i
HUBUNGAN INDEKS MASSA TUBUH DENGAN KADAR GULA
DARAH PADA LANSIA DI KOTA SEMARANG TAHUN 2014
SKRIPSI
diajukan dalam rangka penyelesaian studi Strata 1
untuk memperoleh gelar Sarjana Sains
pada Universitas Negeri Semarang
oleh
Yunan Dian Priasmara
6211410023
JURUSAN ILMU KEOLAHRAGAAN
FAKULTAS ILMU KEOLAHRAGAAN
UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG
ii
Keolahragaan, Universitas Negeri Semarang. Pembimbing dr. Anies Setiowati, M.Gizi
Kata kunci :Indeks Massa Tubuh, Kadar Gula Darah, Lansia.
Proses menua merupakan proses alami yang terjadi pada setiap manusia setelah berumur 30 tahun keatas yang mengarah kepada penurunan fungsi organ tubuhnya. Salah satu akibat penurunan organ tubuh tersebut yaitu kestabilan Indeks Massa Tubuh (IMT) dan penyakit gula darah. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan Indeks Massa Tubuh dengan kadar gula darah pada lansia di Kota Semarang.
Jenis penelitian ini merupakan jenis penelitian kuantitatif dengan analisis deskriptif. Populasi penelitian ini yaitu lansia yang ada di kelompok lansia Satria Nusantara Gelora Tri Lomba Juang Kota Semarang. Sampel sebanyak 12 orang diperoleh melalui teknik purposive sampling. Variabel bebas penelitian adalah IMT, variabel terikat adalah kadar gula darah. Instrumen penelitian menggunakan alat penimbang badan (timbangan), pengukur tinggi badan (mikrotoa), strip uji gula darah (GD stick). Analisis data yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan analisis data korelasi dan uji normalitas. Analisis data pengujian dilakukan menggunakan pearson correlation.
Hasil penelitian ini menunjukaan distribusi frekuensi kadar gula darah pada lansia di Gelora Tri Lomba Juang rata-rata 139,92 mg/dl dan rata-rata IMT 25,24 kg/m2. Hasil penelitian menunjukkan IMT berhubungan dengan variabel kadar gula darah sewaktu dengan nilai koefisien korelasi (r) sebesar 0,614 dan nilai signifikansi (α) sebesar 0,034 maka terdapat hubungan.
vi
Berangkat dengan penuh keyakinan. Berjalan dengan penuh keikhlasan. Istiqomah
dalam menghadapi cobaan. YAKIN, IKHLAS, ISTIQOMAH.
Persembahan:
Dengan mengucap syukur kehadirat Allah SWT
kupersembahkan Skripsi ini untuk :
1. Kedua orang tua saya bapak Rochmat Kurnia dan
ibu Endang Harti Winarni yang telah memberikan
semangat serta doa yang tidak ada henti-hentinya.
2. Teman-temanku IKOR 2010.
3. Almamaterku Fakultas Ilmu Keolahragaan
vii
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat
dan karunia-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan Skripsi ini. Penulis
menyadari terwujudnya skripsi ini karena adanya bimbingan, bantuan saran, dan
kerja sama dari berbagai pihak. Dengan segala kerendahan hati dan rasa hormat
penulis ingin menyampaikan terimakasih kepada:
1. Rektor Universitas Negeri Semarang yang telah memberikan kesempatan
kepada penulis untuk melaksanakan studi.
2. Dekan Fakultas Ilmu Keolahragaan Universitas Negeri Semarang yang telah
memberikan ijin kepada penulis untuk menyelesaikan skripsi.
3. Ketua Jurusan Ilmu Keolahragaan Drs. Said Junaidi, M.Kes. yang telah
memberikan pengarahan dan saran dalam penyusunan skripsi ini.
4. dr. Anies Setiowati, M.Gizi. dosen pembimbing yang telah dengan sabar dan
memberikan petunjuk serta bimbingan dalam menyelesaikan pembuatan skripsi
ini.
5. Prof. Dr. Soegiyanto, KS, MS. dosen wali yang telah memberikan masukan dan
arahan selama penulis menempuh studi di Jurusan Ilmu Keolahragaan Fakultas
Ilmu Keolahragaan Universitas Negeri Semarang.
6. Bapak dan Ibu dosen Fakultas Ilmu Keolahragaan Universitas Negeri Semarang
khususnya Jurusan Ilmu Keolahragaan yang telah membimbing penulis selama
viii
8. Bapak dan Ibu tercinta yang selalu memberikan semangat dan doa sehingga
terselesainya penulisan skripsi
9. Bapak Abdulah Efendi selaku ketua kelompok lansia Satria Nusantara kota
Semarang yang telah bersedia membantu penelitian.
10. Sahabat dan teman-teman tercinta yang selalu memberikan motivasi dan
semangat.
Atas segala bantuan dan pengorbanan yang telah diberikan semoga mendapat
balasan yang melimpah dari ALLAH SWT, dan akhirnya penulis berharap semoga
skripsi ini dapat bermanfaat bagi kita semua. Amin.
Semarang, April 2015
ix DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL ... i
ABSTRAK ... ii
HALAMAN PERSETUJUAN ... iii
HALAMAN PENGESAHAN... iv
PERNYATAAN ... v
MOTTO DAN PERSEMBAHAN ... vi
KATA PENGANTAR ... vii
DAFTAR ISI ... ix
DAFTAR TABEL ... xi
DAFTAR GAMBAR ... xii
DAFTAR LAMPIRAN ... xiii
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah ... 1
1.2 Identifikasi Masalah ... 6
1.3 Pembatasan Masalah ... 8
1.4 Rumusan Masalah ... 8
1.5 Tujuan Penelitian ... 8
1.6 Manfaat Penelitian ... 8
BAB II LANDASAN TEORI, KERANGKA BERFIKIR DAN HIPOTESIS 2.1 Landasan Teori ... 10
2.1.1 Definisi Lanjut Usia ... 10
2.1.2 Klasifikai Lansia ... 11
2.1.3 Aktifitas Fisik Lansia ... 15
2.2 Indeks Massa Tubuh ... 16
2.2.1 Definisi Indeks Massa Tubuh ... 16
2.2.2 Klasifikasi Indeks Massa Tubuh ... 18
2.2.3 Faktor-faktor yang Berhubungan dengan IMT ... 20
2.3 Kadar Gula Darah ... 23
2.3.1 Definisi Kadar Gula Darah ... 23
2.3.2 Metabolisme ... 24
2.3.3 Nilai Gula Darah ... 26
2.3.3 Gangguan Kadar Gula Darah ... 27
2.3.4 Metode Pengukuran Kadar Gula Darah ... 29
2.3.5 Macam-macam Pemeriksan Glukosa Darah ... 31
2.3.6 Hubungan IMT dengan Gula Darah ... 31
2.4 Kerangka Berfikir ... 33
2.5 Hipotesis ... 34
BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Jenis dan Disain Penelitian ... 35
3.2 Variabel Penelitian ... 35
x BAB V SIMPULAN DAN SARAN
5.1 Simpulan ... 50
5.2 Saran ... 50
DAFTAR PUSTAKA ... 51
xi
DAFTAR TABEL
Tabel Halaman
1. Klasifikasi Indeks Massa Tubuh ... 18
2. Klasifikasi Gula Darah Sewaktu ... 27
3. Kriteria DM ... 27
4. Karakteristik Sampel ... 41
5. Distribusi Frekuensi Kadar Gula Darah ... 42
6. Distribusi Frekuensi Indeks Massa Tubuh ... 43
xiii
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran Halaman
1. Usulan Pembimbing ... 54
2. Surat Keputusan Pembimbing ... 55
3. Surat Ijin Penelitian ... 56
4. Surat Keterangan Penelitian... 57
5. Surat Balasan Penelitian ... 58
6. Daftar Nama Sampel ... 59
7. Hasil Olah Data ... 60
8. Tabel Data Penelitian ... 62
9. Tabel Distribusi GDS dan IMT ... 63
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang
Tahap dewasa merupakan tahap tubuh mencapai titik perkembangan
yang maksimal. Setelah itu tubuh mulai menyusut dikarenakan berkurangnya
sel-sel yang ada didalam tubuh. Sebagai akibatnya, tubuh juga akan
mengalami penurunan fungsi secara perlahan-lahan, itulah yang dikatakan
proses penuaan.
Penuaan atau proses terjadinya tua adalah suatu proses normal yang
ditandai dengan perubahan fisik dan tingkah laku yang dapat diramalkan dan
terjadi pada semua orang pada saat seseorang mencapai usia tahap
perkembangan kronologis tertentu. Hal ini merupakan suatu fenomena yang
kompleks dan multidimensional yang diobservasi setiap sel dan berkembang
sampai keseluruhan sistem (Stanley, 2006). Menua didefinisikan penurunan,
kelemahan, meningkatnya kerentanan terhadap beberapa penyakit dan
perubahan lingkungan, hilangnya mobilitas dan ketangkasan, serta perubahan
fisiologis yang terkait dengan usia (Aru, et al, 2007).
