• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pola Pendampingan Dalam Memberikan Bantuan Hukum Terhadap Tindak Pidana Yang Dilakukan Anak Dalam Proses Pemeriksaan Dalam Tingkat Penyidikan (Studi di Polsek Padang Tualang Kabupaten Langkat)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Pola Pendampingan Dalam Memberikan Bantuan Hukum Terhadap Tindak Pidana Yang Dilakukan Anak Dalam Proses Pemeriksaan Dalam Tingkat Penyidikan (Studi di Polsek Padang Tualang Kabupaten Langkat)"

Copied!
87
0
0

Teks penuh

(1)

POLA PENDAMPINGAN DALAM MEMBERIKAN BANTUAN

HUKUM TERHADAP TINDAK PIDANA YANG DILAKUKAN

ANAK DALAM PROSES PEMERIKSAAN DALAM TINGKAT

PENYIDIKAN

(Studi Di Polsek Padang Tualang Kabupaten Langkat)

S K R I P S I

Diajukan Untuk Melengkapi Tugas-Tugas Dan memenuhi Syarat-Syarat Untuk Memperoleh

Gelar Sarjana Hukum

Oleh :

AYU ANANDA TARIGAN NIM : 090200023

DEPARTEMEN HUKUM PIDANA

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

M E D A N

(2)

POLA PENDAMPINGAN DALAM MEMBERIKAN BANTUAN HUKUM TERHADAP TINDAK PINDANA YANG DILAKUKAN ANAK

DALAM PROSES PEMERIKSAAN DALAM TINGKAT PENYIDIKAN

(Studi di Polsek Padang Tualang Kabupaten Langkat)

SKRIPSI

Disusun dan Diajukan Sebagai Persyaratan Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Hukum

Disusun Oleh : AYU ANANDA TARIGAN

NIM : 090200023

DEPARTEMEN HUKUM PIDANA

Disetujui Oleh :

Ketua Departemen Hukum Pidana

Dr. M. Hamdan, S.H.,M.H. NIP : 195703261986011001

Pembimbing I Pembimbing II

Dr. Madiasa Ablisar, S.H.,M.S. Nurmalawati, S.H.,M.Hum.

NIP : 196104081986011002 NIP : 196209071988112001

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

(3)

ABSTRAKSI

Ayu Ananda Tarigan*

Dr. Madiasa Ablisar, SH, M.S**

Nurmalawaty, SH, M.Hum***

Bantuan hukum merupakan masalah yang terkait dengan hak-hak asasi manusia, terutama dari segi memperoleh pemerataan keadilan. Bantuan hukum dipergunakan sebagai syarat untuk berjalannya fungsi maupun integritas peradilan yang baik bagi mereka yang termasuk golongan miskin menurut hukum yang berlaku, dengan berdasarkan jiwa kemanusian. Permasalahan yang timbul adalah bagaimana pengaturan hukum terhadap anak yang melakukan tindak pidana hukum positif Indonesia dan bagaimana pola pemberian bantuan hukum terhadap anak dalam proses penyidikan di Polsek Padang Tualang.

Metode pendekatan yang dilakukan penelitian ini adalah metode penelitian normatif dan metode penelitian sosiologis. Metode penelitian normatif yaitu penelitian yang dilakukan dengan berdasarkan studi kepustakaan serta analisa terhadap pasal-pasal dalam peraturan perundang-undangan. Metode penelitian sosiologis yaitu penelitian yang dilakukan dengan cara penerapan dalam praktek dilapangan.

Pengaturan Hukum terhadap anak yang melakukan tindak pidana merupakan salah satu bentuk penghormatan terhadap hak asasi manusia, termasuk penghormatan terhadap hak tersangka, menegenai pengaturan pemberian bantuan hukum ini diatur didalam beberapa peraturan perundang-undangan seperti Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang KUHAP yaitu Pasal 56 Ayat 1 dan Ayat 2 KUHAP. Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1997 yaitu Pasal 51 Ayat 1 tentang Pengadilan anak, Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 yaitu Pasal 3 poin C tentang Sistem Peradilan Pidana Anak. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak. Pola pemberian bantuan hukum terhadap Anak diKepolisian Sektor Padang Tulang Kabupaten Langkat ini, bahwa setiap seorang tersangka anak sejak saat ditangkap atau ditahan berhak mendapat bantuan hukum dari seorang atau lebih Penasehat Hukum selama dalam waktu dan pada setiap tingkat pemeriksaan menurut tata cara yang ditentukan dalam undang-undang, diberikan oleh Pihak Kepolisian Sektor Padang Tualang kepada seorang tersangka anak untuk memperoleh hak bantuan hukum seperti yang diatur didalam Perundang-Undangan, hal ini sesuai dengan Pasal 51 Ayat 1 Undang-Undang tentang Pengadilan Anak.

      

*

Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara  

** Pembimbing I Staf Pengajar Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara  

***

(4)

KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT yang telah

memberikan kekuatan, kesabaran dan ketabahan sehingga skripsi ini dapat

selesai dikerjakan.

Dalam hal penulisan skripsi ini penulis mengambil judul “Pola

Pendampingan Dalam Memberikan Bantuan Hukum Terhadap Tindak

Pidana Yang Dilakukan Anak Dalam Proses Pemeriksaan Dalam Tingkat

Penyidikan (Study Di Polsek Pdang Tualang Kabupaten Langkat)”. Adapun

maksud dan tujuan penulisan skripsi ini adalah untuk memenuhi kewajiban dan

syarat untuk meraih gelar Sarjana Hukum dalam Ilmu Hukum Departemen

Hukum Pidana pada Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

Dalam penulisan skripsi ini penulis mengucapkan terimakasih yang tidak

terhingga kepada Ayahanda Robah Tarigan dan Ibunda Asrah Siregar serta

kakak-abang dan beserta keluarga lainnya yang telah memberikan kasih sayang,

dukungan dan do’a-nya.

Dengan segala kerendahan hati penulis juga mengucapkan terima kasih yang

sedalam-dalamnya dan penghargaan setinggi-tingginya atas bantuan, bimbingan,

nasehat, kritik, serta saran sehingga penulisan skripsi ini dapat terselesaikan

(5)

1. Bapak Dekan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara Prof. Dr.

Runtung Sitepu, SH, M.Hum.

2. Bapak Prof. Dr. Budiman Ginting, SH, M.Hum., selaku Pembantu Dekan I

Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara; Bapak Syafruddin Hasibuan,

SH, M.Hum selaku Pembantu Dekan II fakultas Hukum Universitas Sumatera

Utara; dan Bapak M. Husni, SH. M.Hum selaku Pembantu Dekan III

Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

3. Bapak Dr. H. Muhammad Hamdan, SH. M.H., selaku Ketua Departemen

Hukum Pidana Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

4. Ibu ,Liza Erwina, SH. M.Hum. Selaku Seketaris Departemen Pidana

Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

5. Bapak Dr. MadiasaAblisar, SH. M.S dan Ibu Nurmalawaty SH.M.Hum

selaku dosen pembimbing skripsi, yang telah banyak memberikan sumbangan

baik bimbingan, waktu, keterangan, dan nasehat sehingga penulis dapat

menyelesaikan tulisannya.

6. Ibu Megarita, SH. C.N Selaku dosen Pembimbing akademik yang telah

banyak memberikan nasehat serta bimbingannya dalam hal akademik selama

penulis menjalani pendidikan di Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

7. Bapak dan Ibu dosen Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara yang telah

mendidik, mengasuh, dan membimbing penulis selama menempuh pendidikan

(6)

8. Seluruh Pegawai Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara atas

pelayanannya dan bantuannya selama penulis menempuh pendidikan di

Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

9. Bapak AKP H. M. Kosim S, selaku Kepala Kepolisian Sektor Padang

Tualang Kabupaten Langkat beserta personil di Polsek Padang Tualang yang

telah membantu saya dalam penulisan skripsi.

10. Seluruh rekan dan sahabat ku, terutama Yulistia, Kania, Rabithah, Rami

Papha Pm, Oky Wiratama,Andini Pratiwi, Natalia Gracia, dan Cristina

Waruhu yang telah banyak memberikan doa, saran, semangat serta waktu

dan tenaganya sehingga skripsi ini dapat terselesaikan.

10.Seluruh pihak yang telah membantu yang tidak bisa disebutkan satu persatu

penulis ucapkan banyak terimakasih.

Semoga amal dan kebaikan saudara-saudara semua mendapat balasan yang

setimpal dari Allah SWT.

Akhirnya, penulis menyadari penulisan skripsi yang sederhana ini terdapat

banyak kekurangan dan tidak sempurna. Dengan segala kerendahan hati penulis

dengan hati menerima kritik dan saran yang sifatnya membangun guna perbaikan

dan kesempurnaan skripsi ini. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi pihak

yang berkepentingan, Amin.

