KORELASI KADAR β
-hCG SERUM TERHADAP KADAR
TSH, T3, DAN T4 PADA MOLAHIDATIDOSA
DI RSUP.H.ADAM MALIK DAN RSUD dr. PINGADI MEDAN
PERIODE TAHUN 2008 - 2012
TESIS MAGISTER
OLEH :
NOVRIAL
DEPARTEMEN OBSTETRI DAN GINEKOLOGI
PROGRAM STUDI MAGISTER KEDOKTERAN KLINIK
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
PENELITIAN INI DI BAWAH BIMBINGAN TIM 5
PEMBIMBING :
dr. Muhammad Rusda, M.Ked(OG), SpOG(K)
dr. Elida R. Sidabutar, SpOG
PEMBANDING :
Dr. dr. M. Fidel Ganis Siregar, M.Ked(OG),
SpOG(K)
dr. Muslich Perangin Angin, SpOG
dr. Jenius L Tobing, SpOG
Diajukan untuk melengkapi tugas dan memenuhi
salah satu syarat untuk menyelesaikan pendidikan
LEMBAR PENGESAHAN
Penelitian ini telah disetujui oleh TIM-5 :
PEMBIMBING :
dr. Muhammad Rusda, M.Ked(OG), SpOG(K)
...
Pembimbing I
Tgl :
dr. Elida R. Sidabutar, SpOG
...
Pembimbing II
Tgl :
PEMBANDING :
Dr. dr. M. Fidel Ganis Siregar, M.Ked(OG), SpOG(K) ...
Tgl :
KATA PENGANTAR
Bismillahirrahmanirrahim
Puji dan syukur saya sampaikan kepada Allah SWT, karena
berkat rahmat dan hidayah-Nya penulisan tesis ini dapat diselesaikan.
Tesis ini disusun untuk melengkapi tugas dan memenuhi salah
satu syarat untuk menyelesaikan pendidikan MasterKedokteran
Klinis Obstetri dan Ginekologi. Sebagai manusia biasa, saya
menyadari bahwa tesis ini banyak kekurangannya dan masih jauh
dari sempurna, namun demikian besar harapan saya kiranya tulisan
sederhana ini dapat bermanfaat dalam menambah perbendaharaan
bacaan khususnya tentang :
“KORELASI KADAR β-hCG SERUM TERHADAP KADAR TSH, T3, DAN T4 PADA MOLAHIDATIDOSA
DI RSUP.H.ADAM MALIK DAN RSUD dr.PINGADI MEDAN PERIODE TAHUN 2008 – 2012”
Dengan selesainya laporan penelitian ini, perkenankanlah saya
menyampaikan rasa terima kasih dan penghargaan yang setinggi –
tingginya kepada yang terhormat :
1. Rektor Universitas Sumatera Utara Prof. Dr. Syahril Pasaribu,
DTM&H (CTM&H), SpA (K) dan Dekan Fakultas Kedokteran
Universitas Sumatera Utara Prof. Dr. Gontar Alamsyah
Si regar, SpPD (KGEH) yang tel ah me mberi kan
kesempatan kepada saya untuk mengikuti Program
Pendidikan Dokter Spesialis di Fakultas Kedokteran USU
2. Prof.dr. Delfi Lutan, MSc, SpOG (K), Ketua Departemen Obstetri
dan Ginekologi FK-USU; Dr. dr. M. Fidel Ganis Siregar, M. Ked
(OG), SpOG (K), Sekretaris Departemen Obstetri dan Ginekologi
FK-USU Medan; dr. Henry Salim Siregar, SpOG (K), Ketua
Program Studi Dokter Spesialis Obstetri dan Ginekologi FK-USU
Medan; dr. M. Rhiza Z. Tala, M. Ked (OG), SpOG (K), Sekretaris
Program Studi Dokter Spesialis Obstetri dan Ginekologi FK-USU
Medan; dan juga Prof. dr. M. Jusuf Hanafiah, SpOG (K); Prof. dr.
Djafar Siddik, SpOG (K); Prof. dr. Hamonangan Hutapea, SpOG
(K); Prof. Dr. dr. M. Thamrin Tanjung, SpOG (K); Prof. dr. R.
Haryono Roeshadi, SpOG (K); Prof. dr. T. M. Hanafiah, SpOG (K);
Prof. dr. Budi R. Hadibroto, SpOG (K); dan Prof. dr. Daul at H.
Si buea, SpOG (K);Prof. dr. M. Fauzie Sahil, SpOG (K), yang
secara bersama-sama tel ah berkenan meneri ma saya
untuk mengikuti pendidikan dokter spesialis di Departemen
Obstetri dan Ginekologi.
3. dr. Muhammad Rusda, M.Ked(OG), SpOG(K)yang tel ah
me mberi kan pengarahan kepada saya dalam melakukan
penelitian ini sekaligus sebagai pembimbing utama saya
bersama dengandr. Elida R. Sidabutar, SpOGyang telah
meluangkan waktu yang sangatberharga untuk membimbing,
memeriksa dan melengkapi penulisan tesis ini hingga
selesai.
4. Dr. dr. M. Fidel Ganis Siregar M. Ked(OG), Sp.OG (K), dr. Muslich
Perangin Angin, SpOG, dr. Jenius L. Tobing, SpOGselaku
penguji dan narasumber yang dengan penuh kesabaran telah
meluangkan waktu yang sangat berharga untuk membimbing,
5. dr. Henry Salim Siregar, SpOG (K) sel ak u Ba pa k An gk at
s a y a sel a ma me n ja l ani ma s a pendidikan, yang telah
banyak mengayomi , membi mbing dan memberikan nasehat
yang bermanfaat kepada saya selama dalam pendidikan.
6. dr. Surya Dharma, MPH yang telah meluangkan waktu dan pikiran
untuk membimbing saya dalam penyelesaian uji statistik tesis ini.
7. Seluruh Staf Pengajar Departemen Obstetri dan Ginekologi
FK-USU Medan, yang secara langsung telah banyak
membimbing dan mendidik saya sejak awal hingga akhir
pendidikan. Semoga Allah SWT membalas budi baik guru-guru
saya.
8. Direktur RSUP. H. Adam Malik Medan yang telah memberikan
kesempatan dan sarana kepada saya untuk bekerja sama selama
bertugas di Rumah Sakit tersebut.
9. Direktur RSUD dr. Pirngadi Medan yang telah memberikan
kesempatan dan sarana kepada saya untuk bekerja sama selama
bertugas di Rumah Sakit tersebut.
10. Kepala SMF Kebidanan dan Penyakit kandungan RSUD dr.
Pirngadi Medan, dr. Syamsul Arifin Nasution, SpOG (K) beserta
seluruh staf yang telah banyak membimbing dan mendidik saya
sejak awal hingga akhir pendidikan.
11. Ka RUMKIT Tk. II / Kesdam I BB Medan; Kepala SMF. Obstetri dan
Ginekologi RUMKIT Mayor CKM dr. Gunawan Rusuldi, SpOG
beserta staf yang telah memberi kesempatan dan sarana kepada
saya untuk bekerja sama selama bertugas di Rumah Sakit
12. Direktur RSU. Sundari serta Kepala SMF Obstetri dan Ginekologi
RSU. Sundari dr. M. Haidir, SpOG beserta staf yang telah memberi
kesempatan dan sarana kepada saya untuk bekerja sama selama
bertugas di Rumah Sakit tersebut.
13. Direktur RSU. Haji Medan serta Kepala SMF. Obstetri dan
Ginekologi RSU. Haji Medan dr. Muslich Perangin-angin, SpOG
beserta staf yang telah memberi kesempatan dan sarana kepada
saya untuk bekerja sama selama bertugas di Rumah Sakit
tersebut.
14. Kepada se ja wat seangkatan, sel uruh seni or serta juni or
saya yang ti dak dapat saya sebutk an na manya sa tu
persatu, dokter muda, bidan, paramedik, karyawan /
karyawati di Departemen Obstetri dan Ginekologi FK-USU
dan pasien yang telah ikut membantu dan bekerja sama
dengan saya dalam menjalani pendidikan Magister
Kedokteran Klinis Obstetri dan Ginekologi FK-USU/RSUP
H. Adam Malik Medan.
Tiada kata yang dapat saya ucapkan selain rasa syukur
kepada Allah SWTdan Sembah sujud serta teri ma kasih
yang tidak terhingga saya sampaikan kepada kedua orang
tua saya yang sangat saya cintai H. Bagindo Syafri dan
Hj. Nuriani yang telah membesarkan, membi mbing, mendoakan, serta mendidik saya dengan penuh kesabaran
dan kasih sayang dari sejak kecil hingga kini.
Tiada kata yang bisa mengungkapkan rasa terima kasih
kepadaIstri saya, Elfira Wahyuni Putri, SEdan teramat khusus untuk Buah hatiku tercinta, Rafif Atharial Fasyadan
Farisya Almeira Novri, teri ma k a si h ata s ka si h s ay a ng , semangat serta doanyadan diiringi permohonan maaf yang
sebesar-besarnya karena kesibukan saya dalam menyelesaikan
tugas-tugas pendidikan ini, sehingga tugas saya sebagai suami
dan ayah sedikit terabaikan, tanpa pengorbanan, doa dan
dukungan dari istri saya tercinta, tidak mungkin tugas-tugas ini
dapat saya selesaikan. Semoga Allah SWT selalu memberikan
kebahagiaan kepada keluarga kita.
Kepada: Adik – adikku, drg. Ivo Asfria, Ilham Syafri S.H, dan Fajrul Syafri, terima kasih atas dukungan kepada saya selama menjalani pendidikan.
Kepada seluruh Keluarga yang tidak dapat saya sebutkan
namanya satu persatu, baik secara langsung maupun tidak
langsung, yang telah banyak memberikan bantuan, dukungan
dan doa, saya ucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya.
Se mo g a Al l ah SW T s en an ti as a me mb e r i ka n ra h ma t
-N y a ke p ad a ki ta semua.
