• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisa Faktor Perilaku yang Mempengaruhi Terjadinya Keputihan pada Siswi SMK Negeri 8 Medan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Analisa Faktor Perilaku yang Mempengaruhi Terjadinya Keputihan pada Siswi SMK Negeri 8 Medan"

Copied!
75
0
0

Teks penuh

(1)

LAMPIRAN 1

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

Nama : Ronauli Agnes Marpaung

Tempat / TanggalLahir : Pagar Batu / 23 Agustus 1994

Agama : Kristen Protestan

Alamat : Jalan Mandolin No. 10 Medan Riwayat Pendidikan :

1. TK Santa Theresia Balige (1999-2000)

2. Sekolah Dasar Negeri 173524 Balige (2000-2006)

3. Sekolah Menengah Pertama Negeri 4 Balige (2006-2009) 4. Sekolah Menengah Atas Negeri 2 Balige (2009-2012)

5. Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara (2012- Sekarang) Riwayat Organisasi :

1. Anggota KMK USU UP FK (2012-2013)

(2)

LAMPIRAN 2

LEMBAR PENJELASAN KEPADA CALON SUBJEK PENELITIAN

Dengan hormat,

Saya yang bernama Ronauli Agnes Marpaung, NIM 120100272, sedang menjalani pendidikan Kedokteran di Program S1 Ilmu Kedokteran FK USU. Saat ini saya sedang mengadakan penelitian dengan judul “Faktor Perilaku yang Mempengaruhi Terjadimya Keputihan pada Siswi SMK Negeri 8 Medan”.

Tujuan penelitian ini adalah untuk mencari adanya hubungan antara pengetahuan, sikap dan tindakan dengan kejadian keputihan pada siswi di SMK Negeri 8 Medan. Penelitian ini memberikan informasi kepada siswi dan masyarakat tentang faktor yang mempengaruhi terjadinya keputihan serta mengembangkan kemampuan peneliti di bidang penelitian dan mengasah kemampuan analisis. Untuk keperluan tersebut saya memohon kesediaan siswi yang bersangkutan menjadi partisipan dalam penelitian ini dengan menjawab pertanyaan yang akan diberikan dengan jujur dan apa adanya. Tidak ada biaya yang dikenakan kepada siswi untuk penelitian ini. Identitas pribadi partisipan akan dirahasiakan dan semua informasi yang diberikan hanya akan digunakan untuk penelitian ini.

Jika terdapat hal yang kurang dipahami, partisipan dapat bertanya langsung kepada peneliti atau melalui nomor 082363973277. Jika siswi bersedia menjadi partisipan dalam penelitian ini, silahkan menandatangani persetujuan ini sebagai bukti kesukarelaan.. Atas perhatian dan kesediaan Saudari berpartisipasi dalam penelitian ini, saya mengucapkan terima kasih.

Medan,...2015

(3)

LAMPIRAN 3

LEMBAR PERNYATAAN

PERSETUJUAN SETELAH PENJELASAN (INFORMED CONSENT) KESEDIAAN MENGIKUTI PENELITIAN

Saya yang bertanda tangan di bawah ini,

Nama :

Alamat :

No. HP :

Setelah membaca dan mendapat penjelasan serta memahami sepenuhnya tentang penelitian,

Judul Penelitian : Faktor Perilaku yang Mempengaruhi Terjadinya Keputihan pada Siswi SMK Negeri 8 Medan

Nama Peneliti : Ronauli Agnes Marpaung

Instansi Penelitian : Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara

Dengan ini menyatakan bahwa saya bersedia menjadi subjek penelitian dengan sukarela dan tanpa paksaan.

Medan,...2015

(4)

LAMPIRAN 4 KUESIONER

FAKTOR PERILAKU YANG MEMPENGARUHI TERJADINYA KEPUTIHAN PADA

SISWI SMK NEGERI 10 MEDAN

A. IDENTITAS RESPONDEN

A1 Nama :

A2 Umur :

A3 Kelas :

A4 Apakah saudara pernah mengalami keputihan

Ya / Tidak

A5 Apakah saudara pernah mengalami keputihan yang cairannya encer, bening, tidak gatal, tidak berbau ?

Ya / Tidak

A6 Apakah pernah mengalami keputihan yang disertai rasa gatal, berbau, dan rasa panas di vagina?

Ya / Tidak

B. PENGETAHUAN

1. LINGKARI jawaban yang menurut anda paling benar

2. Mohon jawaban diisi sendiri sesuai dengan apa yang anda ketahui, demi

tercapainya hasil yang diharapkan.

B1 Apa yang dimaksud dengan keputihan :

a. Cairan yang keluar dari vagina yang berwarna bening/

putih yang biasanya keluar mejelang haid / pada masa

kehamilan

b. Cairan yang keluar dari dubur yang berwarna putih

c . Cairan yang keluar dari vagina berwarna merah hanya keluar menjelang haid atau pada masa kehamilan

B2 Macam keputihan adalah :

a. Keputihan normal dan tidak normal

b. Keputihan sehat dan tidak sehat c. Keputihan dan tidak keputihan

B3 Bagaimana gejala keputihan yang normal :

a. Cairan encer, bening, tidak gatal, tidak berbau

b. Cairan encer, bening dan terkadang berwarna, terasa gatal, berbau

(5)

B4 Yang termasuk gejala keputihan tidak normal adalah :

a. Cairan encer, bening, tidak gatal, tidak berbau

b. Cairan encer/kental, bening dan terkadang berwarna, terasa gatal, berbau

c. Cairan encer, berwarna merah, terasa nyeri dan berbau

B5 Yang termasuk penyebab keputihan normal adalah

a. Infeksi jamur

b. Keturunan

c. Pengaruh hormon semasa siklus haid

B6 Yang termasuk penyebab keputihan tidak normal adalah

a. Rangsangan saat berhubungan intim

b Keturunan c Infeksi Bakteri

B7 Dibawah ini mikroorganisme yang dapat menyebabkan gejala keputihan

seperti adanya rasa gatal di vagina , warna cairan seperti putih susu dan

menggumpal seperti keju adalah :

a. Parasit

b. Jamur c. Bakteri

B8 Berapakah PH normal vagina?:

a. 3,6-4,0

b. 3,0-4,7 c. 3,8-4,5

B9 Yang bukan penyebab keputihan adalah :

a. Infeksi jamur

b. Kebersihan diri yang jelek c. Keturunan

B10 Jika didapatkan tanda cairan terlalu banyak , bau busuk , sering disertai

darah tidak segar, maka anda harus curiga adanya penyakit:

a. Kanker payudara

b. Tumor

c. Kanker leher Rahim

B11 Di bawah ini termasuk cara mengatasi keputihan, kecuali:

a. Memakai celana sampai 2 hari

(6)

B12 Dampak dari keputihan yang tidak normal adalah :

a. Infeksi pada panggul

b. Perdarahan Kanker payudara

B13 Penggunaan cairan pembersih vagina sebaiknya tidak berlebihan karena

dapat mengakibatkan :

a. Mematikan flora yang tidak normal

b. Mematikan flora normal vagina

Membuat flora jahat dan normal subur berkembang biak

B14 Tindakan yang benar apabila kita mengalami keluhan keputihan yang

disertai bau amis/busuk dan adanya rasa gatal adalah :

a. Langsung meminum antibiotic

b. Langsung curiga adanya kanker Langsung memeriksakan diri ke dokter

C.SIKAP TERHADAP PENCEGAHAN

KEPUTIHAN : Pilihan jawaban adalah :

SS = Sangat Setuju

S = Setuju

TS = Tidak Setuju

STS = Sangat Tidak Setuju

LINGKARILAH salah satu jawaban yang saudara anggap paling sesuai

dengan pendapat saudara seperti yang telah digambarkan oleh pertanyaan

yang tersedia.

C1 Membasuh daerah kewanitaan menurut saya penting supaya vagina

dan anus bersih

a. SS

b. S

c. TS

d. STS

C2 Menurut saya dengan menjaga kebersihan daerah kewanitaan

keputihan dapat dicegah

a. SS

(7)

C3 Selalu memakai cairan antiseptik pembersih vagina saat

membersihkan daerah kewanitaan sangat perlu, karena bisa

menghilangkan kuman-kuman yang berbahaya

a. SS

b. S

c. TS

d. STS

C4 Saya selalu memakai celana dalam yang dapat menyerap keringat dan

tidak ketat, untuk menjaga daerah kewanitaan saya agar tidak lembab

a. SS

b. S

c. TS

d. STS

C5 Bagi saya, memakai pembalut atau pantyliner sepanjang hari sangat

baik untuk kesehatan daerah kewanitaan kita

a. SS

b. S

c. TS

d. STS

C6 Menurut saya membersihkan daerah kewanitaan dengan memakai air

dan sabun serta diberi bedak wangi sangat baik untuk menghindari

keputihan :

a. SS

b. S

c. TS

(8)

C7 Keputihan yang disertai rasa gatal dan berbau adalah hal yang

biasa saja dan dapat sembuh dengan sendirinya

a. SS

b. S

c. TS

d. STS

C8 Saat mengalami keputihan yang lendirnya berwarna, berbau dan gatal,

maka harus segera memeriksakan ke dokter atau pelayanan kesehatan

terdekat

a. SS

b. S

c. TS

d. STS

C9 Bila mengalami keputihan yang lendirnya bening dan tidak

berbau saya tidak melakukan pengobatan karena tidak

berbahaya

a. SS

b. S

c. TS

d. STS

C10 Berolahraga secara teratur dan makanan yang bergizi juga

berpengaruh dengan kejadian keputihan

a. SS

b. S

(9)

