DESAIN REAKTOR AIR SUPERKRITIS (SUPERCRITICAL WATER REACTOR) DENGAN BAHAN BAKAR THORIUM
Oleh
Rina Utami
Skripsi
Sebagai Salah Satu Syarat untuk Mencapai Gelar SARJANA SAINS
Pada Jurusan Fisika
Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam
JURUSAN FISIKA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS LAMPUNG
ABSTRAK
Desain Reaktor Air Superkritis (Supercritical Water Reactor) dengan Bahan Bakar Thorium
Oleh Rina Utami
Telah dilakukan desain Reaktor air superkritis (SCWR) dengan bahan bakar Thorium. SCWR didesain untuk memperoleh sebuah model reaktor yang menghasilkan daya termal tinggi dan berada dalam keadaan kritis. Parameter yang dianalisis dalam penelitian ini meliputi pengayaan bahan bakar, ukuran reaktor, kritikalitas, dan distribusi rapat daya. Analisis reaktor dengan teras yang berbentuk tiga dimensi (x, y, z) pada ¼ bagian teras menggunakan paket program SRAC pada bagian CITATION. Komposisi bahan bakar dan konfigurasi teras agar berada dalam keadaan kritis dapat diperoleh dengan memvariasikan pengayaan bahan bakar, ukuran reaktor dan konfigurasi bahan bakar di dalam teras. Bahan bakar SCWR menggunakan Thorium, cladding Stainless Stell dan Air ringan sebagai moderator sekaligus pendingin. Pada penelitian ini diperoleh desain SCWR dengan ukuran x = 85 cm, y = 85 cm dan z = 180 cm. Pengayaan bahan bakar 2,23 % untuk posisi inner fuel dan 1,5% untuk posisi outer fuel. Desain yang dibuat menghasilkan daya termal 1000 MWth, rapat daya maksimum 625,675 Watt/cc dan nilai k-efektif 1,000274.
DAFTAR ISI
Halaman
ABSTRAK ... i
ABSTRACT ... ii
COVER DALAM ... iii
LEMBAR PERSETUJUAN ... iv
LEMBAR PENGESAHAN ... v
PERNYATAAN ... vi
RIWAYAT HIDUP ... vii
MOTTO ... ix
PERSEMBAHAN ... x
KATA PENGANTAR ... xi
SANWACANA ... xii
DAFTAR ISI ... xiv
DAFTAR GAMBAR ... xvi
DAFTAR TABEL ... xvii
I. PENDAHULUAN A.Latar Belakang ... 1
B.Rumusan Masalah ... 5
C.Batasan Masalah... 5
D.Tujuan Penelitian ... 6
C.Uranium... 17
D.Thorium ... 18
E.Super Critical Water Reactor (SCWR)... 20
F. System Reactor Atomic Code (SRAC) ... 22
III.METODE PENELITIAN A.Waktu dan Tempat Penelitian ... 25
B. Alat dan Bahan ... 25
C.Prosedur Penelitian ... 25
D.Diagram Alir Penelitian ... 32
IV.HASIL DAN PEMBAHASAN A.Pengayaan Bahan Bakar ... 33
B. Ukuran Teras Reaktor ... 38
C.Konfigurasi Teras Reaktor ... 39
V. KESIMPULAN DAN SARAN A.Kesimpulan ... 48
B. Saran ... 49
I.PENDAHULUAN
A.Latar Belakang
Masalah energi merupakan salah satu hal yang sedang hangat dibicarakan saat
ini. Di Indonesia, ketergantungan kepada energi fosil masih cukup tinggi
hampir 50 persen dari kebutuhan, terutama energi minyak dan gas bumi.
Secara keseluruhan kebutuhan energi dalam negeri 95 persen masih dipenuhi
oleh energi fosil yang tidak terbarukan, sementara cadangan energi fosil dalam
negeri terbatas sedangkan disisi lain laju pertumbuhan konsumsi energi cukup
tinggi yaitu 7 persen pertahun (ESDM, 2012). Semakin berkurangnya sumber
energi, penelitian untuk menemukan sumber energi baru maupun
pengembangan energi-energi alternatif semakin meningkat. Penggunaan energi
minyak bumi yang merupakan sumber energi utama saat ini (Majalah Energi,
2010). Pemanasan global yang diyakini sedang terjadi dan akan memasuki
tahap yang mengkhawatirkan disebut-sebut juga merupakan dampak dari
penggunaan energi minyak bumi.
Dampak lingkungan dan semakin berkurangnya sumber energi minyak bumi
memaksa kita untuk mencari dan mengembangkan sumber energi baru. Salah
satu alternatif sumber energi baru yang potensial adalah energi nuklir. Energi
dikembangkan. Energi nuklir dapat menghasilkan energi yang sangat besar
dengan harga listrik yang sangat murah.
Isu energi nuklir yang berkembang saat ini memang berkisar tentang
penggunaan energi nuklir dalam bentuk bom nuklir dan bayangan buruk
tentang musibah hancurnya reaktor nuklir di Chernobyl dan Fukushima
(Majalah Energi, 2010) . Isu-isu tersebut telah membentuk bayangan buruk dan
menakutkan tentang nuklir dan pengembangannya . Kecelakaan pada reaktor
Fukushima Daichi ditunjukkan pada Gambar 1.
Gambar 1. Ledakan Reaktor Fukushima Daichi (Roulstone, 2011)
Padahal, pemanfaatan yang bijaksana, bertanggung jawab, dan terkendali atas
energi nuklir dapat meningkatkan taraf hidup sekaligus memberikan solusi atas
masalah kelangkaan energi. Dibanding bahan bakar fosil, pembangunan PLTN
memang lebih mahal tetapi jauh lebih murah dalam pengoperasiannya.
Secara umum, energi nuklir dapat dihasilkan melalui dua macam mekanisme,
reaksi fusi (Majalah Energi, 2010). Energi yang dihasilkan dari reaksi fisi
nuklir terkendali di dalam reaktor nuklir dapat dimanfaatkan untuk
membangkitkan listrik. Instalasi pembangkitan energi listrik semacam ini
dikenal sebagai pembangkit listrik tenaga nuklir (PLTN).
Uranium merupakan bahan bakar utama untuk pembangkit listrik tenaga nuklir
(PLTN). Uranium alami sebagaimana yang terdapat dalam lapisan kerak bumi
utamanya tersusun atas campuran isotop U-238 (99.3%) dan U-235 (0.7%).
