VALIDITAS DAN RELl ABlLlTAS
PENGUKURAN KEMtSKINAN
PROGRAM
f
ASCA
SARJANA
WSTITUT PERTANIAN BOGOR
BAGUS S W G O . Validitas dan Reliabilitas Pengukurstn Kerniskinan. Dibawah bimbingan AHMAD ANSORI MATTJZK sebagai ketua dan W A N D I N IMAWAN sebagai anggota.
Kerniskinan merupakan masalah pokok nasional yang penanggulangannya tidak &pat ditunda dengan dalih apapun. Salah satu sisi penting dari data kemiskinan adalah pengukuran kemiskinan. Selarna ini, data kemiskinan yang disajikan
BPS
berdasarkan indikator objektif yang bersiht m h (agregat) yaitu berdasarkan garis kerniskinan (indikator moneter). Indilator objektif lainnya yang penting untuk sajian data r n h adalah pengukurankemiskinan
relatif (indikator non-moneter). Untuk maksud tersebut, maka pada tahun 2000, BPS melaksanakan studi penentuan kriteriapenduduk miskin (SPKPM 2000). Temuannya adalah adanya hubungan yang nyata antara kedua jenis pengulatran Iremiskinan dimaksud di atas. Hanya saja, secara operasional di lapangan, pengumpdan rlntsnya mengalami kendala yitu untuk mendapatkan data pendukung diperlukan daftar pertanyam yang rinci, sehingga muncul kecmderungan h a i l yang bias. Implikasinya addah mencuba mengkaji indikator subyekti f m e p s i petugas) sebagai pendekatan pengukuran kemiskinan berdasarkan indikator objekti f.
Penelitian ini bertujuan untuk menghitung validitas dan reliabilitas pengukuran kemiskinan berdasarkan model pengukuran (measurement model), dan selanjutnya dengan menggunakan model persarnaan struktural (structural equation model) mengkaji hubungan kausalitas antara indikator subyektif dengan indikator objekif. Hasil kajian menyatakan bahwa indikator-indikator yang digunakan dalam penelitian ini untuk mengukur kemiskinan berdasarkan indikator subjektif dm
objektif adalah valid dan reliable. Persepsi petugas (indikator subyektif) mengenai keadaan sosid ekonomi responden, secara penganrfi total (total effects), mempunyai hubungan kausal yang nyata terhadap pengukuran kemiskinan berdasarkan garis
kemiskinan (indikator moneter), dan secara pengaruh langsung (direct effects), indikator subyektif tersebut mempunyai pengaruh yang nyata terhadap pengukuran
SURAT
PERNYATAAN
Dengan
ini
saya menyatakan bahwa tesisyang
berjudul
VALIDITAS
DAN RF,LLA]BILITAS PENGUKURAN
KEMISKINAN
Adalah benar merupakan h i 1 karya
sendiri
dan
belum pernah
dipublikasikan. Semua
sumber
data
dm
informasi yang digunakan
telah
din
yatakan
secara
j
elm dan dapat diperiksa kebenarannya.
Bogor,
17
Mei 2002
VALIDITAS DAN RELIABILITAS
PENGUKURAN KEMISKINAN
Tesis
Sebslgai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sdns pada
Program Studi Statistika
PROGRAM PASCA SARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
Nama
Nomor
Pokok
Program StudiValiditas dm Reliabilitas Pengukuran Kerniskinan
Bagus Sumargo
99184
Statistika
Menyetujui
1. Komisi Pembimbing
-" Wvnandin hawan. MSc.
K e t u a Anggota
2. Ketua Program Studi
.
.
' t cL :-
. ,
,
. ,.- +,5' ,,<
'
' - '.+---pl.j 6-
1 g ,' . .. ;hi
RIWAYAT IiIDUP
BAGUS SUMARGO, dilahirkan di Cimahi (Jawa Barat) pada tanggal 22 September
1963. Putera
ke
lima dari tujuh bersaudam, pasangan Bapak Koeswandi Suwarno danIbu KNgt. Soemarsih.
Lulus
SD
T m m Siswa Jakarta pada tahun 1975, kernudian melanjutkan ke SMP Negeri 79 Jakarta, dan selesai tahm 1979. Sete@ tulus dari SMA Negeri I B d i Oetomo J a h t a pada tahun 1982, penulis mendapat Ikatan Dinas BPS di Almderni Jlmu Statist& ( A I S ) Jakarta dan lulus tahun 1985.Selesai menamatkan kuliah dati AIS, p d i s ditempatkan di
Pusat
Pendidikan dan Latiban Statistik (sekarangkrnama
SekolahT i
llmu
Statistik),BPS
Jakarta, dan sekaligus menjadi staf pengajardi
AIS.Pada tahun 1988, penulis mendapat kesempatan ijin klajar dari BPS untuk rnelanjutkan studi di Institut Pertanian Bogor
(PB),
Bogor, guna memperoleh Sarjana Statism dan lulus tahun 199 1. Selanjutnya mtara tahun 1 99 1 sampai dengan tahun 1999, penulis kkerja di BPS pa& bidang Perencanaan dan MetodoIogi.PRAKATA
Puji
syukur
penulis panjatkanke
hadlirat AllahSWT
atas selesahya tesis ini. Topik yang dipilih adalah Validitas clan Reliabilitas Pengukuran Kemiskimn.Terima kasih diucapkan kepada Prof. Dr.
Tr.
H. Ahrnad Ansori Mattjik danWynandin Imawan. MSc selaku pernbimbing, atas gagasan dan dorongan yang sangat berguna dalam penyelesaian penelitian serta penulisan tesis; Ketua Program Studi Statisilca beserta staf atas kepercayaan dan kesediaannya mendidik penulis, khususnp dalam bidang statistika; Direlctur Program Pascamjana IPB beserla staf
atas pelayanan selama penulis menempuh pendidikan; Kepala BPS yang telah
memberikan tugas belajar s e r h fasilitasnya; Orang Tua dan Mertua Penulis atas
doanya; Istri Els Arianti dan putri-putriku Atikah Fathinah dan
Afiyah
Tsawat Zharifah atas kesabaran, doa, dan dukungan moralnya; teman-teman STK Suwmo, Sugeng Arianto dan lainnya atas sumbangsib informasinya; ternan-ternanBPS
Puguh Irawan,En
Hastoto, Ali Said, Avenzora, Suradi, atas kerja samanp, serta yang lainnya yang telah mcmb&u &lam penyelesaian tesis hi.Tabel 12.
Halaman Sistem Penskoran Peubah-Peubah Pengelompok Rumah Tangga Miskin
..
14 Perkiraan Garis Kerniskinan Agustus 2000 menurut Propinsi...
18 Klmifiksrsidm
Skor Jawabandalam
Kuesioner menurut Indikator ciriTempat Tinggal
.
.
...
...
. ..
...
,.
, , , , , ,... . ... .
...
.
, ,...
...
...
... .
20Modi fikasi Klasifikasi dan Skor Jawaban dalam Kuesioner menurut
lndikator Ciri tempat Tinggd
...,..
...
...
. .
. . . ... .
22Loading
Faktor untukPeubah-feubah
Pengelompok Hasil AnalisisFaktor
dengan Rotasi Varimax...axax..ax...
