• Tidak ada hasil yang ditemukan

Kebijakan Kriminal Dalam Penanggulangan Tindak Pidana Judi Online Yang Dilakukan Markas Besar Kepolisian Republik Indonesia (Mabes Polri)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Kebijakan Kriminal Dalam Penanggulangan Tindak Pidana Judi Online Yang Dilakukan Markas Besar Kepolisian Republik Indonesia (Mabes Polri)"

Copied!
121
0
0

Teks penuh

(1)

KEBIJAKAN KRIMINAL DALAM PENANGGULANGAN TINDAK PIDANA JUDI ONLINE YANG DILAKUKAN MARKAS BESAR KEPOLISIAN

REPUBLIK INDONESIA (MABES POLRI)

TESIS

OLEH

MARIA MARGARETTA SITOMPUL 117005012/HK

PROGRAM STUDI MAGISTER ILMU HUKUM FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

(2)

KEBIJAKAN KRIMINAL DALAM PENANGGULANGAN TINDAK PIDANA JUDI ONLINE YANG DILAKUKAN MARKAS BESAR KEPOLISIAN

REPUBLIK INDONESIA (MABES POLRI)

TESIS

DiajukanUntuk Memperoleh Gelar Magister Ilmu Hukum Pada Program Studi Ilmu Hukum Fakultas Hukum

Universitas Sumatera Utara

OLEH

MARIA MARGARETTA SITOMPUL 117005012/HK

PROGRAM STUDI MAGISTER ILMU HUKUM FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

(3)
(4)

Telah Diuji Pada

Tanggal :28Oktober 2013

PANITIA PENGUJI TESIS

Ketua

: Dr. Madiasa Ablisar, SH. MS

Anggota

: 1. Dr.M. Hamdan SH. M.H

2. Dr. Jelly Leviza, SH. M.Hum

3. Dr. Mahmud Mulyadi, SH, M.Hum

(5)

ABSTRAK

Perkembangan teknologi dan informasi telah melahirkan internet. Hal ini membuat modus perjudian mengalami perkembangan dari judi konvensional, melalui sms dan kemudian perjudian melalui internet yang dikenal dengan judi online. Pada saat ini dalam dunia maya perjudian tergolong komunitas yang terbesar. Ada puluhan ribu situs internet yang menyediakan fasilitas perjudian. Maraknya judi online dengan transaksi tinggi di Indonesia berdampak langsung runtuhnya perekonomian dan moral anak bangsa. Kondisi seperti ini mendorong Kepolisian Mabes Polri untuk melakukan penanggulangan judi online.Tindak pidana judi sudah diatur dalam berbagai regulasi di Indonesia yaitu Pasal 303 KUHP, 303 bis KUHP, UU No. 7 tahun 1974 tentang Penertiban Perjudian dan PP No. 9 tahun 1981 tentang Pelaksanaan Penertiban Perjudian. Secara khusus judi online diatur dalam Pasal 27 ayat (2) UU ITE. Cakupan judi dalam Pasal 27 ayat (2) UU ITE berada dalam konteks Pasal 303 KUHP dan Pasal 303 bis KUHP. Dalam penyelidikan dan penyidikan judi online, penyidik berlandaskan UU ITE dan KUHAP.Penanggulangan judi online khusus ditangani oleh Unit Cyber Crime dan Subdit III Unit 1 Tipidum. Dalam penanggulangan judi

online dilakukan secara penal dan non penal. Penanggulangan tindak pidana judi

online secara penal dilakukan dengan melakukan penangkapan, penahanan, penggeledahan dan penyitaan.Penanggulangan tindak pidana judi online secara non penal dilakukan dengan melakukan cyber patroli.

Ada beberapa faktor penghambat dalam penanggulangan tindak pidana judi

online, yaitu: Penyidik tidak dapat bekerja sama dengan negara yang melegalkan perjudian, untuk memproses bandar judi online yang berafilisiasi dengan agen judi

online di Indonesia, penyidik kesulitan menerapkan Pasal 43 ayat (6) UU ITE, apalagi hari Sabtu dan Minggu Kejaksaan dan Pengadilan tutup, jadi tidak dimungkinkan meminta penetapan penangkapan dan penahanan dari ketua Pengadilan Negeri melalui Kejaksaan. Minimnya kwalitas dan kwantitas penyidik yang tidak sebanding dengan kasus yang ditangani. Penyidik kesulitan mengidentifikasi identitas agen judi online yang menggunakan identitas palsu dalam buku rekening tabungan, KTP, dan kartu pasca bayar. Tidak adanya konpensasi diberikan kepada penyidik. Tidak ada kerjasama kepolisian dan PPATK untuk mengungkap transaksi mencurigakan yang berasal dari judi online.Tidak diberikannya konpensasi sebagai bentuk penghargaan kepada penyidik atas prestasinya. Banyaknya masyarakat Indonesia masuk dalam karegori miskin, angka pengangguran yang tinggi, budaya malas untuk mendapatkan uang dengan jalan singkat dengan bermain judi, judi sudah menjadi tradisi di berbagai daerah seperti di Bali dan minimnya kesadaran masyarakat untuk melaporkan kepada polisi keberadaan website judi, keberadaan agen judi online maupun bandar judi online.

(6)

ABSTRACT

Appropriate development of information technology and communication has given the internet that make the mode of gambling have evolved from conventional gambling, via sms and then gambling over the internet is called online gambling. At this time in the virtual world of the largest communities classified as gambling. There are tens of thousands of internet sites that provide gambling facilities. The rise of online gambling with high transaction has a direct impact on the Indonesian economy and the moral collapse of the nation. Such conditions encourage police to conduct online gambling prevention.

Criminal act of gambling is set up in a variety of regulations in Indonesia, namely Article 303 of the Criminal Code, 303 bis of the Criminal Code, Law no. 7 of 1974 on Gambling Control. In particular online gambling regulated in Article 27 paragraph (2) of the Act ITE. Coverage gambling within the context of Article 27 paragraph (2) of the Act ITE are in the context of Article 303 bis of the Penal Code and Article 303 of the Criminal Code. In the investigation of online gambling, the investigator based Act ITE and Criminal Procedure Code. Countermeasures of online gambling in penal done with arrest, detention, search and seizure. Online gambling special countermeasures are handled by the Cyber Crime Unit and Sub III Unit I Tipidum Mabes Polri.Countermeasures non-penal done by cyber patroling.

There are several inhibiting factors in Countermeasures the crime of gambling online, which is where the investigator difficulty of implementing Article 43 paragraph (6) of the Act ITE., lack of quality and quantity of investigators. not given compensation as a form of tribute to the investigator for his achievements. Terms of the legal culture of society is the number of Indonesian society in the category of poor, high unemployment, cultural lazy to earn money with a short path with gambling. gambling has become a tradition in many areas.

(7)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa karena berkat-Nyalah penulis dapat menyelesaikan tesis ini. Tesis ini berjudul “Kebijakan Kriminal Dalam Penanggulangan Tindak Pidana Judi Online Yang Dilakukan Markas Besar Kepolisian Republik Indonesia (Mabes Polri)”. Penulisan ini merupakan salah satu persyaratan untuk memperoleh gelar Magister Hukum (M.H) Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

Tentunya dalam proses penulisan tesis ini tidak terlepas dari bantuan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, penulis menyampaikan ucapan terimakasih kepada Bapak Dr.Madiasa Ablisar, SH, MS., selaku ketua pembimbing, Bapak Dr.Muhammad Hamdan, SH, MH., dan Dr.Jelly Leviza, SH, M.Hum selaku anggota pembimbing, yang telah banyak memberi bimbingan, masukan dan arahan dalam penyempurnaan dan penyelesaian tesis ini serta ucapan terimakasih juga penulis sampaikan kepada Bapak Dr. Mahmud Mulyadi, SH, M.Hum., dan Dr. Idha Aprilyana, SH, M.Hum selaku para anggota penguji yang telah memberikan arahan dan masukan untuk kesempurnaan penulisan tesis ini.

Selanjutnya penulis juga menyampaikan ucapan terima kasih kepada:

1. Bapak Prof. Dr. Runtung Sitepu, SH. M.Hum selaku Dekan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

(8)

3. Bapak Dr. Mahmul Siregar, SH, M.Hum, selaku Sekretaris Magister Ilmu Hukum Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara, yang telah memberikan dorongan kepada penulis dalam penyelesaian tesis ini.

4. Bapak dan Ibu Dosen Magister Ilmu Hukum Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara, yang telah memberikan ilmu yang sangat bermanfaat selama penulis mengikuti proses kegiatan belajar mengajar di bangku kuliah.

5. Seluruh Staf/Pegawai di Magister Ilmu Hukum Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara, yang telah banyak memberikan bantuan kepada penulis selama menjalani pendidikan.

6. Rekan – rekan Mahasiswa dan Mahasiswi kelas reguler pada Program Magister Ilmu Hukum Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara khususnya angkatan 2011 yang telah memberikan motivasi kepada penulis dalam penyelesaian tesis ini.

Secara khusus penulis menyampaikan terimakasih kepada orang tua (Ayah) penulis S. Sitompul dan (Ibu) D. Pardede yang telah memberikan dukungan materil dan moril sehingga penulis dapat menempuh pendidikan hingga ke jenjang Magister Ilmu Hukum. Ucapan terimakasih juga penulis sampaikan kepada saudara dari penulis Johannes Sitompul, SE, Leo Darlan Sitompul, S.E, Lisna Panjaitan dan adik-adik penulis yang telah memberikan dukungan materil dan moril kepada penulis selama menempuh bangku kuliah di magister ilmu hukum Universitas Sumatera Utara.

(9)

kalangan akademis dan praktisi hukum. Penulis hanya dapat berdoa bagi semua pihak atas bantuan dan kebaikan yang telah diberikan kepada Penulis agar mendapat balasan/berkat yang setimpal dari Allah yang maha kuasa.

