• Tidak ada hasil yang ditemukan

Fundamentalisme Islam : analisis pemikiran politik Bassam Tibi

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Fundamentalisme Islam : analisis pemikiran politik Bassam Tibi"

Copied!
75
0
0

Teks penuh

(1)

FUNDAMENTALISME ISLAM

Analisis Pemikiran Politik Bassam Tibi

SKRIPSI

Oleh :

I D R I S NIM: 100033218835

JURUSAN PEMIKIRAN POLITIK ISLAM

FAKULTAS USHULUDDIN DAN FILSAFAT

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

(2)

FUNDAMENTALISME ISLAM

Analisis Pemikiran Politik Bassam Tibi

SKRIPSI

Diajukan Kepada Fakultas Ushuluddin dan Filsafat Untuk Memenuhi Syarat-syarat Mencapai

Gelar Sarjana Sosial (S.Sos)

Oleh :

I D R I S NIM: 100033218835

JURUSAN PEMIKIRAN POLITIK ISLAM

FAKULTAS USHULUDDIN DAN FILSAFAT

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

(3)

PENGESAHAN PANITIA UJIAN

Skripsi yang berjudul ”FUNDAMENTALISME ISLAM: ANALISIS PEMIKIRAN POLITIK BASSAM TIBI” ini telah diujikan dalam sidang munaqasah di Fakultas Ushuluddin dan Filsafat UIN Syarif Hidayatullah Jakarta,

pada hari Kamis, tanggal 31 Mei 2007. Skripsi ini telah diterima sebagai salah

satu syarat untuk mencapai gelar Sarjana Sosial (S.Sos) pada Jurusan Pemikiran

Politik Islam Fakultas Ushuluddin dan Filsafat UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

Jakarta, 31 Mei 2007

Sidang Munaqasah

Ketua Merangkap Anggota Sekretaris Merangkap Anggota

Drs. Masri Mansoer, MA. Dra. Wiwi Siti Sajaroh, MA.

Nip. 150 244493 Nip. 150 270808

Penguji I Penguji II

Dr. Sirojuddin Aly, MA. Idris Thaha, M.Si

Nip.150 318684 Nip. 150 317723

Pembimbing I Pembimbing II

Prof. Dr. Amsal Bakhtiar, MA. Chaider S. Bamualim, MA

(4)

FUNDAMENTALISME ISLAM

Analisis Pemikiran Politik Bassam Tibi

SKRIPSI

Diajukan Kepada Fakultas Ushuluddin dan Filsafat Untuk Memenuhi Syarat-syarat Mencapai

Gelar Sarjana Sosial (S.Sos)

Oleh :

I D R I S

NIM: 100033218835

Di Bawah Bimbingan

Pembimbing I Pembimbing II

Prof. Dr. Amsal Bakhtiar, MA. Chaider S. Bamualim, MA

NIP. 150 240 483 NIP. 150 295 313

Jurusan Pemikiran Politik Islam

Fakultas Ushuluddin dan Filsafat

(5)

KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang

telah melimpahkan rahmat, taufik dan hidayahNya, sehingga penulis dapat

menyelesaikan skripsi ini.

Penulisan skripsi ini dilakukan untuk memenuhi salah satu syarat untuk

mendapatkan gelar Sarjana Sosial (S.Sos) pada Jurusan Pemikiran Politik Islam,

Fakultas Ushuluddin dan Filsafat, UIN Syarif Hidayatulllah Jakarta.

Dalam upaya memenuhi persyaratan tersebut, maka skripsi ini ditulis

dengan judul “Fundamentalisme Islam: Analisis Pemikiran Politik

Bassam Tibi ”.

Selanjutnya penulis menyadari bahwa skripsi ini terdapat banyak

kesalahan, kekurangan dan kekhilafan didalam penulisan skripsi ini. Penulis

menyadari bahwa tanpa kontribusi pemikiran, gagaran serta dorongan berbagai

pihak, sulit dibayangkan skripsi ini akan terselesaikan. Berkat dukungan dan

bantuan dari berbagai pihak, maka sebagai ungkapan rasa hormat yang dalam,

penulis mengucapkan banyak terima kasih kepada:

1. Bapak Dr. M. Amin Nurdin, MA. selaku Dekan Fakultas Ushuluddin

dan Filsafat; Bapak Drs. Agus Darmaji, M.Fils. selaku ketua Jurusan

AF/ Pemikiran Politik Islam dan Dra. Wiwi Siti Sajorah, MA. sebagai

sekretaris Jurusan Pemikiran Politik Islam. Beserta seluruh staf pengajar

di Jurusan Pemikiran Politik Islam, Fak. Ushuluddin dan Filsafat UIN

(6)

2. Prof. Dr. Amsal Bakhtiar, MA. dan Chaider S. Bamualim, MA. Selaku

pembimbing skripsi, yang dengan sabar dan bijak terus membimbing,

menasehati dan mengarahkan penulis untuk menghasilkan karya terbaik

yang penulis miliki.

3. Ayahanda dan Ibunda Hepni dan Mayriyah, terimakasih atas kasih

sayang, bimbingan dan motivasi yang tak kenal henti dari mereka

berdua. sebagai wujud terimakasih, penulis persembahkan skripsi ini

untuk mereka berdua. Do’a mereka senantiasa penulis harapkan dalam

mengarungi bahtera kehidupan ini.

4. Terima kasih pada teman-teman Center for the Study of Religion and

Culture (CSRC) UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Pak Chaider sosok

yang terus menjadi inspirasi bagi penulis, Pak Irfan yang selalu memberi

motivasi tiada henti, Pak Sukron dan Mas Ridwan yang selalu

menggelitik penulis dengan pertanyaan ”dah selesai belum skripsimu”,

Ibu Lina dan Ibu Diana yang selalu memberikan motivasi untuk

menyelesaikan studi, makasih Gus Sholah, Dirin, Sajad, Chayne Scott,

Aang, Efri, Sylfi yang telah memberikan kehangatan tersendiri untuk

selesainya skripsi ini.

5. Terima kasih kepada Nia Trisniawati, SS. atas dorongan, doa dan

bantuannya, dan telah bersedia menemani “kegelisahan”(ku), selama

penulisan skripsi ini...kau adalah segalanya, dan (aku) akan menjadi

(7)

6. Terima kasih kepada kawan-kawan dari Madura terutama Bang Katib

yang selalu memberikan motivasi kepada penulis dan selalu mengajak

diskusi tetang skripsi ini. Adam makasih ya atas dorongan dan

motivasimu yang luar biasa, Sabran, Om Bedus, Suli, Bang Yon, Atif,

Habib, Starji, terimakasih atas dorongannya dalam menyelesaikan

skripsi ini. Buat Bang Mahmudi ditunggu skripsimu. Adi Priyitno, aku

selalu menunggu senyum lebarmu untuk membuktikan siapa yang lebih

awal selesai studi. Tidak lupa aku ucapkan terimakasih buat

kawan-kawan FORMAD yang saya tidak bisa sebutkan satu-persatu.

7. Tidak lupa penulis ucapkan terima kasih kepada teman-teman keluarga

Bintang-Bintang, Ida, Fifi, Nana, Subur, Meta, Ijal, dan Opik. Tanpa

motivasimu skripsi ini tidak akan selesai.

Kritik dan Saran yang sifatnya konstruktif sangat penulis harapkan.

Semoga skripsi ini dapat memberikan manfaat bagi penulis khususnya, dan bagi

masyarakat pada umumnya. Akhirnya hanya do’a jualah yang dapat penulis

mohonkan kepada Allah SWT. Semoga senantiasa membimbing langkah kita

menuju masa depan yang lebih baik. Amin.

Jakarta, 16 Mei 2007

Penulis

(8)

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ... i

DAFTAR ISI ... iv

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Pembatasan dan Perumusan Masalah ... 5

C. Tujuan Penulisan ... 6

D. Metode Pembahasan ... 6

E. Sistematika Penulisan ... 8

BAB II BASSAM TIBI : RIWAYAT HIDUP , KARYA DAN PIKIRAN-PIKIRANNYA A. Riwayat Hidup ... 10

B. Kaya-karya Bassam Tibi ... 13

C. Pokok-pokok Pikiran Bassam Tibi ... 24

BAB III LANDASAN TEORITIS FUNDAMENTALISME ISLAM A. Pengertian dan Asal Usul Istilah Fundamentalisme ... 27

(9)

C. Akar Historis dan Definisi Fundamentalisme Islam ... 34

BAB IV PEMIKIRAN BASSAM TIBI TENTANG FUNDAMENTALISME

ISLAM

A. Fundamentalisme Islam: Gejala Ideologisasi Agama ... 41

B. Fundamentalisme Islam & Miskonsepsi terhadap Doktrin Jihad ... 46

C. Fundamentalisme Islam, Negara Islam dan Implimentasi Shari’ah 50

D. Fundamentalisme Islam dan Benturan Peradaban ... 55

BAB V PENUTUP

A. Kesimpulan ... 58

B. Saran ... 60

(10)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Dewasa ini dunia dikejutkan dengan menyeruaknya fenomena teror dan

kekerasan atas nama agama yang terjadi di hampir seluruh penjuru dunia,

terutama di dunia Islam, dari Mesir dan negara-negara Timur Tengah hingga

Indonesia. Di tengah fenomena kekerasan tersebut muncul kelompok-kelompok

Islam seperti Jihad Islam di Mesir, Hamas di Palestina, Jemah Islamiyah, dan

Al-Qaedah yang jaringannya kuat dan meluas dimana-mana. Pengeboman tragis atas

gedung World Trade Center dan Pentagon 11 September 2001 di Amerika Serikat,

adalah salah satu contoh bagaimana agama dan kekerasan terkait satu dengan

lainnya. Kelompok-kelompok yang seringkali menjustifikasi kekerasan atas nama

agama ini sering kali dikenal dengan kelompok fundamentalisme. Tidaklah heran

mengapa gerakan fundamentalisme agama acap kali dilihat sebagai faktor ataupun

aktor di balik munculnya aksi-aksi terorisme. Ini mudah dimengerti sebab di

banyak kalangan fundamentalisme Islam, semisal Fron Jihad dan Jamaah

Islamiyah di Mesir sejak lama telah secara ekstrem menjustifikasi kekerasan

dengan doktrin jihad sebagai rukun Islam yang ke enam.1

1

(11)

