• Tidak ada hasil yang ditemukan

Desain Reaktor Air Superkritis (Supercritical Water Reactor) dengan Bahan Bakar Thorium

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Desain Reaktor Air Superkritis (Supercritical Water Reactor) dengan Bahan Bakar Thorium"

Copied!
44
0
0

Teks penuh

(1)

DESAIN REAKTOR AIR SUPERKRITIS (SUPERCRITICAL WATER REACTOR) DENGAN BAHAN BAKAR THORIUM

Oleh

Rina Utami

Skripsi

Sebagai Salah Satu Syarat untuk Mencapai Gelar SARJANA SAINS

Pada Jurusan Fisika

Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam

JURUSAN FISIKA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS LAMPUNG

(2)

ABSTRAK

Desain Reaktor Air Superkritis (Supercritical Water Reactor) dengan Bahan Bakar Thorium

Oleh Rina Utami

Telah dilakukan desain Reaktor air superkritis (SCWR) dengan bahan bakar Thorium. SCWR didesain untuk memperoleh sebuah model reaktor yang menghasilkan daya termal tinggi dan berada dalam keadaan kritis. Parameter yang dianalisis dalam penelitian ini meliputi pengayaan bahan bakar, ukuran reaktor, kritikalitas, dan distribusi rapat daya. Analisis reaktor dengan teras yang berbentuk tiga dimensi (x, y, z) pada ¼ bagian teras menggunakan paket program SRAC pada bagian CITATION. Komposisi bahan bakar dan konfigurasi teras agar berada dalam keadaan kritis dapat diperoleh dengan memvariasikan pengayaan bahan bakar, ukuran reaktor dan konfigurasi bahan bakar di dalam teras. Bahan bakar SCWR menggunakan Thorium, cladding Stainless Stell dan Air ringan sebagai moderator sekaligus pendingin. Pada penelitian ini diperoleh desain SCWR dengan ukuran x = 85 cm, y = 85 cm dan z = 180 cm. Pengayaan bahan bakar 2,23 % untuk posisi inner fuel dan 1,5% untuk posisi outer fuel. Desain yang dibuat menghasilkan daya termal 1000 MWth, rapat daya maksimum 625,675 Watt/cc dan nilai k-efektif 1,000274.

(3)
(4)
(5)

DAFTAR ISI

Halaman

ABSTRAK ... i

ABSTRACT ... ii

COVER DALAM ... iii

LEMBAR PERSETUJUAN ... iv

LEMBAR PENGESAHAN ... v

PERNYATAAN ... vi

RIWAYAT HIDUP ... vii

MOTTO ... ix

PERSEMBAHAN ... x

KATA PENGANTAR ... xi

SANWACANA ... xii

DAFTAR ISI ... xiv

DAFTAR GAMBAR ... xvi

DAFTAR TABEL ... xvii

I. PENDAHULUAN A.Latar Belakang ... 1

B.Rumusan Masalah ... 5

C.Batasan Masalah... 5

D.Tujuan Penelitian ... 6

(6)

C.Uranium... 17

D.Thorium ... 18

E.Super Critical Water Reactor (SCWR)... 20

F. System Reactor Atomic Code (SRAC) ... 22

III.METODE PENELITIAN A.Waktu dan Tempat Penelitian ... 25

B. Alat dan Bahan ... 25

C.Prosedur Penelitian ... 25

D.Diagram Alir Penelitian ... 32

IV.HASIL DAN PEMBAHASAN A.Pengayaan Bahan Bakar ... 33

B. Ukuran Teras Reaktor ... 38

C.Konfigurasi Teras Reaktor ... 39

V. KESIMPULAN DAN SARAN A.Kesimpulan ... 48

B. Saran ... 49

(7)

I.PENDAHULUAN

A.Latar Belakang

Masalah energi merupakan salah satu hal yang sedang hangat dibicarakan saat

ini. Di Indonesia, ketergantungan kepada energi fosil masih cukup tinggi

hampir 50 persen dari kebutuhan, terutama energi minyak dan gas bumi.

Secara keseluruhan kebutuhan energi dalam negeri 95 persen masih dipenuhi

oleh energi fosil yang tidak terbarukan, sementara cadangan energi fosil dalam

negeri terbatas sedangkan disisi lain laju pertumbuhan konsumsi energi cukup

tinggi yaitu 7 persen pertahun (ESDM, 2012). Semakin berkurangnya sumber

energi, penelitian untuk menemukan sumber energi baru maupun

pengembangan energi-energi alternatif semakin meningkat. Penggunaan energi

minyak bumi yang merupakan sumber energi utama saat ini (Majalah Energi,

2010). Pemanasan global yang diyakini sedang terjadi dan akan memasuki

tahap yang mengkhawatirkan disebut-sebut juga merupakan dampak dari

penggunaan energi minyak bumi.

Dampak lingkungan dan semakin berkurangnya sumber energi minyak bumi

memaksa kita untuk mencari dan mengembangkan sumber energi baru. Salah

satu alternatif sumber energi baru yang potensial adalah energi nuklir. Energi

(8)

dikembangkan. Energi nuklir dapat menghasilkan energi yang sangat besar

dengan harga listrik yang sangat murah.

Isu energi nuklir yang berkembang saat ini memang berkisar tentang

penggunaan energi nuklir dalam bentuk bom nuklir dan bayangan buruk

tentang musibah hancurnya reaktor nuklir di Chernobyl dan Fukushima

(Majalah Energi, 2010) . Isu-isu tersebut telah membentuk bayangan buruk dan

menakutkan tentang nuklir dan pengembangannya . Kecelakaan pada reaktor

Fukushima Daichi ditunjukkan pada Gambar 1.

Gambar 1. Ledakan Reaktor Fukushima Daichi (Roulstone, 2011)

Padahal, pemanfaatan yang bijaksana, bertanggung jawab, dan terkendali atas

energi nuklir dapat meningkatkan taraf hidup sekaligus memberikan solusi atas

masalah kelangkaan energi. Dibanding bahan bakar fosil, pembangunan PLTN

memang lebih mahal tetapi jauh lebih murah dalam pengoperasiannya.

Secara umum, energi nuklir dapat dihasilkan melalui dua macam mekanisme,

(9)

reaksi fusi (Majalah Energi, 2010). Energi yang dihasilkan dari reaksi fisi

nuklir terkendali di dalam reaktor nuklir dapat dimanfaatkan untuk

membangkitkan listrik. Instalasi pembangkitan energi listrik semacam ini

dikenal sebagai pembangkit listrik tenaga nuklir (PLTN).

Uranium merupakan bahan bakar utama untuk pembangkit listrik tenaga nuklir

(PLTN). Uranium alami sebagaimana yang terdapat dalam lapisan kerak bumi

utamanya tersusun atas campuran isotop U-238 (99.3%) dan U-235 (0.7%).