Medan, Oktober 2013 Penulis,

NPM: 117005012

(10)

DAFTAR ISI Halaman

ABSTRAK ... i

KATA PENGANTAR ... iii

DAFTAR ISI ... vi

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang... … 1

B. Permasalahan ... 6

C. Tujuan Penelitian ... 7

D. Manfaat Penelitian ... 7

E. Keaslian Penelitian ... 7

F. Kerangka Teori dan Konsepsional 1. Kerangka Teori ... 8

2. Kerangka Konsepsi ... 8

G. Metode Penelitian 1. Jenis Penelitian ... 23

2. Populasi dan Metode Pengambilan Sampel ... 24

3. Alat Pengumpul Data ... 25

4. Sumber Data ... 25

5. Teknik Pengumpulan Data ... 26

(11)

BAB II PENGATURAN TINDAK PIDANA JUDI ONLINE DALAM PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN INDONESIA

A. Pengaturan Tindak Pidana Judi Dalam KUHP ... 28

B. Pengaturan Judi Dalam UU No. 7 Tahun 1974 tentang Penertiban Perjudian dan PP No. 9 tahun 1981 tentang Pelaksanaan Penertiban Perjudian ... 36

C. Pengaturan Tindak Pidana Judi Online Dalam UU ITE ... 40

D. Pengaturan Penyelidikan dan Penyidikan Tindak Pidana Judi Online ... 45

BAB III PERAN MARKAS BESAR KEPOLISIAN REPUBLIK INDONESIA (MABES POLRI) DALAM PENANGGULANGAN TINDAK PIDANA JUDI ONLINE DITINJAU DARI KEBIJAKAN KRIMINAL A. Penanggulangan Tindak Pidana Judi Onlinedengan Sarana Penal ... 69

B. Penanggulangan Tindak Pidana Judi Onlinedengan Sarana Non Penal ... 80

BAB IV FAKTOR-FAKTOR PENGHAMBAT MARKAS BESAR KEPOLISIAN REPUBLIK INDONESIA (MABES POLRI) DALAM PENANGGULANGAN TINDAK PIDANA JUDI ONLINE A. Faktor Hukum ... 85

B. Faktor Aparat Penegak Hukum ... 87

C. Fakktor Budaya Hukum Masyarakat ... 91

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan ... .……... 92

B. Saran ... 94

DAFTAR PUSTAKA ... 95

(12)

ABSTRAK

Perkembangan teknologi dan informasi telah melahirkan internet. Hal ini membuat modus perjudian mengalami perkembangan dari judi konvensional, melalui sms dan kemudian perjudian melalui internet yang dikenal dengan judi online. Pada saat ini dalam dunia maya perjudian tergolong komunitas yang terbesar. Ada puluhan ribu situs internet yang menyediakan fasilitas perjudian. Maraknya judi online dengan transaksi tinggi di Indonesia berdampak langsung runtuhnya perekonomian dan moral anak bangsa. Kondisi seperti ini mendorong Kepolisian Mabes Polri untuk melakukan penanggulangan judi online.Tindak pidana judi sudah diatur dalam berbagai regulasi di Indonesia yaitu Pasal 303 KUHP, 303 bis KUHP, UU No. 7 tahun 1974 tentang Penertiban Perjudian dan PP No. 9 tahun 1981 tentang Pelaksanaan Penertiban Perjudian. Secara khusus judi online diatur dalam Pasal 27 ayat (2) UU ITE. Cakupan judi dalam Pasal 27 ayat (2) UU ITE berada dalam konteks Pasal 303 KUHP dan Pasal 303 bis KUHP. Dalam penyelidikan dan penyidikan judi online, penyidik berlandaskan UU ITE dan KUHAP.Penanggulangan judi online khusus ditangani oleh Unit Cyber Crime dan Subdit III Unit 1 Tipidum. Dalam penanggulangan judi

online dilakukan secara penal dan non penal. Penanggulangan tindak pidana judi

online secara penal dilakukan dengan melakukan penangkapan, penahanan, penggeledahan dan penyitaan.Penanggulangan tindak pidana judi online secara non penal dilakukan dengan melakukan cyber patroli.

Ada beberapa faktor penghambat dalam penanggulangan tindak pidana judi

online, yaitu: Penyidik tidak dapat bekerja sama dengan negara yang melegalkan perjudian, untuk memproses bandar judi online yang berafilisiasi dengan agen judi

online di Indonesia, penyidik kesulitan menerapkan Pasal 43 ayat (6) UU ITE, apalagi hari Sabtu dan Minggu Kejaksaan dan Pengadilan tutup, jadi tidak dimungkinkan meminta penetapan penangkapan dan penahanan dari ketua Pengadilan Negeri melalui Kejaksaan. Minimnya kwalitas dan kwantitas penyidik yang tidak sebanding dengan kasus yang ditangani. Penyidik kesulitan mengidentifikasi identitas agen judi online yang menggunakan identitas palsu dalam buku rekening tabungan, KTP, dan kartu pasca bayar. Tidak adanya konpensasi diberikan kepada penyidik. Tidak ada kerjasama kepolisian dan PPATK untuk mengungkap transaksi mencurigakan yang berasal dari judi online.Tidak diberikannya konpensasi sebagai bentuk penghargaan kepada penyidik atas prestasinya. Banyaknya masyarakat Indonesia masuk dalam karegori miskin, angka pengangguran yang tinggi, budaya malas untuk mendapatkan uang dengan jalan singkat dengan bermain judi, judi sudah menjadi tradisi di berbagai daerah seperti di Bali dan minimnya kesadaran masyarakat untuk melaporkan kepada polisi keberadaan website judi, keberadaan agen judi online maupun bandar judi online.

(13)

ABSTRACT

Appropriate development of information technology and communication has given the internet that make the mode of gambling have evolved from conventional gambling, via sms and then gambling over the internet is called online gambling. At this time in the virtual world of the largest communities classified as gambling. There are tens of thousands of internet sites that provide gambling facilities. The rise of online gambling with high transaction has a direct impact on the Indonesian economy and the moral collapse of the nation. Such conditions encourage police to conduct online gambling prevention.

Criminal act of gambling is set up in a variety of regulations in Indonesia, namely Article 303 of the Criminal Code, 303 bis of the Criminal Code, Law no. 7 of 1974 on Gambling Control. In particular online gambling regulated in Article 27 paragraph (2) of the Act ITE. Coverage gambling within the context of Article 27 paragraph (2) of the Act ITE are in the context of Article 303 bis of the Penal Code and Article 303 of the Criminal Code. In the investigation of online gambling, the investigator based Act ITE and Criminal Procedure Code. Countermeasures of online gambling in penal done with arrest, detention, search and seizure. Online gambling special countermeasures are handled by the Cyber Crime Unit and Sub III Unit I Tipidum Mabes Polri.Countermeasures non-penal done by cyber patroling.

There are several inhibiting factors in Countermeasures the crime of gambling online, which is where the investigator difficulty of implementing Article 43 paragraph (6) of the Act ITE., lack of quality and quantity of investigators. not given compensation as a form of tribute to the investigator for his achievements. Terms of the legal culture of society is the number of Indonesian society in the category of poor, high unemployment, cultural lazy to earn money with a short path with gambling. gambling has become a tradition in many areas.

(14)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Dewasa ini, kehidupan manusia tidak dapat dilepaskan dari arus komunikasi dan informasi, bahkan kini informasi telah menjelma menjadi suatu kekuatan tersendiri dalam persaingan global yang sangat kompetitif.1

Teknologi informasi dan komunikasi telah mengubah prilaku masyarakat dan peradaban manusia secara global. Selain itu, perkembangan teknologi informasi telah menyebabkan dunia tanpa batas dan menyebabkan perubahan sosial yang berlangsung secara cepat.

Globalisasi menjadi pendorong munculnya era perkembangan teknologi informasi. Fenomena kecepatan perkembangan teknologi informasi telah meliputi seluruh belahan dunia.

2

Pesatnya perkembangan teknologi telah membentuk masyarakat internasional. Sehingga jarak antara belahan dunia menjadi sempit dan berjarak pendek. Kemajuan teknologi ditandai dengan penemuan-penemuan baru seperti internet. Internet merupakan salah satu penyebab terjadinya perubahan sosial. Perubahan-perubahan yang terjadi dalam masyarakat mencakup perubahan nilai sosial, kaidah-kaidah sosial, pola-pola prilaku, organisasi dan susunan kelembagaan.3

Berkembangnya internet serta didirikannya perusahaan raksasa Yahoo pada tahun 1994 dan Google tahun 1998, dimana keberadaan internet cukup berperan

1

Yusran Isnaini, Hak Cipta dan Tantangannya Di Era Cyber Space, (Bogor: Ghalia

Indonesia, 2009), hlm. 1

2

H. Ahmad M. Ramli, Cyber Law dan HAKI Dalam Sistem Hukum Indonesia, (Bandung: PT

Refika Aditama, 2004), hlm. 1

3

Didik M. Arief Mansyur, dkk, Cyber Law Aspek Hukum Teknologi Informasi, (Bandung: PT

(15)

dalam memajukan pengetahuan serta membantu pemecahan akan permasalahan yang dihadapi manusia melalui informasi.4 Pada mulanya jaringan internet dapat digunakan oleh lingkungan pendidikan (perguruan tinggi) dan lembaga penelitian. Kemudian tahun 1995 internet baru dapat digunakan oleh publik dan setelah berkembangnya aplikasi word wide web (www) yang mampu memudahkan orang untuk mengakses informasi di internet.5

Perkembangan internet memegang posisi yang terkuat dibandingkan media massa lainnya. Ketika internet mulai dikenal, sudah dapat diramalkan, media ini akan menjadi sangat populer. Hal ini terlihat ketika perangkat keras komputer baik

hardware maupun software terus berkembang, terus di sempurnakan di pabrik komputernya. Sejauh itu pula sambutan masyarakat terhadap media ini sangat antusias.6