Uranium-235 adalah satu-satunya bahan alami yang dapat mempertahankan
reaksi fisi berantai yang melepaskan energi dalam jumlah besar (Kidd, 2009).
Untuk memperoleh bahan fisil Uranium-235 diperlukan proses pemisahan
isotop dari 0,7 % menjadi 3-5 % yang menelan biaya cukup besar (Energi baru
dan Terbarukan, 2011).
Selain uranium, bahan lain yang dapat digunakan sebagai bahan bakar untuk
pembangkit listrik tenaga nuklir (PLTN) adalah Thorium. Di alam, bisa
dikatakan semua Thorium adalah Thorium-232. Jumlah Thorium di kulit bumi
diperkirakan sekitar empat kali lebih banyak dari uranium (Thorium Power
Indonesia 2012). Thorium tidak bersifat fisil tetapi Thorium-232 akan
menyerap neutron lambat untuk menghasilkan Uranium-233 yang bersifat fisil
(Kidd, 2009). PLTN dengan bahan bakar berbasis Thorium makin menarik
perhatian dunia karena lebih aman (Energi baru dan Terbarukan, 2011) dan
lebih murah. Sebagai perbandingan, 1 kilogram Thorium akan menghasilkan
energi yang setara dengan yang dihasilkan oleh 300 kilogram Uranium atau 3,5
resiko yang berhubungan dengan limbah Uranium. Thorium menghasilkan
limbah 90% lebih sedikit dibanding Uranium, dan hanya membutuhkan sekitar
200 tahun untuk menyimpan limbahnya, dibanding uranium yang
membutuhkan waktu 10.000 tahun untuk menyimpan limbahnya (Thorium
Power Indonesia, 2012).
Pembangkit listrik tenaga nuklir (PLTN) dengan bahan bakar Thorium cocok
untuk negara berkembang seperti Indonesia karena pengguna PLTN dengan
bahan bakar Thorium sulit membuat senjata nuklir, hal ini dapat menghapus
kecurigaan negara maju. Sebaliknya, PLTN dengan bahan bakar Uranium di
dunia memproduksi isotop Plutonium yang bila diproses ulang dapat
digunakan sebagai senjata nuklir. Di samping itu, Thorium tersedia melimpah
di Indonesia yaitu sebagai produk samping dari tambang timah di Bangka
Belitung (Energi baru dan terbarukan, 2011). Saat ini banyak lembaga
penelitian yang mengembangkan proyek tenaga nuklir dengan bahan bakar
Thorium (Carrera, et al, 2007), hal tersebut dikarenakan karakteristik dan
keunggulan yang dimiliki oleh Thorium.
Teknologi Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir (PLTN) telah mengalami
perkembangan yang cukup pesat. Keselamatannyapun dibuat secara alamiah
melekat (inherent) dan semakin tidak bergantung pada operator (alat aktif)
melainkan telah memiliki pengamanan pasif (passive safety).
Reaktor air superkritis atau Supercritical Water Reactor (SCWR) merupakan
jenis reaktor termal yang dipromosikan sebagai reaktor generasi IV karena
tahun berpengalaman pada industri stasiun energi panas (Buongiorno, 2003).
Beberapa tahun terakhir, telah dilakukan penelitian dan pengembangan yang
meliputi berbagai aspek pembangunan SCWR. Desain dari perakitan bahan
bakar adalah hal yang penting dalam penelitian dan pengembangan SCWR
(Koning dan Rochman, 2008).
Setelah terjadinya kejadian Fukushima Daichi di Jepang yang menyebabkan
teras reaktor mengalami kerusakan parah akibat tidak berfungsinya pendingin
darurat karena gagal pasokan daya akibat tsunami membuat seluruh jenis
Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir (PLTN) harus memiliki keselamatan pasif,
(Sembiring, 2010). Indonesia sebagai salah satu negara yang ingin mendirikan
PLTN untuk memenuhi kebutuhan listrik harus memilih jenis reaktor yang
dilengkapi dengan sistem keselamatan pasif serta memiliki keluaran daya
elektrik yang besar.
B.Rumusan Masalah
Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut.
1. Bagaimanakah komposisi bahan bakar yang ideal pada reaktor jenis SCWR
untuk menghasilkan energi yang maksimal?
2. Bagaimanakah ukuran dan konfigurasi teras reaktor yang efisien untuk
jenis SCWR dan memenuhi standar kekrtitisan?
C.Batasan Masalah
Permasalahan pada penelitian ini dibatasi oleh beberapa hal-hal berikut.
1. Desain reaktor yang akan dibuat adalah reaktor termal jenis reaktor air
2. Penghitungan pada teras reaktor (core) dilakukan secara tiga dimensi (x, y,
z) pada ¼ bagian teras dengan mesh berbentuk bujur sangkar (square)
3. Bahan bakar yang digunakan adalah Thorium
4. Desain dibuat dengan menggunakan program SRAC
D.Tujuan Penelitian
Adapun tujuan dari penelitian ini adalah untuk membuat desain sebuah reaktor
SCWR yang menggunakan bahan bakar Thorium dengan menentukan
pengayaan bahan bakar, ukuran teras reaktor, dan konfigurasi teras yang
memenuhi kriteria kekritisan dan menghasilkan energi yang maksimal.
E.Manfaat Penelitian
Manfaat yang diharapkan dari penelitian ini adalah sebagai berikut.
1. Memberikan informasi ilmiah mengenai desain reaktor nuklir yang
memiliki efisiensi tinggi serta memenuhi standar kekritisan.
2. Mendukung perkembangan penelitian di bidang reaktor nuklir.
II. TINJAUAN PUSTAKA
A.Konsep Dasar Reaktor
Secara umum, energi nuklir dapat dihasilkan melalui dua macam mekanisme,
yaitu pembelahan inti atau reaksi fisi dan penggabungan beberapa inti melalui
reaksi fusi (Majalah Energi, 2010). Reaksi fisi atau pembelahan inti merupakan
mekanisme yang banyak digunakan untuk menghasilkan energi nuklir melalui
sebuah reaktor.
Sebuah reaktor bekerja berdasarkan reaksi pembelahan (fisi) dari sebuah inti.
Pada reaktor dibedakan dua jenis material yang dapat mengalami fisi atau
pembelahan yang disebut dengan fissionable material yaitu material fisil dan
material fertil. Sebuah material fisil merupakan material yang akan mengalami
pembelahan ketika ditembak oleh sebuah neutron dengan sejumlah energi,
sedangkan material fertil adalah material yang akan menangkap neutron dan
melalui peluruhan radioaktif akan berubah menjadi material fisil (Lewis,
2008). Uranium-235 adalah material yang secara alami bersifat fisil
(Roulstone, 2011) dan uranium-238 adalah material fertil (Lewis, 2008).