D.TINDAKAN SEHAT DALAM UPAYA PENCEGAHAN KEPUTIHAN

1. LINGKARI jawaban yang menurut anda paling benar

2. Mohon jawaban diisi sendiri sesuai dengan apa yang anda ketahui, demi tercapainya hasil yang diharapkan

D1 Berapa kali Anda melakukan olahraga dalam 1 minggu

a. Tidak pernah

B 1 kali c ≥ 3 kali

D2 Kebiasaan apa saja yang anda lakukan untuk mencegah

keputihan

a. Memakai pantyliner setiap harinya

b. Terkadang memakai cairan pembersih vagina

c. Menjaga kebersihan vagina dan pastikan vagina tidak lembab

D3 Untuk menjaga kebersihan vagina berapa kali Anda mengganti

celana dalam?

a. Bila celana dalam basah saja tanpa memperhitungkan hari pakainya

b. 1 kali dalam sehari

c. ≥ 2 kali dalam sehari

D4 Apakah Anda sering menggunakan cairan pembersih vagina?

a. Sering

b. Kadang-kadang c. Tidak pernah

D5 Apakah Anda menggunakan bedak talcum, tissue dan sabun

dengan pewangi pada daerah vagina ?

a. Sering

b. Kadang-kadang c. Tidak pernah

D6 Bagaimana cara anda cebok setiap buang air?

a. Dari depan ke belakang dan bersih

b. Dari belakang ke depan dan bersih c. Dari mana saja yang penting bersih

D7 Selain itu untuk menjaga kebersihan vagina, saya merasa perlu

melakukan

a. Memakai cairan pembersih vagina setiap harinya

(10)

D8 Selama berteman kadang-kadang untuk menjaga kebersihan

diri, saya melakukan ?

a. Meminjam pakaian dalam teman

b. Memakai handuk teman c. Meminta parfum

D9 Waktu BAB/BAK di WC umum

a. Langsung menggunakan closet duduk

b. Mengelapnya dulu apabila WC duduk

c. Membersihkan kemaluan dengan air bak wc umum

D10 Untuk mejaga daerah kewanitaan saya melakukan :

a. Memakai celana ketat setiap harinya

b. Sering memakai celana jelana jeans

(11)
(12)
(13)
(14)
(15)

LAMPIRAN 9

UJI VALIDITAS DAN RELIABILITAS Item-Total Statistics Scale Mean if Item Deleted Scale Variance if Item Deleted Corrected Item-Total Correlation Cronbach's Alpha if Item

Deleted

p1 10.03 15.757 .760 .921

p2 10.03 15.620 .809 .920

p3 10.10 15.541 .726 .922

p4 10.10 15.679 .682 .923

p5 10.07 16.616 .424 .931

p6 10.10 16.300 .490 .930

p7 10.13 15.775 .619 .926

p8 10.13 15.499 .702 .923

p9 10.07 15.237 .877 .917

p10 10.10 15.679 .682 .923

p11 10.07 15.926 .646 .925

p12 10.13 15.292 .766 .921

p13 10.07 15.995 .623 .925

p14 10.13 15.844 .598 .926

Item-Total Statistics Scale Mean if Item Deleted Scale Variance if Item Deleted Corrected Item-Total Correlation Cronbach's Alpha if Item

Deleted

s1 27.23 32.806 .758 .921

s2 27.03 32.861 .909 .913

s3 27.00 34.138 .838 .917

s4 27.13 35.430 .679 .925

s5 27.07 35.237 .567 .930

s6 27.07 35.237 .604 .928

s7 27.07 32.754 .799 .918

s8 26.90 32.990 .764 .920

s9 26.87 35.499 .633 .927

(16)

Item-Total Statistics Scale Mean if Item Deleted Scale Variance if Item Deleted Corrected Item-Total Correlation Cronbach's Alpha if Item

Deleted

t1 9.63 14.861 .742 .816

t2 9.60 15.490 .633 .827

t3 9.33 14.851 .623 .827

t4 9.53 15.775 .430 .847

t5 9.43 16.047 .548 .834

t6 9.47 15.637 .543 .835

t7 9.60 16.110 .450 .843

t8 9.57 15.909 .512 .837

t9 9.33 16.161 .520 .837

t10 9.30 16.355 .524 .837

LAMPIRAN CHI SQUARE

Case Processing Summary Cases

Valid Missing Total

N Percent N Percent N Percent Pengetahuan *

Keputihan_gejala2

381 100.0% 0 0.0% 381 100.0%

Pengetahuan * Keputihan_gejala2 Crosstabulation Count

Keputihan_gejala2 Total Tidak Ya

Pengetahuan

Kurang 29 35 64

Sedang 101 65 166

Baik 104 47 151

(17)

Value df Asymp. Sig. (2-sided) Pearson Chi-Square 10.571a 2 .005

Likelihood Ratio 10.450 2 .005

Linear-by-Linear Association 10.033 1 .002 N of Valid Cases 381

a. 0 cells (0.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 24.69.

Case Processing Summary Cases

Valid Missing Total

N Percent N Percent N Percent Sikap * Keputihan_gejala2 381 100.0% 0 0.0% 381 100.0%

Sikap * Keputihan_gejala2 Crosstabulation Count

Keputihan_gejala2 Total Tidak Ya

Sikap

Kurang 5 21 26

Sedang 54 34 88

Baik 175 92 267

Total 234 147 381

Chi-Square Tests

Value df Asymp. Sig. (2-sided) Pearson Chi-Square 21.445a 2 .000

Likelihood Ratio 21.364 2 .000

(18)

a. 0 cells (0.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 10.03.

Case Processing Summary Cases

Valid Missing Total

N Percent N Percent N Percent Tindakan *

Keputihan_gejala2

381 100.0% 0 0.0% 381 100.0%

Tindakan * Keputihan_gejala2 Crosstabulation Count

Keputihan_gejala2 Total Tidak Ya

Tindakan

Kurang 24 32 56

Sedang 82 45 127

Baik 128 70 198

Total 234 147 381

Chi-Square Tests

Value df Asymp. Sig. (2-sided)

Pearson Chi-Square 9.544a 2 .008

Likelihood Ratio 9.283 2 .010

Linear-by-Linear Association 5.899 1 .015 N of Valid Cases 381

(19)

DAFTAR PUSTAKA

Anggraeni, Z., 2013. Tingkat Pengetahuan Remaja Putri Kelas X tentang Keputihan di SMK Batik 1 Surakarta tahun 2013. Surakarta: Kebidanan STIKES Kusuma Husada.

Ayuningtyas, D.N., 2011. Skripsi Hubungan Antara Pengetahuan dan Perilaku Menjaga Kebersihan Genitalia Eksterna dengan Kejadian Keputihan pada Siswi SMA N 4 Semarang. Semarang: FK UNDIP.

Badaryati, E., 2012. Skripsi Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Perilaku Pencegahan dan Penanganan Keputihan Patologis pada Siswi SLTA atau Sederajat di Kota Banjarbaru Tahun 2012. Depok: FKM UI.

BKKBN, 2011. KAJIAN PROFIL PENDUDUK REMAJA (10-24 THN) : Ada

apa dengan Remaja? Diakses pada:

http://www.bkkbn.go.id/litbang/pusdu/Hasil%20Penelitian/Karakteristik%2

0Demografis/2011/Kajian%20Profil%20Penduduk%20Remaja%20%2810

%20-%2024%20tahun%29.pdf . [diakses tanggal 11 Mei 2015].

Cunningham, Leveno, Bloom, Hauth, Rouse, Spong., 2009. Obstetri William edisi 23. Jakarta: EGC, 16-30.

Dahlan, M.S., 2013. Besar Sampel dan Cara Pengambilan Sampel dalam Penelitian Kedokteran dan Kesehatan edisi 3. Jakarta: Salemba Medika.

Efendi, F. & Makhfudli, 2009. Keperawatan Kesehatan Komunitas Teori dan Praktik dalam Keperawatan. Jakarta: Salemba Medika.

Egi, Y.R., et al, 2014. Faktor Perilaku yang Mempengaruhi Terjadinya Keputihan pada Remaja Putri. Riau: FIK Unri.

