KO PR FAK
U
Oleh
DADAN GUSTIANA NIM 1111048000035
KONSENTRASI HUKUM BISNIS PROGRAM STUDI ILMU HUKUM AKULTAS SYARIAH DAN HUKUM
UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
ANALISA KASUS PT. MONAGRO
KIMIA
DALAM PUTUSAI\IMAHKAMAH AGTJNG NOMOR. 547 IBIPKTP JW2OI3 BERDASARKAI\I
}ITTKUM PERPAJAKAN
INDOIYESIA
,; SkripsiDiajukan kepada Fakultas Syariah dan Hukum
Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh
Gelar Sarjana Hukum (S.H)
0leh:
Dadan Gustiana
1111048000035
Pembimbing
I
H. Zoebir Laini. SH.
KONSENTRASI HT'KUM BISI\US ISLAM
PROGRAM STUDI ILMU HT]KT]M
FAKT]LTAS SYARIAH DAI\I HT]KTJM
TJIN SYARIX' HIDAYATULLAH
JAKAR'TA
telah diujikan dalarn sidang munaqasyah Fakuttas Syariatr dan Hukum
UIN
Syarif Hidayatullah Jekartapada tanggal 15 September 2015. Skripsi ini telah diterinib sebagai salatr satu syarat memperoleh gelar Sarjana Strata Satu (S-1) pada Program Studi Ilmu Hukum.l.
Ketua2.
Sekretaris(
dm)
PANITIA UJIAN
: Drs. H. Asep Syarifuddin Hidayat. S.H." M.H
NrP. I 9691 12r 199403 I00l
: Drs. Abu Tamrin" S.H.. M.Hum. NIP. 19650908 199503 1001
3.
PembimbingI
: H. Zoebirlaini. SH4.
Pembimbing II: Nur Habibi. SH.I. M.H.'
NIP.1976081720091210055.
PengujiI
: Amrizal Siagian S. Hum.. M.Si.: Fatrmi Muhammad Ahmadi. M.Si NrP. 1974 I 2132003121002
lil
15 September 2015
LEMBAR PERNYATAAI\
Dengan ini saya menyatakan bahwa:
1.
Skripsi ini merupakan hasil karya asli saya yang diajukan untuk memenuhisalah satu persyaratan memperoleh gelar Strata Satu
(Sl)
di UIN
SyarifHidayatullah Jakarta.
Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan
ini
telah sayacantumkan sesuai dengan ketentuan
yang
berlakudi
UIN
Syarif.1r
Hidayatullah Jakarta.
3.
Jika di kemudian hari terbukti hasil karya ini plagiat, maka saya bersedia menerima sanksi yangberlaku di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.Jakarta, I 5 Septerrber 2015
Dadan Gustiana
v
Program Studi Ilmu Hukum, Konsentrasi Hukum Bisnis, Fakultas Syariah dan Hukum, UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 1425 H/2015 M. Isi :
xii
+ 84 halaman + lampiran 24 halaman.Sistem pemungutan pajak self assessment system memberi kepercayaan kepada wajib pajak, untuk menghitung, melaporkan pajak yang terutang dalam Surat Pemberitahuan (SPT), kemudian menyetor kewajiban perpajakannya. Pemberian kepercayaan yang besar kepada wajib pajak sudah sewajarnya diimbangi dengan instrumen pengawasan, untuk keperluan itu pegawai pajak/fiskus diberi kewenangan untuk melakukan pemeriksaan pajak. Apabila hasil pemeriksaan menunjukkan adanya perbedaan atau selisih, pegawai pajak/fiskus berwenang mengeluarkan Surat Ketetapan Pajak (SKP) yang berfungsi sebagai surat tagihan. Dalam praktek seringkali terjadi perbedaan perhitungan antara pegawai pajak/fiskus dengan wajib pajak, inilah salah satu sebab timbulnya sengketa pajak, diaman seperti kasus yang terjadi pada PT. MONAGRO KIMIA. Dalam hal ini PT. MONAGRO KIMIA mengajukan keberatan atas Surat Ketetapan Pajak dan keberatan ditolak, maka wajib pajak dapat mengajukan banding. Sesuai dengan pasal 36 ayat (4) Undang-Undang Pengadilan Pajak, wajib pajak diwajibkan membayar 50% (lima puluh persen) dari utang pajaknya sebagai prasayarat sebelum mengajukan permohonan banding. Persyaratan yang begitu berat dalam pengajuan banding dimaksudkan agar lembaga banding tidak dijadikan sebagai alasan penundaan pembayaran pajak. Akan tetapi apabila dilihat dari kepentingan wajib pajak ketentuan tersebut tentunya sangat memberatkan. Disini wajib pajak atau PT. MONAGRO KIMIA diberikan suatu akses untuk mencari keadilan tetapi di sisi lain ada persyaratan yang memberatkan wajib pajak dalam pemenuhan haknya.
vi
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah SWT yang Maha Melihat lagi Maha Mendengar, atas segala limpahan rahmat dan hidayah-Nya sehinga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Shalawat serta salam semoga senantiasa tercurahkan kepada baginda Nabi Muhammad SAW.
Penyusunan skripsi ini adalah salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Hukum (SH) pada Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. Dalam penulisan skripsi ini banyak pihak yang telah membantu baik materil maupun immateril, oleh karena itu penulis mengucapkan terima kasih kepada:
1. Dr. Asep Saepudin Jahar, MA., Dekan Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
2. Drs H Asep Syarifuddin Hidayat SH MH., dan Drs Abu Thamrin SH M.Hum., Ketua dan Sekretaris Program Studi Ilmu Hukum.
3. H. Zoebir Laini, SH., dan Nur Habibi, SH.I, M.H., selaku dosen pembimbing skripsi yang telah banyak meluangkan waktu disela-sela kesibukan dalam memberikan nasihat, kritik dan saran untuk membangun penulis dalam penyusunan skripsi ini.
4. Dedy Nursamsi SH., M.Hum., selaku dosen penasihat akademik yang telah memberikan nasihat dan arahan selama penulis menimba ilmu.
5. Bapak dan Ibu dosen Fakultas Syariah dan Hukum yang telah ikhlas berbagi ilmu pengetahuan dan pengalamanya kepada penulis.
6. Staff Tata Usaha Universitas Islam Negeri Jakarta selaku yang telah memberi kemudahan dalam penyusunan skripsi ini.
vii
Hartanto, Syawal Ritonga, Lisanul Fikri, Nevo Amaba, Ian Nurdiansyah, Bara Muhammad, Muhammad Iqbal, Angga Ariyana terima kasih atas dukungan dan pengalaman yang telah diberikan selama kuliah di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
10. Seluruh teman-teman seperjuangan Program Studi Ilmu Hukum angkatan 2011, khususnya Ilyas, Kuarnialif, Syawal, dan lain-lain, terimakasih atas segala bantuan dan dukungan yang diberikan selama ini.
11. Seluruh teman-teman seperjuangan Program Studi Ilmu Hukum angkatan 2011, terimakasih atas segala bantuan dan dukungan yang diberikan selama ini.
12. Semua pihak yang telah membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi ini, yang tidak dapat penulis sebutkan satu per satu. Semoga Allah SWT memberikan berkah dan karunia-Nya serta membalas kebaikan mereka. Amin.
Demikian ini penulis ucapkan terimakasih dan mohon maaf yang sebesar-besarnya apabila terdapat kata-kata di dalam penulisan skripsi ini yang kurang berkenan bagi pihak-pihak tertentu. Semoga skripsi ini bermanfaat bagi semua pihak, khususnya bagi penulis dan umumnya bagi pembaca.
Jakarta, 15 Septembert 2015 Penulis
DAFTAR ISI
Halaman
Judul Skripsi... i
Lembar Pengesahan Pembimbing... ii
Lembar Pengesahan Panitia... iii
Lembar Pernyataan... iv
Abstrak... v
Kata Pengantar... vi
Daftar Isi... ix
Daftar Tabel... xi
Daftar Gambar... xii
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah... 1
B. Pembatasan Masalah dan Perumusan Masalah ... 6
C. Tujuan dan Mafaat Penelitian ... 7
D. Tinjauan Terdahulu ... 7
E. Kerangka Teoritis... 8
F. Kerangka Konseptual ... 12
G. Metode Penelitian... 13
H. Sistematika Penulisan ... 17
BAB II KEDUDUKAN PAJAK PENGHASILAN ORANG PRIBADI DALAM PAJAK DI INDONESIA A. Tinjauan Umum Perpajakan 1. Definisi Pajak ... 19
2. Asas Pemungutan Pajak ... 21
3. Dasar Hukum Pemungutan Pajak... 22
4. Pengadilan Pajak ... 23
5. Ketetapan Pajak dan Surat Pemberitahuan Pajak Tahunan.... 24
B. Pajak Penghasilan Pasal 21 1. Pembayaran Pajak Melalui Potongan Pihak Lain ... 27
2. Dasar Hukum Pajak Penghasilan ... 28
C. Hak serta Kewajiban 1. Wajib Pajak ... 29
A. Posisi Kasus ... 41
B. Putusan Hakim Pengadilan Pajak Nomor Put 38985 / PP / M.IV / 10 / 2012... 44
C. Putusan Mahkamah Agung Nomor 547/B/PK/PJK/2013 ... 48
BAB IV ANALISA PPh 21 PADA KASUS SENGKETA PAJAK PT. MONAGRO KIMIA A. Kewajiban Pembayar PPh 21 Pegawai Outsorcing PT. MONAGRO KIMIA Dalam Kasus Sengketa Pajak ... 59
B. Penyelesaian Kasus Putusan MA. Nomor. 574/BPJK/2013 ... 66
BAB V PENUTUP A. Kesimpulan ... 74
B. Saran... 75
DAFTAR PUSTAKA... 78
DAFTAR TABEL
[image:10.595.113.511.112.446.2]Halaman
Tabel 1.1... 42
Tabel 1.2... 42
Tabel 1.3... 50
Tabel 1.4... 51
Tabel 1.5... 53
Tabel 1.6... 59
1
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Didalam sektor ekonomi, kebijakan diantaranya diarahkan untuk
mengembangkan sistem ekonomi kerakyatan, mengupayakan kehidupan yang
layak, mengembangkan perekonomian yang berorientasi global dan
menyehatkan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) melalui
meningkatn disiplin anggaran, pengurangan subsidi dan pinjaman luar negeri
secara betahap, peningkatan penerimaan pajak progresif yang adil dan jujur,
serta penghematan pengeluaran.1
Pajak telah menjadi komponen penting dalam penerimaan negara
bahkan sejak sebelum Indonesia merdeka. Pada jaman kolonial pungutan
pajak semata-mata dimaksudkan untuk memenuhi kepentingan pemerintahan
jajahan, misalnya pada jaman tanam paksa, pajak dipungut dalam bentuk
penyerahan tanah desa untuk ditanami tanaman ekspor yang dibutuhkan
sekurang-kurangnya dua puluh persen dari tanah desa. Kepala desa
bertanggung jawab untuk mengerahkan petani dalam melaksanakan
kewajiban tersebut bahkan ada pula yang diminta menyerahkan seperlima
hasil panennya kepada pemerintah sebagai pajak natural.