Konsep dasar dari sebuah reaktor adalah reaksi fisi dari sebuah material
dengan persentase tertentu inti akan mengalami pembelahan (fisi) (Zweifel,
1973). Salah satu contoh reaksi fisi dari Uranium adalah sebagai berikut.
n + U233→ Kr36 + Ba54 + ~2-3 n’s + 197,9 Mev (1)
Sedangkan untuk Thorium-232, karena tidak bersifat fisil maka Thorium-232
akan terlebih dahulu menyerap neutron lambat yang akan menghasilkan
Uranium-233 bersifat fisil yang kemudian akan membelah ketika ditembak
oleh neutron. Fisi dari Uranium-233 ini menghasilkan energi dengan jumlah
yang sama dengan Uranium-235 yaitu sebesar 200 MeV (World Nuclear,
2012) Bentuk reaksi dari Thorium-232 menjadi Uranium-233 yaitu sebagai
berikut.
→ → → (2)
Salah satu contoh proses pembelahan (reaksi fisi) dari Uranium seperti
ditunjukkan pada Gambar 2.
Energi yang dihasilkan dari reaksi fisi, neutron dan produksi fisi semua
berperan penting dalam reaktor nuklir (Lewis, 2008). Neutron yang dihasilkan
dapat digunakan untuk menginduksi reaksi fisi lebih jauh lagi sehingga
mendorong terjadinya reaksi fisi berantai. Reaksi berantai yang terjadi dalam
reaksi fisi harus dibuat lebih terkendali. Usaha ini dapat dilakukan di dalam
sebuah reaktor nuklir. Reaksi berantai terkendali dapat diusahakan berlangsung
di dalam reaktor yang terjamin keamanannya dan energi yang dihasilkan dapat
dimanfaatkan untuk keperluan yang lebih berguna, misalnya untuk penelitian
dan untuk membangkitkan listrik (Info Nuklir, 2010). Gambar 3 menunjukkan
contoh terjadinya reaksi fisi berantai.
Gambar 3. Reaksi Fisi Berantai (Pramuditya dan Waris, 2005)
Reaksi fisi yang terjadi di dalam reaktor mengakibatkan dihasilkan/hilangnya
neutron dalam jumlah tertentu (Zweifel, 1973). Secara umum perubahan
jumlah neutron akibat reaksi fisi dapat dirumuskan k-efektif atau sering disebut
dengan faktor multiplikasi. Faktor multiplikasi menggambarkan tingkat
dicapai jika nilai k-efektif = 1 (Pramuditya dan Waris, 2005). Gambar 4
menunjukkan tiga jenis keadaan teras reaktor berdasarkan faktor
multiplikasinya.
Gambar 4. Faktor Multiplikasi (Pramuditya dan Waris, 2005)
Gambar 4 menunjukkan jika besarnya k>1 disebut reaktor superkritis yang
artinya jumlah neutron meningkat sebagai fungsi waktu, jika k=1 reaktor dalam
keadaan kritis artinya jumlah neutron tidak berkurang atau pun bertambah
tetapi konstan (tetap), dan jika besarnya nilai k<1 disebut reaktor subkritis
yang artinya jumlah neutron menurun sebagai fungsi waktu (Zweifel, 1973).
Reaksi fisi yang terjadi di dalam reaktor harus dikendalikan agar perubahan
jumlah neutron dibatasi sehingga hanya satu neutron saja yang akan diserap
untuk pembelahan inti berikutnya. Dengan mekanisme ini, diperoleh reaksi
berantai terkendali yang energi yang dihasilkannya dapat dimanfaatkan untuk
B.Reaktor Nuklir
Istilah reaktor nuklir digunakan untuk perangkat yang berfungsi mengontrol
terjadinya reaksi fisi. Reaktor nuklir merupakan sebuah peralatan sebagai
tempat berlangsungnya reaksi berantai fisi nuklir terkendali untuk
menghasilkan energi nuklir, radioisotop, atau nuklida baru (Dunia Fisika,
2009). Dalam reaktor nuklir, neutron digunakan untuk menginduksi terjadinya
reaksi fisi inti pada inti berat. Reaksi fisi ini menghasilkan inti ringan (fission
product), beberapa neutron dan energi sebesar 200 MeV (Deuderstadt dan
Hamilton, 1976). Gambar 5 menunjukkan salah satu stasiun Pembangkit
Listrik Tenaga Nuklir (PLTN).
Gambar 5. Stasiun Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir (Info Nuklir, 2012)
Pembangkit listrik tenaga nuklir (PLTN) memanfaatkan energi hasil reaksi fisi
(pembelahan inti atom U atau Pu yang menghasilkan energi) di dalam reaktor.
Energi yang berupa panas ini digunakan untuk menguapkan air untuk memutar
turbin dan membangkitkan listrik. Dikembangkan sejak tahun 1950, sebagian
besar PLTN menggunakan air sebagai pendingin dan moderator (light water
1. Perkembangan Reaktor
Perkembangan reaktor biasanya dibedakan menjadi beberapa generasi.
Reaktor generasi I dikembangkan pada tahun 1950-60 dan sangat sedikit
yang masih beroperasi sampai saat ini. Sebagian besar reaktor generasi I ini
menggunakan uranium alam sebagai bahan bakar dan grafit sebagai
moderator. Reaktor Generasi II menggunakan bahan bakar uranium yang
telah diperkaya dan sebagian besar didinginkan dan dimoderatori oleh air.
Reaktor generasi III adalah reaktor lanjutan dari beberapa reaktor generasi I
yang beroperasi di Jepang. Reaktor generasi III ini merupakan
perkembangan dari reaktor generasi II dengan meningkatkan sistem
keamanan (World Nuclear, 2012).
Selanjutnya adalah reaktor generasi IV yang dirancang tidak hanya untuk
memasok daya listrik, tetapi juga untuk memasok energi termal untuk
industri. Oleh karena itu PLTN Generasi IV tidak lagi disebut sebagai
PLTN tetapi Sistem Energi Nuklir (SEN). Enam tipe reaktor Generasi IV
adalah : Very High Temperature Reactor (VHTR), Sodium-cooled Fast
Reactor (SFR), Gas-cooled Fast Reactor (GFR), Liquid metal cooled Fast
Reactor (LFR), Molten Salt Reactor (MSR) dan Superritical Water cooled
Reactor (SCWR) (Harvego dan Schultz, 2009).