Sikap antusias masyarakat terhadap penggunaan media internet dapat dilihat dari pertumbuhan pengguna internet di Indonesia tidak jauh dari perkembangan pengguna internet global menurut International Telecommunication Union (ITU) mencapai 2.044 juta orang pada tahun 2010 dan 2.421 juta orang pada tahun 2011. Sedangkan menurut hasil survei Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia (APJII) pengguna Internet di Indonesia pada tahun 2012 mencapai 63 juta orang atau sekitar 24,23 persen dari jumlah penduduk Indonesia. Ada beberapa jenis perangkat yang dipakai untuk mengakses internet yaitu, ponsel pintar menempati porsi 70,1

4

Dampak Positif dan Negatif Internet, sebagaimana dimuat di dalam http://teknologi.kompasiana.com/internet/2012/12/16/efek-positif-dan-negatif-keberadaan-internet-511463.html, diakses pada tanggal 6 Januari 2013

5

Didik M. Arief Mansyur, dkk, Op. Cit, hlm. 4

6

Burhan Bungin, Pornomedia Kontruksi Sosial Teknologi Telematika & Perayaan Seks Di

(16)

persen, diikuti PC Notebook (45,4 persen), komputer rumah (41 persen), PC Netbook

(5,6 persen), dan tablet (3,4 persen).7

Perkembangan internet dapat dikatakan pedang bermata dua, di satu sisi memberikan kontribusi bagi peningkatan kesejahteraan, kemajuan dan sekaligus juga menjadi sarana efektip perbuatan melawan hukum.8 Para penekun bisnis online dari luar negeri bisa memanfaatkan kondisi ini untuk membuat target pasar ke Indonesia.9Selain dampak positif, bahwa internet menimbulkan dampak negatif dengan munculnya peluang melakukan tindakan-tindakan anti sosial dan perilaku kejahatan. Kejahatan adalah prodak dari masyarakat itu sendiri (crime is a product of society its self). Semakin tinggi tingkat intelektualitas suatu masyarakat, semakin canggih pula kejahatan yang mungkin terjadi dalam masyarakat itu. Kejahatan yang lahir sebagai dampak negatif dari perkembangan aplikasi internet ini disebut sebagai kejahatan dunia maya (cyber crime).10

Penyalagunaan internet di indonesia sudah mencapai tingkat yang memperihatinkan. Akibatnya Indonesia dijuluki sebagai negara kriminal intenet. Bahkan Indonesia masuk dalam peringkat 10 besar pelanggaran internet terbesar di dunia. Dengan demikian pihak luar negeri menolak setiap transaksi dengan

7

Pengguna Internet Indonesia 2012 Capai 63 Juta Orang, sebagaimana dimuat di dalam http://www.antaranews.com/berita/348186/pengguna-internet-indonesia-2012-capai-63-juta-orang, diakses pada tanggal 6 Januari 2013

8

Penjelasan Umum Undang-Undang No. 11 Tahun 2008 Tentang Informasi Dan Transaksi

Elektronik (UU ITE)

9

Dampak Positif Internet, sebagaimana dimuat di dalam

http://ekonomi.kompasiana.com/bisnis/2012/08/23/dampak-positif-internet/, diakses pada tanggal 6

Februari 2013

10

(17)

menggunakan kartu kredit yang dikeluarkan perbankan Indonesia. Maraknya kejahatan dunia maya, merupakan dampak dari kehadiran teknologi informasi. Kehadiran internet memberikan dampak positif dan sisatu sisih memberikan dampat negatif, dan internet digunakan sebagai sarana melakukan kejahatan di dunia maya.11

Indonesia merupakan salah satu negara yang berkomitmen melakukan penanggulangan kejahatan judi. Dengan menyatakan bahwa semua tindak pidana perjudian adalah kejahatan.

Salah satu jenis kejahatan dunia maya yang lagi tren adalah judi online. Para penjahat melihat internet sebagai kesempatan atau sarana bagi mereka untuk melaksanakan niat jahat.

12

Komitmen negara Indonesia menyatakan judi sebagai kejahatan, karena judi pada hakekatnya bertentangan dengan agama, kesusilaan, moral pancasila serta membahayakan bagi kehidupan bermasyarakat, bangsa dan negara. Ditinjau dari kepentingan nasional, penyelenggaraan perjudian mempunyai akses negatif dan merugikan terhadap moral dan mental masyarakat, terutama terhadap generasi muda.13

Judi merupakan salah satu penyakit masyarakat dan masuk dalam kualifikasi kejahatan. Maraknya judi akan merusak sistem sosial masyarakat itu sendiri. Motif perjudian bisa karena ikut-ikutan, penasaran atau memang mengadu nasib ingin cepat kaya atau mendapatkan uang dengan instan. Praktek perjudian dari berbagai sisi dipandang berdampak negatif. Sesuai dengan perkembangan informasi dan teknologi

11

Andi Hamzah, Upaya Pencegahan Dan Penanggulangan Kejahatan Internet (Cybercrime),

sebagaimana dimuat di dalam

12

Pasal 1 UU Nomor 7 Tahun 1974 Tentang Penertipan Perjudian

13

(18)

yang melahirkan internet membuat modus perjudianpun mengalami perkembangan. Mulai dari judi konvensional, melalui sms, dan kemudian melalui internet yang dikenal dengan judi online.14

Pada tahun 1990 judi online sudah popular. Situs perjudian melalui internet mengalami peningkatan dari 15 website pada tahun 1996 menjadi menjadi 200

website pada tahun 1997. Pada saat ini dalam dunia maya perjudian tergolong komunitas yang terbesar. Ada puluhan ribu situs di internet yang menyediakan fasilitas perjudian. Modus ini menjanjikan banyak keuntungan bagi pemiliknya. Untuk membuka usaha judi online melalui internet sangat mudah. Kemudahan tersebut misalnya dalam hal pembuatan situs judi online tidak perlukan lagi perizinan-perizinan. Cukup dengan bermodalkan sebuah web dengan fasilitas yang menarik, setiap orang dapat memiliki usaha perjudian di internet.15

Ada berbagai jenis-jenis judi online yang sekarang berkembang di Indonesia, seperti judi bola online, judi casino online, judi bola tangkas online, dan judi poker

online via internet.

16

14

Kecenderungan Judi Berkedok Bola, sebagaimana di muat di dalam

Selain ini masih banyak jenis-jenis judi online melalui internet. Judi merupakan aktivitas atau kegiatan yang banyak mengandalkan faktor keberuntungan dan merupakan aktivitas yang tidak dapat diketahui hasil akhirnya secara pasti. Aktivitas perjudian online dapat di lakukan di mana saja dan kapan saja.

diakses tanggal 22 Juni 2013

15

Budi Suhariyanto, Pidana Teknologi Informasi (cybercrime)Urgensi Pengaturan dan

Celah Hukumnya, (Jakarta: PT Rajagrafindo Persada, 2012), hlm. 67

16

Jenis-Jenis Judi Online Di Indonesia, sebagaimana dimuat di dalam

(19)

Bagi kalangan pemain judi, aktivitas judi online melalui koneksi internet merupakan tempat yang aman dalam bermain judi.17

Maraknya judi online dengan transaksi tinggi di Indonesia berdampak langsung kepada runtuhnya perekonomian dan moral anak bangsa. Secara statistik memang belum ada data yang dipublikasikan, akan tetapi kecanduan judi online ini terlihat dimana-mana yang umumnya dilakukan para generasi muda, baik dari kalangan ekonomi menengah ke atas, maupun mereka yang berekonomi menengah ke bawah. Jumlah transaksi judi mulai dari ratusan ribu rupiah sampai melibatkan harta benda perhiasan, rumah tinggal dan kekayaan lainnya. Akibat kecanduan judi online

berdampak langsung kepada kehidupan sehari-hari masyarakat Indonesia. Seperti adanya penghalalan segala cara dalam mendapatkan uang untuk berjudi, menimbulkan kejahatan lain dan merusak hubungan rumah tangga.18

Sampai tanggal 4 Juli 2013 DNS Nawala berhasil mengidentifikasi website

judi online sebanyak 7.540 situs judi online.19 Meskipun judi dilarang oleh agama, negara dan diancam dengan hukum pidana, judi dalam berbagai bentuk tetap marak di Indonesia. Dengan melakukan pencarian di Google dengan kata kunci judi online, maka berbagai situs pun akan muncul dengan menawarkan kegiatan haram judi

online. Aktivitas perjudian online ditawarkan di internet secara terang-terangan.20

17 Ibid 18

Judi Online, Permasalahan Dan Solusinya, sebagaimana dimuat di dalam http://humas.kemsos.go.id/2012/07/12/judi-online-permasalahan-dan-solusi/, diakses pada tanggal 9 Februari 2013

19

Konteks Seks Masih Aktif, sebagaimana dimuat di dalam

20

(20)

Maraknya website judi online tersebut juga diikuti maraknya pemain judi

online. hal ini dapat dilihat dalam salah satu website judi. Website

www.kakakdewa.com yang digrebek Kepolisian pada tanggal 29 Februari tahun 2012 yang menyediakan berbagai jenis judi, yaitu togel Singapura, Casino, Mickey Mouse, Rolet, Bakarat, Sicbo, dan sepak bola. Website judi tersebut memiliki 22 ribu anggota yang tersebar di Indonesia dan di luar negeri.21

Tim Cyber Crime Mabes Polri pada tahun 2012 berhasil membongkar jaringan judi online yang berasal dari luar negeri yang merupakan agen judi terbesar dari Amerika Serikat yang menyediakan jasa perjudian poker dengan alamat situs di www.nagaemas.com dan www.jakarta.com. Agen judi tersebut berada di wilayah Bogor, Jawa Barat.