Medan, Februari 2014
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ... i
DAFTAR ISI ...…………...………vi
DAFTAR GAMBAR ...……...…...ix
DAFTAR TABEL... x
DAFTAR SINGKATAN ………. xi
ABSTRAK ……….…… xii
ABSTRACT ………. xiii
BAB I PENDAHULUAN ...1
1.1. Latar Belakang ……... 1
1.2. Perumusan Masalah ……... 5
1.3. Hipotesis Penelitian ………... 5
1.4. Tujuan Penelitian ... 6
1.4.1. Tujuan Umum …... 6
1.4.2. Tujuan Khusus ……... 6
1.5. Manfaat Penelitian ... 6
BAB II TINJAUAN PUSTAKA...…………...7
2.1. Molahidatidsa …… ...7
2.1.1 Defenisi ………..………. 7
2.1.2 Insidensi ………...………..… 8
2.1.3 Patofisiologi …….……….…. 9
2.1.4 Diagnosis ……….……….…………..…. 10
2.1.5 Tatalaksana ……...………….………. 13
2.1.6 Follow Up β-Hcg Setelah Evakuasi Mola …………... 14
2.2.1. Karakteristik Kimia ………... 17
2.3. Hormon Tiroid ………...………...17
2.3.1 Fisiologi Hormon Tiroid ……….….….…... 18
2.4 Thyroid Stimulating Hormone………...…... 19
2.5. Uji Fungsi Tiroid ………... 21
2.5.1 Kondisi dimana TSH saja dapat menyesatkan (panel 1) ……….………..… 21
2.5.2 Kadar TSH rendah, kadar T3 atau T4 bebas meningkat (panel 2)………...…. 22
2.5.3 Kadar TSH rendah, kadar T3 atau T4 bebas normal (panel 3)………..……….………..…. 23
2.5.4 Kadar TSH normal atau rendah, kadar T3 atau T4 bebas rendah (panel 4)……….………. 24
2.5.5 Peningkatan kadar TSH, dengan kadar T3 atau T4bebasyangrendah(panel 5) ………...… 25 2.5.6 Peningkatan kadar TSH, kadar T3 atau T4 bebas normal (panel 6)……….………..……. 26
2.5.7 Kadar TSH yang normal atau meningkat, kadar T3 atau T4 bebas meningkat (panel7) ………. 26
2.6. Evaluasi Fungsi Tiroid Pada Kehamilan……….27
2.7. Hubungan β-hCG Terhadap fungsi Tiroi……….. 29
BAB III METODE PENELITIAN ...30
3.1. Rancangan Penelitian ………...30
3.2. Tempat dan Waktu Penelitian ………... 30
3.3. Subjek dan Sampel Penelitian ………... 30
3.4. Kriteria Penelitian ………... 30
3.4.1Kriteria Inklusi………...30
3.5 Alur Penelitian ………... 31
3.6Pengolahan Data dan Analisa Statistik ………...32
3.7Kerangka Konsep ………... 33
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ………... 35
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 42
5.1Kesimpulan ………... 42
5.2Saran ...42
DAFTAR PUSTAKA ... 43
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1Skema Kehamilan Normal...………...…9
Gambar 2 Skema Kehamilan Molahidatidosa Parsial...…... 9
Gambar 3 Skema Kehamilan Molahidatidosa Komplit...……... 10
Gambar 4. USG menunjukkan pola khas MHK. Tampak karakteristik
pola vesikel dari molahidatidosa ………... 12
Gambar 5Kurva regresi normal gonadotropin korionik subunit-β paska
DAFTAR TABEL
Tabel 4.1 Karakteristik subjek penelitian ……….. 35
Tabel 4.2 konsentrasi β-hCG, TSH, T3 dan T4 serum ……… 38
DAFTAR SINGKATAN
AKDR : Alat Kontrasepsi Dalam Rahim
AKI : Angka Kematian Ibu
Anti TPO : antithyroid peroxidase autoantibody
CG : Chorionic Gonadotropin
CT : Computed Tomography
FSH : Follicle Stimulating Hormone
FIGO : International Federation of Gynecology and Obstetric GTD : Gestational Trophoblastic Disease
hCG : Human Chorionic Gonadotropin
ICU : Intensive Care Unit
LH : Luteinizing Hormone
MDGs : Millenium Development Goals MHK : Molahidatidosa Komplit
MHP : Molahidatidosa Parsial
MRI : Magnetic Resonance Imaging PTG : Penyakit Trofoblas Ganas
SDKI : Survei Domografi Kesehatan Indonesia
T3 : Triiodotironin
T4 : Tiroksin
TBG : Thyroxin Binding Globulin THBR : Thyroid Hormone Binding Ratio TSH : Thyroid Stimulating Hormone TFU : Tinggi Fundus Uteri
USG : Ultrasonografi
KORELASI KADAR β-hCG SERUM TERHADAP KADAR TSH, T3, DAN T4 PADA MOLAHIDATIDOSA DI RSUP.H.ADAM MALIK DAN RSUD dr.
PINGADI MEDAN PERIODE TAHUN 2008 - 2012 Novrial
Siregar MFG, Perangin-angin M, Tobing JL , Rusda M, Sidabutar ER,
Departemen Obstetri dan Ginekologi Fakultas KedokteranUniversitas Sumatera Utara Abstrak.
Latar Belakang :Secara klinis bukti dari hipertiroidisme terdeteksi pada 7% pasien Molahidatidosa Komplit, tetapi, secara laboratorium lebih sering terjadi.Hiperfungsi tiroid pada kehamilan molahidatidosa dikaitkan dengan berlebihnya hCG, yang mempunyai aktivitas pemicu tiorid. Tingginya kadar hCG akan merangsang kelenjar tiroid dengan menekan pelepasan TSH dari kelenjar hipofisis sehingga akan mempengaruhi juga sekresi hormon T3 dan T4.
Tujuan :Menganalisa korelasi kadar β-hCG serum terhadap kadar TSH, T3 dan T4 pada molahidatidosa di RSUP. H. Adam Malik dan RSUD dr. Pirngadi Medan periode tahun 2008 – 2012.
Metode : Penelitian ini bersifat analitik korelatif dengan studi retrospektif dan menggunakan data sekunder dari catatan rekam medis RSUP.H. Adam Malik dan RSUD. dr. Pirngadi Medan.
Hasil : Dari data rekam medis didapatkan 45 kasus molahidatidosa yang memenuhi kriteria inklusi. Karakteristik pasien berdasarkan usia yang terbanyak adalah usia 31-35 tahun (20%), paritas < 3 sebanyak 28 kasus (62.2%), mayoritas keluhan yang paling sering adalah perdarahan pervaginam sebanyak 84.4%, usia kehamilan saat di diagnosa yang paling banyak pada usia kehamilan > 10 minggu pada 38 kasus, tinggi fundus uteri yang lebih besar dari usia kehamilan terdapat pada 29 kasus (64.4%), dan nilai rerata tekanan darah sistole dan diastole adalah 130.22 ± 20.50 mmHg dan 80.22 ± 11.58 mmHg. Nilai rerata β-hCG, TSH, T3 dan T4 masing-masing adalah 344561.07 ± 327135.07mIU/mL, 0.38 ± 0.60µIU/mL, 2.06 ± 1.53ng/dL, 13.76 ± 6.40 µg/mL. Korelasi antara β-hCG dengan TSH adalah dengan nilai r = -0.321 (p=0.031), β-hCG dengan T3 dengan nilai r=0.574 (p=0.0001), dan β-hCG dengan T4 dengan nilai r=0.606 (p=0.0001).
Kesimpulan : Terdapat korelasi negatif yang bermakna antara β-hCG dengan TSH dengan kekuatan korelasi yang lemah serta korelasi positif
yang bermakna antara β-hCG dengan T3 dan antara β-hCG dengan T4dengan kekuatan korelasi sedang.
CORRELATION OF β-hCG SERUM LEVEL TO TSH, T3, AND T4 LEVEL IN HYDATIDIFORM MOLE AT ADAM MALIK AND dr. PINGADI
MEDAN HOSPITAL BETWEEN 2008 - 2012
Novrial
Siregar MFG, Perangin-angin M, Tobing JL , Rusda M, Sidabutar ER,
Department of Obstetricsand Gynecology Medical Faculty of University of North Sumatera
Abstract
Backroud : Clinically, proved of hyperthyroid detected in 7% of complete hydatidiform mole patients, but more often laboratorically. Thyroid hyperfunction in mole pregnancy related to excessive of hCG level that has thyroid stimulant activity. High level of hCG can stimulate thyroid gland with supress TSH released from pituitary and then can effect T3 and T4 hormone secretion.
Aim :To analyze correlation of β-hCG serum level to TSH, T3, and T4 levelin hydatidiform mole at Adam Malik anddr. Pingadi Medan hospital between 2008 - 2012
Method :This analitic correlative study was used retrospective approach with secunder data from medical record of Adam Malik and dr. Pirngadi Medan hospital.
Results : Frommedical record data, there was 45 hydatidiform mole cases that fulfill inclusion criteria. Patients characteristic based on age that the majority was 31-35 years old (20%), there was 28 of cases (62.2%) with parity < 3, the most often chief complain was vaginal bleeeding in 84.4% cases, majority of hydatidiform mole cases was diagnosed at > 10 weeks gestational age in 38 of cases, fundal height bigger than gestational age in 29 of cases (64.4%), and the mean of sistole and diastole blood presseure was 130.22 ± 20.50 mmHg and 80.22 ± 11.58 mmHg, respectively. Mean of β-hCG, TSH, T3 and T4 level was 344561.07 ± 327135.07mIU/mL, 0.38 ± 0.60µIU/mL, 2.06 ± 1.53ng/dL, 13.76 ± 6.40 µg/mL respectively. Correlation between β-hCG and TSH was with r = -0.321 (p=0.031), β-hCG and T3 with r=0.574 (p=0.0001), and β-hCG and T4 with r=0.606 (p=0.0001).
Conclusion : There was negative correlation between β-hCG and TSH significantlywith weak correlation and positive coorelation between β-hCG and T3, β-hCG and T4significantly with intermediete correlation, respectively.
