• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB 2 KETENTUAN UMUM DAN TATA CARA PERPAJAKAN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "BAB 2 KETENTUAN UMUM DAN TATA CARA PERPAJAKAN"

Copied!
33
0
0

Teks penuh

(1)

BAB 2

KETENTUAN UMUM DAN TATA CARA

PERPAJAKAN.

DASAR HUKUM.

1. Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2009 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakn, merupakan perubahan terakhir.

2. Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan.

3. Keputusan Direktur Jendral Pajak KEP-338/PJ./2001 tanggal 8 Mei 2001 tentang Tata Cara Pendaftaran dan Pemberian NPWP Orang Pribadi yang berstatus karyawan.

ISTILAH-ISTILAH YANG ADA DALAM KETENTUAN UMUM

DAN TATA CARA PERPAJAKAN.

Beberapa ketentuan dalam Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (Lembaran Negara Republik IndonesiaTahun 1983 Nomor 49, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3262)sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1994 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1994 Nomor 59,

Tambahan Lembaran Negara Nomor 3566) diubah lagi dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 16 Tahun 2000. Beberapa pengerian dalam Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan adalah sebagai berikut:

1. Wajib Pajak adalah orang pribadi atau badan yang menurut ketentuan perundang-undangan perpajakan ditentukan untuk melakukan

kewajiban perpajakan, termasuk pemungut pajak atau pemotong pajak tertentu.

2. Badan adalah sekumpulan orang atau modal yang merupakan

kesatuan baik yang melakukan usaha maupun yang tidak melakukan usaha yang meliputi PT, perseroan komanditer, perseroan lainnya, BUMN, atau BUMD dengan nama dan dalam bentuk apapun, firma, kongsi, koperasi, dana pensiun, persekutuan, perkumpulan, yayasan, organisasi massa, organisasi sosial politik, atau organisasi yang

sejenis, lembaga, bentuk usaha tetap (BUT) dan bentuk badan lainnya. 3. Pengusaha adalah orang pribadi atau badan dalam bentuk apapun

yang dalam kegiatan usaha atau pekerjaanya menghasilkan,

(2)

4. Pengusaha Kena Pajak adalah pengusaha sebagaimana dimaksud pada angka 3 yang melakukan penyerahan Barang Kena Pajak (BKP) dan atau penyerahan Jasa Kena Pajak (JKP) yang dikenakan pajak

berdasarkan Undang-Undang Pajak Pertambahan Nilai 1984 dan perubahannya, tidak termasuk Pengusaha Kecil yang batasannya ditetapkan dengan Keputusan Menteri Keuangan, kecuali Pengusaha Kecil yang memilih untuk dikukuhkan menjadi Pengusaha Kena Pajak. 5. NPWP adalah nomor yang diberikan kepada Wajib Pajak sebagai sarana

dalam administrasi perpajakan yang dipergunakan sebagai tanda pengenal diri atau identitas Wajib Pajak dalam melaksanakan hak dan kewajiban perpajakannya.

6. Masa Pajak adalah jangka waktu yang lamanya sama dengan satu bulan takwim atau jangka waktu lain yang ditetapkan dengan Keputusan Menteri Keuangan paling lama 3 (tiga) bulan takwim. 7. Tahun Pajak adalah jangka waktu yang lamanya sama dengan satu

tahun takwim, kecuali apabila Wajib Pajak menggunakan tahun buku yang tidak sama dengan tahun takwim.

8. Bagian Tahun Pajak adalah bagian dari jangka waktu satu tahun pajak. 9. Pajak yang terutang adalah pajak yang harus dibayar pada suatu saat,

dalam Masa Pajak, tahun Pajak, atau dalam bagian Tahun Pajak

menurut ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan yang berlaku.

10. Surat Pemberitahuan adalah surat yang oleh Wajib Pajak

digunakan untuk melaporkan perhitungan dan atau pembayaran pajak, objek pajak dan atau bukan objek pajak dan atau harta dan kewajiban, menurut ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan.

11. Surat Pemberitahuan Masa adalah surat pemberitahuan pajak untuk suatu Masa Pajak atau sama dengan satu bulan takwim.

12. Surat Pemberitahuan Tahunan adalah surat pemberitahuan atas pajak untuk suatu Tahun Pajak atau Bagian Tahun Pajak.

13. Surat Setoran Pajak adalah surat yang oleh Wajib Pajak

digunakan untuk melakukan pembayaran atau penyetoran pajak yang terutang ke kas Negara melalui kantor pos dan Bank Badan Usaha Milik Negara atau Bank Badan Usaha Milik Daerah atau tempat pembayaran lain yang ditunjuk oleh Menteri Keuangan.

14. Surat Ketetapan Pajak adalah surat ketetapan yang meliputi Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar atau Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan atau Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar atau Surat Ketetapan Pajak Nihil (selanjutnya secara rinci dijelaskan dalam bab ini)

(3)

16. Pekerjaan bebas adalah pekerjaan yang dilakukan oleh orang pribadi yang mempunyai keahlian khusus sebagai usaha untuk

memperoleh penghsilan yang tidak terikat oleh suatu hubungan kerja. 17. Penanggung Pajak adalah orang pribadi atau badan yang

bertanggung jawab atas pembayaran pajak, termasuk wakil yang menjalankan hak dan memenuhi keajiban Wajib Pajak menurut ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan.

18. Surat Keputusan Pembetulan adalah surat keputusan yang membetulkan kesalahan tulis, hitung, dan atau kekeliruan penerapan ketentuan dalam peraturan perundang-undangan perpajakan yang terdapat dalam surat keteapan pajak, Surat Tagihan Pajak, Surat Keputusan Keberatan, Surat Keputusan Pengurangan atau

Penghapusan Sanksi Administrasi, Surat Keputusan Pengurangan dan Pembatalan Ketetapan Pajak yang tidak benar, atau Surat Keputusan Pengembalian Pendahuluan Kelebihan Pajak.

19. Surat Keputusan Keberatan adalah surat keputusan atas

keberatan terhadap surat ketetapan pajak atau terhadap pemotongan atau pungutan oleh pihak ketiga yang diajukan oleh Wajib Pajak.

20. Surat Paksa adalah Surat perintah membayar hutang pajak dan biaya penagihan pajak.

21. Kredit Pajak untuk Pajak Pertambahan Nilai adalah pajak masukan yang dapat dikreditkan setelah dikurangi dengan

pengembalian pendahuluan kelebihan pajak atau setelah dikurangi dengan pajak yang telah dikompensasikan yang dikurangikan dari pajak terutang.

22. Kredit Pajak untuk Pajak Penghasilan adalah Pajak yang dibayar sendiri oleh Wajib Pajak ditambahn dengan pokok pajak yang terutang dalam Surat Tagihan Pajak karena PPh dalam tahun berjalan tidak atau kurang bayar, ditambah dengan pajak yang dipotong atau dipungut, ditambah dengan pajak atas penghasilan yang dibayar atau terutang di luar negeri, dikurangi dengan pengembalian pendahuluan kelebihan pajak yang dikurangkan dari pajak yang terutang.

23. Putusan Banding adalah putusan badan peradilan pajak atas banding terhadap Surat Keputusan Keberatan yang diajukan oleh Wajib Pajak.

24. Surat Keputusan Pengembalian Pendahuluan Kelebihan Pajak adalah Surat keputusan yang menetukan jumlah pengembalian pajak untuk Wajib Pajak tertentu.

(4)

lain dalam rangka melaksanakan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan.

26. Penelitian adalah serangkaian kegiatan yang dilakukan untuk menilai kelengkapan pengisian Surat Pemberitahuan dan Lampiran-Lampirannya termasuk penilaian tentang kebenaran penulisan dan perhitungannya.

27. Penyidikan adalah serangkaian tindakan yang dilakukan oleh penyidik untuk mencari serta mengumpulkan bukti atas tindak pidana dibidang perpajakan yang bertujuan membuat terang tindak pidana di bidang perpajakan yang dilakukan Wajib Pajak serta bertujuan

menemukan tersangka.

PENETAPAN SUATU TAHUN PAJAK

Sesuai dengan pengertian diatas Tahun Pajak merupakan jangka waktu satu tahun takwim, kecuali ditentukan oleh Menteri Keuangan. Penetapan Tahun Pajak, pedoman yang digunakan dalam menetapkan tahun pajak adalah banyaknya bulan dalam tahun tersebut. Sebagai contoh:

1. Pembukuan 1 Juli 2004 berakhir 30 Juni 2005, ditetapkan sebagai tahun pajak 2004 (karena 6 bulan pertama berada di Tahun 2004) 2. Pembukuan 1 April 2004 berakhir 31 Maret 2005, ditetapkan sebagai

tahun pajak 2004.

3. Pembukuan 1 Agustus 2004 berakhir 31 Juli 2005, ditetapkan sebagai tahun pajak 2005.

NOMOR POKOK WAJIB PAJAK (NPWP)

Setiap Wajib Pajak mendaftarkan dirinya ke Direktorat jendral Pajak yang wilayah kerjanya meliputi tempat tinggal atau tempat kedudukan Wajib Pajak dan kepadanya diberikan Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP). Setiap Wajib Pajak sebagai pengusaha dikenakan pajak berdasarkan Unang-Undang pajak Pertambahan Nilai tahun 1984 dan perubahannya, wajib melaporkan

usahanya ke kantor Direktorat Jendral Pajak yang wilayah kerjanya meliputi tempat tinggal atau tempat kedudukan Pengusaha dan tempat kegiatan usaha dilakukan untuk dikukuhkan menjadi Pengusaha Kena Pajak.

NPWP adalah nomor yang digunakan sebagai suatu saran dalam administrasi perpajakan yang dipergunakan sebagai tanda pengenal diri atau identitas. NPWP wajib dipunyai oleh semua Wajib Pajak, tetapi untuk satu Wajib Pajak hanya mempunyai satu NPWP, walaupun mempunyai lebih dari satu

penghasilan. (lihat contoh NPWP pada lampiran 1).