Jumlah pemain judi tersebut masih dalam satu website belum semua website judi dihitung. Apalagi dengan pencarian kata judi di Google banyak website judi yang muncul.

22

Berdasarkan hasil penelusuran, sampai sekarang website

website

www.jakarta.com tidak memuat yang berkaitan dengan perjudian. Sedangkan website

www.nagaemas.com masih memuat perjudian poker. Hal ini menjadi tantangan bagi penyidik, karena masih banyak agen judi online yang belum tertangkap dan bandar judi yang berada di negara lain masih bisa dengan leluasa menjalankan usaha judinya dengan berafilisiasi dengan agen judi asal Indonesia.

21

Judi Online Yang Digrebek Miliki 22 Ribu Anggota, sebagaimana dimuat di dalam

22

Polri Ungkap Jaringan Agen Judi Online Besar Asal AS Di Bogor, sebagaimana dimuat di

dalam

(21)

Lebih lanjut menurut G.P Hoefnagels ada beberapa upaya penanggulangan kejahatan yaitu:23

1. Penerapan hukum pidana. 2. Pencegahan tanpa pidana.

3. Mempengaruhi pandangan masyarakat mengenai kejahatan dan pemidanaan melalui media massa.

Dengan demikian upaya penanggulangan kejahatan dapat dilakukan melalui sarana penal dan non penal. Penanggulangan kejahatan secara penal memfokuskan pada penanggulangan tindak pidana dengan penerapan hukum pidana melalui komponen sistem peradilan pidana. Kebijakan penanggulangan kejahatan bersifat non penal lebih bersifat pencegahan sebelum terjadinya tindak pidana.24

Penanggulangan tindak pidana judi online baik melalui sarana penal dan non penal sesuai dengan peran Kepolisian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (1) UU No.2 Tahun 2002 Tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia, yaitu “memelihara keamanan dan ketertiban masyarakat, menegakkan hukum dan memberikan perlindungan, pengayoman dan pelayanan kepada masyarakat”.

Lebih lanjut ada beberapa faktor-faktor penghambat penanggulangan judi

online, yaitu sebagai berikut:

1. Bahwa polisi sulit melakukan pembuktian tindak pidana judi online. Dimana pada saat penggerebekan perjudian di darat, polisi bisa merampas

23

Barda Nawawi Arief, Upaya Non Penal Dalam Kebijakan Penanggulangan Kejahatan,

(Jakarta: Rajawali Press, 1991), hlm.2

24

Mahmud Mulyadi, Criminal Policy: Pendekatan Integral Penal Policy dan Non Penal

(22)

barang bukti. Misalnya, Ada dadu saat dilakukan penggerebekan. Sedangkan dalam judi online, pelaku tidak dapat ditangkap di tempat.25 2. Masalah kedua mencakup masalah yuridiksi, dimana apabila sistem

elektronik yang mengelolah perjudian yuridiksinya di negara lain yang melegalkan perjudian, sehingga hukum Indonesia tidak dapat menjangkau bandar judi online.26

B. Permasalahan

Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan diatas, maka yang menjadi permasalahan yang akan diteliti dalam penelitian ini adalah:

1. Bagaimana pengaturan tindak pidana judi online dalam peraturan perundang-undangan Indonesia?

2. Bagaimana peran Markas Besar Kepolisian Republik Indonesia (Mabes Polri) dalam penanggulangan tindak pidana judi online ditinjau dari kebijakan kriminal? 3. Apa faktor-faktor penghambat Markas Besar Kepolisian Republik Indonesia

(Mabes Polri) dalam penanggulangan tindak pidana judi online?

25

Perjudian Maya Siap Diklik, sebagaimana dimuat di dalam

Februari 2013

26

(23)

C. Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah yang telah disebutkan diatas, maka tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Untuk mengetahui pengaturan judi online dalam peraturan perundang-undangan Indonesia.

2. Untuk mengetahui peran Markas Besar Kepolisian Republik Indonesia (Mabes Polri) dalam penanggulangan tindak pidana judi online ditinjau dari kebijakan kriminal

3. Untuk mengetahui faktor-faktor penghambat Markas Besar Kepolisian Republik Indonesia (Mabes Polri) dalam penanggulangan tindak pidana judi online.

D. Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat baik secara teoritis dan praktik, yaitu sebagai berikut:

1. Secara teoritis penelitian ini diharapkan mampu memberikan kontribusi bagi pengembangan dan memperkaya ilmu hukum pidana dan hukum acara pidana khususnya, dalam rangka penanggulangan tindak pidana judi online.

2. Secara praktiks penelitian ini diharapkan mampu memberikan sumbangsi dalam rangka peningkatan kinerja penyidik Kepolisian Negara Republik Indonesia dalam penanggulangan tindak pidana judi online dan juga menyadarkan akan pentingnya partisipasi masyarakat dalam mendukung penanggulangan tindak pidana judi

(24)

E.Keaslian Penelitian

Berdasarkan data dan informasi beserta penelusuran yang dilakukan di Sekolah Pascasarjana Ilmu Hukum USU, bahwa belum pernah ada yang melakukan penelitian sebelumnya terhadap judul ini “Kebijakan Kriminal Dalam Penanggulangan Tindak Pidana Judi Online Yang Dilakukan Markas Besar Kepolisian Republik Indonesia (Mabes Polri)”. Dengan demikian, penelitian yang dilakukan dalam penulisan ini adalah asli, sehingga dapat dipertanggung jawabkan secara akademis berdasarkan nilai objektivitas dan kejujuran.

F. Kerangka Teori dan Konsepsi 1. Kerangka Teori

Kerangka teori dalam penulisan ilmiah sangat penting, sebagai pisau analisis bagi peneliti untuk memecahkan permasalahan-permasalahan yang telah dirumuskan. Disisi lain keberadaan teori berfungsi untuk memberikan landasan yang mantap, pada umumnya setiap penelitian harus selalu disertai dengan pemikiran teoritis.27 Teori mengandung pengertian untuk menerangkan atau menjelaskan mengapa gejala spesifik atau proses tertentu terjadi. Suatu teori harus diuji dengan menghadapkannya pada fakta-fakta yang menunjukkan ketidakbenarannya.28

27

Ronny H. Soemitro, Metodologi Penelitian Hukum dan Jurimetri, (Jakarta: Ghalia

Indonesia, 1998), hlm. 37

28

DJJ. M. Wuisman, Penelitian Ilmu-Ilmu Sosial Jilid I, M.Hisyam (Jakarta:UI Press, 1996),

(25)

Penanggulangan dapat juga diartikan sebagai proses atau cara menanggulangi atau mengatasi suatu masalah.29 Menurut Sudarto ada beberapa pengertian kebijakan kriminal, yaitu:30

a. Dalam arti sempit adalah keseluruhan asas dan metode yang menjadi dasar dan reaksi terhadap pelanggaran hukum yang berupa pidana.

b. Dalam arti luas adalah keseluruhan fungsi dari aparatur penegak hukum. termasuk di dalamnya cara kerja dari pengadilan dan polisi.

c. Dalam arti paling luas adalah keseluruhan kebijakan, yang dilakukan melalui perundang-undangan dan badan-badan resmi, yang bertujuan untuk menegakkan norma-norma sentral dari masyarakat.

Defenisi politik kriminal menurut Sudarto merupakan suatu usaha yang rasional dari masyarakat dalam menanggulangi kejahatan.31 Lebih lanjut upaya penanggulangan kejahatan menurut Widjojo Soekanto dapat dilakukan dengan menerapkan asas-asas sebagai berikut:32

a. Mengenai sumber-sumber kejahatan dan menanganinya sebagai bagian dari integral dari pembangunan nasional.

b. Melanjutkan upaya implementasi sistem keamanan swakarsa dan sistem keamanan lingkungan.

c. Pemantapan criminal justice system, yakni keterpaduan represif polisi, jaksa, hakim dan lembaga permasyarakatan.

d. Pembinaan dan pembangunan opini masyarakat yang menguntungkan untuk pencegahan dan penanggulangan kejahatan.

Menurut G.P Hoefnagels ada beberapa upaya penanggulangan kejahatan, yaitu:33 a. Penerapan hukum pidana (criminal law application).

b. Pencegahan tanpa pidana (prevention without punishment).

29

Depdikbud RI, Kamus besar Sinonom Indonesia, (Jakarta: PN Balai Pustaka, 1990), hlm.

105

30

Barda Nawawi Arief, Bunga Rampai Kebijakan Hukum Pidana, (Bandung: PT. Citra Aditya

Bakti, 1996), hlm. 1

31

Ibid, hlm. 2

32

Mulyana W. Kusuma, Kejahatan, Penjahat dan Reaksi Sosial, (Bandung: Alumni, 1983),

hlm. 102

33

(26)

c. Mempengaruhi pandangan masyarakat mengenai kejahatan dan pemidanaan lewat media massa (influencing views on crime and punishment massmedia).

Penanggulangan kejahatan sebagaimana dikemukakan G.P Hoefnagels dapat dikelompokan menjadi dua bagian, yaitu penanggulangan kejahatan secara penal dan penanggulangan kejahatan secara non penal. Pada dasarnya penal policy menitikberatkan pada pada tindakan represif setelah terjadinya suatu tindak pidana, sedangkan non penal policy lebih menekankan tindakan preventif sebelum terjadinya suatu tindak pidana. Menurut pandangan politik kriminal secara makro non penal policy merupakan kebijakan penanggulangan kejahatan yang paling strategis. Karena bersifat pencegahan sebelum terjadinya tindak pidana. Sarana non penal adalah menangani dan menghapuskan faktor-faktor kondusif yang menyebabkan terjadinya suatu tindak pidana.34

Dalam penanggulangan kejahatan perlu ditempuh pendekatan kebijakan yang integral, yang meliputi:35

a. Ada keterpaduan antara politik kriminal dan politik sosial.

b. Ada keterpaduan penanggulangan kejahatan secara penal dan non penal.