KORELASI KADAR β-hCG SERUM TERHADAP KADAR TSH, T3, DAN T4 PADA MOLAHIDATIDOSA DI RSUP.H.ADAM MALIK DAN RSUD dr.
PINGADI MEDAN PERIODE TAHUN 2008 - 2012 Novrial
Siregar MFG, Perangin-angin M, Tobing JL , Rusda M, Sidabutar ER,
Departemen Obstetri dan Ginekologi Fakultas KedokteranUniversitas Sumatera Utara Abstrak.
Latar Belakang :Secara klinis bukti dari hipertiroidisme terdeteksi pada 7% pasien Molahidatidosa Komplit, tetapi, secara laboratorium lebih sering terjadi.Hiperfungsi tiroid pada kehamilan molahidatidosa dikaitkan dengan berlebihnya hCG, yang mempunyai aktivitas pemicu tiorid. Tingginya kadar hCG akan merangsang kelenjar tiroid dengan menekan pelepasan TSH dari kelenjar hipofisis sehingga akan mempengaruhi juga sekresi hormon T3 dan T4.
Tujuan :Menganalisa korelasi kadar β-hCG serum terhadap kadar TSH, T3 dan T4 pada molahidatidosa di RSUP. H. Adam Malik dan RSUD dr. Pirngadi Medan periode tahun 2008 – 2012.
Metode : Penelitian ini bersifat analitik korelatif dengan studi retrospektif dan menggunakan data sekunder dari catatan rekam medis RSUP.H. Adam Malik dan RSUD. dr. Pirngadi Medan.
Hasil : Dari data rekam medis didapatkan 45 kasus molahidatidosa yang memenuhi kriteria inklusi. Karakteristik pasien berdasarkan usia yang terbanyak adalah usia 31-35 tahun (20%), paritas < 3 sebanyak 28 kasus (62.2%), mayoritas keluhan yang paling sering adalah perdarahan pervaginam sebanyak 84.4%, usia kehamilan saat di diagnosa yang paling banyak pada usia kehamilan > 10 minggu pada 38 kasus, tinggi fundus uteri yang lebih besar dari usia kehamilan terdapat pada 29 kasus (64.4%), dan nilai rerata tekanan darah sistole dan diastole adalah 130.22 ± 20.50 mmHg dan 80.22 ± 11.58 mmHg. Nilai rerata β-hCG, TSH, T3 dan T4 masing-masing adalah 344561.07 ± 327135.07mIU/mL, 0.38 ± 0.60µIU/mL, 2.06 ± 1.53ng/dL, 13.76 ± 6.40 µg/mL. Korelasi antara β-hCG dengan TSH adalah dengan nilai r = -0.321 (p=0.031), β-hCG dengan T3 dengan nilai r=0.574 (p=0.0001), dan β-hCG dengan T4 dengan nilai r=0.606 (p=0.0001).
Kesimpulan : Terdapat korelasi negatif yang bermakna antara β-hCG dengan TSH dengan kekuatan korelasi yang lemah serta korelasi positif
yang bermakna antara β-hCG dengan T3 dan antara β-hCG dengan T4dengan kekuatan korelasi sedang.
CORRELATION OF β-hCG SERUM LEVEL TO TSH, T3, AND T4 LEVEL IN HYDATIDIFORM MOLE AT ADAM MALIK AND dr. PINGADI
MEDAN HOSPITAL BETWEEN 2008 - 2012
Novrial
Siregar MFG, Perangin-angin M, Tobing JL , Rusda M, Sidabutar ER,
Department of Obstetricsand Gynecology Medical Faculty of University of North Sumatera
Abstract
Backroud : Clinically, proved of hyperthyroid detected in 7% of complete hydatidiform mole patients, but more often laboratorically. Thyroid hyperfunction in mole pregnancy related to excessive of hCG level that has thyroid stimulant activity. High level of hCG can stimulate thyroid gland with supress TSH released from pituitary and then can effect T3 and T4 hormone secretion.
Aim :To analyze correlation of β-hCG serum level to TSH, T3, and T4 levelin hydatidiform mole at Adam Malik anddr. Pingadi Medan hospital between 2008 - 2012
Method :This analitic correlative study was used retrospective approach with secunder data from medical record of Adam Malik and dr. Pirngadi Medan hospital.
Results : Frommedical record data, there was 45 hydatidiform mole cases that fulfill inclusion criteria. Patients characteristic based on age that the majority was 31-35 years old (20%), there was 28 of cases (62.2%) with parity < 3, the most often chief complain was vaginal bleeeding in 84.4% cases, majority of hydatidiform mole cases was diagnosed at > 10 weeks gestational age in 38 of cases, fundal height bigger than gestational age in 29 of cases (64.4%), and the mean of sistole and diastole blood presseure was 130.22 ± 20.50 mmHg and 80.22 ± 11.58 mmHg, respectively. Mean of β-hCG, TSH, T3 and T4 level was 344561.07 ± 327135.07mIU/mL, 0.38 ± 0.60µIU/mL, 2.06 ± 1.53ng/dL, 13.76 ± 6.40 µg/mL respectively. Correlation between β-hCG and TSH was with r = -0.321 (p=0.031), β-hCG and T3 with r=0.574 (p=0.0001), and β-hCG and T4 with r=0.606 (p=0.0001).
Conclusion : There was negative correlation between β-hCG and TSH significantlywith weak correlation and positive coorelation between β-hCG and T3, β-hCG and T4significantly with intermediete correlation, respectively.
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Berdasarkan Survei Demografi Kesehatan Indonesia (SDKI) yang
terakhir dilaksanakan pada tahun 2007, walaupun menunjukkan
kecenderungan yang terus menurun (390 kematian/100.000 persalinan
pada tahun 1991, menjadi 228 kematian/100.000 persalinan pada tahun
2007), Angka Kematian Ibu (AKI) di Indonesia masih tergolong tinggi.
Target dari Millenium Development Goals (MDGs) di Indonesia, pada
tahun 2015 angka ini dapat ditekan menjadi 102 kematian/100.000
persalinan. World Health Organisation (WHO) memperkirakan 15 -20%
wanita hamil di negara berkembang dan dunia ketiga akan mengalami
komplikasi selama kehamilan dan atau persalinan.1
Hipertiroidisme merupakan kelainan endokrin terbanyak dalam
kehamilan selain diabetes mellitus.Prevalensinya sekitar 0.05 sampai
0.2%.Penilaian klinisnya mungkin sulit karena banyak gejala dari
hipertiroidisme juga berhubungan dengan kehamilan normal.
Hipertiroidisme selama kehamilan paling sering disebabkan oleh penyakit
Graves.2
Selama awal kehamilan sekresi dari hormon Human Chorionic
Gonadotropin (hCG) plasenta mungkin menyebabkan hipertiroidisme
subklinis atau nyata. Karena penurunan dari kadar dan bioaktivitas hCG
biasanya sementara dan terbatas pada 3 – 4 bulan pertama kehamilan.
Peningkatankadar hCG terutama nyata pada kehamilan kembar. Jarang
hipertiroidisme disebabkan oleh tumor trofoblastik, molahidatidosa, dan
koriokarsinoma yang mensekresikan hCG dalam jumlah yang besar.2
Human Chorionic Gonadotropin merupakan heterodimer yang
terdiri dari suatu subnit α, umumnya dari hormon glikoprotein (Luteinizing
Hormone (LH) / Chorinic Gonadotropin (CG), Folicle Stimulating Hormone
(FSH), Thytroid Stimulating Hormone (TSH)), dan suatu subunit β yang
homolog dengan β-TSH. Pada kadar yang tinggi, hCG berinteraksi tidak
hanya dengan reseptor asalnya, tetapi juga dengan reseptor TSH, suatu
reseptor transmembran pasangan protein G dengan homologi yang tinggi
dengan reseptor LH/CG.2
Salah satu komplikasi selama kehamilan adalah molahidatidosa
yang termasuk penyakit trofoblas gestasional. Molahidatidosa adalah
suatu kehamilan yang berkembang dengan tidak normal, dimana sebagian
atau seluruh vili korialisnya mengalami degenerasi hidropik berupa
gelembung, terjadi hipertropi dan hiperplasia sel-sel trofoblas dan villi
korionik yang menggembung dan berisi cairan jernih sehingga terlihat
seperti susunan buah anggur atau mata ikan. Molahidatidosa merupakan
penyakit wanita dalam masa reproduksi antara umur 15 tahun sampai 45
tahun, kejadian molahidatidosa pada setiap negara bervariasi sekitar 0,5 –
8,3 per 1000 kelahiran hidup. Di Indonesia sekitar 10,64 per 1000
kehamilan. Insidensi kehamilan molahidatidosa di Asia Tenggara, Mexico
Amerika Serikat. Insidensi molahidatidosa dengan janin hidup dinyatakan
terjadi pada 1/20.000 – 1/100.000 kehamilan.3,4,5
Secara klinis bukti dari hipertiroidisme terdeteksi pada 7% pasien
dengan Molahidatidosa Komplit (MHK), tetapi, secara laboratorium lebih
sering.6 Hiperfungsi tiroid pada kehamilan molahidatidosa dikaitkan dengan berlebihnya hCG, yang mempunyai aktivitas pemicu tiorid intrinsik
dan tirotropin molahidatidosa yang lemah, dimana berbeda dari hCG
dengan ukuran molekul yang lebih besar dan aksi dengan durasi yang
lebih lama.7 Galton dan rekan (dikutip dari kepustakaan 6) menilai tes fungsi tiroid pada 11 orang pasien dengan kehamilan molahidatidosa
sebelum dan sesudah evakuasi. Sebelum evakuasi, semua pasien
mengalami peningkatan untuk nilai ambilan I131 tiroid dan tiroksin bebas serum, tes fungsi tiroid kembali normal dengan cepat setelah evakuasi
walaupunkadar hCG masih terdeteksi.6
Hipertiroidisme dapat terjadi pada pasien dengan kadar hCG yang
sangat tinggi. Beberapa penulis telah mengajukan bahwa hCG adalah
pemicu tiroid pada kehamilan molahidatidosa. Kenimer dan rekan (dikutip
dari kepustakaan 6) malaporkan bahwa hCG yang dimurnikan mempunyai
aktivitas pemicu tiroid intrinsik. Korelasi positif telah dilaporkan pada
beberapa penelitian antara kadar hCG serum dan konsentrasi Tiroksin
(T4) total serum atau Triiodotironin (T3). Namun, Nagataki dan rekan
(dikutip dari kepustakaan 6) menemukan tidak ada hubungan antara kadar
hCG serum dan T4 bebas pada 10 pasien dengan kehamilan
tiroid pada 47 pasien dengan MHK dan mengamati tidak ada korelasi yang
bermakna antara kadar hCG serum dan nilai indeks T4 atau T3 bebas.