Dalam kemerdekaan pungutan pajak dijiwai oleh pancasila dan
Undang-undang Dasar tahun 1945 yang merupakan perwujudan kewajiban
1
serta partisipasi anggota masayarakat dalam pembiayaan negara dan
pembangunan nasional untuk mencapai keadilan sosial dan kemakmuran
yang merata, baik materil maupun spiritual.2
Dalam pembangunan nasional, penerimaan negara menjadi komponen
yang sangat penting dan menentukan keberhasilan pembangunan yang
dilaksnakan. Sejak tahun 1974 sebagian besar pendapatan negara Indonesia
besumber dari sektor minyak bumi dan gas alam.3 Namun, mengingat sifat
dari sumber daya alam tersebut yang tidak dapat diperbarui, dan minyak bumi
dan gas alam yang tidak menentu, maka sebaiknya pemerintah mengubah
strategi dengan menjadikan pajak sebagai sumber pendapatan negara yang
utama.
Dalam pembiayaan negara, pajak memegang peranan yang sangat
penting. Sebagian besar penerimaan negara berasal dari penerimaan pajak
dalam negeri, yang bersumber dari Pajak Penghasilan, Pajak Pertambahan
Nilai, Pajak Bumi dan Bangunan, Pajak Ekspor dan pajak lainnya. Sampai
tahun 1967, sistem yang dipakai adalah sistem official assessment. Namun dalam perkembangannya sistem tersebut ternyata tidak sesuai lagi dengan
tingkat sosial ekonomi masyarakat Indonesia, baik dari segi
kegotong-royongan nasional maupun dari laju pembangunan nasional.
2
Abdul Jabar Yousoef, Kunci Surveyor Membidik Perkembangan Industri Domestik Meningkatkan Penerimaan Pajak dan Royalti Cetakan Pertama, (Bandung : Elex Kompas Gremedia, 2013), h 3
3
3
Untuk meningkatkan pendapatan negara dari sektor pajak sekaligus
meningkatkan peran aktif wajib pajak, maka pada tahun 1983 pemerintah
menciptakan sistem perpajakan yang baru dengan dikeluarkannya beberapa
peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan, yaitu Undang-Undang
Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan
Undang Nomor & tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan,
Undang-undang nomor 8 tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan
Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah, Undang-Undang nomor 12
tahun 1985 tentang Pajak Bumi dan Bangunan, dan Undang-Undang nomor
13 tahun 1985 tentang Bea Materai.
Adapun ciri dan corak sistem pemungutan pajak tersebut adalah :4
1. Pemungutan pajak merupakan perwujudan dari penganbdian dan peran
serta wajib pajak untuk secara langsung dan bersama-sama melaksanakan
kewajiban perpajakan yang diperlukan untuk pembiayaan dan
pembangunan nasional.
2. Tanggung jawab atas kewajiban pelaksaaan pemungutan pajak sebagai
pencerminan kewajiban di bidang perpajakan berada pada anggota
masyarakat wajib pajak sendiri, pemerintah dalam hal ini parat pajak
sesuai dengan fungsinya berkewajiban melakukan pembinaan, pelayanan
dan pengawasan terhadap pemenuhan kewajiban perpajakan berdasarkan
ketentuan yang telah digariskan dalam peraturan perundang-undangan
perpajakan,
4
3. Anggota masyarakat wajib pajak diberi kepercayaan untuk dapat
melaksanakan kegotongroyongan nasional melalui sistem menghitung,
memperhitungkan, membayar dan melaporkan sendiri pajak yang terutang
(self assessment).
Dimana sehingga melalui sistem ini dalam perpajakan diharapkan dapat
dilaksanakan dengan lebih rapi, terkendali, sederhana, dan mudah untuk
dipahami oleh anggota masyarakat wajib pajak.
Pajak penghasilan 21 merupakan salah satu pajak langsung yang
dipungut pemerintah pusat atau merupakan pajak negara yang berasal dari
pendapatan rakyat. Dari berbagai jenis pajak penghasilan yang ada, Pajak
Penghasilan (PPh) Pasal 21 merupakan salah satu pajak yang memberikan
masukan sangat besar bagi negara. Kebijakan pemerintah dalam mengatur
Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 21 antara lain dengan dikeluarkannya
Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara
Perpajakan sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-Undang
Nomor 6 Tahun 2009. Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak
Penghasilan sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-Undang
Nomor 36 Tahun 2008. Sebagaimana tentang petunjuk pelaksanaan
pemotongan, penyetoran dan pelaporan PPh Pasal 21 sehubungan dengan
pekerjaan jasa dan kegiatan orang pribadi.
Peran sistem administrasi pajak sangat penting karena hasil dari
analisis digunakan oleh berbagai pihak baik intern maupun ekstern
5
diketahui bagaimana sebenarnya, khususnya dalam hal ini Pajak Penghasilan
Pasal 21.
Namun dalam kenyatan selama ini, sebagian kebijakan pemerintah
ternyata masih kurang dipahami dan belum dapat dilakukan sepenuhnya oleh
masyarakat. Masih banyak wajib pajak yang kebingungan dalam pembayaran
terhadap pajak yang terutang serta pengisian terhadap sarana pembayaran
pajak. Wajib pajak sering datang ke Kantor Pelayanan Pajak tempat wajib
pajak terdaftar untuk melakukan pembayaran pajak Saat penyampaian
pelaporan pembayaran terhadap pajak terutang pajak penghasilan terjadi
perselisihan antara wajib pajak dengan pihak pemotong pajak serta dalam
pengadministrasian masih kurang memperhatikan sistem perpajakan yang
baru.
Oleh karena itu, penulis mencoba menganalisis kasus yang berkaitan
dengan sengketa pajak di Indonesia, yaitu kasus pajak kurang bayar PPh 21
PT. MONAGRO KIMIA. Pada Putusan MA Nomor 547/B/PK/PJK/2013, PT.
MONAGRO KIMIA adalah sebuah perusahaan yang bergerak dalam bidang
pupuk dan pangan ternak, dalam kegiatan usahanya tersebut mengalami
kekurangan pembayaran pajak pada tahun 2006.
Menurut pendapat Mahkamah Agung terdapat cukup alasan untuk
mengabulkan permohonan dari Pemohon Peninjauan Kembali PT.
MONAGRO KIMIA tersebut dan membatalkan sementara Putusan
Pengadilan Pajak tertanggal 25 Juni 2012 Nomor Putusan : 38985 / PP / M.IV
2009 tentang Ketentuan Umum Perpajakan, dimana pembetulan STP
mengakibatkan utang pajak menjadi lebih besar, terhadap wajib pajak dikenai
sanksi administrasi berupa bunga sebesar 2% (dua persen) perbulan atas
jumlah pajak yang kurang dibayar, dihitung sejak jatuh tempo pembayaran
sampai dengan tanggal pembayaran, dan bagian dari bulan dihitung penuh 1
(satu) bulan. Dalam putusan MA Nomor 547 / B / PK / PJK / 2013 terdapat
permasalahan yang muncul yaitu putusan MA menguatkan putusan dari
Pengadilan Pajak bahwasanya penetapan pajak kurang bayar PPh 21 PT.
MONAGRO KIMIA adanya indikasi kekurangan bayar PPh 21 pada tahun
2006.
B. Pembatasan Masalah dan Perumusan Masalah 1. Pembatasan Masalah
Agar masalah yang akan penulis bahas tidak terlalu meluas sehingga dapat
mengakibatkan ketidak jelasan maka penulis membuat pembatasan
masalah yakni, membahas tentang praktik dalam perpajakan sebagai upaya
penerimaan pendapatan negara.