Demografi yang sangat cepat di negara-negara berkembang telah
mengakibatkan perubahan struktur penduduk secara drastis. Penduduk di
atas usia 15 tahun dan dibawah 65 tahun makin membengkak karena
pertumbuhan penduduk anak-anak. Begitu juga penduduk diatas usia 60
tahun, atau diatas usia 65 tahun. Penduduk usia ini dikenal sebagai penduduk
2
Dalam pertemuan yang diselenggarakan oleh Asian Urban Information
Center of Kode (AUICK) di Jepang, dengan masalah perubahan struktur
penduduk dibahas bersama wakil-wakil dari sepuluh kota di Asia yang berasal
dari Fasialabad, Pakistan, Chennai, India, Khon-Kaen, Thailand, Weihai, Cina,
Danang, Vietnam, Chittagong, Bangladesh, Kuantan, Malaysia, Olongapo,
Philipina, Kobe, Jepang, dan Surabaya (Indonesia).
Pilihan kota-kota itu didasarkan pada kenyataan bahwa perkembangan
diperkotaan umumnya tinggi dibandingkan akibat yang melanda di daerah
pedesaan. Sepuluh kota ini memberikan gambaran yang bervariasi. Jepang,
khususnya kota Kobe, yang mengalami transisi demografi lebih dulu
dibandingkan kota-kota lainnya, penduduk diatas usia 65 tahun yang terbesar,
yaitu sekitar 20 % dari jumlah penduduk yang ada.
Pertumbuhan penduduk lansia yang diperkirakan lebih cepat
dibandingkan dengan negara-negara lain telah menyebabkan Badan Pusat
Statistik (BPS, 2004) menjadikan abad 21 bagi bangsa Indonesia sebagai
abad lansia. Menurut WHO, pada tahun 2025, Indonesia akan mengalami
peningkatan lansia sebesar 41,4%, yang merupakan peningkatan tertinggi di
dunia. Bahkan Perserikatan Bangsa-bangsa memperkirakan bahwa jumlah
warga Indonesia akan mencapai kurang lebih 60 juta jiwa pada tahun 2025,
seterusnya meletakkan Indonesia pada tempat ke-4 setelah China, India, dan
Pada tahun 2050 jumlah penduduk lansia itu akan meningkat secara drastis
sekitar 35 persen dari seluruh jumlah penduduk pada tahun itu. Cina, Thailand
dan Indonesia yang sangat berhasil di program KB dan kesehatan mengalami
transisi demografi yang tergolong cepat. Ketiga negara itu akan segera
mempunyai jumlah penduduk lansia sekitar 25 % dan 22 % pada tahun 2050
(Suyono, 2007).
Semakin meningkatnya upaya kesehatan di Indonesia sebagai hasil dari
bertambah baiknya keadaan ekonomi dan taraf hidup masyarakat mengakibatkan
jumlah orang yang berusia lanjut semakin bertambah. Berdasarkan data BPS
jumlah lanjut usia pada tahun 2007 sekitar 18,96 juta jiwa atau sekitar 9,77% dari
total penduduk dan pada tahun 2009 menunjukan peningkatan jumlah yang
signifikant yaitu sekitar 20.547.541 jiwa dan merupakan peringkat empat
terbanyak setelah Cina, India, Jepang (Menneg, 2009).
Penelitian yang dilakukan oleh Siti (2006), pada lansia terdapat
kecenderungan menurunnya kapasitas fungsional baik pada tingkat seluler
maupun pada tingkat organ sejalan dengan proses menua. Akibat penurunan
kapasitas fungsional tersebut, orang berusia lanjut, umumnya tidak berespons
terhadap berbagai rangsangan internal atau eksternal, seefektif yang dapat
dilakukan oleh orang yang lebih muda. Menurunnya kapasitas untuk berespons
terhadap lingkungan internal yang berubah cenderung membuat orang usia lanjut
sulit untuk memelihara kestabilan status fisik dan kimiawi dalam tubuh, atau
4
Proses menua merupakan proses alami yang terjadi pada setiap manusia
setelah berumur 30 tahun keatas yang mengarah kepada penurunan fungsi organ
tubuhya. Salah satu fungsi organ yang terganggu tersebut yaitu homeostasis
glukosa darah pada lansia. Homeostasis yang terganggu salah satunya yaitu
sistem pengaturan kadar gula darah sehingga tetap dalam keadaan yang normal.
Pada lansia selain karena faktor proses menua itu sendiri, adanya perubahan
komposisi tubuh lansia berupa meningkatnya komposisi lemak dari 14% menjadi
30% dan menurunnya aktivitas fisik merupakan salah satu yang menimbulkan
gangguan homeostasis glukosa pada lansia.
Terkait dengan perubahan fisik. Terjadi perubahan sistem persarafan lansia,
yaitu berat otak menurun atau mengalami penyusutan (atropi) sebesar 10-20%
seiring dengan penuaan, dan hal ini berkurang setiap tahunnya. Berbagai cara
atau usaha yang dilakukan oleh seorang lansia untuk mempertahankan
kesegaran jasmaninya salah satunya dengan berolahraga. Definisi kesegaran
jasmani itu sendiri adalah kemampuan seseorang untuk melaksanakan tugas
sehari-hari tanpa mengalami kelelahan yang berarti dan masih memiliki cadangan
tenaga untuk menikmati waktu senggangnya dengan baik (Pandjiastuti, S.S,
2003).
Kesegaran atau kebugaran jasmani pada lansia adalah yang berhubungan
dengan kesehatan, yaitu kebugaran jantung, paru, peredaran darah, kekuatan
otot, kelentukan sendi dan status gizi. Status gizi dalam tubuh manusia
dipengaruhi oleh beberapa faktor salah satu diantaranya persen lemak tubuh,
Indeks massa tubuh merupakan alat atau cara yang sederhana untuk
memantau status gizi orang, khusunya berkaitan dengan kekurangan dan
kelebihan berat badan. Berat badan kurang dapat meningkatkan resiko terhadap
penyakit infeksi sedangkan berat badan berlebih akan meningkatkan resiko
terhadap penyakit degeneratif (Depkes RI, 2000).
Indeks massa tubuh ini adalah indikator yang paling sering digunakan dan
praktis untuk mengukur tingkat populasi berat badan lebih dan obesitas pada
orang dewasa (Sugondo, 2006). Kurang lebih 12% orang dengan indeks massa
tubuh 27 kg/m2 menderita diabetes mellitus tipe 2, faktor lingkungan dan gaya
hidup yang tidak sehat seperti makan berlebihan, berlemak dan kurang aktivitas
fisik berperan sebagai pemicu diabetes mellitus (Susilo & Wulandari, 2011).
Batas Indeks Massa Tubuh (IMT) menurut Supariasa (2001) untuk kategori
kurus dengan berat badan tingkat berat IMT sebesar <17,0 kg/m2 dan untuk kurus dengan kelebihan berat badan tingkat ringan IMT sebesar 17,0 – 18,4 kg/m2, untuk kategori normal IMT sebesar 18,5 - 25,0 kg/m2 dan untuk kategori obesitas dengan berat badan tingkat ringan IMT sebesar 25,1 – 27,0 kg/m2 sedangkan untuk obesitas berat badan tingkat berat IMT sebesar >27,0 kg/m2.
Menurut penelitian yang dilakukan oleh Rochmah (2006), usia lanjut yang
mengalami gangguan toleransi glukosa mencapai 50-92%. Bahwa dengan laju
kenaikan jumlah penduduk usia lanjut yang semakin cepat, maka prevalensi
pasien yang mengalami gangguan toleransi glukosa dan diabetes mellitus usia
6
WHO menyebutkan bahwa setelah seseorang mencapai umur 30 tahun,
maka kadar glukosa darah akan naik sekitar 1-2 mg% pertahun pada saat puasa
dan akan naik sekitar 5,6-13 mg% pada dua jam setelah makan (Rochmah, 2006).
Berdasarkan data Depkes RI menyatakan bahwa diabetes mellitus
merupakan urutan keenam dengan prevalensi 3% dari 10 penyebab utama
penyakit yang menyebabkan kematian tahun 2002 dan merupakan penyebab
utama kematian tertinggi pada pasien rawat inap tahun 2005 (Ridwanamiruddin,
2007).
Salah satu upaya yang dapat dilakukan untuk menurunkan kadar gula darah
adalah dengan pencapaian status gizi yang baik. Antropometri merupakan salah
satu cara penentuan status gizi. Penentuan status gizi yang digunakan adalah
pembagian berat badan dalam kg dengan tinggi badan dalam meter kuadrat
dinyatakan dalam indeks massa tubuh atau IMT. Oleh karena itu IMT memiliki
kaitan dengan kadar gula darah penderita DM (Hartono, 2006).
Proses menua sebenarnya juga bisa dihambat tapi tak bisa dihentikan, semua
ini berdasarkan teori menua yang sudah ada. Dengan pembatasan kalori,
sebenarnya bisa menghambat proses menua itu sendiri (Masor, dkk, 1992).
Berdasarkan hal tersebut tidaklah mengherankan apabila umur merupakan
faktor utama terjadinya kenaikan prevalensi diabetes mellitus serta gangguan
toleransi glukosa. Dari uraian diatas penulis tertarik melakukan penelitian dengan
1.2
Identifikasi Masalah
Usia lanjut yang mengalami gangguan toleransi glukosa mencapai 50-92 %
(Rochmah, 2006). Bahwa dengan laju kenaikan jumlah penduduk usia lanjut yang
semakin cepat, maka prevalensi pasien yang mengalami gangguan toleransi
glukosa dan diabetes usia lanjut akan meningkat lebih cepat pula.