Oleh karena itu identitas dari faktor tirotropik pada kehamilan
molahidatidosa masih kontroversial.6
Tinggi nya kadar hCG merangsang kelenjar tiroid dengan menekan
pelepasan TSH dari kelenjar hipofisis. Konsentrasi hCG serum diatas
200.000 mIU/mL akan menekan TSH (lebih rendah atau sama dengan 0.2
mIU/mL) pada 67% kasus, dan pada kadar diatas 400.000 mIU/mL
meningkatkan penekanan pada 100% kasus. Produksi hCG tropoblastik
tidak dihambat (negative feedback) dengan peningkatan kadar hormon
tiroid.7
Penelitian oleh Walkington dan rekan (2011) menyatakan bahwa
terdapat sekitar 7% (14 dari 196) pasien dengan penyakit tropoblas
gestasional mempunyai hipertiroid secara biokimia dan 4 dari
pasien-pasien ini (2%) dengan hipertiroidisme klinis. Kemudian pada 4 pasien-pasien ini
diberikan kemoterapi dan fungsi tiroid kembali normal sejalan dengan
penurunan kadar hCG.8
Menurut Salavatian dan rekan (1994) terdapat korelasi yang kuat
antara kadar β-hCG serum yang tinggi dengan T4 dan indeks T4 bebas
total serum (p=0.00 dan 0.002) serta T3 dan indeks T3 bebas total serum
(p=0.026 dan 0.024). Namun penelitian tersebut menunjukkan korelasi
statistik yang lemah antara kadar β-hCG serum yang tinggi dan TSH
Pasien dengan hipertiroidisme yang tidak diobati atau tidak
terkontrol dapat berkembang menjadi badai tiroid pada saat induksi
anastesi dan evakuasi.Badai tiroid ditandai dengan hipertermia, delirium,
koma, fibrilasi atrial dan kolaps kardiovaskular.Sementara sampel darah
diperiksa untuk konfirmasi laboratorium, diagnosis badai tiroid harus
dibuat secara klinis, dengan demikian pengobatan dapat diberikan dengan
tepat. Pemberian agen penghambat β-adrenergik dapat mencegah atau
secara cepat mengembalikan komplikasi kardiovaskular dan metabolik
dari badai tiroid.6 Badai tiroid terjadi pada 2% sampai 4% wanita hamil dengan hipertiroidisme.10
Berdasarkan latar belakang diatas, maka penulis ingin melakukan
penelitian untuk mengetahui tentang korelasi kadar β-hCG serum
terhadap kadar TSH, T3 dan T4 pada pasien-pasien molahidatidosa di
RSUP. H. Adam Malik dan RSUD dr.Pirngadi Medan.
1.2 Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan diatas, maka
masalah yang akan diteliti adalah apakah terdapat korelasi antara kadar
β-hCG serum dengan kadar TSH, T3 dan T4 pada molahidatidosa?
1.3 Hipotesis Penelitian
Hipotesis penelitian ini adalah kadarβ-hCG serum mempunyai
1.4 Tujuan Penelitian 1.4.1 Tujuan Umum
Tujuan umum penelitian ini adalah untuk menganalisa korelasi
kadarβ-hCG serum terhadap kadar TSH, T3 dan T4 pada molahidatidosa.
1.4.2 Tujuan Khusus
1. Mengetahui korelasi kadar β-hCG serum dengan kadar TSH pada
molahidatidosa
2. Mengetahui korelasi kadar β-hCG serum dengan kadar T3 pada
molahidatidosa
3. Mengetahui korelasi kadar β-hCG serum dengan kadar T4 pada
molahidatidosa
1.5 Manfaat Peneltian
Dengan dilakukannya penelitian ini maka diharapkan akan
menambah pengetahuan tentang korelasi kadar β-hCG serum terhadap
kadar TSH, T3 dan T4 serta fungsi tiroid pada pasien-pasien
molahidatidosa sehingga dapat melakukan penatalaksanaan pasien
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Molahidatidosa 2.1.1 Defenisi
Molahidatidosa adalah kehamilan abnormal dimana seluruh villi
korialisnya mengalami perubahan hidrofobik.11 Molahidatidosa merupakan bagian dari penyakit trofoblas gestasional / Gestational Thropoblatic
Disease (GTD) yaitu kelompok penyakit yang ditandai dengan proliferasi
abnormal trofoblas pada kehamilan dengan potensi keganasan.Spektrum
keganasan dari GTD adalah dalam bentuk koriokarsinoma.Molahidatidosa
adalah neoplasma jinak dari sel trofoblas.Pada molahidatidosa kehamilan
tidak berkembang menjadi janin yang sempurna, melainkan berkembang
menjadi patologik.12,13,14,15 Terapi yang optimal pada kelompok penyakit ini terletak pada diagnosis yang benar, menilai risiko keganasan,
menggunakan sistem penilaian prognostik dan pemberian pengobatan
yang tepat.Molahidatidosa diterapi dengan evakuasi mola atau
histerektomi,sedangkanpengobatan pilihan untuk penyakit trofoblas ganas
(PTG) adalah kemoterapi. Dengan pengobatan yang tepat, angka
kesembuhan mendekati 100% pada kelompok dengan resiko rendah, dan
80% sampai 85% pada kelompok dengan resiko tinggi. 3,4,5
Prevalensi molahidatidosa lebih tinggi di Asia, Afrika, Amerika Latin
dibandingkan dengan negara-negara barat. Dinegara-negara barat
dilaporkan 1:200 atau 2000 kehamilan, dinegara-negara berkembang
1:100 atau 600 kehamilan. Soejoenoes dkk (1967) melaporkan 1:85
kehamilan, RS dr. Cipto Mangunkusumo Jakarta 1:31 persalinan dan 1:49
kehamilan; Luat A Siregar (Medan) tahun 1982 : 11-16 per 1000
kehamilan; RS Soetomo (Surabaya) : 1:80 persalinan; Djamhoer
Maradisoebrata (Bandung) : 9-21 per 1000 kehamilan. Biasanya lebih
sering dijumpai pada usia reproduktif (15-45 tahun) dan pada multipara.
Jadi dengan meningkatnya paritas, kemungkinan untuk menderita
molahidatidosa lebih besar.14
InsidensiGTD konstan sekitar 1 sampai 2 per 1.000 kelahiran di
Amerika Serikat dan Eropa. Frekuensi yang sama dijumpai di Afrika
Selatan dan Turki. Tingkat insidensi yang lebih tinggi telah dilaporkan di
Asia.Berdasarkan populasi, penelitian di Korea Selatan baru-baru ini
mencatat penurunan insidensi dari 40/1.000 kelahiran menjadi 2/1.000
kelahiran.Demikian pula, rumah sakit berbasis studi di Jepang dan
Singapura telah menunjukkan penurunan kejadian mendekati angka di
Amerika Serikat dan Eropa. Beberapa kelompok etnis, lebih berisiko
mengalami penyakit trofoblas gestasional yaitu hispanik, penduduk asli
Amerika dan kelompok populasi tertentu yang hidup di Asia Tenggara.
Insidensi molahidatidosa dengan janin hidup terjadi pada 1/20.000 –
1/100.000 kehamilan. 3,4,5
Pada konsepsi normal, setiapsel tubuh
manusiamengandung23pasang kromosom, dimana salah
satumasing-masing pasangandari ibudan yang lainnyadari
ayah.Dalamkonsepsinormal,spermatunggal dengan23
kromosommembuahisel telurdengan 23kromosom, sehingga akan
dihasilkan 46 kromosom. 3,4,16
.
Gambar 1.Skema Konsepsi Normal
Pada Molahidatidosa Parsial (MHP), dua sperma membuahi sel
telur, menciptakan 69 kromosom, dibandingkan 46 kromosom pada
konsepsi normal. Hal ini disebut triploid. Dengan materi genetik yang
terlalu banyak, kehamilan akan berkembang secara abnormal, dengan
plasenta tumbuh melampaui bayi. Janin dapat terbentuk pada kehamilan
ini,akantetapi janin tumbuh secara abnormal dan tidak dapat bertahan
hidup. 3,4,16
Gambar 2.Skema Kehamilan Molahidatidosa Parsial (MHP)
SuatuMHK atau lengkap ketika salah satu (atau bahkan dua)
sperma membuahi sel telur yang tidak memiliki materi genetik. Bahkan jika
kromosom ayah dilipat gandakan untuk menyusun 46 kromosom, materi
saat itu juga. Tetapi dalam kasus yang jarang sel tersebut
terimplantasipada uterus.Jika hal itu terjadi, embrio tidak tumbuh, hanya
sel trofoblas yang tumbuh untuk mengisi rahim dengan jaringan mola.3,4,16
Gambar 3.Skema Kehamilan Molahidatidosa Komplit (MHK)
2.1.4 Diagnosis
Pasien dengan kehamilan molahidatidosa biasanya datang dengan
perdarahan pervaginam (89-97%) dan bila sudah berlangsung lama dapat
menyebabkan anemia. Diagnosa molahidatidosa dapat ditegakkan
dengan riwayat keluar jaringan vesikel hidatid yang mirip anggur. Hampir
80% pasien datang dengan ukuran uterus yang lebih besar dari usia
kehamilan dengan ketiadaan denyut jantung janin. Pada 15-25% kasus
MHK disertai dengan hiperemesis gravidarum yang berkaitan dengan
peningkatan kadar β-hCG dan besar uterus. Pada 12-27% MHK disertai
dengan preeklampsia. Pada 2-7% pasien MHK terdapat hipertiroidisme
yang tampak secara klinis. Insufisiensi paru terjadi pada 2% kasus MHK.