34

Teguh Prasetyo, dkk, Kajian Kebijakan Kriminalisasi Dan Dekriminalisasi, (Yogyakarta:

Pustaka Pelajar, 2005), hlm 17

35

(27)

Kebijakan kriminal tidak terlepas dari kebijakan lebih luas, yaitu kebijakan sosial (social policy). Untuk lebih lengkapnya diuraikan dalam skema sebagai berikut:

Skema No.1

Kebijakan Penanggulangan Kejahatan

- Formulasi - Aplikasi - Eksekusi

(Sumber: Barda Nawawi Arief, Masalah Penegakan Hukum & Kebijakan Penanggulangan Kejahatan, Bandung: PT. Citra Aditya Bakti, 2001, hlm. 74)

Penanggulangan kejahatan dengan sarana penal merupakan penal policy atau

penal law enforcement policy yang fungsionalisasi atau operasionalisasinya melalui beberapa tahap, yaitu formulasi (kebijakan legislatif), aplikasi (yudikatif atau yudisial), dan eksekusi (kebijakan eksekutif atau administratif).36

36

Barda Nawawi Arief, Masalah Penegakan Hukum & Kebijakan Penanggulangan

Kejahatan, (Bandung: PT. Citra Aditya Bakti, 2001), hlm. 75

Tahap formulasi atau kebijakan legislatif dapat dikatakan sebagai tahap perencanaan dan perumusan

Social Policy

Social Welfare Policy

Social Defence Policy

Criminal Policy

Penal

Non Penal

(28)

peraturan perundang-undangan pidana. Tahap aplikasi merupakan tahap penerapan dari ketentuan peraturan perundang-undangan pidana yang telah dilanggar. Tahap eksekusi atau kebijakan administratif adalah tahap pelaksanaan dari putusan pengadilan atas perbuatan pidana yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap.37

Tahap formulasi atau kebijakan legislatif merupakan tahap awal yang paling strategis dari yang lain. Kesalahan atau kelemahan tahap formulasi atau kebijakan legislatif merupakan kesalahan strategis yang dapat menjadi penghambat bagi tahap berikutnya dalam hukum pidana yaitu tahap aplikasi dan eksekusi.38 Adanya tahap formulasi, maka upaya penanggulangan kejahatan secara penal dan non penal bukan hanya tugas aparat penegak hukum, tetapi juga tugas aparat pembuat hukum (legislatif). Kebijakan legislatif merupakan tahap yang paling strategis dari upaya pencegahan dan penanggulangan kejahatan melalui penal policy. Dengan demikian kesalahan atau kelemahan kebijakan legislatif merupakan kesalahan strategis yang dapat menjadi penghambat upaya penanggulangan kejahatan secara penal dan non penal pada tahap aplikasi dan eksekusi.39

Hukum harus dilaksanakan dan ditegakkan. Maka pelaksanaan hukum atau penegakan hukum harus memberi manfaat atau kegunaan bagi masyarakat. Hal ini dilakukan dalam rangka memberikan perlindungan kepentingan manusia, maka pelaksanaan hukum harus dilakukan secara normal dan damai, tetapi dapat juga

37

Teguh Prasetyo, dkk, Op Cit, hlm. 22

38

Ibid, hlm. 22

39

Barda Nawawi Arief, Masalah Penegakan Hukum & Kebijakan Penanggulangan

(29)

terjadi karena pelanggaran hukum.40

Membahas tentang kebudayaan hukum masyarakat tidak lepas dari teori komponen hukum yang dikemukakan oleh Lawrence M. Friedman. Menurut Lawrence M. Friedman ada 3 komponen hukum, yaitu struktural hukum, subtansi hukum dan budaya hukum. Strukural hukum adalah aparat penegak hukum dalam arti luas. Subtansi hukum adalah norma-norma hukum, sedangkan budaya hukum adalah sikap tindak masyarakat terhadap hukum yang berlaku.

Jadi penanggulangan kejahatan secara penal terhadap kejahatan judi online dilakukan dengan penerapan hukum pidana. Sedangkan penanggulangan kejahatan secara non penal dilakukan dengan pencegahan kejahatan, dimana tindak pidana judi online belum terjadi. Dalam penanggulangan judi online harus dilakukan secara integral antara kebijakan penal dan non penal.

41

Kebudayaan hukum pada dasarnya mencakup nilai-nilai yang mendasari hukum yang berlaku. Nilai merupakan konsepsi-konsepsi abstrak mengenai apa yang baik dan apa yang dianggap buruk. Nilai-nila tersebut lazimnya merupakan pasangan nilai-nilai yang mencerminkan dua keadaan yang ekstrim yang harus diserasikan.

42

40

Sudikno Mertokusumo, Mengenal Hukum (Suatu Pengantar), (Yogyakarta: Liberty, 2003),

hlm. 160-161

Tanpa budaya hukum, maka sistem hukum itu sendiri tidak akan berdaya. Deskripsi 3 (tiga) unsur hukum menurut Friedman, meliputi struktur hukum diibaratkan seperti mesin, substansi hukum diibaratkan sebagai apa yang dikerjakan dan apa yang dihasilkan mesin tersebut, sedangkan kultur atau budaya hukum adalah apa saja atau

41

Muslan Abdurrahman, Sosiologi dan Metode Penelitian Hukum, (Malang: UMM Press,

2009), hlm. 46

42

Soerjono Soekanto, Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Penegakan Hukum, Op Cit, hlm.

(30)

siapa saja yang memutuskan untuk menghidupkan dan mematikan mesin itu serta memutuskan bagaimana mesin tersebut digunakan.43

Seseorang menggunakan atau tidak menggunakan hukum dan patuh atau tidak terhadap hukum sangat tergantung pada kultur hukumnya. Kultur hukum seseorang dari lapisan bawah akan berbeda dengan mereka yang berada dilapisan atas.44Dalam penegakan hukum harus memperhatikan tujuan pemidanaan dengan memperhatikan keseimbangan dua sasaran pokok yaitu perlindungan masyarakat dan perlindungan atau pembinaan individu pelaku tindak pidana.45 Dalam penentuan sanksi pidana ada beberapa hal yang perlu diperhatikan yaitu:46

a. Hukum pidana harus memperhatikan tujuan pembangunan nasional, yaitu mewujudkan masyarakat adil dan makmur secara merata baik materil dan spritual berdasarkan Pancasila. Dimana dalam melakukan penanggulangan kejahatan dengan memperhatikan keselamatan dan pengayoman masyarakat.

b. Perbuatan yang diusahakan atau ditanggulangi dengan hukum pidana harus merupakan perbuatan yang mendatangkan kerugian baik secara materil dan spritual bagi masyarakat.

c. Penggunaan hukum pidana harus memperhatikan kapasitas atau kemampuan aparat penegak hukum.

Penegakan hukum yang benar dan adil tidak semata-mata ditentukan oleh kehendak pelaku hukum sebagai ratu adil, tetapi juga kemauan dan kemampuan masyarakat untuk berupaya memperoleh perlakuan hukum yang benar dan adil. Dengan demikian bahwa penegakan hukum yang adil ditentukan juga oleh kesadaran

43

Soetandyo Wignjosoebroto, dkk, Dialektika Pembaruan Sistem Hukum Indonesia,

(Jakarta: Sekretariat Jenderal Komisi Yudisial Republik Indonesia, 2012), hlm.93-94

44

Muslan Abdurrahman, Lop Cit

45

Barda Nawawi Arief, Bunga Rampai Kebijakan HukumPidana, Op.Cit, hlm. 98

46

(31)

dan partisipasi masyarakat, bukan semata-mata keinginan pelaku penegakan hukum.47

Dalam penanggulangan kejahatan, polisi merupakan garda terdepan dalam penanggulangan kejahatan dan bekerja sesuai dengan konsep rule of law. Sebagaimana disebutkan oleh Skolnick, bahwa polisi-polisi di negara-negara yang demokratis bertugas untuk memelihara tata tertib di bawah naungan rule of law. Sebagai petugas mereka merupakan bagian dari birokrasi. Ideologi suatu birokrasi yang demokratis, menekankan pada suatu kedisplinan mematuhi peraturan. Sebaliknya, dalam konsep rule of law menekankan pada hak asasi manusia serta membatasi inisiatif petugas hukum.48

Sebagaimana yang dikemukakan oleh Skolnick di atas, dimana negara demokratis bahwa aparat kepolisian dalam menjalankan tugasnya harus disiplin dengan mematuhi peraturan. Pendapat Skolnick tersebut dapat kita lihat di Indonesia, dimana negara Indonesia adalah sebagai negara demokratis, bahwa polisi dalam menjalankan tugasnya harus disiplin dan mematuhi peraturan sesuai dengan perannya sebagaimana yang terdapat dalam Pasal 5 ayat (1) UU No. 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia. Peran Kepolisian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (1) UU Kepolisian adalah “untuk memelihara keamanan dan ketertiban masyarakat, menegakkan hukum dan memberikan perlindungan, pengayoman, dan pelayanan kepada masyarakat”.

47

Bagir Manan, Sistem Peradilan Berwibawa (Suatu Pencarian), (Yogyakarta: FH UII Press,

2005), hlm. 8

48

Soerjono Soekanto, Pokok-Pokok Sosiologi Hukum, (Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada,

(32)

Berdasarkan Pasal 5 ayat (1) UU Kepolisan dapat disimpulkan, bahwa polisi mempunyai peranan untuk melakukan penanggulangan kejahatan baik secara penal dan non penal. Lebih jelasnya disebutkan di dalam Pasal 15 ayat (1) huruf c UU Kepolisian, bahwa polisi mepunyai wewenang untuk melakukan pencegahan dan menanggulangi tumbuhnya penyakit masyarakat. Sebagaimana dimaksud dalam penjelasan Pasal 15 ayat (1) huruf c UU Kepolisian, salah satu jenis kejahatan yang perlu dilakukan pencegahan dan ditanggulangi oleh Kepolisian adalah judi.