Namun fundamentalisme bukan monopoli Islam semata. Pengamat agama

terkemuka, Karen Amstrong, misalnya, melihat fundamentalisme agama menjadi

fenomena global yang dapat terjadi kapanpun dan di manapun, serta mungkin

saja didukung oleh siapapun.2 Bahkan ketika dilihat dari kacamata agama-agama, gerakan fundamentalisme tidak hanya terjadi dalam agama Islam, Yahudi,

Kristen, tetapi juga di seluruh agama-agama lainnya. Menurutnya,

fundamentalisme agama adalah ajaran yang secara kuat menekankan pentingnya

kembali ke ajaran fundamental agama, serta berupaya menegakkan kembali

kejayaan agama di masa lampau, agar dapat kembali diwujudkan di masa

sekarang. Lebih jauh Armstrong berpendapat, bahwa fundamentalisme tidak

hanya sebagai gerakan kembali ke akar agama sebagaimana dimaksud, tetapi juga

merupakan gerakan yang mencoba melawan modernisasi dan westernisasi.3 Itulah sebabnya, mengapa kelompok fundamentalisme cenderung dipahami sebagai

kelompok yang anti-Barat dan modernitas. Karena aksi-aksinya yang ekstrem dan

nekat, oleh banyak kalangan pemerintahan di Barat, kelompok ini seringkali

dikaitkan dengan terorisme. Peristiwa dahsyat 11 September 2001 membuat

stigma ini menjadi tak terbantahkan.4

Sebagai gejala sosial-keagamaan, fundamentalisme sebenarnya pertama

kali muncul di kalangan penganut Kristen Protestan di Amerika Serikat (AS),

sekitar tahun 1910-an. Istilah fundamentalisme digunakan kalangan ini untuk

2

Karen Amstrong, Berperang Demi Tuhan Fundamentalisme dalam Islam, Kristen dan Yahudi (Bandung: Mizan, 2000) Cet. I, h.IX. dan lihat juga Zuhairi Misrawi, Fundametalisme; Memenjarakan Perempuan, Jurnal Perempuan No.31, 2003, h. 65.

3

Amstrong, Berperang Demi Tuhan, h. X. 4

(12)

membedakan kelompoknya dengan kaum Protestan yang liberal yang oleh mereka

dituduh telah merusak keimanan Kristen. Kelompok ini ingin menegakkan

kembali dasar-dasar (fundamental) tradisi Kristen, yakni suatu tradisi yang oleh

mereka didefinisikan sebagai pemberlakuan panafsiran secara harfiah terhadap

kitab suci.

Banyak pengamat melihatnya secara berbeda-beda. Yang jelas,

fundamentalisme adalah kenyataan global yang muncul pada semua keyakinan

keagamaan. Tak terkecuali dalam Islam, paham ini pun berkecambah luas di

berbagai agama: Judaisme, Kristen, Hindu, Sikh, dan bahkan Konfusianisme. Ada

yang melihatnya sebagai kritik dan protes terhadap berbagai masalah-masalah

sosial dan moral yang dimunculkan modernitas. Bagi kelompok fundamentalis,

arus modernisasi dinilai telah keluar jauh dari nilai-nilai agama sehingga

menimbulkan kemerosotan moral-sosial dalam masyarakat maupun pemerintahan.

Negara sekular juga dituduh gagal melindungi nilai-nilai luhur agama, bahkan

agama dipinggirkan dari percaturan politik, ekonomi dan sosial budaya; suatu

domain publik yang telah dirampas dan dikuasai secara hegemonik agen-agen

modernitas.5 Dalam konteks Islam, fenomena muculnya gerakan fundamentalisme Islam, secara umum, dapat dilihat sebagai respon terhadap krisis

modernitas, dominasi Barat, kemorosotan moral umat Islam dan kegagalan

negara-bangsa dalam mengintegrasikan program-program ekonomi, politik dan

5

(13)

budaya dengan sistem nilai-nilai yang hidup dalam masyarakat.6 Oliver Roy, pengamat politik Islam asal Perancis, melihat bahwa fundamentalisme Islam

mempunyai dua agenda besar yang berpusat pada syari’at dan bersifat

antikolonialisme, anti imperialisme, yang kini menjadi gerakan anti barat.7

Bagaimana Bassam Tibi memandang fenomena fundamentalisme Islam?

Menurutnya, fundamentalisme Islam hanyalah satu jenis dari fenomena global

yang baru dalam politik dunia. Gerakan ini merepresentasikan suatu ideologi

politik, dan bukan agama sebagai budaya, dan bahkan terjebak dalam perangkap

benturan antar peradaban dalam konteks sosial politik.8 Sejalan dengan Tibi, prof. di bidang politik Islam Din Syamsuddin, menilai bahwa gerakan

fundamentalisme cenderung hendak menemukan kembali jati diri Islam dan

memasukkan asas-asas Islam ke dalam kehidupan nyata sosial-politik mutakhir.9 Dalam bahasa yang lebih tegas, Tibi mengatakan bahwa fundamentalisme

merupakan gejala ideologis dari ide clash of civilizations (benturan peradaban).10 Karenanya, bagi Tibi adalah penting untuk membedakan antara Islam sebagai

sebuah agama dan peradaban dan Islam sebagai ideologi politik

(fundamentalisme).11 Menurut Bassam Tibi, Islam merupakan sistem budaya, dan karenanya penting untuk menganalisis bagaimana sistem budaya ini dipolitisasi

6

Chaider S. Bamualim, Fundamentalisme Islam dan Jihad, h. 21. 7

Oliver Roy, Gagalnya Islam Politik, (Jakarta: PT Serambi Ilmu Semesta, 1996) Cet. I, h. 5.

8

Bassam Tibi, Ancaman Fundamentalisme: Rajutan Islam Politik dan Kekacauan Dunia Baru, Penerjemah Imron Rosyidi dkk, (Yogyakarta: November 2000), Cet. I, h. 5.

9

Lihat Din Syamsuddin, Etika Agama dalam Membangun Masyarakat Madani, (Jakarta: PT Logos Wacana Ilmu, 2002) Cet. II, h. 190.

10

Dalam hal ini benturan peradaban yang dimaksud adalah benturan antara Islam dan Barat, Barat melihat Islam sebagai musuh utama yang mengancam eksistensiya dalam perpolitiikan dunia, pernyataan ini bisa dilihat juga dalam, Bassam Tibi, Ancaman Fundamentalisme, h. 26.

11

(14)

untuk melakukan perubahan sosial (social change). Demikian halnya, penting

untuk mencermati bagaimana suatu ideologi politik dikembangkan dari sistem

budaya (Islam) melalui pendekatan gerakan fundamentalis yang cenderung

anarkis dengan mengatasnamakan Islam.12

Memperhatikan uniknya fenomena ‘manipulasi’ agama (sebagai sistem

budaya) dengan ideologi politik kaum fundamentalis atas nama Islam, adalah

penting bagi kita untuk mengkaji pemikiran Prof. Bassam Tibi. Penulis berharap,

pembahasan ini dapat memberi kontribusi bagi studi-studi fundamentalisme Islam

yang telah ada. Studi ini juga perlu mengingat pentingnya pengaruh dan reputasi

Prof. Bassam Tibi baik di kalangan sarjana Barat maupun sarjana Islam. Apalagi

hingga kini belum ada yang membahas secara mendalam pandangan-pandangan

Bassam Tibi menyangkut fundamentalisme Islam sebagai gerakan ideologi politik

di dunia Islam.

B. Pembatasan dan Perumusan Masalah

Bertitik tolak dari pandangan di atas, maka penulis berusaha membatasi

penulisan skripsi ini pada pemikiran politik Bassam Tibi tentang fundamentalisme

Islam. Untuk tidak terlalu menyimpang dari tujuan pokok pembahasan dalam

penulisan skripsi ini, masalah yang hendak difokuskan hanyalah dalam ruang

lingkup seputar karya dan pemikiran Bassam Tibi mengenai fundamentalisme

Islam.

12

(15)

Adapun perumusan masalah yang akan dikaji dalam penulisan skripsi ini

adalah apa dan bagaimana konsep pemikiran politik Bassam Tibi mengenai

fundamentalisme Islam?

C. Tujuan Penulisan

Dalam tujuan penulisan skripsi ini, penulis berusaha memotret dan

mengkaji profil Bassam Tibi serta pemikirannya tentang fundamentalisme Islam,

terutama eksperimentasi metodologi dalam pemahaman politik Islam baik secara

teoritis maupun praktis dalam rangka kehidupan umat Islam dalam negara

modern. Dari kajian ini penulis berharap dapat memperoleh pemahaman lebih

baik dan mendalam mengenai gejala gerakan fundamentalisme Islam, kaitannya

dengan dunia politik, suatu fenomena yang belakangan menggeliat dalam pentas

kehidupan keagamaan dan politik di Indonesia dewasa ini..

Penulisan skripsi ini juga diharapkan dapat bermanfaat secara teoritis dan

praktis. Secara teoritis penulisan ini diharapkan memberi sumbangsih bagi

pengembangan studi politik Islam secara umum. Adapun secara praktis penulisan

skripsi ini diharapkan menambah khazanah kepustakaan, khususnya mengenai

pemikiran Bassam Tibi tentang fundamentalisme Islam.