(5)

1. Sebagai tanda pengenal diri atau identitas Wajib Pajak dalam

administrasi perpajakan, jadi untuk satu Wajib Pajak hanya mempunyai satu NPWP.

2. Untuk menjaga ketertiban dalam pembayaran pajak dan dalam pengawasan administrasi perpajakan.

3. Sebagai dokumen perpajakan, sehingga semua yang berhubungan dengan dokumen perpajakan harus mencantumkan NPWP.

4. Untuk mendapatkan pelayanan tertentu dari instansi-instansi yang mewajibkan mencantumkan NPWP dalam dokumen-dokumen yang diwajibkan misalnya: dalam pengajuan kredit ke bank.

5. Untuk kepentingan pelaporan SPT masa dan tahunan.

Dokumen yang diperlukan untuk mendapatkan NPWP berdasarkan KEP-161/PJ/2001:

1. Wajib Pajak orang pribadi yang tidak menjalankan usaha atau pekerjaan bebas:

 Fotokopi KTP bagi penduduk Indonesia atau paspor ditambah surat keterangan tempat tinggal dari instansi yang berwenang sekurang-kurangnya Lurah atau Kepala Desa bagi orang asing. Menurut KEP-701/PJ.2001; KTP merupakan satu-satunya dokumen untuk menentukan domisili/tempat tinggal.

2. Wajib Pajak orang pribadi yang menjalankan usaha atau pekerjaan bebas(Usahawan):

 Fotokopi KTP/Kartu keluarga/SIM/Paspor ditambah keterangan sekurang-kurangnya Lurah atau Kepala Desa bagi orang asing.

 Surat keterangan tempat kegiatan usaha atau pekerjaan bebas

dari instansi yang berwenang sekurang-kurangnya Lurah atau Kepala Desa bagi orang asing.

 Fotokopi Surat Ijin Usaha atau Surat Keterangan Tempat Usaha dari instansi yang berwenang.

3. Wajib Pajak Badan:

 Fotokopi akta pendirian dan perubahan terakhir atau surat

keterangan penunjukan dari kantor pusat bagi BUT.

 Fotokopi KTP bagi penduduk Indonesia atau paspor ditambahn surat keterangan tempat tinggal dari instansi yang berwenang sekurang-kurangnya Lurah atau Kepala Desa bagi orang asing.

 Surat keterangan tempat kegiatan usaha atau pekerjaan bebas

dari instasni yang berwenang sekurang-kurangnya Lurah atau Kepala Desa bagi orang asing.

 Surat persetujuan penanaman modal asing dari badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) untuk Wajib Pajak PMA.

(6)

 Fotokopi surat penunjukan sebagai bendaharawan.

 Fotokopi tanda bukti diri KTP/Kartu Keluarga/SIM/Paspor.

5. Joint operation sebagai Wajib Pajak pemungut/pemotong:

 Fotokopi perjanjian kerjasama sebagai joint operation.  Fotokopi NPWP masing-masing anggota joint operation. 6. Jika pemohon berstatus perusahaan anak/cabang, maka harus

melampirkan bukti pendaftaran induk/pusatnya.

7. Cabang atau Orang Pribadi Pengusaha tertentu, jika Wajib Pajak ingin membuka usaha atau Pabrik atau cabang lain di Kantor Pelayanan Pajak (KPP) yang wilayah kerjanya berlainan dengan tempat tinggal atau tempat berkedudukan maka dapat memilih melakukan:

Pemusatan yaitu pelaporan PPN kepada satu Kantor Pelayanan Pajak (KPP) tempat berkedudukan Kantor Pusat.

Desentralisasi yaitu dengan mendaftarkan diri di tempat

cabang, usaha dilakukan dengan kewajiban PPh Pasal 21, 23, 26, dan PPN.

Fotokopi tersebut harus disahkan oleh petugas pendaftaran pada saat diserahkan oleh Wajib Pajak di tempat Pelayanan Terpadu atau Seksi Tata Usaha Perpajakan di KPP tempat Wajib Pajak melakukan kegiatan. Jika seorang Wajib Pajak sekaligus dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak (PKP), maka Surat keterangan Terdaftar dan Surat Pengukuhan Pengusaha Kena Pajak diterbitkan setelah permohonan pendaftaran dan pelaporan beserta persyaratannya diterima secara lengkap (KEP-61/PK/2001 Pasal 4). Jika pendaftaran melalui pos, maka fotokopi tersebut disahkan oleh

pejabat/instansi yang berwenang.

PENDAFTARAN DAN PEMBERIAN NPWPBAGI ORANG PRIBADI YANG

BERSTATUS KARYAWAN.

Sesuai dengan KEP-338/PJ/2001 tanggal 8 Mei 2001 tentang Tata Cara

Pendaftaran Pemberian NPWP Orang Pribadi yang berstatus karyawan maka karyawan tetap yang menerima atau memperoleh penghasilan sehubungan dengan pekerjaan yang jumlahnya diatas PTKP wajib mendaftarkan diri dan kepadanya diberikan NPWP.

Ketentuan-ketentuan yang terdapat dalam KEP-338/PJ/2001 antara lain:

(7)

mendapatkan NPWP di KPP Lokasi dapat dilayani melalui pemberi kerja atau bendaharawan Pemerintah.

2. Kepala KPP dapat memberikan NPWP kepada Wajib Pajak Orang Pribadi yang berstatus karyawan secara jabatan dengan ketentuan yang berlaku.

PENDAFTARAN NPWP SECARA JABATAN.

Direktur Jendral Pajak dapat menerbitkan NPWP dan mengukuhkan PKP secara jabatan apabila Orang Pribadi atau Badan memenuhi syarat sebagai Wajib Pajak/Pengusaha Kena Pajak (PKP) tetapi tidak mendaftarkan diri atau tidak melaporkan usahanya.

Pemberian NPWP secara jabatan atau pengukuhan Pengusaha Kena Pajak secara jabatan dilakukan jika berdasarkan data yang diperoleh atau dimilki oleh Direktorat Jendral Pajak ternyata orang pribadi atau badan tersebut memenuhi syarat untuk diberikan NPWP atau dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak (PKP).

CARA MEMPEROLEH NPWP.

Cara memperoleh NPWP adalah datang sendiri ke Kantor Direktur Jendral Pajak di wilayah tempat tinggal Wajib Pajak sekaligus melampirkan

kelengkapannya dan menyampaikan secara langsung atau melalui pos ke kantor pos ke Kantor Pelayanan Pajak/Kantor Penyuluhan Pajak setempat, termasuk wanita kawin yang melakukan pisah harta.

NPWP dan NPPKP dapat dihapuskan atau terhapus. Pengertian penghapusan NPWP adalah tindakan menghapuskan NPWP dari Tata Usaha Kantor

Pelayanan Pajak. Ketentuan-ketentuaan khusus penghapusan NPWP dalam hal:

1. Wajib Pajak Orang Pribadi meninggal dunia dan tidak meninggalkan Warisan.

2. Wanita kawin tidak dengan perjanjian pemisahan harta dan penghasilan.

3. Warisan yang belum terbagi dalam kedudukan sebagai subjek pajak sudah selesai dibagi.

4. Wajib Pajak Badan yang telah dibubarkan secara resmi berdasarkan ketentuan perundang-undangan yang berlaku.

5. Bentuk Usaha tetap yang karena suatu hal kehilangan statusnya sebagai Bentuk Usaha Tetap.

(8)

Pasal 39 Undang-Undang Nomor 6 tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan sebagaimana telah diubah dengann undang-Undang Nomor 9 tahun 1994 bahwa jika Wajib Pajak dengan sengaja tidak

mendaftarkan diri atau menyalahgunakan atau menggnakan tanpa hak NPWP sehingga dapat menimbulkan kerugian pada pendapatan Negara, diancam dengan pidana penjara selama-lamanya 6 tahun dan denda

setinggi-tingginya empat kali jumlah pajak terutang yang tidak atau kurang bayar.

BEBERAPA CATATAN KHUSUS TENTANG NPWP:

1. Wajib Pajak yang berpenghasilan lebih kecil dari Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP) atau hanya memperoleh penghasilan dari satu pemberi kerja tidak wajib mempunyai PTKP.

2. Apabila Wajib Pajak sebenarnya tidak wajib ber-NPWP, tapi jika memerlukan bisa mendaftarkan diri.

3. Setiap Wajib Pajak hanya mempunyai satu NPWP untuk semua jenis pajak.

4. Perusahaan perseorangan ber-NPWP untuk semua jenis Pajak. 5. Untuk badan yang baru berdiri sebaiknya tetap mempunyai NPWP

karena apabila rugi dapat dikompensasikan pada tahun berikutnya.

PENGHAPUSAN NPWP.

Penghapusan NPWP diatur dalam KEP-161/PJ/2001 sebagai berikut:

1. Wajib Pajak meninggal dunia dan tidak meninggalkan warisan;

2. Warisan yang belum terbagi (dalam kedudukan sebagai Subjek Pajak) sudah selesai dibagi;

3. Wanita kawin tidak dengan perjanjian pemisahan harta dan penghasilan;

4. Wajib Pajak Orang Pribadi yang tidak memenuhi syarat lagi untuk digolongkan sebagai Wajib Pajak;

5. Wajib Pajak Badan yang telah dibubarkn secara resmi berdasarkan dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku;

6. Wajib Pajak Bentuk Usaha tetap yang karena sesuatu hal kehilangan statusnya sebagai BUT

Penghapusan NPWP dapat dilakukan apabila utang pajak telah dilunasi, kecuali dari hasil pemeriksaan pajak diketahui baha utang pajak tersebut tidak dapat atau tidak mungkin ditagih lagi karena:

1. Wajib Pajak meninggal dunia tanpa meninggalkan warisan; 2. Wajib Pajak tidak dapat ditemukan lagi;

(9)

Penghapusan NPWP bagi Wajib Pajak wanita kawin berlaku sejak awal tahun berikutnya setelah tahun perkawinan dilaksanakan dengan ketentuan:

1. Suami telah terdaftar sebagai Wajib Pajak;

2. Berkas Wajib Pajak wanita kawin telah digabungkan dengan KPP tempat suami terdaftar.

3. Pencabutan pengukuhan sebagai Pengusaha Kena Pajak (PKP) dilakukan dalam hal PKP pindah alamat ke wilayah kerja KPP lain, bubar, atau tidak memenuhi syarat lagi sebagai PKP.

