2015

Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB

(7)

OPTIMISASI KOMBINASI

HOT WATER TREATMENT

DAN

CACL

2

MENGGUNAKAN

RESPONSE SURFACE

METHODOLOGY

PADA MANGGA GEDONG GINCU

(

Magnifera indica

L

. )

DANY SUKMANA

Tesis

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains

pada

Program Studi Teknologi Pascapanen

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(8)
(9)

Judul Tesis : Optimisasi Kombinasi Hot Water Treatment dan CaCL2

Menggunakan Response Swfc1ce Methodologi pada Mangga

Gedong Gincu (Mangifera indica L)

Nama NIM

: Dany Sukmana

: F153110101

Program Studi : Teknologi Pascapanen

Prof Dr lr Ketua

Ketua Program Studi Teknologi Pascapanen

Prof Dr Ir Sutrisno, MAgr

Disetujui oleh

Komisi Pembimbing

Diketahui oleh

• Tanggal U jian . 7 Agustus 2015

Anggota

Tanggal Lulus :

(10)

PRAKATA

Puji dan syukur Penulis panjatkan kepada Allah SWT atas Rahmat dan KaruniaNya sehingga memampukan Penulis menyelesaikan penulisan Tesis dengan judul Optimisasi Kombinasi Hot Water Treatment dan CaCL2 Menggunakan Response Surface Methodologi pada Mangga Gedong Gincu (Mangifera indica L.) .

Penulis mengucapkan terima kasih pada semua pihak yang telah membantu dalam penyelesaian karya ilmiah tesis ini. Ucapan terima kasih disampaikan kepada Prof Dr Ir Sutrisno, MAgr dan Dr Ir Emmy Darmawati, MSi sebagai Komisi Pembimbing yang telah banyak memberikan bimbingan dan arahan kepada Penulis. Kesempatan ini Penulis juga menyampaikan terima kasih kepada Dr Ir Usman Ahmad, MAgr yang telah bersedia menjadi Penguji luar komisi pada ujian tesis ini.

Terima kasih penulis sampaikan kepada Pak Sulais telah mendukung dalam menyelesaikan penulisan tesis ini. Penulis juga menghaturkan terima kasih yang tulus kepada kedua orang tua tercinta atas doa dan perhatiannya kepada ananda.

Penghargaan dan ucapan terima kasih juga Penulis sampaikan kepada teman-teman seperjuangan Teknologi Pascapanen 2011, mbak Eny, dan teman– teman lainnya atas pertemanan dan persaudaraanya selama ini. Akhirnya, semoga karya ilmiah ini dapat bermanfaat bagi kita semua.

Bogor, Agustus 2015

(11)

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL vi

DAFTAR GAMBAR vii

DAFTAR LAMPIRAN vii

1 PENDAHULUAN 1

Latar Belakang 1

Rumusan Masalah 2

Tujuan Penelitian 2

Manfaat Penelitian 3

2 TINJAUAN PUSTAKA 3

Mangga 3

Parameter Mutu 6

Kombinasi Hot Water Treatment dan CaCL2 8

Respon Surface Methodology (RSM) 9

Eksperimen Model Orde I 10

Eksperimen Model Orde II 10

3 BAHAN DAN METODE 12

Waktu dan Tempat 12

Bahan dan Alat 13

Prosedur Penelitian 14

Parameter Pengamatan 14

Laju Respirasi 14

Susut Bobot 15

Kekerasan 16

Total Padatan Terlarut (TPT) 16

Warna Daging Buah 16

Organoleptik 16

Rancangan Percobaan 17

Analisis Data 21

4 HASIL DAN PEMBAHASAN 26 Penentuan Kondisi Penerimaan Optimum Kualitas Buah Mangga 26

Analisis Data 26

Penentuan Tititk Stasioner 30

(12)

5 SIMPULAN 36

DAFTAR PUSTAKA 37

LAMPIRAN 38

RIWAYAT HIDUP 44

DAFTAR TABEL

1 Karakteristik fisik beberapa varietas mangga komersial 4 2 Komposisi kimia dan nilai gizi buah mangga 5 3 Syarat mutu buah mangga dalam SNI-01-3164-1992 6

4 Central Composite Design 11 5 Kode perlakuan 18

6 Rancangan percobaan dengan pengkodean orde I 18

7 Rancangan percobaan dengan pengkodean orde II 19

8 Interprestasi nilai R2 24 9 Persamaan orde I 27 10 Anova dari model orde I untuk respon susut bobot 27

11 Anova dari model orde II untuk respon susut bobot 28

12 Persamaan orde II 28

13 Perbandingan nilai respon buah mangga 31

DAFTAR GAMBAR

1 Bagian–bagian buah mangga (Gangolly et al. 1957) 4 2 Mangga Gedong Gincu 5

3 Pembentukan desain CCD (Anonim, 2006) 10

4 Permukaan respon untuk titik maksimum (a), titik minimum (b), dan

titik pelana (c) (Montgomery 2001) 12

5 Kontur respon untuk titik maksimum (a), titik minimum (b), dan titik

pelana (c) (Myers 1971) 12

6 Alur metode percobaan 14

7 Diagram alir analisis pengolahan data dengan RSM 25 8 Hasil uji organoleptik penyimpanan buah pada suhu 13 °C 26 9 Permukaan dan kontur respon susut bobot hari ke–12 vs suhu ekspose,

(13)

10 Permukaan dan kontur respon susut bobot hari ke–12 vs lama perendaman dalam CaCl2, suhu ekspose dalam HWT 29 11 Permukaan dan kontur respon susut bobot hari ke–12 vs lama

perendaman dalam CaCl2, lama ekspose dalam HWT 29 12 Permukaan dan kontur respon total padatan terlarut hari ke-12 vs lama

perendaman dalam CaCl2, suhu ekspose dalam HWT 29 13 Hasil uji organoleptik penyimpanan buah kontrol pada suhu 13 °C 31 14 Buah mangga tanpa perlakuan (kontrol) lama penyimpanan 6 hari pada

suhu13 °C 32

15 Laju konsumsi O2 buah pada suhu 13 oC 32 16 Warna buah mangga (a) kode perlakuan K15 (b) kontrol hari ke-9

pada suhu 13 oC 34

17 Hasil uji organoleptik penyimpanan buah kontrol pada suhu 13 oC 34 18 Warna buah mangga awal penyimpanan (a), akhir penyimpanan (b)

pada suhu 8 oC 35

19 Nilai a dan b buah mangga dengan kode perlakuan K15 yang disimpan

pada suhu 8 oC 35

20 Nilai L buah mangga dengan kode perlakuan K15 yang disimpan pada

suhu 8 oC 36

DAFTAR LAMPIRAN

1 Alat 38

2 Anova orde I 39

3 Anova orde II 40

4 Visual buah setelah perlakuan 43

(14)
(15)

1

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Buah mangga adalah salah satu buah yang menjadi primadona dan sangat digemari oleh konsumen dalam dan luar negeri. Walaupun, buah mangga bukan tanaman asli Indonesia namun masyarakat sudah mengganggap mangga sebagai salah satu tanaman buah–buah asli Indonesia (Pracaya 2007). Di antara macam– macam varietas yang tumbuh di Indonesia, varietas Gedong, Manalagi, Cengkir, dan Arumanis merupakan varietas yang banyak dikonsumsi di dalam negeri, namun hanya varietas Gedong dan Manalagi yang juga digemari oleh masyarakat Internasional.

Tanaman mangga dapat tumbuh dan berbuah hampir di seluruh wilayah Indonesia, dengan produksi tertinggi berasal dari Pulau Jawa seperti di daerah Indramayu, Cirebon, dan Probolinggo. Berdasarkan data produksi buah–buahan menurut provinsi dari BPS pada tahun 2009, produksi buah mangga untuk Pulau Jawa Timur, dan Banten sebesar 1.584.774 kg yang berasal dari DKI Jakarta, Jawa Barat, Jawa Tengah, Yogyakarta, Jawa Timur dan Banten. Walaupun berfluktuatif, produksi buah mangga dari tahun 1998 – 2009 menunjukkan peningkatan, di tahun 2009 Indonesia mampu memproduksi 2.243.440 kg mangga (BPS 2009).

Salah satu tantangan yang dihadapi dalam pengembangan produk hortikultura mangga menjadi komoditas ekspor adalah menjaga pasokan buah tetap stabil di setiap tahun dimana lahan penanaman yang telah banyak beralih fungsi untuk kegiatan properti dan mutu ekspor yang prima dengan memperhatikan proses penanganan pascapanen dan pendistribusian jarak jauh. Peningkatan daya saing buah mangga manis segar dapat dilakukan melalui perbaikan mutu khususnya penampakan mutu visual dan organoleptik serta mereduksi perkembangan penyakit pascapanen dengan penanganan pascapanen yang tepat sehingga mengurangi losses. Penyakit pascapanen menjadi penyebab penolakan dari negara tujuan ekspor buah segar dari Indonesia. Adanya losses yang masih tinggi pada produksi dan munculnya penyakit pascapanen pada buah mangga akibat kurang tepatnya penanganan serta penyimpanan pascapanen menyebabkan tidak tercapainya pemenuhan permintaan pasar.