Berat badan dikatakan normal bila berat badan untuk tinggi badan tertentu
yang secara statistik dianggap paling baik untuk menjamin kesehatan dan umur
panjang. Penilaian berat badan perlu mempertimbangkan tinggi badan, bentuk
kerangka, proporsi lemak, otot dan tulang. Pengukuran dilakukan sebelum
makan, tanpa sepatu dan dengan pakaian yang minimal. Metode yang biasa
digunakan untuk mengevaluasi hubungan antara berat dan tinggi badan adalah
Indeks Massa Tubuh (IMT) / Body Mass Index (BMI).
Sebelumnya telah disebutkan bahwa asupan makanan yang tinggi akan gula
dapat meningkatkan kadar gula dalam darah yang tinggi dan jika tidak diimbangi
dengan olahraga yang cukup maka akan mengakibatkan kegemukan. Jadi
masalahnya adalah menjaga angka kadarnya dalam darah pada tingkat yang
dianggap normal untuk memenuhi tuntutan di atas. Yang dimaksud normal di sini
adalah Kadar gula darah yang normal di laborat pada kisaran 70-110 mg/dl,
namun beberapa ahli memperluas menjadi 70-150 mg/dl. Memang kadar gula
bisa naik turun mengikuti pasokan makanan, kebutuhan tubuh akan energi,
sehingga ada kisaran yang mungkin secara klinis normal.
Memang kurangnya aktivitas fisik tidak secara langsung membuat kadar gula
8
menjadi tinggi pada orang yang aktivitas fisiknya kurang. Rangkaian proses ini
dimulai dari, kelebihan pasokan gizi akibat kurangnya aktivitas, akan disimpan
dalam tubuh dan membuat berat badan meningkat. Orang yang cenderung
berlebihan berat badan dikenal dengan kegemukan atau obesitas, memiliki kadar
gula darah yang tinggi, karena begitu tingginya permintaan sel-sel dalam tubuh.
1.3
Pembatasan Masalah
Pembatasan masalah dalam penelitian ini difokuskan pada hubungan Indeks
Massa Tubuh dengan kadar gula darah sewaktu lansia karena pengukurannya
dilakukan sebelum makan.
1.4
Rumusan Masalah
Bedasarkan uraian yang telah di kemukakan dalam latar belakang, adapun
rumusan masalah yang timbul dalam penelitian ini adalah apakah terdapat
hubungan Indeks Massa Tubuh dengan Kadar Gula Darah pada lansia di Kota
Semarang.
1.5
Tujuan Penelitian
Tujuan dalam penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan antara
Indeks Massa Tubuh dengan kadar gula darah pada lansia.
1.6
Manfaat Penelitian
1.6.1 Manfaat Teoritis
Mengembangkan penelitian tentang lanjut usia, dan hasil penelitian ini
kesehatan lanjut usia agar mereka dapat terjaga kesehatan dan
kebugarannya. Untuk para lansia yang mengidap penyakit gula darah, agar
dapat menjaga kesehatannya dan lebih menjaga asupan makanan yang
mengandung gula tinggi agar terjaga kondisi kesehatan dan kebugarannya di
usia lanjut.
1.6.2 Manfaat Praktis
Memberikan pemahaman kepada lansia tentang meningkatkan
kesehatan dan kebugaran lansia agar di masa tua kondisi tubuh tetap sehat
dan bugar, serta memberikan pemahaman olahraga yang baik dan teratur
bagi para lansia yang nantinya dapat mengurangi kadar gula darah yang
10
BAB II
LANDASAN TEORI, KERANGKA BERPIKIR DAN HIPOTESIS
2.1 Lanjut Usia (Lansia) 2.1.1 Definisi
Lansia merupakan suatu proses menghilangnya secara perlahan-lahan
kemampuan jaringan untuk memperbaiki diri atau mengganti dan
mempertahankan fungsi normalnya sehingga tidak dapat bertambah
terhadap infeksi serta memperbaiki kerusakan yang diderita
(Constantinides, 1994). Lansia di definisikan penurunan, kelemahan,
meningkatnya kerentanan terhadap berbagai mobilitas dan ketangkasan,
serta perubahan fisiologis yang terkait dengan usia (Aru, et al, 2009).
Lansia adalah suatu proses normal yang ditandai dengan perubahan
fisik dan tingkah laku yang dapat diramalkan dan terjadi pada semua orang
pada saat manusia mencapai usia tahap perkembangan kronologis
tertentu. Hal ini merupakan suatu fenomena yang kompleks dan
multidimensional yang diobservasi setiap sel dan berkembang sampai
keseluruhan sistem (Stanley, 2006).
Tubuh manusia mengalami kemunduran pada saat manusia mencapai
masa lansia misalnya kemunduran fisik atau terlihat kulit mulai menjadi
keriput karena berkurangnya bantalan lemak, rambut mulai memutih,
pendengaran berkurang, penglihatan mulai kurang jelas, gigi mulai
ompong, aktivitas menjadi lambat, nafsu berkurang dan kondisi tubuh yang
Erickson, fase lates years ( usia > 65 tahun) lansia dapat dibagi menjadi 2
kategori:
1.
Kategori pertama adalah lansia yang memiliki integritas tinggi
dan idealisme yang mantap. Pada kategori pertama, lansia ini
memiliki integritas yang tinggi sehingga cenderung menjadi
penasehat pelindung sesepuh dan membagi pengalamannya
kepada orang lain. Integritas mereka yang jelas melahirkan
idealisme yang mantap sehingga bisa merendahkan orang
yang telah mengecewakan idealismenya
2.
Kategori kedua yaitu lansia yang memiliki kegagalan dan
kebingungan akan suatu nilai. Pada kategori dua yaitu lansia
yang
mengalami
kegagalan.
Kadang
kegagalan
itu
menyebabkan manusia takut untuk menjadi tua.
Nostalgia-nostalgia di masa dulu tidaklah terlalu membekas di hati
sehingga merasa hidup tidak berguna karena tidak dapat
memberi arti yang bermakna kepada orang lain dan cenderung
putus asa. Hal inilah yang sering berakhir dengan depresi
lansia.
2.1.2 Klasifikasi Lansia
Organisasi kesehatan dunia (WHO) menggolongkan lansia menjadi 4
12
klasifikasi lansia (R. Siti Maryam, et al, 2008) ada lima klasifikasi sebagai
berikut:
1.
Pralansia (prasenilis)
2.
Seorang yang berusia antara 45
–
59 tahun
3.
Lansia (seorang yang berusia 60 tahun atau lebih)
4.
Lansia resiko tinggi, seorang yang berusia 70 tahun atau lebih
dan orang yang berusia 60 tahun atau lebih dengan masalah
kesehatan
5.
Lansia potensial dan tidak potensial, lansia yang masih mampu
memerlukan pekerjaan dan kegiatan yang dapat menghasilkan
barang atau jasa, dan yang tidak potensial lansia yang tidak
berdaya mencari nafkah, sehingga hidupnya bergantung pada
bantuan orang lain.
Tubuh manusia yang mengalami proses menua menurut (Hardianto
Wibowo, 2003) secara ringkas dapat dikatakan:
1. Kulit tubuh dapat menjadi lebih tipis, kering dan tidak elastis lagi.
2. Rambut rontok warnanya berubah menjadi putih, kering dan
tidak mengkilat.
3. Jumlah otot berkurang, ukuran juga mengecil, volume otot
secara keseluruhan menyusut dan fungsinya menurun.
4. Otot-otot jantung mengalami perubahan degeneratif, ukuran
5. Pembuluh darah mengalami kekakuan (arteriosklerosis).
6. Terjadinya degenerasi selaput lendir dan bulu getar saluran
pemapasan, gelembung paru-paru menjadi kurang elastis.
7. Tulang-tulang menjadi keropos (osteoporosis).
8. Akibat degenerasi di persendian, permukaan tulang rawan
menjadi kasar.
9. Karena proses degenerasi maka jumlah nefron (satuan
fungsional di ginjal yang bertugas membersihkan darah)
menurun, yang berakibat kemampuan mengeluarkan sisa
metabolisme melalui air seni berkurang pula.
10. Proses penuaan dianggap sebagai peristiwa fisiologik yang
memang harus dialami oleh semua makluk hidup.
Hingga saat ini belum diketahui secara pasti penyebab terjadinya
proses menua. Para pakar menduga karena adanya senyawa radikal
bebas, artoklerosis dan kurangnya aktivitas fisik, proses penuaan
merupakan tantangan yang harus ditanggulangi karena diartikan dengan
proses kemunduran prestasi kerja dan penurunan kapasitas fisik
seseorang. Akibatnya kaum lansia menjadi kurang produktif, rentan
terhadap penyakit dan banyak bergantung pada orang lain. Dengan tetap
bekerja dan melakukan olahraga secara teratur dapat memperlambat
proses kemunduran dan penurunan kapasitas tersebut di atas. Karena
bekerja maupun olahraga pada dasarnya berkaitan dengan aktivitas sistem
14
paru-paru). Menurut Brooks dan Fahey (1985), kemunduran fungsi
organ-organ akibat terjadinya proses penuaan terlihat pada:
1.