Uranium-235 adalah satu-satunya bahan alami yang dapat mempertahankan

reaksi fisi berantai yang melepaskan energi dalam jumlah besar (Kidd, 2009).

Untuk memperoleh bahan fisil Uranium-235 diperlukan proses pemisahan

isotop dari 0,7 % menjadi 3-5 % yang menelan biaya cukup besar (Energi baru

dan Terbarukan, 2011).

Selain uranium, bahan lain yang dapat digunakan sebagai bahan bakar untuk

pembangkit listrik tenaga nuklir (PLTN) adalah Thorium. Di alam, bisa

dikatakan semua Thorium adalah Thorium-232. Jumlah Thorium di kulit bumi

diperkirakan sekitar empat kali lebih banyak dari uranium (Thorium Power

Indonesia 2012). Thorium tidak bersifat fisil tetapi Thorium-232 akan

menyerap neutron lambat untuk menghasilkan Uranium-233 yang bersifat fisil

(Kidd, 2009). PLTN dengan bahan bakar berbasis Thorium makin menarik

perhatian dunia karena lebih aman (Energi baru dan Terbarukan, 2011) dan

lebih murah. Sebagai perbandingan, 1 kilogram Thorium akan menghasilkan

energi yang setara dengan yang dihasilkan oleh 300 kilogram Uranium atau 3,5

(10)

resiko yang berhubungan dengan limbah Uranium. Thorium menghasilkan

limbah 90% lebih sedikit dibanding Uranium, dan hanya membutuhkan sekitar

200 tahun untuk menyimpan limbahnya, dibanding uranium yang

membutuhkan waktu 10.000 tahun untuk menyimpan limbahnya (Thorium

Power Indonesia, 2012).

Pembangkit listrik tenaga nuklir (PLTN) dengan bahan bakar Thorium cocok

untuk negara berkembang seperti Indonesia karena pengguna PLTN dengan

bahan bakar Thorium sulit membuat senjata nuklir, hal ini dapat menghapus

kecurigaan negara maju. Sebaliknya, PLTN dengan bahan bakar Uranium di

dunia memproduksi isotop Plutonium yang bila diproses ulang dapat

digunakan sebagai senjata nuklir. Di samping itu, Thorium tersedia melimpah

di Indonesia yaitu sebagai produk samping dari tambang timah di Bangka

Belitung (Energi baru dan terbarukan, 2011). Saat ini banyak lembaga

penelitian yang mengembangkan proyek tenaga nuklir dengan bahan bakar

Thorium (Carrera, et al, 2007), hal tersebut dikarenakan karakteristik dan

keunggulan yang dimiliki oleh Thorium.

Teknologi Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir (PLTN) telah mengalami

perkembangan yang cukup pesat. Keselamatannyapun dibuat secara alamiah

melekat (inherent) dan semakin tidak bergantung pada operator (alat aktif)

melainkan telah memiliki pengamanan pasif (passive safety).

Reaktor air superkritis atau Supercritical Water Reactor (SCWR) merupakan

jenis reaktor termal yang dipromosikan sebagai reaktor generasi IV karena

(11)

tahun berpengalaman pada industri stasiun energi panas (Buongiorno, 2003).

Beberapa tahun terakhir, telah dilakukan penelitian dan pengembangan yang

meliputi berbagai aspek pembangunan SCWR. Desain dari perakitan bahan

bakar adalah hal yang penting dalam penelitian dan pengembangan SCWR

(Koning dan Rochman, 2008).

Setelah terjadinya kejadian Fukushima Daichi di Jepang yang menyebabkan

teras reaktor mengalami kerusakan parah akibat tidak berfungsinya pendingin

darurat karena gagal pasokan daya akibat tsunami membuat seluruh jenis

Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir (PLTN) harus memiliki keselamatan pasif,

(Sembiring, 2010). Indonesia sebagai salah satu negara yang ingin mendirikan

PLTN untuk memenuhi kebutuhan listrik harus memilih jenis reaktor yang

dilengkapi dengan sistem keselamatan pasif serta memiliki keluaran daya

elektrik yang besar.

B.Rumusan Masalah

Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut.

1. Bagaimanakah komposisi bahan bakar yang ideal pada reaktor jenis SCWR

untuk menghasilkan energi yang maksimal?

2. Bagaimanakah ukuran dan konfigurasi teras reaktor yang efisien untuk

jenis SCWR dan memenuhi standar kekrtitisan?

C.Batasan Masalah

Permasalahan pada penelitian ini dibatasi oleh beberapa hal-hal berikut.

1. Desain reaktor yang akan dibuat adalah reaktor termal jenis reaktor air

(12)

2. Penghitungan pada teras reaktor (core) dilakukan secara tiga dimensi (x, y,

z) pada ¼ bagian teras dengan mesh berbentuk bujur sangkar (square)

3. Bahan bakar yang digunakan adalah Thorium

4. Desain dibuat dengan menggunakan program SRAC

D.Tujuan Penelitian

Adapun tujuan dari penelitian ini adalah untuk membuat desain sebuah reaktor

SCWR yang menggunakan bahan bakar Thorium dengan menentukan

pengayaan bahan bakar, ukuran teras reaktor, dan konfigurasi teras yang

memenuhi kriteria kekritisan dan menghasilkan energi yang maksimal.

E.Manfaat Penelitian

Manfaat yang diharapkan dari penelitian ini adalah sebagai berikut.

1. Memberikan informasi ilmiah mengenai desain reaktor nuklir yang

memiliki efisiensi tinggi serta memenuhi standar kekritisan.

2. Mendukung perkembangan penelitian di bidang reaktor nuklir.

(13)

II. TINJAUAN PUSTAKA

A.Konsep Dasar Reaktor

Secara umum, energi nuklir dapat dihasilkan melalui dua macam mekanisme,

yaitu pembelahan inti atau reaksi fisi dan penggabungan beberapa inti melalui

reaksi fusi (Majalah Energi, 2010). Reaksi fisi atau pembelahan inti merupakan

mekanisme yang banyak digunakan untuk menghasilkan energi nuklir melalui

sebuah reaktor.

Sebuah reaktor bekerja berdasarkan reaksi pembelahan (fisi) dari sebuah inti.

Pada reaktor dibedakan dua jenis material yang dapat mengalami fisi atau

pembelahan yang disebut dengan fissionable material yaitu material fisil dan

material fertil. Sebuah material fisil merupakan material yang akan mengalami

pembelahan ketika ditembak oleh sebuah neutron dengan sejumlah energi,

sedangkan material fertil adalah material yang akan menangkap neutron dan

melalui peluruhan radioaktif akan berubah menjadi material fisil (Lewis,

2008). Uranium-235 adalah material yang secara alami bersifat fisil

(Roulstone, 2011) dan uranium-238 adalah material fertil (Lewis, 2008).