Medan, Januari 2012

Penulis

(7)

DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL ... i

HALAMAN PERSETUJUAN ... ii

ABSTRAKSI ... iii

KATA PENGANTAR ... iv

DAFTAR ISI ... v

BAB I : PENDAHULUAN A. Latar Belakang ... 1

B. Rumusan Masalah ... 12

C. Tujuan dan Manfaat Penulisan ... 12

D. Keaslian Penulisan ... 13

E. Tinjauan Kepustakaan ... 14

1. Pengertian Bantuan Hukum ... 14

2. Pengertian Anak ... 17

a. Menurut Undang-Undang No. 3 Tahun 1997 tentang Pengadilan Anak ... 18

b. Menurut Undang-Undang No. 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak ... 20

c. Menurut KUHPerdata ... 21

(8)

3. Pengertian Penyidikan ... 22

F. Metode Penelitian ... 24

G. Sistematika Penulisan ... 27

BAB II : PENGATURAN HUKUM TERHADAP ANAK YANG MELAKUKAN TINDAK PIDANA MENURUT HUKUM POSITIF DI INDONESIA

A. Menurut Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981

Tentang Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) ... 29

B. Menurut Undang-undang Nomor 3 Tahun 1997

Tentang Pengadilan Anak ... 38

C. Menurut Undang-undang Nomor 23 Tahun 2002

Tentang Perlindungan Anak ... 47

D. Menurut Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012

Tentang Sistem Peradilan Pidana Anak... 52

BAB III : POLA PEMBERIAN BANTUAN HUKUM

TERHADAP ANAK DI BAWAH UMUR DALAM PROSES PENYIDIKAN DI POLSEK PADANG TUALANG KABUPATEN LANGKAT

A. Proses Penyidikan di Polsek Padang Tualang

Kabupaten Langkat ... 58

B. Pola Pemberian Bantuan Hukum terhadap anak di

bawah umur dalam proses penyidikan ... 66

BAB IV : KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan ... 73

B. Saran ... 74

DAFTAR PUSTAKA

(9)

ABSTRAKSI

Ayu Ananda Tarigan*

Dr. Madiasa Ablisar, SH, M.S**

Nurmalawaty, SH, M.Hum***

Bantuan hukum merupakan masalah yang terkait dengan hak-hak asasi manusia, terutama dari segi memperoleh pemerataan keadilan. Bantuan hukum dipergunakan sebagai syarat untuk berjalannya fungsi maupun integritas peradilan yang baik bagi mereka yang termasuk golongan miskin menurut hukum yang berlaku, dengan berdasarkan jiwa kemanusian. Permasalahan yang timbul adalah bagaimana pengaturan hukum terhadap anak yang melakukan tindak pidana hukum positif Indonesia dan bagaimana pola pemberian bantuan hukum terhadap anak dalam proses penyidikan di Polsek Padang Tualang.

Metode pendekatan yang dilakukan penelitian ini adalah metode penelitian normatif dan metode penelitian sosiologis. Metode penelitian normatif yaitu penelitian yang dilakukan dengan berdasarkan studi kepustakaan serta analisa terhadap pasal-pasal dalam peraturan perundang-undangan. Metode penelitian sosiologis yaitu penelitian yang dilakukan dengan cara penerapan dalam praktek dilapangan.

Pengaturan Hukum terhadap anak yang melakukan tindak pidana merupakan salah satu bentuk penghormatan terhadap hak asasi manusia, termasuk penghormatan terhadap hak tersangka, menegenai pengaturan pemberian bantuan hukum ini diatur didalam beberapa peraturan perundang-undangan seperti Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang KUHAP yaitu Pasal 56 Ayat 1 dan Ayat 2 KUHAP. Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1997 yaitu Pasal 51 Ayat 1 tentang Pengadilan anak, Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 yaitu Pasal 3 poin C tentang Sistem Peradilan Pidana Anak. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak. Pola pemberian bantuan hukum terhadap Anak diKepolisian Sektor Padang Tulang Kabupaten Langkat ini, bahwa setiap seorang tersangka anak sejak saat ditangkap atau ditahan berhak mendapat bantuan hukum dari seorang atau lebih Penasehat Hukum selama dalam waktu dan pada setiap tingkat pemeriksaan menurut tata cara yang ditentukan dalam undang-undang, diberikan oleh Pihak Kepolisian Sektor Padang Tualang kepada seorang tersangka anak untuk memperoleh hak bantuan hukum seperti yang diatur didalam Perundang-Undangan, hal ini sesuai dengan Pasal 51 Ayat 1 Undang-Undang tentang Pengadilan Anak.

      

*

Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara  

** Pembimbing I Staf Pengajar Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara  

***

(10)

BAB I

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Anak adalah bagian dari generasi muda sebagai salah satu sumber daya

manusia yang merupakan potensi dan penerus cita-cita perjuangan bangsa di masa

yang akan datang, yang memiliki peran strategis dan mempunyai ciri dan sifat

khusus, memerlukan pembinaan dan perlindungan dalam rangka menjamin

pertumbuhan dan perkembangan fisik, mental, dan sosial secara seimbang.

Secara hukum negara Indonesia telah memberikan perlindungan kepada

anak melalaui berbagai peraturan perundang-undangan di antaranya UU Nomor.3

Tahun 1997 tentang Pengadilan Anak, UU Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak

Asasi Manusia dan UU Nomor.23 tahun 2002 tentang Perlindungan Anak. Akan

tetapi dalam pelaksanaannya sistem peradilan pidana anak di Indonesia masih

menghadapi berbagai persoalan. Persoalan yang ada diantaranya dilakukannya

penahanan terhadap anak, proses peradilan yang panjang mulai dari penyidikan,

penuntutan, pengadilan, yang pada akhirnya menempatkan terpidana anak berada

dalam lembaga pemasyarakatan yang meninggalkan trauma dan implikasi negatif

terhadap anak.1

Perlindungan anak diusahakan oleh setiap orang baik orang tua, keluarga,

masyarakat, pemerintah maupun negarara. Pasal 20 Undang-Undang No. 23

Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak menentukan: “Negara, pemerintah,

      

1

(11)

masyarakat, keluarga, dan orang tua berkewajiban dan bertanggung jawab

terhadap penyelenggaraan perlindungan anak.”2

Aspek hukum perlindungan anak perlu diperhatikan karena perlindungan

hukum terhadap anak dan peradilan pidana anak merupakan salah satu cara

melindungi anak dalam pertumbuhannya di masa depan. Perlindungan hukum,

dalam hal ini, mengandung pengertian perlindungan anak berdasarkan ketentuan

yang berlaku ( yang mengatur tentang Peradilan Pidana Anak ), baik sebagai

tersangka, terdakwa, terpidana/narapidana.

Secara khusus ketentuan yang mengatur masalah hukum pidana anak,

ditetapkan dalam undang-undang Nomor 3 Tahun 1997 tentang Pengadilan Anak.

Dibentuknya undang-undang tentang Pengadilan Anak, antara lain karena disadari

bahwa walaupun kenakalan anak merupakan perbuatan anti sosial yang dapat

meresahkan masyarakat, namun hal tersebut diakui sebagai suatu gejala umum

yang harus diterima sebagai fakta sosial.

perlakuan terhadap anak nakal seyogianya berbeda dengan perlakuan

terhadap orang dewasa. Anak yang melakukan kenakalan berdasarkan

perkembangan fisik, mental maupun sosial mempunyai kedudukan yang lemah

dibandingkan dengan orang dewasa, sehingga ditangani secara khusus. Anak

nakal perlu dilindungi dari tindakan-tindakan yang dapat menghambat

perkembangannya, sehingga dalam penanganannya perlu dibuat hukum pidana

secara khusus, baik menyangkut hukum pidana materil, hukum idana formal,

maupun hukum pelaksanaan pidanya.

      

  2

(12)

Mengenai perjalannya pengaturan masalah hukum pidana anak mengalami

perkembangan. Pada tahun 1997 dikeluarkan Undang-Undang Nomor 3 Tahun

1997 tentang Pengadilan Anak, dengan segala kelemahan dan kekurangannya.

Khususnya menyangkut pengaturan masalah pemidanaan, secara subtansial

Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1997 tampak tidak terdapat perubahan yang

sangat mendasar.3

Mengenai Peradilan Pidana Anak diatur dalam Undang-Undang Nomor 3

Tahun 1997 tentang Pengadilan Anak. Dalam Pasal 40 Undang-Undang Nomor 3

Tahun 1997 ditentukan Bahwa Hukum Acara yang berlaku diterapkan pula dalam

Hukum Acara Pengadilan Anak, kecuali ditentukan lain. Dengan demikian,

adanya undang-undang tentang Pengadilan Anak merupakan salah Satu

pengembangan atau pembaharuan dalam sistem pemidanaan.

Proses Peradilan Pidana Anak mulai dari Penyidikan, Penuntutan,

Pengadilan, dan dalam menjalankan putusan Pengadilan, di Lembaga

Pemasyarakatan Anak Wajib dilakukan oleh pejabat-pejabat yang terdidik khusus

atau setidaknya mengetahui tentang masalah Anak Nakal. Perlakuan selama

proses Peradilan Pidana Anak harus memperhatikan prinsip-prinsip perlindungan

anak dan tetap menjunjung tinggi harkat dan martabat anak tanpa mengabaikan

terlaksananya keadilan, dan bukan membuat nilai kemanusian anak menjadi

rendah.4

Sesuai Pasal 51 Ayat 1 Undang-Undang Pengadilan Anak, setiap Anak

sejak sitangkap atau ditahan, berhak mendapat bantuan hukum dari dari seorang

      

  3

Nandang Sambas, Pembaharuan Sistem Pemidanaan Anak di Indonesia, Cet pertama, Penerbit PT Graha Ilmu, Yogyakarta, 2010, hal. 82-83 

  4

(13)

atau lebih Penasehat Hukum. Bantuan hukum itu diberikan selama dalam waktu

dan setiap tingkat pemeriksaan menurut tata cara yang telah ditentukan. Menurut

ketentuan Pasal 51 undang-undang Nomor 3 Tahun 1997 ditentukan bahwa setiap

anak nakal sejak ditangkap atau ditahan berhak mendapatkan bantuan hukum dari

seorang atau lebih Penasehat Hukum selama dalam waktu dan pada setiap tingkat

pemeriksaan kemudian pejabat tersebut wajib memberitahukan kepada tersangka

atau orang tua, wali, atau orang tua asuh mengenai hak memperoleh bantuan

hukum dan berhubungan dengan penasehat hukum dengan diawasi tanpa didengar

oleh pejabat yang berwenang.