(16)

2

Optimisasi menggunakan metode RSM dapat memberikan akurasi yang sangat tinggi. Berdasarkan hal tersebut, dikembangkan suatu penelitian optimisasi kombinasi perlakuan HWT dan CaCl2 terhadap perubahan mutu mangga manis selama penyimpanan dingin menggunakan RSM pengkombinasian aplikasi hot water treatment (HWT) dan CaCl2 yang pada buah mangga varietas Gedong Gincu. Teknologi ini yang belum banyak dilakukan pada mangga Gedong Gincu, begitu pula penggunaan CaCl2, walaupun teknologi terapan tersebut secara terpisah telah terbukti secara signifikan dapat mengatasi permasalahan penyakit pasca panen pada buah–buahan untuk aplikasi HWT dan meningkatkan mutu untuk aplikasi pelarutan ke dalam CaCl2. Pemilihan RSM sebagai metode penelitian diharapkan mampu mendapatkan kombinasi HWT pada berbagai suhu pemanasan ringan dan lama pencelupan pada larutan CaCl2 untuk mencegah penurunan mutu buah mangga selama penyimpanan. Pada penelitian ini ditetapkan tiga kombinasi perlakuan yaitu suhu ekspose, lama ekspose buah ke air panas, dan lama perandaman buah ke CaCl2 yang dijadikan sebagai variabel bebas. Responnya dikaji dari beberapa parameter yang mengindikasikan perubahan mutu mangga gedong gincu selama dalam penyimpanan yaitu laju penurunan susut bobot, kekerasan, total padatan terlarut, dan chroma warna daging buah.

Rumusan Masalah

Sudah banyak teknologi yang digunakan untuk mempertahankan mutu buah seperti dari penggunaan rantai dingin, modifikasi kemasan dan pelilinan, sedangkan untuk mengurangi investasi hama pada buah sudah digunakan aplikasi teknologi seperti Hot Water Treatment (HWT) maupun Vapor Heat Treatment (VHT), khusus untuk perlakuan kimia beracun sudah mulai ditinggalkan karena alasan keamanan pangan.

Khusus untuk teknologi yang menggunakan panas dalam usaha mengurangi resiko investasi hama terhadap buah mempunyai resiko terhadap kerusakan buah jika panas yang diberikan terlalu tinggi. Oleh karena itu penelitian ini dimaksudkan untuk menentukan titik optimum perlakuan panas pada Hot Water Treatment (HWT) dan penggunaan CaCl2, agar perlakuan tersebut efektif digunakan sebagai upaya mempertahankan kualitas buah agar tidak mudah rusak.

Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian sebagai berikut:

1. Menentukan model optimisasi kombinasi Hot Water Treatment dan CaCl2 dengan menggunakan Response Surface Methodology (RSM).

2. Validasi model yang didapatkan.

Manfaat Penelitian

(17)

3

2 TINJAUAN PUSTAKA

Mangga

Mangga merupakan tanaman buah tahunan yang berasal dari negara India. Tanaman ini kemudian menyebar ke wilayah Asia Tenggara termasuk Indonesia. Broto (2003) menyatakan bahwa tanaman mangga keluarga Anacardiaceae, sama dengan jambu monyet dan kedondong. Genus dari keluarga Anacardiaceae yang berasal dari Asia Tenggara tercatat ada 62 spesies. Enam belas spesies diantaranya dapat dimakan, tetapi yang biasa dimakan hanya spesies Mangifera caesia, jack. (Kemang), Manggifera feotida, Lour. (Pakel, Bacang, atau Limus), Mangifera odonata, Giff. (Kueni atau Kebembem), dan Mangifera indika, L. Dari keempat spesies tersebut Mangifera indika, L, merupakan spesies yang paling banyak jenisnya.

Pracaya (2007) menyatakan bahwa mangga yang biasa dimakan sehari–hari (termasuk didalamnya mangga Arumanis, Gedong, Golek, dan Manalagi) secara taksonomi termasuk spesies Mangifera indica, L. genus Mangifera, famili Anacardiaceae dan ordo Sapindales. Berdasarkan taksonominya pohon mangga termasuk tumbuhan tingkat tinggi dengan batang yang tegak dengan tinggi pohon dewasa dapat mencapai 10 – 40 meter, bercabang banyak, bertajuk rindang dan hijau sepanjang tahun, umur tanaman mangga dapat mencapai 100 tahun lebih. Berdasarkan SK.Mentan.No.28/Kpts/TP.240/1/1995 dalam Broto (2003) mangga varietas Gedong dapat dideskripsikan yakni: memiliki bentuk pohon tegak dengan ketinggian 9 – 15 meter, tajuk pohon berbentuk piramida tumpul, bercabang banyak dengan letak daun mendatar, permukaan daun sempit dengan lipatan daun menyempit berbentuk lancip pada dasarnya dan mendatar pada pucuknya, bentuk malai bunga lancip berwarna kuning atau merah.

Iklim dan kondisi lahan merupakan faktor penting yang harus diperhatikan agar tanaman mangga dapat tumbuh dan menghasilkan buah mangga yang bagus dengan produksi yang optimal. Oleh karena itu, pemilihan lokasi yang tepat juga akan menentukan kualitas buah mangga. Menurut (Paimin 1998) menyatakan bahwa ada beberapa faktor yang yang menjadi pembatas dalam pemilihan lokasi yaitu tebal lapisan tanah harus lebih dari dua meter, tekstur tanah remah dan berbutir, kemiringan tanah tidak melebihi 30°, keasaman tanah mendekati normal, ketinggian tempat 500 mdpl (Pracaya 2007), curah hujan antara 750 – 2500 mm per tahun dengan 2–7 bulan basah (bukan pada musim berbunga), suhu antara 24 °C – 28 °C. Di Indonesia tanaman mangga Gedong, banyak ditanam di Cirebon, Majalengka, dan Indramayu.

Bentuk buah mangga sangat beragam, menurut (Pracaya 2007) mendekripsikan bentuk buah mangga sebagai bentuk yang unik. Pada ujung buah mangga ada yang berbentuk runcing, biasanya disebut paruh. Di atas paruh ada bagian yang membengkok disebut sinus, yang dilanjutkan ke bagian perut, dan bagian belakang perut yang disebut punggung. Untuk lebih menjelaskan bentuk dari mangga, dapat dilihat pada (Gambar 1).

(18)

4

Beberapa jenis atau kultivar mangga, pada daging buahnya memiliki serat. Serat yang berasal dari kulit biji (endokarp) kadang–kadang bisa menembus daging buah sehingga buahnya berserat. Selain itu mangga ada yang berair dan tidak berair, tingkat kemanisanya pun berbeda–beda bahkan ada juga yang rasanya seperti terpentin. Warna dari daging buah mangga bermacam–macam ada yang kuning, krem, atau orange. Mangga berserat yang layak dimakan seringkali hanya cairan buahnya saja.

Gambar 1. Bagian–bagian buah mangga (Gangolly et al. 1957)

Jenis atau kultivar buah mangga yang banyak dipasarkan antara lain Arumanis, Gedong, Cengkir, Manalagi, dan Golek. Karakteristik fisik beberapa varietas mangga komersial dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1. Karakteristik fisik beberapa varietas mangga komersial Kultivar

Utuh (gram/buah) Berat Panjang (cm) Lebar (cm) Tebal (cm) Aroma Buah Daging Warna

Arumanis 450 15.1 7.8 5.5 harum kuning

orange

Manalagi 560 16.0 8.20 7.30 harum kuning

Golek 456 – 512 15.70 7.90 6.20 segar

harum kuning

Cengkir 400 – 500 13.0 9.0 8.0 sedikit

harum kuning Sumber: Broto (2003) dan Pracaya (2007)

(19)

5

beberapa hari dan tahan angkutan. Secara visual mangga varietas Gedong Gincu dapat dilihat pada (Gambar 2).

Gambar 2. Mangga Gedong Gincu

Buah mangga merupakan buah bergizi tinggi, (Paimin 1998) menyatakan bahwa mangga mengandung banyak vitamin A dan vitamin C yang sangat dibutuhkan manusia. Selain itu, mangga juga mengandung kalori, protein, karbohidrat, kalsium, fosfor, besi, kalium, magnesium, dan sedikit lemak seperti terdapat pada (Tabel 2). Oleh karena itu mangga merupakan salah satu buah tropis yang populer dan sebagian besar masyarakat di dunia menjuluki sebagai King of the Fruit.