(20)

26

Keputihan Pengetahuan

Sikap Tindakan

BAB 3

KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI OPERASIONAL

3.1. Kerangka Konsep Penelitian

Variabel Bebas Variabel Terikat

(21)

3.2. Definisi Operasional

No Variabel Definisi Operasional Cara Ukur Alat Ukur Hasil Ukur Skala

Ukur 1 Pengetahuan

remaja tentang keputihan

Pengetahuan adalah hasil dari tahu, dan ini terjadi setelah orang melakukan pengindraan terhadap suatu objek tertentu. Dalam penelitian ini yang diamati adalah respon siswi terhadap pernyataan pengetahuan remaja tentang keputihan pada saat pengambilan data

Mengisi kuesioner :Kusioner pengetahuan responden tentang keputihan, pertanyaan B1-B14 Kuesioner dengan skor. Dimana jawaban benar = 1, salah = 0 dengan total nilai 14

Kategori penilaian :  Pengetahuan

baik jika skor ≥ 75%  Pengetahuan cukup jika skor 56-74%  Pengetahuan kurang jika skor <55% Ordinal

2 Sikap remaja tentang keputihan

Sikap merupakan respon yang masih tertutup dari seseorang terhadap suatu stimulus atau objek. Dalam penelitian ini yang diamati adalah respon siswi terhadap pernyataan sikap remaja tentang keputihan Mengisi Kuesioner : Kuesioner sikap responden terhadap keputihan, pertanyaan C1 -C10

Kuesioner dengan skor. Untuk pernyataan positif : Sangat setuju = 4, setuju = 3, tidak setuju = 2, sangat tidak setuju = 1 Untuk pernyataan negatif : Sangat tidak setuju = 4,

Kategori penilaian :  Sikap baik

jika skor ≥ 75%

 Sikapcukup jika skor 56-74%

 Sikapkurang jika skor <55%

(22)

28

tidak setuju = 3, setuju = 2, sangat setuju = 1 3 Tindakan

remaja terhadap keputihan

Tindakan adalah mekanisme dari suatu pengamatan yang muncul dari persepsi sehingga ada respon untuk mewujudkan suatu tindakan. Dalam penelitian ini yang diamati adalah respon siswi

terhadap pernyataan tindakan sehat remaja terhadap keputihan. Mengisi Kuesioner : Kuesioner tindakan responden terhadap keputihan, pertanyaan D1 -D10

Kuesioner dengan skor. Dimana jawaban benar = 2, kurang tepat =1 salah = 0 dengan total nilai 20

Kategori penilaian :  Tindakan

baik jika skor ≥ 75%

 Tindakancuk up jika skor 56-74%  Tindakankur

ang jika skor <55%

Ordinal

4 Keputihan Keputihan adalah setiap cairan yang keluar dari vagina yang bukan darah.

Dalam penelitian ini ada kuesioner yang berisi pertanyaan “apakah saudara pernah

mengalami keputihan yang disertai rasa gatal, berbau, dan rasa panas di vagina?”

Kuesioner Jawaban pernah atau tidak pernah

(23)

29

3.3. Hipotesis

3.3.1. Hipotesis nol (H0)

a. Tidak ada hubungan antara pengetahuan dengan kejadian keputihan di SMK Negeri 8 Medan

b. Tidak ada hubungan antara sikap dengan kejadian keputihan di SMK Negeri 8 Medan

c. Tidak ada hubungan antara tindakan dengan kejadian keputihan di SMK Negeri 8 Medan

3.3.2. Hipotesis alternatif (Ha)

a. Ada hubungan antara pengetahuan dengan kejadian keputihan di SMK Negeri 8 Medan

b. Ada hubungan antara sikap dengan kejadian keputihan di SMK Negeri 8 Medan

(24)

30

BAB 4

METODE PENELITIAN

4.1. Jenis Penelitian

Jenis penelitian yang digunakan pada penelitian ini adalah penelitian

analitik dengan desain cross sectional, dimana penelitian ini akan mencari

hubungan tingkat pengetahuan dengan kejadian keputihan, hubungan sikap

dengan kejadian keputihan dan hubungan tindakan dengan kejadian keputihan.

4.2. Lokasi dan Waktu Penelitian 4.2.1. Lokasi Penelitian

Penelitian dilakukan di SMK Negeri 8 Medan yang berlokasi di Jl.Dr.

Mansyur/Jl SMTK Medan.

4.2.2. Waktu Penelitian

Pengambilan dan pengumpulan data dilakukan selama tiga bulan, yaitu dari

bulan September hingga November 2015.

4.3. Populasi dan Sampel 4.3.1. Populasi

Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh siswi kelas XII SMK Negeri 8

Medan

4.3.2. Besar Sampel

Sampel penelitian ini diambil dengan menggunakan metode total

sampling dimana semua subjek populasi yang memenuhi kriteria inklusi

dimasukkan ke dalam sampel penelitian.

(25)

b. Kriteria eksklusi penelitian ini adalah :

- Tidak menjawab kuesioner dengan lengkap

4.4. Teknik Pengumpulan Data

Data yang digunakan pada penelitian ini berupa data primer yaitu data yang

dikumpulkan dengan pengisian kuesioner oleh siswi dan dipandu langsung dengan

memberikan penjelasan pada setiap soal kuesioner oleh peneliti, sehingga

diharapkan diperoleh jawaban yang lebih objektif.

4.5. Pengolahan dan Analisis Data 4.5.1. Pengolahan Data

Pengolahan data dilakukan dengan langkah – langkah sebagai berikut:

(1) editing, dilakukan untuk memeriksa ketepatan dan kelengkapan data

yang telah dikumpulkan; (2) coding, data yang telah terkumpul dikoreksi,

kemudian diberi kode oleh peneliti secara manual sebelum diolah dengan

komputer; (3) entry, data tersebut dimasukkan kedalam program komputer; (4)

cleaning data, pemeriksaan semua data yang telah dimasukkan ke dalam

computer guna menghindari terjadinya kesalahan dalam pemasukan data; (5)

saving, penyimpanan data untuk siap dianalisis; dan (6) analisis data (Hidayat,

2007).

4.5.2. Analisis Data

Semua data yang diperoleh dari hasil pengisian kuesioner diproses

(26)

32

BAB 5

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

5.1. Hasil Penelitian

5.1.1. Deskripsi Lokasi Penelitian

Lokasi penelitian ini dilakukan di SMK Negeri 8 Medan yang berlokasi di

Jalan dr. T. Mansur/ Jalan SMTK Medan. Sekolah ini memilki infrastruktur seperti

ruangan kelas, perpustakaan, laboratorium khusus untuk setiap jurusan, laboratorium

komputer, aula, open stage, lapangan voli dan lapangan basket. Sekolah ini memiliki

kompetensi keahlian dalam bidang Akomodasi Perhotelan, Tata Boga, Tata

Kecantikan dan Tata Busana.

5.1.2. Deskripsi Karakteristik Responden

Dalam penelitian ini, responden yang diteliti sebanyak 381 orang siswi kelas

XII SMK Negeri 8 Medan yang berstatus aktif dan masih bersekolah. Gambaran

karakteristik responden yang diamati berupa umur, keputihan, keputihan fisiologis,

keputihan patologis, tingkat pengetahuan, sikap dan tindakan mereka terhadap

keputihan. Data lengkap mengenai karakteristik responden tersebut dapat dilihat pada

tabel-tabel yang ada di bawah ini.

Tabel 5.1. Frekuensi Usia Responden

Usia (tahun) Frekuensi (n) Persen (%)

16 96 25.2

17 239 62.7

18 40 10.5

19 6 1.6

(27)

Berdasarkan Tabel 5.1. di atas, didapati bahwa responden terbanyak berusia

17 tahun yaitu sebanyak 239 orang (62,7%).

Tabel 5.2. Frekuensi Responden yang Pernah Mengalami Keputihan

Keputihan Frekuensi (n) Persen (%)

Ya 319 83.7

Tidak 62 16.3

Total 381 100

Berdasarkan tabel 5.2. di atas, diketahui bahwa dari 381 jumlah siswi kelas

XII SMK Negeri 8 Medan yang menjadi responden penelitian, sebanyak 319 orang

(83,7%) pernah mengalami keputihan dan yang tidak pernah mengalami keputihan

sebanyak 62 orang (16,3%).

Tabel 5.3. Frekuensi Responden yang Mengalami Keputihan Patologis

Keputihan Patologis Frekuensi (n) Persen (%)

Ya 147 38.6

Tidak 234 61.4

Total 381 100

Berdasarkan tabel 5.3. di atas, diketahui bahwa dari 381 jumlah siswi kelas

XII SMK Negeri 8 Medan yang mengikuti penelitian, sebanyak 147 siswi (38,6%)

pernah mengalami keputihan patologis dan yang tidak pernah mengalami keputihan

(28)

34

5.1.3. Deskripsi Faktor Perilaku

Penelitian ini menggunakan kuesioner. Dalam lembar pengisian kuesioner

penelitian terdapat 34 pertanyaan. Pertanyaan-pertanyaan yang ada dalam kuesioner

tersebut telah diuji validitas dan reliabilitasnya. Terdapat 3 domain faktor perilaku

yaitu pengetahuan, sikap dan tindakan. Semakin tinggi skor suatu domain, semakin

baik perilaku berdasarkan domain tersebut.

Tabel 5.4. Frekuensi Responden Tentang Tingkat Pengetahuan terhadap Keputihan

Pengetahuan Frekuensi (n) Persen (%)

Baik 151 39.6

Sedang 166 43.6

Kurang 64 16.8

Total 381 100

Berdasarkan tabel 5.4. di atas, diketahui bahwa dari 381 jumlah siswi kelas

XII SMK Negeri 8 Medan yang mengikuti penelitian, sebanyak 151 orang (39,6%)

mempunyai pengetahuan yang baik terhadap keputihan, 166 orang (43,6%)

mempunyai pengetahuan sedang dan 64 orang (16,8%) mempunyai pengetahuan

yang kurang terhadap keputihan.

Tabel 5.5. Frekuensi Responden Tentang Sikap terhadap Keputihan

Pengetahuan Frekuensi (n) Persen (%)

Baik 267 70.1

Cukup 88 23.1

Kurang 26 6.8

(29)

Berdasarkan tabel 5.5. di atas, diketahui bahwa dari 381 jumlah siswi kelas

XII SMK Negeri 8 Medan yang menyertai penelitian sebanyak 267 orang (70,1%)

mempunyai sikap yang baik terhadap keputihan, 88 orang (23,1%) mempunyai sikap

yang cukup dan 26 orang (6,8%) mempunyai sikap yang kurang baik terhadap

keputihan.