Tujuan utama dalam desain dan operasi reaktor nuklir adalah
pemanfaatan energi atau radiasi yang dilepaskan oleh reaksi berantai yang
terkendali dan mempertahankan peristiwa fisi nuklir dalam inti reaktor
Reaktor modern dibuat lebih kompleks, tidak hanya bahan bakar yang
dibuat dengan sangat hati-hati tetapi juga menyediakan pendingin (coolant)
selama berlangsungnya reaksi fisi dan pelepasan energi.
2. Komponen Dasar Sebuah Reaktor
Untuk dapat mengendalikan laju pembelahan (reaksi fisi), sebuah reaktor
nuklir harus didukung oleh beberapa fasilitas yang disebut sebagai
Komponen Reaktor. Komponen-komponen reaktor nuklir harus memenuhi
standar kualitas yang tinggi dan handal, sehingga kemungkinan terjadinya
kecelakaan atau kegagalan komponen tersebut sangat kecil. Adapun
komponen dari sebuah reaktor nuklir adalah sebagai berikut.
a. Bahan Bakar (fuel)
Bahan bakar nuklir merupakan bahan yang akan menyebabkan terjadinya
reaksi fisi berantai berlangsung sebagai sumber energi nuklir. Terdapat dua
jenis bahan bakar nuklir yaitu bahan fisil dan bahan fertil. Bahan fisil
adalah unsur atau atom yang langsung dapat membelah apabila
menangkap neutron, sedangkan bahan fertil merupakan suatu unsur atau
atom yang tidak dapat langsung membelah setelah menangkap neutron
tetapi akan membentuk bahan fisil (Lewis, 2008). Bahan yang banyak
digunakan sebagai bahan bakar nuklir diantaranya yaitu Uranium-235,
Uranium-233, Plutonium-235 dan Thorium (Dunia Fisika, 2009)
b. Moderator
Moderator adalah komponen reaktor yang berfungsi untuk menurunkan
0,02 - 0,04 eV) agar dapat bereaksi dengan bahan bakar nuklir. Selain itu,
moderator juga berfungsi sebagai pendingin primer. Persyaratan yang
diperlukan untuk bahan moderator yang baik adalah dapat menghilangkan
sebagian besar energi neutron cepat tersebut dalam setiap tumbukan.
Bahan-bahan yang digunakan sebagai moderator, antara lain: air ringan
(H2O), air berat (D2O), Grafit dan Berilium.
c. Batang Kendali (control rod)
Setiap reaksi fisi menghasilkan neutron baru yang lebih banyak (2 - 3
neutron baru), maka perlu diatur jumlah neutron yang bereaksi dengan
bahan bakar. Komponen reaktor yang berfungsi sebagai pengatur jumlah
neutron yang bereaksi dengan bahan bakar adalah batang kendali. Bahan
yang dipergunakan untuk batang kendali reaktor haruslah memiliki
kemampuan tinggi menyerap neutron. Bahan-bahan tersebut antara lain
Kadmium (Cd), Boron (B), atau Haefnium (Hf ).
d. Perisai (Shielding)
Perisai (shielding), berfungsi sebagai penahan agar radiasi hasil fisi bahan
tidak menyebar pada lingkungan luar dari sistem reaktor. Karena reaktor
adalah sumber radiasi yang sangat potensial, maka diperlukan suatu sistem
perisai yang mampu menahan semua jenis radiasi tersebut pada umumnya
perisai yang digunakan adalah lapisan beton berat dan struktur baja (World
3. Jenis Reaktor
Ada beberapa jenis reaktor nuklir yang cukup terkenal dan telah
dikembangkan oleh beberapa negara, yaitu reaktor jenis reaktor air
bertekanan (Pressurised Water Reactors/PWR), reaktor air mendidih
(Boilling Water Reactors/ BWR) (Roulstone, 2011), dan jenis terbaru yang
sedang dikembangkan yaitu reaktor air superkritis (Supercritical Water
Reactors/SCWR) (Buongiorno, 2003). Berikut ini sekilas mengenai PWR
dan BWR.
a. Pressurised Water Reactors (PWR)
Reaktor jenis PWR berasal dari reaktor kapal selam dan digunakan hampir
di sebagian besar belahan dunia, reaktor ini memiliki efisiensi termal yang
rendah yaitu sekitar 33%, PWR beroperasi pada tekanan 16 MPa dengan
temperatur rata-rata 280-290 oC. Skematik reaktor jenis PWR seperti
ditunjukkan pada Gambar 6.
Bahan bakar reaktor ini adalah 3% Uranium dengan selongsong yang
terbuat dari bahan Zircalloy sedangkan batang kendali (control rods)
dioperasikan dari bagian atas reaktor, penggantian bahan bakar dilakukan
setiap 3 tahun sekali. Pada reaktor ini, air primer dan air sekunder mampu
dipisahkan secara kimia. PWR banyak digunakan di Amerika Serikat,
Perancis, Jerman, Spanyol, Rusia dan China (Roulstone, 2011).
b. Boilling Water Reactors (BWR)
Reaktor jenis BWR beroperasi pada tekanan 7,3 MPa dengan temperatur
rata-rata 310o C. Bahan bakar reaktor ini adalah 3% Uranium dengan
selongsong yang terbuat dari bahan Zircalloy sedangkan control rods
dioperasikan dari bagian bawah reaktor sehingga tidak jatuh ke inti dan
menghentikan reaktor, penggantian bahan bakar (recycle) dilakukan setiap
2 tahun sekali. Skematik reaktor jenis BWR ini seperti ditunjukkan pada
Gambar 7.
Pendingin pada reaktor jenis ini terjadi secara konveksi (alami). Pemisah
uap berada di atas inti dan berhadapan langsung dengan turbin uap
sehingga beberapa diantaranya terkontaminasi. BWR banyak digunakan di
Amerika Serikat, swedia dan Jepang (Roulstone, 2011).
C.Uranium
Uranium ditemukan pertama kali oleh Martin Klaproth seorang kimiawan
Jerman pada tahun 1789 (Kidd, 2009). Dalam tabel skala unsur-unsur yang
diurutkan berdasarkan kenaikan massa inti atom, uranium adalah unsur terberat
dari seluruh unsur alami (Hidrogen adalah yang paling ringan) dan
diklasifikasikan sebagai logam. Uranium memiliki titik leleh yang relatif tinggi
yaitu 1132 oC. Simbol kimia untuk Uranium adalah U (World Nuclear, 2012).