Pada kasus-kasus seperti ini distres pernafasan akut dapat muncul
setelah evakuasi molahidatidosa. Tanda dan gejala dari distres
pernafasan akut adalah dispnea, takikardi, dan takipnea. Pada
pemeriksaan fisik biasanya dijumpai ronki yang luas. Dan dibutuhkan
rawatan ICU maupun ventilator. Dengan penanganan yang baik, distres
Sekitar 27% pasien MHK mengalami toksemia ditandai oleh adanya
hipertensi (tekanan darah >140/90 mm Hg), proteinuria (>300 mg/dl), dan
edema. Hipertiroid pada molahidatidosa dapat disebabkan oleh
peningkatan produksi hormon Tirotropin oleh jaringan mola dan sebagai
efek dari peningkatan hormon Estrogen. Kadar T4 plasma yang meningkat
pada molahidatidosa disebabkan oleh peningkatan kadar hormon hCG
sehingga terjadi peningkatan ikatan molekul hCG pada tempat reseptor
TSH, yang menyebabkan terjadinya hiperfungsi dari kelenjar tiroid
sehingga terjadi peningkatan hormon T4 serum. 3,4,5,17
Keadaan hipertiroid ini ditandai oleh takikardia, kulit hangat, tremor,
peningkatan kadar T4 dan T3 bebas. Setelah diagnosa molahidatidosa
ditegakkan, maka sebaiknya diberikan terapi β-adrenergik sebelum
dilakukan tindakan evakuasi jaringan mola untuk mencegah terjadinya
badai tiroid pada saat evakuasi jaringan mola dan pembiusan. Terapi anti
tiroid diberikan untuk waktu yang singkat. Dosis anti tiroid yang dianjurkan
20-40 mg setiap 12 jam secara oral, dan dosis di titrasi sampai 5-10 mg
perhari setelah evakuasi jaringan mola dilakukan untuk mempertahankan
denyut jantung sekitar 100 denyutan/menit. 3,4,18
Pasien-pasien MHP bisanya tidak datang dengan gambaran klinis
yang khas seperti MHK. Pada umumnya, pasien MHP datang dengan
keluhan abortus inkomplit ataumised abortion dan jarang didiagnosa MHP
sebelum evakuasi uterus dilakukan. Diagnosa MHP biasanya ditegakkan
setelah pemeriksaan histologi. Gejala utamanya adalah pedarahan
pada 4-11% dan 1-4% kasus. Kista teka lutein, hiperemesis dan hipertiroid
jarang muncul. Diperkirakan sekitar 8-20% pasien dengan MHK
berkembang menjadi keganasan trofoblastik setelah evakuasi uterus.
Molahidatidosa parsial menjadi persisten kurang dari 3% kasus.3,4,5,17
Ultrasonografi (USG) telah terbukti sebagai alat diagnostik yang
akurat dan sensitif untuk menegakkan diagnosa molahidatidosa.
Molahidatidosa komplit menunjukkan gambaran pola vesikuler oleh karena
pembengkakkan dari vili korionik. Vili korionik pada trimester I MHK
cenderung lebih kecil dan lebih sedikit kavitasi. Akan tetapi, mayoritas dari
MHK pada trimester I tetap menunjukkan gambaran USG yang khas (pola
snow storm) yaitu pola kompleks, ekogenik massa intrauterin yang
mengandung banyak ruang kista kecil. Temuan USG yang bermakna
untuk MHP adalah : ruang kistik pada plasenta dan rasio transversal
[image:30.595.221.405.472.641.2]dengan anteroposterior dari kantung kehamilan > 1,5. 3,4,18
2.1.5 Tatalaksana
Penatalaksanaan molahidatidosa terdiri dari dua fase yaitu :
evakuasi jaringan mola segera, dan follow up untuk mendeteksi proliferasi
trofoblas persisten atau perubahan keganasan. Evaluasi awal sebelum
evakuasi atau histerektomi paling tidak mencakup pemeriksaan sepintas
untuk mencari metastasis.Radiografi toraks harus dilakukan untuk mencari
lesi paru berupa lesi koin. Pemeriksaan Computed Tomografi (CT) scan
dan Magnetic Resonance Imaging (MRI) untuk melihat metastase ke
hepar dan otak tidak dilakukan secara rutin. 3,4,5,17,19
Aspirasi vakum merupakan terapi pilihan untuk molahidatidosa,
berapapun ukuran uterusnya.Untuk molahidatidosa yang besar,
dipersiapkan darah yang sesuai dan apabila diperlukan dipasang sistem
intravena untuk menyalurkan infus secara cepat. Dapat juga digunakan
laminaria apabila serviks panjang, sangat padat dan tertutup. Dilatasi lebih
lanjut dapat dilakukan dengan anestesi sampai tercapai diameter yang
memadai untuk memasukkan kuret pengisap plastik. Setelah sebagian
besar jaringan mola dikeluarkan melalui aspirasi, pasien diberikan
oksitosin, dan jika miometrium telah berkontraksi, biasanya dilakukan
kuretase yang menyeluruh secara hati-hati.4,5
Evakuasi semua isi jaringan mola yang besar tidak selalu mudah
dilakukan, dan pemeriksaan USG intraoperasi mungkin bermanfaat untuk
memastikan bahwa rongga uterus sudah kosong. Wajib tersedia fasilitas
dan petugas untuk laparotomi darurat seandainya terjadi perdarahan yang
Apabila usia dan paritas sudah mencukupi sehingga pasien tidak
lagi memerlukan kehamilan, maka histerektomi mungkin menjadi pilihan
daripada aspirasi vakum. Histerektomi merupakan tindakan yang logis
bagi wanita berusia 40 tahun atau lebih, karena frekuensi penyakit
trofoblastik ganas pada kelompok usia ini cukup besar. Tow (1996)
melaporkan bahwa 37 persen dari wanita berusia lebih dari 40 tahun
dengan MHK akan menjadi tumor trofoblastik gestasional. Walaupun tidak
menghilangkan tumor trofoblastik, histerektomi cukup banyak mengurangi
kemungkinan kekambuhan penyakit.3,4,5,17,18
2.1.6 Follow Upβ-hCG setelah evakuasi molahidatidosa
Menurut FIGO tahun 2000 penanganan paska evakuasi
molahidatidosa, meliputi : pemeriksaan β-hCG setiap minggu pada bulan
pertama sampai tidak terdeteksi. Dikatakan tidak terdeteksi bila pada dua
pemeriksaan selanjutnyadalam interval 1 minggu tetap tidak terdeteksi.
Kemudian pemeriksaan dilanjutkan setiap dua minggu pada bulan kedua,
setiap bulan selama 6 bulan dan setiap 6 bulan selama setahun. 17,18,20 Satu bulan pertama : 1 minggu sekali
Bulan kedua : 2 minggu sekali
Selama 6 bulan : sebulan sekali
Kehamilan dapat terjadi selama periode pengawasan dan
menyebabkan produksi hCG yang dapat mengganggu deteksi dari
progresi menjadi Penyakit Trofoblas Ganas (PTG). Karena alasan ini,
wanita dianjurkan untuk menggunakan kontrasepsi yang efektif sampai
titer β-hCG kurang dari 5 mIU/mL atau ambang dari penilaian individual.Pil
kontrasepsi oral menurunkan kemungkinan kehamilan dibandingkan
dengan kontrasepsi barrier yang kurang efektif dan tidak meningkatkan
risiko PTG. Medroksiprogesteron asetat injeksi berguna jika kepatuhan
pasien yang rendah. Sebaliknya, Alat Kontrasepsi Dalam Rahim (AKDR)
tidak dipakai sampai kadarβ-hCG tidak terdeteksi karena risiko perforasi
uterus jika ada suatu molahidatidosa invasif. Kudelka dan Freedman
menyatakan bahwa sekitar 80% pasien paska evakuasi molahidatidosa
tidak memerlukan intervensi. Kadar β-hCG pada sebagian besar kasus
akan kembali normal dalam 8 minggu dan sebagian kecil lainnya akan
kembali normal dalam 14-16 minggu setelah evakuasi. Sedangkan
menurut Berkowitz dan Goldstein kadar β-hCG pada pasien
molahidatidosa biasanya akan kembali normal dalam 9-11 minggu setelah
evakuasi.Tetapi apabila selama follow up tersebut dijumpai kadar β-hCG
yang meningkat atau plateu maka diagnosa PTG dapat
Gambar 5.Kurva regresi normal gonadotropin korionik subunit-β paska mola
2.2 Human Chorionic Gonadotropin
Hormon ini disebut juga dengan hormon kehamilan, merupakan
suatu glikoprotein dengan aktivitas biologi yang mirip dengan
LH.Keduanya bekerja melalui reseptor LH-hCG membran plasma.
Walaupun diproduksi hampir seluruhnya oleh plasenta, hCG juga dibentuk
oleh ginjal janin, dan sejumlah jaringan janin lain juga menghasilkan
subunit β atau molekul utuh hCG.22
Berbagai keganasan juga memproduksi hCG, kadang-kadang
dalam jumlah yang sangat besar, terutama neoplasma trofoblastik.