Bagi Pengusaha Kecil dalam hal peredaran usaha untuk tahun buku tidak melebihi batas peredaran bruto, maka PKP dapat mengjukan pencabutan pengukuhan PKP paling lambat 3 (tiga) bulan setelah berakhirnya tahun buku yang bersnagkutan dan akan diproses/diperiksa dalam waktu 2 (dua) bulan sejak permohonan diterimanya.

NORMA PENGUKUHAN PENGUSAHA KENA PAJAK (NPPKP)

NPPKP adalah nomor yang harus dimiliki setiap pengusaha yang berdasarkan Undang-undang PPN dikenakan pajak, wajib melaporkan usahanya pada kantor Direktorat Jendral Pajak untuk dikukuhkan sebagai PKP (Pengusaha Kena Pajak).

JIKA PENGUSAHA KENA PAJAK (PKP) TIDAK MEMILIKI NPWP DAN

TIDAK MELAPORKAN KE KANTOR PELAYANAN PAJAK (KPP) SEBAGAI

PKP.

Jika PKP tidak melakukan hal tersebut, maka dikenakan sanksi perpajakan (diatur dalam Pasal 39 Undang-Undang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan) bahwa bagi Wajib Pajak dengan sengaja tidak mendaftarkan diri atau menyalahgunakan atau menggunakan tanpa hak NPWP atau

pegnukuhan PKP, sehingga dapat menimbulkan kerugian Negara diancam pidana selama-lamanya 6 tahun dan denda setinggi-tingginya 4 kali jumlah pajak terutang yang kurang bayar.

SARANA, BATAS WAKTU, ANGSURAN, DAN PENUNDAAN

PEMBAYARAN PAJAK.

(10)

TABEL 2-1: BATAS WAKTU PEMBAYARAN ATAU

PENYETORAN PAJAK.

N

o Jenis Pajak Batas Waktu Pembayaran atau Penyetoran

1 PPh Pasal 21 Tanggal 10 bulan takwim berikutnya setelah masa pajak berakhir, selambat-lambatnya 20 hari

setelah Masa Pajak berakhir. 2 PPh Pasal 22 -

Impor Bersamaan dengan pembayaran Bea Masuk. Apabila pembayaran bea masuk dibebaskan/ditunda, maka harus dilunasi saat penyelesaian dokumen impor.

3 PPh Pasal 22 Dirjen Bea dan Cukai (DJBC)

1 hari setelah pemungutan pajak dilakukan.

4 PPh Pasal 22 –

Bendaharawan Pada hari yang sama dengan pelaksanaan pembayaran atas penyerahan barang yang dibiayai dari APBN/D.

5 PPh Pasal 23 dan

26 Tanggal 10 bulan takwim berikutnya setelah bulansaat terutang, selambat-lambatnya 20 hari setelah masa pajak berakhir.

6 PPh Pasal 25 Tanggal 15 bulan takwim berikutnya setelah Massa Pajak berakhir, selmbat-lambatnya 20 hari setelah masa pajak beakhir.

7 PPN dan PPnBM oleh

Bendaharawan APBN

Tanggal 7 bulan takwim berikutnya setelah masa pajak berakhir selambat-lambatnya 14 hari

setelah masa pajak berakhir

8 PPN dan PPnBM selain

Bendaharawan APBN (pemungut PPN)

Tanggal 15 bulan takwim berikutnya setelah Masa Pajak berakhir selambat-lambatny 20 hari setelah Masa Pajak berakhir.

9 PPN dan PPnBM

Impor Bersamaan dengan pembayaran Bea Masuk, apabila bea masuk dibebaskan atau ditunda, maka harus dilunasi saat penyelesaian dokumen impor.

10 PPN & PPnBM –

DJBC Disetor 1 hari setelah pemungutan pajak dilakukan, dilaporkan secara mingguan paling lambat 7 hari setelah batas waktu penyetoran pajak berakhir.

11 PPh Pasal 22, dari penyerahan oleh Pertamina atas hasil produksi dan

Dilunasi sebelum Delivery Order ditebus,

(11)

penyerahan bahan bakar dan gas oleh badan usaha lain.

1. Untuk pembayaran kekurangan pajak yang terutang berdasarkan SPT-Tahunan PPh (PPh Pasal 29) harus dibayar lunas selambat-lambatnya tanggal 25 bulan ketiga setelah Tahun Pajak atau Bagian Tahun Pajak berakhir.

2. Untuk SPT, SKPKB, SKPKBT, Surat Keputusan Pembetulan, Surat

Keputusan Keberatan, dan Putusan Banding yang menyebabkan jumlah pajak yang harus dibayar bertambah, maka harus dilunasi dalam

jangka waktu 1 bulan sejak tanggal diterbitkannya surat ketetapan tersebut.

Setiap keterlambatan pembayaran akan dikenakan bunga sebesar 2% sebulan untuk seluruh masa yang dihitung sejak saat jatuh tempo.

JIKA WAJIB PAJAK TIDAK MAMPU MEMBAYAR PAJAK.

Dalam peraturan perundang-undangan perpajak diluar bahwa jika Wajib Pajak tidak dapat atau tidak mampu untuk membayar pajak, maka mengajukan pemohonan tertulis untuk mengangsur atau menunda pembayaran pajak. Tata cara pelaksanaan pemberian angsuran dan

penundanaan pembayaran pajak ditetapkan dengan keputusan Direktorat Jendral Pajak Nomor 53/PJ/1995 tanggal 23 Juni 1995, meliputi:

1. Wajib Pajak dapat mengaukan permohonan tertulis untuk mengangsur atau menunda pembayaran dengan alasan mengalami kesulitan

likuiditas, atau keadaan diluar kekuasaan (force mayor) sehingga tidak dapat memenuhi kewajiban pajak pada waktunya.

2. Syarat pengajuan:

a. Diajukan sebelum jatuh tempo pembayaran utang pajak berakhir, kecuali Wajib Pajak mengalami keadaan diluar kekuasaannya dapat diajukan setelah tanggal jatuh tempo. b. Menyatakan alasan-alasan penundaan pembayaran.

c. Menyatakan jumlah pajak yang dipermohonkan untuk diangsur atu ditunda.

d. Melampirkan bukti-bukti untuk ditunda menguatkan alasan permohonan.

e. Wajib Pajak harus bersedia memberikan jaminan kecuali Kepala Kantor Pelayanan Pajak (KPP) mengangap tidak perlu jaminan. 3. KPP atas nama Direktorat Jendral Pajak menerbitkan Surat Keputusan

(12)

hari sejak permohonan diterima. Surat Keputusan berisi keputusan menerima seluruhnya atau sebagian atau penolakan.

4. Masa angsuran penundaan diberikan paling lambat 12 bulan sejak tanggal diterbitkan Surat Keputusan, dan tidak dapat diperpanjang lagi.

KETENTUAN KHUSUS UNTUK PAJAK PENGHASILAN PASAL

25.

Pasal 25 mengatur tentang angsuran pajak Wajib Pajak yang dilakukan selama 12 bulan (setahun), tetapi karena alasan tertentu Wajib Pajak dapat mengajukan permohonan secara tertulis kepada Direktorat Jendral Pajak untuk mengurangi besarnya angsuran pajak. Syarat pengajuan permohonan tersebut:

1. Dapat menunjukan bahwa PPh yang akan terutang pada akhir tahun pajak kurang dari ¾ dari PPh yang menjadi dasar perhitungan

besarnya angsuran PPh Pasal 25.

2. Menyebabkan jumlah pajak dan angsuran pajak menurut perhitungan Wajib Pajak seharusnya terutang.

Dalam jangka waktu 3 bulan setelah tanggal penerimaan surat permohonan pengurangan atau angsuran pajak Direktur Jendral Pajak harus memberi keputusan jika dalam jangka waktu tersebut Direktur Jendral Pajak tidak memberi keputusan, maka Wajib Pajak dapat melakukan angsuran sesuai dengan perhitungannya.

SURAT PEMBERITAHUAN (SPT).

Merupakan surat yang digunakan oleh Wajib Pajak untuk melaporkan perhitungan dan pembayaran pajak yang terutang menurut ketentuan undang-undang perpajakan. Setiap Wajib Pajak wajib mengisi Surat

Pemberitahuan dalam Bahasa Indonesia dengan menggunakan huruf latin, angka Arab, satuan mata uang Rupiah, dan menandatangani serta

menyampaikannya ke Kantor Direktorat Jendral Pajak tempat Wajib Pajak terdaftar atau dikukuhkan.

(13)

JENIS-JENIS SPT.

1. SPT Masa adalah SPT yang digunakan oleh Wajib Pajak untuk

melaporkan perhitungan dan pembayaran pajak terutang dalam suatu masa pajak (suatu saat tertentu).

2. SPT Tahunan adalah SPT yang digunakan oleh Wajib Pajak untuk melaporkan perhitungan dan pembayaran pajak terutang dalam suatu tahun pajak.

Karena di Indonesia menerapkan self assessment system, maka pembayaran pajak terutang tidak tergantung pada surat tagihan atau surat ketetapan, tetapi ditetapkan sendiri oleh Wajin Pajak dengan jalan mengisi dan

menyampaikan SPT kepada DJP.

PROSEDUR DAN PENGISIAN SPT.