Selama bertahun-tahun dari tahun 1940-an, hampir semua uranium yang
ditambang digunakan untuk produksi senjata nuklir. Tetapi sejak tahun
1970-an ur1970-anium dikemb1970-angk1970-an sebagai bah1970-an bakar dalam reaktor nuklir. Ur1970-anium
alami ditemukan di kerak bumi adalah terdiri dari tiga buah isotop yaitu
Uranium-238 (99,275%), Uranium-235 (0,720%) dan Uranium-234 (0,005%).
Dari ketiga isotop tersebut hanya Uranium-235 saja yang bersifar fisil (Kidd,
2009).
Saat ini dan di masa depan, uranium merupakan sumber energi penting
mengingat kelimpahannya yang cukup besar. Meskipun demikian uranium
dikategorikan sebagai sumber energi tak-terbarukan (non-renewable energy
source). Uranium yang terkandung dalam batuan phosphate diperkirakan 22
D.Thorium
Thorium adalah logam alami yang bersifat radioaktif, ditemukan pada tahun
1828 oleh Jons Jacob Berzelius seorang kimiawan Swedia. Thorium ditemukan
dalam bentuk kecil diantara batu dan tanah dimana jumlahnya tiga kali lipat
lebih banyak daripada Uranium. Tanah umumnya mengandung 6 ppm
Thorium. Pada keadaan murni Thorium merupakan logam putih keperakan
yang berkilau. Namun, bila terkontaminasi oksigen, Thorium perlahan akan
memudar di udara menjadi abu-abu dan akhirnya hitam.
Thorium seperti halnya Uranium dapat digunakan sebagai bahan bakar nuklir
meskipun tidak bersifat fisil (Kidd, 2009) . Oleh karena itu Thorium-232 tidak
dapat langsung digunakan dalam reaktor termal. Namun, Thorium-232 yang
bersifat fertil akan terlebih dahulu menyerap neutron lambat untuk
menghasilkan Uranium-233 yang bersifat fisil (World Nuclear, 2012) sehingga
dapat digunakan sebagai bahan bakar dalam reaktor.
Bahan bakar Thorium memerlukan bahan fisil yang berfungsi sebagai
penggerak sebagai sehingga terjadi reaksi berantai dan dengan demikian
pasokan neutron dapat dipertahankan. Bahan fisil yang dapat digunakan
sebagai penggerak adalah Uranium-233, Uranium-235 atau Plutonium-239,
namun semua bahan tersebut tidak ada yang mudah untuk dihasilkan.
Dalam bahan bakar Thorium, semua fisi berasal dari komponen penggeraknya
misalnya Uranium-233. Fisi dari Uranium-233 ini menghasilkan jumlah energi
yang sama dengan Uranium-235 yaitu sebesar 200 MeV (World Nuclear,
Bahan bakar Thorium menawarkan keberlanjutan dari nuklir sebagai sumber
energi listrik dan penggunaan sumber daya alam yang lebih sedikit (Wilson, et
al 2008). Penggunaan Thorium sebagai bahan bakar reaktor nuklir ini lebih
aman, lebih murah dan lebih ramah lingkungan. Thorium lebih aman karena
tidak memiliki isotop yang bersifat fisil sehingga tidak cocok digunakan untuk
senjata nuklir (Kamei dan Hakami, 2010). Thorium lebih murah karena
jumlahnya yang melimpah di bumi, yaitu empat kali lebih banyak
dibandingkan dengan jumlah Uranium. Selain itu, bahan bakar Thorium lebih
bersih dan ramah lingkungan karena mengurangi emisi gas CO2 dari sektor
energi listrik (Kamei, 2008) dan menghasilkan limbah yang lebih sedikit
(Wilson et al, 2008).
Limbah radioaktif yang dihasilkan oleh Thorium lebih sedikit jika
dibandingkan dengan Uranium. Bahan bakar Thorium menghasilkan 0,5 kg
Plutonium, sementara bahan bakar Uranium menghasilkan 230 kg Plutonium
dari reaktor dengan kapasitas 1 Gwe selama waktu operasi satu tahun (Kamei
dan Hakami, 2010).
Bahan bakar Thorium telah dikaji sebagai alternatif bahan bakar nuklir pada
reaktor jenis PWR dan CANDU untuk menghemat sumber daya uranium dan
menyediakan sumber energi yang mandiri (Jeong, et al, 2008). Bahan bakar
Thorium juga dapat dioperasikan dengan aman pada reaktor jenis BWR
(Carrera, et al, 2007). Selain itu jenis reaktor yang dikenal menggunakan bahan
bakar Thorium adalah Reaktor Garam Cair (Molten Salt Reactors/MSR)
E.Supercritical Water Reactor (SCWR)
Reaktor air superkritis atau Supercritical Water Reaktor (SCWR) merupakan
jenis reaktor generasi IV yang disebut juga sebagai reaktor masa depan (Oka,
2010). Pada prinsipnya efisiensi yang lebih tinggi dan ekonomi yang lebih baik
membuat konsep SCWR mampu bersaing dengan desain reaktor air ringan
yang ada (Ammirabile, 2010). SCWR ini memiliki banyak keuntungan lebih
meluas saat ini sebagai reaktor air ringan (Reiss, et al, 2010). Reaktor air
superkritis (SCWR) menawarkan potensi berupa efisiensi termal yang tinggi
dan cukup sederhana dalam pembangunannya. Salah satu keunggulan dari
reaktor air superkritis ini adalah variasi termal pada bagian fisiknya di sekitar
garis pseudo-critical (X. Cheng et al, 2007). SCWR memiliki ukuran fisik yang
lebih kecil tetapi mampu menghasilkan energi yang besar (Tsiklauri, et al,
2004). Sehingga SCWR juga memberikan potensi penghematan dalam hal
biaya. Gambar 8 menunjukkan skematik dari reaktor jenis SCWR.
