• Tidak ada hasil yang ditemukan

Validitas dan reliabilitas pengukuran kemiskinan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Validitas dan reliabilitas pengukuran kemiskinan"

Copied!
184
0
0

Teks penuh

(1)
(2)
(3)
(4)
(5)
(6)
(7)
(8)
(9)
(10)
(11)
(12)
(13)
(14)
(15)
(16)
(17)
(18)
(19)
(20)
(21)
(22)
(23)
(24)
(25)
(26)
(27)
(28)
(29)
(30)
(31)
(32)
(33)
(34)
(35)
(36)
(37)
(38)
(39)
(40)
(41)
(42)
(43)
(44)
(45)
(46)
(47)
(48)
(49)
(50)
(51)
(52)
(53)
(54)
(55)
(56)
(57)
(58)
(59)
(60)
(61)
(62)
(63)
(64)
(65)
(66)
(67)
(68)
(69)
(70)
(71)
(72)
(73)
(74)
(75)
(76)
(77)
(78)
(79)
(80)
(81)
(82)
(83)
(84)
(85)
(86)
(87)
(88)
(89)
(90)
(91)
(92)
(93)
(94)
(95)
(96)
(97)
(98)

VALIDITAS DAN RELl ABlLlTAS

PENGUKURAN KEMtSKINAN

PROGRAM

f

ASCA

SARJANA

WSTITUT PERTANIAN BOGOR

(99)

BAGUS S W G O . Validitas dan Reliabilitas Pengukurstn Kerniskinan. Dibawah bimbingan AHMAD ANSORI MATTJZK sebagai ketua dan W A N D I N IMAWAN sebagai anggota.

Kerniskinan merupakan masalah pokok nasional yang penanggulangannya tidak &pat ditunda dengan dalih apapun. Salah satu sisi penting dari data kemiskinan adalah pengukuran kemiskinan. Selarna ini, data kemiskinan yang disajikan

BPS

berdasarkan indikator objektif yang bersiht m h (agregat) yaitu berdasarkan garis kerniskinan (indikator moneter). Indilator objektif lainnya yang penting untuk sajian data r n h adalah pengukuran

kemiskinan

relatif (indikator non-moneter). Untuk maksud tersebut, maka pada tahun 2000, BPS melaksanakan studi penentuan kriteria

penduduk miskin (SPKPM 2000). Temuannya adalah adanya hubungan yang nyata antara kedua jenis pengulatran Iremiskinan dimaksud di atas. Hanya saja, secara operasional di lapangan, pengumpdan rlntsnya mengalami kendala yitu untuk mendapatkan data pendukung diperlukan daftar pertanyam yang rinci, sehingga muncul kecmderungan h a i l yang bias. Implikasinya addah mencuba mengkaji indikator subyekti f m e p s i petugas) sebagai pendekatan pengukuran kemiskinan berdasarkan indikator objekti f.

Penelitian ini bertujuan untuk menghitung validitas dan reliabilitas pengukuran kemiskinan berdasarkan model pengukuran (measurement model), dan selanjutnya dengan menggunakan model persarnaan struktural (structural equation model) mengkaji hubungan kausalitas antara indikator subyektif dengan indikator objekif. Hasil kajian menyatakan bahwa indikator-indikator yang digunakan dalam penelitian ini untuk mengukur kemiskinan berdasarkan indikator subjektif dm

objektif adalah valid dan reliable. Persepsi petugas (indikator subyektif) mengenai keadaan sosid ekonomi responden, secara penganrfi total (total effects), mempunyai hubungan kausal yang nyata terhadap pengukuran kemiskinan berdasarkan garis

kemiskinan (indikator moneter), dan secara pengaruh langsung (direct effects), indikator subyektif tersebut mempunyai pengaruh yang nyata terhadap pengukuran

(100)

SURAT

PERNYATAAN

Dengan

ini

saya menyatakan bahwa tesis

yang

berjudul

VALIDITAS

DAN RF,LLA]BILITAS PENGUKURAN

KEMISKINAN

Adalah benar merupakan h i 1 karya

sendiri

dan

belum pernah

dipublikasikan. Semua

sumber

data

dm

informasi yang digunakan

telah

din

yatakan

secara

j

elm dan dapat diperiksa kebenarannya.

Bogor,

17

Mei 2002

(101)

VALIDITAS DAN RELIABILITAS

PENGUKURAN KEMISKINAN

Tesis

Sebslgai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sdns pada

Program Studi Statistika

PROGRAM PASCA SARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(102)

Nama

Nomor

Pokok

Program Studi

Validitas dm Reliabilitas Pengukuran Kerniskinan

Bagus Sumargo

99184

Statistika

Menyetujui

1. Komisi Pembimbing

-" Wvnandin hawan. MSc.

K e t u a Anggota

2. Ketua Program Studi

.

.

' t cL :-

. ,

,

. ,.- +,

5' ,,<

'

' - '

.+---pl.j 6-

1 g ,' . .. ;hi

(103)

RIWAYAT IiIDUP

BAGUS SUMARGO, dilahirkan di Cimahi (Jawa Barat) pada tanggal 22 September

1963. Putera

ke

lima dari tujuh bersaudam, pasangan Bapak Koeswandi Suwarno dan

Ibu KNgt. Soemarsih.

Lulus

SD

T m m Siswa Jakarta pada tahun 1975, kernudian melanjutkan ke SMP Negeri 79 Jakarta, dan selesai tahm 1979. Sete@ tulus dari SMA Negeri I B d i Oetomo J a h t a pada tahun 1982, penulis mendapat Ikatan Dinas BPS di Almderni Jlmu Statist& ( A I S ) Jakarta dan lulus tahun 1985.

Selesai menamatkan kuliah dati AIS, p d i s ditempatkan di

Pusat

Pendidikan dan Latiban Statistik (sekarang

krnama

Sekolah

T i

llmu

Statistik),

BPS

Jakarta, dan sekaligus menjadi staf pengajar

di

AIS.

Pada tahun 1988, penulis mendapat kesempatan ijin klajar dari BPS untuk rnelanjutkan studi di Institut Pertanian Bogor

(PB),

Bogor, guna memperoleh Sarjana Statism dan lulus tahun 199 1. Selanjutnya mtara tahun 1 99 1 sampai dengan tahun 1999, penulis kkerja di BPS pa& bidang Perencanaan dan MetodoIogi.
(104)

PRAKATA

Puji

syukur

penulis panjatkan

ke

hadlirat Allah

SWT

atas selesahya tesis ini. Topik yang dipilih adalah Validitas clan Reliabilitas Pengukuran Kemiskimn.

Terima kasih diucapkan kepada Prof. Dr.

Tr.

H. Ahrnad Ansori Mattjik dan

Wynandin Imawan. MSc selaku pernbimbing, atas gagasan dan dorongan yang sangat berguna dalam penyelesaian penelitian serta penulisan tesis; Ketua Program Studi Statisilca beserta staf atas kepercayaan dan kesediaannya mendidik penulis, khususnp dalam bidang statistika; Direlctur Program Pascamjana IPB beserla staf

atas pelayanan selama penulis menempuh pendidikan; Kepala BPS yang telah

memberikan tugas belajar s e r h fasilitasnya; Orang Tua dan Mertua Penulis atas

doanya; Istri Els Arianti dan putri-putriku Atikah Fathinah dan

Afiyah

Tsawat Zharifah atas kesabaran, doa, dan dukungan moralnya; teman-teman STK Suwmo, Sugeng Arianto dan lainnya atas sumbangsib informasinya; ternan-ternan

BPS

Puguh Irawan,

En

Hastoto, Ali Said, Avenzora, Suradi, atas kerja samanp, serta yang lainnya yang telah mcmb&u &lam penyelesaian tesis hi.
(105)
(106)

Tabel 12.