Konsep dasar dari sebuah reaktor adalah reaksi fisi dari sebuah material

(14)

dengan persentase tertentu inti akan mengalami pembelahan (fisi) (Zweifel,

1973). Salah satu contoh reaksi fisi dari Uranium adalah sebagai berikut.

n + U233→ Kr36 + Ba54 + ~2-3 n’s + 197,9 Mev (1)

Sedangkan untuk Thorium-232, karena tidak bersifat fisil maka Thorium-232

akan terlebih dahulu menyerap neutron lambat yang akan menghasilkan

Uranium-233 bersifat fisil yang kemudian akan membelah ketika ditembak

oleh neutron. Fisi dari Uranium-233 ini menghasilkan energi dengan jumlah

yang sama dengan Uranium-235 yaitu sebesar 200 MeV (World Nuclear,

2012) Bentuk reaksi dari Thorium-232 menjadi Uranium-233 yaitu sebagai

berikut.

(2)

Salah satu contoh proses pembelahan (reaksi fisi) dari Uranium seperti

ditunjukkan pada Gambar 2.

(15)

Energi yang dihasilkan dari reaksi fisi, neutron dan produksi fisi semua

berperan penting dalam reaktor nuklir (Lewis, 2008). Neutron yang dihasilkan

dapat digunakan untuk menginduksi reaksi fisi lebih jauh lagi sehingga

mendorong terjadinya reaksi fisi berantai. Reaksi berantai yang terjadi dalam

reaksi fisi harus dibuat lebih terkendali. Usaha ini dapat dilakukan di dalam

sebuah reaktor nuklir. Reaksi berantai terkendali dapat diusahakan berlangsung

di dalam reaktor yang terjamin keamanannya dan energi yang dihasilkan dapat

dimanfaatkan untuk keperluan yang lebih berguna, misalnya untuk penelitian

dan untuk membangkitkan listrik (Info Nuklir, 2010). Gambar 3 menunjukkan

contoh terjadinya reaksi fisi berantai.

Gambar 3. Reaksi Fisi Berantai (Pramuditya dan Waris, 2005)

Reaksi fisi yang terjadi di dalam reaktor mengakibatkan dihasilkan/hilangnya

neutron dalam jumlah tertentu (Zweifel, 1973). Secara umum perubahan

jumlah neutron akibat reaksi fisi dapat dirumuskan k-efektif atau sering disebut

dengan faktor multiplikasi. Faktor multiplikasi menggambarkan tingkat

(16)

dicapai jika nilai k-efektif = 1 (Pramuditya dan Waris, 2005). Gambar 4

menunjukkan tiga jenis keadaan teras reaktor berdasarkan faktor

multiplikasinya.

Gambar 4. Faktor Multiplikasi (Pramuditya dan Waris, 2005)

Gambar 4 menunjukkan jika besarnya k>1 disebut reaktor superkritis yang

artinya jumlah neutron meningkat sebagai fungsi waktu, jika k=1 reaktor dalam

keadaan kritis artinya jumlah neutron tidak berkurang atau pun bertambah

tetapi konstan (tetap), dan jika besarnya nilai k<1 disebut reaktor subkritis

yang artinya jumlah neutron menurun sebagai fungsi waktu (Zweifel, 1973).

Reaksi fisi yang terjadi di dalam reaktor harus dikendalikan agar perubahan

jumlah neutron dibatasi sehingga hanya satu neutron saja yang akan diserap

untuk pembelahan inti berikutnya. Dengan mekanisme ini, diperoleh reaksi

berantai terkendali yang energi yang dihasilkannya dapat dimanfaatkan untuk

(17)

B.Reaktor Nuklir

Istilah reaktor nuklir digunakan untuk perangkat yang berfungsi mengontrol

terjadinya reaksi fisi. Reaktor nuklir merupakan sebuah peralatan sebagai

tempat berlangsungnya reaksi berantai fisi nuklir terkendali untuk

menghasilkan energi nuklir, radioisotop, atau nuklida baru (Dunia Fisika,

2009). Dalam reaktor nuklir, neutron digunakan untuk menginduksi terjadinya

reaksi fisi inti pada inti berat. Reaksi fisi ini menghasilkan inti ringan (fission

product), beberapa neutron dan energi sebesar 200 MeV (Deuderstadt dan

Hamilton, 1976). Gambar 5 menunjukkan salah satu stasiun Pembangkit

Listrik Tenaga Nuklir (PLTN).

Gambar 5. Stasiun Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir (Info Nuklir, 2012)

Pembangkit listrik tenaga nuklir (PLTN) memanfaatkan energi hasil reaksi fisi

(pembelahan inti atom U atau Pu yang menghasilkan energi) di dalam reaktor.

Energi yang berupa panas ini digunakan untuk menguapkan air untuk memutar

turbin dan membangkitkan listrik. Dikembangkan sejak tahun 1950, sebagian

besar PLTN menggunakan air sebagai pendingin dan moderator (light water

(18)

1. Perkembangan Reaktor

Perkembangan reaktor biasanya dibedakan menjadi beberapa generasi.

Reaktor generasi I dikembangkan pada tahun 1950-60 dan sangat sedikit

yang masih beroperasi sampai saat ini. Sebagian besar reaktor generasi I ini

menggunakan uranium alam sebagai bahan bakar dan grafit sebagai

moderator. Reaktor Generasi II menggunakan bahan bakar uranium yang

telah diperkaya dan sebagian besar didinginkan dan dimoderatori oleh air.

Reaktor generasi III adalah reaktor lanjutan dari beberapa reaktor generasi I

yang beroperasi di Jepang. Reaktor generasi III ini merupakan

perkembangan dari reaktor generasi II dengan meningkatkan sistem

keamanan (World Nuclear, 2012).

Selanjutnya adalah reaktor generasi IV yang dirancang tidak hanya untuk

memasok daya listrik, tetapi juga untuk memasok energi termal untuk

industri. Oleh karena itu PLTN Generasi IV tidak lagi disebut sebagai

PLTN tetapi Sistem Energi Nuklir (SEN). Enam tipe reaktor Generasi IV

adalah : Very High Temperature Reactor (VHTR), Sodium-cooled Fast

Reactor (SFR), Gas-cooled Fast Reactor (GFR), Liquid metal cooled Fast

Reactor (LFR), Molten Salt Reactor (MSR) dan Superritical Water cooled

Reactor (SCWR) (Harvego dan Schultz, 2009).

Tujuan utama dalam desain dan operasi reaktor nuklir adalah

pemanfaatan energi atau radiasi yang dilepaskan oleh reaksi berantai yang

terkendali dan mempertahankan peristiwa fisi nuklir dalam inti reaktor

(19)

Reaktor modern dibuat lebih kompleks, tidak hanya bahan bakar yang

dibuat dengan sangat hati-hati tetapi juga menyediakan pendingin (coolant)

selama berlangsungnya reaksi fisi dan pelepasan energi.