27
Deskripsi Peubah Pengamatan dan Laten yang ada dalam Model...
29Pengaruh h g s u n g , Tak L a n p g , dan Pen& Total
5,
dan q pada q,ydanx
...
,.....
53 Persentase Responden menurut Peubah Pengarnatan dan Kategori SkorJawaban (dalam kuesioner)
...
. .. . .. . . ... ... .
.
.
. . .
...
.
.
. . .
. . . .
.
, , ,. . . .
, 59Koefisien Validitas clan Reliabilitas Peubah-Peubah Pengamatan pada
Peubah Laten Eksogenus
... . . .
.
. . . .. .
. . . .. . . .. . . .. . . ..
. . . ..
. . . .
..
.
,. . .
.
6 1Koefisien Validitas dan reliabilitas Peubah-Peubah Pengamatan pa&
Peubah Laten Endogenus
.. . .
. . . .
... . . . .. . . . ... . . . .. . . ..
. . . ..
. . . ..
. .
. . .
.
. .
6 1Dekomposisi Pengaruh Kausal antara Peubah Laten Eksogenus dan
Endogenus
...
64Halaman
Gambar 1
.
Kerangka Teoritis dari Model Struhral Hubungan Indikator...
Subyekti f dan Indikator Objektif 16
...
Gambar 2
.
Model Struktural Laten Eksogenus &n Laten Endogenus 28...
Gambar 3
.
Model Hipotesa Peubah h t e n Eksogenus 29...**.***.**...
.
Gambar 4
.
Model Hipotesa Peubah h t m Endogenus...
30 Garnbar 5.
Model S MHipotesa : Hubungan Kausal Peubah-Peubah L a t e n 3 1...
Gambar 6
.
Plot Sisaan baku dengan Kuantil Normal...
....,
...,
60...
Gambar
7.
Model Hipotesa Peubah Laten Eksogenus 68Latar Betakang
Pemerintah Indonesia telah menentukan bahwa strategi pembangunan
ditekankan pada perbailcan kualitas hidup masyarakat Indonesia yaitu meningkatkan
taraf hidup masyarakat secara lebih merata, sekaligus ditujukan pula untuk mencapai tingkat pertumbuhan ekonomi yang memadai. Strategi pembangunan ini telah
ditetapkan oleh
MPR,
dicantumkan dalam GBHN dm merupakan suatu strategi yangsesuai dengan apa yang tercanturn dalam UUD 1 945. Sejak timbulnya laisis ekonomi
yang dipicu oleh krisis moneter pada pertengahan tahun 1997, pertumbuhan ekonomi
terhenti dan laju inflasi meningkat pesat dan berakibat pada taraf hidup rakyat Indonesia yang merosot tajam, dm pada gilirannya berdampak pada pesatnya jumlah
penduduk miskin.
Kerniskinan merupakan masalah pembangunan di berbagai bidang yang
ditandai oleh keterbatasan, ketidakmampuan, dan kekurangan. Seperti, keterbatasan
memperoleh kebebasan dan hidup sesuai dengan tingkat harapan hidup, ketidalunampuan untuk mendapatkan pendidikan, akses fasilitas air bersih, fitsilitas
jamban, dan kesehatan yang memadai, serta k e b g a n dalam memenuhi kebutuhan
dasar sandang, dm pangan. Oleh karena itu, kerniskinan merupakan masalah pokok nasional yang penanggulangannya tidak dapat ditunda dengan dalih apapun dan harus
Para penentu kebijakan dan pembuat keputwan yang bhubungan d e n p
masalah kemiskinan, dalam pekej*aaanya mereka hams berdasarkan dan mempunyai
data kemiskinan yang sahih (valid) dan dapat dipercaya (reliable). Ilengan data
tersebut para penentu kebijakan dan pembuat keputusan dapat menggunakan
infoamasi yang mereka perlukan untuk : alokasi anggxan ke setiap wilayah berupa
Dana Alokasi Umum (DAU), prioritas dalam formulasi kebij akan yang bwpihak
kepada masyarakat miskin (pro-poor),
dan
advolpsi bagi pengambil keputusan.Tanpa adanya duhmgan data tersebut, para penmtu kebijakan dan pembuat
keputwm kemungkman akan membuat kekeliruan dalam menentukan target,
kebijstkan dan membuat program yang tidak cocok untuk kelompok yang menjadi
sasaran program.
Salah satu sisi penting dari data kemiskinan adalah rnasalah penguhan
kemiskinan (measuring paver@). Contoh, data kerniskinan p g dipublikasikan
secara resmi oleh BPS diukur d e n p garis kemiskinan, yaitu nilai pengeluaran konsurnsi kebutuhan dasar makanan yang setara dengan 2.100 kilo kalori enerji per
kapita per hari, ditambah dengan nilai pengeluaran untuk kebutuhan dasar bukan
makanan yang paling esensial. Penduduk dengan pengeluaran per kapita di bawah
garis kemiskinan ini diklasifhikan sebagai miskin. Pemerintah selama ini mernanfaatkan data
BPS
hi unhrk pmcanaan yang bersifat makro, khususnya&lam menentukan alokasi dan besaran dana untuk mernbantu penduduk miskin (sebagai sasaran program pengentasan kerniskinan), baik untuk tingkat nasional
* *
merupakan kem&nan absolut yang didcur b e r e indikator moneter yaitu peubah-peubah pengukummya dijadikan
ke
dalam nilai rupiah (bekenaan denganm g ) . Contoh, beswan rata-rats pengeluaran per kapita per bulan dirupiahkan menurut kondisi di suatu wilayah, misalnya di propinsi DKI Jakarta, nilainya setara
dengan Rp. 1 10.000.
Sisi lain yang tidak kalah pentingnya untuk pengukuran kemiskinan adalah pengukuran kemiskinan yang bersihi relatif. Untuk rnaksud ini, pada tahun 2000,
Pemerintah Daerah propinsi DKI Jakarta, Mimantan Selatan, dan Jawa Timur
pernah mengadakan pendaftaran p d u d u k
miskin.
SedangkanBKKBN
mengukurkemiskinan relatif yang bersifat operasional
(dm)
yaitu hasilnya &pat mengetahui dimana keberadamdan
siapa orang miskin itu. Hasil penguhim kemislcinannyaberdasarkan indikator non-moneter, seperti, jenis lantai terluas dari tanah. Pada tahun
2000,
BPS
juga mengumpukan data kerniskinan relatif melalui studi penentuankriteria penduduk miskin (SPKPM 2000).
Kedua istilah pengukmn t&ebut diatas yaitu pengukwm kemiskinan
absolut (indikator momter) dan kemiskinan relatif (indikator non rnoneter)
mmpakan pengukuran kemiskinan yang berdasarkan indikator objekti f. Hasil
SPKPM 2000 menunjukkan adanya kaitan antara pengukuran kemiskinan relatif dan
pengukuran kemislunan absolut
.