Halaman Sistem Penskoran Peubah-Peubah Pengelompok Rumah Tangga Miskin

..

14 Perkiraan Garis Kerniskinan Agustus 2000 menurut Propinsi

...

18 Klmifiksrsi

dm

Skor Jawaban

dalam

Kuesioner menurut Indikator ciri

Tempat Tinggal

.

.

...

...

. ..

...

,.

, , , , , ,

... . ... .

...

.

, ,

...

...

...

... .

20

Modi fikasi Klasifikasi dan Skor Jawaban dalam Kuesioner menurut

lndikator Ciri tempat Tinggd

...,..

...

...

. .

. . . ... .

22

Loading

Faktor untuk

Peubah-feubah

Pengelompok Hasil Analisis

Faktor

dengan Rotasi Varimax

...axax..ax...

27

Deskripsi Peubah Pengamatan dan Laten yang ada dalam Model

...

29

Pengaruh h g s u n g , Tak L a n p g , dan Pen& Total

5,

dan q pada q,

ydanx

...

,..

...

53 Persentase Responden menurut Peubah Pengarnatan dan Kategori Skor

Jawaban (dalam kuesioner)

...

. .. . .. . . ... ... .

.

.

. . .

...

.

.

. . .

. . . .

.

, , ,

. . . .

, 59

Koefisien Validitas clan Reliabilitas Peubah-Peubah Pengamatan pada

Peubah Laten Eksogenus

... . . .

.

. . . .. .

. . . .. . . .. . . .. . . ..

. . . ..

. . . .

..

.

,

. . .

.

6 1

Koefisien Validitas dan reliabilitas Peubah-Peubah Pengamatan pa&

Peubah Laten Endogenus

.. . .

. . . .

... . . . .. . . . ... . . . .. . . ..

. . . ..

. . . ..

. .

. . .

.

. .

6 1

Dekomposisi Pengaruh Kausal antara Peubah Laten Eksogenus dan

Endogenus

...

64
(107)

Halaman

Gambar 1

.

Kerangka Teoritis dari Model Struhral Hubungan Indikator

...

Subyekti f dan Indikator Objektif 16

...

Gambar 2

.

Model Struktural Laten Eksogenus &n Laten Endogenus 28

...

Gambar 3

.

Model Hipotesa Peubah h t e n Eksogenus 29

...**.***.**...

.

Gambar 4

.

Model Hipotesa Peubah h t m Endogenus

...

30 Garnbar 5

.

Model S MHipotesa : Hubungan Kausal Peubah-Peubah L a t e n 3 1

...

Gambar 6

.

Plot Sisaan baku dengan Kuantil Normal

...

....,

...,

60

...

Gambar

7.

Model Hipotesa Peubah Laten Eksogenus 68
(108)

Latar Betakang

Pemerintah Indonesia telah menentukan bahwa strategi pembangunan

ditekankan pada perbailcan kualitas hidup masyarakat Indonesia yaitu meningkatkan

taraf hidup masyarakat secara lebih merata, sekaligus ditujukan pula untuk mencapai tingkat pertumbuhan ekonomi yang memadai. Strategi pembangunan ini telah

ditetapkan oleh

MPR,

dicantumkan dalam GBHN dm merupakan suatu strategi yang

sesuai dengan apa yang tercanturn dalam UUD 1 945. Sejak timbulnya laisis ekonomi

yang dipicu oleh krisis moneter pada pertengahan tahun 1997, pertumbuhan ekonomi

terhenti dan laju inflasi meningkat pesat dan berakibat pada taraf hidup rakyat Indonesia yang merosot tajam, dm pada gilirannya berdampak pada pesatnya jumlah

penduduk miskin.

Kerniskinan merupakan masalah pembangunan di berbagai bidang yang

ditandai oleh keterbatasan, ketidakmampuan, dan kekurangan. Seperti, keterbatasan

memperoleh kebebasan dan hidup sesuai dengan tingkat harapan hidup, ketidalunampuan untuk mendapatkan pendidikan, akses fasilitas air bersih, fitsilitas

jamban, dan kesehatan yang memadai, serta k e b g a n dalam memenuhi kebutuhan

dasar sandang, dm pangan. Oleh karena itu, kerniskinan merupakan masalah pokok nasional yang penanggulangannya tidak dapat ditunda dengan dalih apapun dan harus

(109)

Para penentu kebijakan dan pembuat keputwan yang bhubungan d e n p

masalah kemiskinan, dalam pekej*aaanya mereka hams berdasarkan dan mempunyai

data kemiskinan yang sahih (valid) dan dapat dipercaya (reliable). Ilengan data

tersebut para penentu kebijakan dan pembuat keputusan dapat menggunakan

infoamasi yang mereka perlukan untuk : alokasi anggxan ke setiap wilayah berupa

Dana Alokasi Umum (DAU), prioritas dalam formulasi kebij akan yang bwpihak

kepada masyarakat miskin (pro-poor),

dan

advolpsi bagi pengambil keputusan.

Tanpa adanya duhmgan data tersebut, para penmtu kebijakan dan pembuat

keputwm kemungkman akan membuat kekeliruan dalam menentukan target,

kebijstkan dan membuat program yang tidak cocok untuk kelompok yang menjadi

sasaran program.

Salah satu sisi penting dari data kemiskinan adalah rnasalah penguhan

kemiskinan (measuring paver@). Contoh, data kerniskinan p g dipublikasikan

secara resmi oleh BPS diukur d e n p garis kemiskinan, yaitu nilai pengeluaran konsurnsi kebutuhan dasar makanan yang setara dengan 2.100 kilo kalori enerji per

kapita per hari, ditambah dengan nilai pengeluaran untuk kebutuhan dasar bukan

makanan yang paling esensial. Penduduk dengan pengeluaran per kapita di bawah

garis kemiskinan ini diklasifhikan sebagai miskin. Pemerintah selama ini mernanfaatkan data

BPS

hi unhrk pmcanaan yang bersifat makro, khususnya

&lam menentukan alokasi dan besaran dana untuk mernbantu penduduk miskin (sebagai sasaran program pengentasan kerniskinan), baik untuk tingkat nasional

(110)

* *

merupakan kem&nan absolut yang didcur b e r e indikator moneter yaitu peubah-peubah pengukummya dijadikan

ke

dalam nilai rupiah (bekenaan dengan

m g ) . Contoh, beswan rata-rats pengeluaran per kapita per bulan dirupiahkan menurut kondisi di suatu wilayah, misalnya di propinsi DKI Jakarta, nilainya setara

dengan Rp. 1 10.000.

Sisi lain yang tidak kalah pentingnya untuk pengukuran kemiskinan adalah pengukuran kemiskinan yang bersihi relatif. Untuk rnaksud ini, pada tahun 2000,

Pemerintah Daerah propinsi DKI Jakarta, Mimantan Selatan, dan Jawa Timur

pernah mengadakan pendaftaran p d u d u k

miskin.

Sedangkan

BKKBN

mengukur

kemiskinan relatif yang bersifat operasional

(dm)

yaitu hasilnya &pat mengetahui dimana keberadam

dan

siapa orang miskin itu. Hasil penguhim kemislcinannya

berdasarkan indikator non-moneter, seperti, jenis lantai terluas dari tanah. Pada tahun

2000,

BPS

juga mengumpukan data kerniskinan relatif melalui studi penentuan

kriteria penduduk miskin (SPKPM 2000).

Kedua istilah pengukmn t&ebut diatas yaitu pengukwm kemiskinan

absolut (indikator momter) dan kemiskinan relatif (indikator non rnoneter)

mmpakan pengukuran kemiskinan yang berdasarkan indikator objekti f. Hasil

SPKPM 2000 menunjukkan adanya kaitan antara pengukuran kemiskinan relatif dan

pengukuran kemislunan absolut

.