Ketentuan ini senada dengan Pasal 56 KUHAP yang hanya mewajibkan

seorang tersangka/terdakwa didampingi penasehat hukum, apabila diancam

dengan hukuman 5 (lima) tahun atau lebih. Sebaliknya Undang-Undang

Pengadilan Anak tidak mengatur adanya kewajiban terhadap tersangka/terdakwa

anak didampingi Penasehat Hukum pada tingkat penyidikan ataupun penuntutan.

Padahal ketika Rancangan Undang-Undang Peradilan Anak, tadinya dimaksudkan

agar pada setiap tingkat pemeriksaan anak “wajib” didampingi Penasehat Hukum,

tetapi kemudian ketentuan wajib itu diubah menjadi “berhak” ketika

Undang-Undang Pengadilan Anak diterbitkan.5

Pengadilan anak menurut UU No. 3 Tahun 1997 tentang Pengadilan Anak

merupakan pengkhususan dari sebuah badan peradilan, yaitu peradilan umum

untuk menyelenggarakan pengadilan anak. Akibatnya dalam pengadilan tidak

mencerminkan peradilan yang lengkap bagi anak, melainkan hanya mengadili

      

  5 Nasriana, 

Perlindungan Hukum Pidana bagi anak di Indonesia, Cetakan kedua, Penerbit 

(14)

perkara pidana anak. Tujuan dari sistem peradilan pidana yakni resosialiasi serta

rehabilitasi anak (reintegrasi) dan kesejahteraan sosial anak tidak melalui keadilan

restoratif dan diversi tidak menjadi substansi undang-undang tersebut. Anak

dipersonifikasikan sebagai orang dewasa dalam tubuh kecil sehingga

kecenderungannya jenis sanksi yang dijatuhkan pada perkara anak masih

didominasi sanksi pidana dari pada sanksi tindakan. Konsekuensi logisnya,

jumlah anak yang harus menjalani hukum di lembaga pemasyarakatan semakin

meningkat.

Berkenaan dengan istilah sistem peradilan pidana atau criminal justice

system tidak terpisah dari istilah sistem yang digambarkan oleh Davies et.al

sebagai “the word system conveys an impression of a complec to end” artinya

bahwa kata system menunjukkan adanya suatu kesan dari objek yang komplek

lainnya dan berjalan dari awal sampai akhir, oleh karena itu dalam mewujudkan

tujuan sistem tersebut ada empat instansi yang terkait yaitu kepolisian, kejaksaan,

pengadilan dan lembaga pemasyarakatan. Keempat komponen tersebut harus

bekerja sama secara terpadu (Integrated Criminal Justice Administration).6

Polisi selaku penyidik melakukan penyidikan termasuk penyelidikan,

penangkapan, penahanan, penggeledahan, penyitaan dan pemeriksaan surat. Jaksa

selaku penuntut umum melakukan penuntutan berdasarkan hasil penyidikan yang

disampaikan oleh penyidik. Hakim atas dasar dakwaan penuntut umum

melakukan pemeriksaan dalam sidang pengadilan.

      

  66

http://“Perlindungan Hukum Terhadap Anak Pada Tahap Penyidikan “, Diakses Kamis, 29 Agustus 2012

(15)

Proses menangani perkara anak nakal maka tingkat penyidikan dilakukan

oleh penyidik anak. Menurut ketentuan Pasal 41 ayat (1) undang-undang Nomor 3

Tahun 1997 penyidik anak ditetapkan berdasarkan Surat Keputusan Kepala

Kepolisian Republik Indonesia atau pejabat lain yang ditunjuk oleh Kepala

Kepolisian Republik Indonesia.

Suatu pelaksanaan kewajiban penyidikan anak tersebut, maka penanganan

proses penyidikan perkara anak nakal penyidik wajib merahasiakannya, kemudian

memeriksa tersangka dalam suasana kekeluargaan serta wajib meminta

pertimbangan atau saran dari ahli pendidikan, ahli kesehatan jiwa, ahli agama,

atau petugas kemasyarakatan lainnya (pasal 42 ayat (1), (2),(3) UU 3/1997

Undang-Undang tentang Pengadilan Anak).

Pelaksanaan kewajiban tersebut penyidik anak dapat melakukan

penangkapan dan penahan. Penangkapan dilakukan penyidik guna kepentingan

pemeriksaan paling lama 1 (satu) hari dan terhadap seorang yang diduga keras

melakukan tindak pidana berdasarkan bukti permulaan yang cukup (pasal 43 ayat

(2) UU 3/1997 tentang Pengadilan Anak, pasal 17 UU 8/1981 tentang Kitab

Undang-Undang Hukum Acara Pidana.

Menghadapi dan menangani proses peradilan anak yang terlibat tindak

pidana, maka hal yang pertama yang tidak boleh dilupakan adalah melihat

kedudukannya sebagai anak dengan semua sifat dan ciri-cirinya yang khusus,

dengan demikian orientasi adalah bertolak dari konsep perlindungan terhadap

anak dalam proses penangannya sehingga hal ini akan berpijak pada konsep

(16)

hukumnya memerlukan pendekatan, pelayanan, perlakuan, perawatan serta

perlindungan yang khusus bagi anak dalam upaya memberikan perlindungan

hukum terhadap anak yang berhadapan dengan hukum.

Menurut Retnowulan Sutianto perlindungan anak merupakan suatu bidang

Pembangunan Nasional, melindungi anak adalah melindungi manusia, dan

membangun manusia seutuh mungkin. Hakekat Pembangunan Nasional adalah

pembangunan manusia Indonesia seutuhnya yang berbudi luhur. Mengabaikan

masalah perlindungan anak berarti tidak akan memantapkan pembangunan

nasional. Akibat tidak adanya perlindungan anak akan menimbulkan berbagai

permasalahan sosial yang dapat mengganggu penegakan hukum, ketertiban,

keamanan, dan pembangunan nasional. Maka, ini berarti bahwa perlindungan

anak harus diusahakan apabila kita ingin mengusahakan pembangunan nasional

yang memuaskan.7

Pada dasarnya, hukum acara pengadilan anak untuk tahap penyidikan

terhadap anak nakal dilakukan oleh penyidik yang ditetepkan berdasarkan Surat

Keputusan Kepala Kepolisian RI atau pejabat yang ditunjuk oleh Kepala

Kepolisan RI dan diangkat dengan syarat telah berpengalaman sebagai penyidik

tindak pidana yang dilakukan oleh orang dewasa dan mempunyai minat,

perhatian, dedikasi dan memahami masalah anak serta penyidik wajib memeriksa

tersangka dalam suasana kekeluargaan serta meminta pertimbangan atau sarana

dari pembimbing kamasyarakatan serta meminta pertimbangan atau saran dari

pembimbing kemasyarakatan serta meminta pertimbangan atau saran dari

      

  7

(17)

pembimbing kemasyarakatan dan apabila perlu juga dapat meminta pertimbangan

atau saran dari ahli pendidikan, ahli kesehatan jiwa, ahli agama, atau petugas

kemasyarakatan lainnya serta proses penyidikan terhadap anak nakal wajib di

rahasian (pasal 41 ayat (1), (2) , pasal 42 ayat (1), (2) UU 3/1997 tentang

Pengadilan Anak ) dan dalam rangka penyidikan penyidik berhak melakukan

penangkapan dan penahanan ( pasal 41, 42, 43-45 UU 3/1997 tentang Pengadilan

Anak).

Sedangkan dalam proses penuntutan oleh pihak kejaksaan dimana

Penuntutan Umum anak tersebut mempunyai hak dan kewajiban sesuai ketentuan

pasal 46, 53, 54, UU 3/1997 tentang pengadilan anak, pasal 137-146 UU 8/1981

kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana dan kemudian pada hukum acara di

depan sidang pengadilan berlandaskan kepada ketentuan pasal 47, pasal 55-59 UU

3/1997 dan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981.

Keempat institusi pilar sistem peradilan pidana anak telah diatur dalam

peraturan perundang-undangan tersendiri sebagai landasan yuridis bagi aparat

penegak hukum dalam menjalankan kewenangannya. Perlindungan dalam proses

penyidikan kepada anak terhadap tindak pidana yang dilakukan oleh anak adalah

sebagai bentuk perhatian dan perlakuan khusus untuk melindungi kepentingan

anak. Perhatian dan perlakuan khusus tersebut berupa perlindungan hukum agar

anak tidak menjadi korban dari penerapan hukum yang salah yang dapat

menyebabkan penderitaan mental, fisik dan sosialnya. Perlindungan terhadap anak

(18)

Proses tahapan penyidikan anak nakal, tidak hanya sekedar mencari bukti

serta penyebab kejadian, tetapi juga diharapkan dapat mengetahui latar belakang

kehidupan anak tersebut sebagai pertimbangan dalam menentukan tuntutan

terhadap tersangka. Perkara pidana yang dilakukan oleh anak-anak pada

umumnya ketentuan yang dilanggar adalah peraturan pidana yang terdapat dalam

KUHP, maka penyidikannya dilakukan oleh penyidik umum dalam hal ini

penyidik Polri.

Sejalan akan dengan diberlakukannya Undang-Undang No. 11 Tahun 2012

tentang Sistem Peradilan Pidana Anak, telah dipertegas bahwa penyidikan

terhadap perkara anak nakal dilakukan oleh penyidik Polri dengan dasar hukum

tentang Sistem Peradilan Pidana Anak dan yang pada intinya menyebutkan bahwa

”penyidikan terhadap perkara anak dilakukan oleh penyidik yang ditetapkan

berdasarkan Surat Keputusan Kepala Kepolisian RI atau pejabat lain yang

ditunjuk oleh Kapolri”. Meskipun penyidiknya penyidik Polri, akan tetapi tidak

semua penyidik Polri dapat melakukan penyidikan terhadap perkara anak nakal.