Tabel 5.6. Frekuensi Responden Tentang Tindakan Mencegah Keputihan

Pengetahuan Frekuensi Persen (%)

Baik 198 52.0

Cukup 127 33.3

Kurang 56 14.7

Total 381 100

Berdasarkan tabel 5.6. di atas, diketahui bahwa dari 381 jumlah siswi kelas

XII SMK Negeri 8 Medan yang menyertai penelitian sebanyak 198 siswi (52%)

mempunyai tindakan yang baik dalam mencegah terjadinya keputihan, 127 siswi

(33,3%) mempunyai tindakan yang cukup dalam mencegah terjadinya keputihan dan

56 siswi (14,7%) mempunyai tindakan yang kurang baik dalam mencegah terjadinya

(30)

36

[image:30.612.106.511.156.288.2]

5.1.4. Hasil Analisa Statistik Tingkat Pengetahuan dengan Kejadian Keputihan Tabel 5.7. Hubungan antara Pengetahuan dengan Kejadian Keputihan

Tingkat Pengetahuan

Keputihan (+) Keputihan(-) Jumlah

p n n n

Baik 47 104 151

0.005

Sedang 65 101 166

Kurang 35 29 64

Total 147 234 381

Berdasarkan tabel 5.7. dapat dilihat bahwa jumlah siswi yang memiliki tingkat

pengetahuan baik tetapi pernah mengalami keputihan patologis yaitu sebanyak 47

orang (12,3 %) sedangkan jumlah siswi yang memiliki tingkat pengetahuan baik dan

tidak pernah mengalami keputihan patologis ada sebanyak 104 orang (27,3%)

Proporsi siswi yang memiliki tingkat pengetahuan sedang tetapi pernah

mengalami keputihan patologis yaitu sebanyak 65 orang (17,1 %) sedangkan jumlah

siswi yang memiliki tingkat pengetahuan sedang dan tidak pernah mengalami

keputihan patologis ada sebanyak 101 orang (26,5%)

Proporsi siswi yang memiliki tingkat pengetahuan buruk dan pernah

mengalami keputihan patologis yaitu sebanyak 35 orang (9,2 %) sedangkan jumlah

siswi yang memiliki tingkat pengetahuan buruk tapi tidak pernah mengalami

keputihan patologis ada sebanyak 29 orang (7,6%).

Berdasarkan hasil analisa tabulasi silang di atas, analisa uji statistik chi-square

dengan tingkat kemaknaan 0,05 (α=5%) diperoleh nilai p sebesar 0,005 (p<0,05)

maka Ho ditolak yang berarti ada hubungan antara tingkat pengetahuan dengan

(31)
[image:31.612.107.516.155.289.2]

5.1.5. Hasil Analisa Statistik Sikap dengan Kejadian Keputihan Tabel 5.8. Hasil Analisa Sikap dengan Kejadian Keputihan

Tingkat Sikap

Keputihan (+) Keputihan(-) Jumlah

p

n n n

Baik 92 175 267

0.000

Sedang 34 54 88

Kurang 21 5 26

Total 147 234 381

Berdasarkan tabel 5.8. dapat dilihat bahwa jumlah siswi yang memiliki tingkat

sikap yang baik tetapi pernah mengalami keputihan patologis yaitu sebanyak 92

orang (24,1%) sedangkan jumlah siswi yang memiliki sikap yang baik dan tidak

pernah mengalami keputihan patologis ada sebanyak 175 orang (45,9%)

Proporsi siswi yang memiliki sikap sedang tetapi pernah mengalami keputihan

patologis yaitu sebanyak 34 orang (8,9%) sedangkan jumlah siswi yang memiliki

sikap sedang dan tidak pernah mengalami keputihan patologis ada sebanyak 54 orang

(14,2%)

Proporsi siswi yang memiliki sikap yang buruk dan pernah mengalami

keputihan patologis yaitu sebanyak 21 orang (5,5 %) sedangkan jumlah siswi yang

memiliki sikap yang buruk tapi tidak pernah mengalami keputihan patologis ada

sebanyak 5 orang (1,3%).

Berdasarkan hasil analisa tabulasi silang di atas, analisa uji statistik chi-square dengan tingkat kemaknaan 0,05 (α=5%) diperoleh nilai p sebesar 0.000 (p<0,05) maka Ho ditolak yang berarti ada hubungan antara sikap dengan kejadian keputihan.

(32)

38

[image:32.612.106.515.155.308.2]

5.1.6. Hasil Analisa Statistik Tindakan dengan Kejadian Keputihan Tabel 5.9. Hasil Analisa Tindakan dengan Kejadian Keputihan

Tindakan Pencegahan

Keputihan

Keputihan (+) Keputihan(-) Jumlah

p n n n

Baik 70 128 198

0.008 Sedang 45 82 127

Kurang 32 24 56

Total 147 234 381

Berdasarkan tabel 5.9. dapat dilihat bahwa jumlah siswi yang memiliki

tindakan yang baik dalam mencegah keputihan tetapi pernah mengalami keputihan

patologis yaitu sebanyak 70 orang (18,4 %) sedangkan jumlah siswi yang memiliki

tindakan yang baik dan tidak pernah mengalami keputihan patologis ada sebanyak

128 orang (33,6%)

Proporsi siswi yang memiliki tindakan cukup tetapi pernah mengalami

keputihan patologis yaitu sebanyak 45 orang (11,8 %) sedangkan jumlah siswi yang

memiliki tindakan yang cukup dan tidak pernah mengalami keputihan patologis ada

sebanyak 82 orang (26,5%)

Proporsi siswi yang memiliki tindakan pencegahan yang kurang dan pernah

mengalami keputihan patologis yaitu sebanyak 32 orang (8,4%) sedangkan jumlah

siswi yang memiliki tindakan pencegahan yang kurang tapi tidak pernah mengalami

keputihan patologis ada sebanyak 24 orang (6,3%).

Berdasarkan hasil analisa tabulasi silang di atas, analisa uji statistik chi-square dengan tingkat kemaknaan 0,05 (α=5%) diperoleh nilai p sebesar 0,008 (p<0.05) maka Ho ditolak yang berarti ada hubungan antara tindakan dengan kejadian

(33)

5.2. Pembahasan

Pada penelitian ini dapat dilihat pada tabel 5.2 didapatkan bahwa 319 orang

(83,7%) pernah mengalami keputihan. Hal ini bisa dikaitkan dengan usia mereka

yang sudah memasuki usia reproduktif. Dimana pada usia reproduktif keputihan bisa

muncul menjelang atau sesudah menstruasi, pada sekitar fase sekresi antara hari ke-

10-16 siklus menstruasi (Manuaba, 2009). Selain itu Indonesia adalah negara yang

beriklim tropis sehingga menyebabkan sekitar 90 % wanita Indonesia berpotensi

mengalami keputihan (Nurul et al, 2001 dalam Badaryati, 2012).

Pada tabel 5.3 didapatkan bahwa, angka kejadian keputihan patologis di SMK

Negeri 8 Medan sebesar 38,6 %, angka ini konsisten dengan penelitian yang

dilakukan Badaryati (2012) dimana sebanyak 43% siswi SMA Negeri 2 Banjarbaru

dan sebanyak 45% siswi SMK Negeri 3 Banjarbaru pernah mengalami keputihan

patologis. Keputihan patologis dapat disebabkan oleh beberapa hal, salah satunya

adalah karena infeksi pada organ kewanitaan (Manuaba, 2003). Infeksi bisa terjadi

bila perilaku menjaga kebersihan dan pencegahan keputihan itu sendiri masih kurang.

Dalam penelitian ini digunakan kuesioner yang memuat skor yang dibuat oleh

Arikunto. Dimana peneliti mengukur tingkat pengetahuan, sikap dan tindakan dari

responden penelitian.

Hasil uji statistik berdasarkan tabel 5.7, didapatkan bahwa ada hubungan yang

bermakna antara tingkat pengetahuan dengan kejadian keputihan (nilai p=0,005),

sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Ayuningtyas (2011) di SMA Negeri 4

Semarang.

Pengetahuan merupakan domain yang sangat penting dalam membentuk

tindakan seseorang (Notoadmodjo, 2007). Dengan pengetahuan yang baik maka

mereka juga akan memiliki tindakan yang baik juga dalam menjaga organ kewanitaan

mereka agar tetap bersih dan terhindar dari keputihan. Hal ini terbukti pada penelitian

ini, dimana orang yang memiliki pengetahuan baik lebih banyak yang tidak

(34)

40

Hasil uji statistik berdasarkan tabel 5.8, didapatkan bahwa ada hubungan yang

bermakna antara sikap dengan kejadian keputihan (p=0,000). Sesuai dengan

penelitian yang dilakukan oleh Fitrianingsih (2012), dimana didapatkan ada

hubungan antara sikap tentang pemeliharaan organ reproduksi dengan kejadian

keputihan pada siswi kelas X di SMA Negeri 1 Wonosari Klaten.

Menurut Notoadmodjo (2007), sikap adalah faktor pendukung untuk

bertindak. Jika kita memiliki sikap yang positif / baik maka kita juga akan bertindak

yang baik. Hal ini terbukti pada penelitian ini, dimana orang yang memilik sikap baik

lebih banyak yang tidak mengalami keputihan patologis.

Pada hasil uji statistik berdasarkan tabel 5.9, didapatkan bahwa ada hubungan

yang bermakna antara tindakan dengan kejadian keputihan (p=0,008). Sesuai dengan

penelitian yang dilakukan oleh Fitrianingsih (2012) dimana didapatkan ada hubungan

antara tindakan tentang pemeliharaan organ reproduksi dengan kejadian keputihan

pada siswi kelas X di SMA Negeri 1 Wonosari Klaten. Juga pada penelitian yang

dilakukan Egi et al (2014) didapatkan bahwa ada hubungan yang bermakna antara

tindakan dengan kejadian keputihan di SMA Negeri 1 Rumbio Jaya.