2. Perumusan Masalah
a. Siapa yang berkewajiban untuk membayar pajak Pajak Penghasilan
Pasal 21 Pegawai jika perusahaan menggunakan pegawai dari
perusahaanoutsourcing?
b. Bagaimana penyelesaian kasus Putusan MA. Nomor. 574 / B / PK /
7
C. Tujuan dan Mafaat Penelitian 1. Tujuan Penelitian
a. Untuk mengetahui penerapan sistem pembayaran pajak dalam
masyarakat, khususnya masyarakat wajib pajak penghasilan orang
pribadi dalam negeri sesuai dengan PPh 21 apabila perusahaan
menggunakan jasa pegawai darioutsourcing.
b. Untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi penerapan
sistem pembayaran pajak dalam pajak penghasilan orang pribadi
dalam negeri.
2. Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan kegunaan baik secara
teoritis maupun praktisi, sebagai berikut
Secara Akdemisi : Secara teori penelitian ini dapat memperkaya khasanah ilmu pengetahuan dalam Hukum Bisnis, agar penelitian ini dapat
menjadi tambahan referensi dan peningkatan wawasan akademi para
akademisi di bidang hukum, terutama berhubungan dengan pajak serta
mengingat peraturan perpajakan senantiasa yang mengalami perubahan
dari waktu ke waktu seiring dengan perubahan masayarakatnya.
Secara Praktisi: memberikan informasi bagi masyarakat luas mengenai tentang bagaimana sistem tersebut untuk membawa ke arah tax minded dan tax dicipline sehingga masyarakat menjadi penggerak pembangunan yang dapat di andalkan.
Review kajian terdahulu ini akan memaparkan beberapa penelitian yang sudah dilakukan, baik yang berupa skripsi, tesis, ataupun
penelitian-penelitian lainnya. Sebagai bahan pertimbangan dalam penelitian-penelitian ini, penulis
akan menyertakan beberapa hasil penelitian terdahulu sebagai perbandingan
tinjauan kajian materi yang akan dibahas, sebagai berikut:
Penelitian yang dilakukan oleh Ilham Taruna Bakti dari Universitas
Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, tahun 2011, yang berjudul
“Pengaruh Penerapan Sistem Self Assesment terhadap Optimalisasi Penerimaan PPh Pasal 21 (Studi Kasus pada KPP Pratama Jakarta Timur)”
Penelitian tersebut menjelaskan secara mendasar tentang pengaruh sistem self assementdalam masyarakat di utamakan adalah wajib pajak badan.
Buku dari Eceng, dkk. Yang berjudul “Etika Bisnis dalam
Perpajakan” penerbit Elex Jakarta tahun 2011. Pada buku tersebut diuraikan
bagaimana pendoman sistem pemungutan pajak, etika wajib pajak, serta teori
– teori dasar mengenai perpajakan. Sebagai perbandingan dan untuk
membedakan, secara khusus pada skripsi ini penulis menguraikan perihal
bagaimana kedudukan atau status hukum yang sebenarnya mengenai kasus
sengketa perpajakan.
E. Kerangka Teoritis
Kerangka teoritis adalah kerangka pemikiran yang menghubungkan
variable pemikiran yang satu dengan yang lain berdasarkan teori-teori yang
berkaitan dengan permasalahan yang di teliti dalam skripsi. Teori-teori ini
9
definisi yang di ambil dari asumsi beberapa ahli, dengan demikian tidak
menimbulkan keraguan dalam penulisan yang berhubungan dengan penulisan
skripsi ini.
Pajak adalah iuran wajib rakyat kepada kas negara berdasarkan
undang-undang sehingga dapat dipaksakan dengan tidak mendapat balas jasa
secara langsung. Pajak dipungut penguasa berdasarkan norma-norma hukum
untuk menutup biaya produksi barang-barang dan jasa kolektif untuk
mencapai kesejahteraan umum negara.5 Selain definisi diatas, terdapat pula
definisi lainnya yang dikemukakan oleh :
A. Adriani, menurutnya pajak adalah iuran masyarakat kepada negara
(yang dapat dipaksakan) yang terutang oleh yang wajib membayarnya
menurut peraturan-peraturan umum (undang-undang) dengan tidak mendapat
prestasi kembali yang langsung dapat ditunjuk dan yang gunanya adalah
untuk membiayai pengeluaran-pengeluaran umum berhubung tugas negara
untuk menyelenggarakan pemerintahan.6
Rochmat Soemitro, pajak adalah iuran rakyat kepada Kas Negara berdasarkan undang-undang (yang dapat dipaksakan) dengan tiada mendapat
jasa timbal (kontra prestasi) yang langsung dapat ditunjukkan dan yang
digunakan untuk membayar pengeluaran umum. Definisi tersebut kemudian
dikoreksinya yang berbunyi sebagai berikut: Pajak adalah peralihan kekayaan
5
Wirawan B. Ilyas dan Rudy Suhartono, Hukum Pajak Material 1 Seri Pajak Penghasilan,Cetakan Pertama. (Jakarta : Salemba Humanika, 2011), h. 2.
6
dari pihak rakyat kepada Kas Negara untuk membiayai pengeluaran rutin dan
surplusnya digunakan untuk public saving yang merupakan sumber utama
untuk membiayaipublic investment.7
Dimana sejak abad ke 18 muncul berbagai teori guna memberi
dasar-menyatakan keadilan (justification) kepada hak negara untuk memungut pajak dari rakyatnya. Adapun teori-teori tersebut adalah :
1. Teori Asuransi
Dalam teori ini mengatakan bahwa pajak diibaratkan sebagai
suatu premi asuransi yang harus dibayar oleh setiap orang karena
mendapatkan perlindungan atas hak-haknya dari pemerintah. Teori ini
tidak sesuai dengan kenyataan, dan juga tidak sesuai dengan sifat-sifat
pajak. Kelemahan dari teori ini adalah bahwa premi yang dibayarkan
oleh wajib pajak adalah sebagai imbalan dari perlindungan yang
diberikan kepadannya yang sebenarnya beretentangan dengan sifat
pajak. Justru dalam pajak, wajib pajak tidak langsung menenerima
suatu imbalan yang secarang langsung.
2. Teori Daya Pikul
Menurut teori ini setiap orang wajib membayar pajak sesuai
dengan daya pikul masing-masing. Menurut Prof. De Langen, daya
pikul adalah kekuatan seseorang untuk memeikul suatu beban dari apa
yang tersisa, setelah seluruh penghasilannya dikurangi dengan
7
11
pegeluaran-pengeluaran yang mutlak untuk kehidupan primer diri
sendiri beserta keluarganya.
3. Teori Kepentingan
Menurut W.H. Van Den Berghe (1837-1902) negara
adalahgroepsverband( organisasi dari golongan ), yaitu hak negara memungut pajak adalah atas dasar ajaran hak mutlak negara untuk
memajaki penduduknya, teori ini mengukur besarnya pajak sesuai
dengan besarnya kepentingan wajib pajak yang dilindungi. Jadi lebih
besar kepentingan yang dilindungi, maka besar pajak yang harus di
bayar.8
4. Teori Daya Beli
Mr.A. J. Caren Stuart Menurut teori ini pajak diibaratkan
sebagai pompa yang menyedot daya beli seseorang atau anggota
masyarakat, yang kemudian dikembalikan lagi kepada masyarakat. Jadi
sebenarnya uang yang berasal dari rakyat kembali lagi kepada rakyat
melalui saluran lain. Pajak pada hakikatnya tidak merugikan takyat.
Oleh sebab itu maka pemungutan pajak dapat dibenarkan.9
5. Teori Kewajiban Pajak Mutlak
Teori ini didasarkan pada Teori Organ(Orgaan Theorie) Otto von Gierke(1841-1921) yang mengatakan bahwa negara itu merupakan
8
Thomas Sumarsan, Perpajakan Indonesia Pendoman Perpajakan Yang lengkap Berdasarkan Undang-Undang Terbaru, (Jakarta: Indeks, 2010), h. 11.
9
satu keatuan, yang didalamnya setiap warga negara terkait di dalamnya.
Lembaga selaku organ mempunyai kekuasaan terhadap anggota
masyarakat yang mutlak, dan sebaikya anggota masyarakat mempunyai
kewajiban mutlak, antara lain pajak yang tidak dapat ditawarkan lagi.
Berdasarkan pemikiran demikian, maka pungutan pajak walaupun
membebani individu hal tersebut dapat dibenarkan.10
6. Teori Pembenanan Pajak Menurut Pancasila
Pancasila mengandung sifat kekeluargaan dan gotong royong.
Pajak adalah salah satu bentuk gotong royong yang di dalamnya
mengandung sifat kekeluargaan. Pembayaran pajak dalam rangka
pemikiran ini merupakan suatu yang tidak sukar diberikan
pembenarannya. Pajak merupakan pengorbanan bersama untuk
kepentingan bersama tanpa mendapatkan imbalan.11
F. Kerangka Konseptual
a. Pajak; Adalah perikatan yang timbul karena Undang-undang yang mewajibkan seseorang yang memenuhi syarat yang di tentukan
Undang-undang (TATBESTAND) untuk membayar sejumlah uang kepada kas Negara yang dapat di paksakan, tanpa mendapatkan suatu imbalan yang
secara langsung dapat ditunjuk, yang digunakan untuk membiayai
pengeluaran-pengeluaran negara rutin dan pembangunan dan yang di
10
Jimly Asshiddiqie, Pokok-Pokok Hukum Tata Negara Indonesia Pasca Reformasi, (Jakarta : BIP, 2007), h. 13.