Undang – Undang Sistem Peradilan Pidana Anak dikenal adanya penyidik anak,

yang berwenang melakukan penyidikan. Penyidik anak diangkat oleh Kapolri

dengan Surat Keputusan Khusus untuk kepentingan tersebut. Undang – Undang

Sistem Peradilan Pidana Anak melalui Pasal 26 Ayat (3) menetapkan syarat –

syarat yang harus dipenuhi oleh seorang Penyidik adalah :

1. Telah berpengalaman sebagai penyidik;

2. Mempunyai minat, perhatian, dedikasi dan memahami masalah anak.

(19)

Perlindungan hukum terhadap anak dalam proses peradilan dilakukan

dimulai semenjak tingkat penyelidikan, penyidikan, penuntutan, pemeriksaan di

sidang pengadilan sampai pada pelaksanaan putusan pengadilan tersebut. Selama

proses peradilan tersebut , maka hak-hak anak wajib dilindungi oleh hukum yang

berlaku dan oleh sebab itu harus dilakukan secara konsekuen oleh pihak-pihak

terkait dengan penyelesaian masalah anak nakal tersebut.

Penyidikan itu sendiri, berarti serangkaian tindakan penyidik, dalam hal

dan menurut cara yang diatur dalam Undang-Undang ini untuk mencari dan

mengumpulkan bukti yang dengan bukti itu membuat terang tentang tindak pidana

yang terjadi dan guna menemukan tersangkanya, sedangkan ”bukti”, dalam

ketentuan tersebut di atas adalah meliputi alat bukti yang sah dan benda

sitaan/barang bukti. Di Indonesia, masalah kewenangan dan ketentuan mengenai

”Penyidikan” diatur di dalam UU No. 8 tahun 1981 tentang Kitab

Undang-Undang Hukum Acara Pidana yang menjadi dasar hukum pidana formil di

Indonesia. Ketentuan mengenai aparat yang berwenang untuk melakukan

penyidikan, selain diatur di dalam KUHAP, juga diatur di dalam Peraturan

Perundang-undangan lain di luar KUHAP.

Menangani perkara Anak, Anak Korban, dan/atau Anak Saksi,

Pembimbing Kemasyarakatan, Pekerja Sosial Profesional dan Tenaga

Kesejahteraan Sosial, Penyidik, Penuntut Umum, Hakim, dan Advokat atau

pemberi bantuan hukum lainnya wajib memperhatikan kepentingan terbaik bagi

(20)

Ketentuan ini, mencerminkan perlindungan hukum pada anak, apabila

penyidik tidak melakukan pemeriksaan dalam suasana kekeluargaan, tidak ada

sanksi hukum yang dapat dikenakan kepadanya. Dalam melakukan penyidikan

anak nakal, penyidik wajib meminta pertimbangan atau saran dari pembimbing

kemasyarakatan, dan apabila perlu juga dapat meminta pertimbangan atau saran

dari ahli pendidikan, ahli kesehatan jiwa, ahli agama, atau petugas

kemasyarakatan lainnya. Laporan penelitian kemasyarakatan, dipergunakan oleh

penyidik anak sebagai bahan pertimbangan dalam melakukan tindakan

penyidikan, mengingat bahwa anak nakal perlu mendapat perlakuan sebaik

mungkin dan penelitian terhadap anak dilakukan secara seksama oleh peneliti

kemasyarakatan (Bapas), agar penyidikan dapat berjalan dengan lancar.

Proses penyidikan anak nakal, wajib dirahasiakan, tindakan penyidik

berupa penangkapan, penahanan, dan tindakan lain yang dilakukan mulai dari

tahap penyelidikan hingga tahap penyidikan, wajib dilakukan secara rahasia.

Berdasarkan penyidikan yang dilakukan terhadap anak maka harus diperhatikan

hak – hak serta kewajiban anak walaupun telah ditetapkan sebagai tersangka

sekalipun. Salah satu hak yang harus didapatkan terhadap anak nakal ialah hak

untuk di dampingi oleh penasehat hukum baik dari penyidikan bahkan sampai

kepersidangan.

Keadaan persidangan berbeda dengan terdakwa yang sudah dewasa, untuk

perkara anak selama persidangan digelar. Pengadilan anak menghendaki terdakwa

didampingi oleh penasehat hukum, orang tua, wali atau orang tua asuh, dan

(21)

penasehat hukum/advokat mempunyai kedudukan yang berbeda dengan orang

tua, wali atau pembimbing kemasyarakatan. Penasehat hukum atau advokat

mempunyai fungsi membela kepentingan hukum terdakwa/anak nakal

dipersidangan juga berperan aktif dalam rangka mengungkapkan kebenaran

materiil terhadap perkara yang dihadapi oleh terdakwa/anak nakal.

Berdasarkan latar belakang tersebut diatas maka penulis tertarik untuk

mengangkat masalah “ Pola Pendampingan Dalam Memberikan Bantuan Hukum

Terhadap Tindak Pidana Yang Dilakukan Anak Dalam Proses Pemeriksaan

Dalam Tingkat Penyidikan (Studi di Polsek Padang Tualang Kabupaten

Langkat)”.

B. PERMASALAHAN

Bertitik Tolak dari uraian latar belakang tersebut diatas ada beberapa

masalah yang akan menjadi pembahasan dalam penulisan skripsi ini, yaitu :

1. Bagaimana pengaturan hukum terhadap anak yang melakukan tindak

pidana menurut Hukum positif Indonesia?

2. Bagaimana pola pemberian bantuan hukum terhadap anak dalam proses

Penyidikan di Polsek Padang Tualang Kabupaten Langkat?

C. Tujuan dan Manfaat Penulisan

1. Tujuan

Berdasarkan permasalahan yang dipilih di atas tujuan yang ingin dicapai

adalah :

a) Mengetahui Pengaturan hukum terhadap anak yang melakukan tindak

(22)

b) Mengetahui pola pemberian bantuan hukum oleh penasehat hukum dalam

proses penyidikan di Polsek padang tualang kabupaten langkat.

2. Manfaat Penulisan

Penelitian yang dilakukan ini di harapkan hasilnya dapat bermanfaat baik

secara teoritis maupun praktis.

a) manfaat teoritis dimaksudkan hasil dari penelitian ini di harapkan dapat

bermanfaat untuk mengembangkan ilmu hukum pidana, khususnya dalam

hukum pidana mengenai pendampingan dalam memberikan bantuan

hukum terhadap tindak pidana yang dilakukan anak dalam proses

pemeriksaan dalam tingkat penyidikan.

b) manfaat praktis dimaksudkan hasilkan dari penelitian ini diharapkan

dapat bermanfaat untuk memperbaiki kelemahan-kelemahan yang ada

dalam hukum pidana yang menyangkut tentang pendampingan dalam

memberikan bantuan terhadap tindak pidana yang dilakukan anak dalam

proses pemeriksaan dalam tingkat penyidikan.

D. Keaslian Penulisan

Topik permasalan di atas sengaja dipilih dan di tulis, oleh karena

sepengetahuan penulis, pokok pembahasan ini adalah sebagai salah satu subsistem

dari sistem peradilan pidana yang sering yang sering di persoalkan mengengenai

pendampingan dalam memberikan bantuan hukum terhadap tindak pidana yang

dilakukan anak dalam proses pemeriksaan dalam tingkat penyidikan,karena

pendampingan dalam memberikan bantuan hukum mempunyai kedudukan yang

(23)

Walaupun ada, pengamatan penulis berbeda dalam subtansi pembahasan,

pendekatan dan penulisannya dalam skripsi ini, permasalahan terhadap Pola

Pendampingan Dalam Memberikan Bantuan Terhadap Tindak Pidana Yang

Dilakukan Anak Dalam Proses Pemeriksaan Dalam Tingkat Penyidikan

khususnya Studi Di Polsek Padang Tualang Kabupaten langkat ini, bahwa dalam

permasalahan ini adalah murni hasil pemikiran yang dikaitkan dengan teori-teori

hukum melalui referensi buku-buku dan bantuan dari berbagai pihak dalam

rangka melengkapi tugas akhir dan memenuhi syarat guna memperoleh gelar

Sarjana Hukum Universitas Sumatera Utara.

Penulisan skripsi dimulai dengan mengumpulkan bahan-bahan baik

melalui literatur yang diperoleh dari perpustakaan dan disamping itu juga

diadakan penelitian.

E. Tinjauan Kepustakaan

1. Pengertian Bantuan Hukum

Pengertian Bantuan Hukum menurut Undang-Undang Nomor 16 Tahun

2011 tentang Bantuan Hukum terdapat didalam Bab 1 Pasal 1 ayat 1 yang

berbunyi : “Bantuan Hukum adalah jasa Hukum yang diberikan oleh Pemberi

Bantuan Hukum secara cuma-cuma kepada Penerima Bantuan Hukum.”

Ketentuan dalam Pasal 8 Undang-Undang Kekuasaan Kehakiman, dimana

seorang tertuduh wajib dianggap tidak bersalah sampai adanya putusan pengadilan

yang menyatakan kesalahannya dan telah memperoleh kekuatan hukum tetap.

Karena pentingnya maka diadakan undang-undang tersendiri tentang bantuan

(24)

Menurut Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2003 Tentang Advokat Pasal 1 Butir

9 dijelaskan bahwa “bantuan hukum adalah jasa hukum yang diberikan oleh

advokat secara cuma-cuma kepada klien yang tidak mampu.

Bantuan hukum adalah hak dari orang miskin yang dapat diperoleh tanpa

bayar (pro bono publico) sebagai penjabaran persamaan hak dihadapan hukum,

hal ini sesuai dengan ketentuan Pasal 34 UUD 1945 yang menegaskan bahwa

fakir miskin dan anak-anak terlantar merupakan tanggung jawab Negara.