Menurut Notoadmodjo (2007), tindakan kesehatan adalah hasil respons

seseorang terhadap stimulus yang berhubungan dengan konsep sehat, sakit dan

penyakit. Apabila respon seseorang baik terhadap pentingnya menjaga kebersihan

organ kewanitaannya, maka dia juga akan berperilaku baik. Hal ini terbukti pada

penelitian ini, dimana orang yang memiliki tindakan baik lebih banyak yang tidak

(35)

BAB 6

KESIMPULAN DAN SARAN

6.1. Kesimpulan

Berdasarkan hasil analisis dan pembahasan penelitian, maka dapat diambil

kesimpulan mengenai faktor perilaku yang mempengaruhi terjadinya keputiha

sebagai berikut:

1. Jumlah siswi yang mengalami keputihan fisiologis adalah sebanyak 244

orang (64%) dan jumlah siswi yang mengalami keputihan patologis adalah

sebanyak 147 orang (38,6%).

2. Jumlah siswi yang memiliki tingkat pengetahuan baik sebanyak 151 orang

(39,6%), tingkat pengetahuan sedang sebanyak 168 orang (43,6%) dan

tingkat pengetahuan kurang sebanyak 64 orang (16,8%).

3. Jumlah siswi yang memiliki sikap baik sebanyak 267 orang (70,1%),

tingkat pengetahuan sedang sebanyak 88 orang (23,1%) dan tingkat

pengetahuan kurang sebanyak 26 orang (6,8%).

4. Jumlah siswi yang memiliki tingkat tindakan baik sebanyak 198 orang

(52%), tingkat tindakan sedang sebanyak 127 orang (33,3%) dan tingkat

tindakan kurang sebanyak 56 orang (14,7%).

5. Terdapat hubungan antara tingkat pengetahuan dengan kejadian keputihan

(p=0,005)

6. Terdapat hubungan antara sikap dengan kejadian keputihan (p=0,000).

(36)

42

6.2. Saran

1. Bagi Institusi Pendidikan

Sebaiknya dimasukkan pelajaran kesehatan reproduksi dalam mata

pelajaran bimbingan konseling. Karena banyak dari siswi yang mempunyai

pengetahuan yang salah tentang cara membersihkan daerah kewanitaan,

antiseptik vagina dan beberapa hal lainnya.

2. Bagi Peneliti

Penulis menyadari bahwa penelitian ini belum sempurna. Peneliti

tidak terjun lapangan langsung karena pihak sekolah kurang menyetujui. Hal

ini untuk menjaga keamanan dan kenyamanan siswi dalam proses belajar

mengajar. Jadi apabila ada pertanyaan, responden tidak dapat menanyakan

langsung dan peneliti tidak dapat mengawasi jalannya pengisian kuesioner.

Serta ruang lingkup penelitian masih terbatas hanya pada satu sekolah.

Penelitian selanjutnya direkomendasikan untuk memperluas populasi.

3. Bagi Masyarakat

Penulis menghimbau agar setiap masyarakat lebih perduli dengan

kebersihan organ kewanitaannya, sebab kurang bersihnya organ kewanitaan

bisa menyebabkan terjadinya keputihan yang jika dibiarkan lama dapat

(37)

5

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Sistem Reproduksi Wanita

2.1.1. Anatomi Sistem Reproduksi Wanita

Organ reproduksi perempuan terbagi atas organ genitalia eksterna dan

organ genitalia interna. Organ genitalia eksterna adalah bagian untuk

sanggama, sedangkan organ genitalia interna adalah bagian untuk ovulasi,

tempat pembuahan sel telur, transportasi blastokis, implantasi, dan tumbuh

[image:37.612.150.455.360.604.2]

kembang janin.

Gambar 2.1. Anatomi Genitalia Eksterna Wanita

(38)

6

Organ Genitalia Eksterna

 Vulva atau pudenda

Vulva meliputi seluruh struktur eksternal yang dapat dilihat mulai dari

pubis sampai perineum, yaitu mons veneris, labia mayora dan labia

minora, klitoris, selaput darah (hymen), vestibulum, muara uretra, berbagai kelenjar dan struktur vascular.

 Mons veneris (mons pubis)

Mons veneris (mons pubis) adalah bagian yang menonjol di atas simfisis dan pada perempuan setelah pubertas ditutup oleh rambut kemaluan.

Pada perempuan umumnya batas atas rambut melintang sampai pinggir atas

simfisis, sedangkan ke bawah sampai sekitar anus dan paha.

 Labia mayora

Labia mayora (bibir-bibir besar) terdiri atas bagian kanan dan kiri,

lonjong mengecil kebawah, terisi oleh jaringan lemak yang serupa dengan

yang ada di mons veneris. Ke bawah dan ke belakang kedua labia mayora

bertemu dan membentuk kommisura posterior.Labia mayora analog dengan

skrotum pada pria.

 Labia minora (nymphae)

Labia minora (nymphae) adalah suatu lipatan tipis dari kulit sebelah dalam bibir besar. Ke depan kedua bibir kecil bertemu yang diatas klitoris

membentuk preputium klitoridis dan yang di bawah klitoris membentuk

frenulum klitoridis. Ke belakang kedua bibir kecil juga bersatu dan

membentuk fossa navikulare. Kulit yang meliputi labia minora mengandung

banyak glandula sebasea dan juga ujung-ujung saraf yang menyebabkan bibir

kecil sangat sensistif.

 Klitoris

(39)

7

menggantungkan klitoris ke os pubis. Glans klitoridis terdiri atas jaringan

yang dapat mengembang, penuh dengan ujung saraf, sehingga sangat sensitif.

 Vestibulum

Vestibulum berbentuk lonjong dengan ukuran panjang dari depan ke

belakang dan dibatas di depan oleh klitoris, kanan dan kiri oleh kedua bibir

kecil dan di belakang oleh perineum (fourchette).  Introitus Vagina

Introitus vagina mempunyai bentuk dan ukuran yang berbeda-beda.

Introitus vagina ditutupi oleh selaput dara.

 Perineum

Perineum terletak antara vulva dan anus, panjangnya rata-rata 4 cm.

Jaringan yang mendukung perineum terutama ialah diafragma pelvis dan

diafragma urogenitalis. Diafragma pelvis terdiri atas otot levator ani dan

otot koksigis posterior serta fasia yang menutupi kedua otot ini.

Diafragma urogenitalis terletak eksternal dari diafragma pelvis, yaitu di

daerah segitiga antara tuber isiadika dan simfisis pubis. Diafragma

urogenitalis meliputi muskulus transverses perinea profunda, otot

(40)
[image:40.612.159.420.164.368.2]

8

Gambar 2.2. Anatomi Uterus

Dikutip dari: Paulsen, F. & Waschke, J. 2010. Sobotta. Munchen: Elsevier.

Organ Genitalia Interna

 Vagina (Liang Sanggama)

Vagina merupakan penghubung antara introitus vagina dan uterus.

Dinding depan dan belakang vagina berdekatan satu sama lain,

masing-masing panjangnya berkisar antara 6-8 cm dan 7-10 cm. Bentuk vagina

sebelah dalam yang berlipat-lipat dinamakan rugae. Di tengah-tengahnya ada

bagian yang lebih keras disebut kolumna rugarum. Lipatan ini memungkinkan

vagina dalam persalinan melebar sesuai dengan fungsinya sebagai bagian

lunak jalan-lahir. Di vagina tidak didapatkan kelenjar bersekresi.

Vagina dapat darah dari (1) arteri uterine, yang melalui cabangnya ke

serviks dan vagina memberikan darah ke vagina bagian tengah 1/3 atas; (2)

(41)

9

 Uterus

Berbentuk advokat atau buah pir yang sedikit gepeng ke arah depan

belakang. Ukurannya sebesar telur ayam dan mempunyai rongga. Dindingnya

terdiri dari otot-otot polos. Ukuran panjang uterus adalah 7-7,5 cm, lebar

diatas 5,25 cm, tebal 2,5 cm dan tebal dinding 1,25 cm. Letak uterus dalam

keadaan fisiologis adalah anteversiofleksio (serviks ke depan dan membentuk

sudut dengan vagina, sedangkan korpus uteri ke depan dan membentuk sudut

dengan serviks uteri). Uterus terdiri atas (1) fundus uteri; (2) korpus uteri dan

(3) serviks uteri.

 Tuba Fallopi

Tuba Fallopi terdiri atas (1) pars interstisialis, yaitu bagian yang

terdapat di dinding uterus (2) pars ismikia, merupakan bagian medial tuba

yang sempit seluruhnya; (3) pars ampularis, yaitu bagian yang berbentuk

sebagai saluran agak lebar, tempat konsepsi terjadi; dan (4) infundibulum,

yaitu bagian ujung tuba yang terbuka ke arah abdomen dan mempunya

fimbria

 Ovarium (indung telur)

Perempuan pada umumnya mempunyai 2 indung telur kanan dan kiri.

Mesovarium menggantung ovarium di bagian belakang ligamentum latum kiri

dan kanan. Ovarium berukuran kurang lebih sebesar ibu jari tangan dengan

ukuran panjang kira-kira 4 cm, lebar dan tebal kira-kira 1,5 cm

(Prawirohardjo, 2010).