Gonadotropin korionik diproduksi dalam jumlah yang sangat sedikit pada
jaringan wanita yang tidak hamil dan laki-laki, terutama di kelenjar hipofisis
anterior. Meskipun demikian, deteksi hCG pada darah atau urin hampir
2.2.1 Karakteristik Kimia
Human Chorionic Gonadotropin merupakan suatu glikoprotein
dengan berat molekul 36.000–40.000 Da dan dengan kandungan
karbohidrat yang paling tinggi dari hormon manusia–30%. Komponen
karbohidrat, terutama asam sialat terminal, melindungi molekul hCG dari
katabolisme. Waktu paruh hCGadalah 24 jam, lebih lama daripada waktu
paruh LH yang hanya 2 jam. Molekul hCG terdiri dari dua subunit yang
tidak sama. Satu subunit α yang terdiri dari 92 asam amino, sedangkan
subunit β terdiri dari 145 asam amino.Kedua subunit ini disatukan dengan
ikatan non kovalen dan disatukan oleh gaya-gaya elektrostatik dan
hidrofobik. Subunit yang dipisahkan tidak dapat berikatan dengan reseptor
LH dan dengan demikian kehilangan aktivitas biologisnya.22
Hormon ini secara struktural berhubungan dengan tiga hormon
glikoprotein yang lain–LH, FSH dan TSH. Urutan asam amino dari sub unit
α dari keempat hormon glikoprotein ini serupa. Sub unit β, walaupun
memberikan kemiripan tertentu, ditandai dengan urutan asam amino yang
berbeda. Rekombinasi dari sub unit α dan β pada keempat hormon
glikoprotein ini menghasilkan molekul dangan karakteristik aktivitas
biologis dari hormon penghasil subunit β tersebut.22
2.3. Hormon Tiroid
Prevalensi gangguan hormon tiroid, hipotiroid dan hipertiroid sekitar
10% di Amerika Utara.Penyakit tiroid terjadi lebih sering 2 sampai 3 kali
klinis yang bervariasi bergantung pada usia pasien, derajat gangguan, dan
lamanya penyakit. Dengan demikian diagnosis klinisnya sering menjadi
tantangan.Untungnya adanya gangguan tiroid dapat dengan mudah
dikonfirmasi secara biokimia. Gambaran klinis, bersamaan dengan
penggunaan sejumlah tes biokimia dan modalitas pencitraan yang
terbatas, dapat dipakai untuk mendiagnosa sebagian besar penyakit tiroid
yang dihadapi oleh dokter umum, dokter keluarga dan dokter kebidanan
dan kandungan.23
2.3.1 Fisiologi Hormon Tiroid
Hormon tiroid, T4 dan bentuk yang lebih aktif, T3 bersirkulasi
sebanyak 99.97% dan 99.5% dan berikatan dengan kelompok protein
pengikat hormon tiroid yang di bentuk di hati, termasuk Thyroxin Binding
Globulin (TBG), transthyretin (dikenal juga sebagai prealbumin), dan
albumin. TBG mempunyai afinitas yang paling tinggi untuk ikatan hormon
tiroid dan secara klinis merupakan anggota yang paling penting dari
kelompok ini.Hormon tiroid yang berikatan dengan protein pembawa
secara biologis tidak aktif.Hormon tiroid yang tidak berikatan dengan
protein, T4 bebas dan T3 bebas aktif secara biologi. Jumlah kecil hormon
tiroid yang bebas ini dapat memasuki sel dan berikatan dengan reseptor
intranukleus untuk mempengaruhi ekspresi gen, yang pada akhirnya
merubah fungsi selular dan menentukan status tiroid pasien. T3 berikatan
dengan afinitas yang lebih tinggi dengan reseptor hormon tiroid dan
kelenjar tiroid, sedangkan T3 diproduksi secara primer di jaringan perifer
dengan deiodinasi dari T4 oleh sekelompok enzim yang disebut
deiodinase. Aktivitas deiodinase dan hasil dari kadar T3 dapat dikurangi
dengan hipertiroidisme, obat-obatan (β-blocker, ipodate, iopanoic acid,
amiodaron), malnutrisi, dan keadaan penyakit berat. Sekitar 20% dari T3
harian yang diperlukan secara langsung dibentuk dan disekresikan oleh
kelenjar tiroid.23
2.4 Tyhiroid Stimulating Hormone
Thyroid Stimulating Hormon merangsang pembentukan dan
pengeluaran hormon tiroid dan pertumbuhan dari kelenjar tiroid.Sekresi
TSH dari hipofisis anterior diatur berlawanan oleh konsentrasi hormon
tiroid serum. Sebagai contoh, ketika kadar hormon tiroid dalam sirkulasi
rendah, TSH meningkat untuk meningkatkan produksi hormon tiroid oleh
kelenjar tiroid untuk mengembalikan sistem ke fungsi normal. Hubungan
antara TSH serum dan kadar hormon tiroid bebas adalah log-linear
terbalik, karena itu perubahan yang kecil pada kadar hormon tiroid bebas
menghasilkan perubahan yang besar pada konsentrasi TSH serum.
Walaupun kecil, tetapi perubahan yang bermakna pada fungsi tiroid
pasien dapat saja tidak muncul secara klinis, dan juga tidak menghasilkan
kadar hormon tiroid yang abnormal, akan di refleksikan pada konsentrasi
TSH serum. Pemahaman dari hubungan ini dan adanya penilaian TSH
generasi kedua dan ketiga mengarahkan pada kesimpulan universal
disukai untuk evaluasi fungsi tiroid pada pasien rawat jalan. Pada situasi
tertentu, dengan kecurigaan gangguan hipofisis atau hipotalamus,
penyakit kritis, kelaparan, penggunaan obat-obatan tertentu (dopamin atau
glukokortikoid dosis tinggi), dan sindrom resistensi hormon tiroid, penilaian
TSH mungkin dapat membantu dan seharusnya tidak dipakai sendiri untuk
menentukan fungsi tiroid. Untungnya kondisi ini secara klinis jelas atau
sangat jarang sekali.Penilaian TSH telah mengalami perkembangan lebih
dari 20 tahun. Rentang kadar TSH yang normal pada kebanyakan
laboratorium sekitar 0.3–5.5 µU/mL, tetapi bergantung pada penilaian
spesifik yang digunakan.23
Generasi pertama penilaian TSH adalah radioimmunoassay
dengan batas deteksi 1 µU/mL dimana tidak dapat untuk membedakan
antara eutiroid dan status hipertiroid, karena batas bawah deteksi berada
dalam rentang normal untuk TSH.Saat ini tersedia penilaian TSH
imunometrik generasi kedua, yang memiliki batas deteksi 0.1 µU/mL,
dapat untuk membedakan antara eutiroid dan status hipertiroid, tetapi
tidak menunjukkan derajat hipertiroidisme.Penilaian TSH imunometrik
generasi ketiga, yang menggunakan suatu sistem deteksi chemiluminesen
sensitif, mempunyai batas deteksi 0.01 µU/mL dan dapat menentukan
derajat hipertiroidisme. Sebagian besar laboratorium memakai penilaian
2.5 Uji Fungsi Tiroid
Pilihan lini pertama uji fungsi tiroid bergantung pada protokol
laboratorium lokal.Pada banyak laboratorium penilaian TSH yang sangat
sensitif saja (generasi kedua atau ketiga dengan batas deteksi < 0.1
mU/L) digunakan untuk skrining.Karena biaya yang besar, penilaian TSH
yang sensitif dapat dikombinasikan dengan pengukuran tunggal kadar
hormon tiroid bebas atau total untuk mengatasi keterbatasan ini. Pada
pemeriksaan T3 atau T4 saja sebagai skrining awal, kondisi disfungsi
tiroid subklinis akan luput sehingga tidak dianjurkan. Jika kadar TSH
abnormal, kadar T4 bebas harus diperiksa atau ketika TSH rendah, kadar
T3 bebas harus diperiksa, dan pada kasus yang sulit dengan kecurigaan
disfungsi tiroid, kombinasi dari ketiga tes (TSH, T3 bebas, T4 bebas) akan
menghindarkan salah diagnosis. Akhirnya, penilaian hormon tiroid total
masih dipakai pada beberapa laboratorium. Karena perubahan pada
protein pengikat tiroid, uji ini dapat menyebabkan kebingungan diagnosa
dan harus disertai dengan penanda protein pengikat seperti penilaian
ambilan T3.24
2.5.1 Kondisi dimana TSH saja dapat menyesatkan (panel 1)
Penilaian TSH yang sensitif dipakai secara luas, namun
pemeriksaan ini dapat menyesatkan ketika hipotiroid yang disebabkan
oleh penyakit pituitari (TSH biasanya dalam kadar normal), hipotiroidisme
yang berkembang dalam 12 bulan pengobatan tirotoksikosis (nilai TSH
masih tertekan), tirotoksikoisis yang disebabkan oleh tumor pituitari yang
biasanya normal pada dua keadaan terakhir). Pada kasus ini uji hormon
tiroid bebas direkomendasikan selain penilaian TSH.24
2.5.2 Kadar TSH rendah, kadar T3 atau T4 bebas meningkat (panel 2)
Kadar TSH yang rendah yang disertai dengan peningkatan kadar
T3 atau T4 bebas menunjukkan hipertiroidisme, paling sering disebabkan
oleh penyakit Graves’, goiter multinodular, atau nodular toksik. Pada
kasus ini TSH tidak terdeteksi dan jaringan tiroid tidak nyeri.Kriteria klinik
dapat membedakan ketiga penyebab hipertiroidisme, namun tidak ada tes
yang defenitif untuk penyakit Graves’.Amiodaron dapat menyebabkan
tirotoksikosis pada 10% individu yang diobati.Ketika riwayat gejala
hipertiroid singkat (< 1 bulan), respon terhadap obat anti tiroid biasanya
tidak cepat –seperti eutiroid dicapai dalam 2 minggu atau hipertiroid
didiagnosa pada periode pasca melahirkan, tiroiditis sementara harus
dicurigai (subakut, silent, atau pakca melahirkan).Nyeri pada kelenjar tiroid
dan peningkatan sedimentasi eritrosit menunjukkan tiroiditis subakut
(postviral atau De Quervain’s) tetapi dapat juga mengindikasikan silent
tiroiditis.Silent tiroiditis dan tiroiditis paska melahirkan (terjadi dalam 9
bulan paska melahirkan) berhubungan dengan kondisi autoimun yang
radioiodine yang rendah adalah konsumsi tiroksin (terapeutik atau fraksi),
jaringan tiroid ektopik (termasuk struma ovarii), terapi amiodaron, dan
kelebihan konsumsi iodium. Selama kehamilan, hipertiroidisme yang
menonjol biasanya disebabkan oleh penyakit Graves’, tetapi peningkatan
yang ringan berhubungan dengan mual muntah pada trimester pertama
dapat disebabkan oleh hiperstimulasi reseptor TSH oleh konsentrasi hCG
yang sangat tinggi atau varian gonadotropik manusia (tirotoksikosis
gestasional atau kehamilan molahidatidosa).24
2.5.3 Kadar TSH rendah, kadarT3 atau T4 bebas normal (panel 3)
Kadar TSH rendah dan kadar T3 atau T4 bebas yang normal
biasanya tampak pada konsumsi tiroksin. Alternatif yang jarang adalah
hipertiroidisme primer subklinis, umumnya tampak pada orang
tua.Investigasi lebih lanjut normalnya menunjukkan goiter
risiko atrial fibrilasi dan meningkatkan osteoporosis.Diantara pasien rawat
inap, pemberian steroid dan infus dopamin dosis tinggi dapat menekan
pelepasan TSH pituitari, atau harus dipertimbangkan penyakit non tiroid.