Prinsip persamaan dihadapan hukum (equality before the law) dan hak untuk

dibela Advokat(acces to legal counsel) adalah hak asasi manusia yang perlu

dijamin dalam rangka tercapainya pengentasan masyarakat Indonesia dari

kemiskinan.8

Menurut pendapat K. Smith dan DJ. K. Santoso Poedjosoebroto

menyatakan bantuan hukum legal aid adalah :9 “Bantuan hukum (baik yang

berbentuk pemberian nasehat hukum, maupun yang berupa menjadi kuasa dari

pada seseorang, yang berpekara) yang diberikan kepada orang yang tidak mampu

ekonominya, sehingga ia tidak dapat membayar biaya (honorarium) kepada

seorang pembela atau pengacara’.

Selain itu juga bantuan hukum merupakan bantuan yang diberikan para

ahli kepada mereka yang memerlukan perwujudan atau realisasi dari hak-haknya

serta memperoleh perlindungan hukum.

               8

Frans Hendra Winata, Bantuan Hukum Suatu Hak Asasi Manusia Bukan Belas Kasihan, Cetakan Pertama, Penerbit PT Elex Media Komputindo, Jakarta, 2000, hal. 1 

9

(25)

Jenis-jenis bantuan hukum secara umum dapat dibedakan atas beberapa bagian

antara lain :10

1. Bantuan hukum preventif (prevetive rechsthulp) yang merupakan

penerangan dan penyuluhan hukum kepada warga masyarakat luas.

2. Bantuan Hukum diagnotie (diagnotie rechshulp) yaitu pemberian nasihat

hukum yang lazim disebut pemberian hukum konsultasi hukum.

3. Bantuan hukum pengendalian konflik (conflik regulerense rechtshulp)

yang merupakan bantuan hukum yang bertujuan untuk masalah-masalah

hukum konkrit secara aktif. Bantuan hukum semacam ini yang disebut

bantuan hukum bagi masyarakat yang kurang mampu secara sosial

ekonomi.

4. Bantuan hukum pembentukan hukum (rechtsvormende rehtshulp) yang

intinya adalah untuk memancing yurisprudiensi yang lebih tepat, jelas dan

benar.

Bantuan hukum pembaharuan hukum (rechtsverniewende rechtshulp)

yang mencakup usaha-usaha untuk mengadakan pembaharuan hukum melalui

hakim atau pembentukan undang-undang (dalam arti materi).11

      

  10

Ibid.hal. 27

(26)

2. Pengertian Anak

Pengelompokan pengertian anak, memiliki aspek yang sangat luas.

Berbagai makna terhadap anak, dapat diterjemahkan untuk mendekati anak secara

benar menurut sistem kepentingan agama, hukum, sosial, dari masing-masing

bidang. Pengertian anak dari berbagai cabang ilmu akan berbeda-beda secara

substansial, fungsi, makna, dan tujuan. Sebagai contoh, dalam agama Islam

pengertian anak sanagt berbeda dengan pengertian anak yang dikemukakan

bidang disiplin ilmu hukum hukum, sosial, ekonomi, politik dan hankam.

Ditinjau dari aspek yuridis, maka pengertian “anak” dimata hukum positif

Indonesia lazim diartikan sebagai orang yang belum dewasa (minderjaring atau

person under age), orang yang di bawah umur atau keadaan di bawah umur

(minderjaringheid atau inferionity) atau kerap juga disebut sebagai anak yang di

bawah pengawasan wali (minderjarige onvervoodij). Maka dengan bertitik tolak

kepada aspek tersebut diatas ternyata hukum positif Indonesia tidak mengatur

adanya unifikasi hukum yang baku dengan berlaku universal untuk menentukan

kretia batasan umur bagi seorang anak.12

Pada tingkat Internasional tidak terdapat keseragaman dalam perumusan

batasan tentang anak, tingkatan umur seseorang dikategorikan sebagai anak antara

satu negara dengan negara lain cukup beraneka ragam yaitu : Dua puluh tujuh

negara bagian di Amerika Serikat menentukan batasan umur antara 8-17 tahun,

ada pula negara bagian lain yang menentukan batas umur antara 8-16. Di Inggris

      

  12

Romli Atmasasnnita, Problem Kenakalan Anak-anak Remaja, Armico,Bandung,1983, hal.18

(27)

ditentukan batas umur antara 12-16 tahun. Australia, dikebanyakan negara bagian

menentukan batas umur antara 8-16 tahun. Negeri Belanda menentukan batas

umur antara 12-18 tahun. Negara Asia antara lain : Srilanka menentukan batas

umur antara 8-16 tahun, Iran 6-18 tahun, Jepang dan Korea menentukan batas

umur antara 14-18 tahun, Kamboja menentukan antara 15-18 tahun sedangkan

Negara Asean antara lain Filipina menentukan batasan umur antara 7-16 tahun.13

Apabila dijabarkan lebih intens, detail dan terperinci maka ada beberapa

batasan umur dari hukum positif Indonesia tentang batasan umur bagi seorang

anak, yaitu :

1. Menurut Undang-Undang No 3 Tahun 1997 tentang Pengadilan Anak

Menurut Undang-Undang No 3 Tahun 1997 tentang Peradilan Anak yang

dimaksud dengan anak yang belum dewasa terdapat didalam pasal 1 ayat 1

Undang-Undang Pengadilan Anak. Yang menyebutkan anak adalah orang yang

dalam perkara Anak Nakal telah mencapai umur 8 (delapan ) tahun tetapi belum

mencapai umur 18 (delapan belas) tahun dan belum pernah kawin. Yang

dimaksudkan Anak Nakal sebagai berikut:

a. anak yang melakukan tindak pidana;

b. anak yang melakukan perbuatan yang dinyatakan terlarang bagi anak, baik

menurut peraturan perundang-undangan maupun menurut peraturan hukum lain

yang hidup dan berlaku dalam masyarakat bersangkutan.

Anak dalam pengertian pidana pidana, lebih diutamakan pemahaman

terhadap hak-hak anak yang harus dilindungi, karena secara kodrat memiliki

      

13

(28)

substansi yang lemah (kurang) dan dalam sistem hukum dipandang sebagai subjek

hukum yang dicangkokkan dari bentuk pertanggungjawaban, sebagaimana

layaknya seorang subjek hukum yang normal. Anak dalam status hukum pidana

akan menjadi mekanisme sentral untuk membangun pengertian Advokasi dan

Hukum Perlindungan Anak (HPA), secara sistematis dengan keterikatan pada

aspek-aspek hukum baik yang menyangkut hak-hak keperdataan, hak-hak

ketatanegaraan atau hak-hak secara adat pada umumnya.

Pada hakekatnya, kedudukan status pengertian anak dalam hukum pidana

meliputi dimensi-dimensi pengertian berikut ini:14

a. ketidak mampuan untuk pertanggungjawaban tindak pidana.

b. pengembalian hak-hak anak dengan jalan mensubstitusikan hak-hak anak yang

timbul dari lapangan hukum keperdataan, tata negara dengan maksud untuk

mensejahterakan anak;

c. rehabilitasi, yaitu anak berhak untuk mendapat proses perbaikan mental spritual

akibat dari tindakan hukum pidana yang dilakukan anak itu sendiri;

d. hak-hak untuk menerima pelayanan dan asuhan;

e. hak anak-anak dalam proses hukum acara pidana;

Berbagai kriteria untuk batasan usia anak pada dasarnya adalah

pengelompokan usia maksimum sebagai perwujudan kemampuan seorang anak

dalam status hukum sehingga anak tersebut akan beralih status menjadi usia

dewasa atau menjadiseorang subyek hukum yang dapat bertanggungjawab secara

      

  14

(29)

mandiri terhadap perbuatan-perbuatan dan tindakan-tindaka hukum yang

dilakukan oleh anak itu.

Beberapa hal yang perlu diperhatikan bahwa indikator untuk mengatakan

bahwa seseorang telah dikatakan telah dewasa adalah bahwa ia dapat melakukan

perbuatan hukum sendiri tanpa bantuan orang lain baik orang tua maupun

wali. Berdasarkan penjelasan-penjelasan beberapa peraturan perundang-undangan

diatas, maka dapat dilihat bahwa pengertian anak adalah bervariatif dimana hal

tersebut dilihat dari pembatasan batas umur yang diberikan kepada seorang anak

apakah anak tersebut dibawah umur atau belum dewasa dan hal tersebut dapat

dilihat dari pengertian masing-masing peraturan perundang-undangan yang

berlaku di Indonesia, namun meskipun demikian pada prinsipnya anak dibawah

umur adalah seseorang yang tumbuh dalam perkembangannya yang mana anak

tersebut memerlukan bimbingan untuk kedepannya.

2. Dalam Undang-Undang No 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak

Menurut Pasal 1 ayat 1 Undang-Undang Perlindungan Anak menentukan

batasan umur anak adalah seseorang yang belum berusia 18 (delapan belas) tahun,

termasuk anak yang masih dalam kandungan. Hal penting yang perlu diperhatikan

dalam peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan anak adalah

konsekuensi penerapannya dikaitkan dengan berbagai faktor seperti kondisi

ekonomi, sosial politik, dan budaya masyarakat. Dalam berbagai peraturan

perundang-undangan terdapat perbedaan ketentuan yang mengatur tentang anak,

hal ini dilatar belakangi berbagai fakrtor yang merupakan prinsip dasar yang

(30)

perundang-undangan yang bersangkutan yang berkaitan dengan kondisi dan perlindungan

anak.15

3. Kitab Undang-Undang Hukum Perdata ( KUH Perdata )

Pengelompokan anak menurut pengertian hukum perdata, dibangun dari

beberapa aspek keperdataan yang ada pada anak sebagai seorang subjek hukum

yang tidak mampu. Aspek-aspek tersebut sebagai berikut:

(a) status belum dewasa (batas usia) sebagai subjek hukum;

(b) hak-hak anak di dalam hukum perdata.

Pada Pasal 330 KUH Perdata memeberikan penjelasan bahwa orang belum

dewasa adalah mereka yang belum mencapai umur genap 21 (dua puluh satu)

tahun dan tidak lebih dahulu telah kawin.