Seiring dengan perkembangan jaman tidak perlu lagi bertemu di satu tempat untuk melakukan perjudian. Dengan perkembangan teknologi informasi dan komunikasi serta fasilitas perbankan yang ada saat ini maka cara berjudipun mengalami perkembangan yaitu dalam bentuk perjudian online melalui internet. Perjudian di negara Indonesia merupakan kegiatan yang dilarang dan dikenakan sanksi pidana. Larangan dan sanksi pidana terhadap judi secara jelas diatur dalam UU No. 7 Tahun 1974 Tentang Penertiban Perjudian serta Peraturan Pemerintah No. 9 Tahun 1981 Tentang Pelaksanaan Penertiban Perjudian, Pasal 303 KUHP dan Pasal 303 bis KUHP. Sedangkan khusus mengenai larangan judi online melalui internet diatur dalam Pasal 27 ayat (2) UU No. 11 Tahun 2008 Tentang UU Informasi dan Transaksi Elektronik ( UU ITE), yang berbunyi sebagai berikut:

“setiap orang dengan sengaja dan tampa hak mendistribusikan dan/ atau mentransmisikan dan/atau membuat dapat diaksesnya informasi elektronik dan /atau dokumen elektronik yang memiliki muatan perjudian”.

(33)

“Setiap orang yang memenuhi unsur sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 ayat (1), (2), (3), atau ayat (4) dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 (enam) tahun dan/ atau denda paling banyak Rp. 1000.000.000, 00 (satu milyar rupiah)”.

Untuk korporasi yang melakukan tindak pidana sebagaimana diatur dalam Pasal 52 ayat (4) UU ITE yang berbunyi”dalam hal tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 sampai dengan Pasal 37 dilakukan oleh korporasi dipidana dengan pidana pokok ditambah sepertiga”.

Mengenai tentang keberadaan korporasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 52 ayat (4) UU ITE dijelaskan dalam di penjelasan pasal tersebut, yang berbunyi sebagai berikut:

“ Ketentuan ini dimaksudkan untuk menghukum setiap perbuatan melawan hukum yang memenuhi unsur sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 sampai dengan Pasal 37 yang dilakukan oleh korporasi (corporate) dan atau oleh pengurus dan atau staf yang memiliki kapasitas untuk:

1. Mewakili korporasi.

2. Mengambil keputusan dalam korporasi.

3. Melakukan pengawasan dan pengendalian dalam korporasi. 4. Melakukan kegiatan demi keuntungan korporasi.

(34)

bagian dari sistem peradilan pidana (criminal justice system) dalam penanggulangan kejahatan. Lebih lanjut ada beberapa tujuan dari sistem peradilan pidana:49

1. Mencegah masyarakat menjadi korban kejahatan.

2. Menyelesaikan kasus kejahatan yang terjadi sehingga masyarakat puas bahwa keadilan telah ditegakkan dan yang bersalah telah dipidana.

3. Mengusahakan pelaku kejahatan tidak menjadi residivis.

Untuk mencapai tujuan sistem peradilan tersebut, dimana dalam penanggulangan kejahatan secara penal, bahwa empat komponen dalam sistem peradilan pidana, yang meliputi kepolisian, kejaksaan, pengadilan dan lembaga permasyarakatan harus bekerja secara integrated criminal justice system.50

2. Kerangka Konsepsi

Dengan demikian dalam penanggulangan tindak pidana judi online polisi dalam menjalankan tugasnya harus bekerja secara integrated criminal justice system dengan kejaksaan, pengadilan, dan lembaga permasyarakatan dalam rangka tercapainya tujuan sistem peradilan pidana.

Kerangka konsepsional yang dipergunakan dalam penelitian merupakan konsep yang terkait langsung dengan variabel penelitian, supaya tidak muncul penafsiran yang berbeda-beda. Untuk memberikan pemahaman-pemahaman yang sama atas istilah yang berhubungan dengan penelitian ini, untuk itu diberikan pengertian operasional terhadap istilah-istilah tersebut yaitu:

49

Romli Atmasasmita, Sistem Peradilan Pidana Kontemporer, (Jakarta: Kencana, 2010),

hlm. 3

(35)

a. Peran adalah sesuatu yang jadi bagian atau yang memegang pimpinan yang terutama,51

b. Peran kepolisian adalah memelihara keamanan dan ketertiban masyarakat, menegakkan hukum, memberikan perlindungan, pengayoman, dan pelayanan kepada masyarakat,

yang berhubungan dengan penanggulangan tindak pidana judi online.

52

c. Markas Besar Kepolisian Republik Indonesia (Mabes Polri) adalah pusat lembaga kepolisian yang mempunyai daerah hukum meliputi seluruh wilayah Indonesia.

yang berkaitan dengan penanggulangan tindak pidana judi online.

d. Kepolisian adalah segala hal-ihwal yang berkaitan dengan fungsi dan lembaga polisi sesuai dengan peraturan perundang-undangan,53

e. Menanggulangi adalah mengatasi,

yang khususnya berkaitan dengan penanggulangan judi online.

54

f. Menurut Moeljatno tindak pidana adalah perbuatan yang dilarang oleh suatu aturan hukum larangan mana disertai ancaman (sanksi) yang berupa pidana tertentu, bagi barang siapa yang melanggar larangan tersebut”.

tindak pidana judi online baik dengan sarana penal dan non penal.

55

51

W.J.S Poerwadarminta, Kamus Umum Bahasa Indonesia, (Jakarta: PN Balai Pustaka, 1984)

735

52

Pasal 5 ayat (1) UU Nomor 2 Tahun 2002 Tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia

53

Ibid, Pasal 1 butir 1

54

Kamus Besar Bahasa Indonesia, sebagaimana dimuat di dalam http://bahasa.cs.ui.ac.id/kbbi/kbbi.php?keyword=tanggulang&varbidang=all&vardialek=all&varragam =all&varkelas=all&submit=kamus, diakses pada tanggal 18 Februari 2013

55

(36)

g. Judi online dilakukan menggunakan sarana elektronik yang terkait dengan akses internet, sedangkan defenisi judi merujuk pada Pasal 303 ayat (3) KUHP, yang berbunyi:

“tiap-tiap permainan tersebut pada umumnya kemungkinan mendapat untung bergantung pada peruntungan belaka, juga karena pemainnya lebih terlatih atau mahir. Di situ termasuk segala petaruhan tentang keputusan perlombaan atau permainan lain-lainnya yang tidak diadakan antara mereka yang turut berlomba atau bermain, demikian juga segala petaruhan lainnya.

h. Kebijakan kriminal adalah suatu upaya menanggulangi kejahatan secara penal dan non penal.56 Penanggulangan kejahatan secara penal menitikberatkan pada upaya represif sesudah tindak pidana judi online

terjadi, sedangkan jalur non penal lebih menitikberatkan pada sipat preventif sebelum tindak pidana judi online terjadi.

G. Metode Penelitian 1. Jenis Penelitian

Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian yuridis normatif dan yuridis empiris. Penelitian57

56

Barda Nawawi Arief, Bunga Rampai Kebijakan Hukum Pidana, Op. Cit, hlm. 49

yuridis normatif adalah suatu jenis penelitian, dimana hukum dikonsepkan sebagai apa yang tertulis dalam peraturan perundang-undangan (law in books) atau hukum dikonsepkan sebagai kaidah atau norma yang merupakan patokan berprilaku manusia yang dianggap pantas.

57

Amiruddin, dkk, Pengantar Metode Penelitan Hukum, ,(Jakarta: PT RajaGrafindo

(37)

Sedangkan penelitian58

Penelitian yuridis normatif digunakan untuk menganalisis peraturan yang berkaitan dengan judi online. Jenis penelitian yuridis empiris digunakan untuk mengkaji penanggulangan tindak pidana judi online secara penal melalui penerapan hukum pidana dan penanggulangan kejahatan secara non penal berupa pencegahan judi online.

yuridis empiris adalah penelitian terhadap efektivitas hukum, yang membahas bagaimana hukum beroperasi dalam masyarakat.

2. Populasi dan Metode Pengambilan Sampel

a. Populasi adalah keseluruhan unit atau manusia (dapat juga berbentuk gejala atau peristiwa) yang mempunyai ciri-ciri yang sama.59

b. Metode pengambilan sampel. Pengambilan sampel, merupakan proses dengan memilih suatu bagian yang mewakili dari sebuah populasi yang akan diteliti. Dalam berbagai literatur metodologi penelitian tidak ditentukan berapa besar sampel ditentukan, tetapi semakin banyak sampel akan mencerminkan populasi.

Jadi populasi dalam penelitian ini adalah semua yang berhubungan dengan penanggulangan judi

online di Mabes Polri.

60

Purposive sampling adalah pemilihan sekelompok subjek atas ciri-ciri atau sifat-sifat tertentu yang dipandang mempunyai sangkut paut yang erat dengan Dalam penelitian ini sampel yang akan diambil menggunakan teknik purposive sampling.

58

H.Zainuddin Ali, Metode Penelitian Hukum, (Jakarta: Sinar Grafika, 2009), hlm. 106

59

Amiruddin, dkk, Op Cit, hlm. 95

60

(38)

ciri-ciri atau sifat populasi yang sudah diketahui sebelumnya.61

3. Alat Pengumpul Data

Adapun sampel dalam penelitian ini adalah 5 orang penyidik judi online di Mabes Polri.