11
13
gunakan sebagai alat pendorong, penghambat, pencegah, untuk mencapai
tujuan yang ada di luar bidang keuangan.12
b. Wajib Pajak; Adalah orang pribadi yang menurut peraturan perundang-undangan perpajakan di tentukan untuk melakukan kewajiban
perpajakan, termasuk pungutan pajak atau pemotongan pajak tertentu.13
c. Badan; Adalah sekumpulan orang dan atau modal yang merupakan kesatuan baik yang melakukan usaha yang meliputi perseroan lainya,
badan usaha milik Negara atau daerah dengan nama dan dalam bentuk
apapun, Firma, Kongsi, Koprasi, Dana Pensiun, Persekutuan,
Perkumpulan, Yayasan, Organisasi Masa, Organisasi Sosial Politik, atau
Organisai yang sejenis, Lembaga, bentuk usaha tetap dan bentuk badan
lainya.14
G. Metode Penelitian
1. Jenis dan sifat penelitian
Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah
penelitian hukum normatif. Penelitian hukum normatif adalah penelitian
hukum kepustakaan. Penelitian hukum normatif didefinisikan sebagai
penelitian yang mengacu kepada norma-norma hukum yang terdapat
dalam peraturan perundang-undangan dan putusan pengadilan. Disebut
12
Bohari, Pengantar Hukum Pajak, Cetakan Pertama, (Jakarta : PT Raja Gravindo Persada, 2004),h. 26.
13
Mardiasmo,Pepajakan Edisi Revisi 2011,Cetakan Keempat,h. 5 14
juga penelitian hukum doktrinal yaitu penelitian hukum yang
mempergunakan data sekunder.15Alat pengumpulan data dalam penelitian
ini adalah melalui penelitian kepustakaan (library research) untuk mendapatkan konsepsi teori atau doktrin, pendapat atau pemikiran
konseptual dan penelitian terdahulu yang berhubungan dengan objek
telaah penelitian ini yang dapat berupa peraturan perundang-undangan dan
karya ilmiah lainnya.16
2. Pendekatan Masalah
Dalam kaitannya dengan penelitian yuridis normatif, akan digunakan
beberapa pendekatan, yaitu:17
a. Pendekatan Kasus (case approach)
Pendekatan Kasus (case approach) adalah pendekatan yang dilakukan
dengan cara menelaah suatu kasus yang telah menjadi putusan
pengadilan berkekuatan hukum tetap, dalam hal ini Putusan
Mahkamah Agung No. 547 / B / PK / PJK / 2013. Dalam
menggunakan pendekatan kasus yang perlu dipahami oleh peneliti
adalahratio deciendi, yaitu alasan-alasan hukum yang digunakan oleh
hakim untuk sampai pada putusannya.18
b. Pendekatan Perundang-undangan (statute approach)
15
Soerjono Soekanto,Pengantar Penelitian Hukum, (Jakarta: UI-Press, 2010), h. 43.
16
Peter Mahmud Marzuki , Metodologi Penelitian Hukum, Cetakan Ketujuh, (Jakarta, Kencana, 2011), h. 57
17 Johnny Ibrahim, Teori, Metode dan Penelitian Hukum Normatif, (Malang: Bayumedia Publising, 2007), h.300
15
Pendekatan Perundang-undangan (statute approach) adalah suatu
pendekatan yang dilakukan terhadap berbagai aturan hukum yang
berkaitan dengan perpajakan dan sengketa pajak seperti
Undang-Undang No. 16 Tahun 2009 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara
Perpajakan, Undang-Undang No. 14 Tahu 2002 tentang Peradilan
Pajak, Undang-undang N. 36 Tahun 2008 tentang Pajak Penghasilan,
dan Undang-Undang No. 19 Tahun 2000 tentang Penagihan Pajak
Dengan Surat Paksa.
c. Pendekatan Konsep (conceptual approach)
Pendekatan Konsep (conceptual approach) digunakan untuk memahami konsep-konsep tentang : pengertian pajak, pengertian PPh
21, penhitungan pajak. Dengan didapatkan konsep yang jelas maka
diharapkan penormaan dalam aturan hukum ke depan tidak lagi terjadi
pemahaman yang ambigu.
3. Sumber Data
Data yang dipakai dalam penelitian ini adalah data sekunder yaitu
data yang tidak diperoleh dari sumber pertama yang bisa diperoleh dari
dokumen-dokumen resmi, buku-buku, hasil penelitian, laporan, buku
harian, surat kabar, makalah, dan lain sebagainya. Data sekunder dalam
penelitian ini dapat dibagi atas 3 kelompok besar, yaitu :
a. Bahan hukum primer yang penulis peroleh dari beberapa peraturan
b. Bahan hukum sekunder diperoleh penulis dari buku-buku terkait
pembahasan hukum dan perpajakan, keterangan, kajian, analisis
tentang hukum positif seperti skripsi, makalah seminar,dll.
c. Bahan hukum tertier yang dipergunakan penulis sebagai bahan yang
mendukung, memberi penjelasan bagi bahan hukum sekunder seperti
Kamus Besar Indonesia, Kamus Bahasa Inggris, dan Kamus Hukum.
4. Teknik Pengumpulan Data dan Analisis Data
Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini
adalah melalui penelitian kepustakaan (library research) yakni upaya
untuk memperoleh data dari penelusuran berbagai sumber bacaan seperti
buku-buku yang berkaitan dengan perpajakan literatur kepustakaan,
peraturan perundang-undangan, negara, pendapat sarjana, surat kabar,
artikel, kamus dan juga berita yang penulis peroleh dari internet. yang
relevan dengan penelitian ini.
Metode yang digunakan dalam menganalisis data-data yang
terkumpul adalah analisis kualitatif. Maksud dari penggunaan metode
tersebut adalah memberikan gambaran terhadap permasalahan yang ada
dengan berdasarkan pendekatan yuridis normatif.
5. Metode Penulisan
Dalam penyusunan penelitian ini penulis menggunakan metode
penulisan sesuai dengan sistematika penulisan yang ada pada Buku
Pedoman Penulisan Skripsi, Fakultas Syari’ah dan Hukum, UIN Syarif
17
H. Sistematika Penulisan
Untuk memberikan gambaran secara menyeluruh tentang isi skripsi,
maka penulis memberikan sistematikanya secara garis besar, sebagai berikut :
Bagian awal skripsi : sampul, lembar berlogo, halaman judul, persetujuan
pembimbing, pengesahan kelulusan, pernyataan, motto dan persembahan,
prakata, Abstract, daftar isi, serta daftar lampiran. Bagian isi skripsi terdiri atas :
BAB I Pendahuluan
Dalam bab ini diuraikan suatu gambaran yang memberikan
informasi yang sifatnya umum serta menyeluruh dan sistematis,
yang terdiri dari latar belakang masalah, perumusan, maksud serta
tujuan dan kegunaan dari penelitian ini.
BAB II Tinjauan Umum
Dalam bab ini di uraikan tentang teori-teori yang menjadi
landasan pembahasan bab-bab selanjutnya, yang dibagi menjadi
dua bagian, bagian pertama adalah dasar-dasar tentang perpajakan
yang terdiri dari definisi pajak, dasar hukum pemungutan pajak,
asas-asas dari pemungutan pajak tersebut, pengelompokan pajak,
fungsi pajak, timbul serta hapusnya pajak, dan lain-lain.
Bagian kedua tentang kedudukan pajak penghasilan dalam
perpajakan di Indonesia yang terdiri dari dasar hukum pajak
penghasilan, penggolongan dan asas perpajakan dalam
BAB III Kedudukan Pajak Penghasilan Orang Pribadi Dalam Pajak di Indonesia
Dalam bab ini di uraikan isi tentang bagaimana sistem pajak
penghasilan orang pribadi dalam negeri yang dikaitkan dengan
peraturan perundang-undangan yang relevan, yang terdiri dari hak
serta kewajiban pajak penghasilan orang pribadi dalam negeri,
wewenang dan kewajiban aparat pajak dan penghasilan orang
pribadi.
BAB IV Analisa Kasus Sengketa Pajak PT. MONAGRO KIMIA Putusan MA Nomor. 574/BPJK/2013
Dalam bab ini berisi pembahasan dan analisa data yang berusaha
dikumpulkan untuk mengkaji secara ilmiah terhadap data yang
telah dikumpul selama penelitian dilakukan, di mana pada bab ini
ditelaah dan dianalisa mengenai posisi kasus PT. MONAGRO
KIMIA analisis putusan Mahkamah Agung, dan analisis
faktor-faktor dari Putusan Mahakamah Agung Nomor.
574/BPJK/2013 BAB V Penutup
Dalam bab ini akan di uraikan kesimpulan sebagai hasil akhir dari
Berisi kesimpulan dan saran bagian akhir skripsi, berisi daftar
19
BAB II
KEDUDUKAN PAJAK PENGHASILAN ORANG PRIBADI DALAM PAJAK DI INDONESIA
A Tinjuan Umum Perpajakan 1. Definisi Pajak
Melalui definisi pajak, dapat diketahui gambaran umum tentang pajak dan
unsur-unsur yang terdapat didalamnya, sehingga dengan adanya definisi tentang
pajak setidaknya akan diperoleh pemahaman awal tentang pajak itu sendiri.