Hal ini ditunjukkan dengan adanya garis kerniskinan

yang dapat dijelaskan oleh peubah-peubah kemiskinan relatif yaitu sebesar 8 1,17

persen dm hasil uji adalah nyata (signlfzcant) dengan taraf nyata sebesar 5 persen. Disamping indikator objektif, juga ada indikator subyektif untuk pengukuran

(111)

jenis indikator ini memudahkm pengumpulan data di lapangan, karena pertanyaamya

tidak terlalu rinci, tidak seperti kalau kita mengurnpulkan data dengan menggunakan

peubah pengeluaran (konsumsi)

.

Permasalahan semakin menarik, bi la dikaj i hubungan kausatitas antara indikator objektif dan indikator subyektif, dengan terlebih

dahulu melakukan evaluasi persyaratan indikator-indikator pengukur yaitu

persyamtan sahih (valid) dan dipercaya (reliable).

Tuj uau

Tujuan penelitian h i adalah untuk :

1. Menentukan pengukum kemiskinan relatif berupa faktor atau laten (peubah yang tidak dapat diukur secara langung) dengan menggunakan analisis faktor

Cfactor analysis);

2. Menghitung validitas dm reliabilitas pengukuran kemiskinan relatif;

3. Mengkaj i hubungan kausalitas mtara indikator subyektif dengan indikator

obj ekti f (indikator kerniskinan relatif clan indikator kerniskinan absolut) pengukur kemiskinan berdasarkan suatu model yang telah ditentukan

(112)

TINJAUAN PUSTAKA

Indikator Objektif dan Indikator Subyektif

Menghadapi masalah

dan

tantangan serta berpedoman pada arah kebijakan

GBHN

dan menyadari keterbatasan sumber daya yang tersedia, maka perlu

ditetapkan prioritas program-program pembangunan. Salah satu prioritas

pembangunan untuk jangka pendek adalah program-program untuk mempercepat pemulihan ekonomi disertai dengan upaya mengatasi masalah kemiskinan yang

meningkat pesat selama krisis. Dalam upaya menanggulangi masalah kemiskinan, ada

dua strategi utama yang diternpuh. Pertama, me1aIrukan berbagai upaya dengan tujuan untuk memenuhi kebutuhan pokok dan rnclindungi keluarga dan kelompok

masyarakat yang mengalami kemiskinan sementara sebagai akibat dampak negatif krisis ekonomi dan kemiskinan struktural atau kemiskinan kronis yang terjadi terus

menerus. Kedua, rnelakukan berbagai upaya unt& membantu masyardcat yang

mengalami kemiskinan struktural, antara lain, memberdayakan mereka agar mempunyai kemarnpuan yang tinggi untuk rnelakukan usaha dan mencegah

te jadinya kemiskinan barn (Bappenas mengenai Propernas, 2000).

Dalarn usahanya mensukseskan strategi utama yang tersebut di atas,

diperlukan data statistik yang handal. Data statistik merupakan input yang sangat

penting bagi perencanam, monitoring dan evaiuasi terhadap program dan

ke

bijaksanaan pernbangunan, karena data statistik memberikan fakta yang berkaitan
(113)

penentu kebijaksanaan dan pembuat keputusan dapat menggunaksln damn objektif

dan

bukan

berdasarkan pada persepsi hdividu di dalam membuat suatu keputusan

(Surbakti,

1W5).

Program-program yang dihasilkan dari proses pembuat keputusan

yang benar, cenderung akan lebih berhasil dengan baik dalarn pencapaian sasaran pembangunan, yaitu pengentasan kemiskinan.

Indikator sosial adalah salah satu dari beberapa bentuk

statistik

sosial dan

: pada umumnya merupakan suatu produk dari pernilihan, kompilasi dan komputasi

atau penghitmgan statistik yang adst mtuk membentuk statistik-statist& baru yang

dapat

m

e

perhatian pernakai data secara langsung dalam M a g a i situasi yang

menentukan. Sebagai suatu

ukuran

yang ringkas tentang tingkat, kondisi dan tren,

indikator sosial sangat berguna sekali untuk rnenarik perhatian perencana pada

umumnya, penentu kebijaksanaan dan pembuat keputusan,

ke

arah masalah dan ketimpangan sosial dan juga untuk monitor perkembangan dari waktu ke waktu

(UN,

1978 daIm Surbakti,l995).

Indikator dapat memberi aba-aba atau peringatan

akan

sesuatu yang mungkin

akan terjadi atau juga memberi petunjuk bahwa sesuatu telah terjadi. Indikator diartikan sebagai suatu pertan& Ipetunjuk) tentang kmdaan tertentu atau dapat juga

dikatakm sebagai peubah yang membantu menilai perubahan-perubahan yang ada

(BPS, 1998). Salah satu contoh indikator sosial adalah indikator kemiskinan, dengan

sendirinya kita rnempunyai pengertian yaitu sesuatu yang menunjukkan atau memberi gambaran tentang kemiskinan. Pada urnumnya dikenal h a jenis indikator kerniskinan

(114)

merupakan refleksi dari

keadaan

tersebut (Utomo, 1985 dalam BPS, 1998).

Sedangkan pengertian indikator subyektif adalah indikator yang ditumnkan dari data

atau ketemngan yang bersifat halitatif

dan

umumnya merupakan jawaban atas

pertanyam mengenai pandangan (persepsi) terhadap suatu masalah (Suradji, 1985 dalam

BPS,

1998).

Kelebihan mengukur sesuatu dengan menggunakan indikator objektif adalah sernua orang akan mempunyai pemahaman yang sama mengeaai samtu tersebut atau

den* kata lain, untuk ha1 yang sarna, indikator objektif memberikan hasil yang

sama pula, walaupun dipakai oleh orang yang behala

dan

pada waktu yang berbeda. Kelemahamya adalah secara operasional

di

lapangan, pengumpulan datanya

mengalami kendala yaitu untuk mendapatkan data pendukung perlu d a b perhnyaan

yang rinci, sehingga muncul kecenderunjp hasil yang bias. Kelebihan menggunakan

indikator subyektif adalah karena yang sifatnya pandangan (persepsi) maka mudah dalam pengumpulan datanya di lapangan. Sedangkan kelemahamya adalah antar

individu m e m b y a i pemaharnan yang berbeda tergantung dari harapan, aspirasi,

pengalaman dan standar yang dianut.

Aplikasi dalam indikator kerniskinan, dengan sendirinya mempunyai

pengertian mengenai sesuatu yang menunjukkan atau memberi gambamn tenbng

status atau penguhmn kemiskinan. Pengukuran kerniskinan dapat dilakukan berdasarkan indikator objektif dan i n d h t o r subyekti f. Indikator objektif untuk pengukuran kerniskinan dibedakan menurut indikator moneter dan indikator bukan

(115)

moneter mernberikan pengertian ketidakmmpuan memenuhi kebutuhan dasar yang

diperlukan untuk hidup layak dan indikator ini untuk men* kemiskinan relatif. Contoh, kemiskinan relatif rumah tangga dihitung berdasarkan pmentase rumah

tangga yang tidak p m p akses pada air berslh, persentase rumah tangga dimana lantai

m y a dari tanah, pengeluaran untuk makan, koefisien Engel, H m a n Poverty

Index (HPI) dan lain sebagahya.