Reaktor SCWR merupakan reaktor air yang bekerja di atas titik kritis air
(Buongiorno, 2003), dimana SCWR beroperasi pada tekanan 25 MPa dengan
menggunakan air sebagai pendingin dan moderator (Oka, et al, 2003)
sedangkan titik kritis air adalah 22,1 MPa. Pada tekanan tersebut jika
temperatur air terus dinaikkan tidak akan terjadi perubahan fasa sehingga
perubahan enthropi reaktor lebih besar dan efisiensi panas yang ditransfer oleh
reaktor menjadi lebih besar. Pada reaktor berpendingin air superkritis
karakteristik dari air akan berubah sangat signifikan di sekitar titik kritisnya
(Sriyono, 2008). Seperti halnya air pada keadaan sub-kritis dikenal istilah
mendidih pada temperatur tertentu, air pada keadaan super kritis mengalami
pseudo-critical pada temperatur 385 C dan tekanan 25 MPa. Pada temperatur
dan tekanan tersebut air memiliki kapasitas panas yang lebih tinggi, sehingga
keadaan inilah yang disebut keadaan efisiensi paling tinggi (Oka, 2010). Untuk
meningkatkan efisiensi dari SCWR dibutuhkan selongsong (cladding) bahan
bakar yang mampu menahan suhu yang tinggi (Tsiklauri, et al, 2004).
Desain SCWR cenderung untuk memperoleh efisiensi termal yang tinggi dan
dengan konfigurasi sistem yang sederhana. Tantangan untuk SCWR adalah
dalam mengembangkan desain inti yang layak, akurat dengan memperkirakan
koefisien perpindahan panas dan mengembangkan bahan-bahan untuk struktur
bahan bakar dan inti yang cukup tahan akan korosi untuk mempertahankan
keadaan superkritisnya (World Nuclear, 2012). Oleh karena itu, pengembangan
besar untuk peneliti muda dan mahasiswa dalam program teknologi nuklir (Liu
dan Cheng, 2010).
Penelitian tentang desain SCWR sebelumnya telah dilakukan oleh Sigit dan
Andang (2006) yang mendesain teras SCWR dengan menggunakan bahan
bakar Plutonium. Penelitian tersebut menghasilkan desain teras reaktor dengan
daya termal 300 MWth dan mencapai kekritisan dengan nilai k-efektif sebesar
1,03157. Sedangkan dalam penelitian ini membuat desain SCWR dengan
menggunakan bahan bakar Thorium, daya termal yang dihasilkan lebih tinggi
dengan nilai k-efektif yang lebih baik.
F. System Reactor Atomic Code (SRAC)
SRAC merupakan sebuah sistem kode yang terpadu untuk analisis
penghitungan neutronik pada beberapa jenis reaktor termal (Okumura, 2002).
SRAC mulai dikembangkan pada tahun 1978 sebagai standar untuk kode
analisi reaktor termal di badan energi atom Jepang (Japan Atomic Energy
Agency/JAEA) (Okumura, 2007).
Sistem pada SRAC terdiri dari penyimpanan data (libraries) neutron
(JENDL-3.3, JENDL-3.2, END/B-VI, JEF-2.2, dan sebagainya), dan lima kode dasar
untuk perpindahan neutron dan perhitungan difusi. Adapun struktur dari sistem
Gambar 9. Struktur dari sistem SRAC
1. PIJ, yaitu kode untuk probabilitas tumbukan yang telah dikembangkan oleh
JAERI meliputi 16 kisi geometri. Salah satu bentuk kisi geometri pada PIJ
seperti ditunjukkan pada gambar 10 berikut.
Gambar 10. Bentuk Sel Pin Heksagonal
2. ANISN, yaitu kode transport satu dimensi (SN) yang terdiri dari tiga jenis
geometri slab (X), silinder (Y) dan bola (RS).
3. TWOTRAN, yaitu kode transport dua dimensi (SN) yang terdiri dari tiga
jenis geometri slab (X-Y), silinder (R-Z) dan lingkaran (R-θ).
4. TUD, yaitu kode untuk persamaan difusi satu dimensi yang dikembangkan
oleh JAERI, terdiri dari geometri slab (X), silinder (Y) dan bola (RS).
5. CITATION, yaitu kode untuk persamaan difusi multi-dimensi yang terdiri
dari 12 jenis geometri termasuk segitiga dan segi enam (heksagonal),
III. METODE PENELITIAN
A.Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian ini akan dilakukan selama tiga bulan, yaitu mulai dari bulan Februari
2013 sampai dengan bulan Mei 2013. Adapun tempat dilaksanakannya
penelitian ini adalah di Jurusan Fisika Fakultas Matematika dan Ilmu
Pengetahuan Alam Universitas Lampung.
B.Alat dan Bahan
Alat dan bahan yang digunakan dalam penelitian adalah seperangkat komputer
dengan Operating System (OS) Linux Ubuntu dan program SRAC (System
Reactor Atomic Code).
C.Prosedur Penelitian
Untuk membuat sebuah model reaktor air dengan menentukan pengayaan
bahan bakar, ukuran reaktor dan konfigurasi teras reaktor digunakan salah satu
dari sistem struktur pada program SRAC yaitu bagian CITATION yang
merupakan penghitungan difusi secara tiga dimensi. Ada beberapa tahapan
1. Penghitungan Densitas Atom (Atomic Density)
Tiap-tiap komponen pada reaktor (fuel, cladding dan moderator) dihitung
densitas atomnya untuk digunakan sebagai input pada penghitungan
selanjutnya (CITATION). Terlebih dahulu dilakukan penghitungan densitas
molekul untuk kemudian menghitung densitas atom tiap-tiap nuklida sesuai
dengan persentase pengayaan bahan bakar. Berikut ini adalah rumus untuk
menghitung densitas molekul (Lewis, 2008).
(3)
Dimana: N = Densitas molekul (molekul/cm3)
ρ = Densitas (gram/cm3)
Lo = bilangan avogadro (0.602 x 1024 molekul/mol)
M = nomor massa (gram/mol)
Penghitungan densitas atom dilakukan pada pengayaan bahan bakar yang
bervariasi jumlahnya. Pada masing-masing pengayaan bahan bakar dapat
diketahui nilai k-efektif yang menunjukkan kekrtisian reaktor.
2. Menentukan Ukuran dan Konfigurasi Teras Reaktor
Ukuran teras reaktor dihitung secara tiga dimensi yaitu panjang (x), lebar
(y), dan tinggi (z). Gambar 11 menunjukkan contoh sebuah model teras
reaktor yang dihitung secara tiga dimensi (x, y, z) dengan menggunakan
Gambar 11. Bentuk Geometri Teras Reaktor
Untuk mendapatkan model reaktor yang ideal, dilakukan dengan
menentukan ukuran reaktor (x, y, z) kemudian mengubah-ubah konfigurasi
bahan bakar tanpa mengubah ukuran dari teras reaktor.