Terdapat beberapa definisi pajak yang dikemukakan oleh para sarjan diantaranya
yang dikemukakan oleh Rochmat Soemitro, ialah “Pajak adalah peralihan
kekayaan dari pihak rakyat kepada kas negara untuk membiayai pengeluaran
rutin dan “surlpus”-nya digunakan untuk public saving yang merupakan sumber
utama untuk membiayai public ivestement.”1
S. I. Djajadiningrat mendefinisikan bahwa pajak sebagai suatu kewajiban
menyerahkan sebagian daripada kekayaan ke kas negara disebabkan suatu
keadaan, kejadian dan perbuatan yang memberi kedudukan tertentu, tetapi bukan
sebagai hukuman, menurut peraturan yang ditetapkan pemerintah serta dapat
dipaksakan, tetapi tidak ada jasa timbal balik dari negara secara langsung, untuk
memelihara kesejahteraan umum.
1
Leroy Beaulieu mengatakan bahwadalam bukunya yang berjudul “Traite
de la Science des Finances”, (1906) berbunyi :“L' impot et la contribution, soit
directe dissimulee, que la puissance publique exige des habitans ou des bies pur
sebvenir aux depenses du gouverment.”, (“Pajakadalah bantuan baik secara
langsung maupun tidak langsung, dalam hal ini dipaksakan oleh kekuasaan
publik dari penduduk atau dari barang untuk menutupi biaya pembelanjaan
pemerintah.”)2
Dalam definisi pajak yang dikemukakan oleh para ahli tersebut lima
unsur pajak, yaitu :
a. Suatu pemungutan yang dapat dipaksakan karena wewenang yang dimiliki pemerintah.
b. Harus berdasarkan norma-norma atau undang-undang.
c. Merupakan iuran rakyat kepada pemerintah secara insidentil atau periodik.
Yang dimaksud dengan rakyat adalah perorangan maupun badan.
d. Prestasi pemerinah diberikan secara umum dan sulit untuk ditunjukan.
e. Untuk membiayai pengeluaran negara.3
Dari kelima unsur yang harus dipenuhi dalam pengertian pajak, dan
sesuai dengan perumusan serta fungsi dalam mencapai sasaran di bidang sosial
ekonomi. B. Boediono. Mendefinisikan pajak sebagai berikut, Pajak adalah iuran
rakyat kepada negara, bersarkan undang-undang yang dapat dipaksakan dengan
2
Siti Resmi,Perpajakan Teori dan Kasus Edisi 8,Buku 1, h. 1. 3
21
imbalan yang diberikan secara langsung (umum) oleh pemerintah, gunanya untuk
membiayai kebutuhan pemerintah, dalam rangka penyelenggaraan pemerintahan
negara dan dapat digunakan sebagai sarana untuk mengatur di bidang sosial
ekonomi.4
Dari definisi di atas, maka definisi yang lebih tepat dalam
menggambarkan pajak adalah yang dikemukakan Rochmat Soemitro, dan
Boediono Karena telah memenui unsur-unsur pajak dan menegaskan bahwa
pajak memiliki fungi mengatur (regulerend), sementara definisi lainnya lebih mentitik beratkan pajak pada fungsi pembiayaan (bugedtair), dan seolah-olah
pajak tersebut tidak akan kembali kepada masyarakat.
2. Asas Pemungutan Pajak
Pada abad ke 18, Adam Smith (1723-1790) dalam bukunya An Inquiry into the nature adn Cause of Wealth of Nations menyebutkan asas-asas
pemungutan pajak yang di sebut “The Four Maxim’s”, yang terdiri dari :
a. AsasEquality(asas keseimbangan dengan kemampuan atau asas keadilan): Pemungutan pajak yang dilakukan oleh negara harus sesuai
dengan kemampuan dan penghasilan wajib pajak. Negara tidak boleh
bertindak diskriminatif terhadap wajib pajak. Dalam keadaan yang sama
para wajib pajak harus dikenakan pajak yang sama pula, yang dilakukan
4
seimbang dengan kemampuannya yaitu seimbang dengan penghasilan
yang dinikmatina masing-masing dibawah perlindungan pemerintah.
b. Asas Certainty(asas kepastian hukum): Semua pungutan pajak harus berdasarkan Undang - undang, sehingga bagi yang melanggar akan
dapat dikenai sanksi hukum, mulai dari subjeknya, besarnya pajak
dibayar, dan juga ketentuan mengenai waktu pembayarannya.
c. AsasConvinience of Payment(asas pemungutan pajak yang tepat waktu atau asas kesenangan): Pajak harus dipungut pada saat yang tepat
bagi wajib pajak, misalnya disaat wajib pajak baru menerima
penghasilannya atau disaat wajib pajak menerima hadiah.
d. AsasEffeciency(asas efesien atau asas ekonomis): Biaya pemungutan pajak diusahakan sehemat mungkin, jangan sampai terjadi biaya
pemungutan pajak melebihi dari hasil pemasukan pajaknya.5
3. Dasar Hukum Pemungutan Pajak
Dasar hukum pemungutan pajak terdapat dalam pasal 23 ayat (2)
Undang-undang dasar tahun 1945, yang berbunyi “Segala pajak untuk keperluan
negara berdasarkan Undang-Undang”. Selanjutnya dalam pasal 23 A Perubahan
Ketiga Undang-Undang Dasar Republik Indonesia tahun 1945 bahwa pajak dan
pungutan lain yang bersifat memaksa untuk keperluan negara diatur dengan
5
23
undang-undang. Dengan mengacu pada pasal tersebut, maka setiap pemungutan
pajak harus berdasarkan undang-undang, tidak boleh berdasarkan pada ketentuan
yang tingkatannya lebih rendah dari undang-undang.6
Selain pasal 23 ayat (2) UUD tahun 1945 dan pasal 23 A perubahan ke
tiga UUD Republik Indonesia tahun 1945, masih ada dua ketentuan yang harus
diperhatikan untuk sahnya pemungutan pajak, yakni : Pasal 16 ICW (Indische Comptabilities Wet) menentukan bahwa penambahan atau pengurangan pajak
tidak mungkin berlaku sebelum hasil penambahan atau hasil perubahan
undang-undang pajak tersebut dimasukkan ke dalam APBN pada tahun yang
bersangkutan. Sementara itu, didalam pasal 17 ICW (Indische Comptabilities Wet) ditentukan bahwa sesuai penghapusan dan penganturan pajak harus dilakukan sesuai dengan undang-undang. Pemberlakuan
mendasarkan pada pasal II aturan perlihan dari Undang-Undang Dasar 1945.7
4. Pengadilan Pajak
Pengertian pengadilan pajak adalah badan peradilan yang melaksanakan
Kekuasaan kehakiman di Indonesia bagi wajib pajak atau penanggung pajak
yang mencari keadilan terhadap sengketa pajak. Dimana yang dimaksud sengketa
pajak adalah sengketa yang timbul dibidang perpajakan antara wajib pajak
dengan pejabat yang berwenang sebagai akibat dikeluarkannya keputusan yang
6
Maria Farida Indrianti S,Ilmu Perundang-undangan 1,(Jakarta : Kansius, 2010), h. 4 7
Muhammad Rusjdi, KUP (Ketentuan Umum dan Tatacara Perpajakan) Edisi Keempat,
dapat diajukan Banding atau Gugatan kepada Pengadilan pajak. Itu termasuk
gugatan atas pelaksanaan penagihan berdasarkan undang-undang penagihan
dengan surat paksa.
Pengadilan pajak dibentuk berdasarkan Undang-Undang Nomor 14
Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak. Susunan Pengadilan Pajak terdiri atas:
Pimpinan, Hakim Anggota, Sekretaris, dan Panitera. Pimpinan Pengadilan Pajak
sendiri terdiri dari seorang Ketua dan sebanyak-banyaknya 5 orang Wakil Ketua.
Saat ini Sekretaris merangkap tugas Kepaniteraan sebagai Panitera. Pembinaan
serta pengawasan umum terhadap Hakim Pengadilan Pajak dilakukan oleh
Mahkamah Agung. Sedangkan pembinaan organisasi, administrasi, dan
keuangan ditanggulangi oleh Kementerian Keuangan.8 Selain itu, ada
Undang-Undang Nomor 16 tahun 2009 tentang Peradilan Tata Usaha Negara, secara tegas
dinyatakan bahwa putusan Pengadilan Pajak merupakan putusan pengadilan
khusus di lingkungan Peradilan Tata Usaha Negara.9
5. Ketetapan Pajak
Prinsip self-assessment dalam pemenuhan kewajiban perpajakan adalah bahwa Wajib Pajak (WP) diwajibkan untuk menghitung, memperhitungkan,
membayar sendiri, dan melaporkan pajak yang terutang sesuai ketentuan
8
Tjia Siauw Jan,Pengadilan Pajak : Upaya Kepastian Hukum dan Keadilan Bagi Wajib Pajak, Cetakan Pertama, (Bandung : Alumni 2013), h. 85.
9
25
perpajakan dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan dalam
SPT tercantum dalam Pasal 3 ayat 1 UU KUP yang berbunyi sbb :
“Setiap WP wajib mengisi SPT dengan benar, lengkap, dan jelas, dalam bahasa
Indonesia dengan menggunakan huruf Latin, angka Arab, satuan mata uang
Rupiah, dan menandatangani serta menyampaikannya ke kantor Direktur Jendral
Pajak tempat Wajib Pajak terdaftar atau dikukuhkan atau tempat lain yang
ditetapkan.”.