Uji fungsi tiroid yang menunjukkan kembali ke kadar normal setelah
pemulihan, mengkonfirmasi diagnosis ini.24
2.5.4 Kadar TSH normal atau rendah, kadarT3 atau T4 bebas rendah (panel 4)
Kadar TSH normal atau rendah dan kadar T3 atau T4 bebas yang
rendah menunjukkan pola yang khas pada pasien yang tidak sehat
dengan penyakit non tiroid, kombinasi yang paing sering adalah kadar T3
bebas yang rendah dengan kadar TSH pada rentang normal. Namun,
pada individu tanpa penyakit konkomitan yang jelas, harus
dipertimbangkan penyakit pituitari dengan hipotiroidisme sekunder.
Penting untuk diperhatikan bahwa dalam 2-3 bulan pengobatan
hipertiroidisme, konsentrasi TSH dapat tetap tertekan bahkan dengan
adanya konsentrasi T3 atau T4 bebas yang rendah, memberikan pola
2.5.5 Peningkatan kadarTSH, dengan kadar T3 atau T4 bebas yang rendah (panel 5)
Kombinasi hasil seperti ini selalu menunjukkan adanya
hipotiroidisme primer.Pada defisiensi iodium, hampir semua kasus karena
terapi ablatif karena tirotoksikosis atau kanker tiroid (dengan radioiodium
atau pembedahan) atau jika TSH meningkat secara spontan. Tioriditis
autoimun (dengan manifestasi sebagai tiroiditis atropi atau penyakit
2.5.6 Peningkatan kadarTSH, kadar T3 atau T4 bebas normal (panel 6)
Ini merupakan pola dari fungsi tiroid secara normal terlihat dengan
kegagalan tiroid ringan (hipotiroidisme subklinis).Hal ini sering pada
populasi yang mempengaruhi 5-10% wanita dan kebanyakan kasus
berhubungan dengan antibodi anti-TPO yang positif.Walaupun hipotiroid
subklinis autoimun penyebab tersering dari pola ini, diagnosis alternatif
harus dipertimbangkan pada situasi tertentu. Jika konsentrasi TSH
meningkat pada kadar yang biasanya berhubungan dengan kadar T3 atau
T4 bebas yang rendah, atau tidak kembali normal dengan terapi T4,
kemungkinan adanya suatu heterofil-seperti immunoglobulin anti tikus-
yang mempengaruhi penilaian TSH.24
2.5.7 Kadar TSH yang normal atau meningkat, kadar T3 atau T4 bebas meningkat (panel 7)
Kadar TSH yang normal atau meningkat dan peningkatan kadar T3
atau T4 bebas merupakan pola yang tidak biasa dari uji fungsi tiroid,
dimana sering artifactual tetapi kadang-kadang tampak pada dua kondisi
2.6 Evaluasi Fungsi Tiroid Pada Kehamilan
Selama kehamilan, perubahan yang bermakna terjadi pada fisiologi
tiroid yang mempengaruhi interpretasi dari tes fungsi tiroid. Khususnya
ditandai dengan meningkatnya TBG selama kehamilan dan peningkatan
kadar ikatan protein dari T4 dan T3. Perubahan ini menghasilkan
peningkatan yang nyata dari T4, indeks T4 bebas, dan T3. Perubahan
pada TBG karena pengaruh langsung estrogen pada hati, menyebabkan
peningkatan pembentukan dan glikosilasi dari TBG dan menghasilkan
kadar TBG yang bersirkulasi lebih tinggi. Ketepatan dari Thyroid Hormone
Binding Ratio (THBR) rendah selama kehamilan pada keadaan
peningkatan TBG yang sangat ekstrim. Oleh karena itu status tiroid dari
wanita hamil harus dinilai dengan mengukur TSH serum dan kadar T4 dan
T3 bebas yang di ukur dengan dialisis ekuilibrum. Meskipun terjadi
peningkatan protein pengikat hormon tiroid selama kehamilan, T4 dan T3
aktif atau T4 dan T3 bebas tetap normal pada pasien yang eutiroid. Status
eutiroid dari pasien ini dicerminkan oleh kadar TSH serum yang normal.
Namun seperti yang didiskusikan, perhatian harus diberikan dengan kadar
Terdapat fluktuasi normal pada konsentrasi T4 bebas, T3 dan TSH selama
kehamilan yang tidak bergantung pada perubahan pada protein pengikat.
Selama trimester pertama, terdapat peningkatan T4 bebas, yang biasanya
menetap pada rentang yang normal dengan penurunan pada TSH, dan
dipercaya karena efek skunder dari tingginya kadar hCG, yang
mempunyai aktifitas tirotropik yang lemah. Sampai 13% wanita selama
trimester pertama kehamilan memiliki kadar TSH yang tidak dapat diukur
(< 0.1 µU/mL) dan secara klinis adalah eutiroid. Kadar TSH dapat ditekan
pada trimester pertama karena stimulasi silang reseptor TSH oleh hCG
yang puncaknya kira-kira pada akhir trimester pertama dan kemudian
menjadi lebih rendah pada trimester kedua dan ketiga. Setelah puncak
hCG, kadar TSH biasanya akan kembali normal pada trimester kedua dan
ketiga pada pasien yang eutiroid. Oleh karena itu pasien hamil trimester
pertama dengan penekanan TSH dan kadar T4 bebas dan T3 bebas yang
normal atau sedikit meningkat seharusnya tidak diobati karena
hipertiroidnya. Uji tiroid harus diulang dalam 4 minggu untuk
mengkonfirmasi normalisasi dari TSH.Jika T4 bebas atau T3 bebas
meningkat, pasien merupakan tirotoksik dan harus mendapatkan
pengobatan yang tepat.Jika TSH tetap tertekan setelah trimester pertama
kehamilan, pasien harus dievaluasi oleh ahli endokrin untuk
mengkonfirmasi hipertiroidisme. Pencitraan radionuklida dengan isotop
2.7 Hubungan β-hCG Terhadap fungsi Tiroid
Pada wanita yang mengalami molahidatidosa atau koriokarsinoma,
kadang-kadang dijumpai bukti hipertiroidisme secara biokimiawi atau
klinis.Dahulu diangap bahwa pembentukkan tirotropin korionik oleh PTG
merupakan penyebab gambaran mirip-hipertiroid pada wanita tersebut.
Namun kemudian dibuktikan bahwa beberapa bentuk hCG berikatan
dengan reseptor TSH sel tiroid. Pemberian hCG kepada pria normal
meningkatkan aktivitas tiroid. Aktivitas stimulatorik tiroid dalam plasma
wanita hamil trimester pertama cukup bervariasi dari satu sampel ke
sampel lainnya. Modifikasi pada oligosakarida hCG tampaknya penting
untuk membentuk kapasitas hCG untuk merangsang fungsi tiroid.
Sebagian dari bentuk iso hCG yang bersifat asam merangsang aktivitas
tiroid, dan beberapa bentuk yang lebih basa juga merangsang penyerapan
iodium. Juga terdapat bukti awal bahwa reseptor LH/hCG diekspresikan di
tiroid. Dengan demikian, terdapat kemungkinan bahwa hCG merangsang
BAB III
METODEPENELITIAN
3.1. Rancangan Penelitian
Penelitian ini bersifat analitik korelatif dengan studi retrospektif dan
menggunakan data sekunder dari catatan rekam medisRSUP.H. Adam
Malik dan RSUD. dr. Pirngadi Medan selama 5 tahun mulai Januari 2008
sampai Desember 2012
3.2. Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilakukan di Departemen Obsetri dan Ginekologi
Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara RSUP. H. Adam Malik
dan RSUD.dr. Pirngadi Medan dan penelitian dimulai pada bulan
September 2013.
3.3. Subjek dan Sampel Penelitian
Subjek dan sampel penelitian ini adalah data rekam medis dari
seluruh pasien yang berobat di RSUP.H. Adam Malik dan RSUD. dr.
Pirngadi Medandan didiagnosa dengan molahidatidosa dalam rentang
Januari 2008 sampai Desember 2012 yang memenuhi kriteria inklusi
3.4. Kriteria Penelitian 3.4.1 Kriteria Inklusi
Pasien dengan diagnosa molahidatidosa yang dilakukan
mola, dalam rentang Januari 2008 sampai Desember 2012 serta tidak
mempunyai riwayat penyakit tiroid.