1. Datang sendiri ke KPP mengambil berkas SPT atau mengkopi dari formulir asli (resmi) menurut perundang-undangan perpajakan. 2. Mengisi SPT sesuai dengan ketentuan yang berlaku kemudian

menyerahkan kembali ke KPP dala batas waktu yang sudah ditentukan. 3. Jika terjad kekeliruan, maka Wajib Pajak dapat membetulkan sendiri

dengan menyampaikan pernyataan tertulis dalam jangka waktu 2 tahun sesudah saat terutangnya pajak atau berakhirnya Masa Pajak, dengan syarat:

a. Direktur Jendral Pajak belum melakukan pemeriksaan dan pembetulan tersebut menyebabkan utang pajak menjadi lebih besar, maka dikenakan sanksi 2% sebulan.

b. Walaupun sudah dilakukan pemeriksaan tetapi belum dilakukan penyidikan, Wajib Pajak dapat mengungkapkan ketidakbenaran pengisian SPT.

FUNGSI SPT.

1. Sebagi sarana Wajib Pajak untuk melaporkan dan

mempertanggungjawabkan perhitungan pajak yang sebenarnya terutang.

2. Sebagai sarana bagi Wajib Pajak untuk melaporkan pambayaran pajak yang telah dilakukan sendiri atau telah dipungut/dipotong oleh pihak lain.

(14)

HAL-HAL YANG HARUS TERCANTUM DALAM SPT:

1. Jumlah pajak yang sebenarnya terutang menurut perhitungan yang benar.

2. Jumlah pembayaran/pelunasan pajak yang telah dibayar sendiri oleh Wajib Pajak maupun dipotong melalui pihak lain.

3. Jumlah pajak yang masih harus dibayar atas kekurangannya dan jumlah pajak yang lebih dibayar.

HAL-HAL YANG HARUS DIPERHATIKAN DALAM PENGISIAN SPT:

1. BENAR, artinya seluruh objek pajak yang dimiliki harus disajikan

dengan benar, baik dalam perhitungan, penerapan tarif, pengkreditan pajak yang telah dipotong pihak lain maupun dalam pengisian kolom-kolom pada formulir SPT.

2. JELAS, artinya penyajian informasi dalam SPT tidak menimbulkan penafsiran yang berbeda bagi pihak lain/pembaca laporan/peneliti. 3. LENGKAP, artinya dalam penyampaian SPT harus ditandatangani oleh

Wajib Pajak, karena jika tidak ditandatangani dianggap tidak lengkap. Selain itu SPT harus dilampiri dengan berkas-berkas yang dibutuhkan untuk perhitungan pajak.

KETENTUAN TAMBAHAN YANG BERKAITAN DENGAN PENGISIAN

DAN PENYAMPAIAN SPT:

1. Wajib Pajak mengisi dan menyampaikan SPT dengan benar, lengkap, dan menandatnganinya.

2. Jika Wajib Pajak adalah badan, maka SPT harus ditandatangani oleh direksi atau pengurus.

3. Jika SPT diisi dan ditandatangani oleh orang lain bukan Wajib Pajak, maka harus dilampiri surat kuasa khusus.

4. Pengisian SPT Tahunan Pajak Penghasilan oleh Wajib Pajak yang wajib melakukan pembukuan harus dilengkapi dengan laporan keuangan berupa neraca, dan laporan laba-rugi serta keterangan-keterangan lain yang diperlukan untuk menghitung besarnya Penghasilan Kena Pajak (PKP).

5. Tata cara penerimaan dan pengolahn SPT diatur dengan Keputusan Menteri Keuangan.

(15)

7. Penyampaian SPT dapat dikirimkan melalui Kantor Pos secara tercatat atau dengan cara lain yang diatur dengan Keputusan Jendral Pajak. 8. Tanda bukti dan tanggal pengiriman untuk penyampaian SPT lewat

Kantor Pos telah lengkap dianggap sebagai tanda bukti penerimaan.

PENYAMPAIAN SPT DENGAN MEDIA ELEKTRONIK.

SPT Tahunan dapat disampaikan dalam bentuk formulir (kertas) dan dalam bentuk elektronik (e-SPT Tahunan). SPT dalam bentuk kertas adalah SPT yang diisi dengan caa manual (diketik), sedangkan SPT elektronik adalah SPT dalam bentuk digital yang disampaikan melalui jaringan komunikasi data, sebagai lampiran dari SPT induk. SPT Digital ini digunkan untuk SPT Masa PPh, SPT Masa PPN, dan SPT Tahunan PPH. Mulai tanggal 10 September 2002 Wajib Pajak besar wajib menyampaikan SPT dalam bentuk digital.

Menurut ketentuan Pasal 2 Keputusan Direktur Jendral Pajak Nomor KEP-338/PJ/2002 tentang Tata Cara Pembayaran Setoran Pajak melalui Sistem Pembayaran On-line dan Penyampaian Surat Pemberitahuan Dalam Bentuk Digital (diubah dengan Keputusan Direktur Jendral pajak Nomor:

KEP-19/PJ/2003) dengan ketentuan sebagai berikut:

1. Wajib Pajak dapat melakukan pembayaran setoran pajak melalui sistem pembayaran on-line sejak tanggal 1 Juli 2002.

2. Wajib Pajak yang melakukan pembayaran setoran pajak melalui unit pelayanan bank persepsi atau bank devisa persepsi atau PT Pos

Indonesia yang telah dapat melakukan adiministrasi penerimaan pajak secara on-line.

3. Wajib Pajak yang melakukan pembayaran pajak melalui unit pelayanan bank persepsi atau bank devisa perspsi atau Pos Indonesia yang belum melakukan administrasi penerimaan pajak secara on-line namun masih berhak menerima pembayaran pajak dapat melakukan pembayaran pada unit tersebut tidak secara on-line sampai batas waktu 31 Desember 2003.

BENTUK DAN ISI SPT TAHUNAN.

SPT Tahunan Wajib Pajak Badan terdiri dari 7 lembar formulis yang terdiri sebagai berikut:

1. Induk SPT atau Formulir 1771, formulir yang berisi data lengkap Wajib Pajak, jenis usaha, jumlah penghasilan, dan perhitungan pajak

penghasilan.

(16)

3. Lampiran II atau Formuli 1771-II, formulir yang berisi perincian harga pokok penjualan, biaya usaha lainnya, biaya dari luar usaha.

4. Lampiran III atau Formulir 1771-III, formulir yang berisi perhitungan kredit pajak dalam negeri.

5. Lampiran IV atau Formulir 1771-IV, formulir yang berisi daftar PPh Final dan penghasilan yang tidak termasuk objek pajak.

6. Lampiran V atau Formulir 1771-V, formulir yang berisi daftar susunan pemegang saham/pemilik modal dan jumlah deviden yang dibagikan dan daftar susunan pengurus dan komisaris.

7. Lampiran VI atau Formulir 1771-V, formulir yang berisi daftar

penyertaan modal pada perusahaan saham atau perusahaan afiliasi. 8. Lampiran khusus SPT tahunan ada beberapa yaitu:

 Surat Setoran Pajak lembar ke-3 (PPh Pasal 29).

 Laporan keuangan lengkap.

 Daftar penyusutan dan amortisasi fiskal.

 Perhitungan kompensasi kerugian.

 Pernyataan transaksi dalam hubungan istimewa.  Daftar fasilitas penanaman modal.

 Daftar cabang utama perusahaan.

 Surat Setoran pajak lembar ke-3 (PPh Pasal 26).  Perhitungan PPh Pasal 26.

 Kredit pajak luar negeri.

 Surat kuasa khusu, untuk kontraktor Production Sharing (migas)

wajib melaporkan Pertamina Quaterly Report.

Sedangkan SPT Tahunan Wajib Pajak Orang Pribadi terdiri dari 5 (lima) lembar formulir yang terinci sebagai berikut:

1. Induk SPT atau Formulir 1770, merupakan formulir yang berisi data lengkap Wajib Pajak, jenis usaha, alamat, jumlah penghasilan, dan perhitungan pajak penghasilan.

2. Lampiran I atau Formulir 1770-I, merupakan formulir yang berisi perhitungan penghasilan neto dalam negeri.

3. Lampiran II atau Formulir 1770-II, merupakan formulir yang berisi daftar pemotongan/pungutan PPh oleh pihak lain, PPh yang ditanggung pemerintah, penghasilan neto dan pajak atas penghasilan yang

dibayar/dipotong/terutang di luar negeri.

4. Lampiran III atau Formulir 1770-III, merupakan formulir yang berisi penghasilan yang telah dikenakan pajak bersifat final, dikenakan pajak tersendiri, penghasilan pengusaha tertentu serta penghasilan yang termasuk objek pajak.

(17)

6. Formulir 1770 S berisi lapiran perhitungan angsuran PPh Pasal 25. (Lihat Lampiran).

BATAS WAKTU PENYAMPAIAN SPT DAN SANKSI

KETERLAMBATAN.

Sesuai dengan Undang-Undang Pajak Nomor 16 Tahun 2000 batas waktu penyampaian SPT:

1. Surat Pemberitahuan Masa paling lambat 20 (dua puluh) hari setelah akhir Masa Pajak.

2. Surat Pemberitahuan Tahuan paling lambat 2 (tiga) bulan setelah skhir Tahun Pajak.

Namun demikian Direktur Jendral Pajak atas permohonan waktu Pajak dapat memperpanjang jangka waktu penyampaian Surat Pemberitahuan Tahunan paling lama 6 (enam) bulan. Permohonan tersebut harus diajukan tertulis disertai Surat Pernyataan mengenai perhitungan sementara pajak terutang dalam satu Tahun Pajak dan bukti pelunasan kekurangan pembayaran pajak yang terutang. Sedangkan pembayaran SSP untuk PPh Pasal 29 (sisa pajak terutang) batas akhirnya sampai 25 Maret tahun takwim berikutnya setelah tahun pajak berakhir.

Jika penyampaian SPT tidak sesuai dengan batas waktu ysng telah

ditetapkan atau batas waktu perpanjangan, maka diterbitkan Surat Teguran. Bentuk dan isi Surat Pemberitahuan serta keterangan dan atau dokumen yang harus dilampirkan ditetapkan dengn Keputusan Menteri Keuangan. Surat Pemberitahuan dianggap tidak disampaikan apabila tidak

ditandatangani atau tidak sepenuhnya dilampiri keterangan dan atau dokumen.