Kardiovaskuler( Jantung dan pembuluh darah)
a. Volume sedenyut menurun hingga menyebabkan terjadinya
penurunan isi sekuncup (stroke vollume) dan curah jantung
(cardiac out-put).
b. Elastisitas`pembuluh
darah
menurun
sehingga
menyebabkan terjadinya peningkatan tahanan periper dan
peningkatan tekanan darah.
c. Rangsangan simpatis
sino atrial node menurun sehingga
menyebabkan penurunan denyut jantung maksimal.
2.
Respirasi
a. Elastisitas paru-paru menurun sehingga pernafasan harus
bekerja lebih keras dan kembang kempis paru tidak
maksimal.
b. Kapiler paru-paru menurun sehingga ventilasi juga menurun.
3.
Otot dan persendian
a. Jumlah motor unit menurun
b. Jumlah mitokondria menurun sehingga akan menurunkan
kapasitas respirasi otot dan memudahkan terjadinya
kelelahan, karena fungsi mitokondria adalah memproduksi
c. Kekakuan jaringan otot dan persendian meningkat sehingga
menyebabkan turunnya stabilitas dan mobilitas.
4.
Tulang
Mineral tulang menurun sehingga terjadi osteoporosis dan akan
meningkatkan resiko patah tulang.
5.
Peningkatan lemak tubuh.
Hal ini menyebabkan gerakan menjadi lamban dan peningkatan
resiko terserang penyakit.
6.
Gula Darah
Gula darah mengalami peningkatan
7.
Kiposis
Tinggi badan menjadi menurun.
2.1.3 Aktivitas Fisik Lansia
Usaha untuk mencapai kesehatan dengan berolahraga sehingga bagi
lanjut usia untuk dapat memperoleh tubuh yang sehat salah satunya harus
rutin melakukan aktivitas olahraga. Olahraga apa yang cocok untuk lansia
itu yang harus diperhatikan. Menurut Sadoso Sumosardjuno (1991) pada
umumnya aktivitas aerobik merupakan aktivitas fisik dari dari kebanyakan
usia lanjut, dan juga disertai oleh latihan kekuatan, terutama punggung,
kaki, lengan dan perut. Juga latihan kelenturan untuk memperbaiki dan
memelihara daerah geraknya dan aktivitas untuk melatih perimbangan
serta koordinasi. Aktivitas yang bersifat aerobik cocok untuk lanjut usia
antara lain : Jalan kaki, senam aerobik low impac, senam lansia,
16
program olahraga yang dilakukan oleh lanjut usia juga tergantung dari
program yang dijalankan. Sebaiknya progaram latihan yang dijalankan
harus memenuhi konsep FITT ( Frequensi,Intensity,Time, Type).
Frekuensy adalah banyaknya unit latihan persatuan waktu, untuk
meningkatkan kebugaran diperlukan latihan 3-5 kali/minggu. Lanjut usia
dapat melakukan latihan setiap minggu minimal 3 kali dengan memilih
latihan yang disukai ataupun yang sesuai dengan kelompoknya.
Intensity menunjukkan derajat kualitas latihan.Intensitas latihan diukur
dengan kenaikan detak jantung (latihan untuk peningkatan daya tahan paru
jantung pada intensitas 75%-85% detak jantung maksimal, pembakaran
lemak 65% - 75% detak jantung maksimal. Untuk intensitas latihan pada
lanjut usia tetap harus dimemperhatikan faktor keterlatihan apabila pemula
mulailah dari intensitas yang paling ringan selanjutnya naikkan secara
bertahap sesuai dengan adaptasi dari para lansia masing-masing.
Time atau durasi adalah lama setiap sesi latihan. Untuk meningkatkan
kebugaran lanjut usia memerlukan waktu 20-60 menit/sesi. Hasil latihan
akan nampak setelah 8-12`minggu dan akan stabil setelah 20 minggu
(Agus Supri, 2004).
Type atau model latihan, tidak semua tipe gerak atau model latihan
cocok untuk meningkatkan semua komponen kebugaran namun perlu
disesuaikan dengan tujuan latihan. Lanjut usia harus memilih latihan yang
cocok yang sesuai dengan kemampuannnya, disarankan olahraga yang
2.2 Indeks Massa Tubuh (IMT)
2.2.1 Definisi
Indeks Massa Tubuh (IMT) atau Body Mass Index (BMI) merupakan
alat atau cara yang sederhana untuk memantau status gizi orang dewasa,
khususnya yang berkaitan dengan kekurangan dan kelebihan berat badan.
Berat badan kurang dapat meningkatkan resiko terhadap penyakit infeksi,
sedangkan berat badan lebih akan meningkatkan resiko terhadap penyakit
degeneratif. Oleh karena itu, mempertahankan berat badan normal
memungkinkan seseorang dapat mencapai usia harapan hidup yang lebih
panjang.
Indeks Massa Tubuh (IMT) adalah rasio standar berat terhadap tinggi,
dan sering digunakan sebagai indikator kesehatan umum. IMT dihitung
dengan membagi berat badan (dalam kilogram) dengan kuadrat tinggi
badan (dalam meter). Angka IMT antara 18,5 kg/m2 dan 24,9 kg/m2 dianggap normal untuk kebanyakan orang dewasa. IMT yang lebih tinggi
mungkin mengindikasikan kelebihan berat badan atau obesitas.
Indeks Massa Tubuh merupakan altenatif untuk tindakan pengukuran
lemak tubuh karena murah serta metode skrining kategori berat badan
yang mudah dilakukan. Untuk mengetahui nilai IMT ini, dapat dihitung
dengan rumus berikut:
Menurut rumus metrik:
Berat badan (Kg)
IMT = ---
18
Indeks Massa Tubuh merupakan petunjuk untuk menentukan
kelebihan berat badan berdasarkan Indeks Quatelet berat badan dalam
kilogram dibagi dengan kuadrat tinggi badan dalam meter (kg/m2). IMT adalah cara termudah untuk memperkirakan obesitas serta berkorelasi
tinggi dengan massa lemak tubuh, selain itu juga penting untuk
mengidentifikasi pasien obesitas yang mempunyai risiko mendapat
komplikasi medis. (Pudjiadi, et al, 2010).
Indeks Massa Tubuh mempunyai keunggulan utama yakni
menggambarkan lemak tubuh yang berlebihan, sederhana dan bisa
digunakan dalam penelitian populasi berskala besar. Pengukurannya
hanya membutuhkan 2 hal yakni berat badan dan tinggi badan, yang
keduanya dapat dilakukan secara akurat oleh seseorang dengan sedikit
latihan. Keterbatasannya adalah membutuhkan penilaian lain bila
dipergunakan secara individual.
2.2.2 Klasifikasi Indeks Massa Tubuh (IMT)
Klasifikasi Indeks Massa Tubuh terhadap umur adalah sebagai berikut:
< persentil ke-5 adalah berat badan kurang, persentil ke-85 adalah
overweight, dan persentil ke-95 adalah obesitas.
Postur tubuh orang Indonesia berbeda dengan orang Eropa pada
umumnya, oleh karena itu batas ambang dimodifikasi lagi berdasarkan
pengalaman klinis dan hasil penelitian di beberapa negara berkembang.
Adapun ambang batas IMT orang Indonesia menurut Supariasa (2001)
Tabel 2.1 Ambang Batas IMT Orang Indonesia
Kategori IMT
Kurus
Kekurangan berat badan tingkat berat
<17,0
Kekurangan berat badan tingkat ringan
17,0 – 18,4
Normal 18,5 – 25,0
Obesitas
Kelebihan berat badan tingkat ringan
25,1 – 27,0
Kelebihan berat badan tingkat berat
>27,0
Sumber : Depkes (1994)
2.2.2.1 Indeks Massa Tubuh (IMT) Kategori Kurus
Indeks massa tubuh di kategorikan kurus jika pembagian berat per
kuadrat tingginya kurang dari 18 kg/m2. Penyebabnya rata-rata
dikarenakan konsumsi energi lebih rendah dari kebutuhan yang
mengakibatkan sebagian cadangan energi tubuh dalam bentuk lemak
akan digunakan. Kerugiannya jika seseorang masuk dalam kategori ini
antara lain : (1) Penampilan cenderung kurang menarik, (2) Mudah letih,
(3) Resiko sakit tinggi, beberapa resiko sakit yang dihadapi antara lain :
penyakit infeksi, depresi, anemia dan diare, (4) Wanita kurus kalau hamil
mempunyai resiko tinggi melahirkan bayi dengan berat badan lahir
rendah, (5) Kurang mampu bekerja keras.
2.2.2.2 Indeks Massa Tubuh Masuk Ketegori Normal
Indeks massa tubuh kategori normal jika pembagian berat per
kuadrat tingginya antara 18 sampai 25 kg/m2. Kategori ini bisa
diwujudkan dengan mengkonsumsi energi sesuai dengan jumlah yang
20
bentuk lemak, maupun penggunaan lemak sebagai sumber energi.