Pada dasamya, pengklasifikasian suatu rumah tangga sebagai "miskin" atau 'tidak miskin" cenderung bersifat subyektif. Bahkan dalam konsep kerniskinan

absolut, yang mana suatu rumah tangga dianggap miskin jika tingkat

kesejahtemnnya berada

di

bawah standar hidup yang telah ditentukan secara

normatif, penentuan standar hidup normatif ini juga tidak terlepas dari subyektifitas

yang mernpertimbangkan secara relatif pada keragaman pola atau gap hidup dari

suatu masyarakat pada suatu jangka waktu tertentu (hawan, 2000). Penjelasan ini mengidenti fikasi kan adanya hubungan kausali tas antara kerniskinan menurut indikator subyektif dengan indikator objektif. Dengan kata lain, indikator subyektif,

menguIrur kemiskinan kdasarkan persepsi dan karma persepsi yimg dihasilkan

merupakan msessment berdasarkan pengetahuan,

fakta

yang objelctif tentang

kemampuan nunah tangga yang dikaji dalam memenuhi kebutuhan minimum untuk hidup layak, maka indikator subyektif ini konsisten dengan indikator objektif

(SPKPM 2000 dalam

BPS

2000). Pernyataan hi juga didukung dari b e h p a studi

sebelumnya yang rnenunjukkan adanya hubungan antara indikator objektif dengan indikator subyektif (Imawan, 1 994) dan Withey ( 1 974) dalam Imawan ( 1 994), juga

(116)

Penmuran Kerniskinan Absolut dan Relatif

Pengukuran kemiskinan di Indonesia dapat diukur b e r d w d m garis

kemiskinan @over@ line). Garis kemiskinan

(GK)

yang merupakan indikator

moneter, dihitung berdasarkan peubah pengeluaran makanan dan non-makanan. Responden yang mempunyai pengeluamn per kapita per bulannya di atas garis

kemiskinan,

masih dapat dika&kan miskin karena h y a peubah lainnya yang

rnenyebabkannya rnenjadi miskin yaitu indikator bukan moneter (hdikat~r non

moneter).

Indikator moneter merupakan peubah-peubah ymg dig& untuk

rnengukur kerniskhan absolut dan be- dengan uang. Kerniskinan absolut didefinisikan sebagai ketidahampuan untuk memenuhi standar minimum kebutuhan

hidup (Quibria, 199 1 &lam Irawan, 2000). Pengukmmya itu sendiri rnenggunakan

peubah pendapatan (income) atau peubah pengeluaran sebagai aproksi peubah

pendapatan. Hal ini sesuai dengan pernyataan

UNDP

dan BPS (1999, halaman 3)

yaitu "absolute puvetfy means more than low income". Dalam penguhan kerniskinan absolut, kebutuhan dasar minimum untuk makanan setara dengan nilai moneter kebutuhan energi sebesar 2.100 kilo kalori per kapita, ditarnbah dengan

kebutuhan baku minimum untuk bukan rnakstnan. Ulcuran kerniskinan yang

didasarkan pada konsep ini disebut sebagai Head Count Index (HCI). Indeks ini

menunjukkan rasio banyaknya penduduk miskin untuk setiap 100 orang. Ukuran ini banyak digunakan dalam praktek penentuan jumlah penduduk miskin di banyak

(117)

Kerniskinan relatif yang diukur berdasarkan indikator

bukan

moneter (non-

moneter) didefinisikan sebagai ketidahampuan untuk memenuhi standar hidup yang sesuai dengan yang diperlukan (Quibria, 1991 &lam Irawan, 2000). Bebaapa sumber

yang mengulrur kemiskinan relatif antara lain adalah : Bank Dunia (World Bank),

UNDP, Firdausy, BKKBN, LDUI,

dan

BPS. Bank Dunia (1990) dalam laporan tentang kemiskinan menyarankan, kerniskinan sebaiknya tidak hanya diulrur dengan

pendapatan tetapi juga dapat digambarkan melalui perspektif pembmgunan

manusianya. Kerniskinan dapat juga berarti pilihan untuk pembangunan manusia

yang memadai yaitu sehat (healthy), standar hidup yang menyenangkan (to enjoy a

decent standard of living), harapan hidup yang lebih lama (to lead long), bebas

(freedom), kehidupan yang pantas (dignity), harga diri (sevesteem).

UNDP (1997) memperkenallcan u k m kemiskinan berupa Human Poverty

Index (HPI). Ukuran

WI

melibatkan dimensi dasar yang paling banyak terdapat dalam kehidupan sehari-hari yaitu berupa indikator harapan hidup yang pendek di

bawah usia 40 tahun ( a short life or people not expected to sudw to age 40),

ketidakmampuan mengkuti pendidikan dasar (lack of basic education or adult

ifliteracy rate)

dm

ketidalanampuan mengakses sumber untuk kebutuhan umum

seperti; air bersih (population without access to safe water), kesehatan (population

without access to health services), dan tingkat kernatian balita (undernourished

children under five).

Firdausy (1994) mengomentari

ulruran

kemiskinan melalui indikator sosial. Dalarn daerah perkotaan di Indonesia, nunah tangga miskin &pat juga dihubungkan
(118)

sanitasi, rumah yang tidak layak Untuk daerah perkotaan dan perdesaan, tingkat pendidikan kepala rumah tangga merupakan satu indikator untuk kriteria rumah

h g g a miskin. Kepala rumah tan= yang mempunyai pendidikrul rendah, cenderung miskin daripada kepala rumah tangga yang mempunyai tingkat pendidikan tinggi.

Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasiod (BKKBN) mendefmisikan

keluarga miskin her- indikator ekonomi dan indikator

bukan

ekonomi.

Menurut konsep BKKBN, keluarga diklasifikasikan atas Iima t a h a p yaitu keluarga

pra sejahtera, keluarga sejahtera tahap I, keluarga sejahtera tahap

II,

keIuarga

sejahtera tahap

III

dan kelwga sejahtera tahap ID plus (sumber : Kantor Menteri

N e w Kependudukan/BKKBN, 1997). Keluarga sejahtera

tahap

I adalah keluargrt jika memenuhi lima indikator yaitu :

1) Anggota keluarga melaksanakan ibadah menurut agama yang dianut masing-

masing;

2 ) Pa& u m ~ ~ ~ l y s t seluruh anggota keluarga makan dua kali sehari atau lebih;

3) Seluruh anggota keluarga memiliki pakaian yang beheda untuk dirumah,

bekerja, sekolah, dan berpergian;

4) Bagian terluas dari lantai bukan dari tanah*

5 ) BiIa anak sakit atau PUS ingin ber-KT3 dibawa

ke

sarandpetugas kesehatan

serta diberi cara

KB

modern.

Sedangkan keluarg Pra Sej ahtera (sangat miskin) adalah keluarga yang tidak memenuhi salah satu knterialpemyaratan sebagai keluarga sejahtera tabap I.

(119)

6) Paling sedikit satu kali dalam seminggu, keluarga makan daginglhdtelur;

7) Seluruh anggota keluarga membeli satu set pakaian baru dalam satu tahun; 8) Setiap anggota keluarga memiliki ruang pribadi dalam rumah paling tidak 8

m2;

9) Seluruh anggota keluarga yang berusia 60 tahun tidak buta huruf;

1 0) Seluruh anggota keluarga yang berusia 6- 12 tahun adalah bersekolah;

1 I) Sedikitnya satu anggota keluarga yang berusia 15 tahun

ke

atas sudah

mempunyai pekej aan tetap;

12) Selama satu bulan yang lalu, seluruh mggota keluarp adalah sehat,

dan

dapat melakukan selunrh perarm dalam akeifitasnya;

13)hggota keluarga dapat melaksanakan ibadah menurut agama yang dianut

masing-masing, secara teratur;

Kelwga sejahtera tahap III, selain memenuhi syarat 1) sarnpai dengan 13)

yang tersebut di atas, juga memenuhi syarat tambahan yaitu :

14) Mempunyai dua anak atau lebih

dan

jih keluarga mempunyai lebih

dari

dua anak, pasangan suarni istri menggunakan alat kontrstsepsi;

1 5 ) Kebanyakan pendapatan anggota keluarga disisihkan untuk investasi

@bungan);

16)Biasanya, anggota keluarga berpartisipasi dalam kegiatan urnurn dalam

lingkungan tetangga;

17) Keluarga melakukan kegiatan liburan, minimal setiap t i e bulan sekali;

(120)

20) Ada usaha

dari

keluarga untuk selalu meningkatkan ibadah;

Keluarga sejahtera tahap plus, selain memenuhi syarat 1) sampai dengan

20) yang tersebut di atas, juga memenuhi syarat tambahan yaitu :

21) Secara regular, keiuarga dan mggota keluarga mendonaturkan matmhya untuk kegiatan umum;

22)Kepala keluarga atslu anggota nunah tangga berpartisipasi dalam kegiatan

umumllembaga.