Tabel 2. Komposisi kimia dan nilai gizi buah mangga

Kandungan Zat Nilai Rata–Rata Buah Mangga

Mentah Matang

Air (%) 90.00 86.10

Protein (%) 0.70 0.60

Lemak(%) 0.10 0.10

Gula Total (%) 8.80 11.80

Serat (%) – 1.10

Mineral (%) 0.40 0.30

Kapur (%) 0.03 0.01

Fosfor (%) 0.02 0.02

Besi (%) 4.50 0.30

Vitamin A 150 I.U 4800 I.U

Vitamin B1 (mg/100gr) - 0.04

Vitamin B2 (mg/100gr) 0.03 0.05

Vitamin B3 (mg/100gr) 3.00 13.00

Asam nicotinat (mg/100gr) - 0.30

Nilai kalori per 100 gr 39.00 50-60

Sumber : Laroussilhe, LE MANGUER (1960) dalam Pracaya (2007)

(20)

6

memiliki kriterian mutu yang berbeda–beda. Mutu ekspor harus lebih baik dan standar yang diinginkan umumnya ditentukan oleh negara tujuan. Di Indonesia telah dilakukan standarisasi mutu buah–buahan untuk ekspor yang dikeluarkan oleh Departemen Perdagangan. Syarat mutu buah mangga yang tercantum dalam SNI 01– 3164–1992 disajikan dalam (Tabel 3).

Tabel 3. Syarat mutu buah mangga dalam SNI 01–3164–1992

Karakteristik Persyaratan Cara pengujian

Mutu I Mutu II

Kesamaan sifat varietas seragam seragam organoleptik Tingkat ketuaan tua tapi tidak

terlalu matang tua tapi tidak terlalu matang organoleptik

Kekerasan keras cukup keras organoleptik

Keseragaman ukuran seragam kurang seragam SP-SNP-309-1981

Cacat (% maksimal) 5 10 SP-SNV-212-1977

Kadar kotoran (%

maksimal) bebas bebas SP-SNP-383-1981

Busuk (% maksimal) 0 0 SP-SNP-212-1981

Panjang tangkai (cm

maksimum) 1 1 SPS-SNP-214-1977

Sumber: Broto (2003)

Parameter Mutu

Produk holtikultura buah segar merupakan bahan yang masih hidup sewaktu dilakukan pemanenan, sehingga selama penyimpanan dapat terjadi perubahan sifat fisik maupun kimia dari buah. Sifat fisik produk buah segar yang umum dipergunakan sebagai parameter mutu adalah kekerasan, warna, total padatan terlarut (TPT), susut bobot dan laju respirasi.

Kekerasan buah tergantung pada turgor sel hidup, adanya jaringan utama dan jaringan penunjang dan sifat kohesi dari sel. Perubahan turgor pada umumnya disebabkan karena komposisi dinding sel berubah sehingga dapat berpengaruh terhadap firmness dari buah, yang biasanya buah menjadi lunak apabila telah masak (Winarno dan Wirakartakusuma 1979). Turgor merupakan tekanan dari isi sel terhadap dinding sel, sehingga sel ada pada keadaan normal tetapi dimungkinkan terjadinya pertukaran senyawa. Tekstur terbentuk dari polisakarida, dimana komponen utama dari dinding sel adalah selulosa dan pektin.

(21)

7

Perubahan warna sebagai salah satu indeks mutu pangan sering dipergunakan sebagai parameter untuk menilai mutu fisik produk pertanian. Selain itu warna dapat mempengaruhi daya tarik konsumen terhadap mutu produk. Selama penyimpanan kulit buah mangga akan terlihat berpindah menuju nilai warna indeks kematangan yang lebih tinggi serta terus berlangsung sampai ke fase kerusakan. Penyimpanan pada suhu rendah menyebabkan proses fisiologis mangga mengalami penurunan, sehingga perubahan warna dapat dihambat, peningkatan suhu akan menyebabkan pembentukan pigmen sehingga menyebabkan perubahan warna menuju indeks selanjutnya akan semakin cepat.

Menurut (Winarno dan Wirakartakusuma 1979), meskipun banyak jenis gula yang ada dalam buah dan sayuran, tetapi perubahan kandungan gula yang sesungguhnya hanya meliputi tiga macam gula, yaitu glukosa, fruktosa dan sukrosa. Dengan aktivitas enzim invertase, sukrosa dapat dihidrolisis menjadi glukosa dan fruktosa. Glukosa dan fruktosa yang merupakan pecahan dari sukrosa oleh enzim invertase disebut sakarinvert yang mampunyai perbandingan sama yaitu 1:1. Glukosa dan fruktosa merupakan gula pereduksi, sedangkan sukrosa karena tidak mempunyai gugusan yang dapat mereduksi disebut gula nonpereduksi. Apabila buah–buahan menjadi matang, maka kandungan gulanya akan meningkat, tetapi kandungan asamnya menurun. Akibatnya kandungan gula dan asam akan mengalami perubahan yang drastis. Keadaan ini berlaku pada buah–buahan klimaterik, sedangkan pada buah–buahan nonklimaterik perubahan tersebut umumnya tidak jelas.

Susut bobot yaitu massa buah yang berkurang sejalan dengan waktu selama proses penyimpanan. Buah terlihat tidak segar lagi, berubah warna, berubah rasa, kandungan nutrisi berkurang, hingga terjadi pembusukan. Proses metabolisme ini dapat dihambat dengan menyimpan buah–buahan pada suhu rendah dengan kelembaban relatif uap air yang tinggi dan dapat pula membatasi kontak antara buah dengan udara ataupun etilen. Wulandari (2006) menyatakan buah–buahan yang dipetik dari pohon tetap mengalami proses metabolisme. Proses alami buah tersebut antara lain respirasi, transpirasi, pelepasan etilen dan aroma sehingga berakibat pengurangan pada massanya.

Proses repirasi adalah salah satu proses biologis dimana oksigen dari udara diserap untuk digunakan pada proses pembakaran yang menghasilkan energi dengan diikuti pengeluaran CO2 dan air. Buah–buahan dan sayuran serta hasil pertanian lainnya setelah dipanen masih melakukan proses metabolisme dan selama hasil pertanian masih berespirasi benda tersebut masih disebut hidup (Winarno dan Wirakartakusuma, 1979).

(22)

8

Kombinasi Hot Water Treatment dan CaCl2

Kebijakan suatu negara dalam menerapkan karantina sebagai upaya disinfestasi hama dan penyakit pascapanen terhadap produk hortikultura impor, sangat perlu dilakukan sebagai upaya untuk mencegah penyebaran hama dan penyakit pascapanen dari negara asal. Beberapa metode yang diterapkan diantaranya perlakuan dingin, pengasapan, pencelupan ke dalam larutan kimia, atmosfir terkendali, perlakuan panas, dan perlakuan kombinasi. Perlakuan kombinasi banyak dilakukan karena lebih optimal dalam menurunkan resiko terserang hama dan penyakit serta kualitas mutu buah lebih terjaga. Kombinasi perlakuan panas HWT dan CaCl2 dipilih karena penyakit antraknos yang sering menyerang mangga sangat sensitif terhadap kondisi panas dan pencelupan dalam larutan CaCl2 mampu menghindari pelunakan pangan akibat proses pemanasan.

Hasbullah (2002) menyatakan bahwa air panas merupakan media yang efektif untuk menghantarkan panas secara seragam ke seluruh bagian buah dalam waktu tidak terlalu lama karena nilai konduktivitas air lebih tinggi. Pemanasan ringan pada suhu 50 °C – 70 °C dapat mengaktifkan enzim pektin metil esterase (PME) yang kemudian melakukan “demetilasi” senyawa pektin sehingga lebih banyak gugus karboksil yang dapat berikatan dengan ion Ca endogen maupun eksogen (Daryanti et al. 2004 dalam Partha 2009). Metode pencelupan dalam air panas lebih efisien sebagai wadah pemindah panas daripada udara panas atau semprotan air bersuhu tinggi ke seluruh bahan secara total bukan hanya pada permukaan saja. Pencelupan buah–buahan dan sayuran kedalam air panas pada suhu 50 °C – 60 °C dapat mengurangi residu pestisida, sedangkan buah–buahan yang diberikan perlakuan panas pada suhu 38 °C – 40 °C seringkali mengalami pelunakan yang lebih lambat daripada buah–buahan yang tidak diberikan perlakuan panas, walaupun prosedur perlakuan panas untuk mangga dan pepaya yang diberi perlakuan panas selama 4 jam pada suhu 50 °C dapat mengalami pelunakan yang lebih cepat setelah perlakuan.

Garam Kalsium khususnya CaCl2 sering digunakan untuk memperbaiki tekstur buah, namun tidak semua jenis buah mempunyai respons positif terhadap perlakuan CaCl2 karena bagi buah yang tidak tahan suhu rendah akan mengalami Ca–injury yang mengakibatkan warna kulit menjadi coklat kehitaman dan proses pematangan menjadi tidak sempurna (Daryanti et al. 2004 dalam Partha 2009). Penggunaan garam Kalsium seperti CaCl2 dan pemanasan ringan dapat menghambat pelunakan tekstur serta mempertahankan kualitas buah dan sayuran utuh maupun terolah minimal seperti pada buah apel, apel iris, strawberry utuh dan iris, wortel iris, melon iris, green been kaleng, wortel kaleng (Barry Ryan and O’Bernie 1998 dalam Partha 2009). Ion Ca dapat berikatan dengan pektin membentuk Kalsium pektat pada dinding sel menjadi stabil (Guzman et al. 2000 dalam Partha 2009). Pencelupan dengan CaCl2 menyebabkan terjadinya penyusunan Karbon dari kandungan Pektin dan penggabungan dengan Ca2+ mampu membentuk semacam dinding atau lapisan yang dapat mengurangi akses enzim perombak sel masuk ke dalam dinding sel yang mempengaruhi umur simpan.