Keuntungan dari IMT yang normal ini antara lain (1) Penampilan menarik,
proporsional, dan lincah, (2) Resiko penyakit bisa di minimalisir menjadi
lebih rendah.
Adapun cara untuk mempertahankan IMT dalam grid yang normal
ini adalah (1) Mempertahankan kebiasaan makan sehari-hari dengan
susunan menu gizi seimbang. (2) Perlu kebiasaan olah raga yang teratur.
(3) Tetap melakukan kebiasaan fisik sehari-hari.
2.2.2.3 Indeks Massa Tubuh (IMT) Kategori Berlebihan (Kegemukan) Menurut Direktorat Gizi Masyarakat RI tahun 2002, kegemukan
atau obesitas digolongkan menjadi dua kategori, yaitu (1) kelebihan berat
badan tingkat ringan, (2) kelebihan berat badan tingkat berat. Obesitas
berpotensi menjadi faktor primer kasus degeneratif dan metabolik
sindrom. Beberapa studi menunjukkan bahwa obesitas adalah risiko yang
paling tinggi untuk penyakit jantung, DM, dan beberapa jenis kanker.
Adapun kerugian atau resiko dari kategori ini adalah (1)
Penampilan kurang menarik, (2) Gerakan tidak gesit dan lambat, (3)
Merupakan faktor resiko penyakit: Jantung dan pembuluh darah, Kencing
manis (diabetes mellitus), Tekanan darah tinggi, Gangguan sendi dan
tulang (degeneratif), Gangguan fungsi ginjal, Kanker, Pada wanita dapat
mengakibatkan gangguan haid (haid tidak teratur), faktor penyulit pada
2.2.3 Faktor – faktor yang Berhubungan dengan Indeks Massa Tubuh
2.2.3.1 Usia
Prevalensi Indeks Massa Tubuh lebih (obesitas) meningkat secara
terus menerus dari usia 20-60 tahun. Setelah usia 60 tahun, angka
obesitas mulai menurun ( Hill, 2005). Hasil survei kesehatan Inggris
menyatakan bahwa kelompok usia 16-24 tahun tidak beresiko menjadi
obesitas dibandingkan kelompok usia yang lebih tua. Kelompok usia
setengah baya dan pensiun memiliki resiko obesitas lebih tinggi.
2.2.3.2 Jenis Kelamin
Lebih banyak pria termasuk kategori kelebihan berat badan
(overweight) dibandingkan wanita, sementara kebanyakan wanita
termasuk kategori obesitas. Distribusi lemak tubuh juga berbeda
berdasarkan jenis kelamin, pria cenderung mengalami obesutas viseral
(abdominal) dibandingkan wanita. Proses-proses fisiologus dipercaya
dapat berkontribusi terhadap meningkatnya simpanan lemak pada
perempuan (Hill, 2005).
2.2.3.3 Genetik
Beberapa bukti membutikkan bahwa faktor genetik dapat
memengaruhi berat badan seseorang. Lebih dari 40% variasi IMT
dijelaskan dengan faktor genetik. IMT sangat berhubungan erat
22
orangtua obesitas menghasilkan proporsi tertinggi anak-anak obesitas
(Hill, 2005)
2.2.3.4 Pola Makan
Pola makan adalah pengulangan susunan makanan yang dapat
dilihat ketika makanan itu dimakan. Terutama sekali berkenan dengan
jenis dan proporsinya, dan kombinasi makanan yang dimakan oleh
individu, masyarakta atau sekelompok populasi.
Kenyamanan modern dan makanan siap saji juga berkontribusi
terhadap epidemi obesitas. Banyak keluarga yang mengonsumsi
makanan siap saji yang mengandung tinggi lemak dan tinggi gula. Alasan
lain yang meningkatkan kejadian obesitas yaitu peningkatan porsi makan.
Hal ini terjadi di rumah makan, restoran siap saji dan di rumah.
Penelitian menunjukkan bahwa orang-orang mengonsumsi
makanan tinggi lemak lebih cepat mengalami peningktan berat badan
dibanding mereka yang mengonsumsi makanan tinggi karbohidrat
dengan jumlah kalori yang sama. Ukuran dan frekuensi asupan makan
juga memengaruhi peningkatan berat badan dan lemak tubuh
(Abramovitz, 2005).
2.2.3.5 Kebiasaan Merokok
Kecenderungan seseorang untuk mengalami peningkatan berat
badan dapat diakibatkan oleh beberapa faktor misalnya berhenti
cenderung untuk menurunkan intake makanan dibandingkan dengan
orang yang tidak merokok.
Prevalensi penduduk merokok setiap hari tinggi pada kelompok
usia produktif (25-64 tahun). Pada saat ini prevalensi perokok pada
laki-laki 11 kali lebih tinggi dibandingkan perempuan, tetapi rata-rata
rokok dihisap oleh perokok perempuan lebih banyak dibandingkan
dengan laki-laki (16 batang dan 12 batang) (Riskades, 2007).
2.2.3.6 Aktivitas Fisik
Aktivitas fisik mencerminkan gerakan tubuh yang disebabkan oleh
kontraksi otot menghasilkan energi ekspenditur. Berjalan kaki,
bertanam, menaiki tangga, bermain bola, menari merupakan aktivitas
fisik yang baik dilakukan. Untuk kepentingan kesehatan, aktivitas fisik
haruslah sedang atau bertenaga serta dilakukan hingga kurang lebih
30 menit setiap harinya dalam seminggu. Untuk penurunan badan atau
mencegah peningkatan berat badan, dibutuhkan aktifitas fisik sekitar
60 menit dalam sehari (Wardlaw, 2007).
Saat ini level aktifitas fisik telah menurun secara dramatis dalam
50 terakhir, seiring dengan pengalihan buruh manual dengan mesin
dan peningkatan penggunaan alat bantu rumah tangga, transportasi
dan rekreasi. Rendahnya aktivitas fisik merupakan faktor risiko untuk
peningkatan berat badan dan sekali atau dua kali jalan-jalan pendek
setiap minggu tidak cukup untuk mengompensasi hal ini. Sebagai
contoh, latihan fisik selama 30 menit per hari yang dianjurkan oleh
24
peningkatan berat badan dan obesitas; latihan fisik yang dibutuhkan
ialah selama 45-60 menit per hari (Astrup, 2005).
2.3 KADAR GULA DARAH 2.3.1 Definisi Gula Darah
Gula darah merupakan istilah yang mengacu pada kadar atau
banyaknya kandungan gula di dalam sirkulasi darah dalam tubuh. Gula di
dalam tubuh sebenarnya terdapat dalam beberapa bentuk. Gula yang ada di
dalam darah disebut sebagai glukosa, yakni bentuk bentuk gula yang paling
sederhana. Selain glukosa terdapat gula yang disebut sebagai glikogen.
Glikogen adalah gula dalam bentuk yang lebih kompleks biasa ditemukan di
hati dan otot yang fungsinya sebagai cadangan makanan.
Glukosa darah adalah jumlah atau konsentrasi glukosa yang terdapat
dalam darah. Pada keadaan normal, glukosa diatur sedemikian rupa oleh
hormon insulin yang diproduksi oleh sel beta pankreas (Sherwood, 2006).
Pada orang sehat, kadar glukosa darah berkisar antara 60-100 mg/dL pada
keadaan puasa. Konsentrasi tersebut akan meningkat sampai 120-140
mg/dL setelah makan. Lalu sistem tubuh akan mengembalikan kepada kadar
glukosa yang normal setelah kira-kira 2 jam setelah penyerapan karbohidrat.
Kadar glukosa darah sangat penting untuk memelihara keseimbangan nutrisi
di otak, retina dan germinal epithelium dari kelenjar gonad karena glukosa
adalah satu-satunya nutrisi yang dapat digunakan untuk menyuplai energi
kuat. Lebih dari setengah bentuk glukosa adalah hasil dari proses
glukoneogenesis yang digunakan untuk otak (Shewood, 2006; Yuniatun,
Dalam kadar gula darah normal pada manusia. Untuk mengetahui
mekanisme kadar gula darah tinggi, sebaiknya mengetahui terlebih dahulu
dari mana gula darah datangnya. Sumber gula (glukosa) yang masuk ke
dalam tubuh berasal dari makanan yang dikonsumsi. Selain itu tubuh (dalam
hal ini organ hati) juga memproduksi glukosa, namanya glikogen. Gula yang
masuk melalui konsumsi makanan, di dalam tubuh akan diubah menjadi
energi yang digunakan atau dimanfaatkan oleh sel-sel dan jaringan tubuh.
Agar glukosa bisa digunakan oleh sel-sel yang ada dalam islets of
langerhans dalam organ pankreas. Setiap kali ada makanan yang masuk.
Pankreas bereaksi memproduksi insulin kedalam sel-sel tubuh dan tubuh
tidak mendapat pasokan energi karena itu penderita merasa lelah
berkepanjangan dan tidak bertenaga. Dengan diprosesnya glukosa oleh
insulin, maka kadar gula dalam darah menurun.