3.5. Alur Penelitian
Teknis pelaksanaan penelitian ini dimulai dengan mencari data
pasien molahidatidosa yang berobat ke RSUP H. Adam malik dan RSUD
dr. Pirngadi Medan dalam rentang Januari 2008 sampai Desember 2012,
setelah didapatkan nama dan nomor rekam medispasien tersebut,
dilakukan pencarian status (data rekam medis) di bagian rekam medis
RSUP H. Adam malik dan RSUD dr. Pirngadi Medan. Kemudian dilakukan
skrining terhadap data rekam medis pasien tersebut.Data pasien yang
memenuhi kriteria inklusi dimasukkan sebagai data untuk penelitian Data rekam medis pasien molahidatidosa
Kriteria Penelitian
Editing, coding, tabulasi
Analisa data
Interpretasi hasil korelasi
ini.Setelah itu semua data yang diperlukan untuk penelitian ini dimasukkan
kedalam tabel induk, dianalisa dan dilakukan interpretasi.Pemeriksaan β
-hCG dilakukan secara kuantitatif dengan prinsip Eklia dengan alat Cobas
6000, sedangkan pemeriksaan panel tiroid dilakukan dengan prinsip
immunoturbidimetri dengan menggunakan alat Cobas 6000.
3.6. Pengolahan Data dan Analisa Statistik
Data-data yang telah dikumpulkan ditabulasi dan disajikan dalam
bentuk tabel distribusi frekuensi. Untuk mengetahui hubungan antara
variabel dilakukan uji korelasi pearson dengan menggunakan nilai “ r ”
untuk melihat kuatnya hubungan antara variabel penelitian. Pengolahan
data dilakukan secara komputerisasi. Nilai r pada nilai korelasi
menunjukkan kekuatan hubungan, makin mendekati 1 dan -1 berarti
hubungannya semakin kuat, sedangkan bila r mendekati 0 berarti
hubungannya makin lemah. Kekuatan korelasi dapat dijabarkan sebagai
berikut :
Nilai r 0 – 0.33 : Lemah
Nilai r 0.34 – 0.66 : Sedang
3.7. Kerangka Konsep
Variable bebas
Variabel tergantung
3.8. Batasan operasional • β hCG
β-hCG merupakan hormon yang disebut juga dengan hormon
kehamilan, yang merupakan suatu glikoprotein dengan berat molekul
36.000–40.000 Da. Nilai rujukan adalah 0 – 1 mIU/mL.
• TSH
TSH adalah suatu hormon yang disekresikan kelenjar hipofisis anterior
untuk merangsang pembentukan dan pengeluaran hormon tiroid dan
pertumbuhan dari kelenjar tiroid.Nilai rujukan adalah 0.27 – 4.2 µIU/mL.
KADAR T4
KADAR TSH
KADAR T3
• T4
Disebut juga Thyroxin, merupakan salah satu hormon utama yang
disekresikan oleh kelenjar tiroid yang meningkatkan pemakaian segala
jenis makanan untuk pembentukan energi dan meningkatkan sintesis
protein pada sebagian besar jaringan tubuh.Nilai rujukan adalah 5 – 14
µg/mL.
• T3
Disebut juga Triiodotironin, merupakan salah satu dari dua hormon
utama yang disekresikan oleh kelenjar tiroid.Nlai rujukan adalah 0.8 – 2
ng/dL.
• Molahidatidosa
Molahidatidosa adalah kehamilan abnormal dimana seluruh villi
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
Dari penelusuran data rekam medismulai tahun 2008 sampai tahun
2012, di dapatkan jumlah kasus molahidatidosa sebanyak 72 kasus di
RSUP H. Adam Malik, dan yang memenuhi kriteria inklusi sebanyak 30
kasus, sedangkan di RSUD dr. Pirngadi jumlah kasusnya sebanyak 63
kasus, dan yang memenuhi kriteria inklusi sebanyak 15 kasus, sehingga
terdapat total 45 kasus. Gambaran sebaran kasus molahidatidosa
[image:53.595.107.517.380.753.2]berdasarkan karakteristiknya dapat di lihat pada tabel di bawah ini.
Tabel 4.1. Karakteristik subjek penelitian
Karakteristik Jumlah (n) Total Persentase (%) Total
Usia (tahun)
• 16 – 20 5
45
11.1
100
• 21 – 25 8 17.8
• 26 – 30 6 13.3
• 31 – 35 9 20.0
• 36 – 40 5 11.1
• 41 – 45 7 15.6
• 46 – 50 5 11.1
Paritas
• < 3 28
45 62.2 100
• ≥ 3 17 37.8
Keluhan
• Perdarahan pervaginam
38
45
84.4
100
• Perut membesar 5 11.1
• Nyeri perut 2 4.4
Usia kehamilan (minggu)
• ≤ 10 7
45 15.6 100
• > 10 38 84.4
Hubungan TFU dengan Usia kehamilan
• Sesuai usia kehamilan 16
45 35.6 100
• > usia kehamilan 29 64.4
Tekanan darah Mean Standar deviasi
• Sistole (mmHg) 130.22 20.50
Berdasarkan karakteristik usia pasienmolahidatidosa didapatkan
bahwa usianya cukup bervariasi, namun yang terbanyak adalah pada
kelompok usia 31-35 tahun (20%) dan 21-25 tahun (17,8%) sedangkan
yang paling sedikit pada kelompok usia 16-20 tahun, 36-40 tahun dan
46-50 tahun masing-masing 11,1%. Hal ini serupa dengan penelitian oleh Alaf
dan Omer di Iraq tahun 2009, yang mendapatkan rata-rata usia pasien
adalah 27 ± 8.66 tahun, dimana lebihdari setengah kasus (62.5%) berada
pada kelompok usia 25-39 tahun.25Sementara Benjapijal dkk (2000) di Thailand mendapatkan pasien molahidatidosa berada dalam rentang usia
14-54 tahun dengan usia rata-rata 24.9 ± 6.9 tahun.26
Berdasarkan karakteristik paritas pasienmolahidatidosa didapatkan
bahwa sebagian besar adalah dengan paritas lebih kecil dari 3 (tiga)
(62,2%). Hasil temuan ini sejalan dengan penelitian Alaf dan Omer (2009)
yang mendapatkan bahwa sebanyak 52.5% kasus terjadi pada wanita
dengan paritas 1 sampai 4.25 Temuan oleh Banjapijal (2000) adalah kehamilan molahidatidosa didiagnosa pada kehamilan yang pertama
(pada primigravida) pada 47% kasus. 26
Berdasarkan keluhan yang dialami pasienmolahidatidosa
menunjukkan bahwa keluhan yang paling sering ditampilkan adalah
perdarahan pervaginam (84,4%). Hanya sedikit dengan keluhan nyeri
perut (4,4%) dan perut membesar (11,1%). Begitu juga dengan penelitian
yang dilakukan oleh Benjapijal dkk (2000) serta Alaf dan Omer (2009)
yang mendapatkan keluhan perdarahan pervaginam sebanyak 86.1% dan
menyatakan bahwa perdarahan pervaginam terjadi pada 100% kasus
yang ditelitinya.27
Berdasarkan karakteristik usia kehamilan pasienmolahidatidosa
didapatkan bahwa umumnya pasienmolahidatidosa datang mencari
pertolongan pengobatan setelah usia kehamilan lebih dari 10 minggu
(84,4%). Hal ini menunjukkan bahwa masih banyak pasien yang tidak
mengetahui adanya kelainan kehamilan sehingga terlambat datang ke
tenaga kesehatan. Benjapijal dkk (2000) mendapatkan usia kehamilan
rata-rata pasien pada saat didagnosa adalah 15.3 ± 5.6 minggu dan
88.1% kasus pertama sekali terdiagnosa sebelum usia kehamilan 20
minggu.26Dari penelitian Alaf dan Omer (2009), mereka menemukan sebanyak 65% kasus pertama sekali terdiagnosa pada trimester pertama
kehamilan.25
Dari penelitian ini didapatkan bahwa sebagian besar
pasienmolahidatidosa mempunyai ukuran tinggi fundus uteri yang lebih
besar dari usia kehamilan (64,4%), dimana temuan ini serupa dengan
penelitian di Thailand, Iraq dan India yang mendapatkan bahwa tinggi
fundus uteri yang lebih besar daripada usia kehamilan sebanyak 41%,
45% dan 40.7% kasus.25,26,27 Pada pasien dengan tinggi fundus uteri yang sesuai dengan usia kehamilan ditemukan pada 16 kasus (35.6%), dan
yang yang paling banyak berada pada usia kehamilan antara 14-20
Tabel 4.2.konsentrasi β-hCG, TSH, T3 dan T4 serum
Parameter Jumlah (n) Mean Standar deviasi Nilai rujukan
β-hCG (mIU/mL)
45
344561.07 327135.07 0 – 1
TSH (µIU/mL) 0.38 0.60 0.27 – 4.2
T3 (ng/dL) 2.06 1.53 0.8 – 2
T4 (µg/mL) 13.76 6.40 5 – 14
Tabel diatas menunjukkan bahwa pasienmolahidatidosa
mempunyai kadar β-hCG dengan rerata yang relatif tinggi yaitu 344561,07
± 327135,07 mIU/ml. Walaupun variasi kadarβ-hCGini cukup besar
diantara pasien-pasien tersebut (mulai dari 10.000 mIU/ml sampai lebih
dari 1.000.000 mIU/ml), terdapat sekitar 68.8% pasien yang memiliki nilai
β-hCGserum lebih dari 100.000 mIU/ml sebelum evakuasi.Benjapijal dkk
(2000) mendapatkan kadar β-hCG sebelum evakuasi pada 103 pasien,
yang menunjukkan bahwa mayoritaspasien mempunyai kadar β-hCGlebih
dari 100.000 mIU/mlpada 70.9% kasus.26 Sementara Menczer dan Modan (dikutip dari kepustakaan 27) menyatakan bahwa 50% pasien
molahidatidosa mempunyai kadar β-hCGsebelum evakuasi adalah lebih
dari 100.000 mIU/ml.28
Nilai rerata kadar TSH adalah 0,38 ± 0,60 µlU/ml, T3 adalah 2,06 ±
1,53 ng/ml dan T4 adalah 13,76 ± 6,40 µg/dl. Walaupun nilai rerata dari
parameter fungsi tiroid diatas tidak menunjukkan deviasi yang besar dari
nilai normal, namun jika di telaah lebih lanjut akan menunjuk