3. Penghitungan dengan CITATION
Tahap selanjutnya adalah penghitungan dengan CITATION pada SRAC.
Hasil dari penghitungan yang dilakukan sebelumnya akan menjadi input
pada penghitungan menggunakan CITATION. Pada CITATION ini akan
dapat diketahui hasil penghitungan secara keseluruhan dari model reaktor
yang telah dibuat dengan ukuran dan komposisi tertentu. Hasil
penghitungan (output) dari CITATION ini akan menunjukkan apakah model
reaktor yang dibuat berada dalam keadaan kritis, dapat menghasilkan energi
Berikut ini adalah contoh input untuk penghitungan dengan CITATION
pada SRAC.
[ File name: CitXYZ.sh ]---
FUL1
MACRO FOR INNER FUEL (3.2W/O UO2) BY PIJ
1 1 1 1 2 1 4 3 -2 1 0 0 0 0 2 0 1 0 0 0 / SRAC CONTROL
FUL2
MACRO FOR OUTER FUEL (2.1W/O UO2), SAME GEOMETRY WITH THE ABOVE CASE
1 1 / IXKY IDELAY (CALCULATE KINETICS PARAMETERS) 5.0CM MESH SIZE IN EACH DIRECTION
EPS(FLUX) < 1.0E-4, EPS(KEFF) < 1.0E-5, ZONE 4:BLACKNESS 001
2 10.00000 4 20.00000 4 20.00000 4 20.00000 4 20.00000 4 20.00000 4 20.00000 4 20.00000 4 20.00000 0
4 20.00000 4 20.00000 4 20.00000 4 20.00000 4 20.00000 4 20.00000 4 20.00000 4 20.00000 2 10.00000 0
1 1 2 2 2 3 3 4 4
FUL1A010 0 0 0.0 0.0 0.0 / HOMOGENIZED INNER FUEL FUL2A010 0 0 0.0 0.0 0.0 / HOMOGENIZED OUTER FUEL REFLA0D0 0 0 0.0 0.0 0.0 / REFLECTOR
one blank line (null case name to terminate job)
Penghitungan yang telah selesai dengan benar akan diikuti dengan pesan
pada bagian terakhir hasil penghitungan (output) seperti berikut ini.
'============================== END OF SRAC CALCULATION
======================='
Apabila hasil keluaran belum sampai pada pesan tersebut maka harus
dilakukan pengecekan pada input dan melakukan penghitungan kembali.
Setelah penghitungan selesai dengan benar, langkah selanjutnya adalah
mengecek apakah hasilnya telah sesuai dengan standard kemudian
melakukan analisis terhadap hasil yang diperoleh (Okumura, 2002).
Nilai dari output yang dilihat sebagai standard adalah besarnya k ( faktor
multiplikasi) efektif. Dimana nilai dari k efektif ini menunjukkan kekritisan
pada sebuah reaktor yang besarnya sama dengan satu (k=1). Jika besarnya
k>1 disebut reaktor superkritis yang artinya jumlah neutron meningkat
sebagai fungsi waktu. Sedangkan jika besarnya nilai k<1 disebut reaktor
subkritis yang artinya jumlah neutron menurun sebagai fungsi waktu
Selain faktor multiplikasi, keluaran yang akan diberikan adalah distribusi
rapat daya (power density) di dalam teras reaktor. Besarnya rapat daya
reaktor, yaitu besarnya daya yang dihasilkan persatuan volume (Alfa, 2005).
Distribusi rapat daya merupakan salah satu aspek analisis keselamatan
reaktor karena dari distribusi rapat daya tersebut dapat digunakan untuk
menentukan ada tidaknya faktor daya puncak dan suhu bahan bakar
minimum dari suatu teras reaktor yang melampaui batas yang diijinkan
D.Diagram Alir Penelitian
Gambar 12. Diagram Alir Penelitian Mulai
Menentukan ukuran dan konfigurasi teras reaktor Menghitung densitas atom
Input CITATION
CITATION pada SRAC
k=1
Ya
Tidak
Rapat Daya
Kesimpulan
V. KESIMPULAN DAN SARAN
A.Kesimpulan
Setelah dilakukan penelitian, analisis dan pembahasan dapat diperoleh
beberapa kesimpulan sebagai berikut.
1. Teras reaktor dengan bahan bakar Thorium berada dalam keadaan kritis
dengan nilai k-efektif 1,000274.
2. Keadaan kritis teras dicapai pada konfigurasi teras reaktor dengan ukuran
lebar (x) 85 cm, panjang 85 (y) dan tinggi (z) 180 cm jari 85 cm, pengayaan
bahan bakar sebanyak 2,23 % untuk posisi inner fuel dan 1,5 % untuk
posisi outer fuel.
3. Teras reaktor pada penelitian ini dapat menghasilkan daya termal sebesar
1000 MWth, rapat daya maksimal sebesar 625,675 Watt/cc yang terletak
pada posisi x = 17, y = 1 dan z = 36 dengan rapat daya rata-rata pada x = 17
sebesar 388,961 Watt/cc, y = 1 sebesar 391,959 Watt/cc dan pada z = 36
B.Saran
Penelitian selanjutnya disarankan untuk melalukan analisis termal hidrolik.
Analisis termal hidrolik ini juga sangat penting untuk mengetahui proses
perpindahan energi termal yang berasal dari reaksi fisi di dalam teras reaktor
DAFTAR PUSTAKA
Alfa, Teuku. 2005. Fisika Reaktor- Pelatihan penyelenggaraan Operator dan Supervisor Reaktor TRIGA 2000. Pusat Pendidikan dan Pelatihan BATAN. Bandung
Ammirabile, Luca. 2010. Studies on Supercritical Water Reactor Fuel Assemblies Using The Sub-channel Code COBRA-EN. Journal Of Nuclear Engineering and Design. Volume 240
Buongiorno, J. 2003. Generation IV R&D Activities For The Development Of The SCWR. Progress Report for The FY-03 Idaho National Engineering and Environmental Laboratory. USA
Carrera, Alejandro nunez, Gilberto Epinosa P, Juan Luis F. 2008. Transient and Stability Analysis of a BWR Core with Thorium-Uranium Fuel. Journal of Annals of Nuclear Energy. Volume 35 page 1550-1563.