(23)

9

perlakuan panas. Penelitian terakhir terhadap perlakuan panas pada tomat yaitu selama 4 hari pada suhu 40 °C, sifat rasa dipengaruhi perlakuan panas. Keasaman apel menurun dalam 3 atau 4 hari pada suhu 38 °C dan pencelupan strawberry dalam air panas bersuhu 35 °C, 45 °C, dan 55 °C selama 15 menit dilakukan untuk mencegah kebusukan. Perlakuan panas dengan air pada suhu 45 °C selama 3 jam sebelum penyimpanan dingin terhadap buah melon dapat mencegah kehilangan sukrosa daripada buah yang tidak diberi perlakuan panas sebelum penyimpanan. Kecenderungan adanya tekanan panas sebagai media dalam perlakuan panas dapat mencegah kerusakan komoditi selama pemberantasan hama dan jamur penyebab penyakit (Lurie 1998 dalam Ariyanto 2003).

Response Surface Methodology (RSM)

Menurut (Montgomery 2001) Response Surface Methodology (RSM) merupakan suatu metode gabungan antara teknik matematika dan statistika yang digunakan untuk membuat model dan menganalisis suatu respon y yang dipengaruhi oleh beberapa variabel bebas (faktor x) guna mengoptimalkan respon tersebut. Hubungan antara respon y dan variabel bebas x adalah sebagai berikut:

ŷ = f(X1, X2,...., Xk) + ε (1)

dimana:

ŷ : variabel respon X1, X2,...Xk : variabel bebas/faktor

ε : error

Response Surface ditampilkan secara grafik dan untuk membantu visualisasi dari bentuk permukaan plot sering digunakan contour dari permukaan respon. Garis contour yang terbentuk mempresentasikan ketinggian permukaan yang terbentuk. Permasalahan umum pada metode Response Surface adalah bentuk hubungan yang terjadi antara perlakuan dengan respon tidak diketahui.

Langkah pertama yang dilakukan adalah mencari bentuk hubungan antara respon dengan perlakuannya. Bentuk hubungan linier merupakan hal yang pertama kali dicobakan untuk menggambarkan hubungan tersebut. Jika ternyata bentuk hubungan antara respon dengan perlakuan adalah linier maka pendekatan fungsinya disebut first-order model (model orde I), ditunjukkan dalam persamaan 2 sebagai berikut:

(2)

(24)

10

βij : koefisien interaksi perlakuan Xi : kode perlakuan untuk faktor ke-i Xj : kode perlakuan untuk faktor ke-j k : jumlah faktor yang dicobakan

Setelah bentuk hubungan yang paling fit diperoleh, langkah selanjutnya adalah mengoptimalisasi hubungan tersebut. Langkah–langkah dalam menganalisa Response Surface yaitu: merancang percobaan, membuat model dan melakukan optimisasi.

Eksperimen Model Orde I

Pada RSM yang menjadi suatu masalah adalah tidak diketahuinya formula atau persamaan yang pasti antara hubungan respon dan variabel independent, sehingga pada langkah awal dibutuhkan pencarian titik optimum yang berulang–ulang pada desain yang digunakan untuk mencari pendekatan fungsi yang sebenarnya dari hubungan antara respon dan variabel bebas. Desain faktorial 2k, dimana k=3 yang merupakan variabel bebas adalah desain untuk mengestimasi model orde I. Pada desain faktorial diberi kode (–1) untuk level rendah dan (+1) untuk level tinggi, sedangkan titik pusat diberi kode (0). Penggunaan pengkodean pada desain ini bertujuan untuk memudahkan interpretasi yang dilakukan oleh software, dimana penggunaan unit atau satuan pada setiap data yang diinputkan ke software akan memberikan hasil yang berbeda secara numerik bila dibandingkan dengan penggunaan kode.

Eksperimen Model Orde II

Saat eksperimen orde I belum begitu mendekati wilayah optimum pada steepest ascent, maka pendekatan model regresi orde II mulai digunakan. Untuk mengestimasi model permukaan respon orde II digunakan Central Composite Design (CCD). CCD adalah sebuah rancangan percobaan yang terdiri dari rancangan 2k faktorial dengan menambahkan pengamatan di pusat desain dan sekitarnya pada jarak satuan. Pembentukan CCD ditunjukkan pada (Gambar 3).

(25)

11

Cube point merupakan titik–titik yang berada pada desain faktorial 2k, dimana k merupakan banyaknya variabel independent. Pada percobaan 2k faktorial orde I ditambahkan centre point dengan jumlah maksimal 6 dan minimal 3 titik pada pusat. Kemudian untuk membentuk desain orde II berupa CCD, dari titik–titik percobaan orde I ditambahkan axial point berjumlah 2k dengan jarak α dari centre point, dimana k adalah jumlah variabel bebas.

Untuk memperoleh orde II yang bagus dalam menghasilkan nilai respon, maka model harus memiliki variansi yang stabil dan konsisten yang layak pada titik x. Variansi dari nilai prediksi respon pada titik x adalah (Montgomery 2006).

V[ŷ(x)] = τ2Xˈ (Xˈ X)-1 x (4) Desain permukaan respon orde II sebaiknya harus rotatable, ini artinya V[ŷ(x)] sama pada semua titik x yang jaraknya sama pada desain pusat. Dengan kata lain, variansi pada nilai prediksi respon adalah konstan di lingkaran. Desain CCD dibuat rotatable oleh pemilihan α, pada (Gambar 4) titik A, B, C, D adalah titik yang ditambahkan dengan jarak α. Nilai α untuk rotatablity bergantung dari jumlah titik pada factorial portion dalam desain. Nilai α menghasilkan sebuah rotatable CCD dimana nf adalah jumlah titik yang digunakan pada factorial portion. Tabel 4 menampilkan desain CCD sampai dengan k=6 variabel bebas. Nilai untuk titik aksial didasarkan pada bentuk kode dari level desain faktorial 2k. Pada umumnya, suatu desain harus memuat setidaknya tiga titik pusat agar terbuat beberapa replikasi untuk mengestimasi eksperimen eror pada model.

Tabel 4. Central Composite Design

k

2 3 4 5 6

Cube point nf (2k) 4 8 16 32 64

Axial point (2k) 4 6 8 10 12

α ((2k) ¼) 1.414 1.682 2.000 2.378 2.828

Centre point nc nc nc nc nc nc

Total Run 8+ nc 14+ nc 24+ nc 42+ nc 76+ nc Sumber: (Montgomery 2001)

(26)

12

Gambar 4. Permukaan respon untuk titik maksimum (a), titik minimum (b), dan titik pelana (c) (Montgomery 2001)

Gambar 5. Kontur respon untuk titik maksimum (a), titik minimum (b), dan titik pelana (c) (Myers 1971)

3 BAHAN DAN METODE

Waktu dan Tempat

(27)

13

Bahan dan Alat

Bahan yang digunakan adalah buah mangga Gedong Gincu dengan berat 250 – 300 gram, yang diperoleh dari petani buah mangga di daerah Cirebon. Buah dibawa ke laboratorium dikemas dalam kardus dengan bahan pengisi koran dan dijaga pada suhu ruang serta terlindung dari sinar matahari langsung. Larutan CaCl2 dengan konsentrasi 4% dan aquades.

Alat yang digunakan adalah Water Bath untuk perlakuan HWT, lemari pendingin untuk penyimpanan, Rheometer model CR–300 untuk mengukur kekerasan, Refraktometer AtagoN–1 untuk mengukur total padatan terlarut (TPT) mangga, Continous Gas Analyzer tipe IRA–107 untuk mengukur konsentrasi CO2, Portable Oxygen Tester POT–101 untuk mengukur konsentrasi O2, Termometer, Color Reader untuk mengetahui warna daging buah, dan timbangan digital.