Studi m k o telah dilaksanakan oleh Lembaga Demografi Universitas

Indonesia (LDUI, 1994) di propinsi DKI Jakarta. Hasil pengujian

akan

fenomena kerniskinan yang dapat menghubungkan dengan

ulsuran

dan dekisi kemrslunan

.

.

adalah b l i t a s kesehatan

an&

(kel~a%a), kesehatan, mta-rata pendapatan keluarga

per minggu, kegiatan sosial, kondisi fisik rumah, seperti : as& rumah, aset tanah,

status tanah,

ukuran

rumah, luas lantai, dan jamban.

Pa& tahun 2000,

BPS

melaksanakan Studi Penentuan Kriteria PenduduWRumah tangga Miskin

(SPKPM

2000). Hasil-hasil dari pelaksanaan studi

ini merekomendasikan dua hal penting yaitu: (i). Pendapatan clan pengeluaran rumah

tangga tidak dapat digunakan sebagai peubah-peubah pengelompok (classifling

variables) miskin, meskipun kedua jenis peubah tersebut merupakan peubah yang kuat untuk mengukur kerniskinan; (ii) Suatu rumah tangga merupakan kelompok

sasaran untuk memperoleh program bantuan pemerintah, jika perolehan skor oleh

(121)

Tabel I : Sistem Penskoran Peubah-peubah fengelompok Rumah tangga Miskin

Jenis Lantai Tanah

Luas h t a i per kapita 5 8 m2 Kepemilikan Jamban (WC I

MCK)

Pembelian Pakaian selarna satu tahun Mempunyai Fasilitas Air Bersih Variasi Konsumsi Lauk-Pauk Kepemilikan Aset

Phsipasi dalam kegiatan Sosial

'

No.

1 J

Sumber : BPS, 2000.

Peubah Pengelompok

Y a = 1 ; Tidak=O Ya = 1 ; Tidak = 0

Ya=O; Tidak= 1

Ya=O; Tidak= 1 Ya=O;

Tidak=

1

Ya=O; Ti&= I Ya=O;

Tidak=

1

Ya

= 0 ;

Tidak

= 1

Kedelqan peubah pengelompok tersebut di atas didukung oleh beberap sumber penelitian lainnya. Peubah j& lantai, variasi lauk pa& kemampum

membeli palman dalam setahun tehh dikemukakan oleh BKKBN. Peuhah luas lantai,

kepemilikan jamban, clan partisipasi dalan kegiatan sosial, serta kepemilikan aset

disinggung dalam penelitian LDUI, dan pub& mempunyai aksa terhadap fasilitas

air bersih didukung krdasarkan penelitian UNDP dm Firdausy.

Kerangka Teoritis

Jenis indikator lainnya selain indikator objektif adalah indikator subyektif.

Indikator jenis ini masih merupakan wacslna dalam dunia penelitian sebagai pengukur

kerniskhan. Hal ini terlihat dari langkanya referensi penelitian pengukuran kerniskinan dengan menggunakan in&kator subyektif. Indikator subyektif mengukur

bagaimana perasaan atau persepsi responden terhadap sesuatu keadaan sebagai akibat

(122)

tidak miskin. Contoh, responden &pat menentukan miskin atau tid& miskin m y a ,

secara subyektif. Mungkin menurutnya bila belurn mempunyai W , masih dilcatakm miskin atau dirasakan setiap hari makan dengan temp dinilai masih miskin dm lain

sebagainp.

Studi-studi kemiskinan di Indonesia yang didasarkan pada ukuran kemiskinan

dengan indilator subyektif memperlihatkan bahwa kemiskinan yang diartikan oleh penduduk/rumah tangga (sebagai responden) berlxda dengan arti kemiskinan yang

menggunakan pendekatan objekti f (Sayogyo, 1994 yang dicuplik oleh Irawan, 2000).

Salah satu implikasi dari pernyataan ini adalah rnernuagkhkan mernilih alternatif lain dari persepsi responden yaitu dengan men- persepsi petugas pengumpul data

kemiskinan. Petup sebagai pihak lain dapat melihat dengan sudut pandang yang

lebih luas, jadi lebih objektif, atau paling tidak lebih bersih dari kepentingan-

kepentingan tertentu dibandingkan dengan persepsi yang dilakukan oleh responden

itu sendiri. Indikator subyektif ini merupakan konsep p e n g u h m kemiskinan untuk

level milcro dan j u g merupakan

ukuran

kerniskinan reIatif (UNDP dan BPS, 1999). Kebanyakan penelitian mernpunyai perhatian yang serius dalarn mengaitkan

antara indikator objektif dan indikator subyektif. Burke (1 983) dalam Imawan (1 994),

mengakses 90 hasil shidi, dan menemukan bahwa indikator subyekti f mempun yai

hubungan langsung yang konsisten dengan indikator objektif. Dengan kata lain, pola

hubungan dirnaksud merupakan kerangka teoritis (Gambar 1) yang dapat dikntuk menjadi suatu model struktural. Pengectian model struktural menurut Hairs (1 995)

(123)

saling berhubungan. Hal yang sama juga diungkapkan oleh Pedhazur (1982) yaitu :

Model stnrktural dapat digunakan untuk analisis kausalitas.

1

INDIKATOR SUBYEKTIF

1

INDIKATOR OBJEKTIF

I

(124)

BARAN

DAN

METODE

Sumber Data

Data yang digunakan &lam penelitian ini bersumber dari hasil Studi

Penentuan Kriteria Penduduk Miskin tahun 2000 (SPKPM 2000) yang dilaksanakan

oleh BPS. Cakupan survei meliputi tujuh propinsi terpilih di Indonesia yaitu

Sumatera Selatan, DKI Jakatta, D.1 Yogyakarta, Jawa Timur, Nusa Tenggara Barat,

Kalimantan Barat, dan Sulawesi Selatan dengan jumlah sampel akhir (clean)

sebanyak 2.926 rumah tangga.

Metode pemilihan sampel yang digwlakan adalab pemilihan sampel bertahap

(multistage sampling), sedangkan, met ode pengumpulan data di lakukan me1 alui wawancara langsung (tatap muka) antara pencacah dengan responden dengan menggunakan kuesioner. Responden dari rumah tangga terpilih adalab kepala rumah

tangga, suamilistri, atau anggota rumah tangga lain yang rnengetahui secara penis karakteristik rumah tangga bersangkutan. Pencacahan dilakukan pada bulan Agustus

2000, dimana bulan tersebut diperkirakan terjadi perdiaan pangan yang rendah (Surbakti,

P,

1995).