2.3.2 Metabolisme
Metabolisme merupakan segala proses reaksi kimia yang terjadi
didalam makhluk hidup. Proses yang lengkap dan komplit sangat
terkoordinatif melibatkan banyak enzim di dalamnya, sehingga terjadi
pertukaran bahan dan energi. Adapun metabolisme yang terjadi dalam tubuh
yang mempengaruhi kadar gula darah, yaitu :
1. Metabolisme karbohidrat
Karbohidrat bertanggung jawab atas sebagian besar
intake
makanan sehari-hari, dan sebagian besar karbohidrat akan diubah
menjadi lemak. Fungsi dari karbohidrat dalam metabolisme adalah
sebagai bahan
bakar untuk oksidasi dan menyediakan energi
26
2005)
Karbohidrat dalam makanan terutama adalah
polimer-polimer
hexosa, dan yang penting adalah glukosa, laktosa,
fruktosa dan galaktosa.
Kebanyakan monosakarida dalam tubuh
berada dalam bentuk D-isomer.
Hasil yang utama dari
metabolisme karbohidrat yang terdapat dalam darah
adalah
glukosa. (William F. Ganong, 2005)
Glukosa yang dihasilkan begitu masuk dalam sel akan
mengalami fosforilasi membentuk glukosa-6-fosfat, yang dibantu
oleh enzim hexokinase, sebagai katalisator. Hati memiliki enzim
yang disebut glukokinase, yang lebih spesifik terhadap glukosa,
dan seperti halnya hexokinase, akan meningkat kadarnya oleh
insulin, dan berkurang pada saat kelaparan dan diabetes.
Glukosa-6-fosfat dapat berpolimerisasi membentuk glikogen, sebagai
bentuk glukosa yang dapat disimpan, terdapat dalam hampir
semua jaringan tubuh, tetapi terutama dalam hati dan otot rangka.
(William F. Ganong, 2005)
2. Metabolisme gula darah
Gula darah setelah diserap oleh dinding usus akan masuk dalam
aliran darah masuk ke hati, dan disintesis menghasilkan glikogen
kemudian dioksidasi menjadi CO2 dan H2O atau dilepaskan untuk
dibawa oleh aliran darah ke dalam sel tubuh yang memerlukannya.
Kadar gula dalam tubuh dikendalikan oleh suatu hormon yaitu hormon
insulin, jika hormon insulin yang tersedia kurang dari kebutuhan, maka
darah meningkat. Bila kadar gula darah ini meninggi hingga melebihi
ambang ginjal, maka glukosa darah akan keluar bersama urin
(glukosuria). (Depkes RI, 2006)
2.3.3 Nilai Gula Darah
Nilai normal glukosa dalam darah adalah 3,5 - 5,5 mmol/L (James,
Baker, & Swain, 2008). Dalam keadaan normal, kadar gula dalam darah
saat berpuasa berkisar antara 80 mg% - 120 mg%, sedangkan satu jam
sesudah makan akan mencapai 170 mg%, dan dua jam sesudah makan
akan turun hingga mencapai 140 mg% (Lanywati, 2001)
Nilai normal glukosa dalam darah dapat dihitung dengan berbagai cara
dan kriteria yang berbeda. Berikut ini tabel penggolongan kadar glukosa
[image:40.595.141.515.482.718.2]darah sewaktu dan puasa.
Tabel 2.3 Kadar Glukosa Darah Sewaktu dan Puasa Diagnosis DM (mg/dl)
Kriteria Bukan DM Belum pasti DM DM
Kadar glukosa darah sewaktu
(mg/dl)
plasma
vena
<110 mg/dl 110-199 mg/dl ≥ 200 mg/dl
darah
kapiler
<90 mg/dl 90-199 mg/dl ≥200 mg/dl
Kadar glukosa darah puasa
(mg/dl)
Plasma
vena
<100 100-125 ≥126
Darah
kapiler
<90 90-99 ≥100
Sumber: Soegondo, 2008
28
Kriteria Plasma vena Darah kapiler
Diabetes mellitus
- Puasa
≥ 126 mg/dl ≥ 100 mg/dl- 2 jam post prandial
≥ 200 mg/dl ≥ 200 mg/dl Toleransi glukosa terganggu- Puasa
110-125 mg/dl 90-109 mg/dl- 2 jam post prandial
140-199 mg/dl 140-199 mg/dl Sumber: Dalimartha, 2007.2.3.3 Gangguan Kadar Gula Darah 2.3.3.1 Hiperglikemia
Hiperglikemia merupakan keadaan peningkatan glukosa darah dari
rentang kadar glukosa normal. Penyebab utama yang paling umum
diketahui adalah defisiensi insulin dan faktor herediter sedangkan
penyebab lain yaitu akibat pengangkatan pankreas, kerusakan kimiawi
sel β pulau langerhans. Faktor imunologi pada penderita hiperglikemia
khususnya diabetes terdapat bukti adanya respon autoimun. Respon ini
merupakan respon abnormal dimana antibodi terarah pada jaringan
normal tubuh dengan cara bereaksi terhadap jaringan tersebut yang
dianggap sebagai jaringan asing (Smeltzer & Bare, 2002).
Hiperglikemia memiliki faktor risiko utama dan faktor risiko
tambahan. Faktor risiko utama terdiri dari sekresi insulin, penurunan
utilisasi glukosa, dan peningkatan produksi glukosa. Faktor risiko
tambahan yaitu stress (emosional), tidak cukup berolah raga, makan
makanan berlebihan dan makan makanan yang salah, infeksi, penyakit,
trauma, dan obat-obatan yang menyebabkan hiperglikemia (Smeltzer &
2.3.3.2 Hipoglikemia
Hipoglikemia adalah keadaan klinik gangguan syaraf yang
disebabkan penurunan kadar glukosa darah. Hipoglikemia terjadi karena
pemakaian obat- obatan diabetik yang melebihi dosis yang dianjurkan
sehingga terjadi penurunan glukosa dalam darah (Lewis, 2011 dan
Price, 2005).
Tanda- tanda hipoglikemia :
1. Stadium parasimpatik : lapar, mual, tekanan darah menurun
2. Stadium gangguan otak ringan : lemah, lesu, sulit berbicara, kesulitan
menghitung sederhana
3. Stadium simpatik : keringat dingin pada muka terutama di hidung,
bibir atau tangan
4. Stadium gangguan otak berat : koma (tidak sadar) dengan atau tanpa
kejang
2.3.4 Metode Pengukuran Kadar Gula Darah 2.3.4.1 Metode Enzimatik
Metode enzimatik pada pemeriksaan glukosa darah memberikan
hasil dengan spesifitas yang tinggi, karena hanya glukosa yang akan
terukur. Cara metode enzimatik adalah cara yang digunakan untuk
menentukan nilai batas. Ada 2 macam metode enzimatik yang
digunakan yaitu glucose oxidase dan metode hexokinase ( Departemen
Kesehatan RI, 2005 ).
1. Metode glucose oxidase
Prinsip pemeriksaan pada metode
glucose oxidase adalah
30
menjadi asam glukonat dan hidrogen peroksida. Hidrogen
peroksida terbentuk bereaksi dengan phenol dan 4-amino
phenazone dengan bantuan enzim peroksida menghasilkan
quinoneimine yang berwarna merah muda dan dapat diukur
dengan fotometer pada panjang gelombang 546 nm.
Intensitas warna yang terbentuk setara dengan kadar glukosa
darah yang terdapat dalam sampel (Riyani, 2009).
2. Metode hexokinase
Metode hexokinase merupakan metode pengukuran kadar
glukosa darah yang dianjurkan oleh WHO. Adapun prinsip
pemeriksaan pada metode hexokinase adalah hexokinase
akan mengkatalisasi reaksi fosforilasi glokusa denagn ATP
membentuk glukosa-6-fosfat dan ADP. Enzim kedua yaitu
glukosa-6-fosfat dehidrogenase akan mengkatalisasi okisidasi
glukosa-6-fosfat dengan nicotinamide adenine dinoclotide
phosphate (NADP) (Departemen Kesehatan RI, 2005).
2.3.4.2 Cara Strip
Cara strip merupakan alat pemeriksaan laboratorium
sederhana yang dirancang hanya untuk penggunaan sampel
darah kapiler, bukan untuk sampel serum atau plasma. Strip
katalisator spesifik untuk pengukuran glukosa dalam darah kapiler
Prinsip pemeriksaan pada metode ini adalah strip test
diletakkan pada alat, ketika darah diteteskan pada zona reaksi tes
strip, katalisator glukosa akan mereduksi glukosa dalam darah.
Intensitas dari elektron yang terbentuk dalam alat strip setara
dengan konsentrasi glukosa dalam darah.
Cara strip memiliki kelebihan hasil pemeriksaan dapat
segera diketahui karena hanya butuh sampel sedikit tidak
membutuhkan reagen khusus, praktis dan mudah dipergunakan
serta dapat dilakukan siapa saja tanpa butuh keahlian khusus.
Sedangkan kekurangan cara strip ini adalah akurasinya belum
diketahui, dan memiliki keterbatasan yang dipengaruhi kadar
hematokrit, interfensi zat lain (vitamin C, lipid dan hemoglobin),
suhu, volume sampel yang kurang dan strip bukan untuk
menegakkan diagnosa klinis melainkan hanya untuk pemantauan
kadar glukosa (Suryaatmadja, 2003).