Hal ini ditunjukkan dengan adanya garis kerniskinanyang dapat dijelaskan oleh peubah-peubah kemiskinan relatif yaitu sebesar 8 1,17
persen dm hasil uji adalah nyata (signlfzcant) dengan taraf nyata sebesar 5 persen. Disamping indikator objektif, juga ada indikator subyektif untuk pengukuran
jenis indikator ini memudahkm pengumpulan data di lapangan, karena pertanyaamya
tidak terlalu rinci, tidak seperti kalau kita mengurnpulkan data dengan menggunakan
peubah pengeluaran (konsumsi)
.
Permasalahan semakin menarik, bi la dikaj i hubungan kausatitas antara indikator objektif dan indikator subyektif, dengan terlebihdahulu melakukan evaluasi persyaratan indikator-indikator pengukur yaitu
persyamtan sahih (valid) dan dipercaya (reliable).
Tuj uau
Tujuan penelitian h i adalah untuk :
1. Menentukan pengukum kemiskinan relatif berupa faktor atau laten (peubah yang tidak dapat diukur secara langung) dengan menggunakan analisis faktor
Cfactor analysis);
2. Menghitung validitas dm reliabilitas pengukuran kemiskinan relatif;
3. Mengkaj i hubungan kausalitas mtara indikator subyektif dengan indikator
obj ekti f (indikator kerniskinan relatif clan indikator kerniskinan absolut) pengukur kemiskinan berdasarkan suatu model yang telah ditentukan
TINJAUAN PUSTAKA
Indikator Objektif dan Indikator Subyektif
Menghadapi masalah
dan
tantangan serta berpedoman pada arah kebijakanGBHN
dan menyadari keterbatasan sumber daya yang tersedia, maka perluditetapkan prioritas program-program pembangunan. Salah satu prioritas
pembangunan untuk jangka pendek adalah program-program untuk mempercepat pemulihan ekonomi disertai dengan upaya mengatasi masalah kemiskinan yang
meningkat pesat selama krisis. Dalam upaya menanggulangi masalah kemiskinan, ada
dua strategi utama yang diternpuh. Pertama, me1aIrukan berbagai upaya dengan tujuan untuk memenuhi kebutuhan pokok dan rnclindungi keluarga dan kelompok
masyarakat yang mengalami kemiskinan sementara sebagai akibat dampak negatif krisis ekonomi dan kemiskinan struktural atau kemiskinan kronis yang terjadi terus
menerus. Kedua, rnelakukan berbagai upaya unt& membantu masyardcat yang
mengalami kemiskinan struktural, antara lain, memberdayakan mereka agar mempunyai kemarnpuan yang tinggi untuk rnelakukan usaha dan mencegah
te jadinya kemiskinan barn (Bappenas mengenai Propernas, 2000).
Dalarn usahanya mensukseskan strategi utama yang tersebut di atas,
diperlukan data statistik yang handal. Data statistik merupakan input yang sangat
penting bagi perencanam, monitoring dan evaiuasi terhadap program dan
ke
bijaksanaan pernbangunan, karena data statistik memberikan fakta yang berkaitanpenentu kebijaksanaan dan pembuat keputusan dapat menggunaksln damn objektif
dan
bukan
berdasarkan pada persepsi hdividu di dalam membuat suatu keputusan(Surbakti,
1W5).
Program-program yang dihasilkan dari proses pembuat keputusanyang benar, cenderung akan lebih berhasil dengan baik dalarn pencapaian sasaran pembangunan, yaitu pengentasan kemiskinan.
Indikator sosial adalah salah satu dari beberapa bentuk
statistik
sosial dan: pada umumnya merupakan suatu produk dari pernilihan, kompilasi dan komputasi
atau penghitmgan statistik yang adst mtuk membentuk statistik-statist& baru yang
dapat
m
e
perhatian pernakai data secara langsung dalam M a g a i situasi yangmenentukan. Sebagai suatu
ukuran
yang ringkas tentang tingkat, kondisi dan tren,indikator sosial sangat berguna sekali untuk rnenarik perhatian perencana pada
umumnya, penentu kebijaksanaan dan pembuat keputusan,
ke
arah masalah dan ketimpangan sosial dan juga untuk monitor perkembangan dari waktu ke waktu(UN,
1978 daIm Surbakti,l995).
Indikator dapat memberi aba-aba atau peringatan
akan
sesuatu yang mungkinakan terjadi atau juga memberi petunjuk bahwa sesuatu telah terjadi. Indikator diartikan sebagai suatu pertan& Ipetunjuk) tentang kmdaan tertentu atau dapat juga
dikatakm sebagai peubah yang membantu menilai perubahan-perubahan yang ada
(BPS, 1998). Salah satu contoh indikator sosial adalah indikator kemiskinan, dengan
sendirinya kita rnempunyai pengertian yaitu sesuatu yang menunjukkan atau memberi gambaran tentang kemiskinan. Pada urnumnya dikenal h a jenis indikator kerniskinan
merupakan refleksi dari
keadaan
tersebut (Utomo, 1985 dalam BPS, 1998).Sedangkan pengertian indikator subyektif adalah indikator yang ditumnkan dari data
atau ketemngan yang bersifat halitatif
dan
umumnya merupakan jawaban ataspertanyam mengenai pandangan (persepsi) terhadap suatu masalah (Suradji, 1985 dalam
BPS,
1998).Kelebihan mengukur sesuatu dengan menggunakan indikator objektif adalah sernua orang akan mempunyai pemahaman yang sama mengeaai samtu tersebut atau
den* kata lain, untuk ha1 yang sarna, indikator objektif memberikan hasil yang
sama pula, walaupun dipakai oleh orang yang behala
dan
pada waktu yang berbeda. Kelemahamya adalah secara operasionaldi
lapangan, pengumpulan datanyamengalami kendala yaitu untuk mendapatkan data pendukung perlu d a b perhnyaan
yang rinci, sehingga muncul kecenderunjp hasil yang bias. Kelebihan menggunakan
indikator subyektif adalah karena yang sifatnya pandangan (persepsi) maka mudah dalam pengumpulan datanya di lapangan. Sedangkan kelemahamya adalah antar
individu m e m b y a i pemaharnan yang berbeda tergantung dari harapan, aspirasi,
pengalaman dan standar yang dianut.
Aplikasi dalam indikator kerniskinan, dengan sendirinya mempunyai
pengertian mengenai sesuatu yang menunjukkan atau memberi gambamn tenbng
status atau penguhmn kemiskinan. Pengukuran kerniskinan dapat dilakukan berdasarkan indikator objektif dan i n d h t o r subyekti f. Indikator objektif untuk pengukuran kerniskinan dibedakan menurut indikator moneter dan indikator bukan
moneter mernberikan pengertian ketidakmmpuan memenuhi kebutuhan dasar yang
diperlukan untuk hidup layak dan indikator ini untuk men* kemiskinan relatif. Contoh, kemiskinan relatif rumah tangga dihitung berdasarkan pmentase rumah
tangga yang tidak p m p akses pada air berslh, persentase rumah tangga dimana lantai
m y a dari tanah, pengeluaran untuk makan, koefisien Engel, H m a n Poverty
Index (HPI) dan lain sebagahya.