2. Komponen Dasar Sebuah Reaktor

Untuk dapat mengendalikan laju pembelahan (reaksi fisi), sebuah reaktor

nuklir harus didukung oleh beberapa fasilitas yang disebut sebagai

Komponen Reaktor. Komponen-komponen reaktor nuklir harus memenuhi

standar kualitas yang tinggi dan handal, sehingga kemungkinan terjadinya

kecelakaan atau kegagalan komponen tersebut sangat kecil. Adapun

komponen dari sebuah reaktor nuklir adalah sebagai berikut.

a. Bahan Bakar (fuel)

Bahan bakar nuklir merupakan bahan yang akan menyebabkan terjadinya

reaksi fisi berantai berlangsung sebagai sumber energi nuklir. Terdapat dua

jenis bahan bakar nuklir yaitu bahan fisil dan bahan fertil. Bahan fisil

adalah unsur atau atom yang langsung dapat membelah apabila

menangkap neutron, sedangkan bahan fertil merupakan suatu unsur atau

atom yang tidak dapat langsung membelah setelah menangkap neutron

tetapi akan membentuk bahan fisil (Lewis, 2008). Bahan yang banyak

digunakan sebagai bahan bakar nuklir diantaranya yaitu Uranium-235,

Uranium-233, Plutonium-235 dan Thorium (Dunia Fisika, 2009)

b. Moderator

Moderator adalah komponen reaktor yang berfungsi untuk menurunkan

(20)

0,02 - 0,04 eV) agar dapat bereaksi dengan bahan bakar nuklir. Selain itu,

moderator juga berfungsi sebagai pendingin primer. Persyaratan yang

diperlukan untuk bahan moderator yang baik adalah dapat menghilangkan

sebagian besar energi neutron cepat tersebut dalam setiap tumbukan.

Bahan-bahan yang digunakan sebagai moderator, antara lain: air ringan

(H2O), air berat (D2O), Grafit dan Berilium.

c. Batang Kendali (control rod)

Setiap reaksi fisi menghasilkan neutron baru yang lebih banyak (2 - 3

neutron baru), maka perlu diatur jumlah neutron yang bereaksi dengan

bahan bakar. Komponen reaktor yang berfungsi sebagai pengatur jumlah

neutron yang bereaksi dengan bahan bakar adalah batang kendali. Bahan

yang dipergunakan untuk batang kendali reaktor haruslah memiliki

kemampuan tinggi menyerap neutron. Bahan-bahan tersebut antara lain

Kadmium (Cd), Boron (B), atau Haefnium (Hf ).

d. Perisai (Shielding)

Perisai (shielding), berfungsi sebagai penahan agar radiasi hasil fisi bahan

tidak menyebar pada lingkungan luar dari sistem reaktor. Karena reaktor

adalah sumber radiasi yang sangat potensial, maka diperlukan suatu sistem

perisai yang mampu menahan semua jenis radiasi tersebut pada umumnya

perisai yang digunakan adalah lapisan beton berat dan struktur baja (World

(21)

3. Jenis Reaktor

Ada beberapa jenis reaktor nuklir yang cukup terkenal dan telah

dikembangkan oleh beberapa negara, yaitu reaktor jenis reaktor air

bertekanan (Pressurised Water Reactors/PWR), reaktor air mendidih

(Boilling Water Reactors/ BWR) (Roulstone, 2011), dan jenis terbaru yang

sedang dikembangkan yaitu reaktor air superkritis (Supercritical Water

Reactors/SCWR) (Buongiorno, 2003). Berikut ini sekilas mengenai PWR

dan BWR.

a. Pressurised Water Reactors (PWR)

Reaktor jenis PWR berasal dari reaktor kapal selam dan digunakan hampir

di sebagian besar belahan dunia, reaktor ini memiliki efisiensi termal yang

rendah yaitu sekitar 33%, PWR beroperasi pada tekanan 16 MPa dengan

temperatur rata-rata 280-290 oC. Skematik reaktor jenis PWR seperti

ditunjukkan pada Gambar 6.

(22)

Bahan bakar reaktor ini adalah 3% Uranium dengan selongsong yang

terbuat dari bahan Zircalloy sedangkan batang kendali (control rods)

dioperasikan dari bagian atas reaktor, penggantian bahan bakar dilakukan

setiap 3 tahun sekali. Pada reaktor ini, air primer dan air sekunder mampu

dipisahkan secara kimia. PWR banyak digunakan di Amerika Serikat,

Perancis, Jerman, Spanyol, Rusia dan China (Roulstone, 2011).

b. Boilling Water Reactors (BWR)

Reaktor jenis BWR beroperasi pada tekanan 7,3 MPa dengan temperatur

rata-rata 310o C. Bahan bakar reaktor ini adalah 3% Uranium dengan

selongsong yang terbuat dari bahan Zircalloy sedangkan control rods

dioperasikan dari bagian bawah reaktor sehingga tidak jatuh ke inti dan

menghentikan reaktor, penggantian bahan bakar (recycle) dilakukan setiap

2 tahun sekali. Skematik reaktor jenis BWR ini seperti ditunjukkan pada

Gambar 7.

(23)

Pendingin pada reaktor jenis ini terjadi secara konveksi (alami). Pemisah

uap berada di atas inti dan berhadapan langsung dengan turbin uap

sehingga beberapa diantaranya terkontaminasi. BWR banyak digunakan di

Amerika Serikat, swedia dan Jepang (Roulstone, 2011).

C.Uranium

Uranium ditemukan pertama kali oleh Martin Klaproth seorang kimiawan

Jerman pada tahun 1789 (Kidd, 2009). Dalam tabel skala unsur-unsur yang

diurutkan berdasarkan kenaikan massa inti atom, uranium adalah unsur terberat

dari seluruh unsur alami (Hidrogen adalah yang paling ringan) dan

diklasifikasikan sebagai logam. Uranium memiliki titik leleh yang relatif tinggi

yaitu 1132 oC. Simbol kimia untuk Uranium adalah U (World Nuclear, 2012).

Selama bertahun-tahun dari tahun 1940-an, hampir semua uranium yang

ditambang digunakan untuk produksi senjata nuklir. Tetapi sejak tahun

1970-an ur1970-anium dikemb1970-angk1970-an sebagai bah1970-an bakar dalam reaktor nuklir. Ur1970-anium

alami ditemukan di kerak bumi adalah terdiri dari tiga buah isotop yaitu

Uranium-238 (99,275%), Uranium-235 (0,720%) dan Uranium-234 (0,005%).

Dari ketiga isotop tersebut hanya Uranium-235 saja yang bersifar fisil (Kidd,

2009).