D. Metode Pembahasan

Bertolak dari model penelitian yang bersifat literal maka sumber data

(16)

(library research). Artinya, data-datanya berasal dari sumber-sumber

kepustakaan, baik berupa buku, jurnal, enseklopedi, majalah, surat kabar dan

sebagainya. Dalam pengumpulan data diambil dan dipilih dari karya-karya

Bassam Tibi atau tulisan dan karya lain yang memiliki relevansi dengan uraian

skripsi ini.

Dalam pembahasan tulisan ini, penulis menggunakan metode deskriptif,

komparatif dan analitis kritis. Metode deskriptif diarahkan untuk menggambarkan

keadaan obyek atau peristiwa di sekitarnya tanpa berpretensi membuat

kesimpulan-kesimpulan yang berlaku secara umum. Metode deskriptif ini adalah

langkah awal yang mempunyai signifikansi untuk mengkaji dan menelaah lebih

jauh.

Metode komparatif digunakan untuk membandingkan pokok-pokok

pemikiran Bassam Tibi guna mengetahui adanya persamaan dan perbedaannya

dengan tokoh-tokoh lain, mengingat bahwa sosok Bassam Tibi dalam konstelasi

pemikiran politik Islam tidak hadir begitu saja dalam ruang yang tanpa sejarah.

Adapun metode analisis kritis digunakan untuk berupaya untuk mencermati

kerangka pendekatan yang digunakannya serta corak pemikirannya terutama

dalam mendiskusikan fenomena fundamentalisme Islam yang menghebohkan

(17)

Sedangkan teknik penulisan skripsi ini, penulis merujuk pada buku

panduan penulisan skripsi, tesis dan disertasi yang diterbitkan oleh Fakultas

Ushuluddin dan Filsafat UIN Syarif Hidayatullah Jakarta tahun 2005/2006.

E. Sistematika Penulisan

Sistematika penulisan dan pembahasan skripsi ini terdiri dari lima bab.

Masing-masing bab terdiri dari sub-sub bab. Secara sistematis bab-bab tersebut

adalah sebagai berikut:

Bab pertama diawali dengan pendahuluan yang yang membahas antara

lain latar belakang masalah, pembatasan dan perumusan masalah, tujuan

penulisan, metode pembahasan dan sistematika penulisan.

Bab kedua menguraikan tentang riwayat hidup Bassam Tibi, yang

meliputi: riwayat hidup, karya-karya Bassam Tibi dan pokok-pokok pemikiran

tentang politik Islam.

Bab ketiga tentang landasan teoritis fundamentalisme Islam. Meliputi, apa

dan bagaimana definisi fundamentalisme, sejarah munculnya fundamentalisme,

ciri-ciri dan karakteristik fundamentalisme, dan bagaimana akar historis dan

definisi fundamentalisme Islam

Bab keempat adalah bab yang menguraikan tentang Pemikiran Bassam

Tibi Tentang fundamentalisme Islam. Yang meliputi, bagaimana

fundamentalisme Islam sebagai gejala ideologisasi Agama untuk mencapai

tujuan-tujuan politik, miskonsepsi terhadap doktrin jihad bagi kelompok

(18)

Negara Islam dan mengaplikasikan Implimentasi Shari’ah, dalam kehidupan

berbangsa dan bernegara dan diakhiri dengan pembahasan seputar

(19)

BAB II

BASSAM TIBI : RIWAYAT HIDUP , KARYA

DAN PIKIRAN-PIKIRANNYA

A. Riwayat Hidup

Bassam Tibi adalah professor bidang hubungan Internasional di Universitas

Gottingen dan juga Guru besar di Universitas Cornel. Dia dilahirkan di Damaskus

pada 4 April 1944 keturunan dari keluarga Banu al-Tibi yang terkemuka di Damaskus.

Sebelum pindah ke Jerman pada 1962, dia menempuh pendidikan di sekolah model

Islam dan Barat. Dan juga menyelesaikan pendidikan menengah dengan gelar sarjana

muda bidang bahasa Perancis. Latar belakang akademisnya meliputi berbagai disiplin

ilmu termasuk ilmu sosial, filsafat, dan sejarah. Dia menerima gelar doktor pertamanya

pada tahun 1971 dari Universitas Goehte di Frankfrut. Di antara guru-gurunya semasa

studinya di Frankfrut adalah Max Horkheimer dan Theodor W. Adorno, Jurgen

Habermas dan Iring Fetscher. Tibi menerima Dr. habilnya (Doktor luar biasa Jerman)

dari Universitas Hamburg pada 1981.13

Setelah mengajar di Univeristas Frankfrut dan Univeristas Heidelberg tahun

1973, Bassam Tibi diangkat menjadi professor di bidang Hubungan Internasional di

Univeristas Goettinggen. Pada 1988 dia diangkat sebagai Prof. bidang perbandingan

politik sebagai pengganti dari Stein Rokkan di Universitas Bergen/Norwegia.14

13 Lebih jelasnya lihat di website pribadi Prof. Bassam Tibi, diakses tanggal 26 Januari 2007 dari http://www.bassamtibi.de.

14

(20)

Sejak 1982 Bassam Tibi mendirikan jaringan global untuk pengajaran dan

penelitian yang dimulainya di Universitas Harvard. Dalam konteks ini dia memperoleh

reputasi di bidang penelitian melalui buku-buku yang diterbitkannya dan tersebar luas

di seluruh dunia. Dia beberapa kali mengadakan kunjungan guru besar di antaranya,

ke USA (Harvard, Princeton, Berkeley, Ann Arbor), Turkey, Sudan, Cameroun, dan

akhir-akhir ini di Swiss, Indonesia dan Singapura. Sejak Juli 2004 dia memegang

jabatan guru besar di Universitas Cornell Amerika Serikat.

Dari pengalaman akademisnya baik di Amerika serikat maupun di Jerman,

pemikiran Bassam Tibi berkembang dan tumbuh secara matang. Hal ini karena Bassam

Tibi tampaknya dapat memanfaatkan pergaulan ilmiah di berbagai universitas di dua

negara tersebut. Ia secara aktif ikut merespon berbagai perdebatan dan isu ilmiah

sebagai wahana pertukaran intelektual (intellectual exchange) menyangkut topik-topik

keislaman, isu regionalitas, dan rekayasa peradaban.15

Di Universitas Harvard, Bassam Tibi bersahabat dengan Prof. Samuel P.

Huntington dan Herbert C. Kelman (Harvard University); Prof. Ernest Mc.Carus, G.

Windfuhrn, dan kemudian Richard Mitchell (Universitas Michigan, Ann Arbor); dan

Prof. Barbara Stowasser dan Michael C. Hudson (Universitas Goergetown,

Washington D.C). Merekalah yang punya andil dalam membantu Bassam Tibi dalam

penulisan karya Bassam Tibi, ” Islam and the Cultural Accommodation of Social

Change”, selama cuti panjang pada tahun 1982. 16

15

Jaenal Arifin, M.Ag, Pemikiran Pembaharuan: Analisa Terhadap Gagasan Sekular Bassam Tibi, (Laporan Hasil Penelitian Lembaga Penelitian IAIN sekarang UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2001), h. 28.

16

(21)

Pengalaman intelektual Bassam Tibi di Amerika Serikat dilaluinya dengan

berbagai aktivitas akademisnya, seperti penelitian, penulisan, perkuliahan. Kesemuanya

itu memungkinkan Tibi untuk memperluas pergaulan intelektualnya. Dari sini pula

Bassam Tibi merasa telah terbantu memperluas keahliannya. Sejak tahun 1985-1989,

Bassam Tibi bersahabat dekat dengan Prof. Roy Mottahedeh, yang menjadi sponsor

ketika di Harvard. Ketika beliau melakukan penelitian di Princeton (1986/7) dan

sebagai Rockefeller Fellow pada Universitas Michigan, Ann Arbor (1988), Bassam Tibi

merasa terbantu atas budi baik dari Prof. Abraham Adovitch, Bernard Lewis, Charles

Issawi, Carl Brown, Prof. Ernest Mc Carus dan Gernot Windfuhr dari Ann Arbor, serta

secara khusus John Waterburry dan Clifford Geertz dari Princeton.

Selain berkunjung ke Barat, Tibi juga melakukan perjalanan penelitian ke

Timur Tengah dan Sub Sahara Afrika. Perjalanan ini didukung oleh The Goethe

Institute (Lembaga Kebudayaan Jerman). Walaupun lembaga ini tidak terlibat dalam

penelitian yang berkaitan dengan keahlian yang berhubungan dengan ilmu hubungan

internasional - namun amat berjasa dalam dialog interkultural. Dalam dialog dan

diskusi yang disponsori oleh The Goethe Institute, telah memungkinkan Bassam Tibi

untuk menguji tesa-tesa yang diajukannya selama ini.

Pada tahun 1989-93 dia menjadi anggota proyek fundamentalisme "The

Fundamentalism Project" dari akademi seni dan ilmu pengetahuan Amerika Serikat dan

juga co-author dari lima volume dari proyek tersebut (University of Chicago Press).

(22)

Berkeley dalam bidang perdamaian dan konflik pada tahun 1995 dan juga tahun 1998

di Universitas Bilkent di Ankara.17

Dengan banyaknya karya intelektual dan keterlibatan Bassam Tibi dalam

berbagai forum dan penelitian ilmiah di Jerman dan di belahan dunia lainnya, Presiden

Jerman, Roman Herzog memberinya penghargaan. Pada tahun 1995 Presiden Jerman,

Roman Herzog, menganugerahinya medali tertinggi dari negara untuk prestasinya.

Pada tahun 2003 dia menerima anugerah tahunan dari Swiss Foundation.18. Bassam

Tibi juga pernah terpilih sebagai “Man of the Year” oleh American Biographical

Institute pada tahun 1997.19 Selain aktivitas intelektualnya, Bassam Tibi juga terlibat

sebagai dewan pengurus dari berbagai institusi penting.