Prosedur Penelitian

Penelitian dilakukan dengan prosedur sebagai berikut :

a) buah mangga yang diperoleh dari kebun dibawa ke laboratorium dengan dikemas dalam kardus yang sebelumnya telah diberikan bahan pengisi berupa kertas koran untuk menghindari kerusakan mekanis selama perjalanan. Kemudian mangga dibersihkan dengan cara dilap dengan kain setengah basah, disortasi keseragaman, kematangan dan ukurannya, setelah itu dilakukan pencelupan ke dalam larutan Theobendazol 1 ppm selama satu menit kemudian ditiriskan

b) sampel mangga yang telah siap diberi perlakuan panas (HWT) dengan perendaman dalam waterbath pada suhu dan lama perendaman sesuai rancangan percobaan orde I dan orde II 30 °C, 35 °C, 45 °C, 55 °C, 60 °C selama 15’, 20’, 40’, 60’, 65’

c) setelah perlakuan dengan HWT selesai, sampel mangga kemudian dicelupkan ke dalam larutan CaCl2 konsentrasi 4% sesuai rancangan percobaan orde I dan orde II selama 15’, 20’, 40’, 60’, 65’. Sampel mangga yang telah diberikan perlakuan berupa pencelupan dalam larutan CaCl2 ditiriskan supaya air sisa perendaman kering kemudian disimpan dalam Refrigerator bersuhu 10 °C

d) pengamatan perubahan parameter mutu sampel mangga dilakukan setiap 3 hari selama 15 hari untuk semua perlakuan

(28)

14

Gambar 6. Alur metode percobaan

Parameter Pengamatan

Laju Respirasi

Pengukuran laju respirasi yang dilakukan dengan mengukur konsentrasi O2 dan CO2 buah mangga selama penyimpanan di lemari pendingin. Tahapan pengukuran laju respirasi sebagai berikut:

1) pengukuran dilakukan setiap hari, alat yang digunakan adalah Continous Gas Analyzer tipe IRA–107 untuk mengukur konsentrasi CO2 dan Portable Oxygen Tester POT–101 untuk mengukur konsentrasi O2

2) buah mangga yang telah ditimbang ± 500 gram dimasukkan ke dalam stoples dengan kondisi tertutup rapat dimana pinggiran penutup stoples dilapisi plastisin agar udara tidak bocor.

Mangga

Sortasi

Dicuci dan dibersihkan

Perlakuan panas (HWT) (oC) dan lama ekspose (menit)

Penirisan

Pencelupan CaCl2 4% (menit)

Penirisan

Penyimpanan pada suhu 13oC dan 8 oC selama 21 hari

Pengamatan setiap 3 hari selama 15 hari

(29)

15

3) Untuk pemasukan dan pengeluaran udara saat pengukuran dibuatkan dua saluran selang yang ujung–ujungnya dijepit. Pada saat pengukuran respirasi, kedua selang tersebut dihubungkan dengan gas Analyzer.

4) pengukuran laju respirasi dilakukan setiap hari selama 28 hari, dimana:

 hari ke–-1 dan ke–2, diukur setiap 3 jam sebanyak dua kali ulangan

 hari ke–3 dan ke–4, diukur setiap 6 jam sebanyak dua kali ulangan

 hari ke–5 dan ke–6, diukur setiap 9 jam sebanyak dua kali ulangan

 hari ke–7 dan ke–9, diukur setiap 12 jam sekali

 hari ke–10 sampai hari ke–28, diukur 24 jam sekali

Pengukuran laju respirasi untuk hari pertama sampai hari terakhir penyimpanan selang waktunya semakin meningkat. Hal ini disebabkan karena pada awal penyimpanan respirasi dari mangga diprediksi lebih tinggi, sehingga digunakan selang waktu lebih pendek untuk mengetahui laju respirasinya. Laju produksi gas CO2 dan konsumsi O2 (ml. kg-1. jam-1) dihitung dengan persamaan:

(5)

V : V adalah volume bebas respiration chamber (ml) yang dihitung dari volume chamber dikurangi volume sampel. Biasanya dihitung dengan Hukum Archimides yaitu dengan memasukkan sampel kedalam chamber yang berisi air penuh dimana volume chamber telah diketahui kemudian dihitung dengan mengurangkan volume chamber dengan volume air yang dipindahkan/tumpah

Susut Bobot

Pengukuran susut bobot dilakukan dengan menggunakan timbangan Mettler TM–4800. Susut bobot diukur berdasarkan persentase penurunan bobot bahan sejak awal dan akhir penyimpanan dingin. Pengukurannya dilakukan setiap 3 hari sekali selama penyimpanan. Susut bobot diperoleh dengan membandingkan pengurangan bobot awal (bo) dengan bobot penyimpanan hari ke-i (bi) yang dinyatakan dengan (%). Pengukuran susut bobot dilakukan tiap tiga hari sekali. Rumus yang digunakan untuk mengukur susut bobot adalah:

(6) dimana :

bo : bobot awal penyimpanan (gram)

bi : bobot bahan pada penyimpanan hari ke-i (gram)

Kekerasan

(30)

16

et al. 1984). Uji kekerasan diukur berdasarkan tingkat ketahanan buah terhadap jarum penusuk Rheometer. Pengukuran kekerasan dilakukan dengan menggunakan Rheometer model CR–300 yang diset dengan mode 20, beban maksimum 10 kg, kedalaman penekanan 10 mm, kecepatan penurunan beban 60 mm/menit dan diameter jarum 5 mm dilakukan pengukuran setiap 3 hari selama penyimpanan. Pengujian dilakukan di tiga titik pada bagian buah. Nilai yang ditunjukkan alat merupakan nilai kekerasan buah dengan satuan Newton.

Total Padatan Terlarut (TPT)

Pengukuran total padatan terlarut dilakukan dengan menggunakan Refraktometer digital. Pengukuran dilakukan setiap tiga hari sekali. Filtrat dari perasan daging buah diteteskan pada prisma Refraktometer yang sudah distabilkan pada suhu 25 °C kemudian dilanjutkan pembacaan. Sebelum dan sesudah pembacaan, prisma Refraktometer dibersihkan dengan aquades. Angka Refraktometer menunjukkan Total Padatan Terlarut (°Brix).

Warna Daging Buah

Warna daging buah mangga manis diukur dengan Color Reader merk Minolta. Alat ini dikondisikan sesuai sistem notasi warna Hunter (sistem warna L, a* dan b*). Notasi warna L menyatakan parameter kecerahan (brightness) dengan nilai 0 (hitam) sampai 100 (putih). Notasi warna a* dan b* merupakan koordinat kromatik campuran merah hijau dengan nilai +a dari 0 sampai +60 untuk (warna merah) dan – a dari 0 sampai –60 untuk (warna hijau). Nilai b menyatakan warna kromatik campuran kuning biru dengan nilai +b dari 0 sampai +60 untuk (warna kuning) dan – b dari 0 sampai –60 untuk (warna biru). Chroma merupakan tingkat kejenuhan warna atau tingkat kandungan warna (muda atau tua) yang diperoleh dari hasil pembacaan nilai a* dan nilai b* kemudian dihitung dengan rumus (2.0):

C = (a2 + b2)1/2 (7)

Penilaian sensori dilakukan dengan mengetahui tingkat kesukaan panelis terhadap mangga yang telah diberikan perlakuan. Parameter organoleptik yang diuji meliputi warna, rasa, aroma, dan tekstur buah mangga manis dengan menggunakan 10 panelis. Penilaian sensori oleh panelis dilakukan dengan menggunakan skala Hedonis 1 sampai 5. Skala yang digunakan sebagai berikut: skala 5 sangat suka, 4 suka, 3 biasa, 2 agak suka, 1 tidak suka.

Rancangan Percobaan

Rancangan percobaan yang digunakan adalah Response Surface Methodology atau RSM. Peubah bebas terdiri dari tiga yakni:

(31)

17

2) lama ekspose buah ke air panas (20 – 60 menit), dengan pertimbangan supaya kulit mangga tidak terjadi pematangan lebih awal dan timbulnya kapang akibat HWT

3) lama perendaman buah ke CaCl2 (20 – 60 menit), akan memberikan pelapisan yang baik pada kulit mangga dan pembentukan ikatan kimia pada dinding lebih sempurna dimana sebelumnya telah melunak akibat dari pemanasan dengan HWT.

Peubah respon terdiri dari: susut bobot, kekerasan, total padatan terlarut, chroma warna daging buah. Penetapan range nilai peubah bebas didasarkan pada hasil penelitian terdahulu dengan komoditi yang berbeda.

Ketiga peubah bebas tersebut digunakan sebagai penentu kondisi optimum dalam model kombinasi. Secara lengkap rancangan percobaannya adalah sebagai berikut :

1. Peubah bebas:

- suhu ekspose, dinotasikan X1 dengan range antara 35 °C sampai dengan 55 °C lama ekspose ke air panas, dinotasikan X2 dengan range antara 20 menit sampai dengan 60 menit.

- lama perendaman ke CaCl2, dinotasikan X3 dengan range antara 20 menit sampai dengan 60 menit.

2. Peubah respon:

laju penurunan susut bobot, kekerasan, total padatan terlarut, chroma warna daging buah.

3. Model orde I:

faktorial 2k dengan k = 3 faktor yaitu: suhu ekspose, lama ekspose, dan lama perendaman larutan CaCl2 4%, sehingga banyaknya run atau titik percobaan adalah 23 ditambahkan dengan centre point sebanyak 3 titik atau 3 ulangan di pusat. Jumlah titik percobaan orde I adalah 23 + 3 = 11 titik percobaan.