2.2. Keputihan (Fluor Albus)

2.2.1. Definisi Keputihan

Leukorea (Keputihan) adalah semua pengeluaran cairan dari genitalia yang

bukan darah. Keputihan merupakan keluhan yang paling banyak dikemukakan oleh

(42)

10

kepada dokter swasta. Leukorea bukanlah penyakit tersendiri tetapi manifestasi klinis

(Manuaba,2003).

2.2.2. Etiologi dan Klasifikasi

Keputihan terbagi dua macam yaitu :

 Fisiologis (normal)

- Menjelang atau sesudah menstruasi, pada sekitar fase sekresi antara hari ke

10-16 menstruasi

- Melalui rangsangan seksual

- Pada saat hamil

- Bayi baru lahir kira-kira 10 hari, hal ini karena pengaruh hormon esterogen

dan progesteron sang ibu.

 Patologis (abnormal)

- Karena infeksi genitalia

- Benda asing, khususnya pada anak-anak

- Peserta KB IUCD

- Tumor Jinak

- Manifestasi klinis keganasan (Manuaba, 2009).

Keputihan itu sendiri bisa mengandung tissue fluid, debris sel, karbohidrat, laktobasilus dan asam laktat.

Sumber keputihan dilihat dari anatomi organ reproduksi adalah:

- Vulva : Kelenjar vestibulum dan kelenjar kulit vulva

- Vagina :Umumnya deskuamasi sel epitel yang mengandung glikogen lalu

laktobasilus memetabolisme glikogen tersebut menjadi asam laktat.

- Serviks: Mukosa yang alkali disekresikan secara berlebihan dan encer selama

(43)

11

2.2.3. Patogenesis

Derajat pH yang baik untuk menghambat bertumbuhnya mikroorganisme yaitu

4,5. Keputihan diakibatkan oleh perubahan pH disekitar alat genital yang awalnya

bersifat asam menjadi lebih basa. PH asam pada genital wanita berfungsi sebagai

mekanisme pertahanan alat genital terhadap patogen-patogen didaerah tersebut, pH

yang berubah menjadi basa tidak hanya menyebabkan patogen bisa menginvasi

daerah genital tetapi juga flora-flora normal yang ada pada daerah genital menjadi

bersifat patogen. Adanya keadaan ini menyebabkan vagina mengeluarkan sekret yang

tergantung kepada penyebab ataupun mikroorganisme yang menyebabkan keputihan

(Sibagariang, 2010).

2.2.4. Tampilan Klinis (Clinical Features)

Volume : Kebutuhan memakai tampon yang berkelanjutan memperlihatkan

pengeluaran keputihan yang berlebihan.

Onset : Onset yang tiba-tiba artinya infeksi. Onset bisa juga berhubungan

dengan akhir kehamilan, pil kontrasepsi, efek antibiotik atau akibat perilaku seksual.

Warna : Warna keputihan normal itu putih bening. Keputihan yang berwarna

kuning kehijauan mengindikasikan infeksi bakteri pyogenik, umumnya disertai

dengan bau yang tidak sedap. Merah atau coklat gelap mengindikasikan darah.

Iritasi : Beberapa keputihan bisa mengelupas vulva tapi hanya kandida dan

(44)
[image:44.612.116.562.132.332.2]

12

Tabel 2.1. Karakteristik Keputihan

Dikutip dari: Swarts, M.H., 2007. Textbook of Physical Diagnosis:History and

Examination. Amsterdam: Elsevier.

2.2.5. Manifestasi Klinis

Gejala klinis jika menderita keputihan patologis adalah sebagai berikut :

- Gatal

- Keputihan bergumpal

- Dispareunia

- Keputihan berbau dan berbuih

- Campur darah

- Kontak berdarah (Manuaba,2009).

2.2.6. Pemeriksaan Penunjang

Keputihan bukan penyakit tetapi gejala penyakit, sehingga sebab yang pasti

perlu ditetapkan. Oleh karena itu dilakukan berbagai pemeriksaan cairan yang keluar

(45)

13

Hampir 20% dari semua pasien yang datang berobat ke klinik ginekologi

mengeluh keputihan indikasinya adalah infeksi. Agen infeksinya dibagi dalam 3

grup:

1. Pada 90% kasus infalamasi biasanya ringan dan disebabkan oleh

a. Candida albicans b. Gardnerella vaginalis c. Trichomonas vaginalis

2. Sisanya 10% lagi lebih serius. Mereka bisa menyebabkan nyeri yang sakit, lesi

yang seperti tumor, penyebaran ke pelvis atau bisa menyebabkan infeksi menyeluruh.

3. Chalmydia trachomatis adalah penyebab terbanyak morbiditas ginekologi (Hart

dan Norman, 2000).

Keputihan dapat juga menjadi penuntun diagnostik terhadap kemungkinan

keganasan yang dapat berasal dari :

- Karsinoma tuba fallopi

- Karsinoma endometrium

- Karsinoma serviks uteri

- Karsinoma genitalia bagian bawah

Keputihan sebagai gejala penyakit dapat ditentukan melalui berbagai pertanyaan

yang mencakup kapan dimulai, berapa jumlahnya, apa gejala penyertanya (gumpalan

atau encer, ada luka di sekitar alat kelamin, pernah disertai darah, ada bau busuk,

menggunakan AKDR), adakah demam, rasa nyeri di daerah kemaluan. Dan untuk

memastikannya perlu dilakukan pemeriksaan yang mencakup pemeriksaan fisik

umum dan khusus, pemeriksaan laboratorium rutin, dan pemeriksaan terhadap

leukorea.

Pemeriksaan terhadap keputihan mencakup pewarnaan Gram (untuk infeksi

(46)

14

kultur/pembiakan (menentukan jenis bakteri penyebab), dan pap smear ( untuk

menentukan adanya sel ganas).

Pada wanita disarankan untuk tidak menganggap remeh atau biasa adanya

pengeluaran cairan “keputihan” sehingga dianjurkan untuk pemeriksaan khusus atau

rutin sehingga dapat menetapkan secara dini penyebab keputihan (Manuaba,2009).

[image:46.612.117.515.243.492.2]

2.2.7. Manajemen untuk wanita < 25 tahun

Tabel 2.2. Manajemen Keputihan

Dikutip dari: Public Health England, 2013. Management and laboratory diagnosis of

Abnormal Vaginal Discharge Quick Reference Guide for Primary Care [diakses

tanggal 30 Mei 2015].

Tatalaksana Keputihan :

Trichomonas : Metronidazole 400-500 mg oral, 2×/ hari selama 5-7 hari.

atau

Metronidazole 2 gr oral, dosis tunggal

B.vaginosis : Intravaginal metronidazol gel, 1×/hari selama 5 hari

(47)

15

Clindamycin 300 mg oral , 2×/ hari selama 7 hari

V.candidiasis : Fluconazole 150 mg oral, single dose

Itraconazole 200 mg oral, 2×/ hari untuk 1 hari

Clotrimazole vaginal tablet 500 mg sekali atau 200 mg 1×/hari

selama 3 hari (Sherrard, Donders dan White, 2011).

Pencegahan

Berbagai pencegahan yang dilakukan akan berguna untuk mengurangi insidensi

keputihan, dimana keputihan merupakan penyakit yang hampir pernah dialami oleh

setiap wanita. Pencegahan/edukasi yang dapat diberikan yaitu:

1. Menyeka daerah kelamin dari depan ke belakang

2. Mencuci daerah kelamin dengan air hangat

3. Menghindari sabun atau produk kesehatan feminim

4. Menghindari krim steroid (kecuali diresepkan)

5. Memakai celana dalam katun

6. Menghindari pemakaian celana ketat

7. Hindari pemakaian bedak pada organ kewanitaan dengan tujuan agar

vagina harum dan kering sepanjang hari. Bedak memiliki partikel halus

yang mudah terselip disana-sini dan akhirnya mengandung jamur dan

bakteri untuk bersarang ditempat itu.

8. Jaga kesterilan alat vital. Penggunaan tisu basah atau produk pantyliner harus betul-betul steril.

9. Selalu keringkan bagian vagina sebelum berpakaian (Koronek dan Muhammad

dalam Putriani, 2012).

2.3. Masa Remaja (Masa Adolesensi)

Masa Remaja (Masa Adolesensi) adalah suatu fase perkembangan yang

dinamis dalam kehidupan seorang individu. Masa ini merupakan periode transisi dari

masa anak ke masa dewasa yang ditandai dengan percepatan perkembangan fisik,

(48)

16

masa remaja adalah suatu fenomena fisik yang berhubungan dengan pubertas.

Pubertas itu sendiri ditekankan kepada proses biologis yang pada akhirnya mengarah

kepada kemampuan bereproduksi (IDAI, 2005).

Buku-buku Pediatri pada umumnya mendefiniskan remaja apabila telah

mencapai umur 10-18 tahun untuk anak perempuan dan 12-20 tahun untuk anak

laki-laki. WHO mendefiniskan remaja bila anak telah mencapai umur 10-19 tahun.

Menurut Undang-Undang No.4 tahun 1979 mengenai kesejahteraan anak, remaja

adalah individu yang belum mencapai umur 21 tahun dan belum menikah (IDAI,

2005).

Masa Remaja berlangsung melalui 3 tahapan yang masing masing ditandai

dengan isu-isu biologis,psikologik dan sosial, yaitu: Masa Remaja Awal (10-12

tahun), Menengah (13-15 tahun) dan Akhir (16-19 tahun). Masa Remaja Awal

ditandai dengan peningkatan yang cepat dari pertumbuhan dan pematangan fisik.