Indikator-Indikator Kerniskinan

(125)

variables), dan p e n g u b kemislrinafi relatif. Sedangkan indikator subyek-hf yang dihasilkm dari studi ini adalah data persepsi petugas pengumpul data kerniskinan

bempa persepsi petugas mmgenai kualitas rurnah (termasuk asp& kesehatan)

responden dan persepsi petugas mengenai keadaan sosid ekonomi suatu rurnah

Peubah atau data pengeluaran per kapita per bulan merupakan jenis indikator objektif untuk pengukuran kerniskinan absolut. Selanjutnya nilai pengel- dimahd, dibandingkan dengan garis kerniskinan yang telah ditentuhn sebelumnya.

Rumah tangga diklasifhsikan miskin (diberi &or l), bila pengel- per kapita per

bulan dibawah garis kerniskinan, dan sebalhya diheri skor 0 untuk

pengklasifikasian tidak miskin. Hasil penghitungan garis kerniskinan disajikan pada

Tabel 2 sebagai berikut

(BPS,

2000):

Tabel 2 : Perkiraan Garis Kerniskinan Agustus 2000 menurut Propinsi #)

Sumatera Selatan

]

96.133 76.839

1

93 -045

1

74.371

1

DKI Jakarta DI Yogya Jawa Tirnur Nusa Tenggara

Barat Kalimantan Timur

Dalarn mengukur kemiskinan hi hams dihitung garis kerniskhan pada Sukawesi Selatan

]

85.357

I

69.017

kondisi pencacahan (Agustus 2000). Dengan rnempertimbangkan jumlah sampel f 09.164

93.921

90.204

89.846

103.47 1

86.93 5

1

70.293

Sumbw : SPKPM 2000

#) didasarkan atas garis kerniskinan Februari 1999 yang dig- dengan inflasi selarna Februari 1999 - Agustus 2000

-

76.773

73.773

74.677

81.142

1 13.706

(126)

yang terbatas, maka penghltungan

garis

k e m i s b tidak didasarkan atas paket

kebutuhan dasar penduduk. Penentuan garis kemdmm

. .

bdan Agustus 2000

diperbakm dengan cara menggerakkan garis kemhkinan Februari 1999 dengan

inflasi (indeks harga konsumen) selama Februari 1999-Agustus 2000. Perkhan garis

kemiskinan dihitung untuk masing-masing propinsi sampel dm menurut claemh

perk-

dan perdesaan. Dari perkiraan garis kerniskinan yang didapat, maka dapat

diketahui status kerniskinan dari masing-masing rumah tan= Jika pengduapn

rumah tangga per kapita per bulan dibawah atau sama dengan garis kerniskinan maka

rumah tangga tersebut dikIasifikasikan miskin, dan apabila di atas garis kerniskinan

malca

diklasifikasikan

tidak miskin (BPS, 2000)

Jenis indikator objektif lainnya yang diharapkan &pat men* kerniskinan

relatif adalah 8 peubah penciri kemiskinan dan pengukuran kemiskinan relatif yang

dikaji oleh BPS berdasarkan perolehan minimum jumlah skor oleh suatu rumah

tangga. Skala p e n w a n kedelapan peubah penciri kemiskinan yang juga disebut s&agai peubah pengelompok (classrfjing variables) menggunakan skala ordinal.

Klasifikasi kedelapan peubah dibedakan menurut : ciri tempat tinggal, kepemilikan

(127)

I. Ciri tempat tinggal yang juga merupalcan k l a s i f h i dari kondisi rumah :

Tabel 3 : KlasifiZrasi dan Skor Jawaban dalam Kuesioner menurut Tndikator Ciri Tempat Tinggal

n.

Kqernilikan Aset : merupakan klasifhsi kegiatan ekonomi dan penghilan

Aset meliputi :

-

Aset pduktif seperti; sawah, kebun, ternak, ojek, angkutan perahu dsb.

- Aset Non Produktif seperti;

TV,

Radio, Perhiasan., Mebel, Sepeda,

kendaraan bermotor bukm untuk diusahakan.

Bila kode jawabannya tidak memiliki aset, maka diberi skor 1,

d m

bila

memiliki aset, diberi skor 2.

IlI. Aspek Pangan (rnakanan) :

Yang dimaksud disini adalah peubah variasi konsumsi lauk-pauk (daging,

ikan, telur, ayam). Skor 1 diberikan bila jawabannya adalah rumah tangga

dimaksud tidak ada variasi dalam berkonsumsi lauk-pauk. Skor 2 untuk

jawaban ada, tapi tidak bervariasi; dan skor 3 mtuk jawaban Ya bervariasi. hdikator

Luas Iantai

Jenis lantai Fasilitas air bersih

Fasilitas Jamban

Klasifikasi (skor jawaban &lam kuesioner)

5 36 m2 (skor 1); 37-54 m2 (skor 2); 55-69 m2 (sbr

3);

70- 1 00 m2 (skor 4); > 100 m2 (skor 5 )

Tanah(skor1);

kayu(&r 2); semenlubinlkersrmik (skor3) Tdk ada (skor 1); sumur tidak terlindung (skor 2);

ledeng/PAM/sumur terlindung (skor 3)

(128)

N.

Aspek Sandang (pakaian) :

Pertanpan dalam kuesioner adalah apakah dalam setahun setiap anggota rumah tsngga minimal membeli 1 pakaian (yang di luar seragam)? Skor 1

untuk jawaban Tidak; dan skor (2) ;

Ya.

V.

Kegiatan Sosial

Pertanyaan dalam kuesioner addah apakah hadir dalam scam rapat RTldesa

lainnya dalam kaitannya dengan pernbangunadpemmalahan desa dalam 1 tahun yang lalu. Skor I untuk jawaban tidak;

Skor

2 :

Ya,

< 3 kali; dan skor 3,

Ya,

2 3 kali.

Seianjutnya BPS membentuk pen- kerniskinan relatic yaitu dengan

cara memodifikasi skor jawaban kedelapan peubah pengelompok tersebut, yang

&ya berskala ordinal (skor ganda) menjadi

skor

dikotomi yaitu skor 1 atau skor 0

(Skor 1; mencirikan bahwa suatu rumah tangga adalah miskin, dan skor 0 adalah kebalikannya). Secara operasional, pernberian skor 1 dan skor O ini akan

memudahkan petugas pengumpul data kerniskinan dalam pengisian daftar pertanyaan.

(129)

Tabel 4. : Modifikasi Klasifdcasi

dan

Skor Jawaban dalarn Kuesioner menurut hdikator Ciri Tempat Tin@ lndikator

Luas

lantai (m2) Jenis lantai

bersih

(skor

2); ledeng /PAM/sumur terhdung

ledeng Fasilitas air

klasifkasi (skor jawaban dalarn kuesioner)

5 3611); 37-54(skor 2); 5549(skor 3);

70-lOO(skor 4); > lOO(&or 5 )

Tanah (skor I); kayu (skor 2); semen I

jamban

I

sendiri (skor 3)

I

1

lsendiri

I

C~raian : KAustrr pada indihtar Irras lmtai, skor hmil modifihasi m e w s h r I diIakuRan

ubin / k m i k (3)

Tdk ada (skor 1);sumur tidak terlindung

Fasilitas

tedm&p mturumah tangga dengan kasrrs : (i) bila jumlah ART 2 3 orang &gun lam lantai $36 m1 ; fii) bila jumlah ART ,? 6 orang dengan luas lantai 37 - 54 m2 ; (iii) bila jwnlah ART 2 9 orang dengan Iuas luatoi 55 - 69 m2 . Sedmgh unhtk kasus selain tersebut

di atas, diberi skor 0.

Skor Hasil Modifikasi

1

1

o

Per Kapita

n.

Kepemilikan Aset ; bila jawaban pertanyaan ini addah memiliki aset (skor 2),

5 8

Tanah

Tidak

tidak a& (skor 1); bersarna (skor 2);

maka basil m o d i f h i menjadi skor 0. Bila jawabmya a&&

tidak

memiliki > 8 bukan tanah Sumur

met, maka skor tersebut menjadi skor 1.

krhdung tidak ada

m.