Sehingga penentuan besarnya pajak yang terutang dipercayakan pada
wajib pajak sendiri melalui Surat Pemberitahuan (SPT) yang disampaikannya.
Penerbitan suatu surat ketetapan pajak hanya terbatas kepada wajib pajak tertentu
yang disebabkan oleh ketidakbenaran dalam pengisian SPT atau karena
ditemukannya data fiskal yang tidak dilaporkan oleh wajib pajak. Dimana fungsi
Ketetapan Pajak sebagai betrikut :
a. Koreksi atas jumlah pajak yang terutang menurut Surat Pemberitahuan
(STP) Wajib Pajak,
b. Sarana untuk mengenakan sanksi,
c. Sarana untuk menagih pajak,
d. Sarana untuk mengembalikan kelebihan pajak dalam hal lebih bayar,
e. Sarana untuk memberitahukan jumlah pajak yang terutang.
B Pajak Penghasilan Pasal 21
Pajak Penghasilan Pasal 21 atau PPh 21 adalah salah satu jenis pelunasan
kerja atau bendaharawan pemerintah atau dana pensiun atau badan lain atau
penyelenggara pemerintah) yang merupakan anjuran pajak yang boleh
dikreditkan terhadap PPh yang terutang untuk tahun pajak bersangkutan, kecuali
PPh yang bersifat final.
PPh sehubungan dengan pekerjaan, jasa, dan kegiatan yang dilakukan oleh
Wajib Pajak orang pribadi, pajak atas penghasilan berupa gaji, upah, honorium,
tunjangan, dan pembayaran lain (PMK No.252/PMK.03/2008).10 dengan dasar
hukum antara lain adalah :
1. Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata
Cara Perpajakan sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-undang
No. 16 Tahun 2009.
2. Undang-undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan
sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-undang Nomor 36 Tahun
2008.
3. Keputusan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor
541/KMK.04/2000 sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan
Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 184/PMK.03/2007
tentang Penentuan Tanggal Jatuh Tempo Pembayaran dan Penyeroran Pajak,
Penentuan Tempat Pembayaran Pajak, dan Tata Cara Pembayaran,
10
27
Penyetoran dan Pelaporan Pajak, serta Tata Cara Pengangsuran dan
Penundaan Pembayaran Pajak.
4. Peraturan Menteri Keuangan Nomor PMK-254/PMK.03/2008 tentang
Penetapan Bagian Penghasilan Sehubungan Dengan Pekerjaan dari Pegawai
Harian dan Mingguan serta Pegawai Tidak Tetap Lainnya yang Tidak
Dikenakan Pemotongan Pajak Penghasilan.11
1. Pembayaran Pajak Melalui Potongan Pihak Lain
Pembayaran PPh terutang dilakukan oleh Wajib Pajak pada sarta
penerimaan penghasilan melalui pemotongan atau pungutan pajak oleh pihak lain
yang membayarkan penghasilan. Pihak lain yang mempunyai kewajiban
memotong PPh. Pada saat memberikan penghasilan kepada Wajib Pajak tersebut
berkedudukan sebagai pemotong pajak.
Pemotong pajak sesuai ketentuan Pasal 1 UU Nomor 16 Tahun 2009
Tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (UU KUP), termasuk
sebagai Wajib pajak, sehingga memepunyai hak dan kewajiban perpajakan.
Pemotongan pajak yang tidak melakukan pemotongan pajak dikenakan sanksi
adminstratif perpajakan menurut UU KUP, yaitu membayar pajak yang
seharusnya dipotong ditambah dengan sanksi administrasi perpajakan.
11
Pemotong pajak harus memberikan bukti potong sebagai pembayaran
pajak atau kredit pajak bagi Wajib Pajak yang dipotong. Pemotong pajak
mempunyai kewajiban untuk membayarkan pajak yang telah dipotong tersebut
ke kas negara melalui bank persepsi (bank yang ditunjuk menerima pembayaran
pajak). Setelah melakukan pembayaran pajak, pemotong pajak wajib melaporkan
bukti potong dan pembayaran pajak tersebut ke kantor pelayanan pajak tempat
pemotong pajak terdaftar. Bukti potong yang dipergunakan oleh Wajib Pajak
penerima penghasilan sebagai kredit pajak akan dikonfirmasi dengan pelaporan
bukti potong oleh pemotongan pajak. Pembayaran pajak selekasnya pada saat
diperolehnya penghasilan sesusai dengan asas ”pay as you earn”, yaitu bayarlah pada saat memperolah pengasilan.12
2. Dasar Hukum Pajak Penghasilan
Pajak Penghasilan diatur dalam Undang-undang Nomor 7 Tahun 1983,
yang di ubah dengan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1991, kemudian diubah
lagi dengan Undang-Undang Nomor 10 tahun 1994, kembali diubah dengan
Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2000, dan terakhir di ubah Undang-Undang
Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 1983 Tentang Pajak Penghasilan
Sebagaimana Telah Beberapa Kali Diubah Terakhir Dengan Undang-undang
12
Wirawan B. Ilyas dan Rudy Suhartono,Hukum Pajak Material 1 Seri Pajak Penghasilan,
29
Republik Indonesia Nomor 36 Tahun 2008.13 Undang-Undang Republik
Indonesia Nomor 6 Tahun 1983 Tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara
Perpajakan Sebagaimana Telah Beberapa Kali Diubah Terakhir Dengan Undang
- Undang Republik Indonesia Nomor 16 Tahun 2009.14
C Hak Serta Kewajiban
1. Hak dan Kewajiban Wajib Pajak
Undang-undang pajak yang berlaku di Indonesia mengatur hak dan
kewajiban wajib pajak. Keberadaan wajib pajak orang pribadi dakan negeri
adalah pendukung hak-hak dan kewajiban-kewajiban yang berhubungan denga
kedudukannya sebagai wajib pajak. Hak-hak dan keajiban-keawjiban yang
timbul tentunya tidak dapat dilepaskan dari sistem yang berlaku. Karena sistem
perpajakan yang di tetapkan di Indonesia adalah sistem self assessment
berdasarkan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 16 Tahun 2009
Tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan, maka hak-hak dan
kewajiban-kewajiban yang timbul disesuiankan berdasrkan ketentuan tersebut.
Hak-hak yang melekat pada wajib pajak orang pribadi dalam negeri pada
dasarnya sama dengan hak-hak wajib pajak pada umumnya. Adapun hak-hak
tersebut di antaranya ialah :
13
Undang-Undang PPh dan Peraturan Pelaksanaannya. KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL PAJAK Direktorat Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat. 2013 Nomor: PJ.091/PPh/UU/001/2013-00
14
a. Hak Untuk Meghitung Pajak Sendiri
Setiap wajib pajak berhak menghitung besarnya pajak ynag terutang
setiap tahunnya yang berhak dilakukan dengan mengisi Surat Pemberitahuan
(SPT). Perhintgan tersebut bersifat final kecuali apabila Kantor Pelayanan
Pajak (KPP) memiliki data dan atas data tersebut dilakukan pemeriksaan
terhadap keberatan pengisian data oleh wajib pajak.15
b. Hak Melakukan Pembetulan Surat Pemberitahuan (SPT)
Dalam menghitung besarnya pajak terutang yang dilakukan sendiri,
kesalahan mungkin saja timbul. Untuk itu berdasarkan pasal 8
Undang-undang Republik Indonesia Nomor 16 Tahun 2009 tentang Ketentuan dan
Tata Cara Umum Perpajakan, wajib pajak berhak melakukan pembetulan
dengan menyampaikan peryataan tertulis selama Direktorat Jenderal Pajak
belum melakuka pemeriksaan atau setelah dilakukan tindakan pemeriksaan
tetapi belum dilakukan tindakan penyidikan16
c. Hak Mengajukan Permohonan Restitusi dan Memperoleh Pembayaran
Restitusi
Setiap wajib pajak yang mengajukan perhitungan kelebihan
pembayaran pajak berhak atas minta restitusi (pengembalian). Dalam pasal 17
B Undang-undang Republik Indonesia Nomor 16 Tahun 2009 tentang
Ketentuan dan Tata Cara Umum Perpajakan disebutkan bahwa apabila dalam
15
Mardiasmo,Pepajakan Edisi Revisi,Cetakan Keenam, (Yogyakarta : Andi, 2011), h. 157. 16
31
waktu 12 bulan sejak permohonan restitusi diberikan, KPP tidak memberikan
jawaban maka permohongan tersebut dikatakan terkabul. Tanggal diterimanya
permohonan restitusi yang disertakan ada STP adalah tanggal ketika STP
disampaikan. Wajib pajak yang permohongann restitusinya dikabulkan
mendapat restitusi paling lambat satu bulan setelah jangka waktu 12 bulan
tersebut berakhir dengan diterbitkannya Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar.
Apabila SKPLB terlambat diterbitkannya maka wajib pajak di beri imbalan
bunga sebesar 2% sebuan sejak berakhirnya jangka waktu tersebut sampai di
terbitkan SKPLB.17
d. Hak Untuk Mengajukan Keberatan
Wajib pajak dapat menilai bahwa hasil pemeriksaannya yang
dilakukan oleh aparat pajak adalah tidak benar. Berdasarkan pasal 25
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 16 Tahun 2009 tentang
Ketentuan dan Tata Cara Umum Perpajakan, wajib pajak dapat mengajukan
keberatan secara tertulis atas Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar, Surat
Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan, Surat Ketetapan Lebih Bayar,
Surat Ketetapan Pajak Nihil dan pemotonga atau pemungutan oleh pihak
ketiga berdasrkan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan.