Jika SPT tidak disampaikan sesuai dengan batas waktu dan perpanjangan yang telah ditentukan, maka untuk keterlambatan SPT tersebut wajib pajak dikenakan sanksi administrasi berupa denda administrasi sebesar

RP50.000,00 untuk SPT Masa, sedangkan untuk SPT Tahunan Rp100.000,00. Pengenaan sanksi administrasi berupa denda tersebut dilakukan terhadap Wajib Pajak tertentu yang ditetapkan dengan Keputusan Menteri Keuangan.

PERPANJANGAN JANGKA WAKTU PENYAMPAIAN SPT

TAHUNAN.

(18)

menggunakan Formulir 1770-Y untuk Wajib Pajak Orang Pribadi, sedangkan Formulir 1771-Y untuk Wajib Pajak Badan. Berdasarkan Surat Edaran

SE04/PJ.33/1998 syarat-syarat pengajuan perpanjangan penyampaian SPT Tahunan adalah:

1. Permohonn diajukan sebelum batas waktu penyampaian SPT Tahunan Pajak Penghasilan berakhir dengan menyebutkan alasan-alasan. 2. Menyampaikan perhitungan sementara Pajak Penghasilan (PPh)

terutang dan dilampiri Laporan Keuangan sementara tahun pajak yang berkenaan.

3. Melampirkan bukti pelunasan atas kekurangan pajak yang terutang. 4. Permohonan menggunakan formulir 1770Y/1771Y/1721Y.

Dalam hal pengambilan keputusan atas permohonan perpanjangan jangka waktu SPT Tahunan yang berwenang adalah Kepala Kantor Pelayanan Pajak tempat Wajib Pajak terdaftar. Kepala Kantor Pelayanan Pajak (KPP) wajib memberikan keputusan persetujuan/penolakan atas permohonan Wajib Pajak selambat-lambatnya 7 (tujuh) hari sejak permohonan diterima lengkap. Jika sampai 7 (tujuh) hari Kepala KPP tidak memberikan keputusan, maka

permohonan Wajib Pajak dianggap diterima. Penundaan biasanya akan diberikan paling lama 3 (tiga) bulan sejak saat berakhirnya batas waktu penyampaian SPT tersebut.

Sanksi yang diberikan atas permohonan peranjangan batas waktu

penyampaian SPT Tahunan ini akan dikenakan denda 2% sebulan. Dihitung dari saat berakhirnya kewajiban menyampaikan SPT sampai dengan tanggal dibayarkannya kekurangan pembayaran tersebut dan bagian dari bulan dihitung penuh 1 (satu) bulan.

LAMPIRAN-LAMPIRAN DALAM SURAT PERMBERITAHUAN

(SPT).

Beberapa lampiran yang harus ada dalam SPT Tahunan:

1. Neraca dan Laporan Laba-Rugi (bagi Wajib Pajak yang menggunakan pembukuan lengkap).

2. Perhitungan Angsuran PPh Pasal 25 tahun pajak berkutnya untuk Wajib Pajak tertentu yang mengisi kotak pada angka 14 huruf b pada induk SPT (Formulir 1771).

3. Formulir SSP sebagai bukti pembayaran/penyetoran PPh Pasal 29. 4. Kelengkapan lain-lain: m

a. Daftar nominatif piutang tak tertagih.

(19)

d. Daftar Nominatif biaya representatif/entertaiment, dan lain-lain.

TATA CARA PEMEBTULAN SPT.

Jika Wajib Pajak akan membetulkan SPT yang telah diserahkan dapat dilakukan dengan cara:

1. Menyatakan pernyataan tertulis dalam jangka waktu 2 (dua) tahun sesudah berakhirnya Masa Pajak, Bagian Tahun Pajak, atau Tahun Pajak dengan syarat Direktur Jendral Pajak belum melakukan pemeriksaan. 2. Jika pembetulan sendiri yang dilakukan Wajib Pajak mengakibatkan

utang pajak lebih besar, maka akan dikenakan sanksi administrasi 2% (dua persen) sebulan atas jumlah pajak yang kurang bayar, dihitung sejak saat penyampaian SPT berakhir sampai dengan tanggal

pembayaran karena pembetulan SPT itu.

3. Jika Direktorat Jendral Pajak terlanjur melakukan pemeriksaan sepanjang belum terjadi tindakan penyidikan atas ketidakbenaran penyajian SPT, maka Wajib Pajak dapat dengan kesadaran sendiri melakukan pengungkapan atas ketidakbenaran pengisian SPT tersebut disertai dengan pelunasan kekurangan pembayaran jumlah pajak yang sebenarnya terutang beserta sanksi administrasi 2 (dua) kali jumlah pajak yang kurang bayar.

4. Sekalipun jangka waktu pembetulan SPT sudah berakhir, dengan

syarat Direktur Jendral Pajak belum menerbitkan Surat Ketetapan Pajak (SKP), maka Wajib Pajak dapat melakukan pengungkapan dalam

laporan tersendiri tentang ketidakbenaran pengisian SPT yang telah disampaikan yang mengakibatkan:

a. Pajak-pajak yang masih haus dibayar menjadi lebih besar atau; b. Rugi berdasarkan ketentuan perpajak menjadi lebih kecil atau; c. Jumlah harta menjadi lebih besar, atau;

d. Jumlah modal menjadi lebih besar.

5. Pajak yang kurang bayar yang timbul sebagai akibat dari

pengungkapan ketidakbenaran pengisian SPT harus dilunasi Wajib Pajak sebelum laporan tersendiri tersebut disampaikan diserta dengan sanksi administrasi berupa kenaikan sebesar 50% (lima puluh persen) dari pajak yang kurang bayar.

SURAT KETETAPAN PAJAK (SKP).

Surat Ketetapan Pajak ini muncul jika dalam jangka waktu lima tahun

sesudah saat terutangya pajak atau berakhirnya Masa Pajak, Bagian Tahun Pajak, atau Tahun Pajak terjadi hal-hal sebagai berikut:

(20)

2. Apabila Surat Pemberitahuan tidak disampaikan dalam jangka waktu sebagaimana dimaksud Pasal 3 ayat (3) dan setelah ditegur secara tertulis tidak disampaikan pada waktunya sebagaimana dalam Surat Teguran.

3. Apabila berdasarkan hasil pemeriksaan mengenai Pajak Pertambahan Nilai (PPN) Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan Barang Mewah

ternyata tidak seharusnya dikompensasikan selisih lebih pajak, tidak seharusnya dikenakan tarif 0% atau tidak seharusnya diberikan pengembalian pajak.

4. Apabila kewajiban tidak dipenuhi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 dan Pasal 29 sehingga tidak dapat diketahui besarnya pajak

terutang.

Jika kekurangan pajak yang terutang dalam Surat Ketetapan Pajak pada poin 1 ditambah dengan sanksi administrasi 2% (dua persen) sebulan unutk selama-lamanya dua puluh empat bulan, dihitung mulai saat terutangnya pajak atau berakhirnya Masa Pajak, Bagian Tahun Pajak atau Tahun Pajak sampai dengan diterbitkannya Surat Ketetapan Pajak.

Jumlah pajak dalam Surat Ketetapan Pajak sebagaimana dimaksud dalam poin 2, 3, dan 4 ditambah dengan sanksi administrasi berupa kenaikan sebesar:

a. 50% (lima puluh persen) dari Pajak Penghasilan yang kurang atau tidak dibayar dalam satu Tahun Pajak.

b. 100% (seratus persen) dari Pajak Penghasilan yang tidak atau kurang dipotong, tidak atau kurang dipungut, tidak atau kurang disetorkan, dan dipotong atau dipungut tetapi tidak atau kurang disetorkan. c. 100% (seratus persen) dari Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa

dan Pajak Penjualan barang Mewah yang tidak atau kurang bayar.

Jumlah Pajak Penghasilan (PPh) yang dipotong atau dipungut oleh pihak ketiga untuk satu tahun pajak, jumlah Pajak Penghasilan yang dibayar sendiri, pajak yang ditagih dalam Surat Tagihan Pajak untuk Tahun Pajak tersebut, serta pajak atas penghasilan yang dibayar atau terutang di luar negeri untuk tahun pajak yang bersangkutan, dikreditkan dari jumlah Pajak Panghasilan yang terutang dalam Surat Ketetapan Pajak.

(21)

JENIS-JENIS SKP.

Jenis-jenis SKP ada 4 yaitu: SKPLB, SKPKB, SKPBT, dan SKPN yang diuraikan sebagai berikut:

1. Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar (SKPKB) adalah surat keputusan yang menentukan besarnya jumlah pajak terutang, jumlah kredit pajak, kekurangan pembauaran pokok pajak, sanksi administrasi, dan denda yang masih harus dibayar. SKPKN diterbitkan oleh Dirjen Jendral Pajak 10 tahun sejak saat terutangnya pajak.

2. Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan (SKPKBT) adalah surat keputusan yang menentukan tambahan atas jumlah pajak yang telah ditetapkan. SKPKBT dikeluarkan jika diketahui ternyata berdasarkan data baru ada pajak yang belum terungkap pada saat mengeluarkan SKPKB sebelumnya. SKPKBT ditrbutkan oleh Direktur Jendral Pajak dalam jangka waktu 10 (sepuluh) tahun sesudah saat pajak terutang, berakhirnya masa pajak, bagian tahun pajak, atau tahun pajak jika ditemukan data baru dan atau data yang semula belum terungkap yang mengakibatkan penambahan jumla pajak terutang. Jumlah kekurangan pajak yang terutang dalam SKPKBT ditambah sanksi administrasi berupa kenaikan sebesar 100% (seratus persen) dari jumlah kekurangan pajak tersebut. Jika jangka waktu telah lewat 10 (sepuluh) tahun maka SKPKBT tetap diterbitkan ditambahn sanksi administrai 48% (empat puluh delapan persen) dari jumlah pajak yang tidak atau kurang bayar.

3. Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar (SKPLB) adalah surat keputusan yang menentukan jumlah kelebihan pembayaran pajak karena jumlah kredit pajak lebih besar dari pajak terutang. Dari jumlah kelebihan pajak tersebut dapat dikembalikan atau Wajib Pajak mempunyai utang pajak, maka dapat diperhitungkan untuk melunasi terlebih dahulu utang pajak tersebut. Pengembalian kelebihan pembayaran pajak dilakukan paling lama sebulan sejak diterimanya permohonan pengembalian kelebihan pembayaran pajak sehubungan dengan diterbitkannya Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar (SKPLB)

sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 atau sejak diterbitkannya Surat Keputusan Pengembalian Pendahuluan Kelebihan Pajak. Jika

pengembalian kelebihan pembayaran pajak setelah jangka waktu sebulan, maka pemerintah harus memberikan bunga 2% sebulan atas keterlambatan pembayaran kelebihan pajak, dihitung dari saat

berlakunya batas waktu sampai dengan saat dilakukannya

(22)

4. Surat Ketetapan Pajak Nihil (SKPN) adalah surat keputusan yang menentukan jumlah pajak terutang sama besarnya dengan jumlah kredit pajak (tidak ada kekurangan atau kelebihan bayar).

FUNGSI SKP.

Surat-surat ketetapan pajak tersebut diatas secara umum berfungsi sebagai:

1. Alat koreksi atas pajak terutang menurut SPT Wajib Pajak. 2. Sarana dalam pengenaan sanksi oleh KPP.

3. Sarana untuk mengembalikan kelebihan pajak dalam hal lebih bayar. 4. Sarana untuk memberitahukan jumlah pajak terutang.

5. Sarana untuk menagih pajak.

SKP diterbitkan oleh Direktur Jendral Pajak dalam jangka waktu lima tahun sesudah saat pajak terutang, berakhirnya Masa Pajak, Bagian Tahun Pajak, dan Tahun Pajak apabila ditemukan data baru dan atay data yang semula belum terungkap yang menyebabkan penambahan jumlah pajak yang terutang. Jumlah kekurangan pajak yang terutang dalam Surat Ketetapan Pajak Tambahan, ditambah dengan sanksi administrasi berupa kenaikan sebesar 100% (seratus persen) dari jumlah kekurangan pajak tersebut.

Kenaikan 100% (seratus persen) tersebut tidak dikenakan apabila Surat Ketetapan Pajak Tambahan itu diterbitkan berdasarkan keterangan tertulis oleh Wajib Pajak atas kehendak sendiri, sepanjang Direktur Jendral Pajak belum melakukan tindakan pemeriksaan. Jika atas pajak yang terutang pada saat jatuh tempo pembayaran tidak dibayar atau kurang bayar, maka atas pajak tidak bayar atau kurang bayar itu dikenakan denda bunga sebesar 2% sebulan untuk seluruh masa, yang dihitung dari jatuh tempo sampai dengan hari pembayaran dan bagian dari bulan dihitung penuh satu bulan.

Dalam hal Wajib Pajak diperbolehkan mengangsur atau menunda

pembayaran pajak, maka dikenakan bunga sebesar 2% sebulan. Jika Wajib Pajak diperbolehkan menunda penyampaian Surat Pemberitahuan dan ternyata perhitungan sementara pajak terutang sebagaimana dimaksud diatas kurang dari jumlah pajak yang sebenarnya terutang, maka atas kekurangan pembayaran pajak tersebut dikenakan bunga sebesar 2% (dua persen) sebulan dihitung dari saat berakhirnya kewajiban menyampaikan SPT sampai dengan hari dibayarnya kekurangan pembayaran tersebut.

SURAT TAGIHAN PAJAK (STP).

STP adalah surat untuk melakukan penagihan pajak dan atau sanksi

(23)

1. PPh dalam tahun berjalan tidak atau kurang bayar.

2. Dari penelitian SPT terdapat kekurangan pembayaran karena salah hitung.

3. Wajib Pajak dikenakan denda administrasi berupa denda dan atau bunga.

4. Pengusaha yang dikenakan pajak berdasarkan Undang-undang Pajak Pertambahan Nilai 1984 dan perubahannya, tetapi tidak melaporkan kegiatan usahanya untuk dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak (PKP).

5. Pengusaha yang tidak dikukuhkan sebagai PKP tetapi telah membuat faktur pajak, atau sebaliknya.

6. Pengusaha yang telah dikukuhkan sebagai PKP tidak membuat atau membuat faktur pajak tetapi tidak tepat waktu atau tidak mengisi selengkapnya faktur pajak.

Surat Tagihan Pajak mempunyai kekuatan hukum yang sama dengan Surat Ketetapan Pajak. Jumlah pajak yang terutang dalam Surat Tagihan Pajak (STP), ditambah dengan sanksi administrasi berupa bunga sebesar 2% sebulan paling lama 24 bulan dihitung sejak saat terutangnya pajak atau Bagian Tahun Pajak atau Tahun Pajak sampi dengan diterbitkannya Surat Tagihan Pajak.

Jumlah Pajak terutang berdasarkan Surat Tagihan Pajak (STP), Surat Ketetapan Pajak (SKP)atau Surat Ketetapan Pajak Tambahan, Putusan Banding, yang menyebabkan jumlah pajak yang harus dibayar bertambah, yang tidak dibayarkan oleh penanggung pajak, maka ditagih dengan Surat Paksa. Yang dikecualikan dari penagihan tersebut dan ditagih sekaligus dalam hal:

1. Penanggung Pajak akan meninggalkan Indonesia untuk selama-lamanya atau berniat untuk itu,

2. Penanggung Pajak memindahtangankan barang yang dimiliki atau dikuasai dalam rangka menghentikan atau mengecilkan kegiatan perusahaan atau pekerjaan yang dilakukannya di Indonesia.

3. Terdapat tanda-tanda bahwa Penanggung Pajak akan membubarkan badan usahanya, atau menggabungkan usahanya atau memekarkan usahanya atau memindahtangankan perusahaan yang dimilikinya tau dikuasainya atau melakukan perubahan bentuk lainnya.

4. Badan usaha akan dibubarkan oleh Negara, atau

(24)

Penagihan pajak dengan Surat Paksa dilaksanakan sesuai dengan ketentuan perturan perundang-undangan yang berlaku.

PEMBUKUAN DALAM PERPAJAKAN

PEMBUKUAN.

Pembayaran pajak oleh Wajib Pajak didasarkan pada transaksi atau kegiatan yang dilakukan oleh Wajib Pajak selama periode tertentu yang disesuaikan dengan peraturan perundang-undangan perpajakan yang berlaku. Menurut Pasal 28 UU KUHP kegiatan pembukuan adalah suatu proses pencatatan dilakukan secara teratur untuk mengumpulkan data atau informasi keuangan yang meliputi harta, kewajian, modal, penghasilan, dan biaya seta jumlah harga perolehan dan penyerahan barang dan jasa yang ditutup dengan menyusun laporan keuangan berupa neraca, dan laporan laba-rugi pada setiap tahun pajak berakhir. Pembukuan ini wajib dilakukan oleh orang

pribadi atau badan yang melakukan kegiatan usaha atau pekerjaan bebas di Indonesia harus mengadakan pembukuan yang dapat menyajikan

keterangan-keterangan yang cukup untuk menghitung Penghasilan kena Pajak atau harga perolehan dan penyerahan barang atau jasa, guna perhitungan jumlah pajak terutang berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan.

Bagi Wajib Pajak yang menurut ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan dibebaskan dari kewajiban untuk mengadakan pembukuan, maka sekurang-kurangnya harus menyelenggarakan pencatatan untuk dijadikan dasar pengenaan pajak terutang. Pencatatan tersebut berisi peredaran atau penerimaan bruto dalam suatu tahun pajak.

Pembukuan dan pencatatan harus diselenggarakan dengan memperhatikan itikad baik dan mencerminkan keadaan atau kegiatan usaha yang

sebenarnya. Pembukuan sekurang-kurangnya terdiri dari catatan yang dikerjakan secara teratur tentang keadaan kas dan bank, daftar piutang-utang, dan daftar persediaan barang dan pada setiap tahun pajak yang berakhir Wajib Pajak harus menutup pembukuannya dengan membuat

neraca dan perhitungan laba-rugi berdasarkan prinsip pembukuan yang taat asas (konsisten) dengan tahun sebelumnya.

(25)

usaha atau pekerjaan bebas Wajib Pajak harus disimpan selama sepuluh tahun.

Hal yang perlu diperhatikan dalam pembukuan adalah dalam penyelenggaraannya harus memenuhi ketentuan sebagai berikut:

1. Diselenggarakan dengan memperhatikan itikad baik dan

mencerminkan keadaan atau kegiatan usaha yang sebenarnya. 2. Kegiatan usaha diselenggarakan di Indonesia.

3. Menggunakan huruf Latin dan angka Arab.

4. Menggunakan satuan mata uang asing atau Rupiah dengan seijin Menteri Keuangan.

5. Disusun dalam bahasa Indonesia atau Asing dengan seijin Menteri Keuangan.

6. Diselenggarakan dengan prinsip taat asas dengan stelsel akrual atau kas. Stelsel akrual adalah suatu metode perhitungan penghasilan diakui pada waktu diperoleh dan biaya diakui pada waktu terutang. Jadi tidak tergantung kapan penghasilan itu diterima dan biaya yang

dibayar secara tunai. Menurut stelsel kas penghasilan dianggap sebagai penghasilan jika benar-benar diterima tunai demikian juga dengan biaya.

7. Perubahan atas penggunaan metode pembukuan harus seijin Direktur Jendral Pajak.

Jika tidak memperlihatkan pembukuan, pencatatan, atau dokumen lain yang menimbulkan kerugian pada Negara akan dikenai sanksi administrasi pidana selama-lamanya 6 tahun, dan denda administrasi 4 kali jumlah pajak yang terutang yang tidak atau kurang bayar.