Ada 2 alat pengumpul data yang digunakan dalam penelitian ini yaitu, sebagai berikut:

a. Studi dokumen. Studi dokumen meliputi studi bahan-bahan hukum yang terdiri dari bahan hukum primer, bahan hukum sekunder dan bahan hukum tersier.62

b. Wawancara. Wawancara adalah situasi peran antar pribadi bertatap muka, ketika seseorang, yakni pewawancara mengajukan pertanyaan yang dirancang untuk memperoleh jawaban yang relevan dengan masalah penelitian kepada seorang responden.63

4. Sumber Data

Data pokok dalam penelitian ini adalah data sekunder dan data primer, yang meliputi.

a. Data sekunder adalah bahan-bahan yang diperoleh dari bahan pustaka.64

1) Bahan hukum primer adalah bahan hukum yang mengikat yang terdiri dari peraturan perundang-undangan,

Data sekunder yang terdiri dari:

65

61

Ibid, hlm. 106-107

seperti Undang-Undang Dasar, UU No. 2 tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia, KUHP,

62

Ibid, hlm. 68

63

Ibid, hlm. 82

64

Soerjono Soekanto, Penelitian Hukum Normatif Suatu Tinjauan Singkat, (Jakarta: PT

RajaGrafindo Persada, 2001), hlm. 12

65

(39)

UU No. 11 Tahun 2011 Tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan, UU ITE, UU No. 7 tahun 1974 tentang Penertiban Perjudian, PP No. 9 tahun 1981 tentang Pelaksanaan Penertiban Perjudian.

2) Bahan hukum sekunder merupakan semua publikasi tentang hukum yang teridiri dari buku-buku teks, hasil penelitian dan lain-lain,66

3) Bahan hukum tersier adalah bahan yang memberikan petunjuk maupun penjelasan terhadap bahan hukum primer dan sekunder. Contoh kamus, ensiklopedia dan lain-lain.

yang berkaitan dengan penelitian ini.

67

b. Data primer adalah data yang diperoleh dari sumber pertama.68

5. Teknik Pengumpulan Data

Data primer dalam penelitian yuridis empiris diambil dari wawancara dengan beberapa responden yaitu penyidik judi online di Mabes Polri.

Dalam penelitian yuridis normatif menggunakan teknik pengumpulan data berupa studi kepustakaan (library research). Melalui penelitian pustaka diperoleh data sekunder untuk mendapatkan konsep teori atau doktrin, pendapat atau pemikiran konseptual yang berhubungan dengan penelitian ini berupa peraturan perundang-undangan, buku, tulisan ilmiah dan karya-karya tulis lainnya yang relevan dengan penelitian ini.

Dalam penelitian yuridis empiris menggunakan teknik pengumpulan data berupa wawancara dengan responden. Wawancara dalam penelitian ini dilakukan

66 Ibid 67

Ibid 68

(40)

dilakukan untuk menggali dan memahami bagaimana penanggulangan tindak pidana judi online yang dilakukan oleh responden yaitu penyidik judi online di Mabes Polri. 6. Analisis Data

Dalam penelitian yuridis normatif dalam penelitian ini, dimana seluruh data yang dikumpulkan disesuaikan dengan jenis data yang diperlukan, untuk data sekunder berasal dari tinjauan pustaka. Jenis penelitian yuridis normatif dalam penelitian ini akan dilakukan inventarisasi hukum fositif yang meliputi tiga hal pokok, yaitu:

a. Penetapan kriteria identifikasi untuk mengadakan seleksi norma-norma mana yang harus dimasukkan sebagai norma hukum positif.

b. Mengoleksi norma-norma yang telah diidentifikasi sebagai norma hukum. c. Melakukan pengorganisasian norma-norma yang telah diidentifikasi ke

dalam suatu sistem yang komprehensif.

(41)

BAB II

PENGATURAN TINDAK PIDANA JUDI ONLINE DALAM PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN INDONESIA

A. Pengaturan Tindak Pidana Judi Dalam KUHP

Istilah tindak pidana berasal dari istilah yang dikenal dalam hukum pidana Belanda dengan sebutan strafbaar feit. Walaupun istilah ini terdapat dalam WVS Belanda, tetapi tidak ada penjelasan resmi mengenai apa yang dimaksud dengan

strafbaar feit. Sampai saat ini ahli hukum pun memberikan pandangan yang berbeda terhadap defenisi dan penyebutan istilah strafbaar feit.69 Hal ini menimbulkan masalah dalam menerjemahkan strafbaar feit ke dalam bahasa Indonesia.70

Pompe merumuskan bahwa stafbaar feit adalah suatu tindakan yang menurut sesuatu rumusan tentang undang-undang telah dinyatakan sebagai tindakan yang dapat dihukum. Sedangkan Vos merumuskan bahwa strafbaar feit adalah suatu kelakuan manusia yang diancam pidana oleh peraturan perundang-undangan. R. tresna menyebut dengan istilah peristiwa pidana, yang mengandung arti suatu perbuatan atau rangkaian perbuatan manusia, yang bertentangan dengan undang-undang atau peraturan perundang-undang-undang-undangan lainnya, terhadap perbuatan mana Kebanyakan dalam undang-undang memakai istilah tindak pidana, seperti Undang-Undang Tindak Pidana Ekonomi, Undang-Undang-Undang-Undang Tindak Pidana Imigrasi dan lain-lain.

69

Adami Chazawi, Op. Cit, hlm. 71

70

(42)

diadakan tindakan penghukuman.71

a. Harus ada suatu perbuatan manusia.

Selanjutnya R. Tresna merumuskan, bahwa peristiwa pidana harus memenuhi syarat-syarat sebagai berikut:

b. Perbuatan itu harus sesuai dengan apa yang dilukiskan di dalam ketentuan hukum.

c. Harus terbukti adanya dosa pada orang yang berbuat, yaitu orangnya harus dapat dipertanggungjawabkan.

d. Perbuatan itu harus berlawanan dengan hukum.

e. Terhadap perbuatan itu harus tersedia ancaman hukuman dalam undang-undang.

Wirjono Prodjodikoro merumuskan tindak pidana sebagai suatu perbuatan yang pelakunya dapat dikenakan hukuman pidana dan pelaku itu dapat dikatakan merupakan subjek tindak pidana.72 Lebih lanjut Van Hamel merumuskan delik

(strafbaar feit) itu sebagai kelakuan manusia yang dirumuskan dalam undang-undang, melawan hukum, yang patut dipidana dan dilakukan dengan kesalahan. Vos lebih singkat merumuskan delik (strafbaar feit) sebagai suatu kelakuan manusia yang oleh peraturan perundang-undangan diberi pidana, jadi suatu kelakuan manusia yang pada umumnya dilarang dan diancam dengan sangsi pidana.73

Moeltjatno memilih perbuatan pidana sebagai terjemahan dari Stafbaar feit. Beliau merumuskan perbuatan pidana sebagai perbuatan yang dilarang dan diancam dengan pidana bagi barang siapa melanggar larangan tersebut dan perbuatan tersebut harus dirasakan oleh masyarakat sebagai perbuatan yang tidak boleh atau menghambat akan tercapainya tata dalam pergaulan masyarakat yang telah

dicita-71

Adami Chazawi, Op. Cit, hlm. 72-73

72

E.Y. Kanter, dkk, Asas-Asas Hukum Pidana Di Indonesia Dan Penerapannya, (Jakarta:

Storia Grafika, 2002)0, hlm. 208-209

73

(43)

citakan oleh masyarakat tersebut.74 Lebih lanjut menurut Moeljatno ada beberapa unsur-unsur tindak pidana yaitu:75

a. Perbuatan.

b. yang dilarang (oleh aturan hukum). c. Ancaman pidana

Simon membagi unsur-unsur pidana menjadi dua golongan unsur, yaitu sebagai berikut:76

a. Unsur subjektif yang berupa kesalahan dan kemampuan bertanggungjawab. b. Unsur objektif yang berupa tindakan yang dilarang, akibat keadaan atau

masalah tertentu.

Perbuatan pidana menurut sistem KUHP Indonesia dibagi menjadi dua bagian yaitu kejahatan (misdrijven) dan pelanggaran (overtredingen). Perbedaan antara kejahatan dan pelanggaran hanyalah perbedaan kualitatif saja (soal berat ringannya ancaman pidana). Dimana kejahatan jauh lebih berat ancaman pidanananya dibanding dengan pelanggaran.77 Kejahatan atau tindak kriminal merupakan salah satu bentuk dari perilaku menyimpang yang selalu ada dan melekat pada setiap bentuk masyarakat. Tidak ada masyarakat yang sepi dari kejahatan.78

74

E.Y. Kanter, dkk, Op Cit, hlm, 208

Salah satu tindak pidana yang menjadi sototan penanggulangannya dari dulu sampai sekarang adalah tindak pidana perjudian. Mengenai tindak pidana perjudian diatur dalam berbagai regulasi.

Moeljatno, Asas-Asas Hukum Pidana, (Jakarta: Rineka Cipta, 1993), hlm. 72-73

78

(44)

Judi merupakan permainan dengan memakai uang atau barang berharga sebagai taruhan seperti main dadu, kartu dan lain-lain sebagai pangkal kejahatan.79Lebih lanjut pengertian perjudian menurut Kartini Kartono adalah pertaruhan dengan sengaja, yaitu mempertaruhkan satu nilai atau sesuatu yang dianggap bernilai dengan menyadari adanya resiko dan harapan-harapan tertentu pada peristiwa-peristiwa, permainan pertandingan, perlombaan dan kejadian-kejadian yang tidak atau belum pasti hasilnya.80 Permainan judi (hazard spel) dapat juga diartikan tiap-tiap permainan dengan pengharapan untuk menang tergantung pada hal yang kebetulan, nasib, peruntungan yang tidak dapat direncakan dan diperhitungkan.81

Defenisi judi merujuk Pasal 303 ayat (3) Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) yang dirubah dengan Undang-undang Nomor 7 Tahun 1974 tentang Penertiban Perjudian, yang berbunyi:

“Permainan judi adalah “tiap-tiap permainan, di mana pada umumnya kemungkinan mendapatkan untung tergantung pada peruntungan belaka, juga karena permainannya lebih terlatih atau lebih mahir. Di situ termasuk segala pertaruhan tentang keputusan perlombaan atau permainan lain-lainnya, yang tidak diadakan antara mereka yang turut berlomba atau bermain, demikian juga segala pertaruhan lainnya”

Sebagaimana dirumuskan dalam Undang-undang No. 7 tahun 1974 tentang Penertiban Perjudian disebutkan, bahwa semua tindak pidana perjudian adalah kejahatan. Dalam hal ini ditekankan, bahwa semua perjudian adalah kejahatan apabila tidak mendapatkan izin. Sebelum tahun 1974 ada judi yang berbentuk kejahatan (Pasal 303 KUHP) dan ada juga judi yang berbentuk pelanggaran (Pasal 542 KUHP).