Saat ini dan di masa depan, uranium merupakan sumber energi penting

mengingat kelimpahannya yang cukup besar. Meskipun demikian uranium

dikategorikan sebagai sumber energi tak-terbarukan (non-renewable energy

source). Uranium yang terkandung dalam batuan phosphate diperkirakan 22

(24)

D.Thorium

Thorium adalah logam alami yang bersifat radioaktif, ditemukan pada tahun

1828 oleh Jons Jacob Berzelius seorang kimiawan Swedia. Thorium ditemukan

dalam bentuk kecil diantara batu dan tanah dimana jumlahnya tiga kali lipat

lebih banyak daripada Uranium. Tanah umumnya mengandung 6 ppm

Thorium. Pada keadaan murni Thorium merupakan logam putih keperakan

yang berkilau. Namun, bila terkontaminasi oksigen, Thorium perlahan akan

memudar di udara menjadi abu-abu dan akhirnya hitam.

Thorium seperti halnya Uranium dapat digunakan sebagai bahan bakar nuklir

meskipun tidak bersifat fisil (Kidd, 2009) . Oleh karena itu Thorium-232 tidak

dapat langsung digunakan dalam reaktor termal. Namun, Thorium-232 yang

bersifat fertil akan terlebih dahulu menyerap neutron lambat untuk

menghasilkan Uranium-233 yang bersifat fisil (World Nuclear, 2012) sehingga

dapat digunakan sebagai bahan bakar dalam reaktor.

Bahan bakar Thorium memerlukan bahan fisil yang berfungsi sebagai

penggerak sebagai sehingga terjadi reaksi berantai dan dengan demikian

pasokan neutron dapat dipertahankan. Bahan fisil yang dapat digunakan

sebagai penggerak adalah Uranium-233, Uranium-235 atau Plutonium-239,

namun semua bahan tersebut tidak ada yang mudah untuk dihasilkan.

Dalam bahan bakar Thorium, semua fisi berasal dari komponen penggeraknya

misalnya Uranium-233. Fisi dari Uranium-233 ini menghasilkan jumlah energi

yang sama dengan Uranium-235 yaitu sebesar 200 MeV (World Nuclear,

(25)

Bahan bakar Thorium menawarkan keberlanjutan dari nuklir sebagai sumber

energi listrik dan penggunaan sumber daya alam yang lebih sedikit (Wilson, et

al 2008). Penggunaan Thorium sebagai bahan bakar reaktor nuklir ini lebih

aman, lebih murah dan lebih ramah lingkungan. Thorium lebih aman karena

tidak memiliki isotop yang bersifat fisil sehingga tidak cocok digunakan untuk

senjata nuklir (Kamei dan Hakami, 2010). Thorium lebih murah karena

jumlahnya yang melimpah di bumi, yaitu empat kali lebih banyak

dibandingkan dengan jumlah Uranium. Selain itu, bahan bakar Thorium lebih

bersih dan ramah lingkungan karena mengurangi emisi gas CO2 dari sektor

energi listrik (Kamei, 2008) dan menghasilkan limbah yang lebih sedikit

(Wilson et al, 2008).

Limbah radioaktif yang dihasilkan oleh Thorium lebih sedikit jika

dibandingkan dengan Uranium. Bahan bakar Thorium menghasilkan 0,5 kg

Plutonium, sementara bahan bakar Uranium menghasilkan 230 kg Plutonium

dari reaktor dengan kapasitas 1 Gwe selama waktu operasi satu tahun (Kamei

dan Hakami, 2010).

Bahan bakar Thorium telah dikaji sebagai alternatif bahan bakar nuklir pada

reaktor jenis PWR dan CANDU untuk menghemat sumber daya uranium dan

menyediakan sumber energi yang mandiri (Jeong, et al, 2008). Bahan bakar

Thorium juga dapat dioperasikan dengan aman pada reaktor jenis BWR

(Carrera, et al, 2007). Selain itu jenis reaktor yang dikenal menggunakan bahan

bakar Thorium adalah Reaktor Garam Cair (Molten Salt Reactors/MSR)

(26)

E.Supercritical Water Reactor (SCWR)

Reaktor air superkritis atau Supercritical Water Reaktor (SCWR) merupakan

jenis reaktor generasi IV yang disebut juga sebagai reaktor masa depan (Oka,

2010). Pada prinsipnya efisiensi yang lebih tinggi dan ekonomi yang lebih baik

membuat konsep SCWR mampu bersaing dengan desain reaktor air ringan

yang ada (Ammirabile, 2010). SCWR ini memiliki banyak keuntungan lebih

meluas saat ini sebagai reaktor air ringan (Reiss, et al, 2010). Reaktor air

superkritis (SCWR) menawarkan potensi berupa efisiensi termal yang tinggi

dan cukup sederhana dalam pembangunannya. Salah satu keunggulan dari

reaktor air superkritis ini adalah variasi termal pada bagian fisiknya di sekitar

garis pseudo-critical (X. Cheng et al, 2007). SCWR memiliki ukuran fisik yang

lebih kecil tetapi mampu menghasilkan energi yang besar (Tsiklauri, et al,

2004). Sehingga SCWR juga memberikan potensi penghematan dalam hal

biaya. Gambar 8 menunjukkan skematik dari reaktor jenis SCWR.

(27)

Reaktor SCWR merupakan reaktor air yang bekerja di atas titik kritis air

(Buongiorno, 2003), dimana SCWR beroperasi pada tekanan 25 MPa dengan

menggunakan air sebagai pendingin dan moderator (Oka, et al, 2003)

sedangkan titik kritis air adalah 22,1 MPa. Pada tekanan tersebut jika

temperatur air terus dinaikkan tidak akan terjadi perubahan fasa sehingga

perubahan enthropi reaktor lebih besar dan efisiensi panas yang ditransfer oleh

reaktor menjadi lebih besar. Pada reaktor berpendingin air superkritis

karakteristik dari air akan berubah sangat signifikan di sekitar titik kritisnya

(Sriyono, 2008). Seperti halnya air pada keadaan sub-kritis dikenal istilah

mendidih pada temperatur tertentu, air pada keadaan super kritis mengalami

pseudo-critical pada temperatur 385 C dan tekanan 25 MPa. Pada temperatur

dan tekanan tersebut air memiliki kapasitas panas yang lebih tinggi, sehingga

keadaan inilah yang disebut keadaan efisiensi paling tinggi (Oka, 2010). Untuk

meningkatkan efisiensi dari SCWR dibutuhkan selongsong (cladding) bahan

bakar yang mampu menahan suhu yang tinggi (Tsiklauri, et al, 2004).