Pada saat yang sama penerimaan dari kelompok sebaya sangatlah penting. Masa

Remaja Menengah ditandai dengan hampir lengkapnya pubertas, timbulnya

keterampilan-keterampilan berpikir yang baru, peningkatan pengenalan terhadap

datangnya masa dewasa dan keinginan untuk memapankan jarak emosional dan

psikologis dengan orang tua.Masa Remaja Akhir ditandai dengan persiapan untuk

peran sebagai seorang dewasa, termasuk klarifikasi dari tujuan pekerjaan dan

internalisasi suatu sistem nilai pribadi.

2.4. Pertumbuhan dan Perkembangan Remaja

2.4.1. Pertumbuhan Remaja

Perlu diketahui pertumbuhan dan perkembangan somatik remaja ditandai dengan

beberapa ciri khas yaitu :

- Pertama, perubahan adalah ciri utama dari proses biologis pubertas.

(49)

17

dan panjang badan, perubahan dalam komposisi tubuh dan jaringan tubuh dan

timbulnya ciri-ciri seks primer dan sekunder yang menghasilkan

perkembangan “boy into a man” dan “girl into a woman”

- Kedua, perubahan somatik sangat bervariasi dalam umur saat mulai dan

berakhirnya, kecepatan dan sifatnya, tergantung dari masing-masing individu.

Karena itu umur yang normal saat tercapainya suatu perubahan dalam

pertumbuhan tidak dapat di tentukan dengan pasti melainkan menggunakan

umur rata-rata anak.

- Ketiga, meskipun terdapat variasi umur saat timbulnya perubahan-perubahan

selama pubertas tetapi setiap remaja mengikuti urutan yang sama dalam

[image:49.612.130.283.401.551.2]

pertumbuhan somatik.

Gambar 2.3.Urutan kejadian yang berhubungan dengan pubertas pada anak

perempuan.

Dikutip dari: Ikatan Dokter Anak Indonesia, 2002. Tumbuh Kembang Anak dan

Remaja Buku Ajar I. Jakarta: Sagung Seto.

- Keempat, timbulnya ciri-ciri seks sekunder merupakan manifestasi somatik

dari aktivitas gonad yang dipakai oleh Tanner untuk menentukan Sex

Maturity Rating (SMR), dikenal sebagai Stadium Tanner: SMR 1-5

(50)
[image:50.612.115.548.130.420.2]

18

Tabel 2.3. Stadium Maturitas Seks anak perempuan

Stadium Rambut Pubis Payudara

1 Pra-pubertas Pra-pubertas

2 Jarang, sedikit berpigmen, lurus

batas medial labia

Payudara dari papilla menonjol sebagai

bukit kecil, diameter areola bertambah

3 Lebih hitam, mulai keriting,

jumlah bertambah

Payudara dan areola membesar. Tidak

ada pemisahan garis bentuk

4 Kasar, keriting, banyak tetapi lebih

sedikit daripada orang dewasa

Areola dan papilla membentuk bukit

kedua

5 Segitiga wanita dewasa. Menyebar

ke permukaan medial paha

Bentuk dewasa, papilla menonjol, areola

merupakan bagian dari garis bentuk

umum payudara

Dikutip dari: Ikatan Dokter Anak Indonesia, 2002. Tumbuh Kembang Anak dan

Remaja Buku Ajar I. Jakarta: Sagung Seto.

2.4.2. Perkembangan Remaja

Masa remaja menurut cara perkembangannya dibagi menjadi tiga tahap yaitu:

1. Masa remaja awal dengan cirri khas antara lain: ingin bebas, lebih dekat dengan

teman sebaya, mulai berpikir abstrak dan lebih banyak memperhatikan keadaan

tubuhnya,

2. Masa remaja tengah, dengan cirri khas antara lain: mencari identitas diri, timbul

keinginan untuk berkencan, berkhayal tentang aktivitas seksual, mempunyai

rasa cinta yang mendalam.

3. Masa remaja akhir dengan cirri khas antara lain: mampu berpikir abstrak, lebih

(51)

19

2.4.3. Perubahan Kejiwaan

Pada masa remaja perubahan kejiwaan lebih lambat dari fisik dan labil meliputi:

1. Perubahan emosi: sensitif (mudah menangis,cemas,tertawa dan frustasi),

mudah bereaksi terhadap rangsangan dari luar, agresif sehingga mudah

berkelahi

2. Perkembangan inteligensia: mampu berpikir abstrak dan senang member

kritik, ingin mengetahui hal-hal baru sehingga muncul perilaku ingin mencoba

hal yang baru.

Ciri perubahan ini sangat penting diketahui agar penanganan masalah dapat dilakukan

dengan baik. Dari segi kesehatan reproduksi, perilaku ingin mencoba hal-hal baru di

dorong oleh rangsangan seksual yang jika tidak dibimbing dengan baik dapat

membawa remaja, khususnya remaja perempuan terjerumus dalam hubungan seks

pranikah dengan segala akibatnya.

2.5. Konsep Perilaku

Dari segi biologis, perilaku adalah suatu kegiatan atau aktivitas organisme

(mahluk hidup) yang bersangkutan. Perilaku manusia adalah tindakan atau aktivitas

dari manusia itu sendiri yang mempunyai bentangan yang sangat luas antara lain:

berjalan, berbicara, menangis, tertawa, bekerja, kuliah, menulis. Perilaku (manusia)

adalah semua kegiatan atau aktivitas yang dapat diamati langsung, maupun yang

tidak dapat diamati oleh pihak luar (Notoatmodjo, 2007).

Perilaku manusia merupakan pencerminan dari berbagai unsur kejiwaan yang

mencakup hasrat, sikap, reaksi, rasa takut atau cemas, dan sebagainya. Oleh karena

itu perilaku manusia dipengaruhi atau dibentuk dari faktor-faktor yang ada dalam diri

manusia atau unsur kejiwaannya. Meskipun demikian, faktor lingkungan merupakan

faktor yang berperan serta mengembangkan perilaku manusia.

Lingkungan terdiri atas lingkungan fisik alamiah dan lingkungan sosial atau

budaya. Lingkungan fisik adalah lingkungan geografi yaitu lingkungan tempat tinggal

(52)

20

atau budaya mempunyai pengaruh dominan terhadap pembentukan perilaku manusia.

Yang termasuk lingkungan sosial atau budaya adalah sosial ekonomi, sarana dan

prasarana sosial, pendidikan, tradisi, kepercayaan, dan agama.

Perilaku mulai dibentuk dari pengetahuan atau ranah (domain) kognitif.

Subjek atau individu mengetahui adanya rangsangan yang berupa materi atau objek

diluar dirinya, kemudian terbentuk pengetahuan baru. Pengetahuan baru ini akan

menimbulkan tanggapan batin dalam bentuk sikap subjek terhadap objek yang

diketahuinya tadi. Setelah rangsangan tadi diketahui dan disadari sepenuhnya, akan

timbul tanggapan lebih jauh lagi yaitu berupa tindakan terhadap rangsangan.

2.6. Domain Perilaku

Faktor-faktor yang membedakan respons terhadap stimulus yang berbeda disebut

determinan perilaku.Faktor penentu atau determinan perilaku sulit untuk dibatasi

karena perilaku merupakan resultan dari berbagai faktor, baik internal maupun

eksternal.

Determinan perilaku ini dapat dibedakan menjadi dua, yakni :

 Determinan atau faktor internal, yakni karakteristik orang yang bersangkutan, yang bersifat given atau bawaan, misalnya: tingkat kecerdasan, tingkat emosional, jenis kelamin, dan sebagainya

 Determinan atau faktor eksternal, yakni lingkungan, baik lingkungan fisik,

sosial, budaya , ekonomi, politik, dan sebagainya. Faktor lingkungan ini

sering merupakan faktor yang dominan yang mewarnai perilaku seseorang.

Secara garis besar perilaku manusia dapat dilihat dari 3 aspek, yakni aspek

fisik, psikis, dan sosial. Akan tetapi dari ketiga aspek tersebut sulit untuk ditarik garis

yang tegas dalam mempengaruhi perilaku manusia. Secara lebih terinci perilaku

manusia merupakan refleksi dari berbagai gejala kejiwaan, seperti pengetahuan,

(53)

21

demikian, pada realitasnya sulit dibedakan atau dideteksi gejala kejiwaan yang

menentukan perilaku seseorang.

Dari uraian diatas dapat dirumuskan bahwa perilaku adalah merupakan

totalitas penghayatan dan aktivitas seseorang, yang merupakan hasil bersama atau

resultante antara berbagai faktor, baik faktor internal maupun eksternal. Dengan

perkataan lain perilaku manusia sangatlah kompleks, dan mempunyai bentangan yang

sangat luas. Benyamin Bloom, seorang ahli psikolog pendidikan membagi perilaku

manusia itu kedalam 3 domain, ranah atau kawasan yakni: a)kognitif (cognitive), b)afektif (affective), c)psikomotor (psychomotor) Dalam perkembangannya, teori Bloom ini dimodifikasi untuk pengukuran hasil pendidikan kesehatan, yakni:

1.Pengetahuan (Knowledge)

Pengetahuan merupakan hasil dari tahu, dan ini terjadi setelah orang

melakukan pengindraan terhadap suatu objek tertentu. Pengindraan terjadi melalui

panca indra manusia, yakni indra penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa dan

raba. Sebagian besar pengetahuan manusia diperoleh melalui mata dan telinga.