- setelah mengetahui jumlah titik percobaan, kemudian dirancang desain percobaan RSM orde pertama dengan bantuan menu Design of Experiment yang ada pada software Minitab dengan cara memasukkan tipe desain yang terdiri dari jumlah faktor, jumlah titik percobaan yang terdiri dari cube point dan centre point

- setelah itu memasukkan level dari faktor yaitu nilai high (+1), low (–1), dan middle/centre (0) dari setiap range masing – masing variabel dan menentukan jenis data yang diinput berupa data numeric atau text.

- dari memasukkan komponen penyusun rancangan percobaan akan dihasilkan rancangan percobaan dengan sistem pengkodean orde I seperti pada (Tabel 6), dimana sistem pengkodean sudah tercantum didalamnya berupa kode (–1) untuk level rendah, (+1) untuk level tinggi dan (0) untuk titik pusat.

4. Model orde II:

(32)

18

- Sama halnya dengan percobaan orde I, untuk mendapatkan rancangan percobaan dari orde II komponen dari rancangan percobaan berupa tipe desain yang terdiri dari jumlah faktor, jumlah titik percobaan, dan level faktor tiap range variabel bebas diinputkan pada menu Design of Experiment software Minitab dengan ditambahkan nilai α pada input datanya, sehingga rancangan percobaan dengan sistem pengkodean orde II keluaran Minitab dapat dilihat pada (Tabel 7).

Terkait dengan penggunaan software untuk pengolahan data, maka dilakukan pengkodean terhadap perlakuan. Hubungan antara kode dan perlakuan dapat dilihat pada (Tabel 5). Pada perlakuan X1, X2, X3 untuk level –α dan +α dilakukan penambahan level tertinggi (+1) 5 satuan unit dan pengurangan level terendah (–1) 5 satuan unit dengan pertimbangan sensitivitas pengaturan dan kontrol suhu serta waktu.

Tabel 6. Rancangan percobaan dengan pengkodean orde I

No X1 X2 X3 Suhu ekspose X1

Penyusunan rancangan percobaan yaitu sebagai berikut :

1. menentukan faktor, jumlah dan range level setiap faktor. 2. menentukan respon dan mempelajari bagaimana mengukurnya. 3. menyusun rancangan eksperimen orde I.

4. melakukan eksperimen sesuai rancangan orde I. 5. mengolah hasil eksperimen orde I.

6. menyusun rancangan eksperimen orde II.

7. melakukan eksperimen sesuai rancangan orde II. 8. mengolah hasil eksperimen orde II.

9. menentukan model optimasi. 10.menentukan kondisi optimum. 11.kondisi optimum.

(33)

19

Tabel 7. Rancangan percobaan dengan pengkodean orde II

No X1 X2 X3 Suhu ekspose X

RSM banyak diaplikasikan untuk menyusun dan meningkatkan suatu proses serta untuk mendesain dan membuat formulasi suatu produk. Hubungan antara respon Y dan variabel bebas X adalah:

ŷ = f(X1, X2,...., Xk) + ε (8) dimana :

ŷ : variabel respon

Xi : variabel bebas/ faktor ( i = 1, 2, 3,...., k ) ε : error

Langkah pertama dari RSM adalah menemukan hubungan antara respon y dan faktor x melalui persamaan polinomial orde pertama dan digunakan model regresi linear, atau yang lebih dikenal dengan first-order model (model orde I):

ŷ = βo + Σ (9)

(34)

20

Eksperimen orde I dilanjutkan dengan metode Steepest Ascent bila tidak terdapat lengkungan kuadrat. Dasar dari metode adalah melakukan sebuah eksperimen sederhana pada bagian permukaan respon dengan daerah yang diprediksi akan menghasilkan nilai optimum.

Ketika eksperimen orde I belum begitu mendekati wilayah optimum pada steepest ascent, maka pendekatan model regresi orde II mulai digunakan. Untuk mengestimasi model permukaan respon orde kedua digunakan Central Composite Design (CCD). Selanjutnya untuk model orde II digunakan model polinomial orde kedua yang fungsinya kuadratik:

(10) Rancangan eksperimen orde II yang digunakan adalah rancangan faktorial 2k (Two Level Factorial Design) ditambahkan beberapa titik berjarak α dari titik pusat, dimana α memiliki jarak yang sama dari pusat sehingga desain bersifat rotatable dan Varians (V[ŷ(x)] ) dari nilai prediksi respon pada titik x konstan di lingkaran.

V[ŷ(x)] =τ2Xˈ (Xˈ X)-1 x (11)

Kemudian dari model orde II ditentukan titik stasioner, karakteristik permukaan respon dan model optimasinya. Titik stasioner yaitu kondisi optimum pada titik maksimal, maupun minimal dalam bentuk matrik terhadap variabel x yaitu: (12) (13) (14) (15) Bila dinotasikan dalam bentuk matriks

dan

Prediksi nilai respon pada titik stasioner dapat dihitung dengan rumus

(16)

(35)

21

akan lebih mudah. Tetapi, apabila terdapat lebih banyak variabel, analisis yang digunakan adalah analisis kanonik. Metode analisis kanonik yaitu dengan mentransformasikan fungsi respon dari titik asal x (0,0...,0) ke titik stasioner xs dan sekaligus merotasikan sumbu koordinatnya, sehingga menghasilkan fungsi respon sebagai berikut:

(17)

dimana :

Wi : variabel input baru hasil transformasi ŷs : harga estimasi y pada titik stasioner xs

�i : nilai eigen yang berupa konstanta dari matriks B, i=1,2, ....,k.

Untuk karakteristik dari permukaan respon ditentukan dari nilai �i. Jika nilainya semua positif maka xs adalah titik minimum dan jika semua negatif maka xs adalah titik maksimum, tetapi jika nilainya berada tanda diantara nilai �i atau bertanda positif dan negatif serta berselang terlalu jauh satu diantaranya, maka xs merupakan titik pelana.

Analisis Data

Respon dari variabel bebas berupa laju penurunan susut bobot, kekerasan, total padatan terlarut (TPT), dan chroma warna daging buah. Pengolahan datanya dilakukan dengan menggunakan software Maple untuk mencari nilai eigen dan software Minitab untuk analisis orde pertama dan orde kedua. Hasil analisis kedua software tersebut disajikan dalam model persamaan fungsi respon terhadap variabel bebas. Model persamaan untuk orde pertama adalah

ŷ = βo + β1X1+ β2X2+ β3X3 +ε (18) dimana :

ŷ : nilai respon setiap parameter yang diamati βo : intercept

β1, β2, β3 : koefisien regresi X1, X2, X3 ε : error

Model regresi yang dihasilkan diuji dan dianalisis dengan nilai R2 dan lack of fit. Jika nilai lack of fit dari model kurang dari nilai α (0.05) dan R2 kurang dari 50% menunjukkan bahwa ada model orde yang lebih tinggi (orde II) yang lebih tepat untuk mempresentasikan data yang ada. Oleh karena itu, dilanjutkan pengolahan orde kedua. Model regresi orde kedua dengan faktorial 23 adalah :

ŷ = βo + β1X1 + β2X2 + β3X3+ β11X12 + β22X22 + β33X32+

β12X1X2 + β13X1X3+ β23X2 X3+ ε (19) dimana:

ŷ : nilai respon setiap parameter yang diamati

(36)

22

β1, β2,β3, β11, β22,

β33, β12, β13, β23 : koefisien regresi X1, X2, X3, X1*X1, X2*X2, X3*X3, X1*X2,X2*X1, X2*X3

ε : error

Analisis Pengolahan data menggunakan RSM secara lengkap dapat dilihat pada (Gambar 8). Penguji model orde I bertujuan untuk evaluasi respon parameter mutu di wilayah optimum. Respon parametar berada di wilayah optimum ditunjukkan oleh model yang dihasilkan tidak cukup didekati dengan model linier. Parameter uji yang digunakan adalah nilai lack of fit dan R2 dari model orde I. Pada penelitian ini dikaji empat parameter mutu yang merespon perlakuan yang diberikan berupa suhu ekspose, lama ekspose buah ke air panas, dan lama perandaman buah ke CaCl2. Ada kemungkinan satu atau dua parameter belum berada di wilayah optimun sedang parameter yang lain sudah di wilayah optimum. Untuk yang sudah ada di wilayah optimum dilanjutkan dengan pengolahan model orde II dan dicari titik optimumnya, sedang yang belum berada di wilayah optimum dilakukan transformasi data dari variabel atau respon. Model yang dihasilkan dari pengolahan data menggunakan software Minitab, diuji dengan nilai parameter yang dihasilkan oleh program yaitu uji nilai p (p-value), lack of fit dan koefisien determinan.