B. Karya-karya Bassam Tibi

Sebagai seorang intelektual, Bassam Tibi sangat produktif menelurkan karya

tulis, baik yang berbentuk buku, ataupun yang berbentuk artikel. Karya-karya

ilmiahnya pada umumnya ditulis dengan menggunakan bahasa Jerman, Inggris, dan

Arab. Bassam Tibi telah mempublikasikan enam buku dalam bahasa Inggris dan 26

buku dalam bahasa Jerman (diterjemahkan kedalam 16 bahasa). Buku-bukunya

berkenaan dengan peradaban Islam wilayah Timur Tengah. Sebagai tambahan Bassam

Tibi juga menjadi penulis dari berbagai macam buku yang dihasilkan dari proyek

penelitian. Antara tahun 1968 dan 2004 banyak artikel dan esainya telah

17

Lihat http://www.stgallen-symposium.org/cv_prof._dr._bassam_tibi.pdf, diakses 30 Januari 2007.

18

Website pribadi Prof. Bassam Tibi, http://www.bassamtibi.de.

(23)

dipublikasikan dalam jurnal-jurnal terkemuka seperti International Journal of Middle

Eastern Studies, Millenium, The Fletcher Forum, Religion-Staat-Gesellschaft, human

Rights quarterly, Middle East Journal dan dalam insklopedi seperti The Oxford

Encyclopedia of Modern Islam, Routledge Encyclopedia of Government and Politics

dan Encyclopedia of Democracy.20

Sebagai seorang sarjana Bassam Tibi memulai menerbitkan

karya-karyanya dalam jurnal-jurnal bahasa Arab (Dirasat Arabiyya, Mawaqif, al-Ulum,

etc.) di Beirut dan Kairo (1968-1971) dan kemudian mempublikasikan sekitar 40

artikel. Kemudian dia merubah penulisan terutama dalam bahasa Jerman. Tibi

juga mempublikasikan buku-buku utama dalam bahasa Inggris (penulisan secara

langsung dalam bahasa Inggris maupun penulisan ulang dalam bahasa Inggris). Di

sana ada enam karangan yang dipublikasikan dalam bahasa Inggris (di USA dan

UK) dan juga memperbanyak publikasi dengan memperluas edisi-edisi baru, di

antaranya:

1. The Challenge of Fundamentalism. Political Islam and the New World

Disorder, two editions: 1998 and updated in 2002 (University of

California Press). Buku ini mengkaji fundamentalisme-Islam dengan fokus

perhatiannya pada aktualisasi cita-cita sosial politik Islam, bukan cita-cita

sosial keagamaan. Dalam buku ini juga digambarkan dan diperdebatkan,

apakah fundamentalisme sebagai terorisme yang menakutkan dengan atau

apapun nama lain yang cenderung menggunakan cara-cara kekerasan

20

(24)

untuk mencapai tujuannya. Buku ini menarik karena mengkaji bagaimana

lika-liku kajian tentang fenomena fundamentalisme Islam secara utuh.

2. The Crisis of Modern Islam. A Preindustrial Culture in the Scientific

Technological Age (Utah University Press, 1988). Buku ini sangat menarik

karena hasil penelitian atas berbagai proses kultural kontemporer di Timur

Tengah dan Afrika Utara disamping juga sebagai sebuah karya yang

dibuat oleh Bassam Tibi, seorang sarjana yang mengaku dirinya sekular

untuk orang-orang sezaman yang dibingungkan oleh peningkatan

fundamentalisme Islam dalam pencarian ekspresi kuat

pandangan-pandangan sekular. Di samping itu, buku ini menjelaskan apa yang terjadi

di Timur Tengah dan Afrika Utara adalah bahwa teologi dan hukum ulama

menjadi korban sekularisasi, dan dalam proses digantikan secara progresif

oleh teologi-teologi civil atau personal yang saling bersaing untuk meraih

keunggulan kultural. Koeksistensi teologi civil dan personal yang tidak

mudah dicapai itu bukan hanya merupakan ciri khas Timur Tengah dan

Afrika Utara tetapi juga meningkat di Amerika Utara. Jadi,

refleksi-refleksi Bassam Tibi amat penting bagi pemahaman nasib agama dan

kultural di berbagai belahan dunia di akhir abad ke-20 ini.

3. Islam and the Cultural Accommodation of Social Change, two printings

1990, 1991 (Westview Press). Buku ini membahas tentang Islam dan

akomodasi kultural dari perubahan sosial, dan mengkaji problematika yang

menimpa umat Islam saat ini. Di dalam buku ini Bassam Tibi

(25)

kekuatan-kekuatan perubahan yang menggemparkan dari Maroko sampai Iran

dengan pendekatan teori sosiologi dan antropologi. Originalitas dan

kekuatan buku ini terletak pada konseptualisasinya, didasarkan pada

sosiologi agama, yang mana Bassam Tibi mampu mengintegrasikan ke

dalam framework persoalan-persoalan ilmu politik. Bassam Tibi dalam

Buku ini merefleksikan hubungan-hubungan yang biasanya menstimulasi

bagi penelitian di Timur Tengah modern dan juga bagi penelitian tentang

negara-negara pada umumnya. Bassam Tibi dengan karya ini telah

membuktikan dirinya sebagai pengarang dan intelektual yang bijaksana,

reflektif dan inovatif.

4. Conflict and War in the Middle East. From Inter-State War to New

Security, two editions 1993 and 1998, (revised and expanded, published in

association with Harvard University by St. Martin’s Press). Buku ini

melihat perpolitikkan yang terjadi di Timur Tengah dengan pendekatan

teori-teori disamping data-data empirik di lapangan yang dikaitkan dan

dibenturkan dengan konteks politik dunia yang lebih luas. Dalam buku ini

Bassam Tibi menggunakan teori sistem untuk menguji hubungan antara

dinamika regional dan kepentingan kekuasaan yang besar selama perang di

Timur Tengah pada tahun 1967, 1973 dan 1990-1991. Dalam buku ini

layak diacungi jempol karena mencoba untuk mempelajari dan mengkaji

Timur Tengah dari perspektif teoritis. Buku ini menarik dan bernilai lebih

karena Bassam Tibi meletakkan kajian Perang dan konflik Timur Tengah

(26)

pendekatan rasionalistik pada analisisnya paska perang dunia kedua pada

konflik yang terjadi di Timur Tengah.

5. Islam between Culture and Politics, reprinted twice and published in

association with Harvard University (Palgrave Press, 2001), enlarged 2

nd

edition 2005. Buku ini menjelaskan bagaimana seharusnya umat Muslim

menghadapi tantangan modernitas. Buku ini juga secara khusus

menjelaskan 4 pembahasan penting. Pertama, Mendiskusikan pada dunia

Islam dalam membangun ide bahwa Islam adalah sebagai sebuah

peradaban. Kedua, bagaimana Islamisme muncul sebagai respon yang

difensif terhadap globalisasi dan modernisasi. Ketiga, menjelaskan

jalur-jalur mengenai Islamisme, bagaimana hukum Islam dan syariah

dicocokkan dengan prinsip-prinsip dalam Islam Politik, dan bagaimana

Islamisasi pendidikan sebagai jalan menuju politisasi agama. Keempat,

menjelaskan kemungkinan mediasi antara Islam dan Barat melalui

munculnya Islam Eropa.

6. Arab Nationalism. Between Islam and the Nation-State, 3 editions 1980

expanded, 1990 and 1997 (London and New York: Macmillan Press and

St. Martin’s Press), (revised and expanded).

Karya-karya di atas memperlihatkan keahlian, ketekunan dan keragaman

penguasaan Bassam Tibi atas berbagai disiplin ilmu yang ditekuninya. Ini

sekaligus mencerminkan reputasi intelektualnya yang tinggi.

Sedangkan buku-bukunya yang diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia dari 6

(27)

1. “Islam Kebudayaan dan Perubahan Sosial” ( Yogyakarta: PT. Tiara

Wacana Yogyakarta, 1999) Cet. I

2. “Krisis Peradaban Islam Modern Sebuah Kultur Pra Industri dalam Era

Ilmu Pengatahuan dan Teknologi” (Yogyakarta: PT. Tiara Wacana

Yogyakarta, 1994) Cet. I

3. “Ancaman Fundamentalisme Rajutan Islam Politik dan Kekacauan Dunia

Baru” (Yogyakarta: PT. Tiara Wacana Yogyakarta, 2000).

Selain karya-karya yang ditulis sendiri oleh Bassam Tibi di atas, masih

terdapat banyak sekali karya-karya ilmiah Bassam Tibi yang disumbangkannya

dalam berbagai macam karya bunga rampai. Karya-karya itu diantaranya:

1. Edward Said, ed., The Arabs Today. Alternatives for Tomorrow

(Columbia/Ohio: Forum Associates, 1973), Tibi pp. 31-42.

2. Samih Farsoon, ed., Arab Society (London: Groom Helm, 1985), Tibi pp.

48-64.

3. Yehuda Lukacs, ed., The Arab Israel Conflict (Boulder/Col: Westview,

1988), Tibi pp. 147-163. Georges Atiyeh/Ibrahim Owess, eds., Arab

Civilization (Albany/NY: State University of New York Press, 1988), Tibi

pp. 166-182.

4. Michael Hudson, ed., The Middle Eastern Dilemma: Arab Integration

(New York: Columbia University Press, 1999), Tibi pp. 92-106 (Project at

Georgetown University, Center for Contemporary Arab Studies).

5. Tami A. Jacoby/Brent Sasley, eds., Redefining Security in the Middle East

(28)

6. Philip Khoury/Joseph Kostiner, eds., Tribes and State Formation in the

Middle East (Berkeley: University of California Press, 1990), Tibi pp.

127-152 (MIT-Harvard-Project).

7. Martin Marty, Scott Appleby, eds., Fundamentalism and Society (Chicago:

Chicago University Press, 1993), Tibi pp. 73-102 (the big Fundamentalism

Research Project of the American Academy of Arts and Sciences,

published in 5 volumes). Tibi co-authored vol. 2.