4. Pengertian Anak Menurut Hukum Pidana

Pengertian kedudukan anak dalam lapangan hukum pidana diletakkan

dalam pengertian anak yang bermakna penafsiran hukum secara negatif. Dalam

arti seorang anak yang berstatus sebagai subjek hukum yang seharusnya

bertanggung jawab terhadap tindak pidana (strafbaar feit) yang dilakukan oleh

anak itu sendiri, ternyata karena kedudukan sebagai seorang anak yang berada

dalam usia belum dewasa diletakkan sebagai seseorang yang mempunyai hak-hak

khusus dan perlu untuk mendapat perlindungan khusus menurut ketentuan hukum

yang berlaku. Kedudukan anak dalam pengertian pidana dijelaskan dalam

peraturan perundang-undangan dengan menggunakan beberapa pengertian

sebagai berikut.

      

  15

(31)

Menurut UU No. 12 tahun 1995 tentang pemasyarakatan. Undang-undang

ini mengkalasifikasikan anak kedalam pengertian berikut ini.16

a. Anak pidana adalah anak yang berdasarkan putusan pengadilan menjalani

pidana di LAPAS Anak paling lama sampai berumur 18 tahun.

b. Anak negara adalah anak yang berdasarkan putusan pengadilan diserahkan pada

negara untuk dididik dan di tempatkan di LAPAS Anak Paling lama sampai

berumur 18 Tahun.

c. Anak sipil adalah anak yang atas permintaan orang tua atau walinya

memperoleh ketetapan pengadilan untuk dididik di LAPAS Anak paling

lama sampai berumur 18 tahun.

3. Pengertian Penyidikan

Istilah penyidik ini bisa kita lihat didalam kitab undang-undang hukum

acara pidana yang ditegaskan di dalam Pasal 1 ayat 1 yang berbunyi : “Penyidik

adalah pejabat polisi Negara Republik Indonesia atau pejabat Negeri Sipil tertentu

yang diberi wewenang khusus oleh undang-undang untuk melakukan

penyidikan’’.

Dengan demikian dapat pula dikatakan bahwa yang menjadi penyidik dalam hal

ini adalah :

a. Pejabat Kepolisian Negara Republik Indonesia

b. Pejabat Pegawai Negeri Sipil tertentu yang diberi wewenang khusus oleh

undang-undang dan ini dapat berupa :

      

  16

(32)

1. Pejabat bea cukai

2. Pejabat imigrasi

3. Pejabat kehutanan

Menurut Pasal 6 ayat (2) KUHAP, bahwa syarat kepangkatan pejabat

sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (1) KUHAP, akan diatur lebih lanjut

dalam peraturan pemerintah. Peraturan pemerintah yang dimaksud adalah

Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 1983.

Menurut Pasal 2 No. 27 Tahun 1983 :

1. Penyidik adalah :

a. Pejabat Kepolisian Negara Republik Indonesia tertentu yang

sekurang-kurangnya berpangkat Pembantu Letnan Dua Polisi.

b. Pejabat Pegawai Negeri Sipil tertentu yang sekurang-kurangnya

berpangkat pengatur Muda Tingkat I (Golongan II/b) atau yang

disamakan dengan itu.

2. Dalam hal disuatu sektor kepolisian tidak ada pejabat penyidik

sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) huruf a, maka komandan sektor

kepolisian yang berpangkat bintara di bawah pembantu letnan dua polisi,

karena jabatannya penyidik. 17

Penyidik pembantu merupakan penyidik yang terdiri dari pejabat

kepolisian negara republik Indonesia, baik yang menjabat pangkat polisi maupun

yang termasuk pegawai negeri sipil dalam lingkungan kepolisian negara yang

      

  17

(33)

diangkat oleh kepala kepolisian Negara Republik Indonesia dalam pangkat

tertentu yang diatur dengan peraturan pemerintah.

Penyidik dan penyidik pembantu ini di atur dalam pasal 6-pasal 13 Bagian

kesatu dan kedua BAB IV KUHAP

F. Metode Penelitian

Metode penelitian yang dipergunakan dalam pembuatan skripsi ini adalah

dengan menetapkan :

1. Jenis Penelitian

Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian antara penelitian hukum

normatif dan penelitian hukum sosiologis . Penelitian hukum normatif disebut

juga sebagai penelitian kepustakaan atau setudi dokumen. Penelitian hukum

normatif disebut penelitian hukum doktriner, karena penelitian dilakukan atau

ditujukan hanya pada peraturan-peraturan yang tertulis yaitu Kitab

Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP), Undang-Undang-Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1997

Tentang Pengadilan Anak, Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 Tentang

Perlindungan Anak, Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 Tentang Sistem

Peradilan Pidana Anak, atau bahan hukum yang lain. Penelitian hukum ini juga

disebut dengan penelitian kepustakaan ataupun studi dokumen disebabkan

penelitian ini lebih banyak dilakukan literatur-literatur buku yang ada

diperpustakaan.

Penelitian hukum sosiologis mempunyai istilah lain yaitu: penelitian

hukum empiris dan dapat pula disebut dengan penelitian lapangan. Penelitian

(34)

Penelitian Lapangan ini berupa data primer (data dasar) yaitu data yang didapat

langsung dari pihak responden yaitu pihak penyidik dengan melalui lapangan.

Perolehan data perimer dari penelitian lapangan dapat dilakukan melalui

wawancara.

2. Bahan Hukum

Data yang digunakan adalah data sekunder dan didukung data primer. Data

sekunder diperoleh dari :

a. Bahan Hukum Primer adalah bahan yang telah ada dan yang berhubungan

dengan skripsi terdiri dari Undang-Undang No. 8 Tahun 1981 Tentang

Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP), Undang-Undang

No. 3 Tahun 1997 tentang Pengadilan Anak, Undang-Undang No. 23

Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak, Undang-Undang No. 11 Tahun

2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak serta peraturan

perundang-undangan.

b. Bahan Hukum Sekunder adalah bahan yang diperoleh untuk mendukung

dan berkaitan dengan Bahan Hukum Primer yang berupa literatur-literatur

yang terkait dengan bantuan hukum sehingga menunjang penelitian yang

dilakukan.

c. Bahan Hukum Tersier bahan hukum yang memberikan petunjuk atau

penjelasan bermaknaterhadap bahan hukum primer dan sekunder sperti

(35)

3. Pengumpulan Data

a. Library Research

Materi dalam penelitian ini diambil dari data Primer dan data Sekunder.

Jenis data yang meliputi data sekunder yaitu Library research (penelitian

kepustakaan), yaitu dengan melakukan penelitian terhadap berbagai sumber

bacaan, buku-buku, berbagai literatur, dan juga berbagai peraturan

perundang-undangan yang berkaitan dengan “Pola Pendampingan Dalam Memberikan

Bantuan Hukum Terhadap Tindak Pidana Yang Dilakukan Anak Dalam Proses

Pemeriksaan Dalam Tingkat Penyidikan ”.

b. Field Research

Data primer diperoleh dengn cara Field Research (penelitian lapangan),

yaitu dengan meneliti langsung ke lapangan mengenai Pola Pendampingan Dalam

Memberikan Bantuan Hukum Terhadap Tindak Pidana Yang dilakukan Anak

Dalam Proses Pemeriksaan Dalam Tingkat Penyidikan dalam hal ini studi di

Polsek Padang Tualang Kabupaten Langkat.

Penelitian atau studi lapangan dilakukan melalui wawancara (indepht

interview) dengan menggunakan pedoman wawancara (inteview guid)kepada

informan, yaitu Penyidik diKepolisian Polsek Padang Tualang Kabupaten

Langkat.

4. Analisis Data

Setelah data mengenai pendampingan dalam memberikan bantuan hukum

terhadap Tindak Pidana yang dilakukan anak Dalam proses pemeriksaan dalam

(36)

terkumpul kemudian dianalisa menggunakan metode analisis kualitatif, yaitu

suatu analisis yang diperoleh baik dari observasi, wawancara, maupun studi

kepustakaan kemudian diuraiakan yang logis dan sistematis.

G. Sistematika Penulisan

Untuk menyusun skripsi ini, penulis membagi dalam IV (empat) Bab yang

terbagi pula atas beberapa sub-sub, maksudnya adalah untuk mempermudah

penulis di dalam menguraikan pengertian Masalah sampai kepada kesimpulan dan

saran-saran berhubungan dengan materi pembahasan.

Secara garis besar gambaran skripsi ini adalah sebagai berikut :

BAB I : PENDAHULUAN

Merupakan Bab yang memberikan ilustrasi dan informasi yang bersifat

umum dan menyeluruh serta sistematis terdiri dari latar belakang, permasalahan,

tujuan danmanfaat penelitian, keaslian penulisan, tinjauan kepustakaan, metode

penelitian, sistematika penulisan, kemudian penjelasan tinjauan kepustakaan

seputar pengertian Bantuan Hukum, Pengertian Anak, Pengertian Penyidikan.

BAB II : PENGATURAN HUKUM TERHADAP ANAK YANG MELAKUKAN TINDAK PIDANA MENURUT HUKUM POSITIF DI INDINESIA

Pada bab ini berisikan pembahasan mengenai masalah bagaimana

Pengaturan Hukum Terhadap Anak Yang Melakukan Tindak Pidana Menurut

Hukum Positif di Indonesia, Dalam Sistem Peradilan Pidana Menurut Peraturan

Perundang-Undangan di Indonesia, yang terdiri dari beberapa sub-sub yaitu

(37)

Pidana, perlindungan hukum terhadap anak menurut undang-undang nomor 23

tahun 2002. Menurut Undang-Undang No 11 tahun 2012 Tentang Sistem

Peradilan Pidana Anak.