Nilai p (p-value)

p-value merupakan tingkat keberartian terkecil sehingga nilai suatu uji statistik yang sedang diamati masih berarti. p-value diartikan sebagai besarnya peluang melakukan kesalahan apabila memutuskan untuk menolak H0. Pada umumnya p-value dibandingkan dengan suatu taraf nyata α tertentu, biasanya 0.05. Taraf nyata α diartikan sebagai peluang melakukan kesalahan untuk menyimpulkan bahwa H0 salah, padahal sebenarnya pernyataan H0 yang benar. Misal α yang digunakan adalah 0.05, jika p-value sebesar 0.040 (<0.05), maka diputuskan menolak H0. Hal ini disebabkan karena jika memutuskan menolak H0 (menganggap pernyataan H0 salah), kemungkinan melakukan kesalahan masih lebih kecil dari α=0.05; dimana 0.05 merupakan ambang batas maksimal dimungkinkannya salah dalam membuat keputusan. Pada penelitian ini, H0 dapat berisi pernyataan variabel prediktor (suhu ekspose, lama ekspose, dan lama perendaman) berpengaruh terhadap respon. Persamaan yang dapat digunakan mencari nilai p yaitu :

(20)

Dengan demikian dapat dikatakan bahwa p adalah berupa signifikansi aktual, sedangkan alpha adalah signifikansi batas. Berdasarkan taraf uji aktual yang merujuk pada p-value, maka keputusan uji hipotesis akan berbunyi:

(37)

23

Jadi seandainya p yang sebenarnya = 0.017 , dan pada uji konvensional digunakan α = 0.05 maka resiko salah dalam penarikan kesimpulan adalah 5 %, yang sebenarnya secara eksak adalah 1.7%. Mengenai berapa besar nilai p yang masih dapat ditolerir sangat tergantung dari tingkat kekritisan penelitian dan kepentingan pengguna hasil penelitian. Berdasarkan uraian tersebut, dapat dikatakan bahwa kesimpulan yang ditarik berdasarkan uji statistik tidak pernah bersifat benar mutlak.

Lack of Fit

Lack of fit berarti penyimpangan atau ketidaktepatan. Pengujian lack of fit artinya pengujian untuk mendeteksi apakah model linier orde I sudah tepat. Bila lack of fit tidak ada maka model linier orde I dapat dinyatakan tepat, sedangkan bila lack of fit ada menunjukkan bahwa model orde II perlu dianalisa untuk menghasilkan yang lebih sesuai dengan data yang ada. Pengujian lack of fit ini diperlukan bila terdapat pengamatan berulang, yaitu satu nilai prediktor yang berpasangan dengan beberapa nilai respon.

Pengujian lack of fit dilakukan dengan cara membagi jumlah kuadrat error menjadi dua komponen, yaitu jumlah kuadrat error murni dan jumlah kuadrat error lack of fit. Perhitungan jumlah kuadrat lack of fit merupakan selisih antara jumlah kuadrat error dengan jumlah kuadrat error murni. Untuk melihat ada tidaknya lack of fit pada model dengan memanfaatkan hasil keluaran Minitab dapat dilakukan dengan melihat nilai p dari lack of fit. Jika nilai p lebih dari 0.05 pada parameter lack of fit maka model orde I yang dihasilkan dapat dinyatakan tepat sehingga tidak perlu melakukan analisis model orde II, namun bila terjadi sebaliknya perlu adanya analisis orde model II untuk mendapatkan model yang tepat. Selain itu, untuk melihat lack of fit dapat juga menggunakan statistik uji F, jika F<1, maka lack of fit tidak ada, sementara jika F>1 nilai lack of fit ada. Rumus yang digunakan untuk yang dapat diberikan oleh model regresi yang didapatkan. Nilai R2 berkisar antara 0 sampai dengan 1. Apabila nilai R2 dikalikan 100%, maka hal ini menunjukkan persentase keragaman di dalam variabel Y yang dapat diberikan oleh model regresi yang didapatkan. Semakin besar nilai R2, semakin baik model regresi yang diperoleh dan makin besar kontribusi atau peranan prediktor terhadap variasi respon. Rumus yang digunakan untuk menghitung R2 dengan p variabel bebas X (X

(38)

24

(22)

dimana :

R2 : koefisien determinasi bk : koefisisen persamaan k =1,2,...,k, yi : nilai respon pengamatan xpi : variabel bebas p =1,2,....,p.

Besarnya nila interpretasi R2 dapat dilihat pada (Tabel 8) berikut ini: Tabel 8. Interprestasi nilai R2

Interval nilai R2 Tingkat hubungan

0 ≤ r < 0,2 sangat rendah

0,2 ≤ r < 0,4 rendah

0,4 ≤ r < 0,6 sedang

0,6 ≤ r < 0,8 kuat

0,8 ≤ r ≤1 sangat kuat

(Sumber: Murtiyasa 2008)

(39)

25

Gambar 7. Diagram alir analisis pengolahan data dengan RSM Menentukan Variabel bebas, Range

dari Variabel dan Respon

Rancangan Percobaan Orde Pertama

Model Orde I

Uji Regresi Uji Lack of Fit

Ada Lack of Fit R2

Rancangan Percobaan Orde II

Model Orde II

Uji Regresi Uji Lack of Fit

Ada Lack of Fit R2

Tentukan Titik Stasioner

Analisis Permukaan Respon Transformasi dari Variabel

dan atau Respon

Stop

Tidak, R2 > 50%

(40)

26

4 HASIL DAN PEMBAHASAN

Penentuan Kondisi Penerimaan Optimum Kualitas Buah Mangga

Mutu optimum buah adalah mutu dimana buah mangga berada pada penerimaan terbaik oleh konsumen. Oleh karena itu penting untuk diketahui pada saat kapan buah berada pada titik tersebut, untuk mengetahuinya perlu dilakukan uji organoleptik selama penyimpanan buah sehingga dapat diketahui pada hari keberapa buah memiliki tingkat penerimaan optimum. Hasil uji organoleptik dapat dilihat pada (Gambar 8), menunjukkan bahwa penerimaan tertinggi dari panelis terhadap parameter mutu yang di uji terletak pada hari ke–12 dimana rata–rata skor penerimaan dari masing–masing parameter mencapai titik optimum yaitu sekitar 4 (Lampiran 1).

Mangga merupakan buah klimaterik berdasarkan model respirasinya, dimana buah mangga memiliki tiga fase kritis yaitu proses pematangan, matang, dan proses pelayuan. Oleh karena itu mutu buah mangga selalu berubah, dimana pada hari ke–3 tingkat penerimaan buah kecil dibawah 3.5 kemudian naik sampai hari ke–12 kemudian menurun sehingga pada hari ke–15 pengamatan skor penerimaan berada dibawah 3.5. Hal ini menunjukkan mutu buah mangga terbaik yang disukai konsumen terletak antara hari pengamatan ke–9 dan ke–15, karena data diambil tiga hari sekali maka data pengamatan hari ke–12 digunakan sebagai input data untuk optimasi perlakuan.

Gambar 8. Hasil uji organoleptik penyimpanan buah pada suhu 13 °C

Analisis data

(41)

27

Berdasarkan hasil pengolahan data model orde I diperoleh persamaan respon susut bobot sebagai berikut:

y =3.531 + 0.04693 + 0.23385 + 0.07179 (23) sedangkan untuk respon lain dapat dilihat pada Tabel 9 berikut ini:

Tabel 9. Persamaan orde I

Uraian Respon TPT total asam Respon Respon pH kekerasan Respon Respon chroma Konstanta 16.5434 0.003492 4.18408 1.19895 36.999 -0.0519 -0.000096 -0.06119 0.32022 -5.9022

-36.89 -0.000186 0.32677 0.03854 -1.7711 -0.1440 -0.000097 -0.09256 -0.15327 0.5582

R2 37.41% 4.42% 29.57% 45.66% 36.52%

Pada Tabel 9 nilai R2 < 50%, menunjukkan bahwa hanya 50% variabilitas dari data dapat dijelaskan oleh model, sedangkan 50% dijelaskan oleh variabel lain yang belum masuk dalam model. Sehingga model orde I belum dapat digunakan untuk menduga pengaruh terhadap respon.

Berdasarkan hasil analisis orde I statistik menunjukkan bahwa nilai p-value < α = 0.05 seperti yang terlihat pada (Tabel 10). Anova orde I untuk respon susut bobot dan juga untuk semua respon yang diuji (Lampiran 2), sehingga berdasarkan uji lack-of-fit jika nilai p-value < α tolak H0 yang berarti ada ketidaksesuaian model orde I untuk respon susut bobot atau hubungan variabel bebas dengan respon bukan hubungan yang bersifat linear oleh karena itu perlu dilanjutkan dengan analisis orde II untuk mendapatkan model yang sesuai. Untuk mengetahui pengaruh interaksi dari tiap variabel bebas yang ada terhadap respon dengan nilai determinasi yang lebih tinggi dari orde I, maka dilakukan analisis model orde II.