8. Sohail Hashmi, ed., Islamic Political Ethics (Princeton: Princeton

University Press, 2002), Tibi pp. 175-193.

9. Michèle Schmiegelow, ed., Democracy in Asia (New York: St. Martin’s

Press, 1997), Tibi pp. 127-146 (Project at the Université Catholique de

Louvain/Belgium, Center for Asian Studies, Summer 1994).

10.Alan M. Olson/David M. Steiner/Irina S. Tuuli, eds., Educating for

Democracy: Paideia in an Age of Uncertainty, (Lanham, MD: Rowman &

Littlefield, 2004), Tibi chapter 19, pp. 203-219.

11.Chaider S. Bamualim a.o., eds., Islam and the West. Dialogue of

Civilizations in Search of Peaceful Global Order, Jakarta 2003 (Tibi: two

chapters, pp. 15-26 and pp. 249-254).

12.Karlina Helmanita et al., eds., Dialogue in the World Disorder. A

Response to the Threat of Unilateralism and World Terrorism, Jakarta

2004 (Tibi on pluralism pp. 159-202).

13.Roman Herzog and others, Preventing the Clash of Civilizations (New

(29)

President of Germany; this publication is the alternative to Huntington’s

Clash of Civilizations).

14.Furio Cerruti/R. Ragionieri, ed., Identities and Conflict. The

Mediterranean (London: Palgrave 2001), Tibi pp. 121-134 (Project at the

University of Florence/Italy).

15.Terry Nardin, ed., The Ethics of War and Peace (Princeton/NJ: Princeton

University Press, 1996), Tibi pp. 128-145 (Research Project of the Ethicon

Institute/Cal., conducted in Jerusalem 1993).

16.Abdullahi A. An-Na’im and Francis Deng, eds., Human Rights in Africa.

Cross-Cultural Perspectives (Washington/DC: The Brookings Institute,

1990), Tibi pp. 104-132 (Research Project at the Wilson Center,

Washington/DC).

17.T.K. Oomen, ed., Citizenship and National Identities (London: Sage,

1997), Tibi pp. 199-226 (The papers of a project run at UC-Berkeley in

1992).

18.Nezar AlSayyad and Manuel Castells, eds., Muslim Europe or

Euro-Islam? (Berkeley and Lanham: Lexington Books, 2002), Tibi pp. 31-52,

UC-Berkeley project 1998-2000 on Islam and the changing identity of

Europe. Prof. Tibi was involved in an inter-civilizational dialogue in

Jakarta/Indonesia 2003/04. The papers were jointly published in two

volumes by the Center of Languages and Cultures/UIN and Adenauer

Foundation in Jakarta. Both volumes include lengthy contributions by

(30)

19.The Emirates Center for Strategic Studies, ed., The Gulf. Challenges of the

Future, Abu Dhabi 2005 (Research Project), Tibi chapter 17, pp. 313-330.

20.Barbara Stowasser, ed., The Islamic Impulse (London: Groom Helm,

1987), Tibi pp. 59-74.

Buku-buku No 1,2, 4, 5 dan 6 mengkaji tentang dunia Arab dan Timur

Tengah pada umumnya. Sementara buku No. 7-13 mengkaji tentang

Fundamentalisme sebagai cita-cita politik Islam, etika politik, demokrasi dan

benturan peradaban antara Islam dan Barat. No. 14-17 mengkaji tentang hak asasi

manusia (HAM) dan konflik dan perdamaian.

Sementara artikel dalam ensiklopedi-ensiklopedi Amerika:

artikel-artikel utama yang dipublikasikan oleh Prof. Tibi berdasarkan

ensiklopedi-ensiklopedi US adalah:

1. The Oxford Encyclopedia of the Modern Islamic World, 1995, four

volumes, article “Authority and Legitimation”, vol. One, pp. 155-160

2. Encyclopedia of Democracy, 1995, four volumes, article on

fundamentalism and democracy, vol. II, pp. 507-510.

3. Protest, Power and Change. An Encyclopedia of Non-Violent Action,

1997, one volume, article on jihad, pp. 277-281.

4. Second edition of Encyclopedia of Government and Politics, 2004, article

on fundamentalism, vol. I, pp. 184-200.

Antara tahun 1968 dan 2004 Prof. Tibi mempublikasikan lebih dari 300

artikel dan esai-esai, awalnya secara mendasar dalam bahasa Arab (contohnya:

(31)

Antara tahun 1969 dan 2005 Prof. Tibi mempublikasikan 26 buku,

semuanya dicetak sekitar 500.000 copi. Salah satu hasil dari cetak ulangnya bisa

dilihat di homepage dari Prof. Tibi http:/www.gwdg.de/~uspw/IIB/start_dt.htm

dan di “Amazon”. Terutama buku-buku Jerman yang dipublikasikan dalam bentuk

hardcover oleh Tibi sejak tahun 1993.

Adapun publikasi dari kegiatan-kegiatan dalam proyek-proyek penelitian

besar yang dipublikasikan yaitu:

1. 1989-93, Project: The Fundamentalism Project (publication 1993-95). The

American Academy of Arts and Sciences/Cambridge,MA and Chicago.

2. 1988-90, Project: State Formation in the Middle East (publication 1990),

Harvard/MIT.

3. 1992-93, Project: Nation, National Identity and Nationalism (published

1997), University of California, Berkeley.

4. 1995, Project on German foreign policy/chair Karl Kaiser, DGAP/German

Council on Foreign Relations, published in three volumes (1994-96),

co-author vol. 2, Deutschlands Außenpolitik, Bonn 1995, pp. 61-80.

5. 1998-99, Islam and the Changing Identity of Europe/University of

California Berkeley publication: Muslim Europe or Euro-Islam?,

Lexington Books 2002, Tibi chapter 2.

6. 1999, Project on Political Islam and Security at the Program for Strategic

and International Security Studies at the Graduate Institute of International

Studies/Geneva. Published by Frédéric Grare, ed., Islamism and Security

(32)

7. 2003 ongoing, Culture Matters at Fletcher School, Tufts University, will

be published in three volumes by Routledge.

8. 2004 on going, Transnational Religion and Europeanization at Cornell

University and Colgate University, publication edited by Peter

Katzenstein, ed., Religion in an

9. Expanding Europe, in 2006 by Cambridge University Press. Chapter:

Europe Between Islamization and Europeanization.

10.2005 Project: International Security Conference/2004, published under the

title: Countering Modern Terrorism, edited by Martin van Crefeld and

Katharian van Knop (Bertelsmann 2005). Tibi pp. 131-172.

11.Project 2004/05: Europe. A Beautiful Idea/The Nexus Institute,

Netherlands

Prof. Tibi bekerja sebagai penulis tetap dari artikel khusus and kontributor

untuk surat kabar utama dan majalah-majalah berita di Jerman, termasuk Der

Spiegel dan Focus: Antara tahun 1987 dan 2000 Tibi sebagai seorang kontributor

utama dan penerbit ratusan artikel disemua bagian dari harian Fankfurt

Allgemeine Zeitung, untuk meninjau ulang buku-bukunya. Dia meninggalkan

suratkabar tersebut karena merasa ada tuntutan editor-editor yang

membingungkan “guest author” dalam pandangan Jerman “guest workers” karena

merasakan beberapa perbedaaan.

Sejak awal tahun 2000 Prof. Tibi dipublikasikan sebagai penulis tetap di

harian Financial Times Deutschland, pertama dibentuk pada tahun itu. Oleh

(33)

Süddeutsche Zeitung dan Handelsblatt dan selanjutnya di Die Welt. Sejak 2005

beliau adalah tetap untuk International Herald Tribune.

Sejak 2002 Tibi juga mempublikasikan sebuah esai tahunan dalam

mingguan Die Zeit dan sejak 2001 menjadi bulanan di St. Galler Tagblatt,

Switzerland. Tibi juga sebagai kontributor utama untuk The Spiegel (1992-98)

kemudian bersaing dengan majalah Jerman Focus (1996-2005) 1996-2004. Antara

1990 dan 2000 beliau juga ilmuwan Islam dan Timur Tengah dari German ZDF

television.

C. Pokok-Pokok Pikiran Bassam Tibi

Bassam Tibi adalah seorang intelektual muslim brilian dan agresif yang

populer di belahan dunia. Ia dikenal sebagai pemikir Islam di bidang politik dan

hubungan Internasional. Di bawah ini akan diilustrasikan beberapa pokok-pokok

pikiran Bassam Tibi mengenai Islam, demokrasi, dan sekularisme.

a. Islam dan Demokrasi

Gagasan mengenai demokrasi berakar dari masyarakat Yunani kuno.

Demokrasi tidak bisa dipungkiri sebagai realitas sosial yang hadir di depan mata kita.

Ia merupakan fenomena yang muncul dan berkembang di era modern dan berhubungan

secara integral dengan perkembangan modernisasi di Barat. Demokrasi Barat telah

(34)

non-Barat, termasuk di dalamnya peradaban Islam.21 Demokrasi merupakan sebuah

prestasi Barat, sehingga sering dicurigai oleh sebagian kalangan non-Barat. Tibi

memandangnya sebagai berikut:

“Democracy and Pluralism are a basket. It is basket universal? What is the view of Islam on this issue? In the large, as well as within each civilisation, there is a conflict between those who have one vision to be imposed on the entiere humanity and others, who subscribe along the lines of pluralism to diversity. Islamic civilation is no exeption. Regardless of these different views, the Qur’an teachs us diversity”.22

Demokrasi dan pluralisme adalah sebuah jaringan. Itu adalah jaringan universal?apakah ini masalah dalam Islam? seperti dalam setiap peradaban, disana ada suatu konflik diantara siapapun yang memiliki satu pandangan yang menentukan masuknya kemanusiaan dan yang lainya, yang menganut garis pluralisme yang berbeda. Peradaban Islam bukanlah harapan. Tiada pengakuan dari pandangan-pandangan yang berbeda, al-Qur’an yang mengajari kita perbedaan.

b. Sekularisme

Bassam Tibi dalam hal ini berkeyakinan bahwa dengan menggunakan ideologi

sekular (Pemisahan agama dan politik) sebagai ideologi negara akan dapat membuat

Islam lebih maju, baik di bidang keamanan, politik, sosial budaya dan ekonomi dll.