Pengetahuan atau kognitif merupakan domain yang sangat penting dalam membentuk

tindakan seseorang (overt behavior) 2.Sikap (attitude)

Sikap merupakan reaksi atau respons yang masih tertutup dari seseorang

terhadap suatu stimulus atau objek. Sikap belum merupakan suatu tindakan atau

aktivitas, akan tetapi merupakan predisposisi tindakan suatu perilaku. Sikap itu masih

merupakan reaksi tertutup, sikap merupakan kesiapan untuk bereaksi terhadap objek

dilingkungan tertentu sebagai suatu penghayatan terhadap objek. Menurut Allport

(1954), sikap ada 3 komponen yaitu:

a. Kepercayaan(keyakinan), ide dan konsep terhadap suatu objek.

b. Kehidupan emosional atau evaluasi terhadap suatu objek.

c. Kecenderungan untuk bertindak

Ketiga komponen diatas secara bersama-sama membentuk sikap yang utuh

(54)

22

3.Tindakan (practice)

Suatu sikap belum otomatis terwujud dalam suatu tindakan (overt behavior). Untuk mewujudkan sikap menjadi suatu perbuatan nyata diperlukan faktor

pendukung atau suatu kondisi yang memungkinan, antara lain adalah fasilitas.

Pengukuran perilaku dapat dilakukan secara tidak langsung yakni dengan

wawancara terhadap kegiatan-kegiatan yang telah dilakukan beberapa jam, hari atau

bulan yang lalu (recall). Pengukuran juga dapat dilakukan secara langsung, yakni

dengan mengobservasi tindakan atau kegiatan responden (Notoadmodjo, 2007).

2.7. Faktor-faktor yang Berhubungan dengan Perilaku Sehat Terhadap

Penanganan dan Pencegahan Keputihan

Perilaku manusia mulai dibentuk dari pengetahuan atau ranah kognitif. Subjek

atau individu mengetahui adanya rangsangan yang berupa materi atau objek di luar

dirinya, kemudian terbentuk pengetahuan baru. Pengetahuan baru ini akan

menimbulkan tanggapan batin dalam bentuk sikap subjek terhadap objek yang

diketahuinya tadi. Setelah rangsangan tadi diketahui dan disadari sepenuhnya, akan

timbul tanggapan lebih jauh lagi yaitu berupa tindakan terhadap rangsangan.

Pengetahuan merupakan domain kognitif yang sangat penting untuk

terbentuknya tindakan (overt behavior). Menurut penelitian Notoadmojo (1990),

perilaku yang dilandasi pengetahuan akan lebih langgeng dibandingkan yang tanpda

dilandasi pengetahuan.

Perilaku kesehatan adalah respons seseorang terhadap stimulus yang

berhubungan dengan konsep sehat, sakit dan penyakit. Bentuk operasional perilaku

kesehatan dapat dikelompokkan menjadi tiga wujud, yaitu:

1. Perilaku dalam wujud pengetahuan yakni tanggapan dengan mengetahui situasi

atau rangsangan dari luar yang berupa konsep sehat, sakit dan penyakit.

(55)

23

berkaitan dengan mahluk hidup lainnya; dan lingkungan sosial yakni

masyarakat sekitarnya.

3. Perilaku dalam wujud tindakan yang sudah nyata, yakni berupa perbuatan

terhadap situasi atau rangsangan dari luar.

Ada ahli yang menyatakan bahwa perilaku kesehatan merupakan fungsi dari :

1. Niat seseorang untuk bertindak sehubungan dengan kesehatan atau

pemeliharaan kesehatan (behavior mention)

2. Dukungan sosial dari masyarakat sekitarnya ( social support)

3. Ada atau tidaknya informasi kesehatan atau fasilitas kesehatan (accessibility of

information)

4. Otonomi pribadi dari orang yang bersangkutan dalam hal mengambil keputusan

untuk bertindak (personal autonomy)

5. Situasi yang memungkinkan untuk bertindak atau tidak bertindak (action situation).

Penyebab seseorang berperilaku kesehatan atau tidak ada empat yaitu:

1. Pikiran dan perasaan dalam bentuk pengetahuan, perspeksi, sikap,

kepercayaan dan penilaian seseorang terhadap kesehatan.

2. Perilaku kesehatan dari orang lain yang menjadi panutan cenderung akan

dicontoh.

3. Sumber data yang mencakup fasilitas kesehatan, uang, waktu, tenaga, jarak

ke fasilitas kesehatan akan berpengaruh positif maupun negatif terhadap

perilaku kesehatan seseorang.

4. Kebudayaan yang terbentuk dalam jangka waktu lama sebagai akibat

kehidupan masyarakat bersama, akan berubah baik secara cepat maupun

lambat sesuai dinamika masyarakat. Kelompok masyarakat yang terbiasa

bersih akan menunjang perilaku kesehatan indvidu dan masyarakat

(56)

24

2.8. Kerangka Teori

Menurut Lawrence Green perilaku ditentukan atau terbentuk dari 3 faktor:

a. Faktor-faktor predisposisi (predisposing factors), yang terwujud dalam

pengetahuan, sikap, kepercayaan, keyakinan, nilai-nilai, dan sebagainya.

b. Faktor-faktor pendukung (enabling factors), yang terwujud dalam lingkungan

fisik, tersedia atau tidaknya fasilitas atau sarana kesehatan.

c. Faktor-faktor pendorong (reinforcing factors), yang terwujud dalam sikap dan

perilaku petugas kesehatan atau orang lain yang menjadi panutan

(Notoadmodjo, 2007 ; Budiharto 2010).

B= f (PF,EF,RF)

Dimana:

B = Behaviour RF = Reinforcing factors

PF = Predisposing factors f = fungsi

EF = Enabling factors

Disimpulkan bahwa perilaku seseorang atau masyarakat tentang kesehatan

ditentukan oleh pengetahuan, sikap, kepercayaan, tradisi, dan sebagainya dari orang

atau masyarakat yang bersangkutan. Di samping itu, ketersediaan fasilitas, sikap, dan

perilaku para petugas kesehatan terhadap kesehatan juga akan mendukung dan

(57)

25

Faktor Predisposisi

Pengetahuan Sikap

Persepsi Keinginan

Faktor Pendukung

Ketersediaan fasilitas

Keterjangkauan pelayanan Perubahan Perubahan perilaku Perilaku Kemampuan petugas

Dukungan pemerintah Keterpaparan informasi

Faktor Pendorong

Keluarga Guru Idola

Tenaga Kesehatan Media

Tokoh Masyarakat

(58)

1

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1.Latar Belakang

Masa remaja adalah masa yang khusus dan penting karena merupakan

masa transisi yang ditandai dengan perubahan fisik, emosi dan psikis. Pada masa

remaja, perubahan organobiologik terjadi cepat namun tidak seimbang dengan

perubahan mental emosional (Pinem, 2009).

Ciri–ciri perubahan ini sangat penting diketahui oleh remaja agar

penanganan masalah dapat dilakukan dengan baik, oleh karena itu perlu dukungan

dan bimbingan dari lingkungan sekitarnya. Dari segi kesehatan reproduksi,

perilaku ingin mencoba hal-hal baru di dorong oleh rangsangan seksual yang jika

tidak dibimbing dengan baik bisa membawa remaja, khususnya remaja perempuan

terjerumus dalam seks pranikah dan obat-obatan terlarang dengan segala

akibatnya (Pinem, 2009).

Menurut WHO (World Health Organization) (2014), 1 dari 6 orang di

dunia adalah remaja (usia 10-19 tahun) yang berjumlah ± 1,2 milyar jiwa. Di Asia

Tenggara, jumlah remaja ± 350 juta jiwa dan Indonesia mempunyai persentase

sebanyak 21,6% remaja dari 350 juta jiwa.

Masalah kesehatan reproduksi remaja mencakup kehamilan dini, HIV

(Human Immuno Deficiency Virus), penyakit menular seksual, penyakit infeksi

lain, kesehatan mental, kekerasan dan lain-lain (WHO, 2014).

Penyakit menular seksual sendiri banyak ditandai dengan gejala keputihan

(Pinem, 2009). Keputihan adalah setiap cairan yang keluar dari vagina yang bukan

darah (Manuaba, 2003).

WHO menyatakan bahwa 5% remaja di dunia terjangkit Penyakit Menular

Seksual (PMS) dengan gejala keputihan setiap tahunnya, bahkan di Amerika

Serikat 1 dari 8 remaja (Badaryati, 2012).

(59)

berkemb

Gambar

Tabel 5.1. Frekuensi Usia Responden
Tabel 5.2. Frekuensi Responden yang Pernah Mengalami Keputihan
Tabel 5.4. Frekuensi Responden Tentang Tingkat Pengetahuan terhadap Keputihan
Tabel 5.6. Frekuensi Responden Tentang Tindakan Mencegah Keputihan
+7

Referensi

Dokumen terkait

[r]

[r]

ke manajer keuangan sektor publik yang menunjukkan adopsi inovasi akuntansi sektor publik sangat dipengaruhi oleh pemerintah, dan.. penelitian ini membahas difusi praktik

[r]

Menetapkan objek observasi sesuai alat peraga/media Keterangan/hasil observasi terbuka:.. 3 Merancang

[r]

Batugamping pejal lempungan sampai terhablur halus; sedikit batugamping kapuran dan sisipan batulempung gampingan; setempat batugamping dolomitan. 72 Temm

Membantu anda menemukan potensi diri melalui berbagai tips yang disajikan dalam sinetron. Mendapatkan inspirasi mengenai pola gaya hidup yang baik