BAB III : POLA PEMBERIAN PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP ANAK DALAM PROSES PENYIDIKAN DI POLSEK PADANG TUALANG.

Dalam bab ini membahas mengenai pola Pelaksanaan Pemberian

perlindungan Hukum terhadap anak Dalam Proses Penyidikan di Polsek Padang

Tualang Kabupaten Langkat, penyidik yang berwenang untuk melakukan

penyidikan, proses penyidikan terhadap anak di polsek padang tualang, dan pola

pemberian bantuan hukum terhadap anak dalam proses penyidikan di polsek

kabupaten langkat.

BAB IV : KESIMPULAN DAN SARAN

Dalam bab ini merupakan bagian penutup dari rangkaian penulisan skripsi

ini, berisikan Kesimpulan dan Saran sebagai jawaban hasil pemecahan masalah

(38)

BAB II

PENGATURAN HUKUM TERHADAP ANAK YANG MELAKUKAN TINDAK PIDANA MENURUT HUKUM POSITIF DI INDONESI

A. Menurut Undang Nomor 8 Tahun 1981 Tentang Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP)

Menurut hukum positif indonesia, masalah anak dibawah umur yang

mengenai apabila mereka melakukan perbuatan melawan hukum tersebut, tidak

begitu tegas diatur; apa yang seharusnya diperlakukan bagi mereka, dan

bagaimana sistem penahanan dan sistem penyidikan yang diberikan kepada

mereka juga belum ada diatur dalam hukum.18

Di Indonesia, penyelenggaraan proses hukum dan peradilan bagi

pelanggaran hukum oleh anak sudah bukan lagi hal baru. Tetapi karena sampai

saat ini belum ada perangkat peraturan yang mengatur mengenai penyelenggaraan

peradilan anak secara menyeluruh, mulai dari penangkapan, penahanan,

penyidikan, dan pemeriksaan di persidangan, sampai dengan sanksi yang

diberikan serta eksekusinya, maka sampai saat ini pelaksanaannya masih banyak

merujuk pada beberapa aturan khusus mengenai kasus pelanggaran hukum oleh

anak dalam KUHP dan KUHAP, serta pada Undang-Undang No.3 tahun 1997

tentang Pengadilan Anak (UU Pengadilan Anak). Selain itu, pelaksanaan proses

peradilan bagi anak juga harus mengacu pada Konvensi Hak Anak yang telah

diratifikasi ke dalam Keputusan Presiden No. 36 Tahun 1990 (Konvensi Hak

Anak), dimana sedikit banyak telah diakomodir dalam UU Pengadilan Anak.

      

  18

(39)

Perlindungan hukum terhadap anak dalam proses peradilan dilakukan

semenjak tingkat penyelidikan, penyidikan, penuntutan, pemeriksaan di sidang

pengadilan sampai pada pelaksanaan putusan pengadilan tersebut. Selama proses

peradilan tersebut , maka hak-hak anak wajib dilindungi oleh hukum yang berlaku

dan oleh sebab itu harus dilakukan secara konsekuen oleh pihak-pihak terkait

dengan penyelesaian masalah anak nakal tersebut.

Perlindungan dalam proses penyidikan kepada anak terhadap tindak

pidana yang dilakukan oleh anak adalah sebagai bentuk perhatian dan perlakuan

khusus untuk melindungi kepentingan anak. Perhatian dan perlakuan khusus

tersebut berupa perlindungan hukum agar anak tidak menjadi korban dari

penerapan hukum yang salah yang dapat menyebabkan penderitaan mental, fisik

dan sosialnya.

Kekuasaan Penyidikan adalah tahap yang paling menentukan dalam

operasionalisasi Sistem Peradilan Pidana Terpadu tersebut dalam rangka

tercapainya tujuan dari Penegakan Hukum Pidana, karena pada tahap

penyidikanlah dapat diketahui adanya tersangka suatu peristiwa kejahatan atau

tindak pidana serta menentukan tersangka pelaku kejahatan atau tindak pidana

tersebut sebelum pelaku kejahatan tersebut pada akhirnya dituntut dandiadili di

pengadilan serta diberi sanksi pidana yang sesuai dengan perbuatannya. Tanpa

melalui proses atau tahapan penyidikan maka secara otomatis, tahapan-tahapan

selanjutnya dalam proses peradilan pidana yaitu tahapan penuntutan, pemeriksaan

di muka pengadilan dan tahap pelaksanaan putusan pidana tidak dapat

(40)

Penyidikan itu sendiri, berarti serangkaian tindakan penyidik, dalam hal

dan menurut cara yang diatur dalam Undang-Undang ini untuk mencari dan

mengumpulkan bukti yang dengan bukti itu membuat terang tentang tindak pidana

yang terjadi dan guna menemukan tersangkanya, sedangkan ”bukti”, dalam

ketentuan tersebut di atas adalah meliputi alat bukti yang sah dan benda

sitaan/barang bukti. Di Indonesia, masalah kewenangan dan ketentuan mengenai

”Penyidikan” diatur di dalam UU No. 8 tahun 1981 tentang Kitab

Undang-Undang Hukum Acara Pidana yang menjadi dasar hukum pidana formil di

Indonesia. Ketentuan mengenai aparat yang berwenang untuk melakukan

penyidikan, selain diatur di dalam KUHAP, juga diatur di dalam Peraturan

Perundang-undangan lain di luar KUHAP.19

Tindakan yang dapat dilakukan penyidik adalah penangkapan, penahanan,

mengadakan pemeriksaan ditempat kejadian, melakukan penggeledahan,

pemeriksaan tersangka dan interogasi, membuat Berita Acara Pemeriksaan (BAP),

penyitaan, penyimpanan perkara, melimpahan perkara. Penyidikan yang

diterapkan dalam Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem

Peradilan Pidana Anak harus dipandang sebagaimana layaknya status dan fungsi

seorang penyidik menurut KUHAP. Penyidikan terhadap anak yang berhadapan

dengan hukum dilakukan oleh penyidik anak yang ditetapkan berdasarkan Surat

Keputusan Kepala Kepolisian RI atau pejabat yang ditunjuknya.

      

  19

(41)

Penyidikan merupakan kompensasi penyidik, termasuk menghentikannya

(Pasal 109 ayat 2 KUHAP). Alasan pemberian wewenang penghentian penyidikan

ada dua yaitu ;

1. Untuk menegakan prinsip penegakan hokum yang cepat, tepat, dan biaya

ringan, sekaligus untuk tegaknya kepastian hukum dalam kehidupan

masyarakat. Jika penidik berkesimpulan bahwa hasil penyelidikan dan

penyidikan tidak cukup bukti atau alasan untuk menuntut tersangka ke

pengadilan, penyidik secara rmenyatakan penghentianpemeriksaan

penyidikan, agar dengan demikian segera tercipta kepastian hokum, baik

bagi penyidik sendiri, terutama kepada tersangka dan masyarakat;

2. Supaya penyidik terhindar dari kemungkinan tuntutan ganti kerugian, jika

perkaranya diteruskan ternyata tidak cukup bukti atau alasan untuk

menuntut atau menghukum, dengan sendirinya member hak kepada

tersangka/terdakwa untuk menuntut ganti kerugian berdasarkan Pasal 95

KUHAP.

Dalam praktik, alasan penghentian penyidikan adalah :

1. Delik yang terjadi merupakan delik aduan yang dapat dilakukan

pencabutan; perbuatan yang terjadi bukan merupakan perbuatan pidana;

2. Anak masih sekolah dan masih dapat dibina orang tuanya, sehingga anak

tersebut dikembalikan kembali kepada orang tuanya dan kasusnya tidak

akan dilimpahkan ke kejaksaan untuk dilakukan penuntutan ke pengadilan.

Penghentian penyidikan juga dilakukan apabila ada perdamaian antara

(42)

perdamaian tidak dikenal dalam perkara pidana.Seyogyanya penghentian

penyidikan dilakukan atas pertimbangan kepentingan anak, terlepas dari ada

perdamaian atau tidak.Apabila penuntut umum berpendapat bahwa hasil

penyidikan tersebut masih kurang lengkap, maka penuntut umum segera

mengembalikan berkas perkara kepada penyidik, disertai petunjuk untuk

dilengkapi. Setelah penyidik menerima berkas perkara tersebut, penyidik wajib

melakukan penyidikan tambahan dan dalam tempo 14 hari setelah pengembalian

berkas perkara dari penuntut umum, penyidik sudah menyiapkan pemeriksaan

penyidikan tambahan ( disempurnakan) dan diserahkan lagi kepada penuntut

umum ( Pasal 110 ayat 1 KUHAP )

Penyidikan dianggap selesai dan lengkap, apabila telah ada pemberitahuan

dari penuntut umum yang menyatakan bahwa berkas perkara telah lengkap atau

apabila tanggapan waktu 14 hari sejak tanggal penerimaan berkas, penuntut umum

tidak menyampaikan pernyataan apa-apa dan tidak pula mengembalikan berkas

perkara itu kepada penyidik. Terhitung sejak tenggang waktu tersebut, dengan

sendirinya menurut hukum penyerahan berkas perkara sudah sah dan sempurna,

beralih kepada penuntut umum tanpa memerlukan proses lagi. Terjadi penyerahan

tanggung jawab hukum atas seluruh perkara yang bersangkutan dari penyidik

kepada penuntut umum.Peralihan tanggung jawab yuridis atas berkas perkara,

tanggung jawab hukum atas tersangka dan tanggung jawab hukum atas segala

barang bukti atau benda yang disita.Secara garis besarnya tugas-tugas penyidikan

terdiri dari tugas menjalankan operasi lapangan dan tugas administrasi hukum.

(43)

Hukum acara Pidana terdapat tugas-tugas penyidik yang berhubungan dengan

tugas yang meliputi :`

a) Penangkapan

Tindakan penangkapan diatur dalam Pasal 16 sampai 19 KUHAP.