Perubahan metode pembukuan akan mengakibatkan perubahan dalam prinsip taat asas yang dapat meliputi perubahan metode dari kas ke akrual atau sebaliknya atau perubahan pengunaan metode pengakuan penghasilan atau pengkuan biaya itu sendiri. Dengan adanya pembukuan yang lengkap (mencatat juga harga perolehan, nilai impor atau ekspor suatu Barang Kena Pajak, dan harga jual), maka tidak hanya Pajak Penghasilan saja yang dapat dihitung tetapi juga Pajak Pertambahan Nilai (PPh) dan Pajak Penjualan Baran Mewah (PPnBM).

PENCATATAN.

Pencatatan dilakukan oleh Wajib Pajak orang pribadi yang melakukan

(26)

usaha dan pekerjaan bebas pencatatannya hanya mengenai penghasilan bruto, pengurang, dan penghasilan neto yang merupakan Objek Pajak Penghasilan. Selain itu pencatatan meliputi pula penghasilan yang bukan Objek Pajak dan atau yang dikenakan pajak yang bersifat final.

Berdasarkan KEP-520/PJ/2000 bagi Wajib Pajak yang memiliki lebih dari satu jenis usaha dan atau tempat usaha, pencatatan harus dapat

menggambarkan jumlah peredaran atau peneriman bruto dari masing-masing jenis usaha atau tempat usaha yang bersangkutan.

Wajib Pajak menyelenggarakan pencatatan, maka perhitungan Pajak

Penghasilannya menggunakan Norma Perhitungan Penghasilan Neto (Pasal 14 UU PPh).

PEMBAYARAN PAJAK.

Berdasarkan KEP-169/PJ/2000 Jo KEP-101/PJ/2003 Jo KEP-194/PJ/2003 Jo KEP/384/PJ/2003 pembayaran atau penyetoran pajak yang terutang ke Kas Negara melalui Kantor Penerima Pembayaran dengan menggunakan Surat Setoran Pajak. Bank Penerima Pembayaran adalah Kantor Pos dan atau Bank BUMN/D atau tempat pembayaran lain yang ditunjuk (Bnak Persepsi). Secara umum alat pembayaran pajak dibagi menjadi beberapa jenis:

1. SSP Standar adalah surat setoran pajak yang dapat digunakan untuk pembayaran semua jenis pajak yang dibayar melalui Kantor Penerima Pembayaran yang belum terhubung secara on-line tapi masih berhak menerima pembayaran pajak, dan untuk penyetoran/pemungutan PPh Pasal 22 Bendahawaran dan atau PPN Bendaharawan.

SSP Standar dibuat 5 (lima) rangkap; (Lembar 1) untuk arsip Wajib Pajak, (Lembar 2) untuk KPP (Kantor Pelayanan Pajak), (Lembar 3) untuk dilaporkan oleh Wajib Pajak ke KPP, (Lembar 4) untuk arsip

Kantor Penerima Pembayaran, (Lembar 5) untuk arsip Wajib Pajak atau pihak lain sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

2. SSP Khusus adalah surat setoran pajak yang dicetak oleh Kantor Penerima Pembayaran yang telah mengadakan kerjasama Monitoring Pelaporan Pembayaran Pajak (MP3) dengan Direktorat Jendral Pajak. Kantor Penerima Pembayaran yang telah terubung secara on-line dengan sistem MP3 dengan Direktorat Jendral Pajak dapat melayani pembayaran atau penyetoran menggunakan SSP Khusus.

(27)

(delapan); (Lembar 1a) untuk Kantor Pelayanan Bea dan Cukai (KPBC), (Lembar 1b) untuk Penyetor/Wajib Pajak, (Lembar 2a) untuk Kantor Pelayanan Bea dan Cukai (KPBC) melalui Kantor Pembendaharaan dan Kas Negara (KPKN), (Lembar 2b dan 2c) untuk KPP melaui KPKN,

(Lembar 3a dan 3b) untuk KPP melaui Penyetor/Wajib Pajak atau Kantor Pelayanan Bea Cukai (KPBC), (Lembar 4) untuk Bank Devisa Persepsi, Bank Persepsi, atau PT Pos Indonesia.

4. SSCP (Surat Setoran Cukai atas Barang Kena Cukai dan PPN Hasil Tembakau Buatan Dalam Negeri) adalah SSP yang digunakan untuk melakukan penyetoran penerimaan Negara dari cukai atas

Barang Kena Cukai dan PPN hasil tembakau buatan Dalam negeri. SSCP dibuat Rangkap 6 (enam); (Lembar 1a) untuk Kantor Pelayanan Bea dan Cukan (KPBC)melalui Penyetor/Wajib Pajak, (Lembar 1b) untuk Penyetor/Wajib Pajak, (Lembar 2a dan 2b) untuk Kantor

Pembendaharaan dan Kas Negara (KPKN), (Lembar 3) untuk KPP

melalui Penyetor/Wajib Pajak, dan (Lembar 4) untuk Bank Persepsi atau PT Pos Indonesia.

TEMPAT DAN SISTEM PEMBAYARAN.

Berdasarkan Pasal 10 UU Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (KUP) pembayaran pajak dapat dilakukan dimanapun tempat pembayaran di seluruh Indonesia. Tempat pembayaran adalah:

1. Kantor Pos atau Bank-bank yan ditunjuk oleh Direktur Jendral Pajak. Pembayaran dengan menggunakan SSP.

2. Pembayaran Fiskal Luar Negeri selain tempat-tempat tersebut diatas dapat dilakukan pada loket-loket pembayaran pajak melalui bank atau Kantor Pos.

Pembayaran pajak juga dapat dilakukan dengan on-line yang wajib

dilakukan semua Wajib Pajak sejak 01 Januari 2003. Pembayaran dengan on-line dapat dilakukan dengan cara:

1. Melalui teller.

2. Melalui fasilitas transaksi bank seperti ATM, internet banking, dsb. 3. Cash management service (CMS) dapat dilayani jika sistem yang

menangani terhubungnya sistem pembayaran pajak secara on-line. Meskipun telah melakukan pembayaran pajak secara on-line, Wajib Pajak tetap harus melaporkan SSP (atas bukti transaks ATM) ke KPP.

(28)

PEMERIKSAAN.

Direktur Jendral Pajak berwenang melakukan pemeriksaan untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan dan untuk tujuan lain dalam rangka melaksanakan ketentuan peraturan perundang-undangan

perpajakan. Pemeriksaan Pajak adalah kegiatan mengumpulkan dan

mengolah data yang dilakukan KPP dalam rangka melaksanakan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan dan untuk menguji keptuhan pemenuhan kewajiban perpajakan serta untuk tujuan lain.

Sasaran pemeriksaan oleh KPP adalah:

1. Kesalahan dalam penafsiran Undang-Undang Perpajakan. 2. Kesalahan hitung.

3. Pelaporan penghasilan yang tidak sesuai dengan keadaan yang sebenarnya (penggelapan).

4. Pemotongan atau pemungutan dan pembebanan biaya lain.

Pemeriksaan yang dilakukan oleh Direktur Jendral Pajak adalah untuk menetapkan besarnya jumlah pajak yang terutang dan untuk tujuan lain dalam rangka melaksanakan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan. Untuk keperluan pemeriksaan, petugas pemeriksaan harus dilengkapi dengan Surat Perintah Pemeriksaan dan harus memperlihatkan kepada Wajib Pajak yang diperiksa.

Sedangkan Wajib Pajak yang diperiksa Wajib:

1. Memperlihatkan dan meminjamkan pembukuan atau pencatatan dokumen yang menjadi dasarnya, dan dokumen lain yang

berhubungan dengan kegiatan usaha atau pekerjaan bebas Wajib Pajak,

2. Memberi kesempatan untuk memasuki tempat atau ruangan yang dipandang perlu dan memberi bantuan guna kelancaran pemeriksaan. 3. Memberi keterangan yang diperlukan.

Dalam pengungkapan pembukuan, pencatatan, atau dokumen serta keterangan yang diminta, Wajib Pajak yang kerikat oleh suatu kewajiban untuk merahasiakan sesuatu, maka kewajiban untuk merahasiakan itu ditiadakan oleh permintaan untuk keperluan pemeriksaan seusai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Tata cara

pemeriksaan diatur lebih lanjut oleh Peraturan Pemerintah.

(29)

Penelitian adalah serangkaian kegiatan yang dilakukan oleh Kantor

Pelayanan Pajak (KPP) dalam rangka menguji ketelitian Wajib Pajak dalam Pengisian Surat Pemberitahuan (SPT).

Peneliti dalam hal ini berwenang:

1. Melakukan penelitian atas data Wajib Pajak seperti yang tertuan dalam SPT.

2. Meneliti/membandingkan antara data dalam SPT dan data yang sebenarnya.

3. Meminta keterangan atas data yang dilaporkan dalam SPT.

PENYIDIKAN.

Penyidikan adalah serangkaian kegiatan menyidik untuk mencari serta mengumpukan bukti yang diperlukan sehingga dapat membuat terang tentang tindak pidana di bidang perpajak dan untuk menemukan tersangka, serta mengetahui pajak terutang.

Penyidikan dilakuakan oleh Pejabat Pegawai Negeri Sipil tertentu

dilingkungan Direktorat Jendral Pajak yang diangkat oleh pejabat yang berwenang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Dan yang diberi wewenang khusus sebagai penyidik untuk

melakukan penyidikan tindak pidana di bidang perpajaka sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 8 tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana.

Penyidik dalam hal ini berwenang:

1. Melakukan penelitian atas kebenaran laporan atau keterangan yang berkenaan dengan tindak pidana dibidang perpajakan.

2. Melakukan penelitian terhadap orang yang diduga melakukan tindak pidana perpajakan.

3. Meminta keterangan dan bahan bukti tindak pidana di bidang perpajakan.

4. Melakukan pemeriksaan atas pembukuan, pencatatan, dan dokumen-dokumen lain yang berkenaan dengan tindan pidana di bidang

perpajakan.