79

Kamus Bahasa Indonesia Online, sebagaimana dimuat di dalam

80

Kartini Kartono, Patologi Sosial, Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2005), hlm. 56

81

(45)

Dengan adanya Undang-undang No. 7 tahun 1974 tentang Penertiban Perjudian, dimana sanksi pidana dalam Pasal 303 ayat (1) KUHP diperberat dan mengubah Pasal 542 KUHP menjadi Pasal 303 bis KUHP.

Dalam KUHP ada dua pasal yang menguraikan tentang judi, yaitu Pasal 303 KUHP dan Pasal 303 Bis KUHP. Pasal 303 KUHP dijabarkan, sebagai berikut:

1. Bunyi Pasal 303 KUHP ayat:

(1) “Diancam dengan pidana penjara paling lama sepuluh tahun atau pidana denda paling banyak dua puluh lima juta rupiah, barang siapa tanpa mendapat izin”:

Ke-1 Dengan sengaja menawarkan atau memberikan kesempatan untuk permainan judi dan menjadikannya sebagai pencarian, atau dengan sengaja turut serta dalam suatu perusahaan untuk itu.

Ke-2 Dengan sengaja menawarkan atau memberi kesempatan kepada khalayak umum untuk bermain judi atau dengan sengaja turut serta dalam perusahaan untuk itu, dengan tidak peduli apakah untuk menggunakan kesempatan adanya sesuatu syarat atau dipenuhinya sesuatu tata cara.

Ke-3 Menjadikan turut serta pada permainan judi sebagai mata pencaharian. (2) Kalau yang bersalah melakukan kejahatan tersebut dalam mejalankan

pencariannya, maka dapat dicabut haknya untuk menjalankan pencarian itu.

Pasal 303 ayat (1) ke-1 KUHP mengatur suatu perbuatan yang dilakukan dengan sengaja menawarkan atau memberikan kesempatan untuk bermain judi yang ditujukan kepada per orang atau umum tanpa izin. Dimana usaha perjudian tersebut dijalankan dalam suatu perusahaan dan dijadikan sebagai mata pencaharian.

Memperhatikan rumusan Pasal 303 ayat (1) ke- 1 KUHP, maka unsur-unsur tindak pidana dalam pasal tersebut adalah:

(46)

perjudian dengan sengaja dan tanpa izin. Termasuk yang turut serta dalam suatu perusahaan yang bergerak di bidang perjudian. Unsur dengan sengaja dan tanpa izin merupakan satu kesatuan yang harus dibuktikan oleh penegak hukum. Unsur dengan sengaja dan tanpa izin berarti pelaku menghendaki dan mengetahui secara sadar bahwa tindakannya dilakukan tanpa izin yang merupakan unsur melawan hukum.

2. Unsur objektif sebagai berikut:

Menawarkan atau memberikan kesempatan untuk bermain judi dan menjadikannya sebagai mata pencaharian yang ditujukan kepada per orang atau umum.

Pasal 303 ayat (1) ke-2 KUHP mengatur suatu perbuatan yang dilakukan dengan sengaja menawarkan atau memberikan kesempatan untuk bermain judi yang ditujukan kepada khalayak umum. Dimana usaha perjudian tersebut dijalankan dalam suatu perusahaan. Dalam hal ini orang tersebut tidak perlu menjadikan usaha perjudian tersebut sebagai mata pencaharian. Termasuk yang turut serta dalam suatu perusahaan yang bergerak di bidang perjudian.

Lebih lanjut unsur-unsur Pasal 303 ayat (1) ke 2 KUHP diuraikan sebagai berikut:

(47)

2. Unsur objektif pasal tersebut adalah menawarkan atau memberikan kesempatan untuk bermain judi yang ditujukan kepada khalayak umum. Unsur-unsur Pasal 303 KUHP ayat (1) ke 3 KUHP hanya terdiri dari satu unsur objektif yaitu turut serta pada permainan judi. Pasal selanjutnya yang mengatur perjudian adalah Pasal 303 bis KUHP, yang berbunyi sebagai berikut:

Pasal 303 bis KUHP ayat:

(1) Diancam dengan pidana penjara paling lama empat tahun atau pidana denda paling banyak sepuluh juta rupiah:

1. Barang siapa menggunakan kesempatan main judi, yang diadakan dengan melanggar ketentuan Pasal 303.

2. Barang siapa ikut serta main judi di jalan umum atau di pinggir jalan umum atau di tempat yang dapat dikunjungi umum, kecuali kalau ada izin dari penguasa yang berwenang yang telah memberi izin untuk mengadakan perjudian itu.

(2) Jika ketika melakukan pelanggaran belum lewat dua tahun sejak ada pemidanaan yang menjadi tetap karena salah satu dari pelanggaran ini, dapat dikenakan pidana penjara paling lama enam tahun atau pidana denda paling banyak lima belas juta rupiah.

Lebih lanjut diuraikan unsur-unsur tindak pidana dalam Pasal 303 bis ayat (1) KUHP, yaitu sebagai berikut:

1. Unsur subjektif yaitu barang siapa. Barang siapa mengandung arti setiap orang .

2. Menggunakan kesempatan bermain judi. 3. Yang melanggar Pasal 303 KUHP.

Unsur-unsur tindak pidana yang terdapat dalam Pasal 303 bis ayat (2) KUHP yaitu sebagai berikut:

(48)

2. Unsur objektif yaitu: a. Ikut serta main judi. b. Di jalan umum

c. Atau ditempat yang dikunjungi umum d. Tanpa izin.

Pasal 303 bis ayat (1) KUHP merumuskan orang yang menggunakan kesempatan main judi yang melanggar Pasal 303 KUHP. Sedangkan Pasal 303 bis ayat (2) KUHP merumuskan orang yang menggunakan kesempatan main judi di jalan umum atau ditempat yang dikunjungi umum tanpa izin. Lebih lanjut Sanksi pidana tindak pidana perjudian dalam Pasal 303 KUHP dan Pasal 303 bis KUHP bersifat alternatif, berupa pidana penjara dan pidana denda.

(49)

B. Pengaturan Judi Dalam UU No. 7 Tahun 1974 tentang Penertiban Perjudian dan PP No. 9 tahun 1981 tentang Pelaksanaan Penertiban Perjudian

Pada tahun 1981 pemerintah mengeluarkan PP No. 9 tahun 1981 tentang Pelaksanaan Penertiban Perjudian. Berdasarkan Pasal 1 ayat (1) PP tersebut, adanya larangan dalam pemberian izin dalam penyelenggaraan pemberian segala bentuk dan jenis perjudian, baik perjudian yang diselenggarakan di kasino, di tempat-tempat keramaian, maupun di kaitkan dengan alasan-alasan yang lain Merujuk pada penjelasan Pasal 1 ayat (1) PP No. 9 tahun 1981 tentang

Penertiban Perjudian, digolongkan dan dibagi jenis-jenis perjudian sebagai berikut:

1. Perjudian di Kasino, antara lain terdiri dari:

a. Roulette.

j. Slot machine (Jackpot). k. Ji Si Kie.

l. Big Six Wheel. m.Chuc a Luck

(50)

2. Perjudian di tempat-tempat keramaian, antara lain terdiri dari perjudian dengan:

a. Lempar paser atau bulu ayam pada papan atau sasaran yang tidak bergerak.

b. Lempar Gelang. c. Lempar Uang (Coin). d. Kim.

e. Pancingan.

f. Menembak sasaran yang tidak berputar. g. Lempar bola.

3. Perjudian yang dikaitkan dengan alasan-alasan lain, antara lain perjudian yang dikaitkan dengan kebiasaan

a. Adu ayam.

Referensi

Dokumen terkait

pembangunan ekonomi yang amat ambisius yang pernah mereka lakukan, dan sekaligus merupakan kekeliruan yang amat besar. Pada tahun 1970-an, pemerintah Brazil merencanakan membangun

Gambar APD yang digunakan Tim Pelayanan Teknis (PT. Haleyora Powerindo) pada pekerjaan penyambungan kabel gardu baru di PT PLN (Persero) Area Bandung dapat dilihat

pengukuran data daya ledak otot lengan yang dilakukan terhadap 20 orang siswa SMP Pembangunan Laboratorium Universitas Negeri Padang, maka didapatkan skor

Segala puji bagi Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan hidayat- Nya sehingga penulis dapat menyelasaikan skripsi yang berjudul "Tingkat Konsumsi Protein Ikan

Pertumbuhan tanaman melon di lahan tailing pasir mengalami penghambatan, dimana tinggi tanaman yang paling tinggi ± 41-45 cm (Gambar 1 dan Gambar 2), dan pertumbuhan diameter

kepala daerah untuk menghindari besarnya biaya penyelenggaraan pilkada Berapapun biaya yang akan di keluarkan, sangat penting bagi rakyat untuk memilih pemimpin

Program pelatihan keterampilan sangat bermanfaat bagi para pemuda, karena dapat mendorong untuk menciptakan lapangan kerja baru terutama bagi dirinya maupun orang

Teknik analisis data yang digunakan adalah analisis jalur ( path analysis ) dan Sobel test. Hasil yang diperoleh pada penelitian ini: 1) keadilan distributif,