Menurut Pasal 16 untuk kepentingan penyelidikan, penyelidik atas perintah

penyidik dan penyidik pembantu berwenang melakukan penangkapan. Sesuai

dengan Pasal 18 KUHAP perintah penangkapan dilakukan terhadap seorang yang

diduga keras melakukan tindak pidana berdasarkan bukti permulaan yang cukup

dengan menunjukkan surat perintah penangkapan kecuali tertangkap tangan.

Perlindungan hak-hak anak tersangka pelaku tindak pidana di atur juga dalam

Undang No. 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak dan

Undang-Undang No. 3 Tahun 1997 tentang Pengadilan Anak.

Khusus tindakan penangkapan terhadap anak yang berhadapan dengan

hukum, Polisi memperhatikan hak-hak anak dengan melakukan tindakan

perlindungan terhadap anak, seperti:20

1. Perlakukan anak dengan asas praduga tak bersalah.

2. Perlakuan anak dengan arif, santun dan bijaksana, dan tidak seperti

terhadap pelaku tindak pidana dewasa.

3. Saat melakukan penangkapan segera memberitahukan orang tua dan

walinya.

4. Anak tertangkap tangan segera memberitahukan orang tua atau walinya.

      

  20

(44)

5. Wewenang mengadakan tindakan lain menurut hukum yang bertanggung

jawab, Polisi atau masyarakat berdasarkan pada asas kewajiban.

6. Penangkapan terhadap anak yang diduga sebagai tersangka bukan karena

tertangkap tangan, merupakan kontak atau tahap pertama pertemuan antara

anak dengan Polisi.

Pelaksana tugas penangkapan dilakukan oleh petugas kepolisian Negara

RI, dengan memperlihatkan surat tugas dan memberikan kepada tersangka surat–

surat perintah penangkapan yang mencantumkan identitas tersangka. Menyatakan

alasan penangkapan, dan uraian singkat perkara kejahatan yang

dipersangkakan,serta mengemukakan tempat tersangka diperiksa (Pasal 18

KUHAP).

Pengertian penangkapan menurut KUHAP Pasal 1 butir (20) :

“Penangkapan adalah suatu tindakan penyidik berupa pengekangan sementara

waktu kebebasan tersangka atau terdakwa apabila terdapat cukup bukti guna

kepentingan penyidikan atau penuntutan dan atau peradilan dalam hal serta

menurut cara yang diatur dalam undang-undang ini”.

Ketentuan hukum acara pidana yang menjadi sorotan essential dari proses

penyidikan adalah penangkapan terhadap pelaku tindak pidana kejahatan dan

pelanggaran, dimana tugas penangkapan berbatasan dengan ketentuan hukum

yang menegakkan hak-hak asasi anak yang mendapatkan tuntutan keadilan hukum

terhadap aparat penegak hukum dan pemerintah (lembaga polisi). Ketentuan

(45)

tindakan dan upaya rasional dan berdimensi rasa keadilan hukum terhadap anak

yang berhadapan dengan hukum.

Penangkapan anak nakal sama seperti penangkapan terhadap orang dewasa

yang dilakukan sesuai dengan ketentuan Kitab Undang-undang Hukum Acara

Pidana (KUHAP) yaitu pada Pasal 19 dan penangkapan tersebut dilakukan guna

kepentingan pemeriksaan untuk paling lama 1 ( satu ) hari.Wewenang

penangkapan dalam menangani anak yang berhadapan dengan hukum harus pula

memperhatikan asas hukum pidana yaitu :Presumsion Of Innocence ( Asas

Praduga Tak Bersalah). Dalam melakukan penangkapan diperhatikan hak-hak

anak sebagai tersangka, seperti hak mendapat bantuan hukum pada setiap tigkat

pemeriksaan menurut tata cara yang ditentukan oleh undang-undang (Pasal 54

KUHAP). KUHAP tidak mengatur secara tegas bukti cukup atau tidak.Hal ini

tidak mencerminkan perlindungan hukum terhadap anak, karena itu perlu diatur

secara tegas dalam KUHAP yang berlaku secara khusus untuk anak.

Kedudukan anak dalam proses pemeriksaan penyidikan terdapat nuansa

yang menimbulkan hak-hak anak secara khusus yang dapat mengesampingkan

upaya paksa dan tindakan paksa dari proses penyidikan. Kontak awal antara anak

dan polisi harus dihindarkan dalam suasana kekerasan fisik dan psikis sehingga

dalam proses penyidikan terdapat hak-hak anak yang meliputi :

1. Terhadap keluarga anak sebagai tersangka wajib diberitahukan terlebih

dahulu baik melalui surat maupun lisan sebelum proses penangkapan

(46)

2. Penangkapan terhadap anak tidak dibolehkan dengan menggunakan alat

atau senjata upaya paksa atau wewenang paksa

3. Tersangka anak haru segera mendapat bantuan hukum secara wajib dan

cuma-cuma (dalam penangkapan penyidik penuntut umum harus

mengikutsertakan seorang pengacara yang kelak akan menjadi penasehat

hukum anak tersebut)

4. Tersangka anak atau orang belum dewasa harus segera mendapatkan

proses pemeriksaan

5. Hak untuk mendapatkan ganti kerugian sebagai akibat dari kesalahan.21

b) Penahanan

Setelah tindakan penangkapan, dapat dilakukan tindakan penahanan.

Menurut Pasal 1 butir 21 KUHAP : “Penahanan adalah penempatan tersangka

atau terdakwa di tempat tertentu oleh penyidik, atau penuntut umum atau hakim

dengan penetapannya, dalam hal serta menurut cara yang diatur dalam

undang-undang ini”. Berdasarkan wewenang tersebut maka setiap instansi penegak hukum

memiliki wewenang untuk melakukan penahanan.

Penahanan oleh penyidik anak atau penuntut umum anak atau hakim anak

dengan penetapan, dalam hal serta menurut cara yang diatur dalam KUHAP,

menentukan bahwa tersangka atau terdakwa dapat ditahan. Karena ada istilah

“dapat” ditahan, berarti penahanan anak tidak selalu harus dilakukan, sehingga

dalam hal ini penyidik diharap betul-betul mempertimbangkan apabila melakukan

penahanan anak.Menurut Pasal 21 ayat (1) KUHAP, alasan penahanan adalah

      

  21

(47)

karena ada kehawatiran melarikan diri, agar tidak merusak atau menghilangkan

barang bukti, agar tidak mengulangi tindak pidana.Menurut hukum acara pidana,

menghilangkan kemerdekaan seseorang tidak merupakan keharusan, tetapi untuk

mencari kebenaran bahwa seseorang melanggar hukum, kemerdekaan seseorang

itu dibatasi dengan melakukan penangkapan dan penahanan.

Penahanan Anak harus memperhatikan kepentingan yang menyangkut

pertumbuhan dan perkembangan anak baik fisik, mental, maupun sosial anak serta

mempertimbangkan kepentingan masyarakat misalnya dengan ditahannya anak

akan membuat masyarakat aman dan tentram.22

B. Menurut Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1997 Tentang Pengadilan

Anak

Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1997 tentang Pengadilan Anak

dimaksudkan untuk melindungi dan mengayomi Anak yang berhadapan dengan

hukum agar Anak dapat menyongsong masa depannya yang masih panjang serta

memberi kesempatan kepada Anak agar melalui pembinaan akan diperoleh jati

dirinya untuk menjadi manusia yang mandiri, bertanggung jawab, dan berguna

bagi diri sendiri, keluarga, masyarakat, bangsa dan negara. Namun, dalam

pelaksanaannya Anak diposisikan sebagai objek dan perlakuan terhadap Anak

yang berhadapan dengan hukum cenderung merugikan anak. Selain itu,

Undang-Undang tersebut sudah tidak sesuai lagi dengan kebutuhan hukum dalam

masyarakat dan belum secara komprehensif memberikan perlindungan khusus

kepada Anak yang berhadapan dengan hukum.

      

  22

http://aminhamid09.wordpress.com/2012/11/15/perlindungan-hukum-terhadap-anak-pada-tahap-penyidikan, Diakses Selasa, 8 Oktober 2013

Gambar

Tabel tersebut di atas merupakan data yang diberikan oleh kepolisian

Referensi

Dokumen terkait

Untuk menyuguhkan tontonan yang mampu mengulas lebih dalam suatu kebudayaan dan memberikan pengetahuan yang lebih luas, Penulis memilih program dokumenter dalam

Data dianalisis menggunakan analisis regresi berganda Hasil penelitian secara parsial menunjukkan bahwa return on asset mempunyai pengaruh signifikan terhadap

Judul Skripsi : Hubungan Antara Derajat Keparahan Akne Vulgaris dan Kualitas Hidup Mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Sriwijaya.. dengan ini menyatakan

Hal ini sebagaimana diatur dalam Pasal 2 dan 3 tentang Pelanggaran Berat dan Pelanggaran Hukum dan Kebiasaan Perang dari Konven- si Jenewa 1949 yang menyatakan bahwa:.

Jika suatu keadaan dimana peralatan tersebut tidak dapat mencapai respon yang diinginkan maka secara otomatis DCS akan memberikan suatu tanda pada Control Room, supaya

Tetapi persepsi Crew dan Manajemen Dalam Penerapan ISM Code Bagi Keselamatan Pelayaran dan Perlindungan Lingkungan Laut bisa berbeda kalau tidak ada pelatihan dan penerapan

Kegiatan ini mendukung visi “Auditor Internal Pemerintah RI Berkelas Dunia untuk Meningkatkan Akuntabilitas Pengelolaan Keuangan dan Pembangunan Nasional” dan

Tujuan penelitian : untuk mengetahui pengaruh pemberian terapi musik religius dan deep breathing terhadap penurunan intensitas nyeri kepala pada pasien hipertensi