Pada dasamya, pengklasifikasian suatu rumah tangga sebagai "miskin" atau 'tidak miskin" cenderung bersifat subyektif. Bahkan dalam konsep kerniskinan
absolut, yang mana suatu rumah tangga dianggap miskin jika tingkat
kesejahtemnnya berada
di
bawah standar hidup yang telah ditentukan secaranormatif, penentuan standar hidup normatif ini juga tidak terlepas dari subyektifitas
yang mernpertimbangkan secara relatif pada keragaman pola atau gap hidup dari
suatu masyarakat pada suatu jangka waktu tertentu (hawan, 2000). Penjelasan ini mengidenti fikasi kan adanya hubungan kausali tas antara kerniskinan menurut indikator subyektif dengan indikator objektif. Dengan kata lain, indikator subyektif,
menguIrur kemiskinan kdasarkan persepsi dan karma persepsi yimg dihasilkan
merupakan msessment berdasarkan pengetahuan,
fakta
yang objelctif tentangkemampuan nunah tangga yang dikaji dalam memenuhi kebutuhan minimum untuk hidup layak, maka indikator subyektif ini konsisten dengan indikator objektif
(SPKPM 2000 dalam
BPS
2000). Pernyataan hi juga didukung dari b e h p a studisebelumnya yang rnenunjukkan adanya hubungan antara indikator objektif dengan indikator subyektif (Imawan, 1 994) dan Withey ( 1 974) dalam Imawan ( 1 994), juga
Penmuran Kerniskinan Absolut dan Relatif
Pengukuran kemiskinan di Indonesia dapat diukur b e r d w d m garis
kemiskinan @over@ line). Garis kemiskinan
(GK)
yang merupakan indikatormoneter, dihitung berdasarkan peubah pengeluaran makanan dan non-makanan. Responden yang mempunyai pengeluamn per kapita per bulannya di atas garis
kemiskinan,
masih dapat dika&kan miskin karena h y a peubah lainnya yangrnenyebabkannya rnenjadi miskin yaitu indikator bukan moneter (hdikat~r non
moneter).
Indikator moneter merupakan peubah-peubah ymg dig& untuk
rnengukur kerniskhan absolut dan be- dengan uang. Kerniskinan absolut didefinisikan sebagai ketidahampuan untuk memenuhi standar minimum kebutuhan
hidup (Quibria, 199 1 &lam Irawan, 2000). Pengukmmya itu sendiri rnenggunakan
peubah pendapatan (income) atau peubah pengeluaran sebagai aproksi peubah
pendapatan. Hal ini sesuai dengan pernyataan
UNDP
dan BPS (1999, halaman 3)yaitu "absolute puvetfy means more than low income". Dalam penguhan kerniskinan absolut, kebutuhan dasar minimum untuk makanan setara dengan nilai moneter kebutuhan energi sebesar 2.100 kilo kalori per kapita, ditarnbah dengan
kebutuhan baku minimum untuk bukan rnakstnan. Ulcuran kerniskinan yang
didasarkan pada konsep ini disebut sebagai Head Count Index (HCI). Indeks ini
menunjukkan rasio banyaknya penduduk miskin untuk setiap 100 orang. Ukuran ini banyak digunakan dalam praktek penentuan jumlah penduduk miskin di banyak
Kerniskinan relatif yang diukur berdasarkan indikator
bukan
moneter (non-moneter) didefinisikan sebagai ketidahampuan untuk memenuhi standar hidup yang sesuai dengan yang diperlukan (Quibria, 1991 &lam Irawan, 2000). Bebaapa sumber
yang mengulrur kemiskinan relatif antara lain adalah : Bank Dunia (World Bank),
UNDP, Firdausy, BKKBN, LDUI,
dan
BPS. Bank Dunia (1990) dalam laporan tentang kemiskinan menyarankan, kerniskinan sebaiknya tidak hanya diulrur denganpendapatan tetapi juga dapat digambarkan melalui perspektif pembmgunan
manusianya. Kerniskinan dapat juga berarti pilihan untuk pembangunan manusia
yang memadai yaitu sehat (healthy), standar hidup yang menyenangkan (to enjoy a
decent standard of living), harapan hidup yang lebih lama (to lead long), bebas
(freedom), kehidupan yang pantas (dignity), harga diri (sevesteem).
UNDP (1997) memperkenallcan u k m kemiskinan berupa Human Poverty
Index (HPI). Ukuran
WI
melibatkan dimensi dasar yang paling banyak terdapat dalam kehidupan sehari-hari yaitu berupa indikator harapan hidup yang pendek dibawah usia 40 tahun ( a short life or people not expected to sudw to age 40),
ketidakmampuan mengkuti pendidikan dasar (lack of basic education or adult
ifliteracy rate)
dm
ketidalanampuan mengakses sumber untuk kebutuhan umumseperti; air bersih (population without access to safe water), kesehatan (population
without access to health services), dan tingkat kernatian balita (undernourished
children under five).
Firdausy (1994) mengomentari
ulruran
kemiskinan melalui indikator sosial. Dalarn daerah perkotaan di Indonesia, nunah tangga miskin &pat juga dihubungkansanitasi, rumah yang tidak layak Untuk daerah perkotaan dan perdesaan, tingkat pendidikan kepala rumah tangga merupakan satu indikator untuk kriteria rumah
h g g a miskin. Kepala rumah tan= yang mempunyai pendidikrul rendah, cenderung miskin daripada kepala rumah tangga yang mempunyai tingkat pendidikan tinggi.
Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasiod (BKKBN) mendefmisikan
keluarga miskin her- indikator ekonomi dan indikator
bukan
ekonomi.Menurut konsep BKKBN, keluarga diklasifikasikan atas Iima t a h a p yaitu keluarga
pra sejahtera, keluarga sejahtera tahap I, keluarga sejahtera tahap
II,
keIuargasejahtera tahap
III
dan kelwga sejahtera tahap ID plus (sumber : Kantor MenteriN e w Kependudukan/BKKBN, 1997). Keluarga sejahtera
tahap
I adalah keluargrt jika memenuhi lima indikator yaitu :1) Anggota keluarga melaksanakan ibadah menurut agama yang dianut masing-
masing;
2 ) Pa& u m ~ ~ ~ l y s t seluruh anggota keluarga makan dua kali sehari atau lebih;
3) Seluruh anggota keluarga memiliki pakaian yang beheda untuk dirumah,
bekerja, sekolah, dan berpergian;
4) Bagian terluas dari lantai bukan dari tanah*
5 ) BiIa anak sakit atau PUS ingin ber-KT3 dibawa
ke
sarandpetugas kesehatanserta diberi cara
KB
modern.Sedangkan keluarg Pra Sej ahtera (sangat miskin) adalah keluarga yang tidak memenuhi salah satu knterialpemyaratan sebagai keluarga sejahtera tabap I.