Menurutnya, sekularisasi merupakan alternatif bagi pengembangan Islam di masa yang

21

Bassam Tibi, The Challenge of Fundamentalism Political Islam and the New World Disorder, (University of California Press: 1998) Cet. I, h.30.

22

(35)

akan datang, sebab sekularisasi adalah merupakan fenomena pemikiran, bahkan

fenomena filsafat, dan masyarakat Muslim kini sedang mengembangkannya.2324

Akan tetapi dengan berbagai alasan, kaum tradisionalis dan fundamentalis

muslim tidak bisa mengapresiasi konsep “sekularisasi” karena dalam konsepsi mereka,

istilah itu tidak sesuai dengan Islam. Menurut Tibi penolakan kaum tradisional dan

fundamentalis terhadap sekularisme dan atau berbagai istilah Barat Eropa, sebagian di

antarannya dilatarbelakangi oleh ketidaktahuan mereka terhadap pengertian dan

signifikansi dari sekularisasi. Karenanya, Tibi menilai bahwa sudah saatnya Timur

Tengah Islam untuk mengacu kepada pergumulan tradisi agama dan peradaban lain

untuk dapat mengembangkan potensi diri mereka secara maksimal.

23

(36)

BAB III

LANDASAN TEORITIS FUNDAMENTALISME ISLAM

A. Pengertian dan Asal Usul Istilah Fundamentalisme

Istilah “fundamentalisme” pada awalnya dimunculkan oleh kalangan

akademisi Barat dalam konteks sejarah keagamaan dalam masyarakat Barat

sendiri. Fundamentalisme secara harfiah berarti dasar dan merujuk pada gerakan

protestan Amerika awal abad ke 20 yang menyerukan agama untuk kembali

kepada penafsiran Injil secara puritan. Fundamentalisme dianggap sebagai aliran

yang berpegang teguh pada “fundamen” agama Kristen melalui penafsiran

terhadap kitab suci agama itu secara rigid dan literalis.25 Sedangkan secara terminologi, fundamentalisme adalah aliran pemikiran keagamaan yang

cenderung menafsirkan teks-teks keagamaan secara rigid (kaku) dan literalis

(tekstual).26 Munculnya fundamentalisme juga terkait dengan reaksi terhadap adanya gerakan reformisme dan liberalisme.27

Sementara di dalam kamus Oxford, fundamentalisme didefinisikan sebagai

"pemeliharaan secara ketat atas kepercayaan agama tradisional seperti

kesempurnaan Injil dan penerimaan literal ajaran yang terkandung di dalamnya

sebagai fundamental dalam pandangan Kristen Protestan".28 Ia merujuk pada

25

Martin H. Manser, The Oxford English Dictionary,(Oxpord University Press: 1988). 26

Lihat Abdurrahman Kasdi, Fundamentalisme Islam Timur Tengah: Akar Teologi, Kritik dan Wacana Politisasi Agama, Jurnal Afkar edisi No. 13 tahun 2002. yang diterbitkan oleh LAKPESDAM NU bekerjasama dengan The Asia Foundantion, h. 20.

27

Ismail Al Bandjar, Arah Gerakan Fundamentalisme Islam di Timur Tengah dan Afrika Utara, Jurnal Ilmu Politik No.12, h. 4.

28

(37)

gerakan keagamaan berbagai sekte Kristen Protestan Amerika yang muncul di

sekitar akhir abad ke-19 dan permulaan abad ke-20.29 Sebagai sebuah istilah, fundamentalisme diadopsi dari judul buku The Fundamentals: a Testimony to the

Truth, sejumlah tulisan yang berasal dari para teolog konservatif.30 Cakupan istilah fundamentalisme begitu luas, maka tidak heran bila definisi

fundamentalisme sering ditentang dan menimbulkan perdebatan.

Sementara, istilah ini tidak ditemukan padanannya secara persis dalam

Bahasa Arab. Namun kata dalam Bahasa Arab yang paling mendekati

fundamentalisme adalah ushul (Ushul bisa diartikan sebagai fundamental, akar,

asas).31 Kaum fundamentalis sering juga disebut ushuliyyun. Selain cara penafsiran agama yang literal, kelompok-kelompok fundamentalisme seringkali

memperjuangkan aspirasi keagamaan, sosial maupun politik secara radikal dengan

menjustifikasi kekerasan yang mereka lakukan dengan retorika keagamaan

semisal ajaran jihad. Penafsiran harfiah terhadap agama juga ditegaskan

Abdurrahman Wahid. Menurutnya fundamentalisme muncul akibat ajaran Agama

ditafsirkan secara harfiah di tengah keinginan kuat masyarakat untuk kembali

kepada ajaran agama.32

29

.Fatih Syuhud, Bias Makna Fundamentalisme.

30

James Barr, Fundamentalisme, terj. Stephan Suleman, (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 1996), Cet. II, h. 2.

31

Roxanne L. Euben, Musuh dalam Cermin Fundamentalisme Islam dan Batas Rasionalsme Modern, (Jakarta: Serambi, 2002) Cet. I, h. 41.

32

(38)

Dari berbagai ilustrasi di atas penulis dapat mengambil kesimpulan bahwa

fundamentalisme adalah paham atau gerakan keagamaan yang menuntut perlunya

kembali kepada asas-asas ajaran agama sebagaimana tersurat dalam kitab suci,

menafsirkannya secara rigid (kaku) dan literalis, serta cenderung memperjuangkan

perwujudan keyakinannya dan aspirasi-aspirasinya secara radikal.

Untuk memahami pemikiran dan gerakan fundamenlaisme dengan baik,

adalah penting untuk menggunakan pendekatan sejarah, sosial-keagamaan

maupun politik. Dengan pendekatan ini diharapkan akan mudah mengidentifikasi

pertumbuhan dan alur dinamika, motif dan tujuannya, serta faktor-faktor sosial

yang mungkin mempengaruhi bangkitnya fundamentalisme sebagai fenomena

gerakan keagamaan yang bersifat sangat ideologis itu.

Secara historis, sebagaimana disinggung dalam Bab sebelumnya,

bangkitnya fundamentalisme pada umumnya dianggap sebagai respon dan reaksi

terhadap modernisme dan post-modernisme.33 Dalam masyarakat Barat, fundamentalisme muncul di dalam gereja pada abad XIX dan awal abad XX

ketika ilmu pengetahuan berkembang pesat, sementara gereja mengalami

kemunduran. Munculnya fundamentalisme dalam konteks seperti ini bertujuan

untuk membangun benteng bagi keimanan Kristen, sebab cara ini diharapkan

dapat memperdalam dan meningkatkan kepercayaan kaum Kristiani kepada

doktrin-doktrin gereja serta dapat menanamkan militansi serta semangat dalam

menghadapi musuh.34

33

Rihlah Nur Aulia, Fundamentalisme Islam Indonesia, Studi atas gerakan dan pemikiran Hizbut Tahrir, Thesis S2 Pascasarjana UIN Jakarta, 2004, h. 43.

34

(39)

Dalam sejarah agama-agama, fundamentalisme tidak hanya ditemukan

dalam tradisi monoteisme, tetapi juga dalam tradisi agama-agama

non-monoteisme. Misalnya fundamentalisme Budha, Hindu dan bahkan Khong Hu Cu,

yang sama-sama menolak butir-butir budaya liberal, saling berperang atas nama

agama (Tuhan), dan berusaha membawa hal-hal yang sakral ke dalam urusan

politik dan negara.35

B. Ciri-ciri dan Karakteristik Fundamentalisme

Menurut Fouad Ajami, ciri-ciri fundamentalisme di antaranya bahwa gerakan ini cenderung “menafikan pluralisme”. Bagi kaum fundamentalis, di

dunia ini hanya ada dua tatanan masyarakat, yaitu apa yang disebut oleh Sayyid

Qutbh sebagai Al-nidham Islami (tatanan sosial yang Islami) dan Al-nidham

al-jahili (tatanan sosial al-jahiliah). Antara kedua jenis masyarakat itu tidak mungkin

ada titik temu. Karena, yang satu adalah haq (benar) dan bersifat ilahiyah

(ketuhanan), sedang yang lain adalah bathil (sesat) dan bersifat thaghut (berhala).

Konsekuensi dari pandangan ini ialah, kaum fundamentalis cenderung untuk

menolak eksistensi “bangsa-bangsa” berdasarkan perbedaan geografis, bahasa,

warna kulit dan budaya. Kaum fundamentalis cenderung menggolongkan manusia

hanya berdasarkan agama atau kepercayaan-kepercayaan yang dianutnya.36 Bahkan memiliki militansi yang kuat untuk membela dan mempertahankan

35

Karen Armstrong , Berperang Demi Tuhan, terj. Satrio Wahono dkk (Jakarta-Bandung: kerjasama Serambi dengan Mizan, 2001), Cet II, h.x.

36

(40)

keyakinan keberagaman mereka.37 Arah dari kencendrungan ini dapat ditebak. sebagaimana ditegaskan Bruce Lawrence, fundamentalisme berupaya untuk

membangun “tuntutan kolektif”, atau semacam komunalisme dimana keyakinan

dan nilai-nilai etika yang diajarkan oleh agama mendapatkan persetujuan dari

masyarakat dan wajib dilaksanakan.38

Ciri lain dari fundamentalisme menurut R. Hrair Dekmejian adalah lebih

mengutamakan “slogan-slogan revolusioner” dari pada pengungkapan gagasan

secara terperinci. “Jihad” dan “menegakkan hukum Allah” adalah slogan yang

utama bagi kaum fundamentalis. Mereka dapat dicirikan dari kecenderungannya

terhadap simbol-simbol keagamaan, termasuk dalam memberantas maksiat,

mengobarkan semangat “jihad fi sabilillah” dan romantisme mereka terhadap

negara Islam. Di samping itu, bagi kaum fundamentalis “jihad” memerankan

fungsi yang sangat penting untuk menggugah militansi dan radikalisasi umat.