Aspek Pmgan (rnakanan) : '

Bersama

-

Rumah tangga yang tidak ada atau ada, tapi konsumsi lauk-pauk (daging,

ikan, telur, a m ) tidak bervariasi, maka diberi &or 1. Bila jawabmya

pertanyaan tersebut di atas adalah ada dan bervariasi, maka diberi skor 0.

V.

Aspek Sandang (pkaian)

Apakah dalam setahun ini pernah membeli minimal 1 stel pakaian? Bila

(130)

V.

Kegiatan Sosial

Apakah hadir dalam acara rapat RTldesa h y a dalam kaitannya dengan

pernbangundpennadahan desa dalam setahun ? Skor 1 untuk jawaban

%Iak", skor 2 'Ya", < 3 kali, dan kedua skor hi dimodifikasi menjadi &or yang baru yaitu skor 1, Sedangkan skor jawaban dalam kuesioner (skor 3) yaitu 'Ya", > 3 kali, dimodifikasi menjadi skor 0.

Untuk masing-masing rumah tangga dilakukan penjumlahan skor 1 dari isian jawaban kedelapan peubah pengelompok dimaksud. Sehingga masing-masing rumah

tan= mempunyai jumlah skor p g berkisar antara 0 (minimum) sampai dengan 8 (mahimum). Bagi nrmah tangp yang mempmyai j d a h skor minimal 5, rnaka

rumah tangga tersebut diklasiflkasikan 'hiskin", dan diberi skor yang baru yaitu skor 1, d m i h n sebaliknya diberi skor 0. Misal, suatu rumah tangga mempunyai luas

lantai per kapita 5 8

m2

(skor I), tidak pemah menghadiri dalam kegiatan sosial (skor

I), jenis iantai adalah tanah (skor l), dan tidak memililri aset (skor I), serta skor no1

untuk empat p b a h sisa lainnya. Jumlah skor rumah tangga itu adalah 4 (di bawah

5), sehingga nunah tangga tersebut diklasifikasikan tidak miskin

daa

diberi skor bani

yaitu skor 0.

Indikator subyektif yang dig& untuk pmgukuran kerniskinan yang

dihasilkan dari SPKPM 2000 adalah persepsi petugas mengenai kualitas nunah (termasuk aspek kesehatan) dan keadaan sosial ekonomi suatu rumah tangga.

Klasifikasi jawaban persepsi petugas tentang halitas rumah addah skor 1 = sangat

(131)

Sedangkan klasifikasi jawaban persepsi petugas tentang kondisi sosial ekonomi

adalah skor 1 = sangat miskin; skor 2 = miskin; skor 3 = mendekati miskin, skor 4 =

cukup; dan skor 5 = kayakangat kaya.

Peubah-Peubah Laten Kemisldnan

Peubah laten didefinisikan (Bollen, 1989) sebagai berikut : Laten variables

are the representations of concepts in measurement models. Iaten yang sering disebut juga sebagai faktor atau konstruk, merupakan peubah p g tidak & p t

teramti secara langsung (unoherved vurinbl~~) dan informsinya didapat secara tidak langsung (indirectly) dari penganrh (fleets) peubah pengamatan (observed

wriablar) yaitu indikator. Peubah laten untuk mengukur kemiskinan berdasarkan indikator subyektif adalah persepsi petugas berupa pandangannya terhadap kualitas

rumah (termasuk asp& kesehatan) dan terhadap keadaan sosial ekonomi responden.

Sedangkm Peubah laten untuk mengukur kerniskinan dengm indilator objektif adalah kemiskinan berdasarkan garis ksmiskinan (indikatm moneter), dan Ldikator

bukan moneter (non-moneter) berupa kemiskinan relatif berdasarkan perolehan skor

minimum bqumiah 5 dan pembentuhn laten (fdctor) dari peubah-peubah

pengelompok (classifiing variables).

Peubah laten kemiskinan berdasarkan indikator subyektif yaitu persepsi

petugas mengenai kualitas rumah

dan

k d a m sosid ekonomi, dibentuk oleh dirinya sendiri yaitu bersumber dari peubah pengamatannya. Peubah laten persepsi petugas

men& kualitas nunah dibentuk dari peubah pengamatan persepsi petugas

(132)

keadaan

sosial ekonomi, dibentuk dari peubah pengamatan persepsi +gas

mengenai ke&m sosial ekonomi rumah tangga.

Demikian juga untuk pembentukan peubah laten kerniskinan berdasarkan

indikator objektif berupa peubah laten pengukuran kemiskinan absolut dan peubah

laten pengukum kemiskinan relatif.

Peubah

laten pengukuran h i s k i n a n absolut

dibentuk dengan memperhatikm garis kemiskinan (GK) dm bedasarkan peubah

pengamatan pengeluaran rumah tangga per kapita per bulan. Sedangkan pembentdm peubah laten pengdcum kerniskinan relatif, becsumber dari peubah pengamatan pengelompok (clussifLing varr'abi~~) yang sebelumnya telah dimodifikasi skornya

menjadi skor 0 atau skor I. Selanjutnya suatu rumah mgga diklasifikasikan miskin, bila rumah tangga tersebut memperoleh jumlah skor minimal 5

dati

8 sebagai batas

rnaksimum jumlah skornya.

Khusus terhadap peubah-peubah pengamatan pengelompok, diduga beberapa

peubah pengelompok yang tersedia mempunyai sifatlfhktor umum yang sama,

sehinggd dapat digabungkan. Penggabungan beberapa peubah pengamatan

pengelompok menjadi satu kelornpok disebut Faktor atau Laten. Analisis faktor adalah prosedur statistika untuk rnendapatkan jumlah dimensi terkecil dari peubah

laten berdasarkan nilai korelasi diantara set peubah pengamatan. Beberapa peubah

pengelompok, clan juga disebut sebagai komponen indikator yang mewakili suatu

si fat tertentu, oleh prosedur statistika ini a h digolongkan menjadi satu faktor.

MereIca bersama-sama mempunyai kontribusi yang menentukan untuk

menggnmbarkan kerniskinan secara keseluruhan. Faktor-faktor yang dibasillcan dari

(133)

tidak perlu dirisaukan. Pemberian nama faErtor biasanya dapat dilakukan setelah

pengolahan selesai dilakukan.

Dalarn penelitian ini, kedelapan peubah dimaksud, direduksi menjadi 3 (tie)

faktor. Penentuan 3 faktor sejalan dengan permkrrstn UNDP yang menyatah bahwa

panbangunan manusia (Human Development) dititikberatkan pada 3 ruang

yaitu

pendid- kesehatan, dan nutrisi (UNDP dan BPS, 1999). Pada dasarnya andisis

faktor bertujuan untuk mendapatkan sejumlah kecil faktor yang memiliki sifat :

I. Mampu menerangh smahimal mungkin keragaman data;

2. Faktor-falaor tersebut saling bebas;

3. Tiap-tiap faktor &pat diinterpretash.

Untuk tercapainya tujuan di atas, maka dilakukan rnanipulasi agar didapat falaor

dengan daya interpretasi tinggi. Manipulasi dilakukan dengan rnenggunakan metode rotasi t e e lurus Varimax (varimw orthogonal rotation). Metode rotasi ini dapat

membedakan f&or yang satu dengan faktor lainnya, sehingga interpretasi faktor

yang satu tidak mempengadu atau dipenganh faktor lainnya. (johnson & Wichem,

1982). Hasil rotasi akan mengaiubatkan setiap peubah asal

akan

mempunyai korelasi

yang tinggi dengan faktor tertentu saja dm tidak dengan faktor lainnya. Dengan demikim setiap faktnr akan lebih tepat dan lebih mudah diinterpretasikan (Tabel 5).