6) Paling sedikit satu kali dalam seminggu, keluarga makan daginglhdtelur;
7) Seluruh anggota keluarga membeli satu set pakaian baru dalam satu tahun; 8) Setiap anggota keluarga memiliki ruang pribadi dalam rumah paling tidak 8
m2;
9) Seluruh anggota keluarga yang berusia 60 tahun tidak buta huruf;
1 0) Seluruh anggota keluarga yang berusia 6- 12 tahun adalah bersekolah;
1 I) Sedikitnya satu anggota keluarga yang berusia 15 tahun
ke
atas sudahmempunyai pekej aan tetap;
12) Selama satu bulan yang lalu, seluruh mggota keluarp adalah sehat,
dan
dapat melakukan selunrh perarm dalam akeifitasnya;13)hggota keluarga dapat melaksanakan ibadah menurut agama yang dianut
masing-masing, secara teratur;
Kelwga sejahtera tahap III, selain memenuhi syarat 1) sarnpai dengan 13)
yang tersebut di atas, juga memenuhi syarat tambahan yaitu :
14) Mempunyai dua anak atau lebih
dan
jih keluarga mempunyai lebihdari
dua anak, pasangan suarni istri menggunakan alat kontrstsepsi;1 5 ) Kebanyakan pendapatan anggota keluarga disisihkan untuk investasi
@bungan);
16)Biasanya, anggota keluarga berpartisipasi dalam kegiatan urnurn dalam
lingkungan tetangga;
17) Keluarga melakukan kegiatan liburan, minimal setiap t i e bulan sekali;
20) Ada usaha
dari
keluarga untuk selalu meningkatkan ibadah;Keluarga sejahtera tahap plus, selain memenuhi syarat 1) sampai dengan
20) yang tersebut di atas, juga memenuhi syarat tambahan yaitu :
21) Secara regular, keiuarga dan mggota keluarga mendonaturkan matmhya untuk kegiatan umum;
22)Kepala keluarga atslu anggota nunah tangga berpartisipasi dalam kegiatan
umumllembaga.
Studi m k o telah dilaksanakan oleh Lembaga Demografi Universitas
Indonesia (LDUI, 1994) di propinsi DKI Jakarta. Hasil pengujian
akan
fenomena kerniskinan yang dapat menghubungkan denganulsuran
dan dekisi kemrslunan.
.
adalah b l i t a s kesehatan
an&
(kel~a%a), kesehatan, mta-rata pendapatan keluargaper minggu, kegiatan sosial, kondisi fisik rumah, seperti : as& rumah, aset tanah,
status tanah,
ukuran
rumah, luas lantai, dan jamban.Pa& tahun 2000,
BPS
melaksanakan Studi Penentuan Kriteria PenduduWRumah tangga Miskin(SPKPM
2000). Hasil-hasil dari pelaksanaan studiini merekomendasikan dua hal penting yaitu: (i). Pendapatan clan pengeluaran rumah
tangga tidak dapat digunakan sebagai peubah-peubah pengelompok (classifling
variables) miskin, meskipun kedua jenis peubah tersebut merupakan peubah yang kuat untuk mengukur kerniskinan; (ii) Suatu rumah tangga merupakan kelompok
sasaran untuk memperoleh program bantuan pemerintah, jika perolehan skor oleh
Tabel I : Sistem Penskoran Peubah-peubah fengelompok Rumah tangga Miskin
Jenis Lantai Tanah
Luas h t a i per kapita 5 8 m2 Kepemilikan Jamban (WC I
MCK)
Pembelian Pakaian selarna satu tahun Mempunyai Fasilitas Air Bersih Variasi Konsumsi Lauk-Pauk Kepemilikan AsetPhsipasi dalam kegiatan Sosial
'
No.
1 J
Sumber : BPS, 2000.
Peubah Pengelompok
Y a = 1 ; Tidak=O Ya = 1 ; Tidak = 0
Ya=O; Tidak= 1
Ya=O; Tidak= 1 Ya=O;
Tidak=
1Ya=O; Ti&= I Ya=O;
Tidak=
1Ya
= 0 ;Tidak
= 1Kedelqan peubah pengelompok tersebut di atas didukung oleh beberap sumber penelitian lainnya. Peubah j& lantai, variasi lauk pa& kemampum
membeli palman dalam setahun tehh dikemukakan oleh BKKBN. Peuhah luas lantai,
kepemilikan jamban, clan partisipasi dalan kegiatan sosial, serta kepemilikan aset
disinggung dalam penelitian LDUI, dan pub& mempunyai aksa terhadap fasilitas
air bersih didukung krdasarkan penelitian UNDP dm Firdausy.
Kerangka Teoritis
Jenis indikator lainnya selain indikator objektif adalah indikator subyektif.
Indikator jenis ini masih merupakan wacslna dalam dunia penelitian sebagai pengukur
kerniskhan. Hal ini terlihat dari langkanya referensi penelitian pengukuran kerniskinan dengan menggunakan in&kator subyektif. Indikator subyektif mengukur
bagaimana perasaan atau persepsi responden terhadap sesuatu keadaan sebagai akibat
tidak miskin. Contoh, responden &pat menentukan miskin atau tid& miskin m y a ,
secara subyektif. Mungkin menurutnya bila belurn mempunyai W , masih dilcatakm miskin atau dirasakan setiap hari makan dengan temp dinilai masih miskin dm lain
sebagainp.
Studi-studi kemiskinan di Indonesia yang didasarkan pada ukuran kemiskinan
dengan indilator subyektif memperlihatkan bahwa kemiskinan yang diartikan oleh penduduk/rumah tangga (sebagai responden) berlxda dengan arti kemiskinan yang
menggunakan pendekatan objekti f (Sayogyo, 1994 yang dicuplik oleh Irawan, 2000).
Salah satu implikasi dari pernyataan ini adalah rnernuagkhkan mernilih alternatif lain dari persepsi responden yaitu dengan men- persepsi petugas pengumpul data
kemiskinan. Petup sebagai pihak lain dapat melihat dengan sudut pandang yang
lebih luas, jadi lebih objektif, atau paling tidak lebih bersih dari kepentingan-
kepentingan tertentu dibandingkan dengan persepsi yang dilakukan oleh responden
itu sendiri. Indikator subyektif ini merupakan konsep p e n g u h m kemiskinan untuk
level milcro dan j u g merupakan
ukuran
kerniskinan reIatif (UNDP dan BPS, 1999). Kebanyakan penelitian mernpunyai perhatian yang serius dalarn mengaitkanantara indikator objektif dan indikator subyektif. Burke (1 983) dalam Imawan (1 994),
mengakses 90 hasil shidi, dan menemukan bahwa indikator subyekti f mempun yai
hubungan langsung yang konsisten dengan indikator objektif. Dengan kata lain, pola
hubungan dirnaksud merupakan kerangka teoritis (Gambar 1) yang dapat dikntuk menjadi suatu model struktural. Pengectian model struktural menurut Hairs (1 995)
saling berhubungan. Hal yang sama juga diungkapkan oleh Pedhazur (1982) yaitu :
Model stnrktural dapat digunakan untuk analisis kausalitas.
1
INDIKATOR SUBYEKTIF
1
INDIKATOR OBJEKTIFI
BARAN
DANMETODE
Sumber Data
Data yang digunakan &lam penelitian ini bersumber dari hasil Studi
Penentuan Kriteria Penduduk Miskin tahun 2000 (SPKPM 2000) yang dilaksanakan
oleh BPS. Cakupan survei meliputi tujuh propinsi terpilih di Indonesia yaitu
Sumatera Selatan, DKI Jakatta, D.1 Yogyakarta, Jawa Timur, Nusa Tenggara Barat,
Kalimantan Barat, dan Sulawesi Selatan dengan jumlah sampel akhir (clean)
sebanyak 2.926 rumah tangga.