Jihad juga dipergunakan sebagai media untuk memperjuangkan dan membela

agama dari mereka yang dianggap musuh (Barat dan pemeluk agama non-

Islam).39 Selanjutnya, menurut R. Hrair Dekmejian, kaum fundamentalis lebih cenderung bersikap doktriner dalam menyikapi persoalan yang dihadapi, namun

kurang berusaha memikirkan segi-segi praktis yang secara implementatif dapat

menyelesaikan masalah yang dihadapi masyarakatnya.40

37

Fundamentalisme Bahaya Atau Alternatif, Jurnal Ilmu dan Kebudayaan Ulumul Qur’an, No. 3 Vol. IV, 1993, h.3.

38

Ridwan Al-Makassary, Mengkaji Fundamentalisme Islam Sebagai Suatu Gerakan Sosial, diakses 29 April 2007dari http://Interseksi.Org/Page4/Papers/Papers/.

39

Rihlah Nur Aulia, Fundamentalisme Islam Indonesia, h. 66. 40

(41)

Selain ciri-ciri di atas, fundamentalisme Islam juga memiliki pandangan

yang khas mengenai ijtihad. Menurut Leonard Binder, bagi kaum fundamentalis,

ijtihad hanya dimungkinkan manakala syari’ah tidak memberikan ketentuan

hukum yang rinci mengenai suatu masalah. Selain itu, harus tidak ada preseden

dari tradisi awal Islam, ataupun pendapat para fuqaha terkemuka dari zaman yang

silam tentang persoalan tersebut. Selain itu, ijtihad juga hanya boleh dilakukan

oleh para mujtahid yang memenuhi kualifikasi ijtihad.41

Sementara itu, sosiolog Agama Martin E. Marty, menyebut setidaknya

empat ciri gerakan fundamentalisme. Pertama adalah oppositionalism (paham

perlawanan). Fundmentalisme dalam agama manapun mengambil bentuk

perlawanan yang sering bersifat radikal terhadap ancaman yang dipandang akan

membahayakan eksistensi agama, baik itu modernisme, sekulerisme, dan tata nilai

Barat pada umumnya. Kedua penolakan terhadap hermeunetika. Dengan kata

lain, kaum fundamentalis menolak sikap kritis terhadap teks dan interpretasinya.

Ketiga adalah penolakan terhadap relativisme dan pluralisme, sebagaimana juga

disebut Fouad Ajami di atas. Bagi kaum fundamentalis, pluralisme merupakan

hasil pemahaman yang keliru terhadap teks kitab suci. Keempat penolakan

terhadap perkembangan historis dan sosiologis. Kaum fundamentalsis

berpandangan, bahwa perkembangan historis dan sosiologis telah membawa

manusia semakin jauh dari doktrin literal kitab suci.42

Sementara itu, James Barr43 menemukan beberapa ciri-ciri fundamentalisme sebagaimana berikut. Pertama, Penekanan yang sangat kuat

41

Yusril, Modernisme dan Fundamentalisme dalam Politik Islam, h.18. 42

Fundamentalisme Bahaya Atau Alternatif, Ulumul Qur’an, h. 19. 43

(42)

akan ketidaksalahan ( innerrancy) Alkitab. Kedua, anti terhadap teori modern dan

segala metode studi kritik modern terhadap Alkitab. Ketiga, dalam konteks

Kristen, ada klaim bahwa mereka yang tidak menganut pandangan ini bukanlah

”Kristen sejati”. Demikian halnya, gereja sejati hanyalah gereja kaum

fundamentalis. Jelas, kaum fundamentalis Islam juga cenderung beranggapan

bahwa Islam merekalah yang paling sejati.

Fundamentalisme tumbuh dan diidentikkan sebagai bagian dari fenomena

global, tetapi kerap kelompok ini disebut-sebut sebagai kelompok yang

menggunakan kekerasan dalam mewujudkan cita-citanya. Ini terlihat dalam

bangkitnya fundamentalisme Kristen di Amerika Serikat, fundamentalisme

Yahudi di Israel, fundamentalisme Hindu di India,44 dan fundamentalisme Islam di banyak negara Islam.

Berdasarkan berbagai ciri-ciri fundamentalisme sebagaimanan disebut di

atas, penulis dapat memberikan beberapa ciri-ciri fundamentalisme sebagai

berikut: Pertama cenderung menafsirkan teks-teks keagamaan secara rigid (kaku)

dan literalis (tekstual); kedua cenderung memonopoli kebenaran atas tafsir agama

(menganggap dirinya sebagai pemegang otoritas tafsir agama yang paling absah),

sehingga menganggap sesat kelompok lain yang tidak sealiran; ketiga

meniscayakan hubungan yang harmonis antara agama dan negara; keempat

memiliki pandangan yang stigmatis terhadap Barat; kelima mendeklarasikan

perang terhadap paham dan tindakan sekuler; dan terakhir cenderung radikal

(menggunakan cara-cara kekerasan) dalam memperjuangkan nilai-nilai yang

44

(43)

diyakininya, khususnya dalam berhadapan dengan modernitas dan sekularitas

yang dinilainya menyimpang dan merusak keimanan.45

C. Akar Historis dan Definisi Fundamentalisme Islam

Karena tidak pernah dikenal dalam Islam, penerapan istilah

fundamentalisme pada kaum Muslim seringkali menimbulkan kontroversi.

Perdebatan banyak dimulai dari implikasi istilah ini yang memperburuk citra

Islam, dan bahkan ketika digunakan untuk menggambarkan orang Kristen

sekalipun. Dikatakan oleh sebagian orang bahwa istilah ini memiliki konotasi

kebodohan dan keterbelakangan, dan dengan demikian menghina gerakan-gerakan

kebangkitan Islam yang absah.46

Pada tahun 1970-an kebanyakan analisis Muslim menolak istilah

fundametalisme sebagai label bagi gerakan kebangkitan Islam. Akan tetapi, pada

tahun 1990-an analis fundamentalisme Muslim mulai menggunakan istilah ini

dalam perdebatan politik dan ilmiah.47

Terlepas adanya pro dan kontra terhadap fundamentalisme dalam Islam,

ternyata, dari akar historisnya ada beberapa gerakan Islam yang dianggap berciri

fundamentalistis. Di antara gerakan-gerakan tersebut adalah: pertama, gerakan

Khawarij yang muncul kurang lebih pada dua dasa warsa sesudah kematian Nabi

Muhammad. Nama Khawarij berasal dari kata kharaja yang berarti keluar. Kaum

45

Lihat Martin E. Marty dan R. Acott Appleby, Fundamentalism Comprehended, (The University of Chicago Press, 1995) dan Abdurrahman Kasdi, Fundamentalisme Islam Timur Tengah: Akar Teologi, Kritik Wacana, dan Politisasi, dalam Tashwirul Afkar, Jurnal Refleksi Pemikiran Keagamaan dan Kebudayaan, Edisi, No. 13 Tahun 2003.

46

John L. Esposito, Ensiklopedi Oxford Dunia Islam Modern, (Bandung: Mizan, 2000) Jilid 2, h. 84.

47

(44)

Khawarij mula-mula menjadi pengikut Ali Ibn Abi Thalib yang menjadi Khalifah

tahun 661 M. Kemudian mereka memisahkan diri dari Khalifah Ali Ibn Abi

Thalib karena tidak setuju dengan sikapnya yang menerima keputusan kompromi

dalam menyelesaikan persengketaan tentang khilafah dengan Muawiyah Ibn

Sufyan. Dengan anggota sekitar dua belas ribu orang, mereka membentuk

kelompok sendiri di bawah pimpinan Abdullah Ibn Wahb Al-Rasidi.48 Gerakan Khawarij bergerak dalam bidang politik dan teologi. Bidang politik terlihat dalam

keterlibatan mereka menentang atau mendukung penguasa yang berkuasa.

Sedangkan dalam bidang teologi terlihat dalam pengawasan mereka secara ketat

terhadap pelaksanaan syari’ah. Selain itu, gerakan ini juga cenderung radikal,

nyaris tanpa kompromi, dan eksklusif. Dalam pandangan mereka, siapapun yang

dipandang kafir (termasuk anak dan istri) layak dibunuh.49 Secara umum, ajaran-ajaran pokok golongan khawarij adalah: pertama Kaum muslimin yang

melakukan dosa besar adalah kafir. Kedua, kaum muslimin yang terlibat dalam

perang Jamal, yakni perang antara Aisyah, Thalhah, dan Zubair melawan 'Ali ibn

Abi Thalib dan pelaku arbitrase (termasuk yang menerima dan membenarkannya)

dihukumi kafir. Ketiga, khalifah harus dipilih rakyat serta tidak harus dari

keturunan Nabi Muhammad SAW dan tidak mesti keturunan Quraisy. Jadi,

seorang muslim dari golongan manapun bisa menjadi kholifah asalkan mampu

memimpin dengan benar.50

48

Ribut Karyono, Fundamentalisme dalam Kristen dan Islam, (Yogyakarta: Kalika, 2003), Cet. I, h. 60.