Berdarasarkan pasal 26 Undang-undang Republik Indonesia Nomor 16
Tahun 2009 tentang Ketentuan dan Tata Cara Umum Perpajakan, wajib pajak
17
berhak mengetahui atas jawaban setelah diajukannya keberatan paling lambat
12 bulan sejak keberatan diterima. Apabila KPP tidak memberikan
keputusan, maka keberatan dianggap dikabulkan.18
e. Hak Megajukan Permohonan Banding
Apabila wajib pajak masih tidak puas atas keputusan Direktorat
Jendral Pajak, maka berdasrkan pasal 27 Undang-Undang Republik Indonesia
Nomor 16 Tahun 2009 tentang Ketentuan dan Tata Cara Umum Perpajakan,
wajib pajak dapat mengajukan permohonan banding yang dibuat secara
tertulis dan ditujukan kepada badan peradilan pajak.
Selain memiliki hak-hak yang telah disebutkan di atas, wajib pajak
memiliki kewajiban-kewajiban yang harus di penuhi sehubungan dengan di
terapkannya sistemself assessment,.19yaitu sebagai berikut :
a. Mendaftarkan Diri Sebagai Wajib Pajak
Mendaftarkan diri sebagai wajib pajak adalah kewjiban awal bagi setiap
subjek pajak yang telah memenuhi tatbestand, seseuai dengan ketentuan
pasal 2 Undang-undang Republik Indonesia Nomor 16 Tahun 2009 tentang
Ketentuan dan Tata Cara Umum Perpajakan. Pendaftaran dilaksanakan di
KPP di tempat wajib pajak berdomisili, atau bertempat tinggal bagi wajib
pajak orang pribadi. Mereka yang dikecualikan dari keawjiban untuk
mendaftarkan diri adalah :
18
B. Boediono,Perpajakan Indonesia Cetakan I, h. 97. 19
33
1) Yang tidak mempunyai penghasilan lain selain penghasilan sehubungan
dengan pekerjaan atau jabatan dari satu pemberi kerja,
2) Yang mempunyai penghasilan neto tidak melebihi Penghasilan Tidak
Kena Pajak (PTKP),
3) Wanita kawin (bersuami), meskipun wanita tersebut memiliki
penghasilan sendiri, kecuali dalam perkawinannya di ikat dengan suatu
perjanjian seperti pemisahan harta dan penghasilan,
4) Anak yang masih belum dewasa
b. Mengambil, Mengisi dan Menyampaikan SPT
Setiap wajib pajak menambil sendiri SPT, mengisi dengan benar, jelas,
transparan, dan di tanda tangani dan selanjutnya disampaikan ke KPP
dimana wajib pajak berdomisili atau dikirimkan melalui kantor pos,
pengisian melalui web dirjen pajak atau dengan cara lain yang diatur dengan
keputusan Direktur Jenderal Pajak. Ketentuan tersebut diatur dalam pasal 3
dan pasal 6 Undang-undang Republik Indonesia Nomor 16 Tahun 2009
tentang Ketentuan dan Tata Cara Umum Perpajakan.20
c. Melunasi Pajak Terutang
Dalam mengisi SPT sekaligus mengisi menghintung besarnya pajak yang
terutang terdapat kemungkinan kurang bayar, nihil atau lebih bayar. Apabila
kurang bayar, maka wajib pajak harus melunasi kekuarangan tersebut paling
lambat 1 (satu) bulan pajak atau bagian bulan pajak berakhir, atau sebelum
20
surat pemberitahuan itu disampaikan. Apabila memang terlambat
Pembayaran atau penyetoran pajak sebagaimana dimaksud, yang dilakukan
setelah tanggal jatuh tempo pembayaran atau penyetoran pajak, dikenai
sanksi administrasi berupa bunga sebesar 2% (dua persen) per bulan yang
dihitung dari tanggal jatuh tempo pembayaran sampai dengan tanggal
pembayaran, dan bagian dari bulan dihitung penuh 1 (satu) bulan. Hal
tersebut diatur dalam pasal 9 Undang-undang Republik Indonesia Nomor 16
Tahun 2009 tentang Ketentuan dan Tata Cara Umum Perpajakan.21
d. Menyelenggarakan Pembukuan
Berdasarkan pasal Pasal 14 Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008 tentang
Pajak Penghasilan (PPh), wajib pajak pribadi yang melakukan kegiatan
usaha atau pekerjaan bebas, wajib menyelenggarakan pembukuan kecuali
bagi wajib pajak yang menghitung penghasilan neto dengan menggunakan
Norma penghitung Penghasilan Neto dengan menggunakan Keputusan
Direktur Jendral Pajak No. KEP 536/PJ/2000, dan wajib pajak orang pribadi
yang tidak melakukan kegiatan usaha atau pekerjaan bebas.
e. Membantu Mempermudah Saat Pemeriksaan
Ketentuan pasal 29 Undang-undang Republik Indonesia Nomor 16 Tahun
2009 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan, menyebutkan
bahwa dalam pemeriksaan, wajib pajak harus membantu kelancarannya
21
35
dengan cara memberikan keterangan yang sebenar-benarnya,
memperlihatkan pembukuan, memberi kesempatan kepada petuagas untuk
memasuki ruangan tertentu yang berhubungan dengan pemeriksaan dan
meniadakan kerahasiaan selama pemeriksaan tersebut berlangsung.22
2. Upaya Hukum Wajib Pajak
a. Banding
Banding yang diajukan ke Pengadilan Pajak ini merupakan upaya
hukum lanjutan yang diajukan oleh wajib pajak atau penanggung pajak.
Bandiang diajukan terhadap keputusan dari pejabat yang berwenang,
misalnya berkaitan dengan keputusan atas upaya hukum keberatan. Akan
tetapi harap dipahami di sini bahwa yang dinamakan upaya hukum
banding(beroep)tidak sama persis dengan upaya hukum banding pada Peradilan Umum ataupun Peradilan Tata Usaha Negara. Banding diatur
dalam Bab IV Bagian Kedua, yakni Pasal 35 sampai dengan Pasal 39
Undang-undang Nomor 14 Tahun 2002, dan diatur pula dengan Pasal 27
Undang-undang Nomor 28 Tahun 2007.23
b. Gugatan
22
Bohari,Pengantar Hukum Pajak, (Jakarta : PT Raja Gravindo Persada,2004), h. 78
23
Dalam bidang pajak, sebagaimana diatur dalam Undang-Undang
Nomor 14 Tahun 2002, wajib pajak atau penanggung pajak dapat
mengajukan gugatan. Gugatan sebagaimana diatur dalam Pasal 1 butir 7
Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2002 diberikan batasan sebagai upaya
hukum yang dapat dilakukan oleh wajib pajak atau penanggung pajak
terhadap pelaksanaan Penagihan Pajak atau terhadap keputusan hakim pajak
yang dapat diajukan gugatan berdasarkan peraturan perundang-undangan
perpajakan yang berlaku.24
c. Peninjauan kembali
Dalam Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1985, ketentuan yang
mengatur pemeriksaan terhadap upaya hukum peninjauan kembali diatur
dalam Bagian Keempat tentang Pemeriksaan Peninjauan Kembali Putusan
Pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap, yakni dari Pasal
66 sampai dengan Pasal 77. Pengajuan Permohonan peninjauan kembali
dapat dilakukan baik oleh pihak penggugat atau pembanding, maupun oleh
pihak tergugat atau terbanding. Untuk cara pengajuan permohonan
peninjauan kembali yang diajukan oleh pihak tergugat atau terbanding, pihak
Direktorat Jenderal Pajak telah mengeluarkan Surat Edaran tentang Tata Cara
Penanganan Peninjauan Kembali atas Putusan pengadilan Pajak ke
Mahkamah Agung tanggal 9 juni 2003.