Desain SCWR cenderung untuk memperoleh efisiensi termal yang tinggi dan

dengan konfigurasi sistem yang sederhana. Tantangan untuk SCWR adalah

dalam mengembangkan desain inti yang layak, akurat dengan memperkirakan

koefisien perpindahan panas dan mengembangkan bahan-bahan untuk struktur

bahan bakar dan inti yang cukup tahan akan korosi untuk mempertahankan

keadaan superkritisnya (World Nuclear, 2012). Oleh karena itu, pengembangan

(28)

besar untuk peneliti muda dan mahasiswa dalam program teknologi nuklir (Liu

dan Cheng, 2010).

Penelitian tentang desain SCWR sebelumnya telah dilakukan oleh Sigit dan

Andang (2006) yang mendesain teras SCWR dengan menggunakan bahan

bakar Plutonium. Penelitian tersebut menghasilkan desain teras reaktor dengan

daya termal 300 MWth dan mencapai kekritisan dengan nilai k-efektif sebesar

1,03157. Sedangkan dalam penelitian ini membuat desain SCWR dengan

menggunakan bahan bakar Thorium, daya termal yang dihasilkan lebih tinggi

dengan nilai k-efektif yang lebih baik.

F. System Reactor Atomic Code (SRAC)

SRAC merupakan sebuah sistem kode yang terpadu untuk analisis

penghitungan neutronik pada beberapa jenis reaktor termal (Okumura, 2002).

SRAC mulai dikembangkan pada tahun 1978 sebagai standar untuk kode

analisi reaktor termal di badan energi atom Jepang (Japan Atomic Energy

Agency/JAEA) (Okumura, 2007).

Sistem pada SRAC terdiri dari penyimpanan data (libraries) neutron

(JENDL-3.3, JENDL-3.2, END/B-VI, JEF-2.2, dan sebagainya), dan lima kode dasar

untuk perpindahan neutron dan perhitungan difusi. Adapun struktur dari sistem

(29)

Gambar 9. Struktur dari sistem SRAC

(30)

1. PIJ, yaitu kode untuk probabilitas tumbukan yang telah dikembangkan oleh

JAERI meliputi 16 kisi geometri. Salah satu bentuk kisi geometri pada PIJ

seperti ditunjukkan pada gambar 10 berikut.

Gambar 10. Bentuk Sel Pin Heksagonal

2. ANISN, yaitu kode transport satu dimensi (SN) yang terdiri dari tiga jenis

geometri slab (X), silinder (Y) dan bola (RS).

3. TWOTRAN, yaitu kode transport dua dimensi (SN) yang terdiri dari tiga

jenis geometri slab (X-Y), silinder (R-Z) dan lingkaran (R-θ).

4. TUD, yaitu kode untuk persamaan difusi satu dimensi yang dikembangkan

oleh JAERI, terdiri dari geometri slab (X), silinder (Y) dan bola (RS).

5. CITATION, yaitu kode untuk persamaan difusi multi-dimensi yang terdiri

dari 12 jenis geometri termasuk segitiga dan segi enam (heksagonal),

(31)

III. METODE PENELITIAN

A.Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian ini akan dilakukan selama tiga bulan, yaitu mulai dari bulan Februari

2013 sampai dengan bulan Mei 2013. Adapun tempat dilaksanakannya

penelitian ini adalah di Jurusan Fisika Fakultas Matematika dan Ilmu

Pengetahuan Alam Universitas Lampung.

B.Alat dan Bahan

Alat dan bahan yang digunakan dalam penelitian adalah seperangkat komputer

dengan Operating System (OS) Linux Ubuntu dan program SRAC (System

Reactor Atomic Code).

C.Prosedur Penelitian

Untuk membuat sebuah model reaktor air dengan menentukan pengayaan

bahan bakar, ukuran reaktor dan konfigurasi teras reaktor digunakan salah satu

dari sistem struktur pada program SRAC yaitu bagian CITATION yang

merupakan penghitungan difusi secara tiga dimensi. Ada beberapa tahapan

(32)

1. Penghitungan Densitas Atom (Atomic Density)

Tiap-tiap komponen pada reaktor (fuel, cladding dan moderator) dihitung

densitas atomnya untuk digunakan sebagai input pada penghitungan

selanjutnya (CITATION). Terlebih dahulu dilakukan penghitungan densitas

molekul untuk kemudian menghitung densitas atom tiap-tiap nuklida sesuai

dengan persentase pengayaan bahan bakar. Berikut ini adalah rumus untuk

menghitung densitas molekul (Lewis, 2008).

(3)

Dimana: N = Densitas molekul (molekul/cm3)

ρ = Densitas (gram/cm3)

Lo = bilangan avogadro (0.602 x 1024 molekul/mol)

M = nomor massa (gram/mol)

Penghitungan densitas atom dilakukan pada pengayaan bahan bakar yang

bervariasi jumlahnya. Pada masing-masing pengayaan bahan bakar dapat

diketahui nilai k-efektif yang menunjukkan kekrtisian reaktor.

2. Menentukan Ukuran dan Konfigurasi Teras Reaktor

Ukuran teras reaktor dihitung secara tiga dimensi yaitu panjang (x), lebar

(y), dan tinggi (z). Gambar 11 menunjukkan contoh sebuah model teras

reaktor yang dihitung secara tiga dimensi (x, y, z) dengan menggunakan

(33)

Gambar 11. Bentuk Geometri Teras Reaktor

Untuk mendapatkan model reaktor yang ideal, dilakukan dengan

menentukan ukuran reaktor (x, y, z) kemudian mengubah-ubah konfigurasi

bahan bakar tanpa mengubah ukuran dari teras reaktor.

3. Penghitungan dengan CITATION

Tahap selanjutnya adalah penghitungan dengan CITATION pada SRAC.

Hasil dari penghitungan yang dilakukan sebelumnya akan menjadi input

pada penghitungan menggunakan CITATION. Pada CITATION ini akan

dapat diketahui hasil penghitungan secara keseluruhan dari model reaktor

yang telah dibuat dengan ukuran dan komposisi tertentu. Hasil

penghitungan (output) dari CITATION ini akan menunjukkan apakah model

reaktor yang dibuat berada dalam keadaan kritis, dapat menghasilkan energi

(34)

Berikut ini adalah contoh input untuk penghitungan dengan CITATION

pada SRAC.