Cheng, X, B. Kuang, Y.H. Yang. 2007. Analysis of Heat Transfer in Supercritical Water Cooled Flow Channels. Journal of Nuclear Engineering and Design. Volume 237 page 240-252
Csom, Gy, T. Reiss, Sz. Czifrus. 2012. Thorium as an Alternative Fuel for SCWRs. Journal of Annals of Nuclear Energy. Volume 41 page 67-78
Deuderstadt, James J, Louis J. Hamilton. 1976. Nuclear Reactor Analysis. John Wiley and Sons, Inc. New York.
Dunia Fisika. 2009. Komponen Nuklir. (online) Tersedia: http://duniafisika-html.blogspot.com/p/posting-1-fisika.html . diakses pada 27 Oktober 2012
Energi Baru dan Terbarukan. 2011. PLTN Fisi Thorium Paling Aman. (online) Tersedia: http://energibarudanterbarukan.blogspot.com/2011/03/pltn-fissi-thorium-paling-aman.html diakses pada 27 Oktober 2012
Engineering Toolbox. 2013. Melting Temperature Metals. (online) Tersedia:
pada 27 Oktober 2012
Harvego, Edwin A, Richard R. Schultz. Generation IV Tecnologies. CRC Press. New York
Info Nuklir. 2010. Program Energi Nuklir di Indonesia. (online) Tersedia:
http://infonuklir.com/readmore/read/nuklir_diindonesia/program_pltn_indon esia/ diakses pada 27 Oktober 2012
Info Nuklir. 2010. Prinsip Kerja Reaktor Nuklir. (online) Tersedia:
http://infonuklir.com/readmore/read/pltn/aspek_keselamatan/25pe0m1/Men
gapa_Indonesia_Memilih_Nuklir_ diakses pada 27 Oktober 2012
Jeong, Chang Joon, Chang Je Park, Won II Ko. 2008. Dynamic Analysis of a Thorium fuel Cycle in CANDU Reactors. Journal of Annals of nuclear Energy. Volume 35 page 1824-1848
Kamei, Takashi. 2008. Evaluation Index of sustainable Energy Supply Tehcnique and Its Analysis. ISSNP, Harbin.
Kamei, Takashi, Saeed Hakami. 2011. Evaluation of Implementation of Thorium Fuel Cycle with LWR and MASR. Journal of Progress in Nuclear Energy. Volume 53 page 820-824
Kidd. Stephen W. 2009. Nuclear Fuel Resources. CRC Press. New York.
Koning, A.J, D. Rochman. 2008. Towars Sustainable Nuclear Energy: Putting Nuclear Physics to Work. Journal of Annals of Nuclear Energy. Volume 35 page 2024-2030
Lewis, Elmer E. 2008. Fundamentals of Nuclear Reactor Physics. AP
Liu, X.J, X. Cheng. 2010. Coupled Thermal-hydraulics and Neutron-physics analysis with Mixed Spectrum Core. Journal of Progress in Nuclear Energy. Volume 52 page 640-647
Majalah Energi. 2010. Nuklir:Energi Alternatif Solusi Pemanasan Global. (online) Tersedia: http://majalahenergi.com/forum/energi-baru-dan-terbarukan /bentuk -energi-baru/inheren-safety-pada-reaktor-nuklir (online) diakses pada 1 November 2012
Pramuditya, Syailendra, Abdul Waris. 2005. Analisis Neutronik, Termal-Hidrolik, dan Termodinamik Pada Perancangan Pressurized Water Reactor. (online) Tersedia: http://www.scribd.com/doc/25692769/61/Gambar-4-6-Profil-Power-Density-Aksial diakses pada 7 Februari 2012
Prasetyo, R. Sigit E.B, Andang Widi Harto, Alexander Agung. 2006. Desain Teras Supercritical Water Cooled Fast Breeder Reactor. Prosiding Seminar Nasional ke-12 Teknologi dan Keselamatan PLTN Serta Fasilitas Nuklir. page 277-287
Reiss, T. Csom, Gy. Feher S, Czifrus. 2010. The Simplified Water-cooled Reactor (SSCWR), a New SCWR Design. Journal of Progress in Nuclear Energy. Volume 57 page 177-189
Roulstone, Tony. 2011. A Designers View of Nuclear Energy. (ppt) University of Cambridge
Sembiring, Tagor M. 2011. Analisis Model Teras 3-Dimensi untuk Evaluasi Parameter Kritikalitas Reaktor PWR Maju Kelas 1000 MW. Jurnal Teknologi Nuklir. Volume 13 page 78-95
Shan, Jianqiang, Wei Chen, Bo Wook Rhee, Laurence K.H Leung. 2010. Coupled Neutronics/Thermal-hydraulics Analysis of CANDU-SCWR Fuel Channel. Journal of Annals of Nuclear Energy. Volume 37 page 58-65
Sriyono. 2008. Kajian Permasalahan Material Terhadap Proses Korosi Pada Air Superkritis Reaktor SCWR. Jurnal Prosiding Seminar Nasional ke-14 Teknologi dan Keselamatan PLTN Serta Fasilitas Nuklir
Suparlina, Lily. Jati, Susilo. 2010. Analisis Parameter Neutronik dalam Desain Teras PLTN Tipe PWR 1000 Mwe dengan Metode Transport dan Difusi Neutron. Jurnal Prosiding Seminar Nasional ke-16 Teknologi dan Keselamatan PLTN Serta Fasilitas Nuklir. Page 1-6
Thorium Power Indonesia. 2012. Sekilas Thorium. (online) Tersedia:
http://www.thoriumpowerindonesia.com/teknologi/sekilas-thorium diakses pada 29 Oktober 2012
Tsiklauri, Georgi, Robert talbert, Bruce Schmitt, Gennady Filiipov, Roald Bogoyavlensky, Evgenel Grishanin. 2005. Supercritical steam Cycle for Nuclear Power Plant. Journal of Nuclear Engingeering and Design. Volume 235 page 1651-1664
Cycles. Journal of Annals of Nuclear Energy. Volume 36 page 404-408
Windisari, Arie Yusman, Widarto, Yusman Wiyatmo. 2011. Penentuan Karakteristik Distribusi Rapat Daya Teras Reaktor Kartini. Jurnal Prosiding Seminar Nasional ke-17 Teknologi Keselamatan PLTN Serta Fasilitas Nuklir. ISSN:0854-2910
World Nuclear. 2010. Nuclear Power Reactors. (online) Tersedia:
http://www.world-nuclear.org/info/inf32.html diakses pada 1 November 2012
World Nuclear. 2010. Tecnology System SCWR. (online) Tersedia:
http://www.gen-4.org/Technology/systems/scwr.htm. diakses pada 1
November 2012