Metode pemilihan sampel yang digwlakan adalab pemilihan sampel bertahap
(multistage sampling), sedangkan, met ode pengumpulan data di lakukan me1 alui wawancara langsung (tatap muka) antara pencacah dengan responden dengan menggunakan kuesioner. Responden dari rumah tangga terpilih adalab kepala rumah
tangga, suamilistri, atau anggota rumah tangga lain yang rnengetahui secara penis karakteristik rumah tangga bersangkutan. Pencacahan dilakukan pada bulan Agustus
2000, dimana bulan tersebut diperkirakan terjadi perdiaan pangan yang rendah (Surbakti,
P,
1995).Indikator-Indikator Kerniskinan
variables), dan p e n g u b kemislrinafi relatif. Sedangkan indikator subyek-hf yang dihasilkm dari studi ini adalah data persepsi petugas pengumpul data kerniskinan
bempa persepsi petugas mmgenai kualitas rurnah (termasuk asp& kesehatan)
responden dan persepsi petugas mengenai keadaan sosid ekonomi suatu rurnah
Peubah atau data pengeluaran per kapita per bulan merupakan jenis indikator objektif untuk pengukuran kerniskinan absolut. Selanjutnya nilai pengel- dimahd, dibandingkan dengan garis kerniskinan yang telah ditentuhn sebelumnya.
Rumah tangga diklasifhsikan miskin (diberi &or l), bila pengel- per kapita per
bulan dibawah garis kerniskinan, dan sebalhya diheri skor 0 untuk
pengklasifikasian tidak miskin. Hasil penghitungan garis kerniskinan disajikan pada
Tabel 2 sebagai berikut
(BPS,
2000):Tabel 2 : Perkiraan Garis Kerniskinan Agustus 2000 menurut Propinsi #)
Sumatera Selatan
]
96.133 76.8391
93 -0451
74.3711
DKI Jakarta DI Yogya Jawa Tirnur Nusa Tenggara
Barat Kalimantan Timur
Dalarn mengukur kemiskinan hi hams dihitung garis kerniskhan pada Sukawesi Selatan
]
85.357I
69.017kondisi pencacahan (Agustus 2000). Dengan rnempertimbangkan jumlah sampel f 09.164
93.921
90.204
89.846
103.47 1
86.93 5
1
70.293Sumbw : SPKPM 2000
#) didasarkan atas garis kerniskinan Februari 1999 yang dig- dengan inflasi selarna Februari 1999 - Agustus 2000
-
76.773
73.773
74.677
81.142
1 13.706
yang terbatas, maka penghltungan
garis
k e m i s b tidak didasarkan atas paketkebutuhan dasar penduduk. Penentuan garis kemdmm
. .
bdan Agustus 2000diperbakm dengan cara menggerakkan garis kemhkinan Februari 1999 dengan
inflasi (indeks harga konsumen) selama Februari 1999-Agustus 2000. Perkhan garis
kemiskinan dihitung untuk masing-masing propinsi sampel dm menurut claemh
perk-
dan perdesaan. Dari perkiraan garis kerniskinan yang didapat, maka dapatdiketahui status kerniskinan dari masing-masing rumah tan= Jika pengduapn
rumah tangga per kapita per bulan dibawah atau sama dengan garis kerniskinan maka
rumah tangga tersebut dikIasifikasikan miskin, dan apabila di atas garis kerniskinan
malca
diklasifikasikan
tidak miskin (BPS, 2000)Jenis indikator objektif lainnya yang diharapkan &pat men* kerniskinan
relatif adalah 8 peubah penciri kemiskinan dan pengukuran kemiskinan relatif yang
dikaji oleh BPS berdasarkan perolehan minimum jumlah skor oleh suatu rumah
tangga. Skala p e n w a n kedelapan peubah penciri kemiskinan yang juga disebut s&agai peubah pengelompok (classrfjing variables) menggunakan skala ordinal.
Klasifikasi kedelapan peubah dibedakan menurut : ciri tempat tinggal, kepemilikan
I. Ciri tempat tinggal yang juga merupalcan k l a s i f h i dari kondisi rumah :
Tabel 3 : KlasifiZrasi dan Skor Jawaban dalam Kuesioner menurut Tndikator Ciri Tempat Tinggal
n.
Kqernilikan Aset : merupakan klasifhsi kegiatan ekonomi dan penghilanAset meliputi :
-
Aset pduktif seperti; sawah, kebun, ternak, ojek, angkutan perahu dsb.- Aset Non Produktif seperti;
TV,
Radio, Perhiasan., Mebel, Sepeda,kendaraan bermotor bukm untuk diusahakan.
Bila kode jawabannya tidak memiliki aset, maka diberi skor 1,
d m
bilamemiliki aset, diberi skor 2.
IlI. Aspek Pangan (rnakanan) :
Yang dimaksud disini adalah peubah variasi konsumsi lauk-pauk (daging,
ikan, telur, ayam). Skor 1 diberikan bila jawabannya adalah rumah tangga
dimaksud tidak ada variasi dalam berkonsumsi lauk-pauk. Skor 2 untuk
jawaban ada, tapi tidak bervariasi; dan skor 3 mtuk jawaban Ya bervariasi. hdikator
Luas Iantai
Jenis lantai Fasilitas air bersih
Fasilitas Jamban
Klasifikasi (skor jawaban &lam kuesioner)
5 36 m2 (skor 1); 37-54 m2 (skor 2); 55-69 m2 (sbr
3);
70- 1 00 m2 (skor 4); > 100 m2 (skor 5 )
Tanah(skor1);
kayu(&r 2); semenlubinlkersrmik (skor3) Tdk ada (skor 1); sumur tidak terlindung (skor 2);ledeng/PAM/sumur terlindung (skor 3)
N.
Aspek Sandang (pakaian) :Pertanpan dalam kuesioner adalah apakah dalam setahun setiap anggota rumah tsngga minimal membeli 1 pakaian (yang di luar seragam)? Skor 1
untuk jawaban Tidak; dan skor (2) ;
Ya.
V.
Kegiatan SosialPertanyaan dalam kuesioner addah apakah hadir dalam scam rapat RTldesa
lainnya dalam kaitannya dengan pernbangunadpemmalahan desa dalam 1 tahun yang lalu. Skor I untuk jawaban tidak;
Skor
2 :Ya,
< 3 kali; dan skor 3,Ya,
2 3 kali.Seianjutnya BPS membentuk pen- kerniskinan relatic yaitu dengan
cara memodifikasi skor jawaban kedelapan peubah pengelompok tersebut, yang
&ya berskala ordinal (skor ganda) menjadi
skor
dikotomi yaitu skor 1 atau skor 0(Skor 1; mencirikan bahwa suatu rumah tangga adalah miskin, dan skor 0 adalah kebalikannya). Secara operasional, pernberian skor 1 dan skor O ini akan
memudahkan petugas pengumpul data kerniskinan dalam pengisian daftar pertanyaan.