2.3.5 Macam-Macam Pemeriksaan Glukosa Darah 1. Glukosa darah sewaktu
Pemeriksaan gula darah yang dilakukan setiap waktu sepanjang hari
tanpa memperhatikan makanan terakhir yang dimakan dan kondisi
tubuh orang tersebut. (Depkes RI, 1999).
2. Glukosa darah puasa dan 2 jam setelah makan
Pemeriksaan glukosa darah puasa adalah pemeriksaan
glukosa yang dilakukan setelah pasien berpuasa selama 8-10
32
adalah pemeriksaan yang dilakukan 2 jam dihitung setelah
pasien menyelesaikan makan (Depkes RI, 1999).
2.3.6 Hubungan Indeks Massa Tubuh dengan Kadar Gula Darah
Indeks Massa Tubuh merupakan indikator yang paling sering
digunakan dan praktis untuk mengukur tingkat populasi berat badan lebih
dan obesitas pada orang dewasa (Sugondo, 2006). Kurang lebih 12%
orang dengan Indeks Massa Tubuh 27 kg/m2 menderita diabetes mellitus
tipe 2, faktor lingkungan dan gaya hidup yang tidak sehat seperti makan
berlebihan, berlemak dan kurang aktivitas fisik berperan sebagai pemicu
diabetes mellitus (Susilo & Wulandari, 2011). Penelitian oleh Justitia (2011)
pada subjek penelitian berusia 20-59 tahun diambil pada 17 orang subjek
penelitian yang mengalami obesitas ditemukan peningkatan kadar gula
darah pada 15 orang dan kadar gula darah normal pada 2 orang subjek
penelitian. Resiko timbulnya diabetes mellitus meningkat dengan naiknya
Indeks Massa Tubuh, dimana terdapat hubungan linier antara IMT dengan
kadar glukosa darah (Rosalina, 2008).
Jumlah penderita diabetes di Indonesia tahun 2000 mencapai 8,43 juta
jiwa dan diperkirakan mencapai 21,257 juta jiwa pada tahun 2030,
berdasarkan data Departemen Kesehatan (DepKes) angka prevalensi
penderita diabetes di Indonesia pada tahun 2008 mencapai 5,7% dari
jumlah penduduk Indonesia atau sekitar 12 juta jiwa.
Salah satu upaya yang dapat dilakukan untuk menurunkan kadar gula
darah adalah dengan pencapaian status gizi yang baik. Antropometri
merupakan salah satu cara penentuan status gizi. Penentuan status gizi
badan dalam meter kuadrat dinyatakan dalam indeks massa tubuh atau
IMT. IMT memiliki kaitan dengan kadar gula darah (Hartono, 2006).
Hasil penelitian Purnawati (1998), menunjukkan adanya hubungan
yang bermakna antara Indeks Massa Tubuh dengan kadar gula darah. IMT
tinggi mempunyai resiko 2 kali lebih besar untuk terkena diabetes,
dibandingkan dengan IMT rendah.
2.4 Kerangka Berfikir
` Proses penuaan (lansia)
Terjadi perubahan fisiologis, kesehatan dan kebugaran jasmani
Indeks Massa Tubuh (IMT) merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi kesehatan tubuh lansia
1. kadar gula darah tinggi
2. kadar gula darah rendah
Hubungan Indeks Massa Tubuh terhadap kadar gula darah lansia
1. Mengetahui IMT pada lansia
2. Mengetahui nilai gula darah pada lansia
3. Mengetahui hubungan IMT terhadap kadar gula darah
pada lansia
1. Dapat menambah wawasan ruang lingkup tentang lansia
2. Dapat dijadikan rujukan bagi penelitian lainnya
3. Dapat membantu masyarakat tentang masalah pada lansia
yang berhubungan dengan kesehatan lansia
34
Kerangka berfikir diatas menjelaskan dari bentuk umum ke khusus.
Kebugaran fisik lansia merupakan gagasan awal terbentuknya masalah yang
timbul, kemudian timbul-timbul berbagai referensi yang bersangkutan dengan
kebugaran fisik pada lansia. Kesehatan lansia merupakan salah satu
komponen kebugaran jasmani, kesehatan lansia pada penelitian ini mencari
datanya dengan menggunakan tes gula darah.
Kesehatan dalam tubuh manusia ada beberapa faktor yang mempengaruhi
nilai kesehatan normal seseorang. Komposisi manusia adalah salah satu
faktor yang mempengaruhinya. Komposisi tubuh terdiri dari tinggi badan dan
berat badan. Adapun pengukuran untuk mengetahui nilai komposisi tubuh
adalah pengukuran IMT, yaitu mencari berat badan dan tinggi badan
seseorang kemudian dimasukkan dalam rumus.
Berdasarkan penjelasan diatas maka timbul masalah yaitu hubungan
antara Indeks Massa Tubuh dengan Kadar Gula Darah Lansia di Kota
Semarang. Dalam suatu penelitian hendaknya mempunyai tujuan dan
bermanfaat bagi orang lain, begitu pula penelitian ini juga mempunyai tujuan
sebagai berikut, mengetahui IMT pada lansia, mengetahui nilai kadar gula
darah pada lansia, dan mengetahui hubungan IMT dengan kadar gula darah
lansia.
2.5 Hipotesis
Hipotesis dalam penelitian ini adalah terdapat hubungan antara indeks
35
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1 Jenis Penelitian dan Desain Penelitian
Jenis penelitian ini adalah deskriptif koresional, penelitian ini diarahkan
untuk menjelaskan hubungan antara dua variabel yaitu variabel bebas dan
variabel terikat. Data angka yang diperoleh dari penelitian dihitung dengan
rumus korelasi.
3.2 Variabel Penelitian 3.2.1 Variabel Bebas
Variabel bebas ini terdiri dari :
Indeks Massa Tubuh (IMT)
3.2. Variabel Terikat
Variabel terikat penelitian ini adalah :
Kadar gula darah lansia
3.3 Populasi, Sampel dan Teknik Pengambilan Sampel 3.3.1 Populasi
Populasi yang di gunakan dalam penelitian ini adalah seluruh
lansia Satria Nusantara Kota Semarang.
3.3.2 Sampel
Sampel yang diambil dalam penelitian ini adalah para lansia yang ada di kota Semarang. Teknik pengambilan sampel dalam penelitian ini
yaitu dengan menggunakan teknik purposive sampling atau sampel
bertujuan. Dalam teknik pengambilan sempel ini harus di dasarkan atas
36
pokok populasi. Subjek yang diambil sebagai sampel benar-benar
merupakan subjek yang paling banyak mengandung ciri-ciri yang terdapat
pada populasi (Arikunto Suharsimi, 2006).
Karakteristik:
1. Lansia yang bertempat tinggal Kota Semarang
2. Lansia Satria Nusantara Kota Semarang
3. Lansia yang berumur 60-74 tahun
4. Lansia yang mau menjadi sampel dalam penelitian ini
5. Lansia yang tidak menderita diabetes mellitus.
3.3.3 Teknik Pengambilan Sampel
Teknik pengambilan sampel dalam penelitian ini adalah:
1. Pengukuran berat badan dan tinggi badan untuk mencari IMT
menggunakan penimbang badan (timbangan berat badan), alat
ukur tinggi badan (mikrotoa), blangko dan alat tulis untuk
mencatat hasil tes.
2. Pengukuran gula darah dilakukan dengan cara memakai alat
strip uji atau alat ukur gula darah GD stick dan alat tulis untuk
mencatat hasil tes.
3.4 Metode Pengumpulan Data 3.4.1 Jenis Data
Dalam penelitian ini ada dua jenis data yang diambil yaitu data primer
1. Data primer
Data primer diperoleh dari sampel berupa data identitas subjek.
Data yang diperoleh dari tes-tes yang dilakukan dalam penelitian
yaitu berat badan, tinggi badan, kadar gula darah.
2. Data sekunder
Data sekunder adalah data yang diperoleh dari gambaran umum
tentang perkumpulan lansia di Gelora Lapangan Tri Lomba Juang
Kota Semarang.
3.4.2 Teknik Pengumpulan Data
Dalam penelitian ini ada beberapa teknik atau cara pengumpulan
data, mulai dari tes IMT, tes kadar gula darah dan data identitas lansia.
Adapun pengumpulan datanya sebagai berikut:
3.4.2.1 Indeks Massa Tubuh (IMT)
Data untuk Indeks MassaTubuh diperoleh dari pengukuran tinggi badan dan berat badan. Alat yang digunakan untuk
pengukuran IMT adalah mikrota untuk mengukur tinggi badan dan
timbangan untuk mengukur berat badan, beserta alat tulis untuk
mencatat hasil tes yang dilakukan. Hasil penimbangan dan
pengukuran dicatat dalam satuan kilogram (kg) dan centimeter
(cm).
3.4.2.2 Petunjuk Pelaksanaan
Lansia berdiri diatas timbangan dengan berpakaian seminimal
mungkin, pandangan lurus kedepan tetap pada posisi seperti itu
sampai jarum pada timbangan menunjukkan angka berat berpa
38
dengan tembok, pandangan lurus kedepan. Mikrotoa ditarik dari
atas sampai kepala dan dimulai dari titik nol. Hasil yang diambil
setelah garis merah pada mikrotoa tersebut menunjukkan angka
berapa.