[ File name: CitXYZ.sh ]---

FUL1

MACRO FOR INNER FUEL (3.2W/O UO2) BY PIJ

1 1 1 1 2 1 4 3 -2 1 0 0 0 0 2 0 1 0 0 0 / SRAC CONTROL

(35)

FUL2

MACRO FOR OUTER FUEL (2.1W/O UO2), SAME GEOMETRY WITH THE ABOVE CASE

1 1 / IXKY IDELAY (CALCULATE KINETICS PARAMETERS) 5.0CM MESH SIZE IN EACH DIRECTION

EPS(FLUX) < 1.0E-4, EPS(KEFF) < 1.0E-5, ZONE 4:BLACKNESS 001

2 10.00000 4 20.00000 4 20.00000 4 20.00000 4 20.00000 4 20.00000 4 20.00000 4 20.00000 4 20.00000 0

4 20.00000 4 20.00000 4 20.00000 4 20.00000 4 20.00000 4 20.00000 4 20.00000 4 20.00000 2 10.00000 0

(36)

1 1 2 2 2 3 3 4 4

FUL1A010 0 0 0.0 0.0 0.0 / HOMOGENIZED INNER FUEL FUL2A010 0 0 0.0 0.0 0.0 / HOMOGENIZED OUTER FUEL REFLA0D0 0 0 0.0 0.0 0.0 / REFLECTOR

one blank line (null case name to terminate job)

Penghitungan yang telah selesai dengan benar akan diikuti dengan pesan

pada bagian terakhir hasil penghitungan (output) seperti berikut ini.

'============================== END OF SRAC CALCULATION

======================='

Apabila hasil keluaran belum sampai pada pesan tersebut maka harus

dilakukan pengecekan pada input dan melakukan penghitungan kembali.

Setelah penghitungan selesai dengan benar, langkah selanjutnya adalah

mengecek apakah hasilnya telah sesuai dengan standard kemudian

melakukan analisis terhadap hasil yang diperoleh (Okumura, 2002).

Nilai dari output yang dilihat sebagai standard adalah besarnya k ( faktor

multiplikasi) efektif. Dimana nilai dari k efektif ini menunjukkan kekritisan

pada sebuah reaktor yang besarnya sama dengan satu (k=1). Jika besarnya

k>1 disebut reaktor superkritis yang artinya jumlah neutron meningkat

sebagai fungsi waktu. Sedangkan jika besarnya nilai k<1 disebut reaktor

subkritis yang artinya jumlah neutron menurun sebagai fungsi waktu

(37)

Selain faktor multiplikasi, keluaran yang akan diberikan adalah distribusi

rapat daya (power density) di dalam teras reaktor. Besarnya rapat daya

reaktor, yaitu besarnya daya yang dihasilkan persatuan volume (Alfa, 2005).

Distribusi rapat daya merupakan salah satu aspek analisis keselamatan

reaktor karena dari distribusi rapat daya tersebut dapat digunakan untuk

menentukan ada tidaknya faktor daya puncak dan suhu bahan bakar

minimum dari suatu teras reaktor yang melampaui batas yang diijinkan

(38)

D.Diagram Alir Penelitian

Gambar 12. Diagram Alir Penelitian Mulai

Menentukan ukuran dan konfigurasi teras reaktor Menghitung densitas atom

Input CITATION

CITATION pada SRAC

k=1

Ya

Tidak

Rapat Daya

Kesimpulan

(39)

V. KESIMPULAN DAN SARAN

A.Kesimpulan

Setelah dilakukan penelitian, analisis dan pembahasan dapat diperoleh

beberapa kesimpulan sebagai berikut.

1. Teras reaktor dengan bahan bakar Thorium berada dalam keadaan kritis

dengan nilai k-efektif 1,000274.

2. Keadaan kritis teras dicapai pada konfigurasi teras reaktor dengan ukuran

lebar (x) 85 cm, panjang 85 (y) dan tinggi (z) 180 cm jari 85 cm, pengayaan

bahan bakar sebanyak 2,23 % untuk posisi inner fuel dan 1,5 % untuk

posisi outer fuel.

3. Teras reaktor pada penelitian ini dapat menghasilkan daya termal sebesar

1000 MWth, rapat daya maksimal sebesar 625,675 Watt/cc yang terletak

pada posisi x = 17, y = 1 dan z = 36 dengan rapat daya rata-rata pada x = 17

sebesar 388,961 Watt/cc, y = 1 sebesar 391,959 Watt/cc dan pada z = 36

(40)

B.Saran

Penelitian selanjutnya disarankan untuk melalukan analisis termal hidrolik.

Analisis termal hidrolik ini juga sangat penting untuk mengetahui proses

perpindahan energi termal yang berasal dari reaksi fisi di dalam teras reaktor

(41)

DAFTAR PUSTAKA

Alfa, Teuku. 2005. Fisika Reaktor- Pelatihan penyelenggaraan Operator dan Supervisor Reaktor TRIGA 2000. Pusat Pendidikan dan Pelatihan BATAN. Bandung

Ammirabile, Luca. 2010. Studies on Supercritical Water Reactor Fuel Assemblies Using The Sub-channel Code COBRA-EN. Journal Of Nuclear Engineering and Design. Volume 240

Buongiorno, J. 2003. Generation IV R&D Activities For The Development Of The SCWR. Progress Report for The FY-03 Idaho National Engineering and Environmental Laboratory. USA

Carrera, Alejandro nunez, Gilberto Epinosa P, Juan Luis F. 2008. Transient and Stability Analysis of a BWR Core with Thorium-Uranium Fuel. Journal of Annals of Nuclear Energy. Volume 35 page 1550-1563.

Cheng, X, B. Kuang, Y.H. Yang. 2007. Analysis of Heat Transfer in Supercritical Water Cooled Flow Channels. Journal of Nuclear Engineering and Design. Volume 237 page 240-252

Csom, Gy, T. Reiss, Sz. Czifrus. 2012. Thorium as an Alternative Fuel for SCWRs. Journal of Annals of Nuclear Energy. Volume 41 page 67-78

Deuderstadt, James J, Louis J. Hamilton. 1976. Nuclear Reactor Analysis. John Wiley and Sons, Inc. New York.

Dunia Fisika. 2009. Komponen Nuklir. (online) Tersedia: http://duniafisika-html.blogspot.com/p/posting-1-fisika.html . diakses pada 27 Oktober 2012

Energi Baru dan Terbarukan. 2011. PLTN Fisi Thorium Paling Aman. (online) Tersedia: http://energibarudanterbarukan.blogspot.com/2011/03/pltn-fissi-thorium-paling-aman.html diakses pada 27 Oktober 2012

Engineering Toolbox. 2013. Melting Temperature Metals. (online) Tersedia:

(42)

pada 27 Oktober 2012

Harvego, Edwin A, Richard R. Schultz. Generation IV Tecnologies. CRC Press. New York

Info Nuklir. 2010. Program Energi Nuklir di Indonesia. (online) Tersedia:

http://infonuklir.com/readmore/read/nuklir_diindonesia/program_pltn_indon esia/ diakses pada 27 Oktober 2012

Info Nuklir. 2010. Prinsip Kerja Reaktor Nuklir. (online) Tersedia:

http://infonuklir.com/readmore/read/pltn/aspek_keselamatan/25pe0m1/Men

gapa_Indonesia_Memilih_Nuklir_ diakses pada 27 Oktober 2012

Jeong, Chang Joon, Chang Je Park, Won II Ko. 2008. Dynamic Analysis of a Thorium fuel Cycle in CANDU Reactors. Journal of Annals of nuclear Energy. Volume 35 page 1824-1848

Kamei, Takashi. 2008. Evaluation Index of sustainable Energy Supply Tehcnique and Its Analysis. ISSNP, Harbin.