5. Melakukan pemeriksaan di tempat tertentu yang diduga terdpat bahan bukti pembukuan, pencatatan, dan dokumen-dokumen lain serta

melakukan penyitaan terhadap bahan bukti yang dapat dijadikan bukti dalam perkara tindak pidana di bidang perpajakan, dan.

(30)

Penyidik memberitahukan dimulainya penyidikan dan menyampaikan hasil penyidikan kepada Penuntut Umum, sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 8 tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana.

KEBERATAN DAN BANDING.

Keberatan dilakukan oleh Wajib Pajak jika tidak menyetujui atas suatu:

a. Surat Pemberitahuan. b. Surat Ketetapan Pajak.

c. Surat Ketetapan Pajak Tambahan.

d. Surat Keputusan Kelebihan Pembayaran.

e. Pemotongan atau Pemungutan oleh pihak ketiga berdasarkan ketentuan perundang-undangan perpajakan.

Keberatan diajukan secara tertulis dalam Bahasa Indonesia dengan

menyatakan alasan-alasan dengan jelas. Kebratan diajukan dalam jangka waktu 3 (tiga) bulan sejak tanggal surat, tanggal pemotongan, atas

pungutan, kecuali jika Wajib Pajak dapat menunjukan bahwa jangka waktu itu tidak dapat dipenuhi karena keadaan diluar kekuasaannya. Pengajuan

keberatan ini tidak menunda kewajiban pembayaran pajak oleh Wajib Pajak.

Direktur Jendral Pajak harus memberi keputusan keberata yang diajukan oleh Wajib Pajak paling lama 12 (dua belas) bulan sejak Surat Keberatan diterima. Jika telah melewati masa tersebut, maka keberatan tersebut dianggap

diterima. Sebelum keputusan oleh Direktur Jendral Pajak, amak Wajib Pajak dapat menyampaikan alasan tambahan atau penjelasan tertulis. Dalam hal keberata Wajib Pajak, maka Direktur Jendral Pajak berhak menerima

seluruhnya atau sebagian, menolak atau menambah besarnya jumlah pajak yang terutang.

Banding adalah tindakan yang dilakukan Wajib Pajak jika tidak menyetujui atas keputusan keberatan dan melakukan banding kepada badan peradilan pajak. Putusan badan peradilan pajak bukan merupakan keputusan tata usaha Negara. Permohonan banding diajukan secara tertulis dalam bahasa Indonesia dengan alasan yang jelas dalam waktu 3 (tiga) bulan sejak

keputusan diterima dilampiri salinan dari surat keputusan tersebut.

Pengajuan permohonan banding ini tidak menunda kewajiban membayar pajak dan pelaksanaan penagihan pajak. Pengajuan banding ini tidak menunda kewajiban membayar pajak.

KETENTUAN KHUSUS KUP.

(31)

perpajakan, larangan bagi pejabat dan kewajiban merahasiakan pokok-pokok ketentuan khusus, seperti:

1. Dalam menjalankan hak dan pemenuhan kewajiban menurut

ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan, Wajib Pajak diwakili dalam hal:

a. Badan oleh pengurus.

b. Badan dalam pembubaran atau pailit oleh orang atau Badan yang dibebani dengan pemberesan.

c. Suatu warisan yang belum terbagi oleh salah seorang ahli warisnya, pelaksana wasiatnya atau yang mengurus harta peninggalannya.

d. Anak yang belum dewasa atau orang yang berada dalam pengampunan oleh wali atau pengampunya.

2. Wakil Wajib Pajak yang dimaksud dalam poin 1 bertanggung jawab secara pribadi dan atau secara renteng atas pembayaran pajak yang terutang kecuali apabila dapat membuktikan dan menyatakan kepada Direktur Jendral Pajak, bahwa mereka dalam kedudukannya benar-benar tidak mungkin untuk dibebani tanggung jawab atas pajak yang terutang tersebut.

3. Orang atau Badan dapat menunjuk seorang kuasa dengan surat kuasa untuk menjalankan hak dan kewajiban menurut ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan yang berlaku.

Hal-hal yang belum cukup diatur dalam Undang-Undang ini, diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah. Ketentuan-Ketentuan dalam Undang-undang.

RANGKUMAN.

1. Istilah-istilah dalam KUP: Wajib Pajak: orang pribadi/badan yang menurut ketentuan perundang-undangan perpajakan wajib membayar pajak, Badan: sekumpulan orang atau modal yang merupakan satu kesatuan yang melakukan kegiatan usaha, Pengusaha Kena Pajak (PKP): pengusaha yang melakukan penyerahan BKP atau JKP, Masa Pajak: suatu jangka waktu yang lamanya satu bulan takwim, Bagian Tahun Pajak: bagian dari jangka waktu satu tahun pajak, Pajak Terutang: pajak yang harus dibayar dalam satu saat tertentu,

Pekerjaan Bebas: pekerjaan orang pribadi yang mempunyai keahlian khusus dan tidak terikat oleh hubungan kerja, Penanggung Pajak:

(32)

membetulkan kesalahan tulis, hitung dan atau kekeliruan dalam SKP yang diterbitkan oleh KPP, Surat Paksa: surat perintah membayar utang pajak, Kredit Pajak PPN: pajak masukanyang dapat

dikreditkan, Kredit Pajak PPh: pajak yang dibayar sendiri oleh Wajib Pajak ditambah dengan pajak yang kurang bayar ditambah dengan pajak yang dipotong di luar negeri dikurangi pengembalian kelebihan pajak.

2. Penentuan Tahun Pajak jika suatu kegiatan dilakukan dalam bagian tahun pajak, maka tahun pajak dihitung ditahun mana kegiatan itu dilakukan sekurang-kurangnya 6 bulan. Contoh: suatu usaha dimulai 1 Juli 2001 dan berakhirnya 30 Juni 2002, maka masuk tahun pajak 2001 (karena 6 bulan pertama ada di tahun 2001).

3. NPWP adalah nomor pokok Wajib Pajak yang berfungsi sebagai sarana administrasi dan identitas Wajib Pajak dalam melaporkan pajak

terutang ke KPP.

4. NPPKP adalah nomor wajib yang dimiliki PKP yang berdasarkan Undang-undang PPN kena pajak.

5. Batas waktu pembayaran/penyetoran pajak: tgl 10 bulan takwim berikutnya untuk PPh Pasal 21, 26, dan 23, tanggal 15 bulan takwim berikutnya untuk PPh Pasal 25, PPN dan PPnBM, bersamaan dengan pembayaran bea masuk PPh Pasal 22-Impor dan PPN dan PPnBM Impor, 1 (satu) hari setelah pemungutan pajak dilakukan untuk PPh Pasal 22 Dirjen Bea Cukai dan PPN dan PPnBM DJNC, pada hari yang sama dengan pelksanaan pembayaran PPh Pasal 22 – Bendaharawan, sedangkan tanggal 7 bulan takwim berikutnya setelah masa pajak berakhir untuk PPN dan PPnBM Bendaharawan.

6. SPT adalah surat yang diisi oleh Wajib Pajak yang berisi jumlah pajak terutang dalam suatu saat.

7. Jenis SPT: SPT Masa (SPT yang disajikan oleh Wajib Pajak dalam suatu Masa Pajak) dan SPT Tahunan (SPT yang disajikan oleh Wajib Pajak dalam suatu tahun pajak).

8. Lampiran SPT: Neraca, Laba-Rugi, dan Lain-lain (Pembukuan), peredaran bruto setahun (Norma).

9. Macam-macam SKP: SKPLB, SKPKB, SKPBT, SKPN.

(33)

11. Pencatatan adalah kegiatan mencatat kegiatan usaha Wajib Pajak yang melakukan pekerjaan bebas yang menyajikan peredaran atau penerimaan bruto dan penerimaan penghasilan lainnya.

12. Pembayaran pajak menggunakan Surat Setoran Pajak (SSP), beberapa jenis SSP: (a) SSP Standar, (b) SSP Khusus, (c) SSPCP/Surat Setoran Pabean, Cukai, dan Pajak dalam Rangka Impor, (d) SSCP/Surat Setoran Cukai atas Barang Kena Cukai dan PPh hasil tembakau buatan dalam negeri.

13. Pemeriksaan: untuk menguji ketaatan Wajib Pajak terhadap peraturan perundang-undangan perpajakan yang berlaku.

14. Penyidikan: untuk menemukan tersangka kecurangan pajak dalam perusahaan.

Referensi

Dokumen terkait

&enurut Keputusan &enteri Kesehatan #epublik $ndonesia 'o (()*+&'K!+!K+-+//0 1entang !tandar Pelayanan %armasi Di #umah !akit, Pelayanan $nformasi Obat

dilakukan oleh Dokter Hewan berwenang di bidang Kesehatan Masyarakat Veteriner yang didukung dengan pemeriksaan dan pengujian terhadap cemaran mikroba, residu,

Kualitas Argumen dan Isyarat Periferal memiliki pengaruh positif terhadap Kredibilitas Ulasan atas video ulasan yang diberikan oleh GadgetIn, sehingga ketika

(2005) found that the application of humic acid and Zn before sowing affects the activation of the growth of the roots and the top of the plant, thereby increasing the

oh’ya Untuk membunuh atau memblokir koneksi komputer target sepenuhnya, klik kanan pada salah satu komputer yang ada di daftar dan pilih "Drop Hosts Selected". Ya

Skripsi ini berjudul Nilai-Nilai Islam dalam Serat Sastra Gending karya Sultan Agung. Yang berisi tentang ajaran-ajaran Islam dan dua disiplin Ilmu yaitu Teologi

Dengan kat a lain , j ika Anda selalu m em bayangkan pikir an yan g negat if. – kecew a, gagal, m ar ah, selalu m enyalahkan or ang lain , fr ust asi,

c. Pengaruh semua unsur pendapatan dan biaya yang berkaitan dengan arus kas investasi dan pendanaan, seperti laba atau rugi penjualan aktiva tetap. Perusahaan dianjurkan untuk