49

Ribut Karyono, Fundamentalisme dalam Kristen dan Islam, h. 6. 50

(45)

Kedua, Ikhwanul Muslimin. Gerakan Ikhwanul Muslimin didirikan oleh

Hasan al-Banna pada tahun 1928 di Mesir. Adapun tujuan dari didirikannya

gerakan ini adalah untuk menciptakan dan bahkan mendirikan suatu negara

Muslim yang teokratik (Islamic State). Gerakan ini berupaya untuk

mengaplikasikan doktrin-doktrin Islam. Selain itu dalam mencapai tujuannya

mereka memperkenalkan cara-cara pembunuhan dan revolusi meliter.51

Fundamentalisme Islam mendapat tempat di kalangan Barat, dan mulai

populer berbarengan dengan terjadinya revolusi Iran pada 1979, setelah Ayatullah

Khomaeni secara sensasional menumbangkan kekuatan rezim Syah Iran, yang

kemudian memunculkan kekuatan Muslim Syiah radikal dan fanatik yang siap

mati melawan the Great Satan, Amerika Serikat.52 Khomaeni bahkan berjanji mengekspor revolusinya itu ke negara-negara Islam di seluruh dunia.

Setelah terjadi Revolusi Islam Iran, istilah fundamentalisme Islam

menyebar dan digunakan secara luas oleh banyak kalangan akademis, serta

digunakan untuk mengeneralisasi berbagai gerakan Islam yang muncul dalam

gelombang yang sering disebut sebagai ”kebangkitan Islam” (Islamic

Revivalism).53

Meski gerakannya bersifat radikal dan pemikiran keagamaan cenderung

terkebelakang, fudamentalisme Islam tidak harus diidentikkan dengan

konservatifme. Ini dibuktikan dengan kenyataan bahwa tokoh-tokohnya juga

memanfaatkan sarana-sarana modern, bahkan mengadopsi teknik-teknik

51

Chaider S. Bamualim dan Ridwan al-Makassary, Nexus antara Fundamentalisme Islam dan Terorisme, Jurnal Millah, Vol. VI, No.1, Agustus 2006, h. 40.

52

Fundamentalisme Bahaya Atau Alternatif, Ulumul Qur’an, h. 18. 53

(46)

kebangkitan modern dalam gerakannya. Mereka menyerukan pula kepada kaum

muslimin untuk belajar sains dan teknologi.

Bruce Lawrence dan Juergenmensyer melihat bahwa munculnya

fundamentalisme Islam terkait erat dengan kegagalan proses-proses modernitas

dan negara-bangsa (nation-state). Pada dasarnya, mereka berdua melihat bahwa

kaum fundamentalis tidak menafikan modernitas dalam pengertian ilmu

pengetahuan dan teknologi. Yang ditolak kaum fundamentalis adalah ideologi

(sistem ide-ide) di balik itu; yaitu sekularisme, westernisme dan materialisme.

Karena itu, pernyataan Ira M. Lapidus bahwa kaum fundamentalis tidak sedang

memperjuangkan tatanan sosial yang pernah ada dalam sejarah Islam, namun

mengupayakan suatu rekonstruksi identitas dalam bidang sosial dan politik baru

yang diperoleh dari ajaran-ajaran agama, mungkin lebih rasional dan logis.54

Fundamentalisme Islam di era modern menjadi perdebatan banyak

kalangan, antara lain; apakah fundamentalisme Islam itu khas modern atau tidak?

R. Hrair Dekmejian, dan John O. Voll berpendapat bahwa sepanjang sejarah Islam

selalu muncul dan ada gerakan aktivis yang menyerukan ”kembali ke asas-asas

agama”. Pendapat ini tidak sejalan dengan apa yang dikatakan oleh Marthin

Marty, R. Scott Apleby (pimpinan proyek fundametalisme Akademi Sains dan

Amerika), dan Bruce Lawrence bahwa fundametalisme merupakan produk zaman

modern sekalipun tampaknya memiliki anteseden historis. Menurut padangan ini

54

(47)

kondisi modernitas itu unik, dan fundametalisme adalah tanggapan religius

terhadap tantangan modernitas.55

Definisi fundametalisme Islam adalah sesuatu yang elusif (sulit dipahami),

dan tidak ada persepsi yang tunggal mengenai apa itu fundamentalisme Islam.

Karenanya penting penulis memberikan ilustrasi pandangan tokoh-tokoh tentang

fundamentalisme Islam seperti berikut ini:

Menurut Musa Keilani fundamentalisme Islam adalah sebagai suatu

gerakan sosial dan keagamaan yang menyerukan umat Islam kembali kepada

“Prinsip-prinsip Islam yang fundamental, kembali kepada kemurnian etika dengan

cara mengintegrasikannya secara positif [dengan doktrin agama], kembali kepada

keseimbangan hubungan antar manusia dengan Tuhan, manusia dengan

masyarakat, dan manusia dengan kepribadiannya sendiri”.56

Sedangkan menurut Jan Hjarpe, mengartikan fundamentalisme Islam

adalah sebagai “Keyakinan kepada al-Qur’an dan Sunnah sebagai dua sumber

otoritatif yang mengandung norma- politik, ekonomi, sosial dan kebudayaan,

untuk menciptakan masyarakat yang baru”.57

Fundamentalisme Islam, menurut Norman Daniel, adalah universalisme

yang absolut, visi tatanan dunia yang didasarkan pada Islam. Karena alasan inilah

–dan bukan karena “kebencian terhadap Islam”--perdebatan tentang

fundamentalisme dan politik dunia, harus dipusatkan di sekitar Islam dan Barat.

Secara tradisional, dua pihak itu telah memiliki kesan yang bermusuhan satu sama

55

John L. Esposito, Ensiklopedi Oxford, h. 84. 56

Yusril, Modernisme dan Fundamentalisme dalam Politik Islam, h. 16. 57

(48)

lain.58 Sedangkan Freed Halliday mendeskripsikan fundamentalisme Islam, dengan melihat kasus Iran dan Tunisia, sebagai “a revolt against the intrusive

secular state.59

Sementara Bassam Tibi mendefinisikan fundamentalisme Islam adalah

bukan sebagai kepercayaan spiritual keislaman, melainkan sebagai ideologi politik

yang didasarkan pada politisasi agama untuk tujuan-tujuan sosio-politik dan

ekonomi dalam rangka menegakkan tatanan Tuhan di muka bumi.60 Definisi ini dapat memberikan inspirasi untuk memetakan bahwa salah satu tujuan dari

gerakan fundamentalisme Islam adalah berkehendak untuk memformalisasikan

syariat Islam dalam sebuah negara, cita-cita kaum fundamentalis meniscayakan

hubungann antara agama dan negara berjalan harmonis.61 Terutama demi terbentuknya lembaga dan institusi yang berlabelkan Islam, seperti isu negara

Islam dan formalisasi syari’at Islam. Pada tingkat tertentu mereka juga berupaya

untuk menyatukan kembali dunia Islam dalam satu kepemimpinan Khilafah.

Sistem Khalifah dianggap sebagai trademark politik Islam yang harus ditegakkan

sebagai sebuah sistem berbangsa dan bernegara. Runtuhnya sistem kekhalifahan

di Turki oleh Mustafa Kemal Attaturk pada 1924 dianggap sebagai titik hancurnya

sistem pemerintahan Islam. Oleh karena itu, untuk mengangkat kembali cita-cita

58

Bassam Tibi, Ancaman Fundamentalisme Rajutan Islam Politik dan Kekacauan Dunia Baru, Penerjemah Imron Rosyidi, (Yogyakarta: Tiara Wacana, 2000), Cet. I, h. 8.

59

Valerie J. Hofman, Muslim Fundamentalists: Psyhosocial Profiles, dalam

Fundamentalism Comprehended, (ed. Martin E. Marty dan R. Scott Appleby), Chicago: the University of Chicago Press, 1995) h. 207.

60

Bassam Tibi, Ancaman Fundamentalisme Rajutan Islam Politi, h. 23. 61

(49)

politik Islam, maka tidak ada jalan lain kecuali dengan menegakkan kembali

sistem Khalifah Islam.

Terlepas dari utopia yang ada dalam gerakan tersebut, romantisme politik

demikian hampir menjadi cita-cita semua gerakan fundamentalis. Meskipun

terdapat variasi dalam menentukan strategi gerakan, namun secara umum gerakan

fundamentalis menghendaki adanya penyatuan agama dan negara sebagai

manifestasi dari keyakinan bahwa Islam din wa Daulah (Islam adalah agama dan

negara).

Berpijak pada kerangka berpikir tentang fundametalisme Islam di atas

secara umum, dapat digambarkan tujuan politik fundamentalisme Islam adalah

Islamisasi masyarakat dengan merebut kekuasaan baik melalui cara-cara kudeta

ataupun dengan proses-proses demokrasi, untuk menempatkan dan menjalankan

Referensi

Dokumen terkait

Hasil penelitian menunjukan bahwa berdasarkan data tahun 2015 pelayanan pada Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Aceh Besar memiliki kecendrungan masuk ke daerah efisiensi dengan

Kajian ini bertujuan bagi mengenal pasti persepsi guru terhadap tahap kepentingan penyeliaan pengajaran, tahap kesediaan mengajar guru semasa penyeliaan pengajaran berlaku

Dari hasil belajar siswa yang telah diperoleh maka model pembelajaran kooperatif tipe STAD ini dapat dijadikan alternatif pembelajaran yang dapat dilakukan oleh

Pihak bank syariah juga dapat melakukan strategi seperti sosialisasi, promosi dan penyuluhan di kalangan siswa/siswi dengan mengumpulkan para siswa/siswi untuk

The researcher analyzed the data by using independent sample t-test, the result was that there was an influence of using VAK Learning Model toward students’ narrative

tingkat kemiskinan di Kabupaten Kuantan Singingi. Jika terjadi kenaikan PDRB sebesar 1.000 akan mampu menurunkan jumlah penduduk miskin sebesar 7%. Saran. Berdasarkan

Guru bolehlah menambah maklumat lain yang dirasakan perlu bagi memastikan keberkesanan pengajaran dan pembelajaran.Dalam usaha ke arah mencapai matlamat Mata Pelajaran