Analisis Faktor merupakan metode analisis peubah ganda yang menerangkan

persduksian beberapa peubah menjadi sejumlah kecil faktor. Sehingga dapat

dikatakafi bahwa f a h r yang terbentuk tersebut tidak dapat d i k secara langsung. FaIrtor yang dimaksud adalah Peubah Laten (Kontruk), yang mana peubah-peubah

(134)

didapat secara tidak langsung dari pengaruh peubah-peubah pengamatan (observed

variables) melalui analisis korelasi diantara set peubah-peubab pengamatan (Sharrna,

Tabel 5 : Loading Faktor untuk

Peubah-Peubah

Pengelornpok Hasil Analisis Faktor dengan Rotasi Varimax

Catatan : @ mmgindikasikan nilai < 0,4

Model Struktural

fada paradigma proses pengarnbilan keputusan bahwa rumah tangga

dikatakan miskin ditunjukkan pada suatu sistem relasi yang dapat disusun rnenjadi

model terstnhu. Model hubungan ini diterangkan menurut peubah laten Eksogenus

dan peubah laten Endogenus. Peubah-peubah laten eksogenus

(5)

adalah peubah atau

indikator pengukur kerniskinan, dimana penyebab indikator ini b d a diluar model

(its causes lie outside the model; Bollen, 1989). Maka yang dapat dijadikan sebagai laten eksogenus dalam kasus ini adalah persepsi petugas pengumpul data kerniskinan

Faktor

8

@ @

0,850

0,60 1 Faldor

0,69 1

0,673 0,566 @ @ @ @ @ Deskripsi Fakfor @ @ @ 0,765 0,739 0,52 1

@ @

Peubah Pengelornpok

~ m i s ~antai Fasilitas Jamban AksesAirBersih

Kepemilikan Aset Luas Lantai

Kehadiran Kegiatan Sosial

Pakaian dalam 1 tahun Variasi Lauk-Pauk

Nama Faktor (Laten)

SANITASI

EKONOMI

(135)

tentang M i t a s Rumah

c1

(temuk asp& kesehatan) dan tentang kondisi Sosial-

Ekonomi

&.

Peubah laten endogenus (q) menurut Bollen (1 989, halaman 81) adalah :

me latent endogenous variables are only purtinlly explained by the model or variables are & m i n e d by variables wishin the model.

Maka &lam kasus hi, ada 5 laten endogenus yang dirinci sebagai berikut : 3 laten

endogenus pertama merupakan 3 faktor basil pemfaktoran peubah pengelompok,

pitu faktor SANITASI (q,), EKONOMI (qz) dm KEBLlllHAN (q3). Sedmgkan

peubah laten endogenus lainnya adalah pengukuran kemiskinan relatif (q4), dm

hubungan laten eksogenus dan laten endogenus dapat terlihat dalam Garnbar 2 :

Untuk membantu penerapan prosedur statistika berupa model persamaan struktural (MPS) terhadap model yang disajikan dalam Gambar 2, dideskripsikan

pada Tabel 6 .

Gambar 2 :

Model

Struktural Laten Eksogenus dan Laten Endogenus

LATEN EKSOGENUS I LATEN ENDOGENUS

I

EKONOMI

KEBIJTUHAN

Perse~si netupas :

(136)

Tabel 6 : -psi Peubab Pengamatan dan Laten yang ada dalam Model

Nama Peubah Deskripsi S kala Notasi dalam Model

Peubah Pengamatan Laten

A Peubah Laten Ekso~enus Persemi Petupas)

RUMAH Kualitas rumah (termasuk O r d i d (5) X I 51

aspek Kesehatan)

SOSEK Kondisi Sosial Ekonomi OrdiN(5) X2

52

B.

Peubah Laten Endoeenus

LANTAI 1 Jenis Lantai ordid (3)

YI

JAMBAN Fasilitas Jamban Ordinal (3) Y2 ? l ~

AIRBRSM Fasilitas Air Bersih Ordinal (4) Y3

ASET Kepemilikan

As&

Ordinal ( 2 ) Y4

LANTA12 Luas Lantai Ordinal ( 5 )

Ys

r12

KEGIATAN Kegiatan Sosial Ordinal (3) Y6

PAKAIAN Membeli Pakaian Ordinal (2) Y7 "I3

LAUKPAUK Variasi Lauk-Pauk Ordinal (3) ' Y8

RELATE Kerniskinan Relatif o r d i d ( 2 ) Y9 r l 4

GK

Garis Kerniskinan o r d i d (2) Ylo r l 5

Forrnulasi secam khusus dan lengkap dari Tabel 6 di atas, ditunjukan dalam Gambar 3 dan Gambar 4 untuk model kesalahan pengukmm (the measurement error

(137)

Gambar 3 : Model Hipotesa Peubah Laten Eksogenus

& = 0 SOSEK

Gambar 4 : Model Hipotesa Peubah Laten Endogenus

(138)
(139)

Prosedur Statistika

Model dapat dibangun mehlui dua tahap, Pada tahap pertama, kita bangun

model yang mengandung peubah laten sebagai peubah pengamatan atau tendm dm

keterkaitan antar laten tidak dapat diinterp-ikan. Peubah laten ddam tahap ini

adalah peubah laten eksogenus dan peubah laten endogenus. Antar peubah-peubah

laten dimaksud memunglclnkan (tidak rnemungkinkan) saIing berkorelasi. Pa& tahap k

Gambar

Gambar  3  .  Model Hipotesa  Peubah h t e n  Eksogenus  29  ....................**.***.**..........
Tabel  I  :  Sistem  Penskoran Peubah-peubah  fengelompok  Rumah tangga Miskin
Tabel  2 :  Perkiraan  Garis Kerniskinan Agustus 2000 menurut Propinsi  #)
Tabel  4.  :  Modifikasi  Klasifdcasi  dan  Skor Jawaban dalarn  Kuesioner menurut hdikator Ciri Tempat Tin@  lndikator
+7

Referensi

Dokumen terkait

Kekayaan yang tersimpan dalam Baitulmal semestinya dianggap dan diperlakukan sebagai harta Allah atau harta umat Islam, bukan harta perbendaharaan bagi sesuatu kerajaan

Selain itu rnelalui praktik pengalaman kerja peserta juga diharapkan mampu menerapkan etika profesi, nilai-nilai, dan perilaku profesional pada saat menggunakan

dihasilkannya pertama-tama harus memenuhi persyaratan seperti tertera pada Peraturan Menkes nomor 007 tahun 2012 tentang Registrasi Obat Tradisional serta Keputusan Menteri

KLP 7A Wawasan Nusantara sebagai Geopolitik Indonesia *Wilayah Sebagai Ruang Hidup. *Wawasan Nusantara (Penerapan Geopolitik Indonesia) *Unsur-Unsur Dasar

Puji syukur kehadirat Allah SWT, atas nikmat dan hidayah-Nya laporan penelitian tindakan kelas berjudul “Penggunaan Media Kantong Plastik untuk Meningkatkan Hasil

Dalam menguruskan risiko pelaburan bagi IDS, Pengurus Dana akan melakukan penyelidikan dan analisis meluas ke atas penerbit, penarafan kredit, faktor matang,

Analisa determinasi dalam regresi linear berganda digunakan untuk mengetahui persentase sumbangan pengaruh variabel independen yaitu Citra Merek, Harga, dan Kualitas Produk

Berdasarkan hasil seleksi terdapat calon tetua kapas yang terpilih yaitu spesies Gossypium hirsitum dengan aksesi CRISS-665, CRISS- 667, dan KANESIA-14 yang berkontribusi