Tabel 4. : Modifikasi Klasifdcasi
dan
Skor Jawaban dalarn Kuesioner menurut hdikator Ciri Tempat Tin@ lndikatorLuas
lantai (m2) Jenis lantaibersih
(skor
2); ledeng /PAM/sumur terhdungledeng Fasilitas air
klasifkasi (skor jawaban dalarn kuesioner)
5 3611); 37-54(skor 2); 5549(skor 3);
70-lOO(skor 4); > lOO(&or 5 )
Tanah (skor I); kayu (skor 2); semen I
jamban
I
sendiri (skor 3)I
1
lsendiriI
C~raian : KAustrr pada indihtar Irras lmtai, skor hmil modifihasi m e w s h r I diIakuRan
ubin / k m i k (3)
Tdk ada (skor 1);sumur tidak terlindung
Fasilitas
tedm&p mturumah tangga dengan kasrrs : (i) bila jumlah ART 2 3 orang &gun lam lantai $36 m1 ; fii) bila jumlah ART ,? 6 orang dengan luas lantai 37 - 54 m2 ; (iii) bila jwnlah ART 2 9 orang dengan Iuas luatoi 55 - 69 m2 . Sedmgh unhtk kasus selain tersebut
di atas, diberi skor 0.
Skor Hasil Modifikasi
1
1
o
Per Kapita
n.
Kepemilikan Aset ; bila jawaban pertanyaan ini addah memiliki aset (skor 2),5 8
Tanah
Tidak
tidak a& (skor 1); bersarna (skor 2);
maka basil m o d i f h i menjadi skor 0. Bila jawabmya a&&
tidak
memiliki > 8 bukan tanah Sumurmet, maka skor tersebut menjadi skor 1.
krhdung tidak ada
m.
Aspek Pmgan (rnakanan) : 'Bersama
-
Rumah tangga yang tidak ada atau ada, tapi konsumsi lauk-pauk (daging,
ikan, telur, a m ) tidak bervariasi, maka diberi &or 1. Bila jawabmya
pertanyaan tersebut di atas adalah ada dan bervariasi, maka diberi skor 0.
V.
Aspek Sandang (pkaian)Apakah dalam setahun ini pernah membeli minimal 1 stel pakaian? Bila
V.
Kegiatan SosialApakah hadir dalam acara rapat RTldesa h y a dalam kaitannya dengan
pernbangundpennadahan desa dalam setahun ? Skor 1 untuk jawaban
%Iak", skor 2 'Ya", < 3 kali, dan kedua skor hi dimodifikasi menjadi &or yang baru yaitu skor 1, Sedangkan skor jawaban dalam kuesioner (skor 3) yaitu 'Ya", > 3 kali, dimodifikasi menjadi skor 0.
Untuk masing-masing rumah tangga dilakukan penjumlahan skor 1 dari isian jawaban kedelapan peubah pengelompok dimaksud. Sehingga masing-masing rumah
tan= mempunyai jumlah skor p g berkisar antara 0 (minimum) sampai dengan 8 (mahimum). Bagi nrmah tangp yang mempmyai j d a h skor minimal 5, rnaka
rumah tangga tersebut diklasiflkasikan 'hiskin", dan diberi skor yang baru yaitu skor 1, d m i h n sebaliknya diberi skor 0. Misal, suatu rumah tangga mempunyai luas
lantai per kapita 5 8
m2
(skor I), tidak pemah menghadiri dalam kegiatan sosial (skorI), jenis iantai adalah tanah (skor l), dan tidak memililri aset (skor I), serta skor no1
untuk empat p b a h sisa lainnya. Jumlah skor rumah tangga itu adalah 4 (di bawah
5), sehingga nunah tangga tersebut diklasifikasikan tidak miskin
daa
diberi skor baniyaitu skor 0.
Indikator subyektif yang dig& untuk pmgukuran kerniskinan yang
dihasilkan dari SPKPM 2000 adalah persepsi petugas mengenai kualitas nunah (termasuk aspek kesehatan) dan keadaan sosial ekonomi suatu rumah tangga.
Klasifikasi jawaban persepsi petugas tentang halitas rumah addah skor 1 = sangat
Sedangkan klasifikasi jawaban persepsi petugas tentang kondisi sosial ekonomi
adalah skor 1 = sangat miskin; skor 2 = miskin; skor 3 = mendekati miskin, skor 4 =
cukup; dan skor 5 = kayakangat kaya.
Peubah-Peubah Laten Kemisldnan
Peubah laten didefinisikan (Bollen, 1989) sebagai berikut : Laten variables
are the representations of concepts in measurement models. Iaten yang sering disebut juga sebagai faktor atau konstruk, merupakan peubah p g tidak & p t
teramti secara langsung (unoherved vurinbl~~) dan informsinya didapat secara tidak langsung (indirectly) dari penganrh (fleets) peubah pengamatan (observed
wriablar) yaitu indikator. Peubah laten untuk mengukur kemiskinan berdasarkan indikator subyektif adalah persepsi petugas berupa pandangannya terhadap kualitas
rumah (termasuk asp& kesehatan) dan terhadap keadaan sosial ekonomi responden.
Sedangkm Peubah laten untuk mengukur kerniskinan dengm indilator objektif adalah kemiskinan berdasarkan garis ksmiskinan (indikatm moneter), dan Ldikator
bukan moneter (non-moneter) berupa kemiskinan relatif berdasarkan perolehan skor
minimum bqumiah 5 dan pembentuhn laten (fdctor) dari peubah-peubah
pengelompok (classifiing variables).
Peubah laten kemiskinan berdasarkan indikator subyektif yaitu persepsi
petugas mengenai kualitas rumah
dan
k d a m sosid ekonomi, dibentuk oleh dirinya sendiri yaitu bersumber dari peubah pengamatannya. Peubah laten persepsi petugasmen& kualitas nunah dibentuk dari peubah pengamatan persepsi petugas
keadaan
sosial ekonomi, dibentuk dari peubah pengamatan persepsi +gasmengenai ke&m sosial ekonomi rumah tangga.
Demikian juga untuk pembentukan peubah laten kerniskinan berdasarkan
indikator objektif berupa peubah laten pengukuran kemiskinan absolut dan peubah
laten pengukum kemiskinan relatif.
Peubah
laten pengukuran h i s k i n a n absolutdibentuk dengan memperhatikm garis kemiskinan (GK) dm bedasarkan peubah
pengamatan pengeluaran rumah tangga per kapita per bulan. Sedangkan pembentdm peubah laten pengdcum kerniskinan relatif, becsumber dari peubah pengamatan pengelompok (clussifLing varr'abi~~) yang sebelumnya telah dimodifikasi skornya
menjadi skor 0 atau skor I. Selanjutnya suatu rumah mgga diklasifikasikan miskin, bila rumah tangga tersebut memperoleh jumlah skor minimal 5
dati
8 sebagai batasrnaksimum jumlah skornya.
Khusus terhadap peubah-peubah pengamatan pengelompok, diduga beberapa
peubah pengelompok yang tersedia mempunyai sifatlfhktor umum yang sama,
sehinggd dapat digabungkan. Penggabungan beberapa peubah pengamatan
pengelompok menjadi satu kelornpok disebut Faktor atau Laten. Analisis faktor adalah prosedur statistika untuk rnendapatkan jumlah dimensi terkecil dari peubah
laten berdasarkan nilai korelasi diantara set peubah pengamatan. Beberapa peubah
pengelompok, clan juga disebut sebagai komponen indikator yang mewakili suatu
si fat tertentu, oleh prosedur statistika ini a h digolongkan menjadi satu faktor.