24
37
3. Wewenang dan Kewajiban Aparat Pajak (Fiskus)
Aparat pajak merupakan alat pemerintah dalam memungut pajak dan
masyarakat. Sesuai dengan Undang-undang Republik Indonesia Nomor 16 Tahun
2009 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan, wewenang aparat
pajak diantaranya adalah :
a. Melakukan Penyuluhan Kepada Wajib Pajak
Penyuluhan dilaksanakan dalam rangka pemenuhan kewajiban
perpajakannya. Perlu disadari bahwa peranan penyuluhan sesungguhnya
sangat fundamental. Optimalisasi peranan penyuluhan perpajakan adalah
bagian dari upaya mencerdaskan kehidupan bangsa sebagaimana
diamanatkan dalam pembukaan UUD 45 yaitu membangun suatu
masyarakat khususnya masyarakat wajib pajak yang cerdas, jujur, patriotik
dan benar-benar menyadari peranannya dalam pembangunan bangsa dan
negara. self assessment menghendaki peranan positif wajib pajak dalam
memenuhi kewajiban perpajakannya. Konsekuensinya dari sistem tersebut
adalah bahwa aparat pajak berkwajiban mendukung upaya-upaya bagi
lancarnya kegiatan wajib pajak melalui penyuluhan-penyuluhan
perpajakan.25 Penelitian dan pemeriksaan yang dilakukan oleh aparat pajak
berdasarkan pasal 29 Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2009 tentang
Ketentuan dan Tata Cara Umum Perpajakan meliputi :
25
1) Verivikasi lapangan maupun di kantor
2) Pemeriksaan lapangan
Setelah penelitian dan pemeriksaan dilakukan maka langkah
selanjutnya adalah menindak lanjuti hasil verivikasi atau penelitian dengan
menerbitkan surat ketetapan pajak berdasarkan ketentuan dalam
Undang-Undang Nomor 16 tahun 2009 tentang Ketentuan dan Tata Cara Umum
Perpajakan sebagai realisasi dari sanksi administrasi berupa Surat tagihan
Pajak berdasarkan pasal 13, ayat 1. Surat Ketetapan Pajak Kurang bayar
berdasarkan pasal 15, Surat Ketetapan pajak Nihil Berdasarkan pasal 17A
dan Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar berdasarkan pasal 17.26
b. Melakukan Penyidikan
Berdasarkan pasal 44 Undang-Undang Nomor 16 tahun 2009 tentang
Ketentuan dan Tata Cara Umum Perpajakan, Pejabat Pegawai Negeri Sipil di
lingkungan Direktorat Jendral pajak diberi wewenang tindak pidana di
Bidang perpajakan, sebagai mana dimaksud dalam Undang-undang Hukum
Pidana yang berlaku.
c. Melakukan Penagihan Pajak
Dalam pasal 18 Undang-undang Nomor 16 tahun 2009 tentang
Ketentuan dan Tata Cara Umum Perpajakan disebutkan bahwa Surat
Tagihan pajak (STP), Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar (SKPKB), Surat
26
39
Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan (SKPKBT) dan Surat Keputusan
Pembetulan, Surat Keputusan Keberatan, putusan banding yang
menyebutkan pajak yang harus dibayar bertambah merupakan dasar dan
penagihan pajak.
Selain kewewenangan-kewenangan yang telah disebutkan diatas, aparat
pajak juga dibebani oleh kewajiban-kewajiban yang meliputi umum dan
kewajiban khusus.27 Kewajiban umum aparat dalam melayani kebutuhan wajib
pajak merupakan konsekuensi dari keberadaan hak-hak dan kewajiban-kewajiban
tersebut diantaranya adalah :
1) Melayani wajib pajak dalam pendaftaran sebagai wajib pajak ;
2) Melayani wajib pajak dalam mengambil dan menyampaikan SPT, termasuk
SPT PPh Tahunan dan PPh Masa;
3) Melayani wajib pajak dalam menyampaikan permohonan restitusi,
kompensasi, cicilan atas tunggakan pajak, dan mengajukan keberatan
termasuk menyampaikan banding;
4) Melayani wajib pajak dalam mengajukan pembetulan atas SPT yang telah
disampaikan;
5) Kewajiban menerbitkan surat-surat keputusan berkenaan dengan
permohonan restitusi, permohonan keberatan, penerapan norma perhitungan
dan izin penggunaan pembukuan dengan bahasa asing.
6) Melayani wajib pajak yang mengajukan permohonan penghapusan NPWP.
27
Kewajiban khusus bagi aparat pajak adalah untuk tidak memberitahukan
kepada yang tidak berhak segala sesuatu yang diketahui atau diberitahukan
kepadanya oleh wajib pajak dalam rangka jabatan atau pekerjaan-nya untuk
menjalankan peraturan perundang-undangan perpajakan (rahasia jabatan). Hal ini
diatur dalam pasal 34 Undang-Undang Nomor 16 tahun 2009 tentang Ketentuan
dan Tata Cara Umum Perpajakan.28
28
41
BAB III
PUTUSAN HAKIM DALAM PERKARA SENGKETA PAJAK PT. MONAGRO KIMIA
A. Posisi Kasus
Adanya suatu kasus yang menyangkut sengketa pajak terjadi pada
tahun 2007, dimana PT. MONAGRO KIMIA merupakan perusahaan asisng
atau swasta, yang begerak dalam bidang pupuk dan pangan ternak, dalam
kegiatan usahanya tersebut setelah mengkaji atau menghitung kembali
pajaknya, merasa PT. MONAGRO KIMIA pembayaran pajak yang dilakukan
tahun 2006 menunjukan posisi lebih bayar sebesar Rp 8,738,888,746.
terbilang (Delapan Miliar Tujuh Ratus Tiga Puluh Delapan Juta Delapan
Ratus Delapan Puluh Delapan Ribu Tujuh Ratus Empat Puluh Enam Rupiah).
Dengan alasan terebut maka pihak PT. MONAGRO KIMIA
mengajukan SPT Tahunan PPh Badan tersebut kepada Kantor Pelayanan
Pajak Penanaman Modal Asing Satu (KPP PMA I) pada tanggal 13 Juli 2007
dan diterima oleh kantor KKP PMA I. Sebelumnya KPP PMA I menerbitkan
Surat Perintah Pemeriksaan Pajak (SP3) No.
PRINT-PSL-330/WPJ.07/KP.02052007 tertanggal 30 Mei 2007 dengan tujuan untuk
menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan Tahun Pajak 2006 yang
meliputi semua jenis pajak. Pada tanggal 11 Agustus 2008 hasil yang
dilakukan oleh fiskus/pegawai pajak yang datang untuk memeriksa
sebagaimana kepatuhan wajib pajak, menyatakan dengan surat Nomor:
KIMIA memiliki perbedaan atau selisih dalam penghitungan PPh 21nya pada
[image:53.595.114.513.139.374.2]tahun pajak 2006.
Tabel 1.1
Hasil Keterangan Pajak Kurang Bayar PPh Pasal 21 PT MONAGRO KIMIA Nomor: 00042/201/06/052/08 tanggal 11 Juli 2008.
Atas hasil tersebut PT. MONAGRO KIMIA tidak sependapat dengan
hasil fiskus, bahwasanya oleh karena itu PT. MONAGRO KIMIA
mengajukan upaya hukum pertama dalam sengketa pajak yaitu keberatan
kepada KPP PMA I pada tanggal 3 September 2008 melalui surat
permohongan Nomor : MK/Sep-08/57 tertanggal 3 September 2008.
Dengan surat tersebut KPP PMA I menanggapi hal tersebut dengan
menerbitkan Keputusan Terbanding Nomor: KEP-695/PJ.07/2009 tanggal 1
September 2009 tentang keberatan atas SKPKB PPh 21 Nomor:
00042/201/06/052/08 tanggal 11 Juli 2008, terbanding menolak atas tindakan
43
Tabel 1.2
Hasil Keputusan Kantor Pelayanan Pajak Penanaman Modal Asing Nomor: KEP-695/PJ.07/2009 tanggal 1 September 2009
Bahwa perlu diketahui bahwa selama proses keberatan, peneliti telah
mengirimkan undangan untuk diskusi dengan surat Nomor:S-3621/
PJ.0711/2009 tanggal 21 April 2009 yang PT. MONAGRO KIMIA terima
pada tanggal 29 April 2009. Namun, dikarenakan keterlambatan pengiriman
undangan tersebut, pihak dari PT. MONAGRO KIMIA tidak dapat
menghadiri diskusi dengan peneliti / fiskus pajak. Hal tersebut pun telah
sampaikan kepada Peneliti.
Dimana selanjutnya, peneliti / fiskus dari KPP PMA I kembali
mengirimkan undangan dengan surat Nomor: S-4575/PJ.0711/2009 tanggal
5 Juni 2009, yang terima pada tanggal 23 Juni 2009 oleh pihak yang terkait
yaitu PT. MONAGRO KIMIA untuk dapat menghadiri undangan Peneliti
tersebut. Namun undangan tersebut ternyata tidak untuk mendiskusikan
materi keberatan dan setelahnya PT. MONAGRO KIMIA diminta untuk
menandatangani Daftar Hasil Akhir Penelitian Keberatan tanpa adanya
oleh PT. MONAGRO KIMIA sebagaimana hukum tidak berjalan sesuai yang
diharapkan.
B. Putusan Hakim Pengadilan Pajak Nomor Put 38985 / PP / M.IV / 10 / 2012
Dalam hal ini PT. MONAGRO KIMIA melakukan upaya hukum
seusai dengan pasal 23 ayat (1) Undang-Undang Ketentuan Umum dan Tata
Cara Perpajakan yaitu dengan banding. Sesuai dengan pasal 36 ayat (4)
Undang-Undang Pengadilan Pajak, sebelumnya wajib pajak diwajibkan
membayar 50% (lima puluh persen) dari utang pajaknya sebagai prasayarat
sebelum mengajukan permohonan banding. Hal ini dinyatakan bahwa PT.
MONAGRO KIMIA sebagai Pemohon Banding.
Dalam dalil-dalil alasan koreksi terbanding yang diajukan kepada
pengadilan pajak, pada pokoknya mengajukan dalil-dalil gugatan sebagai
berikut. Bahwa selisih tersebut diperhitungkan sebagai koreksi obyek pajak
45
Gambar 1.1
Alasan PT. MONAGRO KIMIA dalam Persidangan Pajak Berdasarkan Surat Pemberitahuan Hasil Pemeriksaan (“SPHP”) Nomor: PHP
-PSL-418/WPJ.07/WPJ.07/ KP.0205/2008 tanggal 30 Juni 2008
Disini pengadilan pajak menjawab hasil dari analisa tersebut dinyatakan tidak
falid karena, terdapat o