3.4.2.3 Data Kadar Gula Darah
Data kadar gula darah diperoleh dari tes kadar gula darah
dengan menggunakan alat strip uji atau dengan chek gula darah
GD stick, beserta alat tulis untuk mencatat hasil tes yang
dilakukan.
3.4.2.4 Petunjuk Pelaksanaan
Lansia dianjurkan untuk beraktifitas seperti biasanya dengan berolah raga atau makan dengan porsi yang biasanya di
konsumsi, setelah beberapa jam kemudian sekitar 2 jam maka
akan dilaksanakan pemeriksaan kadar gula darah sewaktu,
pelaksanaan pemeriksaan kadar gula darah bisa dengan alat strip
uji atau dengan chek up gula darah GD stick, selanjutnya untuk
diketahui nilai kadar gula darah yang terkandung dalam tubuh
lansia.
3.4.2.5 Data Identitas Lansia
Dalam pengambilan data identitas lansia diperoleh dari hasil
wawancara dengan lansia, dalam isi wawancara tersebut berisi
tentang latar belakang lansia meliputi nama, tempat tanggal lahir,
alamat, umur, jenis kelamin, kegiatan lansia dan riwayat penyakit.
3.5 Prosedur Penelitian
3.5.1 Tahap Persiapan Penelitian
1. Pembuatan proposal skripsi
2. Pengurusan surat ijin penelitian di Gelora Lapangan Tri Lomba
Juang Kota Semarang
3. Melakukan koordinasi kepada Gelora Lapangan Tri Lomba
Juang Kota Semarang untuk membahas teknik dan waktu
penelitian,
yang
selanjutnya
kesepakatan
tersebut
dikonfirmasikan kepada dosen pembimbing dan lansia yang
akan menjadi sampel
3.5.2 Tahap Pelaksanaan Penelitian
1. Menyiapkan alat dan fasilitas yang nantinya akan dibutuhkan
dalam penelitian
2. Lansia yang akan diambil datanya sebelumnya diberi
pengarahan tentang alur dan cara pengambilan data
3. Pengukuran berat badan, tinggi badan dan kadar gula darah
3.5.3 Tahap Penyelesaian Penelitian
1. Data yang diperoleh kemudian dilakukan editing
2. pengolahan data dengan menggunakan rumus korelasi
3.6 Teknik Analisis Data
Analisis data yang digunakan ada analisis deskriptif dan analisis korelasi.
Data berat badan, tinggi badan dan kadar gula darah relatif disajikan dalam
bentuk rata-rata, nilai minimal dan nilai maksimal. Selain itu variabel IMT dan
40
Penelitian ini mencari apakah ada hubungan antara IMT dengan kadar
gula darah pada lansia yang ada di Gelora Lapangan Tri Lomba Juang Kota
Semarang, analisis yang digunakan dengan memakai rumus korelasi. Dalam
penelitian ini data diolah menggunakan SPSS 16 dengan uji pearson
correlation. Korelasi adalah suatu ukuran hubungan linier antar variabel
dengan melihat apakah terdapat hubungan Indeks Massa Tubuh dengan
kadar gula darah. Adapun rumus korelasi sebagai berikut:
r_xy = (∑xy)/√((∑x^2 )(∑y^2 ) )
Keterangan:
r_xy = Koefisiensi korelasi antara variabel X dan variabel Y: dua variabel yang
dikorelasikan
( x=X-M ) dan ( y= Y-M)
∑xy = Jumlah perkalian x dengan y x^2 = Kuadrat dari x (deviasi x)
51
BAB V
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan dapat diambil
kesimpulan terdapat hubungan Indeks Massa Tubuh dengan Kadar Gula
Darah pada lansia di Kota Semarang. Rata-rata IMT lansia sampel
penelitain adalah 25,24 kg/m
2sedangkan rata-rata kadar gula darah
sewaktu lansia sampel penelitian adalah 139,92 mg/dl.
5.2 Saran
Saran yang dapat diberikan dari peneliti dalam penelitian ini adalah
sebagai berikut :
1. Bagi pengurus lansia di Tri Lomba Juang, sebaiknya pengurus lansia
di sana menyelenggarakan suatu kegiatan yang dapat mengurangi
indeks IMT para lansia namun tidak menggangu kesehatan lansia
seperti latihan senam aerobic bernuansa kekeluargaan di pagi dan
sore hari.
2. Bagi para lansia khususnya yang memiliki IMT diatas 27 sebaiknya
kurangi porsi makan, perbanyaklah gerakan tubuh sebisa mungkin
tanpa memaksakan diri agar kadar gula dalam darahnya tetap kondisif
52
DAFTAR PUSTAKA
Aru, et al. 2007. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid I. Edisi IV. Pusat Penerbit Departemen Ilmu Penyakit Dalam FK UI. Jakarta.
Brooks dan Fahey. 1985. Exercise Physiology Human Bioenergetics and its Applications. New York: Macmillan Publishing Company.
Constantinides, P. 1994. General Pathobiology. USA: Appleton dan Lange.
D’adamo, Peter, J. 2008. Diet Sehat Diabetes sesuai Golongan Darah. Yogyakarta: Delapratasa.
Dalimartha. 2007. Diabetes Melitus Kadar Glukosa Darah. Jakarta : Swadaya.
Depkes RI. 1994. Ambang Batas IMT Orang Indonesia. Jakarta: Depkes RI.
Depkes RI. 1999. Pemeriksaan Gula Darah. Jakarta: Depkes RI.
Depkes RI. 2005. Pedoman Pemeriksaan Laboratorium Untuk Penyakit Diabetes Mellitus. Jakarta.
Hardianto Wibowo. 2003. Lanjut Usia dan olahraga, Jakarta: PT Grafindo Persada.
Lies Purnawati. 1998. Hubungan IMT dengan Kejadian Diabetes melitus tidak tergantung Insulin pada Pasien Rawat jalan di RSUPN Cipto mangunkusumo pada Tahun 1998.Tesis: Universitas Indonesia.
Nugroho, W. 2008. Keperawatan Gerontik dan Geriatik. Jakarta: EGC.
Padila. 2013. Buku Ajar Keperawatan Gerontik. Yogyakarta: Nusa Medika.
R. Siti Maryam, et al. 2008. Mengenal Usia Lanjut dan Perawatannya. Jakarta: Salemba Medika.
Rosalina. 2008. Hubungan Asupan Karbohidrat, Serat dan indeks Massa tubuh dengan Kadar Glukosa Darah pada Penderita Dibetes Mellitus tipe 2 di RSUD Agoesdjam Ketapang. Program Studi Ilmu Gizi Universitas DiponegoroSemarang.http://eprints.undip.ac.id/25990/1/146_Rosalina__G2 C206014_A.pdf diakses tanggal 9 Mei 2013.
Sadoso Sumosarjuno. 1993. Pengetahuan Praktis Kesehatan Dalam Olahraga 3,Jakarta: PT.Gramedia Pustaka Utama.
Sherwood Lauralee. 2006. Textbook Of Human Physiology. Edisi 2. Jakarta: EGC.
Soegondo S. Diagnosis dan Kalsifikasi Diabetes Mellitus Terkini. Dalam Soegondo S dkk (eds), Penatalaksanaan Diabetes Mellitus Terpadu. Penerbit FKUI. Jakarta. 2005.
Supariasa, et al. 2001. Penilaian Status Gizi. Jakarta: Kalamedia.
Suharsimi Arikunto. 2006. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta: Rineka Cipta.
Marzuki Suryaatmadja. 2003. Pendidikan Berkesinambungan Patolohi Klinik 2003, bagian Patologi Klinik Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Jakarta.
Slamet dan Suyono. 2007. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid III Edisi 4. Jakarta. Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI.
Stanley. 2006. Buku Ajar Keperawatan Gerontik. Edisi 2. Jakarta: EGC.
Sylvia, A. P, Lorraine, M.W. 2005. Patofisiologi. EGC.Jakarta.
54
Gambar
Dokumen terkait
While in the implementation of lesson plan designed by the lecturer, the students were provided with the strategy of learning that enabled them to be autonomous learners.
Jasindo Consult Pimpinan Perusahaan : Ir.. Gerbangraja Mandiri Pimpinan Perusahaan
I don’t want to make you think I’m not doing what you asked, not having a good time.. Being with the most attractive woman in the place is a special treat for me, and the food is
Vektor beban ini mempunyai sifat, jika beban-beban ini dikerjakan sebagai beban statik pada lokasi sensor yang digunakan untuk pengukuran, maka tegangan pada elemen yang
This thesis analyzes the relationship between the Native Aborigines and the White colonizers in the novel of Women of the Sun by Hyllus Maris and Sonia Borg.. This thesis
Reaktivitas : Tidak ada data tes khusus yang berhubungan dengan reaktivitas tersedia untuk produk ini atau bahan bakunya. Jangan
Pada saat ikan gurami sudah dewasa ikan akan menglami perubahan yaitu lebih cenderung herbivora atau pemakan tumbuhan.Risky, Julius dan Prasetya (2011), menyatakan bahwa
Peserta didik yang selesai lebih dulu, baik individu maupun kelompok dalam membuat produk kerajinan bahan berbasis media campuran dapat mempresentasikan di muka kelas, agar