MereIca bersama-sama mempunyai kontribusi yang menentukan untuk
menggnmbarkan kerniskinan secara keseluruhan. Faktor-faktor yang dibasillcan dari
tidak perlu dirisaukan. Pemberian nama faErtor biasanya dapat dilakukan setelah
pengolahan selesai dilakukan.
Dalarn penelitian ini, kedelapan peubah dimaksud, direduksi menjadi 3 (tie)
faktor. Penentuan 3 faktor sejalan dengan permkrrstn UNDP yang menyatah bahwa
panbangunan manusia (Human Development) dititikberatkan pada 3 ruang
yaitu
pendid- kesehatan, dan nutrisi (UNDP dan BPS, 1999). Pada dasarnya andisis
faktor bertujuan untuk mendapatkan sejumlah kecil faktor yang memiliki sifat :
I. Mampu menerangh smahimal mungkin keragaman data;
2. Faktor-falaor tersebut saling bebas;
3. Tiap-tiap faktor &pat diinterpretash.
Untuk tercapainya tujuan di atas, maka dilakukan rnanipulasi agar didapat falaor
dengan daya interpretasi tinggi. Manipulasi dilakukan dengan rnenggunakan metode rotasi t e e lurus Varimax (varimw orthogonal rotation). Metode rotasi ini dapat
membedakan f&or yang satu dengan faktor lainnya, sehingga interpretasi faktor
yang satu tidak mempengadu atau dipenganh faktor lainnya. (johnson & Wichem,
1982). Hasil rotasi akan mengaiubatkan setiap peubah asal
akan
mempunyai korelasiyang tinggi dengan faktor tertentu saja dm tidak dengan faktor lainnya. Dengan demikim setiap faktnr akan lebih tepat dan lebih mudah diinterpretasikan (Tabel 5).
Analisis Faktor merupakan metode analisis peubah ganda yang menerangkan
persduksian beberapa peubah menjadi sejumlah kecil faktor. Sehingga dapat
dikatakafi bahwa f a h r yang terbentuk tersebut tidak dapat d i k secara langsung. FaIrtor yang dimaksud adalah Peubah Laten (Kontruk), yang mana peubah-peubah
didapat secara tidak langsung dari pengaruh peubah-peubah pengamatan (observed
variables) melalui analisis korelasi diantara set peubah-peubab pengamatan (Sharrna,
Tabel 5 : Loading Faktor untuk
Peubah-Peubah
Pengelornpok Hasil Analisis Faktor dengan Rotasi VarimaxCatatan : @ mmgindikasikan nilai < 0,4
Model Struktural
fada paradigma proses pengarnbilan keputusan bahwa rumah tangga
dikatakan miskin ditunjukkan pada suatu sistem relasi yang dapat disusun rnenjadi
model terstnhu. Model hubungan ini diterangkan menurut peubah laten Eksogenus
dan peubah laten Endogenus. Peubah-peubah laten eksogenus
(5)
adalah peubah atauindikator pengukur kerniskinan, dimana penyebab indikator ini b d a diluar model
(its causes lie outside the model; Bollen, 1989). Maka yang dapat dijadikan sebagai laten eksogenus dalam kasus ini adalah persepsi petugas pengumpul data kerniskinan
Faktor
8
@ @
0,850
0,60 1 Faldor
0,69 1
0,673 0,566 @ @ @ @ @ Deskripsi Fakfor @ @ @ 0,765 0,739 0,52 1
@ @
Peubah Pengelornpok
~ m i s ~antai Fasilitas Jamban AksesAirBersih
Kepemilikan Aset Luas Lantai
Kehadiran Kegiatan Sosial
Pakaian dalam 1 tahun Variasi Lauk-Pauk
Nama Faktor (Laten)
SANITASI
EKONOMI
tentang M i t a s Rumah
c1
(temuk asp& kesehatan) dan tentang kondisi Sosial-Ekonomi
&.
Peubah laten endogenus (q) menurut Bollen (1 989, halaman 81) adalah :
me latent endogenous variables are only purtinlly explained by the model or variables are & m i n e d by variables wishin the model.
Maka &lam kasus hi, ada 5 laten endogenus yang dirinci sebagai berikut : 3 laten
endogenus pertama merupakan 3 faktor basil pemfaktoran peubah pengelompok,
pitu faktor SANITASI (q,), EKONOMI (qz) dm KEBLlllHAN (q3). Sedmgkan
peubah laten endogenus lainnya adalah pengukuran kemiskinan relatif (q4), dm
hubungan laten eksogenus dan laten endogenus dapat terlihat dalam Garnbar 2 :
Untuk membantu penerapan prosedur statistika berupa model persamaan struktural (MPS) terhadap model yang disajikan dalam Gambar 2, dideskripsikan
pada Tabel 6 .
Gambar 2 :
Model
Struktural Laten Eksogenus dan Laten EndogenusLATEN EKSOGENUS I LATEN ENDOGENUS
I
EKONOMI
KEBIJTUHAN
Perse~si netupas :
Tabel 6 : -psi Peubab Pengamatan dan Laten yang ada dalam Model
Nama Peubah Deskripsi S kala Notasi dalam Model
Peubah Pengamatan Laten
A Peubah Laten Ekso~enus Persemi Petupas)
RUMAH Kualitas rumah (termasuk O r d i d (5) X I 51
aspek Kesehatan)
SOSEK Kondisi Sosial Ekonomi OrdiN(5) X2
52
B.
Peubah Laten EndoeenusLANTAI 1 Jenis Lantai ordid (3)
YI
JAMBAN Fasilitas Jamban Ordinal (3) Y2 ? l ~
AIRBRSM Fasilitas Air Bersih Ordinal (4) Y3
ASET Kepemilikan
As&
Ordinal ( 2 ) Y4LANTA12 Luas Lantai Ordinal ( 5 )
Ys
r12KEGIATAN Kegiatan Sosial Ordinal (3) Y6
PAKAIAN Membeli Pakaian Ordinal (2) Y7 "I3
LAUKPAUK Variasi Lauk-Pauk Ordinal (3) ' Y8
RELATE Kerniskinan Relatif o r d i d ( 2 ) Y9 r l 4
GK
Garis Kerniskinan o r d i d (2) Ylo r l 5Forrnulasi secam khusus dan lengkap dari Tabel 6 di atas, ditunjukan dalam Gambar 3 dan Gambar 4 untuk model kesalahan pengukmm (the measurement error
Gambar 3 : Model Hipotesa Peubah Laten Eksogenus
& = 0 SOSEK
Gambar 4 : Model Hipotesa Peubah Laten Endogenus
Prosedur Statistika
Model dapat dibangun mehlui dua tahap, Pada tahap pertama, kita bangun
model yang mengandung peubah laten sebagai peubah pengamatan atau tendm dm
keterkaitan antar laten tidak dapat diinterp-ikan. Peubah laten ddam tahap ini
adalah peubah laten eksogenus dan peubah laten endogenus. Antar peubah-peubah
laten dimaksud memunglclnkan (tidak rnemungkinkan) saIing berkorelasi. Pa& tahap k