Kamei, Takashi, Saeed Hakami. 2011. Evaluation of Implementation of Thorium Fuel Cycle with LWR and MASR. Journal of Progress in Nuclear Energy. Volume 53 page 820-824

Kidd. Stephen W. 2009. Nuclear Fuel Resources. CRC Press. New York.

Koning, A.J, D. Rochman. 2008. Towars Sustainable Nuclear Energy: Putting Nuclear Physics to Work. Journal of Annals of Nuclear Energy. Volume 35 page 2024-2030

Lewis, Elmer E. 2008. Fundamentals of Nuclear Reactor Physics. AP

Liu, X.J, X. Cheng. 2010. Coupled Thermal-hydraulics and Neutron-physics analysis with Mixed Spectrum Core. Journal of Progress in Nuclear Energy. Volume 52 page 640-647

Majalah Energi. 2010. Nuklir:Energi Alternatif Solusi Pemanasan Global. (online) Tersedia: http://majalahenergi.com/forum/energi-baru-dan-terbarukan /bentuk -energi-baru/inheren-safety-pada-reaktor-nuklir (online) diakses pada 1 November 2012

(43)

Pramuditya, Syailendra, Abdul Waris. 2005. Analisis Neutronik, Termal-Hidrolik, dan Termodinamik Pada Perancangan Pressurized Water Reactor. (online) Tersedia: http://www.scribd.com/doc/25692769/61/Gambar-4-6-Profil-Power-Density-Aksial diakses pada 7 Februari 2012

Prasetyo, R. Sigit E.B, Andang Widi Harto, Alexander Agung. 2006. Desain Teras Supercritical Water Cooled Fast Breeder Reactor. Prosiding Seminar Nasional ke-12 Teknologi dan Keselamatan PLTN Serta Fasilitas Nuklir. page 277-287

Reiss, T. Csom, Gy. Feher S, Czifrus. 2010. The Simplified Water-cooled Reactor (SSCWR), a New SCWR Design. Journal of Progress in Nuclear Energy. Volume 57 page 177-189

Roulstone, Tony. 2011. A Designers View of Nuclear Energy. (ppt) University of Cambridge

Sembiring, Tagor M. 2011. Analisis Model Teras 3-Dimensi untuk Evaluasi Parameter Kritikalitas Reaktor PWR Maju Kelas 1000 MW. Jurnal Teknologi Nuklir. Volume 13 page 78-95

Shan, Jianqiang, Wei Chen, Bo Wook Rhee, Laurence K.H Leung. 2010. Coupled Neutronics/Thermal-hydraulics Analysis of CANDU-SCWR Fuel Channel. Journal of Annals of Nuclear Energy. Volume 37 page 58-65

Sriyono. 2008. Kajian Permasalahan Material Terhadap Proses Korosi Pada Air Superkritis Reaktor SCWR. Jurnal Prosiding Seminar Nasional ke-14 Teknologi dan Keselamatan PLTN Serta Fasilitas Nuklir

Suparlina, Lily. Jati, Susilo. 2010. Analisis Parameter Neutronik dalam Desain Teras PLTN Tipe PWR 1000 Mwe dengan Metode Transport dan Difusi Neutron. Jurnal Prosiding Seminar Nasional ke-16 Teknologi dan Keselamatan PLTN Serta Fasilitas Nuklir. Page 1-6

Thorium Power Indonesia. 2012. Sekilas Thorium. (online) Tersedia:

http://www.thoriumpowerindonesia.com/teknologi/sekilas-thorium diakses pada 29 Oktober 2012

Tsiklauri, Georgi, Robert talbert, Bruce Schmitt, Gennady Filiipov, Roald Bogoyavlensky, Evgenel Grishanin. 2005. Supercritical steam Cycle for Nuclear Power Plant. Journal of Nuclear Engingeering and Design. Volume 235 page 1651-1664

(44)

Cycles. Journal of Annals of Nuclear Energy. Volume 36 page 404-408

Windisari, Arie Yusman, Widarto, Yusman Wiyatmo. 2011. Penentuan Karakteristik Distribusi Rapat Daya Teras Reaktor Kartini. Jurnal Prosiding Seminar Nasional ke-17 Teknologi Keselamatan PLTN Serta Fasilitas Nuklir. ISSN:0854-2910

World Nuclear. 2010. Nuclear Power Reactors. (online) Tersedia:

http://www.world-nuclear.org/info/inf32.html diakses pada 1 November 2012

World Nuclear. 2010. Tecnology System SCWR. (online) Tersedia:

http://www.gen-4.org/Technology/systems/scwr.htm. diakses pada 1

November 2012

Gambar

Gambar 1. Ledakan Reaktor Fukushima Daichi (Roulstone, 2011)
Gambar 2. Reaksi Fisi  (Pramuditya dan Waris, 2005)
Gambar 3. Reaksi Fisi Berantai (Pramuditya dan Waris, 2005)
Gambar 4. Faktor Multiplikasi (Pramuditya dan Waris, 2005)
+7

Referensi

Dokumen terkait

Komponen utama pada bagian ini adalah aksial flow compressor, berfungsi untuk mengkompresikan udara yang berasal dari inlet air section hingga bertekanan tinggi sehingga pada

Dengan mengucapkan puji dan syukur kepada Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan Tugas Akhir yang berjudul “Analisis

Pembelajaran di SD ini masih seadanya dan sarana prasarana yang dipergunakan masih minim serta guru pendidikan jasmani belum menerapkan model pembelajaran yang

Pengelolaan air tidak akan berhasil jika diatur sebagai sistem governance yang berdiri sendiri, yang terpisah dari sistem pemerintahan yang lain. Sistem Pengelolaan Air

Penulisan ini menjelaskan jenis dan penggunaan fisikal model beserta dengan karakteristiknya, melihat informasi apa saja yang bisa didapatkan dari fisikal model yang dapat memberikan

1) Para orang tua dapat belajar lebih banyak tentang bagaimana cara mendidik dan membimbing anaknya agar lebih baik dari pada di rumah, dengan menggunakan teknik yang

Bagaimanakah komposisi bahan bakar yang ideal pada reaktor jenis SCWR dengan teras reaktor (core) x-y dua dimensi model reaktor PWR untuk menghasilkan energi yang

Thorium merupakan sumber energi yang dapat digunakan sebagai bahan bakar nuklir meskipun tidak bersifat fisil (Kidd, 2009). Thorium yang bersifat fertil akan terlebih