Table 10. Anova dari model orde I untuk respon susut bobot

Uraian Coef SECoef T P

Constanta 3.53132 0.1755 20.125 0.000

Suhu ekspose HWT 0.04693 0.2070 0.227 0.0424

Lama ekspose HWT 0.23385 0.2070 1.130 0.276

Perendaman CaCl2 0.07179 0.2070 0.347 0.733 R-Sq = 8.81% R-Sq(pred) = 0.00% R-Sq(adj) = 0.00%

Hasil analisis regresi model orde II untuk respon susut bobot ditunjukkan pada (Tabel 11) dengan persamaan dengan persamaan sebagai berikut:

y = 2.66432+0.04693 +0.23385 +0.07179 +0.47219 +0.28127 +

0.45274 +0.09000 +0.40750 –0.05500 (24)

(42)

28

berarti terhadap model, maka faktor suhu ekspose pemanasan (X1), lama ekspose (X2), lama perendaman larutan Kalsium (X3) mempengaruhi respon.

Tabel 11. Anova dari model orde II untuk respon susut bobot

Source DF F P

Regression 9 4.10 0.024

Lack-of-Fit 5 3.15 0.144

Pure Error 4 - -

Total 18 - -

R-Sq = 80.39% R-Sq(pred) = 0.00% R-Sq(adj) = 60.78%

Permukaan dan kontur untuk respon susut bobot dapat dilihat pada (Gambar 9) sampai dengan (Gambar 11), dimana karakteristik respon susut bobot menunjukkan optimasi berbentuk minimisasi. Sedangkan persamaan orde II untuk respon lain sebagai berikut:

Tabel 12 . Persamaan orde II

Uraian Respon TPT Total Asam Respon Respon pH Kekerasan Respon Chroma Respon Konstanta 16.6544 0.003251 5.12160 1.01107 42.2708

-0.05192 – 0.000060 - 0.00897 0.32022 - 5.9022 - 0.36894 - 0.000150 0.05450 0.03854 - 1.7711 - 0.143950 - 0.000061 - 0.10441 0.15327 0.5582 0.036925 0.000359 - 0.18038 0.11011 - 4.4927 -0.077979 0.000034 - 0.05487 0.04116 - 1.4704 -0.113335 0.000093 - 0.04338 0.11011 - 1.3769 0.368750 0.000112 - 0.01750 0.24375 - 6.4587 0.018750 - 0.000728 0.08000 0.13375 3.4875 0.206250 0.000172 – 0.03000 0.22125 0.2394

R2 66.82% 54.12% 92.42% 79.78% 86.92%

(43)

29

Gambar 10. Permukaan dan kontur respon susut bobot hari ke–12 vs lama perendaman dalam CaCl2, suhu ekspose dalam HWT

Gambar 11. Permukaan dan kontur respon susut bobot hari ke–12 vs lama perendaman dalam CaCl2, lama ekspose dalam HWT

Persamaan orde II dari respon TPT, Total Asam, pH, kekerasan maupun croma memiliki bentuk grafik permukaan kontur sadle poin seperti contoh grafik kontur permukaan TPT pada (Gambar 11) dan pada (Lampiran 3) sehingga tidak memiliki titik optimum.

Gambar 12. Permukaan dan kontur total padatan terlarut hari ke–12 vs lama perendaman dalam CaCl2, lama ekspose dalam HWT

(44)

30

pengambilan data untuk respon susut bobot dimana sampel buah yang diamati sama dari awal hingga akhir pengamatan.

Penentuan Titik Stasioner

Setelah didapatkan model yang sesuai dan menghasilkan kontur yang optimum dilanjutkan dengan penentuan titik stasioner pada variabel X1, X2, dan X3. Berdasarkan model orde II diperoleh matrik b dan B dengan menggunakan Persamaan 6, maka nilai dari X1, X2, dan X3 sebagai berikut.

b = B =

dengan menggunakan (Persamaan 16) sehingga titik stasioner yang didapatkan adalah sebagai berikut:

X0 = =

Nilai titik stasioner pada nilai sebenarnya berdasarkan Tabel 5 adalah X1 = 45.5 °C, X2= 32 menit , dan X3= 38 menit. Sedangkan nilai taksiran respon pada titik stasioner diperoleh Y= 2.18. Pada (Gambar 10) sampai (Gambar 12) menunjukkan hasil optimasi merupakan bentuk minimisasi dimana buah akan mengalami penurunan bobot sebesar 2.18% dengan kombinasi perlakuan suhu ekpos HWT 45.5 °C, lama ekpose 32 menit dan lama perendaman 38 menit.

Jika nilai dari X1,X2, dan X3 yang dihasilkan dari optimumisasi persamaan susut bobot orde II ini disubtistusikan ke persamaan parameter lain maka dengan diperoleh nilai kekerasan 1.02 Newton, Total padatan terlarut 16.8° Brik, pH sebesar 5, Total Asam 0.003322, chroma 42.32.

Verifikasi Hasil Optimasi

Hasil uji orgonoleptik pada buah kontrol seperti terlihat pada (Gambar 13), dimana pada hari ke–6 buah memiliki nilai penerimaan optimum dari panelis, adapun buah tersebut memiliki nilai TPT 17.2 °Brik, pH sebesar 5, kekerasan 0.99 Newton, Total Asam 0.003415 mg/100 gram, chroma 43.05. Jika dibandingkan dengan hasil optimasi maka nilai tersebut mendekati score penerimaan maksimum pada buah kontrol dianggap sebagai mutu maksimal yang bisa dicapai buah mangga Gedong Gincu selama pascapanen.

(45)

31

Tabel 13 . Perbandingan nilai respon buah mangga Parameter mutu Hasil optimasi (45.5,32,38)

hari ke–12

K15 (45,40,40) hari ke–12

Kontrol hari ke–6

TPT ( oBrix) 16.8 17 17.2

pH 5 5 5

Chroma 42.32 42.05 43.05

Kekerasan (Newton) 1.02 1.05 0.99

Total asam (mg/100 gram) 0.003322 0.003334 0.003415

Gambar 13. Hasil uji organoleptik penyimpanan buah kontrol pada suhu 13 °C Buah dengan karakteristik mutu tersebut seperti terlihat pada (Gambar 15). Hal ini menunjukkan dengan adanya perlakuan kombinasi tersebut kualitas mangga dapat dijaga lebih lama. Menurut (Schirra et al. 2000); Fallik (2004) dalam Zong et al. (2010), HWT dilaporkan cukup efektif dalam mengontrol penyakit pascapanen pada buah-buahan. Dalam penelitian sebelumnya, telah ditemukan bahwa perlakuan HWT pada suhu 46 °C selama 20 dan 40 menit secara signifikan mereduksi penyakit dan mengurangi diameter bercak penyakit pada buah tomat yang disebabkan oleh Botrytiscinerea, sedangkan perlakuan selama 60 menit secara signifikan hanya dapat mengurangi diameter bercak penyakit. Hal ini mengindikasikan bahwa waktu perlakuan HWT berhubungan erat dengan efisiensi pengontrolan penyakit.

Hasil yang serupa juga diperoleh oleh (Zhang et al. 2008) dalam Zong et al. (2010), yang melaporkan bahwa dengan perlakuan HWT pada suhu 46 °C selama 15 menit menunjukkan efisiensi yang lebih baik pada Penicillium expansum di buah pir daripada perlakuan selama 5, 10 atau 20 menit.

Gambar

Gambar 1.  Bagian –bagian buah mangga (Gangolly et al. 1957)
Gambar 2. Mangga Gedong Gincu
Gambar 3. Pembentukan desain CCD (Anonim 2006)
Tabel 4. Central Composite Design
+7

Referensi

Dokumen terkait

Secara khusus tujuan penelitian ini adalah (1) menentukan tingkat mortalitas fase telur lalat buah pada beberapa suhu dan lama pemanasan yang berbeda dan mengamati daur hidup

Dapat dilihat pada tabel 2 bahwa buah yang disimpan pada suhu rendah tidak terjadi busuk pangkal hingga 14 HSP sedangkan pada suhu ruang memiliki skor lebih dari 1..

Buah mangga gedong gincu yang disimpan pada suhu 8˚C menunjukkan gejala kerusakan dingin ( chilling injury ) yang terjadi pada hari ke-4 sebagai puncak tertinggi

Buah mangga gedong gincu yang disimpan pada suhu 8˚C menunjukkan gejala kerusakan dingin ( chilling injury ) yang terjadi pada hari ke-4 sebagai puncak tertinggi

Secara khusus tujuan penelitian ini adalah (1) menentukan tingkat mortalitas fase telur lalat buah pada beberapa suhu dan lama pemanasan yang berbeda dan mengamati daur hidup

Hasil penelitian utama lama perendaman (B) berpengaruh terhadap analisis kimia yaitu kadar air dan kadar vitamin C, analisis fisika yaitu analisis warna, susut bobot dan

Hasil penelitian utama interaksi antara Konsentrasi CaCl 2 (A) dan Lama Perendaman (B) berpengaruh terhadap analisis kimia yaitu kadar air dan kadar vitamin

Perubahan parameter kematangan (etilen) perlu dikaji pada buah mangga setelah diiradiasi selama penyimpanan untuk melihat kajian secara fisiologis, identifikasi